laporan kasus gga pd gnaps

81
Kepada Yth: Laporan Kasus Kamis 8 Maret 2012 Terapi Hemodialisa pada seorang anak dengan Gagal Ginjal Akut sebagai komplikasi dari Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus Oleh Dr. Fahmi Hasan Pembimbing: Dr. Dahler Bahrun, SpAK Dr. Hertanti Indah Lestari, SpA Moderator: Dr. Aditiawati, SpAK Penilai: Dr. K. Yangtjik, SpAK DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK

Upload: babah79

Post on 24-Jul-2015

604 views

Category:

Documents


11 download

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Kasus GGA Pd GNAPS

Kepada Yth:

Laporan KasusKamis 8 Maret 2012

Terapi Hemodialisa pada seorang anak dengan Gagal Ginjal Akut sebagai

komplikasi dari Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus

OlehDr. Fahmi Hasan

Pembimbing:Dr. Dahler Bahrun, SpAK

Dr. Hertanti Indah Lestari, SpA

Moderator:Dr. Aditiawati, SpAK

Penilai:Dr. K. Yangtjik, SpAK

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAKFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA PALEMBANG

2012

Page 2: Laporan Kasus GGA Pd GNAPS

PENDAHULUAN

Glomerulonefritis akut adalah suatu proses peradangan dan proliferasi dari sel-sel

glomerular yang terjadi lazimnya akibat proses imunologik. Nama lain dari glomerulonefritis akut ini

adalah sindroma nefritik akut. Presentasi klinik yang khas dari penyakit ini ditandai oleh sekumpulan

gejala-gejala yang timbul secara mendadak berupa edema, hematuria, hipertensi, oliguria, kongestif

vaskuler serta insufisiensi ginjal. Glomerulonefritis akut paska streptokokus merupakan bentuk klinik

glomerulonefritis akut akibat infeksi Streptokokus β hemolitikus grup A.1-7

Glomerulonefritis akut paska streptokokus dapat menyerang semua umur, pada kelompok

anak-anak banyak ditemukan pada usia 3-8 tahun dengan rasio anak laki-laki : perempuan adalah

2:1 dan di Indonesia kelompok umur 2,5-15 tahun merupakan kelompok umur tersering dengan rasio

laki-laki : peremuan 1,39:1.13 Angka kejadian yang pasti tidak diketahui, karena banyak kasus

asimptomatik terdapat pada satu keluarga yang berkontak dengan penderita GNAPS pada suatu

epidemi. Insiden di negara maju berkurang sedangkan di Negara sedang berkembang masih

meningkat.1-7

Diagnosis GNAPS lazimnya ditegakkan berdasarkan adanya riwayat infeksi streptokokus

Hemolitikus grup A pada saluran nafas atas atau infeksi kulit (pioderma) sebelumnya, onset tiba-tiba

dari gejala nefritis, hasil biakan apusan tenggorokan atau kerokan kulit dapat ditemukan kuman

Streptokokus Hemolitikus grup A atau dijumpai peningkatan titer ASTO antibody dan penurunan

kadar komplemen C3.8,9

Penyakit ini merupakan penyakit yang self limiting disease pada sebagian besar anak

dengan kesembuhan sempurna. Walaupun demikian pada keadaan yang jarang anak-anak yang

terserang penyakit ini dapat mengalami komplikasi berat berupa gagal ginjal akut (GGA).1-7

Gagal ginjal akut adalah satu bentuk kegawatdaruratan di bidang nefrologi yang dapat

mengancam kehidupan dan menyebabkan kematian atau berlanjut menjadi gagal ginjal kronik

stadium akhir bila penanganannya terlambat dilakukan.8,9

Pengobatan yang lazim dilakukan meliputi pengobatan konservatif atau suportif terhadap

gagal ginjal dan komplikasi yang ditimbulkannya, namun adakalanya pengobatan ini tidak berhasil

sehingga diperlukan terapi pengganti ginjal, baik itu berupa hemodialisis (HD) dan peritoneal

dialysis(PD). Terapi pengganti ginjal berupa peritoneal dialysis (PD) merupakan tindakan yang lazim

digunakan pada pengobatan gagal ginjal akut pada anak, sedangkan hemodialisis jarang dilakukan. 20,23,24

Laporan kasus ini bertujuan membicarakan tentang penggunaan terapi hemodialisa pada

seorang anak laki-laki usia 8 tahun dengan gagal ginjal akut sebagai komplikasi dari GNAPS.

2

Page 3: Laporan Kasus GGA Pd GNAPS

KASUS

DATA DASAR

I. IDENTIFIKASI

3

Page 4: Laporan Kasus GGA Pd GNAPS

Seorang anak laki-laki, usia 8 tahun, berat badan 25 kg, tinggi badan 120 cm, beralamat di luar kota,

datang ke instalasi rawat darurat RSMH Palembang pada tanggal 6 Januari 2012, pukul 02.30 WIB

II. ANAMNESIS

Keluhan utama : buang air kecil seperti teh tua

Keluhan tambahan : buang air kecil sedikit

Riwayat Perjalanan Penyakit :

Dua minggu sebelum masuk rumah sakit penderita batuk(+) demam(+) dan sakit

tenggorokan(+), kemudian penderita berobat ke bidan mendapat obat 2 macam dan sembuh.

Satu minggu sebelum masuk rumah sakit penderita tampak lemas dan nafsu makan

berkurang, demam (+), batuk pilek (-), BAK warna seperti teh tua, BAB biasa. Penderita berobat ke

dokter diberi dua macam puyer dan sirup tetapi tidak ada perubahan.

Empat hari sebelum masuk rumah sakit muka penderita terlihat pucat (+), kelopak mata

sembab (+), terutama pada saat bangun tidur, kedua tungkai juga bengkak (-), bak berkurang dari

biasanya dan berwarna seperti teh tua, sakit saat bak (-), bak mengedan (-), sakit kepala (+),

pandangan kabur (-), nyeri ulu hati (+),mual (+), muntah(+) dan tampak gelisah(+), kemudian

penderita dibawa ke RSUD Lahat dan di lakukan pemeriksaan laboratorium dan didapatkan kesan

uremia dan penurunan fungsi ginjal. Selama perawatan penderita mendapat tranfusi PRC dua

kantong. Penderita kemudian dirujuk ke RSMH setelah tiga hari perawatanIRD RSMH

Riwayat Penyakit Dahulu:

Penderita tidak pernah sakit seperti ini sebelumnya

Riwayat korengan (-)

Riwayat sesak nafas tidak ada

Riwayat sakit sendi tidak ada

Riwayat ruam pada kulit tidak ada

Riwayat kontak KP disangkal

Riwayat Penyakit dalam Keluarga:

Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga disangkal

Riwayat Kelahiran:

Lahir spontan, ditolong bidan, dari ibu G3P2A0, hamil cukup bulan, lahir langsung menangis,

BBL: 3500 gram, panjang badan 50 cm.

4

Page 5: Laporan Kasus GGA Pd GNAPS

Riwayat imunisasi:

BCG (+), scar (+), DPT 3x, Polio 3x, Hepatitis B 3x, Campak (+)

Kesan: Imunisasi dasar lengkap

Riwayat makanan:

ASI: sejak lahir sampai 2 tahun

Bubur susu: 6 bulan sampai 12 bulan

Nasi tim: 12 bulan sampai 18 bulan

Nasi biasa: 18 bulan sampai sekarang, 3x1/2 piring nasi, lauk-pauk ½-1 potong sedang ikan/

tahu/tempe

Kesan: kualitas dan kuantitas cukup

Riwayat pertumbuhan dan perkembangan:

Tengkurap: umur 4 bulan

Duduk : umur 7 bulan

Berdiri : umur 10 bulan

Berjalan : umur 13 bulan

Penderita bermain dan bergaul dengan baik dengan lingkungannya

Kesan : riwayat pertumbuhan dan perkembangan dalam batas normal

Riwayat Keluarga:

Penderita anak pertama dari keluarga dengan status ekonomi kurang

III. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum :Tampak sakit berat

Kesadaran : GCS: Composmentis

Tekanan Darah : 120/90 mmHg

Berdasarkan persentil : P50 : 95/67 mmHg

P90: 109/72 mmHg

P95: 112/78mmHg

P99: 120/84 mmHg

Kesan: Hipertensi stadium II

5

Page 6: Laporan Kasus GGA Pd GNAPS

Nadi : 118 x/menit (isi dan tegangan cukup)

Suhu : 37,10C

Pernafasan : 38x/menit (regular)

Berat badan : 25 kg

Tinggi badan : 120 cm

Status Gizi: BB/U: 96,1%, TB/U 93,7%, BB/TB: 108%

Kesan status gizi : Gizi baik

Keadaan Spesifik:

Kulit: tampak anemis(+)

Kepala : edema palpebra (+), konjungtiva pucat (+), sklera ikterik (-), pupil isokor, refleks cahaya

(+/+) normal, nafas cuping hidung (-/-), tenggorokan; faring hiperemis (-)

Leher : JVP 5+2 cmH2O, kaku kuduk (-), pembesaran KGB (-)

Thoraks: bentuk normal, simetris, retraksi (+) intercostal, subcostal

Paru :

Simetris, stem fremitus kiri = kanan, redup kedua lapangan paru, vesikuler normal, ronkhi

(-)/(-), wheezing(-)/(-)

Jantung :

iktus tak tampak, thrill tidak teraba, Bunyi jantung I dan II normal, murmur(-), irama gallop(-)

Abdomen : Datar, lemas, hepar dan lien tidak teraba pembesaran,nyeri supra pubik (-), nyeri

ketuk CVA (-), bising usus (+) normal

Ekstremitas : sendi tidak tampak membengkak, purpura (-), akral hangat(+), edema pretibial (-)

Status Neurologis :

FUNGSI MOTORIKEKSTREMITAS

SUPERIOREKSTREMITAS

INFERIOR

Kanan Kiri Kanan KiriGerakan Luas Luas Luas LuasKekuatan +5 +5 +5 +5Tonus eutoni eutoni eutoni eutoniKlonus - - - -Refleks fisiologis N N N NRefleks patologis - - - -

Fungsi sensorik : tidak ada kelainan

6

Page 7: Laporan Kasus GGA Pd GNAPS

Fungsi Otonom : tidak ada kelainan

Nervi Kranialis : tidak ada kelainan

Gejala Rangsang Meningeal : ( - )

RINGKASAN DATA DASAR :

Seorang anak laki-laki, usia 8 tahun, berat badan 25 kg, tinggi badan 120 cm, beralamat di luar kota,

datang ke instalasi rawat darurat RSMH Palembang pada tanggal 6 Januari 2012, pukul 02.30 WIB

dengan keluhan utama: buang air kecil seperti teh tua dan keluhan tambahan buang air kecil sedikit

Riwayat perjalanan penyakit : Dua minggu sebelum masuk rumah sakit penderita batuk(+) demam(+)

dan sakit tenggorokan(+), kemudian penderita berobat ke bidan mendapat obat 2 macam dan

sembuh. Satu minggu sebelum masuk rumah sakit penderita tampak lemas dan nafsu makan

berkurang, demam (+), batuk pilek (-), BAK warna seperti teh tua, BAB biasa. Penderita berobat ke

dokter diberi 2 macam puyer dan sirup tetapi tidak ada perubahan. Empat hari sebelum masuk

rumah sakit muka penderita terlihat pucat (+), kelopak mata sembab (+), terutama pada saat bangun

tidur, kedua tungkai juga bengkak (-), bak berkurang dari biasanya dan berwarna seperti teh tua,

sakit saat bak (-), bak mengedan (-), sakit kepala (+), pandangan kabur (-), nyeri ulu hati (+),mual (+),

muntah(+) dan tampak gelisah(+), kemudian penderita dibawa ke RSUD Lahat dan di lakukan

pemeriksaan laboratorium dan didapatkan kesan uremia dan penurunan fungsi ginjal. Selama

perawatan penderita mendapat tranfusi PRC dua kantong. Penderita kemudian dirujuk ke RSMH

setelah tiga hari perawatanIRD RSMH

. Dari pemeriksaan fisik didapatkan tampak sakit berat, Kesadaran : Composmentis, Tekanan Darah:

120/90 mmHg, Nadi: 118x/menit (isi dan tegangan kurang), Suhu: 37,10C, Pernafasan: 38x/menit

(regular) Berat badan: 25 kg Tinggi badan: 120 cm dengan status gizi : baik, edema palpebra (+),

nafas cuping hidung (+/+), Thoraks: simetris, retraksi (+) intercostal, subcostal, redup kedua

lapangan paru, vesikuler menurun, ronkhi basah halus tak nyaring (+)/(+) dikedua lapangan paru

terutama di bagian basal, Jantung :irama gallop (-), Abdomen: Datar, lemas, hepar dan lien tidak

teraba pembesaran, bising usus (+) normal. Ekstremitas : sendi tidak tampak membengkak, purpura

(-), akral hangat(+), edema pretibial (-)

ANALISA AWAL

Adanya riwayat infeksi saluran nafas diikuti bengkak pada kelopak mata, BAK berwarna

merah tua dengan jumlah yang kurang. Dan pada pemeriksaan fisik dijumpai adanya , hipertensi,

7

Page 8: Laporan Kasus GGA Pd GNAPS

edema pada palpebra, dipikirkan kemungkinan anak ini menderita sindroma nefritis akut yang

penyebabnya berhubungan dengan glomerulonefritis akut paska infeksi streptokokus (GNAPS).

Untuk membuktikan GNAPS sebagai penyebab sindroma nefritis akut perlu dilakukan pemeriksaan

penunjang yang lain meliputi urinalisis, biakan apusan tenggorokan, ASTO, C3, kimia darah, foto

toraks dan EKG

Penyebab sindrom nefritis akut lainnya yang perlu dipikirkan adalah lupus eritematosus

sistemik, Purpura Henoch-Schonlein dan Nefropati IgA. Pada lupus eritematosus diagnosis dapat

disingkirkan karena tidak dipenuhi 4 dari 11 kriteria ARA berupa eritema malar, lupus diskoid,

fotosensitivitas, ulserasi mukokutaneus dan arthritis. Pada Purpura Henoch-Schonlein akan

ditemukan gejala ruam pada kulit terutama dibokong dan ekstremitas, sakit sendi, gangguan

gastrointestinal, sedangkan pada penderita ini tidak ditemukan. Pada Nefropati IgA akan didapatkan

hematuria yang dipicu oleh episode panas yang berhubungan dengan ISPA, hematuria bersifat

sementara dan hilang bila ISPA mereda sedangkan pada penderita ini tidak ditemukan sehingga

Nefropati IgA dapat disingkirkan.

Edema pada anak bisa pula disebabkan oleh penyakit hati (cirrhosis) dapat disingkirkan

secara klinis karena pada penderita tidak ditemukan riwayat penyakit hati seperti hepatitis B dan

tanda tanda klinis lain seperti ikterik, venektasi (caput medusae) atau eritema palmaris.

Gangguan gizi dapat disingkirkan karena tidak terdapat tanda tanda malnutrisi serta

pertumbuhan dan perkembangan yang normal.

MASALAH AWAL

1. Umum

2. Sindroma Nefritis Akut

3. Hipertensi Stadium II

RENCANA AWAL

M1 : Umum

R/d : Darah, urin, dan feses rutin

R/th : Tidak ada

R/p : Tidak ada

M2 : Sindroma Nefritis Akut

8

Page 9: Laporan Kasus GGA Pd GNAPS

R/d : Kimia darah: ureum, kreatinin, asam urat, protein total, albumin, globulin, kolesterol total,

ASTO, apusan tenggorok, elektrolit (Na, K, Ca, P), CRP, Rongent thoraks

R/th : Istirahat

Restriksi cairan

Awasi intake-output

Diet rendah garam

R/p : menjelaskan kepada orang tua penderita bahwa anaknya menderita penyakit ginjal berat

yang telah menimbulkan komplikasi berupa hipertensi berat untuk itu diperlukan perawatan khusus

sehingga dapat diberikan pengobatan yang tepat terhadap gangguan tersebut, disamping itu

diperlukan beberapa pemeriksaan penunjang untuk menilai sejauh mana gangguan pada fungsi

organ tersebut dan untuk menilai fungsi ginjalnya.

M3 : Hipertensi stadium II

R/d :

R/th : Furosemide 2 x 25 mg IV

R/p : idem

9

Page 10: Laporan Kasus GGA Pd GNAPS

CATATAN KEMAJUAN SELAMA PERAWATAN

Tanggal M Catatan kemajuan 6-1-2012Pukul 02.30

Balans cairan

I :400 mlO :100 mlIWL :200mlB: +100mlD: 0,33Ml/kgBB/jam

M1SO

A

P

-Tidak adaLaboratorium : Darah rutin: Hb: 10,5 g/dl; Ht:31 vol%, WBC: 19,6x109 /L, Trombosit: 300x109, LED: 12 mm/jam, DC: 0/0/0/80/17/3, eritrosit: 2.690.000/mm2, MCH: 30 picogram, MCV: 85 mikrogram, MCHC: 36%, retikulosit: 1,6%Urin rutin: warna teh tua, sedimen: sel epitel (+), WBC : 10-15/LPB, RBC: 15-20/LPB, silinder nokhtah 1-3/LPB, protein +, glukosa (-)Feses rutin : telur cacing(-), parasit(-), jamur (-)- Anemia yang terjadi kemungkinan disebabkan oleh hemodilusi dan bisa juga disebabkan kehilangan darah akibat gross hematuria. - Lekositosis dan LED yang meningkat, hematuria, leukosituria dan proteinuria mendukung suatu SNA dan kemungkinan disertai dengan infeksi saluran kemih(M4). TISK- Konfirmasi dengan pemeriksaan penunjang yang lain untuk memastikan diagnosis seperti kimia darah, imunoserologis (C3,ASTO, CRP) dan kultur urin

M2SO

A

P

SNABAK merah (+) bengkak kelopak mata(+) KU: sens : CM, TD: 120/90 mmhg, N: 118x/m (isi tegangan cukup). RR: 30x/m, T: 37,1 CKS: Kepala: NCH(-), edema palpebra(+)Thorak : simetris, retraksi -/-, Cor: BJ I II N, bising (-) gallop(-), Pulmo: Vesikuler (+)/(+) N, Ronkhi (-/-), Wheezing (-/-)Abdomen : datar, lemas, heparr dan lien tidak teraba pembesaran, shifting dullness (-), bising usus (+)N.Ekstremitas : pitting edema pretibial (-/-)BB : 25 kgHasil laboratorium :BSS: 92 mg/dl, Protein total 6,1 gr/dl, albumin 2,5 gr/dl, globulin 3,6 gr/dl, kolesterol total 95 mg/dl, ASTO (+), CRP (+)ureum 340 mg/dl, creatinin 11,2 mg/dl,LFG = ( 0,55 x 120) = 5,8 ml/mnt/173m2→Gagal Ginjal Akut (M5) 11,2Natrium 130 mmol/l, Kalium 4,1 mmol/l Calsium 2,10 mmol/L (2,02-2,60) Asam urat 6,3 mg/dl,- Klinis edema, hipertensi stadium II dengan hematuri, proteinuri dan gagal ginjal akut menyokong diagnosis Sindroma Nefritis Akut dan adanya infeksi saluran nafas sebelumnya menyokong ke arah penyebabnya yaitu paska infeksi streptokokus (GNAPS)→(M6)- Biakan apusan tenggorokan tidak dilakukan karena tidak dijumpai tanda tanda infeksi saluran nafas bagian atas.- ASTO pada penderita ini (+). Pada penderita dengan adanya riwayat infeksi saluran nafas sebelumnya dan ASTO > 200 iu menyokong ke arah penyebabnya yaitu paska infeksi streptokokus (GNAPS)- Hasil pemeriksaan fungsi ginjal menunjukkan penurunan LFGGagal ginjal Akut (M5)

- kebutuhan cairan IWL+output /24 jam300 ml- Inj. furosemide 2 x 25 mg IV - catat intake output- balans cairan /12 jam- diet rendah protein0,5-1 gr/kgBB/hari-diet rendah garam

M3S

Hipertensi std IISakit kepala(+), pandangan kabur (-)

10

Page 11: Laporan Kasus GGA Pd GNAPS

OAP

KU & KS =M2Hipertensi stadium IIInj. Furosemide 2 x 25 mgUkur TD/ 8 jam

M4SOAP

TISKNyeri BAK (-)KU & KS = M2TISKRencana kultur urinInj. Ceftriakson 1x2 g

M5SOAP

GGA oliguriaBAK sedikit (+)KU & KS = M2Gagal Ginjal Akut Oliguria Inj. furosemide 2 x 25 mg IV catat intake outputbalans per 12 jamkebutuhan cairan IWL+output/ 24 jam300 mldiet nasi biasa 2000 kkal + 25 gr protein

M6SOA

P

GNAPSBAK warna teh tuaKU dan KS=M2-GNAPS-Penderita GNAPS dengan keadaan umum sakit berat, leukositosis yang tinggi (19.600/mm3), CRP (+), perlu mendapat antibiotika berspektrum luas.Menunggu hasil C3Inj. Ceftriakson 1x2 g

7-1-2012BB : 25 kg

Balans cairan

I :300 mlO :200 mlIWL :200mlB: - 100mlD: 0,66Ml/kgBB/jam

M2SO

A

P

SNABAK merah (+) bengkak kelopak mata(+) berkurang KU: sens : CM, TD: 130/90 mmhg, N: 122x/m (isi tegangan cukup). RR: 34x/m, T: 37,4 CKS: Kepala: NCH(-), edema palpebra(+)Thorak : simetris, retraksi -/-, Cor: BJ I II N, bising (-) gallop(-), Pulmo: Vesikuler (+)/(+) N, Ronkhi (-/-), Wheezing (-/-)Abdomen : datar, lemas, hepar dan lien tidak teraba pembesaran, shifting dullness (-), bising usus (+)N.Ekstremitas : pitting edema pretibial (-/-)Hasil laboratorium: urin rutin : warna teh tua, sedimen: sel epitel (+), WBC : 8-10/LPB, RBC: 10-15/LPB, silinder nokhtah 1-2/LPB, protein +, glukosa (-)C3 : 100 mg/dl ( 80-150)GNA dengan normokomplemen SNA ec GNAPSM2 selesai

- kebutuhan cairan IWL+output /24 jam- catat intake output- balans cairan /12 jam- ceftriaxon 1x2 g

M3SOA

P

Hipertensi std. IISakit kepala (+), pandangan kabur(-)KU & KS = M2Hipertensi stadium II dengan pemberian dosis rendah dan tidak djumpai perbaikan maka dosis furosemid dinaikkan diberikan 3 kali sehariFurosemide 3x25 mg IVUkur TD/ 8 jam

M4 TISK

11

Page 12: Laporan Kasus GGA Pd GNAPS

SOAP

Nyeri BAK(-)KU & KS = M2TISKMenunggu hasil kultur urinInj. Ceftriakson 1x2 g

M5SOAP

GGA oliguriaBAK sedikit (+)KU & KS = M2Gagal Ginjal Akut Oliguria Inj. furosemide 2 x 25 mg IV catat intake outputbalans per 12 jamkebutuhan cairan IWL+output/ 24 jam400 mlperiksa fungsi elektrolit dan ginjal berkala ( 2 kali seminggu)diet nasi biasa 2000 kkal + 25 gr protein

M6SOA

P

GNAPSBAK warna teh tuaKU dan KS=M2-hasil C3normokomplemen, pada GNAPS umunya dijumpai penurunan titer C3 komplemen dan kembali mengalami kenaikan titer setelah 4-6 minggu. Penderita saat dilakukan pemeriksaan C3 memasuki minggu ke 4 dari onset.-GNAPSinj. Ceftriakson 1x2 g

8-1-2012BB : 25 kg

Balans cairan

I :400 mlO :500 mlIWL :200mlB: - 300mlD: 1,66Ml/kgBB/jam

M3SO

AP

Hipertensi std II

KU: sens : CM, TD: 120/90 mmhg, N: 124x/m (isi tegangan cukup). RR: 34x/m, T: 37,4 CKS: Kepala: NCH(-), edema palpebra(+)Thorak : simetris, retraksi -/-, Cor: BJ I II N, bising (-) gallop(-), Pulmo: Vesikuler (+)/(+) N, Ronkhi (-/-), Wheezing (-/-)Abdomen : datar, lemas, hepar dan lien tidak teraba pembesaran, shifting dullness (-), bising usus (+)N.Ekstremitas : pitting edema pretibial (-/-)Hipertensi stadium IIFurosemide 3x25 mg IVUkur TD/ 8 jam

M4SOAP

TISK-KU & KS = M2TISKMenunggu kultur urinInj. Ceftriakson 1x2 g

M5SOAP

GGA oliguriaBAK sedikit (+)KU & KS = M2Gagal Ginjal Akut Oliguria Inj. furosemide 2 x 25 mg IV catat intake outputbalans per 12 jamkebutuhan cairan IWL+output/ 24 jam700 mlperiksa fungsi elektrolit dan ginjal berkala ( 2 kali seminggu)diet nasi biasa 2000 kkal + 25 gr protein

M6SOAP

GNAPSBAK warna teh tuaKU dan KS=M2GNAPS inj. Ceftriakson 1x2 g

12

Page 13: Laporan Kasus GGA Pd GNAPS

10-1-2012BB : 24.5 kg

M3SO

AP

Hipertensi std II-KU: sens : CM, TD: 120/80 mmhg, N: 100x/m (isi tegangan cukup). RR: 28x/m, T: 37,4 CKS: Kepala: NCH(-), edema palpebra(+)Thorak : simetris, retraksi -/-, Cor: BJ I II N, bising (-) gallop(-), Pulmo: Vesikuler (+)/(+) N, Ronkhi (-/-), Wheezing (-/-)Abdomen : datar, lemas, hepar dan lien tidak teraba pembesaran, shifting dullness (-), bising usus (+)N.Ekstremitas : pitting edema pretibial (-/-)Hipertensi stadium IIFurosemide 3x25 mg IVUkur TD/ 8 jam

M4SOAP

TISK-KU & KS = M2TISKMenunggu kultur urinInj. Ceftriakson 1x2 g

Balans cairan

I :700 mlO :250 mlIWL :200mlB: +250mlD: 0,83Ml/kgBB/jam

M5 SOAP

BAK sedikit (+)KU & KS = M2Gagal Ginjal Akut Oliguria Inj. furosemide 2 x 25 mg IV catat intake outputbalans per 12 jamkebutuhan cairan IWL+output/ 24 jam450 mlperiksa fungsi elektrolit dan ginjal berkala ( 2 kali seminggu)diet nasi biasa 2000 kkal + 25 gr protein

M6SOAP

GNAPSBAK warna teh tuaKU dan KS=M2GNAPS inj. Ceftriakson 1x2 g

12-1-2012BB : 24,5 kg

M3SO

AP

Hipertensi std IISakit kepala berkurangKU: sens : CM, TD: 120/80 mmhg, N: 100x/m (isi tegangan cukup). RR: 28x/m, T: 37,4 CKS: Kepala: NCH(-), edema palpebra(+)Thorak : simetris, retraksi -/-, Cor: BJ I II N, bising (-) gallop(-), Pulmo: Vesikuler (+)/(+) N, Ronkhi (-/-), Wheezing (-/-)Abdomen : datar, lemas, hepar dan lien tidak teraba pembesaran, shifting dullness (-), bising usus (+)N.Ekstremitas : pitting edema pretibial (-/-)Hipertensi stadium IIFurosemide 3x25 mg IVUkur TD/ 8 jam

M4SO

AP

TISK-KU & KS = M2Hasil kultur dan resistensi urin sterilTISK Kultur urin sterilM4 selesai-

Balans cairan

I :450 mlO :200 ml

M5SO

GGA oliguriaBAK sedikit (+), muntah (+)KU & KS = M2Hasil laboratorium : ureum 359 kreatinin 14,7LFG 4,5 Na: 131, K; 3,5, Ca : 2,05

13

Page 14: Laporan Kasus GGA Pd GNAPS

IWL :200mlB: +50mlD: 0,66Ml/kgBB/jam

A

P

Gagal Ginjal Akut Oliguriakadar ureum > 200 mg, disertai oliguria, dan hipertensi yg tidak berespon terhadap pengobatan serta adanya gejala uremia indikasi dilakukan dialisisInj. furosemide 2 x 25 mg IV catat intake outputbalans per 12 jamkebutuhan cairan IWL+output/ 24 jam400 mlperiksa fungsi elektrolit dan ginjal berkala ( 2 kali seminggu)rencana dilakukan hemodialisakonsul divisi nefrologi ilmu penyakit dalam

M6SOAP

GNAPSBAK warna teh tuaKU dan KS=M2GNAPS inj. Ceftriakson 1x2 g

15-1-2012BB : 24 kg

M3SO

AP

Hipertensi std IISakit kepala berkurangKU: sens : CM, TD: 120/80 mmhg, N: 100x/m (isi tegangan cukup). RR: 28x/m, T: 37,4 CKS: Kepala: NCH(-), edema palpebra(+)Thorak : simetris, retraksi -/-, Cor: BJ I II N, bising (-) gallop(-), Pulmo: Vesikuler (+)/(+) N, Ronkhi (-/-), Wheezing (-/-)Abdomen : datar, lemas, hepar dan lien tidak teraba pembesaran, shifting dullness (-), bising usus (+)N.Ekstremitas : pitting edema pretibial (-/-)Hipertensi stadium IIFurosemide 3x25 mg IVUkur TD/ 8 jam

M5SO

AP

GGA oliguriaBAK sedikit (+), muntah (+)KU & KS = M2Gagal Ginjal Akut Oliguria Inj. furosemide 2 x 25 mg IV catat intake outputbalans per 12 jamkebutuhan cairan IWL+output/ 24 jamperiksa fungsi elektrolit dan ginjal berkala ( 2 kali seminggu)menunggu jadwal dilakukan hemodialisadiet nasi biasa 2000 kkal + 25 gr protein

M6SOAP

GNAPSBAK warna teh tuaKU dan KS=M2GNAPS inj. Ceftriakson 1x2 g

17-1-2012BB : 24 kg

Balans cairan

I :400 mlO :250 mlIWL :200mlB: -50mlD: 0,83Ml/kgBB/jam

M3SO

AP

Hipertensi std II-KU: sens : CM, TD: 120/90 mmhg, N: 100x/m (isi tegangan cukup). RR: 28x/m, T: 37,4 CKS: Kepala: NCH(-), edema palpebra(+)Thorak : simetris, retraksi -/-, Cor: BJ I II N, bising (-) gallop(-), Pulmo: Vesikuler (+)/(+) N, Ronkhi (-/-), Wheezing (-/-)Abdomen : datar, lemas, hepar dan lien tidak teraba pembesaran, shifting dullness (-), bising usus (+)N.Ekstremitas : pitting edema pretibial (-/-)Hipertensi stadium IIFurosemide 3x25 mg IVUkur TD/ 8 jam

M5 S BAK sedikit (+)

14

Page 15: Laporan Kasus GGA Pd GNAPS

O

AP

KU & KS = M2Hasil laboratorium : ureum 359 kreatinin 14,7LFG 4,5 Na: 131, K; 3,5, Ca : 2,05Gagal Ginjal Akut Oliguria Inj. furosemide 2 x 25 mg IV catat intake outputbalans per 12 jamkebutuhan cairan IWL+output/ 24 jam450 mlperiksa fungsi elektrolit dan ginjal berkala ( 2 kali seminggu)dilakukan Hemodialisa hari pertama dengan QV 140 ml/menit QB 85 ml/menitdiet nasi biasa 2000 kkal + 25 gr protein

M6SO

AP

GNAPSBAK warna teh tuaKU dan KS=M2

GNAPS inj. Ceftriakson 1x2 g

20-1-2012BB: 24 kg

Balans cairan

I :450 mlO :500 mlIWL :200mlB: -250mlD: 1,66Ml/kgBB/jam

M3SO

AP

Hipertensi std IISakit kepala (-)KU: sens : CM, TD: 122/80 mmhg, N: 100x/m (isi tegangan cukup). RR: 28x/m, T: 37,3 CKS: Kepala: NCH(-), edema palpebra(-)Thorak : simetris, retraksi -/-, Cor: BJ I II N, bising (-) gallop(-), Pulmo: Vesikuler (+)/(+) N, Ronkhi (-/-), Wheezing (-/-)Abdomen : datar, lemas, hepar dan lien tidak teraba pembesaran, shifting dullness (-), bising usus (+)N.Ekstremitas : pitting edema pretibial (-/-)Hipertensi stadium IIFurosemide 3x25 mg IVUkur TD/ 8 jam

M5SO

AP

GGA oliguriaBAK lancarKU & KS = M2Hasil laboratorium : ureum 151 kreatinin 6,4LFG 10,3 Na: 134, K; 3,1Gagal Ginjal Akut Oliguria perbaikanInj. furosemide 2 x 25 mg IV catat intake outputbalans per 12 jamkebutuhan cairan IWL+output/ 24 jam700 mlperiksa fungsi elektrolit dan ginjal berkala ( 2 kali seminggu)Hemodialisa hari keduadiet nasi biasa 2000 kkal + 25 gr protein

M6SOAP

GNAPSBAK warna jernihKU dan KS=M2GNAPS inj. Ceftriakson 1x2 gstop

23-1-2012 M3SO

A

Hipertensi std II-KU: sens : CM, TD: 120/80 mmhg, N: 100x/m (isi tegangan cukup). RR: 28x/m, T: 37,3 CKS: Kepala: NCH(-), edema palpebra(-)Thorak : simetris, retraksi -/-, Cor: BJ I II N, bising (-) gallop(-), Pulmo: Vesikuler (+)/(+) N, Ronkhi (-/-), Wheezing (-/-)Abdomen : datar, lemas, hepar dan lien tidak teraba pembesaran, shifting dullness (-), bising usus (+)N.Ekstremitas : pitting edema pretibial (-/-)Hipertensi stadium II

15

Page 16: Laporan Kasus GGA Pd GNAPS

Balans cairan

I :700 mlO :650 mlIWL :200mlB: -150mlD: 2,25Ml/kgBB/jam

P Furosemide 3x25 mg IVUkur TD/ 8 jam

M5SO

AP

GGA oliguriaBAK lancarKU & KS = M2Hasil laboratorium : ureum 144 kreatinin 7,9LFG 8,4 Na: 138, K; 3,1Gagal Ginjal Akut Oligurianon oliguriaInj. furosemide 2 x 25 mg IV catat intake outputbalans per 12 jamkebutuhan cairan IWL+output/ 24 jam850 mlperiksa fungsi elektrolit dan ginjal berkala ( 1 kali seminggu)Hemodialisa ke IIIdiet nasi biasa 2000 kkal + 25 gr protein

M6SO

AP

GNAPSBAK warna jernihKU dan KS=M2Hasil urin rutin: warna jernih, sedimen : epitel(+), WBC 8-9/LPB, RBC 10-12/LPB, silinder noktah (+), protein (+), Glukosa(-)

GNAPS-

25-1-2012

Balans cairan

I :1200 mlO :1000 mlIWL :400mlB: -200mlD: 3,47Ml/kgBB/jam

M3SO

AP

Hipertensi std II-KU: sens : CM, TD: 120/80 mmhg, N: 100x/m (isi tegangan cukup). RR: 28x/m, T: 37,3 CKS: Kepala: NCH(-), edema palpebra(-)Thorak : simetris, retraksi -/-, Cor: BJ I II N, bising (-) gallop(-), Pulmo: Vesikuler (+)/(+) N, Ronkhi (-/-), Wheezing (-/-)Abdomen : datar, lemas, hepar dan lien tidak teraba pembesaran, shifting dullness (-), bising usus (+)N.Ekstremitas : pitting edema pretibial (-/-)Hipertensi stadium IIFurosemide 3x25 mg IVUkur TD/ 8 jam

M5SOAP

GGA non oliguriaBAK lancarKU & KS = M2Hasil laboratorium : ureum 105 kreatinin 3,4LFG 19,4 Na: 144, K; 2,8Gagal Ginjal Akut non oliguria Inj. furosemide 2 x 25 mg IV catat intake outputbalans per 12 jamkebutuhan cairan IWL+output/ 24 jam maintenance 16 gtt makroperiksa fungsi elektrolit dan ginjal berkala ( 1 kali seminggu)Hemodialisa ke IVdiet nasi biasa 2000 kkal + 25 gr protein

M6SOAP

GNAPSBAK warna jernih KU dan KS=M2GNAPS -

16

Page 17: Laporan Kasus GGA Pd GNAPS

28-1-2012 M3SO

AP

Hipertensi std II-KU: sens : CM, TD: 120/80 mmhg, N: 100x/m (isi tegangan cukup). RR: 28x/m, T: 37,3 CKS: Kepala: NCH(-), edema palpebra(-)Thorak : simetris, retraksi -/-, Cor: BJ I II N, bising (-) gallop(-), Pulmo: Vesikuler (+)/(+) N, Ronkhi (-/-), Wheezing (-/-)Abdomen : datar, lemas, hepar dan lien tidak teraba pembesaran, shifting dullness (-), bising usus (+)N.Ekstremitas : pitting edema pretibial (-/-)Hipertensi stadium II respon penderita dengan obat anti hipertensi tunggal tidak berhasil menurunkan tekanan darah dan saat ini fungsi ginjal penderita membaik sehingga ditambahkan obat golongan ACE- inhibitorcaptopril 2x 6,25 mgFurosemide 3x25 mg IVUkur TD/ 8 jam

M5SOA

P

GGA non oliguriaBAK lancarKU & KS = M2Hasil laboratorium : ureum 35 kreatinin 0,9LFG 73,9 Na: 142, K; 3,1kesan M5 selesaiInj. furosemide 2 x 25 mg IV catat intake outputbalans per 12 jamkebutuhan cairan KAEN 1B gtt 16/makroperiksa fungsi elektrolit dan ginjal berkala ( seminggu 1 kali )diet nasi biasa 2000 kkal + 25 gr protein

M6 SO

AP

BAK warna jernih KU dan KS=M2 Hasil urin rutin: warna jernih, sedimen : epitel(+), WBC 7-8/LPB, RBC 6-8/LPB, silinder noktah (+), protein (+), Glukosa(-)

GNAPS -

30-1-2012 M3SO

AP

Hipertensi std IKU: sens : CM, TD: 110/80 mmhg, N: 100x/m (isi tegangan cukup). RR: 20 x/m, T: 36,8 CKS: Kepala: NCH(-), edema palpebra(-)Thorak : simetris, retraksi -/-, Cor: BJ I II N, bising (-) gallop(-), Pulmo: Vesikuler (+)/(+) N, Ronkhi (-/-), Wheezing (-/-)Abdomen : datar, lemas, hepar dan lien tidak teraba pembesaran, shifting dullness (-), bising usus (+)N.Ekstremitas : pitting edema pretibial (-/-)Hipertensi stadium Idengan penilaian tiga kali berturut-turut dalam waktu berbedaFurosemide 3x25 mg IVcaptopril 2x 6,25 mg POUkur TD/ 8 jam

M6 SOAP

BAK warna jernihKU dan KS=M2GNAPS -

17

Page 18: Laporan Kasus GGA Pd GNAPS

02-2-2012 M3SO

AP

Hipertensi std I

KU: sens : CM, TD: 110/80 mmhg, N: 100x/m (isi tegangan cukup). RR: 20 x/m, T: 36,9 CKS: Kepala: NCH(-), edema palpebra(-)Thorak : simetris, retraksi -/-, Cor: BJ I II N, bising (-) gallop(-), Pulmo: Vesikuler (+)/(+) N, Ronkhi (-/-), Wheezing (-/-)Abdomen : datar, lemas, hepar dan lien tidak teraba pembesaran, shifting dullness (-), bising usus (+)N.Ekstremitas : pitting edema pretibial (-/-)Hipertensi stadium IFurosemide 3x25 mg IVcaptopril 2x 6,25 mg POUkur TD/ 8 jam

M6SO

AP

BAK jernihKU dan KS=M2Hasil urin rutin: warna jernih, sedimen : epitel(+), WBC 6-8/LPB, RBC 6-7/LPB, silinder noktah (+), protein (+), Glukosa(-)GNAPS -

04-2-2012 M3SO

AP

Hipertensi std I

KU: sens : CM, TD: 110/80 mmhg, N: 98x/m (isi tegangan cukup). RR: 20 x/m, T: 36,9 CKS: Kepala: NCH(-), edema palpebra(-)Thorak : simetris, retraksi -/-, Cor: BJ I II N, bising (-) gallop(-), Pulmo: Vesikuler (+)/(+) N, Ronkhi (-/-), Wheezing (-/-)Abdomen : datar, lemas, hepar dan lien tidak teraba pembesaran, shifting dullness (-), bising usus (+)N.Ekstremitas : pitting edema pretibial (-/-)Hipertensi stadium IFurosemide 3x25 mg IVcaptopril 2x 6,25 mg POUkur TD/ 8 jam

M6 SO

AP

BAK jernihKU dan KS=M2 Laboratorium : Darah rutin: Hb: 10,9 g/dl; Ht:31 vol%, WBC: 7,8x109 /L, Trombosit: 380x109, LED: 8 mm/jam, DC: 0/2/0/52/2210, Urin rutin: warna jernih, sedimen: sel epitel (-), WBC : 1-3/LPB, RBC: 0-1/LPB, silinder nokhtah (-), protein (-), glukosa (-)Ureum: 35, kreatinin : 0,7LFG 95,07

GNAPS perbaikanM6 selesai -

6-1-2012 M3SO

Hipertensi std I

KU: sens : CM, TD: 110/80 mmhg, N: 98x/m (isi tegangan cukup). RR: 20 x/m, T: 36,9 CKS: Kepala: NCH(-), edema palpebra(-)Thorak : simetris, retraksi -/-, Cor: BJ I II N, bising (-) gallop(-), Pulmo: Vesikuler (+)/(+) N, Ronkhi (-/-), Wheezing (-/-)Abdomen : datar, lemas, hepar dan lien tidak teraba pembesaran, shifting dullness (-),

18

Page 19: Laporan Kasus GGA Pd GNAPS

AP

bising usus (+)N.Ekstremitas : pitting edema pretibial (-/-)Hipertensi stadium IFurosemide 3x25 mg IVcaptopril 2x 6,25 mg POpenderita boleh pulang dan rawat jalan. Orang tua penderita di edukasi agar kembali kontrol 1minggu lagi untuk evaluasi fungsi ginjal dan tekanan darahnya.

19

Page 20: Laporan Kasus GGA Pd GNAPS

TINJAUAN PUSTAKA

Glomerulus akut (GNA) merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan proses

peradangan dan proliferasi sel di glomeruli ginjal yang ditimbulkan oleh reaksi imunologik terhadap

antigen tertentu.1-6 Secara klinis gangguan ini ditandai dengan gejala-gejala yang timbul secara

mendadak terdiri dari hematuria dalam berbagai derajat, proteinuria, penurunan laju filtrasi

glomerulus, oliguria, edema, kongesti vaskuler dan hipertensi. Pada anak-anak, GNA yang terjadi

kebanyakan didahului oleh infeksi streptokokus yang nefritogenik dan disebut sebagai

glomerulonefritis akut pasca streptokokus.

ETIOLOGI

Secara umum diketahui bahwa penyebab GNAPS didahului infeksi Streptokokus β

Hemolitikus grup A, tetapi tidak semua tipe Streptokokus β Hemolitikus Grup A ini bersifat

nefritogenik. Beberapa tipe yang sering menyerang saluran nafas adalah tipe M 1,2,4,12,18,25 dan

yang menyerang kulit adalah tipe M 49,55,57, 60.1,7,8

INSIDEN

Insiden penyakit ini tidak diketahui secara tepat, diperkirakan jauh lebih tinggi dari data

statistik yang dilaporkan oleh karena banyaknya pasien yang tidak menunjukkan gejala sehingga

tidak terdeteksi. Walaupun dapat menyerang semua usia, tetapi insiden tertinggi terjadi pada usia 2-

10 tahun.8 Perbandingan antara laki-laki dan perempuan adalah 2:1. Hasil penelitian multisenter di

Indonesia pada tahun 1988 melaporkan adanya 170 pasien yang dirawat di RS pendidikan dalam 12

bulan. Pasien terbanyak dirawat di Surabaya (26,5%), kemudian disusul berturut-turut Jakarta

(24,7%), Bandung (17,6%) dan Palembang (8,2%).1,2 Pasien laki-laki berbanding perempuan 1,3:1

dan terbanyak menyerang anak usia 6-8 tahun.

PATOGENESIS

Walaupun telah diteliti sejak tahun limapuluhan, patogenesis GNAPS belum diketahui secara

pasti.4 Seperti beberapa penyakit ginjal lainnya, GNAPS termasuk golongan immune complex

disease. 3-7 Beberapa bukti bahwa GNAPS termasuk penyakit imunologik adalah:

- adanya periode laten antara infeksi streptokokus dan gejala klinik

- kadar imunologlobulin G (IgG) menurun dalam darah

20

Page 21: Laporan Kasus GGA Pd GNAPS

- kadar komplemen C3 menurun dalam darah

- adanya endapan IgG dan C3 di glomerulus

- titer antistreptolisin O (ASTO) yang meninggi dalam darah

GNAPS adalah suatu penyakit imunologik akibat reaksi antigen-antibodi yang terjadi dalam

sirkulasi atau in situ dalam glomerulus. Proses inflamasi yang mengakibatkan terjadinya jejas renal

dipicu oleh:

1. Aktivasi plasminogen menjadi plasmin oleh streptokinase yang kemudian diikuti oleh aktivasi

kaskade komplemen.

2. Deposit kompleks Ag-Ab yang telah terbentuk sebelumnya ke dalam glomerolus

Antibodi antistreptokokus yang telah terbentuk sebelumnya berikatan dengan molekul tiruan

(molecular mimicry) dari protein renal yang menyerupai antigen streptokokus.

Pada mulanya kompleks imun yang berbentuk kecil dan tidak difagosit tetapi terus beredar

dalam sirkulasi. Semakin banyak jumlah antibodi yang dibentuk, kompleks imun bertambah besar

dan segera difagosit oleh makrofag.10 Tetapi pada keadaan jumlah antigen yang besar, mekanisme

fagositosis ini tidak efektif lagi, sehingga kompleks imun tetap berada dalam sirkulasi dan

mengendap, ini akan mengaktifkan sistem komplemen. Aktivasi dari sistem komplemen

menimbulkan pelepasan amine vasoaktif dan aktivasi kinin atau sistem koagulasi. Di samping itu

faktor kemotaktik juga ikut dilepaskan dan menyebabkan infiltrasi dari sel PMN dan kerusakan

glomeruli.

Sistem imun humoral dan kaskade komplemen akan aktif bekerja apabila terdapat deposit

subepitel C3 dan IgG dalam membran basal glomerulus. Kadar C3 dan C5 yang rendah dan kadar

komplemen jalur klasik (C1q,C2 dan C4) yang normal menunjukkan bahwa aktivasi komplemen

melalui jalur alternatif.10

Deposit kompleks imun ini berhubungan dengan pengikatan kompleks imun pada berbagai

reseptor, misalnya reseptor C3b (pada epitel glomerulus), reseptor Clq (pada sel endotel), reseptor

Fe (pada sel interstisial ginjal, atau endotel yang rusak). Selain itu juga dipengaruhi afinitas antigen

dalam kompleks imun untuk jaringan tertentu, misalnya afinitas DNA pada membran basalis

glomerulus dan kolagen.1,10

Deposit imunoglobulin pada glomerulus menyebabkan tertariknya neutrofil, sel T dan

makrofag. Aktivasi mediator selular dan humoral ini membebaskan produk toksik seperti enzim

proteolitik dan komponen oksigen reaktif, yang akan mencerna GBM.1 Berbagai jenis sitokin dan

faktor imunitas selular lainnya mengawali respon peradangan dengan proliferasi selular dan edema

glomerulus. Kompleks imun yang mengandung IgG juga dapat menstimulasi mediator seperti

21

Page 22: Laporan Kasus GGA Pd GNAPS

komponen-komponen. Selain itu fragmen komplemen dengan vasoaktif kemotaktik (C3a, C5a) dapat

meningkatkan penarikan neutrofil ke sisi yang cedera sehingga meningkatkan permeabilitas

glomerulus.6

Adanya proliferasi sel-sel mesangial dan endotelial disertai infiltrasi lekosit polimorfonuklear,

monosit dan eosinofil ke dalam lumen kapiler dan mesangium, terjadi penyumbatan dari lumen

kapiler. Akibatnya glomerulus relatif kekurangan darah, yang berhubungan dengan penurunan laju

filtrasi glomerulus.1,2,6

Selain itu adanya infiltrasi mediator-mediator peradangan ini menyebabkan kerusakan

kapiler glomerulus, yang meningkatkan permeabilitasnya. Akibatnya pada GNAPS akan dijumpai

hematuria (makroskopik atau mikroskopik), proteinuria, penurunan laju filtrasi glomerulus kadang-

kadang dengan oliguria, serta retensi air dan garam yang melibatkan sistem kardiovaskuler sehingga

menyebabkan terjadinya edema, overload volume sirkulasi dan hipertensi.

PATOFISIOLOGI

Laju filtrasi glomerulus (LFG) yang berkurang pada GNAPS disebabkan oleh karena

berkurangnya permukaan filtrasi glomerulus karena infiltrasi oleh sel-sel inflamasi dan berkurang

permeabilitas membran basement.1

Penurunan LFG akan menimbulkan retensi natrium dan air yang mengakibatkan ekspansi

cairan ekstraseluler. Ekspansi ini juga menyebabkan bendungan sirkulasi yang akhirnya

menimbulkan edema pada berbagai organ tubuh. Bila bendungan sirkulasi ini hebat maka akan

terjadi gejala-gejala seperti sesak nafas, edema paru dan pembesaran jantung. Bendungan sirkulasi

ini memegang peranan dalam terjadinya hipertensi, anemia dan ensefalopati. Tetapi penurunan LFG

bukan satu-satunya penyebab retensi natrium, mengingat kasus-kasus GNAPS dengan LFG normal.

Penyebab lain ialah sekresi renin oleh aparatus juxta glomerulus yang merubah angiotensinogen

menjadi angiotensin 1, selanjutnya oleh pengaruh angiotensin converting enzym (ACE), angiotensin

1 diubah menjadi angiotensin 2. Selanjutnya angiotensin 2 ini dapat menyebabkan vasokonstriksi

perifer dan juga merangsang kelenjar suprarenalis untuk mengeluarkan hormon aldosteron yang

dapat mengakibatkan retensi natrium dan air. Selain aldosteron, pelepasan antidiuretik hormon

(ADH) oleh hipofisis juga dapat mengakibatkan retensi natrium dan air.7

Penurunan LFG dapat mengakibatkan terjadinya GGA yang merupakan komplikasi GNAPS

yang jarang terjadi. Gagal ginjal akut adalah penurunan fungsi ginjal yang mendadak dengan akibat

hilangnya kemampuan ginjal untuk mempertahankan homeostasis tubuh. Akibat penurunan fungsi

ginjal terjadi peningkatan metabolit persenyawaan nitrogen seperti ureum dan kreatinin serta

22

Page 23: Laporan Kasus GGA Pd GNAPS

gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit yang seharusnya dikeluarkan oleh ginjal. Pada

GNAPS, GGA dapat terjadi pada < 1% pasien dan disebabkan karena penyempitan kapiler-kapiler

glomerulus, terhimpit oleh proliferasi sel mesangial dan endotel kapiler sendiri. Tanda pertama yang

harus diperhatikan pada GGA sebagai komplikasi dari GNAPS ialah adanya oliguria (200-

350ml/m2/hari).7 Walaupun begitunya GGA tidak selalu didahului oliguria. Oleh karena itu perlu

diperiksa secepatnya kadar ureum dan kreatinin darah yang bila meningkat menunjukkan terjadi

gagal ginjal.

PATOLOGI

Secara makroskopis ginjal membesar secara simetris, tampak pucat dan terdapat penebalan

terutama di daerah korteks.4 Dengan menggunakan mikroskop cahaya akan tampak gambaran

GNAPS pada fase akut berupa glomerulonefritis proliferatif difus. Kelainan yang ditemukan (1)

glomerulus sembab sehinggga ruangan bowman terisi (2) hiperselularitas sel-sel endotel (3)

mesangial dan epitel (4) sembab jaringan interstitial dan banyak mengandung sel-sel limposit dan

polimorfonuklear (5) kadang-kadang dijumpai trombi-trombi fibrin pada lumen kapiler glomerulus.

Pada beberapa kasus berat kadang-kadang dijumpai gambaran sabit dengan gambaran klinis dan

histologi menyerupai glomerulonefritis kresentik progresif cepat.4

Pada pemeriksaan mikroskop elektron terlihat deposit padat-elektron dalam mesangium

yang besar dan jelas yang dikenal dengan istilah humps yang terletak pada daerah subepitelial yang

khas. Pada pemeriksaan mikroskop imunofloresen terlihat endapan IgG granular iregular dan C3

mulai dari yang halus sampai kasar tipikal di dalam mesangium dan di sepanjang dinding kapiler.

Endapan imunoglobulin dalam kapiler glomerulus didominasi oleh IgG dan sebagian kecil IgM atau

IgA. Pada umumnya tidak ditemukan C1q dan C4. Pewarnaan fibrin kadang-kadang dijumpai dalam

mesangium.4

Lesi histologis yang abnormal lama kelamaan akan menghilang dalam waktu yang

bervariasi. Deposit padat-elektron biasanya akan menghilang dalam waktu 1 tahun. Infiltrasi

polimorfonuklear dan proliferasi sel mesangial dan endotel mulai menghilang dalam waktu 2-3 bulan

tetapi kadang-kadang proliferasi mesangial terutama ekspansi matriks mesangial dapat menetap

dalam beberapa tahun.4

MANIFESTASI KLINIK

Gambaran klinis GNAPS sangat bervariasi, mulai dari tanpa keluhan, keluhan ringan,

sampai timbulnya gejala-gejala berat dengan bendungan sirkulasi atau gagal ginjal akut.

23

Page 24: Laporan Kasus GGA Pd GNAPS

Gambaran klinik yang klasik ditemukan adalah adanya fase laten setelah infeksi saluran

nafas atau kulit oleh kuman streptokokus B hemolitikus grup A dari strain nefritogenik sebelum

timbulnya manifestasi klinik dari kerusakan glomerulus akut. Masa laten antara infeksi saluran nafas

dengan timbulnya GNAPS biasanya 8-14 hari dan pada penyakit kulit dalam waktu 14-21 hari.

Sebagian besar pasien tidak ingat kejadian faringitis atau impetigo sebelumnya dan orang tua pasien

biasanya juga tidak memperhatikan adanya penyakit tersebut karena mereka tidak menganggapnya

penting. Oleh karena itu sebaiknya dicari lesi kulit yang mungkin merupakan petunjuk.3,4,6

Edema merupakan gejala yang paling sering ditemukan (90%) penderita terutama di daerah

kelopak mata, timbul pada pagi hari dan hilang pada siang hari. Bila perjalanan penyakit bertambah

berat dan progresif, edema menetap dan berat. Mekanisme edema berhubungan dengan retensi

natrium dan air, selain itu mungkin berhubungan dengan faktor-faktor lain, antara lain derajat

proteinuria. Jika terjadi retensi cairan yang hebat, dapat timbul asites dan edema genitalia

ekterna.2,5,6

Hematuria makroskopik terdapat 30-70% kasus GNAPS, sedangkan hematuria mikroskopik

dijumpai hampir pada semua kasus. Urin tampak coklat kemerahan seperti warna teh tua atau warna

koka kola. Hematuria biasanya timbul dalam minggu pertama dan berlangsung beberapa hari.

Hematuria mikroskopik dapat berlangsung lama, umumnya menghilang setelah 6 bulan timbulnya

gejala-gejala.2,6

Hipertensi merupakan salah satu gejala utama yang terdapat pada 60-70% kasus GNAPS,

biasanya ringan atau sedang. Timbulnya pada minggu pertama dan umumnya menghilang

bersamaan dengan hilangnya gejala klinik yang lain. Sekitar 1-5% dapat terjadi hipertensi berat

disertai ensepalopati. Mekanisme terjadinya hipertensi belum jelas, kemungkinan besar disebabkan

karena adanya retensi natrium dan air akibat penurunan filtrasi glomerulus, sehingga menyebabkan

ekspansi volume plasma.6,7

Bendungan sirkulasi dapat terjadi pada GNAPS yang ditandai dengan adanya takipneu,

dyspneu akibat edema paru atau efusi pleura. Dapat pula terjadi dekompensasio kordis ditandai

takikardi, hepatomegali, irama gallop. Bendungan sirkulasi dapat terjadi akibat peningkatan volume

plasma dan cairan ekstraseluler.

Oliguria dapat terjadi pada 5-10% kasus GNAPS dengan produksi urin kurang dari 350

ml/m2/hari. Oliguria terjadi karena penurunan fungsi ginjal atau timbul kegagalan ginjal akut. Oliguria

biasanya timbul pada minggu pertama dan biasanya menghilang bersamaan dengan timbulnya

diuresis pada akhir minggu pertama. Anuria jarang terjadi, apabila persisten menunjukan bahwa

24

Page 25: Laporan Kasus GGA Pd GNAPS

problem yang mendasarinya adalah berat seperti obstruktif nefropati atau glomerulonefritis progresif

cepat. Walaupun demikian terdapat kasus-kasus anuria dua hari atau lebih yang sembuh sempurna.7

Selain gejala-gejala utama diatas, kadang-kadang dijumpai gejala umum seperti lelah,

malaise, letargi dan anoreksia. Gangguan tersebut biasanya menghilang dalam minggu pertama

setelah istirahat di tempat tidur. Gejala gastrointestinal seperti nausea, sakit perut, konstipasi jarang

ditemukan. Gejala pucat disebabkan anemia karena proses dilusi dan edema yang menekan kapiler-

kapiler.

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Urinalisa

Jumlah urin biasanya berkurang dan berawarna gelap atau coklat (seperti air cucian daging).

Hematuria biasanya terdapat pada hampir semua pasien dapat secara makroskopik maupun

mikroskopik. Toraks eritrosit didapatkan pada 60-85% kasus yang menunjukkan adanya perdarahan

glomerulus. Pada penderita GNAPS mungkin pula memberikan gejala-gejala leukosituria, toraks

hialin dan torak glomeruler. Proteinuria biasanya tidak melebihi +2, secara kuantitatif pada umumnya

kurang dari 2 gram/m2/24 jam. Pada kasus proteinuria +3 harus dipertimbangkan adanya gejala

sindroma nefrotik atau akibat hematuria makroskopik. Hilangnya proteinuria tidak selalu bersamaan

dengan hilangnya gejala-gejala klinik sebab lamanya proteinuri bervariasi antara beberapa minggu

sampai beberapa bulan. Sebagai batas 6 bulan, bila lebih dari 6 bulan masih terdapat proteinuria,

disebut proteinuria persisten yang menunjukkan suatu glomerulonefritis kronik sehingga memerlukan

biopsi ginjal untuk membuktikannya.6,8

Fungsi ginjal

LFG pada umumnya berkurang dan pengurangan ini biasanya sejajar dengan beratnya

kerusakan secara histologis. Menurunnya LFG terjadi akibat tertutupnya permukaan glomerulus

dengan deposit kompleks imun. Kadar ureum dan kreatinin serum umumnya meningkat pada fase

akut tetapi kemudian akan kembali normal. Pada sejumlah kecil kasus dapat disertai azotemia berat

disertai peningkatan fosfat, hiperkalemia, hipokalsemia dan asidosis metabolik7

Darah

Anemia normokrom normositer dapat terjadi yang disebabkan hemodilusi. Beberapa peneliti

melaporkan adanya pemendekan masa hidup eritrosit, trombositopenia, peningkatan fibrinogen,

faktor VIII dan aktivasi plasmin. Jumlah leukosit pada umumnya normal atau dapat pula sedikit

meningkat dan jumlah trombosit pada umumnya normal. Laju endap darah (LED) pada umumnya

25

Page 26: Laporan Kasus GGA Pd GNAPS

meninggi pada fase akut dan menurun sesudah gejala klinik menghilang. Walaupun demikian LED

tidak dipakai sebagai parameter sembuhnya GNAPS karena terdapat kasus-kasus GNA dengan LED

tinggi walaupun gejala-gejala klinik sudah tidak ada.7

Kadar albumin dan protein total serum pada umumnya sedikit menurun yang disebabkan

proses dilusi. Menurunnya kadar albumin serum berbanding terbalik dengan jumlah deposit imun

kompleks pada mesangial glomerulus.

Bakteriologi

Pemeriksaan bakteriologi penting untuk mengisolasi dan mengidentifikasi kuman

streptokokus. Biakan mungkin hasilnya negatif bila pasien telah diberi antimikroba. Pemeriksaan

bakterologi ini hanya bersifat mendukung adanya infeksi streptokokus sebelumnya, tetapi tidak dapat

memastikan diagnosis GNAPS karena sebagian besar penderita menunjukkan hasil negatif dan

adanya hasil yang positif tidak menjamin mempunyai sifat nefritogenik, mungkin hanya infeksi

sekunder dipengaruhi pemberian antibiotika.

Serologi

Pada pemeriksaan serologi dijumpai adanya peningkatan titer antibodi tehadap produksi

antigen ekstraseluler streptokokus. Kenaikkan titer antibodi ini dapat diukur dengan tes streptosim

yaitu antistreptolisin-O (ASTO), antistreptokinase (ASKase), antihialuronidase (aHase),

antideoksiribonuklease-B (anti-DNase-B), antinikotiniladenin dinukleotidase (ANADase) yang

digunakan untuk memastikan infeksi streptokokus sebelumnya. Titer ASTO adalah yang diukur

karena mudah dititrasi dan biasanya diperiksa pada akhir minggu pertama atau permulaan minggu

kedua oleh karena ASTO meningkat pada waktu-waktu tersebut. Kenaikan titer ASTO timbul 10-14

hari setelah infeksi streptokokus, mencapai puncak pada minggu ke 4 dan tetap tinggi beberapa

bulan.4

Respon imunologi terhadap infeksi streptokokus pada faringitis berbeda dengan yang

terdapat pada kulit. Sebagian besar anak-anak (95%) dengan faringitis akan berespon dengan

peningkatan antibodi terhadap antigen multipel. Pada infeksi kulit atau piodermi, titer ASTO jarang

meningkat karena perubahan atau inaktivasi streptolisin oleh lemak kulit akan tetapi titer anti-Dnase-

B tetap meningkat pada 90-95% kasus. Pengukuran titer setiap dua minggu akan menunjukkan

perubahan level dan akan memberikan kemaknaan yang lebih baik bahwa infeksi sebelumnya

secara sementara berhubungan dengan glomerulonefritis.

Pemeriksaan imunologi

26

Page 27: Laporan Kasus GGA Pd GNAPS

Kadar C3 rendah pada hampir semua pasien dalam 2 minggu pertama, tetapi C4 normal

atau sedikit meningkat, sedangkan kadar properdin menurun pada 50% kasus. Keadaan tersebut

menunjukkan adanya aktivasi jalur komplemen. Keadaan tersebut menunjukkan adanya aktivasi jalur

aktif komplemen. Penurunan C3 sangat mencolok pada pasien GNAPS, sering kadarnya sekitar 20-

40mg/dl (normal: 80-170 mg%). Tetapi penurunan C3 tidak berhubungan dengan parahnya penyakit

dan kesembuhan. Kadar komplemen akan mencapai normal kembali dalam waktu 8-10 minggu,

sehingga pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan secara serial. Pengamatan itu memastikan diagnosis,

karena glomerulonefritis lain juga menunjukkan penurunan kadar C3 tidak berlangsung lama. 9

Biopsi Ginjal

Biopsi ginjal jarang diindikasikan pada anak-anak dengan GNAPS, tetapi sebaiknya

dipertimbangkan pada keadaan sebagai berikut pada onset dengan gejala yang atipikal seperti

adanya anuria, sindroma nefrotik, azotemia yang nyata, tidak ada bukti serologis yang menunjukkan

adanya infeksi streptokokus sebelumnya. Dan terlambatnya penyembuhan dengan kadar C3 yang

menurun secara persisten, hipertensi yang bermakna dan hematuria makroskopik setelah 3 minggu

atau proteinuria yang persisten atau tanpa hematuria setelah 6 bulan. Hematuria mikroskopik selama

lebih dari 1 tahun mungkin muncul dan sebaiknya diindikasikan untuk biopsi ginjal.10

Pemeriksaan Radiologis

Pada foto toraks dapat ditemukan kardiomegali, bendungan paru dan efusi pleura.

Manifestasi klinis ini kemungkinan disebabkan adanya kongesti sirkulasi sentral sekunder sebagai

bagian dari venokonstriksi perifer dan hipervolemia. Menurut penelitian Albar dkk, didapatkan

gambaran radiologis sebagai berikut: kardiomegali (84,1%), bendungan sirkulsi (68,2%), efusi pleura

(65,9%) dan edema paru (48,9%).10

Elektrokardiografi

Bila tidak terdapat hiperkalemi, perubahan-perubahan pada EKG biasanya tidak spesifik,

umumnya berupa elevasi atau depresi segmen ST dan gelombang T terbalik. Bila terdapat

hiperkalemia akan didapatkan gambaran EKG berupa gelombang T yang runcing yang merupakan

gejala awal manifestasi pada jantung, walaupun hal ini tidak selalu terlihat. Penemuan selanjutnya

dapat berupa pemanjangan PR interval, gelombang P yang mendatar, pelebaran kompleks QRS,

perubahan segmen ST, takikardia ventrikuler dan fibrilasi ventrikel terminal.10

27

Page 28: Laporan Kasus GGA Pd GNAPS

DIAGNOSIS

Diagnosis GNAPS dicurigai pada pasien dengan gejala klinik yang akut dengan adanya

gross hematuria, edema dan gagal ginjal akut dikuti dengan infeksi streptokokus sebelumnya.

Urinalisa menunjukkan karakteristik untuk glomerulonefritis, bukti-bukti laboratorium tentang infeksi

streptokokus sebelumnya dan rendahnya kadar komplemen C3 mendukung diagnosis.

DIAGNOSIS BANDING

Banyak kelainan ginjal yang menyerupai GNAPS, meliputi nefritis IgA dan beberapa

glomerulonefritis kronik, nefritis Henoch-Schonlein (NHSP), nefritis familial. Anak-anak dengan IgA

nefropati sering kali muncul dengan gross hematuri yang tiba-tiba diikuti dengan infeksi saluran nafas

bagian atas, hal ini sering dibingungkan dengan GNAPS. Apabila episode hematuria mikroskopik,

yang terjadi bersamaan atau hanya dalam waktu 2-5 hari setelah suatu infeksi saluran nafas atas

maka lebih dicurigai suatu Nefropati IgA. Pada keadaan ini jarang didapati hipertensi ataupun

edema. Pada nefropati IgA biasanya dengan gejala hematuria mikroskopik atau proteinuria yang

persisten atau rekuren. Sedangkan hematuria mikroskopik pada GNAPS biasanya tidak rekuren dan

tidak menetap melebihi 6 bulan.6,17

Apabila dijumpai gejala arthralgia, arthritis, karditis, keterlibatan hepar dan perdarahan

saluran cerna, kurang mendukung diagnosis GNAPS. Harus dipikirkan bentuk glomerulonefritis lain

seperti nefritis lupus atau nefritis Henoch-Schonlein. Pada keadaan ini tidak terbukti infeksi

streptokokus dan kadar komplemen serum normal. 6

MPGN memiliki gejala yang sama dengan GNAPS, namun gejala awal penyakit biasanya

lebih berat dengan fungsi ginjal yang sangat berkurang, serta perjalanan penyakit berlangsung

kronis. Pada evaluasi lanjutan didapati hipokomplemenemia menetap, dimana penurunan

komplemen tidak membaik dalam waktu 8 minggu.1,2

Glomerulonefritis progresif cepat adalah glomerulonefritis dengan gambaran histopatologik

adanya bentukan cresent (bulan sabit) yang menunjukkan prognosis yang buruk.1,2 Penyebabnya

bisa paska infeksi streptokokus. Namun gambaran klinis biasanya berat dan cepat memburuk serta

penyembuhan penyakit berlangsung lama.

GNAPS harus dibedakan dari glomerulonefritis kronik eksaserbasi akut. Penderita dapat

mengalami episode hematuria makroskopik, hipertensi atau azotemia. Biasanya ditemukan riwayat

gejala penyakit ginjal atau gambaran gagal ginjal kronik antara lain retardasi pertumbuhan atau

osteodistrofi ginjal.6

28

Page 29: Laporan Kasus GGA Pd GNAPS

PENATALAKSANAAN

Beratnya manifestasi klinis dari penderita GNAPS sangat bervariasi, sehingga tidak semua

pasien memerlukan perawatan di rumah sakit. Perawatan di rumah sakit hanya dianjurkan untuk

anak yang menderita hipertensi, edema yang berat, oliguria, penurunan fungsi ginjal yang berat,

adanya tanda dan gejala uremia atau dengan muntah-muntah hebat dan letargis.

Terapi bersifat supportif dan simptomatik terhadap gejala serta komplikasi dari nefritis akut.

Jika terdapat bukti infeksi streptokokus, penderita GNAPS harus mendapat terapi antibiotika

antistreptokokus. Antibiotika pilihan untuk golongan streptokokus grup A adalah penisilin (penisilin

prokain 50.000 UI/kg/hari) atau eritromisin (50 mg/kg/hari dibagi 3 dosis) selama 10 hari, alternatif

lain seperti klindamisin atau sefalosporin. 2,3,8 Tujuan terapi antibiotika ini adalah untuk

mengeradikasi kuman dan membatasi penyebaran bakteri nefritogenik, namun tidak mempengaruhi

perjalanan penyakit serta prognosis nefritis.7,13

Untuk mengatasi hipervolemia yang terjadi pada penderita GNAPS, diperlukan

penatalaksanaan dengan diuretika serta restriksi cairan. Diuretik loop seperti furosemid (1-2

mg/kg/kali), bekerja di loop henle ascendens. Diuretika golongan ini menghambat sistem transport

lumen, dan menghalangi reabsorbsi natrium dan klorida, dimana sampai 25% dari natrium yang

difiltrasi beserta air dapat diekskresi.15

Restriksi cairan sangat penting untuk penatalaksanaan hipertensi ringan, menghilangkan

edema dan kongesti sirkulasi. Masukan cairan dibatasi sesuai jumlah insensible water loss (IWL)

untuk mengimbangi kebutuhan cairan ketika terapi dengan diuretik. Sedangkan pada penderita

dengan oligouri kurang memberi respon dengan diuretik dan pembatasan cairan sehingga cairan

harus dibatasi ketat untuk mengatasi edema dan hipervolemia.6,13

Efek penghambat ACE adalah menghalangi konversi angiotensin I menjadi angiotensin II

melalui penghambatan aktivitas enzim konvertase, sehingga mengurangi produksi aldosteron serta

menurunkan resistensi pembuluh darah sistemik sehingga menurunkan tekanan darah. Captopril

adalah salah satu penghambat ACE. Captopril akan menurunkan resistensi vaskular dan

meningkatkan kapasitas vena, sehingga curah jantung meningkat dan tekanan pengisian jantung

menurun. Selain itu dapat memberikan efek diuresis ringan karena aliran darah ginjal yang

meningkat serta berkurangnya aldosteron. Dosis yang diberikan 0,3 mg/kg/hari dibagi 2-3 dosis.

Terapi antihipertensi dapat diteruskan dengan dosis maintenans apabila diperlukan.12

Pembatasan aktivitas dilakukan selama fase awal, terutama bila ada hipertensi, gross

hematuria dan edema berat. Tirah baring dapat menurunkan derajat dan durasi gross hematuria.

29

Page 30: Laporan Kasus GGA Pd GNAPS

Pembatasan bahan makanan (restriksi cairan, diet rendah garam, rendah protein) tergantung kepada

beratnya edema, gagal ginjal dan hipertensi.7

KOMPLIKASI

Komplikasi GNAPS terutama terjadi pada fase akut berupa edema paru akut, gagal jantung

kongestif, hipertensi ensefalopati atau gagal ginjal akut.

1. Edema paru akut

Secara klinik edema paru merupakan gejala yang paling sering ditemukan akibat kongesti

pembuluh darah paru. Edema paru dapat bersifat asimptomatik dan hanya diketahui dengan

pemeriksaan radiologi berupa densitas paru bertambah difus, terutama sekitar hilus atau tampak

bercak bercak yang tidak teratur dikedua lapangan paru. Bila bersifat simptomatik maka timbul gejala

gejala edema paru berupa batuk, sesak nafas sampai sianosis. Pada pemeriksaan fisik terdengar

ronkhi basah kasar atau basah halus. Edema paru dapat diatasi dengan pemberian diuretik misalnya

furosemide atau kalau tidak berhasil dilakukan peritoneal dialisis.7

2. Gagal jantung kongestif

Gagal jantung kongestif jarang terjadi pada anak (<5%) dibandingkan populasi dewasa

(43%).7,10,11 Pada gagal ventrikel kiri atau bendungan vena pulmonal, dapat ditemui gejala dan tanda

perubahan fungsi respirasi, antara lain takipnea, wheezing, ronkhi, sianosis, dispnea serta batuk.

Keadaan ini biasanya mendahului kongesti vena sistemik. Apabila telah terjadi gagal ventrikel kanan

maka akan terjadi bendungan vena sistemik dengan gejala dan tanda bendungan vena sistemik

antara lain hepatomegali, refluks hepatojugular, dilatasi dan peningkatan pulsasi vena jugularis serta

edema perifer. Gejala kongesti pulmonal bersama gejala kongesti vena sistemik menunjukkan

kegagalan kedua ventrikel, sehingga menjadi gagal jantung kongestif.14

Penatalaksanaan terhadap gagal jantung kongestif bertujuan antara lain menghilangkan

gejala bendungan vena pulmonal dan sistemik, memperbaiki penampilan miokardium, serta

menghilangkan penyakit yang mendasari. Tujuan ini dicapai dengan cara manipulasi terhadap

peningkatan beban volume dan beban tekanan yang mendasari serta terhadap penampilan

miokardium sendiri.14

Tirah baring diperlukan pada penderita dengan penyakit akut yang berat untuk mencegah

komplikasi. Dengan adanya gagal jantung kongestif, penderita diposisikan setengah duduk yaitu

kepala dan bahu ditinggikan dengan ganjalan bantal sehingga membentuk sudut 450 dengan dasar

(posisi semi Fowler), ditambah ganjalan untuk meninggikan lutut dalam keadaan fleksi. Tujuannya

30

Page 31: Laporan Kasus GGA Pd GNAPS

adalah mengurangi aliran balik ke jantung kanan sehingga mengurangi beban jantung dan

memperbaiki fungsi paru-paru.13,17,18

3. Ensefalopati hipertensi (EH)

EH adalah suatu keadaan hipertensi berat yang terjadi secara akut dan menimbulkan gejala-

gejala serebral mulai dari sakit kepala, mual, muntah-muntah, gangguan penglihatan, kejang-kejang

sampai kesadaran menurun. Hipertensi ensefalopati hanya ditemukan pada 5% kasus.2,6 Biasanya

ditandai dengan sakit kepala, muntah, bingung, penurunan kesadaran, kejang, agitasi, afasia atau

kebutaan sementara. Hipertensi ensefalopati dapat terjadi pada penderita dengan edema atau

kelainan urin yang minimal. EH terjadi bila tekanan darah diastolik > 120 mmHg dan tekanan darah

sistolik > 180 mmHg atau pada setiap tingkat hipertensi yang disertai gejala-gejala ensefalopati.

Langkah pertama penanganan EH ini adalah menurunkan tekanan darah secepat mungkin. Hal ini

dapat dicapai dengan pemberian obat-obat anti hipertensi seperti nifedipin dan klonidin. Nifedipin

sublingual 0,1 mg/kgbb, lasix 1 mg/kgbb/kali 2x//hari, nifedipin dapat dinaikkan 0,1 mg/kgbb/kali

setiap 5 menit pada 30 menit pertama, lalu setiap 15 menit pada 1 jam, selanjutkan tiap 30 menit

(max 10 mg/kali). Klonidin drip 0,002 mg/kg/8 jam dalam 100 cc D5% 12 tetes mikro (max 0,006

mg/kg/bb) + lasix 1 mg/kgbb/kali.1,7

4. Gagal ginjal akut (GGA)

Penurunan fungsi ginjal biasanya ringan sampai sedang dengan meningkatnya kadar

kreatinin (45%). Walaupun GGA pada GNAPS tidak sering terjadi tetapi kenyataannya terjadi pada

fase akut harus diwaspadai mengingat penanganan yang terlambat dapat menyebabkan kematian

penderita. Perhatian terutama ditujukan terhadap kesimbangan cairan, pemberian kalori, asam basa,

elektrolit, kejang, penanganan hipertensi, dan anemia.1,2,7

4.1. Terapi cairan dan kalori

Pada penderita GGA renal harus dilakukan retriksi cairan. Pemberian cairan harus diperhitungkan

berdasarkan insensible water lose (IWL) + jumlah urin 1 hari sebelumnya + cairan dari muntah,

feses, selang nasogatrik dan lain-lain. Dikoreksi jika ada kenaikan suhu tubuh setiap 10C sebanyak

12%. Perhitungan IWL dapat dilakukan berdasarkan caloric expenditure yaitu sebagai berikut:

Berat badan

0-10 kg: 100 kal/kgBB/hari

11-20 kg: 1000 kal + 50 kal/kgBB/hari diatas 10 kgBB

>20 kg: 1500 kal + 20 kal/kgBB/hari diatas 20 kgBB

Jumlah IWL = 25 ml per 100 kal

31

Page 32: Laporan Kasus GGA Pd GNAPS

Cairan sebaiknya diberikan peroral kecuali jika pasien sering muntah diberikan infus. Pada pasien

dengan overload cairan, pemberian cairan perlu dikurangi sesuai dengan beratnya overhidrasi. Jenis

cairan yang dipakai adalah pada pasien anuria glukosa 10-20% dan pada pasien dengan oliguria

glukosa 10%-NaCl=3:1. Bila dipakai vena central dapat diberikan larutan glucosa 30-40%. Jumlah

kalori minimal untuk mencegah terjadinya katabolisme 400 kal/m2/hari. Pendapat lain menyebutkan

jumlah kalori minimal adalah 50-60 kal/kgBB/hari. Bila terapi konservatif berlangsung selama lebih

dari 3 hari harus dipertimbangkan pemberian emulsi lemak dan protein 0,5-1 g/kgBB/hari. Pemberian

protein kemudian disesuaikan sesuai dengan jumlah diuresis.1,2,7

4.2. Terapi gangguan asam dan basa

Bila hasil pemeriksaan analisis gas darah menunjukkan hasil asidosis metabolik, dikoreksi dengan

cairan natrium bikarbonat sesuai hasil analisis gas darah yaitu base ekses x berat badan x 0,3 mEq,

atau kalau hal ini tidak memungkinkan dapat diberikan koreksi buta 2-3 mEq/kgBB/hari setiap 12

jam. 1,2,7

4.3. Koreksi gangguan elektrolit

Hiponatremia

Hiponatremi (Natrium < 130 mEq/L) sering ditemukan karena pemberian cairan yang berlebihan

sebelumnya dan cukup dikoreksi dengan retriksi cairan. Koreksi natrium dilakukan jika hiponatremia

kurang dari 120 mEq/L yang tidak respon dengan retriksi cairan atau disertai dengan gejala serebral.

Dosis yang diperlukan (140-Na serum)x BB x 0,6= mEq. Natrium diberikan hanya separuhnya untuk

mencegah terjadinya hipertensi dan overload cairan. Pendapat lain menganjurkan pemberian Na

serum cukup sampai Na 125 Meq/L sehingga pemberian Na=(125-Na serum) x 0,6 x BB

Hiperkalemia

Penanganan hiperkalemia dilakukan dengan menurunkan kadar kalium dengan merangsang

pengeluaran kalium dari dalam tubuh. Selain itu penting juga agar penderita tidak makan makanan

yang mengandung kalium dan harus hati-hati bila memberikan transfusi karena darah merupakan

sumber kalium.

Gejala berat biasanya timbul pada kalium > 7,5mEq/L, namun keadaan hipokalsemia dan asidosis

dapat meningkatkan toksisitasnya, sehingga kadar kalium >5,8 Meq/L tanpa gejala apapun harus

diterapi dengan pemberian Na-polistiren sulfonat resin (kayeksalat) peroral atau perektal. Jika

gelombang T runcing muncul, natrium bikarbonat dapat digunakan karena dapat memindahkan

dengan cepat kalium ke dalam sel. Meskipun demikian terapi ini sebaiknya digunakan dengan hati-

hati karena perubahan yang cepat pada pH serum akan mengurangi konsentrasi kalsium ion

32

Page 33: Laporan Kasus GGA Pd GNAPS

(khususnya apabila pasien dalam keadaan hiperfosfatemia) dan akan mencetuskan spasme

karpopedal dan kejang.

Bila kadar K>7mEq/L atau jika ada kelainan EKG atau jika ada aritmia jantung maka kalsium

glukonas 10% digunakan (dengan monitoring EKG) dengan dosis 0,5-1 ml/kgBB iv dalam 10-15

menit, natrium bikarbonat 7,5% 1-2 mEq/kgBB iv dalam 10-15 menit. Kalsium glukonas dapat

meningkatkan potensial ambang sel yang sensitif karena itu akan menghalangi efek hiperkalemi di

otot jantung. Kemudian dapat diikuti dengan pemberian glukosa dan insulin yang ,meningkatkan

pengambilan kalium intra seluler.

Efikasi B-agonis (albuterol nebulizer) untuk mengoreksi hiperkalemia telah digunakan pada orang

dewasa yang dilakukan hemodialisis, tertapi pada anak masih jarang.

Na-polistiren sulfonat (kayesalat), suatu penukar ion yang akan menukar ion K dari dalam tubuh

diganti dengan ion natrium. Obat ini dapat diberikan dengan 2 cara: peroral, obat dicampur dengan

2-4 ml sorbitol 70% atau per rektal dicampur dengan 10 cc/kgbb sorbitol 25-30% atau dekstrose 10%

diamkan selama 30-60 menit. Bila masih hiperkalemi dapat diulang tiap 2-4 jam.

Hiperfosfatemia

Bila ringan tidak perlu diterapi, bila berat dapat diberikan kalsium karbonat sebagai pengikat fosfat.

Dosis yang dianjurkan 300-400 mg/kgBB oral. Sebaiknya kadar fosfat dipertahankan antara 5-6

mg/dl

Hipokalsemia

Tidak perlu diterapi kecuali bila ada tetani. Bila ada tetani dapat diberikan Ca-glukonas 10% dosis

0,5-1 ml/kgBB iv pelan-pelan

4.4. Asam urat serum

Asam urat serum dapat meningkat 10-25mg%, kadang-kadang sampai 50mg% untuk itu perlu

diberikan allupurinol dengan dosis 100-200 mg/hari pada anak umur 8 tahun dan 200-300 mg/hari di

atas 8 tahun.

4.5. Anemia

Transfusi dilakukan bila kadar Hb<6g% atau Ht < 20%. Sebaiknya diberikan packed red cell

(10cc/kgBB) untuk mengurangi penambahan volume darah dengan tetesan lambat 4-6 jam (lebih

kurang 10 tetes/menit) 1,2,7

4.6. Terapi pengganti ginjal

33

Page 34: Laporan Kasus GGA Pd GNAPS

Umumnya penderita yang tidak menunjukkan gejala oliguria atau katabolik, tidak perlu dilakukan

dialisis/hemofiltrasi. Indikasi dialisis pada anak dengan GGA: 1,2,7,19,20

1. Kadar ureum darah >200mg%

2. Hiperkalemi > 7,5mEq/L

3. Bikarbonat serum< 12 mEq/L

4. Adanya gejal-gejala overhidrasi; seperti edema paru, dekompensasi jantung dan hipertensi

yang tidak dapat diatasi dengan obat-obatan.

5. Perburukan keadaan umum dengan gejala uremia berat: perdarahan, kesadaran menurun

sampai koma.

Dialisis dapat dilakukan dengan dialisis peritoneal atau hemodialisis. Diálisis peritoneal mudah

dilakukan di daerah terpencil. Karena itu diálisis peritoneal lebih banyak dipakai pada anak19,20. Pada

tinjauan pustaka ini akan dibahas mengenai terapi pengganti ginjal dengan hemodialisis.

4.6.1. Peritoneal dialisis

Dialisis peritoneal merupakan salah satu terapi pengganti ginjal untuk penderita gagal ginjal

tergantung pada keadaan klinis dan laboratories penderita tersebut.20,21

Dialisis peritoneal (DP) sudah dikenal sejak Ganter (1923) melakukan pertama kali pada seorang

pasien uremia karena karsinoma uteri. Namun metode ini kurang diterima di klinik mengingat

banyaknya komplikasi seperti peritonitis, gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit serta

komplikasi-komplikasi teknis lainnya.21

Metode Dialisis Peritoneal ini mulai dikenal sejak Maxwell dkk (1959) memperkenalkan tehnik

modern intermittent dialysis. Pembaharuan dalam hal tehnik dan penggunaan antibiotika serta

tersedianya peralatan dan cairan dialysis menjadikan metode ini semakin terkenal dan banyak

digunakan di klinik dan dianggap sebagai tindakan yang aman. DP ternyata tidak hanya efisien pada

orang dewasa tetapi juga merupakan pilihan utama pada indikasi tertentu pada bayi dan anak. 20

A. Peritoneum sebagai alat dialisis

Peritoneum terdiri dari membran yang tipis yang menghubungkan organ-organ abdomen dan

sebagai bagian dari dinding perut. Lapisan peritoneum berlanjut dan menutupi rongga potensial

disebut sebagai rongga peritoneum. Permukaan peritoneum terdiri dari kapiler halus berbentuk jala

tertanam dijaringan interstisial dan dilapisi oleh sel-sel mesotel. Agar suatu zat dapat lewat dari darah

didalam kapiler peritoneum ke dalam rongga peritoneum harus melewati endotel kapiler, membrane

34

Page 35: Laporan Kasus GGA Pd GNAPS

basal interstitium, mesotel dan tahanan lain di dalam kapiler dari rongga peritoneum akibat adanya

darah dan cairan dialisat (stagnant fluid film).20,21

Total luas permukaan peritoneum dihubungkan dengan berat badan anak lebih besar

dibandingkan orang dewasa. Luas rata-rata permukaan peritoneum anak : 383 cm/kgbb (281-488)

dibandingkan orang dewasa 177 cm (131-206), namun tidak semua permukaan peritoneum bisa

berfungsi sebagai alat dialysis.20,21 Pertukaran bahan-bahan antara cairan dialysis dalam rongga

peritoneum dan sirkulasi darah melewati membrane peritoneum berlangsung dengan dua cara yang

terjadi bersamaan, yaitu :

1. Difusi

2. Transpor secara konfektif

Difusi bahan-bahan yang larut melewati membran peritoneum ditentukan oleh derajat/tingkat

konsentrasi bahan-bahan terlarut melewati dua sisi permukaan peritoneum. Proses difusi bahan-

bahan terlarut melewati dua sisi permukaan peritoneum. Proses difusi bahan-bahan terlarut, proses

transpornya terjadi dalam dua arah; ureum dan kreatinin, toksin, demikian juga elektrolit (seperti

kalium) bergerak dari cairan dialysis ke darah. Karena cairan dialysis hipertonik dibandingkan

dengan plasma, hal ini mendorong bergeraknya air dari darah ke cairan dialysis dalam rongga

peritoneum (ultrafiltrasi).

Berpindahnya bahan-bahan terlarut sebagai akibat transport dengan air secara ultrafiltrasi disebut

sebagai transport konfektif (convective transport).

Perpindahan bahan-bahan dengan berat molekul lebih besar seperti protein, sangat baik secara

proses konfektif. Bertambahnya protein peritoneal dihubungkan dengan meningkatnya proses

ultrafiltrasi. Ultrafiltrasi cairan selama dialysis peritoneal dipengaruhi oleh dua hal yaitu ; volume

dialisat dan konsentrasi bahan osmotis (dekstrosa) yang dipakai. Oleh karena itu cairan dialisat

dengan dektrosa 4.2% lebih efisien daripada cairan dialisat dekstrosa 1.5% dan memakai 40 ml/kgbb

pertukaran volume ultrafiltrasi yang dicapai lebih besar daripada 30 ml/kgbb volume dialisat.20,21

B. Indikasi dialisis peritoneal

Dialisis peritoneal pada gagal ginjal20,21

Gagal ginjal akut

Dialisis peritoneal yang dilakukan dini, pada pasien dengan gejala uremia dan perubahan biokimia

belum berat mempunyai hasil yang lebih baik maka para klinisi memilih mengadakan dialysis dini

sebelum gejala uremia berat timbul dan keadaan umum yang sudah jelek. Pada umumnya dialysis

peritoneal untuk pasien gagal ginjal akut dilakukan dengan indikasi sebagai berikut :

35

Page 36: Laporan Kasus GGA Pd GNAPS

a. Indikasi klinis

- Sindrom uremia yang mencolok yaitu ; muntah-muntah, kejang, kesadaran menurun

sampai koma

- Kelebihan cairan yang menimbulkan gagal jantung, edema paru dan hipertensi

- Asidosis yang tidak dapat dikoreksi dengan pemberian bikarbonat intravena

b. Indikasi biokimiawi

- Ureum darah > 200-300 mg/dl atau kreatinin 15 mg/dl

- Hiperkalemia > 7 mEq/L

- Bikarbonas plasma < 12 mEq/L

C. Pemasangan kateter Dialisis Peritoneal

Pada prinsipnya ada 3 cara dialisis peritoneal 21 :

1. Dialisis peritoneal intermiten (intermittent peritoneal perfusion) :

kateter peritoneal dimasukkan kedalam rongga peritoneum melalui bantuan trokar (kateter

otsuka) atau dimasukkan langsung (kateter abbott), didorong masuk ke rongga pelvis

dengan semua lubang yang ada pada kateter harus berada dalam rongga peritoneum.

Dengan cara ini cairan dibiarkan beberapa lama (30 menit) di rongga peritoneum kemudian

dikeluarkan lagi.

2. Dialisis peritoneal mandiri berkesinambungan (DPMB) = continous ambulatory peritoneal

dialisis (CAPD) :

Kateter silastik permanen (Tenckhoff) dipasang dikamar bedah dengan anestesi lokal/umum.

Pada prinsipnya sama dengan pemasangan stilet dengan menggunakan trokar khusus. Hal

ini dipakai pada pasien gagal ginjal kronik dengan membiarkan 4-6 jam dalam abdomen dan

pasien boleh pergi kemana-mana, kesekolah atau bekerja.

3. Dialisis peritoneal berkesinambungan (continous peritoneal perfusion) :

Dengan cara ini dilakukan pengaliran cairan dialisat ke rongga peritoneum secara terus

menerus melalui dua lobang pada dinding abdomen, satu untuk memasukkan dan satu lagi

untuk mengeluarkan cairan. Cara ini jarang dipakai karena menggunakan cairan yang

banyak sekali meskipun mengurangi kemungkinan infeksi.

Komplikasi20,21,22

1. Peritonitis

36

Page 37: Laporan Kasus GGA Pd GNAPS

2. Erosi kulit akibat pemasangan Kateter

3. Hipertensi

4. Anoreksia

4.6.2. Hemodialisa

Hemodialisis (HD) adalah: Suatu proses pemisahan zat-zat tertentu (toksin uremik) dari darah,

melalui membran semipermeabel di dalam ginjal buatan yang disebut dialiser, dan selanjutnya

dibuang melalui cairan dialisis yang disebut dialisat.23,24,25,26,27

Indikasi HD.23,27

Dialisis Akut

Indikasi: tergantung dari progresivitas dan beratnya penyakit. Dialisis akut dilakukan pada GGA

bila disertai gejala:

Kelebihan cairan, seperti pada edema paru, CHF, hipertensi yang resisten terhadap obat

hipertensi, dan membantu pengeluaran cairan pada pasien oliguria/anuria.

Keadaan serius yang mengancam hidup atau gangguan metabolik yang tidak dapat dikontrol

dengan obat.

Persiapan Hemodialisa.23 :

1. Pasien

a. Persiapan mental

Memberitahu pada pasien bahwa akan dilakukan HD

Memberi penjelasan dan motivasi mengenai proses HD dan komplikasi yang mungkin

terjadi selama HD.

b. Persiapan fisik: BB, KU, vital signs, dll

c. Mengisi izin hemodialisa (informed consent)

2. Mesin Hemodialisa

3. Dialisat: adalah cairan yang digunakan pada proses HD, terdiri dari campuran air dan elektrolit

yang mempunyai konsentrasi hampir sama dengan serum normal dan mempunyai tekanan

osmotik yang sama dengan darah.

a. Komponen-komponennya:

37

Page 38: Laporan Kasus GGA Pd GNAPS

Bufer bikarbonat

Kalsium dengan kadar rendah (1.25 mmol L-1) atau standar

Konsentrasi glukosa pada kadar fisiologis

Kontrol kualitas dialisat (germ dan endotoksin)

Fungsi Dialisat:

Mengeluarkan dan menampung cairan serta sisa-sisa metabolisme dari tubuh.

Mencegah kehilangan zat-zat vital dari tubuh selama dialisa.

4. Alat-alat dan obat.

Alat-alat: dyalizer (sesuai luas permukaan tubuh), blood line (sesuai permukaan tubuh), AV

fistula, cairan dialisat, infus set, abocath.

Obat-obatan: lidokain, betadin, heparin, dll.

Proses Pelaksanaan Hemodialisa.23,27

1) Menyiapkan Akses vaskular

Untuk menghubungkan sirkulasi darah dari mesin dengan sirkulasi sistemik.

Akses vaskular sementara: digunakan pada pasien GGA atau GGK sementara menunggu

akses tetap dapat dipergunakan, atau pada pasien dialisis peritonel dan transplantasi yang

memerlukan HD sementara.

1. Kanulasi vena perkutan (vein to vein catheterization)

2. Pirau ateriovenosa

Akses vaskular tetap:

1. Fistula arteriovenosa

2. Arteriovenosa graft

2) Antikoagulansia

Yaitu: obat yang diperlukan untuk mencega pembekuan darah selama hemodialisa.

Heparin: - Dosis initial: 10-20 IU/kg

38

Page 39: Laporan Kasus GGA Pd GNAPS

- Continuous infusion: 20-30 IU/kg/jam (500-2000 IU/jam)

Low molecular weight heparin: - Dosis initial: 1 mg/kg/bolus atau 25-100 IU/kg

3) Menyiapkan Prescription/setting HD

Frekuensi HD: 2-3 x/minggu dengan lama/durasi: 3-4 jam/sesión

1. Ultra Filtration Goal (UFG)

- Standar penurunan BW 1,5-2%/jam

- Tidak lebih dari 5% BW loss per whole session

- Memperhatikan berat badan kering pasien.

2. Ultra Filtration rate (UFR)

- Tidak melebihi 1,5 ±0,5% BW/jam

3. QB

- Extracorporeal blood flow rate harus cukup untuk mencapai target UFG

- Pada anak, QB= (BW(kg) + 10)x2,5 ml/min

- Total extracorporeal blood flow rate harusnya kurang dari 10% TBV (Total Blood Volume),

biasanya 8 ml/kg atau 150-200 ml/min/m2 (5-7 ml/min/kg)

- Dialisis session pertama: QB = 90 ml/m2 atau 3 ml/kg atau di bawahnya dengan durasi

tidak lebih dari 3 jam

4. QD

- Biasanya dalam range 300-800 ml/min (umumnya 500 ml/min)

5. Urea dyalitic Reduction Rate (URR)

URR= ratio post/pre HD, harusnya ≤ 0,35

URR= (selisih pre – post)/pre, harusnya ≥ 0,60

6. Kt/v mínimum target 1,2-1,4 Kt/v

Monitoring Hemodialisa:

Selama hemodialisa dilakukan monitoring tanda vital, seperti:

1. Arterial Blood Pressure

- Dimonitor dan dipertahankan antara 150-200 mmHg (tidak kurang dari

-150 mmHg)

2. Venous Return Pressure

- Dimonitor dan dipertahankan tidak melebihi +200 mHg)

39

Page 40: Laporan Kasus GGA Pd GNAPS

Contoh: HD untuk anak 20 kg (6 tahun)

HD 1: - QB= 3 ml/kg 60 ml

- Atau QB= (BW+10)x2,5 75

- UFR= 1-2% BW/jam 200-400 ml/jam

- UFG max 5% BW 1000 ml

- Heparin loading = 10-20 IU/kg 400 IU

- Continuous heparin= 20-30 IU/kg/jam 500 IU/jam 1500 IU/3 jam

- Durasi: 3 jam

HD selanjutnya, frekuensi 3 x/mgg

- QB dinaikkan bertahap 5-7 ml/min/kg 100-140 ml/min

Komplikasi HD. 23,27

1. Hipotensi: adalah komplikasi HD yang tersering karena volume darah pada anak relatif lebih

sedikit. Kondisi ini ditandai dengan mual-muntah yang tiba-tiba, kejang perut dan takikardi.

Hipotensi dapat diatasi segera dengan memberikan bolus cairan infus plasma ekspander

seperti: NaCL fisiologis, albumin atau manitol.

2. Sindrom disekuilibrium, yaitu: kumpulan gejala neurologis dan sistemik yang timbul selama

atau segera setelah HD. Manifestasi dini adalah: gelisah, sakit kepala, mual, muntah,

pandangan kabur dan twitching. Sindrom ini dapat dihindari dengan mengurangi kecepatan

pengeluaran zat-zat terlarut dengan mengurangi kecepatan aliran darah dan membatasi

lama dialisis, atau dengan memberi manitol.

Follow up Jangka Panjang 23,25,27

Pengawasan jangka panjang setiap apsien HD reguler sangat penting karena HD reguler ini dapat

mempengaruhi kualitas hidup optimal. Pengawasan tersebut berhubungan dengan aspek medis,

social dan professional, psikologis.

1. Aspek medis

Gangguan endokrin, malnutrisi, defisiensi imun, anemia, gangguan system kardiovaskuler dan

metabolisme.

2. Aspek sosial

3. Aspek psikologis

40

Page 41: Laporan Kasus GGA Pd GNAPS

Sering terjadi perubahan kepribadian, cenderung depresi, dsb.

Tabel 1. Perbandingan peritoneal dialisis dengan hemodialisis. 24

PROGNOSIS

Prognosis untuk jangka pendek sangat baik oleh karena 95% penderita GNAPS sembuh

dalam waktu 3 minggu. Sedangkan prognosis jangka panjang tergantung dari keadaan permulaan

penyakit. Bila penderita sembuh sempurna pada minggu pertama maka prognosis jangka panjang

juga baik.

41

Page 42: Laporan Kasus GGA Pd GNAPS

Pada kasus-kasus tertentu GNAPS dapat berlangsung kronik baik secara laboratorik

maupun secara histologik. Pada orang dewasa kira-kira 15-30% kasus masuk proses kronik

sedangkan pada anak 5-10% kasus menjadi glomerulonefritis kronik.

Kematian yang cepat sangat jarang terjadi (<1%), biasanya berhubungan dengan gagal

jantung dan azotemia.5 Pada sebagian anak dengan GNAPS dengan fase akut yang berat, juga

dapat terjadi hialinisasi glomerulus dan menjadi gagal ginjal kronik.7,12

Konsentrasi C3 serum harus diukur kembali 4-6 minggu setelah episode akut. Apabila

konsentrasi C3 serum tetap rendah, terutama dengan gejala yang menetap seperti hipertensi,

hematuria makroskopik, atau proteinuria massif, menjadi kecurigaan kuat untuk MPGN, dan

sebaiknya dilakukan konfirmasi dengan biopsi ginjal. 7,12

FOLLOW UP

Dengan adanya hematuria mikroskopik dan proteinuria persisten maka setiap GNAPS yang

sembuh dianjurkan follow up tiap 4-6 minggu selama 6 bulan pertama. Bila ternyata masih terdapat

hematuria mikroskopik atau proteinuria, follow up diteruskan tiap 3-6 bulan selama 1 tahun sampai

kedua kelainan itu hilang. Seterusnya urin diperiksa lagi setiap tahun. Bila sesudah 1 tahun masih

dijumpai hematuria mikroskopik dan atau proteinuria perlu dilakukan biopsi

Diuresis akan normal kembali pada hari ke 7-10 setelah awal penyakit, dengan

menghilangnya sembab dan secara bertahap tekanan darah menjadi normal kembali. Fungsi ginjal

membaik dalam waktu 1 minggu dan menjadi normal dalam waktu 3-4 minggu. Hematuria

mikroskopik dan oliguria menghilang dalam waktu 2-3 minggu, hipertensi dalam 4 minggu. Hematuria

mikroskopik biasanya menetap selama berbulan-bulan dan terbukti menetap selama 3 tahun pada

beberapa pasien. Proteinuria menghilang dalam beberapa bulan, apabila menetap maka difikirkan

apakah ada kesalahan pemeriksaan atau ada kronisitas.

42

Page 43: Laporan Kasus GGA Pd GNAPS

ANALISA KASUS

Telah dilaporkan suatu kasus glomerulonefritis akut paska infeksi streptokokus (GNAPS)

dengan komplikasi berat berupa gagal ginjal akut pada seorang anak laki – laki usia 8 tahun yang

dirawat di Bagian IKA RSMH Palembang dari tanggal 6 Januari sampai 6 Februari 2012. Diagnosis

ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis

didapatkan riwayat infeksi saluran nafas 2 minggu sebelum masuk rumah sakit diikuti bengkak di

kelopak mata , BAK seperti air teh tua dengan jumlah yang sedikit, dan sakit kepala.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan edema palpebra, hipertensi stadium II. Pada pemeriksaan

penunjang didapatkan Darah rutin: Hb: 10,5 g/dl; Ht:31 vol%, WBC: 19,6x109 /L, Trombosit: 300x109,

LED: 12 mm/jam, DC: 0/0/0/80/17/3, eritrosit: 2.690.000/mm2, MCH: 30 picogram, MCV: 85

mikrogram, MCHC: 36%, retikulosit: 1,6%

Urin rutin: warna teh tua, sedimen: sel epitel (+), WBC : 10-15/LPB, RBC: 15-20/LPB, silinder

nokhtah 1-3/LPB, protein +, glukosa (-)

kimia klinik dan imunoserologi BSS: 92 mg/dl, Protein total 6,1 gr/dl, albumin 2,5 gr/dl,

globulin 3,6 gr/dl, kolesterol total 95 mg/dl, ASTO (+), CRP (+) LFG = 5,8 ml/m/173m2, Hasil

laboratorium C3 100 mg/dl ( N 80-150 mg/dl)).

Berdasarkan data-data ini didapatkan kesan penderita mengalami SNA yang disebabkan

oleh paska infeksi streptokokus B hemolyticus group A (GNAPS) dengan gagal gagal ginjal akut .

Penyebab SNA pada anak beraneka ragam, salah satu diantaranya yang paling sering adalah paska

infeksi streptokokus B hemolyticus yang nefritogenik. Untuk mencari penyebab dari SNA ini perlu

dilakukan pemeriksaan penunjang seperti biakan kerokan kulit. Pada kasus ini pemeriksaan ini tidak

dilakukan karena menurut kepustakaan tidak selalu ditemukan Streptokokus β hemolitikus yang

nefritogenik. Hal ini mungkin disebabkan penderita telah mendapat antibiotika sebelum MRS, juga

lamanya periode laten menyebabkan sukarnya ditemukan kuman streptokokus. Kemudian perlu

dilakukan pemeriksaan imunoserologi yaitu ASTO. Ada bermacam macam pemeriksaan serologi

yang dapat digunakan sebagai petunjuk adanya paska infeksi streptokokus B hemolyticus yang

nefritogenik seperti antistreptokinase (Ahase), antideoksiribonuklease-B (ADNase-B),

antikokotiladenin dinucleotidase (ANADase). Pada pasien ini hanya dilakukan pemeriksaan ASTO

dan hasilnya positif (>200 iu), Berdasarkan kepustakaan didapatkan peningkatan titer ASTO hanya

43

Page 44: Laporan Kasus GGA Pd GNAPS

ditemukan pada 50% pasien yang berhubungan dengan paska infeksi kulit (impetigo) dan hampir

95% paska infeksi tenggorokan. Respon titer ASO pada paska infeksi kulit sangat rendah

disebabkan karena efek lemak kulit yang menghambat antigenitas streptolisin O, akan tetapi titer

anti-Dnase-B tetap meningkat pada 90-95% kasus. Pemeriksaan gabungan titer ASO,

antihialuronidase dan anti-Dnase-B dapat mendeteksi adanya infeksi streptokokus sebelumnya pada

hampir 100% kasus.2,7 Pemeriksaan serial dengan interval 2-3 minggu mempunyai nilai yang lebih

bermakna daripada pemeriksaan tunggal. 12

Pemeriksaan lain yang perlu dilakukan adalah pemeriksaan komplemen. Pada pasien ini C3

normokomplemen. Keadaan ini disebabkan pada penderita proses perjalanan penyakit ketika

diperiksa kadar C3 memasuki minggu ke 4 dari onset. Berdasarkan kepustakaan bahwa kadar C3

menurun pada saat onset pada 80-90% pasien (di Indonesia 66,6%), dan akan kembali normal

dalam 4- 6 minggu setelah onset. 7

Pada pasien ini ini juga ditemukan anemia (Hb: 10,5 g/dl) akibat proses dilusi atau akibat

proses gross hematuri. Berdasarkan kepustakaan bahwa anemia yang terjadi pada penderita

GNAPS akibat proses dilusi oleh karena adanya overload cairan. Meskipun demikian anemia dapat

juga terjadi akibat adanya proses gross hematuri.13

Penurunan fungsi ginjal bisa dalam derajat ringan berupa insufisiensi ginjal sampai derajat

berat berupa gagal ginjal akut, dimana ini jarang terjadi (<1%). Pada pasien ini terjadi gagal ginjal

akut ( LFG = 5,8 ml/mnt/173m2 ). Berdasarkan kepustakaan bahwa laju filtrasi glomerulus pada

umumnya berkurang, dan pengurangan ini biasanya sejajar dengan beratnya kerusakan secara

histologis. Menurunnya laju filtrasi glomerulus akibat tertutupnya permukaan glomerulus dengan

deposit kompleks imun. Kadar ureum dan kreatinin serum pada umumnya meningkat pada fase akut,

tetapi kemudian akan kembali normal.7,12

Pada penderita dijumpai nilai ureum 359 kreatinin 14,7 dengan LFG 4,5. Hipertensi berat

yang tidak berespon dengan pengobatan, volume urin <240 ml/m2/24 jam, dan penderita tampak sakit

berat dan berdasarkan literature ini sudah merupakan indikasi dilakukan dialisis.2,5,6,12

Pada penderita kita lakukan terapi pengganti ginjal berupa hemodialisis (HD) dikarenakan

permasalahan alat untuk pemasangan kateterisasi yang saat itu tidak tersedia dan penderita

membutuhkan tindakan segera untuk mengatasi kegawatdaruratan pada penderita. Berdasarkan

literature disebutkan terapi pengganti ginjal antara lain hemodialisis (HD) dan peritoneal

dialysis(PD).23,24 Terapi pengganti ginjal berupa peritoneal dialysis (PD) merupakan tindakan yang

lazim digunakan pada pengobatan gagal ginjal akut pada anak, sedangkan hemodialisis jarang

dilakukan.23,24

44

Page 45: Laporan Kasus GGA Pd GNAPS

Hipertensi pada penderita GNAPS bisa dalam derajat ringan sampai berat tetapi 1-5% dapat

terjadi hipertensi berat yang disertai dengan hipertensi ensefalopati.2 Pada penderita ini termasuk

hipertensi derajat berat, yang bila tidak dilakukan dengan pengamatan yang benar dapat

berkembang menjadi hipertensi ensefalopati. Terapi yang diberikan pada penderita ini adalah

captopril 2 x 6,25 mg peroral. Terapi antihipertensi ini masih diteruskan setelah normotensi stabil

beberapa hari dan diturunkan secara bertahap. Diuretika yang poten juga diberikan untuk hipertensi.

Terapi yang diberikan adalah furosemide 3 x 25 mg .

Dengan adanya glomerulonefritis akut yang didahului periode latent setelah infeksi

streptokokus maka dapat ditegakkan diagnosis GNAPS. Terapi antibiotika telah diberikan bersifat

broadspektrum oleh karena penderita tampak sakit berat dan tersangka infeksi saluran kemih

sehingga pemberiannya diteruskan sambil melihat respon terapi.

Selain itu pemeriksaan ulangan C3 penting untuk prognosis, dimana kadar C3 akan kembali

normal dalam 4-6 minggu. Pemeriksaan biopsi tidak diindikasikan pada penderita ini karena

diagnosis telah dapat ditegakkan berdasarkan klinis dan laboratoris serta perjalanan penyakit yang

menunjukkan perbaikan dalam waktu cepat, baik klinis dan juga pemeriksaan urinalisa steril.

Sehingga dapat disimpulkan penderita dengan GNAPS yang sembuh sempurna, yang tidak

menunjukkan tanda tanda penyakit menjadi kronis. Walaupun demikian penderita harus dievaluasi

terutama terhadap hematuri dan proteinuria mikroskopik sampai 6 – 12 bulan urinalisa normal.

PENUTUP

Terima kasih disampaikan kepada Kepala Bagian IKA FK UNSRI /RSMH Palembang, Ketua

Program Studi Ilmu Kesehatan Anak FK UNSRI/RSMH Palembang yang telah memberi kesempatan

kepada saya untuk mengajukan kasus ini. Khususnya kepada dr.Dahler Bahrun, SpAK, yang telah

banyak memberikan bimbingan dan masukan sehingga kasus ini dapat diajukan.

45

Page 46: Laporan Kasus GGA Pd GNAPS

KEBUTUHAN DASAR

LINGKUNGAN

Diagram Tumbuh Kembang anak A/Lk/8 tahun/25 kg denganGagal Ginjal Akut sebagai komplikasi berat GNAPS

Mikro:- Ibu : SD- KB ( - )- ASI : 0 – 12 bulan- Pekerjaan : IRT

Mini:Ayah : SMP- Pekerjaan : buruh- Rumah dan ventilasi cukup

Meso:-Dokter (+)-Puskesmas (+)- Askeskin (+)

MAKRO

ASAH CUKUP ASIH CUKUP

ASUHCUKUP

TUMBUH KEMBANG

NEONATUS SEHAT- Intake cukup- biaya kurang- Hygiene dan sanitasi cukup- hubungan sosial cukup

BAYI SEHAT

Tumbuh kembang optimal ?

GENETIK, HEREDOKONSTITUSIONAL BAIK

Tatalaksana- AB adekuat- restriksi cairan- diuretik- antihipertensi- diet rendah garam- hemodialisa

Pemantauan berkala - urinalisa : hematuria, proteinuria- kadar C3- tumbuh kembang

Gagal Ginjal Akut sebagai komplikasi

berat GNAPS

46

Page 47: Laporan Kasus GGA Pd GNAPS

DAFTAR PUSTAKA

1. Noer MS. Glomerulonefritis. Dalam: Alatas S, Tambunan T, Trihono PP, Pardede SO, penyunting.

Buku ajar nefrologi anak. Edisi ke 2. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Indonesi, 2002. p.

323-61.

2. Sukarwana N. Rekomendasi Mutakhir Tatalaksana Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus.

Dalam: Naskah Lengkap Sinas Nefrologi Anak VIII dan Sinas Kardiologi Anak V. Ikatan Dokter Anak

Indonesia. Palembang; 2001, p.141-162.

3. Smith JM, Fiazan MK, Edy AA. The child with acute nephritic syndrome. Dalam: Webb NJA,

Postlewaite RJ, penyunting. Clinical Pediatric Nephrology. 3rd ed. Oxford: Oxford University Press,

2003. h. 366-79.

4. Brewer ED, Berry PL. Glomerulonephritis and Nephrotic Syndrome. In: McMillan JA, DeAngelis CD,

Feigin RD, eds. Oski's Pediatrics Principles and Practice. 3rd ed. Philadelphia: Lippincott Williams &

Wilkins. 2001; p.1581-5.

5. Rollins DM, Joseph SW. Streptococcus Summary. Pathogenic Microbiology. University of Maryland.

2000. Available at: http://www/life.unid.edu/classroom/ bsci424/index.html

6. Koren AT. Post-streptococcal Glomerulonephritis. MEDLINEpIus Medical Encyclopedia Post-

streptococcal GN. Available at: http://www.nlm.nih.gomedlineplus/ ency/anicle/000503.htm

7. Rauf S. Penatalaksanaan sindroma nefritik akut. Dalam: naskah lengkap Sinas Nefrologi Anak VII

dan Sinas Kardiologi Anak IV. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Makasar; 1998: p.1-20.

8. Noer MS. Glomerulonefritis akut pasca streptokokus. Dalam: Simposium dan Workshop sehari

Kegawatan pada Penyakit Ginjal Anak. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Makasar; 2006: p.48-63.

9. Tasic V, Polenakovic M. Thrombocytopenia during the course of acute poststreptococcal

glomerulonephritis. The Turkish journal of Pediatrics 2003; 45: 148-151.

10. Susyanto BE, wahab S. Gagal Jantung Kongestif pada Anak. Makalah Pendidikan Kedokteran

Berkelanjutan Ikatan Dokter Indonesia. Padlan Patarai, Jakarta: 2002; p.1-18

11. Travis L: Acute Post-streptococcal Glomerulonephritis. eMedicine Journal, Vo13 (8). 2000.

12. Bergstein JM. Conditions particularly associated with Hematuria. In: Behrman RE, Kliegman RM,

Jenson HB, eds. Nelson Textbook of Pediatrics. WB Saunders Company. USA. 2000; p.1581-1582.

13. Madiyono B, Rohimi S, Tambunan T. Keterlibatan sistem kardiovaskuler pada penyakit ginjal. Dalam:

Naskah lengkap Sinas Nefrologi Anak VIII & Sinas Kardiologi Anak V.

14. Krost WS. Beyond the basics: right vs left heart failure. EMS Responder homepage. Didapat

dari:http://publicsafety.com/article.jsp?id=3006&siteSection=8.

15. Todd JK. Group A Streptococcus. In: Behrman RE, Klieginan RM, Jenson HB, eds. Nelson Textbook

of Pediatrics. WB Sauders Company. USA. 2000; p.802-845.

47

Page 48: Laporan Kasus GGA Pd GNAPS

16. Emmahouilides GC, Allen HD, Riemenschneider TA, Gutgesell HP. Medical theraphy. In: Clinical

synopsis of Moss and Adam's Heart Disease in Infants, Children, and Adolescents. Philadelphia.

Williams & Wilkins. 1998; p.797-814.

17. Bernstein D. The Cardiovascular System. In: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, eds. Nelson

Textbook of Pediatrics. WB Sauders Company. USA. 2000; p.1434-1435.

18. Mason PD. Fortnightly Review: Glomerulonephritis: Diagnosis and Treatment. BMJ. 1994 (309):

p.1557- 1563.

19. Andrew SB, Alice MT. Continous-cycling peritoneal dialysis for children: an alternative to

hemodialysis treatment. Pediatyrics 1984;74:254-258.

20. Setyowati Sudjatmiko, Oesrizal Oesman, hemodialisis. Dalam Buku Ajar Nefrologi Anak ; FK UI,

Jakarta, 2002: 615-627

21. Lai WM, Chiu MC, Tse KC, Lau SC, Tong PC. Automated peritoneal dialysis: clinical experience in 32

children. HK J Paediatr 2004;9:44-49.

22. Ensari C. The basic needs of children on haemodialysis in Turkey. Nephrol Dial Transplant

2008;23:1447-1448.

23. Khanna R, Nolph KD. Dialysis as a treatment of end stage renal disease. Chapter 4: Principle of

peritoneal dialysis. Halaman 4.1-4.11.

24. Rachmadi D,Meilyana F. hemodialisis pada anak dengan chronic kidney disease. Maj. Kedokt. Indo.

Vol 59 (11)2009.555-560

25. National kidney and urologic disease information clearinghouse. Treatment methods for kidney

failure. Peritoneal dialysis.2006

26. Damanik MP. Dialisisi peritoneal. Dalam; Husein a.,Taralan T,Partini P, peyunting.Buku ajar nefrologi,

edisi ke-2.2002;594-606

27. Osrizal O, Setyowati S. Dialisis peritoneal mandiri berkesinambungan. Dalam; Husein a.,Taralan

T,Partini P, peyunting.Buku ajar nefrologi, edisi ke-2.2002;607-14

48

Page 49: Laporan Kasus GGA Pd GNAPS

A/♂/ 8 th/BB 25kg/PB 120cm

49