tinjauan pustaka dermatitis seboroik

23
DERMATITIS SEBOROIK I. PENDAHULUAN Dermatitis seboroik adalah penyakit inflamasi kulit yang biasanya dimulai pada kulit kepala, dan kemudian menjalar ke muka, kuduk, leher dan badan. Istilah dermatitis seboroik (D.S.) dipakai untuk segolongan kelainan kulit yang didasari oleh faktor konstitusi dan bertempat predileksi di tempat-tempat seboroik. Dermatitis termasuk dalam golongan dermatosis eritoskuamosa, umumnya ditandai dengan adanya eritema yang ditutupi skuama tipis berminyak. Penyakit ini biasanya mempunyai lesi yang simetris, bersifat kronik dan rekuren. 1,2 Dermatitis seboroik sering dikacaukan dengan psoriasis yang juga termasuk dalam kelompok dermatosis eritroskuamosa. Penyebab dermatitis seboroik masih belum diketahui dengan pasti. Prevalensi penyakit ini lebih tinggi pada ODHA, orang dengan gangguan neurologis dan penyakit kronis. Faktor predisposisinya ialah kelainan konstitusi berupa status seboroik (seborrhoeic state) yang rupanya diturunkan, bagaimana caranya belum diketahui. 1,2 Dermatitis seboroik disebut juga eczema flannellaire, hal ini berasal dari ide bahwa terdapat 1

Upload: ainun-maylana

Post on 17-Jan-2016

40 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Dermatitis seboroik

TRANSCRIPT

Page 1: Tinjauan Pustaka Dermatitis Seboroik

DERMATITIS SEBOROIK

I. PENDAHULUAN

Dermatitis seboroik adalah penyakit inflamasi kulit yang biasanya

dimulai pada kulit kepala, dan kemudian menjalar ke muka, kuduk, leher dan

badan. Istilah dermatitis seboroik (D.S.) dipakai untuk segolongan kelainan

kulit yang didasari oleh faktor konstitusi dan bertempat predileksi di tempat-

tempat seboroik. Dermatitis termasuk dalam golongan dermatosis

eritoskuamosa, umumnya ditandai dengan adanya eritema yang ditutupi

skuama tipis berminyak. Penyakit ini biasanya mempunyai lesi yang simetris,

bersifat kronik dan rekuren.1,2

Dermatitis seboroik sering dikacaukan dengan psoriasis yang juga

termasuk dalam kelompok dermatosis eritroskuamosa. Penyebab dermatitis

seboroik masih belum diketahui dengan pasti. Prevalensi penyakit ini lebih

tinggi pada ODHA, orang dengan gangguan neurologis dan penyakit kronis.

Faktor predisposisinya ialah kelainan konstitusi berupa status seboroik

(seborrhoeic state) yang rupanya diturunkan, bagaimana caranya belum

diketahui.1,2

Dermatitis seboroik disebut juga eczema flannellaire, hal ini berasal

dari ide bahwa terdapat retensi pada permukaan kulit oleh sumbatan dengan

katun (flanel), wol, atau pakaian dalam sintetik.3

Dermatitis seboroik merupakan salah satu penyakit kulit yang sering

ditemui. Pada bayi daerah yang biasa terkena adalah kulit kepala, wajah dan

daerah popok. Dermatitis seboroik pada bayi, 70% terjadi pada 3 bulan

pertama kemudian menghilang pada umur 1 tahun dan insidensnya mencapai

puncak pada umur 18-40 tahun. Dermatitis seboroik lebih sering terjadi pada

pria daripada wanita. Prevalensi pada pasien AIDS lebih tinggi, terutama

pada pasien dengan jumlah CD4 dibawah 400 sel/mm3 dan dapat turun dengan

terapi antiretroviral yang adekuat. Dermatitis seboroik dilaporkan berkaitan

dengan gangguan sistem saraf pusat seperti parkinson, familial amyloidosis

dengan polineuropati dan trisomi 21 namun data tersebut masih diragukan. 1,4

1

Page 2: Tinjauan Pustaka Dermatitis Seboroik

2

II. ETIOPATOGENESIS

Penyebabnya belum diketahui pasti. Faktor presdiposisinya ialah

kelainan konstitusi berupa status seboroik (seborrhoic state) yang rupanya

diturunkan, bagaimana caranya belum dipastikan. Penderita pada hakekatnya

mempunyai kulit yang berminyak (seborrhoea), tetapi mengenai hubungan

antara kelenjar minyak dan penyakit ini belum jelas sama sekali. Ada yang

mengatakan kambuhnya penyakit ini (yang sering menjadi chronis-

recidivans) disebabkan oleh makanan yang berlemak, tinggi kalori, akibat

minum alkohol dan gangguan emosi.1,3

Dermatitis seboroik dikaitkan dengan nilai normal Malassezia furfur

namun respon imun abnormal. Ditemukan adanya penurunan sel T helper,

phytohemagglutinin dan stimulasi concanavalin, dan titer antibodi

dibandingkan dengan subyek kontrol. Kontribusi spesies Malassezia dapat

berasal dari aktivitas lipase yang melepaskan inflamasi bebas asam dan dari

kemampuannya untuk mengaktifkan jalur komplemen alternatif.5

Banyak percobaan telah dilakukan untuk menghubungkan penyakit ini

dengan infeksi oleh bakteri atau Pityrosporum ovale yang merupakan flora

normal kulit manusia. Pertumbuhan P.ovale yang berlebihan dapat

mengakibatkan reaksi inflamasi, baik akibat produk metabolitnya yang masuk

ke dalam epidermis maupun karena sel jamur itu sendiri, melalui aktivasi sel

limfosit T dan sel Langerhans. Status seboroik sering berasosiasi dengan

meningginya sukseptibilitas terhadap infeksi piogenik, tetapi tidak terbukti

bahwa mikroorganisme inilah yang menyebabkan dermatitis seboroik.

Dermatitis seboroik dapat diakibatkan oleh proliferasi epidermis yang

meningkat seperti psoariasis. Hal ini dapat menerangkan mengapa terapi

dengan sitostatik dapat memperbaikinya.1

Penyakit ini berhubungan dengan kulit berminyak (seborrhea)

meskipun peningkatan produksi sebum tidak selalu terdeteksi pada pasien.

Seborrhea merupakan faktor predisposisi pada dermatitis seboroik namun

dermatitis seboroik bukan sebuah penyakit kelenjar sebasea. Insidensi tinggi

dermatitis seboroik pada bayi berbanding lurus dengan ukuran dan aktivitas

kelenjar sebasea pada umur ini. Pada bayi didapatkan kelenjar sebasea yang

Page 3: Tinjauan Pustaka Dermatitis Seboroik

3

besar dengan rasio sekresi sebum yang tinggi. Namun pada orang dewasa ini

tidak terjadi karena aktivitas kelenjar sebasea mencapai puncak awal pubertas

dan dermatitis seboroik dapat terjadi bertahun-tahun kemudian.3

Tempat terjadinya dermatitis seboroik memiliki kecenderungan pada

daerah wajah, telinga, kulit kepala dan batang tubuh bagian atas yang sangat

kaya akan kelenjar sebasea. Tempat predileksi ini memberi petunjuk tentang

dugaan bahwa pengaruh androgenik penting dan aktivitas kelenjar sebasea

mungkin merupakan faktor penyebab. Tetapi seborrhea berat kadang tidak

disertai dermatitis seboroik, sebaliknya dermatitis seboroik berat kadang tidak

disertai aktivitas sebasea berlebihan. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa

pada dermatitis seboroik lemak permukaan kulit tidak meningkat, tetapi

terdapat peningkatan proporsi kolesterol, trigliserida dan parafin disertai

penurunan skualen, asam lemak bebas, dan ester lilin yang terkandung dalam

permukaan kulit tersebut.6

Faktor resiko terjadinya dermatitis seboroik adalah stress, kelelahan,

makanan berminyak, alkohol, cuaca yang terlalu ekstrem, jarang mencuci

rambut atau mandi, pemakaian lotion yang mengandung alkohol, penyakit

kulit (misalnya jerawat) dan obesitas.7,12

Pasien dengan gangguan saraf pusat (Parkinson’s disease, cranial

nerve palsies, major truncal paralyses) mempunyai resiko tinggi terkena

dermatitis seboroik. Dermatitis seboroik pada pasien tersebut merupakan hasil

dari peningkatan pengumpulan sebum akibat dari imobilitas. Pengumpulan

sebum ini merupakan media untuk pertumbuhan P. Ovale sehingga

menyebabkan terjadinya dermatitis seboroik.8

Dermatitis seboroik pada penderita AIDS mencapai 85%. Tempat

predileksi lebih luas meliputi wajah, aksila, dada, paha dan genitalia. Gejala

yang muncul akan lebih berat daripada dermatitis seboroik klasik dengan

penatalaksanaan yang lebih sulit. 9,14

Page 4: Tinjauan Pustaka Dermatitis Seboroik

4

III. GEJALA KLINIS

Kelainan kulit terdiri atas eritema dan skuama yang berminyak dan

agak kekuningan, batasnya agak kurang tegas. Dermatitis seboroik yang

ringan hanya mengenai kulit kepala berupa skuama-skuama yang halus, mulai

sebagai bercak kecil yang kemudian mengenai seluruh kulit kepala dengan

skuama-skuama yang halus dan kasar. Kelainan tersebut yaitu pitiriasis sika

(ketombe, dandruff). Bentuk yang berminyak disebut pitiriasis steatoides

yang dapat disertai eritema dan krusta-krusta yang tebal. Rambut pada tempat

tersebut mempunyai kecenderungan rontok, mulai di bagian vertex dan

frontal.1

Bentuk yang berat ditandai dengan adanya bercak-bercak yang

berskuama dan berminyak disertai eksudasi dan krusta tebal. Sering meluas

ke dahi, glabela, telinga postaurikular dan leher. Pada daerah dahi tersebut,

batasnya sering cembung.1

Pada bentuk yang lebih berat lagi, seluruh kepala tertutup oleh krusta-

krusta yang kotor dan berbau tidak sedap. Pada bayi, skuama-skuama yang

kekuningan dan kumpulan debris-debris epitel yang lekat pada kulit kepala

disebut cradle cap.1

A. Dermatitis Seboroik Infantil

Umumnya Dermatitis Seboroik Infantil (DSI) timbul untuk

pertama kalinya antara usia 2 dan 6 minggu, dan tidak gatal. Dimulai pada

skalp yang disebut sebagai cradle cap berupa skuama tebal, berminyak

kekuningan yang berkonfluens terutama di daerah verteks dan frontal.

Skuama dapat juga berbentuk lebar, kering, asbestos, psoriaformis atau

bentuk halus berwarna putih yang tersebar difus. Proses ini dapat meluas

ke retroaurikular. Pada saat timbul lesi di skalp secara bersamaan dapat

juga timbul lesi di daerah dahi, alis, dan lipatan nasolabial.10

Pada daerah dengan pakaian tertutup dapat menambah kelembaban

sehingga timbul lesi berbetuk dermatitis, khusunya pada lipatan leher,

ketiak, area anogenital dan lipat paha. Dapat disertai infeksi oportunistik

seperti C. Albicans, S. Aureus dan bakteri lain. Kriteria diagnostik klinis

Page 5: Tinjauan Pustaka Dermatitis Seboroik

5

untuk DSI menurut Beare dan Rook adalah onset dini berupa lesi

eritroskuamosa yang mengenai skalp dan daerah fleksural, serta tidak

disertai pruritus.10

Gambar 1. Dermatitis Seboroik Infantil3

B. Penyakit Leiner

Pertama kali dilaporkan oleh Leiner pada tahun 1908 yang

merupakan bentuk komplikasi dermatitis seboroik pada masa bayi

(dermatitis seborrhoides infantum). Lesi biasanya timbul mendadak,

berupa eritema berskuama di seluruh tubuh (universal) yang disebut

eritroderma deskuamativum. Penyakit ini menunjukkan keadaan umum

yang tampak sakit berat disertai anemia, diare dan muntah. Sering diikuti

dengan infeksi bakteri. Penyakit Leiner dapat diturunkan jika terdapat

defisiensi C5.10,13

C. Dermatitis Seboroik Dewasa

1. Kulit Kepala

Ketombe atau ptiriasis sika merupakan bentuk awal dermatitis

seboroik. Pada fase lanjut, lesi berbentuk ertroskuamosa di

perifolikuler lalu meluas mengenai sebagian besar kulit kepala. Dapat

sampai batas depan rambut yang disebut corona seborrheca atau ke

belakang meluas ke daun telinga, leher, dan periaurikular. Kadang-

kadang dapat disertai otitis eksterna. Jika kronis mengakibatkan

rambut rontok dan alopesia.

Page 6: Tinjauan Pustaka Dermatitis Seboroik

6

Gambar 2(a) DS pada margin kulit kepala8. Gambar 2(b) DS di kepala8

2. Wajah

Dermatitis seboroik di wajah biasanya mengenai bagian tengah

alis, glabela dan lipatan nasolabial berupa eritroskuamosa. Sering

disertai blefaritis, jika mengenai kelopak mata. Lesi dapat berupa

krusta kekuningan yang jika diangkat menjadi ulkus dangkal. Pada

laki-laki sering mengenai daerah janggut, sedangkan pada wanita

sering mengenai paranasal berupa lesi eritematosa yang mudah

menjadi flushing.

Gambar 3. Dermatitis seboroik pada alis dan kepala5

3. Badan

Pada badan, dermatitis seboroik dapat bermanisfestasi dalam

berbagai bentuk. Bentuk tersering adalah petaloid, biasanya mengenai

dada dan interskapula dan lebih banyak ditemukan pada laki-laki.

Awalnya lesi berupa papul folikular berwarna merah kecoklatan yang

Page 7: Tinjauan Pustaka Dermatitis Seboroik

7

berskuama berkonfluens tersusun sirsinar dengan skuama halus di

bagian tengah, dan skuama kasar berminyak di bagian tepi.

Bentuk DS yang jarang ditemukan adalah bentuk pitiriasiformis

yang mengenai badan dan ekstremitas. Dapat meluas di leher sampai

batas rambut. Tidak gatal dan biasanya sembuh spontan. Pada

beberapa kasus dapat berkembang menjadi bentuk pitiriasiformis.

Pada bentuk fleksural lesi biasanya mengenai aksila, lipat paha,

anogenital, lipat payudara dan umbilikus berupa eritroskuamosa

sampai dengan skuama berminyak yang disebut pityriasis steatoides.

Pada genitalia biasanya lesi berupa eritema ringan dengan skuama

halus sampai bentuk dermatitis yang berat dan keadaan ini dapat

berkembang menjadi bentuk psoriasiformis.

Gambar 4. Dermatitis seboroik di dada5

4. Generalisata

Dermatitis seboroik dapat meluas dan tersebar generalisata.

Bentuk ini dapat disertai dengan adenopati, sehingga merupai mikosis

fungoides, leukemia kutis atau eritroderma psoriatika.

Gambar 5. Dermatitis Seboroik Generalisata pada pasien AIDS8

Page 8: Tinjauan Pustaka Dermatitis Seboroik

8

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk dermatitis

seboroik adalah pemeriksaan histopatologi. Gambaran histopatologi akan

bervariasi sesuai dengan tahap penyakit. Pada dermatitis seboroik akut dan

subakut terdapat infiltrat ringan perivaskular superfisial, terdiri dari sel

limfohistiosit kadang-kadang disertai neutrofil, edema ringan pada papila

dermis, adanya fokus spongiosis pada infundibulum dan epidermis, serta

mound parakeratosis dengan globus kecil plasma pada bibir muara dan

diantara muara infundibulum. Pada lesi kronis didapatkan pula pelebaran

pembuluh darah pada dermis bagian atas.3 Gambaran histopatologis

dermatitis seboroik pada AIDS berbeda, terdapat keratinosit yang rusak,

kerusakan setempat dari dermoepidermal oleh kelompok sel limfoid dan

jarang ditemukan spongiosis. Pada dermis tampak banyak pembuluh darah

dengan dinding yang menebal, banyak ditemukan sel plasma.15

V. DIAGNOSIS

Diagnosis dermatitis seboroik dapat ditegakkan dengan melakukan

anamnesis yang teliti, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada

pemeriksaan fisik didapatkan kelainan kulit yang terdiri dari eritema dan

skuama yang berminyak dan agak kekuningan dengan batas agak kurang

tegas. Kelainan kulit ditemukan pada tempat predileksi yaitu pada bagian

tubuh yang banyak terdapat kelenjar sebasea, daerah kepala, wajah dan badan

bagian atas. Diagnosis dermatitis seboroik dengan manifestasi klinis yang

klasik mudah ditegakkan namun pada beberapa kasus sulit karena tidak

adanya kriteria diagnostik pasti. Gambaran histopatologi dermatitis tampak

non spesifik tetapi biopsi kulit tetap reliabel untuk membedakan dermatitis

seboroik dengan diagnosis banding lainnya.1,5,10

VI. DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis banding dermatitis seboroik adalah:

a. Psoriasis

Kelainan kulit berupa eritema sirkumskrip dan merata dengan

skuama yang berlapis-lapis disertai tanda tetesan lilin dan Auspitz.

Page 9: Tinjauan Pustaka Dermatitis Seboroik

9

Skuama pada psoriasis akan berdarah jika dikelupas sedangkan pada

dermatitis seboroik skuama sangat mudah dilepas. Tempat predileksi

psoriasis terdapat pada skalp, perbatasan daerah tersebut dengan muka,

ektremitas bagian ekstensor terutama siku dan lutut dan daerah

lumnosakral. Psoriasis biasanya melibatkan kuku ataupun sendi meskipun

jarang terjadi. Pada dermatitis seboroik rasa gatal muncul jika sudah berat

sedangkan pada psoriasis gatal sudah dirasakan dari awal penyakit.1,11

Gambar 6. Scalp Psoriasis11

b. Dermatitis Atopik

Selama masa bayi, dermatitis atopik dan dermatitis seboroik

mempunyai distribusi yang sama sehingga menimbulkan kesulitan untuk

membedakan keduanya. Namun demikian Yates dkk (1983) menemukan

bahwa keterlibatan daerah aksila lebih mengarah ke diagnosis dermatitis

seboroik sedangkan radio-allergosorbent test (RAST) yang positif

mengarah ke diagnosis dermatitis atopik. Hal yang paling membantu

adalah respon pasien terhadap pengobatan, dermatitis seboroik biasanya

memberikan respon pada pengobatan yang digunakan.6

Gambar 7. Dermatitis Atopik5

Page 10: Tinjauan Pustaka Dermatitis Seboroik

10

c. Kandidosis kutis

Kandidosis kutis pada lipat paha, lipat payudara dan umbilikus

dapat menyerupai dermatitis seboroik. Pada kandidosis kutis ditemukan

gambaran bercak merah yang berbatas tegas, bersisik dan basah.

Sedangkan pada dermatitis seboroik terdapat skuama berminyak dan

kekuningan dengan batas yang agak kurang tegas. Keluhan gatal pada

kandidosis lebih menonjol daripada dermatitis seboroik.1,5

Gambar 8. Kandidosis2

VII.PENATALAKSANAAN

Kasus-kasus yang telah mempunyai faktor konstitusi agak sukar

disembuhkan, meskipun penyakitnya dapat terkontrol. Faktor predisposisi

hendaknya diperhatikan, misalnya stres emosional dan kurang tidur.

Mengenai diet, dianjurkan miskin lemak.1

Pengobatan dermatitis seboroik biasanya ditujukan untuk:6

a. Melepaskan dan menghilangkan skuama

b. Menghambat kolonisasi ragi

c. Mengontrol infeksi sekunder

d. Mengurangi eritema dan gatal

1. Pengobatan sistemik

Kortikosteroid digunakan pada bentuk yang berat, dosis

prednisone 20-30 mg sehari. Jika telah ada perbaikan, dosis diturunkan

perlahan-lahan. Kalau disertai infeksi sekunder diberi antibiotik.12

Isotretinoin dapat digunakan pada kasus yang rekalsitran.

Efeknya mengurangi aktivitas kelenjar sebasea. Ukuran kelenjar

Page 11: Tinjauan Pustaka Dermatitis Seboroik

11

tersebut dapat dikurangi sampai 90%, akibatnya terjadi pengurangan

produksi sebum. Dosinya 0,1-0,3 mg per kg berat badan per hari,

perbaikan tapmak setelah 4 minggu. Sesudah itu diberikan dosis

pemeliharaan 5-10 mg per hari selama beberapa tahun yang ternayta

efektif untuk mengontrol penyakitnya.

Pada D.S. yang parah juga dapat diobati dengan narrow

band UVB (TL-01) yang cukup aman dan efektif. Setelah pemberian

terapi 3 x seminggu selama 8 minggu, sebagian besar penderita

mengalami perbaikan.

Bila pada sediaan langsung terdapat P. ovale yang banyak

dapat diberikan ketokonazol, dosisnya 200 mg per hari.

2. Pengobatan topikal

Pada pitiriasis sika dan oleosa, seminggu 2–3 kali skalp

dikeramasi selama 5 – 15 menit, misalnya dengan selenium sufida

(selsun). Jika terdapat skuama dan krusta diberi emolien, misalnya

krim urea 10%.

Obat lain yang dapat dipakai untuk D.S. ialah :1

a. ter, misalnya likuor karbonas detergens 2-5% atau krim pragmatar.

Pada kasus-kasus refrakter dapat diberikan preparat ter yang

dioleskan pada malam hari misalnya likuor karbonas detergen 5,10,

atau 20% dan ditutup dengan stockinette. Namun obat ini buka

merupakan pilihan terbaik karena berpotensi karsiogenik serta

menimbulkan fotosensitivitas. Bila pengobatan ini diberikan

dianjurkan untuk menghindari sinar matahari selama 24 jam setelah

pemakaian obat. 1,6

b. resorsin 1-3%, dapat menghambat proliferasi epidermis dan

infiltrasi dermal, selain mempunyai anti pruritus dan anti bakteri.6

c. sulfur praesipitatum 4 – 20%, dapat digabung dengan asam salisilat

3 - 6%

d. kortikostreroid, misalnya krim hidrokortison 2½ %. Pada kasus

dengan inflamasi yang berat dapat dipakai kostikosteroid yang

Page 12: Tinjauan Pustaka Dermatitis Seboroik

12

lebih kuat, misalnya betametason valerat, asalkan jangan dipakai

terlalu lama karena efek sampingnya.1

e. krim ketokonazol 2% dapat diaplikasikan, bila pada sediaan

langsung terdapat banyak P. ovale. Ketokonazol bekerja dengan

cara menghambat biosintesis ergosterol, sterol utama yang

berfungsi mempertahankan membrane sterol jamur, dengan

menghambat enzim sitokrom P-450 14--demetilasi lanosterol,

enzim esensial dalam sintesis ergosterol jamur. 1,6

Beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam pengobatan

ialah letak lesi serta usia penderita. Pada bayi, lesi di daerah skalp

dapat diberikan asam salisilat 3-5% dalam minyak zaitun ddengan

bahan dasar yang larut air atau dikompres dengan minyak zaitun

hangat. Dapat juga digunakan krim hidrokortison 1% dan untuk

perawatannya digunakan shampoo bayi. Untuk daerah intertriginosa,

selain obat-obat antiseboroik, dapat diberikan kliokuinol 0,2-0,5%

dalam losio zincii, sedangkan lesi yang basah dapat dikompres dengan

gentian violet 0,1-0,2%.

Pada orang dewasa muda, untuk lesi di daerah scalp dapat

diberikan sampo yang mengandung selenium sulfida, seng pirition dan

ketokonazol seminggu 2 kali. Untuk kasus yang berat dapat dipakai

sulfur 7,5%, asam salisilat 1%, minyak kastor 10% dan minyak zaitun

100%, bila perlu ditambah hidrokortison 1%. Campuran ini diberikan

waktu malam dan pagi harinya dicuci dengan sampo yang ringan. 6

Blefaritis dapat diatasi dengan kompres air hangat,

pembersihan lembut dengan larutan non-iritan atau sampo bayi,

melepaskan skuama secara mekanis bila diperlukan dan pengolesan

salep sulfasetamid atau salap kombinasi sulfasetamid dengan

prednisolon 0,5%. Penggunaan kortikosteroid pada kelopak mata atau

garis tepi kelopak mata harus hati-hati. Untuk daerah alis, muka dan

kelopak mata dapat digunakan krim hidrokortison 1%, sulfur 1-3%

atau asam salisilat 1-3%.

Page 13: Tinjauan Pustaka Dermatitis Seboroik

13

Untuk daerah telinga dan liang telinga dapat digunakan larutan

atau krim kombinasi yang mengandung triamsinolon 0,025%,

neomisin atau garamisin, bila perlu polimiksin B untuk infeksi

Pseudomonas aeruginosa.

VIII. PROGNOSIS

Pada umumnya prognosis dermatitis seboroik baik tetapi pada

sebagian kasus yang mempunyai faktor konstitusi penyakit ini sukar

disembuhkan. Jika berulang maka kemungkinan varian dari dermatitis

atopi dapat dipertimbangkan. Pasien dengan dermatitis seboroik dewasa

yang berat dapat persisten. Prognosis lebih baik apabila faktor pencetus

dapat dihilangkan.1,6

IX. KESIMPULAN

Dermatosis seboroik termasuk dalam dermatosis eritroskuamosa

yang sering ditemui. Penyakit ini dapat menyerang anak-anak maupun

dewasa. Etiologi dermatitis seboroik sampai saat ini belum diketahui

secara pasti. Pada bayi terdapat tiga bentuk yaitu cradle cap, glabrous dan

penyakit Leiner. Sedangkan pada dewasa berdasarkan daerah lesinya

terjadi pada kepala, wajah, badan dan generalisata.

Tidak ada pemeriksaan laboratorium spesifik untuk membantu

menegakkan diagnosis. Secara umum terapi bertujuan untuk

menghilangkan skuama, menghambat kolonisasi ragi, mengontrol infeksi

sekunder serta mengurangi eritema dan gatal. Pasien harus diberitahu

bahwa penyakit ini berlangsung kronik dan sering kambuh, sehingga harus

menghindari faktor pencetus seperti stress emosional, makanan berminyak

dan sebagainya.

Page 14: Tinjauan Pustaka Dermatitis Seboroik

14

DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda A, Hamzah M. Dermatitis Seboroik. In: Djuanda A, editor. Ilmu

Penyakit Kulit dan Kelamin. 5th ed. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia Jakarta; 2010.200-202

2. Gibson EL, Perry HO. Eczematous Rashes. In: Dermatology. Moschella SL,

Hurley HJ, Eds, 3rd ed. Harcourt Brace Jocanovich, Inc, New York. p:214

3. Plewig G. Seborrheic Dermatitis. In: Dermatology in General Medicine.

Fitzpatrick TB, Eisen AZ, Wolff K, Freedberg IM, Austen KF, Eds. 3th ed.

McGraw Hill, Inc, New York. p:1596-73

4. Naldi L, Rebora A. Seborrheic Dermatitis. N Engl J Med 2009;360;387-96

5. Selden T. Seborrheic Dermatitis. Sumber:

http://emedicine.medscape.com/article/1108312-overview#aw2aab6b2b3aa.

Diakses pada 25 Februari 2015

6. Jazid I. Patogenesis dan Penatalaksanaan Dermatitis Seboroik. Dalam:

Dermatitis pada Bayi dan Anak. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia Jakarta;2003.1-15

7. Berman K. Seborrheic Dermatitis. Sumber:

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0001959. Diakses pada 25

Februari 2015

8. Johnson B. Treatment of Seborrheic Dermatitis. Sumber:

http://www.aafp.org/afp/2000/0501/p2703.html. Diakses pada 26 Februari

2015

9. Gupta AK, Nicol KA. Seborrheic Dermatitis of the scalp : Etiology and

Treatment. Journal of Drugs in Dermatology.2004

10. Tjarta A. Dermatitis Seboroik. In: Tjarta A, Sularsito SA, Kurniati DD,

Rithatmaja R. Eds. Metode Diagnostik dan Penatalaksanaan Psoriasis dan

Dermatitis Seboroik. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia Jakarta;2003.53-80

11. Mayo Foundation for Medical Education and Research. Update: Januari 13

2014. Mayo Clinic. Diakses pada 16 Februari 2015. Sumber:

http://www.mayoclinic.com/health/seborrheic-dermatitis/DS00984

Page 15: Tinjauan Pustaka Dermatitis Seboroik

15

12. Siregar, RS. Dermatitis Seboroika. In: Saripati Penyakit Kulit. 2nd Ed.

ECG.Indonesia,2004.104-106

13. Ngan V. Leiner’s Disease. Update: 29 Juni 2011. Sumber:

http://www.dermnetnz.org/dermatitis/leiner.html. Diakses pada 24 Februari

2015.

14. Chatzikokkinou P. Seborrheic Dermatitis : An Early and Common Skin

Manifestation in HIV Patients. Acta Dermatovenerol Croat. 2008 Oct 21;16

(4):226-230

15. Schwartz RA, Janusz CA, Jannige CK. Seborrheic Dermatitis: An Overview.

Am Fam Physician 2006;74:125-30.