bahan presus anak (thalassemia)
TRANSCRIPT
TUGAS PRESENTASI KASUSBLOK ECCE IIISTASE ANAK
THALASEMIA
PEMBIMBING
dr. Ariadne Tiara Hapsari,M.Si.Med.,SpA,
Oleh :
Mina Rahmanda Putri G1A009011
JURUSAN KEDOKTERAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2012
LEMBAR PENGESAHAN
PRESENTASI KASUS BLOK ECCE III STASE ANAK
THALASEMIA
Disusun oleh :
Mina Rahmanda P G1A009011
Telah diprensentasikan dan disetujui
Pada tanggal 8 Desember 2012
Pembimbing,
dr. Ariadne Tiara Hapsari,M.Si.Med.,SpA
19740814.2006042002
I. PENDAHULUAN
Thalassemia adalah kelainan bawaan dari sintesis hemoglobin. Presentasi
klinisnya bervariasi dari asimtomatik sampai berat hingga mengancam jiwa.
Dahulu dinamakan sebagai Mediterannian anemia, diusulkan oleh Whipple,
namun kurang tepat karena sebenarnya kondisi ini dapat ditemukan di mana saja
di seluruh dunia. Seperti yang akan dijelaskan selanjutnya, beberapa tipe berbeda
dari thalassemia lebih endemik pada area geografis tertentu.
Distribusi utama penyakit ini meliputi daerah-daerah yang berbatasan
dengan laut mediterania. Sebagian besar terjadi di Afrika, Timur Tengah, sub
benua Hindia, dan Asia Tenggara. Dari 3-9% orang Amerika keturunan Italia dan
Yunani dan 0,5% dari kulit hitam Amerika membawa gen thalesemia β tersebar
luas di daerah Italia, Yunani, Afrika Utara, Timur Tengah, India Selatan, Sri
Lanka, sampai kawasan Asia Tenggara. Frekuensi penyebaran Thalasemia β di
Asia Tenggara antara 3-9%. Di daerah negro Amerika, daerah-daerah tertentu di
Italia dan negara-negara mediterania frekuensi carrier thalasemia β dapat
mencapai 15-20%. Di daerah Asia Tenggara sebanyak 40% dari populasinya
mempunyai satu atau lebih gen thalasemia. Daerah geografis dimana talasemia
merupakan prevalen yang sangat pararel dengan daerah dimana plasmodium
falsitarum dulunya merupakan endemik resistensi terhadap infeksi malaria yang
mematikan.
Di Malaysia, talasemia merupakan masalah kesihatan yang besar kerana
dari beberapa kajian yang telah dijalankan menunjukkan bahawa kadar pembawa
gen talasemia adalah di dalam lingkungan 3 hingga 5 peratus atau 1 dalam 20
orang rakyat Malaysia. Dengan itu, dianggarkan seramai 600,000 hingga 1 juta
orang rakyat Malaysia adalah pembawa gen ini.
Prevalensi pembawa sifat thalassemia di Indonesia sekitar 3 – 8%. Artinya
3 sampai 8 dari 100 orang Indonesia membawa sifat thalassemia. Di RSCM saja
pada tahun 2006 tercatat 1300 pasien thalassemia, dengan kisaran usia 6 bulan
hingga 40 tahun.
Di negara-negara yang mempunyai frekuensi gen thalassemia yang tinggi
penyakit tersebut menimbulkan masalah kesehatan masyarakat (Public Health).
Pada umumnya anak dengan penyakit thalassemia mayor tidak akan mencapai
usia reproduktif bahkan mati di dalam kandungan atau mati setelah lahir seperti
pada thalassemia-α Hb bart’s hydrop fetalis. Keadaan ini sangat memprihatinkan
andaikata anak-anak yang lahir tidak akan mencapai usia dewasa, maka generasi
berikutnya akan semakin berkurang bahkan akan lenyap setelah beribu-ribu tahun.
Ditinjau dari segi keluarga penderita, adanya seorang atau beberapa anak
yang menderita penyakit thalassemia mayor merupakan beban yang sangat berat
karena mereka menderita anemia berat dengan kadar Hb di bawah 6-7 gr%.
Mereka harus mendapatkan transfusi darah seumur hidup untuk mengatasi anemia
mempertahankan kadar haemoglobin 9-10 gr%. Dapat dibayangkan bagaimana
beratnya beban keluarga apabila beberapa anak yang menderita penyakit tersebut.
Pemberian transfusi darah yang berulang-ulang dapat menimbulkan komplikasi
hemosiderosis dan hemokromatosis, yaitu menimbulkan penimbunan zat besi
dalam jaringan tubuh sehingga dapat menyebabkan kerusakan organ-organ tubuh
seperti hati, limpa, ginjal, jantung, tulang, dan pankreas. Tanpa transfusi yang
memadai penderita thalassemia mayor akan meninggal pada dekade kedua.
Teori terbaru mengenai masalah thalasemia adalah transplantasi stem sel.
Sebenarnya, transfusi dan terapi iron chelation telah meningkatkan kualitas hidup
pasien thalassemia. Namun transfusi, hyper dan chelation besi mahal dan sangat
diperlukan pengelolaan yang matang. Transplantasi sel induk hematopoietik
(Hematopoietic Stel Cell Transplantation / HSCT) telah menjadi metode yang
diterima untuk terapi pengobatan talasemia. Transplantasi dengan HLA identik
sangat besar manfaatnya untuk pasien talasemia. Darah tali pusar (Umbilical Cord
Blood / UCB) terbukti menjadi pilihan kedua selain sumsum tulang. Keuntungan
utama dari UCB yang lebih dari sumber sel induk lainnya adalah kemampuan
untuk menyeberang hambatan HLA, dan ada bukti (Graft-versus-Host Disease /
GvHD) kurang. Namun, stem sel dari UCB juga perlu kehati-hatian, karena
ketidaksesuaian pada satu atau tiga antigen HLA akan sangat bernilai.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Thalasemia adalah suatu penyakit congenital herediter yang
diturunkan secara autosom berdasarkan kelainan hemoglobin, dimana satu
atau rantai polipeptida hemoglobin kurang atau tidak terbentuk sehingga
mengakibatkan terjadinya anemia hemolitik. Dengan kata lain thalasemia
merupakan penyakit anemia hemolitik dimana terjadi kerusakan sel darah
merah didalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek
(kurang dari 120 hari). Penyebab kerusakan tersebut adalah Hb yang tidak
normal sebagai akibat dari gangguan dalam pembentukan jumlah rantai
globin atau struktur Hb.
B. Etiologi dan Predisposisi
Adapun etiologi dari thalasemia adalah faktor genetik
(herediter).Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik dimana
terjadi kerusakan sel darah merah didalam pembuluh darah sehingga umur
eritrosit menjadi pendek (kurang dari 100 hari). Penyebab kerusakan
tersebut karena hemoglobin yang tidak normal (hemoglobinopatia ) dan
kelainan hemoglobin ini karena adanya gangguan pembentukan yang
disebabkan oleh ;
1. Gangguan struktural pembentukan hemoglobin (hemoglobin
abnormal) misalnya : Pada HBS,HbF, HbD.
2. Gangguan jumlah (salah satu atau beberapa )rantai globin seperti pada
thalasemia.
C. Klasifikasi Thalasemia
Saat ini dikenal sejumlah besar sindrom thalasemia, masing-
masing melibatkan penurunan produksi satu atau lebih rantai globin, yang
membentuk bermacam-macam jenis Hb yang ditemukan pada sel darah
merah.Jenis yang paling penting dalam praktek klinis adalah sindrom yang
mempengaruhi baik atau sintesis rantai α maupun β.
1. Thalasemia-α
Anemia mikrositik yang disebabkan oleh defisiensi sintesis glo
bin-α banyak ditemukan di Afrika, negara di daerah Mediterania, dan
sebagian besar Asia. Delesi gen globin-α menyebabkan sebagian besar
kelainan ini. Terdapat empat gen globin-α padaindividu normal, dan
empat bentuk thalassemia-α yang berbeda telah diketahui sesuai
dengan delesi satu, dua, tiga, dan semua empat gen ini.
Genoti
p
Jumlah
gen α
Presentasi
Klinis
Hemoglobin Elektroforesis
Saat Lahir >6 bulan
αα/αα 4 Normal N N
-α/αα 3 Silent Carrier 0-3% Hb Barts N
--/αα
atau
-α/-α
2 Trait thal-α 2-10% Hb Barts N
--/-α 1 Penyakit Hb H 15-30% Hb
Barts
Hb H
--/-- 0 Hydrops fetalis >75% Hb Barts -
a. Silent carrier thalasemia-α
Merupakan tipe thalasemia subklinik yang paling umum,
biasanya Ditemukan secara kebetulan diantara populasi, seringnya
pada etnik Afro-Amerika. Tardapat 2 gen α yang terletak padak
romosom 16. Pada tipe silent carrier, salah satu gen α pada
kromosom 16 menghilang, menyisakan hanya 3 dari 4 gen
tersebut. Penderita sehat secara hematologis, hanya ditemukan
adanya jumlah eritrosit (sel darah merah) yang rendah
dalam beberapa pemeriksaan. Pada tipe ini, diagnosis tidak dapat
dipastikan dengan pemeriksaan elektroforesis Hb, sehingga harus
dilakukan tes lain yang lebih canggih.
Pada tipe ini, diagnosis tidak dapat dipastikan dengan peme
riksaan elektroforesis Hb, sehingga harus dilakukan tes lain yang
lebih canggih. Bisamjuga dicari akan adanya kelainan hematologi
pada anggota keluarga (misalnya orangtua) untuk mendukung
diagnosis. Pemeriksaan darah lengkap pada salah satu orangtua
yang menunjukkan adanya hipokromia dan mikrositosis
tanpa penyebab yang jelas merupakan bukti yang cukup kuat untuk
menuju diagnosis thalasemia.
b. Trait Thalas\semia-α
Trait ini dikarakterisasi dengan anemia ringan dan jumlah
sel darah merah yang rendah. Kondisi ini disebabhkan
oleh hilangnya 2 gen α pada satu kromosom 16 atau satu gen α
pada masing-masing kromosom. Kelainan inisering ditemukan di
Asia Tenggara, sub benua India, dan Timur Tengah.
Pada bayi baru lahir yang terkena, sejumlah kecil Hb Barts (γ4) da
pat ditemukan pada elektroforesis Hb. Lewat umur satu bulan, Hb
Barts tidak terlihat lagi, dan kadar Hb A2 dan HbF secara khas
normal.
Gambar 1. Thalasemia alpha menurut Hukum Mendel.
c. Penyakit Hb H
Kelainan disebabkan oleh hilangnya 3 gen globin α, merepr
esentasikan thalasemia-α intermedia, dengan anemia sedang
sampai berat, splenomegali,ikterus, dan jumlah sel darah merah
yang abnormal. Pada sediaan apus darahtepi yang diwarnai dengan
pewarnaan supravital akan tampak sel-sel darahmerah yang
diinklusi oleh rantai tetramer β (Hb H) yang tidak stabil
danterpresipitasi di dalam eritrosit, sehingga menampilkan
gambaran golf ball .Badan inklusi ini dinamakan sebagai Heinz
bodies.
Gambar 2. Pewarnaan supravital pada sapuan apus darah tepi
Penyakit Hb H yangmenunjukkan Heinz-Bodies
d. Thalasemia α mayor
Bentuk thalassemia yang paling berat, disebabkan oleh dele
si semua genglobin-α, disertai dengan tidak ada sintesis rantai α
sama sekali. Karena Hb F, Hb A, dan Hb A2 semuanya
mengandung rantai α, maka tidak satupun dari Hb ini terbentuk.
Hb Barts (γ4) mendominasi pada bayi yang menderita, dan karena
γ4 memiliki afinitas oksigen yang tinggi, maka bayi- bayi itu
mengalami hipoksia berat. Eritrositnya juga mengandung
sejumlahkecil Hb embrional normal (Hb Portland = ζ2γ2), yang berf
ungsi sebagai pengangkut oksigen. Kebanyakan dari bayi-bayi ini
lahir mati, dan kebanyakan dari bayi yang lahir hidup meninggal
dalam waktu beberapa jam. Bayi ini sangat hidropik, dengangagal
jantung kongestif dan edema anasarka berat. Yang
dapat hidup dengan manajemen neonatus agresif juga nantinya
akan sangat bergantung dengan transfuse.
2. Thalasemia β
Sama dengan thalassemia-α, dikenal beberapa bentuk klinis dari
thalassemia-β, antaralain :
a. Silent carrier thalassemia-β
Penderita tipe ini biasanya asimtomatik, hanya ditemukan
nilai eritrosit yang rendah. Mutasi yang terjadi sangat ringan dan
mempresentasikan suatu thalasemia-β+. Bentuk silent carrier
thalasemia-β tidak menimbulkan kelainan yang diidentifikasi pada
individu yang heterozigot, tetapi gen intuk keadaan ini jika
diwariskan bersama-sama dengan gen unruk thalassemia-
β°, menghasilkan sindrom thalassemia intermedia.
Gambar 3. Thalasemia beta menurut Hukum Mendel
b. Trait thalasemia-β
Penderita mengalami anemia ringan, nilai eritrosit abnorma
l, danelektroforesis Hb abnormal dimana didapatkan peningkatan
jumlah Hb A2, HbF, atau keduanya.
Individu dengan ciri (trait) thalasemia sering didiagnosis sal
ah sebagai anemia defisiensi besi dan mungkin diberi terapi yang
tidak tepat dengan preparat besi selama waktu yang panjang. Lebih
dari 90% individu dengantrait thalassemia-β mempunyai
peningkatan Hb-A2 yang berarti (3,4%-7%).Kira-kira 50%
individu ini juga mempunyai sedikit kenaikan HbF, sekitar 2-6%.
Pada sekelompok kecil kasus, yang benar-benar khas, dijumpai Hb
A2 normal dengan kadar HbF berkisar 5%
sampai 15%, yang mewakili thalassemia tipe δβ.
c. Thalasemia-β yang terkait dengan variasi struktural rantai β
Presentasi klinisnya bervariasi dari seringan thalassemia
media hingga seberat thalasemia-β mayor. Ekspresi gen homozigot
thalassemia (β+) menghasilkan sindrom mirip anemia Cooley yang
tidak terlalu berat (thalassemia intermedia). Deformitas skeletdan
hepatosplenomegali timbul pada penderita ini, tetapi kadar Hb
mereka biasanya bertahan pada 6-8 gr/dL tanpa transfusi.
Kebanyakan bentuk thalassemia-β heterozigot terkait dengan
anemia ringan.Kadar Hb khas sekitar 2-3 gr/dL lebih rendah dari
nilai normal menurut umur. Eritrosit adalah mikrositik hipokromik
dengan poikilositosis, ovalositosis, dan seringkali bintik-bintik
basofil. Sel target mungkin juga ditemukan tapi biasanya tidak
mencolok dan tidak spesifik untuk thalasemia. MCV rendah, kira-
kira 65 fL, dan MCH juga rendah (<26 pg). Penurunan ringan pada
ketahanan hidup eritrosit juga dapat diperlihatkan, tetapi tanda
hemolisis biasanya tidak ada. Kadar besi serum normal atau
meningkat.
d. Thalasemia-β° homozigot (Anemia Cooley, Thalassemia Mayor)
Bergejala sebagai anemia hemolitik kronis yang progresif selama 6
bulan kedua kehidupan. Transfusi darah yang reguler diperlukan
pada penderita ini untuk mencegah kelemahan
yang amat sangat dan gagal jantung yang disebabkan oleh anemia.
Tanpa transfusi, 80% penderita meninggal pada 5tahun pertama
kehidupan. Pada kasus yang tidak diterapi atau pada penderita yang
jarangmenerima transfusi pada waktu anemia berat, terjadi
hipertrofi jaringan eritropoetik disumsum tulang maupun di luar
sumsum tulang. Tulang-tulang menjadi tipisdan fraktur patologis
mungkin terjadi. Ekspansi masif sumsum tulang di wajahdan
tengkorak menghasilkan bentuk wajah yang khas.
Gambar 4. Deformitas tulang pada thalasemia mayor (facies
cooley)
Pucat, hemosiderosis, dan ikterus samasama memberi kesan
coklat kekuningan. Limpa dan hati membesar karena hematopoesis
ekstrameduler dan hemosiderosis. Pada penderita yang lebih tua,
limpa mungkin sedemikian besarnya sehingga menimbulkan
ketidak nyamanan melanis dan dipersplenisme sekunder.
Gambar 5. Splenomegali pada thalasemia.
Pertumbuhan terganggu pada anak yang lebih tua; pubertas
terlambat atau tidak terjadi karena kelainan endokrin sekunder.
Diabetes mellitus yang disebabkan oleh siderosis pancreas
mungkin terjadi. Komplikasi jantung,termasuk aritmia dan gagal
jantung kongestif kronis yang disebabkan oleh siderosis
miokardium sering merupakan kejadian terminal. Kelainan
morfologi eritrosit pada penderita thalassemia-β° homozigot yang
tidak ditransfusi adalah ekstrem. Disamping hipokromia dan mikro
sitosis berat, banyak ditemukan poikilosit yang terfragmentasi,
aneh (sel bizarre) dansel target. Sejumlah besar eritrosit yang
berinti ada di darah tepi, terutama setelah splenektomi. Inklusi
intraeritrositik, yang merupakan presipitasi kelebihan rantai α, juga
terlihat pasca splenektomi. Kadar Hb turun secaracepat menjadi <
5 gr/dL kecuali mendapat transfusi. Kadar serum besi tinggidengan
saturasi kapasitas pengikat besi (iron binding capacity).
Gambaran biokimiawi yang nyata adalah adanya kadar HbF yang
sangat tinggi dalam eritrosit.
D. Patofisiologi
Pada thalassemia terjadi pengurangan atau tidak ada sama sekali
produksi rantai globin satu atau lebih rantai globin. Penurunan secara
bermakna kecepatan sintesis salah satu jenis rantai globin (rantai-α atau
rantai-β) menyebabkan rantai globin yang tidak seimbang. Bila pada
keadaan normal rantai globin yang disintesis seimbang antara rantai α dan
rantai β, yakni berupa α2β2, maka pada thalassemia-β0, dimana tidak
disintesis sama sekali rantai β, maka rantai globin yang diproduksi berupa
rantai α yang berlebihan (α4). Sedangkan pada thalassemia-α0, dimana
tidak disintesis sama sekali rantai α, maka rantai globin yang diproduksi
berupa rantai β yang berlebihan (β4).
a. Thalassemia-α
Patofisiologi Thalassemia-α umumnya sama dengan yang dijumpai
pada Patofisiologi Thalassemia-β kecuali beberapa perbedaan utama
akibat delesi (-) atau mutasi (T) rantai globin-α. Hilangnya gen globin-
α tunggal (-α/αα atau αTα/αα) tidak berdampak pada fenotip.
Sedangkan thalassemia-2a-α homozigot (-α/-α) atau thalassemia-1a- α
heterozigot (α α/- -) memberi fenotip seperti thalassemia-β carrier.
Kehilangan 3 dari 4 gen globin-α memberikan fenotip tingkat penyakit
berat menengah (moderat), yang dikatakan sebagai HbH disease.
Sedangkan thalassemia- α0 homozigot (--/--) tidak dapat bertahan
hidup, disebut sebagai Hb-Bart’s hydrops syndrome.
b. Thalassemia-β
Pada Thalassemia-β, dimana terdapat penurunan produksi
rantai β, terjadi produksi berlebihan rantai α. Produksi rantai globin ã,
dimana pasca kelahiran masih tetap diproduksi rantai globin α2ã2
(HbF), tidak mencukupi untuk mengkompensasi defisiensi α2β2 (HbA).
Hal ini menunjukkan bahwa produksi rantai globin β dan rantai globin
ã tidak pernah dapat mencukupi untuk mengikat rantai α yang
berlebihan. Rantai α yang berlebihan ini merupakan ciri khas pada
patogenesis thalassemia-β.
Rantai α yang berlebihan, yang tidak dapat berikatan dengan
rantai globin lainnya, akan berpresipitasi pada prekursor sel darah
merah dalam sumsum tulang dan dalam sel progenitor dalam darah
tepi. Presipitasi ini akan menimbulkan gangguan pematangan
prekursor eritoid dan eritropoiesis yang tidak efektif (inefektif),
sehingga umur eritrosit menjadi pendek hingga timbul anemia.
Anemia ini akan menjadi pendorong (drive) profiferasi eritoid
yang terus menerus (intens) dalam sumsum tulang yang inefektif,
sehingga menjadi ekspansi sumsum tulang. Hal ini kemudian akan
menyebabkan deformitas skeletal dan berbagai gangguan
pertumbuhan dan metabolisme. Anemia kemudian akan ditimbulkan
lagi dengan adanya hemodilusi akibat adanya hubungan langsung
darah akibat sumsum tulang yang berekspansi dan juga oleh adanya
splenomegali.
Pada limpa yang membesar, makin banyak sel darah merah
abnormal yang terjebak, untuk kemudian akan dihancurkan oleh
sistem fagosit. Hiperplasia sumsum tulang kemudian akan
meningkatkan absorpsi dan muatan besi. Transfusi yang diberikan
secara teratur juga menambah muatan besi. Hal ini akan menyebabkan
penimbunan besi yang progresif di jaringan berbagai organ yang
diikuti kerusakan organ dan diakhiri dengan kematian bila besi tidak
segera dikeluarkan (Atmakusuma dan Setyaningsih, 2009).
E. Penegakan Diagnosis
1. Anamnesis
Pada anamnesis, pasien thalassemia pada umumnya dapat
mengeluhkan beberapa hal di bawah ini.
a. Pucat
b. Lesu
c. Sesak napas
d. Perut membuncit
e. Penebalan dan pembesaran tulang
f. Sakit kuning (jaundice)
g. Luka terbuka di kulit (ulkus/borok)
h. Riwayat hemorrhagia negatif.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Tanda vital
1) Tekanan darah menurun
2) Nadi brakikardia
3) Suhu tubuh normal
4) Pernapasan meningkat
b. Kulit : pucat dan ikterus ringan
c. Jantung : Ejection systolic murmur gr 2
d. Liver :
1) teraba 4 cm di bawah arcus costae dextra
2) konsistensi kenyal
3) permukaan licin
e. Spleen : teraba 5 cm di bawah arcus costae sinistra
(Schuffner III)
f. Limfadenopati negative
g. Gangguan pertumbuhan tulang +/-
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Darah tepi :
1) Hb rendah dapat sampai 2-3 g%
2) Gambaran morfologi eritrosit : mikrositik hipokromik, sel
target, anisositosis berat dengan makroovalositosis,
mikrosferosit, polikromasi, basophilic stippling, benda Howell-
Jolly, poikilositosis dan sel target. Gambaran ini lebih kurang
khas.
3) Retikulosit meningkat.
b. Sumsum tulang (tidak menentukan diagnosis) :
1) Hiperplasi sistem eritropoesis dengan normoblas terbanyak dari
jenis asidofil.
2) Granula Fe (dengan pengecatan Prussian biru) meningkat.
c. Pemeriksaan khusus :
1) Hb F meningkat : 20%-90% Hb total
2) Elektroforesis Hb : hemoglobinopati lain dan mengukur kadar
Hb F. Pemeriksaan pedigree: kedua orangtua pasien
thalassemia mayor merupakan trait (carrier) dengan Hb A2
meningkat (> 3,5% dari Hb total).
d. Pemeriksaan lain :
1) Foto Ro tulang kepala : gambaran hair on end, korteks menipis,
diploe melebar dengan trabekula tegak lurus pada korteks.
2) Foto tulang pipih dan ujung tulang panjang : perluasan sumsum
tulang sehingga trabekula tampak jelas.
4. Kriteria Diagnosis
Diagnosis thalassemia ditegakkan dengan berdasarkan kriteria
anamnesis, pemeriksaanfisis, dan laboratorium.
F. Penatalaksanaan
1. Medikamentosa
a. Pemberian iron chelating agent (desferoxamine): diberikan setelah
kadar feritin serum sudah mencapai 1000 mg/l atau saturasi
transferin lebih 50%, atau sekitar 10-20 kali transfusi darah.
Desferoxamine, dosis 25-50 mg/kg berat badan/hari subkutan
melalui pompa infus dalam waktu 8-12 jam dengan minimal
selama 5 hari berturut setiap selesai transfusi darah.
b. Vitamin C 100-250 mg/hari selama pemberian kelasi besi, untuk
meningkatkan efek kelasi besi.
c. Asam folat 2-5 mg/hari untuk memenuhi kebutuhan yang
meningkat.
d. Vitamin E 200-400 IU setiap hari sebagai antioksidan dapat
memperpanjang umur sel darah merah.
2. Nonmedikamentosa
e. Bedah
Pembedahan bisa dilakukan splenektomi, dengan indikasi:
1) limpa yang terlalu besar, sehingga membatasi gerak penderita,
menimbulkan peningkatan tekanan intraabdominal dan bahaya
terjadinya rupture.
2) hipersplenisme ditandai dengan peningkatan kebutuhan
transfusi darah atau kebutuhan suspensi eritrosit (PRC)
melebihi 250 ml/kg berat badan dalam satu tahun.
Transplantasi sumsum tulang telah memberi harapan baru bagi
penderita thalasemia dengan lebih dari seribu penderita thalasemia
mayor berhasil tersembuhkan dengan tanpa ditemukannya
akumulasi besi dan hepatosplenomegali. Keberhasilannya lebih
berarti pada anak usia dibawah 15 tahun. Seluruh anak anak yang
memiliki HLA-spesifik dan cocok dengan saudara kandungnya di
anjurkan untuk melakukan transplantasi ini.
f. Suportif
Terapi suportif bisa dilakukan dengan tranfusi darah. Hb
penderita dipertahankan antara 8 g/dl sampai 9,5 g/dl. Dengan
kedaan ini akan memberikan supresi sumsum tulang yang adekuat,
menurunkan tingkat akumulasi besi, dan dapat mempertahankan
pertumbuhan dan perkembangan penderita. Pemberian darah dalam
bentuk PRC (packed red cell), 3 ml/kg BB untuk setiap kenaikan
Hb 1 g/dl.
g. Transplantasi Sel Stem Hematopoetik (TSSH)
TSSH merupakan satu-satunya yang terapi kuratif untuk
thalassemia yang saat ini diketahui. Prognosis yang buruk pasca
TSSH berhubungan dengan adanya hepatomegali, fibrosis portal,
dan terapi khelasi yang inefektif sebelum transplantasi dilakukan.
Prognosis bagi penderita yang memiliki ketiga karakteristik ini
adalah 59%, sedangkan pada penderita yang tidak memiliki
ketiganya adalah 90%.
h. Diet
Pasien dianjurkan menjalani diet normal, dengan suplemen
sebagai berikut : asamfolat, asam askorbat dosis rendah, dan alfa-
tokoferol. Sebaiknya zat besi tidak diberikan, danmakanan yang
kaya akan zat besi juga dihindari. Kopi dan teh diketahui dapat
membantumengurangi penyerapan zat besi di usus.
G. Prognosis
Prognosis bergantung pada tipe dan tingkat keparahan dari
thalassemia. Kondisi klinis thalasemia sangat bervariasi dari ringan
bahkan asimtomatik hingga berat dan mengancam jiwa.
H. Komplikasi
Akibat anemia yang berat dan lama, sering terjadi gagal jantung.
Tranfusi darah yang berulang ulang dan proses hemolisis menyebabkan
kadar besi dalam darah sangat tinggi, sehingga di timbun dalam berbagai
jarigan tubuh seperti hepar, limpa, kulit, jantung dan lain lain. Hal ini
menyebabkan gangguan fungsi alat tersebut (hemokromatosis). Limpa
yang besar mudah ruptur akibat trauma ringan. Kadang kadang thalasemia
disertai tanda hiperspleenisme seperti leukopenia dan trompositopenia.
Kematian terutama disebabkan oleh infeksi dan gagal jantung. Hepatitis
pasca transfusi biasa dijumpai, apalagi bila darah transfusi telah diperiksa
terlebih dahulu terhadap HBsAg. Hemosiderosis mengakibatkan sirosis
hepatis, diabetes melitus dan jantung. Pigmentasi kulit meningkat apabila
ada hemosiderosis, karena peningkatan deposisi melanin.
III. KESIMPULAN
Thalasemia adalah suatu penyakit congenital herediter yang diturunkan
secara autosom berdasarkan kelainan hemoglobin, dimana satu atau rantai
polipeptida hemoglobin kurang atau tidak terbentuk sehingga mengakibatkan
terjadinya anemia hemolitik. genetik (herediter). Thalasemia disebabkan oleh
adanya faktor genetik (herediter) dan gangguan pembentukan hemoglobin karena
adanya gangguan jumlah serta struktural pembentukan hemoglobin. Ada dua
jenis thalasemia secara umum yaitu thalasemia alpha dan thalasemia beta. Untuk
mendiagnosisi penyakit ini bisa dilihat dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Ada beberapa terapi untuk menangani talasemia yaitu
dengan transfuse darah, chekating agen, splenektomi, sel stem, dll.
DAFTAR PUSTAKA
Atmakusuma, Djumhana. 2009. Thalassemia : Manifetasi Klinis, Pendekatan
Diagnosis, dan Thalssemia Intermedia. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid II Edisi V. Jakarta : InternaPublishing.
Atmakusuma, Djumhana. Setyaningsih, Iswari. 2009. Dasar-dasar Talasemia:
Salah Satu Jenis Hemoglobinopati. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid
II Edisi V. Jakarta : InternaPublishing.
Cohen, Alan R, et al., 2004. Hematology: Thalassemia. New York: American
Society of Hematology.
Haemoglobinopathies. The Pathophysiology of Beta-thalassemia Major, C.B.
Modell, from the Department of Paediatrics, University College Hospital,
London, J. clin. Path., 27, Suppl. (Roy. Coll. Path.), 8, 12-18
Hassan R dan Alatas H. (2002). Buku Kuliah 1 Ilmu Kesehatan anak. bagian 19
Hematologi hal. 419-450 ,Bagian ilmu kesehatan anak Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia : Jakarta
Petunjuk Diagnosis dan Tatalaksana Kasus Talasemia.Jakarta:Subbagian
Hematologi,Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSCM,1997
Rachmilewitz E and Rund D. (2005) thalassemia. The new England journal
medicine: Jerusalem. http://content.nejm.org/cgi/reprint/353/11/1135.pdf
Tamam, Moedrik. 2009. Bagaimana mencegah penyakit Thalassemia pada
keturunan kita?. Available from, URL : http://www.rotary-cegah-
thalassaemia.com/index.php?
option=com_content&view=article&id=15:bagaimana-mencegah-
penyakit-thalassemia-pada-keturunan-kita&catid=4:artikel&Itemid=7
.