kti dermatitis seboroik

33
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dermatitis seboroik (DS) merupakan dermatosis papuloskuamosa kronik yang sering ditemukan, mengenai area yang banyak mengandung kelenjar sebasea seperti skalp (kepala), wajah, dan badan. 1 Prevalensi dermatitis seboroik disebutkan 2% sampai 5% dari jumlah populasi. Laki-laki lebih sering terkena dibandingkan dengan wanita dan mempunyai dua puncak umur utama, yaitu 3 bulan pertama setelah lahir dan pada umur 40 tahun sampai 70 tahun. Dari data yang didapatkan di RSCM, rasio laki-laki dibandingkan dengan perempuan 1,5:1. Data di RSCM tahun 2000 sampai 2002 menunjukkan rata-rata 8,3% dari jumlah kunjungan merupakan penderita dermatitis seboroik. Pada penderita HIV insiden dermatitis seboroik juga meningkat hampir 85%. 1 Penyebab dermatitis seboroik masih belum diketahui dengan pasti. Sering dihubungkan dengan peningkatan produksi sebum (seborrheic stage), walaupun pendapat ini masih kontroversial. Pityrosporum ovale, suatu jamur lipofilik dikatakan berperan terhadap kondisi penyakit ini. Diduga patogenesis pityrosporum ovale dalam

Upload: indah-puspita

Post on 13-Dec-2015

77 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

membahas tentang dermatitis seboroik

TRANSCRIPT

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dermatitis seboroik (DS) merupakan dermatosis papuloskuamosa kronik

yang sering ditemukan, mengenai area yang banyak mengandung kelenjar sebasea

seperti skalp (kepala), wajah, dan badan.1

Prevalensi dermatitis seboroik disebutkan 2% sampai 5% dari jumlah

populasi. Laki-laki lebih sering terkena dibandingkan dengan wanita dan

mempunyai dua puncak umur utama, yaitu 3 bulan pertama setelah lahir dan

pada umur 40 tahun sampai 70 tahun. Dari data yang didapatkan di RSCM, rasio

laki-laki dibandingkan dengan perempuan 1,5:1. Data di RSCM tahun 2000

sampai 2002 menunjukkan rata-rata 8,3% dari jumlah kunjungan merupakan

penderita dermatitis seboroik. Pada penderita HIV insiden dermatitis seboroik

juga meningkat hampir 85%.1

Penyebab dermatitis seboroik masih belum diketahui dengan pasti. Sering

dihubungkan dengan peningkatan produksi sebum (seborrheic stage), walaupun

pendapat ini masih kontroversial. Pityrosporum ovale, suatu jamur lipofilik

dikatakan berperan terhadap kondisi penyakit ini. Diduga patogenesis

pityrosporum ovale dalam menyebabkan dermatitis seboroik adalah melalui

mekanisme imunologis atau efek langsung dari organisme tersebut yang

menstimulasi respon inflamasi dengan cara memproduksi sejumlah iritan

termasuk aktifitas lipase dan peroksidasi asam lemak bebas tak jenuh. Beberapa

faktor yang mempengaruhi patogenesis ketombe antara lain adalah faktor host:

genetik, faktor imun, hiperproliferasi epidermis, faktor hormonal, diet, stress,

aktifitas kelenjar sebasea, dan faktor lingkungan: variasi musim, suhu, dan

kelembaban, iritasi mekanis dan kimiawi.2

Dermatitis seboroik jarang didapatkan dan ringan pada anak-anak,

mencapai puncak kejadian dan tingkat keparahan penyakit pada usia 20 tahun dan

2

semakin jarang ditemukan setelah usia 50 tahun. Hal ini berkaitan dengan aktifitas

kelenjar sebasea dan menunjukkan bahwa hormon androgen mempunyai peranan

yang penting dalam menimbulkan dermatitis seboroik.2

Dermatitis seboroik diawali dengan papul berwarna merah muda yang

kemudian bersatu membentuk plak yang sedikit timbul berwarna kemerahan

dengan skuama, atau krusta kekuningan. Biasanya mengenai skalp (kepala),

wajah, alis, lekuk paranasal dan nasolabial, malar, post aurikular, liang telinga

luar dan dada. Pada bayi sering berbentuk cradle cap, sedangkan pada penderita

AIDS lesinya lebih luas dan berat dibanding orang normal.1,3

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana proporsi dermatitis seboroik di Departemen Kesehatan Kulit

dan Kelamin di Rumkit Tk II Putri Hijau-Kesdam I Bukit Barisan, Jl. Putri Hijau

455-S, Medan periode 2011-2013?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui proporsi pasien dermatitis seboroik di Departemen

Kesehatan Kulit dan Kelamin di Rumkit Tk II Putri Hijau-Kesdam I Bukit

Barisan, Jl. Putri Hijau 455-S, Medan periode 2011 sampai 2013.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui karakteristik demografis pasien dermatitis seboroik

berdasarkan jenis kelamin, usia, etnis, pendidikan, dan pekerjaan di

Departemen Kesehatan Kulit dan Kelamin di Rumkit Tk II Putri Hijau-

3

Kesdam I Bukit Barisan, Jl. Putri Hijau 455-S, Medan periode 2011

sampai 2013.

2. Untuk mengetahui karakteristik klinis pasien dermatitis seboroik

berdasarkan lokasi lesi dan pengobatan di Departemen Kesehatan Kulit

dan Kelamin di Rumkit Tk II Putri Hijau-Kesdam I Bukit Barisan, Jl. Putri

Hijau 455-S, Medan periode 2011 sampai 2013.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Memberikan informasi kepada institusi kesehatan mengenai proporsi dan

karakteristik pasien dermatis seboroik di Rumkit Tk II Putri Hijau-Kesdam

I Bukit Barisan, Jl. Putri Hijau 455-S, Medan periode 2011 sampai 2013.

2. Hasil penelitian ini diharapkan akan dapat menjadi data pasar ataupun data

pendukung untuk penelitian-penelitian selanjutnya mengenai dermatitis

seboroik.

3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan data tentang

penatalaksanaan dermatitis seboroik yang sering digunakan.

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Dermatitis Seboroik

2.1.1 Defenisi Dermatitis Seboroik

Dermatitis seboroik adalah penyakit kulit dengan keradangan superfisial

kronis yang mengalami remisi dan eksaserbasi dengan area seboroik sebagai

tempat predileksi. Area seboroik adalah bagian tubuh yang banyak terdapat

kelenjar sebasea (kelenjar minyak) yaitu: daerah kepala (kulit kepala, telinga

bagian luar, saluran telinga, kulit dibelakang telinga), wajah (alis mata, kelopak

mata, glabella, lipatan nasolabial, dagu), badan bagian atas (daerah presternum,

interskapula, areola mammae), dan daerah lipatan (ketiak, lipatan dibawah

mammae, umbilikus, lipatan paha, daerah anogenital dan lipatan pantat). Lesi

umumnya simetris, dimulai dari daerah yang berambut kemudian meluas.

Dermatitis seboroik dianggap salah satu gangguan kulit yang paling sering.

Bentuk pada masa anak-anak biasanya terdapat dibagian kulit kepala (cradle cap),

wajah, dan daerah popok. Terjadi juga pada masa pubertas dan puncaknya pada

uur 40 tahun. Kira-kira 1-3% orang dewasa menderita dermatitis seboroik.

Ketombe adalah bentuk ringan dari dermatitis seboroik dan diperkirakan

mempengaruhi 15-20% dari populasi. Dan 40-80 % pada pasien dengan acquired

immunodeficiency syndrome.3,4,5,6,7

2.1.2 Epidemiologi

Insiden dermatitis seboroik disebutkan 2% sampai 5% dari jumlah

populasi. Dari data yang didapatkan di RSCM, rasio laki-laki dibandingkan

dengan perempuan 1,5:1. Data di RSCM tahun 2000 sampai 2002 menunjukkan

5

rata-rata 8,3% dari jumlah kunjungan. Pada penderita HIV insiden dermatitis

seboroik juga meningkat hampir 85%.1

Kira-kira 1-3% orang dewasa menderita dermatitis seboroik. Ketombe

adalah bentuk ringan dari dermatitis seboroik dan diperkirakan mempengaruhi

15% sampai 20% dari populasi. Dan 40-80% pada pasien dengan acquired

immunodeficiency syndrome. Parkinson juga menyebabkan kejadian dermatitis

seboroik yang lebih tinggi, dan pasien Parkinson yang diobati dengan levodopa

mengalami perbaikan dalam dermatitis seboroik.6,8

Prevalensi dermatitis seboroik yang lebih tinggi juga ditemukan dalam

kasus kraniosinostosi, pada polineuropati amiloidotik familial, pada cedera otak

traumatik, cedera spinal cord traumatik, cerebrovascular accidents (CVA),

epilepsi dan pada paralisis saraf wajah.8

2.1.3 Etiologi dan Patogenesis

Meskipun banyak teori yang ada, penyebab dermatitis seboroik masih

belum diketahui secara pasti. Namun ada tiga faktor yang berkaitan dengan

munculnya dermatitis seboroik, yaitu aktivitas kelenjar sebaseus, peran

mikroorganisme, dan kerentanan.1

1. Aktivitas Kelenjar Sebaseus (Seborrhea)

Kelenjar sebaseus terbentuk pada minggu ke-13 sampai minggu ke-16 dari

kehamilan. Kelenjar sebaseus menempel pada folikel rambut, mensekresikan

sebum ke kanal folikel dan ke permukaan kulit. Kelenjar sebaseus berhubungan

dengan folikel rambut diseluruh tubuh, hanya pada telapak tangan dan telapak

kaki yang tidak memiliki folikel rambut dimana kelenjar sebaseus sama sekali

tidak ada. Kelenjar sebaseus yang terbesar dan paling padat keberadaannya ada di

wajah dan kulit kepala. Kelenjar sebaseus mensekresikan lipid dengan cara

mengalami proses disintegrasi sel, sebuah proses yang dikenal dengan holokrin.

Sebum adalah cairan kuning yang terdiri dari trigliserid,asam lemak, wax ester,

6

sterol ester, kolesterol dan squalene. Saat disekresi, komposisi sebum terdiri dari

trigliserid dan ester yang dipecah menjadi digliseid, monogliserid dan asam lemak

bebas oleh mikroba komensal kulit dan enzim lipase. Sebum manusia

mengandung asam lemak jenuh dan tidak jenuh, dengan kandungan asam lemak

tidak jenuh yang lebih tinggi. Belum diketahui secara pasti apa fungsi sebum,

namun diduga sebum mengurangi kehilangan air dari permukaan kulit sehingga

kulit tetap halus dan lembut. Sebum juga punya efek ringan bakterisidal dan

fungistatik. Hormon androgen, khususnya dihidrotestoteron menstimulai aktivitas

kelenjar sebaseus. Kelenjar sebaseus mempunyai reseptor DHEAS

(dehidroepiandrosteronsulfas) yang juga berperan dalam aktivitas kelenjar

sebaseus. Level DHEAS tinggi pada bayi baru lahir, rendah pada anak usia 2-4

tahun dan mulai tinggi pada saat ekskresi sebum mulai meningkat. Dermatitits

seboroik lebih sering terjadi pada kulit dengan kelenjar sebaseus aktif dan

berhubungan dengan produksi sebum. Insiden dermatitis seboroik juga tinggi pada

bayi baru lahir karena kelenjar sebaseus yang aktif yang dipengaruhi oleh hormon

androgen maternal, dan jumlah sebum menurun sampai pubertas.4,6,8

2. Efek Mikroba

Unna dan Sabouraud, adalah yang pertama menggambarkan penyakit

dermatitis seboroik melibatkan bakteri, jamur, atau keduanya. Hipotesis ini

kurang didukung, meskipun bakteri dan jamur dapat diisolasi dalam jumlah besar

dari situs kulit yang terkena. Malassezia merupakan jamur yang bersifat lipofilik,

dan jarang ditemukan pada manusia. Peranan malassezia sebagai faktor etiologi

dermatitis seboroik masih diperdebatkan. Dermatitis seboroik hanya terjadi pada

daerah yang banyak lipid sebaseusnya. Lipid sebaseus merupakan sumber

makanan malassezia. Malassezia bersifat komensal pada bagian tubuh yang

banyak lipid. Lipid sebaseus tidak dapat berdiri sendiri karena mereka saling

berkaitan dalam menyebabkan dermatitis seboroik.8

7

3. Kerentanan Individu

Kerentanan atau sensitivitas individu berhubungan dengan respon pejamu

abnormal dan tidak berhubungan dengan Malassezia. Kerentanan pada pasien

dermatitis seboroik disebabkan berbedanya kemampuan sawar kulit untuk

mencegah asam lemak untuk penetrasi. Asam oleat yang merupakan komponen

utama dari asam lemak sebum manusia dapat menstimulasi deskuamasi mirip

dandruff (ketombe). Penetrasi bahan dari sekresi kelenjar sebaseus pada stratum

korneum akan menurunkan fungsi dari sawar kulit, dan akan menyebabkan

inflamasi serta skuama pada kulit kepala.8,9

4. Obat-obatan

Beberapa obat telah dilaporkan menghasilkan lesi mirip dermatitis

seboroik seperti arsenik, emas, metildopa, cimetidine, dan neuroleptik.8

5. Kelainan Neurotransmitter

Dermatitis seboroik sering dikaitkan dengan berbagai kelainan neurologis,

serta adanya kemungkinan pengaruh dari sistem saraf. Kondisi neurologis ini

termasuk parkinson post encephalitic, epilepsi, cedera supraorbital, kelumpuhan

wajah, poliomyelitis, syringomyelia dan quadriplegia. Stres emosional tampaknya

memperburuk penyakit. Jumlah penderita dermatitis seboroik dilaporkan banyak

di antara pasukan tempur di masa perang. Penyakit parkinson merupakan penyakit

yang berperan dalam timbulnya penyakit dermatitis karena terjadi peningkatan

produksi sebum yang mempengaruhi pertumbuhan Malassezia.8

8

6. Faktor Fisik

Telah diperkirakan bahwa aliran darah kulit dan suhu kulit mungkin

bertanggung jawab untuk distribusi dermatitis seboroik. Variasi musiman suhu

dan kelembaban yang berhubungan dengan perjalanan penyakit. Temperatur

rendah pada musim dingin, kelembaban rendah pada ruangan yang diberi

penghangat diketahui memperburuk kondisi dermatitis seboroik.4,6,9

2.1.4 Gambaran dan Gejala Klinis

Dermatitis seboroik mempunyai predileksi pada daerah yang berambut,

karena banyak kelenjar sebasea, yaitu kulit kepala, retroaurikula, alis mata, bulu

mata, sulkus nasolabialis, telinga, leher, dada, daerah lipatan, aksila, inguinal,

glutea, di bawah mammae. Distribusinya biasanya bilateral dan simetris berupa

bercak maupun plakat dengan batas yang tidak jelas, eritem ringan dan sedang,

skuama berminyak dan kekuning-kuningan. Dermatitis seboroik jarang

menyebabkan kerontokan rambut. Terjadi perubahan komposisi produk kelenjar

sebasea, sehingga bakteri komensal yang ada dipermukaan kulit dapat

berkembang biak, seperti Pityrosporum ovale dan spesies piokok.4

Ruamnya bebeda-beda, sering ditemukan pada kulit yang berminyak.

Ruamnya berupa skuama yang berminyak, berwarna kekuningan, dengan batas

yang tak jelas dan dasar berwarna merah (eritem). Pada dermatitis seboroik

ringan, hanya didapati skuama pada kulit kepala. Skuama berwarna putih dan

merata tanpa eritem. Dermatitis seboroik berat dapat mengenai alis mata, kening,

pangkal hidung, sulkus nasolabialis, belakang telinga, daerah presternal, dan

daerah di antara skapula. Blefaritis ringan sering terjadi. Bila lebih berkembang

lagi, lesinya dapat mengenai daerah ketiak, infra mamma, sekitar pusar

(umbilikus), daerah anogenital, lipatan gluteus, dan daerah inguinal. Dermatitis

seboroik lebih sering terjadi dan lebih parah pada orang yang terinfeksi virus

Human Imunodefisiensi (HIV), terutama yang memili jumlah CD4 dibawah

400/mm.4

9

a. Dermatitis Seboroik Infantil (DSI)

Kriteria diagnostik klinis untuk Dermatitis Seboroik Infantil menurut

Beare dan Rook adalah onset dini berupa lesi eritroskuamosa yang mengenai

kepala dan daerah fleksural, serta tidak diserta pruritus.1

Umumnya dermatitis seboroik infantil timbul untuk pertama kalinya antara

usia 2 dan 6 minggu, dan tidak gatal. Terdapat sebanyak 70% pada anak yang

baru lahir sampai 3 bulan pertama. Dan akan menghilang setelah umurnya 1

tahun. Dimulai pada kepala yang disebut sebagai cradle cap berupa skuama tebal,

berminyak kekuningan yang berkonfluens terutama di daerah verteks dan frontal.

Skuama dapat juga berbentuk lebar, kering, absestos, psoriasiformis atau bentuk

halus berwarna putih yang tersebar difus. Proses ini dapat meluas ke

retroaulikular. Pada saat timbul lesi di skalp secara bersamaan dapat juga timbul

lesi pada wajah berbentuk eritroskuamosa yang terlihat di daerah dahi, alis dan

lipatan nasolabial.1,3

Pada daerah dengan pakaian tertutup dapat menambah kelembaban,

sehingga timbul lesi berbentuk dermatitis, khususnya pada lipatan leher, ketiak,

area anogenital, dan lipat paha. Dapat disertai infeksi oportunistik seperti Candida

albicans, Staphylococcus aureus, dan bakteri lain.1,10

b. Dermatitis Seboroik Dewasa

Skalp

Pada daerah berambut, dijumpai skuama yang berminyak dengan warma

kekuning-kuningan sehingga rambut saling melengket. Kadang-kadang dijumpai

krusta yang disebut Pityriasis oleosa (Pityriasis steatoides). Kadang-kadang

skuamanya kering dan berlapis-lapis dan sering lepas sendiri, disebut Pityriasis

sika (ketombe). Pada fase lanjut, lesi berbentuk eritroskuamosa di perifolikuler

lalu meluas mengenai sebagian besar skalp. Dapat sampai batas depan rambut

yang disebut sebagai corona seborrhoeica atau kebelakang meluas ke daun

10

telinga, leher, dan periaulikular. Jika kronis mengakibatkan rambut rontok,

sehingga terjadi alopesia dan rasa gatal.1,4

Wajah

Biasanya mengenai bagian tengah alis, glabela, dan lipatan nasolabial

berupa eritroskuamosa. Terdapat makula eritem, yang diatasnya dijumpai skuama

berminyak berwarna kekuning-kuningan. Bila sampai ke palpebra, bisa terjadi

blefaritis. Bila didapati di daerah berambut, seperti dagu dan atas bibir, dapat

terjadi folikulitis. Hal ini sering dijumpai pada laki-laki yang sering mencukur

janggut dan kumisnya. Seboroik muka diderah janggut disebut sikosis barbe. Pada

wanita, sering mengenai paranasal berupa lesi eritematosa yang mudah menjadi

flushing.1,4

Badan

Pada badan, dermatitis seboroik dapat bermanifestasi dalam berbagai

bentuk. Bentuk tersering adalah petaloid, biasanya mengenai dada dan

interskapula, dan lebih banyak ditemukan pada laki-laki. Awalnya lesi berupa

papul folikular berwarna merah kecoklatan yang berskuama berkonfluens tersusun

dengan skuama halus di bagian tegah, dan skuama kasar berminyak dibagian tepi.

Bentuk dermatitis seboroik yang jarang ditemukan adalah bentuk

pitiriasiformis. Mengenai badan dan ekstremitas. Dapat meluas keleher sampai

batas rambut. Tidak gatal dan biasanya sembuh spontan. Pada beberapa kasus

dapat berkembang menjadi bentuk psoriasiformis.

Pada bentuk fleksural lesi biasanya mengenai aksila, lipatan paha,

anognital, lipat payudara, dan umbilikus berupa eritroskuamosa sampai dengan

skuama berminyak yang disebut pityriasis steatoides. Pada genitalia biasanya lesi

berupa eritema ringan dengan skuama halus sampai bentuk dermatitis yang berat

dan keadaan ini dapat berkembang menjadi bentuk psoriasiformis.1

11

Generalisata

Dermatitis seboroik dapat meluas tersebar generalisata. Bentuk ini dapat

disertai dengan adenopati, sehingga menyerupai mikosis fungoides, leukemia

kutis, atau eritroderma psoriatika.1

c. Dermatitis Seboroik Pada Infeksi HIV

Dermatitis seboroik pada infeksi HIV umumnya lebih berat, lebih luas dan

sulit diobati dibandingkan noninfeksi HIV. Terutama yang memiliki jumlah CD4

dibawah 400 sel/mm. Lesi berupa plak eritematosa dengan skuama dan krusta

tebal, mengenai wajah dan skalp, meluas ke dada bagian atas, punggung, lipat

paha, dan ekstremitas. Secara klinis harus dibedakan dengan dermatosis

papuloskuamosa lainnya seperti psoriasis, dermatofitosis, dan skabies.1,10

2.1.5 Diagnosis

Diagnosis dermatitis seboroik dengan manifestasi klinis yang klasik

mudah untuk ditegakkan tetapi pada beberapa kasus sulit, karena tidak adanya

kriteria diagnostik yang pasti.1

Dermatitis seboroik infantil timbul untuk pertama kalinya antara usia 2

sampai 6 minggu dan tidak terasa gatal. Dimulai dengan cradle cap berupa

skuama tebal, berminyak, kekuningan terutama di daerah frontal dan verteks.

Skuama dapat juga berbentuk lebar, kering, asbestos, psoriasiformis atau bentuk

halus berwarna putih. Pada saat timbul lesi di skalp secara bersamaan dapat juga

timbul lesi pada wajah berbentuk eritroskuamosa yang terlihat di daerah dahi, alis,

dan lipatan nasolabial.1,4

Pada orang dewasa, dermatitis seboroik adalah dermatosis kronis berulang

yang dimulai dari eritema ringan sampai moderat hingga lesi papular, eksudatif

dan bersisik, semakin memburuk jika disertai stres atau kurang tidur. Dengan

tingkat puritus bervariasi. Lesi terutama berkembang pada daerah yang produksi

12

sebumnya tinggi seperti kulit kepala, wajah, telinga eksternal, daerah

retroaurikular dan daerah pra-sternal, kelopak mata dan lipatan-lipatan tubuh.1,8

Pada kepala, dijumpai krusta yang disebut Pityriasis oleosa (Pityriasis

steatoides). Kadang-kadang skuamanya kering dan berlapis disebut ketombe.

Pada wajah dijumpai makula eritem, yang diatasnya dijumpai skuama berminyak

berwarna kekuning-kuningan. Pada laki-laki yang sering mencukur janggut dan

kumisnya, sering dijumpai sikosis barbe.1,9

2.1.6 Diagnosis Banding

Dermatitis seboroik infantil sering di diagnosa banding dengan dermatitis

atopik, psoriasis, skabies, dan histiositosis sel langerhans. Dermatitis atopik

biasanya muncul setelah 3 bulan pertama kehidupan, dimulai pada lengan dan

tungkai dan berkembang ke aksila. Sedangkan lesi kulit yang hanya terdapat pada

daerah popok mungkin merupakan dermatitis seboroik infantil.1,3

Pada dewasa, dermatitis seboroik tergantung pada tempat lesi. Dermatitis

pada kepala, dibedakan dengan psoriasis (skuama lebih tebal, kasar, berlapis-

lapis, putih, dan tidak berminyak), tinea kapitis (dijumpai alopesia, kerion, eritem

lebih menonjol di bagian pinggir, dan pinggirnya lebih aktif dibandingkan dengan

bagian tengah), dan impetigo. Dermatitis pada liang telinga, dibedakan dengan

dermatitis kontak iritan atau alergi. Dermatitis seboroik pada wajah sering di

diagnosis banding dengan rosasea dan dermatitis kontak. Dermatitis pada dada

dan punggung sering di diagnosis banding dengan pityriasis versikolor, pityriasis

rosea, pemfigus eritematosus, pemfigus foliaseus. Dermatitis seboroik sering di

diagnosis bandingkan dengan dermatitis atopik, infestasi Demodex folliculorum.

Sedangkan dermatitis seboroik pada daerah lipatan, dibedakan dengan psoriasis,

kandidosis, dan eritrasma.1,3,4

13

2.1.7 Hisopatologi

Gambaran histologik dermatitis seboroik tidak spesifik, bervariasi sesuai

dengan stadium penyakit. Pada bagian epidermis, dijumpai parakeratosis dan

akantosis. Pada korium dijumpai pembuluh darah melebar dan sebukan

perivaskuler. Pada stadium akut dan subakut, epidermis mengalami ortokeratosis,

parakeratosis, serta spongiosis. Pada lesi awal berupa infiltrat ringan perivaskular

superfisial, terdiri dari sel limfohistiosit kadang-kadang disertai neutrofil; edema

ringan pada papila dermis; adanya fokus spongosis pada infundibulum dan

epidermis; serta skuama/krusta terutama pada bibir muara infundibulum yag

kadang-kadang terdapat neutrofil.6,9

Lesi yang sudah berkembang ditandai dengan infiltrat perivaskuler

superfisial dan intertistial dari sel limfosit; pelebaran pembuluh darah pada dermis

bagian atas; spongiosis ringan pada infundibulum dan epidermis; serta mound

parakeratosis dengan globus kecil plasma pada bibir muara infundibulum dan

interinfundibulum.8

Lesi lama ditandai dengan infiltrat perivaskular superfisial dari sel

limfosit; telangiektasi pada bagian atas dermis; hiperplasia psoriasiformis; dan

mound parakeratosis pada bibir muara dan diantara muara infundibulum.6

Lesi dermatitis seboroik kronik secara klinis dan histopatologis berupa

bentuk psoriasiform sehingga sering sulit dibedakan dengan psoriasis. Bentuk

psoriasis memberikan banyak gambaran yang sama dengan dermatitis seboroik.

Lesi yang menyerupai psoriasis dapat berlangsung bertahun-tahun sebelum

akhirnya berubah menjadi psoriasis yang jelas.3,9,10

Pada penderita AIDS, histopatologisnya berbeda dengan histopatologis

dermatitis seboroik biasa. Ditemukan adanya parakeratosis yang lebih tersebar,

keratinosit yang nekrosis, kerusakan setempat dari dermoepidermal oleh

kelompok sel limfoid dan jarang ditemukan spongiosis. Pada dermis tampak

banyak pembuluh darah dengan dinding yang menebal, banyak ditemukan sel

plasma, beberapa netrofil dengan lekositoklasis.1,4,8

14

2.1.8 Pengobatan

Terapi yang efektif untuk dermatitis seboroik meliputi obat antiinflamasi,

immunomodulator, obat keratolitik, antijamur dan tea tree oil.8

a. Anti Inflamasi

Pengobatan konvensional untuk dermatitis seboroik pada kulit kepala

dewasa diawali dengan steroid topikal. Terapi ini bisa diberikan sebagai sampo,

seperti flusinolon (Synalar), larutan steroid topikal, losion yang digunakan pada

kulit kepala, atau krim yang digunakan pada kulit. Orang dewasa penderita

dermatitis seboroik biasanya menggunakan steroid topikal satu atau dua kali

sehari dan menggunakan sampo sebagai tambahan.8

Steroid topikal potensi rendah efektif mengobati dermatitis seboroik pada

bayi atau dewasa di daerah fleksural atau dermatitis seboroik yang rekalsitran

pada dewasa.8

b. Immunomodulator

Inhibitor kalsineurin topikal (misalnya, salep takrolimus), pimekrolimus

krim memiliki sifat-sifat fungisidal dan anti-inflamasi tanpa risiko atrofi kulit,

yang disebabkan oleh steroid topikal, inhibitor kalsineurin juga merupakan terapi

yang baik pada wajah dan telinga akan tetapi penggunaan setiap hari selama satu

minggu baru terlihat manfaatnya.8

c. Keratolitik

Modalitas lama untuk pengobatan dermatitis seboroik memiliki sifat-sifat

keratolitik tetapi tidak memiliki sifat-sifat anti jamur. Keratolitik yang digunakan

secara luas untuk mengobati dermatitis seboroik meliputi tar, asam salisilat dan

15

sampo zinc pyrithione. Zinc pyrithione memiliki sifat-sifat keratolitik dan

antijamur nonspesifik dan bisa digunakan dua atau tiga kali perminggu.8

Pasien harus membiarkan sampo di rambut setidaknya selama lima menit

untuk menjamin agar bahan mencapai kulit kepala. Pasien juga bisa

menggunakannya di tempat yang lainnya, seperti wajah. Dermatitis seboroik pada

kulit kepala bayi mengharuskan penanganan yang hati-hati dan lembut (misalnya,

sampo ringan tanpa-obat).8

d. Antijamur

Sebagian obat anti jamur menyerang Malassezia yang terkait dengan

dermatitis seboroik. Penggunaan gel ketokonazol sekali sehari yang

dikombinasikan dengan desonide sekali-sehari selama dua minggu, dapat berguna

untuk dermatitis seboroik pada wajah.8

Sampo yang mengandung selenium sulfide atau azole sering digunakan

dua atau tiga kali per minggu.8

Ketokonazole (krim atau gel foam) dan terbinafine oral juga bisa

bermanfaat. Obat anti jamur topikal lainnya seperti siklopiroks dan flukonazole

juga dapat bermanfaat untuk penderita dermatitis seboroik.8

e. Tea Tree Oil ( pengobatan alami/alternatif)

Terapi alami semakin popular seperti Tea tree oil (Melaleuca oil) adalah

minyak esensial dari tumbuhan semak asli Australia. Terapi ini ternyata efektif

dan ditoleransi dengan baik bila digunakan setiap hari sebagai sampo 5%.8

f. Terapi Ajuvan

Penderita dermatitis seboroik dapat mengurangi keluhannya dengan cara

merubah gaya hidupnya, misalnya berhenti merokok, alkohol, hindari polusi

(udara,air, tanah, elektronik), pengawet dan pewarna makanan, istirahat teratur.

16

Diet seimbang, olah raga teratur, hindari hawa yang terlalu panas dan kurangi

terkena sinar matahari langsung, menghindari stress, dan menghindari garukan.1

2.1.9 Prognosis

Secara umum prognosis dermatitis seboroik baik, tetapi pada true

dermatitis seboroik infantil bervariasi, biasanya membaik dalam beberapa minggu

dan tidak berulang. Jika berulang kemungkinan berupa varian dari dermatitis

atopik dapat dipertimbangkan. Pada sebagian kasus yang mempunyai faktor

konstitusi penyakit ini agak sukar disembuhkan, meskipun terkontrol.1,11

17

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang dilakukan secara

retrospektif dengan menggunakan data sekunder dari catatan rekam medis pasien

dermatitis seboroik.

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan mulai bulan Mei sampai Juni 2015, bertempat

dibagian rekam medis Rumkit Kesdam I Bukit Barisan Medan.

3.3 Objek Penelitian

Rekam medis yang lengkap dari pasien dermatitis seboroik di Rumkit

Kesdam I Bukit Barisan Medan periode 2011 sampai 2013.

3.4 Bahan dan Cara Kerja

3.4.1 Bahan

Bahan penelitian diambil dari rekam medis pasien dermatitis seboroik

yang berobat ke Poliklinik Kesehatan Kulit dan Kelamin Rumkit Kesdam I Bukit

Barisan Medan periode 2011 sampai 2013.

3.4.2 Cara Kerja

1. Pengumpulan data pasien dermatitis seboroik periode 2011 sampai 2013

yang mempunyai rekam medis dilakukan oleh peneliti di bagian rekam

medis Rumkit Kesdam I Bukit Barisan Medan.

18

2. Perhitungan proporsi dermatitis seboroik periode 2011 sampai 2013

dilakukan oleh peneliti di bagian rekam medis Rumkit Kesdam I Bukit

Barisan Medan.

3. Pencatatan data pasien dermatitis seboroik meliputi usia, jenis kelamin,

etnis, pendidikan, pekerjaan, lokasi lesi, dan pengobatan periode 2011

sampai 2013 dilakukan oleh peneliti di bagian rekam medis Rumkit

Kesdam I Bukit Barisan Medan.

4. Data pasien dermatitis seboroik periode 2011 sampai 2013 yang diperoleh

kemudian ditabulasi dan disajikan kedalam tabel dan diagram berdasarkan

jenis kelamin, usia, etnis, pendidikan, lokasi lesi, dan pengobatan.

19

3.5 Kerangka Konsep

Gambar 3.1. Diagram Kerangka Operasional

Penelusuran data rekam medis pasien dermatitis seboroik periode 2011 sampai 2013

Penghitungan proporsi pasien dermatitis seboroik periode 2011 sampai 2013

Data dikumpulkan dan ditabulasi

Penyajian dalam bentuk distribusi dan diagram batang berdasarkan jenis kelamin, usia, etnis, pendidikan, pekerjaan, lokasi lesi, dan pengobatan

Karakteristik pasien dermatitis seboroik berdasarkan jenis kelamin, usia, etnis, pendidikan, pekerjaan, lokasi lesi, dan pengobatan

20

3.6 Defenisi Operasional

1. Rekam medis adalah keterangan tertulis tentang identitas, anamnesis,

pemeriksaan fisik, diagnosis, tindakan medis, dan pengobatan pasien

dermatitis seboroik yang datang berobat ke Departemen Kesehatan Kulit

dan Kelamin Rumkit Kesdam I Bukit Barisan Medan periode Januari 2011

sampai Desember 2013.

2. Usia adalah usia pasien saat pertama datang dihitung dari tanggal lahir,

bila lebih dari 6 bulan, usia dibulatkan keatas; bila kurang dari 6 bulan,

usia dibulatkan kebawah berdasarkan catatan medis.

3. Etnis adalah garis keturunan yang didapatkan pasien dermatitis seboroik

yang berasal dari orang tua yang melahirkan dirinya atau dari nenek

moyangnya berdasarkan rekam medis.

4. Pendidikan adalah pendidikan formal yang sedang dijalani atau yang

terakhir diselesaikan oleh pasien dermatitis seboroik berdasarkan rekam

medis.

5. Pekerjaan adalah pekerjaan yang sedang dijalani atau tidak lagi dijalankan

(pensiunan) oleh pasien dermatitis seboroik berdasarkan rekam medis.

6. Lokasi lesi adalah lokasi lesi dari anamnesis dan pemeriksaan klinis pasien

dermatitis seboroik berdasarkan rekam medis.

7. Diagnosis dermatitis seboroik diagnosis dari anamnesis dan gambaran

klinis dermatitis seboroik yang datang berobat ke Poliklinik Kesehatan

Kulit dan Kelamin Rumkit Kesdam I Bukit Barisan Medan periode 2011

sampai 2013 berdasarkan catatan medis.

8. Pengobatan dermatitis seboroik adalah pengobatan yang diberikan pada

pasien dermatitis seboroik dari rekam medis.

9. Proporsi dermatitis seboroik adalah perbandingan jumlah pasien dermatitis

seboroik dengan jumlah seluruh pasien penyakit kulit yang datang berobat

ke Poliklinik Kesehatan Kulit dan Kelamin Rumkit Kesdam I Bukit

Barisan Medan periode 2011 sampai 2013.

21

Dengan rumus:

Jumlah kasus dermatitis seboroik periode 2011 – 2013

Proporsi = X 100 %

Jumlah kasus penyakit kulit periode 2011 – 2013

3.7 Pengolahan dan Analisis Data

Data yang terkumpul ditabulasi dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi

frekuensi dan diagram. Dianalisis secara deskriptif menggunakan literatur yang

ada.

22

DAFTAR PUSTAKA

1. Wiryadi BE, Metode Diagnostik dan Penatalaksanaan Psoriasis dan

Dermatitis Seboroik. Jakarta ; Balai Penerbit FK UI , 2003 ; h.53-65

2. Eprints.undip.ac.id/24473/1/Dewi.pdf ; diakses 16 Desember 2014

3. Djuanda A. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta ;Balai Penerbit FK

UI, 20011 ; h.3-308

4. Harahap M. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta ; hipokrates, 2000 ; h 14-16

5. Price SA. Patofisiologi edisi 6 . Jakarta; EGC, 2006

6. http://www.unhas.ac.id/tahir/BAHAN-KULIAH/BIO-MEDICAL/

BAHAN-UMUM/ECHOCARDIOGRAPHY%20(%20SALEH%20-

%20D411%2002%20050%20)/REFERENSI/dermatitis.pdf ; diakses 16

Desember 2014

7. Murtiastutik D,dkk. Penyakit Kulit dan Kelamin edisi 2. Surabaya; Pusat

Penerbitan dan Percetakan UNAIR, 2009

8. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/41341/4/Chapter

%20II.pdf ; diakses 16 Desember 2014

9. http://digilib.unila.ac.id/2425/10/BAB%20II.pdf ; diakses 16 Desember

2014

10. http://www.nejm.org/doi/pdf/10.1056/NEJMcp0806464 ; diakses 20

Desember 2014

11. Brown R.G dan Tony B. Lecture Notes Dermaologi edisi ke 8. Jakarta;

EMS