sarafambarawa.files.wordpress.com · web viewlaporan kasus. vertigo . prodromal symtomps....
TRANSCRIPT
LAPORAN KASUS
VERTIGO PRODROMAL SYMTOMPS
Pembimbing:
dr. Nurtakdir Setiawan Sp.S, M.Sc
Disusun oleh:
Riza Amalia
1810221095
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH AMBARAWA
FAKULTAS KEDOKTERAN UPN “VETERAN”
JAKARTA
2019
A. IDENTITAS PASIEN
Nomor RM : 004xxx-20xx
Nama : Tn. I
Tanggal Lahir : 28 Februari 1959
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Krajan 02/02 Gondoriyo Jambu
Jambu Kab. Semarang
Pekerjaan : PNS
Agama : Islam
Umur : 59 tahun
Pendidikan : Strata 1
Status Marital : Menikah
Tanggal Masuk : 6 Februari 2019
Tanggal Keluar : 10 Februari 2019
Bangsal / Ruangan : Anyelir Kelas I
B. SUBJEKTIF/ANAMNESA
Diperoleh dari pasien serta keluarga pasien (autoanamnesis dan aloanamnesis)
serta dari catatan rekam medik, dilakukan pada tanggal 9 Februari 2019, pukul 20.00 di
bangsal atau ruangan Anyelir.
a) Keluhan Utama
Pusing berputar
b) Riwayat Penyakit Sekarang
Sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit, pasien merasakan pusing berputar seperti
ingin jatuh ketika berjalan disertai dengan mual dan muntah. Pada saat itu pasien
merasa tidak butuh ke klinik atau rumah sakit karena menurutnya ini adalah pusing
biasa. Pusing dirasakan semakin bertambah dan tidak hilang meskipun pasien sudah
beristirahat.
Satu hari sebelum masuk rumah sakit, pasien memutuskan untuk pergi ke
puskesmas terdekat untuk mendapatkan pengobatan. Setelah berkonsultasi dengan
dokter di puskesmas pasien diresepkan ibuprofen dan juga obat lambung.
2
Setelah dari puskesmas, pasien merasa pusing berputar dan mual tidak hilang
meskipun sudah minum obat dan juga pasien mengatakan bahwa dirinya tidak bisa
tidur dimalam hari karena pusing berputar yang dirasakannya. Bila diberi skala 1-10
(1 untuk gejala yang ringan, 10 untuk gejala pusing yang berat) pasien mengatakan
bahwa pusing berputar yang dirasakan skalanya 7. Pasien menyangkal adanya
malaise, nafsu makan menurun dan nyeri otot. Pada akhirnya pasien memutuskan
untuk pergi ke rumah sakit. Setelah sampai di IGD RSUD Ambarawa, pasien diberi
obat vertigo yaitu betahistin dan pasien merasakan pusing sedikit berkurang. Atas
keluhan tersebut, pasien di rawat dan didiagnosa vertigo oleh dokter.
Pasien juga mengeluhkan adanya perut kembung, demam dan nyeri punggung.
Demam berlangsung selama satu hari kemudian turun. Nyeri punggung sudah
dirasakan sejak 2 tahun lalu. Nyeri punggung yang dirasakan terjadi tidak bergantung
pada pusing yang dirasakannya. Pasien juga mengatakan adanya nyeri pada dadanya
seperti ada benda berat yang menimpa dadanya. Nyeri dada dirasakan sejak pasien
merasakan pusing berputar. Pasien mengatakan nyeri dada sedikit berkurang ketika
sudah dirawat inap di RS. Pandangan kabur disangkal, penglihatan ganda disangkal,
kejang disangkal, telinga berdenging disangkal, keluar cairan dari telinga disangkal,
sakit gigi disangkal. BAB dan BAK normal. Tidak ada kelemahan anggota gerak.
Pasien juga kooperatif, fungsi kognitif baik.
c) Riwayat Penyakit Dahulu
1. Riwayat keluhan serupa : diakui, 10 tahun yang lalu di rawat
inap dan didiagnosis vertigo oleh
dokter.
2. Riwayat nyeri punggung : diakui, 2 tahun yang lalu. Pasien
juga mengatakan nyeri punggung yang dirasakan bertambah jika pasien
banyak beraktivitas. Nyeri punggung yang dirasakan pasien dapat
berlangsung lebih dari 30 menit dan tidak disertai gejala penyerta seperti
demam, mual, muntah, malaise, dll. Pasien mengakui belum pernah di
rontgen dan belum pernah periksa ke dokter.
3. Riwayat sakit telinga : disangkal
4. Riwayat stroke : disangkal
3
5. Riwayat tekanan darah tinggi : disangkal
6. Riwayat penyakit jantung : disangkal
7. Riwayat penyakit DM : disangkal
8. Riwayat sinusitis : disangkal
9. Riwayat batuk lama : disangkal
10. Riwayat cedera / trauma kepala : disangkal
11. Riwayat sakit gigi / gigi berlubang : disangkal
d) Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat keluhan serupa disangkal.
e) Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien merupakan seorang pensiunan PNS sejak 4 tahun yang lalu
Datang dengan status pasien BPJS non PBI, kesan ekonomi baik
Pasien menyangkal pernah minum minuman keras atau merokok
Pasien menyangkal memakai obat-obatan terlarang dan jamu jamuan rutin
f) Riwayat Pengobatan
Pasien meminum obat dari puskesmas yaitu ibuprofen dan obat lambung
g) Anamnesis Sistem
1. Sistem cerebrospinal : Pusing berputar
2. Sistem kardiovascular : Nyeri dada
3. Sistem respiratorius : Tidak ada keluhan
4. Sistem gastrointestinal : Mual, muntah (+)
5. Sistem neuromuskuler : Nyeri punggung
6. Sistem urogenital : Tidak ada keluhan
7. Sistem integumen : Tidak ada keluhan
h) Resume Pasien
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis. Pasien berumur
59 tahun datang dengan keluhan pusing berputar sejak 3 hari sebelum masuk
rumah sakit. Keluhan disertai dengan mual, muntah dan demam.
Dua hari sebelum masuk rumah sakit, pasien datang ke puskesmas dan
mendapatkan pengobatan berupa obat ibuprofen dan obat lambung. Pusing
berputar tidak sembuh dan keluhan bertambah mengakibatkan pasien tidak bisa
4
tidur dimalam hari. Pada akhirnya pasien mendatangi IGD RSUD Ambarawa
kemudian mendapatkan pengobatan berupa obat betahistin, keluhan berkurang
setelah minum obat tersebut. Pasien di rawat inap di bangsal atau ruangan Anyelir
dan didiagnosa vertigo oleh dokter.
Pasien mengatakan pernah mengalami kejadian serupa 10 tahun yang lalu
dan menurutnya lebih parah dari yang dirasakan sekarang. Pasien mengatakan
sempat di rawat inap di rumah sakit dan didiagnosa vertigo oleh dokter. Pasien
juga mengeluhkan perut kembung, nyeri punggung serta nyeri dada.
Riwayat hipertensi maupun DM disangkal oleh pasien. Pada keluarga
pasien tidak pernah ada yang merasakan hal serupa. Pasien merupakan seorang
pensiunan PNS sejak 4 tahun lalu, tidak merokok dan juga minum alcohol.
C. DISKUSI PERTAMA
Berdasarkan hasil anamnesis pasien mengeluhkan pusing berputar seperti ingin
jatuh pada saat berjalan, hal tersebut adalah vertigo. Vertigo adalah adanya sensasi
gerakan atau rasa gerak dari tubuh atau lingkungan sekitarnya dengan gejala lain yang
timbul, terutama dari jaringan otonomik yang disebabkan oleh gangguan alat
keseimbangan tubuh oleh berbagai keadaan atau penyakit. Perasaan seolah-olah penderita
bergerak atau berputar, atau seolah-olah benda di sekitar penderita bergerak atau berputar
biasanya disertai dengan mual dan kehilangan keseimbangan.
Berdasarkan klinis, vertigo dibagi menjadi dua kategori yaitu vertigo vestibular
dan vertigo non-vestibular. Pada vertigo vestibular, keluhan yang muncul adalah rasa
berputar (“true vertigo”), serangan episodik, adanya mual, muntah, dicetuskan oleh
gerakan kepala. Sedangkan pada vertigo nonvestibular keluhan yang timbul yaitu
rasa melayang, hilang keseimbangan, serangan bersifat kontinyu, keluhan mual
muntah tidak ada, dicetuskan oleh gerakan objek visual dan dapat dicetuskan oleh
situasi ramai atau lalu lintas macet.
Pada pasien terdapat keluhan pusing berputar yang timbul bersifat
spontan, terdapat keluhan mual dan muntah. Berdasarkan hasil anamnesis
tersebut, dapat disimpulkan pasien mengalami vertigo tipe vestibular. Vertigo
vestibular dibagi menjadi dua jenis, yaitu vertigo perifer dan vertigo sentral. Pada vertigo
5
tipe perifer, bangkitan vertigo timbul lebih mendadak, derajat vertigo yang berat,
dipengaruhi oleh gerakan kepala, terdapat gejala otonom (mual, muntah,
berkeringat), gangguan pendengaran (tinitus, tuli), tidak ada tanda fokal otak.
Sedangkan pada vertigo tipe sentral, bangkitan vertigo lebih lambat, dengan derajat yang
ringan, tidak dipengaruhi oleh gerakan kepala, gejala otonom, tidak ada gangguan
pendengaran, terdapat tanda fokal otak.
Berdasarkan onset yaitu pusing timbul secara tiba-tiba dan hilang timbul, pusing
berputar dapat berlangsung dari beberapa jam hingga 1 hari, juga pusing berputar ini
hingga menyebabkan pasien tidak dapat melakukan aktivitas, keluhan mual, pusing dapat
dipengaruhi oleh posisi, keluhan ini umumnya terjadi pada vertigo perifer.
Pasien mengeluhkan adanya nyeri punnggung. Berdasarkan hasil anamnesis,
nyeri punggung yang dirasakan pasien tidak ada kaitannya dengan pusing berputar yang
terjadi pada pasien. Nyeri punggung pada pasien sudah dirasakan sejak 2 tahun yang lalu
dan sering kambuh jika pasien banyak beraktivitas. Berdasarkan teori, vertigo tidak
dipengaruhi oleh nyeri punggung. Faktor resiko yang dapat mempengaruhi vertigo adalah
nyeri pada leher, tetapi pasien mengatakan tidak ada nyeri leher.
Pasien juga mengeluhkan adanya nyeri dada. Nyeri dada terbagi menjadi dua,
yaitu nyeri dada yang berasal dari cardiac dan bukan cardiac. Pasien telah
dikonsultasikan ke penyakit dalam dan diberi obat Eperisone. Obat Eperisone adalah obat
yang antispasme yang biasa digunakan untuk nyeri dada non cardiac. Secara teori, pasien
dengan vertigo akan merasakan kecemasan berlebih. Kecemasan ini bisa menjadi pemicu
adanya nyeri dada. Dari hasil EKG tidak ada kelainan pada jantung. Ini semakin
membuktikan bahwa nyeri dada yang terjadi pada pasien bisa disebabkan oleh kecemasan
yang dirasakannya.
Riwayat hipertensi disangkal, riwayat diabetes melitus disangkal, riwayat infeksi
pada telinga disangkal, riwayat gigi berlubang disangkal, riwayat kejang sebelumnya
disangkal, riwayat pingsan disangkal, riwayat keganasan disangkal dan riwayat trauma
disangkal. Pada keluarga pasien riwayat keluhan serupa disangkal, riwayat hipertensi
disangkal, riwayat diabetes melitus diangkal dan riwayat keganasan disangkal.
6
D. DIAGNOSIS SEMENTARA
Diagnosis klinis : pusing berputar, mual, muntah, demam
Diagnosis topis : organ vestibular, perifer dd sentral, organ non vestibular
Diagnosis etiologis : vertigo mix type dd/ general disease
Diagnosis tambahan : nyeri punggung
VERTIGO
1. Definisi
Vertigo adalah sensasi gerakan atau rasa gerak dari tubuh atau lingkungan
sekitarnya dengan gejala lain yang timbul terutama dari jaringan otoonomi
disebabkan oleh gangguan alat keseimbangan tubuh. Vertigo berasal dari bahasa latin,
vertere artinya memutar. Sindroma vertigo terdiri dari: Pusing, Gejala simtomatik:
nistagmus, unstable, Gejala otonom: pucat, keringat dingin, mual, muntah.
2. Etiologi
Tubuh merasakan posisi dan mengendalikan keseimbangan melalui organ
keseimbangan yang terdapat di telinga bagian dalam. Organ ini memiliki saraf yang
berhubungan dengan area tertentu di otak.Vertigo bisa disebabkan oleh kelainan di dalam
telinga, di dalam saraf yang menghubungkan telinga dengan otak dan di dalam otaknya
sendiri. Vertigo juga bisa berhubungan dengan kelainan penglihatan atau perubahan
tekanan darah yang terjadi secara tiba-tiba.
3. Fisiologi Alat Keseimbangan
Dalam kondisi fisiologis/normal, informasi yang tiba di pusat integrasi alat
keseimbangan tubuh berasal dari reseptor vestibuler, visual dan proprioseptik kanan dan
kiri akan diperbandingkan, jika semuanya dalam keadaan sinkron dan wajar, akan
diproses lebih lanjut. Respons yang muncul berupa penyesuaian otot-otot mata dan
penggerak tubuh dalam keadaan bergerak. Di samping itu orang menyadari posisi kepala
dan tubuhnya terhadap lingkungan sekitar. Jika fungsi alat keseimbangan tubuh di perifer
atau sentral dalam kondisi tidak normal/ tidak fisiologis, atau ada rangsang gerakan yang
aneh atau berlebihan, maka proses pengolahan informasi akan terganggu, akibatnya
muncul gejala vertigo dan gejala otonom. Di samping itu, respons penyesuaian otot
7
menjadi tidak adekuat sehingga muncul gerakan abnormal yang dapat berupa nistagmus,
unsteadiness, ataksia saat berdiri/ berjalan dan gejala lainnya.
4. Klasifikasi
Vertigo Patologik diklasifikasikan menjadi dua kategori berdasarkan saluran
vestibular yang mengalami kerusakan, yaitu vertigo periferal dan vertigo sentral.
Saluran vestibular adalah salah satu organ bagian dalam telinga yang senantiasa
mengirimkan informasi tentang posisi tubuh ke otak untuk menjaga keseimbangan.
a. Vertigo periferal
Terjadi jika terdapat gangguan di saluran yang disebut kanalis semisirkularis,
yaitu telinga bagian tengah yang bertugas mengontrol keseimbangan.
Vertigo jenis ini biasanya diikuti gejala-gejala seperti: pandangan gelap, rasa
lelah dan stamina menurun, jantung berdebar, hilang keseimbangan, tidak mampu
berkonsentrasi, perasaan seperti mabuk, otot terasa sakit, mual dan muntah-muntah,
memori dan daya pikir menurun, sensitif pada cahaya terang dan suara, berkeringat.
Gangguan kesehatan yang berhubungan dengan vertigo periferal antara lain
penyakit-penyakit seperti benign parozysmal positional vertigo (gangguan akibat
kesalahan pengiriman pesan), penyakit meniere (gangguan keseimbangan yang
sering kali menyebabkan hilang pendengaran), vestibular neuritis (peradangan pada
sel-sel saraf keseimbangan), dan labyrinthitis (radang di bagian dalam
pendengaran).
1. Benign Paroxysmal Positional Vertigo
Merupakan penyakit yang sering ditemukan, dimana vertigo terjadi
secara mendadak dan berlangsung kurang dari 1 menit. perubahan posisi
kepala (biasanya terjadi ketika penderita berbaring, bangun, berguling diatas
tempat tidur atau menoleh ke belakang) biasanya memicu terjadinya episode
vertigo ini. penyakit ini tampaknya disebabkan oleh adanya endapan kalsium
di dalam salah satu kanalis semisirkularis di dalam telinga bagian dalam.
8
vertigo jenis ini mengerikan, tetapi tidak berbahaya dan biasanya menghilang
dengan sendirinya dalam beberapa minggu atau bulan. tidak disertai
hilangnya pendengaran maupun telinga berdenging Saat ini dikaitkan dengan
kondisi otoconia (butir kalsium di dalam kanalis semisirkularis) yang tidak
stabil. Terapi fisik dan manuver Brandt-Daroff dianggap lebih efektif
daripada medikamentosa.
2. Penyakit Menier
Dianggap disebabkan oleh pelebaran dan ruptur periodik kompartemen
endolimfatik di telinga dalam. Selain vertigo, biasanya disertai juga dengan
tinitus dan gangguan pen-dengaran. Belum ada pengobatan yang terbukti
efektif; terapi profilaktik juga belum memuaskan; tetapi 60-80 % akan remisi
spontan. Dapat dicoba pengggunaan vasodilator, diuretik ringan bersama diet
rendah garam. Kadang-kadang dilakukan tindakan operatif berupa
dekompresi ruangan endolimfatik dan pe-motongan n.vestibularis. Pada
kasus berat atau jika sudah tuli berat, dapat dilakukan labirintektomi atau
merusak saraf dengan instilasi aminoglikosid ke telinga dalam (ototoksik
lokal). Pencegahan antara lain dapat dicoba dengan menghindari kafein,
berhenti merokok, membatasi asupan garam. Obat diuretik ringan atau
antagonis kalsium dapat meringankan gejala. Simtomatik dapat diberi obat
supresan vestibluer.
3. Neuritis vestibularis
Merupakan penyakit yang self limiting, diduga disebabkan oleh infeksi
virus; jika disertai gangguan pendengaran disebut labirintitis. Sekitar 50%
pasien akan sembuh dalam dua bulan. Di awal sakit, pasien dianjurkan
istirahat di tempat tidur, diberi obat supresan vestibuler dan anti emetik.
Mobilisasi dini dianjurkan untuk merangsang mekanisme kompensasi sentral.
4. Vertigo akibat obat
Beberapa obat ototoksik dapat menyebabkan vertigo yang disertai tinitus
9
dan hilangnya pendengaran. Obat-obat itu antara lain aminoglikosid, diuretik
loop, antiinflamasi nonsteroid, derivat kina atau antineoplasitik yang
mengandung platina. Streptomisin lebih bersifat vestibulotoksik, demikian
juga gentamisin; sedangkan kanamisin, amikasin dan netilmisin lebih bersifat
ototoksik. Antimikroba lain yang dikaitkan dengan gejala vestibuler antara
lain sulfonamid, asam nalidiksat, metronidaziol dan minosiklin. Terapi berupa
penghentian obat bersangkutan dan terapi fisik; penggunaan obat supresan
vestibuler tidak dianjurkan karena jusrtru menghambat pemulihan fungsi
vestibluer. Obat penyekat alfa adrenergik, vasodilator dan antiparkinson dapat
menimbulkan keluhan rasa melayang yang dapat dikacaukan dengan vertigo.
b. Vertigo sentral
Terjadi jika ada sesuatu yang tidak normal di dalam otak, khususnya di
bagian saraf keseimbangan, yaitu daerah percabangan otak dan serebelum (otak
kecil). Gejala vertigo sentral biasanya terjadi secara bertahap, penderita akan
mengalami hal-hal seperti: penglihatan ganda, sukar menelan, kelumpuhan otot-otot
wajah, sakit kepala yang parah, kesadaran terganggu, tidak mampu berkata-kata,
hilangnya koordinasi, mual dan muntah-muntah, tubuh terasa lemah.
Gangguan kesehatan yang berhubungan dengan vertigo sentral termasuk
antara lain stroke, multiple sclerosis (gangguan tulang belakang dan otak), tumor,
trauma dibagian kepala, migren, infeksi, kondisi peradangan, neurodegenerative
illnesses (penyakit akibat kemunduran fungsi saraf) yang menimbulkan dampak
pada otak kecil.
Penyebab dan gejala keluhan vertigo biasanya datang mendadak, diikuti
gejala klinis tidak nyaman seperti banyak berkeringat, mual,dan muntah. Faktor
penyebab vertigo adalah Sistemik, Neurologik, Ophtalmologik, Otolaringologi,
Psikogenik, dapat disingkat SNOOP.
Yang disebut vertigo sistemik adalah keluhan vertigo yang disebabkan oleh
penyakit tertentu, misalnya diabetes mellitus, hipertensi dan jantung. Sementara itu,
10
vertigo neurologik adalah gangguan vertigo yang disebabkan oleh gangguan saraf.
Keluhan vertigo yang disebabkan oleh gangguan mata atau berkurangnya daya
penglihatan disebut vertigo ophtalmologis; sedangkan vertigo yang disebabkan oleh
berkurangnya fungsi alat pendengaran disebut vertigo otolaringologis.
Selain penyebab dari segi fisik, penyebab lain munculnya vertigo adalah pola
hidup yang tak teratur, seperti kurang tidur atau terlalu memikirkan suatu masalah
hingga stres. Vertigo yang disebabkan oleh stres atau tekanan emosional disebut
vertigo psikogenik. Vertigo sering kali disebabkan oleh adanya gangguan
keseimbangan yang berpusat di area labirin atau rumah siput di rongga telinga.
kemungkinan penyebab vertigo antara lain: Infeksi virus seperti influenza yang
menyerang area labirin, Infeksi bakteri di telinga bagian tengah, Radang sendi di
daerah leher, Serangan migren, Sirkulasi darah yang terlalu sedikit sehingga
menyebabkan aliran darah ke pusat keseimbangan otak menurun, Mabuk kendaran,
Alkohol dan obat-obatan tertentu.
11
5. Diagnosis Vertigo
1. Anamnesis
a. Karakteristik pusing
Perlu ditanyakan mengenai sensasi yang dirasakan pasien apakah sensasi
berputar, atau sensasi non spesifik seperti giddiness atau liht headness, atau
hanya suatu perasaan yang berbeda (kebingungan).
b. Keparahan
Keparahan dari suatu vertigo juga dapat membantu, misalnya: pada acute
vestibular neuritis, gejala awal biasanya parah namun berkurang dalam beberapa
hari kedepan. Pada Ménière’s disease, pada awalnya keparahan biasanya
meningkat dan kemudian berkurang setelahnya. Sedangakan pasien mengeluh
vertigo ynag menetap dan konstan mungkin memilki penyebab psikologis
c. Onset dan durasi vertigo
Durasi tiap episode memiliki nilai diagnostic yang signifikan, semakin lama
durasi vertigo maka kemungkinan kearah vertigo sentral menjadi lebih besar.
Vertigo perifer umumnya memilki onset akut dibandingkan vertigo sentral
kecuali pada cerebrovascular attack.
d. Faktor pencetus
12
Faktor pencetus dan dapat mempersempit diagnosis banding pada vertigo
vestibular perifer. Jika gejala terjadi hanya ketika perubahan posisi, penyebab
yang paling mungkin adalah BPPV. Infeksi virus yang baru pada saluran
pernapasan atas kemungkinan berhubungan dnegan acute vestibular
neutritis atau acute labyrhinti. Faktor yang mencetuskan migraine dapat
menyebabkan vertigo jika pasien vertigo bersamaan dengan migraikkne. Vertigo
dapat disebabkan oleh fistula perilimfatik Fistula perimfatik dapat disebabkn
oleh trauma baik langsung ataupun barotraumas, mengejan. Bersin atau gerakan
yang mengakibatkan telinga ke bawah akan memprovokasi vertigo pada pasien
dengan fistula perilimfatik. Adanya fenomena Tullio’s (nistagmus dan vertigo
yang disebabkan suara bising pada frekuensi tertentu) mengarah kepada
penyebab perifer
e. Gejala penyerta
Gejala penyerta berupa penurunan pendengara, nyeri, mual, muntah dan gejala
neurologis dapat membantu membedakan diagnosis penyebab vertigo.
Kebanyakan penyebab vertigo dengan gangguan pendengaran berasal dari
perifer, kecuali pada penyakit serebrovaskular yang mengenai arteri auditorius
interna atau arteri anterior inferior cebellar. Nyeri yang menyertai vertigo dapat
terjadi bersamaan dengan infeksi akut telinga tengah, penyakit invasive pada
tulang temporal, atau iritasi meningeal. Vertigo sering bersamaan dengan
muntah dan mual pada acute vestibular neuronitis dan pada meniere disease
yang parah dan BPPV.
Pada vertigo sentral mual dan muntah tidak terlalu parah. Gejala
neurologis berupa kelemahan, disarthria, gangguan penglihatan dan
pendengaran, parestesia, penurunan kesadaran, ataksia atau perubahan lain pada
fungsi sensori dan motoris lebih mengarahkan diagnosis ke vertigo sentral
misalnya penyakit cererovascular, neoplasma, atau multiple sklerosis. Pasien
denga migraine biasanya merasakan gejala lain yang berhubungan dengan
migraine misalnya sakit kepala yang tipikal (throbbing, unilateral, kadnag
disertai aura), mual, muntah, fotofobia, dan fonofobia. 21-35% pasien dengan
migraine mengeluhkan vertigo.
13
2. Pemeriksaan fisik
1. Fungsi vestibular atau serebral
a. Test Romberg
Dimana penderita berdiri dengan kedua kaki dirapatkan, mula-mula dengan
kedua mata terbuka kemudian tertutup. Pada kelainan vestibular hanya pada
mata tertutup badan penderita akan bergoyang menjauhi garis tengah dan
kemudian kembali lagi. Pada mata terbuka badan penderita tetap tegak. Pada
kelainan serebelar badan penderita akan bergoyang baik pada mata terbuka
maupun pada mata tertutup.
b. Tandem gait
Dimana penderita berjalan lurus dengan tumit kaki kiri atau kanan
diletakkan pada ujung jari kaki kanan atau kiri bergantian. Pada kelainan
vestibular perjalanannya akan menyimpang dan pada kelainan serebelar
penderita akan cenderung jatuh.
c. Uji Unterberger
Berdiri dengan kedua lengan lurus horisontal ke depan dan jalan di tempat
dengan mengangkat lutut setinggi mungkin selama satu menit. Pada
kelainan vestibuler posisi penderita akan menyimpang atau berputar ke arah
lesi dengan gerakan seperti orang melempar cakram; kepala dan badan
berputar ke arah lesi, kedua lengan bergerak ke arah lesi dengan lengan pada
sisi lesi turun dan yang lainnya naik. Keadaan ini disertai nistagmus dengan
fase lambat ke arah lesi.
d. Past-pointing test ( uji tunjuk Barany)
Dengan jari telunjuk ekstensi dan lengan lurus ke depan, penderita disuruh
mengangkat lengannnya ke atas kemudian ditrunkan sampai menyentuh
telunjuk tangan pemeriksa. Hal ini dilakukan berulang-ulang dengan mata
14
terbuka dan tertutup. Pada kelainan vestibular akan terlihat pennyimpangan
lengan penderita ke arah lesi.
e. Fukuda test
Dimana dengan mata tertutup pasien berjalan di tempat sebanyak 50
langkah kemudian diukur sudut penyimpangan kedua kaki, normal sudut
penyimpangan tidak lebih dari 30°.
3. Pemeriksaan Neurotologi
Pemeriksaan ini terutama untuk menentukan apakah letak lesinya di sentral atau
perifer
a. Uji Dix Hallpike
Dari posisi duduk di atas tempat tidur, penderita dibaringkan ke belakang
dengan cepat, sehingga kepalanya menggantung 45º di bawah garis horisontal,
kemudian kepalanya dimiringkan 45º ke kanan lalu ke kiri. Perhatikan saat
timbul dan hilangnya vertigo dan nistagmus, dengan uji ini dapat dibedakan
apakah lesinya perifer atau sentral. Perifer (benign positional vertigo): vertigo
dan nistagmus timbul setelah periode laten 2-10 detik, hilang dalam waktu
kurang dari 1 menit, akan berkurang atau menghilang bila tes diulang-ulang
beberapa kali (fatigue). Sentral: tidak ada periode laten, nistagmus dan vertigo
berlangsung lebih dari 1 menit, bila diulang-ulang reaksi tetap seperti semula
(non-fatigue).
b. Tes Kalori
15
Penderita berbaring dengan kepala fleksi 30º, sehingga kanalis
semisirkularis lateralis dalam posisi vertikal. Kedua telinga diirigasi
bergantian dengan air dingin (30ºC) dan air hangat (44ºC) masing-masing
selama 40 detik dan jarak setiap irigasi 5 menit. Nistagmus yang timbul
dihitung lamanya sejak permulaan irigasi sampai hilangnya nistagmus tersebut
(normal 90-150 detik). Dengan tes ini dapat ditentukan adanya canal paresis
atau directional preponderance ke kiri atau ke kanan. Canal paresis ialah jika
abnormalitas ditemukan di satu telinga, baik setelah rangsang air hangat
maupun air dingin, sedangkan directional preponderance ialah jika
abnormalitas ditemukan pada arah nistagmus yang sama di masing-masing
telinga. Canal paresis menunjukkan lesi perifer di labirin atau N.VIII,
sedangkan directional preponderance menunjukkan lesi sentral.
c. Audiometry
Pemeriksaan audiometric berguna untuk memeriksa jenis dan tingkat
keparahan pendengaran dan juga menentukan kira- kira organ yang
berpengaruh terhadap gangguan. Kehilangan Pendengaran dalam kasus ini
adalah jenis sensorineural. Namun, pasien dengan kelaianan malformasi
telinga dalam (yaitu, perbesaran vestibular aqueduct) mungkin akan
mempunyai gejala klinis yang sama.
d. BERA
Brain Evoked Response Audiometry atau BERA merupakan alat yang dapat
digunakan untuk mendeteksi dini adanya gangguan pendengaran, bahkan
sejak bayi baru saja dilahirkan. Istilah lain yang sering digunakan yakni
Brainstem Auditory Evoked Potential (BAEP) atau Brainstem Auditory
Evoked Response Audiometry (BAER). Alat ini efektif untuk mengevaluasi
saluran atau organ pendengaran mulai dari perifer sampai batang otak. BERA
juga dapat dimanfaatkan untuk menentukan sumber gangguan pendengaran
apakah di koklea atau retro choclearis, mengevaluasi brainstem (batang otak),
serta menentukan apakah gangguan pendengaran disebabkan karena
psikologis atau fisik.
16
4. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang pada vertigo meliputi tes audiometric, vestibular testing,
evalusi laboratories dan evalusi radiologis,
a. Tes audiologik tidak selalu diperlukan. Tes ini diperlukan jika pasien
mengeluhkan gangguan pendengaran. Namun jika diagnosis tidak jelas maka
dapat dilakukan audiometric pada semua pasien meskipun tidak mengelhkan
gangguan pendengaran.
b. Vestibular testing tidak dilakukan pada semau pasieen dengan
keluhan dizziness . Vestibular testing membantu jika tidak ditemukan sebab
yang jelas.
c. Pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan elekrolit, gula darah, fungsi
thyroid dapat menentukan etiologi vertigo pada kurang dari 1% pasien.
d. Pemeriksaan radiologi sebaiknya dilakukan pada pasien dengan vertigo yang
memiliki tanda dan gejala neurologis, ada faktor resiko untuk terjadinya CVA,
tuli unilateral yang progresif. MRI kepala mengevaluasi struktur dan integritas
batang otak, cerebellum, dan periventrikular white matter, dan kompleks
nervus VIII.
6. Tatalaksana vertigo
a. Farmakologis
Karena penyebab vertigo beragam, sementara penderita seringkali merasa sangat
terganggu dengan keluhan vertigo tersebut, seringkali menggunakan pengobatan
simptomatik. Lamanya pengobatan bervariasi. Sebagian besar kasus terapi dapat
dihentikan setelah beberapa minggu. Beberapa golongan yang sering digunakan :
1) Antihistamin
Tidak semua obat antihistamin mempunyai sifat anti vertigo. Antihistamin
yang dapat meredakan vertigo seperti obat dimenhidrinat, difenhidramin,
meksilin, siklisin. Antihistamin yang mempunyai anti vertigo juga memiliki
aktivitas anti-kholinergik di susunan saraf pusat. Mungkin sifat anti-
kholinergik ini ada kaitannya dengan kemampuannya sebagai obat
antivertigo. Efek samping yang umum dijumpai ialah sedasi (mengantuk).
17
Pada penderita vertigo yang berat efek samping ini memberikan dampak yang
positif.
Betahistin
Senyawa Betahistin (suatu analog histamin) yang dapat meningkatkan
sirkulasi di telinga dalam, dapat diberikan untuk mengatasi gejala vertigo.
Efek samping Betahistin ialah gangguan di lambung, rasa enek, dan sesekali
“rash” di kulit.
- Betahistin Mesylate
Dengan dosis 6 mg (1 tablet) – 12 mg, 3 kali sehari per oral.
- Betahistin HCl
Dengan dosis 8 mg (1 tablet), 3 kali sehari. Maksimum 6 tablet dibagi
dalam beberapa dosis.
2) Antagonis kalsium
Dapat juga berkhasiat dalam mengobati vertigo. Obat antagonis kalsium yang
sering digunakan adalah Cinnarizine (Stugeron) dan Flunarizine (Sibelium)
yang merupakan obat supresan vestibular karena sel rambut vestibular
mengandung banyak terowongan kalsium. Namun antagonis kalsium sering
mempunyai khasiat lain seperti antikolinergik dan antihistamin.
3) Fenotiazine
Promethazine
Merupakan golongan Fenotiazine yang paling efektif mengobati vertigo.
Lama aktivitas obat ini adalah 4-6 jam. Diberikan dengan dosis 12,5 – 25
mg, 4 kali sehari per oral. Efek samping yang sering dijumpai adalah
sedasi (mengantuk), sedangkan efek samping ekstrapiramidalis lebih
sedikit dibanding obat fenotiazine lainnya.
Khlorpromazine
Dapat diberikan pada penderita dengan serangan vertigo yang berat dan
akut. Obat ini dapat diberikan per oral atau parenteral (suntikan
18
intramuscular atau intravena). Dosis yang lazim ialah 25 mg – 50 mg, 3 –
4 kali sehari. Efek samping ialah sedasi (mengantuk).
4) Obat simpaomimetik
Obat simpatomimetik dapat juga menekan vertigo
5) Obat penenang minor
Dapat diberikan kepada penderita vertigo untuk mengurangi kecemasan yang
diderita yang sering menyertai gejala vertigo.efek samping seperti mulut kering
dan penglihatan menjadi kabur.
Lorazepam: Dosis dapat diberikan 0,5 mg – 1 mg
Diazepam : Dosis dapat diberikan 2 mg – 5 mg
6) Obat anti kolinergik
Obat antikolinergik yang aktif di sentral dapat menekan aktivitas sistem
vestibular dan dapat mengurangi gejala vertigo.
Skopolamin
Skopolamin dapat pula dikombinasi dengan fenotiazine atau efedrin dan
mempunyai khasiat sinergistik. Dosis skopolamin ialah 0,3 mg – 0,6 mg, 3 – 4
kali sehari.
b. Non Farmakologis
Susunan saraf pusat mempunyai kemampuan untuk mengkompensasi
gangguan keseimbangan. Namun kadang-kadang dijumpai beberapa penderita
yang kemampuan adaptasinya kurang atau tidak baik. Hal ini disebabkan oleh
adanya gangguan lain di susunan saraf pusat atau didapatkan deficit di sistem
visual atau proprioseptifnya. Kadang-kadang obat tidak banyak membantu,
sehingga perlu latihan fisik vestibular. Latihan bertujuan untuk mengatasi
gangguan vestibular, membiasakan atau mengadaptasi diri terhadap gangguan
keseimbangan. Tujuan latihan ialah :
Melatih gerakan kepala yang mencetuskan vertigo atau disekuilibrium
untuk meningkatkan kemampuan mengatasinya secara lambat laun.
Melatih gerakan bola mata, latihan fiksasi pandangan mata.
Melatih meningkatkan kemampuan keseimbangan.
E. PEMERIKSAAN FISIK
19
Pemeriksaan dilakukan pada tanggal 9 Februari 2019.
Status Generalis
a. Keadaan umum: Tampak sakit sedang
b. Kesadaran: Compos Mentis/ GCS = E4M6V5= 15
c. TD : 120/80 mmHg
d. Nadi : 91 x/menit, Reguler
e. Pernapasan : 20 x/menit, Reguler
f. Suhu : 36,5oC
g. Kepala : normosefali, tidak ada kelainan
h. Mata : OS : pupil bulat, ø 3mm, refleks cahaya langsung (+),
Reflek kornea (+), Ptosis (-), Eksoftalmus (-)
OD : pupil bulat, ø 3mm, refleks cahaya langsung (+), Reflek
kornea (+) Ptosis (-), Eksoftalmus (-)
Konjungtiva anemis (+/+) sklera ikterik (-/-)
i. THT : rhinorea (-), otorhea (-)
j. Mulut : Mukosa tidak tampak hiperemis
1) Faring : Mukosa hiperemis (-), T1-T1 tenang, Uvula ditengah, arcus
faring simetris
2) Lidah : Atrofi papil lidah (-), lidah deviasi (-)
k. Leher : Pembesaran KGB (-), tiroid tidak teraba membesar, trachea
ditengah
l. Thoraks :
1) Cor :
Inspeksi: ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : kuat angkat, ictus cordis teraba 2 cm medial di ICS 5 linea
midclavikula sinistra,
Perkusi :
20
Kanan jantung : ICS IV linea sternalis dextra
Pinggang jantung : ICS III linea parasternalis sinistra
Kiri jantung : ICS V, 2cm medial linea
midclavicula sinistra
Auskultasi : BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-)
2) Pulmo :
Inspeksi : Pergerakan dada kanan dan kiri simetris saat statis dan
dinamis, retraksi dada (-)
Perkusi : Sonor di semua lapang paru
Palpasi : Taktil fremitus simetris kanan dan kiri
Auskultasi : Suara dasar paru (+/+), wheezing (-/-), rhonki (-/-)
m. Abdomen : datar, supel, timpani, BU (+) normal, hepar & lien tidak
teraba
n. Ekstremitas : Akral hangat (+/+), CRT < 2 detik, edema (-/-)
Status Psikiatrikus
a. Cara berpikir : Wajar, sesuai umur
b. Tingkah laku : Wajar, pasien sadar
c. Ingatan : Baik, amnesia (-)
d. Kecerdasan : Baik, sesuai tingkat pendidikan
Status Neurologis
a. Sikap : Simetris dan lurus
b. Gerakan abnormal : Tidak ada gerakan abnormal
c. Cara berjalan : Tidak ada gangguan
21
d. Kognitif : Tidak ada gangguan komunikasi
Pemeriksaan Saraf Kranial
Saraf Kranialis Kanan Kiri
N. I Olfaktorius
Daya Penghidu Normal Normal
N. II Optikus
Daya Penglihatan
Lapang Penglihatan
Melihat Warna
N
N
N
N
N
N
N. III Okulomotorius
Ptosis
Gerakan mata ke medial
Gerakan mata ke atas
Gerakan mata ke bawah
Nistagmus
Eksoftalmus
Enoftalmus
Pupil - Besar
- Bentuk
(-)
Baik
Baik
Baik
(-)
(-)
(-)
3mm
Bulat, isokor, sentral
(-)
Baik
Baik
Baik
(-)
(-)
(-)
3mm
Bulat, isokor, sentral
22
Refleks terhadap sinar
langsung/tidak langsung
Melihat ganda
(+)
(-)
(+)
(-)
N.IV Trokhlearis
Pergerakan mata
(ke bawah-lateral)
Srabismus konvergen
Baik
(-)
Baik
(-)
N.V Trigeminus
Sensibilitas muka
Reflek kornea
Trismus
Membuka mulut
Menggigit
Refleks bersin
Normal
(+)
(-)
Baik
Baik
Baik
Normal
(+)
(-)
Baik
Baik
Baik
N.VI Abducen
Gerakan mata ke lateral
Strabismus konvergen
Normal
(-)
Normal
(-)
23
N.VII Fasialis
Sulcus nasolabialis
Kedipan mata
Sudut Mulut
Mengerutkan dahi
Menutup mata
Meringis
Mengembungkan pipi
Daya Kecap 2/3 anterior
Baik
Baik
Baik
(+)
(+)
(+)
(+)
Tidak dilakukan
Baik
Baik
Baik
(+)
(+)
(+)
(+)
Tidak dilakukan
N.VIII Vestibulokoklearis
Detik arloji
Suara berisik
Weber
Rinne
Swabach
(+)
(+)
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
(+)
(+)
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
N.IX Glossofaringeus
Daya kecap 1/3 belakang
Refleks Muntah
Arcus pharynx
(+)
(-)
Simetris
(+)
(-)
Simetris
24
Tersedak
Sengau
(-)
(-)
(-)
(-)
N.X Vagus
Arcus pharynx
Menelan
Berbicara
Simetris uvula di tengah
Normal, tidak tersedak
Baik
N.XI Accecorius
Mengangkat bahu
Memalingkan kepala
Tropi otot bahu
Sikap Bahu
Baik
Baik
Eutrofi
Simetris
Baik
Baik
Eutrofi
Simetris
N.XII Hypoglossus
Sikap lidah
Artikulasi
Menjulurkan lidah
Tremor lidah
Fasikulasi
Trofi otot lidah
Deviasi (-)
Baik
Lateralisasi (-)
(-)
(-)
Eutrofi
Deviasi (-)
Baik
Lateralisasi (-)
(-)
(-)
Eutrofi
Pemeriksaan Khusus
25
1. Romberg test: (-)
2. Nistagmus: (+)
3. Past Pointing test: (-)
4. Dix-Hallpike Test (+)
5. Lermit Test (-)
Pemeriksaan Laboratorium
PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN
Hematologi
Hemoglobin 13.6 g/dl 11.7 – 15.5 g/dl
Leukosit 5.23 ribu 3.6 – 11.0 ribu
Eritrosit 5.62 juta 3.8 – 5.2 juta
Hematokrit 41.4 % 35 – 47%
Trombosit 154 ribu 150 – 400 ribu
MCV 62.5 82-88
MCH 20.5 27-32
MCHC 32.9 32-37
RDW 12.9 10-16
MPV 9.94 7-11
Limfosit 1.97 1.0-4,5
Monosit 0.917 0.2-1.0
26
Eosinophil 0.015 0.04-0.8
Basophil 0.084 0-0.2
Neutrophil 2.24 1.8-7.5
Limfosit % 38 25-40
Monosit % 17.5 2-8
Eosinophil % 0.282 2-4
Basophil % 1.90 0-1
Neutrophil % 42.8 50-70
PCT 0.153 0.2-0.5
Kimia Klinik
Glukosa puasa 111 mg/dl 74 – 106 mg/dL
Glukosa 2 jam PP 75 mg/dL <120 mg/dL
SGOT 18 U/L 0 – 35 U/L
SGPT 19 IU/L 0 – 35 IU/L
Ureum 21 mg/dl 10 – 50 mg/dl
Kreatinin 0.95 mg/dl 0.45 – 0.75 mg/dl
Kolesterol 118 mg/dl <200 dianjurkan; 200 – 239
risiko sedang; ≥240 risiko
tinggi
HDL-kolesterol 30 mg/dl 37 – 92 mg/dl
27
LDL-kolesterol 54.6 mg/dl <150 mg/dl
Trigliserida 134 mg/dl 70 – 140 mg/dl
Asam urat 1.97 mg/dL 2-7 mg/dL
Pemeriksaan Radiologi
Foto Cervical AP Lateral Oblique
28
Hasil:
Aligment lurus
Spondilosis cervicalis
Tak tampak kompresi maupun listesis
Tak tampak penyempitan diskus intervertebralis
F. DISKUSI KEDUA
Selanjutnya dilakukan pemeriksaan fisik untuk menegakkan diagnosis vertigo. Pada
pasien ini didapatkan Romberg Test (-), nistagmus (+), Past Pointing test (-), Uji Dix-
Hallpike (+) dan Lermit Test (-). Dari hasil pemeriksaan tersebut dapat disimpulkan
bahwa vertigo yang dirasakan pasien lebih mengarah pada vertigo perifer.
Dari pemeriksaan radiologi didapatkan kesan berasal dari cervicogenik, yakni
adanya spondilosis servikalis. Vertigo berkaitan dengan perubahan degeneratif pada
pasien spondilosis servikalis dan hilangnya aliran darah ke otak. Pada spondilitis
servikalis pembentukan osteofit dapat menekan arteri vertebralis yang menyebabkan
oklusi mekanis dan menurunkan aliran darah sehingga timbul keluhan vertigo. Namun
29
pada pasien ini tidak didapatkan gejala klinis dari vertigo cervicogenik yaitu pasien tidak
mengeluh adanya kaku leher. Selain itu pada pemeriksaan lermit test didapatkan hasil
negatif, itu semakin menguatkan bahwa vertigo pada pasien ini bukan disebabkan karena
adanya kelainan pada cervical.
Data dari anamnesa, pemeriksaan fisik, dan hasil pemeriksaan penunjang
menunjukkan bahwa vertigo yang terjadi pada pasien ini merupakan vertigo general
disease.
G. KONSULTASI PENYAKIT DALAM
Hasil : nyeri dada esktra cardial
Terapi : Eperisone 3x1
H. DIAGNOSIS AKHIR
Diagnosis Klinis : pusing berputar, mual, muntah, demam
Diagnosis Topis : organ vestibular, perifer
Diagnosis Etiologi : vertigo dd general disease
Diagnosis Tambahan : LBP
PLANNING
a. Terapi :
1. Paracetamol 3x500 mg
2. Sucralfat Syr 3x1
3. Betahistin 3x2
4. Inj. Ceftriaxone 2x1
5. Inj. Ranitidin 2x1
6. Inj. Sohobion 1x1
7. Inj. Ketorolac 2x30 mg
8. Fluoxetine 1x10 mg
9. Eperisone 3x1
b. Foto Rontgen untuk nyeri punggung
30
PROGNOSIS
Death : Dubia ad bonam
Disease : Dubia
Dissability : Dubia ad bonam
Discomfort : Dubia
Dissatisfaction : Dubia
Distutition : Dubia
FOLLOW UP
6 Februari 2019 S: pusing berputar, mual muntah (-), perut
kembung
O:
TD: 110/80
N: 106x
RR: 20
T: 37,3
A: Vertigo Mixtype dd General Disease
P: Betahistin 3x1, Domperidone 10g 3x1
ac, Flunarizin 2x1
7 Februari 2019 S: Pusing berputar sudah mulai berkurang,
batuk (+), pilek (+), mual muntah (-)
O:
TD: 110/80
N: 80
RR: 20
T: 36,8
A: Vertigo Mixtype dd Gebneral Disease
P:
Inj. Ceftriaxone 2x1
Inj. Ranitidin 2x1
31
Inj. Sohobion 1x1
Inj. Ketorolac 2x30
Paracetamol 3x500 mg
Sucralfat Syr 3x1
Betahistin 3x2
8 Februari 2019 S: Pusing berputar masih dirasakan, mual
muntah (-)
O:
TD: 120/80
N: 68x
RR: 20x
T: 36,9
A: Vertigo Mixtype dd General Disease
P:
Inj. Ceftriaxone 2x1
Inj. Ranitidin 2x1
Inj. Sohobion 1x1
Inj. Ketorolac 2x30
Paracetamol 3x500 mg
Sucralfat Syr 3x1
Betahistin 3x2
9 Februari 2019 S: Pusing berputar sudah semakin
berkurang, mual muntah (-), tidur sudah
lebih nyenyak
O:
TD: 130/80
N: 80x
RR: 20x
T: 36,6
A: Vertigo Mixtype dd General Disease
P:
32
Inj. Ceftriaxone 2x1
Inj. Ranitidin 2x1
Inj. Sohobion 1x1
Inj. Ketorolac 2x30
Paracetamol 3x500 mg
Sucralfat Syr 3x1
Betahistin 3x2
Fluoxetin 1x10
10 Februari 2019 BLPL
33