manajemen pengelolaan cagar budaya : antara …
TRANSCRIPT
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
197
MANAJEMEN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA : ANTARA
KEBIJAKAN, AKSI KOMUNITAS DAN SEJARAH
Mas Budiansyah1, Tito Inneka2
Universitas Muhammadiyah Tangerang
[email protected], [email protected]
ABSTRAK
Peninggalan peninggalan bersejarah di kota tangerang yang masuk dalam kategori cagar budaya
sangatlah banyak dibutuhkan management antar pemangku kebijakan dalam hal pengelolalan baik
perlindungan dan pelestariannya. Hal tersebut harus dimaksilkan maka peran pemkot tangerang
disini disbudpar dalam melindungi dan melestarikan cagar budaya mengingat bangunan bersejarah
dikota tangerang sangatlah banyak dan kaya akan ilmu pengetahuan. Metode penelitian yang
digunakan yaitu metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Sumber data diperoleh melalui
studi pustaka dan studi lapangan berupa observasi dan wawancara. Penelitian ini dilakukan di Kota
Tangerang, dan objek penelitiannya adalah bagaimana management pengelolaan cagar budaya :
antara kebijakan, aksi komunitas dan sejarah. Data dianalisis melalui tahap reduksi data atau
pemilahan data, kemudian data disajikan atau ditampilkan, dan akhirnya disimpulkan sesuai
permasalahan penelitian. Hasil penelitian menemukan bahwa pemerintah kota tangerang melalui
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota tangerang dalam menjalankan fungsinya dibidang
pelestarian dan perlindungan cagar budaya masih belum maksimal, hal ini dibuktikan peneliti dari
temuan dilapangan, bahwasanya Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Tangerang belum
mempunyai tim ahli cagar budaya tingkat kota serta belum adanya juru pelihara disetiap cagar
budaya dan belum tersos ialisasikan perda tentang cagar budaya kepada pemilik/pengelola cagar
budaya mengakibatkan lemahnya payung hukum dalam penanganan cagar budaya serta kurangnya
pengetahuan etika pelestarian dan perlindungan kepada setiap pemilik/pengelola cagar budaya.
Kata kunci : manajemen, cagar budaya
ABSTRACT
Relics in the city of Tangerang are included in the category of cultural heritage is very much
needed management between stakeholders in terms of management both protection and
preservation. This must be maximized, the role of the Tangerang city government of the tourism
culture department in protecting and preserving cultural preservation is that the historic buildings
in the city of Tangerang are numerous and rich in science. The research method used is
descriptive method with a qualitative approach. Data sources were obtained through literature
study and field studies in the form of observations and interviews of this research conducted in the
city of Tangerang. And the object of research is how to manage cultural heritage between policy,
community action and history. Data is analyzed through data reduction or data selection stages,
then the data is presented or displayed, and finally concluded according to the research problem.
The results of the study found that the Tangerang city government through the Tangerang city
culture and tourism service in carrying out its functions in the field of preservation and protection
of cultural. This was proven by researchers from the findings in the field. That the city of
Tangerang culture and tourism service does not yet have a team of cultural heritage experts at the
city level and there is no keeper in every cultural heritage and the regional regulations on cultural
heritage have not been socialized to the owners or managers of cultural geritage which results in
the weakness of legal sculptures in handling cultural heritage and lack of knowledge ethics of
preservation and protection of every owner and manager of cultural heritage.
Keywords : culture heritage, management
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
198
PENDAHULUAN
Cagar Budaya merupakan kekayaan budaya bangsa yang sangatlah penting
untuk dilestarikan dan dilindungi. Cagar Budaya juga merupakan aset bangsa dan
warisan leluhur untuk dijaga ke asriannya guna memupuk kesadaran dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara serta memperkokoh rasa kesatuan dan
persatuan bagi terwujudnya cita cita bangsa pada masa yang akan datang. Cagar
Budaya memiliki definisi yang diatur dalam bab I ketentuan umum pasal 1 ayat
(1) Undang – undang Republik Indonesia Nomor 11 tahun 2010 Tentang Cagar
Budaya, yakni bahwa cagar budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan
berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya,
Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya di darat dan/atau di air yang
perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu
pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan.
Kota Tangerang adalah kota bersejarah yang dimana masih banyak
peninggalan – peninggalan bersejarah masa lampau, sebut saja pintu air pasar
baru, masjid kalipasir, vihara boen san bio, vihara boen tek bio, museum heritage,
Lp anak wanita, Lp anak pria, Lp pemuda kelas II, Stasiun kereta api tangerang.
Dari sekian banyaknya peninggalan peninggalan bersejarah yang dikategorikan
sebagai bangunan cagar budaya dikota tangerang. Kesembilan cagar budaya
tersebut menjadikan kota tangerang kota yang kaya akan cagar budaya warisan
leluhur dan kota yang sarat akan nilai nilai bersejarah. Dari sekian banyaknya nilai
bangunan cagar budaya leluhur yang sudah menempati kota tangerang sekian
puluh tahun menjadikan kota tangerang kaya akan ragam nilai sejarahnya
Kota Tangerang yang sarat akan nilai bersejarah ini memungkinkan masih
banyaknya peninggalan peninggalan bersejarah yang masih belum diketahui dan
masih belum terverifikasi baik oleh Pemerintah Daerah maupun Pemerintah Pusat
menjadikan peninggalan peninggalan bersejerah tersebut menjadi tak ter urus dan
terbengkalai. Dalam UU NO 11 Tahun 2010 Pasal 75 Tentang Cagar Budaya
disebutkan “ setiap orang wajib memelihara cagar budaya yang
dimiliki/dikuasainya“ Dengan landasan payung hukum seperti ini diharapakn
seluruh elemen masyarakat dapat melindungi bahkan melestarikan
bangunan,benda,kawasan dan situs yang diduga Cagar Budaya.
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
199
Tujuh cagar budaya baru di Kota Tangerang yang belum ditetapkan adalah
sebagai berikut Museum pemasyarakatan di LP Anak Wanita, Rumah Asli
Kolonial di Kelurahan Sukajadi, Makam Yudhanegara di Sangiang, Makam
Tb.Mas Zakaria di Batuceper, Makam TMP Taruna, Rumah Gede Asrama Polisi
di Ciledug dan Rumah Lim Tian Tiang di Karawaci. Peninggalan – peninggalan
bersejarah di Kota Tangerang yang sudah ditetapkan menjadi bangunan cagar
budaya diantaranya kawasan Klenteng boen tek bio, Klenteng boen san bio,
Masjid kali pasir, Bendungan pintu air sepuluh, Lapas anak pria, Lapas anak
wanita, Lapas pemuda dan Museum heritage yang masuk dalam nominasi
UNESCO serta Stasiun Kereta Api Tangerang, Museum pemasyarakatan LP Anak
Wanita, Rumah asli kolonial, Makam Yudhanegara, Makam Tb. Mas Zakaria,
Makam Tmp Taruna, Rumah gede asrama polisi dan rumah Lim Tian Tiang, jadi
total cagar budaya di kota tangerang mencapai 16 cagar budaya.
UU No.11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya telah banyak mengatur
mengenai revitalisasi, konservasi dan restorasi kawasan bersejarah, dan didalam
UU No.11 tahun 2010 disebutkan bahwa “ salah satu kriteria cagar budaya adalah
minimal berusia 50 tahun dan memiliki nilai pengetahuan dan nilai sejarah
didalamnya ”. Dari sekian banyaknya cagar budaya yang terdaftar di Kota
Tangerang menjadikan kota ini sebagai kota yang kaya akan budaya dan juga kota
yang lebih dikenal dengan kota benteng, menjadikan kawasan ini sangat strategis,
yang dimana kawasan tangerang lama memiliki arsitektur dan bangunan yang
cukup menarik sebut saja masjid jamie kalipasir,klenteng boen tek bio dan rumah
benteng heritage yang dimana letak bangunan cagar budaya tersebut sangatlah
berdekatan dan menmcerminakan toleransi antar umat beragama masa lalu hingga
sekarang. Presentase Perkembangan ruang lingkup Blok Perkampungan Pecinan
pada saat ini sangatlah memprihatinkan sekali. Wajah bangunanbangunan khas
pecinan sebagian besar sudah beralih fungsi berubah menjadi bangunanbangunan
modern dan bangunan budidaya/ternak walet yang menghasilkan hilangnya
sebagian nilai bangunan cagar budaya tsb. Berdasarkan data yang penulis dapat
dari beberapa jurnal mengatakan, persentase bangunan-bangunan kuno
berarsitektur pecinan yang masih ada di Blok Perkampungan Pecinan adalah
sebesar 20 % dan itupun masih jauh dari kata layak, bangunan-bangunan yang
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
200
sudah berubah bentuk dan juga beralih fungsi menjadi rumah budidaya walet
adalah sebesar 13 %, bangunan-bangunan yang berubah bentuk menjadi
Ruko/Kios moderen adalah sebesar 30 % dan bangunan-bangunan rumah yang
sudah tidak berciri khas pecinanan adalah sebesar 37%. tidak berciri khas pecinan
adalah sebesar 78%. Persentase bangunan-bangunan kuno berarsitektur pecinan
yang masih ada di sepanjang koridor Gang Cilame dan Gang Bhakti adalah
sebesar 33%, bangunanbangunan yang sudah berubah bentuk dan fungsi menjadi
rumah budidaya walet adalah sebesar 2%, bangunan-bangunan yang sudah
berubah bentuk menjadi kios/ruko modern adalah sebesar 56% dan bangunan-
bangunan rumah yang sudah tidak berciri khas pecinan adalah sebesar 9%.
Persentase bangunan-bangunan kuno berarsitektur pecinan yang masih ada di
sepanjang koridor Jalan Ki Samaun bagian ruas kanan jalan adalah sebesar 6%,
bangunan-bangunan yang sudah tidak berciri khas pecinan adalah sebesar 2% dan
bangunan-bangunan yang sudah berubah bentuk menjadi kios/ruko moderen
(Prasetya, Fatimah, & Padawangi, 2017).
Pengelolaan cagar budaya sudah disebutkan dalam Undang Undang No
11 tahun 2010 pasal 95 ayat 1 point i yang berbunyi “Pemerintah dan Pemerintah
Daerah sesuai dengan tingkatannya mempunyai wewenang : mengelola kawasan
cagar budaya “. Jadi sudah sangat jelas mengenai wewenang dalam pengelolan
dan perlindungan cagar budaya. dan perlu kita pahami pula bahwa Kota
Tangerang memiliki suatu komunitas etnis tionghoa/china yang cukup banyak,
mereka mengatasnamakan komunitasnya sebagai komunitas china benteng dan
kawasan benteng makasar, Nama makasar sendiri diambil dari pendahulu
penghuni benteng ini yang dimana para kolonial menempatkan orang orang
makasar untuk menjaga benteng ini, Nama kota benteng ini sendiri adalah
bahwasanya “Benteng” disini merupakan kota pertahanan era kolonial untuk
menghadang dan bertahan pasukan kolonial belanda melawan pasukan banten.
Pemerintah Kota Tangerang diharapkan dengan adanya Undang – Undang
NO 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya mampu dalam hal
penanganan,pengelolaan,pelestarian dan perlindungan Cagar Budaya di Kota
Tangerang dan ditambah pula dengan adanya peraturan walikota nomor 76 tahun
2016 tentang tugas pokok dan fungsi Dinas kebudayaan dan pariwisata kota
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
201
tangerang bagian kebudayaaan yang menyebutkan “Bidang Kebudayaan
mempunyai tugas menyelenggarakan sebagian tugas dan fungsi Dinas dalam
lingkup pemanfaatan, pengembangan, dan pelestarian kebudayaan serta
pembinaan kesenian dan pengawasan per filman di Daerah” sejalan dengan itu
bidang kebudayaan membawahi dua kepala seksi yaitu seksie sejarah dan
pelestarian budaya serta seksie pembinaan kesenian dan perfilman, ruang lingkup
cagar budaya di kota tangerang sendiri merupakan tupoksi daripada dinas
kebudayaan dan pariwisata kota tangerang berdasarkan keputusan walikota dan
peraturan walikota bidang kebudayaan bagian seksi sejarah dan pelestarian
budaya, namun sejalan dengan adanya realitas dilapangan menunjukan perwal
tersebut belum maksimal dengan apa yang ada diharapkan oleh pemilik cagar
budaya di kota tangerang.
Peneliti berharap kordinasi antar lembaga disini tetap terjalin dengan baik,
dan peneliti juga mengharapkan dengan adanya keputusan walikota (KEPWAL)
tangerang nomor: 430/Kep.337-disporbudpar/2011 tanggal 25 agustus 2011
penemuan penemuan baru tentang Cagar Budaya di Kota Tangerang dan
perlindungan serta pelestarian dapat berjalan dengan baik. Adapun data cagar di
Kota Tangerang yang sudah ditetapkan adalah sebagai berikut:
Tabel 1.Cagar Budaya di Kota Tangerang
Berdasarkan Keputusan Walikota Tangrerang Nomor: 430/Kep.337-
disporbudpar/2011 tertanggal 25 agustus 2011
No Nama Cagar Budaya Lokasi Tahun
dibangun
1 Stasiun Kereta Api
Tangerang
Ps.Anyar Kel.Sukarasa
Kec.Tangerang Kota Tangerang
1889
2 Bendungan Pasar Baru Jl.KS Tubun Kel.Koang Jaya
Kec.Karawaci Kota Tangerang
1927
3 Masjid dan Makam Kalipasir Kp. Kalipasir Kel.Sukasari
Kec.Tangerang Kota Tangerang
1700
4 Rumah Arsitektur Cina
(Benteng Haritage)
Jl.Cilame Kel.Sukasari
Kec.Tangerang Kota Tangerang
Abad 18
5 Lapas Anak Pria Tangerang Jl. Tmp. Taruna No.29C, 1925
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
202
Kel.Sukaasih Kec.Tangerang Kota
Tangerang
6 Lembaga Pemasyarakatan
Anak Wanita
Jl. Daan Mogot Km-23
No.28C,Tanah Tinggi
Kec.Tangerang Kota Tangerang
1928
7 Klenteng Boen Tek Bio Jl. Bhakti No.14 Kel.Sukasari
Kec.Tangerang Kota Tangerang
1684
8 Klenteng Boen San Bio Jl.Ks.Tubun No.43 Kel.Pasar Baru
Kec.Karawaci Kota Tangerang
1689
9 Lembaga Pemasyarakatan
Pemuda II A Tangerang
Jl. LP Pemuda Kel.Sukaasih
Kec.Tangerang Kota Tangerang
1927
Sumber : https://tangerangkota.go.id/sejarah-sembilan-cagar-budaya-kota-
tangerang-yang-mempesona,2019
Deskripsi singkat sejarah bangunan cagara budaya diatas adalah sebagai
berikut :
Cagar Budaya yang pertama adalah Stasiun Kereta Api Tangerang
didirikan tanggal 2 januari 1889 bersamaan dengan lintasan jalur kereta api Duri –
Tangerang. Arsitek bangunan stasiun dan lintasannya dari Staattsspoorwagen
(SS). Keberadaan Stasiun kereta api Tangerang menjadikan bukti kemajuan
perdagangan di kota tangerang. Cagar Budaya kedua adalah Bendungan pasar
baru dibangun pada tahun 1927 dan selesai diresmikan tahun 1930. Bendungan ini
awalnya bernama Bendungan Sangego kemudian berubah menjadi Bendungan
Pasar baru. Bangunannya terdapat 10 pintu air dari besi dan 11 tiang
penopangnya. Makna sejarah dalam pembangunnanya yakni kekokhona budaya
dalam menahan terpaan masuknya budaya barat dari berbagai sisi
Cagar Budaya ketiga adalah Masjid dan Makam Kalipasir dibangun pada
tahun 1700 oleh temenggung pawid triwidjaya dari kahuripan. Masjid Kali Pasir
memiliki makna pembuktian bahwa agama islam sudah ada lama di kota
tangerang. Karena posisi masjid berada ditengah tengah komunitas masyarakat
tionghoa hal itu membuktikan adanya kerukunan umat beragama dan toleransi.
Cagar budaya keempat adalah Rumah arsitektur cina ( Benteng Haritage )
dibangun sekitar abad 18 dan merupakan milik udaya halim yang sekarang tinggal
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
203
di australia. Bangunan benteng haritage dibangun sekitar abad 18 dengan
arsitektur bangunan cina seperti medalion, hewan mitologi dan
sebagainya,bangunan ini berlantai 2 dengan arah menghadap bangunan ke barat.
Hal ini mengajarkan kita arti penting menghargai sejarah, merawat dan menjaga
yang menjadi milik kita. Dengan sejarah kita bisa mengenal siapa kita.
Cagar Budaya kelima adalah Lapas Anak Pria Tangerang dibangun pada
tahun 1925 dengan kapasitas hunian 220 anak. Makna yang diambil dari Lapas
Anak Pria Tangerang adalah mengajarkan arti penting moral sebagai benteng
sikap, perilaku dan pergaulan. Bahwasanya bila semua di lakukan dengan salah
maka akan berakibat untuk diri sendiri. Cagar Budaya keenam adalah Lembaga
Pemasyarakatan Anak Wanita didirikan oleh pemerintah Hindia Belanda pada
tahun 1928 yang dikelola oleh yayasan LOG.
Cagar budaya ketujuh adalah Klenteng Boen Tek Bio berdiri pada tahun
1684 oleh penduduk kampong petak sembilan secara bersama-sama. Nama Boen
Tek Bio memiliki arti yaitu Boen artinya intelektual, Tek artinya Kebajikan dan
Bio artinya rumah Ibadah. Secara keseluruhan Boen Tek Bio artinya adalah
tempat atau wadah bagi kaum sastrawan yang memiliki kebijaksanaan.
Cagar Budaya kedelapan adalah Klenteng Boen San Bio awalnya
dibangunnya adalah pada tahun 1689 oleh salah seorang pedagang asal Tiongkok
yang bernama Lim Tau Koen. Pembangunan klenteng in bermaksud untuk
menempatkan patung Kim Sin Khongco Hok Tek Tjeng Sin yang berasal dari
daerah Banten. dan Cagar Budaya kesembilan adalah Lembaga pemasyarakatan
pemuda IIa berdiri pada tahun 1927 – 1942 oleh pemerintah Hindia Belanda.
Tabel 1.2 Cagar budaya baru di Kota Tangerang yang belum ditetapkan adalah
sebagai berikut:
No Nama Cagar Budaya Lokasi Tahun
dibangun
1 Museum Pemasyarakatan di
LP Anak Wanita
Jl. Daan Mogot Km-23
No.28C,Tanah Tinggi
Kec.Tangerang Kota Tangerang
1928
2 Rumah Asli Kolonial Jl. Balai Warga No.21, RT.3/RW.7,
Sukasari, Kec. Tangerang, Kota
1910
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
204
Tangerang, Banten 15118
3 Makam Yudhanegara Jl. Prabu Kian Santang No.51,
RT.4/RW.4, Sangiang Jaya, Periuk,
Kota Tangerang, Banten 15132
1718
4 Makam TB Mas Zakaria Jl. Sempati No.45, Batuceper, Kota
Tangerang, Banten 15122
1717
5 Makam TMP Taruna Jl. Tmp. Taruna No.1, RT.3/RW.1,
Sukaasih, Kec. Tangerang, Kota
Tangerang, Banten 15111
1946
6 Rumah Gede Asrama Polisi l. Komp. Polri No.2, SudimaraBar.,
Ciledug, Kota Tangerang, Banten
15151
-
7 Rumah Lim Tian Tiang Jl. Imam Bonjol No.47, Sukajadi,
Karawaci, Kota Tangerang, Banten
15113
1911
Sumber : https://dapobud.kemendikbud.go.id,2019
Selanjutnya penemuan baru cagar budaya beserta deskripsi sejarahnya :
Cagar Budaya pertama adalah Museum Pemasyarakatan di LP Anak Wanita
berupa bangunan colonial dengan jendela-jendela dan pintu-pintu besar model
krapyak. Objek merupakan bangunan kembar yang menghadap kearah utara,
kedua façade -timur dengan 4 model krapyak, sisi timur , selain itu diberi
tambahan kanopi. Cagar Budaya kedua adalah Rumah Asli Kolonial adalah
Rumahb erdenah persegi panjang, terdiri dari bagian depan dan bagian belakang
yang berlantai dua. Rumah menghadap timur dengan akses pintu masuk di tengah
yang diapitoleh 4 buah jendela kaca dengan bingkai 4 persegi, di setiap jendela
terdapat lubang angin.Di atas pintu yang terbagi dua, terdapat 2 buah simbol yang
menurut masyarakat berfungsi sebagai symbol tolak bala. Pintu dan kusen dicat
hijau, engsel besi besar dengan Grendel pintu kayu yang kesemuanya masih asli.
Cagar Budaya ketiga adalah Makam Yudhanegara Tokoh yang
dimakamkan pada Makam Aria Yudanegara adalah salah satu dari tiga
tumenggung yang berasal dari sumedang yang memimpin Kemaulanaan
Tangerang (ketiga orang tersebut dikenal dengan Tigaraksa
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
205
(“tigapemimpinatautigatiang”). Pada masa Kesultanan Banten berdiri dan
Jayakarta digabungkan dengan wilayah Kesultanan Banten, makadaerah
Tangerang merupakanbagian dari wilayah Kesultanan Banten.Yang dimaksud
dengan daerah Tangerang adalah, daerah yang berada di sebelah barat dan timur
aliran Sungai Cisadane bagian hilir.
Cagar Budaya keempat adalah Makam Tb Mas ZakariaMakaminiberdiri di
JalanSempati RT 04/02 Kelurahan Batujaya makam tokoh agama yang diklaim
sebagai salah satu pendiri Kota Tangerang ini merupakan salah satu tempat favorit
peziarah. Cagar Budaya kelima adalah Makam TMP Taruna Peristiwa Lengkong
dilator belakangi rencana pelucutan senjata tentara Jepang pada tanggal 25 Januari
1946 oleh Resimen IVTRI di Tangerang yang juga berperan sebagai pengelola
Akademi Militer Tangerang. Padasaatitu Mayor Daan Mogot memimpin puluhan
taruna akademi untuk mendatangi markas Jepang di Desa Lengkong, selain itu
terdapat juga sejumlah perwira antara lain Mayor Wibowo, Letnan Soetopo, dan
Letnan Soebianto Djojohadikoesoemo. Cagar Budaya keenam adalah Rumah
Gede Asrama Polisi Ciledug Jl. Komp.Polri No.2, Sudimara Bar., Ciledug, Kota
Tangerang, Banten 15151.
Cagar Budaya ketujuh adalah Rumah Lim Tian Tiang Rumah milik
keluarga Lim Tian Tiang memiliki langgam yang berbeda dengan rumah kuno
Tionghoa lainnya, bentuk atap limasan memanjang dengan denah persegi panjang.
Memiliki teras yang luas dengan pagar tembok setinggi 110 cm dihiasi dengan
lubang angina dan pilar-pilar kayu. Rumah terbagi atas 4 ruangan, bagian depan
yang terdapat altar persembahan, ruang tengah yang dihubungkan oleh sebuah
lorong dari bagian depan, kamar depan dan kamar belakang.
Berdasarkan uraian diatas dan pra penelitian yang dilakukan peneliti
masalah yang terjadi pada bangunan cagar budaya di kota tangerang adalah
terbengkalainya beberapa cagar budaya dikota tangerang,tidak menyeluruhnya
pemberian papan keterangan cagar budaya di setiap bangunana cagar budaya dan
masih jauhnya peran serta pengelolaan pemerintah kota tangerang dalam hal
pelestarian dan perlindungan cagar budaya serta masih kurangnya pengetahuan
masyarakat terhadap bangunan cagar budaya di sekitar berdasarkan pengamatan
dan wawancara peneliti.
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
206
Dari sekian banyaknya Cagar Budaya dan permasalahan Cagar Budaya Di
Kota Tangerang, Peneliti tertarik untuk meneliti sejauh mana pengelolaan cagar
budaya yang dilakukan oleh pemerintah kota tangerang terhahap bangunan cagar
budaya yang ada di kota tangerang mengingat tugas pokok pengelolaan cagar
budaya ini ada di Perwal No.76 Tahun 2016 tentang Tupoksi disbudpar kota
tangerang, peneliti tertarik dan tergugah jiwa raganya untuk meneliti ini.
METODE PENELITIAN
Menurut (Sugiyono, 2014) metode penelitian pada dasarnya merupakan
cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu.
Berdasarkan hal tersebut terdapat empat kata kunci yang perlu diperhatikan yaitu,
cara ilmiah, data, tujuan, dan kegunaan. Jenis penelitian ini adalah deskriptif
dengan metode kualitatif. Metode ini di gunakan peneliti dengan alasan fleksibel
digunakan untuk kajian ilmiah ilmu sosial, karena arah penelitian bisa berubah
menyesuaikan dengan data-data yang di dapat di lapangan. Selain itu, unit analisis
penelitian ini adalah Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Tangerang.
Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam
penelitian, karena tujuan utama dalam penelitian adalah mendapatkan data. Data
merupakan salah satu instrumen penting dalam suatu penelitian. Data-data
tersebut di harapkan dapat menjawab semua permasalahan-permasalahan yang
ada pada penelitian ini. Menurut (Ibrahim, 2015) sumber data dalam penelitian
kualitatif adalah orang, benda, objek yang dapat memberikan informasi, fakta,data
dan realitas yang terkait atau relevan dengan apa yang di kaji atau di teliti.
Berdasarkan pengertian tersebut peneliti mendeskripsikan subjek penelitian Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata Kota Tangerang, yang merupakan sasaran
pengamatan atau key informan pada suatu penelitian yang diadakan oleh peneliti.
Selain itu, Lofland dan Lofland dalam (Moleong, 2014) mengemukakan
bahwa sumber data utama dalam penelitian kualitatif iala kata-kata dan tindakan,
selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Kata-kata dan
tindakan orang-orang yang diamati atau di wawancarai merupakan sumber data
utama. Pencatatan sumber data utama melalui wawancara atau pengamatan
berperan serta merupakan hasil usaha gabungan dari kegiatan meihat, mendengar
dan bertanya. Selebihnya sumber data tambahan seperti dokumen merupakan
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
207
sumber kedua. Bahan tambahan yang berasal dari sumber tertulis dapat dibagi atas
sumber buku dan majalah ilmiah, sumber dari arsip, dokumen pribadi, dan
dokumen resmi.
Berdasarkan hal tersebut (Ibrahim, 2015) menyimpulkan bahwa data
dalam penelitian sesungguhnya dapat di klasifikasikan menjadi primer dan
sekunder. data primer adalah segala informasi, fakta, dan realitas yang terkait atau
relevan dengan penelitian, dimana kaitan atau relevansinya sangat jelas, bahkan
secara langsung. Data primer disebut juga sebagai data utama, karena data
tersebut menjadi penentu utama berhasil atau tidaknya sebuah penelitian.
Penelitian ini menggunakan key informan yaitu orang yang paling banyak
mengetahui informasi mengenai objek yang sedang di teliti. Dalam hal ini yang
menjadi salah satu key informan adalah Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota
Tangerang,Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Provinsi Banten, Direktorat
Pelestarian Cagar Budaya dan Permusemuan Dirjen Kebudayaan. Komunitas
Muslim Kalipasir, Komunitas Persemakmuran Tionghoa Tangerang serta para
pemilik/pengelola Cagar Budaya.
LANDASAN TEORI ATAU TINJAUAN PUSTAKA
Teori Manajemen
Kata ”Manajemen” berasal dari bahasa Perancis kuno yaitu ménagement,
yang memiliki arti sebuah seni melaksanakan dan mengatur. Kata manajemen
juga berasal dari bahasa latin yang berasal dari penggalan manus yang berarti
tangan dan agree yang berarti melakukan. Kata perkata ini digabung menjadi kata
kerja managere yang berarti menangani. Managere diterjemahkan ke dalam
Bahasa Inggris dalam bentuk kata kerja to manage, dengan kata benda
management dan manager untuk orang yang melakukan kegiatan manajemen.
Akhirnya, management diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia menjadi
manajemen. Manajemen menurut Siswanto (2005:7) adalah ilmu dan seni untuk
melakukan tindakan guna mencapai tujuan.
Manajemen sebagai suatu ilmu adalah akumulasi pengetahuan yang di
sistematiskan atau kesatuan pengetahuan yang terorganisasi. Berdasarkan
pendapat para ahli dapat di simpulkan bahwa manajemen adalah suatu ilmu dan
seni yang dibutuhkan dalam proses kegiatan pencapaian tujuan dengan
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
208
menggunakan kegiatan orang lain. Menurut H. Malayu SP Hasibuan (2009:1)
manajemen hanya merupakan alat-alat untuk mencapai tujuan yang sangat
diinginkan. Manajemen yang baik akan memudahkan untuk mewujudkan tujuan
perusahaan, karyawan dan masyarakat.
Dengan manajemen, daya guna dan hasil guna unsur-unsur manajemen
akan dapat di tingkatkan. G.R Terry (2006:4) mendefinisikan manajemen sebagai
proses yang khas yang terdiri dari tindakan-tindakan, perencanaan,
pengorganisasian, penggerakan dan pengawasan yang dilakukan untuk
menentukan sasaran-saran yang telah ditetapkan melalui pemanfaatan sumber
daya manusia serta sumber daya lainya. Menurut Sondang P. Siagian (2001:56)
manajemen merupakan seni dan kemampuan memperoleh hasil dari kegiatan
orang lain dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.
John D. Millet (Syafiie 2004:101) juga menyatakan bahwa manajemen adalah
proses kepemimpinan dan pemberian arah terhadap pekerjaan yang terorganisir
dalam kelompok formal untuk mencapai tujuan yang dikehendaki.
Dari beberapa pendapat ahli diatas maka dapat disimpulkan bahwa
manajemen adalah suatu kegiatan dalam rangka pengelolaan dan pendayagunaan
sumber-sumber yang dimiliki baik sumber daya manusia maupun sumber daya
alam selebihnya dengan kepemimpinan yang baik dan terencana melalui fungsi
manajemen "POAC" agar tercapainya tujuan yang telah ditetapkan. Jadi peneliti
menggunakan teori “POAC” yang diungkapkan oleh George Terry.
Fungsi Manajemen Menurut George Terry dalam bukunya Principles of
Management, kita bisa melihat fungsi manajemen menurutnya. Berikut ini adalah
fungsi manajemen menurut Terry:
a. Perencanaan (Planning) yaitu sebagai dasar pemikiran dari tujuan dan
penyusunan langkah-langkah yang akan dipakai untuk mencapai tujuan.
Perencanaan berarti mempersiapkan segala kebutuhan, memperhitungkan
matang-matang apa saja yang menjadi kendala dan merumuskan bentuk
pelaksanaan kegiatan yang bermaksud untuk mencapai tujuan.
b. Pengorganisasian (Organization) yaitu sebagai cara untuk mengumpulkan
orang-orang dan menempatkan mereka menurut kemampuan dan
keahliannya dalam pekerjaan yang sudah direncanakan.
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
209
c. Penggerakan (Actuating) yaitu untuk menggerakkan organisasi agar
berjalan sesuai dengan pembagian kerja masingmasing serta
menggerakkan seluruh sumber daya yang ada dalam organisasi agar
pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan bisa berjalan sesuai rencana dan
bisa mencapai tujuan.
d. Pengawasan (Controlling) yaitu untuk mengawasi apakah gerakan dari
organisasi ini sudah sesuai dengan rencana atau belum. Serta mengawasi
penggunaan sumber daya dalam organisasi agar bisa terpakai secara efektif
dan efisien tanpa ada yang melenceng dari rencana.
PENGERTIAN CAGAR BUDAYA
Berdasarkan Undang-Undang Ri Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar
Budaya, definisi cagar budaya disebutkan sebagai warisan budaya bersifat
kebendaan berupa benda cagar budaya, bangunan cagar budaya, struktur cagar
budaya, situs cagar budaya, dan kawasan cagar budaya di darat dan/atau di air
yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah,
ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses
penetapan.
Dalam UU RI Nomor 11 Tahun 2010 juga dijelaskan tentang kriteria
Cagar Budaya, yaitu jika berusia 50 tahun atau lebih, mewakili masa gaya paling
singkat berusia 50 (lima puluh) tahun, memiliki arti khusus bagi sejarah, ilmu
pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan, dan memiliki nilai budaya
bagi penguatan kepribadian bangsa. Berbeda dengan Undang Undang RI Nomor 5
Tahun 1992 Tentang Benda Cagar Budaya, dalam UU RI Nomor 11 tahun 2010
Tentang Cagar Budaya, mengklasifikasikan Cagar Budaya dalam Benda Cagar
Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya,
dan Kawasan Cagar Budaya. Berikut klasisikasi Cagar Budaya :
1) Benda Cagar Budaya di dalam Undang-Undang Nomor 11 tahun 2010
disebutkan bahwa Benda Cagar Budaya adalah benda alam dan/atau benda
buatan manusia, baik bergerak maupun tidak bergerak, berupa kesatuan atau
kelompok, atau bagian-bagiannya, atau sisa-sisanya yang memiliki hubungan
erat dengan kebudayaan dan sejarah perkembangan manusia.
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
210
2) Bangunan Cagar Budaya adalah susunan binaan yang terbuat dari benda alam
atau benda buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang berdinding
dan/atau tidak berdinding, dan beratap.
3) Struktur Cagar Budaya disebutkan sebagai susunan binaan yang terbuat dari
benda alam dan/atau benda buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang
kegiatan yang menyatu dengan alam, sarana, dan prasarana untuk
menampung kebutuhan manusia.
4) Situs Cagar Budaya adalah lokasi yang berada di darat dan/atau di air yang
mengandung Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, dan/atau
struktur Cagar Budaya sebagai hasil kegiatan manusia atau bukti kejadian
pada masa lalu.
5) Kawasan Cagar Budaya adalah satuan ruang geografis yang memiliki dua
Situs Cagar Budaya atau lebih yang letaknya berdekatan dan/atau
memperlihatkan ciri tata ruang yang khas.
PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA
Pengelolaan cagar budaya merupakan serangkaian kegiatan
pelestarian,perlindungan dan pengamanan cagar budaya yang bahwasanya pada
UU. No.11 Tahun 2010 tentang cagar budaya pasal 53 menyebutkan :
1) Pelestarian Cagar Budaya dilakukan berdasarkan hasil studi kelayakan
yang dapat dipertanggungjawabkan secara akademis, teknis, dan
administratif.
2) Kegiatan Pelestarian Cagar Budaya harus dilaksanakan atau
dikoordinasikan oleh Tenaga Ahli Pelestarian dengan memperhatikan
etika pelestarian.
3) Tata cara Pelestarian Cagar Budaya harus mempertimbangkan
kemungkinan dilakukannya pengembalian kondisi awal seperti sebelum
kegiatan pelestarian.
4) Pelestarian Cagar Budaya harus didukung oleh kegiatan
pendokumentasian sebelum dilakukan kegiatan yang dapat menyebabkan
terjadinya perubahan keasliannya.
Selanjutnya Perlindungan Cagar Budaya, dalam UU No.11 tahun 2010 pasal
56 disebutkan “setiap orang dapat berperan serta melakukan pelindungan cagar
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
211
budaya”. Dan dalam pasal 57 disebutkan “setiap orang berhak melakukan
penyelamatan cagar budaya yang dimiliki atau dikuasainya dalam keadaan darurat
atau yang memaksa untuk dilakukan tindakan penyelamatan”. upaya
penyelematan dalam pasal 58 dapat dilakukan untuk:
1) mencegah kerusakan karena faktor manusia dan/atau alam yang
mengakibatkan berubahnya keaslian dan nilai-nilai yang menyertainya; dan
2) mencegah pemindahan dan beralihnya pemilikan dan/atau penguasaan Cagar
Budaya yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Selanjutnya Proses pengamanan, dalam pasal 63 berbunyi “masyarakat dapat
berperan serta dalam pengamanan cagar budaya” dijelaskan dalam pasal 65
bahwasanya pengamanan cagar budaya dapat dilakukan deangan memberi
pelindung, menyimpan, dan atau menempatkannya pada tempat yang terhindar
dari gangguan alam dan manusia dan ditempatkannya juru pelihara disetiap cagar
budaya guna pengamanan cagar budaya secara berkelanjutan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan deskriptif dari hasil wawancara dengan narasumber di atas,
maka berikut adalah rangkuman dari semua narasumber berdasarkan indikator :
1) Perencanaan
Perencanaan dalam sebuah organisasi sangat dibutuhkan karena dengan
adanya perencanaan maka sebuah organisasi bisa berjalan dengan baik. Dalam
perencanaan tentunya ada penetapan tujuan oleh Pemerintah Kota Tangerang
disini Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Tangerang Sebagai Lidding sektor
dalam pengelolaan Cagar budaya.
Peraturan Walikota No.76 tahun 2016 mengatur tentang tugas pokok dan
fungsi dinas kebudayaan dan pariwisata kota tangerang yang menyebutkan bahwa
bidang kebudayaan mempunyai tugas menyelenggarakan sebaguan tugas dan
fungsi dinas dalam lingkup pemanfaatan,pengembangan, dan pelestarian
kebudayaan serta pembinaan kesenian dan pengawasan perfilman daerah dan
bidang kebudayaan mempunyai fungsi menyelenggarakan kegiatan pemanfaatn
serta pengembangan potensi nilai-nilai budaya, tradisi, kesenian, dan benda-benda
sejarah. Peraturan walikota ini merupakan dasar awal untuk mencapai tujuan yang
ingin di capai yaitu meningkatkan perlindungan, pemanfaatan, dan pengembangan
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
212
seni budaya. Berbicara perencanaan tentunya tidak terlepas dari penetapan tujuan,
prosedur dan program kerja yang dibentuk pada kenyataannya ada beberapa
program yang hanya sebatas wacana dan tebang pilih dalam pengelolaan cagar
budaya dimasing masing cagar budaya,terbukti dari beberapa cagar budaya yang
pengelolaan dibantu pemerintah kota dan yang tidak dibantu pemerintah kota.
masyarakat, komunitas muslim kalipasir dan komunitas etnis tionghoa tangerang
merasa kecewa akan kinerja pemerintah kota tangerang yang masih tebang pilih
dalam pengelolaan cagar budaya. dan mereka para komunitas selalu menjaga akan
bangunan bangunan cagar budaya yang dimilikinya.
2) Pengorganisasian
Pengorganisasian yang dibentuk harus melibatkan beberapa unsur yang
berada di luar struktur organisasi pemerintah kota tangerang, karena UU tentang
cagar budaya pasal 75 menyebutkan “setiap orang wajib memelihara cagar budaya
yang dimiliki/dikuasainya”., komunitas muslim kalipasir semenjak dibentuk ialah
penggabungan daripada DKM masjid kalipasir yang bahwasanya masjid kalipasir
merupakan salah satu bangunan cagar budaya dan mereka sering berkumpul
dengan mengatakan komunitas muslim kalipasir dan selanjutnya ialah komunitas
persemakmuran etnis tionghoa tangerang yang dimana komunitas ini menaungi
beberapa bangunan cagar budaya yang dimilikinya dan daripada bangunan
bangunan tersebut adalah merupakan salah satu cikal bakal sejarah sebutan kota
benteng tangerang dan diantara bangunan cagar budaya milik komunitas ini yaitu
klenteng boen tek bio, klenteng boen san bio, museum benteng heritage, rumah
lim lian tiang dan masih banyak yg lainnya. Kurangnya sosialisasi, perhatian dan
tebang pilih pemerintah kota tangerang dalam pengelolaan cagar budaya
mengakibatkan hampir hilangnya nilai-nilai keaslian pada setiap bangunan cagar
budaya yang ada.
3) Penggerakan
Pada tahap penggerakan pengelolaan cagar budaya harus selalu ada
bimbingan, saran dan perintah dari pemerintah kota tangerang sebagai bentuk
himbauan dan saran dalam pengelolaan cagar budaya. selalu libatkan dalam rapat
kerja. Perumusan kebijakan bersama yang tergabung dalam komunitas komunitas
sejarah, cagar budaya dan kebudayaan karena para komunitas pegiat dan
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
213
pengurus cagar budaya tidak cukup tahu tentang etika pengelolaan atau kurang
berpengalaman. Sehingga diperlukannya bimbingan agar apa yang menjadi
kekurangan bahkan kendala dalam pengelolaan cagar budaya dapat diperbaiki
dengan saran yang membangun bahkan selalu memberikan motivasi agar
pengurus cagar budaya atau para komunitas bekerja lebih giat dan keras agar
tercapainya pelestarian dan perlindungan.
Dalam merawat cagar budaya agar tetap terjaga daripada nilai keaslian
bangunan cagar budaya serta dapat membantu tujuan dari pemerintah kota
tangerang tersebut, itulah bentuk motivasi yang dilakukan. Dalam pengelolaan
cagar budaya kalau bentuk perintahnya itu melalui proses kebijakan diharapkan
pemerintah kota tangerang mampu melibatkan para pegiat cagar budaya,
komunitas dan para pengurus sehingga diberikan perintah dan langsung dilakukan
bersama-sama sehingga tidak ada jarak antara pemerintah kota tangerang, dinas
terkait dan para komunitas agar lebih terarah dalam melaksanakan tugasnya
didalam mengelola cagar budaya.
4) Pengawasan
Pada tahap pengawasan untuk menerapkan pekerjaan apa yang telah
dilaksanakan, menilainya dan bila perlu mengoreksi dengan maksud supaya
pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan rencana semula. Pada tahap pengawasan
masih kurangnya keterlibatan dari pemerintah kota tangerang dan dinas terkait
dalam mengawasi pengelolaan cagar budaya sehingga hampir hilangnya keaslian
cagar budata akibat pengawasan yang sangat minim. Padahal UU tentang cagar
budaya sudah mengatur agar terbentuknya tim ahli cagar budaya tingkat
kota/kabupaten serta ditempatkannya juru pelihara disetiap cagar budaya yang ada
dikota tangerang guna mengawasi dan megelola cagar budaya yang ada, namun
kota tangerang sendiri dengan 16 cagar budaya nya belum punya tim ahli cagar
budaya dan juru pelihara., serta belum tersosialisasikannya perda no. 3 tentang
cagar budaya.
PEMBAHASAN
Pentingnya suatu manajemen untuk suksesnya organisasi yang dijalani dan
bisa melaksanakan sesuai dengan tujuan awal yang ingin dicapai oleh suatu
organisasi tersebut, dalam hal ini pelaksanaan manajemen Pengelolaan cagar
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
214
budaya ini belum begitu berjalan sebagaimana yang seharusnya. Selanjutnya
penulis akan menjelaskan masing-masing indikator tersebut menurut jawaban
hasil wawancara dari informan yang telah dilakukan. Untuk mengetahui
tanggapan informan tersebut terhadap indikator-indikator di atas penulis akan
menguraikan indikator-indikator tersebut dengan lebuh jelas seperti yang
tercantum berikut ini
(a) Perencanaan (Planning)
Perencanaan usaha dalam sebuah organisasi dinas kebudayaan dan
pariwiwsata kota tangerang bidang kebudayaan sangat di butuhkan, karena tanpa
perencanaan maka suatu organisasi pemerintah tidak bisa berjalan dengan baik.
Perencanaan yang telah di lakukan oleh Dinas kebudayaan dan pariwsata di Kota
tnagerang sebagai dasar awal untuk mencapai tujuan-tujuan yang hendak di capai
dan apa yang harus diperbuat untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut. Dalam
melakukan sebuah perencanaan pada awalnya tidak terlepas dari pengetahuan dan
keahlian pengelolaan cagar budaya pada bidang kebudayaan itu sendiri dengan
tujuan dan sasaran yang ingin di peroleh, sebab perencanaan pada awal akan
memberikan kontribusi sangat penting untuk mencapai tujuan dari berdirinya
suatu organisasi tersebut dengan berbagai program yang telah direncanakan hanya
satu program saja yang telah dibentuk yaitu pemberian papan keterangan cagar
budaya dan prasasti cagar budaya dan itupun tidak merata pada cagar budaya yang
ada. Adapun indikator-indikator perencanaan adalah sebagai berikut:
1. Penetapan Tujuan, Dalam penetapan tujuan yang ingin di capai oleh dinas
kebudayaan dan pariwisata kota tangerang bidang kebudayaan adalah
meningkatkan perlindungan, pemanfaatn, dan pengembangan seni budaya.
Tujuan dari bidang kebudayaan itu sendiri yaitu memberikan kemudahan-
kemudahan komunitas dalam melestariakn dan melindungi cagar budaya serta
membantu dinas terkait guna pengelolaan cagar budaya, dengan kata lain
kebijakan yang dibentuk dapat memberi payung hukum komunitas-
komunitas serta pengurus cagar budaya dalam mengelola cagar budaya.
meskipun pada kenyataannya para pengurus dan komunitas cagar budaya
tidak pernah dilibatkan dalam perumusan kebijakan oleh pemerintah.
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
215
2. Prosedur Dalam proses berorganisasi harus ada prosedur yang jelas dan baik
dalam menjalankan programnya atau pun prosedur lainnya yang bersangkutan
dengan organisasi tersebut agar organisasi tersebut mempunyai aturan
didalam melaksanakan program. Prosedur dalam bidang kebudayaan sudah
ada prosedurnya yaitu prosedur dalam melakukan pelestarian dan
perlindungan cagar budaya, harus mengikuti langkah-langkah prosedur yang
telah ditetapkan. Tapi pada kenyataannya kota tangerang sendiri tidak
mempunyai tim ahli cagar budaya dan juru pelihara disetiap cagar budaya
yang ada.
3. Program Didalam organisasi yang baik harus mempunyai program yang
baik pula sehingga outputnya bisa di rasakan oleh masyarakat.pengurus dan
komunitas tentunya, program-program tersebut haruslah sesuai dengan
keadaan tang ada, harus sesuai dengan keadaan lingkungan serta sesuai
dengan potensi yang ada di sekitarnya sehingga program yang dibuat
nantinya tidak akan berjalan sia-sia. Program dinas kebudayaan dan pariwsata
di bidang kebudayaan saat ini yaitu pemberian papan keterangan cagar
budaya dan prasasti cagar budaya . Program ini sudah berjalan tapi masih
belum optimal karena tidak menyeluruhnya program ini diterapkan , masih
tebang pilihnya emerintah kota dan dinas terkait dalam program ini.
(b) Pengorganisasian (Organization)
Pengorganisasian merupakan hal yang penting dalam dinas kebudayaan
dan pariwasata kota tangerang karena dengan pengorganisasian dapat
mengumpulkan orang-orang dan menempatkan mereka menurut kemampuan dan
keahliannya dalam suatu pekerjaan yang sudah direncanakan. Dalam suatu
pengorganisasian dibutuhkan adanya pembagian kerja serta penempatan tugas
yang diharapkan, sehingga pekerjaan akan dilaksanakan akan berjalan secara
efektif dan efisien, hal ini karena pekerjaan dibagi sesuai dengan tugas dan
fungsinya masing-masing. Berikut ini indikator- indikator pengorganisasian
adalah sebagai berikut ini :
1. Penempatan Tugas dan Fungsi dinas kebudayaan dan pariwisata kota
tangerang Pembagian kerja atau tugas harus sesuai dengan kemampuan dan
keahlian dari masing – masing individu, sehingga pembagian pekerjaan dapat
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
216
berjalan secara efisien dan efektif. Dalam dinas kebudayaan dan pariwisata
kota tangerang bidang kebudayaan sudah dilakukan penempatan tugas dan
fungsi yang sesuai dengan bidang keahliannya masing-masing sehingga para
pengurus sudah mengetahui tugas dan perannya masing-masing sehingga
tidak terjadi tumpang tindih didalam pekerjaannya. Berdasarkan hasil
penelitian yang dilakukan, penempatan tugas dan fungsi di dinas kebudayaan
dan pariwisata kota tangerang bidang kebudayaan sudah jelas mengetahui
tugasnya masing-masing akan tetapi kurangnya sumber daya manusia
dibidang cagar budaya membuat hilangnya nilai keaslian daripada cagar
budaya itu sendiri ini mengakibatkan kepunahan yang perlahan terjadi di
cagar budaya kota tangerang. Keterlibatan pengurus, komunitas cagar budaya
dan pemerintah dalam menjalankan tugas dan fungsi adalah bagian yang
sangat diperlukan untuk menunjang kesuksesan pengelolaan cagar budaya.
2. Penetapan Wewenang dan Kebijakan Dalam organisasi yang baik sangat
dibutuhkan wewenang atau hak untuk melakukan suatu pekerjaan agar
tercapainya suatu tujuan yang ingin di capai oleh organisasi tersebut.
Penetapan wewenang juga membuat pengurus dan komunitas cagar budaya
bisa melaksanakan tugasnya dengan baik tanpa ada nya intimidasi dari
internal organisasi maupun dari external organisasi. Dari hasil penelitian yang
dilakukan yaitu para pengurus atau komunitas cagar budaya mempunyai
wewenang untuk melindungi dan melestariakn cagar budaya sebagau bentuk
pengelolaan terhadap hal-hal yang dapat merusak kelangsungan cagar budaya
itu sendiri serta pemerintah kota bahkan masyarakat juga dapat meminta
penjelasan mengenai segala informasi sejarah mengenai cagar budaya
tersebut, namun lagi lagi sdm dari elemen pemerintah yang tidak mempunyai
tim ahli dibidang kebudayaan.
3. Tanggungjawab dinas kebudayaan dan pariwisata kota tangerang,
Tanggungjawab yang dimaksud disini adalah agar stakeholder terkait di dinas
kebudayaan dan pariwasata kota tangerang mempunyai tanggungjawab dalam
melaksanakan tugas yang telah yang diamanahkan kepadanya sehingga tujuan
organisasi dapat terlaksana dengan sebaik mungkin. Tanggungjawab yang ada
di dinas kebudayaan dan pariwsata kota tangerang yaitu bahwa dalam
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
217
organisasi dinas kebudayaan dan pariwisata kota tangerang ini mempunyai
Struktur organisasi yang didalamnya memuat tanggungjawab masing-masing
dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggungjawab atau pun beban
yang telah diberikan kepadanya, hal itu telah di tetapkan dalam uu tentang
cagar budaya maupun dalam peraturan walikota. Namun tanggung jawab
yang diberikan tidak dilaksanakan dengan sebaik mungkin, kesadaran dan
kepedulian pemerintah kota tangerang terhadap cagar budaya masih kurang
yang terkadang pengurus cagar budaya dan para komunitas tidak mengetahui
secara detail etika pelestarian cagar budaya yang merupakan tanggung jawab
bersama antara pengurus dan pemerintah daerah, ketidak tahuan ini karean
sdm yang tdiak dimilik oleh pemkot tangerang.
(c) Penggerakan (Actuating)
Penggerakan atau actuating yaitu suatu tindakan yang mengusahakan agar
semua anggota berusaha mencapai sasaran sesuai dengan perencanaan dan usaha-
usaha organisasi, artinya menggerakkan orangorang agar mau bekerja dengan
sendirinya untuk mencapai tujuan secara efektif. Fungsi penggerakan yaitu
dengan memberikan bimbingan, saran agar mampu bekerja secara optimal serta
memberikan perintah dalam pelaksanaan tugas agar dapat mencapai tujuan yang
telah ditentukan.
1. Bimbingan adalah suatu proses pemberian bantuan kepada individu maupun
kelompok agar bisa memahami diri dan pekerjaannya sehingga sanggup
mengerahkan seluruh kemampuannya dan dapat bertindak sesuai dengan
ketentuan yang ada didalam organisasi tersebut. Bimbingan yang dimaksud
disini adalah pengurus dan komunitas cagar budaya tidak cukup tahu atau
kurang berpengalaman mengenai etika pengelolaan cagar budaya sehingga
diperlukannya bimbingan agar apa yang menjadi kekurangan bahkan kendala
dalam pengelolaan cagar budaya. para pengurus dan komunitas cagar budaya
agar terarah didalam melaksanakan kegiatannya mengenai pengelolaan cagar
budaya maka dibutuhkan bimbingan dan motivasi yang bersifat membangun
sehingga membawa dinas kebudayaan dan pariwisata tersebut bisa mencapai
tujuannya, namun kenyataan dilapangan para komunitas dan pengurus cagar
budaya belum mendapat bimbingan dari pemerintah.
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
218
2. Saran agar mampu bekerja secara optimal Saran adalah pendapat atau usulan
yang dikemukakan untuk dipertimbangkan. Saran juga merupakan sebuah
solusi yang ditujukan untuk menyelesaikan permasalahan yang sedang terjadi
yang bersifat membangun, mendidik, secara objektif dan sesuai dengan topik
yang dibahas. Saran dikemukakan agar terjadi perbaikan atau peningkatan
dari keadaan semula, saran yang dimaksudkan disini adalah masukan
masukan dari masyarakat budayawan lokal para pengurus dan komunitas
cagar budaya memberikan saran kepada pemerintah kota tangerang agar
dalam melakukan tugas dan fungsinya dinas kebudayaan dan pariwisata bisa
bekerja lebih giat lagi serta segera membentuk apa yang kurang dibidang
kebudayaan.
3. Perintah dalam pelaksanaan tugas Pemberian perintah oleh dinas kebudayaan
dan pariwisata kota tangerang kepada para pengurus dan komunitas cagar
budaya ialah untuk memberikan kegiatan sosialisasi program, agar kegiatan
pengelolaan cagar budaya di masing masing pengurus yang beraneka ragam
itu terkoordinasi pada satu arah, yaitu yang menjadi tujuan dinas kebudayaan
dan pariwisata dibidang kebudayaan tersebut, Berdasarkan wawancara yang
penulis lakukan untuk mendapatkan informasi dan data mengenai perintah
dari dinas ke pengurus yang di lakukan oleh dinas kebudayaan dan pariwisata
yaitu melaui proses administrasi surat menyurat dari dinas kepengurus untuk
sosialisasi mengenai bangunan cagar budaya, namun kegoatan sosialisasi
tersebut menuai ketidak puasan dari para pengurus cagar budaya dan
komunitas cagar budaya yang mengungkapkan bahwasanya pemerintah
merasa memiliki tapi enggan untuk merawat apalagi menjaga dan kegiatan
sosialisasi yang pernah kami ikuti itu hanya sosialisasi sosialisasi saja tanpa
ada keberlanjutannya ungkap para pengurus dan komunitas cagar budaya.
(d) Pengawasan (Controlling)
Pengawasan yaitu mengukur pelaksanaan dengan tujuan-tujuan untuk
mengawasi apakah gerakan dari organisasi ini sudah sesuai dengan rencana atau
belum. Ada tiga tahap dalam pengawasan yaitu menetapkan standar, melakukan
penilaian dan mengadakan tindakan perbaikan. Indikator- indikator pengawasan
adalah sebagai berikut :
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
219
1. Menetapkan Alat Ukur Serta Melakukan Penilaian Dalam melakukan
pengawasan maka harus ada standar yang harus ditetapkan sehingga dapat
menilai apa yang terjadi dilapangan. Standar ini sebagai ketentuan yang harus
berlaku dan harus diikuti, sebab ketentuan dari standar yang ada akan
dilakukan penilaian oleh pihak pengawasan dan hasil pengawasan tersebut
kita akan mengetahui tindakan mana yang salah sehingga akan dilakukan
perbaikan. Untuk standar dalam pengawasan cagar budaya ini, dari pihak
pengawas yaitu direktorat pelestarian cagar budaya dan permuseuman dan
balai pelestarian cagar budaya dalam melakukan pengawasan berpanduan
pada undang undang tentang cagar budaya yang didalamnya telah memuat
pengawasan di dalam pengelolaan cagar budaya, namun pada nyatanya
pengawasan yang dilakukan oleh lembaga lembaga tersebut masih sangat
minim terhadap bangunan cagar budaya dikota tangerang yang
mengakibatkan dinas terkait di daerah tidak maksimal dalam pengelolaan
cagar budaya.
2. Mengadakan Tindakan Perbaikan Untuk dapat melaksanakan tindakan
perbaikan, maka pertama-tama haruslah dianalisis apa yang menyebabkan
terjadinya penyimpangan tersebut, harus diketahui lebih dahulu terjadinya
penyimpangan tersebut, apabila pimpinan telah dapat menetapkan dengan
pasti sebab terjadi nya penyimpangan barulah diambil tindakan perbaikan.
Dimanapun organisasinya penyimpangan itu pasti ada terjadi, namun
bagaimana kita meminimalisir dari penyimpangan tersebut. Kami selalu
melakukan teguran kalau terjadi penyimpangan didalam pengelolaan cagar
budaya di kota tangerang, contoh nya ketika pengurus cagar budaya ingun
merombak bangunan cagar budaya ketika itu lapas pemuda maka kami
menegur lewat surat bahwa bangunan tersebut adalah bangunan cagar budaya
yang ada etika pelestarian ketika inbgin merombaknya dengan catatan tidak
menghilangkan nilai keasliannya. Tapi kenyataan dilapangan respon dari
dinas ketika ada penyimpangan sangatlah lambat sekali lagi lagi sdm yang
kurang dibidang cagar budaya membuat dinas kebudayaan dan pariwisata
tidak ekstra kerja lebih baik lagi.
KESIMPULAN
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
220
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti bahwasanya
managemen pengelolaan cagar budaya di Kota Tangerang masih belum. Hal ini
dibuktikan dari beberapa wawancara peneliti kepada pemilik/ahli waris cagar
budaya serta para komunitas yang bergerak di bidang cagar budaya yang
mengatakan managemen pengelolalaan yang dilakukan pemerintah kota tangerang
disini dinas kebudayaaan dan pariwisata masih sangat minim.
Hal itu dibenarkan oleh Kasie Pelestarian sejarah dan budaya Dinas
Kebudayaan dan pariwisata kota tangerang, bahwasanya pemerintah kota
tangerang disini Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Tangerang masih
mempunyai beberapa kendala yaitu masih belum adanya Tenaga ahli cagar
budaya dan Juru pelihara disetiap bangunan cagar budaya, belum berjalannya
perda no 3 tahun 2018 tentang cagar budaya dikarenakan masih baru, anggaran
yang terbatas karena bidang kebudayaan baru menyatu dengan bidang pariwisata
yang sebelumnya bidang kebudaayan menyatu dengan bidang pendidikan yang
menyebabkan asupan anggaran yang sangat minim.
Walaupun demikian peneliti mengapresiasi kinerja pemerintah kota
tangerang karena sudah berusaha mendata dan memperlakukan bangunan cagar
budaya secara semestinya walaupun dilapangan masih kurang maksimal, karena
peneliti sadar bahwasanya permasalahan cagar budaya begitu kompleks di kota
tangerang, peneliti berharap kedepannya dinas kebudayaan dan pariwisata kota
tangerang lebih aktif dalam menangani bangunan cagar budaya, serta dapat
melibatkan akademisi dan komunitas – komunitas pecinta sejarah dalam kegiatan
pelestarian, lebih aktif lagi dalam membangun komunikasi terhadap para pegiat
cagar budaya.
SARAN
Berdasarkan hasil penelitian penulis di Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
Kota Tangerang, maka saran yang dapat penulis berikan adalah sebagai berikut :
1. Segera lakukan sosialisasi perda No. 8 tahun 2018 tentang cagar budaya
2. Segera lakukan rekrutmen sumber daya manusia yang mumpuni di bidang
kebudayaan
3. Segera bentuk Tim ahli cagar budaya di Kota Tangerang
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
221
4. Segera bentuk dan tempatkan juru pelihara di masing masing cagar budaya
yang berada di Kota Tangerang
5. Bangun komunikasi secara insentif kepada para pemilik/pengelola dan
komunitas-komunitas cagar budaya
DAFTAR PUSTAKA
Website
https://dapobud.kemendikbud.go.id,2019
https://tangerangkota.go.id/sejarah-sembilan-cagar-budaya-kota-tangerang-yang-
mempesona,2019
Sari, N. (2018, September 6). News Megapolitan. Retrieved from Kompas.com:
https://megapolitan.kompas.com/read/2018/09/06/07354881/janji-gubernur- dki-
kepada-warga-bukit-duri-yang-terkendala-lahan
Buku dan sumber lainnya
UU NO 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA
PERWAL TANGERANG NOMOR 76 TAHUN 2016 TENTANG DISBUDPAR
KOTA TANGERANG
Badrudin, (2015). Dasar-Dasar Manajemen. Bandung : Alfabeta
Handoko, (2001). Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia. Yogyakarta
: BPFE
Hasibuan, Melayu, (2009). Manajemen Dasar, pengertian dan masalah, Jakarta :
Bumi Aksara
Husaini, (2011). Manajemen: Teori, Praktik dan riset pendidikan Edisi Revisi,
Bumi Askara : Jakarta
Ibrahim. (2015). Metodelogi Penelitian Kualitatif. In P. P. Kualitatif. Bandung:
Alfabeta.
Maleong, Lexi J. (2007), Metode Penelitian Kualitatif Edisi Revisi, Bandung : PT
Remaja Rosdakarya
Manullang, (2012). Dasar-Dasar Manajemen, Yogyakarta : UGM
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
222
Maringan, MS, (2004). Dasar- dasar Administrasi dan Manajemen. Jakarta :
Ghalia Indonesia.
Purwanto iwan, (2006). Manajemen Strategi, Bandung : Cv Yrama Widya Risadi,
Siagian, (2003) Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta : Bumi Aksara
Sugiyono, P. D. (2014). Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif dan R& D.
Bandung: Alfabeta.
Terry George, (2006). Asas-Asas Manajemen, Jakarta PT. Renika Cipta
Wahyuningtias, W. A. (2019). Strategi Pengembangan Objek Wisata Cafe
Sawah Di Desa Pujon Kidul, Kecamatan Pujon, Kabupaten Malang, Jawa
Timur (Doctoral Dissertation, University Of Muhammadiyah Malang).