trauma kimia

23
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Trauma mata merupakan kasus gawat darurat mata. Perlukaan yang ditimbulkan dapat ringan sampai berat atau menimbulkan kebutaan bahkan kehilangan mata. Dari data epidemiologi di Amerika Serikat didapat bahwa trauma pada mata merupakan 3-4 % dari seluruh kecelakaan kerja. Sebagian besarnya (84%) merupakan trauma kimia. Sekitar 15-20% pasien dengan luka bakar pada wajah menunjukkan adanya trauma pada mata. (1,2,3) Dalam sebuah laporan epidemiologi, di negara berkembang sekitar 80% trauma kimia pada mata berhubungan dengan industri atau pekerjaan pasien. Di Norwegia dilaporkan 14% kasus trauma kimia pada mata disebabkan oleh cairan empedu ikan. (3) Trauma bahan kimia dapat terjadi pada kecelakaan yang terjadi di laboratorium, industri, pekerjaaan yang memakai bahan kimia, pekerjaan pertanian, dan peperangan yang memakai bahan kimia di abad modern. Trauma kimia ini sangat mengkhawatirkan karena berkemampuan untuk menyerang berbagai macam struktur ocular dan berpotensi menyebabkan kebutaan. (3,4) Keparahan luka yang timbul tergantung kepada zat penyebabnya, berapa lama zat tersebut berkontak dengan

Upload: varinakikan

Post on 08-Aug-2015

71 views

Category:

Documents


21 download

TRANSCRIPT

Page 1: Trauma Kimia

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Trauma mata merupakan kasus gawat darurat mata. Perlukaan yang

ditimbulkan dapat ringan sampai berat atau menimbulkan kebutaan bahkan kehilangan

mata. Dari data epidemiologi di Amerika Serikat didapat bahwa trauma pada mata

merupakan 3-4 % dari seluruh kecelakaan kerja. Sebagian besarnya (84%) merupakan

trauma kimia. Sekitar 15-20% pasien dengan luka bakar pada wajah menunjukkan

adanya trauma pada mata. (1,2,3)

Dalam sebuah laporan epidemiologi, di negara berkembang sekitar 80% trauma

kimia pada mata berhubungan dengan industri atau pekerjaan pasien. Di Norwegia

dilaporkan 14% kasus trauma kimia pada mata disebabkan oleh cairan empedu ikan. (3)

Trauma bahan kimia dapat terjadi pada kecelakaan yang terjadi di laboratorium,

industri, pekerjaaan yang memakai bahan kimia, pekerjaan pertanian, dan peperangan

yang memakai bahan kimia di abad modern. Trauma kimia ini sangat

mengkhawatirkan karena berkemampuan untuk menyerang berbagai macam struktur

ocular dan berpotensi menyebabkan kebutaan. (3,4)

Keparahan luka yang timbul tergantung kepada zat penyebabnya, berapa lama

zat tersebut berkontak dengan mata dan bagaimana penanganannya. Kerusakan

biasanya terbatas pada segmen depan mata termasuk kornea, konjungtiva, dan kadang

mengenai struktur internal mata seperti lensa. (2,5,6)

Bahan kimia basa adalah yang paling merusak karena

bahan kimia ini memiliki sifat baik hydrophilic dan lipophilic dan mampu

menembus membran sel dengan cepat. Bahkan mungkin mampu untuk menembus bilik

mata depan. Kerusakan okular terjadi akibat saponificasi membran sel dan kematian

sel bersamaan dengan hancurnya matriks ekstraselular.

Bahan kimia asam pada umumnya menyebabkan

kerusakan lebih ringan daripada basa karena kebanyakan protein di kornea akan

mengikat asam dan dapat berfungsi sebagai chemical buffer. Jaringan yang

terkoagulasi karenanya, akan berperan sebagai penghambat terhadap penetrasi lebih

Page 2: Trauma Kimia

lanjut dari asam. Kerusakan okular karena asam disebabkan oleh karena pengerutan

serabut kolagen. (3)

Trauma kimia mata sering bilateral dan berakibat kehilangan penglihatan.

Komplikasi pada mata dapat berupa glaukoma, perforasi kornea, ulkus kornea, katarak,

sikatrik kornea, komplikasi konjungtiva dan kelopak mata, dan ablasio retina. Setelah

1-2 tahun biasanya diperlukan operasi koreksi terhadap kerusakan yang ditimbulkan

dari luka bakar yang cukup berat. Penelitian oleh Kuckelkom melaporkan bahwa

sepertiga dari 131 pasien yang dilaporkan dengan trauma kimia mata mendapatkan

cacat, dan sekitar 15%nya mengalami kehilangan penglihatan. Pada tahun 1995,

hampir sepertiga transplantasi kornea dilakukan terhadap pasien trauma kimia.

Sayangnya, kesuksesan transplantasi kurang dari 50%. Beberapa pasien membutuhkan

4-5 kali transplantasi sebelum benar-benar berhasil. (3)

1.2 Batasan Masalah

Clinical Science Session ini membahas mengenai definisi, epidemiologi,

etiologi, klasifikasi, patofisiologi, diagnosis, penatalaksanaan, komplikasi dan

prognosis dari trauma kimia pada mata.

1.3 Tujuan Penulisan

Penulisan Clinical Science Session ini bertujuan menambah pengetahuan para

dokter muda mengenai trauma kimia pada mata.

1.4 Metode Penulisan

Penulisan Clinical Science Session ini menggunakan metode tinjauan pustaka

dengan mengacu pada berbagai literatur.

BAB 2

Page 3: Trauma Kimia

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Trauma mata adalah tindakan sengaja maupun tidak yang dapat menimbulkan

perlukaan pada mata. Sedangkan trauma kimia mata adalah trauma yang mengenai

bagian dalam maupun luar mata, disebabkan oeh zat kimia yang dapat berupa asam

atau basa. Trauma kimia mata merupakan salah satu kegawatdaruratan dalam ilmu

penyakit mata. (2)

2.2 Etiologi

Substansi kimia yang biasanya menyebabkan trauma pada mata digolongkan

kedalam 2 kelompok :

1. Alkali/basa

Bahan alkali yang biasanya menyebabkan trauma kimia adalah:

a. Amonia (NH3), zat ini banyak ditemukan pada bahan pembersih rumah

tangga, zat pendingin, dan pupuk.

b. NaOH, serig ditemukan pada pembersih pipa.

c. Potassium hydroxide (KOH), seperti caustic potash

d. Magnesium Hydroxide (Mg(OH)2) seperti pada kembang api

e. Lime(Ca(OH)2), seperti pada perekat, mortar, semen dan kapur.

2. Acid/asam

Bahan asam yang menyebabkan trauma adalah:

a. Sulfuric acid (H2SO4), contohnya aki mobil, bahan pembersih (industry).

b. Sulfurous acid (H2SO3), pada pengawet sayur dan buah.

c. Hydrofluoric acid (HF), efeknya sama bahayanya dengan trauma alkali.

Ditemukan pada pembersih karat, pengilat aluminium, penggosok kaca.

d. Acetic acid (CH3COOH), pada cuka.

e. Hydrochloric acid (HCl) 31-38%, zat pembersih. (6)

2.3 Patofisiolgi

Page 4: Trauma Kimia

Tingkat keparahan perlukaan pada trauma kimia mata, tergantung pada: (7)

1. pH, volume dan konsentrasi larutan

2. Lama kontak dan luas permukaan yang terkena

3. Kemampuan memasuki jaringan mata

Penetrasi alkali dan asam kedalam stroma menyebabkan kematian keratosit dan

hidrasi yang berakibat hilangnya kejernihan stroma. Waktu yang dibutuhkan untuk

penetrasi zat kimia kedalam bilik mata depan bervariasi untuk setiap zat. Penetrasi

pada trauma ammonia terjadi segera setelah trauma. Sedangkan trauma sodium

hidroksida butuh waktu sekitar 3-5 menit untuk masuk kedalam bilik mata depan.

Jika pH permukaan mata telah kembali normal, maka pH aquos humour akan

kembali normal dalam 30 menit sampai 3 jam tergantung jumlah zat yang masuk

kebilik mata depan. (8)

4. Derajat perlukaan stem cell limbus

Stem sel limbus berperan dalam reepitelisasi dan penyembuhan luka kornea. (9)

Berdasarkan jenis zat penyebab trauma, patofisiologi trauma kimia dapat

dijelaskan sebagai berikut :

1. Trauma basa

Trauma kimia yang disebabkan oleh basa akan terus berlanjut ke bagian dalam

mata. Basa akan terurai menjadi ion hidroksil dan kation pada permukaan mata. Ion

hidroksil akan mensafonifikasi asam lemak dan kation akan berinteraksi dengan

kolagen stromal dan glikosaminoglikan. Interaksi ini memudahkan penetrasi yang

lebih jauh masuk melewati kornea dan segmen anterior. Hidrasi kolagen

menyebabkan terbentuknya fibrin sampai ke trabekular meshwork yang nantinya

dapat menyebabkan peningkatan tekanan intra ocular (TIO). Ditambah lagi dengan

terjadinya distribusi mediator inflamasi yang akan merangsang peningkatan

prostaglandin sehingga ikut meningkatkan TIO. (9)

2. Trauma asam

Asam dikornea akan terurai menjadi ion hydrogen dan anion. Ion hydrogen akan

merusak bagian permukaan mata dengan mengubah kadar pH nya, sedangkan

anion akan menyebabkan denaturasi, presipitasi dan koagulasi protein. Koagulasi

Page 5: Trauma Kimia

protein inilah yang mencegah terjadinya penetrasi yang lebih dalam sehingga

trauma kimia asam setelah mengenai permukaan langsung berhenti. (3,9)

Pengecualian terjadi pada asam hidroflorida. Bahan ini merupakan suatu asam

lemah yang dengan cepat menembus membran sel dimana senyawa ini tetap tidak

terionisasi. Dengan cara ini, asam hidroflorida menyebabkan necrosis liquefactive.

Tambahan lagi, ion fluorida dilepaskan kedalam sel. Ion Fluoride ini dapat

menghambat enzim-enzim glikolitik dan dapat bersama-sama dengan kalsium dan

magnesium membentuk suatu senyawa komplek yang tidak larut. Nyeri lokal yang

amat berat diduga disebabkan oleh karena immobilisasi kalsium, yang

menyebabkan stimulasi saraf dengan mengganti ion kalium. Fluorinosis akut dapat

terjadi ketika ion fluorida memasuki sirkulasi sistemik, menyebabkan gejala-gejala

kardiak, respiratori, gastrointestinal, dan neurologis. Hipokalsemia yang parah,

dimana resisten terhadap pemberian dosis besar kalsium, dapat terjadi. Yang paling

sering terjadi, trauma asam pada mata disebabkan oleh baterai (ACCU) mobil yang

meledak, yang didalamnya mengandung asam sulfat. (3)

2.4 Manifestasi Klinis

Tanda dan gejala awal dari trauma kimia mata dapat berupa:

1. Nyeri

2. Mata merah

3. Tanda-tanda iritasi

4. Keluarnya air mata yang berlebihan

5. Ketidakmampuan mempertahankan membuka kelopak mata

6. Merasa ada sesuatu pada mata

7. Pembengkakan kelopak mata

8. Penglihatan kabur (2)

2.5 Diagnosis

Diagnosis trauma kimia ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,

dan pemeriksaan laboratorium.

Page 6: Trauma Kimia

Anamnesis

Umumnya, pasien datang dengan keluhan ada cairan atau gas yang mengenai mata.

Pada anamnesa perlu diketahui :

a. Kapan terjadi kecelakan dan lamanya zat kimia penyebab berkontak dengan mata.

b. Jenis zat kimia penyebab, nama dagang atau tipe produknya.

c. Tindakan awal membersihkan mata, dengan apa dibersihkan.

d. Apa yang sedang dilakukan saat kejadian.

e. Penggunaan alat pelindung diri seperti googles (kacamata). (6)

Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik yang teliti dan lengkap harus ditunda sampai mata yang terkena

bahan kimia di irigasi dan pH nya sudah kembali netral. Setelah mata di irigasi

dilakukan pemeriksaan mata yang teliti yang di titik beratkan pada kejernihan dan

keutuhan kornea, derajat iskemia limbus, dan tekanan intra okuler. Supaya pasien lebih

nyaman dan lebih kooperatif sewaktu pemeriksaan, dapat diberikan anastesi topikal

terlebih dahulu. (10)

Hasil pemeriksaan fisik yang sering muncul adalah :

a) Defek epitel kornea

Kerusakan epitel kornea dapat bervariasi mulai dari keratitis epitel punctata yang

ringan sampai defek kornea yang menyeluruh. Apabila dicurigai adanya defek

epitel namun tidak di temukan pada pemeriksaan awal, mata tersebut harus di

periksa ulang setelah beberapa menit.

b) Stroma yang kabur

Kekaburan stroma bervariasi, mulai dari yang ringan sampai opasifikasi

menyeluruh sehingga tidak bisa melihat KOA

c) Perforasi kornea

Perforasi kornea lebih sering dijumpai beberapa hari – minggu setelah trauma

kimia yang berat

d) Reaksi Inflamasi KOA

Tampak gambaran flare dan sel di KOA. Reaksi inflamasi KOA lebih sering terjadi

pada trauma alkali

e) Peningkatan TIO

Page 7: Trauma Kimia

Terjadi peningkatan TIO tergantung kepada tingkat inflamasi segmen anterior, dan

tingkat deformitas jaringan kolagen kornea. Kedua hal tersebut menyebabkan

penurunan outflow uveoscleral dan peningkatan TIO.

f) Kerusakan kelopak mata

Jika kerusakan kelopak mata menyebabkan mata tidak bisa ditutup maka akan

mudah iritasi

g) Inflamasi konjungtiva

Dapat terjadi hiperemi konjungtiva dan kemosis

h) Iskemia peri limbal

Iskemia perilimbal sangat mempengaruhi prognosis penyembuhan kornea

i) Penurunan ketajaman penglihatan

Terjadi karena defek epitel atau kekeruhan kornea, meningkatnya lakrimasi atau

ketidaknyamanan pasien.

Gambar 1. Trauma kimia karena jeruk lemon. Vaskularisasi kornea terlihat jelas, dan

mata menjadi kering akibat kehilangan sebagian besar sel goblet.

Page 8: Trauma Kimia

Gambar 2. Trauma basa

Gambar 3. “Cooked fish eye” pada trauma basa yang sudah lanjut. Kornea opak

tampak putih seperti kapur. Pembuluh darah yang mensuplai limbus menghilang.

Mc Culey membagi trauma kimia mata menjadi 4 fase yaitu : (11)

1. Fase Immediate

Pada pemeriksaan awal harus dinilai 3 hal yaitu :

a) Tingkat keparahan trauma

b) Prognosis

c) Terapi yang diberikan

Klasifikasi yang biasa digunakan untuk menilai gejala klinis dan prognosis adalah:

1) Klasifikasi Hughes

a) Ringan : Erosi epitel kornea, kornea sedikit kabur, tidak ada nekrosis

iskemik konjungtiva atau sclera.

Page 9: Trauma Kimia

b) Sedang : Opasitas kornea mengaburkan detail iris, nekrosis iskemik

yang minimal di konjungtiva dan sclera.

c) Berat : Garis pupil kabur, iskemik nekrosis konjungtiva atau sclera

yang signifikan.

2) Klasifikasi Thoft

a) Grade 1 : Kerusakan epitel kornea, tidak ada iskemik

b) Grade 2 : Kornea kabur, tapi iris masih bias terlihat, iskemik kecil dari

1/3 limbus

c) Grade 3 : Epitel kornea hilang total, stroma kabur sehingga iris juga

terlihat kabur, iskemik sepertiga sampai setengah limbus

d) Grade 4 : Kornea opak, iskemik lebih dari setengah limbus

2. Fase Akut

Selama minggu pertama setelah trauma, hal – hal yang harus diperhatikan

adalah :

a) Ada atau tidaknya re-epitelisasi

b) Kejernihan kornea dan lensa

c) Tekanan intra okuler

d) Inflamasi di bilik mata depan

Proses inflamasi yang progresif menyebabkan mulainya re-epitelisasi, proliferasi,

dan migrasi keratosit menjadi terlambat sehingga inflamasi harus di kontrol.

3. Fase Pemulihan dini

Pada fase ini yang di monitor adalah sama pada fase akut di tambah

dengan perubahan dalam kejernihan dan ketebalan kornea. Selama fase ini epitel

dan keratosit di kornea dan konjungtiva terus berproliferasi untuk memperbaiki

stroma dan permukaan okuler, sehingga struktur dan fungsinya kembali normal.

Pada kasus trauma kimia yang tidak terlalu parah, biasanya pada fase ini

re-epitelisasi telah selesai, dengan tanda opasifikasi tidak ada lagi. Sedangkan pada

Page 10: Trauma Kimia

kasus yang lebih parah, pada fase ini re-epitelisasi terhenti atau tertunda, sehingga

proses perbaikan epitel terganggu akibatnya terjadi :

a) Debridement proteolitik matrik stroma berlebihan

b) Stroma menipis dan mungkin terjadi perforasi

4. Fase Pemulihan Akhir

Pada fase ini mata mengalami perkembangan re-epitelisasi yang bisa di

kelompokkan menjadi :

a) Re-epitelisasi komplit atau hampir komplit

Gejala klinis abnormal yang masih ada yaitu :

1. Anestesi kornea

2. Abnormalitas musin dan sel goblet

3. Regenerasi membrane desement epitel baru yang lambat

4. Pada kasus yang lebih parah mungkin terdapat fibrovaskuler pannus pada

kornea

Walaupun re-epitelisasi telah selesai, kita tetap harus waspada dan kornea harus

di periksa dengan cermat untuk menilai :

1. Apakah sensasi kornea telah kembali atau sembuh

2. Ada atau tidaknya keratitis pungtata superficial

3. Perlengketan epitel yang abnormal

4. Vaskularisasi stroma

b) Trauma yang luas dan berat menyebabkan re-epitelisasi kornea dan epitel

konjungtiva.

Kejadian trauma ini harus diketahui karena kalau tidak terjadi re-epitelisasi

setelah beberapa minggu ini akan mengakibatkan terjadinya sequele. Kalau

sudah timbul sequel walupun telah dilakukan adhesi jaringan tapi permukaan

mata akan sembuh dengan adanya :

1. Jaringan parut dan vaskularisasi

2. Defisiensi musin dan sel goblet

3. Erosi epitel persisten atau rekuren

Page 11: Trauma Kimia

4. Fibrovaskular pannus

Pemeriksaan Laboratorium

a) Pemeriksaan pH permukaan mata

Hal ini penting dilakukan dan irigasi harus tetap dilakukan sampai pH kembali

netral

b) Tes Flouresein

Tes ini dilakukan untuk mengetahui kerusakan epitel kornea. (9)

2.6 Penatalaksanaan

Tergantung pada 4 fase traumanya yaitu (9)

1. Fase kejadian (immediate)

Tujuan tindakan pada fase ini adalah untuk menghilangkan materi

penyebab sebersih mungkin. Tindakan ini merupakan tindakan yang utama dan

harus dilakukan sesegera mungkin, sebaiknya pasien langsung mencuci

matanya di rumah sesaat setelah kejadian.

Tindakan yang dilakukan adalah irigasi bahan kimia meliputi

pembilasan yang dilakukan segera dengan anestesi topikal terlebih dahulu.

Pembilasan dilakukan dengan larutan steril sampai pH air mata kembali

normal. Jika ada benda asing dan jaringan bola mata yang nekrosis harus

dibuang. Bila diduga telah terjadi penetrasi bahan kimia kedalam bilik mata

depan maka dilakukan irigasi bilik mata depan dengan larutan RL.

Teknik irigasi :

1. Jelaskan kepada pasien apa yang akan dilakukan.

2. Gunakan anestesi lokal jika diperlukan

3. Buka kelopak mata secara hati-hati dengan penekanan di tulang, bukan di

bola mata

4. Bilas kornea dan forniks secara lembut menggunakan larutan steril 30 cm di

atas mata

5. Bersihkan semua partikel dengan menggunakan kapas aplikator atau

dengan forceps

Page 12: Trauma Kimia

6. Lakukan pembilasan juga pada konjungtiva palpebral dengan mengeversi

kelopak mata.

Gambar 4. Pembilasan pada mata setelah mengalami trauma kimia

2. Fase akut (sampai hari ke 7)

Tujuan tindakan pada fase ini adalah mencegah terjadinya penyulit

dengan prinsip sebagai berikut :

a. Mempercepat proses reepitelisasi kornea

Untuk perbaikan kolagen bisa digunakan asam askorbat. Disamping itu juga

diperlukan pemberian air mata buatan untuk mengatasi pengurangan sekresi

air mata karena hal ini juga berpengaruh pada epitelisasi.

b. Mengontrol tingkat peradangan

1. Mencegah infiltrasi sel-sel radang

2. Mencegah pembentukan enzim kolagenase

Mediator inflamasi dapat menyebabkan nekrosis jaringan dan dapat

menghambat reepitelisasi sehingga perlu diberikan topical steroid. Tapi

pemberian kortikosteroid ini baru diberikan pada fase pemulihan dini.

c. Mencegah infeksi sekuder

Antibiotik profilaks topical sebaiknya diberikan pada fase awal.

d. Mencegah peningkatan TIO

e. Suplemen/antioksidan

Page 13: Trauma Kimia

f. Tindakan pembedahan

3. Fase pemulihan dini (hari ke 7-21)

Tujuan tindakan pada fase ini adalah membatasi penyulit lanjut setelah fase

akut. Yang menjadi masalah adalah :

a. Hambatan reepitelisasi kornea

b. Gangguan fungsi kelopak mata

c. Hilangnya sel goblet

d. Ulserasi stroma yang dapat menjadi perforasi kornea

4. Fase pemulihan akhir (setelah hari ke21)

Tujuan pada fase ini adalah rehabilitasi fungsi penglihatan dengan prinsip:

a. Optimalisasi fungsi jaringan mata (kornea, lensa dan seterusnya) untuk

penglihatan.

b. Pembedahan

Jika sampai fase pemulihan akhir reepitelisasi tidak juga sukses, maka sangat

penting untuk dilakukan operasi.

2.7 Komplikasi (1,2,3,4,5,7,8,9,10)

1. Jaringan parut pada kornea

2. Ulkus kornea

3. Jaringan parut pada konjungtiva

4. Dry eyes

5. Simblefaron

6. Sikatrik yang menyebabkan enteropion/ekstropion

7. Trikiasis

8. Stenosis/oklusi punctum

9. Pembentukanpannus

10. Katarak

11. Glaucoma

2.8 Prognosis

Prognosis trauma kimia tergantug pada keparahan bagian yang terkena,

khususna terkait defek epitel kornea dan derajat iskemik limbus. Kebanyakan kasus

Page 14: Trauma Kimia

bias sembuh sempurna meskipun ada juga yang disertai komplikasi seperti glaucoma,

kerusakan kornea, dry eye syndrome dan beberapa kasus menimbulkan kebutaaan. (1)

Berdasarkan klasifikasi Hughes dan Thoft yang telah diuraikan pada gejala

klinis maka prognosisnya adalah sebagai berikut:

1. Hughes

a. derajat ringan : prognosis baik

b. derajat sedang : prognosis sedang

c. derajat berat : prognosis buruk

2. Thoft

a. Grade 1 dan 2 : prognosis baik

b. Grade 3 : prognosis dubia

c. Grade 4 : prognosis buruk

BAB 3

KESIMPULAN

Page 15: Trauma Kimia

DAFTAR PUSTAKA

Page 16: Trauma Kimia

1. Vaughan, Daniel G. 2000. Oftalmologi Umum. Jakarta: Widya Medika

2. Randleman JB. Chemical eye burn overview. Diakses dari

http://www.emedicinehealth.com/chemical_eye_burns/article-em.htm

3. --. Trauma Asam. Diakses dari http://www.myblog.com

4. Ilyas S. 2002. Ilmu Penyakit Mata Edisi Ketiga. Jakarta: Sagung Seto

5. --. 2008. External Disease and Cornea. American Academy of ophthalmology

Section 8. Basic and Clinical Science Course.

6. C Kenneth. 2002. Emergency Ophthalmology, a Rapid Treatment Guide.

Boston: Medical Publisinng Division

7. Harvard health publication. Chemical injury to the eye. 2006. Diakses dari

http://ww.mylifetime.com/lifestyle/health/health-a-z/chemical-injury-eye

8. Melsaeter CN. Burns, ocular. Department of Emergenc Medicine. 2007.

Diakses dari http://www.emedicin.com

9. Randleman JB. Burns, chemical. Department of Ophthalmology. 2006. Diakses

dari http://www.emedicine.com

10. Chemical Burns. Dalam Handbook of ocular disease management. Diakses dari

http://www.revoptom.com/handbook/sect3h.htm

11. Wagoner MD, Kenyon KR. Chemical Injuries. Chapter 11.

Khun F. 2008. Ocular Traumatology Edisi I. USA: Springer.

Rapuano JJ, Heng WJ. 2003. Colour Atlas and Synopsis of Clinical

Ophthalmology. USA: Mc Graw Hill Medical Publishing Division