tugas akmen
TRANSCRIPT
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Harga Transfer
Pengertian harga transfer seperti yang dikutip dari http://dion.staff.gunadarma.ac.id/
Downloads/files/14153/TRANSFER+PRICE.doc terbagi dalam arti luas dan arti sempit. Harga
transfer dalam arti luas yaitu Harga produk atau jasa yang ditransfer antar pusat
pertanggungjawaban dalam perusahaan. Contoh: Biaya listrik yang dialokasikan dari dept.
pembangkit listrik ke dept. lain yang menikmati listrik. Sedangkan dalam arti sempit, pengertian
harga transfer adalah harga produk atau jasa yang di transfer antar pusat laba dalam satu
perusahaan. Adanya transfer barang dan jasa dihubungkan dengan proses deferensiasi bisnis dan
karena perlunya integrasi dalam organisasi yang telah melakukan diferensiasi bisnis.
Diversifikasi biasa ditempuh melalui proses divisonalisasi (proses pembentukan divisi-divisi
yang berperan sebagai pusat laba, yang diserahi fungsi produksi, pemasaran dan diberi tanggung
jawab untuk menghasilkan laba yang sepadan dengan investasi yang ditanam dalam bisnis
divisi).
2.2 Peran Harga Transfer
Peranan harga transfer seperti yang dikutip dari http://dion.staff.gunadarma.ac.id/
Downloads/files/14153/TRANSFER+PRICE.doc adalah sebagai berikut:
1. Harga transfer mempertegas diversifikasi
Harga transfer menetapkan dengan tegas hak masing-masing manager divisi untuk
mendapatkan laba. Tiap-tiap divisi yang terlibat merundingkan unsur-unsur yang membentuk
harga transfer, karena unsur-unsur tersebut akan berdampak terhadap laba yang pada
akhirnya laba tesebut digunakan untuk mengukur kinerja divisi
2. Harga transfer sebagai alat untuk menciptakan mekanisme integrasi
Manajemen puncak dapat mewajibkan suatu divisi untuk memilih sumber pengadaan dari
divisi lain dalam perusahaan ketimbang dari luar perusahaan, hanya jika hal ini bisa
menguntungkan perusahaan secara keseluruhan. Dengan adanya kebijakan manajemen
puncak ini, manajer divisi yang terlibat dipaksa untuk merundingkan harga transfer yang adil
bagi divisi yang terlibat.
2.3 Dasar Penentuan Harga Transfer
Pada dasarnya penentuan harga transfer dapat digambarkan dalam bagan sebagai berikut:
Full Costing
Biaya Penuh
Rill Variabel Costing
BIAYA ABC
Full Costing
Biaya Penuh
Dasar Penentuan Standar Variabel Costing
Harga Transfer
ABC
HARGA PASAR
2.3.1 Penentuan Harga Transfer Berdasarkan Biaya
Berdasarkan biaya penuh produk yang ditransfer, yang dapat dipilih antara biaya penuh
riil dan biaya penuh standart. Bila biaya riil yang dipilih, ada kemungkinan tejadi
ketidakefisienan divisi penjual dibebani ke divisi pembeli (karena biaya penuh divisi penjual
mengandung pemborosan) Biaya ini tidak baik digunakan sebagai dasar penetapan harga
transfer. Bila biaya penuh standart yang dipilih, hal di atas dapat dihindari karena biaya
standart mencerminkan operasi terbaik dengan biaya yang seharusnya dibebani oleh divisi
penjual. Tapi biaya standar ini akan membuat keenganan divisi penjual untuk memperbaiki
efisiensi produksi, karena jika efisiensi ditingkatkan harga transfer menjadi kecil dan
akhirnya laba yang dihasilkan divisi penjual turun maka kinerja turun. Untuk memacu divisi
penjual untuk melakukan efisiensi, penurunan biaya standart sebagai hasil perbaikan
efisiensi, biaya stndart tidak langsung digunakan sebagai dasar penentuan harga transfer,
tetapi dalam waktu tertentu, divisi penjual diberi kesempatan untuk menikmati tambahan laba
akibat efisinesi, sehingga penlaian kinerja naik.
Hal-hal yang harus diperhatikan Jika biaya dijadikan sebagai dasar penentuan harga transfer:
1. Metode Penentuan harga transfer harus mendorong divisi penjual senantiasa melakukan
perbaikan efiensi dan produktivitasnya.
2. Jika terjadi ketidakefisienan pada divisi penjual, tidak boleh dialihkan ke divisi pembeli
melalui harga transfer.
3. Untuk menentukan harga transfer, harus ada aturan, oleh sebab itu tiap ada transfer
barang harus dilakukan melalui negoisasi
Rumus Umum HT
HT = Biaya Penuh** + Laba
y% x aktiva penu (aktiva lancar + tidak lancar)
**) Biaya Penuh bisa memakai 3 pendekatan :
1. Pendekatan Full Costing
2. Pendekatan Variabel Costing
3. Pendekatan ABC
2.3.2 Penentuan Harga Transfer Berdasarkan Harga Pasar
Jika produk yang mau ditransfer punya harga pasar, maka harga pasar dapat dipandang
sebagai dasar yang adil. Harga pasar dipandang sebagai Opportunity Cost :
Penjual Penghasilan yang akan dikorbankan di dalam mentransfer produk kepada divisi pembeli
Penjual Biaya yang seharusnya dikeluarkan jika produk tersebut dibeli dari luar.
Harga Pasar disini adalah HARGA PASAR MINUS dengan alasan :
1. Kuantitas produk yang ditransfer umumnya cukup besar, sehingga menimbulkan
penghematan pada divisi penjual, sehingga terjadi potongan volume (volume discount)
2. Dalam transfer barang, divisi penjual tidak mengeluarkan biaya-biaya seperti iklan,
promosi, komisi dan lain-lain.
3. Juga untuk transfer tidak dibutuhkan biaya penggudangan.
Kelemahan Harga Pasar :
1. Tidak semua produk punya harga pasar
2. Divisi penjual punya pasar yang sudah pasti (yaitu divisi pembeli) sehingga keuntungan ini
hanya dinikmati oleh divisi pembeli saja (divisi penjual hanya dituntut harus bisa capai harga
pasar)
3. Tentukan Harga pasar terkadang sulit saat harga pasar sangat berfluktuatif
2.3.2 Masalah yang Dirundingkan dalam Penentuan Harga Transfer
Menurut Mulyadi (2001:382-383) karena setiap divisi yang dibentuk perusahaan diukur
kinerjanya atas dasar laba yang diperoleh masing-masing, maka dua masalah yang selalu
dirundingkan oleh divisi penjual dan divisi pembeli adalah:
1. Dasar yang digunakan sebagai landasan penentuan harga transfer.
Dalam penentuan harga transfer, divisi pembeli dan divisi penjual harus menyepakati dasar yang
akan dipakai sebagai landasan penentuan harga barang yang ditransfer antar divisi tersebut. Ada
dua dasar yang dapat digunakan sebagai landasan dalam penentuan harga transfer, yaitu biaya
dan harga pasar. Biaya yang dipakai sebagai dasar penentuan harga transfer adalah biaya penuh,
yang dapat dipilih dari dua macam biaya penuh: biaya
penuh sesungguhnya dan biaya penuh standar. Baik biaya penuh sesungguhnya maupun biaya
penuh standar dapat direkayasa dengan salah satu pendekatan: full costing, variabel costing dan
activity based costing.
2. Besarnya laba yang diperhitungkan dalam harga transfer.
Laba yang diperhitungkan disini dapat ditentukan berdasarkan persentase tertentu dari biaya
penuh atau berdasarkan aktivapenuh yang digunakan untuk memproduksi produk jika laba
ditentukan sebesar persentase tertentu dari biaya penuh, harga transfer yang dihasilkan tidak
memperhitungkan modal yang digunakan dalam memproduksi produk yang ditransfer. Aktiva
penuh merupakan dasar yang baik untuk memperhitungkan laba
dalam harga transfer, namun banyak masalah yang timbul dalam memperhitungkan aktiva penuh
sebagai investment base.Menurut Mulyadi (2001:383-384) jika aktiva penuh divisi dipakai
sebagai dasar penentuan laba yang diperhitungkan dalam harga transfer, dua faktor yang harus
dipertimbangkan adalah:
1. Jenis aktiva yang dipergunakan sebagai dasar.
Jenis aktiva yang diperhitungkan sebagai dasar penentuan laba dalam harga transfer
dapat digolongkan menjadi dua kelompok yaitu aktiva lancar dan aktiva tidak lancar.
Jenis aktiva lancar yang digunakan oleh divisi penjual adalah aktiva lancar yang
dipergunakan untuk operasi divisi penjual. Dengan demikian investasi sementara dalam
surat berharga tidak diperhitungkan sebagai aktiva yang dipakai sebagai dasar
penentuan laba dalam harga transfer. Begitu pula dengan investasi jangka panjang
divisi penjualan tidak diperhitungkan dalam aktiva tidak lancar yang dipakai sebagai
dasar penentuan laba dalam harga transfer.
2. Cara penilaian aktiva yang digunakan sebagai dasar.
Aktiva tetap yang diperhitungkan sebagai dasar penentuan laba dalam harga transfer
adalah kondisi aktiva tetap divisi penjual pada awal tahun berlakunya harga transfer.
Jika dalam tahun berjalan, divisi penjual melakukan investasi dalam aktiva tetap,
jumlah ini biasanya diperhitungkan dalam penentuan harga transfer tahun berikutnya.
Begitu pula jika dalam tahun berjalan divisi penjual melakukan penghentian pemakaian
aktiva tetapnya, perubahan ini baru diperhitungkan dalam penentuan harga transfer
berikutnya. Cara penilaian aktiva yang dipakai sebagai dasar penentuan laba yang
diperhitungkan dalam harga transfer dapat dibagi menjadi dua cara: cara penilaian
aktiva lancar dan cara penilaian aktiva tetap. Jika jenis aktiva lancar yang
diperhitungkan dalam investment base telah ditetapkan, penilaian aktiva lancar dapat
dipilih dari :
a. Nilai bersih yang dapat direalisasikan (net realizable value) aktiva lancar pada awal
tahun berlakunya harga transfer.
b. Nilai bersih yang dapat direalisasikan (net realizable value) aktiva lancar rata- rata
dalam tahun berlakunya harga transfer.
2.3.3 Ruang Lingkup Kinerja Unit Bisnis Sebagai Pusat Laba
2.3.3.1. Desentralisasi
Menurut Supriyono (2000:384) desentralisasi adalah: …pendelegasian wewenang pembuatan
keputusan oleh manajer yang lebih tinggi kepada tingkatan manajer yang lebih rendah.
Sedangkan menurut Mulyadi (2001:378) desentralisasi adalah: …pendelegasian kebebasan
untuk mengambil keputusan.
Suatu organisasi yang manajer tingkat bawahnya memiliki kebebasan yang besar dalam
pengambilan keputusan adalah organisasi yang besar tingkat desentralisasinya. Sebaliknya suatu
organisasi yang seluruh pengambilan keputusannya terpusat di tangan manajer puncak disebut
organisasi yang tingkat desentralisasinya rendah atau bersifat sentralisasi.
Pembentukkan unit-unit organisasi tidak selalu diikuti dengan desentralisasi wewenang manajer
puncak kepada manajer divisi ketika manajer puncak telah membentuk pusat pusat laba dalam
organisasinya, untuk memungkinkan para manajer divisi dengan cepat menghadapi
ketidakpastian lingkungan bisnis mereka, manajer puncak perlu melakukan desentralisasi
wewenang kepada para manajer divisi. Pembentukkan unit-unit organisasi yang tidak diikuti
dengan desentralisasi akan menimbulakan pseudo profit center (pusat laba tidak dalam arti
sebenarnya) karena manajer divisi tidak memiliki wewenang untuk mengendalikan pendapatan
dan konsumsi sumber daya divisi.
Menurut Mulyadi (2001:378-380) desentralisasi dapat mengambil salah satu dari ketiga bentuk
berikut ini:
1. Desentralisasi berdasarkan fungsi (functional decentralization)
Dalam organisasi yang mengadakan desentralisasi berdasarkan fungsi, manajer puncak
mendelegasikan wewenang fungsional kepada para manajer di bawahnya. Fungsi-fungsi
pokok dalam suatu perusahaan seperti fungsi-fungsi produksi, pemasaran, keuangan dan
umum didelegasikan oleh manajer puncak kepada manajer menengah.
2. Desentralisasi berdasarkan daerah (geographical decentralization)
Dalam organisasi yang melakukan desentralisasi berdasrkan daerah, manajemen puncak
mendelegasikan sebagian wewenang kepada manajemen tingkat yang lebih rendah
berdasarkan daerah geografis.
3. Desentralisasi berdasarkan laba (profit desentralization)
Dalam organisasi yang mengadakan desentralisasi berdasarkan pusat laba, manajemen
puncak mendelegasikan wewenagnya kepada manajer-manajer tingkat yang lebih rendah
berdasarkan pusat-pusat laba. Proses pembentukan unit-unit organisasi sebagai pusat laba
ini disebut dengan divisionalisasi. Selanjutnya dalam setiap pusat laba tersebut,
pendelegasian wewenang dilakukan atas dasar fungsi.
2.3.3.2. Pengertian Kinerja Unit Bisnis
Pengertian Unit Bisnis menurut Mia dan Clarke yang dikutip oleh Faisal (2005:262) adalah
sebagai berikut: …sebuah organisasi atau bagian dari organisasi yang mempunyai aktivitas
rutin seperti bagian pemasaran, produksi, finansial, personalia dan research and
development (R&D).
Menurut Faisal (2005:262) kinerja unit bisnis didefinisikan sebagai: …tingkat keberhasilan
pencapaian target yang telah direncanakan. Sedangkan kinerja unit bisnis didefinisikan oleh
Mia dan Clarke yang dikutip oleh Gudono (2007:186) adalah: …seberapa tinggi tingkat
pencapain target yang telah direncanakan, misalnya pencapaian produksi, kos, kualitas,
pengiriman produk, service atau pelayanan, volume penjualan, pangsa pasar dan tingkat
laba.
2.3.3.3. Pusat Laba
Menurut Supriyono (2000:384) divisionalisasi adalah: …pembentukan divisi-divisi (pusat laba
atau unit bisnis) yang manajernya diberi tanggung jawab terhadap fungsi produksi (pengadaan)
dan fungsi pemasaran sekaligus sehingga manajer tersebut bertanggung jawab terhadap laba
divisinya. Oleh karena itu, manajer divisi harus diberi wewenang untuk
melakukan pembuatan keputusan yang berhubungan dengan laba, meliputi keputusan biaya
(keputusan sumber) dan sekaligus pendapatan (keputusan pasar). Manajer divisi tersebut
memperoleh wewenang untuk melakukan pembuatan keputusan laba maka manajer divisi
bertanggung jawab terhadap laba yang dicapai oleh divisinya.
Menurut Anthony dan Govindarajan dalam F. X. Kurniawan Tjakrawala (2008:237): …ketika
kinerja finansial suatu pusat tanggung jawab diukur dalam ruang lingkup laba (yaitu, selisih
antara pendapatan dan beban), maka pusat ini disebut sebagai pusat laba (profit center).
Menurut Supriyono (2000:384) pengertian pusat laba (unit bisnis) adalah: …unit organisasi yang
dipimpin oleh seorang manajer yang bertanggung jawab terhadap laba.
Sedangkan menurut Mulyadi (2001:427) pengertian pusat laba (profit center) adalah: …pusat
pertanggungjawaban yang manajernya diberi wewenang untuk mengendalikan pendapatan dan
biaya pusat pertanggungjawaban tersebut.
Menurut Anthony dan Govindarajan dalam F. X. Kurniawan Tjakrawala
(2008:240) pusat laba dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Kualitas keputusan dapat meningkat karena keputusan tersebut dibuat oleh para manajer
yang paling dekat dengan titik keputusan.
2. Kecepatan dari pengambilan keputusan operasional dapat meningkat karena tidak perlu
mendapat persetujuan terlebih dahulu dari kantor pusat.
3. Manajemen kantor pusat bebas dari pengambilan keputusan harian sehingga dapat
berkonsentrasi pada hal-hal yang lebih luas.
4. Manajer karena tunduk hanya pada sedikit batasan dari korporat, lebih bebas untuk
menggunakan imajinasi dan inisiatifnya.
5. Karena pusat-pusat laba serupa dengan perusahaan yang independen, maka pusat laba
memberikan tempat pelatihan yang sempurna bagi manajer umum. Para manajer
mendapatkan pengalaman dalam mengelola seluruh area fungsional, dan manajemen
yang lebih tinggi mendapatkan kesempatan untuk mengevaluasi potensi pekerjaan yang
tingkatnya lebih tinggi.
6. Kesadaran laba (profit consciousness) dapat ditingkatkan karena para manajer yang
bertanggung jawab atas laba akan selalu mencari cara untuk meningkatkan labanya.
7. Pusat laba memberikan informasi yang siap pakai bagi manajemen puncak (top
management) mengenai profitabilitas dari komponen-komponen individual perusahaan.
8. Karena keperluan (output) yang dihasilkan telah siap pakai, maka pusat laba sangat
responsive terhadap tekanan untuk meningkatkan kinerja kompetitifnya.
Selain manfaat yang diperoleh tadi, menurut Anthony dan Govindarajan dalam F. X. Kurniawan
Tjakrawala (2008:237) pusat-pusat laba dapat menimbulkan beberapa kesulitan:
1. Pengambilan keputusan yang terdesentralisasi akan memaksa manajemen puncak untuk
lebih mengandalkan laporan pengendalian manajemen dan bukan wawasan pribadinya
atas suatu operasi, sehingga mengakibatkan hilangnya pengendalian.
2. Jika manajemen kantor pusat lebih mampu dan memiliki informasi yang lebih baik
daripada manajer pusat laba pada umumnya, maka kualitas keputusan yang diambil pada
tingkat unit berkurang.
3. Perselisihan dapat meningkat karena adanya argumen-argumen mengenai harga transfer
yang sesuai, pengalokasian biaya umum (comon cost) yang tepat, dan kredit untuk
pendapatan yang sebelumnya dihasilkan secara bersama-sama oleh dua atau lebih unit
bisnis.
4. Unit-unit organisasi yang pernah berkerja sama sebagai unit fungsional akan saling
berkompetisi satu sama lain. Peningkatan laba untuk satu manajer dapat berarti
pengurangan laba bagi manajer yang lain. Dalam situasi seperti ini, seorang manajer
dapat gagal untuk memberikan potensi penjualan ke unit lain yang lebih tepat untuk
merealisasikannya; menimbun pegawai atau peralatan yang akan lebih baik, dari sudut
pandang seluruh perusahaan jika digunkan di unit lain; atau membuat keputusan produksi
yang memiliki konsekuensi biaya yang tidak diinginkan.
5. Divisionalisasi dapat mengakibatkan biaya tambahan karena adanya tambahan
manajemen, pegawai, dan pembukuan yang dibutuhkan, dan mungkin mengakibatkan
duplikasi tugas di setiap pusat laba.
6. Para manajer umum yang kompeten mungkin saja tidak ada dalam organisasi fungsional
karena tidak adanya kesempatan yang cukup bagi mereka untuk mengembangkan
kompetensi manajemen umum.
7. Mungkin ada terlalu banyak tekanan atas profitabilitas jangka pendek dengan
mengorbankan profitabilitas jangka panjang.
8. Tidak ada sistem yang sangat memuaskan untuk memastikan bahwa optimalisasi laba
dari masing-masing pusat laba akan mengoptimalkan laba perusahaan secara
keseluruhan.
2.3.4 Masalah-masalah Pengukuran Laba
Pengukuran laba suatu pusat laba menyangkut transaksi tidak hanya antara suatu pusat laba
dengan pihak luar, namun juga transaksi dengan pusat laba yang lain, dengan kantor pusat, dan
dengan bagian-bagian perusahaan lain. Oleh karena itu, tidak seperti pengukuran laba untuk
suatu organisasi yang benar-benar independen, pengukuran laba suatu pusat laba menyangkut
transaksi-transaksi yang tidak selalu merupakan transaksi independen (arm’s length transaction).
Menurut Supriyono (2000:398) transaksi independen (arm’s length transaction) adalah: …
transaksi yang dilakukan oleh dua atau lebih pihak secara independen. Menurut Supriyono
(2000:398) kondisi ini dapat menimbulkan masalah sebagai berikut:
a. Pendapatan Bersama
Pendapatan bersama (pendapatan gabungan) adalah pendapatan yang timbul karena suatu
bagian pemasaran divisi tertentu dapat menemukan pembeli atau dapat menjual produk
yang dihasilkan divisi lainnya dalam perusahaan yang sama. Dalam hal ini timbul
masalah adanya pendapatan perusahaan yang sebenarnya merupakan hasil usaha bersama
dua divisi.
b. Biaya Bersama
Biaya bersama (biaya gabungan) adalah biaya yang timbul karena penyelenggaraan
fasilitas bersama yang dinikmati bersama oleh berbagai pusat laba. Alokasi biaya
pengaruhi oleh tujuan pengukuran laba. Jika tujuan pengukuran laba untuk menilai
kinerja manajer, maka biaya gabungan dialokasikan pada setiap pusat laba hanya jika
biaya tersebut terkendalikan oleh manajer pusat laba yang bersangkutan dan jika
biaya bersama tidak terkendalikan maka tidak perlu dialokasikan.
c. Harga Transfer
Masalah harga transfer timbul jika dua pusat laba melakukan transaksi transfer
barang atau jasa. Untuk penentuan laba yang jadi bagian masing-masing pusat laba harus
diperhitungkan harga transfer barang dan jasa yang ditransfer antarpusat laba tersebut.
Harga transfer bagi divisi penjual merupakan pendapatan, di lain pihak harga tersebut
merupakan biaya bagi divisi pembeli. Pendapatan dan biaya tersebut merupakan
komponen untuk perhitungan laba masing-masing divisi yang terkait dalam transfer
barang.
d. Konsep Laba
Konsep laba adalah konsep yang menyatakan bahwa konsep laba yang berbeda
digunakan untuk tujuan yang berbeda.
2.3.4.1 Jenis-jenis Ukuran Kinerja
Kinerja ekonomis suatu pusat laba selalu diukur dari laba bersih. Meskipun demikian, kinerja
manajer pusat laba menurut Anthony dan Govindarajan dalam F. X. Kurniawan Tjakrawala
(2008:249) dapat dievaluasi berdasarkan lima unkuran profitabilitas:
1. Margin Kontribusi
Margin kontribusi (contribution margin) menunjukkan rentang (spread) antara pendapatan
dengan beban variabel. Bahwa karena beban tetap (fixed expense) berada diluar kendali menajer
tersebut, sehingga para manajer harus memusatkan perhatian untuk memaksimalkan margin
kotribusi. Permasalahan dari argumen tersebut adalah bahwa alasannnya tidak tepat; karena
pada kenyataannya, hampir seluruh pengeluaran tetap dapat dikendalikan oleh para manajer.
2. Laba Langsung
Laba langsung (direct profit) mencerminkan kontribusi pusat laba terhadap overhead umum dan
laba perusahaan. Ukuran ini menggabungkan seluruh pengeluaran pusat laba, baik yang
dikeluarkan oleh atau dapat ditelusuri langsung ke pusat laba tersebut tanpa mempedulikan
apakah pos-pos ini ada dalam kendali manajer pusat laba atau tidak. Meskipun demikian,
pengeluaran yang terjadi di kantor pusat tidak termasuk dalam perhitungan ini. Kelemahan dari
pengukuran laba langsung adalah bahwa ia tidak memasukkan unsur manfaat motivasi dari
biaya-biaya kantor pusat.
3. Laba yang Dapat Dikendalikan
Pengeluaran-pengeluaran kantor pusat dapat dikelompokkan menjadi dua kategori: dapat
dikendalikan dan tidak dapat dikendalikan. Yang termasuk dalam kategori pertama adalah
pengeluaran-pengeluaran yang dapat dikendalikan, paling tidak pada tingkatan tertentu, oleh
manajer unit bisnis—layanan teknologi informasi misalnya. Jika biaya-biaya ini termasuk dalam
sistem pengukuran, maka laba yang dihasilkan setelah dikurangi dengan seluruh biaya yang
dipengaruhi oleh manajer pusat laba tersebut. Kekurangan utama dari ukuran ini adalah karena
ukuran tersebut tidak memasukkan beban kantor pusat yang tidak dapat dikendalikan, maka
ukuran ini tidak dapat langsung dibandingkan baik dengan data yang diterbitkan atau data
asosiasi dagang yang melaporkan laba dari perusahaan perusahaan lain di industri yang sama.
4. Laba sebelum Pajak
Dalam ukuran ini, seluruh overhead korporat dialokasikan ke pusat laba berdasarkan jumlah
relatif dari beban yang dikeluarkan oleh pusat laba. Ada dua argumen yang menentang
alokasi ini. Pertama, karena biaya-biaya yang dikeluarkan oleh staf di departemen korporat
seperti bagiam keuangan, akuntansi, dan bagian sumber daya manusia tidak dapat dikendalikan
oleh manajer pusat laba, maka manajer tersebut sebaiknya tidak dianggap bertanggung jawab
untuk biaya tersebut. Kedua, sulit untuk mengalokasikan jasa staf korporat dengan cara yang
secara wajar mencerminkan jumlah biaya yang dikeluarkan oleh setiap pusat laba. Meskipun
demikian, ada tiga argumen yang mendukung dimasukkannya overhead korporat ke dalam
laporan kinerja dari pusat laba. Pertama, unit jasa korporat memiliki kecenderungan untuk
meningkatkan dasar kekuatan dan untuk memperluas keunggulannya tanpa memperhatikan
dampaknya terhadap perusahaan secara keseluruhan. Mengalokasikan biaya-biaya overhead
perusahaan kepada pusat laba akan menigkatkan kecenderungan bahwa para manajer pusat laba
akan mempertanyakan biaya-biaya ini, untuk memeriksa pengeluaran kantor pusat. Kedua,
kinerja setiap pusat laba akan lebih realistis dan lebih dapat diperbandingkan dengan kinerja para
pesaing yang memberikan jasa yang sama. Ketiga, ketika para manajer mengetahui bahwa pusat
laba mereka tidak akan menunjukkan laba kecuali semua biaya—termasuk bagian overhead
perusahaan yang dialokasikan—tertutupi, maka mereka akan termotivasi untuk membuat
keputusan pemasaran jangka panjang yang optimal, penentapan harga, bauran produk, dan lain-
lain, yang akan memberikan manfaat (bahkan dalam memastikan potensi) bagi perusahaan secara
keseluruhan.
5. Laba Bersih
Di sini, perusahaan mengukur kinerja pusat laba domestic berdasarkan laba bersih (net income),
yaitu jumlah laba bersih setelah pajak. Ada dua argumen utama yang menentang penggunaan
metode ini:
a. laba setelah pajak sering kali merupakan persentase yang konstan atas laba sebelum
pajak, dalam kasus mana tidak terdapat manfaat dengan memasukkan unsur pajak
penghasilan; dan
b. karena banyak keputusan yang mempengaruhi pajak penghasilan dibuat di kantor pusat,
maka tidaklah tepat jika para manajer pusat laba harus menanggung konsekuensi dari
keputusan-keputusan tersebut.