sle- sistemik lupus eritomasum

22
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN SLE DI RUANG C3 LANTAI 1 RSUP DR KARIADI DISUSUN OLEH : IYAN YANUAR WINDARTO 11.994 AKADEMI KEPERAWATAN

Upload: yodha-pranata

Post on 17-Jan-2016

43 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Sistemik Lupus Eritomasum

TRANSCRIPT

Page 1: SLE- Sistemik Lupus Eritomasum

LAPORAN PENDAHULUANASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN SLE DI

RUANG C3 LANTAI 1

RSUP DR KARIADI

DISUSUN OLEH :IYAN YANUAR WINDARTO

11.994

AKADEMI KEPERAWATAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH

2012

Page 2: SLE- Sistemik Lupus Eritomasum

A. ANATOMI FISIOLOGI

Sistem Imun adalah sistem pertahanan manusia sebagai perlindungan

terhadap infeksi dari makromolekul asing atau serangan organisme,

termasuk virus, bakteri, protozoa dan parasit. Sistem kekebalan juga

berperan dalam perlawanan terhadap protein tubuh dan molekul lain seperti

yang terjadi pada autoimunitas, dan melawan sel yang teraberasi menjadi

tumor.

Sistem kekebalan atau sistem imun adalah sistem perlindungan pengaruh

luar biologis yang dilakukan oleh sel dan organ khusus pada suatu

organisme. Jika sistem kekebalan bekerja dengan benar, sistem ini akan

melindungi tubuh terhadap infeksi bakteri dan virus, serta menghancurkan sel

kanker dan zat asing lain dalam tubuh. Jika system kekebalan melemah,

kemampuannya melindungi tubuh juga berkurang, sehingga menyebabkan

patogen, termasuk virus yang menyebabkan demam dan flu, dapat

berkembang dalam tubuh. Sistem kekebalan juga memberikan pengawasan

terhadap sel tumor, dan terhambatnya sistem ini juga telah dilaporkan

meningkatkan resiko terkena beberapa jenis kanker.

Page 3: SLE- Sistemik Lupus Eritomasum

Ada dua jenis system imunitas, yaitu :

1. Imunitas bawaan (imunitas nonspesifik)

Merupakan garis pertahanan pertama terhadap semua

pengganggu. Bagian utama tubuh yang berfungsi sebagai imunitas

bawaan adalah kuit, air mata, dan air liur.

a. Perlindungan permukaan

Kulit dan membrane mukosa merupakan lapis pertama

pertahanan tubuh. Selama kulit tidak rusak, epitelium yang

berlapis keratin ini sulit ditembus oleh mikroba. Keratin yang

melapisi epitelium kulit juga tahan terhadap asam dan basa

lemah serta racun dan enzim bakteri. Apabila mikroba dapat

menembus kulit, membrane mukosa yang menghasilkan lendir

akan menjerat mikroba tersebut. Perlindungan yang dihasilkan

oleh kulit dan membran mukosa adalah sebagai berikut.

1) Hasil sekresi kulit cenderung bersifat asam (pH 3-5),

sehingga menghambat pertumbuhan bakteri. Minyak

(sebum) pada kulit mengandung zat kimia yang

beracun bagi bakteri.

2) Mukosa lambung mengandung larutan HCl dan enzim

pencerna protein. Kedua zat tersebut dapat membunuh

mikroorganisme.

3) Ludah dan air mata mengandung lisozim, yaitu enzim

penghancur bakteri.

4) Lendir yang lengket akan memerangkap

mikroorganisme yang masuk ke saluran pencernaan

dan saluran pernapasan.

b. Kekebalan dalam tubuh

Jika mikroba berhasil melewati penghalang permukaan

tubuh maka masih ada penghalang berikutnya yang siap

melawannya. Penghalang yang dimaksud adalah perlindungan

dalam tubuh yang bersifat nonspesifik. Nonspesifik artinya

penghalang tersebut melawan semua patogen tanpa

membeda-bedakan. Perlindungan nonspesifik mencakup

Page 4: SLE- Sistemik Lupus Eritomasum

antara lain fagosit, sel natural killer (sel NK), dan protein anti

mikroba.

Fagosit

Sel yang termasuk fagosit (sel pemakan) misalnya

makrofag, neutrofil, dan eosinofil. Makrofag berasal dari

monosit, yang merupakan bagian dari sel darah putih. neutrofil

dan eosinofil juga meupakan dari sel darah putih. Monosit,

neutrofil dan eosinofil yang dihasilkan disumsum merah

bersifat fagositik dan masuk ke jaringan yang terinfeksi.

Eosinofil merupakan fagosit yang lemah, tetapi berperan

penting dalam pertahanan tubuh melawan cacing parasit.

Mekanisme fagositosis

1) Proses fagositosis:

Proses fagositosis bermula dengan perlekatan

bahan seperti bakteria kepada fagosit. Bahan yang

ditelan akan berada dalam fagosom. Fagosom akan

melakur dengan lisosom dan membentuk fagolisosom.

Radikal-radikal oksigen dan enzim-enzim proteolisis

akan dirembeskan ke dalam fagolisosom untuk

mencerna bahan asing dan memusnahkan bahan

tersebut. Hasil percernaan akan dikumuhkan keluar

dan sebahagian dari bahagian-bahagian kecil akan

dipersembahkan kepada limfosit untuk mengaktifkan

limfosit.

Sel natural killer (sel NK)

Sel NK berjaga di system peredaran darah dan

limfatik. Sel NK merupakan sel pertahanan yang

mampu melisis dan membunuh sel-sel kanker serta sel

tubuh yang terinfeksi virus sebelum diaktifkannya

system kekebalan adaptif. Sel NK tidak bersifat

fagositik. Sel-sel ini membunuh dengan cara

menyerang membrane sel target dan melepaskan

senyawa kimia yang disebut perforin.

Protein anti mikroba

Page 5: SLE- Sistemik Lupus Eritomasum

Protein anti mikroba meningkatkan pertahanan

dalam tubuh dengan melawan mikroorganisme secara

langsung atau dengan menghalangi kemampuannya

untuk bereproduksi. Protein anti mikroba yang penting

adalah interferon dan protein komplemen.

Interferon merupakan suatu protein yang dihasilkan

oleh sel tubuh yang terinfeksi virus untuk melindungi

bagian sel lain di sekitarnya. Interferon mampu

menghambat perbanyakan sel-sel yang terinfeksi,

namun dapat meningkatkan diferensiasi sel-sel.

Protein komplemen adalah sekelompok plasma

protein yang bersirkulasi di darah dalam keadaan tidak

aktif. Protein komplemen dapat diaktifkan oleh

munculnya ikatan antigen dan antibody atau jika

protein komplemen bertemu dengan molekul

polisakarida di permukaan tubuh mikroorganisme.

2. Imunitas adaptif

System ini diaktifkan oleh system imunitas bawaan. Imunitas

adaptif mampu mengenali dan mengingat patogen spesifik sehingga

dapat bersiap bila infeksi pathogen yang sama terjadi di kemudian hari.

Contoh system imunitas adaptif yang penting adalah limfosit.

Limfosit

Limfosit akan berkembang menjadi dua jenis sel, sel T dan sel B.

Sel T umumnya bekerja melawan antigen sel eukariot, misalnya jamur

atau sel manusia hasil transplantasi. Sel T juga dapat menghancurkan sel

tubuh yang terinfeksi virus atau patogen lainnya dan dapat membunuh sel

kanker. Sel B bekerja melawan antigen berupa bakteri dan racun yang

masuk ke dalam tubuh.

Limfosit telah matang sebelum bertemu antigen yang akan di

lawannya. Tetapi bukan antigen yang menentukan benda asing yang

akan dilawan oleh limfosit, melainkan gen kitalah yang menentukan

benda asing yang akan dilawan oleh limfosit. Antigen hanya akan

menentukan jenis sel B atau T yang akan melawan benda asing tersebut.

Page 6: SLE- Sistemik Lupus Eritomasum

Jika ada protein asing (antigen) masuk ke dalam tubuh, sel B yang telah

terspesialisasi akan menghasilkan protein yang disebut antibody.

Zat antibody merupakan protein jenis immunoglobulin (Ig) yang

bekerja dengan cara merespon antigen. Antibody hanya dibuat oleh

plasma sel limfosit B. antibody terdiri atas rantai berat dan rantai ringan

yang pada ujungnya terdapat tempat pengikatan antigen yang spesifik.

Antibody terdapat di dalam darah dan cairan tubuh yang dibentuk sebagai

respons system kekebalan terhadap antigen asing. Antigen yang dikenali

oleh sel limfosit B, limfosit T, dan makrofag akan merangsang pelepasan

antibody ke dalam darah. Respons sel yang pertama terhadap antibody

adalah pembentukan antibody IgM oleh sel, setelah itu baru pembentukan

antibody tipe lain seperti IgG, IgA, IgD, dan IgE.

a. IgM

Adalah antibody yang dihasilkan pada pemaparan awal

oleh suatu antigen, contohnya jika seorang anak menerima

vaksinasi tetanus i, maka 10-14 hari kemudian akan terbentuk

antibody antitetanus IgM (respons antibody primer). IgM

banyak terdapat di dalam darah, tetapi dalam keadaan normal

tidak ditemukan di dalam organ maupun jaringan.

b. IgG

Adalah jenis antibody yang dihasilkan pada pemaparan

antigen berikutnya. Contohnya, setelah mendapatkan suntikan

tetanus ii (booster), maka 5-7 hari kemudian seorang anak

akan membentuk antigen IgG. Respons antibody sekunder ini

lebih cepat dan lebih berlimpah dibandingkan dengan respons

antibody primer. IgG di temukan dalam darah dan jaringan.

c. IgA

Adalah antibody yang memegang peranan penting pada

pertahanan tubuh terhadap masuknya mikroorganisme melalui

permukaan yang dilapisi selaput lendir, yaitu hidung, mata,

paru-paru, dan anus. IgA ditemukan di dalam darah dan cairan

tubuh (pada saluran pencernaan, hidung, mata, paru-paru,

dan ASI).

Page 7: SLE- Sistemik Lupus Eritomasum

d. IgE

Adalah antibody yang menyebabkan reaksi alergi akut

(reaksi alergi cepat).

e. IgD

Adalah antibody yang terdapat dalam jumlah yang sangat

sedikit di dalam darah.

Zat antibody menghentikan aktivitas antigen penyebab penyakit

dengan cara sebagai berikut.

a. menetralisir : mengikat antigen dan mencegahnya agar tidak

mempengaruhi aktivitas sel-sel normal.

b. opsonisasi : menyiapkan antigen agar dapat dicerna oleh

makrofag dengan cara melapisi permukaan antigen dengan

antibody.

c. fiksasi komplemen : melubangi dan menghancurkan membran sel

bakteri oleh antibody.

Zat antibody dapat keluar dari darah menuju ke cairan tubuh lainnya

untuk mencegah infeksi pada permukaan mukosa, seperti pada usus

halus dan paru-paru. Zat antibody juga dapat ditemukan pada air susu

ibu.

B. DEFINISI

SLE (Sistemic Lupus Erythematosus) adalah penyakti radang multisistem

yang sebabnya belum diketahui, dengan perjalanan penyakit yang mungkin

dapat akut dan kronik remisi serta eksaserbasi disertai adanya berbagai

macam auto antibodi dalam tubuh.

Klasifikasi SLE (Sistemik Lupus Erithematosus) ada 3 jenis penyakit

Lupus yang dikenal yaitu:

1. Discoid Lupus, yang juga dikenal sebagai Cutaneus Lupus, yaitu

penyakit Lupus yang menyerang kulit.

2. Systemics Lupus, penyakit Lupus yang menyerang kebanyakan

system di dalam tubuh, seperti kulit, sendi, darah, paru-paru, ginjal,

hati, otak, dan sistem saraf. Selanjutnya kita singkat dengan SLE

(Systemics Lupus Erythematosus).

Page 8: SLE- Sistemik Lupus Eritomasum

3. Drug-Induced, penyakit Lupus yang timbul setelah penggunaan obat

tertentu. Gejala-gejalanya biasanya menghilang setelah pemakaian

obat dihentikan.

C. ETIOLOGI

Sampai saat penyebab SLE (Sistemik Lupus Eritematosus) belum

diketahui, Diduga ada beberapa faktor yang terlibat seperti faktor genetik,

infeksi dan lingkungan ikut berperan pada patofisiologi SLE (Sistemik Lupus

Eritematosus).

Sistem imun tubuh kehilangan kemampuan untuk membedakan antigen

dari sel dan jaringan tubuh sendiri. Penyimpangan dari reaksi imunologi ini

dapat menghasilkan antibodi secara terus menerus. Antibodi ini juga

berperan dalam kompleks imun sehingga mencetuskan penyakit inflamasi

imun sistemik dengan kerusakan multiorgan dalam fatogenesis melibatkan

gangguan mendasar dalam pemeliharaan self tolerance bersama aktifitas sel

B, hal ini dapat terjadi sekunder terhadap beberapa faktor :

1. Efek herediter dalam pengaturan proliferasi sel B

2. Hiperaktivitas sel T helper

3. Kerusakan pada fungsi sel T supresor

Beberapa faktor lingkungan yang dapat memicu timbulnya lupus :

1. Infeksi

2. Antibiotik

3. Sinar ultraviolet

4. Stress yang berlebihan

5. Obat-obatan yang tertentu

6. Hormon

Lupus seringkali disebut penyakit wanita walaupun juga bisa diderita oleh

pria. Lupus bisa menyerang usia berapapun, baik pada pria maupun wanita,

meskipun 10-15 kali sering ditemukan pada wanita. Faktor hormonal yang

menyebabkan wanita sering terserang penyakit lupus daripada pria.

Meningkatnya gejala penyakit ini pada masa sebelum menstruasi atau

selama kehamilan mendukung keyakinan bahwa hormone (terutama

esterogen) mungkin berperan dalam timbulnya penyakit ini. Kadang-kadang

obat jantung tertentu dapat menyebabkan sindrom mirip lupus, yang akan

menghilang bila pemakaian obat dihentikan.

Page 9: SLE- Sistemik Lupus Eritomasum

D. TANDA DAN GEJALA

Tanda yang paling sering dikenal pada SLE adalah munculnya ruam

merah pada wajah yang mirip dengan kupu-kupu. Biasanya jika telah

ditemukan kasus pasien dengan tanda seperti itu, kemungkinan besar pasien

tersebut menderita SLE.

Tanda atau gejala lainnya dari SLE telah dinyatakan oleh “American

College of Rheumatology” yaitu 11 kriteria untuk klasifikasi SLE. Kesebelas

kriteria tersebut antara lain:

1. Ruam malar

2. Ruam discoid

3. Fotosensitivitas (sensitivitas pada cahaya)

4. Ulserasi (semacam luka) di mulut atau nasofaring

5. Artritis

6. Serositis (radang membran serosa), yaitu pleuritis (radang pleura)

atau perikarditis (radang perikardium)

7. Kelainan ginjal, yaitu proteinuria (adanya protein pada urin) persisten

>0.5 gr/hari

8. Kelainan neurologik, yaitu kejang-kejang

9. Kelainan hematologik, yaitu anemia hemolitik atau leucopenia

10. Kelainan imunologik, yaitu ditemukan adanya sel LE positif atau anti

DNA positif

11. Adanya antibodi antinuklear.

Selain itu, gejala atau tanda lainnya yang sering ditemukan antara lain

penurunan berat badan, demam, dan kelainan tulang seperti pada arthritis.

E. PATOFISIOLOGI

Penyakit SLE terjadi akibat terganggunya regulasi kekebalan yang

menyebabkan peningkatan autoantibodi yang berlebihan. Gangguan

imunoregulasi ini ditimbulkan oleh kombinasi antara faktor-faktor genetik,

hormonal ( sebagaimana terbukti oleh awitan penyakit yang biasanya terjadi

selama usia reproduktif) dan lingkungan (cahaya matahari, luka bakar

termal). Obat-obat tertentu seperti hidralazin, prokainamid, isoniazid,

Page 10: SLE- Sistemik Lupus Eritomasum

klorpromazin dan beberapa preparat antikonvulsan di samping makanan

seperti kecambah alfalfa turut terlibat dalam penyakit SLE- akibat senyawa

kimia atau obat-obatan.

Pada SLE, peningkatan produksi autoantibodi diperkirakan terjadi akibat

fungsi sel T-supresor yang abnormal sehingga timbul penumpukan kompleks

imun dan kerusakan jaringan. Inflamasi akan menstimulasi antigen yang

selanjutnya serangsang antibodi tambahan dan siklus tersebut berulang

kembali.

F. FOKUS PENGKAJIAN

Anamnesis riwayat kesehatan sekarang dan pemeriksaan fisik difokuskan

pada gejala sekarang dan gejala yang pernah dialami seperti keluhan mudah

lelah, lemah, nyeri, kaku, demam/panas, anoreksia dan efek gejala tersebut

terhadap gaya hidup serta citra diri pasien.

1. Kulit

Ruam eritematous, plak eritematous pada kulit kepala, muka atau

leher.

2. Kardiovaskuler

Friction rub perikardium yang menyertai miokarditis dan efusi

pleura.

Lesi eritematous papuler dan purpura yang menjadi nekrosis

menunjukkan gangguan vaskuler terjadi di ujung jari tangan, siku, jari

kaki dan permukaan ekstensor lengan bawah atau sisi lateral tanga.

3. Sistem Muskuloskeletal

Pembengkakan sendi, nyeri tekan dan rasa nyeri ketika bergerak,

rasa kaku pada pagi hari.

4. Sistem integument

Lesi akut pada kulit yang terdiri atas ruam berbentuk kupu-kupu

yang melintang pangkal hidung serta pipi.

Ulkus oral dapat mengenai mukosa pipi atau palatum durum.

5. Sistem pernafasan

Pleuritis atau efusi pleura.

6. Sistem vaskuler

Inflamasi pada arteriole terminalis yang menimbulkan lesi papuler,

eritematous dan purpura di ujung jari kaki, tangan, siku serta

Page 11: SLE- Sistemik Lupus Eritomasum

permukaan ekstensor lengan bawah atau sisi lateral tangan dan

berlanjut nekrosis.

7. Sistem Renal

Edema dan hematuria.

8. Sistem saraf

Sering terjadi depresi dan psikosis, juga serangan kejang-kejang,

korea ataupun manifestasi SSP lainnya.

G. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Nyeri berhubungan dengan inflamasi dan kerusakan jaringan.

2. Keletihan berhubungan dengan peningkatan aktivitas penyakit, rasa

nyeri, depresi.

3. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan rentang gerak,

kelemahan otot, rasa nyeri pada saat bergerak, keterbatasan daya tahan

fisik.

4. Gangguan citra tubuh berhubungqan dengan perubahan dan

ketergantungan fisaik serta psikologis yang diakibatkan penyakit kronik

5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan fungsi barier

kulit, penumpukan kompleks imun

H. INTERVENSI DAN RASIONAL

1. Nyeri berhubungan dengan inflamasi dan kerusakan jaringan.

Tujuan : perbaikan dalam tingkat kennyamanan

Intervensi :

a. Laksanakan sejumlah tindakan yang memberikan kenyamanan

(kompres panas /dingin; masase, perubahan posisi, istirahat; kasur

busa, bantal penyangga, bidai; teknik relaksasi, aktivitas yang

mengalihkan perhatian)

b. Berikan preparat antiinflamasi, analgesik seperti yang dianjurkan.

c. Sesuaikan jadwal pengobatan untuk memenuhi kebutuhan pasien

terhadap penatalaksanaan nyeri.

d. Dorong pasien untuk mengutarakan perasaannya tentang rasa nyeri

serta sifat kronik penyakitnya.

Page 12: SLE- Sistemik Lupus Eritomasum

e. Jelaskan patofisiologik nyeri dan membantu pasien untuk menyadari

bahwa rasa nyeri sering membawanya kepada metode terapi yang

belum terbukti manfaatnya.

f. Bantu dalam mengenali nyeri kehidupan seseorang yang membawa

pasien untuk memakai metode terapi yang belum terbukti

manfaatnya.

g. Lakukan penilaian terhadap perubahan subjektif pada rasa nyeri.

2. Keletihan berhubungan dengan peningkatan aktivitas penyakit, rasa nyeri,

depresi.

Tujuan : mengikutsertakan tindakan sebagai bagian dari aktivitas hidup

sehari-hari yang diperlukan untuk mengubah.

Intervensi :

a. Beri penjelasan tentang keletihan :

hubungan antara aktivitas penyakit dan keletihan

menjelaskan tindakan untuk memberikan kenyamanan sementara

melaksanakannya

mengembangkan dan mempertahankan tindakan rutin unutk tidur

(mandi air hangat dan teknik relaksasi yang memudahkan tidur)

menjelaskan pentingnya istirahat untuk mengurangi stres sistemik,

artikuler dan emosional

menjelaskan cara mengggunakan teknik-teknik untuk menghemat

tenaga

kenali faktor-faktor fisik dan emosional yang menyebabkan

kelelahan.

b. Fasilitasi pengembangan jadwal aktivitas/istirahat yang tepat.

c. Dorong kepatuhan pasien terhadap program terapinya.

d. Rujuk dan dorong program kondisioning.

e. Dorong nutrisi adekuat termasuk sumber zat besi dari makanan dan

suplemen.

Page 13: SLE- Sistemik Lupus Eritomasum

3. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan rentang gerak,

kelemahan otot, rasa nyeri pada saat bergerak, keterbatasan daya tahan

fisik.

Tujuan : mendapatkan dan mempertahankan mobilitas fungsional yang

optimal.

Intervensi :

a. Dorong verbalisasi yang berkenaan dengan keterbatasan dalam

mobilitas.

b. Kaji kebutuhan akan konsultasi terapi okupasi/fisioterapi :

Menekankan kisaran gherak pada sendi yang sakit

Meningkatkan pemakaian alat bantu

Menjelaskan pemakaian alas kaki yang aman.

Menggunakan postur/pengaturan posisi tubuh yang tepat.

c. Bantu pasien mengenali rintangan dalam lingkungannya.

d. Dorong kemandirian dalam mobilitas dan membantu jika diperlukan.

Memberikan waktu yang cukup untuk melakukan aktivitas

Memberikan kesempatan istirahat sesudah melakukan aktivitas.

Menguatkan kembali prinsip perlindungan sendi

4. Gangguan citra tubuh berhubungqan dengan perubahan dan

ketergantungan fisaik serta psikologis yang diakibatkan penyakit kronik.

Tujuan : mencapai rekonsiliasi antara konsep diri dan erubahan fisik serta

psikologik yang ditimbulkan penyakit.

Intervensi :

a. Bantu pasien untuk mengenali unsur-unsur pengendalian gejala

penyakit dan penanganannya.

b. Dorong verbalisasi perasaan, persepsi dan rasa takut

Membantu menilai situasi sekarang dan menganli masahnya.

Membantu menganli mekanisme koping pada masa lalu.

Membantu mengenali mekanisme koping yang efektif.

5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan fungsi barier

kulit, penumpukan kompleks imun.

Tujuan : pemeliharaan integritas kulit.

Page 14: SLE- Sistemik Lupus Eritomasum

Intervensi :

a. Lindungi kulit yang sehat terhadap kemungkinan maserasi

b. Hilangkan kelembaban dari kulit

c. Jaga dengan cermat terhadap resiko terjadinya sedera termal akibat

penggunaan kompres hangat yang terlalu panas.

d. Anjurkan pasien untuk menggunakan kosmetik dan preparat tabir

surya.

e. Kolaborasi pemberian NSAID dan kortikosteroid.

DAFTAR PUSTAKA

Page 15: SLE- Sistemik Lupus Eritomasum

Apryanti, Nia. 2010. Struktur Anatomi dan Komponen Sistem Kekebalan.

Dalam http://bukubiologinia.blogspot.com. Diunduh tanggal 6 Oktober

2012.

Doengoes, M.E. 2003. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk

Perencanaan dan Pendokumentasian Perawat Pasien. Jakarta:Penerbit

Buku Kedokteran EGC.

Rahayu, Rizky Destyowati Candra. 2012. SLE. Dalam http://kumpulan-

askep3209.blogspot.com. Diunduh tanggal 6 Oktober 2012.

Sandra M. Nettina.2002. Pedoman Praktek Keperawatan. Jakarta :Buku

Kedoketan EGC.

Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. (2002). Buku Ajar Keperawatan

Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC