hubungan kebisingan dengan gangguan pendengaran …

114
HUBUNGAN KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN PADA TENAGA KERJA DI BAGIAN PRODUKSI PABRIK KELAPA SAWIT PT. SALIM IVOMAS PRATAMA Tbk, PERKEBUNAN SUNGAI DUA KABUPATEN ROKAN HILIR RIAU TAHUN 2017 SKRIPSI OLEH: RUTH DAMERIA MARPAUNG NIM. 131000279 FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2018 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Upload: others

Post on 03-Oct-2021

15 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: HUBUNGAN KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN …

HUBUNGAN KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN

PADA TENAGA KERJA DI BAGIAN PRODUKSI PABRIK KELAPA

SAWIT PT. SALIM IVOMAS PRATAMA Tbk, PERKEBUNAN

SUNGAI DUA KABUPATEN ROKAN HILIR RIAU

TAHUN 2017

SKRIPSI

OLEH:

RUTH DAMERIA MARPAUNG

NIM. 131000279

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2018

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 2: HUBUNGAN KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN …

ix

HUBUNGAN KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN

PADA TENAGA KERJA DI BAGIAN PRODUKSI PABRIK KELAPA

SAWIT PT. SALIM IVOMAS PRATAMA Tbk, PERKEBUNAN

SUNGAI DUA KABUPATEN ROKAN HILIR RIAU

TAHUN 2017

Skripsi ini diajukan sebagai

Salah satu syarat memperoleh gelar

Sarjana Kesehatan Masyarakat

OLEH:

RUTH DAMERIA MARPAUNG

NIM. 131000279

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2018

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 3: HUBUNGAN KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN …

i

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Dengan ini saya mengatakan bahwa skripsi yang berjudul “HUBUNGAN

KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN PADA TENAGA

KERJA DI BAGIAN PRODUKSI PABRIK KELAPA SAWIT PT. SALIM

IVOMAS PRATAMA Tbk, PERKEBUNAN SUNGAI DUA KABUPATEN

ROKAN HILIR RIAU TAHUN 2017” ini beserta seluruh isinya adalah benar

hasil karya saya sendiri, dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan

dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam

masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung resiko atau

sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya

pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau klaim dari pihak

lain terhadap keaslian karya saya ini.

Medan, Januari 2018

Yang Membuat Pernyataan

Ruth Dameria Marpaung

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 4: HUBUNGAN KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN …

ii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 5: HUBUNGAN KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN …

iii

ABSTRAK

Kebisingan di tempat kerja dapat mengurangi ketenangan kerja, juga

mengakibatkan penurunan daya dengar dan akhirnya dapat mengakibatkan

ketulian menetap kepada tenaga kerja yang terpapar kebisingan. Tujuan penelitian

ini adalah untuk mengetahui hubungan kebisingan dengan gangguan pendengaran

pada tenaga kerja bagian produksi di PT. Salim Ivomas Pratama Tbk.

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian survei analitik dengan desain

penelitian cross sectional, penelitian dilakukan di PT. Salim Ivomas Pratama Tbk

mulai Februari 2017 sampai dengan selesai. Populasi penelitian yaitu pekerja

bagian produksi di 4 stasiun berbeda sebanyak 22 orang. Teknik pengambilan

sampel dalam penelitian ini adalah total sampling dan diperoleh jumlah sampel

sebanyak 22 orang.

Hasil pengukuran intensitas kebisingan pada 4 stasiun diperoleh dari

perusahaan. Stasiun kamar mesin dan kernel memiliki intensitas kebisingan diatas

Nilai Ambang Batas (85 dB) sedangkan stasiun press dan klarifikasi tingkat

kebisingannya masih dibawah Nilai Ambang Batas (85 dB). Untuk pemeriksaan

gangguan pendengaran menggunakan audiometer oscilla SM 950, untuk telinga

kanan dari 22 orang diperoleh 11 orang mempunyai pendengaran normal dan 11

orang mengalami tuli ringan, untuk telinga kiri dari 22 orang diperoleh 12 orang

mempunyai pendengaran normal, 9 orang mengalami tuli ringan dan 1 orang

mengalami tuli berat. Hasil uji Korelasi Spearman menunjukkan bahwa ada

hubungan kebisingan dengan gangguan pendengaran pada tenaga kerja

ditunjukkan dengan p = 0,000 untuk telinga kanan dan p = 0,001 untuk telinga

kiri.

Kepada perusahaan disarankan untuk mengadakan penyuluhan dan

sosialisasi kepada pekerja akan pentingnya pemakaian alat pelindung telinga saat

bekerja di lingkungan kerja yang bising.

Kata kunci : Kebisingan, Gangguan Pendengaran

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 6: HUBUNGAN KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN …

iv

ABSTRACT

Noise at work can reduce working calm, also resulting in decreased

hearing power and may eventually lead to persistent deafness to exposed

workforce. The purpose of this study is to determine the relationship of noise with

hearing loss in the labor of production at PT. Salim Ivomas Pratama Tbk.

This research uses analytic survey type research with cross sectional

research design, research done in PT. Salim Ivomas Pratama Tbk from February

2017 to completion. The research population is production workers in 4 different

stations as many as 22 people. Sampling technique in this study is the total

sampling and obtained the number of samples of 22 people.

The result of noise intensity measurement at 4 stations was obtained from

the company. The engine room and kernel stations have a noise intensity above

the Threshold Threshold (85 dB) while the noise and clarification stations are

below the Threshold Limit Value (85 dB). For hearing loss examination using

audiometer oscilla SM 950, for the right ear of 22 people obtained 11 people had

normal hearing and 11 people had light deafness, for the left ear of 22 people

obtained 12 people had normal hearing, 9 people had light deafness and 1 person

experiencing severe deafness. Spearman Correlation test results show that there

is a noise relationship with hearing loss in labor shown with p = 0.000 for the

right ear and p = 0.001 for the left ear.

To the company it is advisable to conduct counseling and socialization to

the workers about the importance of using ear protective equipment while

working in noisy working environment.

Keywords: Noise, Hearing Loss

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 7: HUBUNGAN KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN …

v

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat

yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Hubungan Intensitas Kebisingan Dengan Gangguan Pendengaran Pada

Tenaga Kerja Di Bagian Produksi Pabrik Kelapa Sawit PT. Salim Ivomas

Pratama Tbk, Perkebunan Sungai Dua Kabupaten Rokan Hilir Riau Tahun

2017”.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam

menyelesaikan pendidikan pada program studi strata 1 di Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis banyak menerima bimbingan

dan dukungan dari berbagai pihak, maka penulis mengucapkan terimakasih

kepada :

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H, M.Hum selaku Rektor Universitas Sumatera

Utara.

2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si selaku Dekan Fakultas Kesehatan

Masyarakat, Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. Ir. Gerry Silaban, M.Kes selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak

memberikan bimbingan dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan

skripsi ini.

4. Ir. Kalsum, M.Kes selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak

memberikan bimbingan dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan

skripsi ini.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 8: HUBUNGAN KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN …

vi

5. dr. Makmur Sinaga, MS selaku Dosen Penguji I Skripsi yang telah banyak

memberikan masukan dan saran dalam penyempurnaan skripsi ini.

6. Arfah Mardiana Lubis, M. Psi. selaku Dosen Penguji II Skripsi yang telah

banyak memberikan masukan dan saran dalam penyempurnaan skripsi ini.

7. Prof. Dr. Ir. Albiner Siagian., M.Si selaku Dosen Pembimbing Akademik,

yang telah banyak memberikan bimbingan dan motivasi selama studi di FKM

USU.

8. Seluruh Dosen FKM USU dan Staf FKM USU yang telah memberikan ilmu,

bimbingan serta dukungan moral kepada penulis selama mengikuti

perkuliahan di FKM USU.

9. Bapak Rozikin selaku Manager PKS Sungai Dua Factory dan Bapak Ramses

Simanjuntak selaku Askep PKS Sungai Dua Factory yang telah banyak

memberikan bimbingan dan mengarahkan penulis selama penelitian untuk

menyelesaikan skripsi ini.

10. Seluruh Staff dan Karyawan PKS Sungai Dua Factory yang telah banyak

memberikan bimbingan dan mengarahkan penulis selama penelitian untuk

menyelesaikan skripsi ini.

11. Sahabat-sahabat yang saya kasihi, terkhusus Lusiyanti Simamora, Melfa

Harefa, Lastiar Marpaung, Sara Tamba, Hillary Siagian, Sri Sianturi, Swanry

Nainggolan, Rona Mauli Simamora Am. Keb dan Bang Toni Simamora.

12. Teman-teman peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja dan teman-teman

stambuk 2013 Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 9: HUBUNGAN KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN …

vii

Teristimewa kepada orangtua terkasih, Saidi Marpaung (Bapak) dan

Rusmaidah Sitohang (Mama), abang saya Andrew Carniage Marpaung, S.H dan

adik saya Veronika Marpaung, terima kasih banyak untuk semua kasih sayang,

cinta, doa, perhatian dan semangat yang tak terbatas yang telah diberikan kepada

penulis. Terima kasih untuk selalu mendukung penulis.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada semua pihak

yang terlibat dalam penyelesaian skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat

bagi para pembaca.

Medan, Januari 2018

Penulis,

Ruth Dameria Marpaung

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 10: HUBUNGAN KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN …

viii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ................................. i

HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... ii

ABSTRAK ................................................................................................. iii

ABSTRACT ................................................................................................. iv

KATA PENGANTAR ................................................................................ v

DAFTAR ISI .............................................................................................. viii

DAFTAR TABEL ...................................................................................... xi

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP .................................................................... xiii

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1

1.1. Latar Belakang................................................................................... 1

1.2. Rumusan Masalah .............................................................................. 7

1.3. Tujuan Penelitian ............................................................................... 7

1.4. Manfaat Penelitian ............................................................................. 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................... 9

2.1. Bunyi ................................................................................................. 9

2.1.1. Definisi Bunyi .......................................................................... 9

2.2. Kebisingan ......................................................................................... 9

2.2.1. Definisi Kebisingan .................................................................. 9

2.2.2. Jenis Kebisingan ...................................................................... 11

2.2.3. Sumber Kebisingan .................................................................. 12

2.2.4. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kebisingan ........................ 14

2.2.5. Nilai Ambang Batas Kebisingan ............................................... 14

2.2.6. Mekanisme Pendengaran .......................................................... 16

2.2.7. Pengukuran Kebisingan ............................................................ 18

2.2.8. Pengendalian Kebisingan ......................................................... 21

2.3. Gangguan Pendengaran...................................................................... 25

2.3.1. Definisi Gangguan Pendengaran............................................... 25

2.3.2. Klasifikasi Gangguan Pendengaran .......................................... 26

2.3.3. Faktor-faktor Penyebab Gangguan Pendengaran....................... 28

2.3.4. Diagnosis Gangguan Pendengaran Akibat Bising ..................... 31

2.4. Dampak Kebisingan Terhadap Manusia ............................................. 32

2.5. Tes Pendengaran ................................................................................ 36

2.6. Kerangka Konsep .............................................................................. 39

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 11: HUBUNGAN KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN …

ix

BAB III METODE PENELITIAN ........................................................... 41

3.1. Jenis Penelitian .................................................................................. 41

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian .............................................................. 41

3.3. Populasi dan Sampel .......................................................................... 41

3.4. Metode Pengumpulan Data ................................................................ 42

3.5. Variabel dan Defenisi Operasional ..................................................... 43

3.6. Metode Pengukuran ........................................................................... 43

3.7. Metode Analisa Data ......................................................................... 46

BAB IV HASIL PENELITIAN ................................................................ 48

4.1. Gambaran Umum Perusahaan ............................................................ 48

4.1.1. Sejarah Ringkas Perusahaan ..................................................... 48

4.1.2. Lokasi PKS PT. Salim Ivomas Pratama Tbk ............................. 48

4.1.3. Data Geografi ........................................................................... 48

4.1.4. Jumlah Karyawan ..................................................................... 48

4.1.5. Jam Kerja ................................................................................. 49

4.1.6. Sistem Pengupahan .................................................................. 50

4.1.7. Proses Produksi ........................................................................ 50

4.2. Karakteristik Responden Pabrik Kelapa Sawit ................................... 58

4.2.1. Umur Sampel ........................................................................... 58

4.2.2. Masa Kerja Sampel .................................................................. 58

4.2.3. Stasiun Kerja Sampel ............................................................... 59

4.2.4. Intensitas Kebisingan ............................................................... 59

4.2.5. Gangguan Pendengaran ............................................................ 60

4.3. Tabulasi Silang antara Umur dan Masa Kerja Dengan Gangguan

pendengaran....................................................................................... 61

4.4. Tabulasi Silang antara Stasiun Tempat Kerja Dengan Gangguan

Pendengaran ...................................................................................... 62

4.5. Tabulasi Silang antara Intensitas Kebisingan Dengan Gangguan

Pendengaran ...................................................................................... 63

4.6. Hubungan Kebisingan dengan Gangguan Pendengaran ...................... 64

BAB V PEMBAHASAN ........................................................................... 66

5.1. Karakteristik Responden Pabrik Kelapa Sawit ................................... 66

5.1.1. Umur Sampel ............................................................................ 66

5.1.2. Masa Kerja Sampel ................................................................... 67

5.1.3. Stasiun Kerja ............................................................................ 68

5.1.4. Gangguan Pendengaran ............................................................ 70

5.2. Hubungan Kebisingan dengan Gangguan Pendengaran ...................... 72

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 12: HUBUNGAN KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN …

x

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN.................................................... 75

6.1. Kesimpulan........................................................................................ 75

6.2. Saran ................................................................................................. 76

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 77

LAMPIRAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 13: HUBUNGAN KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN …

xi

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Intensitas dan Waktu Paparan Bising yang Diperkenankan ..... 16

Tabel 3.1 Aspek Pengukuran Variabel Penelitian .................................... 46

Tabel 4.1 Jumlah Tenaga Kerja PKS PT. Salim Ivomas Pratama Tbk,

Sungai Dua .............................................................................. 49

Tabel 4.2 Jam Kerja Karyawan Bagian Kantor PKS PT. Salim Ivomas

Pratama Tbk, Sungai Dua ........................................................ 49

Tabel 4.3 Distribusi Sampel Menurut Umur Tenaga Kerja Bagian

Produksi PKS PT. Salim Ivomas Pratama Tbk, Sungai Dua

Tahun 2017 .............................................................................. 58

Tabel 4.4 Distribusi Sampel Menurut Masa Kerja Tenaga Kerja Bagian

Produksi PKS PT. Salim Ivomas Pratama Tbk, Sungai Dua

Tahun 2017 .............................................................................. 58

Tabel 4.5 Jumlah Sampel Berdasarkan Stasiun Kerja PKS PT. Salim

Ivomas Pratama Tbk, Sungai Dua Tahun 2017 ......................... 59

Tabel 4.6 Intensitas Kebisingan Pada Stasiun Kerja Sampel Tenaga

Kerja Bagian Produksi PKS PT. Salim Ivomas Pratama Tbk,

Sungai Dua Tahun 2017 ........................................................... 59

Tabel 4.7 Distribusi Sampel Berdasarkan Klasifikasi Tingkat Gangguan

Pendengaran Tenaga Kerja Bagian Produksi PKS PT. Salim

Ivomas Pratama Tbk, Sungai Dua Tahun 2017 ......................... 60

Tabel 4.8 Tabulasi Silang antara Umur dan Masa Kerja dengan

Gangguan Pendengaran............................................................ 61

Tabel 4.9 Tabulasi Silang antara Stasiun Kerja dengan Gangguan

Pendengaran ............................................................................ 62

Tabel 4.10 Tabulasi Silang antara Intensitas Kebisingan dengan

Gangguan Pendengaran............................................................ 63

Tabel 4.11 Hubungan Kebisingan dengan Gangguan Pendengaran

Tenaga Kerja Bagian Produksi PKS PT. Salim Ivomas

Pratama Tbk, Sungai Dua Tahun 2017 ..................................... 64

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 14: HUBUNGAN KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN …

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Master Data .......................................................................... 80

Lampiran 2. Output SPSS ......................................................................... 83

Lampiran 3. Dokumentasi ........................................................................ 91

Lampiran 4. Surat Izin Penelitian dari Fakultas Kesehatan Masyarakat..... 97

Lampiran 5. Surat Izin Telah Melakukan Penelitian dari PKS PT. Salim

Ivomas Pratama Tbk, Sungai Dua......................................... 98

Lampiran 6. Surat Peminjaman Alat Audiometer ...................................... 99

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 15: HUBUNGAN KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN …

xiii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Ruth Dameria Marpaung, lahir pada 9 Januari 1996 di

Balam. Berasal dari Kelurahan Balai Jaya Kecamatan Balai Jaya Balam Km 37.

Penulis merupakan anak dari pasangan Saidi Marpaung dan Rusmaidah Sitohang.

Penulis bersuku Batak Toba dan beragama Kristen Protestan.

Jenjang pendidikan formal pada penulis di mulai dari TK Yosef Arnoldi

Bagan Batu (2000-2001), SD Swasta Yosef Arnoldi Bagan Batu (2001-2007),

SMP Swasta Yosef Arnoldi Bagan Batu (2007-2010), SMA ST. Thomas 2 Medan

(2010-2013) dan penulis menempuh pendidikan tinggi pada Program Studi Ilmu

Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera

Utara (2013-2017).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 16: HUBUNGAN KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN …

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tujuan kesehatan kerja adalah berusaha meningkatkan daya guna dan hasil

guna tenaga kerja dengan mengusahakan pekerjaan dan lingkungan kerja yang

lebih serasi dan manusiawi. Pelaksanaannya diterapkan melalui Undang-undang

RI No. 1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja. Undang-undang keselamatan

kerja lebih bersifat pencegahan (preventif), maka sangat diperlukan usaha-usaha

pengendalian lingkungan kerja, supaya semua faktor-faktor lingkungan kerja yang

mungkin membahayakan atau dapat menimbulkan gangguan kesehatan tenaga

kerja dapat dihilangkan (Anggraeni, 2006).

Dalam dunia usaha dan dunia kerja, kesehatan kerja berkontribusi dalam

mencegah kerugian dengan cara mempertahankan, meningkatkan derajat

kesehatan dan kapasitas kerja fisik pekerja, serta melindungi pekerja dari efek

buruk pajanan hazard ditempat kerja (yaitu hazard yang bersumber dari

lingkungan kerja, kondisi ergonomi pekerjaan, pengorganisasian pekerjaan dan

budaya kerja), selain itu juga berkontribusi dalam membentuk perilaku hidup

sehat dan perilaku kerja yang kondusif bagi keselamatan dan kesehatannya.

Peningkatan industrialisasi tidak terlepas dari peningkatan teknologi

moderen. Di saat kita menerima peningkatan dan perubahan dari pada teknologi,

maka kita pun akan juga harus menerima efek samping dari teknologi tersebut.

Namun masih banyak perusahaan/industri yang lebih berorientasi pada kegiatan

produksinya dibandingkan pengelola sumber daya manusia. Menganggap bahwa

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 17: HUBUNGAN KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN …

2

teknologi yang sebenarnya menjadi kebutuhan utama bukan keselamatan kerja.

Industri tidak menyadari dampak teknologi yang mereka adopsi tidak bisa

menjamin keselamatan para tenaga kerja. Antara lain pemakaian mesin-mesin

otomatis menimbulkan suara atau bunyi yang cukup besar, dapat memberikan

dampak terhadap gangguan komunikasi, konsentrasi dan kepuasan kerja bahkan

sampai pada cacat (Anizar, 2009).

Salah satu faktor lingkungan kerja yang dapat menimbulkan penyakit akibat

kerja adalah kebisingan. Kebisingan di tempat kerja dapat mengurangi

kenyamanan, dan ketenangan kerja, mengganggu indera pendengaran,

mengakibatkan penurunan daya dengar dan bahkan pada akhirnya dapat

mengakibatkan ketulian menetap kepada tenaga kerja yang terpapar kebisingan.

Gangguan pendengaran akibat bising (Noise Induced Hearing Loss/NIHL)

adalah penurunan pendengaran tipe sensorineural, yang pada awalnya tidak

disadari karena belum mengganggu percakapan sehari-hari. Sifat gangguannya

adalah tuli sensorineural tipe koklea dan umumnya terjadi pada ke dua telinga.

Faktor risiko yang berpengaruh pada derajat parahnya ketulian ialah intensitas

bising, frekuensi, lama pajanan perhari, lama masa kerja, kepekaan individu, umur

dan faktor lain yang dapat berpengaruh.

Salah satu faktor risiko yang berpengaruh pada derajat parahnya ketulian

ialah intensitas bising (Manoppo, dkk. 2013). Semakin tinggi intensitas bising dan

semakin lama pekerja terpajan bising, maka risiko pekerja untuk mengalami

gangguan pendengaran akan semakin tinggi pula (European Agency for Safety

and Health at Work, 2008).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 18: HUBUNGAN KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN …

3

Di Indonesia intensitas kebisingan yang disepakati sebagai pedoman bagi

perlindungan alat pendengaran agar tidak kehilangan daya dengar untuk

pemaparan 8 (delapan) jam sehari dan 5 (lima) hari kerja atau 40 jam kerja

seminggu adalah 85 dB (A) (Suma’mur, 2013).

Kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan

dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan

dan kenyamanan lingkungan (PER.48/MENLH/11/1996), atau semua suara yang

tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses produksi atau dari alat-alat

kerja pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran

(PER.13/MEN/X/2011). Risiko yang timbul akibat kebisingan dengan tingkat

tekanan bunyi diatas nilai ambang batas pendengaran adalah dapat merusak

pendengaran atau gangguan pendengaran.

Di negara-negara industri, bising merupakan masalah utama kesehatan.

World Health Organisation (WHO, 2007), menyatakan bahwa prevalensi ketulian

di Indonesia mencapai 4,2%. Negara-negara di dunia telah menetapkan bahwa

Noise Induced Hearing Loss (NIHL) merupakan penyakit akibat kerja yang

terbesar diderita. Sebesar 16% dari ketulian yang diderita oleh orang dewasa

disebabkan oleh kebisingan di tempat kerja, sehingga NIHL dapat dijadikan

masalah yang perlu ditangani dan mendapatkan perhatian khusus (Permaningtyas,

dkk. 2011).

Di Amerika Serikat sekitar 10 juta orang dewasa dan 5,2 juta anak-anak

sudah menderita gangguan pendengaran akibat bising dan 30 juta lebih lainnya

dapat terkena dampak bising yang berbahaya setiap harinya. Survei terakhir dari

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 19: HUBUNGAN KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN …

4

Multi Center Study (MCS) juga menyebutkan bahwa Indonesia merupakan salah

satu dari empat negara di Asia Tenggara dengan prevalensi gangguan

pendengaran cukup tinggi, yakni 4,6% sementara tiga negara lainnya yakni Sri

Lanka (8,8%), Myanmar (8,4%), dan India (6,3%). Menurut studi tersebut

prevalensi 4,6% sudah bisa menjadi referensi bahwa gangguan pendengaran

memiliki andil besar dalam menimbulkan masalah sosial di tengah masyarakat

(Tjan, dkk. 2013).

Hasil penelitian Utami (2010) menunjukkan hanya 15 responden yang

berada diatas ambang bising menyatakan mengalami ketulian, sebanyak 27

responden menyatakan tidak mengalami ketulian. hanya 12 responden yang

berada diatas ambang bising menyatakan mengalami tinitus, sedangkan sebanyak

30 responden menyatakan tidak mengalami tinitus. Dan 18 responden yang berada

diatas ambang bising menyatakan mengalami vertigo, sebanyak 24 responden

menyatakan tidak mengalami vertigo. Hasil analisis yang lain menunjukkan

adanya hubungan yang signifikan antara tingkat kebisingan dengan terjadinya

ketulian (p=0,001), tinnitus (p=0,000) dan vertigo (p=0,011).

Dari hasil penelitian Siregar (2010) ada 18 lokasi yang diukur diperoleh 12

lokasi memiliki intensitas kebisingan diatas Nilai Ambang Batas (85 dB). Untuk

pemeriksaan kemampuan pendengaran menggunakan audiometri, untuk telinga

kanan dari 18 orang diperoleh 5 orang mempunyai pendengaran normal, 12 orang

mengalami tuli ringan dan 1 orang mengalami tuli berat, untuk telinga kiri dari 18

orang diperoleh 7 orang mempunyai pendengaran normal, 10 orang mengalami

tuli ringan dan 1 orang mengalami tuli sedang. Hasil uji Korelasi Product Moment

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 20: HUBUNGAN KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN …

5

Pearson menunjukkan bahwa ada hubungan kebisingan dengan kemampuan

pendengaran pada tenaga kerja ditunjukkan dengan p = 0,044 untuk telinga kanan

dan p = 0,041 untuk telinga kiri.

Penelitian yang sama juga dilakukan oleh Deo (2012) tentang pengaruh

intensitas kebisingan terhadap gangguan fungsi pendengaran pada tenaga kerja

bagian weaving di PT. Iskandar Indah Printing Textile Surakarta menunjukkan

ada hubungan intensitas kebisingan dengan gangguan fungsi pendengaran p =

0,000 (p<0,05).

PT. Salim Ivomas Pratama Tbk merupakan perusahaan pengolahan kelapa

sawit yang memproduksi kelapa sawit menjadi minyak sawit (CPO) dan inti sawit

(kernel) melalui beberapa tahapan proses di beberapa stasiun yang tidak terlepas

dari bahaya kebisingan. Ada 10 stasiun yang terdiri dari stasiun loading ramp,

perebusan, bantingan, hoisting crane, press, klarifikasi, kernel/biji, ketel uap

(boiler), kamar mesin, dan water treatmen. Bahaya kebisingan di area PT. Salim

Ivomas Pratama Tbk berasal dari mesin di proses produksi.

Pada penelitian ini penulis meneliti tentang hubungan kebisingan terhadap

gangguan pendengaran pada tenaga kerja bagian produksi Pabrik Kelapa Sawit

PT. Salim Ivomas Pratama Tbk. Proses kerjanya meliputi proses penimbangan,

loading ramp, perebusan, bantingan, hoisting crane, press, klarifikasi, kernel/biji,

ketel uap (boiler), kamar mesin, dan water treatment. Pada proses kerja ini

digunakan mesin-mesin seperti genset, blower, polishing drum, dan ripple mill,

yang menghasilkan intensitas kebisingan yang cukup tinggi, serta kurangnya

pemakaian alat pelindung telinga pada tenaga kerja yang terpapar kebisingan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 21: HUBUNGAN KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN …

6

Dari survei awal yang dilakukan oleh peneliti, kondisi lingkungan kerja

perstasiun mempunyai intensitas kebisingan yang cukup tinggi. Hal tersebut

didukung oleh data sekunder yang telah diperoleh dari PT. Salim Ivomas Pratama

Tbk pada tahun 2016 dan 2017. Sumber kebisingan yang cukup tinggi pada tahun

2016 dan 2017 terdapat pada stasiun kamar mesin (86,96 dBA) / (86,35 dBA),

stasiun kernel (86,23 dBA) / (86,35 dBA), stasiun press (82,12 dBA) / (84,81

dBA) dan stasiun klarifikasi (83,47dBA) / (83,39 dBA). Jenis kebisingannya

termasuk kebisingan kontinu atau kebisingan tetap.

PT. Salim Ivomas Pratama Tbk memiliki 60 orang pekerja tetap di bagian

produksi. Pada stasiun loading ramp terdapat 10 pekerja, stasiun rebusan 4

pekerja, stasiun bantingan 10 pekerja, stasiun hoisting crane 4 pekerja, stasiun

press 4 pekerja, stasiun klarifikasi 4 pekerja, stasiun kernel 6 pekerja, stasiun

boiler 6 pekerja, stasiun kamar mesin 8 pekerja, dan stasiun water treatment 4

pekerja, yang terbagi menjadi 2 shift kerja, yaitu shift I mulai pukul 07.00 s/d

16.00 (pagi) dan shift II pukul 16.00 s/d 24.00 (malam) dengan rotasi setiap

seminggu sekali. Lama bekerja selama 8 jam juga mempengaruhi pendengaran

pekerja karena terpapar bising yang melebihi NAB. Hal ini diperburuk dengan

tidak digunakannya alat pelindung telinga oleh pekerja ketika bekerja, sebagian

pekerja juga bersuara keras ketika berbicara dengan pekerja lainnya, padahal APD

tersebut sudah disediakan oleh PT. Salim Ivomas Pratama Tbk.

Adapun sumber kebisingan di lokasi produksi tersebut disebabkan karena

adanya mesin seperti genset, blower, polishing drum, ripple mill, dan lain-lain.

Menurut asisten pengolahan, dari 10 stasiun terdapat 4 stasiun yang sangat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 22: HUBUNGAN KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN …

7

berpengaruh terhadap tingginya intensitas kebisingan di pabrik, karena 4 stasiun

tersebut tidak memiliki sekat atau ruangan tambahan di area tersebut, dan 4

stasiun ini merupakan lokasi yang paling sering dilewati oleh pekerja. Oleh sebab

itu pihak perusahaan hanya melakukan pengukuran kebisingan di stasiun kamar

mesin, stasiun press, stasiun kernel dan stasiun klarifikasi.

Dari uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul

“Hubungan Kebisingan dengan Gangguan Pendengaran Pada Tenaga Kerja di

Bagian Produksi Pabrik Kelapa Sawit PT. Salim Ivomas Pratama Tbk Sungai Dua

Kabupaten Rokan Hilir Riau 2017”.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam

penelitian ini adalah bagaimana hubungan kebisingan dengan gangguan

pendengaran pada tenaga kerja bagian produksi di pabrik kelapa sawit PT. Salim

Ivomas Pratama Tbk, Sungai Dua Kabupaten Rokan Hilir Tahun 2017 ?

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan

kebisingan dengan gangguan pendengaran pada tenaga kerja bagian produksi di

PT. Salim Ivomas Pratama Tbk, Sungai Dua Kabupaten Rokan Hilir Riau.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Mengetahui intensitas kebisingan pada area produksi di PT. Salim Ivomas

Pratama Tbk, Sungai Dua Kabupaten Rokan Hilir Tahun 2017.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 23: HUBUNGAN KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN …

8

2. Untuk mengetahui gangguan pendengaran pada tenaga kerja area produksi

di PT. Salim Ivomas Pratama Tbk, Sungai Dua Kabupaten Rokan Hilir

Tahun 2017.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Sebagai masukan bagi pihak PT. Salim Ivomas Pratama Tbk, Sungai Dua

Kabupaten Rokan Hilir Riau tentang hubungan kebisingan dengan

gangguan pendengaran sehingga dapat dijadikan informasi yang bermanfaat

untuk melaksanakan tindakan koreksi agar didapat lingkungan kerja yang

aman dan nyaman.

2. Menambah wawasan dan pengalaman bagi penulis tentang intensitas

kebisingan dan dampaknya terhadap gangguan pendengaran.

3. Sebagai bahan referensi untuk penelitian selanjutnya.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 24: HUBUNGAN KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN …

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Bunyi

2.1.1. Definisi Bunyi

Suma’mur (2009) mengemukakan bahwa bunyi didengar sebagai

rangsangan pada sel saraf pendengar dalam telinga melalui gelombang

longitudinal yang timbul dari getaran sumber bunyi dan manakala bunyi tersebut

tidak dikehendaki, maka dinyatakan sebagai kebisingan. Kualitasnya terutama

ditentukan oleh frekuensi dan intensitasnya.

Frekuensi bunyi adalah jumlah gelombang bunyi yang lengkap yang

diterima oleh telinga setiap detik. Frekuensi bunyi yang bisa diterima oleh telinga

manusia terbatas mulai frekuensi 16-20.000 Hertz. Bunyi dengan frekuensi

kurang dari 16 Hz disebut infrasonik dan di atas 20.000 Hz disebut ultrasonic.

Frekuensi bunyi yang terutama penting untuk komunikasi (pembicaraan) yaitu

sekitar 250 Hz-3.000 Hz. Intensitas bunyi adalah besarnya tekanan yang

dipindahkan oleh bunyi. Tekanan ini biasa diukur dengan microbar. Untuk

mempermudah pengukuran digunakan satuan decibel (Anizar, 2009).

2.2. Kebisingan

2.2.1. Definisi Kebisingan

Kebisingan didefinisikan sebagai semua suara yang tidak dikehendaki

yang bersumber dari alat- alat proses produksi dan atau alat kerja yang pada

tingkat tertentu dapat rnenyebabkan gangguan pendengaran

(PER.13/MEN/X/2011).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 25: HUBUNGAN KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN …

10

Menurut Suma’mur (2009) kebisingan adalah bunyi atau suara yang

keberadaannya tidak dikehendaki (noise is unwanted sound). Dalam rangka

perlindungan kesehatan tenaga kerja kebisingan diartikan sebagai semua

suara/bunyi yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses produksi

dan atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan

pendengaran.

Sementara dalam bidang kesehatan kerja, kebisingan diartikan sebagai

suara yang dapat menurunkan pendengaran, baik secara kualitatif (penyempitan

spektrum pendengaran) maupun secara kuantitatif (peningkatan ambang

pendengaran), berkaitan dengan faktor intensitas, frekuensi, dan pola waktu

(Buchari, 2008). Kebisingan adalah bunyi maupun suara-suara yang tidak

dikehendaki dan dapat mengganggu kesehatan, kenyamanan, serta dapat

menimbulkan gangguan pendengaran (ketulian).

Kebisingan juga didefinisikan sebagai “suara yang tidak dikehendaki”,

misalnya suara yang menghalangi terdengarnya suara-suara yang diinginkan,

seperti musik, perbincangan, perintah, dan sebagainya atau yang menyebabkan

rasa tidak nyaman bagi tubuh. Bising merupakan bahaya golongan fisika yang

terdapat di lingkungan kerja sebagai efek samping pemakaian peralatan/

perlengkapan kerja seperti mesin dan proses yang dilakukan. Efek utama yang

menyertai kehadiran bising ini ialah kemungkinan timbulnya ketulian pada

pekerja yang dipengaruhi oleh lamanya paparan dan karakteristik bising tersebut

(Rachmatiah, dkk. 2015).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 26: HUBUNGAN KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN …

11

2.2.2. Jenis Kebisingan

Menurut Suma’mur (2009), kebisingan yang sering ditemukan adalah:

a. Kebisingan menetap berkelanjutan tanpa putus-putus dengan spektrum

frekuensi yang lebar (steady state, wide band noise), misalnya bising

mesin, kipas angin dapur pijar dan lain-lain.

b. Kebisingan menetap berkelanjutan dengan spektrum frekuensi tipis (steady

state, narrow band noise), misalnya bising gergaji sirkuler, kutup gas, dan

lain-lain.

c. Kebisingan terputus-putus (intermittent noise), misalnya bising lalu lintas,

suara kapal terbang di bandara.

d. Kebisingan impulsif (impact or impulsive noise), seperti bising pukulan

palu, tembakan bedil atau meriam, dan ledakan.

e. Kebisingan impulsif berulang, misalnya bising mesin tempa di perusahaan

atau tempaan tiang pancang bangunan.

Di tempat kerja, kebisingan diklasifikasikan ke dalam dua jenis golongan

besar, yaitu kebisingan tetap (steady noise) dan kebisingan tidak tetap (non-steady

noise) (Tambunan, 2005).

Kebisingan tetap (steady noise) dipisahkan lagi menjadi dua jenis, yaitu:

a. Kebisingan dengan frekuensi terputus (discrete frequency noise)

Kebisingan ini berupa “nada-nada” murni pada frekuensi yang beragam,

contohnya suara mesin, suara kipas, dan sebagainya.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 27: HUBUNGAN KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN …

12

b. Broad band noise

Kebisingan dengan frekuensi terputus dan broad band noise sama-sama

digolongkan sebagai kebisingan tetap (steady noise). Perbedaannya adalah

broad band noise terjadi pada frekuensi yang lebih bervariasi (bukan

“nada” murni).

Sementara itu, kebisingan tidak tetap (unsteady noise) dibagikan lagi

menjadi:

a. Fluctuating noise

Kebisingan yang selalu berubah-ubah selama rentang waktu tertentu.

b. Intermittent noise

Sesuai dengan terjemahannya, intermitten noise adalah kebisingan yang

terputus-putus dan besarnya dapat berubah-ubah, contohnya kebisingan

lalu lintas.

c. Impulsive noise

Kebisingan impulsif dihasilkan oleh suara-suara berintensitas tinggi

(memekakkan telinga) dalam waktu relatif singkat, misalnya suara ledakan

senjata api dan alat-alat sejenisnya.

2.2.3. Sumber Kebisingan

Menurut Subaris dan Haryono (2008), sumber kebisingan dilihat dari

sifatnya dibagi menjadi dua yaitu:

a. Sumber kebisingan statis: pabrik, mesin, tape, dan lainnya.

b. Sumber kebisingan dinamis: mobil, pesawat terbang, kapal laut, dan

lainnya.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 28: HUBUNGAN KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN …

13

Sumber bising yang dilihat dari bentuk sumber suara yang dikeluarkannya

ada dua, yaitu: (Subaris dan Haryono, 2008)

a. Sumber bising yang berbentuk sebagai suatu titik/bola/lingkaran.

Contoh: sumber bising dari mesin-mesin industri/mesin yang tak bergerak.

b. Sumber bising yang berbentuk sebagai suatu garis, misalnya kebisingan

yang timbul karena kendaraan-kendaraan yang bergerak.

Di tempat kerja, disadari maupun tidak, cukup banyak fakta yang

menunjukkan bahwa perusahaan beserta aktivitas-aktivitasnya ikut menciptakan

dan menambah keparahan tingkat kebisingan di tempat kerja, misalnya:

(Tambunan, 2005)

a. Mengoperasikan mesin-mesin produksi “ribut” yang sudah cukup tua.

b. Terlalu sering mengoperasikan mesin-mesin kerja pada kapasitas kerja

cukup tinggi dalam periode operasi cukup panjang.

c. Sistem perawatan dan perbaikan mesin-mesin produksi ala kadarnya,

misalnya mesin diperbaiki hanya pada saat mesin mengalami kerusakan parah.

d. Melakukan modifikasi/perubahan/penggantian secara parsial pada

komponen-komponen mesin produksi tanpa mengindahkan kaidah-kaidah

keteknikan yang benar, termasuk menggunakan komponen-komponen mesin

tiruan.

e. Pemasangan dan peletakan komponen-komponen mesin secara tidak tepat

(terbalik atau tidak rapat/longgar), terutama pada bagian penghubung antara

modul mesin (bad connection).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 29: HUBUNGAN KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN …

14

f. Penggunaan alat-alat yang tidak sesuai dengan fungsinya, misalnya

penggunaan palu (hammer)/alat pemukul sebagai alat pembengkok benda-benda

metal atau alat bantu pembuka baut.

2.2.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebisingan

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya kebisingan antara

lain:

a. Intensitas, intensitas bunyi yang dapat didengar telinga manusia

berbanding langsung dengan logaritma kuadrat tekanan akustik yang dihasilkan

getaran dalam rentang yang dapat didengar. Jadi, tingkat tekanan bunyi di ukur

dengan logaritma dalam decibel (dB).

b. Frekuensi, frekuensi yang dapat didengar oleh telinga manusia terletak

antara 16-20000 Hertz. Frekuensi bicara terdapat antara 250-4000 Hertz.

c. Durasi, efek bising yang merugikan sebanding dengan lamanya paparan

dan berhubungan dengan jumlah total energi yang mencapai telinga dalam.

d. Sifat, mengacu pada distribusi energi bunyi terhadap waktu (stabil,

berfluktuasi, intermiten). Bising impulsive (satu/lebih lonjakan energi bunyi,

dengan durasi kurang dari 1 detik) sangat berbahaya.

2.2.5. Nilai Ambang Batas Kebisingan

Nilai Ambang Batas (NAB) untuk Kebisingan di tempat kerja adalah

intensitas tertinggi dan merupakan nilai rata-rata yang masih dapat diterima oleh

tenaga kerja tanpa mengakibatkan hilangnya daya dengar yang tetap untuk waktu

terus-menerus tidak lebih dari 8 jam sehari dan 40 jam seminggu (Soeripto, 2008).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 30: HUBUNGAN KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN …

15

NAB kebisingan sebagai faktor bahaya di tempat kerja adalah standar

sebagai pedoman pengendalian agar tenaga kerja masih dapat menghadapinya

tanpa mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan dalam pekerjaan sehari-

hari untuk waktu tidak melebihi 8 (delapan) jam sehari dan 5 (lima) hari kerja

seminggu atau 40 jam seminggu (Suma’mur 2013).

NAB kebisingan adalah 85 dBA. NAB kebisingan tersebut merupakan

ketentuan dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI Nomor :13 /MEN/X/2011

tentang NAB Faktor Fisika dan Kimia di Tempat Kerja. Nilai Ambang Batas

iklim kerja (panas), kebisingan, getaran tangan-lengan dan radiasi sinar ultra ungu

di tempat kerja (Suma’mur 2013).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 31: HUBUNGAN KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN …

16

Berdasarkan Permenaker RI No.13 /MEN/X/2011 tentang NAB Faktor

Fisika dan Kimia di Tempat Kerja, batas-batas NAB kebisingan adalah sebagai

berikut :

Tabel 2.1 : Intensitas dan waktu paparan bising yang diperkenankan

Waktu pemaparan per hari Intensitas kebisingan dalam dBA

8

4

2

1

Jam

85

88

91

94

30

15

7,5

3,75

1,88

0,94

Menit

97

100

103

106

109

112

28,12

14,06

7,03

3,52

1,76

0,88

0,44

0,22

0,11

Detik

115

118

121

124

127

130

133

136

139

Batas kebisingan yang diperkenankan menurut Permenaker RI No. 13

/MEN/X/2011 adalah maksimal 139 dBA sehingga tenaga kerja tidak boleh

terpajan lebih dari 140 dBA walaupun sesaat.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 32: HUBUNGAN KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN …

17

2.2.6. Mekanisme Pendengaran

Untuk memahami mekanisme terjadinya gangguan pendengaran, perlu

diketahui anatomi telinga manusia secara garis besar. Telinga manusia dapat

mendengar karena terdiri atas bagian besar (Gambar 2.1).

a. Telinga Bagian Luar

Telinga luar, terdiri atas daun telinga dan lubang luar telinga sampai pada

membrana timpani. Telinga luar akan menerima dan meneruskan gelombang

suara ke dalam telinga tengah.

b. Telinga Bagian Tengah

Telinga tengah, terdiri atas membrana timpani, yang melekat pada tiga

tulang kecil maleus, inkus, stapes, dan berakhir pada membrana oval. Seluruh

telinga tengah berisi udara dan berhubungan dengan rongga mulut lewat tuba

Eustachius. Getaran yang diterima oleh membrana timpani diteruskan oleh

tigatulang kecil pada membrana oval.

c. Telinga Bagian Dalam

Telinga dalam terdiri atas tube berspiral seperti rumah siput berisi cairan.

Getaran dari membrana oval akan diteruskan pada cairan. Cairan ini akan

bervibrasi yang menstimulasi rambut sel yang berada pada dinding spiral,

meneruskan implus saraf ini ke saraf otak pendengaran. Pajanan yang lama dalam

taraf kebisingan tinggi dapat merusak sel rambut dan sel saraf yang halus,

menyebabkan ketulian. Ketulian sejenis ini juga terjadi karena usia lanjut.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 33: HUBUNGAN KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN …

18

Pengenalan sifat dan akibat kebisingan ini kemudian akan digunakan

untuk melakukan evaluasi paparan kebisingan di industri dan lingkungan kerja

lainnya (Rachmatiah, dkk 2015).

Gambar 2.1 Struktur Organ Pendengaran Manusia

2.2.7. Pengukuran Kebisingan

Telinga manusia sama sekali tidak dapat dijadikan “referensi” tingkat

kebisingan yang terdapat pada sebuah temapat. Berdasarkan hasil percobaan, pada

intensitas kebisingan sesungguhnya berkurang 2 dB dari tingkat kebisingan awal,

pengurangan kebisingan yang dirasakan oleh telinga manusia adalah sekitar 15%,

sedangkan pada saat pengurangan (actual) sebesar 20% maka kebisingan yang

dirasakan akan berkurang sebesar 81%. Untuk mendapatkan hasil pengukuran

tingkat kebisingan yang akurat, diperlukan alat-alat khusus (Tambunan, 2005).

Bunyi diukur dengan satuan yang disebut decibel. Dalam hal ini mengukur

besarnya tekanan udara yang ditimbulkan oleh gelombang bunyi. Satuan decibel

diukur dari 0 sampai 140, atau bunyi terlemah yang masih dapat didengar oleh

manusia sampai tingkat bunyi yang dapat mengakibatkan kerusakan permanen

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 34: HUBUNGAN KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN …

19

pada telinga manusia. Desibel biasa disingkat dB dan mempunyai skala A, B, dan

C. Skala yang terdekat dengan pendengaran manusia adalah skala A atau dBA

(Anies, 2009).

Dua suara atau lebih dengan intensitas sama, jika digabungkan akan

menghasilkan intensitas kebisingan yang lebih tinggi. Untuk memperoleh hasil

pengukuran kebisingan di tempat kerja yang teliti, maka kebisingan dari setiap

sumber sebaiknya diukur secara terpisah atau satu per satu (Subaris dan Haryono,

2008).

Menurut Suma’mur (2013), maksud dilakukannya pengukuran kebisingan

ada dua hal, yaitu:

a. Memperoleh data tentang frekuensi dan intensitas kebisingan di

perusahaan atau di mana saja.

b. Menggunakan data hasil pengukuran kebisingan untuk mengurangi

intensitas kebisingan tersebut, sehingga tidak menimbulkan gangguan dalam

rangka upaya konservasi pendengaran tenaga kerja, atau perlindungan masyarakat

dari gangguan kebisingan atas ketenangan dalam kehidupan masyarakat atau

tujuan lainnya.

Alat utama dalam pengukuran kebisingan adalah Sound Level Meter. Alat

ini mengukur kebisingan antara 30 – 130 dB dan dari frekuensi 20 – 20.000 Hz.

Suatu sistem kalibrasi terdapat dalam alat itu sendiri, kecuali untuk kalibrasi

mikrofon diperlukan pengecekan dengan kalibrasi tersendiri. Sebagai alat

kalibrasi dapat dipakai pengeras suara yang kekuatan suaranya diatur oleh

amplifier. Atau suatu piston phone dibuat untuk maksud kalibrasi tersebut yang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 35: HUBUNGAN KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN …

20

tergantung pada tekanan udara, sehingga perlu koreksi berdasarkan atas perbedaan

tekanan barometer. Kalibrator dengan intensitas tinggi (125 dB) lebih disukai oleh

karena alat pengukur intensitas kebisingan demikian mungkin dipakai untuk

mengukur kebisingan yang intensitasnya tinggi (Suma’mur, 2013).

Adapun bagian-bagian yang terdapat pada Sound Level Meter adalah

sebagai berikut (Subaris dan Haryono) :

a. Tombol pengatur hidup/mati atau power on/off

b. Tombol pengontrol battery

c. Tombol pengatur penunjuk cepat lambat (slow/fast)

d. Tombol pengukur skala angka puluhan

e. Tombol pengatur penunjuk maksimum (max hold)

f. Microphone

g. Filter microphone

h. Kalibrator

i. Display

Komponen dasar sebuah Sound Level Meter adalah sebuah microphone,

penguat suara (amplifier) dengan pengatur frekuensi dan sebuah layar indikator.

Sesuai namanya, fungsi dasar minimum yang harus ada pada sebuar Sound Level

Meter adalah sebagai alat ukur tingkat suara (dB). Fungsi-fungsi tambahan lain

cukup bervariasi, seperti fungsi pengukuran TWA (Time Weigted Average) secara

otomatis dan pengukuran dosis kebisingan (Tambunan, 2005).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 36: HUBUNGAN KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN …

21

2.2.8. Pengendalian Kebisingan

Menurut Suma’mur (2013), kebisingan dapat dikendalikan dengan cara

sebagai berikut, yaitu:

1. Pengurangan kebisingan pada sumbernya

Pengurangan kebisingan pada sumbernya dapat dilakukan misalnya

dengan menempatkan peredam pada sumber getaran, tetapi pada umumnya hal itu

dilakukan dengan melakukan riset dan membuat perencanaan mesin atau peralatan

kerja yang baru. Membuat desain mesin dan memproduksi mesin baru dengan

standar intensitas kebisingan yang lebih baik.

2. Penempatan penghalang pada jalan transmisi

Isolasi tenaga kerja atau mesin atau unit operasi adalah upaya segera dan

baik dalam upaya mengurangi kebisingan. Untuk itu perencanaan harus matang

dan material yang dipakai untuk isolasi harus mampu menyerap suara. Penutup

atau pintu keruang isolasi harus mempunyai bobot yang cukup berat, menutup pas

betul lobang yang ditutupinya dan lapisan dalamnnya terbuat dari bahan yang

menyerap suara.

3. Penggunaan Alat Pelindung Diri

Cara terbaik untuk melindungi pekerja dari bahaya kebisingan adalah

dengan pengendalian secara teknis pada sumber suara. Kenyataannya bahwa

pengendalian secara teknis tidak selalu dapat dilaksanakan, sedangkan

pengendalian administratif biasanya akan mengalami kesulitan. Oleh karena itu

pemakaian APD merupakan cara terakhir yang harus dilakukan. APD yang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 37: HUBUNGAN KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN …

22

digunakan untuk lingkungan kerja bising adalah alat pelindung telinga (APT)

seperti ear plug dan ear muff (soeripto, 2008).

Menurut Permenakertrans RI Nomor PER.08/MEN/VII/2010 tentang

APD, APT adalah alat pelindung yang berfungsi untuk melindungi alat

pendengaran terhadap kebisingan atau tekanan yang dapat menurunkan kerasnya

bising yang melalui hantaran udara sampai 40 dB(A) tetapi umumnya tidak lebih

dari 30 dB(A). Jenis alat pelindung telinga terdiri dari:

a. Sumbat telinga (ear plug) yang dapat mengurangi bising sampai dengan

30 dB(A). Sumbat telinga dapat terbuat dari kapas (wax), plastik karet alami dan

sintetik.

b. Penutup telinga (ear muff) yang digunakan untuk mengurangi bising

sampai dengan 40-50 dB(A). Tutup telinga terdiri dari dua buah tudung untuk

tutup telinga, dapat berupa cairan atau busa yang berfungsi untuk menyerap suara

frekuensi tinggi.

4. Pelaksanaan waktu paparan bagi intensitas di atas NAB

Untuk intensitas kebisingan yang melebihi NAB nya, telah ada standart

waktu paparan dari pengaturan waktu kerja sehingga memenuhi ketentuan yang

diperkenankan, namun masalahnya adalah pelaksanaan dari pengaturan waktu

kerja sehingga dapat memenuhi ketentuan tersebut.

Menurut Tambunan (2005), tiga komponen penting yang harus

diperhatikan untuk melakukan pengendalian kebisingan (engineering control

principle) adalah:

1) Sumber kebisingan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 38: HUBUNGAN KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN …

23

2) Media perantara kebisingan

3) Penerima kebisingan

Pengendalian teknik yang dapat dilakukan untuk mengurangi tingkat

kebisingan di tempat kerja adalah:

1) Menggunakan atau memasang pembatas atau tameng atau perisai yang

dikombinasi dengan akustik (peredam suara) yang dipasang dilangi-langit.

Kebisingan dengan frekuensi tinggi dapat dikurangi dengan menggunakan

tameng/perisai yang akan menjadi lebih efektif jika lebih tinggi dan lebih dekat

dengan bunyi. Kegunaan tameng/perisai akan berkurang bila tidak dikombinasi

dengan peredam suara (akustik).

2) Menggunakan atau memasang partial enclosure di sekeliling mesin agar

bunyi dengan frekuensi tinggi lebih mudah dipantulkan. Bunyi dengan frekuensi

tinggi jika membentur suatu permukaan yang keras, maka akan dipantulkan

seperti halnya cahaya dan sebuah cermin. Bunyi ini tidak dapat merambat

mengelilingi suatu sudut ruang dengan mudah. Pengendalian kebisingan bisa

dilakukan dengan cara membuat tudung (tutup) isolasi mesin, sehingga kebisingan

yang terjadi akan dipantulkan oleh kaca dan kemudian diserap oleh dinding

peredam suara.

3) Menggunakan complete enclosure kebisingan frekuensi rendah merambat

ke semua bunyi dan tempat terbuka. Penggunaan complete enclosure maka mesin

yang menimbulkan kebisingan dapat ditutup secara keseluruhan dengan

menggunakan bahan dinding atau peredam suara. Memisahkan operator dalam

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 39: HUBUNGAN KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN …

24

sound proof room dan mesin yang bising dengan penggunaan remote control

(pengendali jarak jauh).

4) Mengganti bagian-bagian logam (yang menimbulkan intensitas kebisingan

tinggi) dengan dynamic dampers, fiber glass, karet atau plastik, dan sebagainya.

5) Memasang muffer pada katup penghisap, pada cerobong dan sistem

ventilasi.

6) Memperbaiki pondasi mesin dan menjaga agar baut atau sambungan tidak

ada yang renggang.

7) Pemeliharaan dan servis teratur.

Menurut Tambunan (2005) pengendalian secara administratif dapat

dilakukan dengan cara sebagai berikut :

1. Menetapkan peraturan tentang rotasi pekerjaan yang bertujuan untuk

mengurangi akumulasi dampak kebisingan pada pekerja.

2. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan.

3. Pemantauan lingkungan kerja.

4. Menetapkan peraturan tentang keharusan bagi pekerja untuk beristirahat

dan makan di tempat khusus yang tenang atau tidak bising.

5. Menetapkan peraturan tentang sanksi bagi pekerja yang melanggar

ketetapan-ketetapan perusahaan yang berkaitan dengan pengendalian kebisingan.

6. Pemasangan safety sign atan rambu-rarnbu kebisingan.

7. Pemasangan noise mapping.

8. Perneriksaan kesehatan pekerja secara berkala.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 40: HUBUNGAN KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN …

25

Menurut Soeripto (2008), cara terbaik untuk melindungi pekerja dari

bahaya kebisingan adalah dengan pengendalian secara teknis pada sumber suara.

Kenyataannya bahwa pengendalian secara teknis tidak selalu dapat dilaksanakan,

sedangkan pengendalian administratif biasanya akan mengalami kesulitan. Oleh

karena itu, pemakaian APD merupakan cara terakhir yang harus dilakukan. APD

yang digunakan untuk lingkungan kerja bising adalah alat pelindung telinga

(APT) seperti ear plug dan ear muff.

2.3. Gangguan Pendengaran

2.3.1. Definisi Gangguan Pendengaran

Gangguan pendengaran adalah ketidakmampuan secara parsial atau total

untuk mendengarkan suara pada salah satu atau kedua telinga. Gangguan

pendengaran akibat bising atau noise induced hearing loss (NIHL) adalah

penurunan pendengaran tipe sensorineural, yang pada awalnya tidak disadari

karena belum mengganggu percakapan sehari-hari. Sifat gangguannya adalah tuli

sensorineural tipe koklea dan umumnya terjadi pada ke dua telinga. Faktor risiko

yang berpengaruh pada derajat parahnya ketulian ialah intensitas bising,

frekuensi, lama pajanan perhari, lama masa kerja, kepekaan individu, umur dan

faktor lain yang dapat berpengaruh (Manoppo, N Fauziah, dkk. 2013).

Gangguan pendengaran terjadi karena peningkatan ambang dengar dari

batas nilai normal (0 – 25 dBA) pada salah satu telinga ataupun keduanya

(Soepardi, dkk. 2012). Telinga manusia hanya mampu menangkap suara yang

ukuran intensitasnya 85 dBA (batas aman) dan dengan frekuensi suara berkisar

antara 20 sampai dengan 20.000 Hz. Batas intensitas suara tertinggi adalah 140

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 41: HUBUNGAN KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN …

26

dBA dimana jika seseorang mendengarkan suara dengan intensitas tersebut maka

akan timbul perasaan sakit pada alat pendengaran dan memicu seseorang terkena

gangguan pendengaran atau peningkatan ambang dengar.

Menurut Soepardi, dkk. (2012), seseorang dikatakan memiliki

pendengaran yang normal apabila mampu mendengar suara dengan intensitas ≤ 25

dBA sedangkan seseorang yang mengalami peningkatan ambang pendengaran

atau derajat ketulian akan dibagi menjadi tuli ringan, tuli sedang, tuli sedang

berat, tuli berat.

2.3.2. Klasifikasi Gangguan Pendengaran

Gangguan pendengaran dapat diklasifikasikan sebagai (ASHA, 2011):

a. Tuli Konduktif

Tuli konduktif terjadi ketika suara tidak diteruskan dengan mudah melalui

saluran telinga luar ke membran timpani dan ke tulang pendengaran dibagian

telinga tengah. Tuli konduktif membuat suara terdengar lebih halus dan sulit

didengar. Tipe tuli ini dapat dikoreksi dengan obat-obatan atau operasi. Beberapa

penyebab yang mungkin dapat menyebabkan tuli konduktif antara lain : cairan di

telinga tengah, infeksi telinga (otitis media), fungsi tuba yang menurun, lubang di

membran timpani, terlalu banyak serumen, benda asing di saluran telinga dan

malformasi dari telinga bagian luar ataupun tengah.

b. Tuli Sensorineural (NIHL)

Tuli sensorineural terjadi ketika terdapat kerusakan pada telinga bagian

dalam (koklea) atau saraf dari telinga dalam menuju ke otak. Tipe tuli ini

merupakan tipe tuli yang biasanya bersifat permanen. Pada tuli sensorineural

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 42: HUBUNGAN KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN …

27

terjadi penurunan kemampuan untuk mendengar suara lemah, atau suara yang

sudah cukup keras tetapi masih terdengar tidak jelas atau redup. Beberapa

penyebab yang mungkin dapat menyebabkan tuli sensorineural antara lain: obat

yang toksik terhadap pendengaran, genetik, penuaan, trauma kepala, malformasi

telinga bagian dalam dan paparan terhadap bising.

c. Tuli Campuran

Bila gangguan pendengaran/ketulian konduktif dan sensorineural terjadi

secara bersamaan.

Derajat gangguan pendengaran berdasarkan International Standard

Organization (ISO) adalah :

a. Normal (0 – 25 dB) : pendengaran masih normal dan masih mampu

mendengar suara bisikan

b. Tuli ringan (26 – 40 dB) : Mengalami sedikit gangguan dalam membedakan

beberapa jenis kosonan dan mengalami sedikit masalah saat berbicara.

c. Tuli sedang (41 – 60 dB) : Mampu mendengarkan dan mengulangi kata-kata

dengan cara menaikkan nada pada jarak 1 meter.

d. Tuli berat (61 – 90 dB) : Mampu mendengarkan beberapa kata-kata dalam

keadaan posisi teriak.

e. Tuli sangat berat (>90 dB) : Tidak dapat mendengar dan mengerti suara yang

dihasilkan walaupun dalam keadaan teriak. Derajat gangguan pendengaran ini

untuk melihat jumlah tingkatan ambang dengar yang dapat didengar (oleh

orang dewasa. WHO, 2015).

2.3.3. Faktor-Faktor Penyebab Gangguan Pendengaran

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 43: HUBUNGAN KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN …

28

1. Faktor Karakteristik Individu

a. Umur

Umur yang semakin bertambah dapat mengakibatkan sebagian sel-sel

rambut mati karena tua sehingga manusia menjadi tuli. Namun apabila seseorang

mendapatkan tekanan kebisingan dengan intensitas tinggi secara kontiniu untuk

jangka waktu yang panjang, maka banyak sel-sel rambut pada organ pendengaran

menjadi mati ketika masih berumur muda. Apabila terdapat sejumlah sel rambut

organ pendengaran yang mati, maka ia akan menderita kehilangan pendengaran

(Tambunan, 2005).

Sel rambut berfungsi sebagai reseptor nada tinggi akan lebih dahulu mati,

sehingga kemunduran pendengaran akan pertama kali terjadi untuk daerah

frekuensi 4000 – 6000 Hz. Oleh karena frekuensi bicara 500-3000 Hz, maka

Noise Induced Hearing Loss (NIHL) awal biasanya tidak disadari, bahkan oleh

orang yang bersangkutan. Terkecuali bagi seorang pemusik akan menyadari

gangguan lebih dini karena apresiasi musik membutuhkan kepekaan yang lebih

tinggi daripada untuk mendengar percakapan (Tambunan, 2005).

b. Masa Kerja

Masa kerja yang lama di tempat kerja yang bising merupakan faktor yang

mempengaruhi kemampuan pendengaran. Tetapi hal ini tidak berarti semakin

lama masa kerja, tingkat kemampuan pendengarannya lebih buruk dibandingkan

dengan yang masa kerjanya lebih sedikit. Penurunan kemampuan pendengaran

akibat bising dapat terjadi dalam jangka waktu yang cukup lama, biasanya lima

tahun atau lebih (Soepardi, dkk. 2012).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 44: HUBUNGAN KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN …

29

c. Lama Paparan

Menurut Kusumawati (2012), gangguan pendengaran yang disebabkan

oleh kebisingan berkaitan erat dengan lama paparan yang diperoleh pekerja.

Pekerja yang pernah atau sedang bekerja di lingkungan kerja dalam waktu yang

cukup lama berisiko terhadap kejadian gangguan pendengaran. Berdasarkan lama

paparan, pekerja yang berisiko mengalami gangguan pendengaran jika bekerja

lebih dari 8 jam per hari dengan intensitas kebisingan melebihi 85 dB (A).

Menurut Anizar (2009), bagian yang paling penting adalah:

1. Intensitas kebisingan (tingkat tekanan suara)

2. Jenis kebisingan (wide band, narrow band, impulse)

3. Lamanya terpapar per hari

4. Jumlah lamanya terpapar (dalam tahun)

5. Usia yang terpapar

6. Masalah pendengaran yang telah diderita sebelumnya

7. Lingkungan yang bising

8. Jarak pendengaran dengan sumber kebisingan

Sesuai dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI

Nomor PER 13/MEN/X/ 2011 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan

Faktor Kimia di Tempat Kerja, dengan paparan suara 85 dB (A) waktu yang

diperbolehkan maksimal 8 jam. Apabila lebih akan menimbulkan gangguan

kesehatan pada seseorang seperti perubahan ketajaman pendengaran, gangguan

pembicaraan dan gangguan lainnya.

2. Faktor Intensitas Kebisingan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 45: HUBUNGAN KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN …

30

Kebisingan merupakan salah satu faktor utama yang menyebabkan

gangguan pendengaran. Bising dengan intensitas lebih dari 85 dB (A) dapat

merusak reseptor pendengaran di telinga dalam, yang mengalami kerusakan

adalah organ corti untuk reseptor bunyi yang berfrekuensi 3000 Hz sampai

dengan 6000 Hz, dan yang paling berat kerusakannya adalah organ corti untuk

reseptor bunyi yang berfrekuensi 4000 Hz (Soetirto, dkk. 2001).

Gejela yang ditimbulkan antara lain kurangnya pendengaran disertai

tinnitus. Bila sudah cukup parah disertai dengan sukarnya mendengar percakapan.

Secara klinis pajanan bising pada organ pendengaran dapat menimbulkan reaksi

adaptasi, yaitu peningkatan pendengaran sementara atau tetap. Reaksi adaptasi

merupakan salah satu respon kelelahan akibat rangsangan oleh bunyi dengan

intensitas 70 dB (A) atau kurang. Peningkatan ambang dengar sementara

merupakan keadaan terdapatnya peningkatan ambang denga akibat bising dengan

intensitas cukup tinggi. Pemulihannya dapat berlangsung selama beberapa menit

atau jam (Soetirto, dkk. 2001).

Sedangkan peningkatan ambang dengar tetap adalah keadaan terjadinya

peningkatan ambang dengar menetap akibat bising dengan intensitas tinggi dan

berlangsung cepat atau lama. Kerusakan biasanya terdapat pada organ corti, sel-

sel rambut, vaskularis dan lainnya. Gangguan pendengaran yang disebabkan oleh

kebisingan berkaitan erat dengan masa kerja dan intensitas kerja. Pekerja yang

pernah atau sedang berkeja di lingkungan bising dalam jangka waktu yang cukup

lama berisiko terhadap kejadian gangguan pendengaran (Kusumawati, 2012).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 46: HUBUNGAN KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN …

31

Jika dilihat berdasarkan masa kerja, pekerja akan mulai terkena gangguan

pendengaran setelah bekerja selama lima tahun atau lebih. Namun jika dilihat

berdasarkan intensitas kerja, pekerja berisiko terkena gangguan pendengaran jika

bekerja lebih dari 8 jam per hari dengan intensitas bising yang melebihi 85 dB (A)

(Kusumawati, 2012).

2.3.4. Diagnosis Gangguan Pendengaran Akibat Bising

Diagnosa atau identifikasi suatu penyakit akibat hubungan kerja yang

terjadi pada suatu populasi pekerja dapat dilakukan dengan menggunakan dua

pendekatan, yaitu pendekatan epidemiologis dan pendekatan klinis.

a. Pendekatan epidemiologis

Pendekatan ini terutama digunakan apabila ditemukan adanya gangguan

kesehatan atau keluhan pada sekelompok pekerja. Pendekatan ini perlu untuk

mengidentifikasi adanya hubungan kausal antar suatu pajanan dengan penyakit.

Sebagai hasil dari penelitian epidemologis, banyak berhasil diidentifikasi pajanan

yang dapat menyebabkan penyakit. Identifiksi tersebut mempertimbangkan

kekuatan asosiasi, konsistensi, spesifitas, adanya hubungan waktu dengan

kejadian penyakit, hubungan dosis dan penjelasan patofisiologis.

b. Pendekatan klinis (individual)

Pendekatan ini perlu dilakukan untuk menentukan apakah seseeorang

menderita penyakit yang diakibatkan oleh pekerjaannya atau tidak. Langkah-

langkah yang dilakukan adalah:

1. Menentukan diagnosis klinis.

2. Menentukan pajanan yang dialami induvidu tersebut dalam pekerjaan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 47: HUBUNGAN KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN …

32

3. Menentukan apakah ada hubungan antara pajanan dengan penyakit.

4. Menentukan apakah pajanan cukup besar.

5. Menentukan apakah ada faktor- faktor individu yang berperan.

6. Menentukan apakah ada faktor lain diluar pekerjaan.

7. Menentukan diagnosis penyakit akibat hubungan kerja (Buchari, 2007).

Diagnosis Tuli akibat bising :

1) Keadaan sebelum kerja : umur, penyakit telinga, pemeriksaan THT,

audiometri. Gangguan pendengaran akibat bising dapat dianalisis melalui hasil

pemeriksaan audiometri apabila ambang dengar hantaran tulang dan ambang

dengar hantaran udara keduanya tidak normal dan saling berhimpit membuat takit

pada frekuensi 4000 Hz. Penurunan nilai ambang dengar dilakukan pada kedua

telinga.

2) Keadaan bising lingkungan kerja.

3) Pekerja : lama pajanan/hari, alat pelindung telinga, pemeriksaan

pendengaran tiap 6 bulan.

4) Pemeriksaan pendengaran : tes berbisik dalam jarak 6 meter, audiometri

nada murni dengan waktu 16 – 36 jam bebas pajanan bising (Buchari, 2007).

2.4. Dampak Kebisingan Terhadap Manusia

Dampak utama dari kebisingan terhadap kesehatan manusia adalah

kerusakan indera-indera pendengaran yang dapat mengakibatkan ketulian

(Suma’mur, 2013). Pengaruh kebisingan terhadap manusia tergantung

karakteristik fisik, karaktenistik individu, masa kerja dan lama kerja. Pengaruh

tersebut berbentuk gangguan yang dapat menurunkan kesehatan, kenyamanan,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 48: HUBUNGAN KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN …

33

dan rasa aman manusia. Beberapa bentuk gangguan yang diakibatkan oleh

kebisingan adalah sebagai berikut (Listiyaningrum, 2011):

a. Gangguan Pendengaran

Pendengaran manusia merupakan salah satu indera yang berhubungan

dengan komunikasi audio/suara. Kerusakan pendengaran (ketulian) merupakan

penurunan sensitivitas yang berlangsung secara terus menerus terhadap organ

pendengaran.

b. Gangguan komunikasi

Kebisingan dapat mengganggu percakapan sehingga mempengaruhi

komunikasi yang berlangsung (tatap muka/via telephone). Sebagai pegangan,

gangguan komuniakasi oleh kebisingan telah terjadi, apabila komunikasi

pembicaraan dalam pekerjaan harus dijalankan dengan sura yang kekuatannya

tinggi dan lebih nyata lagi apabila dilakukan dengan cara berteriak. Gangguan

komunikasi seperti itu menyebabkan terganggunya pekerjaan, bahkan mungkin

mengakibatkan kesalahan atau kecelakaan, terutama pada penggunaan tenaga

kerja baru oleh karena timbulnya salah paham dan salah pengertian (Suma’mur

2013).

c. Gangguan psikologis

Kebisingan dapat menimbulkan gangguan psikologis seperti kejengkelan,

kecemasan dan ketakutan. Gangguan psikologis akibat kebisingan tergantung

pada intensitas, frekuensi, periode, saat dan lama kejadian, kompleksitas,

spektrum/kegaduhan, dan ketidakteraturan kebisingan.

d. Gangguan produktivitas kerja

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 49: HUBUNGAN KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN …

34

Kebisingan dapat mempengaruhi gangguan terhadap pekerjaan yang

sedang dilakukan seseorang yang dimulai dan gangguan psikologis dan gangguan

komunikasi sehingga menurunkan produktivitas kerja.

e. Gangguan fisiologis

Gangguan berupa peningkatan tekanan darah, peningkatan nadi, basal

metabolisme, konstruksi pembuluh darah kecil terutama pada bagian kaki dan

dapat menyebabkan pucat dan gangguan sensoris.

Sedangkan menurut Tambunan (2005), kebisingan dapat menyebabkan

dua jenis gangguan terhadap manusia yaitu:

1. Dampak Auditorial

Dampak auditorial dan kebisingan cukup banyak jenisnya dengan tingkat

keparahan yang beragam, mulai dari bersifat sementara dan dapat sernbuh dengan

sendirinya atau disembuhkan hingga yang bersifat permanen.

Tenaga kerja yang mengalami gangguan pendengaran umumnya kesulitan

membedakan kata yang memiliki kemiripan atau yang mengandung konsonan

pada rentang frekuensi agak tinggi, seperti konsonan S, F, dan C. Salah satu

dampak auditorial yang cukup terkenal adalah tinnitus. Gangguan jenis ini dapat

dikenali dan adanya bunyi deringan atau siulan ditelinga saat suara yang

memekakkan telinga dihentikan dan terus berlanjut hingga waktu yang cukup

lama.

Menurut Tambunan (2005), dampak auditorial juga dapat dikiasifikasikan

berdasarkan letak atau posisi gangguan pendengaran pada sistem pendengaran

manusia. Dampak tersebut antara lain :

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 50: HUBUNGAN KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN …

35

a. Conductive hearing loss (Tuli Konduktif)

b. Sensorineureal hearing loss (Tuli Sensorineural)

c. Mixed hearing loss

Jika kedua threshold konduksi menunjukkan adanya kehilangan atau

gangguan pendengaran, namun porsi kehilangan lebih besar pada konduksi udara.

2. Dampak non auditorial (non auditorial effect)

Selain menimbulkan dampak negatif (permanen atau sementara) terhadap

sistem pendengaran, kebisingan juga dapat mengganggu :

a. Sistem keseimbangan

b. Cardiovascular

c. Kualitas tidur (noise induced sleep)

d. Kondisi kejiwaan pekerja (stress)

Dampak bising terhadap kesehatan para pekerja menurut Buchari (2008)

antara lain :

a. Gangguan fisiologis

Pada umumnya bising bernada tinggi sangat mengganggu, apalagi

terputus-putus atau yang datangnya tiba-tiba. Gangguan ini berupa peningkatan

tekanan darah (mmHg), peningkatan nadi, basal metabolisme, konstruksi

pembuluh darah kecil terutama pada bagian kaki, dapat menyebabkan pucat dan

gangguan sensoris.

b. Gangguan psikologis

Gangguan psikologis dapat berupa rasa tidak nyaman, kurang konsentrasi,

susah tidur, emosi dan lain-lain. Pemaparan jangka waktu lama dapat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 51: HUBUNGAN KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN …

36

menimbulkan penyakit psikosomatik seperti gastristis, penyakit jantung koroner

dan lain-lain.

c. Gangguan komunikasi

Gangguan komunikasi ini menyebabkan terganggunya pekerjaan, bahkan

mungkin terjadi kesalahan, terutama bagi pekerja bagi yang belum

berpengalaman. Gangguan komunikasi secara tidak langsung akan mengakibatkan

bahaya terhadap keselamatan dan kesehatan tenaga kerja, karena tidak mendengar

teriakan atau isyarat tanda bahaya dan tentunya akan dapat menurunkan mutu

pekerjaan dan produktivitas kerja.

2.5. Tes Pendengaran

Menurut Soepardi, dkk. (2012), untuk mengetahui seseorang mengalami

gangguan pendengaran maka perlu dilakukan tes pendengaran, yaitu sebagai

berikut :

1. Tes Berbisik

Pemeriksaan ini bersifat semi kuantitatif yakni menentukan derajat

ketulian secara kasar dengan hasil tes berupa jarak pendengaran (jarak antara

pemeriksa dengan pasien). Hal yang perlu diperhatikan dalam tes berbisik ini

adalah ruangan yang cukup tenang dengan panjang minimal 6 meter. Seseorang

yang mampu mendengar dengan jarak 6 sampai dengan 8 meter dikatagorikan

normal, kurang dari 6 sampai dengan empat meter dikatagorikan tuli ringan,

kurang dari empat sampai dengan satu meter dikatagorikan tuli sedang, kurang

dari satu meter sampai dengan 25 cm dikatagorikan tuli berat dan kurang dari 25

cm dikatagorikan sebagai tuli total.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 52: HUBUNGAN KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN …

37

2. Tes Audiometri

Pemeriksaan audiometri bertujuan untuk mengetahui derajat ketulian

secara kuantitatif dan mengetahui keadaan fungsi pendengaran secara kualitatif

(pendengaran normal, tuli konduktif, tuli sensorineural dan tuli campuran).

Pemeriksaan audiometri diawali dengan menempatkan pasien pada ruangan kedap

suara, selanjutnya pasien akan mendengarkan bunyi yang dihasilkan oleh

audiogram melalui earphone. Pasien harus memberi tanda saat mulai mendengar

bunyi dan saat bunyi tersebut menghilang.

Cara membaca hasil audiometri adalah dengan melihat grafik yang

dihasilkan. Grafik Air Conductor (AC) untuk menunjukan hantaran udara,

sedangkan grafik Bone Conductor (BC) untuk melihat hantaran tulang. Telinga

kiri ditandai dengan warna biru, sedangkan telinga kanan ditandai dengan warna

merah. Derajat ketulian dapat dihitung dengan menggunakan indeks Fletcher,

adapun rumus dari indeks Fletcher yaitu: Ambang Dengar (AD) = AD 500 Hz +

AD 1.000 Hz + AD 2.000 Hz + AD 4.000 Hz .

Derajat pendengaran seseorang yang masih berada diantara 0 sampai

dengan 25 dBA dikatagorikan normal, 26 sampai 40 dBA dikatagorikan sebagai

penurunan gangguan pendengaran ringan, 41 sampai 60 dBA dikatagorikan

sebagai penurunan gangguan pendengaran sedang, 61 sampai 90 dBA

dikatagorikan sebagai tuli berat, dan jika lebih dari 90 dBA maka dikatagorikan

sebagai tuli sangat berat. Jika dilihat berdasarkan hasil grafik audiogram,

seseorang dikatagorikan normal apabila konduksi udara lebih bagus dari konduksi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 53: HUBUNGAN KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN …

38

tulang. Hal ini dapat teridentifikasi apabila grafik BC berimpit dengan grafik AC

dan AC serta BC sama atau kurang dari 25 dBA.

Gangguan pendengaran konduktif dapat teridentifikasi jika grafik AC

turun lebih dari 25 dBA dan BC normal atau kurang dari 25 dBA. Kondisi

gangguan pendengaran konduktif terjadi jika konduksi tulang lebih baik dari

konduksi udara. Kemudian, seseorang dikatakan gangguan pendengaran

sensorineural jika konduksi udara lebih baik dari konduksi tulang. Letak grafik

pada penderita gangguan sensorineural adalah grafik BC berimpit dengan grafik

AC, namun kedua grafik turun lebih dari 25 dBA. Sedangkan gangguan

pendengaran campuran terjadi jika grafik BC turun lebih dari 25 dBA dan AC

turun lebih besar dari BC.

3. Tes Garputala

Pemeriksaan menggunakan garputala atau tes penala merupakan

pemeriksaan secara kualitatif. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui jenis

gangguan pendengaran. Terdapat berbagai macam tes garputala seperti:

a. Tes Rinne

Pada saat dilakukannya tes, pasien harus fokus terlebih dahulu setelah

pasien fokus maka tindakan selanjutnya adalah menggetarkan garputala.

Garputala yang sedang bergetar diletakkan di prosesus mastoid setelah tidak

terdengar maka garputala diletakkan di depan telinga kira-kira 2,5 cm. Apabila

bunyi garputala masih terdengar maka disebut tes Rinne positif (+) namun

apabilabunyi garputala tidak terdengar maka disebut tes Rinne negatif (-).

b. Tes Weber

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 54: HUBUNGAN KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN …

39

Garputala yang bergetar diletakkan pada garis tengah kepala (di vertex,

dahi, pangkal hidung, ditengah-tengah gigi seri atau dagu). Apabila bunyi

garputala tedengar lebih keras pada salah satu telinga maka disebut lateralisasi

kepada telinga yang mendengar bunyi tersebut. Bila pasien tidak dapat

membedakan telinga yang mendengar bunyi lebih keras maka disebut weber tidak

ada lateralisasi.

c. Tes Schwabach

Garputala yang bergetar didekatkan pada prosesus mastoideus sampai

tidak terdengar bunyi. Kemudian garputala dipindahkan pada prosesus mastoideus

telinga pemeriksa yang pendengarannya normal. Bila pemeriksa masih dapat

mendengar bunyi garputala maka disebut schwabach memendek.

Namun jika pemeriksa tidak mendengar, pemeriksaan akan diulang

dengan cara sebaliknya yakni garputala yang sudah digetarkan diletakkan pada

prosesus mastoideus pemeriksa lebih dahulu. Bila pasien masih dapat mendengar

bunyi garputala maka disebut schwabach memanjang namun bila pemeriksa dan

pasien sama-sama mendengar maka disebut schwabach sama dengan pemeriksa.

2.6. Kerangka Konsep

1. V

Intensitas Kebisingan Gangguan Pendengaran

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 55: HUBUNGAN KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN …

40

1. Variabel independen ialah intensitas kebisingan yang terdapat pada

bagian produksi di PT. Salim Ivomas Pratama Tbk, Sungai Dua.

2. Variabel dependen ialah gangguan pendengaran tenaga kerja yang bekerja

pada bagian produksi di PT. Salim Ivomas Pratama Tbk, Sungai Dua

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 56: HUBUNGAN KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN …

41

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian survei analitik dengan desain

penelitian cross sectional yaitu suatu penelitian untuk mempelajari kolerasi antara

faktor-faktor risiko dengan efek, dengan cara pendekatan, observasi atau

pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (Notoadmojo, 2005).

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1. Lokasi

Penelitian dilaksanakan di pabrik kelapa sawit PT. Salim Ivomas Pratama

Tbk, Sungai Dua Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau, dengan alasan belum

pernah dilakukannya penelitian mengenai hubungan kebisingan dengan gangguan

pendengaran pada tenaga kerja bagian produksi di PT. Salim Ivomas Pratama

Tbk, Sungai Dua.

3.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada Februari 2017 sampai dengan selesai.

3.3. Populasi dan Sampel

3.3.1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang

mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk

dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Notoadmojo, 2005). Penelitian ini

dilakukan dengan populasi sebanyak 22 orang pekerja pada bagian produksi di

stasiun kamar mesin, press, kernel dan klarifikasi yang melakukan pekerjaan pada

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 57: HUBUNGAN KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN …

42

shift 1 mulai pukul 07.00 s/d 16.00 (pagi) dan shift 2 pukul 16.00 s/d 24.00

(malam).

3.3.2. Sampel

Sampel adalah sebagian kecil populasi yang digunakan dalam uji untuk

memperoleh informasi statistik mengenai keseluruhan populasi. Teknik

pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah total sampling. Total sampling

adalah teknik pengambilan sampel dimana jumlah sampel sama dengan populasi.

Untuk itu, jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 22 orang pekerja pada

bagian produksi di stasiun kamar mesin, press, kernel dan klarifikasi yang

melakukan pekerjaan pada shift 1 dan shift 2.

3.4. Metode Pengumpulan Data

3.4.1. Data Primer

Data primer penelitian ini yaitu data hasil pengukuran tes pendengaran

audiometri yang bertujuan untuk mengetahui keadaan fungsi pendengaran pada

pekerja yang terpapar bising.

3.4.2. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari PT. Salim Ivomas Pratama Tbk, Sungai Dua

meliputi data intensitas kebisingan yang telah dilakukan pengukuran sebelumnya

pada tanggal 16 Maret 2017 yang masih berlaku selama 1 tahun, data yang

berkaitan dengan pekerja dan gambaran umum PT. Salim Ivomas Pratama Tbk,

Sungai Dua Kabupaten Rokan Hilir.

3.5. Variabel dan Definisi Operasional

3.5.1. Variabel

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 58: HUBUNGAN KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN …

43

Variabel dalam penelitian ini terdiri dari 2 variabel yaitu variabel

independen berupa kebisingan dan variabel dependen berupa gangguan

pendengaran.

3.5.2. Definisi Operasional

a. Intensitas kebisingan adalah suara yang tidak dikehendaki yang bersumber

dari mesin-mesin produksi di pabrik. Pada penelitian ini, kebisingan di

tempat kerja diambil dari data sekunder yang di peroleh dari PT. Salim

Ivomas Pratama Tbk, Sungai Dua Kabupaten Rokan Hilir.

b. Gangguan pendengaran ketidakmampuan secara parsial atau total untuk

mendengarkan suara pada salah satu atau kedua telinga. Pada penelitian ini

gangguan pendengaran di ukur dengan tes pendengaran audiometri.

3.6. Metode Pengukuran

Aspek pengukuran adalah mengukur gangguan pendengaran pada pekerja di

pabrik. Untuk dapat mengetahuinya dilakukan pengukuran dengan melakukan tes

pendengaran audiometri.

3.6.1. Gangguan Pendengaran

Gangguan pendengaran diukur dengan pemeriksaan audiometri dilakukan

oleh petugas Balai K3 yang bertujuan untuk mengetahui keadaan fungsi

pendengaran pada pekerja yang terpapar bising.

Alat ukur : audiometer Oscilla SM 950

Hasil pengukuran :

a. Normal 0-25 dB

b. Tuli ringan 26-40 dB

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 59: HUBUNGAN KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN …

44

c. Tuli sedang 41-60 dB

d. Tuli berat 61-90 dB

e. Tuli sangat berat >90 dB

Prosedur pengukuran :

a. Siapkan alat dan audiogram (sesuai dengan jumlah tenaga kerja yang

diperiksa).

b. Hidupkan alat yang telah dikalibrasi dengan menekan tombol ON/power.

c. Pasang earphone pada kedua telinga pasien.

d. Dahulukan telinga yang lebih baik pendengarannya atau telinga kanan

(tekan tombol nada merah untuk memeriksa telinga kanan).

e. Mulai pemeriksaan pada Frek. 500/1000 Hz dengan menekan atau

memutar tombol Frek. Sesuai dengan 500/1000 Hz.

f. Mulai dengan intensitas 50 dB dengan menekan atau memutar tombol

Intensitas sesuai dengan 50 dB,lepaskan tombol nada/signal bila terdapat

respon/pekerja yang diperiksa mendengar ( 1 – 2 detik penekanan tombol

nada/signal).

g. Turunkan intensitas 10 dB secara bertahap sampai pekerja yang diperiksa

tidak mendengar.

h. Lalu naikkan 5 dB secara bertahap dan beri nada/signal sampai pekerja

yang diperiksa mendengar.

i. Beri nada atau signal 3X,ada respon 1X dari 3X pemberian signal,naikkan

lagi bertahap 5 dB dan beri signal 3X, sampai minimal 2X respon dari 3X signal

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 60: HUBUNGAN KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN …

45

sama dengan Perpaduan antara penurunan dan penambahan (Batas Ambang

Dengar).

j. Frekuensi berikutnya dapat dimulai dengan intensitas 15 dB lebih rendah

dari intensitas pada pemberian signal Frekuensi 500/1000 Hz.

k. Selanjutnya begitu seterusnya seperti diatas sampai pada Frekuensi 2000,

3000, 4000 dan 6000 Hz.

l. Catat pada audiochart pena merah dengan tanda bulat (O) telinga kanan,

pena biru dengan tanda (X) telinga kiri.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 61: HUBUNGAN KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN …

46

Tabel 3.1.Aspek Pengukuran Variabel Penelitian

No Variabel Cara ukur dan

Alat Ukur

Hasil Ukur Skala

Ukur

1. Kebisingan Data sekunder 1. Kebisingan ≤

85 dB

2. Kebisingan >

85 dB

Ordinal

2. Gangguan

Pendengaran

Pengukuran

( Audiometri )

1. 0 – 25 dB

(Normal)

2. 26 - 40 dB

(ringan)

3. 41 – 60 dB

(sedang)

4. 61 – 90 dB

(tuli berat)

5. > 90 dB

(tuli sangat berat)

Ordinal

3.7. Metode Analisa Data

Dalam sebuah penelitian, analisis data merupakan salah satu langkah yang

penting. Hal ini disebabkan karena ada data yang diperoleh langsung dari

penelitian masih mentah dan belum memberikan informasi. Data-data tersebut

dianalisis menggunakan program Statistic Package For The Social Science

(SPSS).

Analisis penelitian mencakup :

1. Analisa univariat, yaitu analisis yang menggambarkan secara tunggal

variabel independen dengan dependen dalam bentuk distribusi frekuensi. Entry

Data, data yang telah diberikan kode tersebut kemudian dimasukkan dalam

program komputer untuk selanjutnya akan diolah.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 62: HUBUNGAN KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN …

47

2. Analisa bivariat, yaitu analisis lanjutan untuk melihat hubungan antara

variabel independen (kebisingan) dan variabel dependen (gangguan pendengaran)

menggunakan uji korelasi spearman dengan taraf signifikansi α sebesar 0,05 pada

taraf kepercayaan 95%. Jika P value < 0,05 terdapat korelasi yang bermakna

antara dua variable yang diuji. Jika P value > 0,05 artinya tidak terdapat korelasi

yang bermakna antara dua variabel yang diuji.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 63: HUBUNGAN KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN …

48

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum Perusahaan

4.1.1. Sejarah Ringkas Perusahaan

Pabrik Kelapa Sawit PT. Salim Ivomas Pratama Tbk, Sungai Dua

dibangun tahun 1997 dan mulai beroperasi bulan mei tahun 1998. Luas bangunan

PKS PT. Salim Ivomas Pratama Tbk seluas 7,28 Ha dan luas areal pabrik :

IPAL/Waduk (M²) seluas 15.393 Ha. Produksi tandan buah segar (TBS) kelapa

sawit diolah di Pabrik Kelapa Sawit (PKS) yang dimiliki oleh PT. Salim Ivomas

Pratama Tbk sendiri. PKS PT. Salim Ivomas Pratama Tbk memiliki kapasitas

produksi yaitu 45 ton/jam. PKS PT. Salim Ivomas Pratama Tbk memproduksi

CPO (Crude Palm Oil) dan inti sawit (kernel). Realisasi produksi pada tahun

2016 untuk kelapa sawit (TBS) sebanyak 204.371 ton.

4.1.2. Lokasi PKS PT. Salim Ivomas Pratama Tbk, Sungai Dua

Perkebunan PT. Salim Ivomas Pratama Tbk – PKS Sungai Dua terletak di

Kecamatan Balai Jaya, Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau.

4.1.3. Data Geografi

Secara geografis lokasi PT. Salim Ivomas Pratama Tbk. – PKS Sungai

Dua berada diantara koordinat E = 100o 35' 27.6 N = 01o 45’ 03.4.

4.1.4. Jumlah Karyawan

Jumlah tenaga kerja di kebun PT. Salim Ivomas Pratama Tbk. – PKS

Sungai Dua pada periode 2016.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 64: HUBUNGAN KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN …

49

Tabel 4.1. Jumlah Tenaga Kerja PKS PT. Salim Ivomas Pratama Tbk,

Sungai Dua

No Jenis Karyawan Jumlah

1 Staff 9

2 Pekerja Tetap SKU 122

Total 131

4.1.5 Jam Kerja

Jam kerja yang berlaku di PT. Salim Ivomas Pratama Tbk, Sungai Dua

dibagi atas dua bagian, yaitu:

a. Bagian Kantor

Untuk bagian ini hanya ada 1 shift kerja dengan 7 jam per hari dan 40 jam per

minggu adalah sebagai berikut:

Tabel 4.2. Jam Kerja Karyawan Bagian Kantor PKS PT. Salim Ivomas

Pratama Tbk, Sungai Dua

Hari Kerja Jam Kerja Keterangan

Senin-Sabtu 07.00-12.00

12.00-14.00

14.00-16.00

Kerja aktif

Istirahat

Kerja aktif

b. Bagian Pengolahan

Untuk bagian pengolahan pekerja dibagi atas 2 shift, yaitu:

1. Shift I : (Pukul 07.00-16.00)

2. Shift II : (Pukul 16.00-24.00)

Waktu istirahat untuk karyawan bagian pengolahan diberikan selama 1 jam tetapi

tidak ditentukan jadwal yang tetap. Waktu istirahat tersebut tergantung pada

pengaturan waktu tenaga kerja di stasiun kerja masing-masing dengan ketentuan

di setiap stasiun tidak boleh kosong. Pergantian shift dilakukan setiap 7 hari sekali

dan mendapat hari libur 1 hari yaitu hari Minggu.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 65: HUBUNGAN KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN …

50

4.1.6. Sistem Pengupahan

Pembagian upah/gaji karyawan PKS PT. Salim Ivomas Pratama Tbk,

Sungai Dua dilakukan 1 kali setiap bulannya. Selain gaji bulanan, karyawan juga

mendapat upah lembur dihitung diluar jam kerja ditambah dengan setiap

karyawan mendapat beras setiap kali gajian.

Untuk meningkatkan kesejahteraan karyawan, perusahaan juga

menyediakan fasilitas seperti:

1. Perumahan untuk setiap staff atau pimpinan dan karyawan pelaksana yang

berada di lokasi perkebunan sekitar pabrik.

2. Air dan listrik untuk keperluan rumah tangga.

3. Jaminan Kesehatan.

4. Klinik Central yang memberikan pelayanan kesehatan bagi karyawan.

5. Sarana pendidikan/sekolah gratis bagi anak karyawan yang disediakan

oleh Perkebunan.

6. Tempat ibadah di sekitar perumahan karyawan.

7. Transportasi.

4.1.7. Proses Produksi

Pabrik Kelapa Sawit PT. Salim Ivomas Pratama Tbk, Sungai Dua

menghasilkan CPO (Crude Palm Oil) atau minyak kelapa sawit sebagai hasil

utama dan inti sawit sebagai hasil sampingan. Untuk menghasilkan CPO dan inti

sawit terdapat 10 stasiun kerja yang terkait yaitu stasiun loading ramp, stasiun

bantingan, stasiun perebusan (sterilizer), stasiun penebah (hoisting crane), stasiun

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 66: HUBUNGAN KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN …

51

kempa (press), stasiun klarifikasi, stasiun kernel, stasiun ketel uap (boiler), stasiun

kamar mesin dan stasiun water treatment.

1) Loading Ramp

Fungsi dari stasiun ini adalah sebagai tempat penampungan TBS untuk

beberapa saat sambil menunggu proses awal dari pengolahan dan tempat proses

sortasi TBS. TBS kemudian diletakkan ke dalam pintu-pintu kompartement untuk

seterusnya dimasukkan ke dalam lori.

2) Stasiun Perebusan

Tandan buah dan berondolan yang telah disortasi di stasiun loading ramp

akan diangkut oleh lori dan direbus di dalam sterilizer. Sterilizer adalah bejana

uap yang digunakan untuk merebus TBS. Sterilizer yang ada pada PKS PT. Salim

Ivomas Pratama Tbk, Sungai Dua sebanyak 3 unit dengan kapasitas masing-

masing sebesar 11 lori (45 ton). Tujuan dilakukannya proses perebusan adalah

sebagai berikut :

1. Mensterilkan tandan dan menonaktifkan enzim lipase untuk mencegah

larutnya asam lemak bebas.

2. Memudahkan berondolan lepas dari tandan sebelum pemisahan mekanik.

3. Mempersiapkan kemudahan pelepasan inti dari cangkang dengan

mengurangi daya rekat keduanya, serta mengeringkan inti sawit.

4. Mengurangi kadar air pada buah.

Proses perebusan atau sterilization dilakukan dengan sistem perebusan tiga

puncak. Puncak pertama dan kedua berlangsung selama 15 menit dan puncak

ketiga selama 60 menit.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 67: HUBUNGAN KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN …

52

3) Stasiun Bantingan (Thresher)

Thresher berfungsi untuk memisahkan buah dari janjangannya dengan

cara membanting tandan buah segar (TBS) ke dalam drum thresher. Thresher ini

berupa drum silinder panjang yang berputar secara horizontal dengan kecepatan

putar 21 rpm. Drum dirancang dengan kisi–kisi yang berfungsi untuk meloloskan

berondolan. Thresher ini berkapasitas 30 ton/jam.

Stasiun Threshing terdiri dari beberapa bagian alat atau mesin dan dalam

proses pengoperasiannya sangat berkaitan satu sama lain. Maksud dan tujuan

desain dari pada stasiun ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk melepaskan buah (tandan buah segar yang sudah direbus) dengan

tandannya dengan sistem bantingan.

2. Untuk menjaga kestabilan/pemerataan secara kontinu agar kapasitas

pengolahan Tandan Buah Segar dapat tercapai sesuai desain pabrik dengan

pengoperasian hoist cycle, rpm auto feeder maupun supervisi yang benar.

3. Menjaga oil loss maupun kernel loss seoptimal mungkin agar berada

dibawah target/parameter yang sudah disepakati perusahaan.

4. Jadi, kapasitas desain saja tidaklah cukup untuk mendapatkan tujuan di

atas tanpa kesatuan sistem pengoperasian alat yang benar pada stasiun ini maupun

dukungan dari stasiun-stasiun lainnya.

4) Stasiun hoisting crane

Stasiun hoisting crane (penebah) adalah tahapan pemipilan berondolan

sawit dari tandannya. Prinsip penebahan adalah memutar dan membanting-

banting bahan dalam mesin penebah. Lori yang berisi tandan buah dan berondolan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 68: HUBUNGAN KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN …

53

sawit masak diangkat menggunakan hoisting crane oleh seorang operator

hyskrane kemudian dituangkan ke dalam thresher atau mesin penebah.

5) Stasiun Press

Stasiun press merupakan stasiun utama dalam proses pemisahan minyak

dari sabut dan inti buah kelapa sawit. Pada stasiun ini, terdapat dua proses penting

yaitu digestion dan pressing.

Digestion merupakan proses pelumatan dan pelepasan daging buah dari

biji kelapa sawit. Alat yang digunakan adalah digester. Pada digester terdapat 6

pasang pisau yang terdiri dari 1 pasang pisau pelempar dan 5 pasang pisau

pengaduk.

Setelah proses digestion, tahap selanjutnya adalah pressing. Tahap ini

merupakan pemisahan minyak dari daging buah yang telah dilumatkan pada

proses digestion. Pada proses ini, bubur yang terdiri atas minyak, serat dan biji

akan dikempa secara padat ke segala arah sehingga minyak akan terlepas dari

ampas. Dari proses ini diperoleh minyak kasar, serat dan biji.

6) Stasiun Klarifikasi

Stasiun ini berperan dalam pemurnian minyak kasar yang diperoleh dari

hasil stasiun sebelumnya. Masukan dari stasiun ini adalah minyak kasar yang

berasal dari stasiun pengempaan. Partikel-partikel halus dalam minyak kasar

disaring menggunakan vibrating screen dengan dua tingkat saringan. Minyak

yang sudah disaring kemudian diendapkan untuk memisahkan minyak dengan

lumpur. Minyak murni disimpan pada storage tank atau tangki penimbunan

minyak. Tangki timbun yang digunakan sebanyak 3 unit dimana 2 unit tangki

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 69: HUBUNGAN KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN …

54

masing-masing berkapasitas 500 ton dan 1 tangki berkapasitas 950 ton, sedangkan

lumpur akan dialirkan ke kolam penampungan limbah.

7) Stasiun Pabrik Biji (Kernel)

Pabrik biji berfungsi sebagai tempat untuk memisahkan kernel dan

cangkang, untuk menghasilkan inti sawit dengan mutu sesuai dengan standar yang

ditetapkan. Biji dan serat yang berasal dari stasiun pengempaan akan dipisah

menggunakan depericarper. Biji yang masih mengandung serabut akan

dibersihkan serabutnya menggunakan mesin polishing drum. Kemudian biji akan

dipecah menggunakan ripple mill. Cangkang yang sudah terpisah dari inti akan

dialirkan menuju boiler untuk dijadikan bahan bakar, sedangkan inti akan

ditampung dan dikeringkan di silo inti. Pengeringan dilakukan selama 12-14 jam.

Inti yang telah dikeringkan akan ditampung di kernel storage. Inti sawit ini

kemudian dikemas dan diangkut ke pengolahan inti sawit di PKS Bangko.

8) Stasiun Boiler (Ketel Uap)

Ketel uap merupakan suatu alat konversi energi yang merubah Air menjadi

Uap dengan cara pemanasan dan panas yang dibutuhkan air untuk penguapan

diperoleh dari pembakaran bahan bakar pada ruang bakar ketel uap. Uap (energi

kalor) yang dihasilkan ketel uap dapat digunakan pada semua peralatan yang

membutuhkan uap di pabrik kelapa sawit, terutama turbin. Turbin disini adalah

turbin uap dimana sumber penggerak generatornya adalah uap yang dihasilkan

dari ketel uap.

Selain turbin alat lain di pabrik kelapa sawit yang membutuhkan uap

seperti di sterilizer (Alat untuk memasak TBS) dan distasiun pemurnian minyak

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 70: HUBUNGAN KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN …

55

(Klarifikasi), oleh karena itu kualitas uap yang dihasilkan harus sesuai dengan

kebutuhan yang ada dipabrik kelapa sawit tersebut. karena jika tidak akan

mengganggu proses pengolahan dipabrik kelapa sawit.

Agar kualitas uap yang dihasilkan dari ketel uap sesuai dengan yang

diinginkan/dibutuhkan maka dibutuhkan sejumlah panas untuk menguapkan air

tersebut, dimana panas tersebut diperoleh dari pembakaran bahan bakar di ruang

bakar ketel. Untuk mendapatkan pembakaran yang sempurna didalam ketel maka

diperlukan beberapa syarat, yaitu:

1. Perbandingan pemakaian bahan bakar harus sesuai (cangkang dan

serabut).

2. Udara yang dipakai harus mencukupi.

3. Waktu yang diperlukan untutk proses pembakaran harus cukup.

4. Panas yang cukup untuk memulai pembakaran.

5. Kerapatan yang cukup untuk merambatkan nyala api

Dalam hal ini bahan bakar yang digunakan adalah serabut dan cangkang,

Adapaun alasan mengapa digunakan serabut dan cangkang sebagai bahan bakar

adalah :

1. Bahan bakar cangkang dan serabut cukup tersedia dan mudah diperoleh

dipabrik.

2. Cangkang dan serabut merupakan limbah dari pabrik kelapa sawit apabila

tidak digunakan.

3. Nilai kalor bahan bakar cangkang dan serabut memenuhi persyaratan

untuk menghasilkan panas yang dibutuhkan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 71: HUBUNGAN KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN …

56

4. Sisa pembakaran bahan bakar dapat digunakan sebagai pupuk untuk

tanaman kelapa sawit.

5. Harga lebih ekonomis.

9) Stasiun Kamar Mesin

Secara umum, sumber energi yang digunakan PKS PT. Salim Ivomas

Pratama Tbk, Sungai Dua untuk menggerakkan mesin-mesin dan peralatan dalam

jumlah besar ada tiga, yaitu PLN, ketel uap (boiler) dan diesel genset. Sumber

utama yang digunakan untuk proses pengolahan adalah listrik yang dihasilkan

oleh boiler. Apabila boiler tidak mampu untuk proses pengolahan, maka diesel

genset pada stasiun kamar mesin akan dioperasikan. Sedangkan listrik PLN

biasanya digunakan untuk kebutuhan kantor.

10) Stasiun Water Treatment

Stasiun water treatment merupakan salah satu sarana pendukung yang

terdapat di PKS PT.Salim Ivomas Pratama Tbk, Sungai Dua. Water Treatment

adalah stasiun pengolahan air yang digunakan untuk mendukung kelancaran

proses produksi. Air yang digunakan berasal dari waduk yang kemudian dipompa.

Sebelum operasi perlu diperhatikan beberapa hal seperti :

a. Pemeriksaan Pompa

1. Check alat berikut perangkat pendukungnya, (pastikan dalam kondisi baik

dan siap dioperasikan).

2. Pastikan tidak ada kebocoran atau sumbat pada pipa dan tangki.

3. Merekap Flow meter pada setiap pagi untuk perkiraan penggunaan air.

4. Periksa kondisi pompa dan motor dalam keadaan baik.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 72: HUBUNGAN KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN …

57

5. Pastikan kawasan lingkungan bahan kimia bersih

b. Pengoperasian Mesin

1. Hidupkan Genset Hydrant setiap pagi selama 10 menit dan pastikan genset

dalam kondisi siap pakai.

2. Hidupkan pompa air dari waduk ke tangki Clarifier, dan nyalakan pompa

chemical.

3. Gunakan chemical sesuai dengan dosis yang telah ditentukan oleh pihak

laboratorium.

4. Pastikan air dari tangki Clarifier menuju ke Water Basin bersih dan jernih.

5. Pastikan level air pada Water Basin aman dan matikan pompa air dari

waduk ke tangki Clarifier apabila air di Water Basin sudah overflow.

6. Pastikan Sand Filter dalam kondisi baik dan lakukan backwash 3 jam

sekali atau sesuai kondisi.

7. Pastikan level air pada tangki tower selalu penuh.

8. Pastikan pengaturan air untuk proses dan domestik sudah sesuai dengan

ketentuan dari perusahaan.

4.2. Karakteristik Responden Pabrik Kelapa Sawit

4.2.1. Umur Sampel

Tabel 4.3. Distribusi Sampel Menurut Umur Tenaga Kerja Bagian Produksi

PKS PT. Salim Ivomas Pratama Tbk, Sungai Dua Tahun 2017

No. Umur (Tahun) Jumlah Persen (%)

1.

2.

3.

4.

26-30

31-35

36-40

41-45

3

1

11

7

13,6

4,5

50,0

31,8

Jumlah 22 100

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 73: HUBUNGAN KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN …

58

Dari tabel diatas dapat dilihat distribusi sampel menurut umur yang

terbanyak pada kelompok umur 36-40 tahun sebanyak 11 orang (50,0%) dan

yang terkecil terdapat pada kelompok umur 31-35 tahun sebanyak 1 orang (4,5

%).

4.2.2. Masa Kerja Sampel

Tabel 4.4. Distribusi Sampel Menurut Masa Kerja Tenaga Kerja Bagian

Produksi PKS PT. Salim Ivomas Pratama Tbk, Sungai Dua

Tahun 2017

No. Masa Kerja (Tahun) Jumlah Persen (%)

1.

2.

3.

4.

1-5

6-10

11-15

16-20

2

1

4

15

9,1

4,5

18,2

68,2

Jumlah 22 100

Dari tabel diatas dapat dilihat distribusi sampel menurut masa kerja yang

terbanyak pada kelompok 16-20 tahun sebanyak 15 orang (68,2%), kelompok 11-

15 tahun sebanyak 4 orang (18,2%), kelompok 6-10 tahun sebanyak 1 orang

(4,5%) dan kelompok 1-5 tahun sebanyak 2 orang (9,1%).

4.2.3. Stasiun Sampel Kerja

Tabel 4.5. Jumlah Sampel Berdasarkan Stasiun Kerja PKS PT. Salim

Ivomas Pratama Tbk, Sungai Dua Tahun 2017

No. Stasiun / Bagian Jumlah (Orang)

1.

2.

3.

4.

Press

Kernel

Klarifikasi

Kamar Mesin

4

6

4

8

Jumlah 22

Dari tabel diatas dapat dilihat sampel terbanyak berasal dari stasiun kerja

kamar mesin sebanyak 8 orang, stasiun kerja kempa/pressan 4 orang, klarifikasi 4

orang, dan kernel sebanyak 6 orang.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 74: HUBUNGAN KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN …

59

4.2.4. Intensitas Kebisingan

Tabel 4.6. Intensitas Kebisingan Pada Stasiun Kerja Sampel Tenaga Kerja

Bagian Produksi PKS PT. Salim Ivomas Pratama Tbk, Sungai

Dua Tahun 2017

No. Stasiun / Bagian Intensitas Kebisingan (dB)

1.

2.

3.

4.

Press

Kernel

Klarifikasi

Kamar Mesin

84,41

86,35

83,39

86,35

Dari tabel diatas dapat dilihat sebagian besar stasiun kerja tempat sampel

bekerja mempunyai intensitas kebisingan diatas 85 dB yaitu sebanyak 2 stasiun.

Untuk stasiun kernel intensitas kebisingannya diatas 85 dB dan Press mempunyai

intensitas kebisingan dibawah 85 dB. Stasiun ini menggunakan mesin tetapi

tingkat kebisingannya masih dibawah standart NAB, tetapi sumber kebisingan

lainnya berasal dari mesin-mesin yang ada pada stasiun lainnya. Untuk stasiun

klarifikasi intensitas kebisingannya masih dibawah 85 dB, dan kamar mesin

mempunyai kebisingan diatas 85 dB.

4.2.5. Gangguan Pendengaran

Tabel 4.7. Distribusi Sampel Berdasarkan Klasifikasi Tingkat Gangguan

Pendengaran Tenaga Kerja Bagian Produksi PKS PT. Salim

Ivomas Pratama Tbk, Sungai Dua Tahun 2017

No. Gangguan Pendengaran Telinga Kanan Telinga Kiri

N % N %

1.

2.

3.

4.

5.

Normal 0-25 dB

Tuli ringan 26-40 dB

Tuli sedang 41-60 dB

Tuli berat 61-90 dB

Tuli sangat berat >90 dB

11

11

0

0

0

50,0

50,0

0

0

0

12

9

0

1

0

54,5

40,9

0

4,5

0

Jumlah 22 100 22 100

Dari tabel diatas dapat dilihat untuk telinga kanan sampel yang

pendengarannya normal sebanyak 11 orang (50,0%), tuli ringan sebanyak 11

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 75: HUBUNGAN KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN …

60

orang (50,0%). Untuk telinga kiri sampel yang pendengarannya normal sebanyak

12 orang (54,5%), tuli ringan sebanyak 9 orang (40,9%), dan tuli berat sebanyak 1

orang (4,5%).

4.3. Tabulasi Silang antara Umur dan Masa Kerja dengan Gangguan

Pendengaran

Tabel 4.8. Tabulasi Silang antara Umur dan Masa Kerja dengan Gangguan

Pendengaran

Gangguan Pendengaran

Telinga Kanan

Total Gangguan Pendengaran

Telinga Kiri

Total

N TR TS TB TSB N TR TS TB TSB

Umur

26-30

31-35

36-40

41-45

3

1

3

4

0

0

8

3

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

3

1

11

7

3

1

4

4

0

0

7

2

0

0

0

0

0

0

0

1

0

0

0

0

3

1

11

7

Total 11 11 0 0 0 22 12 9 0 1 0 22

Masa

kerja

1-5

6-10

11-15

16-20

2

1

1

7

0

0

3

8

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

2

1

4

15

2

1

2

7

0

0

2

7

0

0

0

0

0

0

0

1

0

0

0

0

2

1

4

15

Total 11 11 0 0 0 22 12 9 0 1 0 22

Keterangan:

N : Normal 0-25 dB

TR : Tuli ringan 26-40 dB

TS : Tuli sedang 41-60 dB

TB : Tuli berat 61-90 dB

TSB : Tuli sangat berat >90 dB

Dari tabel 4.8. dapat dilihat hasil penelitian menunjukkan umur jumlah

sampel yang paling banyak mengalami gangguan pendengaran yaitu pada

kelompok umur 36-40 tahun dengan tuli ringan sebanyak 8 orang pada telinga

kanan dan 7 orang pada telinga kiri. Sedangkan telinga normal paling banyak

terdapat pada kelompok umur 36-40 tahun sebanyak 3 orang pada telinga kanan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 76: HUBUNGAN KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN …

61

dan 4 orang pada telinga kiri. Pada kelompok umur 41-45 tahun terdapat 3 orang

yang mengalami tuli ringan pada telinga kanan, 2 orang mengalami tuli ringan

pada telinga kiri dan 1 orang mengalami tuli berat pada telinga kiri.

Berdasarkan masa kerja dapat dilihat masa kerja 16-20 tahun paling

banyak mengalami tuli ringan pada telinga kanan yaitu sebanyak 8 orang, serta 7

orang mengalami tuli ringan pada telinga kiri dan 1 orang mengalami tuli berat

pada telinga kirinya. Masa kerja 11-15 tahun paling banyak mengalami tuli ringan

pada telinga kanan sebanyak 3 orang dan terdapat 2 orang yang mengalami tuli

ringan pada telinga kanan.

4.4. Tabulasi Silang antara Stasiun Kerja dengan Gangguan Pendengaran

Tabel 4.9. Tabulasi Silang antara Stasiun Kerja dengan Gangguan

Pendengaran

Keterangan:

N : Normal 0-25 dB

TR : Tuli ringan 26-40 dB

TS : Tuli sedang 41-60 dB

TB : Tuli berat 61-90 dB

TSB : Tuli sangat berat >90 dB

Gangguan

Pendengaran Telinga

Kanan

Total Gangguan

Pendengaran Telinga

Kiri

Total

N TR TS TB TSB N TR TS TB TSB

Stasiun

Press

Kernel

Klarifikasi

Kamar

Mesin

4

2

4

1

0

4

0

7

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

4

6

4

8

4

2

4

2

0

4

0

5

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

1

4

6

4

8

Total 11 11 0 0 0

22 12 9 0 0 1 22

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 77: HUBUNGAN KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN …

62

Pada tabel 4.9. hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 8 orang

pekerja pada stasiun press dan klarifikasi yang tingkat kebisingannya dibawah 85

dB, masih memiliki pendengaran yang normal pada telinga kanan dan telinga

kirinya. Sedangkan 14 pekerja lainnya pada stasiun kernel dan kamar mesin yang

tingkat kebisingannya sudah diatas 85 dB, didapat 3 orang yang pendengarannya

masih normal untuk telinga kanan dan 4 orang pada telinga kirinya. Dan terdapat

11 pekerja mengalami tuli ringan pada telinga kanan dan 9 pekerja mengalami

gangguan tuli ringan pada telinga kirinya, serta ada 1 pekerja mengalami

gangguan tuli berat pada telinga kirinya.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 78: HUBUNGAN KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN …

63

4.5. Tabulasi Silang antara Intensitas Kebisingan dengan Gangguan

Pendengaran

Tabel 4.10. Tabulasi Silang antara Intensitas Kebisingan dengan Gangguan

Pendengaran

Keterangan:

N : Normal 0-25 dB

TR : Tuli ringan 26-40 dB

TS : Tuli sedang 41-60 dB

TB : Tuli berat 61-90 dB

TSB : Tuli sangat berat >90 dB

Pada tabel 4.10. hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 8 orang

pekerja yang bekerja pada kebisingan dibawah 85 dB, masih memiliki

pendengaran yang normal pada telinga kanan dan telinga kirinya.

Sedangkan dari 14 orang yang bekerja pada tingkat kebisingan diatas 85 dB,

didapat 3 orang yang pendengarannya masih normal untuk telinga kanan dan 4

orang pada telinga kiri. Dan terdapat 11 orang mengalami tuli ringan pada telinga

kanan dan 9 orang pada telinga kiri, serta 1 orang mengalami tuli berat pada

telinga kiri.

4.6. Hubungan Kebisingan dengan Gangguan Pendengaran

Setelah data diperoleh, maka data kebisingan dan gangguan pendengaran

telinga kanan dan telinga kiri harus diuji apakah telah berdistribusi normal. Untuk

Gangguan

Pendengaran Telinga

Kanan

Tota

l

Gangguan

Pendengaran Telinga

Kiri

Tota

l

Intensitas

Kebisinga

n

≤ 85 dB

>85 Db

N

T

R

T

S

T

B

TS

B

N T

R

T

S

T

B

TS

B

8

3

0

11

0

0

0

0

0

0

8

14

8

4

0

9

0

0

0

1

0

0

8

14

Total 1

1

11 0 0 0 22 1

2

9 0 1 0 22

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 79: HUBUNGAN KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN …

64

menguji kenormalan data digunakan One Sample Kolmogorof Smirnov Test. Dan

untuk melihat hubungan kebisingan dengan gangguan pendengaran tenaga kerja

bagian produksi di PKS PT. Salim Ivomas Pratama Tbk, Sungai Dua Kabupaten

Rokan Hilir tahun 2017, maka dilakukan Uji Korelasi Spearman dengan taraf

signifikansi ( α ) sebesar 0,05.

Hasil pengujian statistik hubungan kebisingan dengan gangguan

pendengaran dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.11. Hubungan Kebisingan dengan Gangguan Pendengaran Tenaga

Kerja Bagian Produksi PKS PT. Salim Ivomas Pratama Tbk,

Sungai Dua Tahun 2017

No. Hubungan Variabel N R p

1.

2.

Kebisingan dengan Gangguan Pendengaran Telinga

Kanan

Kebisingan dengan Gangguan Pendengaran Telinga

Kiri

22

22

0,756

0,679

0,000

0,001

Untuk telinga kanan, didapat korelasi positif antara intesitas kebisingan

dengan gangguan pendengaran pekerja, artinya terdapat hubungan antara kedua

variabel yaitu kenaikan intensitas kebisingan akan diikuti naiknya nilai ambang

gangguan pendengaran pada tenaga kerja. Hal ini dapat dilihat dari hasil koefisien

korelasi sebesar 0,756. Dari hasil uji korelasi diatas, didapat p < 0,05 yang artinya

ada hubungan kebisingan dengan gangguan pendengaran.

Untuk telinga kiri, didapat korelasi positif antara intensitas kebisingan

dengan gangguan pendengaran pekerja, artinya terdapat hubungan antara kedua

variabel yaitu kenaikan intensitas kebisingan akan diikuti naiknya nilai ambang

gangguan pendengaran pada tenaga kerja. Hal ini dapat dilihat dari hasil koefisien

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 80: HUBUNGAN KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN …

65

korelasi sebesar 0,679. Dari hasil uji korelasi diatas, didapat p < 0,05 yang artinya

ada hubungan kebisingan dengan gangguan pendengaran.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 81: HUBUNGAN KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN …

66

BAB V

PEMBAHASAN

5.1.Karakteristik Responden Pabrik Kelapa Sawit

5.1.1. Umur Sampel

Dari tabel 4.3. dapat dilihat bahwa sampel terbanyak terdapat pada

kelompok umur 36-40 tahun sebanyak 11 orang (50,0%) dan kelompok umur 41-

45 tahun sebanyak 7 orang (31,8%).

Secara umum faktor usia merupakan salah satu faktor risiko yang

berhubungan dengan terjadinya penurunan pendengaran, walaupun bukan

merupakan faktor yang terkait langsung dengan kebisingan di tempat kerja.

Beberapa perubahan yang terkait dengan pertambahan usia dapat terjadi pada

telinga. Membran yang ada di telinga bagian tengah, termasuk di dalamnya

gendang telinga menjadi kurang fleksibel karena bertambahnya usia. Selain itu,

tulang-tulang kecil yang terdapat di telinga bagian tengah juga menjadi lebih kaku

dan sel-sel rambut di telinga bagian dalam dimana koklea berada juga mengalami

kerusakan.

Penyebab paling umum terjadinya gangguan pendengaran terkait usia

adalah presbycusis. Presbycusis ditandai dengan penurunan persepsi terhadap

bunyi frekuensi tinggi dan penurunan kemampuan membedakan bunyi.

Presbycusis diasumsikan menyebabkan kenaikan ambang dengar 0,5 dB setiap

tahun, dimulai dari usia 40 tahun (Djojodibroto, 1999). Namun apabila seseorang

sering terpapar kebisingan diatas 85 dB, walaupun usianya belum sampai 40

tahun, kemampuan pendengarannya dapat menurun. Hal ini dapat dilihat dari

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 82: HUBUNGAN KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN …

67

tabel 4.3. dimana pada sampel dengan umur dibawah 40 tahun yaitu kelompok

umur 36-40 tahun dari 11 sampel sebanyak 8 orang mengalami tuli ringan pada

telinga kanannya, dan pada telinga kiri 7 orang mengalami tuli ringan.

Usia diatas 40 tahun ditambah terpapar kebisingan yang tinggi dapat

memperparah tingkat ketulian, hal ini dapat dilihat untuk untuk kelompok umur

41-45 tahun dari 7 orang sampel, pada telinga kanan terdapat 3 orang mengalami

tuli ringan dan pada telinga kiri 2 orang mengalami tuli ringan bahkan 1 orang

mengalami tuli berat. Dalam hal ini faktor lain yaitu tingkat kebisingan

mempengaruhi tingkat ketulian tersebut (Boeis, 1997).

5.1.2. Masa Kerja Sampel

Lama bekerja sampel yang lebih dari 8 jam sehari menyebabkan sampel

terpapar kebisingan lebih lama. NAB kebisingan menurut Permenaker RI

No.13/MEN/X/2011 adalah 85 dB untuk 8 jam kerja perhari. Lama bekerja

sampel yang melewati NAB dapat menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya

gangguan pendengaran pada sampel.

Pada tabel 4.9. dapat dilihat untuk gangguan pendengaran, pada telinga

kanan terdapat 3 orang dengan masa kerja 11-15 tahun yang mengalami tuli

ringan dan pada telinga kiri 2 orang mengalami tuli ringan, masa kerja 16-20

tahun pada telinga kanan 8 orang dengan mengalami tuli ringan dan pada telinga

kiri 7 orang mengalami tuli ringan, 1 orang mengalami tuli berat.

Masa kerja yang lama di tempat kerja yang bising merupakan faktor yang

mempengaruhi kemampuan pendengaran. Fahri (2009) dalam penelitiannya

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 83: HUBUNGAN KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN …

68

menemukan ada hubungan antara masa kerja dengan gangguan pendengaran

pekerja. Tetapi hal ini tidak berarti semakin lama masa kerja, tingkat kemampuan

pendengarannya lebih buruk dibandingkan dengan yang masa kerjanya lebih

sedikit, hal ini dapat dilihat dari hasil dimana masa kerja 11-15 tahun terdapat 1

orang yang pendengarannya normal pada telinga kanan dan 2 orang normal pada

telinga kiri, pada masa kerja 16-20 tahun terdapat 7 orang mempunyai

pendengaran yang normal.

(Soepardi, dkk. 2012) mengatakan masa kerja yang lama di tempat kerja

yang bising merupakan faktor yang mempengaruhi kemampuan pendengaran.

Tetapi hal ini tidak berarti semakin lama masa kerja, tingkat kemampuan

pendengarannya lebih buruk dibandingkan dengan yang masa kerjanya lebih

sedikit. Penurunan kemampuan pendengaran akibat bising dapat terjadi dalam

jangka waktu yang cukup lama, biasanya lima tahun atau lebih. Pekerja yang

menjadi sampel dalam penelitian ini telah memiliki masa kerja yang lama (>10

tahun), hal ini menyebabkan semua sampel beresiko mengalami penurunan

kemampuan pendengaran.

5.1.3. Stasiun Kerja

Dari hasil pengukuran dapat dilihat bahwa intensitas kebisingan di

beberapa stasiun kerja bagian produksi ini telah melewati NAB kebisingan

menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No.13/MEN/X/2011 yaitu 85 dB

untuk waktu kerja 8 jam sehari. Untuk stasiun kamar mesin dan kernel intensitas

kebisingannya diatas 85 dB untuk stasiun klarifikasi dan press mempunyai

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 84: HUBUNGAN KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN …

69

intensitas kebisingan dibawah 85 dB. Stasiun ini tidak menggunakan mesin tetapi

sumber kebisingannya berasal dari mesin-mesin pada stasiun lain.

Stasiun pabrik biji (kernel) mempunyai intensitas kebisingan diatas 85 dB.

Hal ini disebabkan oleh penggunaan mesin-mesin seperti depericarper, polishing

drum dan ripple mill. Selain itu posisi stasiun pabrik biji berada dekat dengan

kamar mesin yang menyebabkan intensitas kebisingannya cukup tinggi. Dengan

posisi mesin yang saling berdekatan, hampir seluruh pekerja beresiko terpapar

kebisingan yang tinggi. Walaupun ada stasiun kerja yang tidak menggunakan

mesin, tetap saja intensitas kebisingannya cukup tinggi. Hal ini disebabkan letak

stasiun kerja yang berdekatan dan berada dalam satu lokasi. Adanya kebijakan

perusahaan yang melakukan pertukaran pekerja antar stasiun juga menyebabkan

setiap pekerja pernah terpapar kebisingan.

Pada stasiun kernel dan kamar mesin terdapat 11 orang mengalami tuli

ringan pada telinga kanannya, 9 orang mengalami tuli ringan pada telinga kirinya

dan terdapat 1 pekerja di stasiun kamar mesin mengalami tuli berat pada telinga

kirinya. Pekerja pada stasiun ini merupakan sampel yang paling banyak

mengalami gangguan pendengaran 11 pekerja pada telinga kanan dan 10 pekerja

pada telinga kiri, dikarenakan kondisi lingkungan yang sangat bising.

Beberapa stasiun seperti kamar mesin, stasiun pabrik biji (kernel), stasiun

klarifikasi dan stasiun boiler lokasinya saling berdekatan sehingga mesin-mesin

yang beroperasi mengeluarkan intensitas kebisingan cukup tinggi, pekerja juga

jarang menggunakan APT saat bekerja. Karena jenis APT yang diberikan

perusahaan kurang nyaman untuk dipakai, sehingga beberapa pekerja memilih

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 85: HUBUNGAN KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN …

70

untuk tidak menggunakan APT dan ada yang menggunakan kapas sebagai

penyumbat telinga.

Beberapa pekerja tidak mengetahui bahwa dengan menggunakan kapas

saja tidak dapat mengurangi paparan bising yang ada di lingkungan kerja, hal

tersebut menyebabkan pekerja pada kedua stasiun ini lebih beresiko mengalami

gangguan pendengaran, untuk itu kepada perusahaan disarankan melakukan

pengawasan terhadap pekerja dalam penggunaan alat pelindung telinga. Bagi

pekerja di stasiun pabrik biji (kernel) dan kamar mesin supaya di ganti jenis APT

nya menjadi tutup telinga (ear muff), tutup telinga ini biasanya lebih efektif dari

pada sumbat telinga (ear plug) dan dapat lebih besar menurunkan intensitas

kebisingan yang sampai ke saraf pendengar serta nyaman untuk digunakan ketika

bekerja.

5.1.4. Gangguan Pendengaran

Dari pengukuran audiometri, dapat dilihat klasifikasi tingkat kemampuan

pendengaran pekerja. Dari tabel 4.7. telinga kanan sampel lebih banyak

mengalami gangguan pendengaran dibandingkan telinga kiri. Hal ini dapat dilihat

dari jumlah pendengaran normal untuk telinga kanan sebanyak 11 orang (50,0%),

lebih sedikit daripada jumlah pendengaran normal untuk telinga kiri sebanyak 12

orang (54,5%). Tuli ringan untuk telinga kanan jumlahnya lebih banyak yaitu

sebanyak 11 orang (50,0%) dibandingkan tuli ringan untuk telinga kiri sebanyak 9

orang (40,9%). Untuk tuli sedang pada telinga kanan dan telinga kiri tidak ada.

Untuk tuli berat pada telinga kanan tidak ada, sedangkan pada telinga kiri

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 86: HUBUNGAN KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN …

71

sebanyak 1 orang (4,5%) dan untuk tuli sangat berat pada telinga kanan dan

telinga kiri tidak ada.

Pekerja yang telinga kanan dan kirinya normal keseluruhan besar bekerja

pada stasiun yang intensitas kebisingannya di bawah 85 dB. Untuk tuli ringan

pada telinga kanan terdapat pada 11 orang yang bekerja di stasiun dengan

intensitas kebisingan diatas 85 dB, yaitu pada pekerja stasiun kamar mesin dan

stasiun pabrik biji (kernel) dengan intensitas kebisingan masing-masing 86,35 dB,

umur diatas 36 tahun dengan masa kerja diatas 11 tahun. Untuk tuli ringan pada

telinga kiri terdapat 9 orang yang bekerja di stasiun dengan intensitas kebisingan

diatas 85 dB, yaitu pada pekerja stasiun kamar mesin dan pabrik biji (kernel)

dengan intensitas kebisingan 86,35 dB, dengan umur diatas 36 tahun dan masa

kerja lebih dari 11 tahun.

Terdapat 1 orang pekerja mengalami tuli berat pada telinga kirinya dan

tuli ringan pada telinga kanan. Pekerja tersebut bekerja pada stasiun kamar mesin

dengan intensitas kebisingan 86,35 dB, masa kerja yang sudah cukup lama

hampir 15 tahun serta usia yang sudah diatas 40 tahun menjadi salah satu faktor

yang mempengaruhi pekerja tersebut mengalami gangguan pendengaran pada

kedua telinganya. Pekerja juga memiliki riwayat gangguan pendengaran pada

telinga kirinya, hal ini disebabkan masuknya cairan kedalam telinga namun tidak

pernah diobati. Sehingga saat ini gangguan pendengaran yang dialaminya semakin

parah akibat terpaparnya kebisingan di tempat kerja.

Stasiun kamar mesin lokasinya sangat dekat dengan stasiun pabrik biji

(kernel) dan boiler yang juga menghasilkan intensitas kebisingan cukup tinggi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 87: HUBUNGAN KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN …

72

(impulsive noise). Namun ada 2 orang pekerja pada stasiun kamar mesin masih

memiliki pendengaran yang normal pada telinga kanan dan kirinya, hal ini

dipengaruhi karena pekerja rutin menggunakan APT ketika bekerja dan usianya

yang masih dibawah 40 tahun. Menurut Achmadi (2013), bahwa usia merupakan

faktor yang tidak secara langsung memengaruhi keluhan subjektif gangguan

pendengaran akibat kebisingan, namun pada usia di atas 40 tahun akan lebih

mudah mengalami gangguan pendengaran dan rentan terhadap trauma akibat

bising. Penurunan daya dengar secara alamiah yang diasumsikan mengakibatkan

peningkatan ambang pendengaran 0,5 dB(A) tiap tahun sejak usia 40 tahun.

Terdapat perbedaan pada gangguan pendengaran antara telinga kanan dan telinga

kiri, hal ini dikarenakan posisi pekerja lebih sering mengahadap ke sebelah kanan

ketika sehingga telinga kanan lebih sering terpapar kebisingan.

5.2.Hubungan Intensitas Kebisingan dengan Kemampuan Pendengaran

Salah satu faktor lingkungan kerja yang dapat menimbulkan penyakit

akibat kerja adalah kebisingan. Kebisingan di tempat kerja dapat mengakibatkan

mengurangi kenyamanan, ketenangan kerja, mengganggu indera pendengaran,

mengakibatkan penurunan daya dengar dan bahkan mengakibatkan ketulian

menetap kepada tenaga kerja yang terpapar kebisingan.

Gangguan pendengaran akibat bising (Noise Induced Hearing Loss/NIHL)

adalah penurunan pendengaran tipe sensorineural, yang pada awalnya tidak

disadari karena belum mengganggu percakapan sehari-hari. Sifat gangguannya

adalah tuli sensorineural tipe koklea dan umumnya terjadi pada kedua telinga.

Faktor risiko yang berpengaruh pada derajat parahnya ketulian ialah intensitas

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 88: HUBUNGAN KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN …

73

bising, frekuensi, lama pajanan perhari, lama masa kerja, kepekaan individu, umur

dan faktor lain yang dapat berpengaruh (Manoppo, dkk. 2013).

Pendengaran normal mempunyai nilai ambang batas pendengaran dari 0

dB sampai 25 dB. Tenaga kerja mengalami gangguan pendengaran akibat bising

apabila nilai ambang pendengarannya diatas 25 dB. Dari tabel 4.7. dapat dilihat

dari 22 sampel, sebanyak 11 sampel mengalami gangguan pendengaran untuk

telinga kanan dan 10 sampel mengalami gangguan pendengaran untuk telinga kiri.

Gangguan pendengaran terjadi secara perlahan, sehingga hal ini sering tidak

disadari oleh penderitanya. Ketika penderita mulai mengeluh kurang pendengaran,

biasanya penurunan kemampuan pendengaran sudah dalam tahap yang tidak dapat

disembuhkan.

Dari hasil pengukuran diperoleh sampel yang bekerja pada stasiun yang

memiliki intensitas kebisingan lebih tinggi mengalami gangguan pendengaran, hal

tersebut juga dipengaruhi dengan lama paparan yang diperoleh pekerja, masa

kerja yang cukup lama serta kurangnya pemakaian alat pelindung telinga ketika

bekerja. Dalam hal ini masa kerja juga merupakan salah satu faktor yang

menentukan derajat penurunan pendengaran. Masa kerja berpengaruh besar

terhadap kondisi temporary threshold shift (TTS) yang dialami pekerja. Ketika

kelompok pekerja yang menderita TTS banyak dengan masa kerja pekerja yang

lama maka akan meningkatkan jumlah gangguan pendengaran pada pekerja.

Berdasarkan hasil observasi terlihat bahwa terdapat perilaku buruk pekerja

yaitu tidak selalu menggunakan alat pelindung telinga ketika bekerja di tempat

yang bising. Pekerja tersebut beralasan bahwa APT yang diberikan tidak nyaman

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 89: HUBUNGAN KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN …

74

dan kadang menimbulkan sakit di telinga. Walaupun alat pelindung telinga

tersebut tidak nyaman seharusnya pekerja tetap menggunakannya untuk

mengurangi paparan bising kontinu yang diterima pekerja. Pada penelitian ini

masih ada juga ditemukan beberapa pekerja yang menggunakan pelindung telinga

berupa kapas dan headset. Beberapa faktor- faktor diatas merupakan penyebab

terjadinya gangguan pendengaran pada pekerja.

Untuk melihat apakah ada hubungan kebisingan dengan gangguan

pendengaran pada tenaga kerja bagian produksi digunakan uji korelasi spearman

dengan taraf signifikansi α sebesar 0,05. Dari hasil uji diketahui ada hubungan

intensitas kebisingan dengan gangguan pendengaran pada tenaga kerja baik untuk

telinga kanan maupun telinga kiri dari nilai p < 0,05, dan didapat korelasi positif

antara intensitas kebisingan dengan gangguan pendengaran tenaga kerja, artinya

terdapat hubungan antara kedua variabel.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 90: HUBUNGAN KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN …

75

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

1. Dari 10 stasiun yang ada di PKS PT. Salim Ivomas Pratama Tbk, Sungai

Dua hanya 4 stasiun kerja yang diukur, intensitas kebisingan pada 2

stasiun kerja telah melebihi 85 dB yaitu pada stasiun kamar mesin dan

stasiun pabrik biji (kernel). 2 stasiun lainnya memiliki tingkat kebisingan

dibawah 85 dB yaitu stasiun klarifikasi dan stasiun press.

2. Dari 22 orang pekerja yang menjadi sampel, sebagian besar sampel

mengalami gangguan pendengaran pada telinga kanan maupun telinga kiri.

Pada telinga kanan 11 orang mempunyai pendengaran normal, 11 orang

mengalami tuli ringan. Pada telinga kiri 12 orang mempunyai pendengaran

normal, 9 orang mengalami tuli ringan dan 1 orang mengalami tuli berat.

3. Ada hubungan antara intensitas kebisingan dengan gangguan pendengaran

pekerja.

6.2. Saran

1. Perlu adanya penyuluhan dan sosialisasi kepada pekerja akan pentingnya

pemakaian alat pelindung telinga saat bekerja dan dampak yang

diakibatkan dari kebisingan terhadap kesehatan bila tidak mengunakan alat

pelindung telinga ketika berada di lingkungan kerja yang bising.

2. Melakukan pengawasan terhadap pekerja dalam penggunaan alat

pelindung telinga dan memberikan sanksi kepada pekerja yang tidak

menggunakan alat pelindung telinga.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 91: HUBUNGAN KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN …

76

3. Bagi pekerja yang sudah mengalami gangguan pendengaran agar lebih

rutin menggunakan APT ketika bekerja, supaya kondisi pendengaran nya

tidak semakin memburuk, dan disarankan bagi pekerja yang mengalami

tuli berat untuk mengobati pendengaran nya pada tenaga medis.

4. Bagi perusahaan sebaiknya memberikan APT jenis ear muff untuk pekerja

yang berada di stasiun khususnya yang memiliki intensitas kebisingan

diatas 85 dB.

5. Perusahaan sebaiknya melakukan pemeriksaan kesehatan telinga secara

berkala yaitu sekali 6 bulan kepada pekerja.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 92: HUBUNGAN KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN …

77

DAFTAR PUSTAKA

Achmadi, U. F. 1993. Upaya Kesehatan Kerja Sektor Informal di Indonesia.

Jakarta: Depkes RI. http://lib.ui.ac.id/naskahringkas/2015-

08/S45457Endra%20Muhamad%20Fadillah. Diakses pada tanggal 15 Mei

2017.

American Speech-Language Hearing Association (ASHA). 2011. Type, Degree,

and Configuration of Hearing Loss. Audiology Information Series: ASHA.

Anggraeni, D. 2006. Hubungan Antara Lama Pemaparan Kebisingan Menurut

Masa Kerja Dengan Keluhan Subyektif Tenaga Kerja Bagian Produksi PT.

Sinar Sosro Ungaran Semarang. Skripsi. Universitas Negeri Semarang.

Semarang. http://lib.unnes.ac.id/679/1/1249.pdf. Diakses pada tanggal 15

Mei 2017.

Anies. 2009. Kedokteran Okupasi: Berbagai Penyakit Akibat Kerja dan Upaya

Penanggulangan dari Aspek Kedokteran. AR-RUZZ MEDIA, Yogyakarta.

Anizar. 2009. Teknik Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Industri. Cetakan

Pertama. Graha Ilmu, Yogyakarta.

Candra, B. 2008. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Penerbit Buku

Kedokteran EGC.

Deo, M. 2012. Pengaruh Intensitas Kebisingan terhadap Gangguan Fungsi

Pendengaran pada Tenaga Kerja Bagian Weaving di PT. Iskandar Indah

Printing Textile Surakarta. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

https://digilib.uns.ac.id/dokumen/detail/28454/Pengaruh-Intensitas-

Kebisingan-terhadap-Gangguan-Fungsi-Pendengaran-pada-Tenaga-Kerja-

Bagian-Weaving-di-PT-Iskandar-Indah-Printing-Textile-Surakarta.

Diakses pada 15 Mei 2017.

Djojodibroto, D. R. 1999. Kesehatan Kerja di Perusahaan. Jakarta : Gramedia

Pustaka Utama.

European Agency for Safety and Health at Work. 2008. What Problem Can Noise

Cause. Diunduh dari file:///C:/Users/USER/Downloads/Magazine_8_-

_Noise_at_work.pdf. Diakses pada tanggal 25 September 2017

Gunawanta. 2002. Kebisingan Pada Industri Dampak dan Strategi

Penanggulangannya. Seminar Nasional Pelaksanaan Keselamatan dan

Kesehatan Kerja (K3) Dalam Menghadapi OTDA dan AFTA. Medan.

Kepmenaker No.13 /MEN/X/2011 Tentang NAB Faktor Fisika dan kimia di

Tempat Kerja

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 93: HUBUNGAN KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN …

78

file:///C:/Users/USER/AppData/Local/Temp/PERMENA.pdf. Diakses

pada 30 April 2017.

Kusumawati, I. 2012. Hubungan Tingkat Kebisingan di Lingkungan Kerja dengan

Kejadian Gangguan Pendengaran pada Pekerja di PT X. Skripsi. Depok:

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20320210-S-Indah%20Kusumawati.pdf.

Diakses pada 15 Mei 2017.

Listyaningrum, A. W. 2011. Pengaruh Intensitas Kebisingan Terhadap Ambang

Dengar Pada Tenaga Kerja Di PT Sekar Bengawan Kabupaten

Karanganyar. Laporan Tugas Akhir. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

https://eprints.uns.ac.id/3763/1/203030811201111431.pdf. Diakses pada

15 Mei 2017.

Manoppo, N. F., Wenny Supit dan Vennetia Danes. 2013. Hubungan Antara

Kebisingan Dan Fungsi Pendengaran Pada Petugas PT. Gapura Angkasa

Di Bandar Udara Sam Ratulangi Manado.

file:///C:/Users/USER/Downloads/3620-6828-1-SM.pdf. Diakses pada 15

Mei 2017.

Notoatmodjo, S. 2005. Metode Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta, Jakarta.

Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor

PER.08/MEN/VII/2010 Tentang Alat Pelindung Diri http://www.gmf-

aeroasia.co.id/wp-content/uploads/bsk-pdf

manager/125_PERMENAKERTRANS_NO._PER.08_MEN_VII_2010_T

ENTANG_ALAT_PELINDUNG_DIRI.PDF. Diakses pada 29 Oktober

2017

Permaningtyas, L. D. 2011. Hubungan Lama Masa Kerja Dengan Kejadian Noise-

Induced Hearing Loss Pada Pekerja Home Industry Knalpot Di Kelurahan

Purbalingga LOR. Mandala of Health.Vol. 5. No. 3. September 2011: 1-5.

http://fk.unsoed.ac.id/sites/default/files/img/mandala%20of%20health/HU

BUNGAN%20LAMA%20MASA%20KERJA%20DENGAN%20KEJADI

AN%20NOISE-

INDUCED%20HEARING%20LOSS%20PADA%20PEKERJA%20HOM

E%20INDUSTRY%20KNALPOT.pdf. Diakses pada 15 Mei 2017.

Primadona, A. 2012. Analisis Faktor Risiko Yang Berhubungan Dengan

Penurunan Pendengaran Pada Pekerja Di PT. Pertamina Geothermal

Energy Area Kamojang. Skripsi. Universitas Indonesia. Jakarta.

file:///C:/Users/USER/AppData/Local/Temp/digital_20295579-S-

Amira%20Primadona.pdf. Diakses pada 25 September 2017.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 94: HUBUNGAN KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN …

79

Sugiono. 2011. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif,

dan R&D); Alfabeta. Bandung

Salami, I. R. S., dkk. 2015. Kesehatan dan Keselamatan Lingkungan Kerja.

Cetakan Pertama. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Siregar, M. A. P. 2010. Hubungan Kebisingan Dengan Kemampuan Pendengaran

Tenaga Kerja Bagian Pengolahan Pabrik Kelapa Sawit Adolina PTPN IV

Kabupaten Serdang Bedagai

http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/29911/Chapter%20

III-VI.pdf?sequence=3&isAllowed=n. Diakses pada tanggal 15 Mei 2017.

Soepardi, E. A. dan Iskandar, N. 2012. Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala &

Leher Edisi ke tujuh cetakan ke 1. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Soeripto. 2008. Higene Industri. Jakarta: Balai Penerbit FKUI

Soepardi, E. A. dan Iskandar, N. 2001. Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala &

Leher Edisi ke 5. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Subaris, H. dan Haryono. 2008. Hygiene Lingkungan Kerja. Cetakan Kedua.

Mitra Cendikia Press, Yogyakarta.

Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Cetakan

Kedelapan. Alfabeta, Bandung.

Suma’mur, P. K. 2009. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (HIPERKES).

CV Sagung Seto, Jakarta.

Tambunan, S. 2005. Kebisingan di Tempat Kerja (Occupational Noise). Andi.

Jakarta.

Utami, I. W. 2010. Hubungan Tingkat Pemaparan Kebisingan Dengan Gangguan

Pendengaran Pada Pengemudi Becak Mesin Di Kota Pematang Siantar

http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/22165. Diakses pada tanggal

15 Mei 2017.

World Health Organization (WHO). 2015. Grades of Hearing Loss Impairment.

Website: http://www.who.int/deafness/hearing_impairment_grades/en/

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 95: HUBUNGAN KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN …

80

Lampiran 1. Master Data

No. Umur Masa

Kerja

Stasiun

Kerja

Intensitas

Kebisingan

Gangguan

Pendengaran

Telinga

Kanan

Gangguan

Pendengara

n Telinga

Kiri

1. 1 1 3 1 1 1

2. 1 1 2 2 1 1

3. 4 4 4 2 2 4

4. 1 2 1 1 1 1

5. 4 4 1 1 1 1

6. 3 3 4 2 2 1

7. 4 4 2 2 1 1

8. 3 4 3 1 1 1

9. 2 3 4 2 1 1

10. 3 4 4 2 2 2

11. 3 4 2 2 2 2

12. 4 4 4 2 2 2

13. 3 4 3 1 1 1

14. 3 3 4 2 2 2

15. 4 4 2 2 2 2

16. 3 4 4 2 2 2

17. 3 4 1 1 1 1

18. 4 4 1 1 1 1

19. 3 4 4 2 2 2

20. 3 4 2 2 2 2

21. 4 4 3 1 1 1

22. 3 3 2 2 2 2

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 96: HUBUNGAN KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN …

81

Keterangan :

a. Umur

1 = 26-30 tahun

2 = 31-35 tahun

3 = 36-40 tahun

4 = 41-45 tahun

b. Masa Kerja

1 = 1-5 tahun

2 = 6-10 tahun

3 = 11-15 tahun

4 = 16-20 tahun

c. Stasiun Kerja

1 = Press

2 = Kernel

3 = Klarifikasi

4 = Kamar Mesin

d. Intensitas Kebisingan

1 = <= 85 dB

2 = > 85 dB

e. Gangguan Pendengaran Telinga Kanan

1 = Normal

2 = Tuli Ringan

3 = Tuli Sedang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 97: HUBUNGAN KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN …

82

4 = Tuli Berat

5 = Tuli Sangat Berat

f. Gangguan Pendengaran Telinga Kiri

1 = Normal

2 = Tuli Ringan

3 = Tuli Sedang

4 = Tuli Berat

5 = Tuli Sangat Berat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 98: HUBUNGAN KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN …

83

Lampiran 2. Output SPSS

I. Karakteristik Sampel

Statistics

umur (tahun)

masa kerja

(tahun)

Stasiun Kerja

Sampel

Intensitas

Kebisingan

Gangguan

Pendengaran

Telinga

Kanan

Gangguan

Pendengaran

Telinga Kiri

N Valid 22 22 22 22 22 22

Missing 0 0 0 0 0 0

umur (tahun)

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 26-30 3 13.6 13.6 13.6

31-35 1 4.5 4.5 18.2

36-40 11 50.0 50.0 68.2

41-45 7 31.8 31.8 100.0

Total 22 100.0 100.0

masa kerja (tahun)

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 1-5 2 9.1 9.1 9.1

6-10 1 4.5 4.5 13.6

11-15 4 18.2 18.2 31.8

16-20 15 68.2 68.2 100.0

Total 22 100.0 100.0

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 99: HUBUNGAN KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN …

84

Stasiun Kerja Sampel

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid press 4 18.2 18.2 18.2

kernel 6 27.3 27.3 45.5

klarifikasi 4 18.2 18.2 63.6

kamar mesin 8 36.4 36.4 100.0

Total 22 100.0 100.0

II. Hasil Pengukuran

Gangguan Pendengaran Telinga Kanan

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Normal 11 50.0 50.0 50.0

Tuli Ringan 11 50.0 50.0 100.0

Total 22 100.0 100.0

Gangguan Pendengaran Telinga Kiri

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Normal 12 54.5 54.5 54.5

Tuli Ringan 9 40.9 40.9 95.5

Tuli Berat 1 4.5 4.5 100.0

Total 22 100.0 100.0

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 100: HUBUNGAN KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN …

85

III. Uji Kenormalan Data

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Gangguan

Pendengaran Telinga

Kanan

Gangguan

Pendengaran Telinga

Kiri

N 22 22

Normal Parametersa Mean 1.50 1.55

Std. Deviation .512 .739

Most Extreme Differences Absolute .336 .315

Positive .336 .315

Negative -.336 -.230

Kolmogorov-Smirnov Z 1.575 1.479

Asymp. Sig. (2-tailed) .014 .025

a. Test distribution is Normal.

IV. Hasil Uji Korelasi Spearman **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Correlations

Intensitas

Kebisingan

Gangguan

Pendengara

n Telinga

Kanan

Gangguan

Pendengar

an Telinga

Kiri

Spearman's

rho

Intensitas Kebisingan Correlation

Coefficient 1.000 .756** .679**

Sig. (2-tailed) . .000 .001

N 22 22 22

Gangguan

Pendengaran Telinga

Kanan

Correlation

Coefficient .756** 1.000 .898**

Sig. (2-tailed) .000 . .000

N 22 22 22

Gangguan

Pendengaran Telinga

Kiri

Correlation

Coefficient .679** .898** 1.000

Sig. (2-tailed) .001 .000 .

N 22 22 22

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 101: HUBUNGAN KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN …

86

Correlations

Intensitas

Kebisingan

Gangguan

Pendengara

n Telinga

Kanan

Gangguan

Pendengar

an Telinga

Kiri

Spearman's

rho

Intensitas Kebisingan Correlation

Coefficient 1.000 .756** .679**

Sig. (2-tailed) . .000 .001

N 22 22 22

Gangguan

Pendengaran Telinga

Kanan

Correlation

Coefficient .756** 1.000 .898**

Sig. (2-tailed) .000 . .000

N 22 22 22

Gangguan

Pendengaran Telinga

Kiri

Correlation

Coefficient .679** .898** 1.000

Sig. (2-tailed) .001 .000 .

N 22 22 22

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 102: HUBUNGAN KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN …

87

V. Tabulasi Silang antara Umur, Masa Kerja, Stasiun Kerja dan

Intensitas Kebisingan dengan Gangguan Pendengaran

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

umur (tahun) * Gangguan

Pendengaran Telinga

Kanan

22 100.0% 0 .0% 22 100.0%

umur (tahun) * Gangguan

Pendengaran Telinga Kiri 22 100.0% 0 .0% 22 100.0%

masa kerja (tahun) *

Gangguan Pendengaran

Telinga Kanan

22 100.0% 0 .0% 22 100.0%

masa kerja (tahun) *

Gangguan Pendengaran

Telinga Kiri

22 100.0% 0 .0% 22 100.0%

umur (tahun) * Gangguan Pendengaran Telinga Kanan Crosstabulation

Gangguan Pendengaran Telinga Kanan

Total Normal Tuli Ringan

umur (tahun) 26-30 3 0 3

31-35 1 0 1

36-40 3 8 11

41-45 4 3 7

Total 11 11 22

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 103: HUBUNGAN KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN …

88

umur (tahun) * Gangguan Pendengaran Telinga Kiri Crosstabulation

Gangguan Pendengaran Telinga Kiri

Total Normal Tuli Ringan Tuli Berat

umur (tahun) 26-30 3 0 0 3

31-35 1 0 0 1

36-40 4 7 0 11

41-45 4 2 1 7

Total 12 9 1 22

masa kerja (tahun) * Gangguan Pendengaran Telinga Kanan Crosstabulation

Gangguan Pendengaran Telinga Kanan

Total Normal Tuli Ringan

masa kerja (tahun) 1-5 2 0 2

6-10 1 0 1

11-15 1 3 4

16-20 7 8 15

Total 11 11 22

masa kerja (tahun) * Gangguan Pendengaran Telinga Kiri Crosstabulation

Gangguan Pendengaran Telinga Kiri

Total Normal Tuli Ringan Tuli Berat

masa kerja (tahun) 1-5 2 0 0 2

6-10 1 0 0 1

11-15 2 2 0 4

16-20 7 7 1 15

Total 12 9 1 22

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 104: HUBUNGAN KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN …

89

Stasiun Kerja Sampel * Gangguan Pendengaran Telinga Kanan Crosstabulation

Gangguan Pendengaran Telinga

Kanan

Total Normal Tuli Ringan

Stasiun Kerja Sampel press 4 0 4

kernel 2 4 6

klarifikasi 4 0 4

kamar mesin 1 7 8

Total 11 11 22

Stasiun Kerja Sampel * Gangguan Pendengaran Telinga Kiri Crosstabulation

Gangguan Pendengaran Telinga Kiri

Total Normal Tuli Ringan Tuli Berat

Stasiun Kerja Sampel press 4 0 0 4

kernel 2 4 0 6

klarifikasi 4 0 0 4

kamar mesin 2 5 1 8

Total 12 9 1 22

Intensitas Kebisingan * Gangguan Pendengaran Telinga Kanan Crosstabulation

Gangguan Pendengaran Telinga Kanan

Total Normal Tuli Ringan

Intensitas Kebisingan <=85db 8 0 8

>85db 3 11 14

Total 11 11 22

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 105: HUBUNGAN KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN …

90

Intensitas Kebisingan * Gangguan Pendengaran Telinga Kiri Crosstabulation

Gangguan Pendengaran Telinga Kiri

Total Normal Tuli Ringan Tuli Berat

Intensitas Kebisingan <=85db 8 0 0 8

>85db 4 9 1 14

Total 12 9 1 22

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 106: HUBUNGAN KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN …

91

Lampiran 3. Dokumentasi

Gambar 1. Stasiun Penebah (Threser)

Gambar 2. Operator Klarifikasi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 107: HUBUNGAN KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN …

92

Gambar 3. Stasiun Kamar Mesin

Gambar 4. Infomasi Tingkat Kebisingan Di Stasiun Kamar Mesin

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 108: HUBUNGAN KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN …

93

Gambar 5. Stasiun Pengolahan Biji (Nut dan Kernel)

Gambar 6. Stasiun Loading Ramp

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 109: HUBUNGAN KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN …

94

Gambar 7. Stasiun Perebusan

Gambar 8. Pekerja yang bertugas menurunkan lori

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 110: HUBUNGAN KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN …

95

Gambar 9. Pemeriksaan audiometri menggunakan alat Audiometer Oscilla SM

950

Gambar 10. Pemeriksaan audiometri menggunakan alat Audiometer Oscilla SM

950

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 111: HUBUNGAN KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN …

96

Gambar 11. Pemeriksaan audiometri menggunakan alat Audiometer Oscilla SM

950

Gambar 12. Alat Audiometer Oscilla SM 950

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 112: HUBUNGAN KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN …

97

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 113: HUBUNGAN KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN …

98

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 114: HUBUNGAN KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN …

99

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA