vol.vi no.05 i p3di maret 2014

Upload: infosingkat

Post on 18-Oct-2015

36 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Info Singkat Vol. VI. No.5/I/P3DI/Maret/2014

TRANSCRIPT

  • - 1 -

    Vol. VI, No. 05/I/P3DI/Maret/2014H U K U M

    Info Singkat 2009, Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Sekretariat Jenderal DPR RIwww.dpr.go.idISSN 2088-2351

    Kajian Singkat terhadap Isu-Isu Terkini

    POLEMIK PEMBAHASAN RUU KUHPDAN RUU KUHAP

    Prianter Jaya Hairi*)

    Abstrak

    Proses pembahasan RUU KUHP dan RUU KUHAP di DPR RI diwarnai dengan reaksi pro dan kontra di kalangan pemerintah sendiri. Kedua RUU yang merupakan usulan pemerintah tersebut dinilai oleh beberapa lembaga penegak hukum memiliki substansi yang berpotensi menimbulkan dampak negatif terhadap proses penegakan hukum di beberapa lembaga penegak hukum. Kementerian Hukum dan HAM serta Tim Perumus kedua RUU telah memberikan penjelasan terkait persoalan ini. Bagi Pemerintah dan DPR RI, berbagai substansi krusial RUU KUHP dan RUU KUHAP yang disampaikan oleh beberapa lembaga penegak hukum tersebut tentu akan menjadi masukan berharga dalam proses pembahasannya di DPR RI.

    Pendahuluan Rancangan Undang-Undang Kitab

    Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) dan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) merupakan dua RUU usulan pemerintah yang sebenarnya telah masuk dalam Prioritas Legislasi Nasional (Prolegnas) sejak tahun 2010. Namun, mereka baru mulai dibahas bersama Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) pada 2013, menyusul pengajuan kedua draf RUU tersebut oleh pemerintah kepada DPR RI tanggal 11 Desember 2012.

    Dalam Rapat Kerja di DPR RI tanggal 6 Maret 2013, Pemerintah yang diwakili oleh Menteri Hukum dan HAM, Amir Syamsuddin bersama jajaran aparat penegak hukum yang

    hadir pada saat itu, yakni Kepolisian Republik Indonesia (POLRI), Kejaksaan Agung, dan Mahkamah Agung (MA), telah menyampaikan political will pemerintah untuk segera menyelesaikan pembahasan kedua RUU tersebut.

    Dalam kesempatan itu, Amir Syamsuddin menyampaikan bahwa kedua RUU ini menjadi sebuah keharusan untuk segera dibahas dan disahkan, karena undang-undang yang lama merupakan peninggalan kolonial Belanda yang banyak kelemahan dan belum mengikuti perkembangan jaman. Amir Syamsuddin mengatakan, makna pembaharuan KUHP ini yang semula semata-mata diarahkan pada misi tunggal yaitu dekolonialisasi KUHP dalam bentuk rekodifikasi, dalam sejarah perjalanan bangsa, baik perkembangan bangsa, nasional

    *) Peneliti Muda Bidang Hukum pada Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Sekretariat Jenderal Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, email: [email protected]

  • - 2 -

    maupun internasional, mengandung pula misi yang lebih luas, yaitu misi demokratisasi hukum pidana, konsolidasi hukum pidana serta adaptasi dan harmonisasi terhadap perkembangan hukum yang terjadi baik sebagai akibat perkembangan di bidang ilmu pengetahuan hukum pidana maupun perkembangan nilai-nilai, standar, serta norma-norma yang diakui oleh bangsa-bangsa beradab di dunia internasional.

    Selain itu, Amir Syamsudin juga menyampaikan harapannya agar pembahasan kedua RUU ini dapat dilakukan dengan strategi khusus yang efektif dan efisien karena terbatasnya waktu jabatan anggota DPR RI 2009-2014.

    Dalam proses pembahasannya, DPR RI telah melakukan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Pakar Hukum Pidana Nasional. Bahkan dalam kesempatan lain, untuk mendapatkan masukan yang lebih dalam dari sisi praktik penegakan hukum, DPR RI juga melakukan RDPU dengan beberapa mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yakni Bibit Samad Rianto, Chandra M Hamzah, serta Antasari Azhar.

    Pembahasan kemudian terus berlanjut sampai tahap pembahasan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) antara Pemerintah dan DPR RI. Namun beberapa minggu belakangan ini, muncul polemik terkait keberatan dari beberapa pihak terhadap pembahasan RUU KUHP dan RUU KUHAP. Secara terbuka, beberapa penegak hukum bahkan telah menyampaikan keberatannya, di antaranya KPK, POLRI, MA, dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). KPK bahkan telah mengirimkan surat kepada Presiden, Ketua DPR RI, Pimpinan Komisi III DPR RI, Menteri Hukum dan HAM, serta Panja RUU KUHP dan RUU KUHAP pada tanggal 17 Februari 2014 perihal permintaan KPK untuk penghentian pembahasan kedua RUU tersebut.

    Polemik Substansi KrusialPada dasarnya keberatan dari berbagai

    pihak, termasuk dari aparat penegak hukum tidak perlu dianggap sebagai sebuah intervensi yang kemudian bisa menimbulkan konsekuensi dihentikannya pembahasan kedua RUU penting tersebut, sebab pembahasan dan pengesahan suatu undang-undang merupakan suatu keputusan politik antara pemerintah dan DPR RI. Namun, secara asas pembentukan peraturan perundang-undangan, pemegang kekuasaan membentuk undang-undang memang harus selalu membuka kesempatan

    kepada pihak manapun untuk memberikan masukan dan aspirasinya dalam proses pembentukan suatu undang-undang. Pihak yang dapat memberikan masukan dalam hal ini termasuk juga aparat penegak hukum yang notabene pengguna dari produk hukum tersebut.

    Beberapa masukan dari berbagai pihak terhadap substansi RUU KUHP dan RUU KUHAP yang berhasil diindentifikasi dari berbagai sumber media massa antara lain:1. KPK meminta Pemerintah untuk

    memperbaiki RUU KUHP dengan mengeluarkan seluruh tindak pidana luar biasa dari buku II RUU KUHP termasuk tindak pidana korupsi dan tindak pidana lainnya yang bersifat koruptif yang merupakan delik korupsi berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor). Beberapa ketentuan RUU KUHAP juga perlu diperbaiki, antara lain adanya ketentuan khusus untuk mendukung proses penegakan hukum atas kejahatan korupsi dan kejahatan luar biasa lainnya.

    2. POLRI melalui Kapolri, Jenderal Sutarman, bersikap menyerahkan sepenuhnya pembahasan revisi KUHP dan KUHAP kepada DPR RI dan Pemerintah. Namun, menyampaikan masukan terhadap substansi RUU KUHAP di antaranya mengenai hakim pemeriksa pendahuluan dan hilangnya proses penyelidikan. Menurut Sutarman, hakim pemeriksa pendahuluan sulit diterapkan di Indonesia jika melihat kondisi geografis Indonesia. Selain itu, diungkapkan bahwa proses penyelidikan merupakan jantung utama pengungkapan sebuah kasus.

    3. Komisi Kejaksaan melalui Komisionernya, Kaspudin Noor, mengatakan penghapusan penyelidikan dalam RUU KUHAP juga berdampak pada penanganan perkara di Kejaksaan, terutama terkait pengungkapan perkara tindak pidana korupsi.

    4. Kepala PPATK, Muhammad Yusuf, menyampaikan sikap tidak setuju atas revisi KUHP dan KUHAP. Revisi kedua RUU tersebut dikhawatirkan akan membatalkan keberadaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (UU PPTPPU). Yusuf khawatir pengaturan tindak pidana pencucian uang lewat KUHAP tak akan bisa merespon perubahan dan

  • - 3 -

    perkembangan kejahatan.5. MA tidak memiliki keberatan terhadap

    Revisi RUU KUHP dan RUU KUHAP. Namun demikian Hakim Agung, Topane Gayus Lumbuun, mengungkapkan bahwa kerugian yang diderita MA oleh RUU KUHP sebenarnya lebih besar dibandingkan KPK. Menurut Gayus Lumbuun, keberatan KPK bisa dijawab dengan mempertahankan ketentuan lama atau mencantumkan pasal peralihan tentang UU yang bersifat lex specialis. Pasal 63 ayat (2) RUU KUHP memberi jaminan bahwa UU yang bersifat khusus harus didahulukan. Sementara bagi MA, ada dua pasal yang mengebiri kewenangan MA, pertama Pasal 84 RUU KUHP, yang mengatur putusan bebas murni tidak boleh lagi diperiksa MA. Kedua, sebagaimana juga disampaikan oleh Hakim Agung lainnya, Artidjo Alkostar, menyebut Pasal 250 ayat (3) RUU KUHAP akan memangkas kewenangan MA, sebab tidak boleh lagi memutus vonis lebih tinggi dari pada putusan pengadilan di bawahnya.

    Dalam menanggapi seluruh aspirasi dari berbagai pihak sebagaimana yang diuraikan di atas, Pemerintah melalui Menteri Hukum dan HAM telah menegaskan bahwa penyusunan RUU KUHP dan KUHAP dilakukan atas dasar sistem hukum nasional dan memperhatikan HAM yang universal. Disampaikan pula bahwa tidak ada target waktu agar RUU KUHP dan RUU KUHAP bisa selesai pembahasannya di DPR RI dan diundangkan dalam masa jabatannya. Sementara Ketua Tim Perumus RUU KUHP, Muladi, mengemukakan substansi RUU KUHP yang di dalamnya memuat pasal-pasal hukum materiil tindak pidana korupsi sama sekali tidak mengandung kesengajaan untuk mengeliminasi atau mengebiri kewenangan KPK, Kepolisian dan Kejaksaan dalam melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi.

    Penyesuaian dan Penguatan UUKhusus

    RUU KUHP mengatur ketentuan korupsi dalam Bab XXXII tentang Tindak Pidana Korupsi, mulai dari Pasal 688 hingga Pasal 702 RUU KUHP. Sementara ketentuan tindak pidana korupsi sebelumnya telah diatur secara lex specialis dalam UU Tipikor. Sebagian pihak kemudian beranggapan bahwa tindak pidana korupsi akan berubah menjadi tindak pidana biasa, karena diatur dalam KUHP, padahal

    sebelumnya merupakan tindak pidana luar biasa karena diatur secara khusus dalam undang-undang, sama halnya dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (UU HAM) dan UU PPTPPU.

    Hal ini perlu diluruskan terlebih dahulu dengan cara melihat kaitan pasal-pasal dalam draf RUU KUHP. Pasal 757 huruf a ketentuan peralihan RUU KUHP menentukan bahwa pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, terhadap undang-undang di luar Undang-Undang ini diberikan masa transisi paling lama tiga tahun untuk dilakukan penyesuaian dengan Undang-Undang ini. Selanjutnya, Pasal 757 huruf b RUU KUHP menentukan bahwa setelah jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam huruf a berakhir, maka ketentuan pidana di luar Undang-Undang ini dengan sendirinya bagian dari Undang-Undang ini. Artinya, ketika RUU KUHP disahkan menjadi undang-undang, maka UU Tipikor, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK, UU HAM, UU PPTPPU harus dilakukan penyesuaian atau revisi. Semua undang-undang tersebut juga akan menjadi bagian dari KUHP. Inilah mengapa KUHP disebut akan menjadi payung hukum, termasuk dalam hal tindak pidana korupsi. Namun demikian, ketentuan peralihan RUU KUHP Pasal 761 menjamin bahwa UU Tipikor, dan undang-undang lainnya akan tetap berlaku. Pasal tersebut mengatur bahwa pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua ketentuan pidana yang diatur dalam undang-undang di luar Undang-Undang ini dinyatakan tetap berlaku sepanjang materinya tidak diatur dalam Undang-Undang ini.

    Selanjutnya mengenai pelemahan KPK, jika mencermati draf RUU KUHP, maka akan ditemukan bahwa beberapa pasal justru menguatkan hukum materiil tindak pidana korupsi. Sebagaimana dijelaskan oleh Muladi, RUU KUHP justru memperluas kewenangan KPK. Beberapa pasal yang dimaksud antara lain:a. Kriminalisasi penggunaan atau

    memperdagangkan pengaruh (trading in influence) (Pasal 691 ayat (1) dan (2) RUU KUHP);

    b. Suap terhadap Pejabat Publik Asing atau Pejabat Organisasi Internasional Publik (Pasal 693 RUU KUHP);

    c. Korupsi di sektor swasta (Pasal 695 RUU KUHP); dan

    d. Tindakan pengaturan hasil pertandingan olahraga akan digolongkan sebagai tindak pidana korupsi (Pasal 701 RUU KUHP).

  • - 4 -

    Penutup Seluruh elemen bangsa Indonesia tentu

    sangat antusias mencermati pembahasan RUU KUHP dan RUU KUHAP. Harapan dan cita-cita negara memiliki KUHP sebagai hasil karya asli anak bangsa telah dinanti-nantikan sejak dulu. Polemik terkait penolakan pembahasan kedua RUU tersebut oleh beberapa pihak tidak perlu diartikan sebagai intervensi ataupun penolakan terhadap pencapaian cita-cita bangsa, namun lebih kepada reaksi yang muncul dari elemen-elemen bangsa untuk memberikan aspirasi dan masukan terhadap sebagian substansi RUU.

    Seluruh aspirasi dari berbagai pihak tersebut akan menjadi masukan penting dalam pembahasan kedua RUU tersebut. Namun, sebelum proses pembahasan antara pemerintah dan DPR RI dilanjutkan, pemerintah hendaknya terlebih dulu melakukan pertemuan dengan lembaga-lembaga penegak hukum yang sebenarnya merupakan bagian dari pemerintah untuk membahas secara bersama-sama dan menampung berbagai masukan sekaligus menyamakan presepsi. Selanjutnya pembahasan bersama DPR RI hendaknya dilakukan secara mendalam dengan mengedepankan kepentingan penegakan hukum di Indonesia.

    Rujukan1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun

    2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

    2. Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP).

    3. Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP).

    4. Sikap KPK Terhadap Revisi KUHP dan KUHAP, Suara Pembaruan, 24 Februari 2014, hal. A7.

    5. Tinjau Ulang Penghapusan Penyelidikan, Republika, 3 Maret 2014, hal. 3.

    6. MA Paling Dirugikan, Kompas, 5 Maret 2014, hal. 3.

    7. Revisi KUHP dan KUHAP Abaikan Perkembangan Hukum, Media Indonesia, 2 Maret 2014, hal. 1.

    8. Peran Sejumlah Lembaga Dikurangi, Kompas, 22 Februari 2014, hal. 3.

    9. Bagi Saya Itu Pasal Gila, Media Indonesia, 1 Maret 2014, hal. 1.

    10. Menkumham: Pemerintah Lanjutkan Pembahasan RUU KUHP, Suara Pembaruan, 1-2 Maret 2014, hal. A7.

    11. 49 Tahun Disosialisasikan RUU KUHP Mulai Dibahas, http://w w w . k e m e n k u m h a m . g o . i d / b e r i t a /headline/1833-49-tahun-disoislisasikan-ruu-kuhp-mulai-dibahas, pada tanggal 5 Maret 2014.

    12. Ketua PPATK: Revisi Bisa Bikin PPATK Gulung Tikar, http://www.tempo.co/read/news/2014/03/05/063559533/Ketua-PPATK-Revisi-Bisa-Bikin-PPATK-Gulung-Tikar, pada tanggal 5 Maret 2014.

  • - 5 -

    Vol. VI, No. 05/I/P3DI/Maret/2014HUBUNGAN INTERNASIONAL

    Info Singkat 2009, Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Sekretariat Jenderal DPR RIwww.dpr.go.idISSN 2088-2351

    Kajian Singkat terhadap Isu-Isu Terkini

    KRISIS UKRAINALisbet*)

    Abstrak

    Krisis di Ukraina, yang pada awalnya merupakan krisis akibat ketidakstabilan politik di dalam negeri, kini telah berkembang menjadi krisis internasional, terutama setelah Rusia mengirim pasukan militernya ke Ukraina, khususnya Semenanjung Krimea. Reaksi masyarakat internasional pun bermunculan atas tindakan Rusia tersebut, termasuk atas krisis di Ukraina itu sendiri, karena ternyata dampaknya juga dialami secara ekonomis. Sebagai bagian dari masyrakat internasional, Indonesia tidak bisa mengabaikan begitu saja krisis tersebut, terlebih hubungan Indonesia-Ukraina sejauh ini telah berjalan dengan baik.

    Latar Belakang Krisis Ukraina dimulai sejak November

    2013. Saat itu, Presiden Ukraina Viktor Yanukovych batal melakukan kesepakatan dagang dengan Uni Eropa. Tidak hanya itu, Presiden Yanukovych bahkan memutuskan untuk menerima utang dari Rusia sebanyak 15 miliar dolar AS. Rusia memberikan utang tersebut sebagai bentuk kompensasi karena Ukraina batal melakukan kesepakatan dagang dengan Uni Eropa. Akibat dari batalnya kesepakatan tersebut, masyarakat wilayah barat yang menginginkan agar Ukraina mendekatkan diri dengan Eropa Barat dan kaum nasionalis, kemudian menggelar demonstrasi.

    Rusia melakukan pendekatan dengan Ukraina karena Rusia hendak membentuk pakta ekonomi saingan dari Uni Eropa. Ukraina

    merupakan negara terbesar di kelompok Eurasia. Ukraina sendiri membutuhkan pasokan gas dari Rusia. Oleh karena itu, sejak November 2013, Presiden Rusia Vladimir Putin telah mengirimkan pasukan militernya sebanyak 16.000 tentara ke Semenanjung Krimea. Pasukan militer ini telah menguasai semua pusat pemerintahan Ukraina dan juga gedung Parlemen sehingga membuat militer Ukraina tidak mampu bergerak sedikit pun. Rusia mengirimkan pasukan ke Semenanjung Krimea karena wilayah ini didominasi oleh penduduk beretnis Rusia, yakni sebanyak 58,5 persen. Pemerintah Otoritas Krimea saat ini (per 11 Maret 2014) tengah mempersiapkan referendum sebagai salah satu rencana penggabungan dengan Rusia. Bahkan, dalam beberapa bulan setelah referendum,

    *) Peneliti Muda Tim Hubungan Internasional pada Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi Sekretariat Jenderal DPR RI, email: [email protected]

  • - 6 -

    Pemerintah Otoritas Krimea telah siap untuk menerapkan undang-undang Rusia. Tidak hanya itu saja, Kementerian Keuangan Krimea pun telah mempersiapkan skema perpindahan mata uang dari hryvnia ke rubel.

    Kesemuanya ini menandakan bahwa Pemerintah Otoritas Krimea menyatakan keseriusannya dalam mempersiapkan penggabungan dengan Rusia. Perdana Menteri Krimea Sergei Aksyonov pun menjanjikan, apabila Krimea bergabung dengan Rusia maka bahasa Ukraina tetap akan menjadi salah satu bahasa resmi wilayah itu. Perdana Menteri Aksyonov juga menjanjikan kepada para tokoh masyarakat Tatar bahwa nantinya mereka akan mendapatkan kursi menteri senior dalam pemerintahan baru di Krimea.

    Respons InternasionalPengiriman tentara Rusia ke

    Semenanjung Krimea tersebut telah memancing berbagai reaksi dunia Internasional. Akibat gencarnya desakan dari para pemimpin dunia, Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (Sekjen PBB) pun telah mengutus deputinya untuk berkunjung ke Ukraina. Setelah melakukan kunjungan pada tanggal 3 Maret 2014 ke Ukraina, Deputi Sekjen PBB, Jan Eliasson, secara pribadi telah mempelajari fakta-fakta di lapangan dan menjelaskan pada Sekjen mengenai langkah-langkah yang bisa diambil PBB untuk mendukung upaya deeskalasi situasi di Ukraina.

    Berdasarkan penjelasan tersebut, akhirnya PBB memutuskan untuk memfasilitasi dialog di antara para pihak yang terlibat untuk menenangkan krisis Ukraina. Namun demikian, niat baik ini ditolak oleh Rusia. Rusia menghalangi program pemantauan Dewan Keamanan (DK) PBB di Ukraina. Bahkan, Cina yang merupakan sekutu Rusia pun tidak mendukung tindakan ini karena Cina mengakui kedaulatan dan integritas teritorial Ukraina.

    Berbeda dengan PBB, Amerika Serikat (AS) merasa perlu untuk mengambil tindakan tegas terhadap Rusia. Hal ini dilakukan karena tidak adanya tanda-tanda dari Rusia yang mengisyaratkan keinginan untuk keluar dari Ukraina. Padahal, AS sudah melakukan pendekatan secara persuasif mulai dari level menteri sampai presiden. Oleh karena itu, AS telah mengumumkan adanya pelarangan visa serta pemblokiran aset kepada pejabat Rusia yang sedang berada di AS dan melakukan pencegahan apabila terdapat warga AS yang hendak melakukan bisnis dengan orang-orang Rusia atau Ukraina.

    Bahkan, AS juga akan mempersiapkan sebuah dasar hukum untuk mengenakan sanksi lebih lanjut terhadap individu yang menyalahgunakan aset negara Ukraina atau telah menegaskan kekuasaan atas bagian tertentu dari negara Ukraina tanpa persetujuan pemerintah baru di Kiev. Respons itu diambil setelah Parlemen (Republik Otonomi) Krimea yang menjadi bagian dari Ukraina, menyerukan akan melakukan referendum pada tanggal 16 Maret 2014 untuk memutuskan apakah Krimea akan bergabung dengan Rusia atau tidak.

    Respons keras dari AS ini pun tidak jauh berbeda dengan respons Uni Eropa. Dewan Uni Eropa pun mengatakan bahwa mereka mengutuk semua bentuk kekerasan yang telah menimpa negara Ukraina. Oleh karena itu, berdasarkan Keputusan 2014/119/CFSP, Dewan Uni Eropa memutuskan untuk membekukan dana dan aset dari 18 orang yang diidentifikasi sebagai penanggung jawab atas penyalahgunaan dana negara Ukraina dan atas kekerasan serta pelanggaran Hak Asasi Manusia yang terjadi selama aksi unjuk rasa menentang pemerintahan.

    Namun demikian, keputusan Dewan Uni Eropa tersebut tampaknya menyulitkan sejumlah negara Eropa seperti Jerman, Perancis dan Inggris, yang sebelumnya telah menjalin kerja sama dengan Rusia. Jerman misalnya, tidak siap menjalankan sanksi sebagaimana dilakukan oleh AS karena ketergantungan pasokan energinya pada Rusia. Jerman membeli sepertiga dari kebutuhan gas dan minyaknya dari Rusia. Jerman pun memiliki hubungan dagang yang luas dengan Rusia dan memiliki investasi sebesar 22 miliar dolar AS di Rusia. Tidak hanya Jerman, Perancis pun mengalami keraguan akibat ketergantungan kontrak pertahanan dan keamanan dengan Rusia, dan juga memiliki kesepakatan untuk menjual kapal perang ke Rusia. Sedangkan Inggris telah mendapat keuntungan besar dari perusahaan investasi yang difasilitasi Rusia.

    Dampaknya Terhadap Ekonomi Global

    Krisis Ukraina ini pun ternyata berdampak pada ekonomi global. Ukraina merupakan eksportir gandum dan jagung terbesar di dunia, dan harga kedua komoditas ini sekarang sudah meningkat sehingga menimbulkan ketidakseimbangan harga di wilayah yang mengkonsumsi kedua komoditas tersebut. TIdak hanya itu, Ukraina juga mempunyai peran penting sebagai penghubung perdagangan gas Rusia dan Eropa. Rusia telah

  • - 7 -

    menyuplai 25 persen kebutuhan gas Eropa dan setengah kebutuhannya dipompa melalui Ukraina. Dengan adanya krisis ini, Rusia akan memangkas aliran gasnya di Kiev, ibukota Ukraina, dan hal ini dapat berakibat pada naiknya harga-harga energi untuk industri dan rumah tangga.

    Dampak ekonomi global lain adalah berkurangnya kepercayaan para investor kepada negara berkembang lain di dunia. Krisis yang terjadi di Ukraina muncul tepat pada saat negara-negara berkembang mengalami kesulitan dalam menghadapi penarikan dana stimulus bank sentral AS (kebijakan tappering). Implikasinya, pertumbuhan ekonomi global pun akan semakin melambat.

    Untuk mengantisipasi melambatnya pertumbuhan ekonomi global, Bank Dunia menawarkan bantuan sebesar 3 miliar dolar AS kepada Ukraina. Bantuan tersebut nantinya akan digunakan oleh Pemerintah Sementara Ukraina untuk mendukung reformasi ekonomi dan pembangunan seperti memulihkan stabilitas ekonomi makro, menopang permodalan bank-bank, reformasi di sektor energi, dan keseriusan dalam penanganan korupsi. Bantuan 3 miliar dolar AS ini pun berdampingan dengan program investasi dan jaminan multiyear yang dikucurkan Bank Dunia di Ukraina dengan total nilai 3,7 miliar dolar AS. Selain itu, Bank Dunia mendukung pula pembangunan infrastruktur di Ukraina, seperti jaringan pasokan air, sanitasi, listrik, dan jalan. Tawaran Bank Dunia ini muncul di tengah-tengah upaya untuk membantu memperkuat otoritas baru Ukraina yang dilakukan oleh Dana Moneter Internasional (IMF), AS, dan Uni Eropa. AS menawarkan bantuan 1 miliar dolar AS berupa jaminan pinjaman. Sementara itu, Presiden Komisi Eropa, Jose Manuel Barroso, pun mengumumkan bantuan senilai kira-kira 11 miliar euro.

    Indonesia dan UkrainaMeskipun Indonesia tidak mengalami

    dampak secara langsung dari krisis ini, Indonesia perlu memberi perhatian terhadap perkembangan yang terjadi di Ukraina. Indonesia memiliki hubungan yang baik dengan Ukraina yang telah terjalin sejak tahun 1946. Pada Sidang Umum PBB tahun 1946, Ukraina merupakan negara anggota PBB pertama yang telah mengajukan Masalah Indonesia (Indonesia Question). Sebaliknya, Indonesia pun memberi pengakuan atas kemerdekaan Ukraina pada 28 Desember 1991, pascabubarnya Uni Soviet.

    Baiknya hubungan kedua negara akhirnya secara resmi ditandatangani pada tanggal 11 Juni 1992 di Moskow, melalui sebuah Joint Communique. Setelah itu, pada 1994, Indonesia membuka KBRI di Kiev, Ukraina, merangkap Armenia dan Georgia. Sebaliknya, Pemerintah Ukraina membuka kedutaannya di Jakarta pada 1996. Selanjutnya, hubungan kedua negara semakin meningkat dengan adanya kunjungan Presiden Ukraina Leonid Kuchma ke Indonesia pada tanggal 10-13 April 1996. Pada kunjungan tersebut, kedua Presiden telah menandatangani Joint Declaration on Principles of Relations and on Cooperation between the Republic of Indonesia and Ukraine.

    Meningkatnya kerja sama di bidang politik pun diiringi dengan peningkatan kerja sama di bidang ekonomi. Pada tahun 2009, volume perdagangan Indonesia dan Ukraina mencapai 773.62 juta dolar AS. Jumlah ini mengalami peningkatan pada tahun 2010, di mana volume perdagangan kedua negara meningkat menjadi sebesar 1.007,05 juta dolar AS. Kerja sama ekonomi ini pun terus mengalami peningkatan sehingga nilai perdagangan kedua negara menjadi 1.270 juta dolar AS dan 1.320 juta dolar AS masing-masing pada tahun 2011 dan 2012,. Meningkatnya jumlah total perdagangan kedua negara ini menunjukkan adanya kesungguhan dari kedua negara untuk semakin memperkuat kerja sama, khususnya di bidang ekonomi dan perdagangan.

    Hubungan baik Indonesia-Ukraina ini juga berlanjut di tingkat Parlemen. Hubungan Parlemen Ukraina dan DPR-RI belum begitu lama tetapi sudah cukup dekat. Melalui partisipasi DPR-RI di fora antarparlemen, seperti Asia Pasific Parliamentary Forum (APPF) dan Asian Parliamentary Assembly (APA), misalnya, Delegasi Parlemen Ukraina dan Delegasi DPR-RI di sela-sela persidangan telah beberapa kali melakukan pertemuan, terlebih jika ada isu yang perlu dibahas untuk memperkuat hubungan bilateral Indonesia-Ukraina. Hal ini juga dilakukan melalui kunjungan studi banding Grup Kerja Sama Bilateral (GKSB) DPR-RI dan Komisi I DPR-RI ke Ukraina, seperti yang pernah dilakukan pada tahun 2011. Sayangnya, hubungan ini belum diperkuat dengan penandatangan Nota Kesepahaman (MoU) antara Parlemen Ukraina dan DPR-RI. MoU ini seharusnya ditandatangani pada Desember 2013 tetapi tidak dapat dilakukan akibat timbulnya krisis ini.

  • - 8 -

    Terkait dengan kepentingan nasional, dengan adanya krisis ini kerja sama di antara kedua negara pun akan semakin menurun. Pemerintah telah memikirkan keselamatan WNI di Ukraina yang berjumlah 59 orang. KBRI di Kiev yang notabene merupakan perwakilan politik dan simbol hubungan baik kedua negara telah mengambil kebijakan akan memproses relokasi warga Indonesia apabila kondisi keamanan semakin tidak terkendali.

    Menyikapi krisis ini, Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri telah menyatakan keprihatinannya terhadap situasi di Ukraina. Indonesia sendiri menjunjung tinggi prinsip penghormatan terhadap kedaulatan dan integritas wilayah Pemerintah Ukraina. Pemerintah Indonesia pun telah mendorong semua pihak yang terlibat untuk mampu menahan diri, melakukan pengelolaan krisis (crisis management) dan memprioritaskan penyelesaian damai terhadap situasi di Ukraina dan penghormatan terhadap hukum internasional.

    PenutupKrisis yang terjadi di Ukraina kiranya

    juga perlu mendapat perhatian DPR-RI, terlebih antara Indonesia dan Ukraina sejauh ini telah memiliki hubungan baik. Melalui fungsi pengawasan yang dimilikinya, DPR-RI dapat mengingatkan pemerintah agar aktif di forum PBB untuk mencari solusi damai atas krisis yang terjadi di Ukraina, dan menyerukan kepada DK PBB untuk memikul tanggung jawabnya sebagaimana yang dicantumkan dalam Piagam PBB, yakni memelihara perdamaian dan keamanan internasional. DPR RI secara kelembagaan juga perlu menyampaikan pernyataan keprihatinan atas krisis yang terjadi di Ukraina, khususnya kepada Kelompok Persahabatan Parlemen Ukraina-Indonesia yang dipimpin oleh Volodymyr Vechenko, dan berharap krisis di Ukraina ini dapat segera berakhir melalui cara-cara damai dan sesuai harapan rakyat Ukraina.

    Rujukan1. Bank Dunia Tawarkan Bantuan 3

    Miliar Dollar AS untuk Ukraina, h t t p :// int e rnas ional .komp as .com/read/2014/03/11/0452204/Bank.Dunia.Tawarkan.Bantuan.3.Mil iar .Dol lar .AS.untuk.Ukraina, diakses 11 Maret 2014.

    2. Rusia Menghadapi Isolasi dan Tekanan Meluas Soal Referendum Crimea, h t t p :// int e rnas ional .komp as .com/r e a d / 2 0 1 4 / 0 3 / 1 1 / 0 5 2 2 2 7 0 / R u s i a .Menghadapi.Isolasi.dan.Tekanan.Meluas.

    soal.Referendum.Crimea, diakses 11 Maret 2014.

    3. Rusia Kini Bangsa Berbahaya, Kompas, 7 Maret 2014, hal 8.

    4. Aset Petinggi Pro-Rusia Diblokir, Media Indonesia, 7 Maret 2014, hal 24.

    5. AS Mulai Berlakukan Sanksi Atas Rusia, http://indonesian.irib.ir/hidden-1/-/asset_publisher/m7UK/content/as-mulai-berlakukan-sanksi-atas-rusia?redirect=http%3A%2F%2Findonesian.irib.ir% 2Fhidden1%3Fp_p_i d % 3 D 1 0 1 _ I N S T A N C E _m7UK%26p_p_lifecycle%3D0%26p_p_s t a t e % 3 D n o r m a l % 2 6 p _ p _m o d e % 3 D v i e w % 2 6 p _ p _ c o l _id%3Dcolumn-2%26p_p_col_count%3D1, diakses 7 Maret 2014.

    6. Jerman Ragu Beri Sanksi Rusia, http://www.republika.co.id/berita/internasional/global/14/03/07/n21mq7-jerman-ragu-beri-sanksi-rusia, diakses 7 Maret 2014.

    7. Deputy Secretary-General, Briefing Security Council on Situation in Ukraine, Says Now Is Time for Cool Heads to Prevail, http://www.un.org/News/Press/docs/2014/dsgsm751.doc.htm, diakses 7 Maret 2014.

    8. "Ukraine 'a country on edge,' says UN deputy chief, urging dialogue among all parties", http://www.un.org/apps/news/story.asp?NewsID=47292&Cr=ukraine&Cr1=#.UxlVVs7lmCk, diakses 7 Maret 2014.

    9. "Council Regulation (EU) No 208/2014 of 5 March 2014 concerning restrictive measures directed against certain persons, entities and bodies in view of the situation in Ukraine, http://eur-lex.europa.eu/LexUriServ/LexUriServ.do?uri=OJ:L:2014:066:0001:0010:EN:PDF, diakses 7 Maret 2014.

    10. Siaran Pers Kementerian Luar Negeri No. 015/PR/III/2014/53, Indonesia Garis Bawahi Prinsip Penghormatan Kedaulatan dan Keutuhan Wilayah Negara dan Serukan Sikap Menahan Diri serta Penyelesaian Damai Krisis di Ukraina dikutip dari http://www.kemlu.go.id/Documents/Pernyataan Menlu Terkait Ukraina, diakses 5 Maret 2014.

    11. Krisis Ukraina: Rusia Kuasai Bandara Crimea, Kompas, 1 Maret 2014, hal 1.

  • - 9 -

    Vol. VI, No. 05/I/P3DI/Maret/2014KESEJAHTERAAN SOSIAL

    Info Singkat 2009, Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Sekretariat Jenderal DPR RIwww.dpr.go.idISSN 2088-2351

    Kajian Singkat terhadap Isu-Isu Terkini

    PELINDUNGAN TERHADAP ANAK TELANTAR DI PANTI ASUHAN

    Mohammad Teja*)

    Abstrak

    Meningkatnya jumlah anak telantar di Indonesia berbanding lurus dengan maraknya keberadaan panti asuhan. Kondisi ini menyisakan tanggung jawab yang besar bagi pemerintah untuk mengawasi keberadaan panti asuhan dalam rangka menjamin pemenuhan hak serta menghindari penelantaran dan kekerasan terhadap anak. Selain itu, pemerintah perlu mengupayakan model pengasuhan alternatif bagi anak telantar yang berorientasi pada penguatan ekonomi keluarga miskin agar anak dapat tumbuh bersama keluarganya.

    PendahuluanTiga puluh tujuh anak yang ditampung

    di panti asuhan Samuel di daerah Serpong, Kota Tangerang Selatan menjadi berita. Mereka diduga menjadi korban kekerasan dan dugaan penelantaran anak sakit yang dilakukan oleh pengelola panti. Dua balita di antaranya bahkan dibiarkan dalam keadaan demam tinggi. Informasi tersebut diketahui setelah tujuh anak yang berhasil melarikan diri ketika pengurus panti sedang pergi ke mall. Panti asuhan yang belum memiliki izin pendirian itu kini menjadi fokus penyelidikan. Komisi Nasional Perlindungan Anak menyayangkan lambannya penanganan kasus ini sehingga menimbulkan korban, karena pada tahun lalu buruknya pengelolaan panti sudah diketahui publik.

    Persoalan pelindungan anak, baik dari kekerasan, eksploitasi maupun penelantaran, selalu menjadi masalah yang terus muncul dalam kehidupan. Kasus kekerasan terhadap anak pada tahun 2013 meningkat tajam dan parahnya lagi kekerasan dilakukan oleh orang dewasa terdekat. Menurut catatan Komisi Nasional Perlindungan Anak (KNPA), dalam kurun waktu Januari hingga Oktober saja terdapat 2.792 kasus pelanggaran hak anak dengan 1.442 kasus di antaranya adalah kasus kekerasan terhadap anak. Kasus kekerasan sepanjang tahun 2013 paling banyak dilakukan oleh orang terdekat, berupa pemerkosaan, pembuangan/penelantaran, dan penganiaan hingga menyebabkan kematian.

    Kenyataan ini tentunya membuat kita bertanya-tanya, di mana peran negara dalam

    *) Peneliti Muda Sosiologi pada Tim Kesejahteraan Sosial pada Pusat Pengkajian Data dan Informasi (P3DI) Setjen DPR RI, email: [email protected]

  • - 10 -

    memelihara anak telantar di Indonesia? Hak anak semestinya dijamin oleh negara, sesuai yang tercantum dalam ayat 1 Pasal 34 Undang-Undang Dasar 1945 berbunyi Fakir miskin dan anak-anak yang telantar dipelihara oleh Negara. Sebagai generasi penerus, tentunya pemerintah wajib memberikan pelindungan bagi terwujudnya generasi yang mampu diandalkan untuk memegang tanggung jawab bangsa dan negara Indonesia di masa yang akan datang. Negara wajib memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi anak untuk tumbuh dan berkembang, menjamin kehidupannya secara optimal, baik fisik maupun mental, dalam kehidupan sosialnya.

    Untuk tumbuh dengan baik, anak berhak mendapatkan pendidikan, lingkungan yang sehat, fasilitas kesehatan yang terjangkau, dan bahkan kecukupan gizi. Namun, jika orang tuanya tidak sanggup untuk memenuhi hak-hak anak tersebut, anak dapat diasuh atau diangkat oleh orang lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

    Pengasuhan Anak TelantarJumlah anak telantar di Indonesia saat

    ini mencapai 4,8 juta lebih yang berpotensi menjadi lebih besar dan semakin sulit ditangani bila tidak diselesaikan secara serius dan sistematis. Data BPS menyatakan bahwa dari 60 juta anak Indonesia dengan usia kurang dari lima tahun sebanyak 2,15 juta di antaranya ditampung di panti asuhan. Padahal 72,5 persen dari anak-anak tersebut memiliki orang tua lengkap, 15,5 persen lainnya memiliki satu orang tua, dan hanya 10 persen yang yatim piatu.

    Anak-anak tersebut memerlukan pengalihan hak asuh agar dapat dipenuhi haknya. Istilah yang biasa digunakan untuk pengalihan hak asuh anak oleh pihak ketiga adalah pengasuhan alternatif. Pengasuhan alternatif bisa dilakukan melalui sistem orang tua asuh (fostering), wali (guardianship) atau pengangkatan anak, dan pada pilihan terakhir adalah pengasuhan berbasis panti (residential).

    Undang-undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Peraturan Menteri Sosial No. 30 Tahun 2011 tentang Standar Nasional Pengasuhan untuk Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak, dan Undang-Undang No. 10 Tahun 2012 tentang Pengesahan Optional Protocol to The Convention on The Rights of The Child on The Sale of Children, Child Prostitution and Child Pornography merupakan instrumen penting dalam kebijakan pengaturan pengasuhan

    alternatif untuk anak. Sesuai dengan standar nasional tersebut, maka pengasuhan anak harus didasarkan pada empat prinsip, yaitu (1) nondiskriminasi, di mana semua bentuk pelayanan berkaitan dengan pengasuhan baik di dalam keluarga, keluarga pengganti maupun melalui Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (istilah "panti asuhan" yang digunakan oleh Kementerian Sosial) dilaksanakan tanpa diskriminasi, dari sisi usia, jenis kelamin, ras, agama dan budaya, dan bentuk diskriminasi lainnya; (2) kepentingan terbaik anak, harus menjadi prioritas dalam pelayanan yang dilakukan oleh semua pihak yang bekerja dalam pengasuhan anak; (3) keberlangsungan hidup dan perkembangan, yang sesuai dengan usianya; (4) partisipasi, artinya keputusan tentang pengasuhan anak dilakukan semaksimal mungkin dengan melibatkan partisipasi anak, sesuai dengan kapasitas mereka dan kapan pun anak mau.

    Lembaga panti asuhan sebagai lembaga pengasuh diproyeksikan untuk memberikan pengasuhan alternatif kepada anak telantar. Data yang dihimpun oleh organisasi sosial Save the Children menyatakan bahwa Indonesia memiliki 8000 panti asuhan yang terdaftar dan 15.000 panti asuhan yang tidak terdaftar. Lebih dari 99 persen panti asuhan tersebut diselenggarakan oleh masyarakat. Fakta ini menempatkan Indonesia pada urutan pertama negara dengan jumlah panti asuhan terbanyak di dunia.

    Permasalahan Panti AsuhanTingginya jumlah anak yang tinggal di

    panti asuhan dengan status masih memiliki orang tua, baik keduanya atau hanya satu, mengindikasikan bahwa penyebab utama munculnya anak telantar adalah alasan ekonomi keluarga. Panti asuhan seolah menjadi harapan bagi orang tua agar anak-anak mereka bisa hidup, makan, dan bersekolah tanpa memikirkan dampak tinggal di panti asuhan terhadap anak. Meskipun banyak panti asuhan yang memberikan pelayanan pengasuhan, pendidikan, gizi, dan tempat tinggal yang layak bagi anak telantar, tetapi tempat terbaik bagi anak tumbuh dan berkembang tetaplah berada dalam lingkungan keluarganya sendiri.

    Penyediaan fasilitas pendidikan dan jaminan gizi masih menjadi fokus utama dari kebanyakan panti asuhan yang ada di Indonesia. Sementara itu, konsep pengasuhan anak masih cenderung terabaikan. Anak-anak di panti asuhan cenderung memiliki latar belakang permasalahan yang sama, yaitu dibuang dan ditelantarkan oleh orang

  • - 11 -

    yang seharusnya memberikan pelindungan dan pengasuhan. Secara psikologis dan sosial mereka cenderung ditolak, terstigma, dan kemungkinan besar mengalami persoalan kejiwaan dan sosial di masa depan. Pentingnya konsep dan pola pengasuhan yang baik seharusnya menjadi fokus utama lembaga ataupun panti sosial.

    Di sisi lain, panti asuhan, khususnya yang diselenggarakan masyarakat, juga menghadapi permasalahan, yaitu pendanaan. Beberapa kasus yang ditemui di Inggris menyatakan bahwa, biaya pemenuhan hak anak di panti asuhan sepuluh kali lebih mahal daripada pemenuhan hak di rumah tangga keluarga. Sedangkan di Afrika, biayanya sampai enam kali lebih tinggi dari biaya rumah tangga biasa. Keadaan ini tentunya membuat panti asuhan sangat memprioritaskan ketersediaan dana untuk memenuhi kebutuhan hidup anak asuh dan biaya oprasional panti. Apalagi bagi panti asuhan yang sumber pendanaannya bergantung pada sumbangan masyarakat.

    Dampaknya, anak-anak yang tinggal di panti asuhan tersebut kurang mendapatkan perhatian dari pengasuh/pendamping yang layak. Tidak jarang pula anak-anak telantar tersebut dieksploitasi sebagai pengganti biaya yang dikeluarkan untuk menampung mereka. Padahal, perhatian merupakan kebutuhan yang tak kalah penting bagi anak di usia mereka sehingga banyak penyakit psikologi dan sosial yang dialami oleh anak-anak di panti asuhan. Hal ini diperparah lagi dengan sering terjadinya penyelewengan dana bantuan oleh pengurus panti untuk kepentingan pribadi. Sehingga banyak ditemukan panti asuhan dengan kondisi yang menyedihkan, dikelola secara tidak propesional, dan minim fasilitas.

    Kendala umum yang dialami oleh pengelola panti asuhan tersebut di atas pada akhirnya mengalihkan fokus terhadap hak-hak anak asuh dalam mendapat pelindungan dari perlakuan diskriminasi; eksploitasi, baik secara ekonomi maupun seksual; penelantaran; kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan; ketidakadilan; dan perlakuan salah lainnya, seperti tindakan pelecehan atau perbuatan tidak senonoh pada anak.

    Mencari Solusi Pengasuhan Alternatif

    Penelitian yang dilakukan oleh Kementerian Sosial pada tahun 2006 dan 2007 bekerjasama dengan UNICEF menunjukkan perlunya solusi yang tepat dalam kerangka pola pengasuhan dengan sistem monitoring yang tersistematis untuk melindungi

    kepentingan terbaik bagi anak. Pentingnya perubahan kebijakan dalam penyelenggaraan pelayanan pengasuhan alternatif anak menjadi dasar untuk pelaksanaan pengasuhan dan pelindungan anak. Telah diakui bersama bahwa keluarga adalah lingkungan terbaik bagi anak untuk tumbuh.

    Pendekatan alternatif yang perlu dikembangkan untuk melindungi anak telantar adalah dengan tidak serta-merta dimasukkan mereka ke panti asuhan, tetapi mengembalikannya kepada orang tua (jika masih ada) atau sanak saudara yang terdekat. Disinilah peran pemerintah dan pekerja sosial dibutuhkan. Karena kebanyakan dari anak telantar berasal dari keluarga miskin, maka yang dibutuhkan adalah program penguatan keluarga (family strengthening program) untuk membantu meningkatkan perekonomian keluarga, salah satunya dengan melalui pemberian modal usaha. Program penguatan keluarga yang dilakukan melalui pendampingan dan pengawasan yang ketat dan terukur oleh pekerja sosial. Namun, dibutuhkan penyadaran kepada berbagai kalangan untuk dapat mengedepankan pendekatan yang berbasis keluarga daripada sekedar meningkatkan jumlah lembaga panti asuhan.

    Penutup Menyikapi masih terjadinya kasus

    kekerasan atau eksploitasi terhadap anak di panti asuhan anak, pemerintah perlu mengambil beberapa langkah taktis. Pertama, perlu menginventarisasi seluruh panti asuh anak yang ada di Indonesia, terutama yang dikelola secara swadaya oleh lembaga masyarakat. Data panti asuhan anak yang diperoleh merupakan dasar bagi proses pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah. Kedua, pemerintah, melalui dinas sosial, perlu meningkatkan pengawasan terhadap panti asuhan anak. Pelanggaran terhadap panti asuhan yang tidak dapat memenuhi standar nasional pengasuhan yang telah ditetapkan pemerintah perlu mendapatkan sanksi tegas. Ketiga, perlu mengetatkan proses perizinan pendirian panti asuhan anak. Hal ini dilakukan untuk mencegah marak berdirinya panti asuhan anak yang tidak memenuhi syarat. Keempat, perlu membina tenaga pendamping/pengasuh dan pengelola panti asuhan anak agar mampu menjalankan panti dengan lebih baik melalui program pelatihan psikologis pengasuhan anak atau bahkan pelatihan pengelolaan manajemen keuangan panti asuhan.

    Pola atau model pengasuhan yang

  • - 12 -

    berbasis keluarga diharapkan menjadi fokus utama dalam pemenuhan hak anak untuk berada dan tumbuh di lingkungan asli mereka. Pada kenyataannya, beberapa kasus anak dalam panti asuhan disebabkan persoalan perekonomi keluarga dapat mendorong orang tua memasukkan anak mereka ke panti asuhan. Pemerintah atau pihak pengelola panti asuhan anak kiranya dapat mengembangkan pendekatan berbasis penguatan keluarga dalam mengatasi permasalahan anak telantar selain cara konvensional dengan mendirikan panti asuhan anak.

    Maraknya kasus ini juga menjadi bukti penting perlunya pengawasan DPR RI terhadap penyelenggaraan pelindungan anak. Sementara itu tugas rumah DPR RI untuk segera menyelesaikan revisi Undang-Undang no. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi langkah signifikan.

    Rujukan1. Judy Baker and Deborah Hodes, 2007, The

    Child Mind: A Child Protection Handbook, United State of America: Routledge, hal. 3.

    2. Kementerian Sosial Republik Indonesia, 2011, Standar Nasional Pengasuhan untuk Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak.

    3. Fauzik Lendriyono, 2013, Reorientasi Panti Asuhan: Menggagas Panti Asuhan untuk Kedaulatan Bangsa, makalah dalam Simposium Kebudayaan Indonesia-Malaysia ke-13, pada 12-14 November 2013, Bandung.

    4. Kaledoskop 2013: Kekerasan Terhadap Anak Meningkat, http://nasional.news.viva.co.id/news/read/469173-kaleidoskop-2013--kekerasan-terhadap-anak-makin-mengerikan, diakses pada 10 Maret 2014.

    5. Dituduh Siksa Anak Panti Asuhan, Pendeta Chemy Dipanggil Polisi, http://metro.news.viva.co.id/news/read/484216-dituduh-siksa-anak-panti-asuhan--pendeta-chemy-dipanggil-polisi, diakses pada 26 Februari 2014.

    6. Ada Menteri Sumbang Panti Asuhan Samuel, http://www.tempo.co/read/news/2014/02/25/064557368/Ada-Menteri-Sumbang-Panti-Asuhan-Samuel, diakses pada 26 Februari 2014.

    7. Konsep Panti Asuhan Tidak Efektif Bagi Perkembangan Anak?, http://news.unpad.ac.id/?p=37106, diakses pada 4 Maret 2014.

    8. Mensos : 2014 Indonesia Bebas Anak Jalanan, http://www.beritasatu.com/nasional/127057-mensos-2014-indonesia-

    bebas-anak-jalanan.html, diakses pada 4 Maret 2014.

    9. Waduh, Mayoritas Anak di Panti Asuhan Punya Orang Tua, http://www.republika.co.id/berita/breaking-news/n a s i o n a l / 1 0 / 1 2 / 1 6 / 1 5 2 5 1 3 - w a d u h -mayoritas-anak-di-panti-asuhan-punya-orang-tua, diakses pada 27 Februari 2014.

    10. Kurangnya Pengasuhan di Panti Asuhan, https://www.kemsos.go.id/modules.php?name=News&file=print&sid=674, diakses pada 27 Februari 2014.

    11. Panti Asuhan Samuel Ditutup Sementara, http://megapolitan.kompas.com/read/2014/03/03/0716525/Panti.Asuhan.Samuel.Ditutup.Sementara, diakses tanggal 5 Maret 2014.

  • - 13 -

    Vol. VI, No. 05/I/P3DI/Maret/2014EKONOMI DAN KEBIJAKAN PUBLIK

    Info Singkat 2009, Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Sekretariat Jenderal DPR RIwww.dpr.go.idISSN 2088-2351

    Kajian Singkat terhadap Isu-Isu Terkini

    MENGATASI KRISIS LISTRIKDI JAWA DAN SUMATERA

    Eka Budiyanti*)

    Abstrak

    Pertumbuhan ekonomi dan jumlah penduduk suatu negara seharusnya diimbangi dengan pertumbuhan pasokan kebutuhan energi listriknya. Di Indonesia, masalah suplai energi listrik timbul akibat kebutuhan energi listrik yang meningkat lebih pesat dibandingkan dengan kemampuan PT PLN untuk memenuhi pasokan listrik yang dibutuhkan. Akibatnya, terjadi krisis listrik seperti yang terjadi di wilayah Sumatera Utara dan Pulau Jawa. Pemerintah menghadapi sejumlah kendala serius dalam rangka pemenuhan pasokan listrik secara nasional. Sejumlah kendala ini antara lain mencakup infrastruktur, pembebasan lahan, biaya investasi, harga jual listrik dll. Dalam rangka mengatasi krisis listrik ke depan, pemerintah, PT PLN dan konsumen harus bekerja sama lebih kuat untuk mengatasi kendala-kendala tersebut.

    PendahuluanSeiring dengan terus tumbuhnya

    pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan konsumsi listrik juga mengalami pertumbuhan pesat. Pembangunan sistem kelistrikan saat ini sudah tidak sesuai dengan pertumbuhan kebutuhan listrik. Hal ini yang menyebabkan terjadinya krisis listrik.

    Saat ini, pemerintah Indonesia baru mampu memenuhi 75 persen kebutuhan listrik masyarakatnya. Penduduk yang belum bisa menikmati listrik sebagian besar tersebar di daerah-daerah terpencil yang berpenduduk sedikit. Selain itu masyarakat di beberapa daerah juga sampai saat ini belum bisa mendapatkan pasokan listrik selama 24 jam.

    Salah satu daerah yang mengalami krisis listrik adalah provinsi Sumatera Utara (Sumut).

    Sejak tahun 2005, krisis listrik di Sumut tidak kunjung selesai. Saat ini kebutuhan listrik Sumut sebesar 1.700 MW (megawatt), sedangkan kekurangan pasokan sekitar 330 MW. Jumlah ini di luar cadangan daya yang dibutuhkan sebagai cara untuk mengantisipasi jika terjadi gangguan pembangkit. Rasio elektrifikasi (tingkat perbandingan jumlah penduduk suatu wilayah yang menikmati listrik dengan jumlah total penduduk di wilayah tersebut) di Sumut pada tahun 2013 relatif besar, yaitu sebesar 89,6 persen tetapi provinsi ini justru mengalami krisis listrik. Krisis listrik di Sumut menjadi peringatan bahwa Indonesia sudah mulai kekurangan pasokan listrik yang akan diperkirakan meluas ke wilayah lain.

    Pemerintah juga memprediksi Pulau Jawa akan mengalami krisis energi listrik

    *) Peneliti Muda Bidang Ekonomi dan Kebijakan Publik pada Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Setjen DPR RI, email: [email protected]

    Kajian Singkat terhadap Isu-Isu Terkini

  • - 14 -

    dalam rentang waktu empat tahun mendatang, yakni tahun 2018. Kajian PT PLN misalnya, setiap tahun pertumbuhan beban listrik di seluruh Pulau Jawa mencapai kira-kira 9 persen. Menurut PLN, potensi krisis listrik tersebut terjadi karena pesatnya pertumbuhan aktivitas perekonomian di Pulau Jawa sehingga berimbas pada meningkatnya konsumsi listrik. Konsekuensinya, ancaman krisis listrik ini harus segera diantisipasi oleh pemerintah agar krisis listrik tidak terjadi di wilayah lainnya dan tidak mengganggu pertumbuhan ekonomi Indonesia.

    Kondisi Kebutuhan Listrik di Indonesia

    Sepanjang tahun 2013, konsumsi listrik di Indonesia sebesar 188 terrawatt-hour atau TWh (rumah tangga 41 persen, industri 34 persen, komersial 19 persen, dan publik 6 persen), sedangkan kapasitas daya terpasang pembangkit listrik hanya mencapai 47.128 MW. Realisasi pertumbuhan kebutuhan listrik pada tahun 2013 mencapai 7,8 persen, dan direncanakan pada tahun 2014 ini akan menambah kapasitas daya pembangkit sebesar 3.605 MW atau meningkat 7,6 persen dibandingkan tahun 2013, sehingga total kapasitas terpasang pada akhir tahun menjadi 50.733 MW. Tambahan daya pembangkit pada 2014 tersebut berasal dari proyek percepatan 10.000 MW tahap I dan II.

    Pada tahun 2013, rasio elektrifikasi Indonesia mencapai 80,51 persen atau meningkat sebesar 76,56 persen dibandingkan tahun 2012. Rasio elektrifikasi yang masih di bawah 50 persen adalah provinsi Papua (36,41 persen), dan provinsi yang rasionya masih di bawah 70 persen antara lain NTT (54,77 persen), Sulawesi Tenggara (62,51 persen), NTB (64,43 persen), Kalimantan Tengah (66,21 persen), Sulawesi Barat (67,6 persen), Gorontalo (67,81 persen), dan Kepulauan Riau (69,66 persen).

    Kondisi infrastruktur kelistrikan di Indonesia sangat memprihatinkan. Kapasitas pembangkit yang dimiliki sebesar 35,33 GW (gigawatt) untuk memenuhi kebutuhan sejumlah 237 juta jiwa. Kapasitas tersebut jauh di bawah kemampuan produksi listrik Singapura dan Malaysia. Kapasitas pembangkit di Singapura mampu memproduksi listrik sebesar 10,49 GW untuk memenuhi kebutuhan 5,3 juta penduduk. Sementara kapasitas pembangkit Malaysia sebesar 28,4 GW untuk kebutuhan 29 juta penduduk.

    Beberapa Faktor Penyebab Krisis Listrik

    Untuk mengimbangi pertumbuhan ekonomi, dibutuhkan tambahan pasokan listrik sebesar 4-5 MW setiap tahunnya. Minimnya tambahan pasokan listrik tersebut didorong sejumlah kendala seperti pembebasan lahan, infrastruktur, dan biaya.

    Pembangunan transmisi listrik di Sumatera yang lambat disebabkan kurangnya integrasi PLN dengan BUMN Karya (sinergi BUMN). Orientasi pembangunan jaringan PLN masih menunggu bantuan luar negeri serta proses investasi asing. Upaya PLN membangun pembangkit listrik untuk mengimbangi lonjakan permintaan listrik tidak berjalan sesuai rencana. PLTU Batang (Jawa Tengah) ditargetkan menjadi menjadi pembangkit listrik terbesar di Indonesia karena menghasilkan 2.000 MW dari dua PLTU. Rencananya pembangunan PLTU yang diperkirakan membutuhkan total biaya Rp35 triliun itu seharusnya sudah dimulai proses pembangunannya pada 6 Oktober 2013, namun saat ini masih tertunda karena masalah pembebasan lahan warga.

    Selain masalah pembebasan lahan, proyek pembangunan pembangkit listrik juga mengalami berbagai macam kendala lain seperti proses perizinan yang panjang dan tidak memiliki standar baku serta pendanaan. Hambatan lainnya adalah masalah ketersediaan peralatan, material, maupun sumber daya manusia (SDM) akibat pembangunan yang dilakukan secara serentak.

    Sepanjang tahun 2013, PLN menghabiskan 7,47 juta kiloliter BBM untuk seluruh pembangkit listrik di Indonesia akibat terhentinya pasokan gas untuk PLTGU Belawan pada Juli 2013. Jumlah tersebut lebih tinggi 12.000 kiloliter dari target yang ditetapkan dalam Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) perubahan yang diajukan perseroan. Biaya produksi pun menjadi lebih besar jika dibanding memakai energi dasar dari batubara dan gas. Perubahan harga minyak yang signifikan membuat PLN harus mengeluarkan biaya lebih besar. Oleh sebab itu, tahun ini PLN akan lebih fokus konversi energi dari BBM ke batubara dan gas sebagai salah satu bentuk penghematan.

    Beberapa Alternatif Solusi Secara lokalitas, salah satu solusi untuk

    mengatasi krisis listrik di Sumut adalah pembangunan transmisi listrik berdaya 500 kilo volt yang membentang 1.200 KM di sepanjang

  • - 15 -

    Sumatera. Proses pembangunan tersebut sudah dilaksanakan sejak tahun 2008, tetapi dalam prosesnya terkendala oleh masalah perizinan, karena infrastruktur transmisi yang harus melewati hutan-hutan. Wilayah Sumatera Selatan (Sumsel) menjadi pilihan sebagai tempat untuk membangun transmisi yang memasok listrik ke Sumut karena persediaan listriknya cukup. Pembangunan transmisi akan dipusatkan di Palembang, Sumsel. Dipilihnya kota Palembang karena kota ini merupakan lumbung listrik nasional. Pembangunan di Palembang juga relatif lebih murah. Jika di Pekanbaru akan membutuhkan biaya lebih besar, sebab harga listrik per watt Rp2.000 sedangkan di Palembang hanya Rp800 per watt.

    Selain solusi membangun transmisi pembangkit listrik di Sumsel, terdapat enam solusi jangka pendek dan jangka menengah yang disepakati oleh DPR, PLN, dan Gubernur Sumut untuk mengatasi krisis listrik di Sumut. Pertama, rencana pemenuhan tambahan pasokan dari PT Inalum dari 90 MW menjadi 135 MW yang ditargetkan terealisasi 3-10 Maret 2014. Kedua, penyelesaian pekerjaan pemeliharaan dan perbaikan gangguan pembangkit 180 MW (PLTGU Belawan GT 2.2+HRSG+steam turbin). Ini diperkirakan beroperasi tanggal 10 Maret 2014. Ketiga, rencana tambahan pasokan dari penyelesaian pekerjaan pemeliharaan dan perbaikan gangguan pembangkit 75 MW (PLTU Labuhan Angin 2). Ini diperkirakan beroperasi 10 Maret 2014. Keempat, mempercepat penyelesaian proyek PLTU Nagan Raya 2 x 95 MW (unit 2 sebesar 60 MW dalam tahap pengujian mulai 10 Maret, COD bulan April 2014 untuk unit 1 dan Juni 2014 untuk unit 2). Kelima, yaitu dibutuhkan tambahan cadangan pasokan sebesar 30 persen dari beban puncak 1700 MW sebesar 510 MW yang akan dipenuhi dari pengoperasian sewa PLTD MF0 120 MW secara bertahap (April 20 MW sampai Juni 120 MW). Keenam, dari PLTU Pangkalan Susu dengan kapasitas 2 x 200 MW pada akhir tahun 2014, dengan catatan transmisi 275 KV dapat tersambung pada Maret 2014.

    Sedangkan untuk mengantisipasi terjadinya krisis listrik di Pulau Jawa pada tahun 2018 nanti, pemerintah akan terus berupaya menambah proyek pembangkit listrik akibat mundurnya penyelesaian PLTU Jawa tengah 2 x 1.000 MW. Jadi di Pulau Jawa akan ada tambahan 7000 MW khusus untuk mengantisipasi perkiraan krisis listrik pada tahun 2018.

    Kesiapan penyediaan infrastruktur untuk mendukung pertumbuhan permintaan tenaga listrik sekitar 9 persen per tahun atau penambahan daya sekitar 5000 MW per tahun antara lain pemerintah telah melaksanakan program percepatan pembangunan pembangkit PLTU batubara 10.000 MW Tahap I (Fast Track Program/FTP I). Saat ini proyek percepatan pembangkit Tahap I yang telah beroperasi komersial dengan total kapasitas 6.377 MW.

    Selain itu, dilaksanakan juga program percepatan pembangunan pembangkit Tahap II dengan melibatkan swasta dan lebih memperbanyak energi terbarukan yang terdiri dari PLTU batubara (10.870 MW), PLTP (4.965 MW), PLTG (280 MW), dan PLTA (1.803 MW).

    Di samping proyek-proyek FTP I dan II, juga terdapat proyek reguler PLN, swasta melalui skema Independent Power Producer (IPP) dan Public Private Partnership (PPP), serta beberapa proyek swasta yang terintegrasi (mulai pembangkitan sampai dengan distribusi tenaga listrik) melalui penetapan wilayah usaha penyediaan tenaga listrik atau disebut Private Power Utilities (PPU).

    Untuk pembangkitan listrik, Indonesia harus mampu mengurangi ketergantungan terhadap pembangkit listrik berbahan bakar BBM. Sumber energi di Indonesia sebenarnya sangat banyak dan tak hanya energi fosil seperti BBM. Indonesia kaya dengan sumber-sumber energi terbarukan seperti tenaga surya, air, angin, dan energi panas bumi. Sumber energi alternatif atau energi baru dan terbarukan tersebut dapat dimanfaatkan untuk tenaga listrik.

    Saat ini porsi konsumsi energi baru dan terbarukan baru 6 persen dari total kebutuhan energi nasional. Hal ini disebabkan pengembangan energi baru dan terbarukan terhambat oleh sejumlah masalah, diantaranya kebijakan pemberian subsidi saat ini belum ditujukan untuk energi baru dan terbarukan; tumpang tindih lahan karena beberapa jenis energi baru dan terbarukan seperti panas bumi dan tenaga air kebanyakan berada di kawasan hutan; minimnya pendanaan yang disebabkan masih rendahnya investasi di sektor energi baru dan terbarukan karena perbankan banyak yang belum mengetahui secara detail dan jelas kegiatan energi baru dan terbarukan; dan terakhir adalah persoalan harga, di mana harga jual energi baru dan terbarukan masih di atas harga keekonomian.

    Penggunaan sumber energi alternatif akan jauh lebih ekonomis dibandingkan

  • - 16 -

    menggunakan BBM. Tarif dasar listrik dapat diturunkan secara bertahap, sehingga dana subsidi dapat dialokasikan untuk sektor lain seperti pembangunan infrastruktur, subsidi pendidikan, dan kesehatan.

    PenutupPermasalahan krisis listrik harus

    ditangani dari kedua sisi penyediaan dan permintaan. Dalam memperbaiki sisi penyediaan tenaga listrik, pemerintah perlu memprioritaskan program untuk meningkatkan efisiensi pembangkit, menghilangkan kebocoran di transmisi, dan menerapkan good corporate governance (tata kelola korporasi yang baik). Proyek percepatan pembangunan pembangkit listrik di Indonesia harus didukung oleh setiap lapisan masyarakat. Sedangkan dalam mengelola sisi permintaan listrik, konsumen harus ikut berperan serta, baik melakukan penghematan pemakaian listrik dan berpartisipasi dalam proses penyusunan kebijakan listrik. Sudah saatnya pemerintah lebih berupaya untuk mendorong pengembangan pemakaian energi baru dan terbarukan sebagai energi alternatif untuk pembangkit listrik. Peran serta dan dukungan DPR juga diperlukan untuk mengawasi jalannya program-program yang telah diusung pemerintah dalam mengatasi krisis listrik. Dengan demikian diharapkan krisis listrik yang sedang terjadi dapat teratasi dan mencegah terjadinya krisis listrik di wilayah lainnya.

    Rujukan1. Atasi krisis listrik Medan, Dahlan

    kirim listrik dari Palembang, http://www.merdeka.com/uang/atasi-krisis-listrik-medan-dahlan-kirim-listrik-dari-palembang.html, diunduh tanggal 8 Maret 2014.

    2. Jero Wacik: Pulau Jawa Krisis Listrik Tahun 2018 karena Kebanyakan Mal, http://www.tribunnews.com/regional/2014/03/05/jero-wacik-pulau-jawa-krisis-listrik-tahun-2018-karena-kebanyakan-mal, diakses tanggal 8 Maret 2014.

    3. Potensi Listrik Limbah RI 32.000 MW, Tapi Pemerintah Pilih Subsidi BBM, http://finance.detik.com/read/2014/02/28/113245/2511189/1034/potensi-listrik-limbah-ri-32000-mw-tapi-pemerintah-pilih-subsidi-bbm, diakses tanggal 3 Maret 2014.

    4. Pulau Jawa Diprediksi Krisis Listrik di 2018, http://www.neraca.co.id/article/39023/Pulau-Jawa-Diprediksi-Krisis-Listrik-di-2018/4, diakses tanggal 9 Maret 2014.

    5. Inilah Kesepakatan Solusi Krisis Listrik, http://waspada.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=318017:inilah-kesepakatan-solusi-krisis-listrik&catid=14:medan&Itemid=27, diakses tanggal 9 Maret 2014.

    6. Krisis Listrik, Dahlan Minta BUMN Karya Bangun Transmisi Listrik, h t t p : / / e c o n o m y . o k e z o n e . c o m /read/2014/03/07/19/951342/krisis-listrik-dahlan-minta-bumn-karya-bangun-transmisi-listrik, diakses tanggal 8 Maret 2014.

    7. Komisi VII DPR Dan PT PLN Medan Sepakat Menyelesaikan Krisis Listrik, h t t p : / / w w w . d p r . g o . i d / i d / b e r i t a /komisi7/2014/mar/04/7726/Komisi-VII-DPR-Dan-PT-PLN-Medan-Sepakat-Menyelesaikan-Krisis-Listrik, diakses tanggal 9 Maret 2014.

    8. Pemerintah Harus Serius Perhatikan Masalah Listrik, http://www.sindotrijaya.com/news/detail/6019/pemerintah-harus-serius-perhatikan-masalah-listrik#.UxvImz-SySo, diakses tanggal 9 Maret 2014.

  • - 17 -

    Vol. VI, No. 05/I/P3DI/Maret/2014PEMERINTAHAN DALAM NEGERI

    Info Singkat 2009, Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Sekretariat Jenderal DPR RIwww.dpr.go.idISSN 2088-2351

    Kajian Singkat terhadap Isu-Isu Terkini

    PERILAKU POLITIK KEKERASANDI ACEH MENJELANG PEMILU

    Prayudi*)

    Abstrak

    Menjelang pemilu 2014, muncul kekhawatiran atas berkembangnya perilaku politik kekerasan antar-kelompok yang bersaing di Aceh. Secara umum kondisi Aceh pasca-MoU Helsinki tahun 2005, telah kondusif dan damai. Namun demikian, benih-benih konflik antar-para mantan kombatan GAM yang kemudian bersaing secara politik dalam pilkada justru masih mudah meletup ke atas permukaan. Bahkan, saat menjelang pemilu anggota legislatif tahun 2014, perilaku politik kekerasan cenderung meluas tidak saja di kalangan partai lokal tetapi juga telah menyentuh antar-para pihak yang bersaing dan terlibat di partai-partai skala nasional.

    PendahuluanMenjelang pelaksanaan tahapan

    kampanye rapat umum pada 16 Maret 5 April 2014 dan saat tahapan pemungutan suara dalam pada tanggal 9 April 2014, berkembang gejala yang mengarah pada terbentuknya perilaku politik kekerasan (political violence) di Aceh. Padahal, di antara kedua tahapan pemilu tersebut, sesuai Peraturan KPU No. 15 Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 01 Tahun 2013 Tentang Pedoman Pelaksanaan Kampanye Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah terdapat masa tenang, yaitu pada tanggal 6 s.d. 8 April 2014.

    Beberapa kasus kekerasan yang terjadi

    di Aceh misalnya, pos komando pemenangan calon anggota legislatif DPR Kota Aceh Utara dari Partai Nasional Demokrat, Zubir H.T., di Desa Munyee Kunyet, Kecamatan Matang Kuli, Kabupaten Aceh Utara, ditembak sekelompok pria bertopeng pada tanggal 16 Februari 2014 yang lalu. Di samping itu, aksi pemukulan juga terjadi terhadap anggota tim pemenangan Zubir. Bahkan, pada kasus lainnya berujung pada kematian, yaitu saat terjadi penembakan di Gunung Cot Mancang, Gampong Ladang Tuha, Kecamatan Meukek, Aceh Selatan . Dalam kasus ini, caleg DPR Kabupaten (DPRK) Aceh Selatan, Faisal ,dari Partai Nasional Aceh (PNA) menjadi korban.

    Catatan lebih detail pernah disampaikan oleh koalisi elemen masyarakat sipil yang menegaskan lokasi Aceh Utara sebagai

    *) Penulis adalah Peneliti Utama Bidang Politik Pemerintahan Indonesia di Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Setjen DPR RI, e-mail: [email protected]

  • - 18 -

    wilayah paling rawan kekerasan dan pelanggaran pemilu. Temuan gabungan koalisi ini, yang terdiri dari LBH Banda Aceh, Koalisi NGO HAM, Katahari Institute, Gerak Aceh, Mata Forum :LSM, Kontras Aceh, dan AJMI, menunjukkan sebanyak 38 kasus terbagi atas 21 kasus kekerasan pemilu dan 17 kasus pidana pemilu sejak April 2013 sampai 2 Maret 2014. Aksi kekerasan meningkat dibandingkan dengan pemilu 2009 sebanyak 20 kasus dan pilkada 2012 terjadi 22 kasus. Di antara berbagai kasus yang terjadi saat itu, 15 kasus terjadi di Aceh Utara.

    Tabel 1: Kasus Kekerasan di Aceh Tahun 2009-2014

    Lokasi Jumlah kasusAceh Utara 15Lhokseumawe 6Pidie 3Aceh Timur 2Banda Aceh 2Aceh Selatan 2Aceh Tamiang 1Pidie Jaya 1Aceh Jaya 1Nagan Raya 1Aceh Barat Daya 1

    Total Kasus 35Sumber: Koran Tempo, 6 Februari 2014

    Tabel 2: Jenis Kasus Kekerasan/Pelanggaran Terkait Pemilu di Aceh Tahun 2009-2014

    Jenis Kekerasan JumlahPenganiayaan 6Pembakaran mobil 5Intimidasi 3Pembunuhan 3Penculkan 2Perusakan Posko 1Penembakan 1Perusakan alat peraga kampanye 13Pengancaman 1Pemalsuan surat dan dokumen 1Kampanye di Luar Jadwal 2

    Total 38Sumber: Koran Tempo, 6 Februari 2014

    Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memerintahkan agar aparat keamanan, terutama Polri, untuk secara serius dan terpadu mengamankan penyelenggaraan setiap tahapan pemilu. Calon presiden, calon anggota legislatif, ataupun kalangan masyarakat harus bebas dari segala intimidasi dan ancaman dalam proses pemilu 2014.

    Kasus politik kekerasan yang terjadi di Aceh juga memicu kekhawatiran yang dapat berkembang di daerah lain di Indonesia karena ketegangan dan potensi konflik dengan beragam penyebab sudah tumbuh subur di setiap daerah. Langkah cepat untuk mengatasi gejala perilaku politik kekerasan menjelang pemilu sangat diharapkan, bukan saja dalam konteks aksi penanggulangannya secara kasus per kasus tetapi lebih dari itu, kebijakan penanganannya juga harus dilakukan secara menyeluruh dan bersifat preventif. Dengan demikian, perilaku politik kekerasan terkait pemilu tidak terus terjadi dan cenderung tidak meluas serta yang terpenting tidak boleh dianggap sebagai sesuatu yang biasa.

    Teori Faktor Pemicu dan Sejarah Beberapa Kasus Kekerasan

    Ted Gur menjelaskan munculnya perilaku politik kekerasan sebagai akibat dari kondisi psikologis deprivasi relatif. Menurutnya, Relative Deprivation is a discrepancy between value expectations and capabilities with respect to any collective deprivation. Kesenjangan ini dipicu oleh ledakan kemarahan tertentu atau yang disebutnya sebagai dipengaruhi discontent anger rage. Perilaku politik kekerasan yang berkembang terkait pemilu, dapat menjadi indikator tentang rendahnya kapasitas sistem politik untuk mengolah berbagai tuntutan yang muncul agar menjadi kebijakan yang otoritatif. Salah satu nilai dari demokrasi yang penting ditegakkan dalam melahirkan kapasitas sistem politik semacam itu adalah proses penyelenggaraan pemilu yang bebas dan berlaku adil bagi setiap pihak, terutama terhadap peserta (free and fair election). Robert Dahl (1985) menyebutkan tentang pentingnya kemampuan untuk melakukan proses sirkulasi kepemimpinan di tingkat elit yang berlangsung secara damai dan jauh dari cara-cara kekerasan atau manipulatif .

    Secara umum, kondisi Aceh MoU Helsinki pada 15 Agustus 2005 sebenarnya berkembang positif sehingga membuka harapan bagi kondisi lebih baik dibandingkan dengan sebelumnya. Trauma kekerasan diupayakan untuk ditangani, tanpa melupakan

  • - 19 -

    catatan sejarah kelam yang pernah terjadi, agar dijadikan pelajaran di masa mendatang. Realitas yang terjadi, di satu pihak, konflik vertikal yang terjadi antara mantan kombatan GAM dengan pihak TNI/Polri memang mengalami penurunan yang sangat drastis. Tetapi di lain pihak, konflik antar-sesama masyarakat justru cenderung meningkat, dan hal ini sudah diawali sejak adanya persaingan antar-kelompok-kelompok tertentu yang menganggap pembagian dana reintegrasi tidak dilakukan secara adil. Konflik yang terus berlarut-larut, meskipun terjadi secara sporadis, telah membawa implikasi tersendiri pada saat momentum pilkada 2012 lalu dan menjelang pemilu 2014 ini.

    Keberadaan MoU tersebut menjadi landasan bagi penerbitan Instruksi Presiden No. 15 Tahun 2005, perintah atau Direktif Menkopolhukam No. DIR-67/Menko/Polhukam/12/2005 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Nota Kesepahaman antara Pemerintah RI dan GAM serta SK Gubernur NAD No. 330/032/2006 tanggal 11 Februari 2006 yang kemudian diubah melalui SK Gubernur NAD No. 330/213/2006 tanggal 19 Juni 2006 tentang Pembentukan Badan Reintegrasi Damai Aceh (BRA), yang sumber dananya berasal dari APBD, APBN, dan lembaga atau negara donor asing. Dalam pelaksanaan muncul anggapan ketidakadilan atas pembagian dana reintegrasi.

    Keberadaan lembaga pengelola dana reintegrasi secara ad hoc, justru dimanfaatkan bagi kelompok-kelompok mantan kombatan yang memiliki akses ke pemerintahan. Akibatnya, terdapat ketidakpercayaan dan bahkan persaingan di antara mereka. Padahal, awalnya setelah MoU tersebut, keberadaan Forum Bersama Perdamaian atau Forbes Damai, di mana terdapat unsur dari pemerintah, mantan GAM, dan unsur dari donatur internasional, adalah memperlancar program-program rekonstruksi Aceh. Metode kerjanya yang fleksibel justru dianggap dapat terhindar dari sistem pengadministrasian yang terlalu kaku dan konvensional.

    Kenyataannya, anggapan ketidakadilan dana reintegrasi, semakin tercermin dalam perpecahan yang terjadi pada internal Partai Aceh. Perpecahan melahirkan sempalan Partai Aceh yang didirikan mantan gubernur Aceh Irwandi Yusuf bersama sejumlah mantan GAM. Sempalan ini bernama Partai Nasional Aceh, yang didaftarkan ke Kanwil Kemenkumham di Banda Aceh, 24 April 2012. Tragisnya, pengelolaan persaingan antar-elit mantan GAM, tidak berjalan baik dan justru memicu

    konflik terbuka antar-mereka. Hal ini tampak pada Pilkada Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh tahun 2012 yang diwarnai pertikaian menjurus pada konflik horisontal. Saat itu, terdapat dua kubu yang berseberangan, pertama, yaitu kubu Irwandi Yusuf dan Muhyan Yunan yang maju sebagai calon gubernur dan wakil gubernur melalui jalur independen. Kedua, yaitu, kubu Partai Aceh yang mengusung Zaini Abdullah dan Muzakir Manaf. Majunya kedua mantan elit GAM dalam pilkada dianggap akan mengulang sejarah konflik Aceh. Saat itu, insiden demi insiden terus terjadi dalam keseharian, dari mulai pemukulan, pembakaran, dan penembakan mobil, hingga ke pembunuhan.

    Persaingan di internal GAM dalam konteks partai-partai yang didirikannya ini, cenderung berkepanjangan dan meluas. Ketatnya persaingan juga terjadi di antara partai-partai lainnya di lingkup nasional dalam pemilu anggota legislatif 2014. Ironisnya, ketatnya persaingan tidak dibarengi dengan nilai fairness dalam demokrasi, sehingga berujung pada munculnya ledakan aksi-aksi perilaku politik kekerasan. Padahal, MoU Helsinki pada awalnya juga diarahkan dalam proses transformasi kelompok-kelompok bersenjata pada kekuatan politik partai agar bersaing secara demokratis. Ironisnya, benih-benih awal transformasi kelompok-kelompok tersebut, termasuk dikalangan GAM, sudah berkembang sejak pemilu presiden (pilpres) tahun 2004 meskipun pilpres ini merupakan pilpres secara langsung oleh rakyat yang pertama kali dalam sejarah.

    Alternatif Solusi Secara koersif, ketegasan atas

    penanganan secara hukum terhadap berbagai perilaku politik kekerasan menjelang pemilu 2014, sudah harus dilakukan secara konsisten. UU No. 8 Tahun 2012 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD, di Pasal 293 menyebutkan: Setiap orang yang dengan kekerasan, dengan ancaman kekerasan, atau dengan menggunakan kekuasaan yang ada padanya pada saat pendaftaran Pemilih menghalangi seseorang untuk terdaftar sebagai Pemilih dalam Pemilu menurut Undang-Undang ini dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp36.000.000 (tiga puluh enam juta rupiah). Sedangkan terkaitan tahapan kampanye, di Pasal 275 UU No. 8 Tahun 2012 menyebutkan: Setiap orang yang mengacaukan, menghalangi, atau mengganggu jalannya Kampanye Pemilu dipidana dengan

  • - 20 -

    pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).

    Sementara itu, secara preventif, dalam rangka mencegah terjadinya bentrokan, KPU sudah mencoba mengantisipasinya, terutama ketika nanti masa kampanye yang bersifat pengerahan massa atau rapat umum. Antisipasi tersebut, adalah dengan membuat pemetaan zonasi kampanye pemilu yang diharapkan bermanfaat untuk mencegah pertemuan secara masif antar massa pendukung dan sangat berpotensi menyulut bentrokan fisik. Penyelenggaraan pemilu menjadi ujian tersendiri bagi demokrasi di Indonesia, karena situasi persingan antar kandidat dan partai bukan tidak mungkin melahirkan kondisi psikologis politik deprivasi relatif. Kondisi psikologi politik demikian sebagai penyebab terjadinya seseorang atau kelompok orang menempuh jalan dalam mencapai tujuannya. Pilihan melakukan aksi kekerasan didorong oleh kesenjangan antara tujuan yang ingin dicapainya dengan ketersediaan jalan yang ada dalam rangka mewujudkan tujuan tersebut.

    PenutupPerilaku politik kekerasan di Aceh

    menjelang pemilu 2014 perlu disikapi DPR terkait prosesnya secara koersif dalam bentuk tindakan tegas. Di samping itu, langkah preventif pun perlu dilakukan dengan keterlibatan berbagai stakeholder, terutama KPU dan Bawaslu, atau bahkan dari masyarakat luas. Langkah preventif ini terkait dengan upaya pelaksanaan pemilu yang transparan, adil dan demokratis sehingga, persaingan antar-kelompok masyarakat dan elit yang terlibat tetap berlangsung secara damai atau bebas dari perilaku politik kekerasan.

    Rujukan1. Ted Gurr, Psychological Factors in Civil

    Violence, World Politics, Vol. 20, No.2, January 1968.

    2. Robert A. Dahl, Demokrasi Pluralis: Antara Otonomi dan Kontrol (terjemahan), Jakarta, Rajawali Press, 1985.

    3. Aceh Paling Rawan, Teror Bermotif Politik, Kompas, 5 Maret 2014.

    4. Aceh Utara Paling Rawan, Koran Tempo, 6 Maret 2014.

    5. Michael Morfit, Managing Risk: Aceh, The Helsinki Accords and Indonesias Democratic Development, dalam Patrict Daly, R. Michael Feener, and Anthony Reid (ed), From Ground Up: Perspectives on Post-Tsunami and Post Conflict Aceh, Institute of Southeast Asian Studies, Singapore, 2012.