sarafambarawa.files.wordpress.com file · web viewnyeri punggung belakang/nyeri pinggang (lbp) dan...
TRANSCRIPT
JOURNAL READING
“The Association Between Obesity and Low Back Pain and Disability is Affected by Mood
Disorders”
Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di Departemen
Saraf
Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa
Diajukan Kepada :
Pembimbing : dr. Nurtakdir Kurnia Setiawan, SpS, Msc
Disusun Oleh :
Putri Wulandari
1710221015
KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN SARAF
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH AMBARAWA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAKARTA
LEMBAR PENGESAHAN
KOORDINATOR KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN SARAF
JOURNAL READING
“The Association Between Obesity and Low Back Pain and Disability is Affected by Mood
Disorders”
Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di Departemen
Saraf
Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa
Disusun oleh :
Putri Wulandari
1710221015
Mengesahkan :
Koordinator Kepaniteraan Klinik Departemen Saraf
dr. Nurtakdir Kurnia Setiawan, SpS, Msc
2
HUBUNGAN ANTARA OBESITAS DAN NYERI PUNGUNG SERTA DISABILITAS
DIPENGARUHI OLEH GANGGUAN MOOD
Sebuah penelitian berdesain cross sectional pada pria
Abstrak
Nyeri punggung belakang/nyeri pinggang (LBP) dan obesitas merupakan masalah kesehatan
masyarakat yang utama, meskipun begitu, hubungan antara komposisi tubuh dengan nyeri
pinggang pada pria masih belum diketahui. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meneliti
hubungan antara komposisi tubuh dan nyeri pinggang serta disabilitas pada populasi-
berdasarkan sampel berjenis kelamin pria, begitu juga dengan faktor yang mungkin
mempengaruhi hubungan ini.
Sebanyak sembilan ratus tujupuluh delapan peserta penelitian berjenis kelamin pria yang berasal
dari penelitian Geelong dan osteoporosis diajak untuk turut berpartisipasi pada penelitian dengan
desain “follow up” di tahun 2006. Peserta menyelesaikan kuisioner tentang status
sosiodemografi dan kesehatan. Nyeri pinggang ditentukan menggunakan kuisioner chronic back
pain grade yang sudah tervalidasi dan adanya gangguan emosional dinilai menggunakan skala
hospital anxiety depression. Komposisi tubuh dinilai menggunakan abroptiometri xray dual
energi. Sebanyak 820 responden (84% tingkat respon), 124 (15%) memiliki intensitas nyeri
punggung belakang atau disabilitas yang berat (nyeri pinggang). Nyeri punggung belakang
berkaitan dengan tingginya indeks massa tubuh (28.7 ± 0.4 vs 27.3 ± 0.2 kg/m2, p=0,02) dan
rasio pinggang-pinggul/ waist-hip ratio (0.97_0.006 vs 0.96_0.006, P=0.04), dengan
kecendrungan indeks massa lemak yang lebih tinggi (8.0 vs 7.6 kg/m2, P=0.08), tapi tidak
dengan indeks massa lemak bebas (p-0,68).
Hubungan antara nyeri pinggang dengan penilaian obesitas lebih tinggi pada mereka yang alami
gangguan emosi, khususnya pada rasio pinggang-pinggul (nilai p=0,05 untuk interaksinya) dan
indeks massa lemak (-=0,06 untuk interaksi).
Pada populasi berdasarkan pria, tingginya intensitas LBP dan atau disabilitas berkaitan dengan
tingginya tingkat obesitas, khususnya pada mereka dengan gangguan emosional. Hal ini
menciptakan bukti untuk mendukung adanya interaksi antara biopsikososial dengan gangguan
emosional serta obesitas dan nyeri pinggang.
SINGKATAN
3
BMI = body mass index, DXA = bone densitometry, FFM = fat-free mass, FFMI = fat-free mass
index, FM = fat mass, FMI = fat mass index, GOS = Geelong Osteoporosis Study, HADS =
Hospital Anxiety and Depression Scale, HADS-A = Hospital Anxiety and Depression Scale
(anxiety subscale), HADS-D = Hospital Anxiety and Depression Scale (depression subscale),
LBP = low back pain.
PENDAHULUAN
menurut penelitian Global Burden of Disease, nyeri punggung merupakan masalah kesehatan
masyarakat utama dan salah satu penyebab disabilitas yang terjadi di seluruh dunia. Sekitar 80%
pasien dewasa pernah mengalami setidaknya 1 kali nyeri pinggang selama hidupnya. Meskipun
tergolong masalah besar, asal muasal dari episode nyeri pinggang masih belum diketahui,
dimana korelasi antara gejala dan abnormalitas struktural nya juga masih belum jelas. Oleh
karena itu, nyeri pinggang sering disebut juga sebagai nyeri yang tidak spesifik. Untuk mengatasi
masalah ini, peneliti fokus untuk mengidentifikasi faktor resiko yang bisa dimodifikasi dari
adanya nyeri pinggang ini.
Faktor resiko potensial dari nyeri pinggang termasuk usia yang lebih tua, jenis kelamin wanita,
rendahnya status pendidikan, tuntutan aktifitas fisik yang terus meningkat, dan gangguan
emosional. Obesitas juga sering dikaitkan dengan nyeri pinggang, meskipun kajian sistematik
sebelumnya menyatakan bahwa obesitas kurang begitu bermakna dengan nyeri pinggang.
Diperkirakan sekitar 1/3 penduduk dunia yang dewasa mengalami kelebihan berat badan, yang
didefinisikan melalui pemeriksaan BMI (indeks massa tubuh). Obesitas memiliki efek
biomekanik dan efek meta imflamasi terhadap tulang belakang. Meskipun begitu, obesitas yang
dinilai berdasarkan BMI merupakan penilaian kadar adiposit secara kasar saja, sehingga tidak
bisa membedakan massa lemak dengan massa bebas lemak. Selain itu, terdapat perbedaan antara
komposisi tubuh pria dan wanita. Karena lebih tingginya massa lemak pada wanita dibandingkan
pria, dapat dijadikan alasan mengapa hasil penelitian meta analisis sering menunjukkan adanya
kaitan antara kelebihan berat badan atau obese dengan nyeri pinggang khususnya pada populasi
wanita dibandingkan dengan pria. Dimana perbedaan jenis kelamin ini berkaitan dengan obesitas
dan nyeri pinggang yang mungkin berhubungan dengan perbedaan persepsi nyeri dan pengaruh
hormonal, perbedaan pada komposisi lemak dan massa bebas lemak antara pria dan wanita juga
berperan penting. Massa lemak tampak berhubungan dengan intensitas serta disabilitas yang
4
diakibatkan oleh nyeri pinggang pada penelitian kohort, dimana paling sering didominasi oleh
wanita dewasa. Tetapi hal ini belum secara konfrehensif diperiksa pada pria, sehingga
menjadi relevan bila beban nyeri punggung bawah pada pria diperkirakan dapat lebih tinggi dari
pada wanita, yang dinilai berdasarkan tahun hidup kecatatan yang telah disesuaikan.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menelaah hubungan antara komposisi tubuh dan nyeri
punggung bawah serta disabilitas pada populasi sampel khususnya pria, dengan berbagai faktor
yang dapat mempengaruhi hubungan ini.
METODE
Populasi penelitian
GOS adalah penelitian populasi dari australia, yang didesain untuk meneliti epidemiologi dari
osteoporosis pada dewasa. Selama penelitian yang dilakukan sejak 2001 hingga 2006, tingkatan
usia dari sampel yang berjumlah 1540 dan berjenis kelamin pria ini direkrut secara acak dari
divisi statistik Barwon menggunakan Ausralian electronic roll sebagai kerangka samplingnya.
Penelitian ini mengevaluasi peserta pria dewasa (n-978) berusia ≥ 20 tahun yang ikut
berpartisipasi pada penelitian osteoporosis Geelong selama follow up 5 tahun mulai dari tahun
2006 hingga 2010. Alasan para peserta hengkang dari kegiatan follow up ini adalah :
- 141 peserta meninggal sebelum dilakukan follow up
- 41 pindah ke daerah lain
- 16 tidak bisa diberikan inform consent
- 139 tidak bisa dihubungi
- 225 menolak untuk dijadikan sampel penelitian.
Sehingga, tersisalah 978 peserta peneliitan (81%) dari populasi penelitian yang potensial untuk
mengikuti penilaian klinik termasuk pengukuran komposisi tubuh, begitu juga dengan kuisioner
yang didesain untuk mendapatkan data demografi, status kesehatan, dan nyeri punggung bawah.
Komite etik pada manusia dari barwon health dan dari universitas Monash menyetujui penelitian
ini. Semua peserta penelitian diberikan inform consent.
PENGUMPULAN DATA
Hasil utama : nyeri punggung bawah dan disabilitas
5
Intensitas nyeri punggung bawah dan disabilitas dalam 6 bulan terakhir dievaluasi menggunakan
kuisioner derajat nyeri penyakit kronik, yang validitasnya dilakukan pada penelitian berdasarkan
populasi ketika meneliti keparahan nyeri kronik dan disabilitas pada pelayanan kesehatan tingkat
pertama. Terdiri dari 7 pertanyaan termasuk skoring intensitas nyeri (0-100) dan skoring
disabilitas (0-6). Peserta diklasifikasikan dalam 5 kelompok berdasarkan klasifikasi derajat nyeri
kronik, dimana penilaiannya sebagai berikut :
- Tidak ada nyeri dan disabilitas (skoring intensitas nyeri=0 dan poin disabilitas=0)
- Nyeri ringan dan disabilitas ringan (skoring intensitas nyeri < 50 dan poin disabilitas <3)
- Nyeri hebat dan rendahnya disabilitas (skoring intensitas nyeri ≥50 dan skoring
disabilitas <3)
- Disabilitas berat dengan keterbatasan sedang (poin disabilitas 3 atau 4, terlepas dari
intensitas nyerinya
- Disabilitas berat dengan keterbatasan yang berat (disabilitas poin 5 atau 6, terlepas dari
intensitas nyerinya)
Peserta penelitian kemudian dikategorikan menjadi 2 kelompok :
1. Tidak ada atau rendahnya intensitas nyeri punggung dan disabilitas (tidak nyeri dan
disabilitas atau nyeri ringan dan disabilitas ringan)
2. Intensitas nyeri berat dan atau disabilitas (tingginya intensitas nyeri dan rendahnya
disabilitas, atau tingginya derajat disabilitas dengan keterbatasan sedang atau tingginya
disabilitas yang diserta keterbatasan berat )
DEMOGRAFI DAN KESEHATAN SECARA UMUM
informasi yang didapatkan dari laporan pasien sendiri (self-reported) diambil menggunakan
kuisioner. Pendidikan ditentukan dengan pertanyaan “apa pendidikan terakhir mu?” dengan 6
kemungkinan jawaban (tidak sekolah, lulusan SD, tidak lulus SMP, menyelesaikan/lulus SMP,
kualifikasi post sekunder (setelah SMP), lulus SMA).
Mereka yang menamatkan sekolah sekunder (setara SMP) di Australia biasanya adalah pelajar
berusia 13 hinga 18 tahun, baik yang memang menamatkan maupun yang tidak tamat SMP. Oleh
karena itu, untuk tujuan analisis, peserta dikategorikan menjadi mereka yang tamat dan tidak
tamat SMP.
6
Derajat mobilitas ditanyakan di kuisioner dengan cara “bagaimana kamu mendeskripsikan
aktifitasmu saat ini?” dengan 7 kemungkinan jawaban, dengan deskriptor antara lain :
- Available (sangat aktif, aktif, kurang aktif, terbatas, sangat tidak aktif, hanya di kursi atau
duduk saja, dan tiduran saja)
Untuk tujuan analisis, data nominal kemudian dikategorikan menjadi 2 kelompok untuk
membedakan mereka yang secara fisik termasuk mobile (sangat aktif dan aktif) dan mereka
dengan mobilitas rendah (kurang aktif, terbatas, tidak aktif, hanya di kursi atau duduk saja, dan
hanya di tempat tidur saja) seperti yang diterapkan sebelumnya.
Gejala kecemasan dan depresi yang signifikan secara klinis ditentukan menggunakan skala
HADS (hospital anxiey and depression scale) yang sudah tervalidasi. Alat penilai/skala HADS
ini mengandung 7 item untuk menilai kecemasan (HADS-A) dan depresi (HADS-D),
menggunakan 4 poin berskala ordinal untuk masing masing gejala yang didefinisikan mulai dari
tidak ada hingga sangat berat (0-3). Menggunakan cut off point ≥ 8 dari seluruh total skoring
HADS untuk mengindikasikan tingginya gejala, diciptakanlah variabel biner seperti yang
sebelumnya dilakukan. Kami tidak membedakan kecemasan dari depresi, sehingga kami
mengkombinasikan skala (cemas dan atau depresi skor) untuk mengindikasikan adanya
gangguan emosional.
PENILAIAN KOMPOSISI TUBUH
Berat badan dinilai hingga mendekati 0.1 kg dan tingginya dinilai hingga mendekati 0,001 m
menggunakan stadiometer (sepatu dan bajunya dilepas). Dari data data ini, BMI (berat/tinggi->
kg/m2) dihitung. Komposisi tubuh dinilai menggunakan absorptiometri xray dual energi (DXA).
Keseluruhan lemak tubuh (massa lemak =FM) dan massa jaringan tampa lemak (massa bebas
lemak = FFM) juga ikut dihitung. Berdasarkan data data ini, FMI dinilai sebagai FMI= massa
lemak/tinggi2 dan indeks massa bebas lemak (FFMI) dinilai sebagai FFMI=massa bebas lemak/
tinggi2 (dimana massa bebas lemak=massa tampa jaringan lemak +konten mineral tulang). Rasio
antara FM dan FFM (masa lemak/masa bebas lemak) juga turut dinilai.
ANALISIS STATISTIK
Uji Test T-independen dan test X2 digunakan untuk mendeteksi perbedaan pada usia, gangguan
emosional, pendidikan, mobilitas, dan komposisi tubuh antara peserta yang tidak mengalami atau
7
hanya mengalami nyeri serta disabilitas ringan dengan mereka yang memiliki intensitas nyeri
dan atau disabilitas yang berat. Regresi logistik biner digunakan untuk menelaah hubungan
antara faktor demografi dengan tinggi atau rendahnya intensitas nyeri punggung bawah dan atau
disabilitas serta menentukan rata rata yang digunakan untuk menilai hubungan antara penilaian
obesitas dengan komposisi tubuh pada pasien yang mengalami nyeri punggung bawah derajat
tinggi + disabilitas dibandingkan pada mereka yang tidak mengalami nyeri atau hanya nyeri serta
disabilitas ringan. Analisis multivariat termasuk penentuan usia, gangguan emosional,
pendidikan, mobilitas dan BMI. Untuk memeriksa hubungan multivariat antara komposisi tubuh
(FM atau FFM) dan nyeri pinggang, penentuan dibuat untuk penilaian komposisi tubuh secara
bergantian, misalnya ketika massa lemak yang menjadi utama, maka analisis multivariat juga
harus disesuaikan dengna massa bebas lemak, interaksi antara faktor resiko untuk nyeri
punggung bawah dengan penilaian obesitas, termasuk penilaian komposisi tubuh, juga turut
dilakukan. Nilai P value yang < 0,05 dirujuk sebagai nilai yang signifikan secara statistik. Semua
analisis dilakukan menggunakan SPSS statistik 22.0
HASIL
Sebanyak 820 peserta (83,8%) dari semua peserta penelitian (978) berpotensi memberikan hasil
data pada penelitian ini. Tidak ada perbedaan yang ditemukan antara 158 pria yang tidak
menyelesaikan penelitian dan pada mereka yang dapat menyelesaikan penelitian hingga akhir
berdasarkan usia, gangguan emosional, pendidikan, mobilitas, dan penilaian obesitas serta
komposisi tubuh (P>0,7 untuk semua, hasil tidak ditunjukkan pada jurnal ini). Dari seluruh
peserta penelitian, sebanyak 696 (84,9%) tidak mengalami atau hanya mengalami nyeri
punggung serta disabilitas ringan, dengan 253 (30,9%) tidak mengalami nyeri maupun disabilitas
sama sekali dan 443 (54%) memiliki nyeri ringan dan disabilitas ringan. Terdapat 124 (15.1%)
yang memiliki nyeri berat namun disabilitas ringan, 22 (2,7%) memiliki disabilitas berat dengan
keterbatasan sedang, dan 17 (2,1%) memiliki disabilitas berat dengan keterbatasan yang berat
pula. Lihat gambar 1.
8
Ciri khas pria dengan nyeri pinggang VS yang tanpa nyeri pinggang derajat berat dan atau
tingginya derajat disabilitas dibandingkan seperti yang terlihat pada tabel 1. Peserta dengan
disabilitas tinggi dan atau tingginya intensitas nyeri yang terjadi sejak lama, cenderung
mengalami gangguan emosional, sedikit sekali yang menamatkan sekolah menengah pertamanya
dan cenderung memiliki mobilitas yang buruk dari pada mereka yang tidak mengalami atau
hanya mengalami nyeri dengan disabilitas derajat sedang (P<0,002 untuk semua). Mereka juga
memiliki BMI yang cenderung lebih berat dan tinggi P=0,001 dan rasio pinggang-pinggul nya
juga termasuk besar (P=0,001). Untuk komposisi tubuh, peserta dengan nyeri berat atau tinggi
dan dengan atau disabilitas memiliki massa lemak yang lebih besar dan indeks masaa
lemak yang juga tinggi (P<0,001 untuk kedua index ini) serta rasio massa lemak/massa bebas
lemaknya yang besar (0,74 vs 0,55, P ≤0,001). Tidak terdapat perbedaan yang ditemukan pada
index massa lemak dan massa bebas lemak antara mereka dengan kelompok peserta yang tidak
mengalami nyeri serta disabilitas berat (P>0,34 untuk keduanya).
9
Hubungan antara faktor demografi dan tingginya intensitas nyeri punggung dan atau disabilitas
berat juga dinilai, disesuaikan dengan variabel kofonding/perancu yang potensial, menggunakan
estimasi rata rata marginal (tabel 2)
Adanya gangguan emosional dan mobilitas yang berat berkaitan dengna tingginya
intensitas nyeri dan atau beratnya disabilitas (P< 0,001 untuk keduanya). Juga terdapat
kecendrungan dimana tingginya intensitas nyeri dan atau disabilitas yang terus meningkat seiring
pertambahan usia (P=0,06), pada mereka yang tidak menyelesaikan pendidikan SMP nya,
terdapat kaitan dengan penurunan odd ratio pada variabel nyeri pinggang berat dan atau
disabilitas, meskipun hal ini tidak signifikan secara statistik (P=0,06).
10
Penilaian obesitas dan komposisi tubuh disesuaikan dengan usia, gangguan emosional, edukasi
dan mobilitas, dan dibandingkan antara pria yang memiliki intensitas nyeri pinggang dan atau
disabilitas berat VS mereka yang tidak menderita nyeri pinggang/disabilitas. Seperti yang
ditunjukkkan pada tabel 2. Pria dengan inensitas nyeri yang berat dan atau disabilitas berat
memiliki BMI yang lebih tinggi (28.7 vs 27.4 kg/m2 nilai P-0,02) dan juga rasio pinggang—
pinggul yang besar (0,97 vs 0,96 p-0,04).
Ada kecenderungan lebih berat secara signifikan (86,6 vs 83,8 kg, P¼0.05) setelah penyesuaian.
Ada kecenderungan pria dengan intensitas nyeri yang tinggi dan / atau disabilitas berat
untuk memiliki massa lemak yang lebih tinggi (24,5 vs 23,2 kg, P¼0,10) serta indeks massa
lemak yang lebih besar(8,0 vs 7,6 kg / m2, P¼0,08) dibandingkan pria tanpa atau menderita
nyeri pinggang dan disabilitas yang rendah. Indeks massa lemak dan massa bebas lemak tidak
berbeda secara signifikan antara mereka dengan nyeri VS tanpa rasa nyeri dan / atau kecacatan
yang tinggi (P> 0,68 untuk keduanya).
Kami memeriksa interaksi antara faktor resiko untuk nyeri punggung belakang dan penilaian
obesitas serta nyeri punggung belakang. Hubungan antara penilaian obesitas dan nyeri
punggung belakang cenderung lebih kuat pada mereka yang mengalami gangguan
emosional, dari pada yang tidak mengalami gangguan emosional. Tampak pada tabel 3.
Terdapat kecendrungan interaksi yang signifikan secara statistik antara keberadaan
gangguan emosional dengan rasio pinggang-pinggul maupun indeks massa lemak dengan
nyeri punggung bawah yang lebih kuat dibandingkan pada kelompok peserta yang tidak
11
mengalami gangguan emosional. Peserta yang mengalami gangguan emosional cenderung
memiliki penilaian yang sama dalam hal mobilitas, edukasi, dan obesitas (data tidak ditujukkan,
P>0,18), dibandingkan dengan mereka yang tidak memiliki gangguan emosional. Tidak ada
bukti yang signifikan secara statistik antara penilaian obesitas dan umur (P>0,13 untuk semua),
edukasi/pendidikan (P>0,12 untuk semua), atau mobilitas (P>0,16 untuk semua) dan adanya
nyeri punggung bawah yang berat dengan atau tanpa disabilitas.
DISKUSI
Pada populasi berdasarkan kohort khususnya pria, tingginya BMI dan rasio pinggang-pinggul
berkaitan dengan tingginya nyeri punggung bawah dan atau disabilitas berat, setelah disesuaikan
dengan faktor kofonder/perancu seperti usia, gangguan emosional, pendidikan, dan mobilitas.
Penilaian lain dari peningkatan adiposit, seperti berat badan, indeks massa tubuh, dan rasio masa
lemak/massa bebas lemak juga cenderung berhubungan dengan nyeri punggung berat yang
disertai atau tanpa adanya disabilitas. Meskipun begitu, tidak ada bukti bahwa penilaian massa
jaringan bebas lemak, yang dinilai menggunakan massa bebas lemak, dan indeks massa lemak
cenderung berkaitan dengan nyeri pinggang Selanjutnya, hubungan antara penilaian obesitas
metabolik (rasio punggung-pinggul dan indeks massa lemak) serta nyeri pinggang lebih kuat
pada mereka yang mengalami gangguan emosional dan mereka yang tidak mengalami gangguan
emosional.
Temuan ini meningkatkan kemungkinan bahwa meskipun faktor biomekanik terkait dengan
pembebanan tulang belakang berhubungan dengan nyeri punggung bawah, proses metabolik
sistemik berkaitan dengan tingginya jaringan adiposa yang mungkin memainkan peran/penyebab
nyeri punggung dan disabilitas. Obesitas sebelumnya sudah pernah dipaparkan sebagai salah satu
faktor resiko nyeri punggung bawah. Beberapa penelitian sebelumnya hanya menggunakan berat
badan, BMI dan rasio pinggang-pinggul untuk menilai obesitas.
Penilaian ini tidak menampilkan informasi mengenai komposisi tubuh. Penting untuk
mempertimbangkan peran komposisi tubuh, karena bukti yang ada menyatakan bahwa lemak
dan massa otot memiliki peran berbeda dalam patogenesis nyeri otot. Contohnya, massa
lemak tapi bukan massa otot berkaitan dengan insidensi nyeri kaki dan nyeri muskuloskletal
pada berbagai tempat juga berkaitan dengan massa lemak pada wanita, namun bukan pada pria.
Mirip dengal hal ini, kami menunjukkan data pada populasi yang lebih rendah yang didominasi
12
oleh perempuan, dimana massa lemak, namun bukan massa jaringan bebas lemak, berkaitan
dengan tingginya derajat nyeri punggung bawah dan disabilitas. Oleh karena itu, penelitian ini
merupakan penelitian yang pertama mengevaluasi hubungan antara penilaian obesitas
termasuk komposisi tubuh dan nyeri punggung bawah pada sampel populasi berskala
besar dari pria. Kami menunjukkan pria yang memiliki peningkatan BMI dan rasio pinggang-
pinggul yang lebih besar ternyata berhubungan dengan tingginya derajat nyeri pinggang dan atau
disabilitas. Mungkin saja penelitian sebelumnya tidak secara adekuat mengontrol faktor
kofonding/perancu, seperti pendidikan dan kesehatan mental, atau mungkin saja hubungan-
hubungan ini berbeda antara pria dan wanita.
Secara biologis masuk akal bila ada disparitas gender dalam patofisiologi nyeri. Hal ini mungkin
berkaitan dengan perbedaan pada distribusi lemak, dimana pria memiliki distribusi lemak tipe
android, yang terkonsentrasi di abdomen dan tubuh bagian atas, dibandingkan dengan distribusi
ginekoid yang biasa ada pada wanita, lemaknya banyak di paha dan pinggul. Distribusi lemak
tipe android mungkin memiliki dampak pada biomekanis yang lebih kuat pada beban tulang
belakang sehingga menyebabkan tekanan kompresif pada struktur vetebra lumbal didalam
perkembangan nyeri pinggang.
Ketika kami meneliti hubungan antara penilaian obesitas dengan nyeri pinggang sambil
memperhitungkan kesehatan mental, kami menemukan adanya hubungan yang cenderung lebih
kuat pada mereka dengan gangguan emosional. Kami mempertimbangkan apakah hal ini terjadi
karena mereka yang obesitas lebih cenderung untuk alami depresi atau anxietas sehingga
lebih cenderung menderita nyeri pinggang. Meskipun begitu, kami tidak menemukan adanya
hubungan antara derajat obesitas antara peserta dengan gangguan emosional VS mereka yang
tidak mengalami gangguan emosional. Oleh karena itu, kami harus mempertimbangkan
bagaimana kombinasi obesitas dan adanya gangguan emosinal mungkin turut berinteraksi dan
mempengaruhi keberadaan nyeri pinggang. Obesitas, depresi, dan anxietas sekarang diakui
sebagai keadaan yang mengandung unsur peradangan/imflamasi. Jaringan adiposa, khususnya
ketika menumpuk pada distribusi lemak android disekitar batang tubuh saja tanpa
tersebar merata, mungkin bertindak sebagai organ yang aktif secara metabolik. Organ
yang aktif secara metabolik dari jaringan adiposa ini mungkin memproduksi hormon
seperti leptin, estrogen, dan resistin serta sitokin proimflamasi, seperti TNF alfa dan
interleukin 6. Adipokin-adipokin ini secara independen berkaitan dengan perkembangan
13
depresi, begitu juga dengan perubahan osteoarthritis baik pada tulang belakang maupun pada
tungkai. Tingginya kadar sitokin proimflamasi berkaitan dengan progresifitas nyeri kronik
dan peningkatan kadar C-reaktif protein, sebagai penanda adanya imflamasi sistemik,
yang merupakan faktor resiko terjadinya depresi. Selain itu, disregulasi produksi sitokin
pada depresi dan anxietas juga berpotensi turut serta dalam jalur terjadinya nyeri. Orang orang
dengan gangguan emosional mungkin merasakan nyeri, yang dieksaserbasi oleh meta-imflamasi
akibat peningkatkan kadar adiposit, dinilai dengan adanya peningkatan rasio pinggang-pinggul
dan indeks massa lemak. Oleh karena itu, kombinasi dari adanya gangguan emosional dengan
obesitas mendukung adanya peran biopsikososial dalam patofisiologi nyeri pinggang. Hal ini
meningkatkan kemungkinan akan dilakukannya strategi untuk tatalaksana/manajemen nyeri
punggung yang menargetkan pengurangan kadar lemak tubuh pada mereka yang mengalami
gangguan emosional.
Terdapat beberapa keterbatasan pada penelitian kami. Pertama, desain cross-sectional pada
penelitian kami menghalangi untuk dilakukannya pemeriksaan pada setiap hubungan yang
mungkin ada antara massa lemak dengan nyeri punggung, oleh karena itu dibutuhkan penelitian
berjenis longitudinal di masa depan. Meskipun kuisioner derajat nyeri kronik telah valid dan
reliabel untuk menilai intensitas nyeri dan disabilitas pada populasi penelitian, dan telah
digunakan pada banyak penelitian yang utamanya meneliti kronisitas, namun tidak bisa menilai
berapa hari nyeri yang dirasakan dan atau disabilitas pada peserta yang dimana peserta itu alami
selama lebih dari 6 bulan yang lalu. Juga, kemampuan HADS dalam mendiskriminasi antara
anxietas dan depresi yang masih kontroversial;oleh karena itu, kombinasi skoring HADS lebih
sering digunakan dari pada subskala HADS. Selain itu, terdapat data yang hilang (data missing)
pada 16,2% peserta yang sesuai; meksipun begitu, tidak terdapat perbedaan yang signifikan
antara umur, gangguan emosional, pendidikan, dan penilaian obesitas antara mereka yang telah
menyelesaikan penelitian ini sampai akhir dan yang tidak. Karena kami tidak menilai aktifitas
fisik yang bisa saja menjadi faktor perancu adanya nyeri pinggang, kami pun melakukan
penilaian mobilitas sebagai indikator seberapa aktif peserta tersebut. Juga, kami tidak
menganalisis variabel lain seperti pekerjaan peserta atau sebanyak apa dan jenis penyakit apa
yang dimiliki peserta pada penelitian kami; meskipun begitu, kami mampu menentukan rasio
yahng luas dari faktor perancu seperti umur, gangguan emosional,serta mobilitas.
14
Penelitian ini memiliki beberapa kekuatan. Penelitian ini mengevaluaasi sampel pria berskala
besar, dimana pada penelitian sebelumnya hanya menggunakan skala kecil dan didominasi oleh
wanita. Terlebih lagi, peserta GOS secara random direkrut dari australian elektoral roll dan regio
penelitian yang lebih mewakili populasi warga australia secara representatitf. Kami
menggunakan kuisioner yang sudah tervalidasi untuk menilai intensitas nyeri pinggang serta
disabilitas. Dimana beberapa penelitian sebelumnya tidak menggunakan hal seperti kami, dan
kami juga menggunakan sejumlah penilaian yang unik untuk jumlah adiposit.
Penelitian ini menunjukkan bahwa obesitas berkaitan dengan tingginya derajat nyeri
pinggang dan disabilitas pada populasi kohort pria. Khususnya, pria dengan gangguan
emosional, nyeri pinggang sangat berkaitan dengan peingkatan adiposit (rasio pinggang-
pinggul dan indeks massa lemak). Temuan temuan ini menggarisbawahi pentingnya obesitas
sebagai faktor resiko yang dapat dimodifikasi untuk nyeri pinggang dan mengisyaratkan bahwa
interaksi biopsikososial antara obesitas dengan nyeri pinggang. Meskipun begitu, temuan ini
harus dikonfirmasi lagi pada penelitian desain longitudinal, karena hasil penelitian ini memiliki
dampak terhadap program pencegahan dan pengobatan nyeri pinggang serta disabilitas pada pria.
15