dermatitis seboroik
DESCRIPTION
DSTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kata dermatitis berarti adanya inflamasi pada kulit. Dermatitis seboroik
adalah kelainan kulit papuloskuamosa, dengan predileksi di daerah kaya kelenjar
sebasea, kepala (scalp, telinga, leher), wajah, badan dan daerah lipatan (ketiak,
lipat paha, dan daerah anogenital). Dermatitis ini dikaitkan dengan Malassezia,
terjadi gangguan imunologis mengikuti kelembapan lingkungan, perubahan cuaca,
ataupun trauma, dengan penyebaran lesi dimulai dari derajat ringan, misalnya
ketombe sampai dengan bentuk eritoderma.
Penyakit ini dapat menyerang anak-anak dan paling sering pada usia
dibawah 6 bulan maupun dewasa. Beberapa tahun ini telah didapatkan data bahwa
sekurang-kurangnya 50% pasien HIV terkena dermatitis seboroik. Ketombe
berhubungan juga dengan dermatitis seboroik.
Dermatitis seboroik berhubungan erat dengan keaktifan glandula sebasea.
Glandula tersebut aktif pada bayi yang baru lahir kemudian menjadi tidak aktif
selama 8-12 tahun akibat stimulasi hormon androgen dari ibu berhenti. Dermatitis
seboroik pada bayi terjadi pada bulan-bulan pertama kelahiran, kemudian jarang
pada usia sebelum akil balig dan insidennya mencapai puncak pada umur 18-40
tahun, kadang-kadang pada umur tua. Dermatitis seboroik sering terjadi pada pria
dibandingkan pada wanita.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Dermatitis seboroik adalah kelainan kulit papuloskuamosa, dengan
predileksi di daerah kaya kelenjar sebasea, kepala (scalp, telinga, leher), wajah,
badan1. Istilah dermatitis seboroik (D.S.) dipakai untuk segolongan kelainan kulit
yang didasari oleh faktor konstitusi dan bertempat predileksi di tempat-tempat
seboroik.2 Penyakit ini sering kali dihubungkan dengan peningkatan produksi
sebum (seborrhea) dari kulit kepala dan daerah muka serta batang tubuh yang
kaya akan folikel sebaceous. Dermatitis seboroik sering ditemukan dan biasanya
mudah dikenali. Kulit yang terkena biasanya berwarna merah muda (eritema),
membengkak, ditutupi dengan sisik berwarna kuning kecoklatan dan berkerak.3,4
Penyakit ini dapat mengenai semua golongan umur, tetapi lebih dominan pada
orang dewasa. Pada orang dewasa penyakit ini cenderung berulang, tetapi
biasanya dengan mudah dikendalikan. Kelainan ini pada kulit kepala umumnya
dikenal sebagai ketombe pada orang dewasa dan “keluar saraf’ (cradle cap) pada
bayi.5
2.2 Epidemiologi
Prevalensi dermatitis seboroik secara umum berkisar 3-5% pada populasi
umum. Lesi ditemui pada kelompok remaja dengan ketombe sebagai bentuk yang
lebih sering dijumpai. Pada kelompok HIV, angka kejadian dermatitis seboroik
lebih tinggi dibandingkan dengan populasi umum. Sebanyak 36% pasien HIV
mengalami dermatitis seboroik. Umumnya diawali sejak usia pubertas, dan
memuncak pada umur 40 tahun. Dalam usia lanjut dapat dijumpai bentuk ringan,
sedangkan pada bayi dapat terlihat lesi berupa kerak kulit kepala (cradle cap).
Jenis kelamin laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan.
2
2.3 Etiopatogenesis
Penyebabnya belum diketahui pasti. Faktor presdiposisinya ialah kelainan
konstitusi berupa status seboroik (seborrhoic state) yang rupanya diturunkan,
bagaimana caranya belum dipastikan. Penderita pada hakekatnya mempunyai kulit
yang berminyak (seborrhoea), tetapi mengenai hubungan antara kelenjar minyak
dan penyakit ini belum jelas sama sekali. Ada yang mengatakan kambuhnya
penyakit ini (yang sering menjadi chronis-recidivans) disebabkan oleh makanan
yang berlemak, tinggi kalori, akibat minum alkohol dan gangguan emosi.1,2
Penyakit ini berhubungan dengan kulit yang berminyak (seborrhea),
meskipun peningkatan produksi sebum tidak selalu dapat di deteksi pada pasien
ini. Seborrhea merupakan faktor predisposisi terjadinya dermatitis seboroik,
namun dermatitis seboroik bukanlah penyakit yang terjadi pada kelenjar sebasea.
Kelenjar sebasea tersebut aktif pada bayi baru lahir, kemudian menjadi tidak aktif
selama 9-12 tahun akibat stimulasi hormone androgen dari ibu berhenti.
Dermatitis seboroik pada bayi terjadi pada umur bulan-bulan pertama, kemudian
jarang pada usia sebelum akil balik dan insidensinya mencapai puncaknya pada
umur 18 – 40 tahun, dan kadang-kadang pada umur tua. Tingginya insiden
dermatitis seboroik pada bayi baru lahir setara dengan ukuran dan aktivitas
kelenjar sebasea pada usia tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa bayi yang baru
lahir memiliki kelenjar sebasea dengan tingkat sekresi sebum yang tinggi. Pada
masa kecil, terdapat hubungan yang erat antara dermatitis seboroik dengan
peningkatan produksi sebum. Kondisi ini dikenal sebagai dermatitis seboroik pada
bayi, hal tersebut normal ditemukan pada bulan pertama kehidupan, berbeda
dengan kondisi dermatitis seboroik yang terjadi pada masa remaja dan dewasa.
Pada dewasa sebaliknya, tidak ada hubungan yang erat antara peningkatan
produksi sebum dengan dermatitis seboroik, jika terjadi puncak aktivitas kelenjar
sebasea pada masa awal pubertas, dermatitis seboroik mungkin terjadi pada waktu
kemudian. Meskipun kematangan kelenjar sebasea rupanya merupakan faktor
predisposisi timbulnya Dermatitis seboroik, tetapi tidak ada hubungan langsung
secara kuantitatif antara keaktifan kelenjar tersebut dengan sukseptibilitas untuk
memperoleh Dermatitis seboroik.2, 3, 4
3
Tempat terjadinya dermatitis seboroik memiliki kecenderungan pada
daerah wajah, telinga, kulit kepala dan batang tubuh bagian atas yang sangat kaya
akan kelenjar sebasea. Dua penyakit yang memiliki tempat predileksi yang sama
di daerah ini yaitu dermatitis seboroik dan Acne.3
Banyak percobaan telah dilakukan untuk menghubungkan penyakit ini
dengan infeksi oleh bakteri atau Pityrosporum ovale yang merupakan flora normal
kulit manusia. Pertumbuhan P.ovale yang berlebihan dapat mengakibatkan reaksi
inflamasi, baik akibat produk metabolitnya yang masuk ke dalam epidermis
maupun karena sel jamur itu sendiri, melalui aktivasi sel limfosit T dan sel
Langerhans. Penelitian di Rosenberg telah menunjukkan bahwa 2% ketokonazole
kream dapat mengurangi jumlah dari organism yang terdapat pada lesi di kulit
kepala atau kulit yang berminyak, pada saat yang bersamaan juga dapat
menghilangkan gejala dermatitis seboroik. Penjelasan ini dimana jamur yang
menjadi penyebabnya dapat dilkakukan pencegahannya. Akan tetapi, penelitian
lain menunjukkan bahwa P. ovale dapat terjadi pada kulit kepala yang tidak
menunjukkan gejala klinis dari penyakit ini. Status seboroik sering berasosiasi
dengan meningginya sukseptibilitas terhadap infeksi piogenik, tetapi tidak
terbukti bahwa mikroorganisme inilah yang menyebabkan dermatitis seboroik.2,3
Dermatitis seboroik dapat diakibatkan oleh proliferasi epidermis yang
meningkat seperti psoariasis. Hal ini dapat menerangkan mengapa terapi dengan
sitostatik dapat memperbaikinya. Pada orang yang telah mempunyai factor
predisposisi, timbulnya D.S. dapat disebabkan oleh faktor kelelahan, stress,
emosional, infeksi, atau defisiensi imun.2
Kondisi ini dapat diperburuk dengan meningkatnya keringat. Stress
emosional dapat mempengaruhi penyakit ini juga. Dermatitis seboroik dapat juga
menjadi komplikasi dari Parkinsonisme, yang berhubungan dengan seborrhoea.
Pengobatan dari parkinson dengan levodopa mengurangi ekskresi sebum sejak
seborrhea pertama kali ditemukan, tetapi tidak ada efeknya pada kecepatan
ekskresi sebum yang normal. Obat neuroleptik yang digunakan untuk
menginduksi parkinsonsnisme, salah satunya haloperidol, dapat juga menginduksi
terjadinya dermatitis seboroik.
4
2.4 Patogenesis
Walaupun banyak teori yang disebutkan, tetapi penyebab pasti dari
dermatitis seboroik belum diketahui secara pasti. Dermatitis seboroik dihubungan
dengan adanya kulit yang tampak berminyak (seboroik oleosea), walaupun
peningkatan produksi sebum dan dermatitis seboroik tidak selalu didapatkan pada
beberapa pasien. Pada anak-anak didapatkan adanya hubungan antara produksi
sebum dan dermatitis seboroik. Selain itu didapatkan juga perubahan komposisi
lipid pada permukaan kulit yang menunjukkan adanya peninggian kadar
kolesterol, trigliserida dan parafirin, yang disertai penurunan kadar squaelene,
asam lemak bebas, dan wax ester.
Dermatitis seboroik yang disebabkan oleh Ptyrosporum ovale berkaitan
dengan reaksi imun tubuh terhadap sel jamur di permukaan kulit maupun produk-
produk metabolitnya di dalam epidermis. Reaksi peradangan yang timbul melalui
perantaraan sel langerhans dan aktivasi limfosit T. Bila Ptyrosporum ovale telah
berkontak dengan serum, maka akan dapat mengaktifkan sistem komplemen
melalui jalur aktivasi langsung maupun alternatif. Pada anak, selain Ptyrosporum
ovale, ditemukan juga adanya Candida albicans pada lesi-lesi kulit.
Peningkatan proliferasi epidermal pada dermatitis seboroik, menjelaskan
mengapa penyakit ini cukup responsif pada terapi dengan sitostatik. Selain itu,
dermatitis seboroik sering berkaitan dengan kelainan-kelainan neurologik seperti
penyakit parkinson, epilepsi, paralisis nervus fasialis. Kelainan pada sistem
neurologik menyebabkan abnormalitas pada neurotransmitter dan bermanifestasi
sebagai gangguan fungsi kelenjar sebum.
2.5 Gejala klinis
Kelainan kulit terdiri atas eritema dan skuama yang berminyak dan agak
kekuningan, batasnya agak kurang tegas. Dermatitis seboroik yang ringan hanya
mengenai kulit kepala berupa skuama-skuama yang halus, mulai sebagai bercak
kecil yang kemudian mengenai seluruh kulit kepala dengan skuama-skuama yang
halus dan kasar. Kelaianan tersebut pitiriasis sika (ketombe, dandruff). Bentuk
5
yang berminyak disebut pitiriasis steatoides yang dapat disertai eritema dan
krusta-krusta yang tebal. Rambut pada tempat tersebut mempunyai kecenderungan
rontok, mulai di bagian vertex dan frontal.
Bentuk yang berat ditandai dengan adanya bercak-bercak yang berskuama
dan berminyak disertai eksudasi dan krusta tebal. Sering meluas ke dahi, glabela,
telinga postaurikular dan leher. Pada daerah dahi tersebut, batasnya sering
cembung.
Pada bentuk yang lebih berat lagi, seluruh kepala tertutup oleh krusta-
krusta yang kotor, dan berbau tidak sedap. Pada bayi, skuama-skuama yang
kekuningan dan kumpulan debris-debris epitel yang lekat pada kulit kepala
disebut cradle cap.
Pada daerah supraorbital, skuama-skuama halus dapat terlihat di alis mata,
kulit di bawahnya eritematosa dan gatal, disertai bercak-bercak skuama
kekuningan, dapat terjadi pula blefaritis, yakni pinggir kelopak mata merah
disertai skuama-skuama halus. Pada tepi bibir bias kemerahan dan berbintik-bintik
(marginal blefaritis). Daerah konjungtiva pada saat bersamaan juga dapat terkena.
Lipatannya dapat berwarna kekuningan, dengan kerak, dengan batas yang tidak
jelas. Pruritus juga bias terlihat. Jika area glabela juga terkena, disana juga
mungkin terdapat kerak pada kerutan mata yang berwarna kemerahan. Pada
lipatan bibir mungkin terdapat perubahan warna berupa kerak yang kekuningan
atau kemerahan, kadang-kadang dengan lubang-lubang. Pada pria, radang folikel
rambut pada kumis juga bisa terjadi.
Selain tempat-tempat tersebut dermatitis seboroik juga dapat mengenai
liang telinga luar, lipatan nasolabial, daerah sterna, areola mamae, lipatan di
bawah mamae pada wanita, interskapular, umbilicus, lipat paha, dan daerah
anogenital. Pada daerah pipi, hidung, dan dahi, kelainan dapat berupa papul-papul.
Pada telinga, dermatitis seboroik sering disalahartikan dengan radang
daun telinga ayng disebabkan oleh jamur (otomikosis). Disana terdapat kulit
terkelupas pada lubang telinga, dan disekitar meatus auditivus, dan depan daun
telinga. Pada daerah ini kulit biasanya berubah menjadi kemerahan, dengan
lubang-lubang dan bengkak. Eksudasi serosa, pembengkakan pada telinga dan
6
daerah sekitarnya. Pemberian tetes cortipsorin otic, berisi polymyxin B-
hydrocortisone, 4 tetes pada saluran telinga, biasanya untuk membersihkan.
Tridesilon Otic lotion, 0,5 persen desonide dan 2 persen asam asetat, juga efektif.
Dermatitis seboroik pada wajah juga bisa berbentuk erupsi popular pada
pipi, hidung dan dahi. Kemerahan yang tampakpada area alar-malar disebut
dyssebacea. Sodium sulfacetamide, bisa digunakan pada 10% krim yang cocok
diantaranya desonide (Tridesilon), hamper menajdi pengobatan yang spesifik
untuk dyssebacea.
Pada bibir dan mukosa tidak biasanya terkena, tapi kadang-kadang
terdapat perubahan pada bibir, yang disebut cheilits exfoliativa. Tampak bibir
berwarna merha terang, kering, terkelupas, dan berlobang.
Dermatitis seboroik biasa pada lipat paha dan bokong, dimana terlihat
seperti kurap, psoariasis, atau jamuran. Garinya terlihat seperti kulit terkelupas
pada keduanya dan simetris. Pada lokasi ini lobang-lobang dapat ditemukan dan
mungkin juga terdapat garis psoariformis dengan kulit kering pada beberapa
kasus.
Dermatitis seboroik dapat bersama-sama dengan akne yang berat. Jika
meluas dapat menjadi eritroderma, pada bayi disebut penyakit Leiner.
Gambaran klinis dan perjalanan penyakit dari dermatitis seboroik berbeda
pada bayi dan orang dewasa.
A. Dermatitis seboroik pada bayi (usia 2 minggu – 10 minggu) 3
Penyakit ini terjadi pada bayi didominasi pada bulan-bulan pertama
kehidupan sebagai penyakit inflamasi yang terutama mempengaruhi rambut dan
kulit kepala dengan lipatan intertriginosa berminyak yang disertai sisik dan kerak.
Daerah lainnya seperti wajah, dada, dan leher juga dapat terpengaruh.
1. Pada kepala (kulit kepala daerah frontal dan parietal) khas disebut
cradle crap, dengan krusta tebal, pecah-pecah dan berminyak tanpa ada
dasar kemerahan dan kurang / tidak gatal
2. Pada lokasi lain seperti lipatan belakang telinga, pinna telinga, dan
leher, lesi tampak kemerahan atau merah kekuningan yang tertutup
7
dengan skuama yang berminyak, kurang / tidak gatal.
Perjalanan penyakit ini pada bayi biasanya berlanjut mingguan sampai
bulanan. Kekambuhan jarang terjadi. Dan prognosis penyakit ini pada bayi adalah
baik.
Differensial diagnosis dari dermatitis seboroik pada bayi termasuk
didalamnya dermatitis atopik (yang biasanya dimulai setelah bulan ketiga
kehidupan), psoriasis pada bayi baru lahir, penyakit yang jarang seperti skabies
dan histiositosis X. Yang paling baik untuk membedakan ciri antara dermatitis
atopik dengan dermatitis seboroik adalah
Erythroderma desquamativum (Leiner’s disease) 3
Komplikasi dari dermatitis pada bayi ini pertama kali dijelaskan oleh
Leiner pada tahun 1908 dimana waktu itu penyakit ini ditemukan pada bayi yang
baru lahir dan pada saat perwatan di rumah sakit dari umur bayi 6 sapai 20
minggu yang terlihat sebagai dermatitis exfoliativa pada seluruh tubuh dengan
tanda kemerahan dan kulit yang terkelupas, biasanya sama seperti beberapa type
dari dermatitis seboroik.
Penyakit ini biasanya dimulai dari bagian sekitar anus dan daerah ketiak,
lalu terlihat kulit terkelupas, area intertriginosa, leher, dan ekstremitas. Awal
mulanya ditemukan infalmasi kemerahan yang menyebar, yang meliputi seluruh
tubuh. Semakin lama kulit akan diliputi tumpukan kulit kering yang berwarna
putih keabu-abuan. Pada faktanya, dalam proses yang terjadi akan terjadi exfoliasi
umum, dan penipisan dari kulit. Kulit kepala selalu terlihat krusta tipis dan kulit
yang hancur. Terdapat pembesaran kelenjar.
Menyerang pada bayi yang baru lahir yang kebanyakan ditemukan pada
masyarakat yang miskin. Diare, muntah, dan infeksi berkelanjutan pasti akan
terjadi.
B. Dermatitis seboroik pada dewasa (pada usia pubertas, rata-rata pada usia 18-
40 tahun, dapat pada usia tua) 3
8
Gambaran klinis dan perjalanan dari penyakit ini berbeda antara remaja dan bayi.
1. Umumnya gatal
2. Pada area seboroik berupa makula atau plakat, folikular, perifolikular,
atau papulae,kemerahan atau kekuningan, dengan derajat ringan
sampai berat, inflamasi, skuama dan krusta tipis sampai tebal yang
kering, basah atau berminyak.
3. Bersifat kronis dan mudah kambuh, sering berkaitan dengan
kelelahanm stress, atau paparan sinar matahari.
Perjalanan penyakit biasanya berlangsung dalam waktu yang lama.
Periode perbaikan pada musim panas dan kambuh kembali pada musim dingin.
Pembesaran lesi dapat terjadi sebagai akibat dari perubahan musim terutama efek
dari paparan sinar matahari.
2.6 Diagnosis dan Diagnosis Banding
Diagnosis ditegakkan berdasarkan morfologi khas lesi eksema dengan
skuama kuning berminyak di area predileksi. Pada kasus yang sulit perlu
pemeriksaan histopatologi.
Diagnosis banding dari dermatitis seboroik yaitu :
Psoriasis : skuama lebih tebal berlapis transparan seperti mika, lebih
dominan di daerah ekstensor.
Dermatitis atopik dewasa : terdapat kecenderungan stigmata atopi.
Dermatitis kontak iritan : riwayat kontak misalnya dengan sabun pencuci
wajah atau bahan iritan lainnya untuk perawatan wajah (trerinoin, asam
glikolat, asam alfa hidroksi)
Dermatofitosis : perlu pemeriksaan skraping kulit dengan KOH.
Rosasea : perlu anamnesis dan pemeriksaan fisik yang lebih teliti.
2.7 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang dapat dilakukan pada pasien dermatitis seboroik adalah :
9
1. Pemeriksaan histopatologi
Gambaran histopatologi bervariasi menurut stadium penyakit: akut,
subakut, atau kronik. Pada dermatitis seboroik akut dan subakut, infiltrat
perivaskuler superfisial dari limfosit dan histiosit jarang, spongiosis ringan
sampai sedang, hiperplasia psoriasifrom ringan, sumbatan folikuler oleh
ortokeratosis dan parakeratosis, skuama atau krusta mengandung netrofil
pada ujung ostia folikuler. Pada dermatitis seboroik kronis dijumpai
kapiler dan vena kecil yang berdilatasi pada pleksus superfisial.
Lesi dermatitis seboroik kronik secara klinis dsn histopatologis berupa
bentuk psoriasiform sehingga serong dulit dibedakan dengan psoriasis.
Bentuk psoriasis memberikan gambaran yang sama dengan dermatitis
seboroik. Lesi yang mempunyai psoriasis dapat berlangsung bertahun-
tahun sebelum akhirnya berubah menjadi psoriasis yang jelas.
2. Pemeriksaan fenomena tetesan lilin dan Auspitz
Pemeriksaan fenomena tetesan lilin dan Auspitz untuk membedakan lesi
dermatitis seboroik dengan Psoriasis dan menyingkirkan diagnosis
banding lainnya. Pada fenomena lilin yang digores dan pada fenomena
tetesan lilin pada tempat goresan akan berubah warnanya seperti lilin yang
digores dan pada fenomena Auspitz akan tampak serum atau darah
berbintik-bintik yang disebabkan oleh papilomatosis.
3. Pemeriksaan kerokan kulit dengan KOH 10% .
Pada sediaan langsung kerokan kulit dengan KOH 10% akan memberikan
gambaran hifa semu, blastospora, dan sel ragi.
4. Pemeriksaan kultur
Untuk mengetahui spesies jamur penyebab penyakit sesuai diagnosis
kerja, karena dermatitis seboroik biasanya disebabkan oleh karena infeksi
jamur Ptyrosporum ovale.
2.8 Penatalaksanaan
10
Dermatitis seboroik pada anak biasanya sembuh sendiri secara spontan
dalam 6 hingga 12 bulan dan cenderung tidak rekuren hingga mencapai usia
pubertas. Secara umum terapi bekerja dengan prinsi mengontrol bukan
menyembuhkan, yakni dengan membersihkan dan menghilangkan skuama dan
krusta, menghambat kolonisasi jamur, mengontrol infeksi sekunder dan
mengurangi eritema dan gatal.
1. Penatalaksanaan Umum
Pasien diberitahu bahwa penyakit ini berlangsung kronik dan
sering kambuh
Menghindari faktor pencetus seperti stress emosional, makanan
berlemak, dan pencetus lainnya.
Menjaga kebersihan rambut dan badan
2. Penatalaksanaan khusus
Shampo yang mengandung obat anti malassezia, misalnya :
selenium sulfida, zinc pirithione, ketokonazol, berbagai shampo
yang mengandung ter dan solusio terbinafine 1%.
Untuk menghilangkan skuama tebal dan mengurangi jumlah sebum
pada kulit dapat dilakukan dengan mecuci wajah berulang dengan
sabun lunak. Pertumbuhan jamur dapat dikurangi dengan krim
imidazol dan turunannya, bahan antimikotik di daerah lipatan bila
ada gejala.
Skuama dapat diperlunak dengan krim yang mengandung asam
salisilat atau sulfur.
Pengobatan simtomatik dengan kortikosteroid topical potensi
sedang, immunosupresan topical (takrolimus dan pimekrolimus)
terutama untuk daerah wajah sebagai pengganti kortikosteroid
topical.
Metronidazol topical, siklopiroksolamin, talkasitol, benzoil
peroksida dan salep litium suksinat 5%.
Pada kasus yang tidak membaik dengan terapi konvensional dapat
digunakan terapi sinar ultraviolet-B (UVB) atau pemberian
11
itrakonazole 100 mg/hari per oral selama 21 hari.
Pemberian antihistamin sistemik
Bila tidak membaik dengan semua modalitas terapi, pada
dermatitis seboroik yang luas dapat diberikan prednisolon 30
mg/hari untuk respons cepat.
2.9 Prognosis
Dapat sembuh dengan sendirinya disertai prognosis yang baik pada bayi
dibandingkan dengan kondisi kronis dan relaps pada orang dewasa. Tidak ada
bukti yang menyatakan bayi engan dermatitis seboroik juga akan mengalami
penyakit ini pada dewasa. Pasien dermatitis dewasa dengan bentuk berat
kemungkinan persisten.
BAB III
12
LAPORAN KASUS
3.1. Identitas Pasien
Nama : Tn. A
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 50 Tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : PNS
Alamat : Bukittinggi
Suku : Minang
Tanggal Masuk : 21 Mei 2016
3.2. Anamnesis
1. Keluhan Utama
Seorang pasien laki-laki usia 50 tahun datang ke poli klinik Kulit dan
Kelamin RS Achmad Mochtar Bukittinggi dengan keluhan kulit kepala
kemerahan dan gatal sejak 2 minggu yang lalu.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Kulit kepala kemerahan dan gatal sejak 2 minggu yang
lalu,awalnya bercak merah muncul di kening menyebar ke pelipis kanan
dan pelipis kiri disertai adanya sisik halus dan rasa gatal, pada waktu siang
hari dan berkeringat. Selain di kepala, disela paha, pasien juga
mengeluhkan rasa gatal pada waktu malam mau tidur. Rambut dikepala
tidak rontok, mandi dua kali sehari kadang-kadang pakai shampo. Tidak
ada riwayat alergi dengan minyak rambut dan parfum.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak pernah menderita penyakit yang sama sebelumnya
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Istri dan anak pasien tidak ada yang menderita penyakit seperti ini
5. Riwayat kebiasaan
13
Pasien bekerja sebagai PNS, bekerja dari jam 8 pagi sampai jam 5
sore. Pasien suka makan gorengan, makanan pedas, berminyak, pasien
seorang perokok, jarang mengonsumsi sayur dan buah.
6. Riwayat konsumsi obat
Pasien menderita insomnia sejak 2 tahun yang lalu, dan sedang
mengonsumsi obat psikiatri yaitu alprazolam.
3.3. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum : Tampak Sakit Ringan
2. Kesadaran : Compos Mentis Cooperative
3. Status Gizi : Baik.
4. Thorak : Diharapkan dalam batas normal
5. Abdomen : Diharapkan dalam batas normal
3.4 Status Dermatologikus
1. Lokasi : dahi, pelipis kiri, pelipis kanan
2. Distribusi : terlokalisir
3. Bentuk : tidak teratur, batas tegas
4. Susunan : konfluens.
5. Ukuran : di dahi seukuran plakat, di pelipis kiri ukuran
plakat di pelipis kanan ukuran plakat
6. Efloresensi : plak eritematosa berukuran plakat,
di sertai skuama halus
7. Status Venerologikus : Tidak ditemukan kelainan
8. Kelainan selaput : Tidak ditemukan kelainan
9. Kelainan kuku : Kuku dan jaringan sekitar kuku tidak
ditemukan kelainan
10. Kelainan rambut : Tidak ditemukan kelainan
11. Kelainan kel.limfe : Tidak terdapat pembesaran KGB
14
15
3.5 Pemeriksaan Penunjang
Tidak di lakukan
3.6 Diagnosis Kerja dan Diagnosis Banding
Diagnosis Kerja : Dermatitis Seboriok
Diagnosis Banding : -
3.7 Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan umum
Istirahat cukup, dengan tidur yang cukup, jangan bergadang
Jaga kebersihan diri dengan cara mandi menggunakan sabun
sebanyak dua kali sehari
Melakukan perawatan rambut dengan mencuci rambut minimal
dua hari sekali mengunakan shampo
Hindari makan makanan yang berlemak seperti goreng- gorengan
dan makanan pedas
Konsumsi makanan yang tinggi serat seperti sayur dan buah
Hindari stres
2. Penatalaksanaan Khusus
Topikal : Desoximetason krim 0,25% dua kali sehari
Sistemik : Citirizine HCl Tab 10 mg sekali sehari
3.8 Prognosis
Quo ad sanationam : Bonam
Quo ad vitam : Bonam
Quo ad kosmetikum : Bonam
Quo ad functionam : Bonam
16
Resep
RSUD Achmad Mochtar
Ruangan/Poliklinik : Kulit dan Kelamin
Dokter : dr.VM
SIP No : 3103/SIP/2016
Bukittinggi, 21 Mei 2016
R/ Desoximetason tube 0,25% No. I
suc
R/ Cetirizine Hcl Tab 10 mg No. XV
S2dd Tab 1
Pro : Tn. A
Umur : 50 Tahun
Alamat : Bukittinggi
17
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Seborrhea disebut pula dengan Dermatitis seboroik yaitu kelainan kulit
berupa peradangan superfisial dengan papuloskuamosa yang kronik dengan
tempat predileksi di daerah-daerah seboroik yakni daerah yang kaya akan kelenjar
sebasea, seperti pada kulit kepala, alis, kelopak mata, naso labial, bibir, telinga,
dada, axilla, umbilikus, selangkangan dan glutea. Pada dermatitis seboroik
didapatkan kelainan kulit yang berupa eritem, edema, serta skuama yang kering
atau berminyak dan berwarna kuning kecoklatan dalam berbagai ukuran disertai
adanya krusta.
Dermatitis seborrheic umumnya hanya terjadi pada bayi karena hal ini
terkait dengan hormon androgen milik ibunya yang masih tersisa di dalam
tubuhnya. Itulah kenapa, lewat dari masa bayi, masalah ini akan menghilang
seiring dengan berkurangnya kadar hormon androgen.
Dermatitis seboroik menyerang 2% - 5% populasi. Dermatitis seboroik
dapat menyerang bayi pada tiga bulan pertama kehidupan dan pada dewasa pada
umur 30 hingga 60 tahun. Insiden memuncak pada umur 18–40 tahun.
Kebanyakan pasien (72%) terserang minimal atau dermatitis seboroik ringan.
Etiologi dari penyakit ini belum terpecahkan. Faktor predisposisinya
adalah kelainan konstitusi berupa status seboroik (seborrhoic state) yang rupanya
diturunkan, bagaimana caranya belum dipastikan.
Dermatitis seboroik berhubungan erat dengan keaktivan glandula
sebasea. Meskipun kematangan kelenjar sebasea rupanya merupakan faktor
timbulnya dermatitis seboroik, tetapi tidak ada hubungan langsung secara
kuantitatif antara keaktifan kelenjar tersebut dengan suseptibilitas untuk
memperoleh dermatitis seboroik. Dermatitis seboroik dapat diakibatkan oleh
proliferasi epidermis yang meningkat seperti pada psoriasis. Pada orang yang
telah mempunyai faktor predisposisi, timbulnya dermatitis seboroik dapat
disebabkan oleh faktor kelelahan, stres emosional, infeksi, atau defisiensi imun.
18
DAFTAR PUSTAKA
1. Juanda A, Dermatosis eritroskuamosa. Dalam Juanda A, Hamzah M, Aisah
S, Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi keempat. Cetakan kedua. Jakarta
: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ; 2005 : 200-2
2. Plewig G. Seborrheic dermatitis. In Fitzpatrick TB, Eisen AZ, Wolff K,
Freedberg IM, Austen KF. Dermatology in general medicine. Volume 1.
Fourth edition. United States of America : Mc Grow Hill ; 1993 : 1569-73
3. Champion RH, Burton JL, Ebling FJG. Seborrhoic dermatitis. Textbook of
dermatology. Volume 1. Fifth edition. Oxford : Blackwell Scientific
Publications ; 1992 : 545-51
4. Goldstein BG, Goldstein AO. Dalam Dematologi praktis. Cetakan
pertama. Jakarta : Hipokrates ; 1998 : 188-90
5. Barakbah J, Pohan SS, Sukanto H, Martodihardjo S, Agusni I, Lumintang
H, et al. Dermatitis seboroik. Atlas penyakit kulit dan kelamin. Cetakan
ketiga. Surabaya : Airlangga University Press ; 2007 : 112-6
6. Aisah, Siti.dkk. 2013. Dermatitis Seboroik. Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin Edisi ke 6. Jakarta : FKUI.
7. Aisah, Siti.dkk. 2015. Dermatitis Seboroik. Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin Edisi ke 7. Jakarta : FKUI.
8. Siregar. 2013. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit edisi ke-3. Jakarta :
EGC.
19