case gnaps

48
Laporan Kasus Glomerulonefritis Akut Post Infeksi Streptokokus Pembimbing dr. Mas Wishnuwardhana W, Sp.A Disusun oleh : Alvian Reza Muhammad 030.09.009 KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK PERIODE 27 OKTOBER 2014 – 3 JANUARI 2015

Upload: alvian2109

Post on 18-Jul-2016

16 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

LAPORAN KASUS GNAPSILMU KESEHATAN ANAK RSUD KOTA BEKASI

TRANSCRIPT

Page 1: Case Gnaps

Laporan Kasus

Glomerulonefritis Akut Post Infeksi Streptokokus

Pembimbing

dr. Mas Wishnuwardhana W, Sp.A

Disusun oleh :

Alvian Reza Muhammad

030.09.009

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK

PERIODE 27 OKTOBER 2014 – 3 JANUARI 2015

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS TRISAKTI

JAKARTA, 2014

Page 2: Case Gnaps

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Glomerulonefritis merupakan penyebab utama terjadinya gagal ginjal tahap akhir dan

tingginya angka morbiditas pada anak. Terminologi glomerulonefritis yang dipakai disini

adalah untuk menunjukkan bahwa kelainan yang pertama dan utama terjadi pada glomerulus,

bukan pada struktur ginjal yang lain.1

Glomerulonefritis merupakan penyakit peradangan ginjal bilateral. Peradangan

dimulai dalam gromleurus dan bermanifestasi sebagai proteinuria dan atau hematuria.

Meskipun lesi utama pada gromelurus, tetapi seluruh nefron pada akhirnya akan mengalami

kerusakan, sehingga terjadi gagal ginjal. Penyakit yang mula-mula digambarkan oleh Richard

Bright pada tahun 1827 sekarang diketahui merupakan kumpulan banyak penyakit dengan

berbagai etiologi, meskipun respon imun agaknya menimbulkan beberapa bentuk

glomerulonefritis.2

Indonesia pada tahun 2007, melaporkan adanya 270 pasien yang dirawat di rumah

sakit pendidikan dalam 12 bulan. Pasien terbanyak dirawat di Surabaya (26,5%), kemudian

disusul berturut-turut di Jakarta (24,7%), Bandung (17,6%), dan Palembang (8,2%). Pasien

laki-laki dan perempuan berbanding 2 : 1 dan terbanyak pada anak usia antara 6-8 tahun

(40,6%).3

Gejala glomerulonefritis bisa berlangsung secara mendadak (akut) atau secara

menahun (kronis) seringkali tidak diketahui karena tidak menimbulkan gejala. Gejalanya

dapat berupa mual-mual, kurang darah (anemia), atau hipertensi. Gejala umum berupa

sembab kelopak mata, kencing sedikit, dan berwarna merah, biasanya disertai hipertensi.

Penyakit ini umumnya (sekitar 80%) sembuh spontan, 10% menjadi kronis, dan 10%

berakibat fatal.4

2

Page 3: Case Gnaps

BAB II

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama: An. CHA Jenis Kelamin: Laki-Laki

Umur: 9 Tahun BB: 25 Kg

Tempat/Tanggal Lahir: Bekasi, 07 Oktober 2005 Alamat: CitraVilla Blok K 6 Mangun Jaya

Bekasi

Tanggal Masuk RS: 6 Desember 2014 Tanggal Keluar: -

II. ANAMNESIS

Diambil dari: Alloanamnesis kepada ibu pasien tanggal : 8 Desember 2014 jam : 13.00 WIB

Keluhan utama: Bengkak di sekitar mata dan wajah

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang ke rumah sakit dengan keluhan bengkak di wajah dan sekitar mata.

Keluhan sudah dirasakan sejak 3 hari SMRS. Bengkak dirasakan berat saat pagi hari, dan saat

siang hari tampak agak berkurang. Sebelumnya pasien juga mengeluhkan buang air kecil

terlihat seperti cucian daging, berwarna merah. Kemudian kira-kira 1 hari SMRS, air kecing

sudah tidak merah lagi, dan berwarna kuning keruh. Pasien tidak merasakan adanya sakit di

sekitar pinggang atau nyeri saat berkemih. Pasien juga mengeluhkan adanya batuk pilek yang

sudah berjalan 14 hari SMRS. pasien juga demam sejak 11 hari lalu.

Setelah demam 3 hari, pasien dibawa ke dokter umum di puskesmas, diberikan obat

batuk dan penurun panas. Gejala batuk dan demam berkurang, namun demam kembali naik

dan batuk belum juga sembuh. Lalu pasien demam tinggi, dan kencing berwarna merah

sampai akhirnya dibawa ke RSUD untuk dirawat dan masuk melalui poli anak.

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien tidak pernah mengalami penyakit serupa sebelumnya. Tidak pernah bengkak

dan kencing merah. Sebelumnya pasien mengalami batuk selama 11 hari sebelum demam

tinggi dan kemudian bengkak.

3

Page 4: Case Gnaps

Riwayat Alergi, Operasi dan Pengobatan

Pasien tidak memiliki riwayat alergi obat, atau alergi makanan. Pasien pernah

menjalani operasi tonsilektomi saat berusia 6 tahun.

Riwayat Kelahiran (Birth History):

Pasien lahir di bidan dengan persalinan normal, ditolong oleh bidan. Berat badan lahir

3000 gram, ibu pasien lupa panjang badan pasien ketika lahir. Ketika lahir langsung

menangis, ibu mengaku tidak ada kelainan saat setelah bersalin.

Riwayat kehamilan:

Kontrol rutin sebulan sekali ke bidan dekat rumah. Riwayat ibu demam (-), hipertensi

(-), diabetes melitus (-), anemia (-).

Riwayat Imunisasi:

Pasien mendapat imunisasi dasar lengkap sesuai dengan jadwal. Imunisasi dilakukan

di puskesmas dekat rumah, kemudian pasien juga mendapatkan imunisasi selama sekolah

dasar.

Riwayat Penyakit Keluarga:

Riwayat penyakit dalam keluarga serupa (-), dalam keluarga tidak ada anggota

keluarga yang menderita penyakit ginjal.

Riwayat Sosial Ekonomi:

Pasien adalah anak pertama dari Tn.H yang bekerja sebagai karyawan, dan Ny.Y

yang bekerja sebagai ibu rumah tangga. Secara ekonomi, keluarga pasien tergolong ekonomi

menengah. Pasien merupakan peserta BPJS.

Riwayat Lingkungan:

Tinggal dirumah milik sendiri. Terdapat 3 kamar tidur dan 1 kamar mandi. Ventilasi

baik, jendela cukup, cahaya matahari cukup masuk rumah, air minum dan air mandi berasal

dari air tanah. Rumah pasien terletak di rumah padat penduduk. Di sekitar perumahan sanitasi

kurang baik terdapat selokan yang jarang dibersihkan. Di rumah pasien tidak terdapat hewan

peliharaan.

4

Page 5: Case Gnaps

Pedigree Keluarga:

III. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan Umum

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

PAT:

A: Tonus (+) Consibility (+) Look (+) Speech (+) Interactiveness (+)

B: Nafas Normal, NCH (-) Retraksi (-) Dyspneu (-)

C: Sianosis (-) CRT <2” Anemis (-), ikterik (-),

Heart Rate : 76 x/menit

Pernapasan : 22 x/menit (terpasang ventilator)

Suhu badan : 36,60C

Tekanan Darah : 130/90

Berat badan : 25 kg

Panjang badan : 114 cm

Kesan Gizi : Gizi baik

Pemeriksaan Khusus

Kepala

Rambut : hitam

Muka : tidak ada kelainan bentuk, muka oval.

Mata : Sklera ikterus -/-, conjungtiva anemis (-). Edema periorbita (+)

Hidung : NCH (-), sekret (-), epistaksis (-)

5

Page 6: Case Gnaps

Mulut : Sianosis (-), bibir kering (-)

Telinga : Simetris, bersih, tidak ada serumen.

Leher : Tidak ada pembesaran KGB, Kaku kuduk (-)

Thoraks

Paru-paru

Inspeksi : bentuk simetris, pergerakan simetris, retraksi (-)

Palpasi : Pergerakan simetris, vocal fremitus simetris

Perkusi : sonor di kedua lapangan paru

Auskultasi : vesikuler (+) normal, ronchi basah -/-, wheezing (-)

Jantung

Inspeksi : pulsasi (-), iktus (-), voussur cardiaque (-)

Palpasi : iktus (-), thrill (-)

Perkusi : dalam batas normal

Auskultasi : HR= 76 x/menit, irama regular, murmur (-), gallop (-)

Abdomen

Inspeksi : datar

Palpasi : supel, hepar dan lien tidak teraba

Perkusi : timpani

Auskultasi : bising usus (+) normal, shifting dullness (-)

Lipat paha dan genitalia : edema skrotum (+)

Ekstremitas : akral dingin (-), sianosis (-), CRT < 2 detik, ikterus (-) sindactyly (-),

polidactily (-) edema (-)

6

Edema Periorbita

Page 7: Case Gnaps

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Lab Darah Tanggal 6 Desember 2014

Parameter Hasil Nilai Normal Interpretasi

HB 11,0 g/dL 12-14 g/dL Turun

HT 36,4% 40-48% Turun

Leukosit 14.900 / L 4000-10000/L Meningkat

Trombosit 369.000 / L 150.000-450.000/L Normal

IMUNOSEROLOGI SPESIFIK

ASTO REAKTIF NON REAKTIF ABNORMAL

FUNGSI GINJAL

Ureum 14 mg/dL 10-50 mg/dL Normal

Kreatinin 0.7 mg/dL 0.5-1.5 mg/dL Normal

KIMIA KLINIK

Prot. Total 7,30 g/dL 6-8g/dL Normal

Albumin 2,92 g/dL 3.5-4.5 g/dL Menurun

Globulin 4.38d/gL 1,5-3.5 g/dL Meningkat

Kolesterol 145 mg/dL <200 mg/dL Normal

ELEKTROLIT

Natrium 139 mmol/L 135-145 mmol/L Normal

Kalium 4.4 mmol/L 3.4-5 mmol/L Normal

Klorida 48 mmol/L 94-111 mmol/L Normal

7

Page 8: Case Gnaps

Lab Urine Lengkap Tanggal 7 Desember 2014

Parameter Hasil Nilai Normal Interpretasi

Warna Kuning Kuning Normal

Kejernihan Agak keruh Jernih Abnormal

pH 7.0 5-8 Normal

Berat Jenis 1015 1005=1030 Normal

Albumin Negatif Negatif Normal

Glukosa Negatif Negatif Normal

Keton Negatif Negatif Normal

Urobilinogen 0.2 0,1-1 UE Normal

Bilirubin Negatif Negatif Normal

Darah Samar +2 Negatif Abnormal

Leu.Esterase Negatif Negatif Normal

Nitrit Negatif Negatif Normal

MIKROSKOPIS

Eritrosit 5-10/LPB <2 Abnormal

Leukosit 0-5/ LPB <5 Normal

Silinder Negatif Negatif Normal

Epitel Gepeng + Gepeng + Normal

Kristal Negatif Negatif Normal

Bakteri +1 Negatif Abnormal

Lain-lain Negatif Negatif Normal

8

Page 9: Case Gnaps

Lab Urine Lengkap Ulang Tanggal 8 Desember 2014

Parameter Hasil Nilai Normal Interpretasi

Warna Kuning Kuning Normal

Kejernihan Jernih Jernih Abnormal

pH 7.0 5-8 Normal

Berat Jenis 1005 1005=1030 Normal

Albumin Negatif Negatif Normal

Glukosa Negatif Negatif Normal

Keton Negatif Negatif Normal

Urobilinogen 0.2 0,1-1 UE Normal

Bilirubin Negatif Negatif Normal

Darah Samar +1 Negatif Abnormal

Leu.Esterase Negatif Negatif Normal

Nitrit Negatif Negatif Normal

MIKROSKOPIS

Eritrosit 0-2/LPB <2 Abnormal

Leukosit 0-5/ LPB <5 Normal

Silinder Negatif Negatif Normal

Epitel Gepeng + Gepeng + Normal

Kristal Negatif Negatif Normal

Bakteri Negatif Negatif Abnormal

Lain-lain Negatif Negatif Normal

9

Page 10: Case Gnaps

V. RESUME

Os datang ke RSUD Kota Bekasi dengan keluah bengkak di sekitar mata dan wajah,

keluah sudah dirasakan 3 hari SMRS, Os sebelumnya mengalami kencing berwarna merah

seperti cucian daging. Os juga batuk pilek dan demam sejak 11 hari lalu. Os berobat ke

dokter umum namun belum membaik kemudian datang ke RSUD kemudian dirawat. Hasil

pemeriksaan fisik menunjukkan tanda vital baik, tekanan darah 130/90 mmHg, ditemukan

edema periorbotal (+), Hasil pemeriksaan lab menunjukkan leukositosis 14.900 u/L, ASTO

(+), Albumin 2,92 g/dL, Serta hasil urinalisis ditemukan darah samar +2.

VI. DIAGNOSIS

Diagosis Pasti : Glomerulonefritis Post Infeksi Streptokokus

Dasar :

- Gross Hematuria

- Edema Periorbital

- Urinalisis Keruh, dan darah samar (+)

- Hipoalbuminemia

- ASTO (+)

VII. TERAPI

Medikamentosa

- Infus Dextrosa 5% 10tpm

- Amoxicilin 3x 500mg

- Ambroxol 3x1 cth

- Paracetamol 3x2 cth

Non-Medikamentosa

- Bedrest hingga 2-4 minggu

- Diet rendah garam rendah protein

VIII. PROGNOSIS

Ad vitam : bonam

Ad fungsional : bonam

Ad sanationam : bonam

10

Page 11: Case Gnaps

IX. FOLLOW UP

6/12/2014 7/12/2014 8/12/2014

S Bengkak di wajah (+),

batuk, pilek, demam nak

turun. Kencing keruh tapi

sudah tidak merah

Bengkak

berkurang,

bengkak di sekitar

mata masih

sedikit, batuk

pilek (+)

Bengkak di sekitar

mata masih sedikit,

batuk pilek (+)

O S : 37,1

N : 84x/m

Edema periorbital (+)

Edema Wajah (+)

Edema tungkai (-)

S : 36,5

N : 76x/m

Edema periorbital

(+)

Edema Wajah

Berkurang

Edema tungkai (-)

Urinalisis :

Keruh

Darah Samar +2

S : 36,5

N : 76x/m

Edema periorbital

(+)

Edema tungkai (-)

Urinalisis :

Jernih

Darah Samar +1

A GNAPS GNAPS GNAPS

P Infus Dextrosa 5% 10tpm

Amoxicilin 3x 500mg

Ambroxol 3x1 cth

Paracetamol 3x2 cth

Infus Dextrosa 5%

10tpm

Amoxicilin 3x

500mg

Ambroxol 3x1 cth

Paracetamol 3x2

cth

Infus Dextrosa 5%

10tpm

Amoxicilin 3x

500mg

Ambroxol 3x1 cth

Paracetamol 3x2

cth

11

Page 12: Case Gnaps

BAB II

ANALISIS KASUS

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, dapat ditarik

diagnosis melalui perjalanan penyakit pasien yang akan dijelaskan dibawah ini :

Pasien terdiagnosis GNAPS setelah muncul gejala dan diperiksa lab. Sebelumnya

pasien sudah mengalami batuk pilek selama 11 hari. Diduga batuk pilek ini sebagai

infeksi awalan bakteri streptokokus yang kemudian akan menyebar secara hematogen,

dan menyebar ke ginjal. Hal ini didukung dengan adanya pemeriksaan lab yaitu

leukosit yang meningkat hingga 14.000.

Saat berobat ke dokter umum, pasien demam dan kencing berwarna air cucian daging.

Secara teori, diagnosis kerja GNAPS sudah bisa ditegakkan. Kemudian pasien dirujuk

ke RSUD untuk menjalani pemeriksaan.

Saat di RSUD, pasien sudah tidak lagi kencing berwarna merah cucian daging, namun

saat diperiksakan urinalisis, masih terdapat darah samar. Hal tersebut menggambarkan

hematuria yang sudah membaik.

Di RSUD pasien juga diperiksakan ASTO. Pemeriksaan inilah yang menjadikan

diagnosis pasti dari pasien menjadi GNAPS. Secara teori, diperlukan juga

pemeriksaan komplemen C3. Akan didapatkan komplemen C3 yang menurun pada

GNAPS. Pemeriksaan komplemen C3 penting untuk menilai keadaan inflamasi yang

terjadi apakah sudah mereda atau belum. C3 juga memiliki fungsi prognostik bagi

pasien, namun pada kondisi di lapangan, pemeriksaan tersebut cukup mahal sehingga

cukup dilakukan 1 pemeriksaan saja yaitu ASTO, dan melihat klinis pasien saat

diberikan pengobatan.

Pasien sudah batuk selama 11 hari, sebagai anjuran, perlu dilakukan foto rontgen

untuk mencari kemungkinan adanya infeksi paru baik spesifik maupun non spesifik.

Terapi yang diberikan sudah sesuai dengan teori. Pada teori, pemberian antibiotik

yang tepat untuk GNAPS adalah golongan penisilin, dahulu digunakan Penisilin

Procain, atau Pen-G. namun saat ini sudah banyak derivat penisilin yang lazim

dipakai. Pasien diberikan amoxicilin 3x500mg. amoxicilin merupakan derivat

penisilin.

12

Page 13: Case Gnaps

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.3.1.    DEFINISI

Glomerulonefritis akut juga disebut dengan glomerulonefritis akut post sterptokokus 

(GNAPS) adalah suatu sindrom nefrotik akut yang ditandai dengan timbulnya hematuria,

edema, hipertensi dan penurunan fungsi ginjal (azotemia). Merupakan proses radang non-

supuratif yang mengenai glomeruli, sebagai akibat infeksi kuman streptokokus beta

hemolitikus grup A, tipe nefritogenik di tempat lain. Penyakit ini sering mengenai anak-

anak.1,4

Glomerulonefritis akut (GNA) adalah suatu reaksi imunologis pada ginjal terhadap

bakteri atau virus tertentu.Yang sering terjadi ialah akibat infeksi kuman streptococcus.

Glomerulonefritis merupakan suatu istilah yang dipakai untuk menjelaskan berbagai ragam

penyakit ginjal yang mengalami proliferasi dan inflamasi glomerulus yang disebabkan oleh

suatu mekanisme imunologis. Sedangkan istilah akut (glomerulonefritis akut) mencerminkan

adanya korelasi klinik selain menunjukkan adanya gambaran etiologi, patogenesis, perjalanan

penyakit dan prognosis.6

3.3.2.  ETIOLOGI

Sebagian besar (75%) glomerulonefritis akut paska streptokokus timbul setelah

infeksi saluran pernapasan bagian atas, yang disebabkan oleh kuman Streptokokus beta

hemolitikus grup A tipe 1, 3, 4, 12, 18, 25, 49. Sedang tipe 2, 49, 55, 56, 57 dan 60

menyebabkan infeksi kulit 8-14 hari setelah infeksi streptokokus, timbul gejala-gejala klinis.

Infeksi kuman streptokokus beta hemolitikus ini mempunyai resiko terjadinya

glomerulonefritis akut paska streptokokus berkisar 10-15%.6,7

Streptococcus ini dikemukakan pertama kali oleh Lohlein pada tahun 1907 dengan alasan

bahwa :

1. Timbulnya GNA setelah infeksi skarlatina

2. Diisolasinya kuman Streptococcus beta hemolyticus golongan A

3. Meningkatnya titer anti-streptolisin pada serum penderita.4

13

Page 14: Case Gnaps

Mungkin faktor iklim, keadaan gizi, keadaan umum dan faktor alergi mempengaruhi

terjadinya GNA setelah infeksi dengan kuman Streptococcuss. Ada beberapa penyebab

glomerulonefritis akut, tetapi yang paling sering ditemukan disebabkan karena infeksi dari

streptokokus, penyebab lain diantaranya:

1. Bakteri  :    streptokokus grup C, meningococcocus, Sterptoccocus Viridans, Gonococcus,

Leptospira, Mycoplasma Pneumoniae, Staphylococcus albus, Salmonella typhi dll

2. Virus    :    hepatitis B, varicella, vaccinia, echovirus, parvovirus, influenza, parotitis

epidemika dl

3.   Parasit      : malaria dan toksoplasma 6,7

Streptokokus

Sterptokokus adalah bakteri gram positif berbentuk bulat yang secara khas

membentuk pasangan atau rantai selama masa pertumbuhannya. Merupakan golongan bakteri

yang heterogen. Lebih dari 90% infeksi streptokkus pada manusia disebabkan oleh

Streptococcus hemolisis β kumpulan A. Kumpulan ini diberi spesies nama S. pyogenes 9,10

S. pyogenes β-hemolitik golongan A mengeluarkan dua hemolisin, yaitu:

a.     Sterptolisin O

adalah suatu protein (BM 60.000) yang aktif menghemolisis dalam keadaan tereduksi

(mempunyai gugus-SH) tetapi cepat menjadi tidak aktif bila ada oksigen. Sterptolisin O

bertanggung jawab untuk beberapa hemolisis yang terlihat ketika pertumbuhan dipotong

cukup dalam dan dimasukkan dalam biakan pada lempeng agar darah. Sterptolisisn O

bergabung dengan antisterptolisin O, suatu antibody yang timbul pada manusia setelah

infeksi oleh setiap sterptokokus yang menghasilkan sterptolisin O. antibody ini  menghambat

hemolisis oleh sterptolisin O. fenomena ini merupakan dasar tes kuantitatif untuk antibody.

Titer serum antisterptolisin O (ASO) yang melebihi 160-200 unit dianggap abnormal dan

menunjukkan adanya infeksi sterptokokus yang baru saja terjadi atau adanya kadar antibodi

yang tetap tinggi setelah serangan infeksi pada orang yang hipersensitifitas.9

14

Page 15: Case Gnaps

b. Sterptolisin S

Adalah zat penyebab timbulnya zone hemolitik disekitar koloni sterptokokus yang

tumbuh pada permukaan lempeng agar darah. Sterptolisin S bukan antigen, tetapi zat ini

dapat dihambat oleh penghambat non spesifik yang sering ada dalam serum manusia dan

hewan dan tidak bergantung pada pengalaman masa lalu dengan sterptokokus.9

Gambar 6. Bakteri Sterptokokus 10

Bakteri ini hidup pada manusia di tenggorokan dan juga kulit. Penyakit yang sering

disebabkan diantaranya adalah faringitis, demam rematik dan glomerulonefritis.9

3.3.3.   PATOFISIOLOGI

Sebenarnya bukan streptokokus yang menyebabkan kerusakan pada ginjal. Diduga

terdapat suatu antibodi yang ditujukan terhadap suatu antigen khusus yang merupakan unsur

membran plasma sterptokokal spesifik. Terbentuk kompleks antigen-antibodi didalam darah

dan bersirkulasi kedalam glomerulus tempat kompleks tersebut secara mekanis terperangkap

dalam membran basalis, selanjutnya komplomen akan terfiksasi mengakibatkan lesi dan

peradangan yang menarik leukosit polimorfonuklear (PMN) dan trombosit menuju tempat

lesi. Fagositosis dan pelepasan enzim lisosom juga merusak endothel dan membran basalis

glomerulus (IGBM). Sebagai respon terhadap lesi yang terjadi, timbul proliferasi sel-sel

endotel yang diikuti sel-sel mesangium dan selanjutnya sel-sel epitel. Semakin meningkatnya

15

Page 16: Case Gnaps

kebocoran kapiler gromelurus menyebabkan protein dan sel darah merah dapat keluar ke

dalam urine yang sedang dibentuk oleh ginjal, mengakibatkan proteinuria dan hematuria.

Agaknya kompleks komplomen antigen-antibodi inilah yang terlihat sebagai nodul-nodul

subepitel pada mikroskop elektron dan sebagai bentuk granular dan berbungkah-bungkah

pada mikroskop imunofluoresensi, pada pemeriksaan cahaya glomerulus tampak

membengkak dan hiperseluler disertai invasi PMN.1,6

Menurut penelitian yang dilakukan penyebab infeksi pada glomerulus akibat dari

reaksi hipersensivitas tipe III. Kompleks imun (antigen-antibodi yang timbul dari infeksi)

mengendap di membran basalis glomerulus. Aktivasi komplemen yang menyebabkan

destruksi pada membran basalis glomerulus.1

Kompleks-kompleks ini mengakibatkan kompelen yang dianggap merupakan

mediator utama pada cedera. Saat sirkulasi melalui glomerulus, kompleks-kompleks ini dapat

tersebar dalam mesangium, dilokalisir pada subendotel membran basalis glomerulus sendiri,

atau menembus membran basalis dan terperangkap pada sisi epitel. Baik antigen atau

antibodi dalam kompleks ini tidak mempunyai hubungan imunologis dengan komponen

glomerulus. Pada pemeriksaan mikroskop elektron cedera kompleks imun, ditemukan

endapan-endapan terpisah atau gumpalan karateristik pada mesangium, subendotel, dan

epimembranosa. Dengan miskroskop imunofluoresensi terlihat pula pola nodular atau

granular serupa, dan molekul antibodi seperti IgG, IgM atau IgA serta komponen-komponen

komplomen seperti C3,C4 dan C2 sering dapat diidentifikasi dalam endapan-endapan ini.

Antigen spesifik yang dilawan oleh imunoglobulin ini terkadang dapat diidentifikasi.1,6

Hipotesis lain yang sering disebut adalah neuraminidase yang dihasilkan oleh

Streptokokus, merubah IgG menjadi autoantigenic. Akibatnya, terbentuk autoantibodi

terhadap IgG yang telah berubah tersebut. Selanjutnya terbentuk komplek imun dalam

sirkulasi darah yang kemudian mengendap di ginjal.1

Streptokinase yang merupakan sekret protein, diduga juga berperan pada terjadinya

GNAPS. Sreptokinase mempunyai kemampuan merubah plasminogen menjadi plasmin.

Plasmin ini diduga dapat mengaktifkan sistem komplemen sehingga terjadi cascade dari

sistem komplemen.1

16

Page 17: Case Gnaps

Pola respon jaringan tergantung pada tempat deposit dan jumlah kompleks yang

dideposit. Bila terutama pada mesangium, respon mungkin minimal, atau dapat terjadi

perubahan mesangiopatik berupa ploriferasi sel-sel mesangial dan matrik yang dapt meluas

diantara sel-sel endotel dan membran basalis,serta menghambat fungsi filtrasi simpai kapiler.

Jika kompleks terutama terletak subendotel atau subepitel, maka respon cenderung berupa

glomerulonefritis difusa, seringkali dengan pembentukan sabit epitel. Pada kasus penimbunan

kronik komplek imun subepitel, maka respon peradangan dan proliferasi menjadi kurang

nyata, dan membran basalis glomerulus berangsur- angsur menebal dengan masuknya

kompleks-kompleks ke dalam membran basalis baru yang dibentuk pada sisi epitel.1,5

Mekanisme yang bertanggung jawab terhadap perbedaan distribusi deposit kompleks

imun dalam glomerulus sebagian besar tidak diketahui, walaupun demikian ukuran dari

kompleks tampaknya merupakan salah satu determinan utama. Kompleks-kompleks kecil

cenderung menembus simpai kapiler, mengalami agregasi, dan berakumulasi sepanjang

dinding kapiler do bawah epitel, sementara kompleks-kompleks berukuran sedang tidak

sedemikian mudah menembus membran basalis, tapi masuk ke mesangium. Komplkes juga

dapat berlokalisasi pada tempat-tempat lain.1,5

Jumlah antigen pada beberapa penyakit deposit kompleks imun terbatas, misal antigen

bakteri dapat dimusnahkan dengan mekanisme pertahanan penjamu atau dengan terapi

spesifik. Pada keadaan demikian, deposit kompleks-kompleks imun dalam glomerulus

terbatas dan kerusakan dapat ringan dan berlangsung singkat, seperti pada glomerulonefritis

akut post steroptokokus.1,2

Hasil penyelidikan klinis – imunologis dan percobaan pada binatang menunjukkan adanya

kemungkinan proses imunologis sebagai penyebab. Beberapa penyelidik mengajukan

hipotesis sebagai berikut :1

1. Terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang melekat pada membrana basalis

glomerulus dan kemudian merusaknya.

2. Proses auto-imun kuman Streptococcus yang nefritogen dalam tubuh menimbulkan

badan autoimun yang merusak glomerulus.

3. Streptococcus nefritogen dan membran basalis glomerulus mempunyai komponen

antigen yang sama sehingga dibentuk zat anti yang langsung merusak membrana

basalis ginjal.4

17

Page 18: Case Gnaps

3.3.4.   PREVALENSI

GNAPS dapat terjadi pada semua kelompok umur, namun tersering pada golongan

umur 5-15 tahun, dan jarang terjadi pada bayi. Referensi lain menyebutkan paling sering

ditemukan pada anak usia 6-10 tahun. Penyakit ini dapat terjadi pada laki laki dan

perempuan, namun laki laki dua kali lebih sering dari pada perempuan. Perbandingan antara

laki-laki dan perempuan adalah 2:1. Diduga ada faktor resiko yang berhubungan dengan

umur dan jenis kelamin. Suku atau ras tidak berhubungan dengan prevelansi penyakit ini, tapi

kemungkinan prevalensi meningkat pada orang yang sosial ekonominya rendah, sehingga

lingkungan tempat tinggalnya tidak sehat.2,4

3.3.5.   GEJALA KLINIS

Gambaran klinis dapat bermacam-macam. Kadang-kadang gejala ringan tetapi tidak

jarang anak datang dengan gejala berat.. Kerusakan pada rumbai kapiler gromelurus

mengakibatkan hematuria/kencing berwarna merah daging dan albuminuria, seperti yang

telah dikemukakan sebelumnya. Urine mungkin tampak kemerah-merahan atau seperti kopi

Kadang-kadang disertai edema ringan yang terbatas di sekitar mata atau di seluruh tubuh.

Umumnya edema berat terdapat pada oliguria dan bila ada gagal jantung. Edema yang terjadi

berhubungan dengan penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG/GFR) yang mengakibatkan

ekskresi air, natrium, zat-zat nitrogen mungkin berkurang, sehingga terjadi edema dan

azotemia.2,6

Peningkatan aldosteron dapat juga berperan pada retensi air dan natrium. Dipagi hari

sering terjadi edema pada wajah terutama edem periorbita, meskipun edema paling nyata

dibagian anggota GFR biasanya menurun (meskipun aliran plasma ginja biasanya normal)

akibatnya, ekskresi air, natrium, zat-zat nitrogen mungkin berkurang, sehingga terjadi edema

dan azotemia. Peningkatan aldosteron dapat juga berperan pada retensi air dan natrium.

Dipagi hari sering terjadi edema pada wajah terutama edem periorbita, meskipun edema

paling nyata dibagian anggota bawah tubuh ketika menjelang siang. Derajat edema biasanya

tergantung pada berat peradangan glomerulus, apakah disertai dnegan payah jantung

kongestif, dan seberapa cepat dilakukan pembatasan garam.1,5,6

18

Page 19: Case Gnaps

Gambar 7.proses terjadinya proteinuria dan hematuria

Hipertensi terdapat pada 60-70% anak dengan GNA pada hari pertama, kemudian

pada akhir minggu pertama menjadi normal kembali. Bila terdapat kerusakan jaringan ginjal,

maka tekanan darah akan tetap tinggi selama beberapa minggu dan menjadi permanen bila

keadaan penyakitnya menjadi kronis. Suhu badan tidak beberapa tinggi, tetapi dapat tinggi

sekali pada hari pertama. Kadang-kadang gejala panas tetap ada, walaupun tidak ada gejala

infeksi lain yang mendahuluinya. Gejala gastrointestinal seperti muntah, tidak nafsu makan,

konstipasi dan diare tidak jarang menyertai penderita GNA.1,6

Hipertensi selalu terjadi meskipun peningkatan tekanan darah mungkin hanya sedang.

Hipertensi terjadi akibat ekspansi volume cairan ekstrasel (ECF) atau akibat vasospasme

masih belum diketahui dengna jelas. 1,6

3.3.6.   GAMBARAN LABORATORIUM

Urinalisis menunjukkan adanya proteinuria (+1 sampai +4), hematuria makroskopik

ditemukan hampir pada 50% penderita, kelainan sedimen urine dengan eritrosit disformik,

leukosituria serta torak selulet, granular, eritrosit(++), albumin (+), silinder lekosit (+) dan

lain-lain. Kadang-kadang kadar ureum dan kreatinin serum meningkat dengan tanda gagal

ginjal seperti hiperkalemia, asidosis, hiperfosfatemia dan hipokalsemia. Kadang-kadang

tampak adanya proteinuria masif dengan gejala sindroma nefrotik. Komplomen hemolitik

total serum (total hemolytic comploment) dan C3 rendah pada hampir semua pasien dalam

minggu pertama, tetapi C4 normal atau hanya menurun sedikit, sedangkan kadar properdin

menurun pada 50% pasien. Keadaan tersebut menunjukkan aktivasi jalur alternatif

komplomen.1,6,9

19

Page 20: Case Gnaps

Penurunan C3 sangat mencolok pada pasien glomerulonefritis akut pascastreptokokus

dengan kadar antara 20-40 mg/dl (harga normal 50-140 mg.dl). Penurunan C3 tidak

berhubungan dengann parahnya penyakit dan kesembuhan. Kadar komplomen akan mencapai

kadar normal kembali dalam waktu 6-8 minggu. Pengamatan itu memastikan diagnosa,

karena pada glomerulonefritis yang lain yang juga menunjukkan penuruanan kadar C3,

ternyata berlangsung lebih lama.2,5

Adanya infeksi sterptokokus harus dicari dengan melakukan biakan tenggorok dan

kulit. Biakan mungkin negatif apabila telah diberi antimikroba. Beberapa uji serologis

terhadap antigen sterptokokus dapat dipakai untuk membuktikan adanya infeksi, antara lain

antisterptozim, ASTO, antihialuronidase, dan anti Dnase B. Skrining antisterptozim cukup

bermanfaat oleh karena mampu mengukur antibodi terhadap beberapa antigen sterptokokus.

Titer anti sterptolisin O mungkin meningkat pada 75-80% pasien dengan GNAPS dengan

faringitis, meskipun beberapa starin sterptokokus tidak memproduksi sterptolisin O.sebaiknya

serum diuji terhadap lebih dari satu antigen sterptokokus. Bila semua uji serologis dilakukan,

lebih dari 90% kasus menunjukkan adanya infeksi sterptokokus. Titer ASTO meningkat pada

hanya 50% kasus, tetapi antihialuronidase atau antibodi yang lain terhadap antigen

sterptokokus biasanya positif. Pada awal penyakit titer antibodi sterptokokus belum

meningkat, hingga sebaiknya uji titer dilakukan secara seri. Kenaikan titer 2-3 kali berarti

adanya infeksi. 1,3,7

Krioglobulin juga ditemukan GNAPS dan mengandung IgG, IgM dan C3. kompleks

imun bersirkulasi juga ditemukan. Tetapi uji tersebut tidak mempunyai nilai diagnostik dan

tidak perlu dilakukan secara rutin pada tatalaksana pasien.1

3.3.7.   GAMBARAN PATOLOGI 8,12

Makroskopis ginjal tampak agak membesar, pucat dan terdapat titik-titik perdarahan

pada korteks. Mikroskopis tampak hampir semua glomerulus terkena, sehingga dapat disebut

glomerulonefritis difusa.8

Tampak proliferasi sel endotel glomerulus yang keras sehingga mengakibatkan lumen kapiler

dan ruang simpai Bowman menutup. Di samping itu terdapat pula infiltrasi sel epitel kapsul,

infiltrasi sel polimorfonukleus dan monosit. Pada pemeriksaan mikroskop elektron akan

20

Page 21: Case Gnaps

tampak membrana basalis menebal tidak teratur. Terdapat gumpalan humps di subepitelium

yang mungkin dibentuk oleh globulin-gama, komplemen dan antigen Streptococcus.12

Gambar 8. Histopatologi gelomerulonefritis dengan mikroskop cahaya pembesaran 20×

Keterangan gambar :

Gambar diambil dengan menggunakan mikroskop cahaya (hematosylin dan eosin dengan

pembesaran 25×). Gambar menunjukkan pembesaran glomerular yang membuat pembesaran

ruang urinary dan hiperselluler. Hiperselluler terjadi karnea proliferasi dari sel endogen dan

infiltasi lekosit PMN

Gambar 9. Histopatologi glomerulonefritis dengan mikroskop cahaya pembesaran 40×

Gambar 10. Histopatologi glomerulonefritis dengan mikroskop elektron

21

Page 22: Case Gnaps

keterangan gambar :

gambar diambil dengan menggunakan mikroskop electron. Gambar menunjukjan proliferadi

dari sel endothel dan sel mesangial juga infiltrasi lekosit yang bergabung dnegan deposit

electron di subephitelia.(lihat tanda panah)

Gambar 11. Histopatologi glomerulonefritis dengan immunofluoresensi

keterangan gambar :

gambar diambil dengan menggunakan mikroskop immunofluoresensi dengan pembesaran

25×. Gambar menunjukkan adanya deposit immunoglobulin G (IgG) sepanjang membran

basalis dan mesangium dengan gambaran ”starry sky appearence” 8,12

3.3.8.   DIAGNOSIS

Diagnosis glomerulonefritis akut pascastreptokok perlu dicurigai pada pasien dengan

gejalan klinis berupa hematuria nyata yang timbul mendadak, sembab dan gagal ginjal akut

setelah infeksi streptokokus. Tanda glomerulonefritis yang khas pada urinalisis, bukti adanya

infeksi streptokokus secara laboratoris dan rendahnya kadar komplemen C3 mendukung bukti

untuk menegakkan diagnosis. Tetapi beberapa keadaan lain dapat menyerupai

glomerulonefritis  akut pascastreptokok pada awal penyakit, yaitu nefropati-IgA dan

glomerulonefritis kronik. Anak dengan nefropati-IgA sering menunjukkan gejala hematuria

nyata mendadak segera setelah infeksi saluran napas atas seperti glomerulonefritis akut

pascastreptokok, tetapi hematuria makroskopik pada nefropati-IgA terjadi bersamaan pada

saat faringitas (synpharyngetic hematuria), sementara pada glomerulonefritis akut

22

Page 23: Case Gnaps

pascastreptokok hematuria timbul 10 hari setelah faringitas; sedangkan hipertensi dan sembab

jarang tampak pada nefropati-IgA.1,4,6

Glomerulonefritis kronik lain juga menunjukkan gambaran klinis berupa hematuria

makroskopis akut, sembab, hipertensi dan gagal ginjal. Beberapa glomerulonefritis kronik

yang menunjukkan gejala tersebut adalah glomerulonefritis membrano proliferatif, nefritis

lupus, dan glomerulonefritis proliferatif kresentik. Perbedaan dengan glomerulonefritis akut

pascastreptokok sulit diketahui pada awal sakit.11

Pada glomerulonefritis akut pascastreptokok perjalanan penyakitnya  cepat membaik

(hipertensi, sembab dan gagal ginjal akan cepat pulih) sindrom nefrotik dan proteinuria 

masih lebih jarang terlihat pada glomerulonefritis akut pascastreptokok dibandingkan pada

glomerulonefritis kronik. Pola kadar komplemen C3 serum selama tindak lanjut merupakan

tanda (marker) yang penting untuk membedakan glomerulonefritis akut pascastreptokok

dengan glomerulonefritis kronik  yang lain. Kadar komplemen C3 serum kembali normal

dalam waktu 6-8 minggu pada glomerulonefritis akut pascastreptokok sedangkan pada

glomerulonefritis yang lain jauh lebih lama.kadar awal C3 <50 mg/dl sedangkan kadar ASTO

> 100 kesatuan Todd. 1,2

Eksaserbasi hematuria makroskopis sering terlihat pada glomerulonefritis kronik

akibat infeksi karena streptokok dari strain non-nefritogenik lain, terutama pada

glomerulonefritis membranoproliferatif. Pasien glomerulonefritis akut pascastreptokok tidak

perlu dilakukan biopsi ginjal untuk menegakkan diagnosis; tetapi bila tidak terjadi perbaikan

fungsi ginjal dan terdapat tanda sindrom nefrotik yang menetap atau memburuk, biopsi

merupakan indikasi.1,11

3.3.9.   DIAGNOSIS BANDING 1

GNAPS harus dibedakan dengan beberapa penyakit, diantaranya adalah :

1.   Nefritis IgA

Kecurigaan kearah nefropati IgA pada seorang anak dibuat bila timbulnya serangan

hematuria makroskopik secara akut dipicu oleh suatu episode panas yang berhubungan

dengan ISPA. Hematuria makroskopik biasanya bersifat sementara dan menghilang bila

ISPA mereda, namun akan berulang kembali bila penderita mengalami panas yang berkaitan

23

Page 24: Case Gnaps

dengan ISPA. Diantara 2 episode, biasanya penderita tidak menunjukkan gejala, kecuali

hematuria mikroskopik dengan proteinuria ringan masih ditemukan pada urinalisis. Edema,

hipertensi, dan penurunan fungsi ginjal biasanya tidak ditemukan. Kadar IgA serum biasanya

meningkat pada 10-20% dari jumlah kasus yang telah dilaporkan, kadar komplemen (C3 dan

C4) dalam serum biasanya normal. Diagnosis pasti biasanya dibuat berdasarkan biopsi ginjal.

2. Lupus nefritis

Lupus nefritis adalah peradangan ginjal yang disebabkan oleh lupus eritematosus sistemik

(SLE), penyakit dari sistem kekebalan tubuh. SLE biasanya menyebabkan kerusakan pada

kulit, sendi, ginjal, dan otak.

Penyebab dari lupus tidak diketahui. Banyak faktor yang mungkin memainkan peran,

termasuk

SLE lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pria

keturunan-a gen diwariskan oleh orang tua

infeksi

virus

Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan : Alopesia, butterfly rash, discoid lupus

photosensitivity, ulkus pada mulut / nasofaring, pleuritis, perikarditis, hepatitis, nyeri

abdomen, asites, splenomegali.

Pemeriksaan laboratorium :

Darah tepi : Anemia normositik normokrom, retikulositosis, trombositopenia, leukopenia,

waktu protrombin / waktu tromboplastin partial biasanya memanjang. Imunoserologis : Uji

Coomb (+), Sel LE (+).

Diagnosis dari nefritis lupus ditegakkan berdasarkan kelainan diatas, dengan gambaran biopsi

ginjal, mulai dari yang ringan berupa GN proliferatif fokal ringan sampai yang berat berupa

proliferatif difusa.

24

Page 25: Case Gnaps

3. Glomerulonefritis kronis

Glomerulonefritis kronis merupakan sindrom klinis yang ditandai dengan penyakit

pada glomerulus ginjal dan penurunan progresif fungsi ginjal untuk waktu yang lama atau

dapat dikatakan suatu kelainan dimana terjadi kerusakan glomeruli dan kemunduran fungsi

ginjal selama bertahun-tahun. Merupakan glomerulonefritis tingkat akhir (“end stage”)

dengan kerusakan jaringan ginjal akibat proses nefrotik dan hipertensi sehingga menimbulkan

gangguan fungsi ginjal yang irreversible.

Timbulnya GNK didahului oleh infeksi akut ekstra renal, terutama di traktus

respiratorius bagian atas dan kulit oleh kuman streptokokkus beta hemolitikus gol A. Faktor

lain yang dapat menyebabkan adalah faktor iklim, keadaan gizi, keadaan umum dan faktor

alergi.

Glomerulonefritis kronis ditandai dengan kerusakan glomerulus secara progresif

lambat akibat  glomerulonefritis yang berlangsung lama. Gejala utama yang

ditemukan adalah :

1.      Kadang tidak memberikan keluhan sama sekali sampai terjadi gagal ginjal.

2.      Hematuri

3.      Edema, penurunan kadar albumin

4.      Hipertensi, Kadang-kadang ada serangan ensefalopatihipertensi

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium :

1.      Urinalisis

2.      Pemeriksaan darah lengkap

3.      Biopsi ginjal untuk menunjukkan obstruksi kapiler glomerular dan memastikan

diagnosis.

Penatalaksanaan

Medikamentosa :

1.  Pengobatan ditujukan pada gejala klinik dan gangguan elektrolit.

 2. Pengobatan aktivitas sehari-hari sesuai batas kemampuan pasien.

3.  Pengawasan hipertenasi dengan antihipertensi.

4.  Pemberian antibiotik untuk infeksi.

 5. Dialisis berulang untuk memperpanjang harapan hidup pasien.

25

Page 26: Case Gnaps

3.3.10.    PENATALAKSANAAN 1,4

Tidak ada pengobatan yang khusus yang mempengaruhi penyembuhan kelainan di

glomerulus.

1. Istirahat mutlak selama 3-4 minggu. Dulu dianjurkan istirahat mutlah selama 6-8

minggu untuk memberi kesempatan pada ginjal untuk menyembuh. Tetapi

penyelidikan terakhir menunjukkan bahwa mobilisasi penderita sesudah 3-4 minggu

dari mulai timbulnya penyakit tidak berakibat buruk terhadap perjalanan penyakitnya.

2. Pemberian penisilin pada fase akut. Pemberian antibiotika ini tidak mempengaruhi

beratnya glomerulonefritis, melainkan mengurangi menyebarnya infeksi

Streptococcus yang mungkin masih ada. Pemberian penisilin ini dianjurkan hanya

untuk 10 hari, sedangkan pemberian profilaksis yang lama sesudah nefritisnya

sembuh terhadap kuman penyebab tidak dianjurkan karena terdapat imunitas yang

menetap. Secara teoritis seorang anak dapat terinfeksi lagi dengan kuman nefritogen

lain, tetapi kemungkinan ini sangat kecil sekali. Pemberian penisilin dapat

dikombinasi dengan amoksislin 50 mg/kg BB dibagi 3 dosis selama 10 hari. Jika

alergi terhadap golongan penisilin, diganti dengan eritromisin 30 mg/kg BB/hari

dibagi 3 dosis.

3. Makanan. Pada fase akut diberikan makanan rendah protein (1 g/kgbb/hari) dan

rendah garam (1 g/hari). Makanan lunak diberikan pada penderita dengan suhu tinggi

dan makanan biasa bila suhu telah normal kembali. Bila ada anuria atau muntah,

maka diberikan IVFD dengan larutan glukosa 10%. Pada penderita tanpa komplikasi

pemberian cairan disesuaikan dengan kebutuhan, sedangkan bila ada komplikasi

seperti gagal jantung, edema, hipertensi dan oliguria, maka jumlah cairan yang

diberikan harus dibatasi.

4. Pengobatan terhadap hipertensi. Pemberian cairan dikurangi, pemberian sedativa

untuk menenangkan penderita sehingga dapat cukup beristirahat. Pada hipertensi

dengan gejala serebral diberikan reserpin dan hidralazin. Mula-mula diberikan

reserpin sebanyak 0,07 mg/kgbb secara intramuskular. Bila terjadi diuresis 5-10 jam

kemudian, maka selanjutnya reserpin diberikan peroral dengan dosis rumat, 0,03

mg/kgbb/hari. Magnesium sulfat parenteral tidak dianjurkan lagi karena memberi efek

toksis.

26

Page 27: Case Gnaps

5. Bila anuria berlangsung lama (5-7 hari), maka ureum harus dikeluarkan dari dalam

darah dengan beberapa cara misalnya dialisis pertonium, hemodialisis, bilasan

lambung dan usus (tindakan ini kurang efektif, tranfusi tukar). Bila prosedur di atas

tidak dapat dilakukan oleh karena kesulitan teknis, maka pengeluaran darah vena pun

dapat dikerjakan dan adakalanya menolong juga.

6. Diuretikum diberikan pada glomerulonefritis akut, dengan pemberian furosemid

(Lasix) secara intravena (1 mg/kgbb/kali) dalam 5-10 menit tidak berakibat buruk

pada hemodinamika ginjal dan filtrasi glomerulus.

7. Bila timbul gagal jantung, maka diberikan digitalis, sedativa dan oksigen.1,4

3.3.11.   KOMPLIKASI

1. Oliguria sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari. Terjadi sebagia akibat

berkurangnya filtrasi glomerulus. Gambaran seperti insufisiensi ginjal akut dengan

uremia, hiperkalemia, hiperfosfatemia dan hidremia. Walau aliguria atau anuria yang

lama jarang terdapat pada anak, namun bila hal ini terjadi maka dialisis peritoneum

kadang-kadang di perlukan.

2. Krisis Hipertensi dan ensefalopati hipertensi yang merupakan gejala serebrum karena

hipertensi. Terdapat gejala berupa gangguan penglihatan, pusing, muntah dan kejang-

kejang. Ini disebabkan spasme pembuluh darah lokal dengan anoksia dan edema otak.

3. Gangguan sirkulasi berupa dispne, ortopne, terdapatnya ronki basah, edema paru,

pembesaran jantung dan meningginya tekanan darah yang bukan saja disebabkan

spasme pembuluh darah, melainkan juga disebabkan oleh bertambahnya volume

plasma. Jantung dapat membesar dan terjadi gagal jantung akibat hipertensi yang

menetap dan kelainan di miokardium.

4. Anemia yang timbul karena adanya hipervolemia di samping sintesis eritropoetik

yang menurun.1,6

2.3.13.   PROGNOSIS

Sebagian besar pasien akan sembuh, tetapi 5% di antaranya mengalami perjalanan

penyakit yang memburuk dengan cepat pembentukan kresen pada epitel glomerulus. Diuresis

akan menjadi normal kembali pada hari ke 7-10 setelah awal penyakit, dengan

menghilangnya sembab dan secara bertahap tekanan darah menjadi normal kembali. Fungsi

ginjal (ureum, kreatinin) membaik dalam 1 minggu dan menjadi normal dalam waktu 3-4

27

Page 28: Case Gnaps

minggu. Komplemen serum menjadi normal dalam waktu 6-8 minggu. Tetapi kelainan

sedimen urin akan tetap terlihat selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun pada sebagian

besar pasien.1

Dalam suatu penelitian pada 36 pasien glomerulonefritis akut pascastreptokok yang

terbukti dari biopsi, diikuti selama 9,5 tahun. Prognosis untuk menjadi sembuh sempurna

sangat baik. Hipertensi ditemukan pada 1 pasien dan 2 pasien mengalami proteinuria ringan

yang persisten. Sebaliknya prognosis glomerulonefritis akut pascastreptokok pada dewasa

kurang baik. 3

Potter dkk menemukan kelainan sedimen urin yang menetap (proteinuria dan

hematuria) pada 3,5% dari 534 pasien yang diikuti selama 12-17 tahun di Trinidad.

Prevalensi hipertensi tidak berbeda dengan kontrol. Kesimpulannya adalah prognosis jangka

panjang glomerulonefritis akut pascastreptokok baik. Beberapa penelitian lain menunjukkan

adanya perubahan histologis penyakit ginjal yang secara cepat terjadi pada orang dewasa.

Selama komplemen C3 belum pulih dan hematuria mikroskopis belum menghilang, pasien

hendaknya diikuti secara seksama oleh karena masih ada kemungkinan terjadinya

pembentukan glomerulosklerosis  kresentik ekstra-kapiler dan gagal ginjal kronik.6,11

28

Page 29: Case Gnaps

DAFTAR PUSTAKA

1. Wiguno .P, et al, 2009, Glomerulonefritis, Ilmu Penyakit Dalam II, , Balai Penerbit

FKUI: Jakarta. Hal: 969

2. Husein Alatas, 1995, Glomerulonefritis akut, Infomedika: IDAI: Jakarta.

3. Yumi.J, 2009, GNA, http://youmedical zone.com/2009/07/28/glomerulonefritis-akut-

gna/

4. Antonius, P, et al, 2010, Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus, dalam: Pedoman

Pelayanan Medis, PP IDAI: Jakarta. Hal: 89-91

5. lorraine, W dan Sylvia, P, 2006, Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit,

ed 6, EGC, Jakarta. Hal: 867

6. Ilmu Kesehatan Anak Nelson, 2000, vol 3, ed Wahab, A. Samik, Ed 15,

Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus, EGC: Jakarta. Hal: 1813-1814

7. Donna J. Lager,

M.D.http;//www.vh.org/adult/provider/pathologi/GN/GNHP.html.2000

8. http://www/.5mcc.com/ Assets/ original article of

glomerulonefritis/TP0373./2008/html.

9. http://pkukmweb.ukm.my/~danial/Streptococcus.html .laboronline2010.

10. Potter,http://www.Findarticles.com/cf0/g2601/potter.0005/2601000596/pi/

article.jhtm?term=g lomerunopritis+salt+dialysis.2003/html

11. http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/11_HematuriPadaAnak.pdf/

11_HematuriPadaAnak/2009/efr

12. http://www.uam.es/departamentos/medicina/patologiaglomerulonefritis/19-20x.JPG .

2006/ocid

29