crs - gangguan pendengaran

54
CASE REPORT SESSION GANGGUAN PENDENGARAN Disusun oleh: Hilmi Mawaddi Ahmad 12100114019 Lulu Nurul Ula 12100114061 Pevy Astrie Pratista 12100114094 Preceptor: dr. Tety H Rahim, Sp.THT-KL.,Mkes.,MHkes PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER

Upload: pevpratista

Post on 09-Apr-2016

76 views

Category:

Documents


11 download

DESCRIPTION

Gangguan pendengaran

TRANSCRIPT

Page 1: CRS - Gangguan Pendengaran

CASE REPORT SESSIONGANGGUAN PENDENGARAN

Disusun oleh:Hilmi Mawaddi Ahmad 12100114019Lulu Nurul Ula 12100114061Pevy Astrie Pratista 12100114094

Preceptor:dr. Tety H Rahim, Sp.THT-KL.,Mkes.,MHkes

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER BAGIAN ILMU PENYAKIT TELINGA HIDUNG TENGGOROK-

KEPALA LEHERFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG

RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH BANDUNG2015

Page 2: CRS - Gangguan Pendengaran

BAB I

IDENTIFIKASI KASUS

1.1 IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny M

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 70 tahun

Alamat : Bandung

Pendidikan : SD

Pekerjaan : Tidak bekerja

Agama : Islam

Tanggal Pemeriksaan : 12 Agustus 2015

1.2 ANAMNESIS

Keluhan Utama

Telinga kurang mendengar

Riwayat Penyakit Sekarang

Penderita datang ke poliklinik THT RSMB diantar pegawai panti jompo dengan

keluhan utama kurang mendengar. Keluhan ini dirasakan penderita sejak 2 bulan yang lalu

pada sisi telinga kiri, terus menerus, dan timbul secara bertahap, semakin lama semakin

kurang mendengar. Keluhan tersebut sangat mengganggu aktivitas penderita hingga penderita

tidak dapat berkomunikasi dengan baik di lingkungannya. Keluhan disertai dengan telinga

berdenging

Keluhan tidak disertai dengan telinga terasa penuh, keluar cairan dari telinga, nyeri

pada telinga dan sekitarnya, demam, pusing berputar, mual dan muntah, atau gangguan

keseimbangan.

Page 3: CRS - Gangguan Pendengaran

Riwayat meminum obat-obatan dalam jangka waktu yang lama sebelum keluhan ini

terjadi, riwayat trauma kepala ataupun berada pada lingkungan bising dalam jangka waktu

yang lama disangkal penderita.

Riwayat Pengobatan

Pasien sebelumnya belum pernah berobat ke dokter atas keluhannya ini

Riwayat Penyakit

Pasien belum pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya.

Pasein memiliki riwayat penyakit hipertensi tetapi tidak rutin mengkonsumsi obat.

Pasien tidak memiliki riwayat penyakit kencing manis.

1.3 PEMERIKSAAN

Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum : tampak sakit ringan

Kesadaran : komposmentis

Tanda vital

Tekanan darah = dalam batas normal

Nadi = dalam batas normal

Respirasi = dalam batas normal

Suhu = dalam batas normal

Status Generalis

Kepala : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, lain-lain lihat status lokalis

Page 4: CRS - Gangguan Pendengaran

Leher : KGB tidak membesar

Dada : Bentuk dan gerak simetris

Pulmo : Sonor, VBS kanan = kiri

Jantung : BJ murni reguler

Abdomen : Datar, lembut, bising usus (+). Hepar dan lien tidak teraba

Ekstremitas : Dalam batas normal

Status Lokalis Telinga

Bagian KelainanAuris

Dextra Sinistra

Preaurikula

Kelainan congenital

Radang dan tumor

Trauma

-

-

-

-

-

-

Aurikula

Kelainan congenital

Radang dan tumor

Trauma

Nyeri tekan

-

-

-

-

-

-

-

-

Retroaurikula

Edema

Hiperemis

Nyeri tekan

Sikatriks

Fistula

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

Meatus Acustikus

Externa

Kelainan kongenital

Kulit

Sekret

Serumen

Edema

-

Tenang

-

-

-

-

Tenang

-

-

-

Page 5: CRS - Gangguan Pendengaran

Jaringan granulasi

Massa

Cholesteatoma

-

-

-

-

-

-

Membrana

Timpani

Warna

Intak

Reflek cahaya

Putih keabuan

Intak

(+)

Putih keabuan

Intak

(+)

Status Lokalis Hidung

PemeriksaanNasal

Dextra Sinistra

Keadaan

Luar

Bentuk dan Ukuran Dalam batas normal Dalam batas normal

Rhinoskopi

anterior

Mukosa

Sekret

Krusta

Concha inferior

Septum

Polip/tumor

Pasase udara

Tenang

-

-

Eutropi

Tenang

-

-

Eutropi

Tidak ada deviasi

Tidak ada

+

Tidak ada

+

Status Lokalis Mulut dan Orofaring

Bagian Kelainan Keterangan

Page 6: CRS - Gangguan Pendengaran

Mulut

Mukosa mulut

Lidah

Palatum molle

Gigi geligi

Uvula

Halitosis

Tenang

Bersih, basah, gerakan normal

Tenang

-

Simetris

-

Tonsil

Mukosa

Besar

Kripta :

Detritus :

Perlengketan

Tenang

T1-T1

Tidak melebar

-

//

/

Faring

Mukosa

Granula

Post nasal drip

Tenang

-

-

/Maksilofasial

Bentuk : Simetris

Massa : Tidak ada

Deformitas : Tidak ada

Parese N.Kranialis : Tidak ada

Leher

Kelenjar getah bening : Dalam batas normal

Massa : Tidak ada

//

Ujia Pendengaran

Page 7: CRS - Gangguan Pendengaran

Uji Rinne : positif (AC > BC)

Uji Weber : tidak ada lateralisasi

Uji Swabach : memendek pada kedua telinga

Uji Bing : positif

1.4 Resume

Seorang perempuan, 70 tahun, datang dengan keluhan pendengaran berkurang sejak 2

bulan yang lalu, pada kedua telinga, terus menerus, timbul bertahap, semakin lama semakin

berkurang pendengarannya hingga mengganggu aktivitas penderita. Keluhan disertai telinga

berdenging

Keluhan tidak disertai dengan telinga terasa penuh, keluar cairan dari telinga, nyeri

pada telinga dan sekitarnya, demam, pusing, mual, dan muntah. Riwayat meminum obat-

obatan sebelum keluhan ini terjadi, riwayat trauma kepala ataupun berada pada lingkungan

bising dalam jangka waktu yang lama disangkal penderita.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit ringan, kesadaran

komposmentis dengan tanda vital dalam batas normal. Status lokalis pada telinga

membrana timpani berwarna putih keabuan, intak dan reflek cahaya positif pada kedua

telinga.

Hasil uji pendengaran: uji Rinne positif, uji Weber tidak ada lateralisasi, uji Swabach

memendek, dan uji Bing positif.

1.5 Usulan Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Gula Darah

Audiometri

1.6 Diagnosis Kerja

Page 8: CRS - Gangguan Pendengaran

Tuli sensorineural dextra-sinistra ec presbikusis

1.7 Penatalaksanaan

Penggunaan alat Bantu dengar (ABD)

1.8 Prognosis

Quo ad vitam : ad bonam

Quo ad functionam : ad malam

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Page 9: CRS - Gangguan Pendengaran

2.1 Anatomi Telinga

Telinga atau vestibulaocochlear organ dibagi menjadi tiga bagian yaitu telinga luar,

tengah dan dalam. Telinga luar dan telinga tengah terutama untuk mengalirkan suara ke

telinga dalam, yang berisi organ untuk keseimbangan dan pendengaran. Membran timpani

memisahkan telinga luar dan telinga tengah. tuba eustachius menghubungkan telinga tengah

dengan nasofaring.

1. Telinga luar

a. Auricular

b. Canalis acusticus externa

2. Telinga tengah

a. Cavum tympani + aditus ad antri

b. Antrum mastoid & celulae mastoideus

3. Telinga dalam

a. Labyrinthus osseus

b. Labyrinthus membranous

c. Cochlea

Page 10: CRS - Gangguan Pendengaran

d. Canalis semicircularis

e. Vestibulum

Gambar 2.1. Anatomi aurikula

2.1.1 Telinga Luar

Telinga luar terdiri atas:

1. Aurikula

Terdiri dari beberapa bagian yang tersusun atas kartilago elastis yang dibungkus kulit.

Konka merupakan salah satu bagian yang terdepresi yang paling dalam, lobulus terdiri

atas jaringan fibrosa, lemak, dan pembuluh darah. Vaskularisasi terutama berasal dari

posterior dan superficial temporal arteri. Persarafan aurikula berasal dari great auricular

dan auriculo temporal nerves. Greatr auricular mempersarafi permukaan superior dan

lateral inferior terhadap meatus akustikus eksterna. Auriculotemporal merupakan cabang

cranial V3 mempersarafi kulit auricular superior terhadap eksternal meatus. Lymph dari

permukaan cranial (medial) dari setengah superior auricle mengalir ke retoaurikular dan

deep cervical lymph node. Sisanya termasuk lobulus mengalir ke superficial cervical

lymph nodes.

2. External acousticus meatus (EAM)

Page 11: CRS - Gangguan Pendengaran

Saluran ini dimulai dari konka sampai ke membran timpani dengan jarak 2-3 cm pada

dewasa. sepertiga lateral yang berbentuk S adalah kartilago dan epitel berlapis gepeng

yang berhubungan langsung dengan kulit melapisi saluran ini. Di dalam submukosa

terdapat folikel rambut, kelenjar sebasea dan seruminosa yang memproduksi serumen.

Dua pertiga medial adalah tulang yang dibungkus kulit yang berlanjut sampai eksternal

membran timpani.

3. Membran timpani

Membran oval, semi transparan, tipis pada ujung medial meatus acusticus eksterna.

yang memisahkan meatus akustikus eksterna dan cavitas timpani telinga tengah. Dilihat

dari otoscope membran timpani berbentuk konkav mengarah meatus akustikus eksterna

with shallow, cone like central depression, puncaknya adalah umbo, cone of light

memanjang secara antero inferior dari umbo. Superior terhadap lateral processus malleus,

terdapat membran tipis yang disebut pars flaccid, membentuk dinding lateral dari superior

recess timpanic cavity. lack radial dan circular fiber terdapat pada sisa membran yang

disebut pars tensa.

Membran timpani bergerak dalam merespon getaran udara dari meatus eksterna

auditorius. Pergerakan membran timpani ditransmisikan oleh auditory ossicle melewati

telinga tengah sampai ke telinga dalam. Membrane timpani eksternal dipersarapi oleh

auriculotemporal nerve sedangkan permukaan internalnya oleh nervus glosopharingeus.

Page 12: CRS - Gangguan Pendengaran

2.1.2 Telinga Tengah

Yang termasuk kedalam telinga tengah yaitu Cavitas timpani dan epitimpanic recess,

ruang yang terletak superior dari membrane timpani. Telinga tengah berhubungan dengan

nasopharing di anterior oleh tuba eustachius dan secara posterosuperior berhubungan dengan

mastoid melalui antrum mastoid. Cavitas timpani dilapisi oleh epitel selapis gepeng diatas

lamina propria tipis yang melekat erat pada periosteum dibawahnya. Dekat tuba eustachius

epitel selpis gepeng mulai berangsur diganti dengan epitel bertingkat silindris bersilia.

Telinga tengah berisi:

a. Audiory ossicle (tulang pendengaran) : maleus, incus, stapes. Menghubungkan

membran timpani dengan foramen ovale. Maleus berinsersi dengan membran timpani

dan stapes pada membran dari foramen ovale.

b. Otot Stapedius dan tensor timpani, yang berinsersi pada maleus dan stapes.

c. Nervus corda timpani, cabang dari nervus VII.

d. Nervus plexus timpanicus.

Dinding cavitas timpani

Page 13: CRS - Gangguan Pendengaran

a. Tegmental roof dibentuk oleh tulang tipis (tegmen timpani yang

memisahkan antara cavitas timpani dari duramater.

b. Floor (jugular fossa) dibentuk oleh selapis tulang yang memishkan cavitas

timpani dari superior bulb of the IJV.

c. Lateral (membranous) wall dibentuk hampir seluruhnya oleh membran

timpani, superior dibentuk oleh reccesus epitimpani.

d. Medial (labirintin) wall memisahkan cavitas timpanic dari telinga dalam.

e. Anterior (carotid) wall memisahkan cavitas timpani dari canal carotid,

secara superior merupakan tempat pembukaan tuba eustachius dan canal untuk tensor

timpani.

f. Posterior (mastoid) wall memberikan gambaran pembukaan bagian

superior dari aditus mastoid antrum.

2.1.3 Telinga Dalam

Telinga dalam terdiri atas dua labirin. Yaitu labirin tulang terdiri atas sejumlah rongga

di dalam pars petrosus tulang temporal, yang menampung labirin membranosa. Duktus

semisirkularis berasal dari urtikulus sedangkan duktus koklearis yang majemuk dibentuk dari

sakulus. Pada masing-masing daerahh ini epitel pelapisnya membentuk bagian struktur

Page 14: CRS - Gangguan Pendengaran

sensori khusus berupa makula dari utrikulus dan sakulus, krista dari duktus semisirkularis dan

organ corti dari duktus koklearis.

Labirin tulang terdiri atas rongga–rongga dalam tulang temporal. Terdapat rongga

pusat yang tidak teratur yaitu vestibulum yang menampung sakulus dan utrikulus.

Dibelakangnnya tiga kanalis semisirkularis membungkus duktus semisirkularis, sedangkan

koklea yang mengarah ke anterolateral mengandung duktus koklearis.

Labirin tulang berisikan perilimf, yang serupa dengan cairan ekstraseluler lain dalam

komposisi ionnya tetapi kadar proteinnya sangat rendah. Labirin membranosa mengandung

endolimf, yang ditandai kadar natriumnya yang rendah dan kadar kaliumnya yang tinggi.

Kadar protein endolimf rendah.

2.2 Fisiologi Telinga

Pina merupakan suatu organ yang berfungsi untuk mengumpulkan gelombang suara

dan menyalurkannya ke saluran telinga luar. Di kanalis telinga (saluran telinga) terdapat

rambut-rambut halus dan dilapisi oleh kulit yang mengandung kelenjar-kelenjar keringat

termodifikasi yang menghasilkan serumen (suatu sekret lengket yang menangkap partikel-

Page 15: CRS - Gangguan Pendengaran

partikel asing yang halus). Keduanya membantu mencegah partikel-partkel dari udara masuk

saluran telinga.

Membran timpani bergetar saat ada gelombang suara. Bagian dalam gendang telinga

(Tuba Eustachius/auditoria) menghubungkan telinga tengah ke faring yang normalnya

menutup, dan bisa terbuka bila menguap, mengunyah, menelan. Tujuannya adalah supaya

menyamakan tekanan dalam telinga tengah dengan tekanan atmosfer sehingga sama.

Telinga tengah memudahkan getaran suara membran timpani ke cairan di telinga

dalam yang dimudahkan oleh tiga tulang, yaitu Malleus (menempel pada membran timpani),

Incus dan Stapes (yang menempel pada jendela oval).

Saat membran timpani bergetar karena respon terhadap gelombang suara, tulang-

tulang juga bergerak dengan frekuensi yang sama, memindahkan frekuensi getaran dari

membran timpani ke jendela oval. Tekanan di jendela oval akibat getaran tersebut

menimbulkan gerakan seperti gelombang pada cairan telinga dalam dengan frekuensi yang

sama dengan gelombang suara awal.

Koklearis (rumah siput) adalah sistem tubulus yang bergelung yang terletak di dalam

tulang temporalis. Koklearis dibagi menjadi 3 kompartemen longitudinal yang berisi cairan,

yaitu kompartemen atas, skala vestibuli yang mengikuti kontur dalam spiral berisi perilimfe,

kompartemen tengah, duktus koklearis yang berjalan sepanjang bagian tengah koklea berisi

endolimfe (suatu cairan ekstraseluler yang diproduksi oleh stria vaskularis dengan kandungan

K↑, Na↓) dan kompartemen bawah, skala timpani yang mengikuti kontur luar spiral berisi

perilimfe. di luar duktus koklearis terdapat helikotrema. Skala vestibuli disekat dari rongga

telinga oleh jendela oval. Jendela bundar menyekat skala timpani dari telinga tengah.

Membrana vestibularis (Reisner) yang tipis menisahkan duktus koklearis dengan skala

vestibuli. Membrana basalis membentuk lantai duktus koklearis, memisahkannya dengan

Page 16: CRS - Gangguan Pendengaran

skala timpani dan sangat penting karena mengandung Organ Corti (untuk indera

pendengaran).

Gambar 2.3 Telinga tengah dan koklea

Organ Corti terletak di atas menbrana basalais diseluruh panjangnya, mengandung

sel-sel rambut (resptor suara) yang menghasilkan sinyal saraf jika rambut di permukaan

secara mekanismengalami perubahan bentuk berkaitan dengan gerakan dalam cairan di

Page 17: CRS - Gangguan Pendengaran

telinga dalam. Rambut-rambut ini terbenam dalam membrana tektorial (suatu tonjolan mirip

tenda rumah yang menggantung di atas di sepenjang Organ Corti).

Gerakan stapes terhadap jendela oval menyebabkan timbulnya gelombang tekanan di

kompartemen atas. Karena caoran tidak dapat ditekan, tekanan dihamburkan melalui 2 cara

saat stapes menyebabkan jendela oval menonjol ke dalam, yaitu perubahan posisi jendela

bundar dan defleksi membrana basalis. Untuk yang pertama, gelombang tekanan mendorong

perilimfe ke depan di kompartemen atas lalu mengitari helikotrema ke kompartemen bawah

(tempat menyebabkan jendela bundar menonjol keluar ke dalam telinga tengah untuk

mengkompensasi peningkatan tekanan). Saat stapes bergerak mundur dan menarik jendela

oval keluar ke arah telinga tengah, perilimfe mengalir dalam arah berlawanan, merubah posisi

jendela bundar ke arah dalam. Jalur ini tidak menimbulkan persepsi suara, tapi hanya

menghamburkan tekanan. Yang kedua, gelombang tekanan di kompartemen atas dipindahkan

melalui membrana vestibula ke dalam duktus koklearis, melalui membran basilaris ke

kompartemen bawah (tempat gelombang tersebut menyebabkan jendela bundar menonjol

keluar-masuk bergantian).

Karena Organ Corti menumpang pada membrana basalis, sel rambut juga bergerak

naik turun saat membrana basilaris bergetar. Karena rambut-rambut dari sel reseptor

terbenam dalam membrana tektoria yang kaku dan stasioner, rambut tersebut akan

membengkok ke depan dan belakang waktu membran basalis menggeser posisinya terhadap

membrana tektorial. Gerakan maju mundur ini menyebabkan saluran-saluran ion gerbang

mekanis di sel-sel rambut terbuka dan tertutup secara bergantian. Timbullah depolarisasi (saat

membrana basalis bergeser ke atas) dan hiperpolarisasi (ke bawah) secara bergantian.

Neuron-neuron aferen yang menangkap sinyal auditorius dari sel rambut keluar dari koklea

melalui saraf auditorius. Jalur saraf antara organ corti dan kortex pendengaran melibatkan

beberapa sinaps dalam perjalanannya terutama sinaps di batang otak (menggunakan masukan

Page 18: CRS - Gangguan Pendengaran

pendengaran untuk kewaspadaan dan araousal), nukleus genikulatum medialis thalamus

(menyortir dan memncarkan sinyal ke atas). Dari keduanya, dislurkan ke kedua lobus

temporalis karena serat-seratnya bersilangan di batang otak.

Gambar 2.4. Aparatus vestibule

Page 19: CRS - Gangguan Pendengaran

Gambar 2.5. Transmisi gelombang suara

Page 20: CRS - Gangguan Pendengaran

Getaran membrana timpani

Gelombang suara

Getaran tulang-tulang telinga tengah

Getaran jendela oval

Getaran jendela bundarGerakan cairan di dalam koklea

Penghamburan energi (tidak ada persepsi suara)

Getaran membrana basilaris

Pembengkokan rambut sel-sel rambut resptor organ Corti sewaktu membrana basilaris menyebabkan perunahan posisi rambut-

rambut tersebut dengan kaitannya dengan membrana tektorial di atasnya tempat rambut-rambut tersebut terbenam

Perubahan potensial berjenjang (potensial respetor) di sel-sel reseptor

Perubahan kecepatan pembentukan potensial aksi yang terbetuk di saraf auditorius

Perambatan potensial aksi ke kortex auditorius di lobus temporalis otak untuk persepsi suara

Bagan 2.1. Tansduksi Suara

Page 21: CRS - Gangguan Pendengaran

Fisiologi Pendengaran

Telinga berfungsi ganda: untuk keseimbangan dan untuk pendengaran. Sampai tingkat

tertentu pinna adalah suatu “pengumpul” suara, sementara liang telinga dapat sangat

memperbesar suara dalam rentang 2 sampai 4 kHz; perbesaran pada frekuensi ini adalah

sampai 10 hingga 15 dB.

Gelombang suara yang masuk ke telinga, hanya 0,1% yang diteruskan ke telinga

tengah. Sisanya dipantulkan keluar. Gelombang suara yang mencapai gendang telinga akan

membangkitkan getaran pada selaput gendang telinga tersebut. Getaran yang terjadi akan

diteruskan pada tiga buah tulang, yaitu malleus, inkus, dan stapes yang saling terhubung di

bagian tengah telinga.

Telinga tengah mengubah energi akustik dari medium udara ke medium cair. Ini

merupakan impedance-matching system yang memastikan energi tidak terbuang. Impedance

matching ditentukan oleh:

a. Area membran timpani. Walaupun area membran timpani dewasa antara 85-90 mm2,

sehingga rasio bagian membran timpani yang tergetar dengan pegangan stapes adalah

17:1 untuk meningkatkan energi suara.

b. Lever action dari tulang-tulang pendengaran. Saat membran timpani bergetar, tulang

pendengaran diatur menjadi gerakan rotasi dari anterior malleus sampai incus, karena

pegangan malleus 1,3x lebih panjang dari incus, tekanan yang diterima pegangan stapes

lebih besar dari malleus, sekitar 1,3:1. Oleh karena itu, rasio perpindahan telinga tengah

sekitar 22:1 (Hasil area membran timpani dan lever action ossicles: 17x1.3=22). Hal ini

akan memperbesar suara kira-kira 25 dB.

c. Resonansi alami dan efisiensi telinga luar dan tengah (500-3000Hz).

d. Fase yang berbeda antara oval window dan round window. Ketika energi suara sampai

pada oval window, gelombang dibuat dalam koklea yang berjalan dari oval window di

Page 22: CRS - Gangguan Pendengaran

sepanjang skala vestibule dan skala timpani ke round window. Perbedaan fase antara

kedua foramen tersebut menghasilkan perubahan kecil pada tulang normal (kira-kira 4

dB).

Kemudian akan terjadi proses transduksi yaitu perubahan rangsangan getaran

mekanik menjadi rangsangan listrik akibat adanya pertukaran ion natrium dan kalium.

Rangsangan akan diteruskan ke cabang-cabang N. VIII.

Serabut saraf dari ganglion spiralis corti memasuki nukleus koklearis dorsalis dan

ventralis yang terletak pada bagian atas medula. Pada titik ini, semua sinaps serabut dan

neuron tingkat dua berjalan terutama ke sisi yang berlawanan dari batang otak dan berakhir di

nukleus olivarius superior. Beberapa serat tingkat kedua lainnya juga berjalan secara

ipsilateral ke nukleus olivarius superior, jaras pendengaran kemudian berjalan ke atas melalui

lemnikus lateral; beberapa serabut berakhir di nukleus lemnikus lateralis. Banyak yang

memintas nukleus ini dan berjalan ke kolikulus inferior, tempat semua atau hampir semua

serabut ini berakhir. Dari sini, jaras berjalan ke nukleus genikulata medial, tempat semua

serabut bersinaps. Dan akhirnya, jaras berlanjut melalui radiasio auditorius ke korteks

auditorius, yang terutama terletak pada girus superior lobus temporalis.

Fungsi korteks serebri pada pendengaran adalah sebagai proyeksi dari jaras

pendengaran terhadap korteks serebri yang menunjukkan bahwa korteks auditorius secara

prinsip terletak pada bidang supratemporal girus temporalis superior tetapi juga meluas

sampai batas lateral lobus temporalis, pada korteks insularis, dan bahkan ke bagian lateral

dari operkulum parietalis.

Page 23: CRS - Gangguan Pendengaran

Gambar 2.6. Fisiologi Pendengaran

2.3 Audiologi

Audiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang seluk beluk fungsi pendengaran

yang erat hubungannya dengan habilitasi dan rehabilitasinya.

Rehabilitasi adalah usaha untuk mengembalikan fungsi yang pernah dimiliki,

sedangkan habilitasi adalah usaha untuk memberikan fungsi yang seharusnya dimiliki.

Page 24: CRS - Gangguan Pendengaran

Audiologi medik dibagi atas:

1. Audiologi dasar

Audiologi dasar adalah pengetahuan mengenai nada murni, bising, gangguan

pendengaran, serta cara pemeriksaannya.

Pemeriksaan pendengaran dilakukan dengan: (1) tes penala, (2) tes berbisik, dan (3)

audiometrik nada murni.

2. Audiologi khusus

Audiologi khusus diperlukan untuk membedakan tuli saraf koklea dan retrokoklea,

audiometrik obyektif, tes untuk tuli anorganik, audiologi anak, dan audiologi industry.

Audiologi dasar

a. Tes Penala

Pemeriksaan ini merupakan tes kualitatif. Penala terdiri dari satu set (5 buah) dengan

frekuensi 128 Hz, 256 Hz, 512 Hz, 1024 Hz, dan 2048 Hz. Pada umumnya dipakai tiga

macam penala, yaitu: 512 Hz, 1024 Hz, dan 2048 Hz. Jika hanya menggunakan satu

penala, digunakan 512 Hz.

1. Tes Rinne

Tes Rinne adalah tes untuk membandingkan hantaran melalui udara dan hantaran

melalui tulang pada telinga yang diperiksa.

Cara pemeriksaan:

Penala digetarkan

Tangkainya diletakkan di prosesus mastoid

Setelah tidak terdengar penala dipengang di depan telinga kira-kira 2.5 cm

Bila masih terdengar disebut Rinne positif (+)

Bila tidak terdengar disebut Rinne negatif (-)

Page 25: CRS - Gangguan Pendengaran

Gambar 2.7. Tes Rinne

Hasil Gangguan

Positif (AC>BC) Normal

Positif (AC=BC) Tuli sensorineural

Negatif (AC<BC) Tuli konduktif

2. Tes Weber

Tes Weber ialah tes pendengaran untuk membandingkan hantaran tulang telinga kiri

dengan kanan.

Cara pemeriksaan:

Penala digetarkan

Tangkainya diletakan di garis tengah kepala (di verteks, dahi, pangkal hidung,

ditenga-tengah gigi seri, atau di dagu.

Apabila bunyi penala terdengar lebih keras di salah satu telinga disebut Weber

lateralisasi ke telinga tersbut.

Bila tidak dapat dibedakan ke arah telinga mana bunyi terdengar lebih keras

disebut Weber tidak ada lateralisasi.

Page 26: CRS - Gangguan Pendengaran

3. Tes Schwabach

Tes Swabach adalah tes untuk membanddingkan hantaran tulang orang yang diperiksa

dengan pemeriksa yang pendengarannya normal.

Cara pemeriksaan:

Penala digetarkan.

Tangkai penala diletakan pada prosesus mastoideus telinga pasien sampai

tidak terdengar bunyi.

Kemudian tangkai penala segera dipindahkan pada prosesus mastoideus

telinga pemeriksa yang pendengarannya normal.

Bila pemeriksa masih dapat mendengar disebut Swabach memendek.

Bila pemeriksa tidak dapat mendengar, pemeriksaan diulang dengan cara

sebaliknya yaitu penala diletakkan pada prosesus maastoideus pemeriksa

terlebih dahulu.

Bila pasien masih dapat mendengar bunyi disebut Swabach memanjang.

Bila pemeriksa kira-kira sama-sama mendengarnya disebut Swabach sama

dengan pemeriksa.

Tabel 2.1. Interpretasi hasil pemeriksaan tes penala

Tes Rinne Tes Weber Tes Schwabach DiagnosisPositif Tidak ada lateralisasi Sama dengan pemeriksa NormalNegatif Lateralisasi ke telinga yang sakit Memanjang Tuli konduktifPositif Leteralisasi ke telinga yang sehat Memendek Tuli sensorineuralCatatan: pada tuli konduktif <30dB, Rinne masih bisa positif.

4. Tes Bing (Tes Oklusi)

Page 27: CRS - Gangguan Pendengaran

Cara pemeriksaan:

Tragus telinga yang diperiksa ditekan sampai menutup liang telinga, sehingga

terdapat tuli konduktif kira-kira 30 dB.

Penala digetarkan dan diletakkan pada pertengahan kepala (seperti pada tes

Weber).

Bila terdapat lateralisasi pada telinga yang ditutup berarti telinga tersebut

normal.

Bila bunyi pada telinga yang ditutup tidak bertambah keras, berarti telinga

tersebut menderita tuli konduktif.

5. Tes Stenger

Tes ini digunakan pada pemeriksaan tuli anorganii (stimulasi atau pura-pura tuli)

Cara pemeriksaan: menggunakan prinsip masking

Misalnya pada seseorang yang berpura-pura tuli pada telinga kiri.

Dua buah penala yang idientik digetarkan dan masing-masing diletakkan pada

telinga kiri dan kanan dengan cara tidak kelihatan oleh yang diperiksa.

Penala pertama digetarkan dan diletakkan di depan telinga kanan (yang

normal) sehingga jelas terdengar.

Kemudian penala yang kedua digetarkan lebih keras dan diletakkan di depan

telinga kiri (yang pura-pura tuli).

Apabila kedua telinga normal karena efek masking, hanya telinga kiri yang

mendengar bunyi.

Tetapi bila telinga kiri tuli, telinga kanan tetap mendengar bunyi.

b. Tes Berbisik

Page 28: CRS - Gangguan Pendengaran

Untuk tes ini diperlukan ruangan yang tenang dan cukup luas (jarak pemeriksa pasien

sepanjang 6m). Penderita menghadap kesamping tanpa bisa melihat pemeriksa,

telinga yang akan diperiksa menghadap pemeriksa, telinga lainnya ditutup dengan

tekanan ringan yang intermitten pada tragus dengan jari telunjuk yang digerak-

gerakan sehingga menghasilkan efek masking.

Penilaian:

Normal 6-8m

Tuli ringan 4-<6m

Tuli sedang 1-<4m

Tuli berat 25cm-<1m

Tuli total <2cm

c. Audiometri Nada Murni

Pada pemeriksaan audiometri nada murni perlu dipahami hal-hal:

Hantaran tulang (BC): Langsung menggetarkan tulang-tulang tengkorak dan

cairan di dalamnya, sehingga langsung menggetarkan perilimf, endolimf, dan

membrana basalis sehingga terjadi perangsangan sel rambut organon Corti

membutuhkan keutuhan fungsi telinga dalam dan syaraf VIII.

Hantaran udara (AC): Getaran bunyi masuk melalui liang telinga, menggetarkan

m.timpani dst membutuhkan keutuhan fungsi telinga bagian luar, tengah,

dalam dan syaraf VIII.

Nada murni (pure tone): bunyi yang hanya mempunyai satu frekuensi, dinyatakan

dalam jumlah getaran per detik.

Bising: bunyi yang mempunyai banyak frekuensi, terdiri dari narrow band:

spektrum terbatas dan white noise: spektrum luas.

Page 29: CRS - Gangguan Pendengaran

Frekuensi: nada murni yang dihasilkan oleh suatu getaran benda yang sifatnya

harmonis sederhana (simple harmonic motion). Jumlah getaran per detik

dinyatakan dalam Hertz. Bunyi yang dapat didengar oleh telinga manusia

mempunyai frekuensi antara 20-18.000 Hz. Bunyi < 20Hz disebut infrasonic

sedangkan > 18.000Hz disebut suprasonik (ultra sonik).

Intensitas bunyi: dinyatakan dalam decibell (dB). dB HL (hearing level) dan db

SL (sensation level) dasarnya adalah subyektif dan inilah yang biasanya

digunakan pada audiometer. dB SPL (sound pressure level) digunakan apabila

ingin mengetahui intensitas bunyi yang sesungguhnya secara fisika (ilmu alam).

Ambang dengar: bunyi nada murni yang terlemah pada frekuensi tertentu yang

masih dapat didengar oleh telinga seseorang. Terdapat ambang dengar menurut

konduksi udara (AC=air conduction) dan menurut konduksi tulnag (BC=bone

conduction).

Nilai nol audiometrik (audiometric zero) dalam dB HL dan db SL, yaitu intensitas

nada murni yang terkecil pada suatu frekuensi tertentu yang masih dapat didengar

oleh telinga rata-rata orang dewasa muda yang normal (18-30 tahun).

Notasi pada audiogram dipakai grafik AC yaitu dibuat dengan garis lurus penuh

(intensitas yang diperiksa antara 125-8000 Hz) dan grafik BC yaitu dibuat dengan

garis terputus-putus (intensitas yang diperiksa 250-4000 Hz). Untuk telinga kiri

dipakai warna biru, sedangkan untuk telinga kanan warna merah.

Jenis dan derajat ketulian serta gap

Page 30: CRS - Gangguan Pendengaran

Dari audiogram dapat dilihat apakah pendengaran normal (N) atau tuli. Jenis ketulian:

tuli konduktif, tuli sesorineural, dan tuli campuran. Pada interpretasi audiogram harus ditulis:

a. Telinga yang mana

b. Apa jenis ketuliannya

c. Bagaimana derajat ketuliannya.

Dalam menentukan derajat ketulian, yang dihitung hanya ambang dengar hantaran

udaranya saja (AC). Derjat ketulian ISO:

Normal : 0-25 dB

Tuli ringan : 26-40 dB

Tuli sedang : 41-60 dB

Tuli berat : 61-90 dB

Sangat berat : >90 dB

Dari hasil pemeriksaan audiogram disebut ada gap apabila antara AC dan BC terdapat

perbedaan > 10 dB, minimal pada 2 frekuensi yang berdekatan.

Pemeriksaan masking pada pemeriksaan audiometri dilakukan jika terdapat perbedaan

hasil yang mencolok pada kedua telinga .oleh karena AC pada 45 dB atau lebih dapat

diteruskan ke tengkorak melalui telinga kontralateral (yang tidak diperiksa)maka pada telinga

kontralateral diberi bising supaya tidak mendengar bunyi pada telinga yang diperiksa.

Interpretasi hasil:

Pendengaran Normal : AC dan BC < 25 dB, dan Gap tidak ada

Tuli sensorineural : AC dan BC > 25 dB, dan Gap tidak ada

Tuli konduktif : BC normal , atau < 25 dB. AC > 25 dB. Ada Gap antara AC

dan BC

Tuli campur : BC > 25 dB ,AC >BC, ada Gap

Page 31: CRS - Gangguan Pendengaran

Gambar 2.8 Audiogram telinga

Page 32: CRS - Gangguan Pendengaran

BAB III

PEMBAHASAN

Kelainan telinga dapat menyebabkan gangguan pendengaran, seperti tuli konduktif,

tuli sensorineural (perseptif), dan tuli campuran.

Gangguan TL TT K RK

Konduktif X X

Sensori-neural X X

Kohlea X

Retro - kohlea X

Campuran(mixed) X X

3.1 Tuli Konduktif

Tuli Konduktif atau Conductive Hearing Loss (CHL) adalah segala gangguan

hantaran suara yang terdapat pada telinga luar dan tengah dengan telinga dalam yang normal

(gangguan konduksi suara dari foramen ovale ke arah luar ). Jenis ketulian ini tidak dapat

mendengar suara berfrekuensi rendah. Misalnya tidak dapat mendengar huruf U dari kata

susu sehingga penderita mendengarnya ss. Biasanya gangguan ini “reversible” karena

Page 33: CRS - Gangguan Pendengaran

kelainannya terdapat di telinga luar dan telinga tengah. Disebabkan oleh kelainan yang

terdapat di telinga luar atau telinga tengah.

Etiologi terjadinya tuli konduktif dapat berupa kelainan kongenital maupun yang

didapat, antara lain:

1. Kelainan telinga luar: atresia liang telinga, sumbatan oleh serumen, otitis eksterna

sirkumskripta, dan osteoma liang telinga.

2. Kelainan telinga tengah: tuba takar/sumbatan tuba eustachius, otitis media,

osteosklerosis, timpanosklerosis, hemotimpanum, dan dislokasi tulang pendengaran.

3.2 Tuli Sensorineural (Perseptif)

Tuli sensorineural adalah segala gangguan atau penyakit yang terdapat pada telinga

dalam. nervus VIII ( N.Cochlearis ), dan sentral pendengaran ( cortex cerebri ), dengan

telinga tengah dan luar yang normal.

Tuli sensorineural disebabkan oleh kelainan atau kerusakan pada koklea (rumah

siput), saraf pendengaran dan batang otak sehingga bunyi tidak dapat diproses sebagaimana

mestinya. Perlu diketahui bahwa untuk mendengar dan mengerti suatu bunyi diperlukan suatu

proses penghantaran, pengolahan di telinga dalam, dan dilanjutkan dengan interprestasi bunyi

(di otak). Kadang dijumpai suatu kasus fungsi penghantaran dan pengolahan baik, namun

karena ada gangguan di otak, maka bunyi tidak dapat diartikan.

Tuli sensorineural biasanya timbul sejak lahir dan dapat mengenai satu telinga atau

kedua telinga. Ketajaman pendengaran tidak selalu sama pada kedua telinga. Sangatlah

penting untuk memeriksa ketajaman pendengaran di kedua telinga secara terpisah. Bila ada

perbedaan ketajaman pendengaran yang terlalu signifikan pada kedua telinga, test

pendengaran mungkin akan memberikan hasil yang membingungkan. Bila diperkirakan

bahwa ada perbedaan antara kedua telinga, maka “telinga yang lebih baik” harus diberikan

Page 34: CRS - Gangguan Pendengaran

dengan memberikan bunyi yang keras. Tindakan ini disebut masking. Bila ini tidak

dilakukan, maka gelombang suara yang masuk ke telinga lebih buruk akan dihantar melalui

tulang tengkorak dan diterima oleh telinga yang sehat. Orang tersebut tidak akan menyadari

perjalanan gelombang suara dan dapat merespon seakan-akan dia mendengar suara dengan

jelas pada telinga yang buruk. Hal ini dapat memberi hasil yang membingungkan.

Untuk mengetahui penyebab tuli sensorineural itu sulit karena hampir 50% penyebab

dari tuli saraf sejak lahir tidak diketahui dengan pasti. Pada bayi yang berusia 0-28 hari ada

beberapa faktor resiko yang dicurigai sebagai gangguan pendengaran. Meskipun

demikian,hasil dari beberapa penelitian terhadap bayi yang mempunyai faktor resiko hanya

sekitar 40=50% saja yang mengalami ketulian.

Tuli sensorineural dapat timbul pada satu atau kedua telinga sejak lahir sampai lanjut

usia. Ada berbagai penyebab tuli ini dan beberapa diantaranya yang sering duitenukan akan

dibicarakan di sini. Faktor-faktor resiko tinggi yang penyebab tuli sensorineural yaitu:

1. Tuli Bawaan (Genetik).

2. Tuli Rubella.

3. Tuli dan Kelahiran Prematur

4. Tuli Ototosik

Tuli sensorineural dibagi menjadi dua, yaitu:

Tuli sensorineural koklea, disebabkan oleh aplasia (congenital), labirintitis (oleh bakteri

atau virus), intoksikasi obat streptomisin, kanamisin, garamisin, neomisin, kina, asetosal,

atau alkohol. Selain itu juga dapat disebabkan oleh tuli mendadak (sudden deafness),

trauma kapitis, trauma akustik, dan pajanan bising.

Tuli sensorineural retrokoklea disebabkan oleh neuroma akustik, tumor sudut pons

serebelum, myeloma multipelm cedera otak, perdarahan otak, dan kelainan otak lainnya.

Page 35: CRS - Gangguan Pendengaran

Untuk membedakan tuli koklea dan retrokoklea perlu dilakukan pemeriksaan

audiologi khusus yang terdiri dari audiometri khusus (seperti tes Tone Decay, tes Short

Increment Sensitivity Index (SISI), tes Alternat Binaural Loudness Balance (ABLB),

audiometri tutur, audiometri Bekessy, audiometri objektif (audiometri impedans,

elektrokokleografi, Brain Evoked Response Audometry (BERA)), pemeriksaan tuli anorganik

(tes Strenger, audiometri nada murni berulang, impedans), dan pemeriksaan audiometric

anak.

3.3 Tuli Campuran

Tuli campuran adalah hantaran suara pada telinga luar dan tengah terganggu serta

telinga dalam rusak atau tidak berfungsi.

3.4 Gangguan Pendengaran Pada Geriatri

Gangguan pendengaran akibat perubahan patologik pada organ auditori akibat proses

degenerasi usia lanjut. Dibaagi menjadi dua yaitu tuli konduktif pada geriatri dan tuli saraf

pada geriatric(presbikusis).

a. Tuli Konduktif Pada Geriatri

Pada telinga luar dan telinga tengah proses degenerasi menyebabkan:

* Berkurangnya elastisitas dan bertambah besarnya ukuran pinna daun telinga

* Atrofi dan bertambah kakunya liang telinga

* Penumpukan serumen

* Membran timpani tebal dan kaku

* Kekakuan sendi tulang-tulang pendengaran

Page 36: CRS - Gangguan Pendengaran

Pada usia lanjut kelenjar-kelenjar serumen mengalami atrofi, sehingga produksi

kelenjarserumen berkurang dan menyebabkan serumen menjadi lebih kering, sehingga sering

terjadi serumen prop yang akan mengakibatkan tuli konduktif. Membran timpani yang

bertambah kaku dan tebal juga menyebabkan gangguan konduksi, demikian pula halnya

dengan kekakuan yang terjadi pada persendian tilang-tulang pendengaran

b. Tuli Saraf Pada Geriatri (Presbikusis)

Presbikosis merupakan tuli sensorineural frekuensi tinggi, umumnya terjadi mulai

usia 65 tahun, simetris pada telinga kanan dan kiri. Presbikusis dapat mulai pada frekuensi

1000 Hz atau lebih.

c. Klasifikasi

Jenis Prevalensi Patologi

Sensorik 11,9%Lesi terbatas pada koklea. Atrofi organ Corti, jumlah

sel-sel rambut dan sel-sel penunjang berkurang.

Neural 30,7%Sel-sel neuron pada koklea dan jaras auditorik

berkurang

Metabolik

(Presbikusis Strial)34,6%

Atrofi stria vaskularis. Potensial mikrofonik menurun.

Fungsi sel dan keseimbangan bio-kimia / bioelektrik

koklea berkurang

Mekanik

(Koklear)22,8%

Terjadi perubahan gerakan mekanik duktus koklearis.

Atrofi ligamentum spiralis. Membran basilaris lebih

kaku

Page 37: CRS - Gangguan Pendengaran

DAFTAR PUSTAKA

1. Moore, Keith L. Clinically Oriented Anatomy 4th Ed. Philadelphia: Lippincott

Williams & Wilkins. 1999.

2. Guyton. Fisiologi Kedokteran. Edisi 7. Jakarta: EGC: 2004.

3. Soepardi E., Iskandar N. Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi ke lima.

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: 2004.

4. Mangunkusumo, Endang dan Rifki, Nusjirwan. 2002. Buku ajar Ilmu Kesehatan

Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

5. Lee, K. Essential Otolaryngology, Head and Neck Surgery. Edisi ke delapan. McGrawl-

Hill. 2003.

6. Adams. L.G, Boies, R. L, Higler, P.A. Boies Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6. Jakarta :

Penerbit Buku Kedokteran EGC. 1997. Hal : 78-83.