referat trauma kimia

30
Hendra WIjaya 40614701 2 DAFTAR ISI BAB I.................................................2 PENDAHULUAN...........................................2 BAB II................................................3 TINJAUAN PUSTAKA......................................3 2.1 Anatomi Mata....................................3 2.2. Pendahuluan Trauma Kimia.......................5 2.3. Epidemiologi...................................5 2.4. Etiologi.......................................6 2.4.1. Trauma Asam................................6 2.4.2. Trauma Basa / Alkali.......................7 2.5. Patofisiologi..................................8 2.6. Klasifikasi....................................9 2.7. Diagnosa......................................10 2.7.1. Anamnesa..................................10 2.7.2. Gejala Klinis.............................11 2.7.3. Pemeriksaan Fisik.........................11 2.7.4. Pemeriksaan Penunjang.....................12 2.8. Diagnosis Banding.............................12 2.9. Penatalaksanaan...............................12 2.9.1. Penatalaksanaan Gawat Darurat.............13 2.9.2. Medikamentosa.............................13 2.9.3. Pembedahan................................15 2.10. Komplikasi...................................16 2.11. Prognosis....................................17 KESIMPULAN...........................................18 Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata 1 Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 22 Februari – 26 Maret 2016

Upload: hendrawijaya

Post on 10-Jul-2016

247 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

a

TRANSCRIPT

Page 1: Referat Trauma Kimia

Hendra WIjaya 406147012

DAFTAR ISIBAB I.......................................................................................................................2PENDAHULUAN...................................................................................................2BAB II......................................................................................................................3TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................................3

2.1 Anatomi Mata................................................................................................32.2. Pendahuluan Trauma Kimia..........................................................................52.3. Epidemiologi.................................................................................................52.4. Etiologi..........................................................................................................6

2.4.1. Trauma Asam.........................................................................................62.4.2. Trauma Basa / Alkali.............................................................................7

2.5. Patofisiologi..................................................................................................82.6. Klasifikasi.....................................................................................................92.7. Diagnosa......................................................................................................10

2.7.1. Anamnesa.............................................................................................102.7.2. Gejala Klinis........................................................................................112.7.3. Pemeriksaan Fisik................................................................................112.7.4. Pemeriksaan Penunjang.......................................................................12

2.8. Diagnosis Banding......................................................................................122.9. Penatalaksanaan..........................................................................................12

2.9.1. Penatalaksanaan Gawat Darurat...........................................................132.9.2. Medikamentosa....................................................................................132.9.3. Pembedahan.........................................................................................15

2.10. Komplikasi................................................................................................162.11. Prognosis...................................................................................................17

KESIMPULAN......................................................................................................18

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata 1Rumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 22 Februari – 26 Maret 2016

Page 2: Referat Trauma Kimia

Hendra WIjaya 406147012

BAB I

PENDAHULUAN

Trauma kimia pada mata merupakan kedaruratan di bidang penyakit mata,

terutama yang melibatkan kornea. Trauma kimia pada mata memerlukan

perawatan segera, sebelum dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang

lengkap. Trauma kimia dapat disebabkan oleh bahan asam kuat maupun bahan

alkali kuat.1,2

Sekitar 1 juta orang di Amerika Serikat mengalami gangguan penglihatan

akibat trauma. Tujuh puluh lima persen dari kelompok tersebut buta pada satu

mata, dan sekitar 50.000 menderita cedera serius yang mengancam penglihatan

setiap tahunnya. Setiap hari lebih dari 2000 pekerja di Amerika Serikat menerima

pengobatan medis karena trauma mata pada saat bekerja. Lebih dari 800.000

kasus trauma mata yang berhubungan dengan pekerjaan terjadi setiap tahunnya.3,4

Para pekerja yang mengalami trauma mata kebanyakan adalah pekerja

waktu penuh (full time). Para pekerja ini 80% nya adalah laki-laki. Dibandingkan

dengan wanita, laki-laki memiliki rasio terkena trauma mata 4 kali lebih besar.

Pada 70% kasus, trauma disebabkan oleh kontak dengan objek atau peralatan

tertentu. Lima belas persen dari kasus tersebut disebabkan oleh bahan kimia.4

Setiap trauma kimia pada mata memerlukan tindakan segera karena dapat

menimbulkan kebutaan. Maka dari itu tindakan seperti irigasi daerah yang terkena

trauma kimia harus segera dilakukan untuk mengurangi timbulnya penyulit yang

lebih berat.1

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata 2Rumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 22 Februari – 26 Maret 2016

Page 3: Referat Trauma Kimia

Hendra WIjaya 406147012

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi MataMata merupakan salah satu alat indra yang terdiri atas susunan yang

komplek. Mata terdiri atas bola mata, rongga orbita, kelopak mata, pembuluh

darah dan sistem persarafan. Bola mata berbentuk bulat dengan panjang maksimal

24 mm. Bola mata di bagian depan (kornea) mempunyai kelenkungan yang lebih

tajam sehingga terdapat bentuk dengan 2 kelengkungan yang berbeda.1

Gambar 1. Anatomi Mata

Bola mata dibungkus oleh 3 lapisan jaringan, yaitu:1

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata 3Rumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 22 Februari – 26 Maret 2016

Page 4: Referat Trauma Kimia

Hendra WIjaya 406147012

1. Sklera merupakan jaringan ikat yang kenyal dan memberikan bentuk pada

mata, merupakan bagian terluar yang melindungi bola mata. Bagian

terdepan sklera disebut kornea yang bersifat transparan yang memudahkan

sinat masuk ke dalam bola mata. Kelengkungan kornea lebih besar

dibanding sklera.

2. Jaringan uvea merupakan jaringan vaskular yang terdiri dari iris, badan

siliar, dan koroid. Jaringan sklera dan uvea dibatasi oleh ruang yang

potensial mudah dimasuki darah bila terjadi perdarahan pada ruda paksa

yang disebut perdarahan suprakoroid. Badan siliar yang terletak di

belakang iris menghasilkan cairan bilik mata (aqueous humor), yang

dikeluarkan melalui trabekulum yang terletak pada pangkal iris di batas

kornea dan sklera.

3. Retina terletak paling dalam dan mempunyai susunan lapisan sebanyak 10

lapisan yang merupakan lapisan membran neurosensoris yang akan

mengubah sinar menjadi rangsangan pada saraf optik dan diteruskan ke

otak. Lapisan retina dari dalam ke luar terdiri atas (1) membran limitan

interna, (2) lapisan serabut saraf, (3) lapisan sel ganglion, (4) lapisan

pleksiform dalam, (5) lapis nukleus dalam, (6) lapisan pleksiform luar, (7)

lapisan nukleus luar, (8) membran limitan eksterna, (9) lapisan

fotoreseptor segmen dalam dan luar batang dan kerucut, dan (10) epitel

pigmen retina. Terdapat rongga yang potensial antara retina dan koroid

sehingga retina dapat terlepas dari koroid yang disebut ablasi retina.

Kornea berasal dari bahasa latin cornum yang artinya seperti tanduk.

Kornea adalah selaput bening mata, bagian selaput mata yang tembus cahaya,

merupakan lapisan jaringan yang menutup bola mata sebelah depan dan terdiri

atas lapisan: (1) epitel, (2) membran bowman, (3) stroma, (4) membran

Descement, dan (5) endotel. Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensoris.

Kornea juga merupakan bagian mata yang tembus cahaya dan menutup bola mata

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata 4Rumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 22 Februari – 26 Maret 2016

Page 5: Referat Trauma Kimia

Hendra WIjaya 406147012

di sebelah depan. Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea, dimana 40

dioptri dari 50 dioptri pembiasan sinar masuk kornea dilakukan oleh kornea.1

2.2. Pendahuluan Trauma KimiaTrauma kimia adalah trauma yang disebabkan oleh bahan kimia, baik

berupa cairan, benda padat, maupun gas. Zat kimia penyebab trauma dibagi

menjadi 2 golongan, yaitu asam dan basa atau alkali. Trauma kimia mempunyai

derajat keparahan dari yang ringan sampai yang berpotensi menimbulkan

kebutaan. Secara keseluruhan, banyak trauma kimia yang terjadi secara tidak

disengaja, dan hanya sebagian yang terjadi akibat tindak kriminal. Dua per tiga

dari trauma kimia yang tidak disengaja ini terjadi saat di tempat kerja dan di

rumah.1,2,5

Kejadian trauma alkali dua kali lebih banyak dari trauma asam karena

bahan alkali lebih banyak digunakan di dalam rumah dan di industri. Derajat

keparahan trauma kimia bergantung pada sifat bahan kimia, area permukaan mata

yang terkena, durasi pajanan, dan efek yang berhubungan seperti kerusakan

termal. Setiap trauma kimia pada mata memerlukan tindakan segera. Irigasi

daerah yang terkena trauma kimia merupakan tindakan yang segera harus

dilakukan karena dapat memberikan penyulit yang lebih berat.1,2

2.3. EpidemiologiBerdasarkan data-data dari US hospital emergency departments, sekitar

7% dari trauma mata yang berhubungan dengan pekerjaan disebabkan oleh trauma

kimia. Lebih dari 60% trauma kimia terjadi di tempat kerja, 30% di rumah, dan

10% terjadi karena penyerangan. Sembilan puluh persen terpapar secara tidak

disengaja. Kacamata pengaman dapat membantu mencegah trauma, namun

kecelakaan industri sering berupa bahan kimia di bawah tekanan tinggi. Dalam

keadaan ini kacamata pengaman tidak banyak membantu.6

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata 5Rumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 22 Februari – 26 Maret 2016

Page 6: Referat Trauma Kimia

Hendra WIjaya 406147012

Sebanyak 20% dari trauma kimia mengakibatkan kecacatan pada

penglihatan dan kosmetik secara signifikan. Hanya 15% pasien dengan trauma

kimia berat dapat dilakukan rehabilitasi fungsi penglihatan.6

Tidak ada predileksi untuk ras secara keseluruhan, akan tetapi, pria

berkulit hitam yang berusia muda lebih cenderung terkena trauma alkali sekunder

karena penyerangan. Pria lebih sering terkena trauma kimia daripada wanita

dengan perbandingan 3:1. Trauma kimia dapat mengenai usia berapapun, namun

usia yang paling sering adalah antara 16-45 tahun.6

2.4. EtiologiTrauma kimia biasanya disebabkan bahan-bahan yang tersemprot atau

terpercik pada wajah. Trauma pada mata yang disebabkan oleh bahan kimia

disebabkan oleh 2 macam bahan yaitu bahan kimia yang bersifat asam dan bahan

kimia yang bersifat basa. Bahan kimia dikatakan bersifat asam bila mempunyai

pH < 7 dan dikatakan bersifat basa bila mempunyai pH > 7.7

2.4.1. Trauma Asam

Bahan asam yang dapat merusak mata terutama bahan anorganik, organik

(asetat, forniat), dan organik anhidrat (asetat). Bila bahan asam mengenai mata

maka akan segera terjadi pengendapan ataupun penggumpalan protein permukaan

sehingga bila konsentrasi tidak tinggi maka tidak akan bersifat destruktif seperti

trauma alkali. Biasanya akan terjadi kerusakan hanya pada bagian superfisial saja,

karena protein yang menggumpal dapat menjadi penghalang untuk mencegah

penetrasi lebih lanjut. Bahan asam dengan konsentrasi tinggi dapat bereaksi

seperti terhadap trauma basa sehingga kerusakan yang diakibatkannya akan lebih

dalam.1,8

Bahan asam yang paling sering menyebabkan trauma kimia adalah sulfat,

sulphurous, hidrofluorat, asetat, kromat, dan hidroklorida. Asam hidrofluorat

dapat ditemukan di rumah pada cairan penghilang karat, pengkilap aluminum, dan

cairan pembersih yang kuat, asam ini cenderung berpenetrasi ke mata secara cepat

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata 6Rumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 22 Februari – 26 Maret 2016

Page 7: Referat Trauma Kimia

Hendra WIjaya 406147012

dan dapat menyebabkan kerusakan segmen anterior yang signifikan. Sedangkan

trauma asam sulfat pada ledakan baterai mobil, mungkin dapat dipengaruhi oleh

efek termal dan benturan kecepatan tinggi setelah ledakan.2,6,8

Gambar 2. Trauma Asam

2.4.2. Trauma Basa / Alkali

Trauma akibat bahan kimia basa akan memberikan akibat yang sangat

gawat pada mata. Bahan alkali bersifat lipofilik sehingga dengan cepat dapat

menembus kornea, bilik mata depan, dan sampai pada jaringan retina. Pada

trauma basa akan terjadi penghancuran jaringan kolagen kornea. Bahan kimia

alkali bersifat koagulasi sel dan terjadi proses persabunan, disertai dengan

dehidrasi. Bahan akustik soda dapat menembus ke dalam bilik mata depan dalam

waktu 7 detik.1,8

Pada trauma alkali akan terbentuk enzim proteolitik yaitu kolagenase yang

akan menambah kerusakan kolagen kornea. Alkali yang menembus ke dalam bola

mata akan merusak retina sehingga akan berakhir dengan kebutaan penderita.1,8

Alkali yang paling sering menyebabkan trauma kimia adalah amonia,

natrium hidroksida, dan kalsium hidroksida. Selain itu bahan kimia lainnya yang

bersifat basa adalah magnesium hidroksida, freon atau bahan pendingin lemari es,

sabun, shampoo, tiner, lem, dan cairan pembersih rumah tangga. Amonia dan

natrium hidroksida dapat mengakibatkan kerusakan berat karena penetrasi yang

cepat.2,6

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata 7Rumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 22 Februari – 26 Maret 2016

Page 8: Referat Trauma Kimia

Hendra WIjaya 406147012

Gambar 3. Trauma Basa. Perhatikan reaksi konjungtiva yang berat dan opasifikasi

stroma yang mengaburkan gambaran iris daerah inferior.6

2.5. Patofisiologi2

Proses perjalanan penyakit pada trauma kimia ditandai oleh 2 fase, yaitu

fase kerusakan yang timbul setelah terpapar bahan kimia serta fase penyembuhan:

1. Fase kerusakan. Kerusakan yang terjadi pada trauma kimia yang berat

dapat diikuti oleh hal-hal sebagai berikut:

Nekrosis pada epitel konjungtiva dan kornea disertai gangguan dan

oklusi pembuluh darah limbus. Hilangnya stem sel limbus dapat

berdampak pada vaskularisasi dan konjungtivalisasi permukaan

kornea atau menyebabkan kerusakan yang menetap pada epitel

kornea dengan perforasi dan ulkus kornea yang bersih. Efek jangka

panjang lainnya termasuk gangguan dalam membasahi permukaan

mata, terbentuknya simblefaron, dan entropion sikatrik.

Penetrasi zat kimia yang lebih dalam menyebabkan kerusakan dan

presipitasi glikosaminoglikan dan opasifikasi stroma kornea.

Penetrasi zat kimia sampai ke kamera okuli anterior dapat

menyebabkan kerusakan iris dan lensa

Kerusakan epitel siliar dapat mengganggu sekresi askorbat yang

dibutuhkan untuk memproduksi kolagen dan memperbaiki kornea.

Hipotoni dan ptisis bulbi mungkin terjadi pada kasus yang berat.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata 8Rumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 22 Februari – 26 Maret 2016

Page 9: Referat Trauma Kimia

Hendra WIjaya 406147012

2. Fase penyembuhan. Penyembuhan epitel dan stroma kornea diikuti oleh

proses-proses sebagai berikut:

Jaringan epitelium sembuh dengan cara migrasi dari sel-sel

epitelial yang berasal dari stem sel limbus.

Kolagen stroma yang rusak difagositosis oleh keratosit sehingga

kolagen yang baru terbentuk.

2.6. KlasifikasiTrauma kimia pada mata dapat diklasifikasikan berdasarkan derajat

keparahan yang ditimbulkan akibat bahan kimia penyebab trauma. Klasifikasi ini

bertujuan untuk merencanakan penatalaksanasaan yang sesuai dengan kerusakan

yang muncul serta menentukan prognosis. Klasifikasi ditetapkan berdasarkan

tingkat kejernihan kornea dan keparahan iskemik limbus. Selain itu klasifikasi ini

juga untuk menilai patensi dari pembuluh darah limbus (superfisial dan profunda).

Menurut klasifikasi Ropper hall:2

Derajat 1: Kornea jernih (kerusakan hanya di epitel) dan tidak ada iskemik

limbus.

Derajat 2: Kornea keruh tetapi iris masih terlihat jelas dan kurang dari 1/3

limbus mengalami iskemik

Derajat 3: Hilangnya epitel kornea, dan kornea keruh, iris tidak terlihat

jelas. Limbus mengalami iskemik dengan luas kurang dari ½ bagian

Derajat 4: Kornea sangat keruh dan lebih dari ½ bagian limbus mengalami

iskemik

Kriteria lain yang perlu dinilai pada penilaian awal adalah seberapa luas

hilangnya epitel kornea dan konjungtiva, perubahan iris, keberadaan lensa dan

tekanan intraokular.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata 9Rumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 22 Februari – 26 Maret 2016

Page 10: Referat Trauma Kimia

Hendra WIjaya 406147012

Gambar 4. Derajat keparahan trauma kimia. (a) derajat 1, (b) derajat 2, (c) derajat

3, (d) derajat 4.2

2.7. DiagnosaDiagnosa pada trauma mata dapat ditegakkan melalui gejala klinis,

anamnesis dan pemeriksaan fisik dan penunjang. Namun hal ini tidaklah mutlak

dilakukan dikarenakan trauma kimia pada mata merupakan kasus gawat darurat

sehingga hanya diperlukan anamnesa singkat.

2.7.1. Anamnesa

Pada anamnesa sering sekali pasien menceritakan telah tersiram cairan

atau tersemprot gas pada mata atau partikel-partikelnya masuk ke dalam mata.

Perlu diketahui apa persisnya zat kimia dan bagaimana terjadinya trauma tersebut

(misalnya tersiram sekali atau akibat ledakan dengan kecepatan tinggi) serta

kapan terjadinya trauma tersebut.7,9

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata 10Rumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 22 Februari – 26 Maret 2016

Page 11: Referat Trauma Kimia

Hendra WIjaya 406147012

Perlu diketahui apakah terjadi penurunan visus setelah cedera atau saat

cedera terjadi. Onset dari penurunan visus apakah terjadi secara progresif atau

terjadi secara tiba tiba. Nyeri, lakrimasi, dan pandangan kabur merupakan

gambaran umum trauma. Harus dicurigai adanya benda asing intraokular apabila

terdapat riwayat salah satunya apabila trauma terjadi akibat ledakan.10

2.7.2. Gejala Klinis

Tanpa memperhatikan mekanisme spesifik dari trauma, keluhan pasien

seringkali berhubungan dengan derajat keparahan dari paparan. Keluhan umum

yang timbul dapat berupa nyeri hebat, sensasi adanya benda asing, penglihatan

kabur, epifora, fotofobia, dan mata merah. Trauma akibat bahan yang bersifat

asam biasanya dapat segera terjadi penurunan penglihatan akibat nekrosis

superfisial kornea. Sedangkan pada trauma basa, kehilangan penglihatan sering

bermanifestasi beberapa hari sesudah kejadian. Namun sebenarnya kerusakan

yang terjadi pada trauma basa lebih berat dibanding trauma asam.10

2.7.3. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan yang seksama sebaiknya ditunda sampai mata yang terkena

zat kimia sudah terigasi dengan air dan pH permukaan bola mata sudah netral.

Obat anestesi topikal atau lokal sangat membantu agar pasien tenang, lebih

nyaman dan kooperatif sebelum dilakukan pemeriksaan. Setelah dilakukan irigasi,

pemeriksaan dilakukan dengan perhatian khusus untuk memeriksa kejernihan dan

keutuhan kornea, derajat iskemik limbus, tekanan intra okular, konjungtivalisasi

pada kornea, neovaskularisasi, peradangan kronik dan defek epitel yang menetap

dan berulang.9,11

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata 11Rumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 22 Februari – 26 Maret 2016

Page 12: Referat Trauma Kimia

Hendra WIjaya 406147012

2.7.4. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang dalam kasus trauma kimia mata adalah

pemeriksaan pH bola mata secara berkala dengan kertas lakmus atau pH meter.

Irigasi pada mata harus dilakukan sampai tercapai pH normal. Pemeriksaan bagian

anterior mata dengan lup atau slit lamp bertujuan untuk mengetahui lokasi luka.

Pemeriksaan oftalmoskopi direk dan indirek juga dapat dilakukan. Selain itu dapat

pula dilakukan pemeriksaan tonometri untuk mengetahui tekanan intraokular9,11

Gambar 5. Kertas lakmus dan pH meter

2.8. Diagnosis Banding6

Beberapa penyakit yang menjadi diagnosis banding trauma kimia pada

mata, antara lain: konjungtivitis hemoragik akut, konjungtivitis alergik,

keratokonjungtivitis atopik, benda asing di kornea, ulkus kornea,

keratokonjungtivitis sika, dan erosi kornea rekuren.

2.9. Penatalaksanaan2

Penatalaksanaan pada trauma mata bergantung pada berat ringannya

trauma ataupun jenis trauma itu sendiri. Namun demikian ada empat tujuan utama

dalam mengatasi kasus trauma okular adalah memperbaiki penglihatan, mencegah

terjadinya infeksi, mempertahankan struktur dan anatomi mata, mencegah sekuele

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata 12Rumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 22 Februari – 26 Maret 2016

Page 13: Referat Trauma Kimia

Hendra WIjaya 406147012

jangka panjang. Trauma kimia merupakan satu-satunya jenis trauma yang tidak

membutuhkan anamnesa dan pemeriksaan secara teliti. Tatalaksana trauma kimia

mencakup penatalaksanaan gawat darurat, medikamentosa, dan pembedahan.

2.9.1. Penatalaksanaan Gawat Darurat

Trauma kimia merupakan satu-satunya trauma pada mata yang

memerlukan tatalaksana gawat darurat tanpa melakukan anamnesa dan

pemeriksaan terlebih dahulu. Penanganan segera adalah sebagai berikut:

1. Irigasi berulang penting untuk meminimalkan durasi dari kontak dengan

bahan kimia dan menormalkan pH pada sakus konjungtiva secepatnya.

Kecepatan dan kemanjuran dari irigasi adalah faktor yang terpenting untuk

prognostik. Larutan normal saline atau Ringer laktat harus digunakan

untuk mengirigasi mata selama 15-30 menit atau hingga pH menjadi

normal (air keran dapat digunakan jika perlu untuk menghindari

penundaan). Anestesi topikal harus diberikan sebelum irigasi agar lebih

nyaman dan kooperatif. Sebuah spekulum kelopak mata dapat membantu.

2. Double eversi pada kelopak mata atas dilakukan agar setiap partikel

yang terperangkap dalam forniks dapat diidentifikasi dan disingkirkan.

3. Debridemen pada area dari epitel kornea yang nekrotik harus dilakukan

untuk membantu re-epitelisasi dan menyingkirkan residu bahan kimia

yang terkait.

4. Rawat inap di rumah sakit biasanya diperlukan pada trauma kimia berat

(derajat 3-4) agar dapat memastikan pemberian tetes mata yang adekuat

pada tahap awal.

2.9.2. Medikamentosa

Hampir semua trauma kimia ringan (derajat 1 dan 2) diobati dengan

antibiotik topikal (ointment) selama 7 hari, dengan steroid topikal dan sikloplegik

bila diperlukan. Sedangkan pada trauma kimia berat, tujuan utama pengobatan

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata 13Rumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 22 Februari – 26 Maret 2016

Page 14: Referat Trauma Kimia

Hendra WIjaya 406147012

adalah untuk mengurangi inflamasi, membantu regenerasi epitel dan mencegah

ulkus kornea.

1. Steroid mengurangi inflamasi dan infiltrasi neutrofil. Akan tetapi,

pemberian steroid juga mengganggu penyembuhan stroma dengan

menurunkan sintesis kolagen dan menghambat migrasi fibroblas. Maka

dari itu steroid topikal dapat digunakan di awal (biasanya 4-8 kali sehari)

dan di tappering off setelah 7-10 hari dimana ulkus kornea steril paling

sering terjadi. Steroid dapat diganti dengan NSAID topikal yang tidak

mengganggu fungsi keratosit.

2. Sikloplegia dapat meningkatkan rasa nyaman

3. Antibiotik topikal (tetes) digunakan sebagai profilaksis terhadap infeksi

bakteri (contoh: kloramfenikol 4 kali sehari).

4. Asam askorbat mengembalikan keadaan jaringan skorbutik dan

meningkatkan penyembuhan luka, membantu sintesis dari kolagen matur

oleh fibroblas kornea. Natrium askorbat 10% topikal diberikan setiap 2

jam sebagai tambahan terhadap vitamin C (asam L-askorbat) dosis

sistemik 1-2 gram, 4 kali sehari (tidak pada pasien dengan penyakit

ginjal).

5. Asam sitrat merupakan penghambat yang kuat untuk aktivitas neutrofil

dan menurunkan intensitas dari respon inflamasi. Kelasi dari kalsium

ekstraseluler oleh sitrat juga menghambat kolagenase. Natrium sitrat 10%

topikal diberikan setiap 2 jam selama 10 hari, dan dapat juga diberikan

secara oral (2 gram, 4 kali sehari). Tujuannya adalah untuk mengeliminasi

fagosit-fagosit gelombang kedua yang biasanya muncul 7 hari setelah

trauma. Asam askorbat dan sitrat dapat di tappering off bila epitel sudah

sembuh.

6. Tetrasiklin merupakan penghambat kolagenase yang efektif dan juga

menghambat aktivitas neutrofil serta mengurangi pembentukan ulkus.

Dapat diberikan bersamaan antara topikal (tetrasiklin ointment 4 kali

sehari) dan sistemik (doksisiklin 100 mg 2 kali sehari di tappering off

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata 14Rumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 22 Februari – 26 Maret 2016

Page 15: Referat Trauma Kimia

Hendra WIjaya 406147012

menjadi 1 kali sehari). Asetilsistein 10% tetes 6 kali sehari merupakan

agen alternatif antikolagenase topikal.

7. Pembentukan simblefaron harus dicegah dengan menghancurkan adhesi

yang terbentuk menggunakan batang kaca steril atau cotton bud basah.

8. Monitor TIO dan obati jika perlu; direkomendasikan asetazolamid oral.

9. Trauma kulit periokular mungkin perlu dirujuk ke spesialis kulit.

10. EDTA (Ethylene Diamine Tetra Acetic) diberikan setelah 1 minggu

trauma basa, diperlukan untuk menetralisir kolagenase yang terbentuk

pada hari ketujuh.

2.9.3. Pembedahan

1. Segera. Pembedahan segera mungkin diperlukan untuk membantu

revaskularisasi limbus, mengembalikan populasi sel limbus dan

membangun kembali forniks. Prosedur berikut dapat digunakan untuk

pembedahan:

Pengembangan kapsul Tenon dan penjahitan limbus bertujuan

untuk mengembalikan vaskularisasi limbus sehingga mencegah

perkembangan ulkus kornea.

Transplantasi stem sel limbus dari mata pasien yang lain

(autograft) atau dari donor (allograft) bertujuan untuk

mengembalikan epitel kornea menjadi normal.

Graft membran amnion untuk membantu epitelisasi dan menekan

fibrosis

Gluing atau keratoplasti mungkin dibutuhkan untuk perforasi yang

sudah terjadi atau yang akan datang.

2. Lanjut. Penanganan bedah pada tahap lanjut dapat menggunakan metode

berikut:

Pemisahan bagian-bagian yang menyatu pada kasus conjungtival

bands dan simblefaron.

Pemasangan graft membran mukosa atau konjungtiva.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata 15Rumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 22 Februari – 26 Maret 2016

Page 16: Referat Trauma Kimia

Hendra WIjaya 406147012

Koreksi apabila terdapat deformitas pada kelopak mata.

Keratoplasti dapat ditunda sampai 6 bulan. Makin lama makin baik,

hal ini untuk memaksimalkan resolusi dari proses inflamasi.

Keratoprosthesis bisa dilakukan pada kerusakan mata yang sangat

berat dikarenakan hasil dari graft konvensional sangat buruk.

2.10. Komplikasi6

Komplikasi dari trauma mata juga bergantung pada berat ringannya

trauma, dan jenis trauma yang terjadi. Komplikasi primer termasuk inflamasi

konjungtiva, abrasi kornea, kornea berkabut dan edema, peningkatan TIO akut,

dan corneal melting serta perforasi.

Komplikasi sekunder termasuk glaukoma sekunder, katarak sekunder, scar

konjungtiva, penipisan kornea dan perforasi, gangguan permukaan okular komplit

dengan corneal scarring dan vaskularisasi, ulkus kornea (steril atau infeksious),

complete globe atrophy (ptisis bulbi), mata kering sekunder (jangka panjang)

karena sel goblet konjungtiva berkurang, serta pembentukan simblefaron dan

entropion atau ektropion sikatrik.

Gambar 6. Conjunctival Bands (kiri); Simblefaron (kanan).2

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata 16Rumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 22 Februari – 26 Maret 2016

Page 17: Referat Trauma Kimia

Hendra WIjaya 406147012

2.11. Prognosis6

Secara umum, prognosis dari trauma kimia pada mata berhubungan

langsung dengan beratnya kerusakan pada bola mata dan struktur adneksanya.

Banyak sistem klasifikasi dan revisi yang telah ditujukan untuk

mengelompokkan trauma kimia dalam kaitannya dengan prognosisnya, termasuk

sistem berikut: Hughes, Roper-Hall, dan Pfister. Pada intinya, semua sistem

bertujuan untuk mengukur derajat dari keterlibatan epitel kornea, derajat

hilangnya stem sel limbus, dan derajat dari keterlibatan konjungtiva.

Trauma kimia pada mata derajat 1 dan 2 diharapkan dapat sembuh dengan

baik dengan pemantauan dan perawatan yang tepat. Sedangkan derajat 3 dan 4

lebih sulit untuk sembuh dan mungkin membutuhkan pembedahan, seperti

transplantasi stem sel limbus atau keratoplasti, untuk memperbaiki permukaan

kornea. Kasus seperti derajat 3 dan 4 memiliki prognosis yang jauh lebih buruk,

dan trauma dengan derajat keparahan yang lebih besar, lebih rentan terhadap

komplikasi sekunder.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata 17Rumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 22 Februari – 26 Maret 2016

Page 18: Referat Trauma Kimia

Hendra WIjaya 406147012

BAB III

KESIMPULAN

Trauma kimia pada mata dapat berasal dari bahan yang bersifat asam

dengan pH < 7 dan bahan yang bersifat basa atau alkali dengan pH > 7. Trauma

basa biasanya memberikan dampak yang lebih berat daripada trauma asam, karena

bahan-bahan basa bersifat lipolifik sehingga dengan cepat dapat menembus

kornea, bilik mata depan, dan bahkan sampai retina. Sementara trauma asam akan

menimbulkan koagulasi protein permukaan, dimana merupakan suatu barier

pelindung sehingga zat asam tidak penetrasi lebih dalam lagi.  Gejala umum yang

muncul dapat berupa nyeri yang hebat, sensasi adanya benda asing, penglihatan

kabur, epifora, fotofobia, dan mata merah. Trauma kimia merupakan satu-satunya

jenis trauma yang tidak memerlukan anamnesa dan pemeriksaan yang lengkap.

Penatalaksanaan yang terpenting pada trauma kimia adalah irigasi mata

dengan segera sampai pH mata kembali normal serta diikuti dengan terapi

medikamentosa. Selain itu dilakukan juga upaya promotif dan preventif kepada

pasien. Trauma kimia pada mata derajat 1 dan 2 diharapkan dapat sembuh dengan

baik, sedangkan derajat 3 dan 4 mungkin membutuhkan pembedahan. Menurut

data statistik, 90% kasus trauma dapat dicegah apabila dalam menjalankan suatu

pekerjaan menggunakan pelindung yang tepat.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata 18Rumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 22 Februari – 26 Maret 2016

Page 19: Referat Trauma Kimia

Hendra WIjaya 406147012

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata 19Rumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 22 Februari – 26 Maret 2016

Page 20: Referat Trauma Kimia

Hendra WIjaya 406147012

DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas HS, Trauma Mat. Dalam : Ilmu Penyakit Mata, 3rd Ed. Ilyas HS,

Utama H. Jakarta: FKUI, 2009:p.259-276.

2. Kanski JJ, Bowling B, Trauma. Dalam : Clinical Ophthalmology: A

Systematic Approach, 7th Ed. Kanski JJ, Bowling B, Nischal K, et al.

Edinburgh: Elsevier, 2011:p.871-895.

3. Augsburger J, Asbury T. Trauma Mata dan Orbita. Dalam : Oftalmologi

Umum, 17th Ed. Vaughan DG, Asbury T, et al. Editor Susanto D. EGC,

2010:p.372-381.

4. Work-related Eyes Injuries. Centers for Disease Control and Prevention.

(Updated 2011, accessed on October 2015). Available at: 2011.

http://www.cdc.gov/features/dsworkPlaceEye /

5. Supartono, Agus, Trauma Mata dan Rekonstruksi. Dalam : Ilmu

Kesehatan Mata. Hartono, Suhardjo. Jogjakarta: FK UGM, 2007.

6. Ventocilla M, Sheppard JD, Law SK, et al. Ophthalmologic Approach to

Chemical Burns. Medscape. (Updated 2015, accessed on October 2015).

Available at: http://emedicine.medscape.com/article/1215950-overview

7. Lin M, Colina D, Management of Ocular Complaints. American College of Emergency Physicians. (Updated 2007, accessed on October 2015).

8. Trief D, Chodosh J, Colby K, Chemical (Alkali and Acid) Injury of the Conjunctiva and Cornea. Eye Wiki. (Updated 2014, accessed on October 2015). Available at : http://eyewiki.aao.org/Chemical_(Alkali_and_Acid)_Injury_of_the_Conjunctiva_and_Cornea

9. Chemical Eye Burns Emergency Care. Cohlmia Eye Center. (Acessed on October 2015). Available at : http://www.samcohlmia.com/wichita-chemical-eye-burns.php

10. Lang GK. Ophthalmology: A Pocket Textbook Atlas, 2nd Ed. New York: Thieme, 2006.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata 20Rumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 22 Februari – 26 Maret 2016