laporan praktikum pk 1 fix.docx

57
LAPORAN PRAKTIKUM PATOLOGI KLINIK BLOK HEMATOIMUNOLOGY (HI) Asisten : Yonifa Anna Wiasri G1A211094 Kelompok B1 Iman Hakim W G1A011001 Imelda Widyasari S G1A011002 Gilang Rara A G1A011004 Lannida G1A011008 Fiska Praktika W G1A011010 Desvia Ira Restiana G1A011012 Halimah C G1A011013 KEMENTRIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN JURUSAN KEDOKTERAN

Upload: fiska-praktika-widyawibowo

Post on 05-Aug-2015

260 views

Category:

Documents


15 download

TRANSCRIPT

Page 1: LAPORAN PRAKTIKUM PK 1 fix.docx

LAPORAN PRAKTIKUM

PATOLOGI KLINIK

BLOK HEMATOIMUNOLOGY (HI)

Asisten :

Yonifa Anna Wiasri G1A211094

Kelompok B1

Iman Hakim W G1A011001

Imelda Widyasari S G1A011002

Gilang Rara A G1A011004

Lannida G1A011008

Fiska Praktika W G1A011010

Desvia Ira Restiana G1A011012

Halimah C G1A011013

KEMENTRIAN PENDIDIKAN NASIONAL

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN

JURUSAN KEDOKTERAN

PURWOKERTO

2012

Page 2: LAPORAN PRAKTIKUM PK 1 fix.docx

PEMERIKSAAN KADAR HEMOGLOBIN

I. Dasar Teori

Hemoglobin adalah protein yang terdiri dari empat subunit

globular, masing-masing terikat pada sebuah molekul hem, memberikan

kemampuan sel darah merah untuk mengangkut oksigen dalam darah

(Martini, 2009). Molekul hemoglobin memperhitungkan lebih dari 95%

protein intraseluler sel darah merah. Kandungan hemoglobin darah secara

keseluruhan dinyatakan dalam gram Hb per desiliter (100 ml) darah secara

keseluruhan (gr/dl). Rentang normalnya adalah 14-18 gr/dl pada pria dan

12-16 gr/dl pada wanita (Martini, 2009).

Hemoglobin adalah tetramer yang terdiri dari pasangan dua subunit

polipeptida yang berlainan (Murray, 2009). Yaitu globin dan gugus hem.

Globin merupakan suatu protein yang terbentuk dari empat rantai

polipeptida yang sangat berlipat-lipat. Sedangkan gugus hem merupakan

empat gugus nonprotein yang mengandung besi, dengan masing-masing

terikat ke salah satu polipeptida di atas. Masing-masing dari keempat atom

besi dapat berikatan secara reversibel dengan satu molekul O2; karena itu,

setiap molekul hemoglobin dapat mengambil empat penumpang O2 di

paru. Karena O2 tidak mudah larut dalam plasma maka 98,5% O2 yang

terangkut dalam darah terikat ke hemoglobin (Sherwood, 2011).

Hemoglobin adalah suatu pigmen (yang berwarna secara alami).

Karena kandungan besinya maka hemoglobin tampak kemerahan jika

berikatan dengan O2 dan keunguan jika mengalami deoksigenasi. Karena

itu, darah arteri yang teroksigenasi penuh akan berwarna merah dan darah

Page 3: LAPORAN PRAKTIKUM PK 1 fix.docx

vena yang telah kehilangan sebagian dari kandungan O2 nya di tingkat

jaringan, memiliki rona kebiruan (Sherwood, 2011).

Selain mengangkut O2, hemoglobin juga dapat berikatan dengan

yang berikut:

1. Karbon dioksida. Hemoglobin membantu mengangkut gas ini dari sel

jaringan kembali ke paru.

2. Bagian ion hidrogen asam (H+) dari asam karbonat terionisasi, yang

dihasilkan di tingkat jaringan dari CO2. Hemoglobin menyangga asam

ini sehingga asam ini tidak banyak menyebabkan perubahan pH darah.

3. Nitrat oksida (NO). Di paru, nitrat oksida yang bersifat vasodilator

berikatan dengan hemoglobin. NO ini dibebaskan di jaringan, tempat

zat ini melemaskan dan melebarkan arteriol lokal. Vasodilatasi ini

membantu menjamin bahwa darah kaya O2 dapat mengalir dengan

lancar dan juga membantu menstabilkan tekanan darah.

4. Karbon monoksida (CO). Gas ini dalam keadaan normal tidak terdapat

di dalam darah, tetapi jika terhirup maka gas ini cenderung menempati

bagian hemoglobin yang berikatan dengan O2 sehingga terjadi

keracunan CO.

(Sherwood, 2011)

Pemeriksaan kadar hemoglobin (Hb)

Page 4: LAPORAN PRAKTIKUM PK 1 fix.docx

Pada pemeriksaan kadar hemoglobin ada dua macam metode yang dapat

digunakan, yaitu :

1. Kalorimetri visual

a. Tallquis

b. Spencer

c. Haden housser

d. Sahli

2. Kalorimetri fotometrik atau Cyanmethemoglobin

Kedua metode pemeriksaan ini menggunakan Sampel darah vena

atau darah kapiler. Dan adapun prinsip pemeriksaan kadar hemoglobin

yaitu mengukur kadar hemoglobin berdasarkan warna yang terjadi

akibat perubahan hemoglobin menjadi asam hematin setelah

penambahan HCL 0,1 N (tidak semua Hb terukur).

II. Alat, Bahan dan Cara Kerja

1. Alat yang digunakan untuk mengambil darah vena atau kapiler.

a. Disposible spuit.

b. Torniquet.

c. Kapas.

d. Botol penampung.

e. Hemometer Sahli, terdiri dari :

1)Tabung pengencer panjang 12 cm, dinding bergaris mulai angka 2

(bawah) s/d 22 ( atas )

2)Tabung standart Hb.

3)Pipet Hb dengan pipet karet panjang 12,5 terdapat angka 20 ul.

Page 5: LAPORAN PRAKTIKUM PK 1 fix.docx

4)Pipet HCL.

5)Botol tempat aquadest dan HCL 0,1 N.

6)Batang pengaduk (dari kaca).

2. Bahan

a. Darah vena atau kapiler

b. Reagensia HCL 0,1 N

c. Alcohol 70%

d. Antikoagulan

3. Cara kerja

a. Isi tabung pengencer dengan HCL 0,1 N sampai angka 2 (± 5 tetes).

b. Dengan pipet Hb hisap darah sampai angka 20 ul, jangan sampai ada

gelembung udara yang ikut terhisap.

c. Hapus darah yang ada pada ujung pipet.

d. Tuang darah kedalam tabung pengencer, bilas dengan HCL bila masih

ada darah dalam pipet, aduk sampai darah dan reagen tercampur.

e. Diamkan 1 – 3 menit

f. Tambahkan aquadest tetes demi tetes, aduk dengan batang kaca

pengaduk.

g. Bandingan larutan dalam tabung pengencer dengan warna larutan

standart.

h. Persamaan campuran dgn batang standard harus dicapai dalam waktu

3 – 5 menit setelah darah tercampur dengan HCL.

Page 6: LAPORAN PRAKTIKUM PK 1 fix.docx

i. Bila sudah sama warnanya penambahan aquadest dihentikan, baca

kadar Hb pada skala yang ada di tabung pengencer / gr / 100 ml

darah.

III. Hasil

Hb = 12 gr %

IV. Pembahasan

Pada pemeriksaan kadar Hb dengan metode Sahli, Hb probandus sebesar

12 gram%. Berdasarkan nilai rujukan Dacie nilai Hb probandus adalah normal,

yaitu 11,5- 16,5 %. Juga dapat dilihat kondisi fisik pbobandus yang tidak

menunjukkan gejala gejala maupun tanda umum anemia atau kekurangan

hemoglobin ( Hb) seperti, kuku rapuh atau kuku sendok, stomatis angularis,

cepat lelah, takikardi,disfagia dan sebagainya. Karena seorang dikatakan anemia

jika kadar Hb dan/atau hitung eritrosit lebih rendah dari harga normal.

Dikatakan sebagai anemia bila Hb <14 g/dl dan Ht < 41 % pada pria atau Hb <

12 g/dl dan Ht < 37% pada wanita.

Namun metode pengukuran kadar Hb menurut Sahli masih terbilang

kurang teliti apabila dibandingkan dengan metode cyanmethemoglobin, namun

masih jauh lebih baik daripada metode Tallquis yang menggunakan kertas dan

kemudian dicocokan dengan kertas standar. Ketidakakuratan hasil pada metode

Sahli berkisar 10%.

Ketidakakuratan ataupun kesalahan pengukuran nilai Hb bisa terjadi

karena beberapa faktor, diantaranya :

1. Keadaan Alat

a. Volume pipet tidak tetap

b. Warna tabung standar sudah pucat

Page 7: LAPORAN PRAKTIKUM PK 1 fix.docx

2. Pemeriksa / Tehnik

a. Ketajaman mata berbeda – beda

b. Intensitas cahaya / sinar kurang

c. Terdapat gelembung udara

d. Darah pada ujung pipet tidak dihapus

e. Waktu tidak tepat satu menit, sehingga asam hematin belum

terbentuk sempurna

3. Reagen (HCL 0,1 N)

Bila menggunakan darah kapiler kemungkinan akan memberikan hasil

yang lebih rendah bila dipijit – pijit pada waktu pengeluaran darah

setelah penusukan.

V. Aplikasi klinis

1. Anemia Defisiensi Besi

Kebutuhan Fe dalam makanan sekitar 20mg sehari, dari jumlah

ini hanya kira – kira 2 mg yang diserap. Jumlah total Fe dalam tubuh

berkisar 2-4 gram, kira – kira 50 mg/kgBB pada pria dan 35

mg/kgBB pada wanita. Umumnya akan terjadi anemia dimorfik,

karena selain kekurangan Fe juga dapat terjadi kekurang asam folat.

a. Etiologi

Anemia ini umumnya disebabkan oleh perdarahan kronik. Di

Indonesia paling banyak disebabkan oleh cacing tambang

(ankilostomiasis). Infestasi cacing tambang pada seseorang

dengan makanan yang baik tidak akan menimbulkan anemia.

Page 8: LAPORAN PRAKTIKUM PK 1 fix.docx

Bila diserta malnutrisi, baru akan terjadi anemia. Penyebab lain

anemia defisiensi besi antara lain :

1) Diet yang tidak mencukupi

2) Absorbsi yang menurun

3) Kebutuhan yang meningkat pada kehamila atau laktasi

4) Perdarahan pada saluran cerna, menstruasi

5) Hemoglobinuria

6) Penyimpanan besi yang berkurang, seperti hemosiderosis

paru

b. Manifestasi Klinis

Selain gejala – gejala umum anemia, defisiensi Fe yang berat

mengakibatkan perubahan kulit dan mukosa yang progresif,

seperti lidah yang halus, keilosis, dan sebagainya. Juga

didapatkan tanda – tanda malnutrisi.

c. Pemeriksaan Penunjang

Defisiensi Fe berlangsung secara bertahap dan lambat. Pada

tahap pertama yang terjadi adalah penurunan simpanan Fe.

Terjadi anemia tetapi belum terjadi perubahan pada ukuran sel

darah merah. Feritin serum menjadi rendah, kurang dari 30 mg/l,

sementara Total Iron Binding Capacity (TIBC) serum menigkat.

Setelah simpanan Fe habis, produksi sel darah merah tetap

dilakukan. Fe serum akan mulai menurun, kurang dari 30 mg/l,

dan saturasi transferin menurun hingga kurang dari 15%.

Page 9: LAPORAN PRAKTIKUM PK 1 fix.docx

Pada tahap awal Mean Corpuscular Volume (MCV) tetap normal.

Pada keadaan lanjut, MCV mulai menurun dan ditemukan gambaran

sel mikrositik hipokrom. Kemudian terjadi anisositosis diikuti dengn

poikilositosis.

Didapatkan sel darah merah yang mikrositik hipokrom. Serum

iron menurun sedangkan Iron Binding Capacity (IBC) meningkat.

Tanda patognomonik adalah tidak ditemukannya hemosiderin dalam

sumsum tulang atau serum feritin < 12 mg/l. Diagnosis ditegakkan

berdasarkan pembuktian keadaan defisiensi Fe atau evaluasi dari hasil

terapi suplemen Fe. Untuk mendiagnosis ankilostosomiasis perlu

pemeriksaan tinja. Untuk mengetahui beratnya infeksi perlu dihitung

jumlah telur per gram tinja.

2. Thalasemia

Thalasemia merupakan penyakit yang diturunkan. Pada

penderita thalasemia, hemoglobin mengalami penghancuran

(hemolisis). penghancuran terjadi karena adanya gangguan sintesis

rantai hemoglobin atau rantai globin. Hemoglobin orang dewasa

terdiri dari HbA yang merupakan 98% dari seluruh hemoglobinya.

HbA2 tidak lebih dari 2% dan HbF 3%. Pada bayi baru lahir HbF

merupakan bagian terbesar dari hemoglobin (95%). Pada penderita

thalasemia kelainan genetik terdapat pada pembentukan rantai globin

yang salah sehingga eritrosit lebih cepat lisis. Akibatnya penderita

harus menjalani tranfusi darah seumur hidup. Selain transfusi darah

rutin, juga dibutuhkan agent pengikat besi (Iron Chelating Agent)

yang harganya cukup mahal untuk membuang kelebihan besi dalam

Page 10: LAPORAN PRAKTIKUM PK 1 fix.docx

tubuh. Jika tindakan ini tidak dilakukan maka besi akan menumpuk

pada berbagai jaringan dan organ vital seperti jantung, otak, hati dan

ginjal yang merupakan komplikasi kematian dini.

Page 11: LAPORAN PRAKTIKUM PK 1 fix.docx

LAJU ENDAP DARAH (LED)

I. Dasar Teori

Laju endap darah (LED) digunakan untuk menilai kecepatan aliran

eritrosit bisa mengendap dalam tabung pengukuran yang diukur selama

1 jam. LED dapat meningkat dan menurun karena disebabkan oleh

beberapa faktor. Contohnya pada reaksi peradangan, LED akan

meningkat kemungkinan karena terjadinya perubahan komponen plasma

yang terjadi pada saat proses inflamasi. Protein yang terlibat dalam

peningkatan LED adalah protein fase akut, terutama yang dilepaskan

oleh hati dalam respons terhadap interleukin-1. Selain itu, LED juga bisa

menurun misalnya pada kelainan sel darah merah, seperti polisitemia

vera : yaitu keadaan dimana sel darah merah jumlanya sangat banyak

sehingga darah menjadi sangat kental. Maka jika dilakukan pemeriksaan

laju endap darah, maka kecepatan timbulnya pengendapan menjadi

sangat lambat karena volume sel darah merah hampir sama dengan

darah secara keseluruhan. LED juga digunakan untuk memantau aktivitas

berbagai penyakit inflamasi.

Pemeriksaan laju endap darah juga berguna untuk mendeteksi

adanya suatu peradangan dan bahkan perjalanan ataupun aktivitas suatu

penyakit. Misalnya bila dokter mendiagnosis suatu pasien terkena flu,

maka akan ditemukan bahwa laju endap darahnya tinggi.

II. Alat dan Bahan dan Cara Kerja

Pemeriksaan laju endap darah yang dilakukan dengan metode

Westergreen adalah sebgai berikut :

Page 12: LAPORAN PRAKTIKUM PK 1 fix.docx

1. Alat :

a. Tabung Westergreen

b. Rak Westergreen

Reagensia :

Larutan Natrium Sitrat 3,8%

2. Bahan :

Darah EDTA

III. Cara Kerja

1. Hisaplah dalam semprit steril 0,4 mL larutan Natrium Sitrat 3,8 %

masukkan dalam tabung.

2. Hisaplah 1,6 mL darah, masukkan ke dalam tabung, campur dengan

Na sitrat 3,8 % sehingga didapatkan 2,0 mL campuran.

3. Hisaplah darah itu kembali ke dalam pipet Westergreen sampai

garis bertanda 0 mm. Kemudian biarkan pipet tersebut dalam

keadaan tegak lurus dalam rak Westergreen selama 60 menit.

4. Bacalah tingginya lapisan plasma yang terbentuk dengan milimeter

dan laporkanlah angka itu sebagai laju endap darah.

Nilai Rujukan menurut :

JENIS KELAMIN DACIE WESTERGREEN

PRIA 0 – 5 mm / jam 0 – 15 mm / jam

WANITA 0 – 7 mm / jam 0 – 20 mm / jam

Page 13: LAPORAN PRAKTIKUM PK 1 fix.docx

IV. Hasil

Tidak didapatkan hasil pada percobaan kali ini disebabkan karena

ditemukan adanya gelembung udara di dalam tabung Westergreen pada

percobaan laju endap darah (LED) kali ini.

V. Pembahasan

Laju endap darah (LED) mengukur kecepatan turunnya suatu kolom

yang berisi sel darah merah plasma dalam waktu 1 jam. Pembacaan

hasilnya dilakukan pada jam I dan III. LED sebagian besar ditentukan

oleh konsentrasi protein plasma, terutama fibrinogen dan globulin.

Ada 3 fase pengendapan, yaitu :

1. Fase pengendapan lambat I

2. Fase pengendapan cepat

3. Fase pengendapan lambat II

LED dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu :

1. Eritrosit, yang meliputi : ukuran (makrosit/mikrosit), bentuk

(spherosit/sickle cell), konsentrasi eritrosit (dehidrasi/rehidrasi),

tendensi (roleux/aglutinasi).

2. Komposisi plasma, yang meliputi : viskositas (dehidrasi), kadar

fibrinogen, kadar protein plasma (globulin).

3. Kesalahan teknik, yang meliputi : letak tabung, suhu ruang, getaran.

Pada percobaan yang dilakukan, terjadi kesalahan yang

mengakibatkan kegagalan pada percobaan perhitungan LED.

Kesalahan tersebut terjadi karena ditemukannya ada gelembung udara

pada tabung Westergreen. Saat menghisap kembali campuran darah

Page 14: LAPORAN PRAKTIKUM PK 1 fix.docx

dan reagennya tidak dilakukan demgan hati-hati dan pada saat

mencampur reagen dengan darah juga tidak dilakukan dengan benar

sehingga mengakibatkan terbentuknya gelembung udara pada

campuran reagen dan darah, sehingga saat dimasukkan pada tabung

Westergreen sudah terdapat gelembung udara yang membuat

kesulitan dalam membaca hasil perhitungan LED dan akhirnya

percobaan pun gagal dilakukan.

Laju endap darah ditemukan meningkat pada anemia. Kisaran

LED meningkat seiring pertambahan usia. Peningkatan LED

merupakan indikator yang tidak spesifik terhadap respon fase akut

dan berguna untuk memonitor aktivitas penyakit (misalnya artritis

reumatoid). Peningkatan LED terjadi pada gangguan inflamasi,

injeksi, keganasan, mieloma, anemia, dan kehamilan

(At Glance Hematologi, 2008).

Laju endap darah normal (LED) menurut Westergreen :

Pria : 0 – 15 mm/jam

Wanita : 0 – 20 mm/jam

Laju endap darah normal menurut Dacie adalah :

Pria : 0 – 5 mm/jam

Wanita : 0 – 7 mm/jam

Page 15: LAPORAN PRAKTIKUM PK 1 fix.docx

VI. Aplikasi Klinis

Ada beberapa penyakit yang akan terjadi bila kadar LED di darah

meningkat dan turun.

1. Polisitemia vera

Pada polisitemia vera terjadi peningkatan jumlah semua jenis

sel darah (eritrosit, tombosit, granulosit), dengan mengakibatkan

jumlah eritrosit naik, viskositas darah naik, dan volume darah naik.

Hati dan limfa penuh terisi oleh eritrosit. Darah yang kental dapat

bersifat stasis dan trombosit pada banyak tempat, yang dapat

berakibat infark.

Gejala polisitemia vera adalah : rasa ringan di kepala,

gangguan penglihatan, sakit kepala, vertigo, sianosis muka,

pruritus, trombopfebitis ditambah trombosis arteri digital diikuti

gangren ; Ht, Hb, eritrosit, leukosit, trombosit semua naik dan laju

endap darah meningkat.

2. Mieloma

Laju endap darah mengukur laju pengendapan eritrosit pada suatu

kolom darah yang diberi antikoagulan. LED yang cepat

menunjukkan bahwa meningkatnya kadar imunoglobulin atau

protein fase akut yang menyebabkan eritrosit mengalami agregasi.

Peningkatan LED merupakan penanda non spesifik dari adanya

radang atau infeksi. LED biasanya sangat tinggi pada mieloma.

LED yang sangat tinggi menunjukkan :

a. Mieloma multipel (LED > 100mm/jam),

Page 16: LAPORAN PRAKTIKUM PK 1 fix.docx

b. Lupus eritomatosus sistemik (SLE),

c. Artritis temporalis,

d. Polimialgia reumatika,

e. Kanker atau infeksi kronis atau TB.

3. Radang GNA (Glomerulo Nefritis Acute)

Penyakit ini tergolong penyakit autoimun yang artinya merusak diri

sendiri. Pada penyakit ini yang dirusak adalah bagian ginjalnya

sendiri.

Gejala GNA adalah demam, mendadak kencing berkurang. Kencing

berwarna merah seperti air cucian daging. Kelopak mata dan

tungkai umumnya membengkak. Jika diukur tekanan darah , kadar

protein, eritrosit dan leukosit dalam darah meninggi. Selain itu

ditemukan juga bahwa LED-nya meningkat, Hb menurun ( tanda

anemia) dan tes fungsi ginjal menurun (Resep Mudah Tetap Sehat,

2009).

4. Infeksi dan anemia

LED yang tinggi juga ditemukan pada infeksi. LED ditemukan

meningkat pada sebagian besar infeksi dan pada anemia (At Glance

Medicine,2006).

5. Hepatitis akut

Pada hepatitis akut, ditemukan adanya sel-sel ganas yang menekan

sel normal yang mengurangi suplai darah. Kekurangan suplai darah

menyebabkan terjadinya perdarahan dan infeksi. Seperti yang telah

diketahui dari pernyataan di atas bahwa LED ditemukan meningkat

Page 17: LAPORAN PRAKTIKUM PK 1 fix.docx

pada infeksi. Maka setelah dilakukan pemeriksaan darah, ditemukan

bahwa LED meningkat karena adanya inflamasi pada hepar (Klien

Gangguan Hati, 2008).

Page 18: LAPORAN PRAKTIKUM PK 1 fix.docx

PEMERIKSAAN JUMLAH LEUKOSIT

I. Dasar Teori

Leukosit atau sel darah putih sangat berperan penting dalam hal

perlindungan tubuh dari infeksi. Dalam bekerja sel ini bekerja sama

dengan protein respon imun, imunoglobulin, dan komplemen. (Mehta and

Hoffbrand, 2006)

Pemeriksaan hitung jumlah leukosit menyatakan jumlah berapa

ribu sel leukosit  per-mm3 darah. Pemeriksaan dilakukan dengan

menghitung sel leukosit di dalam darah yang telah diberi suatu larutan

yaitu larutan turk, yang dapat merusak sel-sel lain selain sel leukosit.

Penghitungan dilakukan dengan menggunakan bilik hitung Neubauer

Improved (NI).

Nilai rujukan menurut Dacie :

Leukosit (White Blood Cell)

1. Pria Dewasa : 4 – 11 ribu/mm3

2. Wanita Dewasa : 4 – 11 ribu/mm3

3. Bayi : 10 – 25 ribu/mm3

4. 1 tahun : 6 – 18 ribu/mm3

5. 12 tahun : 4,5 – 13 ribu/mm3

II. Alat, Bahan dan Cara Kerja

1. Alat dan bahan :

Hemositometer :

a. Bilik Hitung NI

Page 19: LAPORAN PRAKTIKUM PK 1 fix.docx

b. Pipet Leukosit

c. Pipet Eritrosit

d. Kaca Penutup

e. Mikroskop

Reagensia : Larutan Turk terdiri dari :

a. Gentian Violet 1% : 1ml

b. Asam Acetat Glacial : 1ml

c. Aquadest ad : 100ml

Bahan : Darah vena atau darah kapiler

2. Cara Kerja

a. Cari kotak sedang di pojok ujung bilik hitung untuk leukosit pada

bilik hitung NI dengan menggunakan mikroskop.

b. Hisap darah dengan pipet leukosit sampai angka 0,5 (pengenceran

20x) atau sampai angka 1 (pengenceran 10x)

c. Hapus darah yang melekat pada ujung pipet.

d. Dengan ujung pipet yang sama, hisap larutan turk sampai garis

tanda 11.

e. Kocok dengan arah horizontal selama 15-20 detik.

f. Buang 3 tetesan pertama.

g. Tuang pada bilik hitung (di antara bilik hitung dan kaca penutup).

h. Hitung jumlah leukosit pada tiap kotak dan masukkan datanya

kedalam rumus.

Page 20: LAPORAN PRAKTIKUM PK 1 fix.docx

III. Hasil

Hitung jumlah leukosit

Jumlah LeukositJumlah Kotak yangdihitung

× 16( jumlahkotak)×10 × 20( pengenceran)

225

×16 ×10 × 20=14080 /mm3

(Tidak Normal)

IV. Pembahasan

Menurut hasil yang didapat jumlah leukosit probandus adalah

14080/mm3. Jumlah ini disimpulkan di atas normal karena berada di atas

kisaran jumlah leukosit normal yakni 4000-11000/mm3 pada wanita

dewasa.

Jumlah leukosit tidak normal bisa disebabkan oleh kelainan,

namun selain kelainan kesalahan juga bisa terjadi disebabkan oleh

kesalahan saat dilakukan pemeriksaan. Kesalahan tersebut bisa terjadi

pada alat, reagen, sampel, dan pemeriksa.

Kesalahan pada alat bisa disebabkan karena satuan dari alat satu

dan yang lain berbeda-beda. Satu produsen dengan produsen yang lain

Nilai normal Leukosit (White Blood Cell)

Pria Dewasa : 4 – 11 ribu/mm3

Wanita Dewasa : 4 – 11 ribu/mm3

Bayi : 10 – 25 ribu/mm3

1 tahun : 6 – 18 ribu/mm3

12 tahun : 4,5 – 13 ribu/mm3

Page 21: LAPORAN PRAKTIKUM PK 1 fix.docx

bisa saja berbeda, hal inilah yang bisa menimbulkan kesalahan, dan

perbedaan hasil pemeriksaan.

Kesalahan pada reagen dalam hal ini yaitu larutan turk juga bisa

bisa terjadi. Presentasi campuran zat-zat harus tepat, bila tidak maka bisa

menimbulkan hasil yang tidak sesuai.

Kesalahan pada sampel juga bisa terjadi karena berbagai sebab,

yang pertama mungkin pengaruh obat-obatan yang diminum probandus.

Kedua mungkin juga karena naiknya produksi leukosit guna melawan

infeksi. Oleh sebab itu sebelum mengambil sampel ada baiknya kita

bertanya kepada probandus sedang dalam keadaan sehat atau tidak.

Ketidak telitian pemeriksa juga dapat menimbulkan kesalahan hasil

yang didapat dalam penghitungan jumlah leukosit. Oleh sebab itu seorang

pemeriksa haruslah sabar, hati-hati, dan teliti dalam bekerja.

V. Aplikasi Klinis

1. Leukemia Limfoblastik Akut

Leukemia limfoblastik akut (LLA) yaitu keganasan klonal dari sel-

sel prekursor limfoid. Sebagian besar kasus, sel-sel ganas berasal dari

limfosit B, sisanya sekitar 20% adalah leukemia sel T. Kasus ini paling

banyak terjadi pada anak-anak. Jika tidak segera ditangani dapat

berakibat fatal. (Fianza, 2010)

Pada orang dewasa penyebab LLA sebagian besar kurang

diketahui, sedangkan pada anak-anak biasanya faktor keturunan dan

sindroma predisposisi. Pada kasus LLA biasanya hasil laboratorium

menunjukan jumlah leukosit normal, meningkat, atau rendah.

Page 22: LAPORAN PRAKTIKUM PK 1 fix.docx

Hiperleukositosis (> 100.000/mm3) terjadi pada kurang lebih 15% pasien

dan bisa juga melebihi 200.000/mm3. (Fianza, 2010)

2. Leukemia Mieloblastik Akut

Leukemia mieloblastik akut (LMA) adalah penyakit yang ditandai

oleh transformasi neoplastik dan diferensiasi sel-sel progenitor dari seri

mieloid. Bila tidak diobati segera, dapat menimbulkan kematian dalam

beberapa minggu. (Kurnianda, 2010)

Patogenesis utama dari LMA yaitu blokade maturitas yang

mengakibatkan proses diferensiasi sel-sel seri mieloid terhenti pada

sel-sel muda (blast) di sumsum tulang. Akumulasi blast di sumsum

tulang tersebut kemudian akan menyebabkan gangguan hematopoiesis

normal dan pada suatu saat akan mengakibatkan terjadinya sindrom

kegagalan sumsum tulang yang ditandai dengan adanya sitopenia

(anemia, leukopenia dan trombositopenia). (Kurnianda, 2010)

3. Leukemia Limfositik Kronik

Leukemia limfositik kronik (LLK) yaitu suatu keganasan

hematologik yang ditandai terjadinya proliferasi klonal dan

penumpukan limfosit B neoplastik pada darah, limfonodi, hati, limpa,

sumsum tulang, dan organ-organ lain. LLK masuk ke dalam kelainan

limfoproliferatif. Tanda-tandanya yaitu splenomegali, limfositosis, dan

limfadenopati. Sebagian besar LLK adalah neoplasma sel B, dan

sebagian kecil neoplasma sel T. Penyebab LLK masih belum

diketahui. Kemungkinan adalah abnormalitas onkogen, kromosom, dan

retrovirus. (Rotty, 2010)

Page 23: LAPORAN PRAKTIKUM PK 1 fix.docx
Page 24: LAPORAN PRAKTIKUM PK 1 fix.docx

PEMERIKSAAN GOLONGAN DARAH

I. Dasar Teori

Antigen merupakan substansi yang mampu mengaktifkan

mekanisme pertahanan yang disebut respon imun. Sebagian besar antigen

merupakan protein, namun beberapa jenis molekul organik juga dapat

berperan sebagai antigen. Pada membran plasma kita terdapat antigen

surface “permukaan” yang dianggap tubuh sebagai substansi normal,

dalam kata lain sistem imun kita tidak melakukan serangan selayaknya

benda asing (Martini, 2012).

Tipe darah dikelompokkan berdasarkan ada atau tidaknya antigen

spesifik pada permukaan membran plasma sel darah merah (SDM).

Antigen permukaan ini berupa glikoprotein membran integral atau

glikolipid yang memiliki perbedaan secara genetik. SDM setidaknya

memiliki 50 jenis antigen surface, namun ada tiga antigen surface yang

utama yaitu A, B, dan Rh (atau D). Berdasarkan antigen surface pada

SDM, darah dibagi menjadi empat tipe (Martini, 2012):

1. Tipe A, darah hanya memiliki antigen surface A

2. Tipe B, darah hanya memiliki antigen surface B

3. Tipe AB, memiliki antigen surface A dan B

4. Tipe O, tidak memiliki kedua antigen tersebut

Sedangkan Rh positif (Rh+) mengindikasikan adanya antigen surface Rh,

umumnya disebut faktor Rh. Ketidakadaan antigen ini disebut Rh negatif (Rh-).

Seperti halnya penyebaran antigen surface A dan B, perbedaan tipe Rh juga

Page 25: LAPORAN PRAKTIKUM PK 1 fix.docx

umumnya berdasarkan kelompok etnik dan penyebaran wilayah (Martini,

2012).

Gambar 1. Pada reaksi silang, antibodi bereaksi dengan antigen targetnya menyebabkan aglutinasi dan hemolisis pada sel darah merah. (Sumber: Martini. 2012. Fundamentals of anatomy & physiology 9th edition.)

Sistem imun tubuh tidak merespon antigen surface pada darah, namun

plasma mengandung antibodi yang disebut agglutinogen, yang akan

menyerang antigen SDM asing. Saat antibodi tersebut menyerang SDM

asing akan menggumpal (Martini, 2012).

Proses dimana sel-sel asing, misalnya bakteri atau sel darah merah

yang tidak cocok golongannya, menyatu membentuk gumpalan dikenal

sebagai aglutinasi (Sherwood, 2007).

Individu dengan golongan darah A, plasmanya mengandung anti-B

antibodi, yang akan menyerang darah dengan antigen B. Jika golongan

darah adalah B, maka plasma mengandung anti-A antibodi. Pada individu

dengan SDM yang tidak memiliki antigen surface baik A maupun B,

plasmanya mengandung anti-A dan anti-B antibodi. Sedangkan pada

individu yang memiliki antigen surface A dan B, plasmanya tidak

Page 26: LAPORAN PRAKTIKUM PK 1 fix.docx

mengandung anti-A maupun anti-B antibodi. Keberadaan antigen – antibodi

ini mengakibatkan tidak boleh adanya transfusi silang antar individu

berbeda tipe darah karena plasma darah dalam tubuh resipien akan

menyebabkan SDM asing mengalami aglutinasi (Martini, 2012).

Anti-A dan anti-B antibodi disebut juga agglutinin A dan agglutinin

B. Agglutinin merupakan antibodi yang dapat menyebabkan aglutinasi pada

eritrosit (Bain, 2003).

Sedangkan menurut Bain, golongan darah sistem ABO merupakan

sebuah sistem pengelompokan dengan alel A dan B pada lokus ABO di

9q34 yang mengkode secara spesifik glycosytranferase yang memodifikasi

prekursor disakarida, prekursor ini merupakan bagian dari glikoprotein atau

glikolipid yang saat tidak dimodifikasi akan mengekspresikan antigen H.

Alel O tidak mengkode transferase fungsional, sehingga pada homozigot O

antigen H akan terekspresikan, namun tidak pada antigen A dan B. Antigen

ABO terdapat pada semua sel darah dan banyak sel tubuh lainnya (Bain,

2003).

II. Alat, Bahan, dan Cara Kerja

1. Alat :

a. Pipet

b. Objek glass

2. Bahan: Whole blood

Reagen:

a. Serum anti A (hijau/biru)

Page 27: LAPORAN PRAKTIKUM PK 1 fix.docx

b. Serum anti B (kuning)

c. Serum anti A, anti B (tidak bewarna)

3. Cara Kerja:

a. Menyiapkan alat, bahan, serta reagen

b. Meneteskan serum anti A, serum anti B, dan serum anti A anti B

pada objek glass pada tempat yang berbeda masing – masing 1

tetes

c. Meneteskan darah pada masing – masing serum 1 tetes

d. Mengaduk masing – masing serum dan darah

e. Mengamati adanya aglutinasi

f. Mencatat hasil pengamatan

III. Hasil

Tabel 1. Hasil uji golongan darah

Serum anti A anti

B

Serum anti

A

Serum anti B Golongan

darah

+ + - A

Gambar 2. Hasil uji golongan darah. Menunjukkan adanya aglutinasi pada darah yang dicampur dengan serum anti A, serta serum anti A anti B.

Page 28: LAPORAN PRAKTIKUM PK 1 fix.docx

IV. Pembahasan

Berdasarkan teori yang sudah dipaparkan pada Bab I, serum anti A

akan menyebabkan aglutinasi eritorsit dengan antigen A pada membran

plasma, sedangkan serum anti B akan menyebabkan aglutinasi pada

eritrosit dengan antigen B.

Hasil percobaan menunjukkan adanya aglutinasi pada darah yang

diberi serum anti A anti B, maka kemungkinan darah sampel tersebut

memiliki antigen A, antigen B, maupun keduanya. Kolom berikutnya

menunjukkan adanya aglutinasi pada darah yang diberi serum anti A

namun tidak pada darah yang diberi serum anti B, artinya pada darah

sampel positif adanya antigen A dan negatif bagi antigen B. Hal itu dapat

Gambar 3. Uji golongan darah. Hasil uji golongan darah yang diambil dari empat sampel individu. Tiap tetes darah dicampur dengan larutan yang mengandung antibodi terhadap antigen surface A, B, AB, dan D (Rh). Pengendapan terjadi sampel mengandung antigen yang merespon adanya antigen (Sumber: Martini. 2012. Fundamentals of anatomy & physiology 9th edition.)

Page 29: LAPORAN PRAKTIKUM PK 1 fix.docx

dijadikan indikator bahwa darah yang dijadikan sampel merupakan darah

tipe A.

V. Aplikasi Klinis

1. Hemolytic Disease of the Newborn (HDN) atau Eritroblastosis

Fetalis

a. Definisi

HDN disebabkan oleh adanya reaksi silang antara tipe

darah janin dan ibu. Gen yang mengontrol ada atau tidaknya suatu

antigen di permukaan sel darah merah diturunkan dari kedua orang

tua, sehingga anak bisa memiliki golongan darah yang berbeda

dengan ayah dan atau ibunya. Selama kehamilan, saat vaskular

fetus dan maternal saling bertemu, antibodi yang dimiliki ibu bisa

menyebrangi plasenta, menyerang dan menghancurkan sel darah

merah janin (Martini, 2012).

b. Patofisiologi

Paparan sel darah Rh+ terhadap sel darah Rh- ibu terjadi

karena suatu perdarahan fetomaternal yang asimptomatik saat

kehamilan. Teknik percampuran asam Kleihauer-Betke

menunjukkan proporsi dari SDM fetus di sirkulasi maternal pada

kasus fetomaternal hemorrage terjadi mencapai 75% kehamilan.

Fetomaternal hemorrhage tercatat 7%m 16,% dan 29% dialami ibu

saaat kehamilan trimester pertama, kedua, dan ketiga. Sehingga

peningkatan resiko terjadinya placental abruption, spontaneous

Page 30: LAPORAN PRAKTIKUM PK 1 fix.docx

atau therapeutic abortion, dan toksemia sama dengan infeksi

setelah kelahiran cesar dan kehamilan ectopik.

Gambar 4. Kehamilan pertama pada ibu Rh- dengan janin Rh+. . (Sumber: Martini. 2012. Fundamentals of anatomy & physiology 9th edition.)

Page 31: LAPORAN PRAKTIKUM PK 1 fix.docx

Gambar Gambar 5. Kehailan kedua pada ibu Rh- dengan bayi Rh+. . (Sumber: Martini. 2012. Fundamentals of anatomy & physiology 9th edition.)

Setelah terjadinya exposure pertama terhadap antigen asing,

limposit B akan mengklon pengenal antigen SDM. Sistem imun

maternal yang awalnya memproduksi antibodi IgM yang tidak

menyebrangi plasenta, selanjutnya menghasilkan isotipe IgG

yangmampu melintasi barrier plasenta. Pada satu individu subklas

antibodi dominan adalah IgG1 yaitu dua pertiga dari keseluruhan

dengan kombinasi IgG3 sisanya. IgG3 lebih efisien untuk mengikat

sel retikuloendothelial dan menyebabkan hemolisis karena region

ikatannya lebih panjang.Hal ini disebut respon primer dan

tergantung dosis (didokumentasikan dalam 15% dari kehamilan

dengan 1 mL Rh-positif sel-sel dalam individu Rh-negatif

dibandingkan dengan 70% dari kehamilan setelah 250 mL). Sebuah

paparan ulang terhadap antigen yang sama cepat menginduksi

produksi IgG. Ini respon imun sekunder dapat diinduksi dengan

sesedikit 0,03 mL Rh-positif sel darah merah.

Resiko imunisasi Rh pasca kelahiran anak pertama dari

seoran ibu Rh- nulipara adalah 16% jika Rh+ janin kompatibel

ABO dengan ibunya, 2% jika inkompatibel, dan 2-5% setelah

aborsi. Sel darah merah ABO yang kompatibel dengan ibu akan

cepat dihancurkan dalam sirkulasi ibu, mengurangi kemungkinan

paparan sistem kekebalan ibu. Derajat sinsitisasi Rh ibu secara

Page 32: LAPORAN PRAKTIKUM PK 1 fix.docx

langsung brekaitan dengan jumlah fetomaternal hemorrhage (yaitu,

3% dengan <0,1 mL dibandingkan dengan 22% dengan> 0,1 mL).

Setelah sensitisasi, anti-D antibodi ibu melewati plasenta

dan masu ke dalam sirkulasi janin dan meyerang antigen Rh pada

sel darah merah oleh makrofag dalam sistem retikuloendotelial,

terutama di limpa. Antibodi ini melapisi sel darah merah,

selanjutnya makrofag dan limgosit merilis enzim lisosomal yang

akan membunuh sel darah merah secara independen dari aktivasi

sistem komplemen. Retikulositosis dicatat ketika janin defisit Hb

melebihi 2 gm / dl. Hipoksia jaringan berkembang menujukkan

keparahan anemia janin. Ketika hemoglobin (Hb) tingkat turun di

bawah 8 g / dL, maka terjadi peningkatan laktat di arteri umbilical.

Bila kadar Hb turun di bawah 4g/dL, laktat vena meningkat.

Hidrops fetalis terjadi ketika janin defisit Hb melebihi 7 g / dL dan

dimulai sebagai ascites janin dan berkembang menjadi efusi pleura

dan edema general. Mekanisme yang menyebabkan hipoalbunemia

sekunder adalah penurunan fungi hati , peningkatan permeabilitas

kapiler, kelebihan zat besi mendorong hemolisis, dan peningkatan

tekanan vena karena fungsi jantung yang lemah.

Memperpanjang hemolisis akan menyebabkan anemia parah yang

menstimulasi eritropoiesis di liver, spleen, sum-sum tulang dan

daerah ekxtramedulary seperti kulit dan plasenta. Pada sebagian

besar kasus perusakan sel parenkm hati oleh sel eritroid

menghasilkan disfungi dan hipoproteinemia. Destruksi SDM akan

Page 33: LAPORAN PRAKTIKUM PK 1 fix.docx

merilis hem yang diubah menjadi bilirubin yang tidak terkonjugasi.

Hiperbilirubinemia terjadi hanya saat bayi baru lahir karena

plasenta secara efektif memetabolisme bilirubin.

c. Perawatan Pasien

1) Stabilisasi hidropic neonatus membutuhkan perawatan

intensif yang terkoordinasi oleh sebuah tim.

2) Umumnya, langsung diintubasi diikuti dengan pengeringan

effusi pleural dan ascites sebagai upaya meningkatkan

pertukaran gas respirasi.

3) Perbaikan anemia dengan pengepakan SDM atau transfusi

diperlukan untuk mencegah overload sirkulasi.

4) Neonatus ini memiliki volume darah normal namun tekanan

vena sentral meningkat.

5) Metabolisme dipantau secara ketat (hipoglikemia,

hipokalsemia, hiperkalemia, asidosis, hipoantremia, gagal

ginjal).

d. Prognosis

Secara keseluruhan, kelangsungan hidup sekitar 85-90%

namun janin dengan hidropik lebih rendah 15%. Kebanyakan yang

selamat dari alloimmunize gestasi utuh secara neurologis. Hidrops

fetalis tampaknya tidak mempengaruhi hasil jangka panjang.

Namun kelainan neurologis telah dilaporkan berhubungan erat

dengan keparahan anemia dan asfiksia perinatal. Kehilangan

sensori pendengaran dapat sedikit meningkat.

Page 34: LAPORAN PRAKTIKUM PK 1 fix.docx

2. Transfusi Darah

Transfusi darah adalah proses pemindahan darah dari

seseorang yang sehat (donor) ke orang sakit (resipien). Darah yang

dipindahkan dapat berupa darah lengkap dan komponen darah (PMI,

2007).

a. Tujuan Transfusi Darah:

1) Memelihara dan mempertahankan kesehatan donor;

2) Memelihara keadaan biologis darah atau komponen-

komponennya agara tetap bermanfaat;

3) Memelihara dan mempertahankan volume darah yang normal

pada peredaran darah (stabilitas peredaran darah);

4) Mengganti kekurangan komponen seluler atau kimia darah;

5) Meningkatkan oksigenasi jaringan;

6) Memperbaiki fungsi Hemostatis; dan

7) Tindakan terapi kasus tertentu (PMI, 2007).

b. Jenis Transfusi Darah

1) Darah utuh (whole blood/WB)

Ada beberapa jenis WB, yaitu:

a) Sangat segar (<6 jam) mengandung eritrosit, trombosit, dan

semua faktor pembekuan darah, termasuk faktor labil (FV).

b) Segar (6-24 jam) mengandung eritrosit, trombosit, dan

semua faktor pembekuan, kecuali faktor labil (FV).

Page 35: LAPORAN PRAKTIKUM PK 1 fix.docx

c) Simpan (24-batal simpan) mengandung eritrosit, albumin,

dan faktor pembekuan darah kecuali faktor V dan VII.

Indikasi WB untuk hipovolemia.

2) Darah endap (Packed Red Cell-PRC)

Darah endap /PRC diperoleh dari WB yang disentrifuse,

kemudian diendapkan, setelah itu plasma dipisahkan. Indikasi

untuk anemia kronis.

3) Trombosit konsentrat

Indikasi untuk perdarahan trombositopenia dan

trombositopatia, dosis 1 unit/kg BB.

4) Plasma segar beku

Indikasi untuk perdarahan defisiensi faktor pembekuan, PT

dan APTT yang kurang dari 1,5 kali normal, serta koreksi

perdarahan akibat overdosis warfarin.

5) Cryo precipitate

Indikasi untuk perdarahan akibat hemofilia, penyakit Von

Wilebrand dan afibrinogemia.

(Handayani, 2008)

Page 36: LAPORAN PRAKTIKUM PK 1 fix.docx

PREPARAT DARAH HAPUS

I. Dasar Teori

Sedian apus darah tepi (A peripheral blood smear / peripheral

blood film) merupakan slide untuk mikroskop (kaca objek) yang pada

salah satu sisinya di lapisi dengan lapisan tipis darah vena yang diwarnai

dengan pewarnaan dan diperiksa di bawah/ dengan menggunakan

mikroskop. Pemeriksaan yang digunakan pulasan menurut prinsip

Romanowsky, yaitu dengan menggunakan pewarnaan Wright, Giemsa,

dan pulasan paduan May Grunwald & Giemsa.

II. Alat, Bahan dan Cara Kerja

1. Alat

a. Obyek glass yang bersih.

b. Spreader / penggeser.

c. Pipet darah dan pengaduk.

d. Bak pengecatan.

e. Bak pengeringan.

f. Timer.

g. Gelas ukur.

2. Bahan

a. Giemsa.

b. larutan penyangga pH 6,4 atau dengan aquadest pH 6,4.

c. Methanol ( 90 % ) untuk fiksasi

d. Darah vena atau kapiler.

3. Cara Kerja

a. Ambil obyek glass yang bersih, letakan 1 tetes darah ( tidak

melebihi 2 mm ) disisi kanan.

Page 37: LAPORAN PRAKTIKUM PK 1 fix.docx

Gambar :

b. Sentuh tetesan darah dengan spreader, darah akan melebar

sepanjang spreader.

Gambar :

c. Dorong spreader ke arah kiri dengan sudut 450 keringkan.

Gambar :

d. Amati preparat baik bila :

Page 38: LAPORAN PRAKTIKUM PK 1 fix.docx

1) Tipis.

2) Rata.

3) Tidak terputus – putus.

4) Ekor tidak robek.

5) Bentuk seperti peluru.

Gambar :

e. Biarkan sediaan kering di udara, beri identitas di kepala dengan

menggunakan lidi/ pensil/ label.

f. Fiksasi dengan methanol 90 % selama 10 menit ( beberapa buku

menyebutkan cukup 2 – 3 menit )

g. Preparat yang telah difiksasi digenangi larutan Giemsa selama 20

menit.

h. Bilaslah dengan air yang mengalir, keringkan di udara.

III. Pembahasan

Pada metode preparat darah apus, tidak menggunakan kriteria nilai

normal, namun menggunakan kriteria preparat apus yang baik/normal,

yaitu :

1. Tipis

2. Rata

3. Tidak terputus-putus

4. Ekor tidak robek

5. Bentuk seperti peluru

Apabila sebuah preparat darah apus memnuhi kelima syarat tersebut,

maka preparat darah apus tersebut dinyatakan normal/baik.

Page 39: LAPORAN PRAKTIKUM PK 1 fix.docx

DAFTAR PUSTAKA

Bain, Barbara J. 2003. A – Z Haematology. Malden: Blackwell Publishing

Bastiansyah, Eko. 2008. Panduan Lengkap Membaca Tes Hasil Kesehatan.

Depok: Penebar Plus

Davey Patrick.2005. At a Glance Medicine. Jakarta: Erlangga Medical Series

(EMC)

Handayani, Wiwik & Andi Sulistyo Haribowo. 2008. Buku Ajar Asuhan

Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Hematologi. Jakarta:

Salemba Medika

Handrawan, Nadesul. 2009. Resep Mudah Tetap Sehat. Jakarta: Penerbit Buku

Kompas.

Tambayong, Jan. Patofisiologi Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran

EGC.

Marry Baradero dkk. 2008. Klien Gangguan Hati Seri Asuhan Keperawatan.

Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC

Martini, Frederic. 2009. Fundamentals of Anatomy and Physiology, 8th Edition.

USA: Pearson Benjamin Cummings

Page 40: LAPORAN PRAKTIKUM PK 1 fix.docx

Martini, Frederic H. 2012. Fundamentals of Anatomy & Physiology 9th edition.

San Francisco: Benjamin Cummings

Mehta Atul & Victor Hoffbrand. 2008. At a Glance Hematologi (Edisi Kedua).

Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC

Murray, Robert K.; Daryl K. Granner; & Victor W. Rodwell. 2009. Biokimia

Harper, Ed.27. Jakarta: EGC

Riley, Roger S; G.Watson James; Sandra Sommer; et al. ___. How to Prepare &

Interpret Peripheral Blood Smears. Available at:

www.pathology.vcu.edu/education/PathLab/pages/hematopath/pbs.html.

Diakses pada 16 September 2012, 19:55 WIB

Rubenstein David,dkk. 2007. Lecture Notes Kedokteran Klinis (Edisi Keenam).

Jakarta : Penerbit

Sameer Wagle. Hemolytic Disease of Newborn. Available at:

http://emedicine.medscape.com/article/974349-overview

Sherwood, Lauralee. 2011. Fisiologi Manusia: Dari Sel ke Sistem, Ed.6. Jakarta:

EGC

Sudoyo, Aru W. dkk. 2010. Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II. Jakarta : Interna Publishing.