hubungan antara bronkoskopi dengan sitologi pa …repository.ub.ac.id/167677/1/mochamad naufal...

73
HUBUNGAN ANTARA BRONKOSKOPI DENGAN SITOLOGI PA PASIEN SUSPEK KANKER PARU PROPOSAL TUGAS AKHIR Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran Oleh: Mochamad Naufal Bachtiar NIM. 145070100111014 PROGRAM STUDI S1 KEDOKTERAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2017

Upload: others

Post on 21-Oct-2020

13 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • HUBUNGAN ANTARA BRONKOSKOPI DENGAN SITOLOGI PA PASIEN

    SUSPEK KANKER PARU

    PROPOSAL TUGAS AKHIR

    Untuk Memenuhi Persyaratan

    Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

    Oleh:

    Mochamad Naufal Bachtiar

    NIM. 145070100111014

    PROGRAM STUDI S1 KEDOKTERAN

    FAKULTAS KEDOKTERAN

    UNIVERSITAS BRAWIJAYA

    MALANG

    2017

  • ii

    HALAMAN PENGESAHAN

    TUGAS AKHIR

    HUBUNGAN ANTARA BRONKOSKOPI DENGAN SITOLOGI PA PASIEN

    SUSPEK KANKER PARU

    Oleh :

    Mochamad Naufal Bachtiar

    NIM 145070100111014

    Telah diuji pada

    Hari : Rabu

    Tanggal : 6 Desember 2017

    dan dinyatakan lulus oleh :

    Penguji-I

    Dr. Djoko Santoso, M.Kes, DAHK

    NIP20170448061611001

    Pembimbing I Pembimbing II

    dr. Ngakan Putu Parsama P, Sp. P

    NIP. 196608122009041001

    Dr. dr. Wisnu Barlianto M.Si.Med,Sp. A (K)

    NIP. 197307262005011008

    Mengetahui,

    Ketua Program Studi Kedokteran,

    dr. Triwahju Astuti, M.Kes., Sp.P(K)

    NIP. 196310221996012001

  • iii

    KATA PENGANTAR

    Segala puji hanya bagi Allah SWT yang telah memberi petunjuk-Nya

    sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan lancar dan tepat

    waktu.

    Tugas Akhir disusun sebagai salah satu syarat dalam memperoleh gelar

    Sarjana Kedokteran dengan judul “Hubungan Antara Bronkoskopi dengan Sitologi

    PA Pasien Suspek Kanker Paru”

    Dengan selesainya Tugas Akhir ini, penulis mengucapkan terimakasih

    yang tak terhingga kepada:

    1 dr. Ngakan Putu Parsama Putra, Sp.P sebagai pembimbing I penelitian ini

    yang dengan sangat luar biasa membagikan ilmu dan bimbingannya

    sehingga dapat terwujud penelitian ini dan penulis mampu menyajikannya

    dalam bentuk sebuah tugas akhir.

    2 Dr. dr. Wisnu Barlianto M.Si.Med, Sp.a(K) selaku pembimbing II penelitian

    ini yang telah memberikan bimbingannya selama penelitian ini berjalan

    sehingga penulis dapat menulis nya sebagai tugas akhir.

    3 Dr. Djoko Santoso M.Kes, DAHK selaku Ketua Tim Penguji.

    4 dr. Triwahju Astuti, M.Kes., Sp.P(K) sebagai Ketua Program Studi

    Pendidikan Dokter yang telah membimbing penulis menuntut ilmu di

    Program Studi Pendidikan Dokter di Fakultas Kedokteran Universitas

    Brawijaya.

    5 Dr. dr. Sri Andarini, M.Kes., selaku dekan Fakultas Kedokteran Universitas

    Brawijaya yang telah memberikan saya kesempatan menuntut ilmu di

    Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya.

  • iv

    6 Segenap anggota Tim Pengelola Tugas Akhir FKUB, yang telah membantu

    administrasi, sehingga penulis dapat melaksanakan Tugas Akhir dengan

    lancar.

    7 Yang tercinta kedua orang tua saya, dr. Mochamad Bachtiar Budianto,

    Sp.B Onk(K) dan Titin Dina Adha Prihatin yang senantiasa memberikan

    doa dan semangatnya selama saya menulis Tugas Akhir ini.

    8 Frida, Quila, Thalia dan Mita, sahabat sekaligus keluarga yang tidak pernah

    menolak ketika dimintai bantuan, memberikan dukungan moral dan

    melawati semua suka duka bersama.

    9 Teman teman PBL tercinta 2.01, Mita, Bella, Lia, Hastin, Vania, Willi, Agus,

    Dhanang, Aryo, Arbi, Yuko, dan Rifqi yang telah memberikan semangat

    untuk kelancaran pengerjaan Tugas Akhir ini.

    10 Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini

    yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

    Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih jauh dari sempurna oleh

    karena itu, penulis membuka diri untuk segala saran dan kritik yang membangun.

    Akhirnya semoga Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi yang

    membutuhkan.

    Malang, 29 Oktober 2017

    Penulis

  • v

    HUBUNGAN ANTARA BRONKOSKOPI DENGAN SITOLOGI PA PASIEN

    DENGAN SUSPEK KANKER PARU

    Mochamad Naufal Bachtiar

    Abstrak

    Kanker paru butuh tindakan yang segera dan sesuai. Untuk melakukan

    diagnosa kanker paru butuh dilakukan beberapa metode. Seperti Bronkoskopi dan

    Sitologi PA. Bronkoskopi adalah prosedur kesehatan yang dilakukan dengan

    memasukkan alat bernama bronkoskop melalui tenggorokan, laring, trakea ke

    dalam bronkus untuk melihat bagian toraks (dada). Tindakan ini dapat dilakukan

    untuk mendiagnosis dan mengobati suatu penyakit serta mengambil sampel

    jaringan atau mukus melalui tindakan yang disebut biopsi yang nantinya dapat

    menentukan jenis stenosis dari kanker paru. Lalu sitologi bertujuan untuk

    identifikasi kelainan genetik dan hormonalxyang nantinya dapat dilihat tingkat

    keganasan dari kanker paru. Tujuan penelitian dapat mengetahui beberapa hubungan

    dari kedua metode ini yaitu Bronkoskopi dan Sitologi PA. Penelitian ini merupakan

    retrospektif analitik observasional dengan melihat data pasien dari tiap metode

    yang akan dihubungkan dengan observasional. Analisa data menggunakan chi-

    square untuk menguji proporsional data dari tingkat keganasan dengan jenis

    stenosis kanker paru.

    Kata Kunci : Bronkoskopi, Sitologi PA, Kanker Paru,

  • vi

    THE RELATIONSHIP OF BRONCHOCOPY AND PA CYTOLOGY OF

    SUSPECT LUNG CANCER PATIENT

    Mochamad Naufal Bachtiar

    Abstract

    Lung cancer requires fast targeted treatment and action. Enforcement of this

    disease diagnose requires skills and facilities that are not simple and require a

    special approach and multidisciplinary cooperation. The finding of lung cancer at

    an early stage will greatly helped the patient, and the finding of a diagnosis faster

    allows the patient to obtain a better life of his illness even though he can not cure

    it. To perform a diagnosis of lung cancer needs to be done several methods. Like

    Bronkoskopi and Cytology. Bronkoskopi is a medical procedure performed by

    inserting a device called the bronchoscope through the throat, larynx, trachea into

    the bronchus to see the chest. This can be done to diagnose and treat an illness

    and to take a sample of tissue or mucus through an action called a biopsy that can

    later determine the type of stenosis of lung cancer. Then cytology aims to find and

    assess the changes of each cell structure found; for cancer detection, as well as

    genetic and hormonal abnormalities that can later be seen the level of malignancy

    of lung cancer. The purpose is to know the relation between both methods are

    Bronkoskopi and Sitologi PA. This study is an observational analytic retrospective

    by looking at patient data from each method to be associated with observational.

    The data analysis used chi-square to test proportional data from malignancy rates

    with lung cancer stenosis type.

    Keywords : Bronchoscopy, Cytology, Lung Cancer.

  • vii

    DAFTAR ISI

    Halaman

    Halaman Sampul ............................................................................................ i

    Halaman Persetujuan ..................................................................................... ii

    Kata Pengantar ............................................................................................... iii

    Abstak .............................................................................................................. v

    Daftar Isi .......................................................................................................... vii

    Daftar Tabel...................................................................................................... ix

    Daftar Gambar ................................................................................................. x

    Daftar Singkatan .............................................................................................. xi

    BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .............................................................................. 1

    1.2 Rumusan Masalah ........................................................................ 2

    1.3 Tujuan Penelitian .......................................................................... 2

    1.4 Manfaat Penelitian ........................................................................ 3

    BAB II TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Kanker Paru ................................................................................... 4

    2.1.1 Definisi Kanker Paru ........................................................... 4

    2.1.2 Epidemiologi & Etiologi Kanker Paru ................................... 4

    2.1.3 Deteksi Dini Kanker Paru .................................................... 6

    2.1.4 Diagnosis Kanker Paru ........................................................ 7

    2.1.5 Klasifikasi Kanker Paru ...................................................... 9

    2.1.6 Stadium Kanker Paru .......................................................... 10

    2.1.7 Penatalaksanaan Kanker Paru ............................................ 13

    2.1.8 Pencegahan Kanker Paru ................................................... 18

    2.1.9 Prognosis Kanker Paru ........................................................ 19

    2.2 Bronkoskopi .................................................................................. 20

    2.2.1 Pengertian Bronkoskopi ....................................................... 20

    2.2.2 Jenis Bronkoskopi ................................................................ 21

    2.2.3 Peralatan bronkoskopi ......................................................... 22

    2.2.4 Teknik Pengambilan Spesimen Bronkoskopi ...................... 24

    2.2.5 Indikasi Bronkoskopi ............................................................ 25

    2.2.6 Kontra Indikasi Tindakan Bronkoskopi ................................ 25

    2.2.7 Komplikasi Bronkoskopi ....................................................... 26

    2.2.8 Definisi Sitologi PA ............................................................... 27

    2.2.9 Tipe Histopatologi Kanker .................................................... 28

    BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1 Kerangka Konsep .......................................................................... 29 3.2 Hipotesis Penelitian ....................................................................... 29 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Racangan Penelitian .................................................................. 30

  • viii

    4.2 Populasi dan Sampel ................................................................... 30

    4.2.1 Populasi Penelitian............................................................... 30

    4.2.2 Sampel Penelitian ................................................................ 30

    4.2.3 Teknik Pengambilan Sampel ............................................... 30

    4.2.4 Inklusi Sampel ...................................................................... 30

    4.3 Variabel Penelitian ..................................................................... 31

    4.3.1 Variabel Bebas ..................................................................... 31

    4.3.2 Variabel Tergantung ............................................................ 31

    4.4 Lokasi dan Waktu Penelitian ..................................................... 31

    4.5 Bahan dan Alat .............................................................................. 31

    4.5.1 Bahan .................................................................................. 31

    4.5.2 Alat ...................................................................................... 31

    4.6 Definisi Operasional ...................................................................... 31

    4.6.1 Suspek Kanker Paru ........................................................... 31

    4.6.2 Sitologi PA ............................................................................ 31

    4.6.3 Bronkoskopi ......................................................................... 31

    4.7 Prosedur Penelitian ....................................................................... 32

    4.8 Jadwal Penelitian ........................................................................... 32

    BAB V HASIL ANALISIS 5.1 Analisis Deskriptif ........................................................................... 33

    5.1.1 Hasil Sitologi PA .................................................................. 33

    5.1.2 Hasil Gambaran Bronkoskopi .............................................. 37

    5.1.3 Karakteristik Dasar pasien Kanker Paru terkait .................. 40

    5.1.4 Tabel Distribusi Frekuensi Tingkat keganasan berdasarkan

    Kategori Stenosis ................................................................................. 43

    BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Pembahasan Hasil Penelitian.......................................................... 42

    6.1.1 Hubungan klasifikasi gambaran PA terhadap jenis stenosis

    bronkoskopi kanker paru ...................................................................... 42

    6.1.2 Hubungan antara Keganasan terhadap Gambaran Stenosis 43

    6.1.3 Hasil Uji Perbedaan Proporsi dari Tingkat Keganasan Kanker

    Paru ...................................................................................................... 44

    6.2 Keterbatasan Penelitian .................................................................. 44

    BAB VII PENUTUP

    7.1 Kesimpulan ...................................................................................... 45

    7.2 Saran ................................................................................................ 45

    DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ . 46 LAMPIRAN ....................................................................................................... .... 48

  • ix

    DAFTAR TABEL

    Halaman

    Tabel 2.1 Skala grading kemoterapi kanker ................................................. 19 Tabel 5.1 Data Pasien Kanker Paru ............................................................. 41 Tabel 5.2 Frekuensi Sitologi PA berdasarkan setiap kategori...................... 44

  • x

    DAFTAR GAMBAR

    Halaman

    Gambar 2.1 Tipe Kanker Paru ......................................................................... 12 Gambar 2.2 Definisi Stadium dan lima tahun angka kelangsungan hidup

    untuk non-kecil kanker paru-paru sel (NSCK) berdasarkan arus (6) TNM klasifikasi ...................................................................... 13

    Gambar 2.4 A.rigid bronchoscope (tengah) dengan telescope (atas) dan kateter

    suction (bawah). B: Proximal end of universal head of Dumon bronchoscope, memperlihatkan kateter suction, laser fiber, telescope, dan ventilasi. .............................................................. 26

    Gambar 5.1 Hasil Gambaran Sampel Kelas 2 yang merupakan Jinak ......... 37 Gambar 5.2 Hasil Gambaran Sampel Kelas 3 yang merupakan Jinak .......... 37 Gambar 5.3 Hasil Gambaran Sampel Kelas 4 yang merupakan Ganas ........ 38 Gambar 5.4 Hasil Gambaran Sampel Kelas 5 yang merupakan Ganas ....... 38 Gambar 5.5 Gambaran Sampel Bronkoskopi Stenosis Obstruksi ................. 39 Gambar 5.6 Gambaran Sampel Bronkoskopi Stenosis Edematous .............. 39 Gambar 5.7 Gambaran Sampel Bronkoskopi Stenosis Kompresi ................. 40

  • xi

    DAFTAR SINGKATAN

    RSUD Rumah Sakit Umum Dae

    RSUD : Rumah Sakit Umum Daerah

    IARC : International Agency for Research on Cancer

    KPKSK : Kanker Paru jenis Karsinoma Sel Kecil

    KPKBSK : Kanker Paru jenis Karsinoma Bukan Sel Kecil

    KGB : Kelenjar Getah Bening

    EFGR : Epidermal Growth Hormone

    BPJS : Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

    WHO : World Health Organization

    PDPI : Perhimpunan Dokter Paru Indonesia

  • HUBUNGAN ANTARA BRONKOSKOPI DENGAN SITOLOGI PA PASIEN DENGAN SUSPEK

    KANKER PARU

    Mochamad Naufal Bachtiar

    Abstrak

    Kanker paru butuh tindakan yang segera dan sesuai. Untuk melakukan diagnosa kanker

    paru butuh dilakukan beberapa metode. Seperti Bronkoskopi dan Sitologi PA. Bronkoskopi adalah

    prosedur kesehatan yang dilakukan dengan memasukkan alat bernama bronkoskop melalui

    tenggorokan, laring, trakea ke dalam bronkus untuk melihat bagian toraks (dada). Tindakan ini

    dapat dilakukan untuk mendiagnosis dan mengobati suatu penyakit serta mengambil sampel

    jaringan atau mukus melalui tindakan yang disebut biopsi yang nantinya dapat menentukan jenis

    stenosis dari kanker paru. Lalu sitologi bertujuan untuk identifikasi kelainan genetik dan

    hormonalxyang nantinya dapat dilihat tingkat keganasan dari kanker paru. Tujuan penelitian dapat

    mengetahui beberapa hubungan dari kedua metode ini yaitu Bronkoskopi dan Sitologi PA. Penelitian

    ini merupakan retrospektif analitik observasional dengan melihat data pasien dari tiap metode yang

    akan dihubungkan dengan observasional. Analisa data menggunakan chi-square untuk menguji

    proporsional data dari tingkat keganasan dengan jenis stenosis kanker paru.

    Kata Kunci : Bronkoskopi, Sitologi PA, Kanker Paru,

    THE RELATIONSHIP OF BRONCHOCOPY AND PA CYTOLOGY OF SUSPECT LUNG

    CANCER PATIENT

  • THE RELATIONSHIP OF BRONCHOCOPY AND PA CYTOLOGY OF SUSPECT LUNG

    CANCER PATIENT

    Mochamad Naufal Bachtiar

    Abstract

    Lung cancer requires fast targeted treatment and action. Enforcement of this disease diagnose

    requires skills and facilities that are not simple and require a special approach and

    multidisciplinary cooperation. The finding of lung cancer at an early stage will greatly helped the

    patient, and the finding of a diagnosis faster allows the patient to obtain a better life of his illness

    even though he can not cure it. To perform a diagnosis of lung cancer needs to be done several

    methods. Like Bronkoskopi and Cytology. Bronkoskopi is a medical procedure performed by

    inserting a device called the bronchoscope through the throat, larynx, trachea into the bronchus

    to see the chest. This can be done to diagnose and treat an illness and to take a sample of tissue

    or mucus through an action called a biopsy that can later determine the type of stenosis of lung

    cancer. Then cytology aims to find and assess the changes of each cell structure found; for cancer

    detection, as well as genetic and hormonal abnormalities that can later be seen the level of

    malignancy of lung cancer. The purpose is to know the relation between both methods are

    Bronkoskopi and Sitologi PA. This study is an observational analytic retrospective by looking at

    patient data from each method to be associated with observational. The data analysis used chi-

    square to test proportional data from malignancy rates with lung cancer stenosis type.

    Keywords : Bronchoscopy, Cytology, Lung Cancer.

  • HALAMAN PENGESAHAN

    TUGAS AKHIR

    HUBUNGAN ANTARA BRONKOSKOPI DENGAN SITOLOGI PA PASIEN SUSPEK

    KANKER PARU

    Oleh :

    Mochamad Naufal Bachtiar

    NIM 145070100111014

    Telah diuji pada

    Hari : Rabu

    Tanggal : 6 Desember 2017

    dan dinyatakan lulus oleh :

    Penguji-I

    Dr. Djoko Santoso, M.Kes, DAHK

    NIP20170448061611001

    Pembimbing I Pembimbing II

    dr. Ngakan Putu Parsama P, Sp. P

    NIP. 196608122009041001

    Dr. dr. Wisnu Barlianto M.Si.Med,Sp. A (K)

    NIP. 197307262005011008

    Mengetahui,

    Ketua Program Studi Kedokteran,

    dr. Triwahju Astuti, M.Kes., Sp.P(K)

    NIP. 196310221996012001

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Hasil penelitian berbasis rumah sakit dari 100 RS di Jakarta, kanker paru merupakan

    kasus terbanyak pada laki-laki dan nomor 4 terbanyak pada perempuan tapi merupakan

    penyebab kematian utama pada laki-laki dan perempuan. Data hasil pemeriksaan di

    laboratorium Patalogi Anatomik RSUP Persahabatan kanker paru merupakan lebih dari 50

    persen kasus dari semua jenis kanker yang didiagnosa. Data registrasi kanker Rumah Sakit

    Dharmais tahun 2003-2007 menunjukkan bahwa kanker trakea, bronkus dan paru merupakan

    keganasan terbanyak kedua pada pria (13,4%) setelah kanker nasofaring (13,63%) dan

    merupakan penyebab kematian akibat kanker terbanyak pada pria (28,94%). Berdasarkan

    data dari Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi FKUI-RSUP Persahabatan,

    angka kasus baru kanker paru meningkat lebih dari 5 kali lipat dalam waktu 10 tahun terakhir,

    dan sebagian besar penderita datang pada stage lanjut (IIIB/IV). Penderita kasus baru kanker

    paru yang berobat di RSUP Persahabatan mencapai lebih dari 1000 kasus per tahun

    (Kemkes, 2004).

    Kanker paru memerlukan penanganan dan tindakan yang cepat dan terarah.

    Penegakan diagnosis penyakit ini membutuhkan ketrampilan dan sarana yang tidak

    sederhana dan memerlukan pendekatan yang erat dan kerja sama multidisiplin. Penemuan

    kanker paru pada stadium dini akan sangat membantu penderita, dan penemuan diagnosis

    dalam waktu yang lebih cepat memungkinkan penderita memperoleh kualitas hidup yang lebih

    baik dalam perjalanan penyakitnya meskipun tidak dapat menyembuhkannya (PDPI, 2006).

    Bronkoskopi adalah prosedur kesehatan yang dilakukan dengan memasukkan alat

    bernama bronkoskop melalui tenggorokan, laring, trakea ke dalam bronkus untuk melihat

    bagian toraks (dada). Tindakan ini dapat dilakukan untuk mendiagnosis dan mengobati suatu

  • 2

    penyakit serta mengambil sampel jaringan atau mukus melalui tindakan yang disebut

    biopsi(PDPI, 2006).

    Sitologi PA bertujuan mencari dan menilai perubahan dari setiap struktur sel yang

    ditemukan; untuk deteksi kanker, serta kelainan genetik dan hormonal. Kanker adalah nama yang

    diberikan untuk koleksi penyakit terkait. Dalam semua jenis kanker, beberapa sel-sel tubuh

    mulai membagi tanpa berhenti dan menyebar ke jaringan sekitarnya(PDPI, 2006).

    Setelah dilakukan pencarian dari berbagai sumber artikel dan jurnal penelitian,

    ditemukan beberapa penelitian yang mencakup dari Identifikasi penggunaan gambaran

    bronkoskopi dan pembagian klasifikasi dari Sitologi PA. Namun, masih belum ada yang

    menghubungkan keduanya yaitu gambaran bronkoskopi dan gambaran dari Sitologi PA.

    Maka dari itu, dilakukanlah penelitian yang diharapkan mampu menjelaskan korelasi dari

    kedua gambaran tersebut(PDPI, 2006).

    1.2 Rumusan Masalah

    Apakah ada hubungan antara gambaran Bronkoskopi dengan Sitologi PA pasien

    dengan suspek kanker paru ?

    1.3 Tujuan Penelitian

    1.3.1 Tujuan Umum

    1. Mengetahui hubungan antara gambaran Bronkoskopi dengan Sitologi PA pasien

    dengan suspek kanker paru.

    1.3.2 Tujuan Khusus

    1. Mengetahui hubungan klasifikasi gambaran PA terhadap jenis stenosis bronkoskopi

    kanker paru.

    2. Mengetahui hubungan antara keganasan terhadap gambaran stenosis.

    3. Mengetahui hasil uji perbedaan proporsi dari tingkat keganasan kanker paru.

  • 3

    1.4 Manfaat Penelitian

    1. Menambah pengetahuan dan kesadaran dalam penggunaan Bronkoskopi untuk

    pasien sitologi PA

    2. Mampu menegakkan diagnosa mengenai kanker paru lebih lanjut.

  • 4

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Kanker Paru

    2.1.1 Definisi Kanker Paru

    Kanker paru merupakan keganasan pada jaringan paru. Kanker paru merupakan

    abnormalitas dari sel-sel yang mengalami proliferasi dalam paru (WHO, 2015).

    Kanker paru adalah pertumbuhan sel kanker yang tidak terkendali dalam jaringan paru

    yang dapat disebabkan oleh sejumlah karsinogen lingkungan, terutama asap rokok. Menurut

    World Health Organization (WHO), kanker paru merupakan penyebab kematian utama dalam

    kelompok kanker baik pada pria maupun wanita (WHO, 2015)

    2.1.2 Epidemiologi & Etiologi Kanker Paru

    Epidemiologi

    Kanker paru jarang dijumpai sebelum ditemukannya kebiasaan merokok; bahkan

    belum dikenali sebagai suatu penyakit khusus hingga tahun 1761. Berbagai aspek berbeda

    dari kanker paru dijelaskan lebih jauh pada tahun 1810. Jumlah kanker paru ganas hanya

    sebanyak 1% dari semua kanker yang ditemukan pada autopsi pada tahun 1878, tetapi telah

    meningkat 10–15% di awal 1900-an. Laporan kasus dalam literatur kedokteran hanya

    sebanyak 374 di seluruh dunia pada tahun 1912, tetapi kajian pada hasil autopsi menunjukkan

    bahwa insiden kanker paru telah meningkat dari 0, 3% pada 1852 menjadi 5, 66% pada 1952.

    Di Jerman pada 1929, dokter Fritz Lickint menemukan hubungan antara kebiasaan merokok

    dengan kanker paru, yang menjadi penyebab munculnya kampanye antirokok yang agresif.

    British Doctors Study, yang dipublikasikan pada 1950-an, merupakan bukti kuat epidemiologis

    hubungan antara kanker paru dengan kebiasaan merokok. Akibatnya, pada 1964 Surgeon

    General Amerika Serikat menyarankan para perokok untuk berhenti merokok (Greaves,

    2000).

  • 5

    Hubungan dengan gas radon pertama kali dijumpai di kalangan penambang di

    Pegunungan Ore di dekat Schneeberg, Saxony. Perak telah ditambang di sana sejak 1470,

    dan tambang ini kaya dengan uranium, yang disertai radium, dan gas radon. Para penambang

    menderita jumlah penyakit paru-paru yang tak sebanding, yang kemudian dikenali sebagai

    kanker paru pada 1870-an. Walaupun ada penemuan ini, penambangan tetap berlanjut

    hingga 1950-an, karena adanya permintaan uranium dari Uni Republik Sosialis Soviet. Radon

    dikonfirmasi sebagai penyebab kanker paru pada tahun 1960-an(Greaves, 2000).

    Pneumonektomi pertama yang sukses untuk kanker paru dilakukan pada 1933.

    Radioterapi paliatif telah digunakan sejak 1940-an. Radioterapi radikal, yang mulai digunakan

    pada 1950-an, merupakan usaha untuk menggunakan dosis radiasi yang lebih besar pada

    pasien kanker paru dengan stadium yang relatif awal, tetapi yang tidak cocok untuk

    pembedahan. Pada 1997, radioterapi dipercepat dengan hiperfraksionisasi dipandang

    sebagai perbaikan terhadap radioterapi radikal konvensional. Untuk kanker paru sel kecil,

    upaya awal dilakukan pada 1960-an saat pembedahan dan radioterapi radikal tidak berhasil.

    Pada tahun 1970-an, dikembangkan perawatan kemoterapi yang sukses. (Thomson, 1997).

    Etiologi

    a. Merokok

    Merupakan penyebab utama kanker paru. Suatu hubungan statistik yang definitif telah

    ditegakkan antara perokok ber at (lebih dari dua puluh batang sehari) dari kanker paru

    (karsinoma bronkogenik). Perokok seperti ini mempunyai kecenderungan sepuluh kali lebih

    besar dari pada perokok ringan. Selanjutnya orang perokok berat yang sebelumnya dan telah

    meninggalkan kebiasaannya akan kembali ke pola resiko bukan perokok dalam waktu sekitar

    10 tahun. Hidrokarbon karsinogenik telah ditemukan dalam tembakau rokok yang jika

    dikenakan pada kulit hewan, menimbulkan tumor (Greaves, 2000).

  • 6

    b. Iradiasi.

    Insiden karsinoma paru yang tinggi pada penambang kobalt di Schneeberg dan

    penambang radium di Joachimsthal (lebih dari 50 % meninggal akibat kanker paru) berkaitan

    dengan adanya bahan radioaktif dalam bentuk radon. Bahan ini diduga merupakan agen

    etiologi operatif (Thomson, 1997) .

    c. Zat-zat yang terhirup ditempat kerja .

    Terdapat insiden yang tinggi dari pekerja yang terpapar dengan karbonil nikel (pelebur

    nikel) dan arsenikum (pembasmi rumput). Pekerja pemecah hematite (paru – paru hematite)

    dan orang – orang yang bekerja dengan asbestos dan dengan kromat juga mengalami

    peningkatan insiden. Contoh : radon, nikel, radiasi dan arsenikum (Greaves, 2000).

    d. Polusi Udara

    Mereka yang tinggal di kota mempunyai angka kanker paru yang lebih tinggi dari pada

    mereka yang tinggal di desa dan walaupun telah diketahui adanya karsinogen dari industri

    dan uap diesel dalam atmosfer di kota. Contoh: Polusi udara, pemaparan gas RT, asap

    kendaraan atau pembakaran (Greaves, 2000).

    e. Genetik.

    Terdapat perubahan atau mutasi beberapa gen yang berperan dalam kanker paru,

    yakni: i. Proton oncogen. ii. Tumor suppressor gene. iii. Gene encoding enzyme (Greaves,

    2000).

    2.1.3 Deteksi Dini Kanker Paru

    Keluhan dan gejala penyakit ini tidak spesifik, seperti batuk darah, batuk kronik, berat

    badan menurun dan gejala lain yang juga dapat dijurnpai pada jenis penyakit paru lain.

    Penernuan dini penyakit ini berdasarkan keluhan saja jarang terjadi, biasanya keluhan yang

    ringan terjadi pada mereka yang telah memasuki stage II dan III. Di Indonesia kasus kanker

    paru terdiagnosis ketika penyakit telah berada pada staging lanjut. Dengan rneningkatnya

    kesadaran masyarakat tentang penyakit ini, disertai dengan meningkatnya pengetahuan

  • 7

    dokter dan peralatan diagnostik maka pendeteksian dini seharusnya dapat dilakukan.

    Sasaran untuk deteksi dini terutama ditujukan pada subyek dengan risiko tinggi yaitu: • Laki -

    laki, usia lebih dari 40 tahun, perokok • Paparan industri tertentu dengan satu atau lebih gejala:

    batuk darah, batuk kronik, sesak napas,nyeri dada dan berat badan menurun. Golongan lain

    yang perlu diwaspadai adalah perempuan perokok pasif dengan salah satu gejala di atas dan

    seseorang yang dengan gejala klinik : batuk darah, batuk kronik, sakit dada, penurunan berat

    badan tanpa penyakit yang jelas. Riwayat tentang anggota keluarga dekat yang menderita

    kanker paru juga perlu jadi faktor pertimbangan. Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk

    deteksi dini ini, selain pemeriksaan klinis adalah pemeriksaan radio toraks dan pemeriksaan

    sitologi sputum. Jika ada kecurigaan kanker paru, penderita sebaiknya segera dirujuk ke

    spesialis paru agar tindakan diagnostik lebih lanjut dapat dilakukan lebih cepat dan terarah

    (PDPI, 2003).

    2.1.4 Diagnosis Kanker Paru

    Gambaran Klinik

    A. Anamnesis

    Gambaran klinik penyakit kanker paru tidak banyak berbeda dari penyakit paru lainnya,

    terdiri dari keluhan subyektif dan gejala obyektif. Dari anamnesis akan didapat keluhan utama

    dan perjalanan penyakit, serta faktor–faktor lain yang sering sangat membantu tegaknya

    diagnosis. Keluhan utama dapat berupa :

    • Batuk-batuk dengan / tanpa dahak (dahak putih, dapat juga purulen)

    • Batuk darah

    • Sesak napas

    • Suara serak

    • Sakit dada

    • Sulit / sakit menelan

    • Benjolan di pangkal leher

  • 8

    • Sembab muka dan leher, kadang-kadang disertai sembab lengan dengan rasa nyeri yang

    hebat.

    Tidak jarang yang pertama terlihat adalah gejala atau keluhan akibat metastasis di luar

    paru, seperti kelainan yang timbul karena kompresi hebat di otak, pembesaran hepar atau

    patah tulang kaki.

    Gejala dan keluhan yang tidak khas seperti :

    • Berat badan berkurang

    • Nafsu makan hilang

    • Demam hilang timbul

    • Sindrom paraneoplastik, seperti "Hypertrophic pulmonary osteoartheopathy", trombosis

    vena perifer dan neuropatia (PDPI, 2003)

    B. Pemeriksaan jasmani

    Pemeriksaan jasmani harus dilakukan secara menyeluruh dan teliti. Hasil yang didapat

    sangat bergantung pada kelainan saat pemeriksaan dilakukan. Tumor paru ukuran kecil dan

    terletak di perifer dapat memberikan gambaran normal pada pemeriksaan. Tumor dengan

    ukuran besar, terlebih bila disertai atelektasis sebagai akibat kompresi bronkus, efusi pleura

    atau penekanan vena kava akan memberikan hasil yang lebih informatif. Pemeriksaan ini juga

    dapat memberikan data untuk penentuan stage penyakit, seperti pembesaran KGB atau

    tumor diluar paru. Metastasis ke organ lain juga dapat dideteksi dengan perabaan hepar,

    pemeriksaan funduskopi untuk mendeteksi peninggian tekanan intrakranial dan terjadinya

    fraktur sebagai akibat metastasis ke tulang (PDPI, 2003)

    C. Gambaran radiologis

    Hasil pemeriksaan radiologis adalah salah satu pemeriksaan penunjang yang mutlak

    dibutuhkan untuk menentukan lokasi tumor primer dan metastasis, serta penentuan stadium

    penyakit berdasarkan sistem TNM. Pemeriksaan radiologi paru yaitu Foto toraks PA/lateral,

  • 9

    bila mungkin CT-scan toraks, bone scan, Bone survey, USG abdomen dan Brain-CT

    dibutuhkan untuk menentukan letak kelainan, ukuran tumor dan metastasis.

    2.1.5 Klasifikasi Kanker Paru

    Kanker paru dibagi menjadi kanker paru sel kecil ( small lung cancer, SCLC) dan

    kanker paru sel tidak kecil ( non-small lung cancer, NSCLC). Klasifikasi ini digunakan untuk

    menentukan terapi. Termasuk di dalam golongan kanker paru sel tidak kecil adalah

    epidermoid, adenokarsinoma, tipe -tipe sel besar, atau campuran dari ketiganya (Auliya,

    2011).

    Karsinoma sel skuamosa (epidermoid) merupakan tipe histologik kanker paru yang

    paling sering ditemukan berasal dari permukaan epitel bronkus. Perubahan epitel termasuk

    metaplasia atau displasia akibat merokok jangka panjang secara khas mendahului timbulnya

    tumor. Karsinoma sel skuamosa bisasanya terletak sentral di sekitar hilus dan menonjol ke

    dalam bronki besar. Diameter tumor jarang melampaui beberapa sentimeter dan cenderung

    menyebar secara langsung ke kelenjar bening hilus, dinding dada, dan mediasternum.

    Karsinoma ini lebih sering pada laki-laki daripada perempuan (Auliya, 2011).

    Adenokarsinoma memperlihatkan susunan selular seperti kelenjar bronkus dan dapat

    mengandung mukus. Kebanyakan jenis tumor ini timbul di bagian perifer segmen bronkus dan

    kadang-kadang dapat dikaitkan dengan jaringan parut lokal pada paru dan fibrosis interstitial

    kronik. Lesi sering kali meluas ke pembuluh darah dan limfe pada stadium dini dan sering

    bermetastasis jauh sebelum lesi primer menyebabkan gejala -gejala (Auliya, 2011).

    Karsinoma bronkoalveolus dimasukkan sebagai subtipe adenokarsinoma dalam

    klasifikasi terbaru tumor paru dari WHO. Karsinoma ini adalah sel-sel ganas yang besar dan

    berdiferensiasi sangat buruk dengan sitoplasma yang besar dan ukuran inti bermacam-

    macam. Sel-sel ini cenderung timbul pada jaringan paru perifer, tumbuh cepat dengan

    penyebaran ekstensif dan cepat ke tempat - tempat yang jauh (Auliya, 2011).

  • 10

    Karsinoma sel kecil umumnya tampak sebagai massa abu -abu pucat yang terletak di

    sentral dengan peluasan ke dalam parenkim paru dan keterlibatan dini kelenjar getah bening

    hilus dan mediastinum. Kanker ini terdiri atas sel tumor dengan bentuk bulat hingga lonjong,

    sedikit sitoplasma, dan kromatin granular. Gambaran mitotik sering ditemukan. Bia sanya

    ditemukan nekrosis dan mungkin luas. Sel tumor sangat rapuh dan sering memperlihatkan

    fragmentasi dan “ crush artifact” pada sediaan biopsi. Gambaran lain pada karsinoma sel kecil,

    yang paling jelas pada pemeriksaan sitologik adalah berlipatnya nukleu s akibat letak sel

    tumor dengan sedikit sitoplasma yang saling berdekatan (Auliya, 2011).

    Karsinoma sel besar adalah sel-sel ganas yang besar dan berdiferensiasi sangat

    buruk dengan sitoplasma yang besar dan ukuran inti bermacam -macam. Sel-sel ini

    cenderung timbul pada jaringan paru perifer, tumbuh cepat dengan penyebaran ekstensif dan

    cepat ke tempat -tempat yang jauh (Auliya, 2011).

    Bentuk lain dari kanker paru primer adalah adenoma, sarkoma, dan mesotelioma

    bronkus. Walaupun jarang, tumor-tumor ini penting karena dapat menyerupai karsinoma

    bronkogenik dan mengancam jiwa (Auliya, 2011).

    2.1.6 Stadium Kanker Paru

    Ada dua tipe utama kanker paru:

    • Small cell lung cancer (SCLC) --- kanker paru jenis karsinoma sel kecil (KPKSK)

    • Non-small cell lung cancer (NSCLC) --- kanker paru jenis karsinoma bukan sel kecil

    (KPKBSK) yaitu terdiri dari :

    - Adenokarsinoma yang mencakup 40% kanker paru, lebih banyak muncul pada

    wanita.

    - Skuamous sel karsinoma lebih jarang dijumpai, dan mencakup 25% dari kasus

    kanker paru serta paling banyak terjadi pada pria dan orang tua.

    • KPKBSK adalah tipe yang paling umum dari kanker paru, mencakup 75-80% dari semua

    kasus. Membedakan KPKBSK and KPKSK sangatlah penting karena kedua tipe kanker ini

    memerlukan terapi yang berbeda (Linda, 2006).

  • 11

    Gambar 2.1 : Tipe Kanker Paru

    Tahapan penyebaran kanker paru dibedakan menjadi 2, yaitu (Linda, 2006) :

    a. Penyebaran Kanker Paru Jenis Karsinoma Sel Kecil (KPKSK)

    • Penyebaran terbatas, yaitu kanker yang hanya ditemukan pada satu bagian paru-paru saja

    dan pada jaringan disekitarnya.

    b. Penyebaran Kanker Paru Jenis Karsinoma Bukan Sel Kecil (KPKBSK)

    • Penyebaran tersembunyi, merupakan tahap ditemukannya sel kanker pada dahak (sputum)

    pasien di dalam sampel air saat bronkoskopi, tetapi tidak terlihat adanya tumor di paru-paru.

    Pembagian stadium klinis kanker paru berdasarkan sistem TNM International menurut Union

  • 12

    Against (IUAC/The American Joint Comittee on Cancer (AJCC) 1997 adalah sebagai berikut:

    Gambar 2.2 Definisi Stadium dan lima tahun angka kelangsungan hidup untuk non-kecil

    kanker paru-paru sel (NSCK) berdasarkan arus (6) TNM klasifikasi

  • 13

    Gambar 2.3 Metode investigasi dan nilai relatif mereka atau kegunaan dalam membuat

    diagnosis patologis dan untuk pembagian Stadium.

    2.1.7 Penatalaksanaan Kanker Paru

    Tujuan pengobatan kanker dapat berupa :

    a) Kuratif

    Memperpanjang masa bebas penyakit dan meningkatkan angka harapan hidup klien.

    b) Paliatif.

    Mengurangi dampak kanker, meningkatkan kualitas hidup.

    c) Rawat rumah (Hospice care) pada kasus terminal.

    Mengurangi dampak fisis maupun psikologis kanker baik pada pasien maupun

    keluarga.

    d) Suportif.

  • 14

    Menunjang pengobatan kuratif, paliatif dan terminal seperti pemberian nutrisi, tranfusi

    darah dan komponen darah, obat anti nyeri dan anti infeksi (Ilmu Penyakit Dalam,

    2001 dan Doenges, Rencana Asuhan Keperawatan, 2000).

    Penatalaksanaan pada pasien Kanker Paru

    A) Pembedahan

    Tujuan pada pembedahan kanker paru sama seperti penyakit paru lain, untuk

    mengangkat semua jaringan yang sakit sementara mempertahankan sebanyak mungkin

    fungsi paru – paru yang tidak terkena kanker.

    a) Toraktomi eksplorasi.

    Untuk mengkonfirmasi diagnosis tersangka penyakit paru atau toraks khususnya

    karsinoma, untuk melakukan biopsi.

    b) Pneumonektomi pengangkatan paru

    Karsinoma bronkogenik bila aman dengan lobektomi tidak semua lesi bisa

    diangkat.

    c) Lobektomi (pengangkatan lobus paru).

    Karsinoma bronkogenik yang terbatas pada satu lobus, bronkiektasis atau bula

    emfisematosa, abses paru, infeksi jamur dan tumor jinak tuberkulosis.

    d) Resesi segmental.

    Merupakan pengangkatan atau atau lebih segmen paru.

    e) Dekortikasi.

    Merupakan pengangkatan bahan-bahan fibrin dari pleura viseral. Radiasi (PDPI,

    2003)

    Radioterapi dilakukan pada beberapa kasus, sebagai pengobatan kuratif dan bisa juga

    sebagai terapi adjuvant atau paliatif pada tumor dengan komplikasi, seperti mengurangi efek

    obstruksi atau penekanan terhadap pembuluh darah atau bronkus.

  • 15

    Tindakan radiasi sering merupakan darurat yang harus dilakukan untuk meringankan

    keluhan penderita, seperti sindroma vena kava superior, nyeri tulang akibat invasi tumor ke

    dinding dada dan metastasis tumor di tulang atau otak.

    Penetapan kebijakan radiasi pada KPKBSK ditentukan oleh beberapa faktor

    1. Stadium penyakit

    2. Status tampilan

    3. Fungsi paru

    B) Kemoterapi

    Pemberian kemoterapi pada semua kasus kanker paru. Syarat utama harus ditentukan.

    Jenis histologis tumor dan tampil an (performance status) harus lebih dan 60 menurut skala

    Karnosfky atau 2 menurut skala WHO. Kemoterapi dilakukan dengan menggunakan beberapa

    obat anti kanker dalam kombinasi regimen kemoterapi. Pada keadaan tertentu, penggunaan

    1 jenis obat anti kanker dapat dilakukan (PDPI, 2003).

    Prinsip pemilihan jenis antikanker dan pemberian sebuah regimen kemoterapi adalah:

    1. Platinum based therapy ( sisplatin atau karboplatin)

    2. Respons obyektif satu obat antikanker 15%

    3. Toksisitas obat tidak melebihi grade 3 skala WHO

    4. Harus dihentikan atau diganti bila setelah pemberian 2 siklus pada penilaian terjadi

    tumor progresif.

    Regimen untuk KPKBSK adalah :

    1. Platinum based therapy ( sisplatin atau karboplatin)

    2. PE (sisplatin atau karboplatin + etoposid)

  • 16

    3. Paklitaksel + sisplatin atau karboplatin

    4. Gemsitabin + sisplatin atau karboplatin

    5. Dosetaksel + sisplatin atau karboplatin

    I. Persyaratan pasien Kemoterapi (Linda, 2006)

    Pasien dengan keganasan memiliki kondisi dan kelemahan - kelemahan yang apabila

    diberikan kemoterap i dapat terjadi efek samping yang tidak dapat dielakkan, sebelum

    memberikan kemoterapi harus dipertimbangkan :

    1. Menggunakan kriteria Eastren Cooperative Oncology Group (ECOG) yaitu status

    penampilan < 2.

    2. Jumlah lekosit lebih dari 3000/ml.

    3. Jumlah trombosit lebih dari 120.000/ul.

    4. Cadangan sumsum tulang masih adekuat misalnya Hb lebih dari 10 gr%.

    5. Kliren kreatinin diatas 60 ml/menit (dalam 24 jam).

    6. Bilirubin kurang dari 2 ml/dl, SGOT dan SGPT dalam batas normal.

    7. Elektrolit dalam batas normal.

    8. Mengingat toksisitas obat sebaiknya tidak diberikan diatas umur 70 tahun.

    Status penampilan penderita ini mengambil indikator kemampuan pasien, di mana

    penyakit kanker semakin berat pasti akan mempengaruhi penampilan pasien. Hal ini juga

    menjadi faktor prognostik dan faktor yang menetukan pilihan terapi yang tepat pada pasien

    sesuai dengan status penampilannya (PDPI, 2003).

  • 17

    Skala Status Penampilan Menurut ECOG ialah :

    • Grade 0 :Masih sepenuhnya aktif, tanpa hambatan untuk mengerjakan tugas dan

    pekerjaan sehari-hari.

    • Grade 1 : Hambatan pada pekerjaan berat, namun masih mampu bekerja kantor ataupun

    pekerjaan rumah yang ringan.

    • Grade 2 : Hambatan melakukan banyak pekerjaan, 50 % waktunya untuk tiduran dan

    hanya bisa mengurus perawatan dirinya sendiri, tidak dapat melakukan pekerjaan lain.

    • Grade 3 : Hanya mampu melakukan perawatan diri tertentu, lebih dari 50 % waktunya

    untuk tiduran.

    • Grade 4 : Sepenuhnya tidak bisa melakukan aktifitas apapun, hanya dikursi atau tiduran

    terus. Kemoterapi dapat diberikan jika memenuhi syarat antara lain keadaan umum baik skala

    Karnofsky diatas > 70, fungsi hati, ginjal dan homeostatik (darah) baik dan masalah finansial

    dapat diatasi. Syarat homeostatik yang memenuhi syarat ialah : HB >10 gr%, leukosit >

    4000/dl, trombosit >100000/dl.

    Tabel 2.1 Skala grading kemoterapi kanker.

    Skala Pengertian

    90-100 0 Dapat beraktivitas normal, tanpa keluhan yang menetap

    70-80 1 Dapat beraktivitas normal tetapi ada keluhan berhubungan dengan

    sakitnya

    50-70 2 Membutuhkan bantuan pada orang lain untuk aktivitas spesifik

    30-50 3 Sangat tergantung pada bantuan orang lain untuk aktivitas rutin

    10-30 4 Tidak dapat bangkit dari tempat tidur

  • 18

    D) Imunoterapi

    Ada beberapa cara dan obat yang dapat digunakan meskipun belum ada hasil penelitian

    di Indonesia yang menyokong manfaatnya.

    E) Hormonoterapi

    Ada beberapa cara dan obat yang dapat digunakan meskipun belum ada hasil penelitian

    di Indonesia yang men yokong manfaatnya.

    F) Terapi Gen

    Metode dan manfaat pengobatan ini masih dalam penelitian

    2.1.8 Pencegahan Kanker Paru

    Menurut CDC (2010), pencegahan dari kanker paru ada empat,yaitu :

    a. Berhenti Merokok

    Dengan berhenti merokok, akan menurunkan resiko terjadinya kanker paru dibandingkan

    dengan tidak berhenti merokok sama sekali. Semakin lama seseorang berhenti merokok, maka

    akan semakin baik kesehatannya dibanding mereka yang merokok. Bagaimanapun, risiko bagi

    mereka yang berhenti merokok tetap lebih besar dibandingkan mereka yang tidak pernah

    merokok.

    b. Menghindari menghisap rokok orang lain (secondhand smoke)

    c. Membuat lingkungan kerja dan rumah aman dari gas radon

    d. Menurut EPA (Environmental Protection Agency ), setiap rumah disarankan untuk

    dites apakah ada gas radon atau tidak.

    e. Mengkonsumsi buah dan sayuran yang banyak. Konsumsi buah dan sayuran yang

    banyak akan membantu melindungi dari kanker paru.

  • 19

    2.1.9 Prognosis Kanker Paru

    Prognosis dari kanker paru tergantung pada tingkat kesulitan penyembuhan dan lokasi

    serta ukuran tumor, gejala-gejala, tipe kanker paru, dan kondisi kesehatan pasien secara

    keseluruhan. SCLC mempunyai pertumbuhan yang paling agresif dari semua kanker -

    kanker paru, dengan kelangsungan hidup lebih kurang hanya dua sampai empat bulan

    setelah didiagnosis jika tid ak dirawat (Sutji, 2001).

    SCLC merupakan tipe kanker paru yang paling responsif pada terapi radiasi dan

    kemoterapi. Karena SCLC menyebar sangat cepat dan biasanya sudah terjadi penyebaran

    pada saat diagnosis, metode - metode seperti pengangkatan secara operasi atau terapi

    radiasi lokal akan berkurang efektifnya dalam merawat tipe tumor ini. Waktu kelangsungan

    hidup dapat diperpanjan g empat sampai lima kali ketika penggunaan kemoterapi sendiri

    atau dalam kombinasi dengan metode - metode lain. Dari semua pasien-pasien dengan

    SCLC, hanya 5%-10% masih hidup lima tahun setelah diagnosis (PDPI, 2003).

    Pada non-small cell lung cancer (NSCLC), hasil-hasil dari perawatan standar biasanya

    secara keseluruhan jelek namun kebanyakan kanker yang terlokalisir dapat diangkat secara

    operasi. Bagaimanapun, pada stadium I kanker-kanker yang dapat diangkat sepenuhnya

    dengan angka kelangsungan hidup lima tahun mendekati 75%. Terapi radiasi dapat

    menghasilkan suatu penyembuhan pada sebagian kecil pasien-pasien dengan NSCLC dan

    mengarah pada menghilangkan gejala-gejala pada kebanyakan pasien. Kemoterapi

    menawarkan perbaikan waktu kelangsungan hidup yang sedang pada penyakit stadium

    lanjut, meskipun angka -angka kelangsungan hidup keseluruhan jelek (PDPI, 2003).

    Jika dibandingkan dengan beberapa kanker -kanker lain, keseluruhan prognosis untuk

    kanker paru adalah jelek. Umumnya angka kelangsungan hidup untuk kanker paru lebih

    rendah dibandingkan kanker lainnya, dengan angka kelangsungan hidup lima tahun untuk

    kanker paru sebesar 16% dibandingkan dengan 65% untuk kanker usus besar, 89% untuk

    kanker payudara, dan untuk kanker prostat adalah lebih dari 99% (PDPI, 2003).

  • 20

    2.2 Bronkoskopi

    2.2.1 Pengertian Bronkoskopi

    Kata bronkoskopi berasal dari bahasa Yunani: “broncho” yang berarti batang

    tenggorokan dan “scopos” yang berarti melihat atau menonton. Jadi, bronkoskopi adalah

    pemeriksaan visual jalan nafas atau saluran pernafasan paru yang disebut bronkus. Lebih

    khusus lagi, bronkoskopi merupakan prosedur medis, yang dilakukan oleh dokter yang

    mempunyai kompetensi di bidangnya dengan memeriksa bronkus atau percabangan paru-

    paru untuk tujuan diagnostik dan terapeutik (Pengobatan). Untuk prosedur ini dokter

    menggunakan bronkoskop, sejenis endoskop yang merupakan instrumen untuk pemeriksaan

    organ dalam tubuh. Tergantung pada alasan medis atau indikasi klinis untuk bronkoskopi,

    dokter dapat menggunakan bronkoskopi kaku (rigid) atau Fiber Optic Bronkoskopi (FOB).

    Bronkoskopi adalah inspeksi dan pemeriksaan langsung erhadap laring, trakea, dan

    bronki baik melalui bronkoskop serat optik yang fleksibel atau bronkoskop yang

    kaku(Smeltzer,2001).

    Bronkoskopi merupakan pemeriksaan visual pada pohon trakeobronkial melalui

    bronkoskop serat optik fleksibel dan sempit, yang dilakukan untuk memperoleh sampel biopsi

    dan cairan atau sampel sputum dan untuk mengangkat plak lender atau benda asing yang

    menghambat jalan napas (Potter & Perry: 2005).

    Rigid bronkoskopi ditemukan tahun 1897 oleh Gustav killian. Pada mulanya

    bronkoskopi digunakan hanya untuk operasi obstruksi saluran napas oleh karena benda asing

    dan stenosis trakea oleh karena difteri. Tahun 1950, bronkoskopi mulai digunakan untuk

    diagnosis kanker paru. Kemudian dengan berkembangnya optik berupa fibers glass, flexible

    fiberoptic bronkoskopi pertama kali digunakan tahun 1967 oleh Shigeto Ikeda. Saat ini Flexible

    bronkoskopi banyak digunakan untuk diagnosis kelainan paru (Potter & Perry: 2005).

  • 21

    2.2.2 Jenis Bronkoskopi

    Berdasarkan bentuk dan sifat alat bronkoskopi, saat ini dikenal dua macam

    bronkoskopi, yaitu Rigid Bronkoskopi (Pipa Kaku) dan Fiber Optik Bronkhoskopi (Serat Optik).

    1. Rigid Bronkoskopi ( Pipa Kaku )

    Menutur Smeltzer (2001), bronkoskopi adalah selang logam berongga dengan cahaya

    pada ujungnya; panjang dan lebar bervariasi, tetapi bronkoskopi untuk dewasa biasanya

    berukuran panjang 40 cm dan diameter berkisar 9-13.5 mm. tebal dinding bronkoskop berkisar

    2-3 mm. Bronkoskopi rigid biasanya dilakukan dengan penderita di bawah anestesi umum.

    Tindakan ini harus dilakukan oleh bronchoscopist yang berpengalaman di ruang operasi.

    Bronkoskopi rigid diindikasin pada penderita dengan obstruksi saluran nafas besar dimana

    dengan FOB tidak dapat dilakukan. Keuntungan dari penggunaan bronkoskop rigid adalah

    lebih mudah untuk menilai clan mendiagnasis pita suara. kelainan saluran pernapasan atas.

    atau trakea Indikasi umum lainnya adalah:

    • Mengontrol dan penanganan batuk darah massif

    • Mengeluarkan benda asing dan i saluran trakeobronk ial

    • Penanganan stenosis saluran nafas

    • Penanganan obstruksi saluran nafas ak ibat neoplasma

    • Pemasangan sten bronkus

    • Laser bronkoskopi

    2. Fiber Optic Bronkoskopi ( Serat Optik )

    Fiber Optic Bronkoskopi adalah bronkoskop yang tipis dan fieksibel yang dapat

    diarahkan ke dalam bronchial segmental (Smehzer; 2001). FOB sangat membantu dalam

    menegakkan diagnosis pada kelainan yang dijumpai di paru-paru. Dan berkembang sebagai

    suatu prosedur diagnostik invasif paru. FOB berupa tabung tipis panjang dengan diameter 5-

    6 mm. merupakan saluran untuk tempat penyisipan peralatan tambahan yang digunakan

  • 22

    untuk mendapatkan sampel dahak ataupun jaringan. Biasanya 55 cm dari total panjang

    tabung FOB mengandung serat optik yang memancarkan cahaya. Ujung distal FOB memiliki

    sumber cahaya yang dapat mempebesar 120° dan 100° lapangan pandang yang

    diproyeksikan ke layar video atau kamera. Tabungnya sangat fleksibel sehingga

    memungkinkanan operator untuk melihat sudut 160°-180° keatas dan 100°-130° ke bawah.

    Hal ini memungkinkan bronchoscopist FOB untuk melihat ke segmen yang lebih kecil dan

    segmen subcabang bronkus ke atas dan ke bawah dari bronkus utama. dan juga ke depan

    belakang (anterior dan superior).

    Bronkoskop serat optik (FOB) ditoleransi lebih baik oleh pasien disbanding

    bronkoskopi rigid (Pipa Kaku). karena memungkinkan biopsi tumor yang semulannya dapat

    dicapai. aman digunakan untuk pasien yang sakit parah dan dapat dilakukan di tempat tidur

    atau melalui selang endotrakeal ataau trakeastomi pada pasien dengan ventilator. FOB

    memungkinkan intubasi langsung dari lobus atas kanan. yang tidak mungkin dilakukan

    dengan bronkoskopi rigid (USU, 2003).

    2.2.3 Peralatan Bronkoskopi

    Peralatan utama terdiri dari bronchoscope fleksibel yang dihubungkan dengan sumber

    cahaya, beraneka sikat, gunting biopsi dan peralatan ekstaksi. Diameter bronchoscope

    fleksibel bervariasi dari 3,5 mm untuk anak anak sampai 6 mm untuk orang dewasa. Ultrathin

    bronchoskop fleksibel tersedia tapi banyak praktisi tidak terbiasa menggunakannya. Diameter

    saluran yang digunakan (saluran pengisap, saluran instilasi dan tempat lintasan peralatan)

    ukuran standard bronchoscope fleksibel antara 1,2 – 2,8mm. Ukuran sikat bervariasi sesuai

    bulu sikatnya dengan tujuan meminimalkan perdarahan traumatik. Gunting biopsi disesuaikan

    dengan kebiasaan operator dan lokasi jaringan target demikian juga peralatan ekstraksi

    disesuaikan dengan tipe dan lokasi aspirasi benda asing. Layar fluoroskopi tidak dibutuhkan

    selama biopsi endobronkial maupun biopsi transbronkial pada penyakit paru difus, sedangkan

    a C-arm atau biplano fluoroskop mutlak digunakan untuk akurasi dan biopsi yang aman pada

  • 23

    lesi paru. Fluoroskop berfungsi mencegah pneumonia selama biopsi translokal dan

    menghindari penggunaan foto dada. Rigid bronkoskop terdiri dari tabung baja berlubang,

    teleskop yang dapat digerakan dengan sumber cahaya yang ditempatkan melalui ujung

    próxima. Teleskop biasa (0, 30 dan 900 sudut lensanya) dibutuhkan untuk menampakkan

    lobus atas bronkus dengan bronkoskop yang akurat serta untuk ventilasi, katéter penyedot

    dan saluran masuknya instrumen, tabung dengan berbagai ukuran dan diameter. Bagian

    ujungnya dibengkokan dan memiliki saluran untuk ventilasi yang berfungsi mencegah trauma

    pelika suara , membuka sumbatan melalui jalan nafas yang sempit dan menghindari lesi

    obstruksi (USU, 2003)

    Gambar 2.4 A.rigid bronchoscope (tengah) dengan telescope (atas) dan kateter suction

    (bawah). B: Proximal end of universal head of Dumon bronchoscope, memperlihatkan

    kateter suction, laser fiber, telescope, dan ventilasi.

  • 24

    2.2.4 Teknik Pengambilan Spesimen Bronkoskopi

    1. Aspirasi Biopsi

    Pengambilan specimen dengan cara memasukkan jarum panjang ditempat yang dicurigai ada

    keganasan. Dihisap dengan menggunakan spuit 50 cc dan specimen disemprotkan diatas

    objek glass.

    2. Biopsi Forcep

    Cara pengambilan jaringan dengan memakai forcep. Forcep diarahkan ketempat yang

    dicurigai adanya keganasan. mulut forcep dibuka dan ditancapkan ke jaringan tersebut dan

    ditutup (sesuai aba-aba operator). Hal ini dilakukan 2-3 kali sampai didapatkan jaringan untuk

    bahan pemeriksaan.

    3. Bronkhial Brushing:

    Dilakukan sikatan ditempat yang dicurigai adanya keganasan atau keradangan untuk

    mendapatican bahan pemeriksaan. Dari hasil sikatan dioleskan pada objek glass yang sudah

    disediakan. Setelah selesai tindakan bronkoskopi penderita dipindahkan ke ruang khusus

    untuk observasi selanjutnya, apakah ada komplikasi dari tindakan tersebut.

    4. Bronkhial Washing:

    Dilakukan pencucian ditempat yang dicurigai adanya keganasan dan dilakukan sesudah

    biopsi. Pencucian pada luka bekas biopsi diharapkan ada sisa-sisa jaringan yang ikut dalam

    cairan bilas tersebut (Eva, 2011)

  • 25

    2.2.5 Indikasi Bronkoskopi

    Indikasi dari bronkoskopi adalah untuk membantu dalam menegakkan diagnosis, sebagai

    terapeutik serta evaluasi pre operatif / post operasi (Eva, 2011)

    Indikasi Dagnostik

    Yang termasuk indikasi diagnastik bronkoskopi antara lain:

    •Batuk

    •Batuk darah yang tidak diketahui penyebabnya

    •Wheezing lokal dan stridor

    •Gambaran foto toraks yang abnormal

    •Obstruksi dan atelektasis

    •Adanya benda using dalam saluran napas

    •Pemeriksaan Bronchoalveolar lavage (BAL)

    •Lymphadenopathy atau mama intrabronkial pada intra toraks

    •Karsinoma bronkhus

    •Ada bukti sitologi atau masih tersangka

    •Penentuan derajat kars. inoma bronkus

    •Follow up karsinoma bronkus

    Indikasi Terapi

    Yang termasuk indikasi terapeutik bronkoskopi antara lain:

    Mengeluarkan sekret/gumpalan mukus yang tertahan penyclubatelektasis, pneumonia dan abses paru.

    2.2.6 Kontra Indikasi Tindakan Bronkoskopi

    Kontra indikasi tindakan bronkoskopi terdiri dari kontra indikasi absolut dan relatif (Eva, 2011)

    1. Kontra indikasi absolut antara lain:

    • Penderita kurang kooperatif

  • 26

    • Keterampilan operator kurang

    • Fasilitas kurang memadai

    • Angina yang tidak stabil

    • Aritmia yang tidak terkontrol

    • Hipoksia yang tidak respon dengan pemberian oksigen

    2. Kontra indikasi retail antara lain:

    • Asma berat

    • Hiperkarbia berat

    • Koagulopati yang sering.

    • Bulla emfisema berat

    • Obstruksi trakea

    • High Positive end -expiratory pressure

    2.2.7 Komplikasi Bronkoskopi

    Pada umumnya FOB mempunyai batas keamanan yang tinggi dengan

    angka mortality 0-0.4 % dengan komplikasi mayor (pendarahan pada waktu dilakukan biopsi,

    depresi pemafasan. henti jantung. aritmia. Dan pneumotoraks)

  • 27

    3. Komplikasi akibat tindakan bronkoskopi

    • Spasme taring

    • Gagal napas

    • Pneumonia

    • Pneu =thorax

    • Perdarahan

    • Henti jantung (cardiac arrest)

    • Takikardi

    2.2.8 Definisi Sitologi PA

    Histopatologi merupakan cabang biologi yang mempelajari kondisi dan fungsi jaringan

    dalam hubungannya dengan penyakit. Teknik pemeriksaaan histopatologi berguna untuk

    mendeteksi adanya komponen patogen yang bersifat infektif melalui pengamatan secara

    mikroanatomi. Histopatologi sangat penting dalam kaitan dengan diagnosis penyakit karena

    salah satu pertimbangan dalam penegakan diagnosis adalah melalui hasil pengamatan

    terhadap jaringan yang diduga terganggu. Oleh karena itu, dengan proses diagnosis yang

    benar akan dapat ditentukan jenis penyakitnya sehingga dapat dipilih tindakan preventif dan

    kuratif.

    Pemeriksaan histopatologi dilakukan melalui pemeriksaan terhadap perubahan-

    perubahan abnormal pada tingkat jaringan. Histopatologi dapat dilakukan dengan mengambil

    sampel jaringan (misalnya seperti dalam penentuan kanker payudara) atau dengan

    mengamati jaringan setelah kematian terjadi Pemeriksaan histopatologi bertujuan untuk

    memeriksa penyakit berdasarkan pada reaksi perubahan jaringan. Pemeriksaan ini

    hendaknya disertai dengan pengetahuan tentang gambaran histologi normal jaringan

    sehingga dapat dilakukan perbandingan antara kondisi jaringan normal terhadap jaringan

    sampel (abnormal). Dengan membandingkan kondisi jaringan tersebut maka dapat diketahui

    apakah suatu penyakit yang diduga benar-benar menyerang atau tidak. (UDINUS, 2016)

  • 28

    2.2.9 Tipe Histopatologi Kanker

    Klasifikasi Papanicolaou membagi hasil pemeriksaan menjadi 5 kelas (Kurniawan, 2009),

    yaitu:

    a. Kelas I: tidak ada sel abnormal.

    b. Kelas II: terdapat gambaran sitologi atipik, namun tidak ada indikasi adanya

    keganasan.

    c. Kelas III: gambaran yang dicurigai keganasan, displasia ringan

    sampai sedang.

    d. Kelas IV: gambaran sitologi dijumpai displasia berat.

    e. Kelas V: keganasan (PDPI, 2008).

  • 29

    BAB III

    KERANGKA KONSEP dan HIPOTESIS PENELITIAN

    3.1 Kerangka Konsep

    3.2 Hipotesis Penelitian

    Adanya hubungan antara gambaran Bronkoskopi dengan Sitologi PA pasien dengan

    suspek kanker paru.

    Mutasi Sel

    Proliferasi Sel

    Tumor Paru

    Gambaran Bronkoskopi Sitologi PA

    Data

    Analisa

    Hubungan

  • 30

    BAB IV

    METODE PENELITIAN

    4.1 Rancangan Penelitian

    Rancangan penelitian yang digunakan adalah penelitian Retrospektif analitik

    observasional, dengan desain studi menggunakan rekam medis.

    4.2 Populasi dan Sampel

    4.2.1 Populasi Penelitian

    Populasi penelitian ialah pasien rawat inap di Laboratorium Pulmonology Rumah Sakit dr.

    Saiful Anwar Malang dengan suspek kanker paru berdasarkan faktor resiko kanker paru

    dalam 1 tahun terakhir.

    4.2.2 Sampel Penelitian

    Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah dua puluh lima persen dari total

    jumlah sampel, dengan perhitungan sampel minimal pada populasi yang diketahui

    sebagai berikut:

    N = 25%𝑥𝑝

    n= jumlah sampel minimal yang diperlukan

    p= prevalensi pasien dengan Suspek Kanker Paru

    4.2.3 Teknik Pengambilan Sampel

    Pengambilan sampel dilakukan secara simple random sampling.

    1.2.4 Inklusi Sampel

    1. Usia dewasa di atas 18 Tahun

    2. Pasien suspek kanker paru yang dilakukan Bronkoskopi dengan pemeriksaan lanjutan

    di Sitologi PA

  • 31

    4.3 Variabel Penelitian

    4.3.1 Variabel Bebas

    Gambaran Bronkoskopi

    4.3.2 Variabel Tergantung

    Hasil Sitologi PA

    4.4 Lokasi dan Waktu Penelitian

    Penelitian dilakukan di Laboratorium Pulmonology dan Laboratorium Patologi Anatomi

    4.5 Bahan dan Alat

    Bronkoskopi, Mikroskop, Hasil pemeriksaan patologi anatomi, sampel bronkus

    4.6 Definisi Operasional

    4.6.1 Suspek Kanker Paru

    Pasien yang datang Rawat Inap ke Rumah Sakit dr.Saiful Anwar Malang yang klinis dan

    pemeriksaan penunjangnya yaitu rontgen dan CT Scan mencurigakan kanker paru.

    4.6.2 Sitologi PA

    Gambaran Mikroskopis dari hasil biopsi washing dan brushing bronkoskopi. Klasifikasi

    dari gambaran Sitologi PA adalah Kelas 1 yang merupakan Sel normal, Kelas 2

    merupakan perubahan sel epitel, Kelas 3 merupakan sel atipikal, Kelas 4 merupakan

    curiga folikular neoplasma, dan Kelas 5 merupakan sel yang dapat dipastikan ganas.

    4.6.3 Bronkoskopi

    Suatu alat diagnostic untuk mengetahui struktur bronkus dan percabangannya serta untuk

    pengambilan sampel jaringan maupun sel agar dapat diketahui ada atau tidaknya sel yang

    ganas. Klasifikasi dari Bronkoskopi adalah Stenosis Obstruksi, Stenosis Kompresi, dan

    Stenosis Edematous

  • 32

    4.7 Prosedur Penelitian

    4.8 Analisa Data

    4.8.1 Jadwal Penelitian

    No Kegiatan Bulan

    Sep

    2016

    Okt

    2016

    Nov

    2016

    Des

    2016

    Jan

    2017

    Feb

    2017

    Mar

    2017

    Apr

    2017

    Mei

    2017

    1 Pembuatan

    Usulan

    2 Persetujuan

    Usulan

    3 Pembuatan

    Etik

    4 Pengumpulan

    Data

    5 Pengolahan

    Data

    6 Penulisan

    Laporan

    7 Penyajian

    Laporan

    POPULASI

    SAMPEL

    BRONKONSKOPI

    SITOLOGI PA

  • 33

    BAB V

    HASIL ANALISIS

    5.1 Analisis Deskriptif

    5.1.1 Hasil Sitologi PA

    Seluruh sampel Sitologi PA yang telah didapatkan dilakukan di

    Laboratorium Patologi Anatomi dengan menggunakan Mikroskop yang tersedia di

    tempat tersebut. Dari hasil bacaan ditemukan Gambaran Jinak yang berjumlah 63

    Sampel, dan sisanya yang berjumlah 20 merupakan Gambaran Ganas.

    Gambar 5.1 Hasil Gambaran Sampel Kelas 2 yang merupakan Jinak

    Gambar 5.2 Hasil Gambaran Sampel Kelas 3 yang merupakan Jinak

  • 34

    Gambar 5.3 Hasil Gambaran Sampel Kelas 4 yang merupakan Ganas

    Gambar 5.4 Hasil Gambaran Sampel Kelas 5 yang merupakan Ganas

  • 35

    5.1.2 Hasil Gambaran Bronkoskopi

    Seluruh sampel Bronkoskopi didapatkan dari Laboratorium Pulmonology RSUD

    Saiful Anwar Malang dengan menggunakan alat yang sesuai. Dari hasil bacaan

    didapatkan sebanyak 55 Sampel merupakan Stenosis Obstruksi. Stenosis

    Kompresi yang didapatkan sebanyak 19 Sampel. Dan sisanya yaitu 9 sampel

    merupakan Stenosis Edematous.

    Gambar 5.5 Gambaran Sampel Bronkoskopi Stenosis Obstruksi

    Gambar 5.6 Gambaran Sampel Bronkoskopi Stenosis Edematous

  • 36

    Gambar 5.7 Gambaran Sampel Bronkoskopi Stenosis Kompresi

  • 37

    5.1.3 Karakteristik Dasar pasien Kanker Paru terkait

    Berikut merupakan tabel usia rata-rata dan tabel distribusi frekuensi Jenis

    Kelamin, Stenosis, dan Sitologi PA pasien kanker paru pada pasien Rumah Sakit

    Syaiful Anwar Malang Bulan September 2016 sampai dengan Bulan Februari 2017

    Tabel 5.1 Data Pasien Kanker Paru

    Usia Frekuensi

    Rata-Rata 55

    Jenis Kelamin Frekuensi %

    Laki-Laki 28 66.30%

    Perempuan 55 33.70%

    Jenis Stenosis Frekuensi %

    Obstruksi 55 66.30%

    Kompresi 19 22.90%

    Edematous 9 10.80%

    Jenis Keganasan Frekuensi %

    Normal 0 0.00%

    Jinak 63 75.90%

    Ganas 20 24.10%

  • 38

    66.3

    33.7

    Jenis Kelamin

    Laki-laki Perempuan

    66.3

    22.9

    10.8

    Jenis Stenosis

    Obstruksi Kompresi Edematous

  • 39

    Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa dari 83 orang pasien penderita

    kanker paru di Rumah Sakit Syaiful Anwar Malang Bulan September 2016 sampai

    dengan Bulan Februari 2017 memiliki rata-rata usia yaitu 55 Tahun. Paling banyak

    merupakan Perempuan sebanyak 55 orang (66.3%). Sedangkan sisanya

    sebanyak 28 orang pasien (33.7%) termasuk dalam kriteria ganas. Paling banyak

    pasien termasuk dalam kategori Obstruksi sebanyak 55 orang (66.3%). Lalu

    sebanyak 19 orang (22.9%) pasien termasuk dalam kategori Kompresi.

    Sedangkan sisanya sebanyak 9 orang (10.8%) pasien termasuk dalam kategori

    Edematous. Paling banyak pasien termasuk dalam kriteria jinak sebanyak 63

    orang (75.9%). Sedangkan sisanya sebanyak 20 orang (24.1%) pasien termasuk

    dalam kriteria ganas.

    0

    75.9

    24.1

    Jenis Keganasan

    Normal Jinak Ganas

  • 40

    5.1.4 Tabel Distribusi Frekuensi Tingkat Keganasan Berdasarkan Kategori

    Berikut merupakan tabel distribusi frekuensi tingkat keganasan kanker

    paru pada pasien Rumah Sakit Syaiful Anwar Malang Bulan September 2016

    sampai dengan Bulan Februari 2017 :

    Tabel 5.2 Frekuensi Sitologi PA Berdasarkan Setiap Kategori

    Keganasan Jinak Ganas Total P

    F % F % F %

    Obstruksi 37 67.3% 18 32.7% 55 100.0%

    Kompresi 17 89.5% 2 10.5% 19 100.0% 0.030

    Edematous 9 100% 0 0.0% 9 100.0%

    Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa dari 63 orang pasien

    penderita kanker paru yang termasuk jinak di Rumah Sakit Syaiful Anwar Malang

    Bulan September 2016 sampai dengan Bulan Februari 2017 paling banyak berasal

    dari kategori obstruksi sebanyak 37 orang (58,7%), kemudian dari kategori

    kompresi sebanyak 17 orang (27.0%), dan dari kategori edematous sebanyak 9

    orang (14.3%).

    Selanjutnya dari 20 orang pasien penderita kanker paru yang termasuk

    ganas di Rumah Sakit Syaiful Anwar Malang Bulan September 2016 sampai

    dengan Bulan Februari 2017 paling banyak berasal dari kategori obstruksi

    sebanyak 18 orang (90,0%), kemudian dari kategori kompresi sebanyak 2 orang

    (10.0%), dan tidak satupun pasien dari kategori edematous yang tergolong ganas.

    Pengujian perbedaan proporsi tingkat keganasan kanker paru pada pasien

    rumah sakit Syaiful Anwar Malang Chi Square dengan hipotesis berikut ini :

    Commented [NB1]: Bacanya : Ganas itu berarti kemungkinan besar adalah Stenosis Obstruksi. “Munculnya Stenosis jika ditemui ganas, kemungkinan sangat besar adalah Stenosis Obstruksi.”

  • 41

    H0 : Tidak ada perbedaan proporsi tingkat keganasan kanker paru pada pasien

    rumah sakit Syaiful Anwar Malang

    H1 : Terdapat perbedaan proporsi tingkat keganasan kanker paru pada pasien

    rumah sakit Syaiful Anwar Malang

    Pengujian Chi Square menghasilkan nilai probabilitas sebesar 0.030. Hal

    ini dapat diketahui bahwa probabilitas < alpha 0.050 (5%), sehingga H0 ditolak.

    Oleh karena itu, dapat dinyatakan bahwa terdapat perbedaan proporsi tingkat

    keganasan kanker paru pada pasien rumah sakit Syaiful Anwar Malang.

  • 42

    BAB VI

    PEMBAHASAN

    6.1 Pembahasan Hasil Penelitian

    6.1.1 Hubungan klasifikasi gambaran PA terhadap jenis stenosis bronkoskopi kanker

    paru.

    Dalam penelitian ini, hasil gambaran dari bronkoskopi yang berupa jenis

    stenosis, akan digabungkan dengan gambaran dari PA yang klasifikasinya berupa kelas 1

    sampai kelas 5 yang dapat kita lihat bagaimana statistik dari hasil yang berupa ganas atau

    tidak. Kelas 1 adalah gambaran specimen adequacy yang ditemukan adanya endocervical

    transformation zone yang merupakan tanda inflamasi radang yang tidak ada tanda

    keganasan(Nayar,et.all,2014). Kelas 1 dari yang kita temukan dari sampel adalah gambaran

    adequat yang menandakan jinak. Kelas 2 adalah gambaran Non-neoplastic yang merupakan

    abnormalitas epitel klasik, perubahan keratotic, metaplasia tubal dan atrofi(Nayar,et.all,2014).

    Dari sampel yang kita temukan bahwa kelas 2 adalah perubahan sel epitel dengan

    keradangan yang bukan merupakan keganasan sel. Melihat dari pasien yang ditemukan

    atipikal sel di sputumnya, ditemukan bahwa pasien terserang kanker paru yang low-grade,

    pneumonia, dan tuberculosis(Kim,et.all,2007). Kelas 3 dari sampel yang ditemukan adalah sel

    atipikal berarti yang ditemukan adalah kanker dengan low-grade atau ringan. Kasus

    mencurigakan dari well-differentiated dan multifocal adenocarcinoma dari paru dapat

    diasosiasikan dengan perubahan inlamasi yang menyebar luas dan honeycombing, yang

    nantinya kondisi ini merupakan tanda dari diagnose keganasan(Lantuejoul,et.all,2007). Dari

    sampel yang ditemukan bahwa kelas 4 merupakan curiga adenocarcinoma dan kelas 5

    merupakan well-differentiated adenocarcinoma, yang dapat disebutkan bahwa kedua kelas

    ini merupakan kanker ganas. Maka dari itu, yang harus diamati adalah kelas dari gambaran

    PA yang akan berpengaruh pada statistika ganas atau tidaknya dari stenosis kanker paru.

  • 43

    6.1.2 Hubungan antara keganasan terhadap gambaran Stenosis.

    Dari hasil penelitian yang didapatkan bahwa 90% dari seluruh sampel stenosis yang

    ditemukan ganas merupakan bagian dari Stenosis Obstruksi yang sesuai menurut penelitian

    (Murgu, et.al, 2012) yang menyatakan bahwa Stenosis Obstruksi sendiri merupakan tanda

    tersering dari Malignancy yang merupakan kanker paru ganas. Dari sampel yang didapatkan,

    ditemukan hasil gambaran sitologi PA kelas 4 dan 5 mendukung terbentuknya suatu kanker

    ganas yang menginfiltrasi mukosa dan menyebabkan penutupan lumen bronkus dan paru

    sehingga pada saat dilakukan biopsy forcep dan bronchial brushing, sel ganasnya akan

    terlepas.

    Dari hasil penelitian selanjutnya didapatkan pula bahwa terbanyak kedua dari seluruh

    sampel stenosis yang ditemukan ganas (10%) merupakan bagian dari Stenosis Kompresi

    masih ditemukan adanya kemungkinan untuk menjadi ganas namun lebih sering menjadi

    sebuah gambaran radang dan bukan merupakan kanker ganas. Dapat dilihat dari sampel

    yang didapatkan bahwa hanya 2 sampel saja yang ditemukan merupakan bagian dari kelas 4

    dan 5 yang merupakan keganasan. Pada stenosis kompresi, beberapa sampel didapatkan

    sel-sel ganas, prediksinya adalah pada sampel ini sudah terjadi infiltrasi sel-sel kanker ke

    dinding bronkus, sehingga pada waktu pengambilan, jaringan atau sampel sel-sel ganasnya

    terlepas dan massa tumor berada di luar bronkus. Sehingga pada saat dibiopsi tidak akan

    ditemukan jaringan kanker..

    Dari hasil penelitian yang terakhir, didapatkan bahwa tidak ada sedikitpun (0%) dari

    sampel stenosis Edematous yang ditemukan keganasan. Hal ini yang sesuai menurut

    penelitian dari (Bucca,1989), bahwa Pembesaran atau Edematous pada bagian airway lebih

    sering ditemukan bahwa disebabkan oleh inflamasi atau keradangan yang tidak berhubungan

    dengan kanker ataupun adanya massa tumor namun terletak di luar bronkus, sehingga tidak

    dapat diidentifikasi pada biopsi.

  • 44

    6.1.3 Hasil Uji Perbedaan Proporsi dari Tingkat Keganasan Kanker Paru

    Dari hasil penelitian terakhir yaitu uji beda proporsi, ditemukan bahwa adanya

    perbedaan yang proporsi dari tingkat keganasan kanker paru pada rumah sakit Syaiful Anwar

    Malang. Uji proporsi menggunakan chi-square dan ditemukan hasilnya berbedea proporsi

    dikarenakan adanya faktor dari tingkat keganasan yang mempengaruhi perbedaan dari

    masing-masing stenosis. Dimana dari tiap stenosis, jumlah dari hasil gambaran sitologi PA

    nya memiliki perbedaan yang signifikan dengan nila 0.030, yang telah diketahui bahwa

    signifikan < alpha 0.050 (5%). Dapat dilihat dari Stenosis Obstruksi, ditemukan jumlah dari

    sampel yang lebih banyak daripada Stenosis Kompresi dan Stenosis Edematous. Ditemukan

    pula jumlah keganasan yang lebih banyak yaitu sejumlah 32.7% dibandingkan dari Stenosis

    Kompresi yaitu 10.5% dan Stenosis Edematous 0%. Dari jumlah kategori jinak pun dapat

    dilihat perbedaan yang signifikan, yaitu 100% untuk stenosis Edematous, 89.5 % untuk

    stenosis kompresi dan 67.3 % untuk stenosis Obstruksi.

    6.2 Keterbatasan Penelitian

    Beberapa keterbatasan dalam penelitian ini baik karena faktor keterbatasan

    kemampuan dari peneliti itu sendiri maupun kesulitan dari keterbatasan situasi sampel.

    Adapun yang menjadi keterbatasan penelitian, dapat diuraikan seperti di bawah ini.

    1. Dari sampel yang didapatkan, terdapat tumor yang ternyata berada di luar bronkus.

    Sehingga dari hasil biopsi dan dilakukan bronkoskopi, keganasan dari kanker tersebut

    tidak ditemukan. Keterbatasan ini dapat diatasi dengan pengambilan sampel

    digantikan dengan biopsi tulang toraks.

  • 45

    BAB VII

    PENUTUP

    7.1 Kesimpulan

    Dari hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

    1. Ditemukan hubungan klasifikasi gambaran PA terhadap jenis stenosis bronkoskopi

    kanker paru.

    2. Ditemukan hubungan antara keganasan terhadap gambaran stenosis.

    3. Ditemukan hasil uji perbedaan proporsi dari tingkat keganasan kanker paru.

    7.2 Saran

    Adapun saran yang dapat diberikan yaitu sebagai berikut:

    1. Adanya penelitian lebih lanjut mengenai hubungan dari gambaran bronkoskopi dan gambaran

    sitologi PA yang lebih difokuskan pada tiap kelas dari tingkat keganasan Kanker Paru.

    2. Adanya identifikasi lebih lanjut dari hasil gambaran bronkoskopi mengenai jenis stenosis yang

    menentukan sebuah kanker atau radang.

    3. Adanya identifikasi lebih lanjut dari hasil gambaran Sitologi PA mengenai klasifikasi tingkat

    keganasan yang menentukan jinak atau ganas.

  • 46

    DAFTAR PUSTAKA

    CDC. (2016). Lung Cancer. Diambil kembali dari CDC.gov: (On-Line)

    Efriliana, E. M. (2011). Pemeriksaan Diagnostik Bronkoskopi. Diambil kembali dari Universitas Respati Yogyakarta: (On-line)

    Husen, A. (2011). Kanker Paru. Lapangan KTI, 7.

    Kurniawan. (2009). Kanker Thinprep Patologi Anatomi. Diambil kembali dari Repository UII: (On-line)

    Mariono, S. A. (2000). Experience of Treatment of Lung Cancer Patients using Paclitaxel and Carboplatin. Diambil kembali dari Medical Journal of Indonesia: (On-line)

    Mulyadi. (2011). Bronkoskopi Serat Optik pada Saluran Nafas Bawah. Diambil kembali dari Jurnal Kedokteran Unsyiah: (On-line)

    Murgu, S. D. (2016). Central Airway Obstruction. Diambil kembali dari CHEST: (On-line)

    PDPI. (2003). Kanker Paru. Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan di Indonesia, 3.

    PDPI. (2003). Konsensus Kanker Paru. Diambil kembali dari KlikPDPI: (On-line)

    Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia. (2012). Jurnal Tuberkulosis Indonesia. Jurnal PPTI, 17.

    Repository USU. (2011). Profil Penderita yang dilakukan Tindakan Bronkoskopi. Diambil kembali dari USU: (On-line)

    Tsao, A. S. (2016). Lung Carcinoma. Diambil kembali dari Merckmanuals: (On-line)

    UDINUS Journal. (2016). Patologi Anatomi. Diambil kembali dari Universitas Dian Nuswantoro Semarang: (On-line)

    WHO. (2017). Lung Cancer. Diambil kembali dari WHO International: (On-line)

    Wiley. (2015). Pap Test and Bethesda Journal. Diambil kembali dari Cancer

    Cytopathology: (On-line)

    Alsegaff, H., Amin, M., Saleh, W.B.M.T., 2000, Ilmu Penyakit Paru, UNAIR,

    Surabaya, hal 91-106.

  • 47

    Alsegaff, H., Saleh, W.B.M.T., Wibisono, M.Y., Amin, M., 2001, Pleura,

    dalam : Lab./UPF Ilmu Penyakit Paru RSUD Dokter Soetomo, Pedoman

    Diagnosa dan Terapi, RSUD Dr. Soetomo, Surabaya, hal 111-114.

    Alexandrikis., kyriakov., passon., 2004, pleural effusion in hematologic

    malignancies, FKUI, Jakarta, 125.

    Amin, Z., Bahar, A., 2001, Tumor Paru, dalam : Tim Editor, Ilmu Penyakit

    Dalam Jilid II, edisi ketiga, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, hal 915-396.

    Amin, Z., Suwondo, A., 2005, Tumor Paru, dalam : Suparman, Waspadji S,

    Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, edisi empat, Balai Penerbit FKUI, Jakarta,

    hal 1015-1021.

    Halim, H., 2001, Penyakit-Penyakit Pleura, dalam : Tim Editor, Ilmu Penyakit

    Dalam, Jilid II, edisi ketiga, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, Hal 927-936.

    Hisyam, B., Sja’bani, M., Edijomo, 1998, Sebab-Sebab Pleural Effusion di RS

    UGM Bagian Penyakit Dalam Yogyakarta, dalam : Ikatan Dokter Paru

    Indonesia, Naskah Lengkap Konggres Nasional III, UNAIR, Surabaya,

    hal 629-633.

    Rab, T., 2002, Ilmu Penyakit Paru, Hipokrates, Jakarta, hal 549-579.

    Rab,T., 1999, Prinsip Gawat Paru, EGC, Jakarta, hal 15, 248-257.

    Bucca C. (1989), PubMed. Diambil kembali dari NCBI :

    https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/2595105

  • 48

    LAMPIRAN

    LAMPIRAN 1. Surat Keterangan Kelaikan Etik

  • 49

    LAMPIRAN 2. Surat Pernyataan Keaslian Tulisan

    PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

    Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

    Nama : Mochamad Naufal Bachtiar

    NIM : 145070100111014

    Program Studi : Kedokteran

    Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya

    Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Tugas Akhir yang saya tulis ini benar-

    benar hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambil-alihan tulisan atau

    pikiran orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya. Apabila di

    kemudian hari dapat dibuktikan bahwa Tugas Akhir ini adalah hasil jiplakan,

    maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

    Malang, 2 Desember 2017

    Yang membuat pernyataan,

    Mochamad Naufal Bachtiar

    NIM. 145070100111014

  • 50

    LAMPIRAN 3. Surat Keterangan Uji Plagiasi

  • 51

    LAMPIRAN 4 Surat Izin Penelitian RSSA

  • 52

    LAMPIRAN 5

    Pengujian Normalitas Data Tingkat Keganasan kanker Paru pada Pasien

    Rumah Sakit Syaiful Anwar Malang

    Descriptives

    Katagori Statistic Std. Error

    Stenosis Obstruksi Mean 2.9273 .13696

    95% Confidence Interval for

    Mean

    Lower Bound 2.6527

    Upper Bound 3.2019

    5% Trimmed Mean 2.8636

    Median 3.0000

    Variance 1.032

    Std. Deviation 1.01570

    Minimum 2.00

    Maximum 5.00

    Range 3.00

    Interquartile Range 2.00

    Skewness .590 .322

    Kurtosis -1.004 .634

    Kompresi Mean 2.3684 .19058

    95% Confidence Interval for

    Mean

    Lower Bound 1.9680

    Upper Bound 2.7688

    5% Trimmed Mean 2.2427

    Median 2.0000

    Variance .690

    Std. Deviation .83070

    Minimum 2.00

    Maximum 5.00

    Range 3.00

    Interquartile Range .00

    Skewness 2.418 .524

    Kurtosis 5.495 1.014

    Edematous Mean 2.2222 .14699

  • 53

    95% Confidence Interval for

    Mean

    Lower Bound 1.8833

    Upper Bound 2.5612

    5% Trimmed Mean 2.1914

    Median 2.0000

    Variance .194

    Std. Deviation .44096

    Minimum 2.00

    Maximum 3.00

    Range 1.00

    Interquartile Range .50

    Skewness 1.620 .717

    Kurtosis .735 1.400

    Tests of Normality

    Katagori

    Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

    Statistic df Sig. Statistic df Sig.

    Stenosis Obstruksi .292 55 .000 .796 55 .000

    Kompresi .461 19 .000 .524 19 .000

    Edematous .471 9 .000 .536 9 .000

    a. Lilliefors Significance Correction

  • 54

    Pengujian Perbedaan Tingkat Keganasan kanker Paru Kategori Obstruksi

    dengan Kompresi pada Pasien Rumah Sakit Syaiful Anwar

    Malang

    Mann Whitney Test

    Ranks

    Katagori N Mean Rank Sum of Ranks

    Stenosis Obstruksi 55 40.55 2230.00

    Kompresi 19 28.68 545.00

    Total 74

    Test Statisticsa

    Stenosis

    Mann-Whitney U 355.000

    Wilcoxon W 545.000

    Z -2.294

    Asymp. Sig. (2-tailed) .022

    a. Grouping Variable: Katagori

  • 55

    Pengujian Perbedaan Tingkat Keganasan kanker Paru Kategori Obstruksi

    dengan Edematous pada Pasien Rumah Sakit Syaiful Anwar

    Malang

    Mann Whitney Test

    Ranks

    Katagori N Mean Rank Sum of Ranks

    Stenosis Obstruksi 55 34.20 1881.00

    Edematous 9 22.11 199.00

    Total 64

    Test Statisticsa

    Stenosis

    Mann-Whitney U 154.000

    Wilcoxon W 199.000

    Z -1.965

    Asymp. Sig. (2-tailed) .049

    a. Grouping Variable: Katagori

  • 56

    Pengujian Perbedaan Tingkat Keganasan Kanker Paru Kategori Kompresi

    dengan Edematous pada Pasien Rumah Sakit Syaiful Anwar

    Malang

    Mann Whitney Test

    Ranks

    Katagori N Mean Rank Sum of Ranks

    Stenosis Kompresi 19 14.55 276.50

    Edematous 9 14.39 129.50

    Total 28

    Test Statisticsa

    Stenosis

    Mann-Whitney U 84.500

    Wilcoxon W 129.500

    Z -.069

    Asymp. Sig. (2-tailed) .945

    Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .962b

    a. Grouping Variable: Katagori

    b. Not corrected for ties.

    LAMPIRAN 6. Hasil Akumulasi Data Sitologi PA dan Bronkoskopi

    16-Sep

    Nama Kelas Stenosis Usia Jenis

    Kelamin

    Gunawan Tn 2 Infiltratif 59 L

    Saryono Tn 5 Infiltratif 44 L

    Wakit Tn 3 Infiltratif 69 L

    Ngatini Ny 3 Obstruksi 69 P

    Suharjono Tn 3 Obstruksi 67 L

    Untung Abdiyono Tn 2 Obstruksi 65 L

    Endang Suyanti Ny 3 Obstruksi 44 P

  • 57

    Kristyo Y Tn 2 Kompresi 65 L

    16-Oct

    Nama Kelas Stenosis Usia Jenis

    Kelamin

    Wasiatin Ny 4 Obstruksi 65 P

    Tukiyem Ny 2 Infiltratif 43 P

    Drikah Ny 2 Infiltratif 51 P

    Suliyanto Tn 2 Obstruksi 53 L

    Sardi Tn 2 Kompresi 56 L

    Samin Tn 4 Obstruksi 52 L

    Pornomo Tn 5 Obstruksi 59 L

    Tn Adi Sutrisno 2 Infiltratif 37 L

    Sih Mirmo Tn 2 Edematous 71 L

    Tumini Ny 4 Infiltratif 50 P

    Mustakim Tn 3 Infiltratif 54 L

    Sumaiyah Ny 2 Kompresi 70 P

    Samsul Arifin Tn 2 Kompresi 55 L

    Sudjianto Tn 2 Kompresi 55 L

    Sulastri Ny 4 Obstruksi 56 P

    Tiksimin Tn 2 Edematous 71 L

    AH.Fitrani Sujianto Tn 2 Kompresi 46 L

    Tn Sutrisno 2 Kompresi 56 L

    Ny Sri Wahyuni 4 Obstruksi 39 P

    Ny. Rohimah 2 Obstruksi 39 P

    16-Nov

    Nama Kelas Stenosis Usia Jenis

    Kelamin

    Supiyah Ny 2 Kompresi 69 P

    Eni Susanti Ny 2 Obstruksi 44 P

    Ngadiman Tn 2 Infiltratif 55 L

    Edi Suhaedi Tn 4 Obstruksi 48 L

    Andhi Kurniawan Tn 2 Kompresi 25 L

    Acip Tn 2 Kompresi 51 L

    Ahmad Tohadi Tn 4 Obstruksi 67 L

    Minto Hadi 2 Infiltratif 57 L

    Ponimah Ny 2 Kompresi 49 P

    Soedjito Tn 3 Obstruksi 82 L

    KASAN TN 2 Kompresi 55 L

    Dulkawi Tn 2 Obstruksi 57 L

  • 58

    Adi Puto 2 Kompresi 44 L

    Des 16

    Nama Kelas Stenosis Usia Jenis

    Kelamin

    suparlan tn 2 Infiltratif 61 L

    Sulasi Tn 2 Infiltratif 62 L

    KISSA TASLIM Ny 2 Obstruksi 54 P

    Suwarno Tn 2 Obstruksi 76 L

    MATIUS JASARIADI TN 2 Obstruksi 51 L

    Sri Sunaeni 3 Infiltratif 50 P

    Sumariadi Tn 4 Kompresi 61 L

    Anik Ny 2 Infiltratif 51 P

    Muradji Tn 3 Infiltratif 68 L

    Hariyanto 2 Edematous 36 L

    Endang sulistyowati 4 Infiltratif 54 P

    Siti masnunah Ny 5 Infiltratif 37 P

    Sumiati Ny 2 Kompresi 60 P

    Siti Nurhayati Ny 2 Kompresi 36 P

    KHOIRUL MARDIYAH tn 2 Edematous 47 L

    17-Jan

    Nama Kelas Stenosis Usia Jenis

    Kelamin

    Supardi Tn 3 Infiltrasi 69 L

    Gunawan Tn 3 Obstruksi 35 L

    Suparti Ny 3 Obstruksi 65 P

    Heni Sapta T Ny 2 Obstruksi 47 P

    Wiyanto Tn 4 Obstruksi 68 L

    T.Maksum 2 Obstruksi 49 L

    Rochmi Aida Ny 4 Obstruksi 59 P

    Sukadi Tn 2 Obstruksi 52 L

    Emar Sucipto Tn 3 Edematous 54 L

    Suyono Tn 4 Obstruksi 47 L

    Saiin Tn 4 Obstruksi 70 L

    Ngatemi Ny 5 Infiltrasi 44 P

  • 59

    17-Feb

    Nama Kelas Stenosis Usia Jenis

    Kelamin

    Arlina Ny 3 Kompresi 76 P

    NIBUN Tn 2 Infiltrasi 81 L

    Abd Karim Tn 3 Edematous 73 L

    Hartatik Ny 4 Obstruksi 29 P

    Fransisco Wuisan Tn 2 Edematous 63 L

    Sugiono Tn 2 Edematous 56 L

    Antonius Tn 5 Kompresi 36 L

    Yasin Tn 3 Kompresi 42 L

    Sukemi Ny 2 Infiltrasi 69 P

    Purnomo Tn 2 Obstruksi 58 L

    Suyanto Tn 4 Obstruksi 60 L

    Anwar Tn 2 Obstruksi 66 L

    Giran Tn 2 Obstruksi 71 L

    Malikah Ny 2 Edematous 46 P

    Teguh Santoso Tn 2 Obstruksi 46 L

    1. COVER + DAFTAR ISIABSTRAK