dermatitis seboroik

29
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kata dermatitis berarti adanya inflamasi pada kulit. Dermatitis seboroik adalah kelainan kulit papuloskuamosa, dengan predileksi di daerah kaya kelenjar sebasea, kepala (scalp, telinga, leher), wajah, badan dan daerah lipatan (ketiak, lipat paha, dan daerah anogenital). Dermatitis ini dikaitkan dengan Malassezia, terjadi gangguan imunologis mengikuti kelembapan lingkungan, perubahan cuaca, ataupun trauma, dengan penyebaran lesi dimulai dari derajat ringan, misalnya ketombe sampai dengan bentuk eritoderma. Penyakit ini dapat menyerang anak-anak dan paling sering pada usia dibawah 6 bulan maupun dewasa. Beberapa tahun ini telah didapatkan data bahwa sekurang-kurangnya 50% pasien HIV terkena dermatitis seboroik. Ketombe berhubungan juga dengan dermatitis seboroik. Dermatitis seboroik berhubungan erat dengan keaktifan glandula sebasea. Glandula tersebut aktif pada bayi yang baru lahir kemudian menjadi tidak aktif selama 8-12 tahun akibat stimulasi hormon androgen dari ibu berhenti. Dermatitis seboroik pada bayi terjadi pada bulan-bulan pertama kelahiran, kemudian jarang 1

Upload: vitaandriyani

Post on 07-Jul-2016

260 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

DS

TRANSCRIPT

Page 1: Dermatitis Seboroik

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kata dermatitis berarti adanya inflamasi pada kulit. Dermatitis seboroik

adalah kelainan kulit papuloskuamosa, dengan predileksi di daerah kaya kelenjar

sebasea, kepala (scalp, telinga, leher), wajah, badan dan daerah lipatan (ketiak,

lipat paha, dan daerah anogenital). Dermatitis ini dikaitkan dengan Malassezia,

terjadi gangguan imunologis mengikuti kelembapan lingkungan, perubahan cuaca,

ataupun trauma, dengan penyebaran lesi dimulai dari derajat ringan, misalnya

ketombe sampai dengan bentuk eritoderma.

Penyakit ini dapat menyerang anak-anak dan paling sering pada usia

dibawah 6 bulan maupun dewasa. Beberapa tahun ini telah didapatkan data bahwa

sekurang-kurangnya 50% pasien HIV terkena dermatitis seboroik. Ketombe

berhubungan juga dengan dermatitis seboroik.

Dermatitis seboroik berhubungan erat dengan keaktifan glandula sebasea.

Glandula tersebut aktif pada bayi yang baru lahir kemudian menjadi tidak aktif

selama 8-12 tahun akibat stimulasi hormon androgen dari ibu berhenti. Dermatitis

seboroik pada bayi terjadi pada bulan-bulan pertama kelahiran, kemudian jarang

pada usia sebelum akil balig dan insidennya mencapai puncak pada umur 18-40

tahun, kadang-kadang pada umur tua. Dermatitis seboroik sering terjadi pada pria

dibandingkan pada wanita.

1

Page 2: Dermatitis Seboroik

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Dermatitis seboroik adalah kelainan kulit papuloskuamosa, dengan

predileksi di daerah kaya kelenjar sebasea, kepala (scalp, telinga, leher), wajah,

badan1. Istilah dermatitis seboroik (D.S.) dipakai untuk segolongan kelainan kulit

yang didasari oleh faktor konstitusi dan bertempat predileksi di tempat-tempat

seboroik.2 Penyakit ini sering kali dihubungkan dengan peningkatan produksi

sebum (seborrhea) dari kulit kepala dan daerah muka serta batang tubuh yang

kaya akan folikel sebaceous. Dermatitis seboroik sering ditemukan dan biasanya

mudah dikenali. Kulit yang terkena biasanya berwarna merah muda (eritema),

membengkak, ditutupi dengan sisik berwarna kuning kecoklatan dan berkerak.3,4

Penyakit ini dapat mengenai semua golongan umur, tetapi lebih dominan pada

orang dewasa. Pada orang dewasa penyakit ini cenderung berulang, tetapi

biasanya dengan mudah dikendalikan. Kelainan ini pada kulit kepala umumnya

dikenal sebagai ketombe pada orang dewasa dan “keluar saraf’ (cradle cap) pada

bayi.5

2.2 Epidemiologi

Prevalensi dermatitis seboroik secara umum berkisar 3-5% pada populasi

umum. Lesi ditemui pada kelompok remaja dengan ketombe sebagai bentuk yang

lebih sering dijumpai. Pada kelompok HIV, angka kejadian dermatitis seboroik

lebih tinggi dibandingkan dengan populasi umum. Sebanyak 36% pasien HIV

mengalami dermatitis seboroik. Umumnya diawali sejak usia pubertas, dan

memuncak pada umur 40 tahun. Dalam usia lanjut dapat dijumpai bentuk ringan,

sedangkan pada bayi dapat terlihat lesi berupa kerak kulit kepala (cradle cap).

Jenis kelamin laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan.

2

Page 3: Dermatitis Seboroik

2.3 Etiopatogenesis

Penyebabnya belum diketahui pasti. Faktor presdiposisinya ialah kelainan

konstitusi berupa status seboroik (seborrhoic state) yang rupanya diturunkan,

bagaimana caranya belum dipastikan. Penderita pada hakekatnya mempunyai kulit

yang berminyak (seborrhoea), tetapi mengenai hubungan antara kelenjar minyak

dan penyakit ini belum jelas sama sekali. Ada yang mengatakan kambuhnya

penyakit ini (yang sering menjadi chronis-recidivans) disebabkan oleh makanan

yang berlemak, tinggi kalori, akibat minum alkohol dan gangguan emosi.1,2

Penyakit ini berhubungan dengan kulit yang berminyak (seborrhea),

meskipun peningkatan produksi sebum tidak selalu dapat di deteksi pada pasien

ini. Seborrhea merupakan faktor predisposisi terjadinya dermatitis seboroik,

namun dermatitis seboroik bukanlah penyakit yang terjadi pada kelenjar sebasea.

Kelenjar sebasea tersebut aktif pada bayi baru lahir, kemudian menjadi tidak aktif

selama 9-12 tahun akibat stimulasi hormone androgen dari ibu berhenti.

Dermatitis seboroik pada bayi terjadi pada umur bulan-bulan pertama, kemudian

jarang pada usia sebelum akil balik dan insidensinya mencapai puncaknya pada

umur 18 – 40 tahun, dan kadang-kadang pada umur tua. Tingginya insiden

dermatitis seboroik pada bayi baru lahir setara dengan ukuran dan aktivitas

kelenjar sebasea pada usia tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa bayi yang baru

lahir memiliki kelenjar sebasea dengan tingkat sekresi sebum yang tinggi. Pada

masa kecil, terdapat hubungan yang erat antara dermatitis seboroik dengan

peningkatan produksi sebum. Kondisi ini dikenal sebagai dermatitis seboroik pada

bayi, hal tersebut normal ditemukan pada bulan pertama kehidupan, berbeda

dengan kondisi dermatitis seboroik yang terjadi pada masa remaja dan dewasa.

Pada dewasa sebaliknya, tidak ada hubungan yang erat antara peningkatan

produksi sebum dengan dermatitis seboroik, jika terjadi puncak aktivitas kelenjar

sebasea pada masa awal pubertas, dermatitis seboroik mungkin terjadi pada waktu

kemudian. Meskipun kematangan kelenjar sebasea rupanya merupakan faktor

predisposisi timbulnya Dermatitis seboroik, tetapi tidak ada hubungan langsung

secara kuantitatif antara keaktifan kelenjar tersebut dengan sukseptibilitas untuk

memperoleh Dermatitis seboroik.2, 3, 4

3

Page 4: Dermatitis Seboroik

Tempat terjadinya dermatitis seboroik memiliki kecenderungan pada

daerah wajah, telinga, kulit kepala dan batang tubuh bagian atas yang sangat kaya

akan kelenjar sebasea. Dua penyakit yang memiliki tempat predileksi yang sama

di daerah ini yaitu dermatitis seboroik dan Acne.3

Banyak percobaan telah dilakukan untuk menghubungkan penyakit ini

dengan infeksi oleh bakteri atau Pityrosporum ovale yang merupakan flora normal

kulit manusia. Pertumbuhan P.ovale yang berlebihan dapat mengakibatkan reaksi

inflamasi, baik akibat produk metabolitnya yang masuk ke dalam epidermis

maupun karena sel jamur itu sendiri, melalui aktivasi sel limfosit T dan sel

Langerhans. Penelitian di Rosenberg telah menunjukkan bahwa 2% ketokonazole

kream dapat mengurangi jumlah dari organism yang terdapat pada lesi di kulit

kepala atau kulit yang berminyak, pada saat yang bersamaan juga dapat

menghilangkan gejala dermatitis seboroik. Penjelasan ini dimana jamur yang

menjadi penyebabnya dapat dilkakukan pencegahannya. Akan tetapi, penelitian

lain menunjukkan bahwa P. ovale dapat terjadi pada kulit kepala yang tidak

menunjukkan gejala klinis dari penyakit ini. Status seboroik sering berasosiasi

dengan meningginya sukseptibilitas terhadap infeksi piogenik, tetapi tidak

terbukti bahwa mikroorganisme inilah yang menyebabkan dermatitis seboroik.2,3

Dermatitis seboroik dapat diakibatkan oleh proliferasi epidermis yang

meningkat seperti psoariasis. Hal ini dapat menerangkan mengapa terapi dengan

sitostatik dapat memperbaikinya. Pada orang yang telah mempunyai factor

predisposisi, timbulnya D.S. dapat disebabkan oleh faktor kelelahan, stress,

emosional, infeksi, atau defisiensi imun.2

Kondisi ini dapat diperburuk dengan meningkatnya keringat. Stress

emosional dapat mempengaruhi penyakit ini juga. Dermatitis seboroik dapat juga

menjadi komplikasi dari Parkinsonisme, yang berhubungan dengan seborrhoea.

Pengobatan dari parkinson dengan levodopa mengurangi ekskresi sebum sejak

seborrhea pertama kali ditemukan, tetapi tidak ada efeknya pada kecepatan

ekskresi sebum yang normal. Obat neuroleptik yang digunakan untuk

menginduksi parkinsonsnisme, salah satunya haloperidol, dapat juga menginduksi

terjadinya dermatitis seboroik.

4

Page 5: Dermatitis Seboroik

2.4 Patogenesis

Walaupun banyak teori yang disebutkan, tetapi penyebab pasti dari

dermatitis seboroik belum diketahui secara pasti. Dermatitis seboroik dihubungan

dengan adanya kulit yang tampak berminyak (seboroik oleosea), walaupun

peningkatan produksi sebum dan dermatitis seboroik tidak selalu didapatkan pada

beberapa pasien. Pada anak-anak didapatkan adanya hubungan antara produksi

sebum dan dermatitis seboroik. Selain itu didapatkan juga perubahan komposisi

lipid pada permukaan kulit yang menunjukkan adanya peninggian kadar

kolesterol, trigliserida dan parafirin, yang disertai penurunan kadar squaelene,

asam lemak bebas, dan wax ester.

Dermatitis seboroik yang disebabkan oleh Ptyrosporum ovale berkaitan

dengan reaksi imun tubuh terhadap sel jamur di permukaan kulit maupun produk-

produk metabolitnya di dalam epidermis. Reaksi peradangan yang timbul melalui

perantaraan sel langerhans dan aktivasi limfosit T. Bila Ptyrosporum ovale telah

berkontak dengan serum, maka akan dapat mengaktifkan sistem komplemen

melalui jalur aktivasi langsung maupun alternatif. Pada anak, selain Ptyrosporum

ovale, ditemukan juga adanya Candida albicans pada lesi-lesi kulit.

Peningkatan proliferasi epidermal pada dermatitis seboroik, menjelaskan

mengapa penyakit ini cukup responsif pada terapi dengan sitostatik. Selain itu,

dermatitis seboroik sering berkaitan dengan kelainan-kelainan neurologik seperti

penyakit parkinson, epilepsi, paralisis nervus fasialis. Kelainan pada sistem

neurologik menyebabkan abnormalitas pada neurotransmitter dan bermanifestasi

sebagai gangguan fungsi kelenjar sebum.

2.5 Gejala klinis

Kelainan kulit terdiri atas eritema dan skuama yang berminyak dan agak

kekuningan, batasnya agak kurang tegas. Dermatitis seboroik yang ringan hanya

mengenai kulit kepala berupa skuama-skuama yang halus, mulai sebagai bercak

kecil yang kemudian mengenai seluruh kulit kepala dengan skuama-skuama yang

halus dan kasar. Kelaianan tersebut pitiriasis sika (ketombe, dandruff). Bentuk

5

Page 6: Dermatitis Seboroik

yang berminyak disebut pitiriasis steatoides yang dapat disertai eritema dan

krusta-krusta yang tebal. Rambut pada tempat tersebut mempunyai kecenderungan

rontok, mulai di bagian vertex dan frontal.

Bentuk yang berat ditandai dengan adanya bercak-bercak yang berskuama

dan berminyak disertai eksudasi dan krusta tebal. Sering meluas ke dahi, glabela,

telinga postaurikular dan leher. Pada daerah dahi tersebut, batasnya sering

cembung.

Pada bentuk yang lebih berat lagi, seluruh kepala tertutup oleh krusta-

krusta yang kotor, dan berbau tidak sedap. Pada bayi, skuama-skuama yang

kekuningan dan kumpulan debris-debris epitel yang lekat pada kulit kepala

disebut cradle cap.

Pada daerah supraorbital, skuama-skuama halus dapat terlihat di alis mata,

kulit di bawahnya eritematosa dan gatal, disertai bercak-bercak skuama

kekuningan, dapat terjadi pula blefaritis, yakni pinggir kelopak mata merah

disertai skuama-skuama halus. Pada tepi bibir bias kemerahan dan berbintik-bintik

(marginal blefaritis). Daerah konjungtiva pada saat bersamaan juga dapat terkena.

Lipatannya dapat berwarna kekuningan, dengan kerak, dengan batas yang tidak

jelas. Pruritus juga bias terlihat. Jika area glabela juga terkena, disana juga

mungkin terdapat kerak pada kerutan mata yang berwarna kemerahan. Pada

lipatan bibir mungkin terdapat perubahan warna berupa kerak yang kekuningan

atau kemerahan, kadang-kadang dengan lubang-lubang. Pada pria, radang folikel

rambut pada kumis juga bisa terjadi.

Selain tempat-tempat tersebut dermatitis seboroik juga dapat mengenai

liang telinga luar, lipatan nasolabial, daerah sterna, areola mamae, lipatan di

bawah mamae pada wanita, interskapular, umbilicus, lipat paha, dan daerah

anogenital. Pada daerah pipi, hidung, dan dahi, kelainan dapat berupa papul-papul.

Pada telinga, dermatitis seboroik sering disalahartikan dengan radang

daun telinga ayng disebabkan oleh jamur (otomikosis). Disana terdapat kulit

terkelupas pada lubang telinga, dan disekitar meatus auditivus, dan depan daun

telinga. Pada daerah ini kulit biasanya berubah menjadi kemerahan, dengan

lubang-lubang dan bengkak. Eksudasi serosa, pembengkakan pada telinga dan

6

Page 7: Dermatitis Seboroik

daerah sekitarnya. Pemberian tetes cortipsorin otic, berisi polymyxin B-

hydrocortisone, 4 tetes pada saluran telinga, biasanya untuk membersihkan.

Tridesilon Otic lotion, 0,5 persen desonide dan 2 persen asam asetat, juga efektif.

Dermatitis seboroik pada wajah juga bisa berbentuk erupsi popular pada

pipi, hidung dan dahi. Kemerahan yang tampakpada area alar-malar disebut

dyssebacea. Sodium sulfacetamide, bisa digunakan pada 10% krim yang cocok

diantaranya desonide (Tridesilon), hamper menajdi pengobatan yang spesifik

untuk dyssebacea.

Pada bibir dan mukosa tidak biasanya terkena, tapi kadang-kadang

terdapat perubahan pada bibir, yang disebut cheilits exfoliativa. Tampak bibir

berwarna merha terang, kering, terkelupas, dan berlobang.

Dermatitis seboroik biasa pada lipat paha dan bokong, dimana terlihat

seperti kurap, psoariasis, atau jamuran. Garinya terlihat seperti kulit terkelupas

pada keduanya dan simetris. Pada lokasi ini lobang-lobang dapat ditemukan dan

mungkin juga terdapat garis psoariformis dengan kulit kering pada beberapa

kasus.

Dermatitis seboroik dapat bersama-sama dengan akne yang berat. Jika

meluas dapat menjadi eritroderma, pada bayi disebut penyakit Leiner.

Gambaran klinis dan perjalanan penyakit dari dermatitis seboroik berbeda

pada bayi dan orang dewasa.

A. Dermatitis seboroik pada bayi (usia 2 minggu – 10 minggu) 3

Penyakit ini terjadi pada bayi didominasi pada bulan-bulan pertama

kehidupan sebagai penyakit inflamasi yang terutama mempengaruhi rambut dan

kulit kepala dengan lipatan intertriginosa berminyak yang disertai sisik dan kerak.

Daerah lainnya seperti wajah, dada, dan leher juga dapat terpengaruh.

1. Pada kepala (kulit kepala daerah frontal dan parietal) khas disebut

cradle crap, dengan krusta tebal, pecah-pecah dan berminyak tanpa ada

dasar kemerahan dan kurang / tidak gatal

2. Pada lokasi lain seperti lipatan belakang telinga, pinna telinga, dan

leher, lesi tampak kemerahan atau merah kekuningan yang tertutup

7

Page 8: Dermatitis Seboroik

dengan skuama yang berminyak, kurang / tidak gatal.

Perjalanan penyakit ini pada bayi biasanya berlanjut mingguan sampai

bulanan. Kekambuhan jarang terjadi. Dan prognosis penyakit ini pada bayi adalah

baik.

Differensial diagnosis dari dermatitis seboroik pada bayi termasuk

didalamnya dermatitis atopik (yang biasanya dimulai setelah bulan ketiga

kehidupan), psoriasis pada bayi baru lahir, penyakit yang jarang seperti skabies

dan histiositosis X. Yang paling baik untuk membedakan ciri antara dermatitis

atopik dengan dermatitis seboroik adalah

Erythroderma desquamativum (Leiner’s disease) 3

Komplikasi dari dermatitis pada bayi ini pertama kali dijelaskan oleh

Leiner pada tahun 1908 dimana waktu itu penyakit ini ditemukan pada bayi yang

baru lahir dan pada saat perwatan di rumah sakit dari umur bayi 6 sapai 20

minggu yang terlihat sebagai dermatitis exfoliativa pada seluruh tubuh dengan

tanda kemerahan dan kulit yang terkelupas, biasanya sama seperti beberapa type

dari dermatitis seboroik.

Penyakit ini biasanya dimulai dari bagian sekitar anus dan daerah ketiak,

lalu terlihat kulit terkelupas, area intertriginosa, leher, dan ekstremitas. Awal

mulanya ditemukan infalmasi kemerahan yang menyebar, yang meliputi seluruh

tubuh. Semakin lama kulit akan diliputi tumpukan kulit kering yang berwarna

putih keabu-abuan. Pada faktanya, dalam proses yang terjadi akan terjadi exfoliasi

umum, dan penipisan dari kulit. Kulit kepala selalu terlihat krusta tipis dan kulit

yang hancur. Terdapat pembesaran kelenjar.

Menyerang pada bayi yang baru lahir yang kebanyakan ditemukan pada

masyarakat yang miskin. Diare, muntah, dan infeksi berkelanjutan pasti akan

terjadi.

B. Dermatitis seboroik pada dewasa (pada usia pubertas, rata-rata pada usia 18-

40 tahun, dapat pada usia tua) 3

8

Page 9: Dermatitis Seboroik

Gambaran klinis dan perjalanan dari penyakit ini berbeda antara remaja dan bayi.

1. Umumnya gatal

2. Pada area seboroik berupa makula atau plakat, folikular, perifolikular,

atau papulae,kemerahan atau kekuningan, dengan derajat ringan

sampai berat, inflamasi, skuama dan krusta tipis sampai tebal yang

kering, basah atau berminyak.

3. Bersifat kronis dan mudah kambuh, sering berkaitan dengan

kelelahanm stress, atau paparan sinar matahari.

Perjalanan penyakit biasanya berlangsung dalam waktu yang lama.

Periode perbaikan pada musim panas dan kambuh kembali pada musim dingin.

Pembesaran lesi dapat terjadi sebagai akibat dari perubahan musim terutama efek

dari paparan sinar matahari.

2.6 Diagnosis dan Diagnosis Banding

Diagnosis ditegakkan berdasarkan morfologi khas lesi eksema dengan

skuama kuning berminyak di area predileksi. Pada kasus yang sulit perlu

pemeriksaan histopatologi.

Diagnosis banding dari dermatitis seboroik yaitu :

Psoriasis : skuama lebih tebal berlapis transparan seperti mika, lebih

dominan di daerah ekstensor.

Dermatitis atopik dewasa : terdapat kecenderungan stigmata atopi.

Dermatitis kontak iritan : riwayat kontak misalnya dengan sabun pencuci

wajah atau bahan iritan lainnya untuk perawatan wajah (trerinoin, asam

glikolat, asam alfa hidroksi)

Dermatofitosis : perlu pemeriksaan skraping kulit dengan KOH.

Rosasea : perlu anamnesis dan pemeriksaan fisik yang lebih teliti.

2.7 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan yang dapat dilakukan pada pasien dermatitis seboroik adalah :

9

Page 10: Dermatitis Seboroik

1. Pemeriksaan histopatologi

Gambaran histopatologi bervariasi menurut stadium penyakit: akut,

subakut, atau kronik. Pada dermatitis seboroik akut dan subakut, infiltrat

perivaskuler superfisial dari limfosit dan histiosit jarang, spongiosis ringan

sampai sedang, hiperplasia psoriasifrom ringan, sumbatan folikuler oleh

ortokeratosis dan parakeratosis, skuama atau krusta mengandung netrofil

pada ujung ostia folikuler. Pada dermatitis seboroik kronis dijumpai

kapiler dan vena kecil yang berdilatasi pada pleksus superfisial.

Lesi dermatitis seboroik kronik secara klinis dsn histopatologis berupa

bentuk psoriasiform sehingga serong dulit dibedakan dengan psoriasis.

Bentuk psoriasis memberikan gambaran yang sama dengan dermatitis

seboroik. Lesi yang mempunyai psoriasis dapat berlangsung bertahun-

tahun sebelum akhirnya berubah menjadi psoriasis yang jelas.

2. Pemeriksaan fenomena tetesan lilin dan Auspitz

Pemeriksaan fenomena tetesan lilin dan Auspitz untuk membedakan lesi

dermatitis seboroik dengan Psoriasis dan menyingkirkan diagnosis

banding lainnya. Pada fenomena lilin yang digores dan pada fenomena

tetesan lilin pada tempat goresan akan berubah warnanya seperti lilin yang

digores dan pada fenomena Auspitz akan tampak serum atau darah

berbintik-bintik yang disebabkan oleh papilomatosis.

3. Pemeriksaan kerokan kulit dengan KOH 10% .

Pada sediaan langsung kerokan kulit dengan KOH 10% akan memberikan

gambaran hifa semu, blastospora, dan sel ragi.

4. Pemeriksaan kultur

Untuk mengetahui spesies jamur penyebab penyakit sesuai diagnosis

kerja, karena dermatitis seboroik biasanya disebabkan oleh karena infeksi

jamur Ptyrosporum ovale.

2.8 Penatalaksanaan

10

Page 11: Dermatitis Seboroik

Dermatitis seboroik pada anak biasanya sembuh sendiri secara spontan

dalam 6 hingga 12 bulan dan cenderung tidak rekuren hingga mencapai usia

pubertas. Secara umum terapi bekerja dengan prinsi mengontrol bukan

menyembuhkan, yakni dengan membersihkan dan menghilangkan skuama dan

krusta, menghambat kolonisasi jamur, mengontrol infeksi sekunder dan

mengurangi eritema dan gatal.

1. Penatalaksanaan Umum

Pasien diberitahu bahwa penyakit ini berlangsung kronik dan

sering kambuh

Menghindari faktor pencetus seperti stress emosional, makanan

berlemak, dan pencetus lainnya.

Menjaga kebersihan rambut dan badan

2. Penatalaksanaan khusus

Shampo yang mengandung obat anti malassezia, misalnya :

selenium sulfida, zinc pirithione, ketokonazol, berbagai shampo

yang mengandung ter dan solusio terbinafine 1%.

Untuk menghilangkan skuama tebal dan mengurangi jumlah sebum

pada kulit dapat dilakukan dengan mecuci wajah berulang dengan

sabun lunak. Pertumbuhan jamur dapat dikurangi dengan krim

imidazol dan turunannya, bahan antimikotik di daerah lipatan bila

ada gejala.

Skuama dapat diperlunak dengan krim yang mengandung asam

salisilat atau sulfur.

Pengobatan simtomatik dengan kortikosteroid topical potensi

sedang, immunosupresan topical (takrolimus dan pimekrolimus)

terutama untuk daerah wajah sebagai pengganti kortikosteroid

topical.

Metronidazol topical, siklopiroksolamin, talkasitol, benzoil

peroksida dan salep litium suksinat 5%.

Pada kasus yang tidak membaik dengan terapi konvensional dapat

digunakan terapi sinar ultraviolet-B (UVB) atau pemberian

11

Page 12: Dermatitis Seboroik

itrakonazole 100 mg/hari per oral selama 21 hari.

Pemberian antihistamin sistemik

Bila tidak membaik dengan semua modalitas terapi, pada

dermatitis seboroik yang luas dapat diberikan prednisolon 30

mg/hari untuk respons cepat.

2.9 Prognosis

Dapat sembuh dengan sendirinya disertai prognosis yang baik pada bayi

dibandingkan dengan kondisi kronis dan relaps pada orang dewasa. Tidak ada

bukti yang menyatakan bayi engan dermatitis seboroik juga akan mengalami

penyakit ini pada dewasa. Pasien dermatitis dewasa dengan bentuk berat

kemungkinan persisten.

BAB III

12

Page 13: Dermatitis Seboroik

LAPORAN KASUS

3.1. Identitas Pasien

Nama : Tn. A

Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 50 Tahun

Agama : Islam

Pekerjaan : PNS

Alamat : Bukittinggi

Suku : Minang

Tanggal Masuk : 21 Mei 2016

3.2. Anamnesis

1. Keluhan Utama

Seorang pasien laki-laki usia 50 tahun datang ke poli klinik Kulit dan

Kelamin RS Achmad Mochtar Bukittinggi dengan keluhan kulit kepala

kemerahan dan gatal sejak 2 minggu yang lalu.

2. Riwayat Penyakit Sekarang

Kulit kepala kemerahan dan gatal sejak 2 minggu yang

lalu,awalnya bercak merah muncul di kening menyebar ke pelipis kanan

dan pelipis kiri disertai adanya sisik halus dan rasa gatal, pada waktu siang

hari dan berkeringat. Selain di kepala, disela paha, pasien juga

mengeluhkan rasa gatal pada waktu malam mau tidur. Rambut dikepala

tidak rontok, mandi dua kali sehari kadang-kadang pakai shampo. Tidak

ada riwayat alergi dengan minyak rambut dan parfum.

3. Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien tidak pernah menderita penyakit yang sama sebelumnya

4. Riwayat Penyakit Keluarga

Istri dan anak pasien tidak ada yang menderita penyakit seperti ini

5. Riwayat kebiasaan

13

Page 14: Dermatitis Seboroik

Pasien bekerja sebagai PNS, bekerja dari jam 8 pagi sampai jam 5

sore. Pasien suka makan gorengan, makanan pedas, berminyak, pasien

seorang perokok, jarang mengonsumsi sayur dan buah.

6. Riwayat konsumsi obat

Pasien menderita insomnia sejak 2 tahun yang lalu, dan sedang

mengonsumsi obat psikiatri yaitu alprazolam.

3.3. Pemeriksaan Fisik

1. Keadaan Umum : Tampak Sakit Ringan

2. Kesadaran : Compos Mentis Cooperative

3. Status Gizi : Baik.

4. Thorak : Diharapkan dalam batas normal

5. Abdomen : Diharapkan dalam batas normal

3.4 Status Dermatologikus

1. Lokasi : dahi, pelipis kiri, pelipis kanan

2. Distribusi : terlokalisir

3. Bentuk : tidak teratur, batas tegas

4. Susunan : konfluens.

5. Ukuran : di dahi seukuran plakat, di pelipis kiri ukuran

plakat di pelipis kanan ukuran plakat

6. Efloresensi : plak eritematosa berukuran plakat,

di sertai skuama halus

7. Status Venerologikus : Tidak ditemukan kelainan

8. Kelainan selaput : Tidak ditemukan kelainan

9. Kelainan kuku : Kuku dan jaringan sekitar kuku tidak

ditemukan kelainan

10. Kelainan rambut : Tidak ditemukan kelainan

11. Kelainan kel.limfe : Tidak terdapat pembesaran KGB

14

Page 15: Dermatitis Seboroik

15

Page 16: Dermatitis Seboroik

3.5 Pemeriksaan Penunjang

Tidak di lakukan

3.6 Diagnosis Kerja dan Diagnosis Banding

Diagnosis Kerja : Dermatitis Seboriok

Diagnosis Banding : -

3.7 Penatalaksanaan

1. Penatalaksanaan umum

Istirahat cukup, dengan tidur yang cukup, jangan bergadang

Jaga kebersihan diri dengan cara mandi menggunakan sabun

sebanyak dua kali sehari

Melakukan perawatan rambut dengan mencuci rambut minimal

dua hari sekali mengunakan shampo

Hindari makan makanan yang berlemak seperti goreng- gorengan

dan makanan pedas

Konsumsi makanan yang tinggi serat seperti sayur dan buah

Hindari stres

2. Penatalaksanaan Khusus

Topikal : Desoximetason krim 0,25% dua kali sehari

Sistemik : Citirizine HCl Tab 10 mg sekali sehari

3.8 Prognosis

Quo ad sanationam : Bonam

Quo ad vitam : Bonam

Quo ad kosmetikum : Bonam

Quo ad functionam : Bonam

16

Page 17: Dermatitis Seboroik

Resep

RSUD Achmad Mochtar

Ruangan/Poliklinik : Kulit dan Kelamin

Dokter : dr.VM

SIP No : 3103/SIP/2016

Bukittinggi, 21 Mei 2016

R/ Desoximetason tube 0,25% No. I

suc

R/ Cetirizine Hcl Tab 10 mg No. XV

S2dd Tab 1

Pro : Tn. A

Umur : 50 Tahun

Alamat : Bukittinggi

17

Page 18: Dermatitis Seboroik

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Seborrhea disebut pula dengan Dermatitis seboroik yaitu kelainan kulit

berupa peradangan superfisial dengan papuloskuamosa yang kronik dengan

tempat predileksi di daerah-daerah seboroik yakni daerah yang kaya akan kelenjar

sebasea, seperti pada kulit kepala, alis, kelopak mata, naso labial, bibir, telinga,

dada, axilla, umbilikus, selangkangan dan glutea. Pada dermatitis seboroik

didapatkan kelainan kulit yang berupa eritem, edema, serta skuama yang kering

atau berminyak dan berwarna kuning kecoklatan dalam berbagai ukuran disertai

adanya krusta.

Dermatitis seborrheic umumnya hanya terjadi pada bayi karena hal ini

terkait dengan hormon androgen milik ibunya yang masih tersisa di dalam

tubuhnya. Itulah kenapa, lewat dari masa bayi, masalah ini akan menghilang

seiring dengan berkurangnya kadar hormon androgen.

Dermatitis seboroik menyerang 2% - 5% populasi. Dermatitis seboroik

dapat menyerang bayi pada tiga bulan pertama kehidupan dan pada dewasa pada

umur 30 hingga 60 tahun. Insiden memuncak pada umur 18–40 tahun.

Kebanyakan pasien (72%) terserang minimal atau dermatitis seboroik ringan.

Etiologi dari penyakit ini belum terpecahkan. Faktor predisposisinya

adalah kelainan konstitusi berupa status seboroik (seborrhoic state) yang rupanya

diturunkan, bagaimana caranya belum dipastikan.

Dermatitis seboroik berhubungan erat dengan keaktivan glandula

sebasea. Meskipun kematangan kelenjar sebasea rupanya merupakan faktor

timbulnya dermatitis seboroik, tetapi tidak ada hubungan langsung secara

kuantitatif antara keaktifan kelenjar tersebut dengan suseptibilitas untuk

memperoleh dermatitis seboroik. Dermatitis seboroik dapat diakibatkan oleh

proliferasi epidermis yang meningkat seperti pada psoriasis. Pada orang yang

telah mempunyai faktor predisposisi, timbulnya dermatitis seboroik dapat

disebabkan oleh faktor kelelahan, stres emosional, infeksi, atau defisiensi imun.

18

Page 19: Dermatitis Seboroik

DAFTAR PUSTAKA

1. Juanda A, Dermatosis eritroskuamosa. Dalam Juanda A, Hamzah M, Aisah

S, Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi keempat. Cetakan kedua. Jakarta

: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ; 2005 : 200-2

2. Plewig G. Seborrheic dermatitis. In Fitzpatrick TB, Eisen AZ, Wolff K,

Freedberg IM, Austen KF. Dermatology in general medicine. Volume 1.

Fourth edition. United States of America : Mc Grow Hill ; 1993 : 1569-73

3. Champion RH, Burton JL, Ebling FJG. Seborrhoic dermatitis. Textbook of

dermatology. Volume 1. Fifth edition. Oxford : Blackwell Scientific

Publications ; 1992 : 545-51

4. Goldstein BG, Goldstein AO. Dalam Dematologi praktis. Cetakan

pertama. Jakarta : Hipokrates ; 1998 : 188-90

5. Barakbah J, Pohan SS, Sukanto H, Martodihardjo S, Agusni I, Lumintang

H, et al. Dermatitis seboroik. Atlas penyakit kulit dan kelamin. Cetakan

ketiga. Surabaya : Airlangga University Press ; 2007 : 112-6

6. Aisah, Siti.dkk. 2013. Dermatitis Seboroik. Ilmu Penyakit Kulit dan

Kelamin Edisi ke 6. Jakarta : FKUI.

7. Aisah, Siti.dkk. 2015. Dermatitis Seboroik. Ilmu Penyakit Kulit dan

Kelamin Edisi ke 7. Jakarta : FKUI.

8. Siregar. 2013. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit edisi ke-3. Jakarta :

EGC.

19