laporan tutorial nyeri pinggang

61
KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkah-Nyalah kami dapat melakukan diskusi tutorial dengan lancar dan menyusun laporan hasil diskusi tutorial ini dengan tepat waktunya. Kami mengucapkan terima kasih secara khusus kepada dr. Isna Kusuma Nintyastuti, Sp.M sebagai tutor atas bimbingan beliau pada kami dalam melaksanakan diskusi ini. Kami juga mengucapkan terima kasih pada teman-teman yang ikut berpartisipasi dan membantu kami dalam proses tutorial ini. Kami juga ingin meminta maaf yang sebesar-besarnya atas kekurangan-kekurangan yang ada dalam laporan ini. Hal ini adalah semata-mata karena kurangnya pengetahuan kami. Maka dari itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun yang harus kami lakukan untuk dapat menyusun laporan yang lebih baik lagi di kemudian hari. 1

Upload: gekwahyu

Post on 29-Sep-2015

361 views

Category:

Documents


45 download

DESCRIPTION

Laporan tutorial Nyeri Pinggang

TRANSCRIPT

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkah-Nyalah kami dapat melakukan diskusi tutorial dengan lancar dan menyusun laporan hasil diskusi tutorial ini dengan tepat waktunya.

Kami mengucapkan terima kasih secara khusus kepada dr. Isna Kusuma Nintyastuti, Sp.M sebagai tutor atas bimbingan beliau pada kami dalam melaksanakan diskusi ini. Kami juga mengucapkan terima kasih pada teman-teman yang ikut berpartisipasi dan membantu kami dalam proses tutorial ini.

Kami juga ingin meminta maaf yang sebesar-besarnya atas kekurangan-kekurangan yang ada dalam laporan ini. Hal ini adalah semata-mata karena kurangnya pengetahuan kami. Maka dari itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun yang harus kami lakukan untuk dapat menyusun laporan yang lebih baik lagi di kemudian hari.

Mataram, 10 Mei 2014

PenyusunDAFTAR ISI

Kata Pengantar .1

Daftar Isi ..2BAB I : PENDAHULUAN

1.1. Skenario...31.2. Learning Objective (LO).....31.3. Mind Map4

BAB II : PEMBAHASAN 1.1. Analisis skenario......5

1.2. Nyeri pinggang.....61.3. Hernia nukleus pulposus.....91.4. Spondilitis tuberkulosis....121.5. Trauma tulang belakang...201.6. Metastasis ca....251.7. Osteoporosis.281.8. NSAID35BAB III : PENUTUP38Daftar Pustaka...39BAB I

PENDAHULUAN1.1. SKENARIO 3Aduuuuh sakitnyaaa...

Seorang perempuan, berusia 70 tahun, dibawa ke UGD oleh Anaknya dengan keluhan nyeri punggung bawah. Hasil anamnesis dari keluarga pasien, 2 bulan yang lalu, pasien awalnya mengeluh agak nyeri di pinggang jika pasien jongkok. Pada saat yang bersamaan pasien juga mengeluh perut kembung dan sulit BAB, dan sering meriang. Pasien sudah 3 kali berobat ke dokter dengan keluhan yang sama, tetapi keluhannya tidak membaik. Saat ini, nyeri pinggang pasien semakin memberat, bahkan saat istirahat. Kakinya kesemutan dan sulit untuk digerakkan. Menurut keluarganya, pasien pernah jatuh terduduk dari tangga 8 tahun yang lalu dan mempunyai batuk lama 20 tahun yang lalu. Anaknnya sangat khawatir dengan kondisi, apalagi terlihat sekali ibunya sangat kurus. Hasil pemeriksaan fisik, TD 150/90 mmHg, Nadi 90 kali/menit, RR 20 kali/menit, suhu 37,9 0C, refleks patella dan achilles menurun. Dokter yang merawat, memutuskan untuk melakukan pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosa dan memberikan terapi.1.2. LEARNING OBJECTIVES1. Analisis skenario2. Nyeri pinggang

3. DD

1.3. MIND MAP

BAB IIPEMBAHASAN

1.1. ANALISIS SKENARIOAnamnesisKU : Nyeri punggung bawah (Low Back Pain)RPS (Riwayat Penyakit Sekarang) : Nyeri di pinggang jika jongkok. Semakin memberat saat istirahatKeluhan Penyerta : Perut kembung dan sulit BAB ( Terdapat penekanan pada S1-S5 Meriang ( Infeksi Kaki kesemutan ( Gangguan sensibilitas.RPD (Riwayat Penyakit Dahulu) : Jatuh terduduk dari tangga 8 tahun yang lalu ( Trauma Batuk lama 20 tahun yang lalu ( Spondilitis TBPemeriksaan FisikKondisi Umum Pasien : Compos mentis Sangat kurusVital Signs Pada Psien : TD 150/90 mmHg ( Hipertensi Grade 1 RR 20x/menit ( Batas Normal Nadi 90x/menit ( Batas Normal Suhu 37,9 C ( SubfebrisPemeriksaan Neurologis : Refleks patella turun Refleks achilles turunPemeriksaan Lanjutan Radiologi ( - Daerah Lumbosakral

- Daerah Thorax Laboratorium ( UL, DL, dan LED Mantoux tes dan BTA1.2. NYERI PINGGANGPatofisiologi Nyeri Pinggang (Low Back Pain)

Pinggang adalah bagian belakang badan yang mengemban bagian tubuh dari toraks keatas dan perut.Bagian tersebut ialah tulang belakang lumbal khususnya dan seluruh tulang belakang umumnya. Tiap ruas tulang belakang berikut dengan diskus intervertebralis sepanjang kolumna vertebralis merupakan satuan anatomi dan fisiologi. Bagian depan yang terdiri dari korpus vertebralis dan diskus intervertebralis berfungsi sebagai pengemban yang kuat, tetapi cukup fleksibel serta bisa tahan terhadap tekanan-tekanan menurut porosnya,yang menahan tekanan tersebut ialah nucleus pulposus. Fleksibilitas dijamin oleh ligamen dan fasia-fasia yang kuat yang mengikat dan membungkus korpus serta diskus intervertebralis, tetapi fleksibilitas tersebut dijamin terhadap penekukan kebelakang dan kesamping yang berlebihan oleh artikulus posterior superior yang merupakan bagian belakang tiap ruas tulang belakang.Bagian belakang ini terdiri dari pedikel, lamina serta processus spinosus dan transverses.

Dalam keseluruhannya bagian belakang menyediakan terowongan yang dikenal sebagai kanalis vertebralis. Serta fasies artikulus inferior bersendi dengan faises artikulus tetangganya. Persendian tersebut terdiri dari semua unsur jaringan yang dimiliki setiap sendi biasa tubuh, yaitu kartilago, sinovial dan kapsul. Diantara padikel-padikel sepanjang kolumna vertebralis terdapat lubang yang dinamakan foramen intervertebralis.Dinding belakang dibentuk oleh artikulus posterior dan dinding depannya dibentuk sebagian besar oleh diskus intervertebralis. Didalam kanalis vertebralis terdapat medulla spinalis yang membujur kebawah sampai L2 melalui setiap foramen intervertebralis setiap segmen medulla spinalis menjulurkan radiks dorsalis dan ventralisnya ke perifer menuju servikal dan torakal berkas serabut tepi itu (radiks dorslis dan ventralis) menuju ke foramen tersebut secara horizontal.Tetapi didaerah lumbal dan sakral, radiks dorsalis dan ventralis berjalan secara curam kebawah dahulu sebelum tiba ditingkat foramen intervertebralis yang bersangkutan.Hal ini disebabkan oleh karena medulla spinalis membujur hanya sampai tingkat L2 saja.Otot-otot yang terdapat sekeliling tulang belakang mempunyai origo dan inserio pada processus transverses atau processus spinosus.Stabilitas kolumna vertebralis dijamin oleh ligamen secara impuls nyeri terdapat ligamen, otot-otot, periostium, lapisan louar annulus fibrosus dan sinovia artikulus posterior.Dari berbagai jenis keluhan mengenai pinggang, nyeri adalah yang paling sering dan mempunyai arti yang paling penting. Nyeri pinggang dapat dibedakan dalam :(a) Nyeri SetempatNyeri setempat karena iritasi ujung-ujung saraf penghantar impuls nyeri. Korpus vertebra yang dirusak tumor ganas tidak menimbulkan nyeri selama periostiumnya tidak teregang, oleh karena korpus vertebra tidak mengandung ujung-ujung serabut pengantar impuls nyeri. Proses patologi apapun yang membangkitkan nyeri setempat harus dianggap sebagai perangsang jaringan-jaringan yang peka nyeri. Nyeri setempat biasanya terus menerus atau hilang timbul. Pada penekanan nyeri dapat bertambah hebat atau diluar masa nyeri dapat ditimbulkan nyeri tekan.(b) Reffered painReffered pain yang dirasakan didaerah pinggang dapat bersumber pada proses patologi dijaringan yang peka nyeri didaerah abdominal, pelvis ataupun tulang belakang lumbalnya sendiri. Reffered pain yang berasal dari tulang belakang lumbal bagian atas dirasakan didaerah anterior paha dan tungkai bawah. Reffered pain yang berasal dari organ-organ abdominal dan pelvis terasa disamping pinggang dan didaerah permukaan perut sendiri.Proses patologi di bagian retroperitoneal seperti batu ginjal, limfoma, karsinoma, dan aneorisma aorta dapat membangkitkan reffered pain di pinggang dengan penjalaran kedaerah perut bawah sampai garis inguinal bahkan ke labia atau testis. Reffered pain dipinggang yang bersumber pada organ di pelvis diakibatkan oleh proses patologi apapun yang menegangkan ligamen sakrouterina. Posisi uterus yang salah dapat menarik ligamen tersebut dan menimbulkan reffered pain di punggung bagian bawah.(c) Nyeri radikuler.Nyeri radikuler menjalar secara tegas, terbatas pada dermatomnya dan sifat nyerinya lebih keras dan terasa pada permukaan tubuh. Nyeri radikuler timbul karena perangsangan terhadap radiks hal ini berarti proses patologi yang menimbulkan nyeri radikuler harus berada disekitar foramen intervertebralis. Nyeri yang menjalar karena terlibatnya nervus isciadicus di tingkat sendi sakroiliaka atau sendi punggung pada waktu batuk dan bersin dinamakan nyeri pseudoradikuler.(d) Nyeri akibat kontraksi otot sebagai tindakan proaktif.Otot dalam keadaan tegang terus menerus menimbulkan perasaan yang dinyatakan kebanyakan orang sebagai pegal. Sikap duduk jalan dan berdiri yang salah dapat menimbulkan sakit pinggang. Keadaan tegang mental memberikan ketegangannya kepada otot-otot lumbal juga, sebagaimana halnya dengan ketegangan mental yang diberikan kepada otot-otot kepala-leher-bahu.Diagnosis

Anamnesis

Anamnesis nyeri pinggang mempunyai kerangka acuan tertentu, minimal harus meliputi hal-hal berikut:

Letak atau lokasi nyeri

Sifat dan penyebaran nyeri

Pengaruh aktivitas

Pengaruh posisi atau anggota tubuh

Trauma

Proses terjadinya nyeri dan perkembangannya

Obat-obatan analgesik yang pernah diminum

Kemungkinan adanya proses keganasan

Kondisi mental atau emosional

Pemeriksaan fisik

1. Inspeksi : Pada inspeksi didapatkan data tentang gaya berjalan pasien, kesimetrisan, dan perubahan yang dirasakan penderita terkait dengan rasa nyeri.2. Perkusi dan palpasi : Palpasi harus dilakukan secara hati-hati karena akan menimbulkan rasa nyeri. Pada palpasi tulang vertebra, perlu dicari kemungkinan adanya deviasi kearah lateral atau anteroposterior. Perkusi dapat membantu menentukan vertebra yang terlihat.

3. Pemeriksaan neurolgis, meliputi : Pemeriksaan motorik : kekuatan, apakah terlihat atrofi otot atau adanya fasikulasi pada otot-otot tertentu.

Pemeriksaan sensorik : pemeriksaan rasa raba, rasa nyeri, rasa suhu, dan rasa getar. Bila terdapat kelainan maka tentukan batasnya sehingga dapat dipastikan dermatom mana yang terganggu.

Pemeriksaan refleks : refleks lutut atau patella dan refleks tumit atau achilles.

Pemeriksaan rentang gerakan : pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan meminta pasien melakukan gerakan fleksi-ekstensi, rotasi dan gerakan kearah lateral dari sendi lumbal. Pemeriksaan ini menilai derajat nyeri, function laesa, dan penyebaran nyeri.

Manuver : manuver Lasegue, Lasegue menyilang, Valsava, dan Patrick.

Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan yang biasa dilakukan adalah: Laboratorium : Darah lengkap, laju endap darah, C reactive protein, dan urin lengkap.

Radiologis : foto polos, mielo-CT, CT-scan, dan MRI.1.3. HERNIA NUKLEEUS PULPOSUS (HNP)Diskusintervertebraldibentuk oleh dua komponen yaitu; nukleus pulposus yang terdiri dari serabut halus dan longgar, berisi sel-sel fibroblas dan dibentuk oleh anulus fibrosus yang mengelilingi nukleus pulposus yang terdiri dari jaringan pengikat yang kuat.

Nyeritulang belakang dapat dilihatpadaherniadiskus intervertebral padadaerah lumbosakral, hal ini biasa ditemukan dalam praktek neurologi. Hal ini biasa berhubungan dengan beberapa luka pada tulang belakang atau oleh tekanan yang berlebihan, biasanya disebabkan oleh karena mengangkat beban/ mengangkat tekanan yang berlebihan (berat). Hernia diskus lebih banyak terjadi pada daerah lumbosakral, juga dapat terjadi pada daerah servikal dan torakal tapi kasusnya jarang terjadi. HNP sangat jarang terjadi pada anak-anak dan remaja, tetapi terjadi dengan umur setelah 20 tahun.

Herniasinukleus pulposusbisa ke korpus vertebra di atas atau di bawahnya. Bisa juga herniasi langsung ke kanalis vertbralis. Herniasi sebagian dari nukleus pulposus ke dalam korpus vertebra dapat dilihat dari foto roentgen polos dan dikenal sebagai nodusschmorl. Robekan sirkumferensial dan radikal pada nukleus fibrosus diskus intervertebralis berikut dengan terbentuknya nodus schomorl merupakan kelainan mendasari low back painsub kronik atau kronik yang kemudian disusun oleh nyeri sepanjang tungkai yang dikenal sebagai khokalgia atau siatika.

EpidemiologiHerniasi diskus intervertebralis atau hernia nukleus pulposus sering terjadi pada pria dan wanita dewasa dengan insiden puncak pada dekade ke 4 dan ke 5. Kelainan ini banyak terjadi pada individu dengan pekerjaan yang banyak membungkuk dan mengangkat. HNP pada daerah lumbal lebih sering terjadi pada usia sekitar 40 tahun dan lebih banyak pada wanita dibanding pria. HNP servikal lebih sering terjadi pada usia 20-40 tahun. HNP torakal lebih sering pada usia 50-60 tahun dan angka kejadian pada wanita dan pria sama.

Hampir 80% dari HNP terjadi di daerah lumbal. Sebagian besar HNP terjadi pada diskus L4-L5 dan L5-S1. Sedangkan HNP servikal hanya sekitar 20% dari insiden HNP. HNP servikal paling sering terjadi pada diskus C6-C7, C5-C6, C4-C5. Selain pada daerah servikal dan lumbal, HNP juga dapat terjadi pada daerah torakal namun sangat jarang ditemukan. Lokasi paling sering dari HNP torakal adalah diskus T9-T10, T10-T11, T11-T12. Karena ligamentum longitudinalis posterior pada daerah lumbal lebih kuat pada bagian tengahnya, maka protrusi diskus cenderung terjadi ke arah posterolateral, dengan kompresi radiks saraf.

PatofisiologiProtrusi atau ruptur nukleus pulposus biasanya didahului dengan perubahan degeneratif yang terjadi pada proses penuaan. Kehilangan protein polisakarida dalam diskus menurunkan kandungan air nukleus pulposus. Perkembangan pecahan yang menyebar di anulus melemahkan pertahanan pada herniasi nukleus. Setelah trauma, jatuh, kecelakaan, dan stres minor berulang seperti mengangkat, kartilago dapat cedera.

Pada kebanyakan pasien, gejala trauma segera bersifat khas dan singkat, dan gejala ini disebabkan oleh cedera pada diskus yang tidak terlihat selama beberapa bulan maupun tahun. Kemudian pada degenerasi pada diskus, kapsulnya mendorong ke arah medula spinalis atau mungkin ruptur dan memungkinkan nukleus pulposus terdorong terhadap sakus dural atau terhadap saraf spinal saat muncul dari kolumna spinal.

Hernia nukleus pulposus ke kanalis vertebralis berarti bahwa nukleus pulposus menekan pada radiks yang bersama-sama dengan arteria radikularis berada dalam bungkusan dural. Hal ini terjadi kalau tempat herniasi di sisi lateral. Bilamana tempat herniasinya di tengah-tengah tidak ada radiks yang terkena. Lagipula, oleh karena pada tingkat L2 dan terus ke bawah sudah tidak terdapat medula spinalis lagi, maka herniasi di garis tengah tidak akan menimbulkan kompresi pada kolumna anterior.

Setelah terjadi hernia nukleus pulposus sisa duktus intervertebralis mengalami lisis sehingga dua korpora vertebra bertumpang tindih tanpa ganjalan.

Manifestasi KlinikNyeri dapat terjadi pada bagian spinal manapun seperti servikal, torakal (jarang) atau lumbal. Manifestasi klinis bergantung pada lokasi, kecepatan perkembangan (akut atau kronik) dan pengaruh pada struktur di sekitarnya. Nyeri punggung bawah yang berat, kronik dan berulang (kambuh).

Pemeriksaan DiagnostikGambaran RadiologiRadiografi mungkin normal atau memperlihatkan tanda-tanda distorsi susunan tulang belakang (umumnya disebabkan oleh spasme otot); radiografi juga bermanfaat untuk menyingkirkan kausa lain nyeri punggung, misalnya spondilolistesis (selipnya ke arah depan bagian anterior suatu segmen vertebra dari segmen di bawahnya, biasanya di L4 atau L5), tumor medula spinalis, atau tonjolan tulang.

Foto polosPada penderita HNP, yang terjadi adalah nukleusnya mengalami herniasi ke kanalis vertebralis sehingga akan tampak gambaran penyempitan diskus intervertebralis.

CT mielogram atauMRIPemeriksaan ini akan memperlihatkan kompresi kanalis servikalis oleh diskus yang mengalami herniasi dan mielogram CT akan menentukan ukuran dan lokasi herniasi diskus. Dapat dilakukan pemeriksaan elektromiogram (EMG) untuk menentukan secara pasti akar saraf yang terkena.Jugadapat dilakukan uji kecepatan hantaran saraf.

CTScanPada daerah lumbal diperoleh gambaran penekanan pada daerah anterior epidural dan herniasi jaringan lunak pada daerah lateral dan posterolateral yang menyebabkan serabut saraf tak terlihat. Tanda dan gejala HNP berkaitan dengan ukuran dan lokasi bagian yang menonjol. Protrusi lateral yang terbatas pada satu interspace memberikan tanda cedera pada satu serabut saraf. Protrusi pada garis tengah diskus regio lubalis dapat menyebabkan kompresi pada satu serabut saraf, serabut pada kedua sisi di satu segmen atau seluruh serabut pada cauda equina. Hal yang khas namun tidak selalu ada yaitu gejala ruptur diskus intervertebral yang berulang. Biasa ditemukan pasien yang memiliki riwayat gejala serangan sebelumnya berulang dua kali atau lebih yang menghilang dalam beberapa minggu atau bulan.

Diagnosa struktur diskus intervertebralis ditegakkan berdasarkan hasil pengamatan gejala dan tanda yang khas dari sciatica. Bila lesinya terjadi pada regio lumbal dan dari tanda dan gejala kompressi serabut atau nukleus saraf bila terjadi ruptur pada regio torakal atau servikal. Riwayat trauma sebelumnya ditemukan pada lebih dari setengah kasus dan terdapat suatu kecenderungan akan remisi dan relaps gejala setelah beberapa waktu atau beberapa tahun. Temuan pada pemeriksaan radiologi padamedulla spinalisadalah bermakna, namun tidak selamanya bernilai diagnostik. Mungkin akan ditemukan hilangnya kurvatura normal, skoliosis, perubahan artritik, penyempitan intervertebral space dan regio servikal penyempitan foramen intervertebral pada tampakan oblik. Kandungan protein cairan serebrospinal biasanya meningkat namun bisa juga normal. Nilai antara 50 mg-75 mg per 100 cc sering ditemukan pada herniasi lumbal. Nilai diatas 100 mg jarang terjadi kecuali pada kasus dengan blok pada sub araknoid. Blok subarakhnoid tidak ditemukan pada ruptur regio lumbal di bawah titik penusukan, namun blok subarakhnoid parsial atau komplit sering terjadi ekstrusi pada regio torakal atau servikal.

Pada gambaran radiologi dapat dilihat hilangnya lordosis lumbal, skoliosis, penyempitan intervertebral,spur formationdan perkapuran dalam diskus

1. RO Spinal : Memperlihatkan perubahan degeneratif pada tulang belakang.2. MRI : untuk melokalisasi protrusi diskus kecil sekalipun terutama untuk penyakit spinal lumbal.

3. CT Scan dan Mielogram jika gejala klinis dan patologiknya tidak terlihat pada MRI.4. Elektromiografi (EMG) : untuk melokalisasi radiks saraf spinal khusus yang terkena.

5. Bila gambaran radiologik tidak jelas, maka sebaiknya dilakukan pungsi lumbal yang biasanya menunjukkan protein yang meningkat tapi masih dibawah 100 mg %.

PenatalaksanaanPembedahan

Tujuan : Mengurangi tekanan pada radiks saraf untuk mengurangi nyeri dan mengubah defisit neurologik.

Macam :

a. Disektomi : Mengangkat fragmen herniasi atau yang keluar dari diskus intervertebral.b. Laminektomi : Mengangkat lamina untuk memajankan elemen neural pada kanalis spinalis, memungkinkan ahli bedah untuk menginspeksi kanalis spinalis, mengidentifikasi dan mengangkat patologi dan menghilangkan kompresi medula dan radiks.c. Laminotomi : Pembagian lamina vertebrad. Disektomi dengan peleburane. Immobilisasi

f. Immobilisasi dengan mengeluarkan kolor servikal, traksi, atau brace.

g. Traksi

h. Traksi servikal yang disertai dengan penyanggah kepala yang dikaitkan pada katrol dan beban.

i. Meredakan nyeri, kompres lembab panas, analgesik, sedatif, relaksan otot, obat anti inflamasi dan jika perlu kortikosteroid.1.4. SPONDILITIS TUBERKULOSISSpondilitis tuberculosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi oleh kuman Micobacterium tuberculosis yang menyerang tulang belakang. Kuman ini menyerang terutama di daerah paru yang penderitanya banyak sekali kita temui di Indonesia. Ternyata dalam perjalanannya, kuman ini tidak hanya menyerang paru, tetapi juga diketahui menyerang tulang belakang.Epidemiologi

Saat ini spondilitis tb merupakan sumber morbiditas dan mortalitas utama pada negara yang belum dan sedang berkembang, terutama di Asia. Pada negara-negara yang sudah berkembang atau maju insidensi ini mengalami penurunan secara dramatis dalam kurun waktu 30 tahun terakhir. Di Indonesia kasus tuberkulosis termasuk dalam nomor 3 didunia setelah India dan Cina. Diperkirakan terdapat 583.000 kasus baru tuberkulosis per tahun, sebagian besar berada dalarn usia produktif (15-54 tahun), dengan tingkat sosioekonomi dan pendidikan yang rendah. Pada kasus-kasus pasien dengan tuberkulosa, keterlibatan tulang dan sendi terjadi pada kurang lebih 10% kasus. Spondilitis tuberkulosa merupakan 50% dari seluruh tuberkulosis tulang dan sendi.Etiologi

Tuberkulosis tulang belakang merupakan infeksi sekunder dari tuberkulosis di tempat lain di tubuh, 90-95% disebabkan oleh mikobakterium tuberkulosis tipik (2/3 dari tipe human dan 1/3 dari tipe bovin) dan 5-10% oleh mikobakterium tuberkulosa atipik. Kuman ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam, oleh karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Kuman TB cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat dorman, tertidur lama selama beberapa tahun.

Klasifikasi

Berdasarkan lokasi infeksi awal pada korpus vertebra dikenal tiga bentuk spondilitis:(1) Peridiskal/paradiskal

Infeksi pada daerah yang bersebelahan dengan diskus (di area metafise di bawah ligamentum longitudinal anterior/area subkondral). Banyak ditemukan pada orang dewasa. Dapat menimbulkan kompresi, iskemia dan nekrosis diskus. Terbanyak ditemukan di regio lumbal.(2) SentralInfeksi terjadi pada bagian sentral korpus vertebra, terisolasi sehingga disalahartikan sebagai tumor. Sering terjadi pada anak-anak. Keadaan ini sering menimbulkan kolaps vertebra lebih dini dibandingkan dengan tipe lain sehingga menghasilkan deformitas spinal yang lebih hebat. Dapat terjadi kompresi yang bersifat spontan atau akibat trauma.Terbanyak di temukan di regio torakal.(3) Anterior

Infeksi yang terjadi karena perjalanan perkontinuitatum dari vertebra di atas dan dibawahnya. Gambaran radiologisnya mencakup adanya scalloped karena erosi di bagian anterior dari sejumlah vertebra (berbentuk baji). Pola ini diduga disebabkan karena adanya pulsasi aortik yang ditransmisikan melalui abses prevertebral dibawah ligamentum longitudinal anterior atau karena adanya perubahan lokal dari suplai darah vertebral.(4) Bentuk atipikal

Dikatakan atipikal karena terlalu tersebar luas dan fokus primernya tidak dapat diidentifikasikan. Termasuk di dalamnya adalah tuberkulosa spinal dengan keterlibatan lengkung syaraf saja dan granuloma yang terjadi di kanalis spinalis tanpa keterlibatan tulang (tuberkuloma), lesi di pedikel, lamina, prosesus transversus dan spinosus, serta lesi artikuler yang berada di sendi intervertebral posterior. Insidensi tuberkulosa yang melibatkan elemen posterior tidak diketahui tetapi diperkirakan berkisar antara 2%-10%.PatofisiologiTuberkulosa pada tulang belakang dapat terjadi karena penyebaran hematogen atau penyebaran langsung nodus limfatikus para aorta atau melalui jalur limfatik ke tulang dari focus tuberkulosa yang sudah ada sebelumnya di luar tulang belakang. Sumber infeksi yang paling sering adalah berasal dari sistem pulmoner dan genitourinarius.Penyebaran basil dapat terjadi melalui arteri interkostal atau lumbar yang memberikan suplai darah ke dua vertebra yang berdekatan, yaitu setengah bagian bawah vertebra diatasnya dan bagian atas vertebra di bawahnya atau melalui pleksus Batsons yang mengelilingi kolumna vertebralis yang menyebabkan banyak vertebra yang terkena. Hal inilah yang menyebabkan pada kurang lebih 70% kasus, penyakit ini diawali dengan terkenanya dua vertebra yang berdekatan, sementara pada 20% kasus melibatkan tiga atau lebih vertebra.Infeksi tuberkulosa pada awalnya mengenai tulang cancellous dari vertebra kemudian meluas, berpenetrasi ke dalam korteks korpus vertebra, melibatkan dua atau lebih vertebra yang berdekatan melalui perluasan di bawah ligamentum longitudinal anterior atau secara langsung melewati diskus intervertebralis. Terkadang dapat ditemukan fokus yang multipel yang dipisahkan oleh vertebra yang normal, atau infeksi dapat juga berdiseminasi ke vertebra yang jauh melalui abses paravertebral.Terjadinya nekrosis perkijuan yang meluas mencegah pembentukan tulang baru dan pada saat yang bersamaan menyebabkan tulang menjadi avaskular sehingga menimbulkan tuberkulous sequestra, terutama di regio torakal. Diskus intervertebralis yang avaskular, relatif lebih resisten terhadap infeksi tuberkulosa. Penyempitan rongga diskus terjadi karena perluasan infeksi paradiskal ke dalam ruang diskus, hilangnya tulang subkondral disertai dengan kolapsnya korpus vertebra karena nekrosis dan lisis ataupun karena dehidrasi diskus, sekunder karena perubahan kapasitas fungsional dari end plate. Suplai darahjuga akan semakin terganggu dengan timbulnya endarteritis yang menyebabkan tulang menjadi nekrosis. Destruksi progresif tulang dibagian anterior dan kolapsnya bagian tersebut akan menyebabkan hilangnya kekuatan mekanis tulang untuk menahan berat badan sehingga kemudian akan terjadi kolaps vertebra dengan sendi intervertebral dan lengkung syaraf posterior tetap intak, jadi akan timbul deformitas berbentuk kifosis yang progresifitasnya (angulasi posterior) tergantung dari derajat kerusakan, level lesi dan jumlah vertebra yang terlibat. Bila sudah timbul deformitas ini, maka hal tersebut merupakan tanda bahwa penyakit ini sudah meluas.Pembentukan abses paravertebral terjadi hampir pada setiap kasus. Dengan kolapsnya korpus vertebra maka jaringan granulasi tuberkulosa, bahan perkijuan, dan tulang nekrotik serta sumsum tulang akan menonjol keluar melalui korteks dan berakumulasi dibawah ligamentum longitudinal anterior. Cold abcesss ini kemudian berjalan sesuai dengan pengaruh gaya gravitasi sepanjang bidang fasial dan akan tampak secara eksternal pada jarak tertentu dari tempat lesi.

Sejumlah mekanisme yang menimbulkan defisit neurologis dapat timbul pada pasien dengan spondilitis tuberkulosa. Kompresi syaraf sendiri dapat terjadi karena kelainan pada tulang (kifosis) atau dalam kanalis spinalis (karena perluasan langsung dari infeksi granulomatosa) tanpa keterlibatan dari tulang (seperti epidural granuloma, intradural granuloma, tuberculous arachnoiditis). Salah satu defisit neurologis yang paling sering terjadi adalah paraplegia yang dikenal dengan nama Potts paraplegia. Paraplegia ini dapat timbul secara akut ataupun kronis (setelah hilangnya penyakit) tergantung dari kecepatan peningkatan tekanan mekanik kompresi medula spinalis.Gambaran Klinis

Gambaran spondilitis tuberkulosa antara lain :

Badan lemah/lesu, nafsu makan berkurang, berat badan menurun, Suhu subfebril terutama pada malam hari serta sakit pada punggung, Pada anak-anak sering disertai dengan menangis pada malam hari. Pada awal dapat dijumpai nyeri interkostal yaitu nyeri yang menjalar dari tulang belakang ke garis tengah keatas dada melalui ruang interkosta, hal ini karena tertekannya radiksdorsalis ditingkat torakal Nyeri spinal yang menetap, terbatasnya pergerakan spinal.Kelainan neurologis terjadi pada sekitar 50% kasus karena proses destruksi lanjut berupa :

Paraplegia, paraparesis, ataupun nyeri radiks saraf, akibat penekanan medulla spinalis yang menyebabkan kekakuan pada gerakan berjalan dan nyeri, Gambaran paraplegia inferior kedua tungkai bersifat UMN dan adanya batas defisit sensorik setinggi tempat gibus/lokalisasinyeri interkostal

Penegakan Diagnosis

Diagnosa dari penyakit ini dapat kita ambil melalui beberapa tanda khas : Penyakit ini berkembang lambat, tanda dan gejalanya dapat berupa :

Nyeri punggung yang terlokalisir Bengkak pada daerah paravertebral Tanda dan gejala sistemik dari TB Tanda defisit neurologis, terutama paraplegia

Pemeriksaan fisik

Adanya gibus dan nyeri setempat Spastisitas Hiperrefleks tendon lutut/Achilles dan refleks patologik pada kedua belah sisi. Batas defisit sensorik akibat mielitis transversa dan gangguan miksi jarang dijumpaispondilitis korpus vertebra dibagi menjadi tiga bentuk (banyak terjadi pada vertebrae thoracal dan lumbal) :

1. Pada bentuk sentral : Destruksi awal terletak di sentral korpus vertebra, bentuk ini sering ditemukan pada anak.2. Bentuk paradikus : Terletak di bagian korpus vertebra yang bersebelahan dengan diskus intervertebral, bentuk ini seringditemukan pada orang dewasa.3. Bentuk anterior : Dengan lokus awal di korpus vertebra bagian anterior, merupakan penjalaran per kontinuitatum dari vertebra di atasnya.Pemeriksaan Laboratorium

Laju endap darah meningkat (tidak spesifik), dari 20 sampai lebih dari 100mm/jam. Tuberculin skin test/Mantoux test/Tuberculine Purified Protein Derivative (PPD) positif. Hasil yang positif dapat timbul pada kondisi pemaparan dahulu maupun yang baru terjadi oleh mycobacterium. Tuberculin skin test ini dikatakan positifjika tampak area berindurasi, kemerahan dengan diameter 10mm di sekitar tempat suntikan 48-72 jam setelah suntikan.Hasil yang negatif tampak pada 20% kasus (Tandon andPathak 1973; Kocen 1977) dengan tuberkulosis berat (tuberkulosis milier) dan pada pasien yang immunitas selulernya tertekan (seperti baru saja terinfeksi, malnutrisi atau disertai penyakit lain). Kultur urin pagi (membantu bila terlihat adanya keterlibatan ginjal), sputum dan bilas lambung (hasil positif bila terdapat keterlibatan paru-paru yang aktif). Hapusan darah tepi menunjukkan leukositosis dengan limfositosis yang bersifat relatif. Tes darah untuk titer anti-staphylococcal dan anti-streptolysinhaemolysins, typhoid, paratyphoid dan brucellosis (pada kasus-kasus yang sulit dan pada pusat kesehatan dengan peralatan yang cukup canggih) untuk menyingkirkan diagnose banding. Kultur cairan serebrospinal. Adanya basil tuberkel merupakan tes konfirmasi yang absolut tetapi hal ini tergantung dari pengalaman pemeriksa dan tahap infeksi.Pemeriksaan Radiologis:

Pemeriksaan foto toraks untuk melihat adanya tuberkulosis paru. Hal in sangat diperlukan untuk menyingkirkan diagnosab anding penyakit yang lain Foto polos vertebra, ditemukan :

Osteoporosis, osteolitik dan destruksi korpus vertebra Penyempitan discus intervertebralis yang berada diantara korpus tersebut Massa abses paravertebral (dapat disertai kalsifikasi isiabses). Pada stadium lanjut terjadi destruksi vertebra yang hebat sehingga timbul kifosis. Dekalsifikasi suatu korpus vertebra (terdapat suatu kaverne dalam korpus tersebut) oleh karena itu maka mudah sekali pada tempat tersebut suatu frakturpatologis. Dengan demikian terjadi suatu frakturkompresi, sehingga bagian depan dari korpus vertebra itu adalah menjadi lebih tipis daripada bagian belakangnya (korpus vertebra jadi berbentuk baji) dan tampaklah suatu Gibbus pada tulang belakang itu. End plate korpus vertebra itu akan tampak kabur (tidak tajam) dan tidak teratur. Diskus intervertebrale akan tampak menyempit. Infeksi tuberkulosa jarang melibatkan pedikel, lamina, prosesus transversus atau prosesus spinosus.

Pemeriksaan CT scan : Terutama bermanfaat untuk memvisualisasi regio torakal dan keterlibatan iga yang sulit dilihat pada foto polos. Keterlibatan lengkung syaraf posterior seperti pedikel tampak lebih baik dengan CT Scan. Pemeriksaan MRI : Mempunyai manfaat besar untuk membedakan komplikasi yang bersifat kompresif dengan yang bersifat non kompresif pada tuberkulosa tulang belakang. Bermanfaat untuk :

Membantu memutuskan pilihan manajemen apakah bersifat konservatif atau operatif. Membantu menilai respon terapi.

Kerugiannya : dapat terlewatinya fragmen tulang kecil dan kalsifikasi di abses.Penatalaksanaan

Pada prinsipnya pengobatan tuberkulosa tulang belakang harus dilakukan sesegera mungkin untuk menghentikan progresivitas penyakit dengan mengeradikasi infeksi serta mencegah paraplegia. Penatalaksanaan spondilitis tuberkulosa juga bertujuan untuk memberikan stabilitas pada tulang belakang dan mencegah atau memperbaiki deformitas.

Pengobatan terdiri atas :1. Terapi konservatif :

a. Tirah baring ( bed rest )Istirahat dapat dilakukan dengan memakai gips untuk melindungi tulang belakangnya dalam posisi ekstensi terutama pada keadaan yang akut atau fase aktif. Pemberian gips ini ditujukan untuk mencegah pergerakan dan mengurangi kompresi dan deformitas lebih lanjut. Istirahat di tempat tidur dapat berlangsung 3-4 minggu, sehingga dicapai keadaan yang tenang dengan melihat tanda-tanda klinis, radiologis dan laboratorium. Lama immobilisasi berlangsung kurang lebih 6 bulan, dimulai sejak penderita diperbolehkan berobat jalan.

b. Memperbaiki keadaan umum penderitac. Pemasangan brace pada penderita, baik yang dioperasimaupun tidak dioperasid. Pemberian obat antituberkulosa

Standar pengobatan di Indonesia berdasarkan program P2TB paru :

Kategori 1Untuk penderita baru BTA (+) dan BTA (-) / rontgen (+), diberikan dalam 2 tahap :

Tahap 1 : Rifampisin 450 mg, Etambutol 750 mg, INH300 mg dan Pirazinamid 1.500 mg. Obat ini diberikan setiap hari selama 2 bulan pertama ( 60 kali ). Tahap 2 : Rifampisin 450 mg, INH 600 mg, diberikan 3 kali seminggu ( intermitten ) selama 4 bulan ( 54 kali ).

Kategori 2Untuk penderita BTA (+) yang sudah pernah minum obat selama sebulan, termasuk penderita dengan BTA(+) yang kambuh atau gagal yang diberikan dalam 2 tahap yaitu: Tahap 1 : Streptomisin 750 mg , INH 300 mg, Rifampisin 450 mg, Pirazinamid 1.500 mg dan Etambutol 750 mg. Obat ini diberikan setiap hari, Streptomisin injeksi hanya 2 bulan pertama (60 kali) dan obat lainnya selama 3 bulan (90 kali). Tahap 2 : INH 600 mg, Rifampisin 450 mg dan Etambutol 1.250 mg. Obat diberikan 3 kali seminggu( intermitten ) selama 5 bulan ( 66 kali ).Kriteria penghentian pengobatan yaitu apabila keadaan umum penderita bertambah baik, laju endap darah menurun dan menetap, gejala-gejala klinis berupa nyeri dan spasme berkurang serta gambaran radiologik ditemukan adanya union pada vertebra.

2. Terapi operatif:

Tindakan operatif masih memegang peranan penting bagi penderita tuberkulosis tulang belakang terutama bila ditemukan adanya cold abses, lesi tuberkulosa, paraplegia, dan kifosis, tanpa mengesampingkan kemoterapi sebagai pengobatan utama.

Cold Abses ( Abses dingin ) :Cold abses yang kecil tidak memerlukan tindakan operatif oleh karena dapat terjadi resorbsi spontan dengan pemberian tuberkulostatik. Pada abses yang besar dilakukan drainase bedah. Ada tiga cara menghilangkan lesi tuberkulosa, yaitu:

a. Debrideman fokalb. Kosto-transveresektomic. Debrideman fokal radikal yang disertai bone graft dibagian depan Paraplegia :Penanganan yang dapat dilakukan pada paraplegia,yaitu:

a. Pemberian obat antituberkulosisb. Laminektomic. Kosto-transveresektomid. Operasi radikale. Osteotomi pada tulang baji secara tertutup dari belakangf. Dekompresi medulla spinalisg. Stabilisasi vertebra dengan graft tulang (bone graft)Indikasi operasi :

Bila dengan terapi konservatif setelah pengobatan kemoterapi 3-6 bulan tidak terjadi perbaikan paraplegia atau malah semakin berat. Biasanya tiga minggu sebelum tindakan operasi dilakukan, setiap spondilitis tuberkulosa diberikan obat tuberkulostatik. Adanya abses yang besar sehingga diperlukan drainase abses secara terbuka dan sekaligus debrideman serta bone graft. Abses besar segmen servikal pada pasien dengan obstruksi saluran respirasi. Pada pemeriksaan radiologis baik dengan foto polos, mielografi ataupun pemeriksaan CT dan MRI ditemukan adanya penekanan langsung pada medulla spinalis.Komplikasi

Komplikasi yang paling serius dari spondilitis tuberkulosa adalah paraplegia (paraplegia Pott), yang dapat terjadi di awal atau akhir perjalanan penyakit, yang disebabkan oleh adanya cedera korda spinalis akibat adanya tekanan ekstradural sekunder karena pus tuberkulosa, sekuestra tulang, sekuester dari diskus intervertebralis atau dapat juga langsung karena keterlibatan korda spinalis oleh jaringan granulasi tuberkulosa.Paraplegia of active disease muncul lebih cepat, terjadi karena penekanan ekstradural (pus, sequestra, sequestrated intervertebral disc) atau keterlibatan langsung medulla spinalis oleh jaringan granulasi.

Paraplegia of healed disease selalu muncul lebih lambat,terjadi karena perluasan tulang yang mempengaruhi kanalis spinalis atau fibrosis jaringan granulasi. Mielografi atau MRI dapat membantu membedakan paraplegia tipe tekanan (dapat diatasi dengan pembedahan) dengan paraplegia karena invasi ke dura dan medulla spinalis.Komplikasi yang lebih jarang adalah ruptur abses paravertebra torakal ke dalam pleura yang menyebabkan empiema tuberkulosis. Di regio lumbal, abses dapat masuk ke otot iliopsoas dan menyebar sebagai abses psoas, yang merupakan salah satu contoh cold abses.1.5. TRAUMA TULANG BELAKANGCidera tulang belakang adalah cidera mengenai servicalis, vertebralis dan lumbalis akibat trauma; jatuh dari ketinggian, kecelakakan lalu lintas, kecelakakan olah raga yang dapat menyebabkan fraktur atau pergeseran satu atau lebih tulang vertebra sehingga mengakibatkan defisit neurologi.EpidemiologiDiperkirakan terjadi sekitar 10.000 kasus cedera medula spinalis dalam setahun di Amerika Serikat, terutama pada pria muda yang belum nikah biaya yang harus dikeluarkan untuk pengobatan rehabilitasi dan cacat cukup besar.Etiologi

Kecelakaan lalu lintas

Kompresi atau tekanan pada tulang belakang akibat jatuh dari ketinggian

Kecelakaan sebab olah raga (penunggang kuda, pemain sepak bola, penyelam, dll)

Luka jejas, tajam, tembak pada daerah vertebra

Gangguan spinal bawaan atau cacat sejak kecil atau kondisi patologis yang menimbulkan penyakit tulang atau melemahnya tulang.

Patofisiologi

Tulang belakang yang mengalami gangguan trauma (kecelakaan mobil, jatuh dari ketinggian, cedera olahraga, dll) atau penyakit (Transverse Myelitis, Polio, Spina Bifida, Friedreich dari ataxia, dll) dapat menyebabkan kerusakan pada medulla spinalis, tetapi lesi traumatik pada medulla spinalis tidak selalu terjadi karena fraktur dan dislokasi. Efek trauma yang tidak langsung bersangkutan tetapi dapat menimbulkan lesi pada medulla spinalis disebut whiplash/trauma indirek. Whiplash adalah gerakan dorsapleksi dan anterofleksi berlebihan dari tulang belakang secara cepat dan mendadak. Trauma whiplash terjadi pada tulang belakang bagian servikalis bawah maupun torakalis bawah misal; pada waktu duduk dikendaraan yang sedang berjalan cepat kemudian berhenti secara mendadak, atau pada waktu terjun dari jarak tinggi, menyelam yang dapat mengakibatkan paraplegia.Trauma tidak langsung dari tulang belakang berupa hiperekstensi, hiperfleksi, tekanan vertikal (terutama pada T.12sampai L.2), rotasi. Kerusakan yang dialami medulla spinalis dapat bersifat sementara atau menetap.akibat trauma terhadap tulang belakang, medula spinalis dapat tidak berfungsi untuk sementara (komosio medulla spinalis), tetapi dapat sembuh kembali dalam beberapa hari. Gejala yang ditimbulkan adalah berupa oedema, perdarahan peri vaskuler dan infark disekitar pembuluh darah. Pada kerusakan medulla spinalis yang menetap, secara makroskopis kelainannya dapat terlihat dan terjadi lesi, contusio, laserasio dan pembengkakan daerah tertentu di medulla spinalis.Laserasi medulla spinalis merupakan lesi berat akibat trauma tulang belakang secara langsung karena tertutup atau peluru yang dapat mematahkan/menggeserkan ruas tulang belakang (fraktur dan dislokasi).lesi transversa medulla spinalis tergantung pada segmen yang terkena (segmen transversa, hemitransversa, kuadran transversa). Hematomielia adalah perdarahan dalam medulla spinalis yang berbentuk lonjong dan bertempat disubstansia grisea. Trauma ini bersifat whiplash yaitu jatuh dari jarak tinggi dengan sifat badan berdiri, jatuh terduduk, terdampar eksplosi atau fraktur dislokasio.kompresi medulla spinalis terjadi karena dislokasi, medulla spinalis dapat terjepit oleh penyempitan kanalis vertebralis.Suatu segmen medulla spinalis dapat tertekan oleh hematoma ekstra meduler traumatik dan dapat juga tertekan oleh kepingan tulang yang patah yang terselip diantara duramater dan kolumna vertebralis.gejala yang didapat sama dengan sindroma kompresi medulla spinalis akibat tumor, kista dan abses didalam kanalis vertebralis.Akibat hiperekstensi dislokasio, fraktur dan whislap radiks saraf spinalis dapat tertarik dan mengalami jejas/reksis. Pada trauma whislap, radiks kolumna 5-7 dapat mengalami hal demikian, dan gejala yang terjadi adalah nyeri radikuler spontan yang bersifat hiperpatia, gambaran tersbut disebut hematorasis atau neuralgia radikularis traumatik yang reversible. Jika radiks terputus akibat trauma tulang belakang, maka gejala defisit sensorik dan motorik yang terlihat adalah radikuler dengan terputusnya arteri radikuler terutama radiks T.8 atau T.9 yang akan menimbulkan defisit sensorik motorik pada dermatoma dan miotoma yang bersangkutan dan sindroma sistema aaanastomosis anterial anterior spinal.Manifestasi Klinis

Gambaran klinik tergantung pada lokasi dan besarnya kerusakan yang terjadi.kerusakan meningitis; lintang memberikan gambaran berupa hilangnya fungsi motorik maupun sensorik kaudal dari tempat kerusakan disertai shock spinal. Shock spinal terjadi pada kerusakan mendadak sumsum tulang belakang karena hilangnya rangsang yang berasal dari pusat. Peristiwa ini umumnya berlangsung selama 1-6 minggu, kadang lebih lama. Tandanya adalah kelumpuhan flasid, anastesia, refleksi, hilangnya fersfirasi, gangguan fungsi rektum dan kandung kemih, triafismus, bradikardia dan hipotensi.setelah shock spinal pulih kembali, akan terdapat hiperrefleksi terlihat pula pada tanda gangguan fungsi otonom, berupa kulit kering karena tidak berkeringat dan hipotensi ortostatik serta gangguan fungsi kandung kemih dan gangguan defekasi. Sindrom sumsum belakang bagian depan menunjukkan kelumpuhan otot lurik dibawah tempat kerusakan disertai hilangnya rasa nyeri dan suhu pada kedua sisinya, sedangkan rasa raba dan posisi tidak terganggu. Cedera sumsum belakang sentral jarang ditemukan. Keadaan ini pada umumnnya terjadi akibat cedera didaerah servikal dan disebabkan oleh hiperekstensi mendadak sehinnga sumsum belakang terdesak dari dorsal oleh ligamentum flavum yang terlipat. Cedera tersebut dapat terjadi pada orang yang memikul barang berat diatas kepala, kemudian terjadi gangguan keseimbangan yang mendadak sehingga beban jatuh dsan tulang belakang sekonyong-konyong dihiperekstensi. Gambaran klinik berupa tetraparese parsial. Gangguan pada ekstremitas atas lebih ringan daripada ekstremitas atas sedangkan daerah perianal tidak terganggu. Kerusakna tulang belakang setinggi vertebra lumbal 1&2 mengakibatkan anaestesia perianal, gangguan fungsi defekasi, miksi, impotensi serta hilangnya refleks anal dan refleks bulbokafernosa.

Pemeriksaan Penunjang

Sinar x spinal : menentukan lokasi dan jenis cedera tulang (fraktur atau dislok)

CT scan : untuk menentukan tempat luka/jejas

MRI : untuk mengidentifikasi kerusakan syaraf spinal

Foto rongent toraks : mengetahui keadaan paru

AGD : menunjukkan keefektifan pertukaran gas dan upaya ventilasi.

Penatalaksanaan Medis

Pembagian trauma atau fraktur tulang belakang secara umum:

1. Fraktur Stabil

a. Fraktur wedging sederhana (Simple wedges fraktur)

b. Burst fraktur

c. Extension

2. Fraktur tak stabil

a. Dislokasi

b. Fraktur dislokasi

c. Shearing fraktur

Fraktur tulang belakang terjadi karena trauma kompresi axial pada waktu tulang belakang tegak. Menurut percobaan beban seberat 315 kg atau 1,03 kg per mm2 dapat mengakibatkan fraktur tulang belakang. Daerah yang paling sering kena adalah daerah yang mobil yaitu VC4.-6 dan Th12-Lt-2.

Perawatan:

a. Faktur stabil (tanpa kelainan neorologis) maka dengan istirahat saja penderita akan sembuh.b. Fraktur dengan kelainan neorologisFase Akut (0-6 minggu)

a. Live saving dan kontrol vital sign

b. Perawatan trauma penyerta

Fraktur tulang panjang dan fiksasi interna.

Perawatan trauma lainnya.c. Fraktur/Lesi pada vertebra

Konservatif (postural reduction) (reposisi sendiri) : Tidur telentang alas yang keras, posisi diubah tiap 2 jam mencegah dekubitus, terutama kompresi simpel. Operatif : Pada fraktur tak stabil terdapat kontroversi antara konservatif dan operatif. Jika dilakukan operasi harus dalam waktu 6-12 jam pertama dengan cara:

Laminektomi, mengangkat lamina untuk memanjakan elemen neural pada kanalis spinalis, menghilangkan kompresi medulla dan radiks. Fiksasi interna dengan kawat atau plate Anterior fusion atau post spinal fusion Perawatan status urologi, Pada status urologis dinilai tipe kerusakan sarafnya apakah supra nuklear (reflek bladder) dan infra nuklear (paralitik bladder) atau campuran. Pada fase akut dipasang keteter dan kemudian secepatnya dilakukan bladder training dengan cara penderita disuruh minum segelas air tiap jam sehingga buli-buli berisi tetapi masih kurang 400 cc. Diharapkan dengan cara ini tidak terjadi pengkerutan buli-buli dan reflek detrusor dapat kembali. Miksi dapat juga dirangsang dengan jalan:

a. Mengetok-ngetok perut (abdominal tapping)

b. Manuver crede

c. Ransangan sensorik dan bagian dalam paha

d. Gravitasi/ mengubah posisi

Perawatan dekubitus

Dalam perawatan komplikasi ini sering ditemui yang terjadi karena berkurangnya vaskularisasi didaerah tersebut.

Penanganan Cedera Akut Tanpa Gangguan Neorologis

Penderita dengan diagnose cervical sprain derajat I dan II yang sering karena wishplash Injury yang dengan foto AP tidak tampak kelainan sebaiknya dilakukan pemasangan culiur brace untuk 6 minggu. Selanjutnya sesudah 3-6 minggu post trauma dibuat foto untuk melihat adanya chronik instability.Kriteria radiologis untuk melihat adanya instability adalah:

1. Dislokasi feset >50%

2. Loss of paralelisine dan feset.

3. Vertebral body angle > 11 derajat path fleksi.

4. ADI (atlanto dental interval) melebar 3,5-5 mm (dewasa- anak)

5. Pelebaran body mas CI terhadap corpus cervical II (axis) > 7 mm pada foto AP

Pada dasarnya bila terdapat dislokasi sebaiknya dikerjakan emergency closed reduction dengan atau tanpa anestesi. Sebaiknya tanpa anestesi karena masih ada kontrol dan otot leher. Harus diingat bahwa reposisi pada servikal adalah mengembalikan keposisi anatomis secepat mungkin untuk mencegah kerusakan spinal cord.

Penanganan Cedera dengan Gangguan Neorologis

Patah tulang belakang dengan gangguan neorologis komplit, tindakan pembedahan terutama ditujukan untuk memudahkan perawatan dengan tujuan supaya dapat segera diimobilisasikan. Pembedahan dikerjakan jika keadaan umum penderita sudah baik lebih kurang 24-48 jam. Tindakan pembedahan setelah 6-8 jam akan memperjelek defisit neorologis karena dalam 24 jam pertama pengaruh hemodinamik pada spinal masih sangat tidak stabil. Prognosa pasca bedah tergantung komplit atau tidaknya transeksi medula spinalis.

Komplikasi.

a. Syok hipovolemik akibat perdarahan dan kehilangan cairan ekstrasel ke jaringan yang rusak sehingga terjadi kehilangan darah dalam jumlah besar akibat trauma.

b. Malunion, gerakan ujung patahan akibat imobilisasi yang jelek menyebabkan malunion, sebab-sebab lainnya adalah infeksi dari jaringan lunak yang terjepit diantara fragmen tulang, akhirnya ujung patahan dapat saling beradaptasi dan membentuk sendi palsu dengan sedikit gerakan (non union).

c. Non-union adalah jika tulang tidak menyambung dalam waktu 20 minggu. Hal ini diakibatkan oleh reduksi yang kurang memadai.

d. Delayed union adalah penyembuhan fraktur yang terus berlangsung dalam waktu lama dari proses penyembuhan fraktur.

e. Tromboemboli, infeksi, kaogulopati intravaskuler diseminata (KID). Infeksi terjadi karena adanya kontaminasi kuman pada fraktur terbuka atau pada saat pembedahan dan mungkin pula disebabkan oleh pemasangan alat seperti plate, paku pada fraktur.

f. Emboli lemak

g. Saat fraktur, globula lemak masuk ke dalam darah karena tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler. Globula lemak akan bergabung dengan trombosit dan membentuk emboli yang kemudian menyumbat pembuluh darah kecil, yang memasok ke otak, paru, ginjal, dan organ lain.

h. Sindrom KompartemenMasalah yang terjadi saat perfusi jaringan dalam otot kurang dari yang dibutuhkan untuk kehidupan jaringan. Berakibat kehilangan fungsi ekstermitas permanen jika tidak ditangani segera.1.6. METASTASIS KARSINOMA

Etiologi

Beberapa tumor ganas yang sering bermetastasis ke tulang antara lain :

1. Ca. Prostat

Paling sering bagi pria, hampir semua jenis osteblastik.

2. Ca. Mammae

Paling sering bagi wanita, kira-kira 2/3 kasus menunjukkan metastasis ke tulang. Hampir semuanya jenis osteolitik, kira-kira 10% osteoblastik, 10% campuran.

3. Ca. Paru

1/3 dari kasus, hampir semua jenis osteolitik

4. Ca. ginjal

Sering soliter sehingga sulit dibedakan dari tumor primer, jenisnya adalah osteolitik.

Patofisiologi

Penyebaran sel kanker primer terjadi melalui tiga mekanisme yaitu: penyebaran langsung ekspansi, melalui aliran vena, emboli tumor yang menyebar melalui sirkulasi darah. Metastasis suatu kanker atau karsinoma adalah penyebaran sel-sel kanker keluar dari tempat asalnya (primary site) ke tempat lain atau bagian tubuh yang lain. Sel-sel kanker dapat keluar dari suatu tumor primer menjadi ganas, dan kemudian menyebar ke bagian tubuh lainnya melalui peredaran darah ataupun aliran limfe. Metastasis juga dapat terjadi melalui penyebaran langsung. Apabila sel kanker melalui aliran limfe, maka sel-sel tersebut dapat terperangkap di dalam kelenjar limfe, biasanya yang terdekat dengan lokasi primernya. Apabila sel berjalan melalui peredaran darah, maka sel-sel tersebut dapat menyebar ke seluruh tubuh, mulai tumbuh, dan membentuk tumor baru.

Manifestasi Klinik

Nyeri tulang.

Nyeri tulang adalah gejala yang paling sering dijumpai pada proses metastasis ke tulang dan biasanya merupakan gejala awal yang disadari oleh pasien. Nyeri timbul akibat peregangan periosteum dan stimulasi saraf pada endosteum oleh tumor. Nyeri dapat hilang-timbul dan lebih terasa pada malam hari atau waktu beristirahat.

Fraktur

Adanya metastasis ke tulang dapat menyebabkan struktur tulang menjadi lebih rapuh dan beresiko untuk mengalami fraktur. Kadang-kadang fraktur timbul sebelum gejala - gejala lainnya. Daerah yang sering mengalami fraktur yaitu tulang-tulang panjang di ekstremitas atas dan bawah serta vertebra. Penekanan medula spinalis

Ketika terjadi proses metastasis ke vertebra, maka medula spinalis menjadi terdesak. Pendesakan medula spinalis tidak hanya menimbulkan nyeri tetapi juga parese atau mati rasa pada ekstremitas, gangguan miksi, atau mati rasa disekitar abdomen.

Peninggian kadar kalsium dalam darah

Hal ini disebabkan karena tingginya pelepasan cadangan kalsium dari tulang. Peninggian kalsium dapat menyebabkan kurang nafsu makan, mual, haus, konstipasi, kelelahan, dan bahkan gangguan kesadaran.

Gejala lainnya

Apabila metastasis sampai ke sumsum tulang, gejala yang timbul sesuai dengan tipe sel darah yang terkena. Anemia dapat terjadi apabila mengenai sel darah merah. Apabila sel darah putih yang terkena, maka pasien dapat dengan mudah terjangkit infeksi. Sedangkan gangguan pada platelet, dapat menyebabkan perdarahan.Diagnosis

1. Foto polos tulang

Foto tulang atau pemeriksaan skeletal, memberikan informasi tentang penyebaran tumor pada tulang seperti ukuran dan bentuknya secara umum (pada umumnya jika sudah metastase ditemukan lebih dari satu lesi). Pada foto tulang biasanya muncul gambaran berupa bintik hitam. Tetapi pada foto tulang biasanya tidak muncul kecuali jika telah terjadi kerusakan pada separuh jaringan pada tulang tersebut.2. Bone Survey (foto polos seluruh tubuh)

Bone Survey atau pemeriksaan tulang-tulang secara radiografik konvensional adalah pemeriksaan semua tulang-tulang yang paling sering dikenai lesi-lesi metastatik yaitu skelet, ekstremitas bagian proksimal. Sangat jarang mengenai distal siku atau lutut. Apabila dicurigai adanya tumor yang bersifat metastasis atau tumor primer yang dapat mengenai beberapa bagian tulang.

Foto bone survey dapat memberikan gambaran klinik yaitu :

Lokasi lesi lebih akurat apakah daerah epifisis, metafisis, dan diafisis atau pada organ-organ tertentu.

Apakah tumor bersifat soliter atau multipel Jenis tulang yang terkena Dapat memberikan gambaran sifat - sifat tumor

3. CT scan

CT menghasilkan gambaran jaringan dan kontras yang sempurna. Destruksi tulang dan deposit sklerotik dapat terlihat, dan setiap perluasan metastase tulang pada jaringan juga dapat ditunjukkan. CT merupakan cara yang sesuai untuk mendiagnosis metastase tulang belakang, namun tidak semua gambaran dari tulang belakang dapat terlihat. CT sangat berguna untuk penilaian lanjut pada pasien yang tidak didapati kelainan melalui foto polos tulang tetapi menunjukkan gejala-gejala adanya metastasis. Pada CT-Scan dapat terlihat osteolitik, osteoblastik dan campuran.

4. MRI

MRI mempunyai kelebihan dari CT dalam menghasilkan gambar. MRI dapat memberikan informasi adanya tumor dalam tulang, tumor berekspansi ke dalam sendi atau ke jaringan lunak. Deteksi metastase tulang oleh MRI tergantung dari intensitas MR pada jaringan dan sumsum tulang normal.

5. Scintigraphy (nuclear medicine)

Skintigrafi adalah metode yang efektif sebagai skrining pada seluruh tubuh untuk menilai metastasis ke tulang. Edelstyn, mendapatkan bahwa lesi metastase tulang baru akan tampak pada pemeriksaan radiodiagnostik apabila telah terjadi demineralisasi sebanyak 50-70%. Pemeriksaan ini berbeda dengan pemeriksaan radiografi, sehingga adanya proses metastase pada tulang yang dini sekalipun dapat cepat terdeteksi.

Tatalaksana

1. Bisfosfonat

Bisfosfonat berfungsi untuk menekan laju destruksi dan pembentukan tulang yang berlebihan akibat metastasis. Bisfosfonat mengurangi resiko fraktur, mengurangi rasa sakit, menurunkan kadar kalsium dalam darah, dan menurunkan laju kerusakan tulang.

2. Kemoterapi dan terapi hormonal

Obat-obat kemoterapi digunakan untuk membunuh sel-sel kanker didalam tubuh. Kemoterapi dapat diberikan per-oral maupun intravena. Terapi hormon digunakan untuk menghambat aktivitas hormon dalam mendukung pertumbuhan kanker. Sebagai contoh, hormon seperti esterogen dapat meningkatkan pertumbuhan beberapa jenis kanker seperti kanker payudara. Tujuan kemoterapi dan terapi hormonal adalah untuk mengontrol pertumbuhan tumor, mengurangi nyeri, dan mengurangi resiko terjadinya fraktur.

3. Radioterapi

Radioterapi berguna untuk menghilangkan nyeri dan mengontrol pertumbuhan tumor di area metastasis. Radioterapi juga dapat dapat digunakan untuk mencegah fraktur atau sebagai terapi pada kompresi medula spinalis.

4. PembedahanPembedahan dilakukan untuk mencegah atau untuk terapi fraktur. Biasanya pembedahan juga dilakukan untuk mengangkat tumor. Dalam pembedahan mungkin ditambahkan beberapa ornamen untuk mendukung struktur tulang yang telah rusak oleh metastasis.

5. Terapi lainnya

Terapi lain yang bisa digunakan yaitu terapi simptomatik baik medikamentosa maupun nonmedikamentosa untuk mengurangi nyeri. Beberapa kombinasi obat yang digunakan untuk mengatasi nyeri pada metastasis tulang antara lain tipe NSAID seperti Aspirin, Ibuprofen, Naproxen yang menghambat prostaglandin. Pendekatan non medikamentosa seperti terapi panas dan dingin, terapi relaksasi, dan terapi matras.

Komplikasi

Metastase tulang dapat merusak dan memperlemah tulang, dan dapat pula mengganggu fungsi normal dari tulang tersebut. Hal ini dapat menyebabkan komplikasi yang serius, kejadian ini disebut sebagai skeletal related events (SREs). Adapun komplikasi pada tulang yang dapat menyebabkan nyeri dan kelumpuhan, antara lain :

Fraktur tulang

Fraktur dan kerusakan tulang yang diakibatkan oleh metastase, penyembuhannya lebih lama daripada fraktur tulang yang normal.

Kerusakan jaringan saraf pada tulang belakang

Metastase tulang dapat merusak kolumna vertebra (tulang-tulang dari tulang belakang) dan dapat menyebabkan kompresi pada jaringan saraf dalam tulang belakang. Tekanan tersebut dapat menyebabkan nyeri dan paralisis. Masalah ini disebabkan oleh metastase tulang dimana terjadi terlalu banyak pelepasan kalsium dari tulang ke dalam darah. Hal ini disebut sebagai hiperkalsemia maligna. Dan apabila tidak diobati, hiperkalsemia ini dapat menjadi serius dan berakhir dengan koma.

1.7. OSTEOPOROSISOsteoporosis adalah penyakit tulang sistemik yang ditandai oleh penurunan densitas massa tulang dan perburukan mikroarsitektur tulang sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah patah. Pada tahun 2001, National Institue of Health (NIH) mengajukan definisi baru osteoporosis sebagai penyakit tulang sistemik yang ditandai oleh compromised bone strength sehingga tulang mudah patah.

Etiologi

Ada 2 penyebab utama osteoporosis, yaitu pembentukan masa puncak tulang yang selama masa pertumbuhan dan meningkatnya pengurangan massa tulang setelah menopause. Massa tulang meningkat secara konstan dan mencapai puncak sampai usia 40 tahun, pada wanita lebih muda sekitar 30-35 tahun. Walaupun demikian tulang yang hidup tidak pernah beristirahat dan akan selalu mengadakan remodelling dan memperbaharui cadangan mineralnya sepanjang garis beban mekanik. Faktor pengatur formasi dan resorpsi tulang dilaksanakan melalui 2 proses yang selalu berada dalam keadaan seimbang dan disebut coupling. Proses coupling ini memungkinkan aktivitas formasi tulang sebanding dengan aktivitas resorpsi tulang. Proses ini berlangsung 12 minggu pada orang muda dan 16-20 minggu pada usia menengah atau lanjut. Remodelling rate adalah 2-10% massa skelet per tahun. Proses remodelling ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor lokal yang menyebabkan terjadinya satu rangkaian kejadian pada konsep Activation Resorption Formation (ARF). Proses ini dipengaruhi oleh protein mitogenik yang berasal dari tulang yang merangsang preosteoblas supaya membelah menjadi osteoblas akibat adanya aktivitas resorpsi oleh osteoklas. Faktor lain yang mempengaruhi proses remodelling adalah faktor hormonal. Proses remodelling akan ditingkatkan oleh hormon paratiroid, hormon pertumbuhan dan 1,25 (OH)2 vitamin D. Sedang yang menghambat proses remodelling adalah kalsitonin, estrogen dan glukokortikoid. Proses-proses yang mengganggu remodelling tulang inilah yang menyebabkan osteoporosis.

Selain gangguan pada proses remodelling tulang, faktor lainnya adalah pengaturan metabolisme kalsium dan fosfat. Walaupun terdapat variasi asupan kalsium yang besar, tubuh tetap memelihara konsentrasi kalsium serum pada kadar yang tetap. Pengaturan homeostasis kalsium serum dikontrol oleh organ tulang, ginjal dan usus melalui pengaturan paratiroid hormon (PTH), hormon kalsitonin, kalsitriol (1,25(OH)2 vitamin D) dan penurunan fosfat serum. Faktor lain yang berperan adalah hormon tiroid, glukokortikoid dan insulin, vitamin C dan inhibitor mineralisasi tulang (pirofosfat dan pH darah). Pertukaran kalsium sebesar 1.000 mg/harinya antara tulang dan cairan ekstraseluler dapat bersifat kinetik melalui fase formasi dan resorpsi tulang yang lambat. Absorpsi kalsium dari gastrointestinal yang efisien tergantung pada asupan kalsium harian, status vitamin D dan umur. Didalam darah absorpsi tergantung kadar protein tubuh, yaitu albumin, karena 50% kalsium yang diserap oleh tubuh terikat oleh albumin, 40% dalam bentuk kompleks sitrat dan 10% terikat fosfat

Faktor Risiko

1. Usia

Tiap peningkatan 1 dekade, resiko meningkat 1,4-1,8 kali.

2. Genetik

Etnis (kaukasia dan oriental > kulit hitam dan polinesia)

Seks (wanita > pria)

Riwayat keluarga

3. Lingkungan, dan lainnya

Defisiensi kalsium

Aktivitas fisik kurang

Obat-obatan (kortikosteroid, anti konvulsan, heparin, siklosporin)

Merokok, alkohol

Risiko terjatuh yang meningkat (gangguan keseimbangan, licin, gangguan penglihatan)

Hormonal dan penyakit kronik

Defisiensi estrogen, androgen

Tirotoksikosis, hiperparatiroidisme primer, hiperkortisolisme

Penyakit kronik (sirosis hepatis, gangguan ginjal, gastrektomi)

Sifat fisik tulang

Densitas (massa)

Ukuran dan geometri

Mikroarsitektur

Komposisi

4. Faktor resiko faktur panggul yaitu,:

a. Penurunan respons protektif

Kelainan neuromuskular

Gangguan penglihatan

Gangguan keseimbangan

b. Peningkatan fragilitas tulang

Densitas massa tulang rendah

Hiperparatiroidisme

c. Gangguan penyediaan energi

Malabsorpsi

Klasifikasi Osteoporosis

1. Osteoporosis Primer a. Osteoporosis primer tipe 1 adalah osteoporosis pasca menopause. Pada masa menopause, fungsi ovarium menurun sehingga produksi hormon estrogen dan progesteron juga menurun. Estrogen berperan dalam proses mineralisasi tulang dan menghambat resorbsi tulang serta pembentukan osteoklas melalui produksi sitokin. Ketika kadar hormon estrogen darah menurun, proses pengeroposan tulang dan pembentukan mengalami ketidakseimbangan. Pengeroposan tulang menjadi lebih dominan.b. Osteoporosis primer tipe II adalah osteoporosis senilis yang biasanya terjadi lebih dari usia 50 tahun. Osteopososis terjadi akibat dari kekurangan kalsium berhubungan dengan makin bertambahnya usia.c. Tipe III adalah osteoporosis idiopatik merupakan osteoporosis yang penyebabnya tidak diketahui. Osteoporosis ini sering menyerang wanita dan pria yang masih dalam usia muda yang relatif jauh lebih muda.2. Osteoporosis sekunderOsteoporosis sekunder terjadi karena adanya penyakit tertentu yang dapat mempengaruhi kepadatan massa tulang dan gaya hidup yang tidak sehat. Faktor pencetus dominan osteoporosis sekunder adalah seperti di bawah:

a. Penyakit endokrin : tiroid, hiperparatiriod, hipogonadisme

b. Penyakit saluran cerna yang menyebabkan absorsi gizi (kalsium, fosfor, vitamin D) terganggu

c. Penyakit keganasan ( kanker)

d. Konsumsi obat-obatan seprti kortikosteriod

e. Gaya hidup yang tidak sehat seperti merokok, kurang olahraga.

Patogenesis

Pembentukan ulang tulang adalah suatu proses yang terus menerus. Pada osteoporosis, massa tulang berkurang, yang menunjukkan bahwa laju resorpsi tulang pasti melebihi laju pembentukan tulang.A. Proses Remodelling Tulang dan Homeostasis KalsiumKerangka tubuh manusia merupakan struktur tulang yang terdiri dari substansi organik (30%) dan substansi mineral yang paling banyak terdiri dari kristal hidroksiapatit (95%) serta sejumlah mineral lainnya (5%) seperti Mg, Na, K, F, Cl, Sr dan Pb. Substansi organik terdiri dari sel tulang (2%) seperti osteoblas, osteosit dan osteoklas dan matriks tulang (98%) terdiri dari kolagen tipe I (95%) dan protein nonkolagen (5%) seperti osteokalsin, osteonektin, proteoglikan tulang, protein morfogenik tulang, proteolipid tulang dan fosfoprotein tulang.Tanpa matriks tulang yang berfungsi sebagai perancah, proses mineralisasi tulang tidak mungkin dapat berlangsung. Matriks tulang merupakan makromolekul yang sangat bersifat anionik dan berperan penting dalam proses kalsifikasi dan fiksasi kristal hidroksi apatit pada serabut kolagen. B. Patogenesis Osteoporosis primer Setelah menopause maka resorpsi tulang akan meningkat, terutama pada dekade awal setelah menopause, sehingga insidens fraktur, terutama fraktur vertebra dan radius distal meningkat. Estrogen juga berperan menurunkan produksi berbagai sitokin oleh bone marrow stromal cells dan sel-sel mononuklear, seperti IL-1, IL-6 dan TNF- yang berperan meningkatkan kerja osteoklas, dengan demikian penurunan kadar estrogen akibat menopause akan meningkatkan produksi berbagai sitokin tersebut sehingga aktivitas osteoklas meningkat.Untuk mengatasi keseimbangan negatif kalsium akibat menopause, maka kadar PTH akan meningkat pada wanita menopause, sehingga osteoporosis akan semakin berat. Pada menopause, kadangkala didapatkan peningkatan kadar kalsium serum, dan hal ini disebabkan oleh menurunnya volume plasma, meningkatnya kadar albumin dan bikarbonat, sehingga meningkatkan kadar kalsium yang terikat albumin dan juga kadar kalsium dalam bentuk garam kompleks. Peningkatan bikarbonat pada menopause terjadi akibat penurunan rangsang respirasi, sehingga terjadi relatif asidosis respiratorik.

C. Patogenesis Osteoporosis SekunderSelama hidupnya seorang wanita akan kehilangan tulang spinalnya sebesar 42% dan kehilangan tulang femurnya sebesar 58%. Pada dekade ke-8 dan 9 kehidupannya, terjadi ketidakseimbangan remodeling tulang, dimana resorpsi tulang meningkat, sedangkan formasi tulang tidak berubah atau menurun. Hal ini akan menyebabkan kehilangan massa tulang, perubahan mikroarsitektur tulang dan peningkatan resiko fraktur.Defisiensi kalsium dan vitamin D juga sering didapatkan pada orang tua. Hal ini disebabkan oleh asupan kalsium dan vitamin D yang kurang, anoreksia, malabsorpsi dan paparan sinar matahari yang rendah. Defisiensi vitamin K juga akan menyebabkan osteoporosis karena akan meningkatkan karboksilasi protein tulang misalnya osteokalsin. Penurunan kadar estradiol dibawah 40 pMol/L pada laki-laki akan menyebabkan osteoporosis, karena laki-laki tidak pernah mengalami menopause (penurunan kadar estrogen yang mendadak), maka kehilangan massa tulang yang besar seperti pada wanita tidak pernah terjadi. Dengan bertambahnya usia, kadar testosteron pada laki-laki akan menurun sedangkan kadar Sex Hormone Binding Globulin (SHBG) akan meningkat. Peningkatan SHBG akan meningkatkan pengikatan estrogen dan testosteron membentuk kompleks yang inaktif.Faktor lain yang juga ikut berperan terhadap kehilangan massa tulang pada orang tua adalah faktor genetik dan lingkungan (merokok, alkohol, obat-obatan, imobilisasi lama). Resiko fraktur yang juga harus diperhatikan adalah resiko terjatuh yang lebih tinggi pada orang tua dibandingkan orang yang lebih muda. Hal ini berhubungan dengan penurunan kekuatan otot, gangguan keseimbangan dan stabilitas postural, gangguan penglihatan, lantai yang licin atau tidak rata, Gambaran Klinis

Osteoporosis dapat berjalan lambat selama beberapa dekade, hal ini disebabkan karena osteoporosis tidak menyebabkan gejala fraktur tulang. Beberapa fraktur osteoporosis dapat terdeteksi hingga beberapa tahun kemudian. Tanda klinis utama dari osteoporosis adalah fraktur pada vertebra, pergelangan tangan, pinggul, humerus, dan tibia. Gejala yang paling lazim dari fraktur korpus vertebra adalah nyeri pada punggung dan deformitas pada tulang belakang. Nyeri biasanya terjadi akibat kolaps vertebra terutama pada daerah dorsal atau lumbal. Secara khas awalnya akut dan sering menyebar ke sekitar pinggang hingga ke dalam perut. Nyeri dapat meningkat walaupun dengan sedikit gerakan misalnya berbalik ditempat tidur. Istirahat ditempat tidur dapat meringankan nyeri untuk sementara, tetapi akan berulang dengan jangka waktu yang bervariasi. Serangan nyeri akut juga dapat disertai oleh distensi perut dan ileus.Seorang dokter harus waspada terhadap kemungkinan osteoporosis bila didapatkan : Patah tulang akibat trauma yang ringan.

Tubuh makin pendek, kifosis dorsal bertambah, nyeri tulang.

Gangguan otot (kaku dan lemah)

Secara kebetulan ditemukan gambaran radiologik yang khas.Diagnosis

Diagnosis osteoporosis umumnya secara klinis sulit dinilai, karena tidak ada rasa nyeri pada tulang saat osteoporosis terjadi walau osteoporosis lanjut. Khususnya pada wanita-wanita menopause dan pasca menopause, rasa nyeri di daerah tulang dan sendi dihubungkan dengan adanya nyeri akibat defisiensi estrogen. Jadi secara anamnesa mendiagnosis osteoporosis hanya dari tanda sekunder yang menunjang terjadinya osteoporosis seperti : Tinggi badan yang makin menurun Obat-obatan yang diminum Penyakit-penyakit yang diderita selama masa reproduksi, klimakterium Jumlah kehamilan dan menyusui Bagaimana keadaan haid selama masa reproduksi Apakah sering beraktivitas di luar rumah, sering mendapat paparan matahari cukup Apakah sering minum susu, asupan kalsium lainnya Apakah sering merokok, minum alkohol

Pemeriksaan Fisik

Tinggi badan dan berat badan harus diukur pada setiap penderita osteoporosis. Demikian juga gaya berjalan penderita osteoporosis, deformitas tulang, nyeri spinal. Penderita dengan osteoporosis sering menunjukkan kifosis dorsal atau gibbus dan penurunan tinggi badan.Pemeriksaan Radiologi

Gambaran radiologik yang khas pada osteoporosis adalah penipisan korteks dan daerah trabekuler yang lebih lusen. Hal ini akan tampak pada tulang-tulang vertebra yang memberikan gambaran picture-frame vertebra.Pemeriksaan Densitas Massa tulang (Densitometri)Densitas massa tulang berhubungan dengan kekuatan tulang dan risiko fraktur. Untuk menilai hasil pemeriksaan Densitometri tulang, digunakan kriteria kelompok kerja WHO, yaitu:1. Normal bila densitas massa tulang di atas -1 SD rata-rata nilai densitas massa tulang orang dewasa muda (T-score).2. Osteopenia bila densitas massa tulang diantara -1 SD dan -2,5 SD dari T-score.

3. Osteoporosis bila densitas massa tulang -2,5 SD T-score atau kurang.

4. Osteoporosis berat yaitu osteoporosis yang disertai adanya fraktur.

Penatalaksanaan

Terapi pada osteoporosis harus mempertimbangkan 2 hal, yaitu terapi pencegahan yang pada umumnya bertujuan untuk menghambat hilangnya massa tulang. Dengan cara yaitu memperhatikan faktor makanan, latihan fisik (senam pencegahan osteoporosis), pola hidup yang aktif dan paparan sinar ultraviolet. Selain itu juga menghindari obat-obatan dan jenis makanan yang merupakan faktor risiko osteoporosis seperti alkohol, kafein, diuretika, sedatif, kortikosteroid.Selain pencegahan, tujuan terapi osteoporosis adalah meningkatkan massa tulang dengan melakukan pemberian obat-obatan antara lain hormon pengganti (estrogen dan progesteron dosis rendah). Kalsitrol, kalsitonin, bifosfat, raloxifene, dan nutrisi seperti kalsium serta senam beban. Pembedahan pada pasien osteoporosis dilakukan bila terjadi fraktur, terutama bila terjadi fraktur panggul. Pencegahan

Pencegahan osteoporosi meliputi:1. Mempertahankan atau meningkatkan kepadatan tulang dengan mengonsumsi kalsium yang cukupMengkonsumsi kalsium dalam jumlah yang cukup sangat efektif, terutama sebelum tercapainya kepadatan tulang maksimal (sekitar umur 30 tahun). Minum 2 gelas susu dan tambahan vitamin D setiap hari, bisa meningkatkan kepadatan tulang pada wanita setengah baya yang sebelumnya tidak mendapatkan cukup kalsium. Akan tetapi tablet kalsium dan susu yang dikonsumsi setiap hari akhir-akhir ini menjadi perdebatan sebagai pemicu terjadi osteoporosis, berhubungan dengan teori osteoblast.2. Melakukan olah raga dengan beban

Olah raga beban (misalnya berjalan dan menaiki tangga) akan meningkatkan kepadatan tulang. Berenang tidak meningkatkan kepadatan tulang.3. Mengkonsumsi obat (untuk beberapa orang tertentu).

Estrogen membantu mempertahankan kepadatan tulang pada wanita dan sering diminum bersamaan dengan progesteron. Terapi sulih estrogen paling efektif dimulai dalam 4-6 tahun setelah menopause; tetapi jika baru dimulai lebih dari 6 tahun setelah menopause, masih bisa memperlambat kerapuhan tulang dan mengurangi risiko patah tulang. Raloksifen merupakan obat menyerupai estrogen yang baru, yang mungkin kurang efektif daripada estrogen dalam mencegah kerapuhan tulang, tetapi tidak memiliki efek terhadap payudara atau rahim. Untuk mencegah osteroporosis, bisfosfonat (contohnya alendronat), bisa digunakan sendiri atau bersamaan dengan terapi sulih hormon.1.1. NSAID

Obat anti inflamasi (anti radang) non steroid, atau yang lebih dikenal dengan sebutan NSAID (Non Steroidal Anti-inflammatory Drugs)/AINS adalah suatu golongan obat yang memiliki khasiat analgesik (pereda nyeri), anti piretik (penurun panas), dan anti inflamasi (anti radang). Istilah "non steroid" digunakan untuk membedakan jenis obat-obatan ini dengan steroid, yang juga memiliki khasiat serupa. AINS bukan tergolong obat-obatan jenis narkotika. Inflamasi adalah salah satu respon utama dari sistem kekebalan tubuh terhadap infeksi atau iritasi. Adapun tanda-tanda inflamasi adalah :

Tumor atau membengkak

Kalor atau menghangat

Dolor atau nyeri

Rubor atau memerah

Functio laesa atau daya pergerakan menurun dan kemungkinan disfungsi organ atau jaringan2

Gambar 1. Mekanisme Kerja Anti Inflamasi Non Steroid

Efek samping

AINS mempunyai efek samping pada tiga sistem organ yaitu saluran cerna, ginjal, dan hati. Efek yang paling sering adalah tukak peptik (tukak duodenum dan tukak lambung) yang kadang-kadang terjadi anemia sekunder karena perdarahan saluran cerna. Ada dua mekanisme iritasi lambung, iritasi yang bersifat lokal menimbulkan difusi asam lambung ke mukosa dan menyebabkan kerusakan jaringan, iritasi dan perdarahan secara sistemik akan melepaskan PGE2 dan PGI2 yang akan menghambat sekresi asam lambung dan merangsang sekresi mukus usus halus. Efek samping lain adalah gangguan fungsi trombosit akibat pemnghambatan biosistesis tromboksan A2 (TXA2) yang berakibat bertambahnya panjang waktu perdarahan.Penghambatan biosintesis PG di ginjal menyebabkan gangguan homeostasis. Pada orang normal gangguan ini tidak begitu berpengaruh pada fungsi ginjal. Namun, pada pasien hipovolemia, gagal jantung, sirosis hepatis, aliran darah gijnal dan kecepatan filtrasi glomerolus akan berkurang, bahkan dapat terjadi gagal ginjal akut.

Pada beberapa orang dapat terjadi hipersensitivitas. Reaksi ini umumnya dapat berupa rhinitis vasomotor, urtikaria, asma bronkial, hipotensi, sampai presyok dan syok.

Golongan obat

Turunan Para Aminofenol (Paracetamol)

Turunan Salisilat (Aspirin)

Turunan Pirazolon (fenilbutazon) Turunan asam fenil propionat (Ibuprofen) Turunan indol (Indometasin ) Turunan asam antralinat (asam mefenamat, diklofenak) Turunan oksikam (Piroksikam) Di samping itu juga terdapat obat-obat AINS untuk penyakit pirai (gout) seperti, kolkisin, allopurinol, dan lain-lain.

Pada saat ini NSAID dikelompokan berdasarkan selektifitas hambatannya pada penemuan dua bentuk enzim constitutive cyclooxygenase-1 (COX-1) dan inducible cycloocygenase-2 (COX-2). COX-1 selalu ada diberbagai jaringan tubuh dan berfungsi dalam mempertahankan fisiologi tubuh seperti produksi mukus di lambung tetapi sebaliknya, COX-2 merupakan enzim indusibel yang umumnya tidak terpantau dikebanyakan jaringan, tapi akan meningkat pada keadaan inflamasi atau patologik. AINS yang bekerja sebagai penyekat COX akan berikatan pada bagian aktif enzim, pada COX-1 dan atau COX -2, sehingga enzim ini menjadi tidak berfungsi dan tidak mampu merubah asam arakidonat menjadi mediator inflamasi prostaglandin

AINS yang termasuk dalam tidak selektif menghambat sekaligus COX-1 dan COX-2 adalah ibuprofen, indometasin dan naproxen. Asetosal dan ketorokal termasuk sangat selektif menghambat menghambat COX-1. Piroxicam lebih selektif menyekat COX-1, sedangkan yang termasuk selektif menyekat COX-2 antara lain diclofenak, meloxicam, dan nimesulid. Celecoxib dan rofecoxib sangat selektif menghambat COX-2.BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Berdasarkan skenario kali ini, kelompok kami membahas mengenai keluhan nyeri pada punggung bawah. Berdasarkan keluhan tersebut, kelompok kami mendiagnosis banding dengan HNP, spondilitis TB, metastasis Ca, trauma lumbosakral, dan osteoporosis. Untuk menentukan diagnosis pastinya, masih diperlukan melakukan anamnesis lebih lanjut, pemeriksaan fisik dan penunjang yang lebih lengkap. untuk penatalaksaan awal, pasien bisa diberikan terapi simptomatik NSAID untuk meredakan nyeri punggungnya.

DAFTAR PUSTAKA

Aru W, Sudoyo dkk 2006, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV, Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.Dewanto, G et al. 2009. Panduan Praktis Diagnosis & Tata Laksana Penyakit Saraf. EGC: Jakarta

Harsono. 2011. Buku Ajar Neurologi Klinis. Gadjah Mada University Press: Jakarta.Mardjono, M., Sidharta, P. 2008. Neurologi Klinis Dasar. Dian Rakyat: Jakarta.Ngoerah, G. 1990. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Saraf. Airlang University Press: Surabaya

Sidharta, P. 1979. Neurologi Klinis dalam Praktek Umum. Dian Rakyat: Jakarta

Snell, R.S. 2007. Neuroanatomi Klinik. EGC: Jakarta.

2