vol. v, no. 19/i/p3di/oktober/2013

20
H U K U M - 1 - Vol.V, No. 19/I/P3DI/Oktober/2013 Info Singkat © 2009, Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Sekretariat Jenderal DPR RI www.dpr.go.id ISSN 2088-2351 PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP WILFRIDA SOIK Novianti *) Abstrak Seorang Tenaga Kerja Indonesia di Malaysia bernama Wilfrida Soik (Wilfrida), diduga telah melakukan pembunuhan terhadap majikan perempuannya yang bernama Yeap Seok Pen pada tanggal 7 Desember 2010. Berbagai upaya telah dilakukan oleh berbagai pihak termasuk Pemerintah dalam memberikan perlindungan hukum terhadap Wilfrida yakni dengan melakukan pembelaan hukum secara maksimal dan pendekatan diplomatik secara bilateral untuk meringankan hukuman. Hasil persidangan nantinya diharapkan dapat membebaskan Wilfrida dari hukuman mati, dengan mengacu pada bukti-bukti kuat bahwa usia Wilfrida ternyata tak memenuhi syarat untuk dihukum mati. A. Pendahuluan Kasus menimpa Tenaga Kerja Indonesia (TKI), Wilfrida yang diduga telah melakukan pembunuhan terhadap majikan perempuannya yang bernama Yeap Seok Pen pada tanggal 7 Desember 2010. Adapun kronologi kasus tersebut dimulai pada saat Wilfrida berangkat ke Malaysia tanpa dokumen ketenagakerjaan pada 26 November 2010, melalui jasa perorangan (sponsor) di Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT) dan setibanya di Malaysia diterima agen perekrut TKI Kelantan, AP Master SDN. BHD. Pihak agensi menyalurkan Wilfrida pada keluarga Yeoh Meng Tatt Albert dan mulai bekerja sepanjang 28 Oktober–24 November 2010. Karena merasa tidak nyaman, Yeoh Meng Tatt mengembalikan Wilfrida ke AP Master SDN. BHD. Setelah itu, pada tanggal 26 November 2010, Wilfrida berpindah kerja di keluarga Lee Lai Wing yang memiliki orang tua lanjut usia bernama Yeap Seok Pen. Wilfrida bekerja mengurus Yeap Seok Pen yang menderita penyakit parkinson. Perempuan tua tersebut ditemukan tewas pada 7 Desember 2010. Dalam waktu dua pekan, Wilfrida ditangkap dan dituduh sebagai pelaku pembunuhan majikannya tersebut. Dalam pengakuannya, Wilfrida menyatakan sama sekali tidak berniat untuk melakukan pembunuhan terhadap majikannya dan hanya berupaya membela diri dari tindakan kekerasan yang dilakukan Yeap terhadap *) Peneliti bidang Hukum Internasional pada Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Setjen DPR RI, e-mail: [email protected]

Upload: yulia-indahri

Post on 29-Nov-2015

76 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Perlindungan Hukum terhadap Wilfrida Soik (Novianti)Isu Imigran Gelap dalam Hubungan Bilateral Australia–Indonesia (Sita Hidriyah)Dampak Implementasi Kurikulum 2013 terhadap Guru (Faridah Alawiyah)Kebijakan Loan to Value Guna Membatasi Pemberian KPR (Dewi Restu Mangeswuri)Kerja Sama KPU dan Lembaga Sandi Negara untuk Amankan Data Pemilu (Indra Pahlevi)

TRANSCRIPT

Page 1: Vol. V, No. 19/I/P3DI/Oktober/2013

H U K U M

- 1 -

Vol. V, No. 19/I/P3DI/Oktober/2013

Info Singkat© 2009, Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Sekretariat Jenderal DPR RIwww.dpr.go.idISSN 2088-2351

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP

WILFRIDA SOIKNovianti*)

Abstrak

Seorang Tenaga Kerja Indonesia di Malaysia bernama Wilfrida Soik (Wilfrida), diduga telah melakukan pembunuhan terhadap majikan perempuannya yang bernama Yeap Seok Pen pada tanggal 7 Desember 2010. Berbagai upaya telah dilakukan oleh berbagai pihak termasuk Pemerintah dalam memberikan perlindungan hukum terhadap Wilfrida yakni dengan melakukan pembelaan hukum secara maksimal dan pendekatan diplomatik secara bilateral untuk meringankan hukuman. Hasil persidangan nantinya diharapkan dapat membebaskan Wilfrida dari hukuman mati, dengan mengacu pada bukti-bukti kuat bahwa usia Wilfrida ternyata tak memenuhi syarat untuk dihukum mati.

A. Pendahuluan

Kasus menimpa Tenaga Kerja Indonesia (TKI), Wilfrida yang diduga telah melakukan pembunuhan terhadap majikan perempuannya yang bernama Yeap Seok Pen pada tanggal 7 Desember 2010. Adapun kronologi kasus tersebut dimulai pada saat Wilfrida berangkat ke Malaysia tanpa dokumen ketenagakerjaan pada 26 November 2010, melalui jasa perorangan (sponsor) di Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT) dan setibanya di Malaysia diterima agen perekrut TKI Kelantan, AP Master SDN. BHD. Pihak agensi menyalurkan Wilfrida pada keluarga Yeoh Meng Tatt Albert dan mulai bekerja sepanjang 28 Oktober–24 November 2010.

Karena merasa tidak nyaman, Yeoh Meng Tatt mengembalikan Wilfrida ke AP Master SDN. BHD. Setelah itu, pada tanggal 26 November 2010, Wilfrida berpindah kerja di keluarga Lee Lai Wing yang memiliki orang tua lanjut usia bernama Yeap Seok Pen. Wilfrida bekerja mengurus Yeap Seok Pen yang menderita penyakit parkinson. Perempuan tua tersebut ditemukan tewas pada 7 Desember 2010. Dalam waktu dua pekan, Wilfrida ditangkap dan dituduh sebagai pelaku pembunuhan majikannya tersebut.

Dalam pengakuannya, Wilfrida menyatakan sama sekali tidak berniat untuk melakukan pembunuhan terhadap majikannya dan hanya berupaya membela diri dari tindakan kekerasan yang dilakukan Yeap terhadap

*) Peneliti bidang Hukum Internasional pada Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Setjen DPR RI, e-mail: [email protected]

Page 2: Vol. V, No. 19/I/P3DI/Oktober/2013

- 2 -

dirinya. Wilfrida diancam hukuman gantung setelah terbukti melakukan pembunuhan atas majikannya, dengan menikamnya sebanyak 42 kali. Wilfrida ditahan di Penjara Pangkalan Chepa, Kota Bharu, Kelantan dan dituntut Pasal 302 Qanun Keseksaan (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) dengan ancaman hukuman mati.

B. Proses Hukum Kasus Wilfrida

Pelaksanaan proses hukum terhadap kasus Wilfrida telah berlangsung sejak awal terjadi pembunuhan tanggal 7 Desember 2010. Hingga kini pengadilan telah melakukan beberapa kali persidangan. Jaksa telah menuntut Wilfrida dengan hukuman mati karena menurut jaksa melalui sidang-sidang sebelumnya bahwa Wilfrida telah melakukan pembunuhan terhadap majikannya Yeap Seok Pen dengan 42 tusukan. Namun dari keterangan 24 saksi yang telah diajukan jaksa, Tim pengacara yang disewa pemerintah Indonesia telah melihat bukti bahwasanya tidak ada rencana Wilfrida melakukan pembunuhan. Sebab, ketika peristiwa pembunuhan terjadi Wilfrida baru bekerja selama dua minggu dan selama waktu tersebut tidak ada persoalan dalam hubungan antara Wilfrida dengan majikan.

Sidang terakhir kasus tersebut yang berlangsung tanggal 26 Agustus 2013 lalu beragendakan penyampaian argumentasi pihak jaksa untuk kemudian hakim akan menentukan apakah kasus tersebut memiliki dasar hukum yang kuat (prima facie) sebagai suatu tindak kriminal. Selanjutnya pengadilan Mahkamah Tinggi Negeri Kelantan, Malaysia menangguhkan putusan sela hingga 17 November 2013. Hakim tunggal yang mengadili Wilfrida, Datuk Akhmad Zaidi Ibrahim menyatakan, agenda putusan untuk melanjutkan ataupun menolak perkara Wilfrida, yang didakwa oleh penuntut telah melanggar pasal pembunuhan berencana terhadap keluarga majikannya, Yeap Seok Pen (60), tidak dapat dilaksanakan dalam sidang pada tanggal 29 September tersebut.

Menurut Jumhur, pengunduran putusan tersebut dipenuhi Hakim Zaidi Ibrahim dengan mempertimbangkan permohonan pengacara Wilfrida, Tan Sri Mohd Syafii Abdullah yang dikenal pengacara terbaik di Malaysia. Selain Tan Sri Mohd Syafii Abdullah, Wilfrida juga didampingi tim pembela dari kantor Rafitzi&Rao, yang ditunjuk KBRI Kuala Lumpur sejak awal mula kasus tersebut. Upaya pengacara untuk menambah kelengkapan bukti-bukti, terutama mengenai status usia Wilfrida di bawah 18 tahun saat kasusnya terjadi, mendapat persetujuan dari hakim. Dengan usia tersebut, Wilfrida yang lahir pada 12 Oktober 1993, diharapkan tidak dapat dikenai ancaman hukuman mati atas dasar suatu pembunuhan berencana.

Lebih lanjut, menurut Jamhur, undang-undang di negara Malaysia tidak membolehkan seseorang belum genap 18 tahun dituntut hukuman mati dan sekaligus dinyatakan melakukan pembunuhan secara terencana. Karena itu, pengacara Wilfrida meminta dilakukan pemeriksaan psikiatris di Rumah Sakit Universitas Sains Malaysia guna menentukan kadar psikologis pada kejiwaannya, selain meliputi prosedur laboratorium berupa pengujian usia tulang (bone aging examination) untuk membuktikan umur Wilfrida yang sebenarnya. Akhirnya, hakim menerima usulan pengacara Wilfrida dan sidang putusan sela untuk Walfrida ditunda sampai tanggal 17 November 2013.

C. Perlindungan Hukum

Perlindungan hukum terhadap TKI yang bekerja diluar negeri dilakukan berdasarkan UU No. 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri dan UU No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri. Pasal 19 huruf b UU No. 37 Tahun 1999 menyatakan, perwakilan RI berkewajiban memberikan pengayoman, perlindungan, dan bantuan hukum bagi warga negara Indonesia di luar negeri. Terkait dengan perlindungan hukum terhadap kasus Wilfrida, pemerintah terus melakukan berbagai

Page 3: Vol. V, No. 19/I/P3DI/Oktober/2013

- 3 -

upaya untuk menyelamatkan TKI Wilfrida. Selain melakukan pembelaan hukum secara maksimal, pemerintah juga melakukan langkah pendekatan diplomatik secara bilateral untuk membebaskan Wilfrida. Langkah pendekatan diplomasi dengan pemerintah Malaysia dilakukan untuk membebaskan Wilfrida dari ancaman hukuman dan memberikan keadilan bagi Wilfrida.

Menurut Muhaimin, pihak Kemenakertrans terus berkoordinasi dengan Kemenlu melalui KBRI Kuala Lumpur untuk memberikan pendampingan dan bantuan hukum dengan menyediakan tim pengacara yang andal dan berkompeten. Sejak awal, tim pengacara terus mendampingi dan mengawal proses persidangan dengan optimal. Mereka berusaha mencari bukti-bukti hukum yang kuat sebagai terobosan untuk meringankan dan membebaskan Wilfrida dari ancaman hukuman mati. Selain itu, dalam kasus Wilfrida, pengadilan harus mempertimbangkan status Wilfrida yang sebenarnya merupakan korban perdagangan manusia (human trafficking) yang semestinya mendapatkan perlindungan. Untuk itu, pemerintah terus mendorong pemerintah Malaysia untuk menyelesaikan masalah Wilfrida ini dengan baik.

Terkait dengan upaya perlindungan hukum terhadap Wilfrida, Wasekjen Bidang Hukum dan HAM Dewan Pimpinan Pusat Partai Hanura, Kristiawanto menyatakan, tugas pemerintah negara Indonesia dalam pembukaan UUD 1945 diantaranya adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Pemerintah yang bersatu dan berdaulat, menurutnya, adalah pemerintah yang mengedepankan aspek dasar dalam melindungi setiap warga negaranya, sebagai bentuk pengejewantahan UUD 1945. Untuk itu, Presiden selaku Kepala Negara diharapkan dapat mengatasi kasus yang menimpa TKI, Wilfrida. Selain itu, diharapkan pemerintah melalui Kedutaan Besar di Malaysia memberikan perlindungan hukum dan melakukan diplomasi yang efektif dengan pemerintah Malaysia, untuk menyelamatkan warganya yang tersandung masalah.

Hal senada juga diungkapkan oleh

Ketua Komisi VIII DPR-RI Ida Fauziyah yang menyatakan, bahwa kasus Wilfrida harus dilihat secara menyeluruh, jangan hanya Wilfrida yang melakukan pembunuhan, ada data yang dipalsukan, baik alamat atau umur, apapun harus dilakukan oleh Indonesia untuk Wilfrida. Karena itu, tidak hanya Wilfrida yang harus dihukum, agen yang membawa Wilfrida juga harus ditindak oleh Pemerintah Malaysia. Untuk itu diharapkan pemerintah bisa total dalam menangani kasus Wilfrida. Sebab, Wilfrida masih tergolong anak-anak yang harus dilindungi. Selain itu, dalam penyelesaian kasus Wilfrida harus diperhatikan unsur human trafficking, konvensi perlindungan anak dan ratifikasi perlindungan anak. Wakil Ketua DPR-RI Pramono Anung menyatakan, pihaknya akan mengirim surat yang akan disertai petisi penolakan hukuman mati terhadap Wilfrida kepada parlemen Malaysia. Surat tersebut, bukan untuk mencampuri hukum yang ada di Malaysia tetapi surat dan petisi tersebut dapat menjadi pertimbangan kemanusiaan. Hal ini merupakan bagian dari tanggung jawab parlemen untuk memberikan perhatian.

Menanggapi hal tersebut, Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa mengungkapkan, pemerintah hanya bisa melakukan upaya terbatas karena kasus Wilfrida sudah masuk ke meja hukum. Namun, seiring proses hukum berjalan, pemerintah menjanjikan akan mencari cara yang tepat untuk meringankan hukuman Wilfrida. Menurut Marty, Wilfrida adalah salah satu korban dari pemalsuan data TKI. Ia berharap kasus serupa tidak kembali terulang pada calon TKI lainnya. Sementara itu, Marty mengapresiasi bantuan hukum yang diajukan sejumlah pihak, baik DPR-RI, aktivis HAM, dan media. Menurut Marty, upaya yang dilakukan bersama tersebut merupakan bagian dari kepedulian antarsesama warga negara. Namun, Kemenlu menegaskan bahwa seluruh perhatian tersebut harus ditempatkan secara proposional dan terukur.

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPP-PA) juga terus memantau perkembangan kasus Wilfrida hingga kasus ini mendapat penyelesaian seadil-

Page 4: Vol. V, No. 19/I/P3DI/Oktober/2013

- 4 -

adilnya sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Menurutnya, UU perlindungan anak Malaysia, Akta Kanak-Kanak Tahun 2001 selaras dengan UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Dalam kedua peraturan perundang-undangan ini disepakati bahwa anak-anak yang berusia 0 sampai 18 tahun mendapatkan perlindungan khusus dari segala hal, tak terkecuali pada kasus yang dialami oleh Wilfrida.

Selain itu, kepentingan Indonesia yang terbesar terkait dengan Konvensi Buruh Migran adalah agar negara-negara tujuan penempatan TKI meratifikasi konvensi tersebut. Dengan demikian, maka mereka menjamin bahwa TKI akan mendapat perlakuan yang layak selama masa penempatan. Perlu disadari bahwa Indonesia pada kenyataannya bukanlah negara tujuan bagi buruh migran dari luar negeri, melainkan salah satu negara pengirim buruh migran ke luar negeri. Ratifikasi konvensi tersebut oleh Indonesia tidak serta-merta memberikan jaminan bahwa TKI di luar negeri akan terlindungi lebih baik sepanjang negara tujuan penempatan tidak meratifikasi konvensi yang sama. Untuk perbaikan perlindungan, pada prinsipnya semangat untuk meratifikasi konvensi perlindungan buruh migran dan keluarganya sebaiknya dibarengi dengan perbaikan dasar hukum serta implementasi kebijakan penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri oleh stakeholder dan instansi terkait di dalam negeri.

D. Penutup

Perlindungan hukum terhadap kasus Wilfrida telah diupayakan oleh berbagai pihak dan pemerintah dalam upaya memberikan perlindungan hukum dalam kasus Wilfrida. Upaya yang dilakukan bersama tersebut merupakan bagian dari kepedulian antarsesama warga negara. Untuk itu, Pemerintah diharapkan dapat menuntaskan kasus tersebut

dan mengupayakan semaksimal mungkin untuk keringanan hukuman bagi Wilfrida.

Terkait dengan upaya perlindungan TKI yang berkerja di luar negeri, pemerintah hendaknya berupaya memastikan adanya pengakuan yang lebih baik mengenai hubungan yang saling menguntungkan antara negara pengirim dan negara penerima tenaga kerja, bahwa setiap TKI sebenarnya telah memberikan kontribusi bagi negara di mana dia bekerja pada saat yang sama juga memperoleh nafkah. Hal ini dapat diwujudkan dengan baik melalui pengakuan akan hak dan tanggung jawab TKI di luar negeri. Untuk itu kerangka hukum yakni revisi UU Penempatan dan Perlindungan TKI yang merupakan RUU usul inisiatif DPR-RI diharapkan dapat segera diselesaikan sehingga dapat memberi jaminan kepastian hukum pada TKI yang diberangkatkan ke luar negeri. Dengan pembenahan dasar hukum dan implementasi kebijakan penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri oleh seluruh stakeholder terkait di dalam negeri diharapkan permasalahan TKI di luar negeri dapat diselesaikan.

Rujukan:1. “Pembuktian Bisa Selamatkan Wilfrida,”

Kompas, 1 Oktober 2013.2. “Linda Gumelar: Kita Akan Buktikan

Wilfrida Hanya Korban,” Republika, 3 Oktober 2013.

3. “Sidang Wilfrida, KBRI Siapkan Langkah Hukum,” http://www.tempo.co/read/news/2013/, diakses 2 Oktober 2013.

4. “Jamhur: Mahkamah Tinggi Kelantan Tangguhkan Putusan Bagi Wilfrida,” http://www.bnp2tki.go.id/, diakses 2 Oktober 2013.

5. “Sidang Wilfrida KBRI Siapkan Langkah Hukum,” http://www.tempo.co/read/news/, diakses 3 Oktober 2013.

6. “Penjelasan Tentang Proses Hukum Kasus Wilfrida,” http://rri.co.id/index.php/berita/, diakses 4 Oktober 2013.

Page 5: Vol. V, No. 19/I/P3DI/Oktober/2013

H U B U N G A N I N T E R N A S I O N A L

- 5 -

Vol. V, No. 19/I/P3DI/Oktober/2013

Info Singkat© 2009, Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Sekretariat Jenderal DPR RIwww.dpr.go.idISSN 2088-2351

ISU IMIGRAN GELAP DALAM HUBUNGAN

BILATERAL AUSTRALIA–INDONESIA

Sita Hidriyah*)

Abstrak

Perdana Menteri (PM) Australia yang baru terpilih, Tony Abbott melakukan kunjungan luar negeri perdananya ke Indonesia. Kunjungan itu merupakan kunjungan luar negeri pertama sejak PM Abbott dilantik pada 18 September 2013. Dalam kesempatan pertemuan bilateral kali ini, Presiden RI dengan PM Australia membahas isu-isu yang menjadi prioritas bersama sesuai dengan kerangka kemitraan komprehensif. Isu utama adalah permasalahan imigran gelap dari Indonesia ke Australia. Kunjungan ini diharapkan bermanfaat dalam mendorong lebih lanjut kerja sama antara dua negara, khususnya dalam permasalahan imigran gelap.

A. Pendahuluan

PM Australia yang baru terpilih, Tony Abbott bertolak ke Jakarta untuk kunjungan selama dua hari pada tanggal 30 September hingga 1 Oktober 2013. Kunjungan tersebut merupakan lawatan pertama Abbott ke luar negeri sebagai PM Australia. Kedatangan PM baru ini bertepatan dengan maraknya kasus tenggelamnya perahu pencari suaka ke Australia. Kasus terakhir terjadi 27 September lalu yang menewaskan sedikitnya 31 orang setelah kapal yang mereka tumpangi karam di laut lepas.

Kedatangan PM Abbott ke Indonesia merupakan bukti bahwa ia mulai memenuhi janji-janji kampanyenya untuk menjadikan Indonesia sebagai tujuan kunjungan kenegaraan yang pertama. Sebelumnya PM Abbott pernah berkunjung ke Indonesia pada Oktober 2012 dalam kapasitasnya sebagai ketua oposisi di parlemen Australia. Ketetapan PM Abbott untuk memulai masa pemerintahannya dengan melakukan lawatan ke Indonesia mencerminkan semangat untuk melanjutkan dan bahkan memperkuat kerja sama di antara kedua negara. Hal ini menandakan suatu ketetapan yang diapresiasi mengingat posisi kawasan kedua negara yang berdekatan.

*) Peneliti bidang Masalah-masalah Hubungan Internasional pada Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Setjen DPR RI, e-mail: [email protected]

Page 6: Vol. V, No. 19/I/P3DI/Oktober/2013

- 6 -

B. Tujuan Kunjungan Perdana PM Australia

PM Australia memilih Indonesia sebagai negara pertama yang dikunjungi karena menganggap hubungan kedua negara bertetangga sangat penting. Selain itu, ada kepentingan ekonomi, karena Indonesia adalah anggota G-20 dan pemimpin ASEAN yang tidak dapat diabaikan. PM Abbott mengatakan saat ini rata-rata nilai perdagangan Indonesia dengan Australia baru AUS$15 miliar. Jumlah ini masih di bawah perdagangan Australia dengan Selandia Baru yang tercatat AUS$250 miliar. Padahal, PM Abbott menekankan populasi Selandia Baru hanya sekitar empat juta orang. Sementara jumlah penduduk Indonesia jauh lebih banyak sekitar 240 juta jiwa. Dengan kondisi tersebut, masih banyak potensi yang dapat dikembangkan. Menteri Perdagangan Gita Wirjawan mengatakan idealnya transaksi perdagangan kedua negara mencapai satu persen dari total produk domestik bruto kedua negara yang mencapai AUS$250 triliun. Hal ini berarti idealnya neraca perdagangan kedua negara sekitar US$2,5 miliar. Karena itu, dalam kunjungannya kali ini ia didampingi oleh Menteri Perdagangan Andrew Robb serta 20 pemimpin bisnis Australia.

Selain isu perdagangan, isu yang tidak kalah penting adalah masalah penyelundupan manusia. Dalam pertemuan kedua pemimpin negara, PM Abbott langsung membicarakan isu yang juga ia janjikan di masa kampanye pemilunya, yakni mencari solusi bagi masalah penyelundupan manusia yang selama ini dianggap sangat memusingkan Australia. Dalam masa kampanyenya, PM Abbott telah menyiapkan Operasi Borders Sovereign. Operasi ini merupakan operasi nasional menangani imigran gelap yang datang dari perairan Indonesia. Operasi tersebut, pertama, menggunakan armada militer angkatan laut. Pasukan ini berjaga di perairan perbatasan dua negara. Penjaga laut itu akan menangkap para imigran gelap lalu mengembalikannya ke perairan Indonesia. Kedua, dengan membayar nelayan Indonesia untuk kembali membawa imigran ke perairan Indonesia.

Kebijakan ini dikampanyekan PM Abbott mengingat selama satu setengah tahun terakhir, tidak kurang dari 19 ribu imigran gelap tiba di Australia. Sebagian di antaranya tewas ditelan gelombang laut lepas Australia. Para pencari suaka pun jumlahnya terus meningkat. Berdasarkan data Badan Pengungsi Australia, pada 2004–2005 tercatat delapan perahu dengan 61 imigran. Pada 2008–2009 mulai meningkat menjadi 23 perahu dengan 985 imigran. Pada 2009–2010, ada 117 perahu dengan 4.370 imigran dan 2011–2012 sebanyak 110 perahu dengan 7.983 imigran. Kebijakan PM Abbott ini ditentang Partai Buruh karena akan menjadi petaka diplomatik dengan Indonesia.

Dalam jumpa pers bersama, PM Australia Tony Abbott menegaskan Australia akan mempererat kerja sama bilateral dengan Indonesia untuk mengakhiri kejahatan penyelundupan manusia. PM Abbott mengungkapkan, diskusinya dengan SBY terkait isu penyelundupan manusia sangat konstruktif. Banyak detail yang harus diselesaikan. Nantinya akan dicoba diselesaikan pada tingkat menteri. Namun kedua negara bertekad bersama serta bersatu untuk mengatasi masalah ini dan untuk mencari solusi, baik yang melalui darat, laut, maupun perbatasan kedua negara. Intinya adalah bahwa kedua negara bertekad untuk mengakhiri kejahatan seperti ini.

Pemerintahan PM Abbott menyiapkan US$420 juta untuk menghentikan penyelundupan manusia. Sebanyak US$20 juta akan digunakan untuk membeli perahu nelayan pembawa imigran. Sementara jutaan dolar AS lainnya dalam bentuk bantuan dan informasi soal pencari suaka. Dalam jumpa pers, PM Abbott tidak menyinggung isu sensitif yang sempat berkembang sebelumnya, bahwa Australia dalam penanganan manusia perahu, tidak hanya akan mengembalikan perahu dan pengungsi ke Indonesia. Australia juga akan menghadang perahu yang membawa pengungsi dengan menempatkan polisi Australia di Indonesia. Sebaliknya, PM Abbott menegaskan bahwa Australia sangat menghormati kedaulatan Indonesia. Sedangkan

Page 7: Vol. V, No. 19/I/P3DI/Oktober/2013

- 7 -

terkait isu Papua misalnya, ia pun menyatakan Australia tidak mendukung siapa pun yang ingin menggunakan Australia sebagai tempat untuk mengganggu kedaulatan Indonesia.

Presiden Susilo Bambang Yudoyono menyampaikan kesamaan pandangan antara Indonesia dan Australia bahwa kedua negara merupakan korban dari kejahatan penyelundupan manusia. Para imigran menjadikan Indonesia sebagai pintu masuk menuju perairan Australia. Akibatnya, banyak sekali warga negara dari Timur Tengah dan negara lain yang datang ke Indonesia, memberikan beban ke Indonesia, baik sosial maupun ekonomi.

C. Permasalahan Imigran Gelap ke Australia

Permasalahan imigran gelap belum akan selesai dan masih menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah Indonesia dan Australia. Banyak pihak menilai jika kunjungan PM Abbott ke Jakarta tidak dapat menyelesaikan fenomena manusia perahu begitu saja. Hal ini dikarenakan masalah imigran gelap telah terjadi sejak beberapa dekade lalu akibat berbagai kejadian di negara lain seperti konflik perang, korban pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) ataupun kemiskinan.

Indonesia menjadi negara transit dalam perjalanan menuju Australia. Tidak sedikit dari kapal-kapal yang ditumpangi imigran gelap tersebut karam sebelum sampai tujuan, Australia. Peristiwa terakhir yaitu pada 27 September 2013 di mana sebuah kapal yang mengangkut sekitar 80 imigran gelap tenggelam di perairan Cianjur, Jawa Barat. Dari jumlah tersebut, 41 orang imigran gelap meninggal, 23 selamat dan sisanya hilang. Beberapa hari sebelumnya, mereka bertolak ke kawasan pelabuhan di wilayah Banten untuk menyeberang secara gelap ke wilayah Australia. Mereka berangkat ke Banten dengan menumpang tujuh kendaraan roda empat. Setiba di sebuah pantai di Banten, para imigran asal Irak, Libanon, dan negeri Timur Tengah lainnya tersebut menumpang kapal tongkang

untuk menyeberang ke perairan Australia. Di tengah laut, nakhoda meninggalkan kapal setelah menerima uang dari para imigran dengan menggunakan perahu kecil. Kapal akhirnya dikemudikan sendiri oleh imigran yang mampu mengemudi. Namun kemudian mereka terombang-ambing sekitar lima hari di laut hingga kehabisan solar dan akhirnya kapal pecah di perairan Agrabinta, Cianjur.

Permasalahan imigran gelap tidak hanya dibicarakan oleh kedua negara kali ini saja. Presiden SBY pernah bertemu dengan PM Australia terdahulu yaitu Kevin Rudd pada tahun 2012 dan menjelaskan jika Pemerintah Indonesia dengan Australia sepakat menjadikan masalah imigran gelap sebagai masalah bersama, bukan hanya dibebankan pada negara Indonesia maupun Australia. Kedua negara sepakat bahwa Kevin Rudd dan SBY mempunyai pandangan yang sama yaitu semua pihak harus ikut tanggung jawab dan harus lakukan tindakan konkret. Tidaklah adil kalau ini hanya dibebankan ke Indonesia atau Australia saja. Harus disadari, jika perlu ada kerja sama bilateral lebih erat untuk mencari solusi masalah itu.

Australia selama ini menjadi tujuan utama pengungsi dari negara-negara konflik. Hal tersebut dikarenakan Australia telah memiliki hukum yang mengatur soal pengungsi. Australia juga menandatangani Konvensi Pengungsi pada tahun 1951. Konvensi itu membuat Australia harus menerima pengungsi yang datang ke negaranyanya.

Di lain pihak Indonesia bukan negara peratifikasi Konvensi Genewa 1951 dan Protokol 1967 terkait penanganan pengungsi. Walaupun tidak menjadi negara tujuan pengungsi, secara posisi geografis Indonesia membuat para pengungsi harus melewatinya terlebih dahulu sebelum mencapai Australia sehingga penting sebagai negara transit.

Pertemuan pemimpin kedua negara ini bukan untuk mendiskusikan secara detail kegiatan operasional serta cara kerja sama untuk mengatasi masalah imigran ilegal. Direncanakan ada forum lebih lanjut. Secara jelas, baik PM Australia maupun Presiden SBY berkomitmen untuk menyelesaikan masalah

Page 8: Vol. V, No. 19/I/P3DI/Oktober/2013

- 8 -

ini sebaik-baiknya. Terlihat jelas bahwa Indonesia dan Australia melihat isu pencari suaka sebagai masalah bersama. Oleh karena itu, respons yang diberikan kepada kedua negara juga harus diletakkan dalam kerangka kerja sama. Selanjutnya yang diperlukan adalah pembahasan detail di tingkat teknis untuk menuntaskan persoalan penyelundupan manusia. Kedatangan PM Abbott memberi harapan akan semangat untuk mengakhiri kejahatan penyelundupan manusia dalam kerja sama yang efektif, tepat, dan baik.

D. Penutup

Permasalahan penyelundupan imigran gelap merupakan persoalan pelik yang harus dicari jalan keluarnya. Hal ini perlu menjadi perhatian, bukan saja oleh Indonesia tapi negara-negara dalam kawasan ASEAN untuk menjadi salah satu agenda pembicaraan pada tingkat Internasional, sehingga ditemukan solusi bersama. Masalah penyelundupan manusia harus diselesaikan karena ini terkait masalah kedaulatan negara. Penyelundupan manusia juga merupakan bencana kemanusiaan, Bagaimanapun, para korban juga manusia yang punya hak untuk hidup. Oleh karena itu, negara asal serta negara tujuan para imigran perlu membahas masalah ini secara bersama-sama.

Dalam mengatasi hal ini DPR-RI dapat mendorong Pemerintah Indonesia bertindak sebagai inisiator pembahasan masalah imigran gelap di forum internasional. Salah satu kepentingan Indonesia dalam masalah imigran gelap adalah pembagian tanggung jawab antara negara sumber, negara transit, dan negara tujuan para imigran gelap. Pemerintah pun terus mendorong terciptanya kerja sama antara negara-negara Asia Pasifik untuk mengatasi masalah imigran gelap. Indonesia dapat menjadi tuan rumah forum internasional yang membahas tentang masalah imigran. Selama ini tidak ada mekanisme yang komprehensif di kawasan Asia Pasifik untuk mengatasi masalah imigran gelap. Diharapkan, adanya kerja sama internasional dapat memberikan solusi atas permasalahan tersebut.

Indonesia telah berusaha terus-menerus mengatasi masalah ini, demikian juga Australia. Tapi akan lebih baik apabila ada kerja sama bilateral berdasarkan Bali Process untuk mengatasi masalah ini dengan sebaik-baiknya, mengingat pertemuan tersebut diklaim telah memberikan kontribusi positif, khususnya pada aspek peningkatan kapasitas dan peningkatan jejaring antarpemangku kepentingan di kawasan terkait kerja sama penanggulangan penyelundupan manusia, perdagangan orang, dan kejahatan lintas negara.

DPR-RI juga harus meminta pemerintah untuk memperkuat patroli laut agar laut Indonesia aman dari kejahatan transnasional ini. Indonesia memang negara laut yang memungkinkan banyaknya ‘jalan tikus’ yang mudah dilalui oleh para imigran gelap. Oleh karenanya, perlu penguatan pengawasan laut. DPR-RI harus secara tegas mengingatkan agar dalam pembahasan masalah ini Pemerintah Indonesia mengedepankan kedaulatan negara.

Rujukan:1. “Perangi Imigran Ilegal,” Republika, 1

Oktober 2013.2. “Indonesia-Australia Setop Manusia

Perahu,” Media Indonesia, 1 Oktober 2013.

3. “RI-Australia Atasi Bersama,” Kompas, 1 Oktober 2013.

4. “Makin Banyak Pengungsi Terdampar Di Indonesia,” http://www.dw.de/a-16557914, diakses 4 Oktober 2013.

5. “SBY-Abbott Cari Solusi Bersama Permasalahan Pencari Suaka,” http://www.beritasatu.com/asia/141377.html, diakses 3 Oktober 2013.

6. “Pencari Suaka: Kerikil Hubungan RI–Australia,” http://www.dw.de/a-17124275, diakses 3 Oktober 2013.

7. “Indonesia Dan Australia SEPAKAT, Imigran Gelap Persoalan Bersama,” h t t p : / / n a s i o n a l . s i n d o n e w s . c o m /read/2013/07/05/15/757910/, diakses 3 Oktober 2013.

8. “Hari Ini, Presiden Terima Kunjungan PM Australia,” http://www.metrotvnews.com/metronews/read/2013/09/30/1/185011, diakses 4 Oktober 2013.

Page 9: Vol. V, No. 19/I/P3DI/Oktober/2013

KESEJAHTERAAN SOSIAL

- 9 -

Vol. V, No. 19/I/P3DI/Oktober/2013

Info Singkat© 2009, Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Sekretariat Jenderal DPR RIwww.dpr.go.idISSN 2088-2351

DAMPAK IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013 TERHADAP GURU

Faridah Alawiyah*)

Abstrak

Kurikulum 2013 telah diimplementasikan mulai Tahun Pelajaran 2013/2014. Meskipun pemerintah telah melakukan berbagai persiapan untuk mendukung pelaksanaan Kurikulum 2013 agar berjalan lancar, akan tetapi di tengah pejalanan masih ditemukan berbagai persoalan terutama bagi guru. Berbagai persoalan tersebut tentunya harus segera ditindaklanjuti sebagai bahan evaluasi awal sebelum Kurikulum 2013 dilaksanakan di seluruh Indonesia.

A. Pendahuluan

Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) telah melakukan pengembangan kurikulum sebagai revisi atas Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang diberi nama Kurikulum 2013. Kurikulum 2013 ini diberlakukan mulai Tahun Pelajaran 2013/2014 yang dilaksanakan secara bertahap sampai tahun 2015 mendatang. Dalam pelaksanaannya, perubahan kurikulum tersebut menuai berbagai sikap dari masyarakat baik itu pro maupun kontra. Sejak Indonesia merdeka perubahan kurikulum sudah 10 kali terjadi yang mana banyak dikarenakan pergantian kekuasaan, bahkan memunculkan pameo klasik: “ganti menteri ganti kurikulum” atau “ganti menteri ganti buku”.

Meskipun telah menuai berbagai pro kontra, pemerintah bersikeras untuk tetap melaksanakan Kurikulum 2013 dengan alasan perbaikan kualitas pendidikan di Indonesia ke depan seiring perubahan zaman yang semakin pesat. Pemerintah mengungkapkan bahwa Kurikulum 2013 ini bukanlah kurikulum baru, tapi merupakan pengembangan dari kurikulum sebelumnya yaitu KTSP. Menurut pemerintah dalam Kurikulum 2013 ini terdapat penambahan bahan ajar esensial yang belum ada pada KTSP, selain tetap mempertahankan materi yang masih relevan, dan menghilangkan materi yang dianggap tidak penting. Lebih jauh lagi, dalam pendidikan di Indonesia perlu dirumuskan kurikulum yang mengedepankan pengalaman personal melalui proses mengamati, menanya, menalar, dan mencoba (observation based learning) untuk

*) Peneliti bidang Studi Pendidikan pada Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Setjen DPR RI, e-mail: [email protected]

Page 10: Vol. V, No. 19/I/P3DI/Oktober/2013

- 10 -

meningkatkan kreativitas peserta didik, serta perlunya mengarahkan pembelajaran yang mengutamakan aspek Attitude, Skill, dan Knowledge (ASK).

Kurikulum 2013 pun serentak dilaksanakan di satuan pendidikan terpilih secara bertahap pada awal tahun ajaran 2013/2014. Setelah diimplementasikan, kurikulum ini ternyata masih menyimpan tanda tanya besar bagi berbagai pihak, terutama bagi satuan pendidikan sebagai lembaga yang menyelenggarakan proses pembelajaran dan guru sebagai garda terdepan dalam implementasi kurikulum yang langsung berhadapan dengan peserta didik dan kunci penyelenggaraan pembelajaran di kelas.

B. Kebijakan serta Elemen Perubahan Kurikulum 2013

Kurikulum 2013 didasarkan pada UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Pendidikan Nasional. Selanjutnya, Kemendikbud telah menerbitkan peraturan baru terkait dengan Kurikulum 2013 yang dituangkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 81A Tahun 2013 tentang Implementasi Kurikulum. Permendikbud No. 81A Tahun 2013 ini menyertakan lima lampiran tentang beberapa pedoman yaitu (i) pedoman penyusunan dan pengelolaan kurikulum tingkat satuan pendidikan; (ii) pedoman pengembangan muatan lokal; (iii) pedoman kegiatan ekstrakurikuler; (iv) pedoman umum pembelajaran; dan (v) pedoman evaluasi kurikulum. Di samping itu, implementasi ini juga terkait dengan beberapa peraturan pemerintah sebelumnya.

Secara garis besar perubahan kurikulum tergambar pada bagan elemen perubahan. Ada empat dari delapan elemen standar pendidikan nasional yang mengalami perubahan.

Pertama, elemen standar kompetensi lulusan. Kurikulum 2013 menekankan pada peningkatan dan keseimbangan soft skills dan hard skills yang meliputi aspek kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Dari kedudukan mata pelajaran, kompetensi yang semula diturunkan dari mata pelajaran berubah

menjadi mata pelajaran dikembangkan dari kompetensi.

Kedua, elemen standar isi. Struktur kurikulum yang dikembangkan menjadi lebih bersifat holistik yang berbasis sains (alam, sosial, dan budaya). Selain itu, terdapat pengurangan mata pelajaran serta penambahan jam pelajaran. Pada Kurikulum 2013, pemanfaatan Tujuan Instruksional Khusus (TIK) harus dilakukan hampir di seluruh mata pelajaran. Untuk sekolah menengah kejuruan terdapat penambahan jenis keahlian dan juga memperbanyak mata pelajaran produktif yang disesuaikan dengan kebutuhan industri.

Ketiga, pada standar proses. Secara garis besar perubahan pada elemen ini tejadi pada proses pembelajaran yang semula terfokus pada eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi dilengkapi dengan mengamati, menanya, mengolah, menyajikan, menyimpulkan, dan mencipta. Proses belajar tidak hanya terjadi di ruang kelas, tetapi juga di lingkungan sekolah dan masyarakat, ditambah dengan guru bukan satu-satunya sumber belajar.

Keempat, elemen standar penilaian. Pada elemen ini perubahan terjadi pada acuan penilaian yang yang berbasis kompetensi, pergeseran dari penilaian melalui tes menuju penilaian otentik (mengukur semua kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan berdasarkan proses dan hasil). Selain itu, penilaian dilakukan berdasarkan pencapaian hasil belajar didasarkan pada posisi skor yang diperolehnya terhadap skor ideal (maksimal), penilaian tidak hanya pada level kompetensi dasar (KD), tetapi juga kompetensi inti dan standar kompetensi lulusan (SKL), serta mendorong pemanfaatan portofolio yang dibuat siswa sebagai instrumen utama penilaian.

Bagan Elemen Perubahan Kurikulum 2013

Sumber: Mendikbud, “Mampukah Kurikulum 2013 Menjawab Tantangan Generasi Emas 2045?” 18 Februari 2013.

Standar Proses

Standar Kompetensi

Lulusan

Standar Penilaian

StandarIsi

ElemenPerubahan

Page 11: Vol. V, No. 19/I/P3DI/Oktober/2013

- 11 -

C. Persoalan Implementasi Kurikulum pada Satuan Pendidikan

Kendati pemerintah sudah mempersiapkan segala sesuatunya agar Kurikulum 2013 berjalan sesuai rencana, masih ditemukan beberapa kendala, termasuk kebingungan satuan pendidikan dan guru. Kendala tersebut antara lain:1. Guru belum siap dan sulit mengubah

pola pikirnya Penyiapan guru dilakukan melalui

pelatihan yang telah diprogramkan pemerintah secara hierarki mulai dari pemilihan instruktur nasional, guru inti, guru kelas, dan guru mata pelajaran. Selanjutnya dalam pelaksanaan, guru kelas maupun guru mata pelajaran tetap dalam pengawasan serta pendampingan. Akan tetapi, selama proses penyiapan tersebut, pelatihan berlangsung searah dan lebih mengedepankan pemberian ceramah kepada guru yang menjadikan pelatihan berjalan tidak optimal. Dengan cara seperti itu, akan sulit untuk mengubah pola pikir guru dalam waktu yang Lebih berbahaya lagi jika implementasi kurikulum dilaksanakan ketika guru belum siap, sehingga berpengaruh buruk terhadap proses belajar dan masa depan anak-anak Indonesia.2. Guru pada beberapa mata pelajaran

kehilangan tugas dan jam mengajarMeniadakan dan menggabungkan

beberapa mata pelajaran menjadi keresahan tersendiri untuk guru. Pasalnya, mereka terikat dalam syarat minimal jam mengajar yaitu 24 jam pelajaran. Dalam Kurikulum 2013, guru mata pelajaran IPA untuk kelas X SMK ditiadakan. Contoh lainnya adalah penghapusan mata pelajaran Teknologi Informasi dan Komputer (TIK) di SMP dan SMA. Penggabungan beberapa mata pelajaran juga berimplikasi pada nasib guru yang akan kekurangan bahkan kehilangan jam mengajar. Hal tersebut menjadikan guru resah karena tidak dapat memenuhi syarat jam mengajar yang sesuai standar kompetensi. 3. Minimnya informasi mengenai pedoman

dan sosialisasi Kurikulum 2013Sampai saat ini, dalam Kurikulum 2013,

belum ada pedoman penjurusan atau minat

di tingkat SMA. Tidak ada juga sosialisasi kepada kepala program keahlian di SMK. Hal ini membingungkan pihak sekolah, guru, dan murid. Selain itu, pemerintah telah menjanjikan adanya buku panduan bagi guru. Sementara pada pelaksanaannya terdapat kasus kekurangan buku panduan pelajaran dari pemerintah pusat pada satuan pendidikan, karena belum terdistribusikan dengan baik. Di beberapa kota, akhirnya pemerintah kabupaten/kota mengambil kebijakan sendiri-sendiri. Hal lainnya adalah belum adanya kejelasan mengenai sistem evaluasi untuk Kurikulum 2013 karena sistem penilaian di Kurikulum 2013 berbeda dengan sistem penilaian pada KTSP.4. Isi buku tidak sesuai

Seperti kita ketahui, pada Kurikulum 2013 peserta didik dan guru diberikan buku yang telah disusun oleh pusat. Namun, beberapa waktu terakhir, ditemukan adanya ketidaksesuaian antara isi buku dengan materi dan perkembangan kognitif peserta didik. Beberapa temuan tersebut antara lain masih adanya analogi-analogi yang masih dirasa belum pantas diberikan kepada siswa karena mengandung kata-kata kasar, dan beberapa materi atau bahan bacaan tidak sesuai dengan usia siswa. Hal ini menjadi pekerjaan rumah bagi tim pengembangan buku untuk benar-benar mengkaji kelayakan isinya. Hal ini juga memperlihatkan kelemahan guru sebagai penyaring konten ketika menggunakan buku tersebut dalam kegiatan belajar mengajar.

D. Penutup

Perubahan KTSP menjadi Kurikulum 2013 telah dijalankan untuk sebagian satuan pendidikan terpilih. Implementasi Kurikulum 2013 memberikan banyak pekerjaan rumah kepada Kemendikbud. Persoalan utama dalam implementasi kurikulum adalah kesiapan pola pikir guru, berkurangnya jam pelajaran guru, minimnya pedoman, dan ketidaksesuaian isi buku dengan kurikulum baru.

Untuk mengubah pola pikir ini guru harus terus dibina dan dilatih tidak hanya pada saat persiapan tetapi pada saat pelaksanaan melalui pendampingan secara terus menerus. Dari sisi guru, guru juga dituntut untuk peka

Page 12: Vol. V, No. 19/I/P3DI/Oktober/2013

- 12 -

terhadap perubahan dan memiliki jiwa inisiatif yang tinggi. Guru harus berlatih untuk dapat memecahkan masalah-masalah yang akan dihadapi dalam implementasi kurikulum baru ini.

Perubahan kurikulum yang membuat berkurang bahkan hilangnya jam mengajar jangan sampai menyurutkan semangat mengajar guru. Satuan pendidikan harus aktif dan kreatif dalam mengelola jam mengajar guru ini, sehingga prinsip keadilan dan pemenuhan syarat jam mengajar dapat terpenuhi.

Minimnya pedoman yang disiapkan, menjadi pekerjaan rumah tersendiri bagi pemerintah. Pemerintah harus segera menyiapkan kekurangan tersebut. Masalah ketidaksesuaian buku juga harus segera ditindaklanjuti, guru harus ikut aktif dalam menyaring substansi yang ada dalam buku terutama yang diberikan kepada siswa sehingga tidak ada kesalahan pemahaman siswa terhadap materi yang disampaikan.

Bagi pemerintah, perlu dilakukan pengkajian lebih dalam mengenai pengembangan kurikulum yang lebih luas, dengan mempertimbangkan pada kondisi geografis Indonesia. Jangan sampai kurikulum baru hanya dapat diterapkan di kota-kota besar saja tetapi harus dapat merangkul seluruh wilayah Indonesia, mengingat sekarang uji coba hanya dilakukan di kota-kota besar.

Kurikulum merupakan jembatan dalam menyukseskan pendidikan sebagai modal dasar pembangunan nasional untuk itu pelaksanaannya perlu dikawal, dikritisi, dan terus dievaluasi dengan segenap kekurangan dan kelebihannya. Dengan dukungan dan fondasi yang kuat dari pemerintah, DPR-RI, dan masyarakat melalui pelaksanaan Kurikulum 2013 maka tujuan pendidikan pun dapat dicapai dengan baik.

Rujukan:1. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI

(2013). Dokumen Sosialisasi Kurikulum 2013. Jakarta: Kemendikbud.

2. UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

3. Paparan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI oleh Mendikbud dalam Diskusi Publik Fraksi Partai GOLKAR

“Mampukah Kurikulum 2013 Menjawab Tantangan Generasi Emas 2045?” 18 Februari 2013.

4. Paparan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, “Desain Induk Penyiapan Kurikulum 2013” dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi X DPR-RI tanggal 15 Januari 2013.

5. “Isi Buku Kurikulum 2013 Bermasalah,” http://www.riaupos.co/33944-berita.html, diakses 1 Oktober 2013.

6. “Jangan Paksa Diri Demi Kurikulum 2013,” http://edukasi.kompas.com/read/2013/09/02/1033114, diakses 1 Oktober 2013.

7. “Permendikbud No 81 A tentang Implementasi Kurikulum,” http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2013/08/21/, diakses 2 Oktober 2013.

8. “Pelaksanaan Kurikulum Di Salatiga Masih Menyisakan Persoalan,” http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/news/2013/09/09/171366, diakses 1 Oktober 2013.

9. “Ada Sejumlah Masalah Krusial dalam Implementasi Kurikulum 2013,” http://w w w. m e t r o t v n e w s . c o m / m e t r o n e w s /read/2013/07/11/3/167491, diakses 1 Oktober 2013.

10. “Problematika Implementasi Kurikulum 2013,” http://koran.tempo.co/konten/2013/07/10/315407, diakses 1 Oktober 2013.

11. “Kurikulum 2013 Tidak Pas untuk SD,” http://www.jpnn.com/read/2013/09/12/190544, diakses 1 Oktober 2013.

12. “Penerapan Kurikulum Sisakan Persoalan,” http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2013/08/31/235269/16/, diakses 1 Oktober 2013.

13. “Implementasi Masih Bermasalah,” http://www.tribunnews.com/nasional/2013/07/16, diakses 1 Oktober 2013.

14. “DPR Didesak Tinjau Sekolah Evaluasi Implementasi Kurikulum,” http://www.tribunnews.com/nasional/2013/07/11, diakses 1 Oktober 2013.

15. “Kemendikbud Dinilai Minim Persiapan Jelang Implementasi Kurikulum 2013,” http://www.tribunnews.com/nasional/2013/07/12, diakses 1 Oktober 2013.

16. “Evaluasi Implementasi Kurikulum 2013,” http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2013/09/28/238239/16, diakses 1 Oktober 2013.

Page 13: Vol. V, No. 19/I/P3DI/Oktober/2013

- 13 -

Vol. V, No. 19/I/P3DI/Oktober/2013

Info Singkat© 2009, Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Sekretariat Jenderal DPR RIwww.dpr.go.idISSN 2088-2351

E KO N O M I DA N K E B I J A K A N P U B L I K

KEBIJAKAN LOAN TO VALUE

GUNA MEMBATASI PEMBERIAN KPR

Dewi Restu Mangeswuri*)

Abstrak

Bank Indonesia sejak 30 September 2013, resmi memberlakukan aturan pembatasan besaran kredit di perbankan konvensional dan financing to value bagi perbankan syariah untuk kredit pemilikan properti (KPR) dan kredit konsumsi beragun properti. Sasaran utama dari peraturan tersebut adalah mengantisipasi risiko gagal bayar yang disebabkan penurunan kemampuan pelunasan kredit, selain juga melindungi konsumen properti dari aksi spekulasi. Tetapi yang menjadi permasalahan bagi pengembang, selama ini mereka mengandalkan dana konsumen inden untuk membangun perumahan. Upaya yang dapat dilakukan pemerintah dalam hal ini yaitu menyiapkan aturan pendukung dari kebijakan BI terkait dengan LTV sektor properti untuk menghindari risiko. Untuk itu perlu ada kerja sama antara pemerintah dan BI, agar sektor properti dapat dikelola dengan baik.

A. PendahuluanTerbitnya UU No. 1 Tahun 2011 tentang

Perumahan dan Kawasan Permukiman tanggal 12 Januari 2011 secara jelas menyatakan hak setiap warga negara akan perumahan (Pasal 19). Sistem pembiayaan menjadi bagian penting dari pembangunan perumahan dan kawasan permukiman, karena di dalamnya mencantumkan tentang pendanaan dan pembiayaan perumahan. Menurut data BPS, kebutuhan rumah saat ini adalah 13,6 juta unit atau masih terdapat backlog hingga 7,1 juta. Adapun kebutuhan rumah baru mencapai 800.000 unit tiap tahun, sedangkan jumlah pasokan hanya 400.000.

Berdasarkan monitoring Bank Indonesia (BI), pertumbuhan kredit multiguna termasuk kredit/pembiayaan konsumsi beragun properti selama beberapa tahun terakhir menunjukkan peningkatan yang cukup tinggi. Namun, yang menjadi masalah dalam beberapa tahun terakhir, harga properti mengalami kenaikan yang kurang rasional dari nilai jual sesungguhnya. Hal ini berpotensi meningkatkan risiko bagi perbankan terutama terkait siklus boom and bust dari harga properti.

Mulai tanggal 30 September 2013, BI menyempurnakan ketentuan rasio kredit terhadap nilai agunan (loan to value/LTV) dan rasio pembiayaan terhadap nilai agunan

*) Peneliti bidang Ekonomi Kebijakan Publik pada Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Setjen DPR RI, e-mail: [email protected]

Page 14: Vol. V, No. 19/I/P3DI/Oktober/2013

- 14 -

(financing to value/FTV) untuk KPR dan kredit konsumsi beragun properti. Upaya penyempurnaan ketentuan LTV/FTV itu dilatarbelakangi oleh tingginya pertumbuhan kredit di sektor properti, khususnya kredit untuk rumah tapak dan rumah susun (flat dan apartemen) pasca-penerapan ketentuan LTV/FTV pada pertengahan 2012.

B. Kebijakan Loan to ValueRasio LTV merupakan angka rasio antara

nilai kredit yang dapat diberikan oleh Bank terhadap nilai agunan pada saat awal pemberian kredit, ditetapkan maksimal 70 persen. Ruang lingkup KPR yang dimaksud meliputi kredit konsumsi kepemilikan rumah tinggal, termasuk rumah susun atau apartemen namun tidak termasuk rumah kantor dan rumah toko, dengan tipe bangunan lebih dari 70 m2. Pengaturan mengenai LTV dikecualikan terhadap KPR dalam rangka pelaksanaan program perumahan pemerintah.

Alasan perlunya penyesuaian ketentuan LTV/FTV adalah untuk lebih meningkatkan aspek kehati-hatian bank dalam penyaluran kredit terkait properti.

Ketentuan ini berlaku baik untuk Bank Umum Konvensional maupun Bank Umum Syariah (BUS) dan Unit Usaha Syariah (UUS) menggantikan ketentuan sebelumnya yaitu:- SE BI No. 14/10/DPNP tanggal 15 Maret

2012 perihal Penerapan Manajemen Risiko pada Bank yang Melakukan Pemberian Kredit Pemilikan Rumah dan Kredit Kendaraan Bermotor; serta

- SE BI No. 14/33/DPbS tanggal 27 November 2012 perihal Penerapan Kebijakan Produk Pembiayaan Kepemilikan Rumah dan Pembiayaan Kendaraan Bermotor bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah.

Dalam penetapan besaran LTV/FTV, BI tidak menggunakan nominal rupiah tetapi ukuran luas rumah sebagai acuan, karena ukuran nominal rupiah dinilai kurang tepat mengingat terdapat disparitas harga di masing-masing wilayah. Selain itu kebijakan tersebut memerlukan pengkinian harga yang menjadi acuan ketentuan dari waktu ke waktu. Hal tersebut menyebabkan proses monitoring dan upaya penegakan kebijakan menjadi tidak efisien. Selain itu, penggolongan rumah berdasarkan ukuran luas telah digunakan sebagai standar dalam pelaporan bank ke BI, sehingga memudahkan pelaksanaan monitoring dan penegakan kebijakan.

Perhatian terhadap pertumbuhan harga properti dan pertumbuhan KPR ini diperkuat dengan tambahan informasi bahwa di lapangan terdapat pembelian properti secara bulk (lebih dari 1 bahkan 10 unit sekaligus), baik menggunakan KPR ataupun secara cash atau cash bertahap. Data Sistem Informasi Debitur (SID) per April 2013 menunjukkan adanya debitur yang memiliki KPR lebih dari satu sebanyak 35.298 debitur (sekitar 4,6 persen dari total 768.132 debitur KPR), dengan nilai baki debet Rp31,8 triliun (12,4 persen dari total Baki debet KPR posisi April 2013 sebesar Rp257,6 triliun). Dengan perilaku demikian, maka permintaan terhadap perumahan diperkirakan akan terus meningkat dan dikhawatirkan terus mendorong kenaikan harga rumah.Aturan LTV KPR yang baru ini di antaranya untuk memperlambat laju peningkatan konsentrasi risiko kredit pada sektor properti, serta mendorong penerapan prinsip kehati-hatian dalam penyaluran kredit. Menurut Difi A Johansyah, Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, tingginya pertumbuhan sektor properti juga mempengaruhi perilaku debitur dalam memanfaatkan kredit/pembiayaan dari bank. Hal ini terlihat dari beberapa indikasi yang menunjukkan penggunaan kredit konsumsi

Tabel 1. Ketentuan LTV untuk Fasilitas Kredit

Kedua, Ketiga dan Seterusnya

Tipe Kredit/Pembiayaan atau

Agunan

LTV/FTV Maksimum

I II > II

KPR Tipe > 70 70% 60% 50%KPRS Tipe > 70 70% 60% 50%KPR Tipe 22–70 - 70% 60%KPRS Tipe 22–70 80% 70% 60%KPRS Tipe sd 21 - 70% 60%KP Ruko/Rukan - 70% 60%

Sumber: Bank Indonesia, www.bi.go.id, diakses 7 Oktober 2013.

Page 15: Vol. V, No. 19/I/P3DI/Oktober/2013

- 15 -

lainnya untuk pembelian properti atau sebagai tambahan uang muka pembelian properti.

Ketentuan yang baru memberlakukan LTV/FTV dengan persentase yang menurun (regresif ) untuk mengantisipasi peningkatan konsentrasi risiko kredit di sektor properti, serta dengan mempertimbangkan profil risiko debitur/nasabah termasuk kemampuan pelunasan kredit (repayment capacity). Ditegaskan pula bahwa kebijakan pengaturan pemberian KPR untuk rumah ke-2 dan ke-3 ini dimaksudkan untuk menjaga stabilitas sistem keuangan dan memperkuat ketahanan perbankan dengan mengedepankan prinsip kehati-hatian.

Kebijakan BI dimaksud selanjutnya dituangkan dalam pengaturan LTV lebih lanjut dengan pokok-pokok pengaturan di antaranya, pengaturan LTV yang lebih rendah untuk KPR/KPA kedua, ketiga dan seterusnya, pengenaan LTV untuk rumah tinggal dengan tipe 22–70 m2 untuk KPR kedua, ketiga dan seterusnya, pengenaan LTV untuk KPA pertama tipe 22–70 m2, dan melarang pemberian kredit/pembiayaan tambahan untuk uang muka pembelian properti, serta suami istri dianggap sebagai satu debitur. Dengan demikian, bila debitur yang masih memiliki KPR/KPA/Kredit konsumsi beragun properti yang belum lunas mengajukan KPR/KPA lagi atas nama suami/istri, maka akan dikenakan ketentuan LTV yang lebih rendah karena merupakan KPR/KPA kedua. Hal ini dikecualikan jika suami-istri memiliki perjanjian pisah harta yang disahkan notaris.

Di sisi lain, ketentuan LTV/FTV untuk KPR dan kredit konsumsi beragun properti

itu juga bertujuan untuk memberikan kesempatan yang lebih besar bagi masyarakat berpenghasilan menengah-bawah untuk memperoleh rumah layak huni serta meningkatkan aspek perlindungan konsumen di sektor properti.

C. Respon terhadap Kebijakan Loan to Value

Dari sisi bank, mereka menyambut positif aturan baru ini, dan diharapkan kualitas kredit properti tetap baik dan terhindar dari kredit bermasalah (non performing loan/NPL). Pada akhirnya kinerja keuangan bank terjaga baik pula. Apalagi tekanan terhadap ekspansi kredit properti juga terimbas oleh kenaikan suku bunga kredit berkisar 25–50 basis poin menyusul kenaikan suku bunga acuan (BI rate) sebesar 75 basis poin dalam dua bulan terakhir ini.

Berbeda dengan pendapat BI, dari sisi pengembang dalam hal ini Real Estat Indonesia (REI) menolak keras dan meminta Bank Sentral agar mengkaji ulang aturan tersebut. Mereka menilai bahwa hal ini akan menghambat penjualan sehingga mengganggu cash flow perusahaan. BI tidak mengatur besaran uang muka KPR pertama, namun untuk KPR kedua dan ketiga BI mengatur besaran uang muka sebesar 20–30 persen. Kalau untuk rumah kedua, ketiga dan seterusnya yang dibeli dengan KPR tidak boleh inden, sehingga pengembang harus memanfaatkan fasilitas kredit konstruksi untuk membiayai pembangunan rumah. Sementara, para pengembang merasa besarnya bunga kredit konstruksi nilainya sangat tinggi dan syarat untuk mendapatkan kredit tidaklah

Tabel 2.Debitur dengan Lebih dari Satu Fasilitas KPR

No

Jum

lah

KP

R

Jum

lah

Deb

itur

Pang

sa Ju

mla

h D

ebit

ur

Jum

lah

Rum

ah

Tota

l Pla

fon

(Rp

Mili

ar)

Pang

sa T

otal

P

lafo

n

Tota

l Bak

i D

ebet

(R

p M

iliar

)

NP

L (R

p M

iliar

)

% N

PL

1 2 31.368 88,9% 62.736 24.878 72,1% 22.968 366 1,6%2 3–6 2.937 8,3% 8.811 5.796 16,8% 5.288 45 0,9%3 6–9 942 2,7% 4.092 3.211 9,3% 3.001 9 0,3%4 > 9 46 0,1% 384 618 1,8% 573 - 0,0%

Sumber: Bank Indonesia, www.bi.go.id, diakses 7 Oktober 2013.

Page 16: Vol. V, No. 19/I/P3DI/Oktober/2013

- 16 -

mudah. Jika aturan ini tetap diberlakukan, maka REI memperkirakan akan ada sekitar 180.000 tenaga kerja di sektor properti yang kehilangan pekerjaan.

Kebijakan BI yang melarang pengucuran KPR yang masih inden (belum selesai dibangun) dianggap membebani pengembang di bawah naungan REI. Ketua Umum REI Setyo Maharso mengatakan, DPP REI akan mendesak BI untuk melonggarkan aturan kredit konstruksi atau menunda penerapan larangan pemberian KPR inden untuk rumah kedua dan seterusnya. Penerapan pengetatan KPR inden dianggap dapat mematikan sektor properti secara perlahan-lahan, masalahnya KPR inden merupakan salah satu sumber pendanaan bagi pengembang lantaran tidak adanya kredit konstruksi.

Banyak kalangan, terutama analis dan ekonom mengapresiasi kebijakan yang akan dipertajam oleh BI dengan menerapkan LTV secara progresif untuk rumah kedua dan seterusnya. Pasalnya, rumah kedua dan seterusnya lebih bersifat spekulasi, berbeda halnya dengan rumah pertama yang memang untuk kebutuhan tempat tinggal. Kualitas dan kemampuan keuangan calon konsumen pun menjadi lebih terseleksi sehingga developer terbantu dalam memasarkan properti secara efisien karena profil konsumennya tepat sasaran.

D. PenutupKebijakan BI yang memperketat syarat

pengajuan terutama dalam hal LTV ini diharapkan mampu menahan pertumbuhan kredit properti yang cukup tinggi. Begitu ketat dan mengikatnya aturan baru tersebut, membuat para pengembang mengkritik keras dan meminta Bank Sentral agar mengkaji ulang. Di satu sisi properti memiliki andil terhadap pertumbuhan ekonomi, penyerapan tenaga kerja dan relatif tidak tergantung produk impor. Tetapi, di sisi lain, peningkatan harga di sektor properti akan menjadi masalah pada saat pembeli tidak mampu mengangsur kreditnya.

Upaya yang dapat dilakukan adalah:1. Mempercepat perbaikan infrastruktur dan

berbagai pendukung industri properti.

2. Mempermudah berbagai bentuk perizinan terutama terkait sertifikat, izin lokasi, dan izin mendirikan bangunan.

3. Memantau secara rutin harga tanah, sehingga harga properti juga tidak terlalu tinggi.

4. DPR RI melakukan pengawasan, khususnya terkait kemudahan akses bagi masyarakat untuk memperoleh KPR.

5. Memaksimalkan peran Perumnas selaku penyedia perumahan murah bagi masyarakat menengah bawah, sebab apabila dikuasai oleh pengembang swasta maka harga properti sudah tidak wajar lagi.

Kebijakan BI ini tidak akan bisa efektif mencapai maksud dan tujuannya kalau tidak diimbangi dengan kebijakan pemerintah. Oleh karena itu, sangat tepat apabila pemerintah akan menyiapkan aturan pendukung dari kebijakan BI terkait dengan LTV sektor properti untuk menghindari risiko bubble. Hal itu disebabkan harga properti sudah meningkat di luar harga normal. Untuk itu perlu ada kerja sama antara pemerintah dan BI agar sektor properti dapat dikelola dengan baik.

Rujukan:1. “Bank Indonesia,” www.bi.go.id, diakses 7

Oktober 2013.2. “BI Resmi Batasi Pemberian KPR untuk

Rumah Ke-2 dan Ke-3,” http://www.tribunnews.com/bisnis/2013/09/25, diakses 25 September 2013.

3. “Ketentuan Rasio LTV/FTV Kredit Disempurnakan,” Business News, 26 September 2013.

4. “Hari Ini, BI Resmi Berlakukan Aturan Baru Uang Muka KPR,” http://m.news.viva.co.id/news/read/447861, diakses 30 September 2013.

5. “Larangan KPR Inden, BI Cegah Harga Properti Melambung,” Kompas, 30 September 2013.

6. “Kebijakan BI Tekan Spekulasi, Kualitas Nasabah agar Dicek,” Kompas, 1 Oktober 2013.

7. “BI Rilis Penyempurnaan Aturan LTV KPR,” http://www.beritasatu.com/ekonomi/140545, diakses 1 Oktober 2013.

8. “Aturan LTV Tekan Pertumbuhan KPR,” Bisnis Indonesia, 1 Oktober 2013.

Page 17: Vol. V, No. 19/I/P3DI/Oktober/2013

- 17 -

Vol. V, No. 19/I/P3DI/Oktober/2013

Info Singkat© 2009, Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Sekretariat Jenderal DPR RIwww.dpr.go.idISSN 2088-2351

P E M E R I N TA H A N D A L A M N E G E R I

KERJA SAMA KPU DAN LEMBAGA SANDI NEGARA

UNTUK AMANKAN DATA PEMILU

Indra Pahlevi*)

Abstrak

KPU bekerja sama dengan Lembaga Sandi Negara melalui penandatanganan nota kesepahaman tanggal 24 September 2013. Kerja sama dimaksudkan untuk pengamanan data pemilu khususnya perolehan suara. Kerja sama tersebut, perlu dikritisi dan dikawal guna menghindari terjadinya penyalahgunaan kekuasaan. DPR-RI harus berperan aktif mengawasi setiap tahapan penyelenggaraan pemilu termasuk penghitungan perolehan suara dan kursi, salah satunya melalui pembentukan Panitia Kerja yang khusus mengawasi penyelenggaraan tiap tahapan pemilu dan melakukan tinjauan lapangan secara periodik, selain melalui forum rapat dengar pendapat.

A. Pendahuluan

Tanggal 24 September 2013 KPU menandatangani nota kesepahaman dengan Lembaga Sandi Negara (Lemsaneg) untuk menjamin pengamanan data perolehan suara dari tempat pemungutan suara hingga ke tingkat nasional. Selain pengamanan sistem jaringan informasi dan teknologi milik KPU, Lemsaneg juga akan menerjunkan anggotanya ke beberapa daerah untuk mengamankan data perolehan suara. Banyak kritik terhadap kerja sama tersebut, karena dikhawatirkan akan menimbulkan persoalan baru seperti penyalahgunaan data untuk kepentingan kelompok tertentu. Menurut Wakil Ketua Komisi II DPR-RI Arif Wibowo, Lemsaneg

berada di bawah Kementerian Pertahanan yang bertanggung jawab kepada Presiden, sehingga dikhawatirkan independensi KPU akan terganggu karena terbuka celah intervensi dari partai politik tertentu.

DPR-RI melalui Komisi II merasa perlu melakukan klarifikasi dan berniat mengundang KPU untuk menjelaskan secara terbuka perihal kerja sama tersebut. Menurut Hakam Naja, Wakil Ketua Komisi II DPR-RI, pengamanan data KPU bukan wilayah institusi semacam Lemsaneg, sehingga rawan terjadi intervensi politik. Pandangan berbeda disampaikan Ketua Komisi II DPR-RI, Agun Gunadjar Sudarsa yang menilai baik kerja sama tersebut. Menurut Agun, kerja sama tersebut adalah wujud kreativitas KPU atas desakan semua pihak yang

*) Peneliti bidang Politik dan Pemerintahan Indonesia pada Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Setjen DPR RI, e-mail: [email protected]

Page 18: Vol. V, No. 19/I/P3DI/Oktober/2013

- 18 -

tak ingin kejadian di Pemilu 2009 kembali terulang seperti data pemilih yang amburadul, serta surat suara resmi yang hilang di dalam kapal laut saat proses transportasi.

Terhadap kekhawatiran tersebut, KPU menyatakan menjamin independensi lembaganya dari intevensi pihak manapun dan menyatakan hal itu semata kerja sama untuk pengamanan data pemilu. Komisioner KPU, Ferry Kurnia Rizkiyansyah mengatakan, tujuan KPU menggandeng Lemsaneg murni untuk pengamanan data pemilu, misalnya dari serangan hacker. KPU bahkan tidak hanya bekerja sama dengan Lemsaneg dalam memproteksi data, tetapi juga dengan pihak lain yang memahami IT. Pertimbangan KPU lainnya, karena Lemsaneg legal milik negara. KPU percaya pada integritas dan kredibilitas Lemsaneg.

Muncul persoalan, kondisi yang ada belum sepenuhnya kondusif. Dikhawatirkan Lemsaneg dan KPU akan mudah diintervensi secara politik. Oleh karena itu, DPR-RI khususnya Komisi II yang bermitra dengan KPU dan Komisi I yang bermitra dengan Lemsaneg harus senantiasa mengawasi pelaksanaannya. Kesepakatan ini rawan penyelewengan oleh penguasa.

B. Kerja Sama KPU dan Lembaga Sandi Negara

Hingga saat ini, publik belum mengetahui secara rinci nota kesepahaman antara KPU dan Lemsaneg. Dalam berbagai kesempatan baik KPU maupun Lemsaneg hanya menyampaikan bahwa kesepahaman tersebut terkait dengan pengamanan data pemilu khususnya data perolehan suara. Secara formal memang pihak KPU yang meminta Lemsaneg untuk bekerja sama. Lemsaneg menyambut baik tawaran KPU dan menyetujui untuk terlibat dalam proses pemilu 2014.

Menurut Kepala Lemsaneg Mayjen TNI Djoko Setiadi, pihaknya akan mengamankan semua perolehan hasil pemungutan suara dari tempat pemungutan suara (TPS) dan selanjutnya akan dikirim melalui jalur yang paling aman. Lemsaneg bertugas agar data tersebut tidak disadap, diretas, dimanipulasi, dan diubah-ubah oleh siapapun.

Secara teknis, nota kesepahaman juga mengatur sistem pemrosesan data perolehan suara. Menurut Hadar Gumay, Komisioner KPU, sistem enkripsi Lemsaneg bisa melindungi data-data pemilu ketika dikirim ke pusat data. Data pemilihan dikirim dari seluruh Indonesia lewat internet secara terbuka. Oleh karena itu perlu dilindungi (di-protect) agar tidak diganggu oleh pihak luar. Jika itu terjadi, maka data akan kacau. Tugas utama Lemsaneg menjamin agar pengiriman data tidak dipotong di tengah jalan. Data itu harus disandikan agar tidak dapat dibaca pihak lain. Proses itu dilakukan melalui sistem enkripsi yang dimiliki Lemsaneg.

Hal terpenting dari kerja sama KPU dan Lemsaneg adalah akses publik tetap terbuka. Hal itu dijanjikan oleh Komisioner KPU, Ferry Kurnia Rizkiyansyah, bahwa Lemsaneg berada pada ranah proteksi data saja. Oleh karena itu KPU mengharapkan Lemsaneg menyiapkan sumber daya manusia yang handal guna tercapainya tujuan dimaksud yakni amannya data perolehan suara dari TPS hingga ke tingkat nasional. Menurut UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP), nota kesepahaman antar lembaga merupakan sebuah informasi publik sebagaimana definisi informasi publik menurut Pasal 1 angka 2 yang menyatakan bahwa informasi publik adalah informasi yang dihasilkan, disimpan, dikelola, dikirim, dan/atau diterima oleh suatu badan publik yang berkaitan dengan penyelenggara dan penyelenggaraan negara dan/atau penyelenggara dan penyelenggaraan badan publik lainnya yang sesuai dengan UU ini serta informasi lain yang berkaitan dengan kepentingan publik. Ketentuan tersebut dikuatkan dengan adanya kewajiban bagi penyelenggara negara (badan publik) untuk menyampaikan informasi tersebut kepada publik (Pasal 7).

Secara yuridis, KPU memiliki beberapa tugas dan wewenang serta kewajiban sebagaimana diatur dalam Pasal 8 UU No. 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu. Dalam kaitannya dengan proses penghitungan perolehan suara yang diatur pada Bab XI UU No. 8 Tahun 2012 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD sejak tingkat TPS hingga KPU di Jakarta, terdapat mekanisme

Page 19: Vol. V, No. 19/I/P3DI/Oktober/2013

- 19 -

penghitungan perolehan suara di tiap TPS dan kemudian dilakukan rekapitulasi di tiap tingkatan yaitu PPS (Panitia Pemungutan Suara), PPK (Panitia Pemilihan Kecamatan), KPU Kabupaten/Kota, KPU Provinsi, dan terakhir di KPU Pusat di Jakarta. Semua tugas, wewenang, dan kewajiban KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota yang tercantum dalam undang-undang tersebut harus dapat dipertanggungjawabkan, apalagi terdapat kewajiban KPU untuk senantiasa menyampaikan laporan secara periodik mengenai tahapan penyelenggaraan pemilu kepada Presiden, DPR-RI, dan Bawaslu serta menyampaikan laporan penyelenggaraan pemilu ketika pemilu berakhir dengan jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh hari) setelah pengucapan sumpah/janji.

C. Sejarah, Tugas, dan Fungsi Lembaga Sandi Negara

Secara historis, kegiatan persandian dalam pemerintahan telah berlangsung sejak berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dimulai dari Jawatan Tehnik bagian B Kementerian Pertahanan pada masa perjuangan kemerdekaan baik di Jakarta maupun saat pemerintahan RI di Yogyakarta dan Pemerintahan Darurat RI di Bukittinggi, kemudian mendukung kegiatan diplomasi di Kementerian Luar Negeri dan Perwakilan RI di New Delhi, Den Haag, dan New York. Melalui perintah lisan Menteri Pertahanan tentang perlunya organisasi pelaksana fungsi persandian, maka dibentuk “Dinas Kode” Kementerian Pertahanan pada tanggal 4 April 1946, yang kemudian melembaga menjadi “Djawatan Sandi” dengan Surat Keputusan Menteri Pertahanan nomor 11/MP/1949 pada tanggal 2 September 1949. Dalam konteks lintasan sejarah inilah, tanggal 4 April ditetapkan sebagai Hari Persandian Republik Indonesia.

Melalui SK Presiden RIS nomor 65/1950, pada tanggal 14 Februari 1950, terjadi pemisahan struktur organisasi persandian dari Kementerian Pertahanan, yang berada langsung di bawah Presiden. Pada 22 Februari 1972 menjadi “Lembaga Sandi Negara” dengan Keppres No. 7/1972. Sejalan dengan konsolidasi/penataan struktur kelembagaan Pemerintah, terjadi perubahan landasan hukum Lemsaneg, berturut-turut pada 18 Juli 1994 dengan Keppres Nomor 54/1994, pada 7 Juli 1999 dengan Keppres Nomor 77/1999, dan terakhir dengan Keppres Nomor 103/2001.

Tugas dan fungsi Lemsaneg berdasarkan Peraturan Kepala Lemsaneg Nomor OT.001/PERKA.122/2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Sandi Negara, Lemsaneg mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintah di bidang persandian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Lemsaneg menyelenggarakan fungsi:1. Pengkajian dan penyusunan kebijakan

nasional di bidang persandian;2. Koordinasi kegiatan fungsional dalam

pelaksanaan tugas Lemsaneg;3. Fasilitas dan pembinaan terhadap kegiatan

instansi pemerintah di bidang persandian;4. Penyelenggaraan pembinaan pelayanan

administrasi umum di bidang perencanaan umum, ketatausahan, organisasi dan tata laksana, kepegawaian, keuangan, kearsipan, hukum, persandian, perlengkapan dan rumah tangga.

Kepala

Bagan Struktur Organisasi Lembaga Sandi Negara

STSNPusdiklat Inspektorat

Deputi Bidang Pengamanan Persandian

Deputi Bidang PengkajianPersandian

Deputi Bidang Pembinaan dan Pengendalian Persandian

Sekretariat Utama

Page 20: Vol. V, No. 19/I/P3DI/Oktober/2013

- 20 -

D. Peran DPR-RI

Penyelenggaraan pemilu yang dilaksanakan oleh KPU (secara hirarkis) harus diawasi secara ketat oleh para lembaga negara khususnya DPR-RI yang memiliki fungsi untuk itu. Ada 2 lembaga yang terlibat yaitu KPU yang bermitra dengan Komisi II dan Lemsaneg yang bermitra dengan Komisi I. Setiap komisi dapat melakukan pengawasannya melalui forum rapat dengar pendapat secara sendiri-sendiri atau dapat juga dilakukan rapat gabungan antara Komisi I dan Komisi II guna mengetahui secara rinci pelaksanaan nota kesepahaman tersebut.

Komisi I sudah mengawali dengan mengundang Lamsaneg dan beberapa lembaga lain yakni KPU, Bawaslu, dan KPI dalam forum rapat dengar pendapat tanggal 3 Oktober 2013 lalu. Menurut Ketua Komisi I, Mahfudz Siddiq pertemuan ini dilaksanakan untuk menjawab keresahan publik sehingga perlu penjelasan dari pihak-pihak yang terlibat. Salah satu hasil terpenting adalah perlunya audit dari pihak eksternal (swasta) terhadap sistem informasi yang digunakan KPU. Tugas DPR-RI adalah mengawasi secara ketat dan periodik sebagaimana tercantum dalam ketentuan perundang-undangan, setiap tahapan pemilu termasuk tahapan penghitungan perolehan suara dan kursi dari setiap tingkatan.

Selanjutnya, Komisi II harus memastikan bagaimana setiap tahapan pemilu berjalan melalui forum rapat dengar pendapat dengan KPU dan rapat kerja dengan Menteri Dalam Negeri, juga harus secara periodik turun ke lapangan. Khusus terhadap kerja sama antara KPU dan Lemsaneg ini, maka Komisi II dan dapat bersama dengan Komisi I melakukan pengawasan lapangan yakni ke KPU termasuk di daerah serta Lemsaneg dengan melibatkan ahli teknologi informasi, sehingga kontrol atau pengawasan DPR-RI dapat lebih efektif.

Jika ditemukan kejanggalan serta permasalahan yang mengarah kepada terganggunya penyelenggaraan pemilu, maka DPR-RI harus cepat memberikan rekomendasi dan solusi guna menghindari ketidakakuratan data yang berimbas pada validitas hasil pemilu. Perlu dipikirkan membentuk Panitia Kerja yang

khusus mengawasi tahapan penyelenggaraan pemilu termasuk terhadap kerja sama KPU dan Lemsaneg.

E. Penutup

Kerja sama KPU dan Lemsaneg dapat dilakukan sepanjang tidak mengganggu sifat transparansi dan akuntabilitas KPU sebagai penyelenggara pemilu. KPU dan Lemsaneg harus secara periodik menyampaikan laporan kegiatan kepada DPR-RI sejak persiapan hingga penetapan hasil pemilu 2014. DPR-RI melalui Komisi I dan II harus berperan aktif dalam mengawasi kerja sama ini melalui forum rapat dengar pendapat dan tinjauan lapangan guna mengetahui bagaimana sistem itu bekerja secara transparan. DPR-RI perlu membentuk Panitia Kerja agar pengawasan terhadap penyelenggaraan tiap tahapan pemilu dapat lebih fokus dan periodik.

Diharapkan kerja sama KPU dan Lemsaneg dapat berjalan sesuai koridor hukum serta mencapai tujuannya dengan keterlibatan DPR-RI sebagai lembaga perwakilan rakyat yang memiliki fungsi mengawasi.

Rujukan:1. Undang-Undang No. 15 Tahun 2011 tentang

Penyelenggara Pemilu.2. Undang-Undang No. 8 Tahun 2012 tentang

Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD.3. Undang-Undang No. 14 Tahun 2008 tentang

Keterbukaan Informasi Publik.4. “Kerja Sama KPU dengan Lembaga Sandi

Negara Dipersoalkan,” Koran Tempo, 2 Oktober 2013, hlm. A7.

5. “Jawab Keresahan, Komisi I Panggil KPU dan Lamsenag,” http://www.beritasatu.com/nasional/142069.html, diakses 4 Oktober 2013.

6. “KPU: Lembaga Sandi Negara untuk Proteksi Data Pemilu,” http://politik.news.viva.co.id/news/read/448234, diakses 4 Oktober 2013.

7. “Amankan Data Pemilu Tugas KPU Bukan Lemsaneg,” http://presiden2014.com/news/index.php/, diakses 4 Oktober 2013.

8. “Gandeng Lemsaneg, KPU Janji Tetap Transparan, http://nasional.sindonews.com/read/2013/09/30/12/789040, diakses 4 Oktober 2013.

9. “Lembaga Sandi Negara,” www.lemsaneg.go.id, diakses 4 Oktober 2013.