laporan akhir kelompok 5

Upload: henokh-youthjoshers-rory

Post on 17-Jul-2015

260 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keanekaragaman hayati yang dimiliki negara Indonesia baik flora maupun fauna. Dimana hal ini dapat dimamfaatkan dengan baik dalam bidang kefarmasian, dalam rangka pencarian bahan baku senyawa obat yang berasal dari alam yang memiliki efek untuk mencegah, mengurangi dan menyembuhkan suatu penyakit, yang salah satunya adalah daun sisik naga ( Pyrossia nummularifolia ). 1.2. Tujuan Untuk mengetahui adanya senyawa metabolit sekunder berupa steroid, karotenoid, alkaloid, saponin, flavonoid, senyawa fenol-fenol, fenil propanoid, flavanoid, antrakuinon, garam alkaloid, antosianin, tanin, dan metabolit primer berupa karbohidrat

2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 2.1.1 a.

Dasar Teori Uraian Sampel Tumbuhan paku Tumbuhan paku dalam dunia tumbuh-tumbuhan termasuk golongan besar

atau divisi Pteridophyta (Pteris = bulu burung ; Phyta = Tumbuhan ), yang diterjemahkan secara bebas berarti tumbuhan yang berdaun seperti bulu burung. Tumbuhan paku merupakan tumbuhan peralihan antara tumbuhan bertalus Adengan tumbuhan berkormus, sebab pau mempunyai campuran sifat dan bentuk antara lumut dengan tumbuhan tingkat tinggi (Damanik, 2010). Tumbuhan paku merupakan tumbuhan berkormus dan berpembuluh paling sederhana. Tubuhnya dapat dibedakan dengan jelas antara akar, batang, dan daun. Terdapat lapisan pelindung sel (jaket steril) disekeliling organ reproduksi , sistem transport internal, dan hidup ditempat yang lembap (Sholihah, 2010). Tumbuhan paku epifit hidup menempel pada tumbuhan lain dengan tidak mengambil unsur hara maupun air dari tumbuhan yang ditumpanginya. Tumbuhan paku epifit hanya tumbuh diatas permukaan kulit pohon dan mendapatkan seluruh air dari akarnya. Kehadiran paku epifit tidak merusak pohon, kecuali epifit yang banyak sekali mungkin memberikan efek menutupi atau mematahkan cabang dengan beratnya. Beberapa epifit kecil dapat mendorong pertumbuhan jamur dekat dengan akarnya, dan jamur ini mungkin bersifat parasit bagi pohon (Sholihah, 2010). b. Paku Sisik Naga Paku sisik naga memiliki nama daerah sisik naga, sakat ribu-ribu (sumatera), paku duduwitan (sunda), pakis duwitan (jawa). Paku sisik naga mempunyai nama asing yaitu Bao shu lian (Tionghoa). Sisi naga merupakan tumbuhan epifit (tumbuhan yang menumpang pada tumbuhan lain), tetapi bukan parasit karena dapat membuat makanan sendiri. Sisik naga dapat diperbanyak dengan spora dan pemisahan akar. Sisik naga merupakan terna yang tumbuh

3

dibatang dan pohon. Rimpangnya panjang kecil dan merayap , bersisik , panjang 5-22 cm dan akar melekat kuat. Daun yang satu dengan yang lainnya tumbuh dengan jarak yang pendek, daun bertangkai pendek, tebal berdaging, berbentuk jorong atau jorong memanjang , ujung tumpul atau membundar, dengan pangkal runcing tepinya rata, ketika tua permukaan daun gundul atau berambut jarang pada permukaan bawahnya (Abdilah, 2006).

Gambar 2.1 Tumbuhan Sisik Naga ( Pyrossia nummularifolia ) Sumber :Dalimartha

c.

Sifat dan khasiat sisik naga Sisik naga rasanya manis, sedikit pahit, dingin. Daun dapat digunakan

untuk pengobatan gondongan (parotitis), TBC kulit dengan pembesaran kelenjar getah bening (skrofuloderma), sakit kuning (jaundice), sukar buang air besar (sembelit), sakit perut, disentri, kencing nanah (gonore), batuk, abses paru-paru, TB paru disertai batuk darah, perdarahan(seperti luka berdarah, mimisan, berak darah, muntah darah, perdarahan pada perempuan)rematik, keputihan (Leukore), dan kanker payudara (Dalimartha,1999) d. 1) Klasifikasi Ilmiah Nama latin : Drymoglossum piloselloides (Linn) Pr, Pyrrosia nummularifolia (Sw.) Ching 2) 3) 4) Kelas Ordo Family : Filicopsida : Polypodiae : Polypodiaceae

4

5) 6) 7)

Genus Nama lokal Sinonim

: Pyrrosia, Drymoglossum : Sisik naga, picisan, sakat ribu-ribu, pakis duduwitan : D. heterophyllum C. Chr., D. microphyllum presl, Bao shu lian. (Abdilah, 2006)

e.

Kandungan kimia Sisik naga mempunyai komposisi atau andungan metabolit sekunder

seperti minyak atsiri, sterol/triterpen, fenol, flavonoid, tannin dan gula (Abdilah, 2006). f. Bagian yang digunakan Bagian yang digunakan adalah daun dan seluruh herba segar atau yang telah dikeringkan , folium (daun) (Abdilah, 2006).

2.1.2

Maserasi Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana. Maserasi dilakukan

dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk kedalam rongga sel yang mengandung zat aktif. Zat aktif akan larut dank arena ada perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif didalam sel dengan yang diluar sel, maka larutan yang terpekat didesak keluar, peristiwa tersebut berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan diluar dan didalam sel (Depkes, 1986). Maserasi digunakan untuk penyarian simplisia yang mengandung zat aktif yang mudah larut dalam cairan penyari, tidak mengandung zat yang mudah mengembang dalam cairan penyari, tidak mengandung zat yang mudah menguap dan mengandung benzoin, stirak dan lain-lain (Depkes, 1986). Cairan penyari yang digunakan dapat berupa air, etanol, air etanol atau pelarut lain. Bila cairan penyari digunakan adalah air maka untuk mencegah timbulnya kapang, dapat ditambahkan bahan pengawet, yang diberikan pada awal penyarian (Depkes, 1986)

5

Keuntungan cara penyarian dengan maserasi adalah cara pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana dan mudah diusahakan. Kerugian cara maserasi adalah pengerjaannya lama dan penyariannya kurang sempurna (Depkes, 1986). Maserasi pada umumnya dilakukan dengan cara: 10 bagian simplisia dengan derajat halus yang cocok dimasukkan ke dalam bejana, kemudian dituangi dengan 75 bagian penyari, ditutup dan dibiarkan selama 5 hari terlindung dari cahaya, sambil berulang-ulang diaduk. Setelah 5 hari sari diserkai, ampas diperas. Ampas ditambah cairan penyari secukupnya diaduk dan diserkai, sehingga diperoleh seluruh sari sebanyak 100 bagian. Bejana ditutup, dibiarkan di tempat sejuk, terlindung dari cahaya selama 2 hari. Kemudian endapan dipisahkan. (Depkes, 1986) 2.1.3 a. Pelarut Sampel Air Air merupakan pelarut yang murah, mudah digunakan dan pemakaiannya luas. Pada suhu kamar, air adalah pelarut yang baik untuk berbagai zat, misalnya garam alkaloid, glikosida, sakarida, asam tumbuh-tumbuhan, zat warna dan garam-garam mineral. Air memiliki kekurangan sebagai pelarut karena air dapat menarik banyak zat, namun banyak zat tersebut yang merupakan media yang baik untuk pertumbuhan jamur dan bakteri, akibatnya simplisia mengembang sedemikian rupa sehingga mempersulit penarikan pada perkolasi ( Sudirman, 2008). b. Metanol Metanol hanya dapat melarutkan zat-zat tertentu, tidak sebanyak air dalam melarutkan berbagai jenis zat, oleh karena itu lebih baik digunakan sebagai cairan penarik untuk sediaan galenik yang mengandung zat berkhasiat tertentu. Umumnya metanol merupakan pelarut yang baik untuk alkaloid, glikosida, damar dan minyak atsiri, namun tidak untuk jenis gom, gula dan albumin. Selain sebagai cairan penyari, etanol juga berguna sebagai pengawet (Sudirman,2008).

6

2.1.4 a.

Uji Senyawa-senyawa Steroid Steroid merupakan messenger kimia atau juga dikenal sebagai hormon.

Steroid disintesis dalam kelenjar dan dihantarkan oleh aliran darah ke jaringan target untuk merangsang atau menghambat suatu proses. Steroid bersifat non polar, karenanya steroid merupakan suatu lipid. Karakter non polarnya memungkinkannya untuk melewati membran sel dalam mana steroid-steroid tersebut disintesis dan memasuki sel-sel targetnya. Secara struktural suatu steroid merupakan suatu lipid yang dicirikan dengan suatu kerangka karbon dengan 4 cincin yang melebur jadi satu. Semua steroid berasal dari jalur biosintesis asetil CoA. Ribuan steroid telah diidentifikasi dari tanaman, hewan, fungi dan kebanyakan dari steroid ini mempunyai aktivasi biologis yang menarik. Steroid mempunyai struktur cincin yang bersifat basa, tiga cincin sikloheksana yang bergabung bersama-sama dengan bagian fenantren, yang dihubungkan melalui sistem cincin siklopentana, yang dikenal sebagai siklopentafenantrena. Semua steroid paling sedikit mempunyai 17 karbon. Beberapa steroid mempunyai gugus metil pada posisi C-10 dan C-13. Metil-metil ini disebut dengan metil angular. Beberapa steroid mempunyai hidroksil alkoholik yang terikat pada sistem cincin dan dikenal sebagai sterol-sterol yang paling umum adalah kolesterol, yang terdapat pada kebanyakan jaringan hewan (Harborne, 1987). Berdasarkan fungsi fisiologisnya, steroid dapat dikelompokkan sebagai berikut : a) b) c) d) e) Steroid anabolik atau steroid andragonik Kortikosteroid (glukokortikoid dan mineralokortikoid) Steroid sex atau steroid gonad Fitosterol atau sterol tanaman Ergosterol Fungsi steroid yang paling penting dalam kebanyakan sistem makhluk hidup adalah sebagai hormon. Hormon steroid menghasilkan efek fisiologisnya dengan mengikatkannya pada protein reseptor hormon steroid. Pengikatan steroid pada reseptornya menyebabkan perubahan dalam transkripsi gen dan fungsi sel.

7

(Satyajit, 2009). b. Alkaloid Alkaloid, sekitar 5500 telah diketahui, merupakan golongan zat tumbuhan sekunder yang terbesar. Tidak ada satu pun istilah alkaloid mencakup senyawa bersifat basa yang mengandung atu atau lebih atom nitrogen, biasanya dalam gabungan, sebagai bagian dari sistem siklik. Alkaloid seringkali beracun bagi manusia dan banyak yang mempunyai kegiatan fisiologi yang menonjol; jadi digunakan secara luas dalam bidang pengobatan. Alkaloid biasanya tanwarna, seringkali bersifat optis aktif, kebanyakan berbentuk kristal tetapi hanya sedikit yang berupa cairan (misalnya nikotinamida) pada suhu kamar. Uji sederhana, tetapi yang sama sekali tidak sempurna, untuk alkaloid dalam daun atau buah segar adalah rasa pahitnya di lidah. Misalnya, alkaloid kuinina adalah zat yang dikenal paling pahit dan pada konsentrasi molar 1x10-3 memberikan rasa pahit yang berarti (Sastrohamidjojo, 1996). Kebanyakan alkaloid bersifat basa. Sifat tersebut tergantung pada adanya pasangan elektron pada nitrogen. Kebasaan alkaloid menyebabkan senyawa tersebut sangat mudah mengalami dekomposisi, terutama oleh panas dan sinar dengan adanya oksigen. Hasil dari reaksi ini sering berupa N-oksida. Dekomposisi alkaloid selama atau setelah isolasi dapat menimbulkan berbagai persoalan jika penyimpanan berlangsung dalam waktu yang lama. Pembentukan garam dengan senyawa organik (tartrat, sitrat) atau anorganik (asam hidroklorida atau sulfat) sering mencegah dekomposisi. Itulah sebabnya dalam perdagangan alkaloid lazim berada dalam bentuk garamnya (Sastrohamidjojo, 1996). c. Karotenoid Karotenoid, yaitu tetratrerpenoid C40, merupakan golongan pigmen yang larut-lipid dan tersebar luas, terdapat dalam semua jenis tumbuhan, mulai dari bakteria sederhana sampai ke Compositae yang berbunga kuning. Pada hewan, suatu karotenoid khusus, yaitu -karotena, merupakan makanan yang diperlukan karena ia merupakan sumber vitamin A, yaitu suatu isoprenoid alkohol C20.

8

Vitamin A ini diperoleh setelah -karotena tadi mengalami hidrasi dan molekulnya terpecah dua (Harborne, 1987). Walaupun sekarang terdapat lebih dari 300 karotenoid yang telah diketahui, yang terdapat umum dalam tumbuhan tinggi hanya sedikit. Masalah identifikasi seringkali sering dapat diselesaikan dengan merujuk ke senyawa yang umum tersebut. Karotenoid yang terkenal ialah hidrokarbon tak jenuh turunan likopena teroksigenasi, yang dikenal sebagai xantofil. Struktur kimia likopena berupa rantai panjang yang terdiri atas delapan satuan isoprena, merangkai dari kepala sampai ekor sehingga terbentuk sistem ikatan terkonjugasi lengkap. Rangkaian ini merupakan kromofornya yang menghasilkan warna. Pembentukan cincin likopena pada salah satu ujung menghasilkan -karotena, sedangkan bila cincin terjadi pada kedua ujungnya terbentuklah hidrokarbon bisiklik, yaitu karotena. Isomer -karotena (misalnya -karotena dan -karotena) hanya berbeda pada letak ikatan rangkapnya dalam satuan ujung siklik (Harborne, 1987). d. Saponin Saponin adalah glikosida triterpena dan sterol dan telah terdeteksi dalam lebih dari 90 suku tumbuhan. Saponin merupakan senyawa aktif permukaan dan bersifat seperti sabun, serta dapat dideteksi berdasarkan kemampuannya membentuk busa dan menghemolisis sel darah. Pencarian saponin dalam tumbuhan telah dirangsang oleh kebutuhan akan sumber sapogenin yang mudah diperoleh dan dapat diubah di laboratorium (misalnya kortison, estrogen kontraseptif, dan lain-lain). Senyawa yang telah digunakan termasuk hekogenin dari Agave, Diosgenin, serta Yamogenin dari jenis Dioscorea (Harborne, 1987). Dari segi ekonomi saponin penting juga karena kadang-kadang menimbulkan keracunan pada ternak (misalnya saponin alfalfa, Medicago sativa) atau karena rasanya yang manis(misalnya glisirizin dari akar manis, Glycyrrhiza glabra). Pada glikosida saponin kadang rumit, banyak saponin yang mempunyai satuan gula sampai lima dan komponen yang umum ialah asam glukoronat. (Harborne, 1987)

9

e.

Fenol Fenol adalah suatu senyawa aromatik, yang stuktur kimianya diturunkan

dari benzena jika satu atau lebih atom hidrogen yang terikat pada inti benzena diganti dengan satu atau lebih gugus hidroksil fenolik (Sumaijo, 2006). Kelompok terbesar dari senyawa fenolik adalah flavanoid, yang memberikan warna mencolok pada bunga dan buah-buahan. Secara biologis flavanoid memainkan peranan penting dalam penyerbukan pada tanaman oleh serangga. Sejumlah flavanoid juga mempunyai rasa pahit hingga dapat bersifat menolak sejenis ulat tertentu. (Sastrohamidjojo, 1966). f. Flavonoid Flavanoid terdiri atas stuktur dasar 2-fenil-benzo- piran atau inti flaran dimana dua ananbenzen dihubungkan oleh cincin piran yang mengandung oksigen. Flavanoid dibagi atas flavanol, flaran, flavon, dan isoflavon. Beberapa contoh yang terdapat dalam pangan adalah minesetin, quessetin, luteolin, apigenin, genistein, dan lensin (Silalahi, 2006). Flavanoid dapat memiliki sifat antioksidan. Senyawa ini berperan sebagai penagkap radikal bebas karena mengandung gugus hidroksil. Karena bersifat sebagai reduktor, flavanoid dapat bertindak sebagai donor hidrogen terhadap radikal bebas (Silalahi, 2006). Senyawa flavanoid seperti quessetin, morin, miresetin,kamplesol, asam tanat dan asam elagat merupakan antioksida kuat yang dapat melindungi makanan dari kerusakan oksidatif (Silalahi, 2006). Aktifitas antioksida flavanoid tidak hanya melalui strukturnya , tetapi juga keberadaannya dalam membran. Efek proteksi pada flavanoid penting juga untuk di aplikasikan pada penyakit-penyakit yang disebabkan radikal bebas (Dr. Hendry, 2007). Beberapa penelitian juga menyatakan bahwa flavanoid dapat menurunkan hiperlipidemia pada manusia. Pada kasus penyakit jantung, penghambatan oksidasi LDL oleh dapat mencegah pembentukan sel-sel busa dan kerusakan lipid (Made Astarwan, 2008).

10

Selama proses metabolasi berlangsung, dinding sel akan mengaktivasi oksigen. Dalam Hd ini fenilpropanoid berperan sebagai prekursor lignin yang berikatan dengan H2O2. Reaksi ini merupakan reaksi pertahanan sel terhadap serangan patogen (Alergen) (Dr. Henry, 2007). Aktivasi flavanoid sebagai senyawa antioksida sudah tak diragukan lagi. Flavanoid dapat menghentikan tahap awal reaksi dengan melepaskan satu atom hidrogen kemudian berikatan dengan satu radikal bebas. Selanjutnya mekanisma seperti itu, radikal peruksi dapat dihancurkan atau distabilkan oleh rensonasi dari gugus hidroksin yang membuat aktivasinya berkurang. Aktivitas flavanoid yang sedemikian terjadi menjadi kekuatan yang ampuh dari bahan yang mengandung antioksidan untuk menghalangi reaksi dari LDL (kolestrol jahat) yang menyebabkan darah bisa mengental. Selanjutnya dapat mencegah pengendapan lemak pada dinding pembuluh darah (Ide, 2008). g. Antrakuinon Antrakulinon merupakan kelompok quinon yang tersebar. Antrakuinon banyak digunakan sebagai zat warna, misal alizarin dan rubiatin tinctorum dan obat cuci perut (urgatovelin), misal emodin (Sastrohamidjojo, 1996). Emodin ditemukan dalam beberapa mitabolit yang dihasilkan oleh spesies penialinlium, namun juga ditemukan pada tumbuhan tingkat tinggi, misalnya ramnus dan spesies Rhumnex. Emodin muncul dan dibentuk dari endokrosin oleh reaksi dekarbokxilasi sederhana. Hal ini difasilitasi oleh fungsi fenol yang berdekatan. O-Metilasi emodin kemudian akan menyebabkan phsycion (Dewick, 2009). Senyawa antrakuinon berfungsi sebagai zat anti biotik, dan juga dapat merangsang pertumbuhan jaringan selbaru dari kulit (epitelisasi). Zat lignin yang ada dapat menembus dan meresap ke dalam kulit dan menahan hilangnya cairan dari dalam kulit. (Dr. Phaidon L, 2007) Antra kuinon juga dapat menyembuhkan penyakit infeksi, pilek dan demam. (S.Ilyas, 2011) h. Garam alkaloid Alkaloida tidak mempunyai tatanama sistematik, oleh karena itu suatu alkaloida dinyatakan dengan nama trival, misalnya kuinin, morfin, dan stiknin.

11

Hamper semua nama trival ini berakhiran in yang mencirikan alkaloida. Klasifikasi alkaloida dapat dilakukan berdasarkan beberapa cara yaitu: a) Berdasarkan jenis cincin heterosiklik nitrogen yang merupakan bagian dari struktur molekul. Berdasarkan hal tersebut, maka alkaloida dapat dibedakan atas beberapa jenis seperti alkaloida pirolidin, alkaloida piperidin, alkaloida isokuinolin, alkaloida kuinolin dan alkaloida indol. b) Berdasarkan jenis tumbuhan darimana alkaloida ditemukan, yakni alkaloida tembakau, alkaloida amaryllidaceae, dan sebagainya. c) Berdasarkan asal usul biogenetik, menunjukkan bahwa alkaloida berasal dari hanya beberapa asam amino tertentu saja. (Leny, 2006) Sistem klasifikasi yang paling banyak diterima adalah menurut Hegnaur, dimana alkaloida dikelompokkan atas: a) Alkaloida sesungguhnya Alakloida ini merupakan racun, senyawa tersebut menunjukkan aktivitas fisiologis yang luas, hamper tanpa terkecuali bersifat basa, umumnya mengandung nitrogen dalam cincin heterosiklik, diturunkan dari asam amino, biasanya terdapat dalam tanaman sebagai garam asam organik. Beberapa pengecualian terhadap aturan tersebut adalah kolkhisin dan asam aristolokhat yang bersifat bukan basa dan tidak memiliki cincin heterosiklik dan alkaloida quarterner yang bersifat agak asam daripada bersifat basa. b) Protoalkaloida Merupakan amin yang relatif sederhana dimana nitrogen asam amino tidak terdapat dalam cincin heterosiklik. Protoalkaloida diperoleh berdasarkan biosintesa dari asam amino yang bersifat basa. c) Pseudoalkaloid Pseudoalkaloida tidak diturunkan dari prekursor asam amino. Senyawa ini biasanya bersifat basa. Ada dua seri alkaloida yang penting dalam kelompok ini yaitu alkaloida steroidal dan purin (Leny, 2006)

12

Garam alkaloid berbeda sifatnya dengan alkaloid bebas. Alkaloida bebas biasanya tidak larut dalam air (bebrapa dari golongan pseudo dan protoalkaloida larut), tetapi mudah larut dalam pelarut organik agak polar (seperti benzene, eter, kloroform). Dalam bentuk garamnya, alkaloid mudah larut dalam pelarut organik polar (Widodo, 2007). Kebasaan alkaloid menyebabkan senyawa tersebut sangat mudah mengalami dekomposisi, terutama oleh panas dan sinar dengan adanya oksigen. Hasil dari reaksi ini sering berupa N-oksida. Dekomposisi alkaloid selama atau setelah isolasi dapat menimbulkan berbagai persoalan jika penyimpanan berlangsung dalam waktu yang lama. Pembentukan garam dengan senyawa organik (tartrat, sitrat) atau anorganik (asam hidrokolrida atau sulfat) sering mencegah dekomposisi. Itulah sebabnya dalam perdagangan alkaloid lazim dalam bentuk garamnya (Purnamayadi, 2011). i. Antosianin Antosianin merupakan pigmen yang memberikan warna merah keunguan pada sayuran, buah-buahan dan tanaman bunga. Antosianin merupakan senyawa flavonoid yang dapat melindungi sel dari sinar ultra violet. Kata antosianin berasal dari bahasa yunani, yaitu anthos yang berarti bunga dan ky-neos yaitu berarti ungu kemerah-merahan (Astawan, 2008). Antosianin terbagi atas tiga kelompok besar, yaitu : antosianidin, aglikon, dan glukosida. Hingga saat ini telah ditemukan lebih dari 550 jenis antosianidin. Sebagian besar antosianin ditemukan dalam bentuk glukosida, yaitu cyaniding, delphinidin, malvidin, pelargonidin, peonidin, dan petunidin. Pada tanaman, antosianin sering hadir bersamaan dengan pigmen alami lainnya seperti flavonoid, karotenoid, anthaxanthin, dan betasianin (Astawan, 2008). Antosianin biasanya ditemukan pada bagian epidermis dan sel mesofil. Periferal dari suatu bahan pangan. Antosianin paling sedikit ditemukan pada buah pisang, asparagus, kacang polong, buah pir, dan kentang. Sering dengan kemajuan ilmu pengetahuan di bidang pangan, antosianin diketahui juga dapat mengobati berbagai penyakit yang berbahaya seperti kanker, diabetes mellitus, dan serangan jantung(Astawan, 2008).

13

j.

Tanin Tanin terdapat luas dalam tumbuhan berpembuluh, dalam angiospermae

terdapat khusus dalam jaringan kayu. Menurut batasannya, tanin dapat bereaksi dengan protein membentuk kopolomer mantap yang tidak larut dalam air. Dalam industri, tanin adalah senyawa yang berasal dari tumbuhan, yang mampu mengubah kulit hewan yang mentah menjadi kulit yang siap pakai karena kemampuannya menyambungkan silang protein (Harborne, 1987). Secara kimia terdapat dua jenis utama tanin yang tersebar tidak merata dalam dunia tumbuhan. Tanin terkondensasi hampir terdapat semesta di alam paku-pakuan dan gimnospermae. Serta tersebar luas dalam angiosperme, terutama pada jenis tumbuhan berkayu. Sebaliknya tanin yang terhidrolisiskan penyebarannya terbatas pada tumbuhan berkeping dua (Harborne, 1987). k. Karbohidrat Karbohidrat atau gula menempati kedudukan inti pada metabolisme tumbuhan sehingga cara deteksi dan perkiraan kuantitatifnya sangat penting bagi ahli tumbuhan. Gula bukan saja merupakan senyawa organik rumit pertama yang terbentuk dalam tumbuhan sebagai hasil fotosintesis, tetapi mereka juga merupakan sumber utama energi pernafasan. Mereka adalah sarana penyimpanan energi (sebagai pati) dan pengangkut (sebagai sukrosa), serta pembangun dasar dinding sel (selulosa). Di samping itu, banyak golongan senyawa tumbuhan lain, misalnya asam nukleat dan glikosida tumbuhan, mengandung gula sebagai ciri penting strukturnya. Karbohidrat umumnya digunakan sebagai sumber energi. (Harborne, 1987). Gula dapat dipilah secara memuaskan menjadi tiga golongan berdasarkan ukuran molekulnya yaitu monosakarida sederhana (misalnya glukosa, fruktosa) dan turunannya. Oligosakarida yang terbentuk dengan kondensasi dua satuan monosakarida atau lebih (misalnya sukrosa), dan polisakarida yang terdiri atas satuan monosakarida berantai panjang (Harborne, 1987).

14

BAB III METODE KERJA 3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat a. b. c. d. e. f. g. h. i. j. k. Batang pengaduk Gelas kimia Mortir dan stemper Penangas air Pipet tetes Pipet volume Propipet Rak tabung Sendok tanduk Tabung reaksi Timbangan digital

3.1.2 Bahan a. b. c. d. e. f. g. h. i. Aluminium foil Amonia 25% Amonia pekat Aquades Asam asetat anhidrat2 % Asam klorida 2% FeCl3 H2SO4 pekat HCl Pekat

15

j. k. l. m. n. o. p. q. r. s. t.

HCl 2% HNO3 Pekat Kloroform Metanol NaCl Padatan NaOH 0,1 N Pereaksi dragendorff Pereaksi mayer Pita Mg Sampel daun sisik naga naftol

3.2

Prosedur Kerja

3.2.1. Perendaman sampel (Maserasi) a. Dirajang kecil sampel segar daun sisik naga dan di haluskan dalam lumpang. b. c. d. Dibagi sampel kedalam dua gelas kimia hingga gelas terpenuhi. Dimasukan air pada gelas pertama, dan metanol pada gelas kedua. Didiamkan larutan ekstrak selama 10-15 menit.

3.2.2. Uji steroid a. Dimasukkan 2 ml ekstrak sampel kedalam 2 tabung reaksi. b. Ditambahkan asam asetat anhidrat 2 % sebanyak 0,5 ml kedalam masingmasing tabung. c. d. e. Ditambahkan kloroform sebanyak 0,5 ml kedalam masing-masing tabung. Ditambahkan asam sulfat pekat 0,5 mL kedalam masing-masing tabung. Diamati perubahan warna menjadi cincin merah coklat atau ungu , atau bagian atas hijau atau ungu. 3.2.3. Uji alkaloid a. Dimasukkan 2 ml ekstrak sampel dari pelarut air, maupun metanol kedalam dua tabung reaksi. dari pelarut air maupun metanol

16

b.

Ditambahkan 1,5 mL asam klorida 2% dalam masing-masing tabung, dibagi kedalam dua tabung.

c.

Ditambahkan 3 tetes pereaksi mayer kedalam tabung 1 hingga membentuk endapan putih.

d.

Ditambahkan 3 tetes pereaksi dragendorff kedalam tabung 2 hingga terbentuk endapan jingga coklat.

3.2.4. Uji karotenoid a. Dimasukkan 1 ml ekstrak sampel dari pelarut air, maupun metanol kedalam dua tabung reaksi. b. c. Ditambahkan 3 ml asam sulfat pekat edalam masing-masing tabung. Diamati perubahan warna hingga membentuk larutan berwarna biru atau hijau kebiruan. 3.2.5. Uji Saponin a. Dimasukkan 2 ml ekstrak sampel dari pelarut air maupun metanol kedalam dua tabung reaksi. b. c. Ditambahan 1 ml air kedalam masing-masing tabung. Dikocok kedua tabung dan didiamkan selama 10-15 menit, diamati ada atau tidaknya buih. d. e. Ditambahkan 0,5 ml asam klorida 2 % kedalam masing-masing tabung. Diamati buih yang tetap terjadi.

3.2.6. Uji Flavanoid a. b. c. d. Diambil sampel sebanyak 2 ml kedalam tabung reaksi. Dipanaskan dalam penangas air. Ditambahkan5 potong pita Mg kedalam tabung reaksi. Ditambahkan asam klorida pekat sebanyak 4 5 tetes kedalam tabung reaksi. e. Diamati, jika positif akan berbentuk warna merah atau jingga.

3.2.7. Uji Antrakuinon a. b. c. Diambil sampel sebanyak 1 ml kedalam tabung reaksi. Ditambahkan amonia 25% sebanyak 1 ml Diamati, jika positif akan terbentuk warna merah.

3.2.8. Uji Fenol-fenol

17

a. b. c.

Diambil sampel sebanyak 1 ml kedalam tabung reaksi. Ditambahkan FeCl3 sebanyak 1 ml. Diamati, jika positif akan terbentuk warna hitam.

3.2.9. Uji Fenil Propanoid a. b. c. d. e. f. Diambil sampel sebanyak 2 ml kedalam tabung reaksi. Dipanaskan dalam penangas air. Dibagi menjadi dua, tabung I sebagai pembanding dan tabung II sebagi uji. Ditambahkan amonia pekat sebanyak 0,5 ml kedalam tabung II. Diletakkan pada sinar UV 254 nm dan 366 nm. Diamati, jika positif akan terbentuk fluoresensi warna hijau pada UV 254 nm dan warna biru pada UV 366 nm. 3.2.10. Pengujian Garam Alkaloid a. b. Diambil masing-masing 2 mL ekstrak daun sisik naga metanol dan air Ditambahkan 1,5 mL asam klorida pekat pada ekstrak kemudian dibagi menjadi 2 tabung. Tabung I untuk pengujian garam dan tabung II untuk uji basa kuarterner 1) a) b) c) Pengujian garam alkaloid Ditambahkan 1 mL amonia pekat setelah itu dipanaskan Ditambahkan 1 mL HCL 2% pada ekstrak Dibagi menjadi 3 tabung. Tabung I sebagai pembanding, tabung II ditambahkan 4-5 tetes pereaksi dragendorff dan tabung III ditambahkan 45 tetes pereaksi mayer d) Diamati yang terjadi, uji positif pada ekstrak jika ditambahkan pereaksi dragendorff terbentuk endapan jingga kecoklatan sedangkan jika ditambahkan pereaksi mayer terbentuk endapan putih. 2) a) b) c) Pengujian basa kuarterner Ditambahkan 0,5 gram padatan NaCl pada ekstrak kemudian diaduk Ditambahkan 3 mL HCl 2 % dan dibagi menjadi 2 tabung Ditambahkan tabung I dengan pereaksi dragendorff sedangkan

ditambahkan pereaksi mayer pada tabung II d) Ditambahkan 1 mL HNO3 pekat pada masing-masing tabung reaksi

18

e)

Ditambahkan kloroform hingga terbentuk dua lapisan, lapisan air sebagai identifikasi basa kuarterner dan lapisan kloroform sebagai identifikasi garam alkaloid

f) g)

Dipindahkan lapisan alkalis air denga cara dipipet ke 2 tabung reaksi Ditambahkan tabung I dengan pereaksi dragendorff sedangkan

ditambahkan pereaksi mayer pada tabung II h) Diamati yang terjadi, teerbentuk endapan jingga kecoklatan pada tabung I dan endapan putih pada tabung II apabila positif 3.2.11. Pengujian Tanin a. b. c. Diambil 1 mL ekstrak daun sisik naga Ditambahkan 1 mL FeCl3 pada masing-masing ekstrak Diamati perubahannya, positif apabila perubahan warna menjadi biru kehitaman 3.2.12. Pengujian Antosianin a. b. c. Diambil 1 mL ekstrak daun sisik naga untuk 2 tabung reaksi Ditambahkan NaOH 0,1 N untuk tabung I dan HCl untuk tabung II Diamati perubahannya, positif apabila warna biru atau hijau pada tabung I dan warna merah pada tabung II 3.2.13. Pengujian karbohidrat a. b. c. d. Diambil 1 mL ekstrak daun sisik naga Ditambahkan 1 mL naftol pada ekstrak Ditambahkan 4-5 tetes H2SO4 pekat pada ekstrak Diamati perubahannya, positif apabila terbentuk cincin merah.

19

BAB IV HASIL PENGAMATAN 4.1 Hasil pengamatan

4.1.1 Tabel pengamatan a. Uji Steroid Pelarut Perlakuan Air Metanol Keterangan Larutan + Asam asetat anhidrat + hijau muda kusam Larutan + Kloroform + hijau kusam Larutan + Asam sulfat pekat + merah kecoklatan b. Uji Alkaloid Pelarut Perlakuan Air Metanol Keterangan Larutan + Asam klorida 2% hijau muda kusam Tabung I + 3 tetes dragendorff Larutan orange Sampel tidak mengandung senyawa Hasil Sampel positif mengandung senyawa steroid Hasil

-

-

20

Larutan Tabung II + 3 tetes mayer putih kusam c. Uji Karotenoid Pelarut Perlakuan Air Metanol Keterangan

alkaloid

Hasil Sampel tidak mengandung senyawa karotenoid

Ekstrak sampel + 3 tetes Asam sulfat pekat

Larutan jingga kecoklatan

d.

Uji Saponin Pelarut Air Ekstrak sampel + air, Metanol Larutan hijau muda keruh Larutan + Asam klorida 2% putih kekuningan Sampel tidak mengandung senyawa saponin Keterangan Hasil

Perlakuan

dikocok, didiamkan 10-15 menit

e.

Uji Flavonoid Pelarut Perlakuan Metanol Air Metanol Larutan + + hijau keruh Air Larutan hijau jernih Sampel Keterangan Hasil

Ekstrak sampel dipanaskan

21

Larutan + pita Mg + + hijau keruh Larutan + HCl + + kuning kehijauan f. Uji Antrakuinon Pelarut Perlakuan Metanol Air Metanol

Larutan positif hijau jernih Larutan hijau berbuih mengandung senyawa flavonoid

Keterangan Hasil Air Sampel Hijau Jernih Hijau Keruh Negatif mengandung senyawa Antrakuinon

+ Amonia

-

-

g.

Uji Fenol Pelarut Perlakuan Metanol Air Metanol Air Sampel Kuning Kecoklatan Kuning Kecoklatan Negatif mengandung senyawa Fenol Keterangan Hasil

+ FeCl3

-

-

h.

Uji Fenil Propanoid Pelarut Perlakuan Metanol Air Metanol Air Sampel Keterangan Hasil

Dipanaskan

dibagi

-

22

dua : Hijau Jernih Hijau Keruh

negatif mengandung senyawa fenil

Tabung 1 : Kontrol Tabung 2 : Amonia + UV 256 + UV 366

Hijau Jernih Hijau Jernih Hijau Jernih

Hijau Keruh Hijau Keruh Hijau Keruh

propanaoid

i. 1).

Uji Garam Alkaloid Uji Garam Alkaloid Pelarut Perlakuan Metanol Air Keterangan Metanol Air Hasil

(+) HCl Pekat (+) Amonia dan dipanaskan

Hijau Bening Hijau Tua

Hijau Keruh Larutan Bening Sampel negatif

(+) HCl 3 % Dibagi menjadi 3 Kontrol (+) Reagen Draggendoff (+) Reagen Mayer

-

mengandung garam Hijau Tua Hijau Tua Larutan Jingga Larutan Jingga alkaloid

kehijauan kehijauan Hijau Tua Larutan Bening

23

2).

Uji Basa Kuarterner Pelarut Perlakuan Metanol Air Metanol Hijau Kuning Larutan Hijau Muda, (+) HCl Pekat (+) NaCl (+)HCl Pekat menjadi 2 Air Hijau keruh Larutan kuning keruh, Keterangan Hasil

NaCl tidak NaCl tidak larut. Larutan Hijau larut. Larutan kuning keruh Sampel positif mengandung Larutan Larutan orange, tidak terbentuk lapisan Larutan hijau kuning, tidak terbentuk lapisan kuning basa kuartener

Tab 1 (+) Dragendorff , (+) HNO3 (+) Kloroform. Lapisan Air (+) Dragendroff (+) Mayer, (+) HNO3 , (+) Kloroform, Lapisan Air (+) Mayer +

Muda Bening

kehijauan pada pelarut Larutan kuning cerah, erbentuk lapisan alkalis, endapan jingga coklat air

24

kloroform dan air Larutan Hijau Kuning tidak terbentuk lapisan kloroform dan air j. Uji Tanin Pelarut Perlakuan Air Metanol Air

Larutan kuning bening, terbentuk lapisan alkalis Larutan kuning keruh

Keterangan Hasil Metanol

(+) 3 gtt FeCl3

+

+

Biru

Biru

Positif mengandung Tanin

Kehitaman Kehitaman

k.

Uji Karbohidrat Pelarut Perlakuan Air Metanol Air Metanol Keterangan Hasil

(+) naftol (+) % tetes H2SO4 -

Larutan Putih Keruh

Larutan Hijau Bening

Sampel negatif mengandung karbohidrat

25