99182174 sistemik lupus eritematosus

42
Case Individu SISTEMIK LUPUS ERITEMATOSUS Disusun Oleh: JESSIECA LIUSEN 0708112138 Pembimbing: dr. RAYENDRA, SpPD. FINASIM KEPANITERAAN KLINIK KBK 24

Upload: ario-sabrang

Post on 26-Oct-2015

63 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: 99182174 Sistemik Lupus Eritematosus

Case Individu

SISTEMIK LUPUS ERITEMATOSUS

Disusun Oleh:

JESSIECA LIUSEN

0708112138

Pembimbing:dr. RAYENDRA, SpPD. FINASIM

KEPANITERAAN KLINIK KBKBAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAURUMAH SAKIT UMUM DAERAH ARIFIN ACHMAD

PEKANBARU2012

24

Page 2: 99182174 Sistemik Lupus Eritematosus

BAB I

PENDAHULUAN

Sindroma lupus eritematosus (SLE) merupakan prototipe penyakit

otoimun yang ditandai dengan produksi antibodi terhadap komponen inti sel yang

berhubungan dengan manifestasi klinis yang luas. SLE terutama menyerang

wanita muda dengan insiden puncak pada usia 15-40 tahun selama masa

reproduksi dengan ratio wanita: laki-laki 5:1. Etiologinya tidak jelas, diduga

berhubungan dengan gen respon imun spesifik kompleks histokompatibilitas

mayor kelas II, yaitu HLA (Human Leucocyte Antigent) DR-2 dan HLA-DR3.1

Dalam 30 tahun terakhir, SLE telah menjadi salah satu penyakit rematik

utama di dunia. Prevalensi SLE di berbagai negara sangat bervariasi. Prevalensi

pada berbagai populasi antara 2,9/100.000 – 400/100.000. SLE lebih sering

ditemukan pada ras tertentu seperti bangsa negro, China, dan mungkin juga

Filipina. Terdapat juga tendensi familial. Faktor ekonomi dan geografi tidak

mempengaruhi distribusi penyakit. 1

Beberapa data di Indonesia dari pasien yang dirawat di Departemen Ilmu

Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ditemukan 37,7 %

kasus pada tahun 1998-1990. Di Rumah Sakit Umum Daerah Arifin Achmad

sendiri belum ada data mengenai prevalensi SLE. Diagnosis SLE ditentukan

dengan beberapa kriteria seperti kriteria Dubois, kriteria American College of

Rheumatology atau kriteria American Rheumatic Association. 1

Prinsip umum dalam penatalaksanaan SLE berupa penyuluhan dan

intervensi psikologis. Penatalaksanaan dilaksanakan secara komprehensif meliputi

non medika mentosa dan medika mentosa. 1

25

Page 3: 99182174 Sistemik Lupus Eritematosus

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Sistemik lupus eritematosus (SLE) adalah penyakit otoimun yang

mengakibatkan kerusakan organ, jaringan, dan sel yang dimediasi karena

kompleks imun dan autoantibodi yang berikatan dengan antigen jaringan.2

2.2 Epidemiologi

Sistemik lupus eritematosus terutama menyerang wanita muda dengan

insiden puncak pada usia 15-40 tahun selama masa reproduksi dengan ratio

wanita: laki-laki 5:1. Dalam 30 tahun terakhir, SLE telah menjadi salah satu

penyakit rematik utama di dunia. Prevalensi SLE di berbagai negara sangat

bervariasi. Prevalensi pada berbagai populasi antara 2,9/100.000 – 400/100.000.

SLE lebih sering ditemukan pada ras tertentu seperti bangsa negro, China, dan

mungkin juga Filipina. Terdapat juga tendensi familial. Prevalensi SLE di

Amerika 15-50 per 100.000 penduduk dengan etnis terbanyak yakni Amerika

Afrika. Faktor ekonomi dan geografi tidak mempengaruhi distribusi penyakit. 1,2

Beberapa data di Indonesia dari pasien yang dirawat di Departemen Ilmu

Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ditemukan 37,7 %

kasus pada tahun 1998-1990. Di Rumah Sakit Umum Daerah Arifin Achmad

sendiri belum ada data mengenai prevalensi SLE.1

2.3 Etiopatogenesis

Etiologi dan pathogenesis SLE belum diketahui dengan jelas. Meskipun

demikian, terdapat banyak bukti bahwa patogenesis SLE bersifat multifaktor, dan

ini mencakup pengaruh faktor genetik, lingkungan dan hormonal terhadap respon

imun. Faktor genetik memegang peranan penting dalam kerentanan serta ekspresi

penyakit. Sekitar 10-20% pasien SLE mempunya kerabat dekat yang juga

menderita SLE. Angka terdapatnya SLE pada kembar identik 24-69% lebih tinggi

dari saudara kembar non identik 2-9%.1

26

Page 4: 99182174 Sistemik Lupus Eritematosus

Penelitian terakhir yang menunjukkan beberapa gen berikut HLA_DR 2

dan HLA-DR 3 berperan dalam mengkode unsur sistem imun. Gen lain yang ikut

berperan seperti gen yang mengkode sel reseptor T, imunoglobulin, dan sitokin.

Sistem neuroendokrin ikut berperan melalui pengaruhnya terhadap sistem imun.

Penelitian menunjukkan bahwa sistem neuroendokrin dengan sistem imun saling

mempunyai hubungan timbal balik. Beberapa penelitian berhasil menunjukkan

bahwa hormon prolaktin dapat merangsang respon imun.1

Adanya satu atau beberapa faktor pemicu pada individu yang mempunyai

predisposisi genetik akan menghasilkan tenaga pendorong abnormal pada sel CD4

mengakibatkan hilangnya toleransi sel T terhadap self antigen. Akibatnya

muncullah sel T autoreaktif yang menyebabkan induksi dan ekspansi sel B, baik

yang memproduksi autoantibodi maupun yang berupa sel memori. Wujud pemicu

ini masih belum jelas. Sebagian diduga hormon seks, sinar UV, infeksi.1

Pada SLE autoantibodi terbentuk ditujukan terhadap antigen yang

terutama terletak pada nukleoplasma. Antigen sasaran ini meliputi DNA, protein

histon dan non histon. Kebanyakan di antaranya adalah dalam keadaan alamiah

terdapat dalam bentuk agregat protein dan kompleks protein RNA. Ciri khas

autoantigen ini mereka tidak tissue spesific dan merupakan komponen integrasi

dari semua jenis sel.1

Antibodi ini secara bersama-sama disebut ANA (anti nuclear antibodi).

Dengan antigen spesifik, ANA membentuk kompleks imun yang beredar di

sirkulasi. Klirens kompleks imun menurun, meningkatnya kelarutan kompleks

imun, gangguan pemrosesan kompleks imun dalam hati, dan penurunan uptake

kompleks imun pada limpa terjadi pada SLE. Sehingga kompleks imun tersebut

deposit ke luar sistem fagosit mononuklear. Endapannya di berbagai organ

mengakibatkan aktivasi komplemen sehingga terjadi peradangan. Organ tersebut

bisa berupa ginjal, sendi, pleura, pleksus koroideus, kulit, dll.1

2.4 Manifestasi klinis

Gejala konstitusi. Seperti fatigue, penurunan berat badan, demam yang

sifatnya tidak mengancam jiwa. Penurunan berat badan yang terjadi dapat

27

Page 5: 99182174 Sistemik Lupus Eritematosus

dibarengi dengan gejala gastrointestinal. Demam dapat lebih dari 400C tanpa

leukositosis. Menggigil (-). 1,3

Manifestasi renal. Komplikasi ini mengancam jiwa dan terjadi pada 30%

pasien dengan SLE. Nefritis terjadi pada beberapa tahun awal SLE. Gejala awal

bisa asimtomatik, sehingga pemeriksaan urinalisis dan tekanan darah penting.

Karakteristik manifestasi renal berupa proteinuria >500 mg/urin 24 jam, sedimen

eritrosit. Klasifikasi glomerulonefritis akibat SLE terdiri dari beberapa kelas.3

1. Minimal mesangial lupus nefritis

2. Mesangial proliferatif lupus nefritis

3. Fokal lupus nefritis

4. Difus lupus nefritis

5. Membranosa lupus nefritis

6. Sklerosis lupus nefritis

Manifestasi neuropsikiatrik. Terdapat 19 manifestasi lupus

neuropsikiatrik yang bisa dibuktikan hanya dengan biopsi. Gejala yang dirasakan

berupa nyeri kepala, kejang, depresi, psikosis, neuropati perifer. Manifestasi

sistem saraf pusat berupa aseptik meningitis, penyakit serebrovaskuler, sindrom

demielinasi, nyeri kepala, gangguan gerakan, mielopati, kejang, penurunan

kesadaran akut, kecemasan, disfungsi kognitif, gangguan mood, psikosis.

Manifestasi sistem saraf perifer berupa polineuropati perifer akut, gejala autonom,

mononeuropati, miastenia gravis, neuropati kranial, pleksopati.3

Manifestasi muskuloskeletal. Manifestasi yang satu ini merupakan

manifestasi yang paling sering mengungkap terjadi SLE pada pasien. Atralgia dan

mialgia merupakan gejala tersering. Keluhan ini sering kali dianggap mirip

dengan artritis reumatoid dan bisa disertai dengan faktor reumatoid positif.

Perbedaannya SLE biasanya tidak menyebabkan deformitas, durasi kejadian

hanya beberapa menit.1,3

Manifestasi kulit. Gejala yang terjadi berikut berupa rash malar dan

diskoid. Sering dicetuskan oleh fotosensitivitas. Bisa terjadi alopesia. Manifestasi

oral berupa terbentuknya ulkus atau kandidiasis, mata dan vagina kering.

Perhatikan gambar 1 berikut malar rash dan gambar 2 alopesia berat akibat SLE.3,4

28

Page 6: 99182174 Sistemik Lupus Eritematosus

Gambar 1. Rash malar4

Gambar 2. Alopesia berat SLE5

Manifestasi hematologi. Berupa anemia normokrom

normositer,trombositopenia, leukopenia. Anemia yang terjadi bisa terjadi akibat

SLE maupun akibat manifestasi renal pada SLE sehingga mengakibatkan

terjadinya anemia. Limfopenia < 1500/uL terjadi pada 80% kasus. 3,5

Manifestasi paru. berupa pneumositis, emboli paru, hipertensi pul,onal,

perdarahan paru, pleuritis. Pleuritis memiliki gejala nyeri dada, batuk, sesak

napas. Efusi pleura juga bisa terjadi dengan hasil cairan berupa eksudat. Shrinking

lung syndrome merupakan sistemik yang terjadi akibat atelektasis paru basal yang

terjadi akibat disfungsi diafragma.3-5

Manifestasi gastrointestinal. Gejala tersering berupa dispepsia, yang bisa

terjadi baik akibat penyakit SLE itu sendiri atau efek samping pengobatannya.

Hepatosplenomegali (+). Terjadinya vaskulitis mesenterika merupakan

komplikasi paling mengancam nyawa karena dapat menyebabkan terjadinya

perforasi sehingga memerlukan penatalaksanaan berupa laparotomi.3-5

29

Page 7: 99182174 Sistemik Lupus Eritematosus

Manifestasi vaskuler. Fenomena raynaud, livedo reticularis yang

merupakan abnormalitas mikrovaskuler pada ekstremitas, trombosis merupakan

komplikasi yang terjadi. Gambar berikut 3 menunjukkan livedo reticularis.3-6

Gambar 3. Livedo reticularis6

Manifestasi kardiovaskuler. SLE dapat menyebabkan terjadinya

aterosklerosis yang pada akhirnya dapat mengakibatkan terjadi infark miokard.

Gagal jantung dan angina pektoris, valvulitis, vegetasi pada katup jantung

merupakan beberapa manifestasi lainnya.1,3

2.5 Diagnosis

Kriteria diagnosis yang digunakan adalah dari American

College of Rheumatology 1997 yang terdiri dari 11 kriteria,

dikatakan pasien tersebut SLE jika ditemukan 4 dari 11 kriteria

yang ada. Berikut ini adalah 11 kriteria tersebut.1,7

No Kriteria Batasan

1 Rash malar Eritema, datar atau timbul di atas

eminensia malar dan bisa meluas ke

lipatan nasolabial

2 Discoid rash Bercak kemerahan dengan keratosis

30

Page 8: 99182174 Sistemik Lupus Eritematosus

bersisik dan sumbatan folikel. Pada

SLE lanjut ditemukan parut atrofi

3 Fotosensitivitas Ruam kulit akibat reaksi abnormal

terhadap sinar matahari

4 Ulkus oral Ulserasi oral atau nasofaring yang

tidak nyeri

5 Artritis nonerosif Melibatkan 2 atau lebih sendi perifer

dengan karakteristik efusi, nyeri, dan

bengkak

6 Pleuritis atau

perikarditis

a. Pleuritis: nyeri pleuritik,

ditemukannya pleuritik rub atau

efusi pleura

b. Perikarditis: EKG dan pericardial

friction rub

7 Gangguan renal a. Proteinuria persisten > 0,5 gr per

hari atau kualifikasi >+++

b. Sedimen eritrosit, granular,

tubular atau campuran

8 Gangguan

neurologis

a. Kejang- tidak disebabkan oleh

gangguan metabolik maupun

obat-obatan seperti uremia,

ketoasidosis, ketidakseimbangan

elektrolit

b. Psikosis- tanpa disebabkan obat

maupun kelainan metabolik di

atas

9 Gangguan

hematologi

a. Anemia hemolitik dengan

retikulositosis

b. Leukopenia < 4000/uL

c. Limfopenia < 1500/uL

d. Trombositopenia< 100,000/uL

10 Gangguan a. antiDNA meningkat

31

Page 9: 99182174 Sistemik Lupus Eritematosus

imunologi b. anti Sm meningkat

c. antibodi antifosfolipid: IgG IgM

antikardiolipin meningkat, tes

koagulasi lupus (+) dengan

metode standar, hasil (+) palsu

dan dibuktikan dengan

pemeriksaan imobilisasi

T.pallidum 6 bulan kemudian atau

fluoresensi absorsi antibodi

11 Antibodi

antinuklear

(ANA)

Titer ANA meningkat dari normal

2.6 Penatalaksanaan

Tidak ada kata sembuh untuk SLE, remisi komplit pun jarang terjadi. Oleh

karena itu perlu diperhatikan untuk mengendalikan serangan akut dan mengatur

stratefi sehingga dapat mensupresi terjadinya kerusakan target organ. Tatalaksana

diberikan sesuai manifestasi klinis yang terjadi dan dibagi dalam kelompok yang

mengancam nyawa dan tidak mengancam nyawa.2,3

2.6.1. Terapi non farmakologis

Penyuluhan dan edukasi penting diberikan pada pasien dengan SLE yang

baru terdiagnosis. Berikut adalah beberapa hal penting dalam edukasi SLE:1

Penjelasan tentang apa itu lupus dan penyebabnya

Masalah terkait fisik misalnya penggunaan kortikosteroid untuk

tatalaksana SLE bisa menyebabkan osteoporosis sehingga perlu dibarengi

dengan latihan jasmani, istirahat, diet, dan mengatasi infeksi secepatnya

serta menggunakan kontrasepsi

Menggunakan payung, lengan panjang atau krem sinar matahari jika

terpapar matahari

Memberikan edukasi mengenai terapi yang akan diberikan. Pasien dengan

SLE mengancam nyawa diberikan terapi agresif yakni imunosupresan dan

32

Page 10: 99182174 Sistemik Lupus Eritematosus

kortikosteroid dosis tinggi, sedangkan yang tidak mengancam nyawa

diberikan terapi konservatif.

2.6.2. Terapi farmakologi

2.6.2.1. Sistemik lupus eritematosus ringan

Artritis, artalgia, mialgia. Keluhan ringan diberikan analgetik atau

NSAID. Jika tidak membaik dipertimbangkan pemberian hidroksiklorokuin

400mg/hari. Jika dalam 6 bulan tidak berefek juga maka stop. Dapat diberikan

kortikosteroid dosis rendah 15mg tiap pagi. Atau metrotreksat 7,5-15 mg/minggu.

Atau bisa dipertimbangkan pemberian cox-2 inhibitor.1,7

Lupus kutaneus. Menggunakan sunscreen untuk melindungi tubuh

sehingga mengurangi gejala fotosensitivitas. Sunscreen topikal berupa krem,

minyak, lotio atau gel yang mengandung PABA, ester, benzofenon, salisilat dan

sinamat. Sunscreen dipakai ulang setelah mandi atau berkeringat. Dermatitis lupus

diberikan kortikosteroid topikal krem, salep atau injeksi. Antimalaria juga dapat

digunakan karena memiliki efek sunblock dan sunscreen. 1,7

Fatiq dan keluhan sistemik. Tidak memerlukan terapi spesifik. Cukup

menambah waktu istirahat dan menunjukkan empati.1,7

Serositis. Nyeri dada dan abdomen merupakan tanda serositis. Keadaan

ini diatasi dengan NSAID, antimalaria atau glukokortikoid dosis 15 mg/hari. Pada

keadaan berat memerlukan kostikosteroid sistemik.1,7

2.6.2.2. Sistemik lupus eritematosus yang mengancam jiwa

Keterlibatan organ dapat menyebabkan kerusakan yang ireversibel.

Contohnya pasien dengan lupus nefritis dapat menjadi gagal ginjal kronik. Pasien

dengan manifestasi kardiak bisa menyebabkan gagal jantung, insufisiensi katup

jantung, atau tamponade perikardial. Anemia berat atau trombositopenia bisa

mengancam nyawa. Keadaan yang demikian memerlukan campur tangan

spesialisasi SLE.7

Berikut ini adalah contoh manifestasi yang mengancam nyawa dari SLE7

Jantung: vaskulitis/ vaskulopati koroner, endokarditis, miokarditis,

perikardial tamponade, hipertensi maligna

33

Page 11: 99182174 Sistemik Lupus Eritematosus

Hematologi: anemia hemolitik, neutropenia < 1000/uL, trombositopenia <

50000/uL, trombotik trombositopenia purpura, trombosis vena atau arterial

Neurologis: kejang, penurunan kesadaran akut-koma, stroke, mielopati

tranversal, mononeuritis, polineuritis, optik neuritis, psikosis, sindrom

demielinasi

Otot: miositis

Pulmo: hipertensi pulmonal, perdarahan pulmo, pneumositis,

emboli/infark paru, shringking lung, fibrosis interstisial

Gastrointestinal: vaskulitis mesenterika, pankreatitis

Renal: nefritis persisten, glomerulonefritis progresif, sindroma nefrotik

Kulit: vaskulitis, ruam dengan ulserasi difus

Konstitusional: demam tinggi tanpa infeksi yang jelas

Glukokortikoid. Prednison oral 1-1,5 mg/kg/hari atau metilprednisolon

bolus 1gram selama 3-5 hari yang dilanjutkan dengan prednison oral. Respon

terapi dilihat selama 6 minggu pertama, jika respon baik maka dosis steroid

diturunkan 5-10% tiap minggu. Setelah sampai dosis 30 mg/hari diberikan

penurunan 2,5 mg/minggu, jika sudah sampai dosis 10-15 mg/hari, turunkan dosis

1mg/minggu. Jika terjadi eksaserbasi berikan dosis efektif, lalu turunkan lagi.1,7

Imunosupresan. Imunosupresan ini diberikan jika hanya tidak respon

dengan terapi steroid, setelah 4 minggu pemberian. Contoh imunosupresan yang

bisa diberikan berupa siklofosfamid, azatioprin, metotreksat, klorambusil,

siklosporin. Pilihan obat tergantung keadaan. Untuk artritis berat pilihannya

adalah metotreksat. Nefritis lupus diberikan siklofosfamid atau azatioprin.

Siklofosfamid bolus 0,5-1 gr/m2 dalam 250 cc NS selama 1 jam diikuti pemberian

cairan 2-3 L/24 jam. Jika ada nefritis, dosis siklofosfamid hanya 500-750 mg/m2.

Pemberiannya selama 6 bulan, kemudian dalam 3 bulan selama 2 tahun.

Azatioprin oral 1-3 mg/kg/hari selama 6-12 bulan. Siklosporin 3-6 mg/kg/hari

untuk nefritis SLE. Metotreksat 7,5-20 mg/minggu terbagi 3 dosis oral atau

injeksi. 1,7

Terapi lain seperti imunoglobulin 300-400 mg/kg/hari selama 5 hari

berturut-turut untuk mencegah kekambuhan masih dalam proses penelitian. Selain

itu, plasmaferesis juga masih dalam penelitian. 1,7

34

Page 12: 99182174 Sistemik Lupus Eritematosus

2.8 Prognosis

Studi di Eropa pada 1000 pasien SLE menunjukkan 92% dengan terapi

optimal memiliki survival rate 10 tahun, dan menurun 88% pada pasien dengan

nefropati. Usia rata-rata kematian 44 tahun, dan usia tertua untuk kematian 81

tahun. Penyebab kematian terbesar adalah lupus nefritis.3

35

Page 13: 99182174 Sistemik Lupus Eritematosus

BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas pasien

Nama : Ny. P

Jenis kelamin : Perempuan

Umur : 27 tahun

Alamat : Lubuk Siam

No. Rekam medis : 75 97 28

Tanggal masuk : 20 Maret 2012

3.2 Anamnesis (dilakukan tanggal 27 Maret 2012, autoanamnesis)

Keluhan utama: demam sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit

Riwayat penyakit sekarang:

- 1 tahun sebelum masuk rumah sakit, pasien mengeluh nyeri-nyeri sendi, di

lutut, pinggang, kaki, tangan, leher. Nyeri terasa kapan saja. Rasa kaku

pada pagi hari terutama ketika bangun pagi (-). Nyeri terutama dengan

perubahan posisi dari duduk ke berdiri atau pada saat bangun tidur (-).

Nyeri tidak diawali hanya satu atau dua sendi tetapi terjadi sekaligus di

seluruh sendi. Demam (-). Nyeri terutama jika makan jeroan, udang,

kepiting, usus, daun-daun muda, kacang (-). Pasien minum obat bebas dari

apotek untuk nyeri-nyeri sendi. Nyeri sedikit berkurang tetapi tetap saja

kambuh.

- 1 bulan sebelum masuk rumah sakit pasien mengeluhkan berat badan

menurun drastis sekitar 4-5 kg. Terlihat lebih pucat, lemas, dan cepat

lelah. Mual muntah (-).

- 2 hari sebelum masuk rumah sakit pasien mengeluhkan demam tinggi, tapi

tidak diukur suhunya. Demam dirasakan kapan saja, dan mereda jika

minum obat penurun panas yang dibelinya di warung. Batuk pilek (-),

nyeri menelan (-), keluar cairan dari telinga (-), sesak napas (-), mencret

(-), mual muntah (-), nyeri perut (-), buang air kecil tidak terasa nyeri,

36

Page 14: 99182174 Sistemik Lupus Eritematosus

tidak berpasir, dan tidak merah, warna kuning seperti biasa, buang air

besar normal 1x1 hari. Perubahan pola buang air besar (-), muncul bintik

merah di kulit (-), mimisan (-), gusi berdarah (-), menggigil (-). Nyeri-

nyeri sendi (+), kemerahan pada sendi (-), lemas (+).pasien mengeluhkan

bibirnya kering, kemerahan, dan mudah terkelupas. Di mulut terdapat

sariawan yang berwarna putih, tidak nyeri, dan banyak. Kemerahan di

pinggir lidah. Di pipi tampak kemerahan yang lebih nyata seperti kupu-

kupu dan lebih sering terlihat pada siang hari terutama jika terpapar

matahari.

- 1 hari sebelum masuk rumah sakit pasien berobat ke Puskesmas Siak dan

dirujuk ke RSUD AA.

Riwayat penyakit dahulu:

- Riwayat mengkonsumsi obat antikejang, obat antituberkulosis, obat

antihipertensi (-)

- Keluhan yang sama (-)

Riwayat penyakit keluarga:

- Keluhan yang sama (-)

Riwayat pekerjaan, sosial, ekonomi, kejiwaan, dan kebiasaan:

- Pasien ibu rumah tangga dalam masa reproduksi aktif, telah memiliki 2

orang anak dan tidak berencana untuk hamil lagi, KB yang dilakukan

adalah KB pil.

3.3 Pemeriksaan fisik (dilakukan pada 27 Maret 2012)

Keadaan umum : tampak sakit sedang

Keadaan gizi : baik

Kesadaran : komposmentis

Tekanan darah : 120/80 mmHg

Nadi : 86 x/menit

Napas : 24x/menit

37

Page 15: 99182174 Sistemik Lupus Eritematosus

Suhu : 38,60C

Tinggi badan : 157 cm

Berat badan : 48 kg

Konjunctiva : anemis (-/-)

Sclera : tidak ikterik

Pupil : isokor, reflex cahaya (+/+)

Fasial : malar rash (+/+)

Telinga : dalam batas normal

Hidung : dalam batas normal

Mukosa oral : dalam batas normal

Lidah : plak keputihan multiple dengan tepi hiperemis

Palatum durum : plak keputihan multiple

Palatum mole : plak keputihan multiple

Faring : dalam batas normal

Bibir : hiperemis, krusta (+)

Leher : JVP 5-2 cmH2O

: KGB tidak teraba pembesaran

: tiroid dalam batas normal

Paru:

Inspeksi : datar, gerakan dada simetris

Palpasi : fremitus dextra sama dengan sinistra

Perkusi : sonor seluruh lapangan paru, batas paru-hepar spasium

interkosta 4 linea midklavikularis dextra

Auskultasi : vesikuler seluruh lapangan paru, suara napas tambahan

(-), friction rub (-)

Jantung:

Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat

Palpasi : iktus kordis teraba di spasium interkosta V 2 jari medial

linea midklavikularis sinistra, seperti tepukan ringan, kuat

angkat

Perkusi :

Batas jantung dextra: linea sternalis dextra

38

Page 16: 99182174 Sistemik Lupus Eritematosus

Batas jantung sinistra: 2 jari medial linea midklavikularis sinistra

Auskultasi : BJ 1 (+), BJ 2 (+), murmur (-)

Abdomen:

Inspeksi : datar, venektasi (-)

Palpasi : supel, nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), hepar dan lien tidak

teraba

Perkusi : timpani

Auskultasi : BU (+) normal

Extremitas : akral hangat, CRT < 2 detik, sianosis (-)

3.4 Pemeriksaan penunjang

20 Maret 2012

Hb 12,9 g/dL

Ht 37,9 %

Leukosit 4.500/uL

PLT 142.000/uL

Diff count: Neutrofil 82% (N: 40-70%)

Lymfosit 14,8% (14-16%)

Monosit 2,1% (4-13%)

Eosinophil 1,2% (0-7%)

Basophil 0% (0-3%)

Plano test (-)

Glukosa 92 mg/dL

BUN 25 mg/dL

CRS 0,96 mg/dL

AST 59 IU/L

ALT 11 IU/L

Ureum 53,5 mg/dL

3.5 Resume

Ny. P 27 tahun, masuk RSUD AA dengan keluhan utama demam sejak 2 hari

sebelum masuk rumah sakit. Dari anamnesis, didapatkan riwayat nyeri sendi

39

Page 17: 99182174 Sistemik Lupus Eritematosus

multiple sejak 1 tahun sebelum masuk rumah sakit dan hanya berobat dari obat

apotik tanpa resep dokter. 1 bulan sebelum masuk rumah sakit BB menurun 4-5

kg tanpa sebab yang jelas. 2 hari sebelum masuk rumah sakit demam tinggi,

diikuti nyeri sendi tanpa kemerahan pada sendi, sariawan di mulut dan lidah,

kemerahan seperti kupu-kupu yang muncul jika kena sinar matahari di pipi, dan

lemas. 1 hari sebelum masuk rumah sakit berobat ke Puskesmas Siak dan dirujuk

ke RSUD AA. Dari pemeriksaan fisik, vital sign didapatkan pasien demam

38,60C, RR 24x/menit. Status lokalis lainnya normal. Dari pemeriksaan penunjang

didapatkan leukopenia 4500/uL dan neutrofilia dari diff count, diff count

menunjukkan shift to the left.

3.6 Daftar masalah

1. Demam

2. Nyeri sendi

3. Kemerahan kupu-kupu di pipi

4. Sariawan

6. Leukopenia

7. Shift to the left

Diagnosis ruangan: artritis reaktif + prolong febris + kandidiasis oral

Diagnosis kerja: SLE

Rencana pemeriksaan penunjang:

- Anti DNA

- Anti Sm

- Antibody antinuclear

- IgG IgM antikardiolipin

Rencana penatalaksanaan:

A. Penatalaksanaan non farmakologi

- Penjelasan mengenai penyakit dan penyebabnya

- Mencegah terpapar sinar UV

- Edukasi mengenai tanda-tanda penyakit mengancam nyawa

40

Page 18: 99182174 Sistemik Lupus Eritematosus

- Menyarankan untuk berKB non hormonal

- Istirahat yang cukup

- Diet seimbang

- Latihan jasmani

B. Penatalaksanaan farmakologi

- Paracetamol 3x500 mg

- Sunblock paraffin jika akan terpapar matahari

- Nistatin drop 4x6 cc

Terapi yang diberikan di ruangan:

- Diet makanan lunak

- IVFD RL 20 tpm

- PCT 3x500 mg

- Mycostic oral drop 3x10 gtt

3.7 Follow up

Tanggal 21 Maret 2012

S: demam (+), nyeri sendi (+), sariawan (+), bibir kering (+), lemas (+)

O: TD: 110/ 70 mmHg, nadi: 87 x/menit, napas: 18x/menit, suhu: 37,70C

Oral thrust (+)

Malar rash (+/+)

A: SLE

P: Diet makanan lunak

- IVFD RL 20 tpm

- PCT 3x500 mg

- Mycostic oral drop 3x10 gtt

- Konsul VCT

Tanggal 22 Maret 2012

S: demam (+), nyeri sendi (+), sariawan (+), bibir kering (+), lemas (+)

O: TD: 120/ 70 mmHg, nadi: 79 x/menit, napas: 19x/menit, suhu: 37,40C

Oral thrust (+)

41

Page 19: 99182174 Sistemik Lupus Eritematosus

Malar rash (+/+)

A: SLE

P: Diet makanan lunak

- IVFD RL 20 tpm

- PCT 3x500 mg

- Mycostic oral drop 3x10 gtt

Tanggal 23 Maret 2012

S: demam (+), nyeri sendi (+), sariawan (+), bibir kering (+)

O: TD: 120/ 80 mmHg, nadi: 78 x/menit, napas: 16x/menit, suhu: 38,10C

Oral thrust (+)

Malar rash (+/+)

A: SLE

P: Diet makanan lunak

- IVFD RL 20 tpm

- PCT 3x500 mg

- Mycostic oral drop 3x10 gtt

Tanggal 24 Maret 2012

S: demam (+), nyeri sendi (+), sariawan (+), bibir kering (+), lemas (+)

O: TD: 100/ 70 mmHg, nadi: 85 x/menit, napas: 20x/menit, suhu: 37,10C

Oral thrust (+)

Malar rash (+/+)

A: SLE

P: Diet makanan lunak

- IVFD RL 20 tpm

- PCT 3x500 mg

- Mycostic oral drop 3x10 gtt

- Cek sel LE

Tanggal 26 Maret 2012

S: demam (+), nyeri sendi (+), sariawan (+), bibir kering (+), lemas (+)

42

Page 20: 99182174 Sistemik Lupus Eritematosus

O: TD: 110/ 70 mmHg, nadi: 81 x/menit, napas: 16x/menit, suhu: 37,80C

Oral thrust (+)

Malar rash (+/+)

Hasil sel LE: dicurigai sel LE (+)

A: SLE

P: Diet makanan lunak

- IVFD RL 20 tpm

- PCT 3x500 mg

- Mycostic oral drop 3x10 gtt

- Injeksi ceftriaxone 2x1 gram IV

Tanggal 27 Maret 2012

S: demam (-), nyeri sendi (+), sariawan (+), bibir kering (+), lemas (+), nyeri

dadaterutama di bagian tengah, rasanya seperti menusuk-nusuk, dan pasien sesak,

sesak terjadi saat istirahat maupun aktivitas.

O: TD: 120/ 70 mmHg, nadi: 80 x/menit, napas: 24x/menit, suhu: 37,20C

Oral thrust (+)

Malar rash (+/+)

Thorax: I: gerakan dada simetris, bentuk dalam batas normal

P: fremitus kiri = kanan

P: sonor seluruh lapangan paru

A: vesikuler seluruh lapangan paru, friction rub (-)

A: SLE

P: Diet makanan lunak

- IVFD RL 20 tpm

- PCT 3x500 mg

- Mycostic oral drop 3x10 gtt

- Injeksi ceftriaxone 2x1 gram IV

- Metilprednisolon 3x4 mg

43

Page 21: 99182174 Sistemik Lupus Eritematosus

Tanggal 27 Maret 2012 jam 15.30 WIB

S: nyeri dadaterutama di bagian tengah, rasanya seperti menusuk-nusuk, dan

pasien sesak, sesak terjadi saat istirahat maupun aktivitas, sesak semakin

bertambah berat.

O: TD: 110/ 70 mmHg, nadi: 100 x/menit, napas: 44x/menit, suhu: 37,50C

Oral thrust (+)

Malar rash (+/+)

Thorax: I: gerakan dada simetris, bentuk dalam batas normal

P: fremitus kiri = kanan

P: sonor seluruh lapangan paru

A: vesikuler seluruh lapangan paru, friction rub (-)

A: SLE

P: Diet makanan lunak

- IVFD RL 20 tpm

- PCT 3x500 mg

- Mycostic oral drop 3x10 gtt

- Injeksi ceftriaxone 2x1 gram IV

- Metilprednisolon 3x4 mg

Telpon dr. jaga: advice O2 kanul 3L/menit, injeksi dexametason 1x5 mg IV

Tanggal 28 Maret 2012

S: demam (+), nyeri sendi (-), sariawan (+), bibir kering (+), lemas (+), nyeri dada

(+), sesak napas (+)

O: TD: 120/ 70 mmHg, nadi: 80 x/menit, napas: 34x/menit, suhu: 38,30C

Oral thrust (+)

Malar rash (+/+)

Thorax: I: gerakan dada simetris, bentuk dalam batas normal

P: fremitus kiri = kanan

P: sonor seluruh lapangan paru

A: vesikuler seluruh lapangan paru, friction rub (-)

A: SLE

P: Diet makanan lunak

44

Page 22: 99182174 Sistemik Lupus Eritematosus

- IVFD RL 20 tpm

- PCT 3x500 mg

- Mycostic oral drop 3x10 gtt

- Injeksi ceftriaxone 2x1 gram IV

- Metilprednisolon 3x4 mg

Tanggal 29 Maret 2012

S: demam (+), nyeri sendi (-), sariawan (+), bibir kering (+), lemas (+), nyeri dada

(+), sesak napas (+)

O: TD: 100/ 80 mmHg, nadi: 81 x/menit, napas: 31x/menit, suhu: 38,60C

Oral thrust (+)

Malar rash (+/+)

Thorax: I: gerakan dada simetris, bentuk dalam batas normal

P: fremitus kiri = kanan

P: sonor seluruh lapangan paru

A: vesikuler seluruh lapangan paru, friction rub (-)

A: SLE

P: Diet makanan lunak

- PCT 3x500 mg

- Mycostic oral drop 3x10 gtt

- Injeksi ceftriaxone 2x1 gram IV

- Metilprednisolon 3x4 mg

- Drip novalgin 1 gram dalam RL 20 tpm

Tanggal 30 Maret 2012

S: demam (-), nyeri sendi (-), sariawan (+), bibir kering (+), lemas (+), nyeri dada

(+), sesak napas berkurang

O: TD: 110/ 80 mmHg, nadi: 80 x/menit, napas: 22x/menit, suhu: 36,60C

Oral thrust (+)

Malar rash (+/+)

Thorax: I: gerakan dada simetris, bentuk dalam batas normal

P: fremitus kiri = kanan

45

Page 23: 99182174 Sistemik Lupus Eritematosus

P: sonor seluruh lapangan paru

A: vesikuler seluruh lapangan paru, friction rub (-)

A: SLE

P: Diet makanan lunak

- Drip novalgin 1 gram dalam 500 cc RL 20 tpm

- PCT 3x500 mg

- Mycostic oral drop 3x10 gtt

- Injeksi ceftriaxone 2x1 gram IV

- Metilprednisolon 3x4 mg

Tanggal 31 Maret 2012

S: demam (-), nyeri sendi (-), sariawan (+), bibir kering (+), lemas (+), nyeri dada

(+), sesak napas berkurang

O: TD: 110/ 80 mmHg, nadi: 80 x/menit, napas: 22x/menit, suhu: 36,60C

Oral thrust (+)

Malar rash (+/+)

Thorax: I: gerakan dada simetris, bentuk dalam batas normal

P: fremitus kiri = kanan

P: sonor seluruh lapangan paru

A: vesikuler seluruh lapangan paru, friction rub (-)

A: SLE

P: Diet makanan lunak

- Drip novalgin 1 gr dalam 500 cc RL 20 tpm

- Stop novalgin jika TD < 100 mmHg

- PCT 3x500 mg

- Mycostic oral drop 3x10 gtt

- Injeksi ceftriaxone 2x1 gram IV

- Metilprednisolon 3x4 mg

Tanggal 2 April 2012

S: demam (-), nyeri sendi (+), sariawan (+), bibir kering (+), lemas (+), nyeri dada

(+), sesak napas (+)

46

Page 24: 99182174 Sistemik Lupus Eritematosus

O: TD: 120/ 80 mmHg, nadi: 82 x/menit, napas: 22x/menit, suhu: 36,60C

Oral thrust (+)

Malar rash (+/+)

Thorax: I: gerakan dada simetris, bentuk dalam batas normal

P: fremitus kiri = kanan

P: sonor seluruh lapangan paru

A: vesikuler seluruh lapangan paru, friction rub (-)

A: SLE

P: Diet makanan lunak

- IVFD RL 20 tpm

- Mycostic oral drop 3x10 gtt

- Injeksi ceftriaxone 2x1 gram IV

- Metilprednisolon 3x4 mg

- Ranitidine 2x150 mg

- Skopamin 2x1 kaplet

Tanggal 3 April 2012

S: demam (-), nyeri sendi (+), sariawan (+), bibir kering (+), lemas (+), nyeri dada

(+), sesak napas (+)

O: TD: 120/ 80 mmHg, nadi: 82 x/menit, napas: 22x/menit, suhu: 36,60C

Oral thrust (+)

Malar rash (+/+)

Thorax: I: gerakan dada simetris, bentuk dalam batas normal

P: fremitus kiri = kanan

P: sonor seluruh lapangan paru

A: vesikuler seluruh lapangan paru, friction rub (-)

A: SLE

P: Diet makanan lunak

- IVFD RL 20 tpm

- Mycostic oral drop 3x10 gtt

- Injeksi ceftriaxone 2x1 gram IV

- Metilprednisolon 3x4 mg

47

Page 25: 99182174 Sistemik Lupus Eritematosus

- Ranitidine 2x150 mg

- Skopamin 2x1 kaplet

Pasien minta pulang atas permintaan sendiri

48

Page 26: 99182174 Sistemik Lupus Eritematosus

BAB IV

PEMBAHASAN

Dari anamnesis didapatkan pasien perempuan usia 27 tahun, dengan

keluhan utama demam sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam pada

waktu 2-7 hari dapat dipikirkan kemungkinannya berupa infeksi virus, bakteri,

inflamasi, maupun autoimun. Pada pasien ini didapatkan riwayat nyeri sendi

berulang pada banyak sendi atau poliartikuler sejak 1 tahun sebelum masuk rumah

sakit, dengan demikian disimpulkan nyeri sendinya kronik dan berulang. Setiap

kali nyeri tidak jelas faktor pemicunya, tidak terdapat tanda radang tiap kali nyeri

atau bahkan sampai terjadi deformitas. Dengan demikian dapat dipikirkan

kemungkinan penyebabnya berupa autoimun. Nyeri sendi kronik selain itu juga

disebabkan oleh osteoarthritis, artritis rheumatoid, gout artritis, dan SLE.1

Osteoartritis khasnya nyeri monoartikuler disertai perubahan bentuk pada

ekstremitas, dapat dijumpai nodul Bouchard maupun Heberden, dan nyerinya

berpengaruh pada perubahan posisi misalnya saat duduk mau ke tegak atau dari

bangun tidur ke berdiri. Artritis rheumatoid nyeri sendinya poliartikuler

menyerang sendi kecil, disertai deviasi ulnar. Gout nyeri sendi dipicu oleh

mengkonsumsi makanan tinggi purin. Pada pasien ini kesemua gejala osteoartritis,

artritis reumatoid, dan gout tidak ada. Nyeri sendi pada SLE memiliki ciri khas

sifatnya poliartikuler dan tidak tampak tanda inflamasi dari luar, seperti yang

terdapat pada pasien ini.1

1 bulan sebelum masuk rumah sakit BB pasien menurun 4-5 kg, dengan

intake normal. Dengan demikian, dapat dipikirkan suatu penyakit kronik misalnya

pada tuberkulosis, SLE atau keganasan. 2 hari sebelum masuk rumah sakit pasien

demam tinggi, dengan fokus infeksi yang tidak ada, disertai nyeri sendi

poliartikuler akut tanpa tanda inflamasi, terdapat kandidiasis oral dan malar rash,

dengan fotosensitivitas. Ini masuk dalam kriteria diagnosis SLE berupa kelainan

kulit, fotosensitivitas, kelainan mukosa. Demam merupakan salah satu manifestasi

aspesifik yang sering membawa pasien SLE datang berobat ke dokter.1,3

Faktor risiko SLE adalah usia, genetik, perempuan, dan ras, serta bisa juga

terjadi karena mengkonsumsi obat tertentu seperti fenitoin, klorpromazin,

49

Page 27: 99182174 Sistemik Lupus Eritematosus

hidralazin, isoniazid, metildopa, prokainamid, dan minoksiklin. Pada pasien ini

risikonya berupa jenis kelamin dan usia.1,2,8

Aspek sosial dari SLE adalah pada pasien SLE disarankan untuk tidak

hamil, karena kehamilan pada SLE yang aktif memerlukan terapi agresif bahkan

sampai penggunaan sitostatika yang dapat mengakibatkan komplikasi pada

kehamilan berupa abortus maupun kelainan kongenital. Dengan demikian pasien

dengan SLE harus diberi tahu jika ingin hamil lagi maka harus pada saat serangan

SLE minimal. Pada pasien ini sudah memiliki anak cukup dan tidak ingin hamil

lagi. Dia menggunakan KB pil. Penelitian dari American College of

Rheumatology menunjukkan penggunaan pil KB hormonal terutama yang

mengandung estrogen dapat memperparah serangan pada pasien SLE. Dengan

demikian seharusnya KB pada pasien ini disarankan untuk diganti dengan yang

non hormonal.4

Dari pemeriksaan penunjang didapatkan leukopenia 4500/uL dengan

neutrofilia. Leukopenia yang menjadi kriteria diagnosis dari SLE adalah

<4000/uL dengan demikian, leukopenia yang terjadi belum memenuhi kriteria.

Tidak terdapat neutrofilia pada pasien SLE. Penyebab terjadinya neutrofilia bisa

berupa infeksi atau atau inflamasi akut. Pada pasien ini tidak terdapat bukti

adanya infeksi akut, dengan demikian neutrofilia yang terjadi merupakan

inflamasi akut.1,7

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan

pemeriksaan penunjang. Poin positif pada pasien ini berupa gejala aspesifik

seperti demam, penurunan BB, fatigue, kemudian dari kriteria diagnosis SLE

harus memenuhi 4 dari 11 kriteria yang ada. Kriteria yang ada pada pasien ini

berupa artritis poliartikuler, malar rash, kandidiasis oral, dan fotosensitivitas.

Dengan demikian SLE sudah dapat ditegakkan. Rencana pemeriksaan penunjang

untuk mendukung diagnosis sesuai kriteria diagnosis yang disarankan adalah anti

DNA, anti Sm, ANA, IgM IgG antikardiolipin.1,7

Setelah diagnosis SLE ditegakkan maka, penatalaksanaan SLE harus

ditentukan terlebih dahulu apakah SLE yang terjadi pada pasien ini merupakan

SLE yang mengancam nyawa atau tidak. Pada pasien ini termasuk SLE yang tidak

mengancam nyawa karena tidak ada tanda-tanda SLE mengancam nyawa. Dengan

50

Page 28: 99182174 Sistemik Lupus Eritematosus

demikian penatalaksanaan akan selalu dimulai dengan tatalaksana non

farmakologi.1,7

Pasien telah diberikan penjelasan mengenai penyakitnya dan

penyebabnya. Selain itu pasien juga disarankan untuk mencegah terpapar sinar

UV, diberikan edukasi mengenai tanda-tanda penyakit mengancam nyawa,

disarankan untuk berKB non hormonal, istirahat yang cukup, diet seimbang,

latihan jasmani. Penatalaksanaan farmakologi yang diberikan berupa parasetamol

3x500 mg untuk antipiretik sekaligus antiinflamasi dan analgetik, kemudian

nistatin drop 4x6 cc untuk kandidiasis oral, kemudian sunblock parafin yang

mengandung PABA jika akan terpapar matahari.1,7 Di ruangan pasien diberikan

mycostic drop dan parasetamol. Penulis setuju. Untuk sunblock tidak diberikan

saat ini dengan pertimbangan, pasien belum pulang, sehingga keterpaparannya

terhadap sinar matahari berkurang.Menurut penulis, pasien tidak memerlukan

pemasangan infus, jika memang dikhawatirkan pasien akan dehidrasi karena

demamnya maka dapat diberikan intake per oral, sehingga menurut penulis

sebaiknya infus di off.

Pada follow up pada pasien ini tanggal 26 Maret ditemukan sel yang

dicurigai sel LE. Hal ini memang bukan termasuk salah satu kriteria diagnosis

SLE, tetapi dapat mendukung ke arah SLE. Pemberian injeksi seftriakson yang

diberikan pada tanggal 26 Maret tidak memiliki indikasi medis. Pada tanggal 27

Maret keadaan pasien menunjukkan tanda pleuritis di mana ada keluhan nyeri

dada pleuritik seperti ditusuk-tusuk dan rasa sesak napas tanpa ditemukannya

friction rub. Pleuritik merupakan manifestasi paru pada SLE yang tidak

mengancam jiwa, bisa diatasi hanya dengan OAINS saja. Pada pasien ini sudah

diberikan OAINS selama 6 hari, tapi perjalanan penyakit semakin meningkat. Hal

ini menunjukkan kurang respon terhadap OAINS, sehingga dapat diberikan

kortikosteroid prednison 0,5 mg/kg/hari, BB pasien sekitar 50 kg, maka diberikan

25 mg prednison perhari. Ini setara dengan metilprednisolon 20 mg/ hari. Dengan

demikian pemberian metilprednisolon 12 mg pada pasien ini belum mencapai

dosis terapi.9

Tanggal 29 Maret pasien demam, diberikan parasetamol sekaligus

novalgin, dengan demikian terjadi akumulasi OAINS dalam tubuh pasien.

51

Page 29: 99182174 Sistemik Lupus Eritematosus

Seharusnya tidak diperlukan pemberian novalgin tersebut hanya untuk

menurunkan suhu tubuh pasien, sebab suhunya tidaklah sangat tinggi sehingga

mengancam nyawa dan memerlukan antipiretik intravena.

Tanggal 2 April pasien diberikan skopamin yang berisikan parasetamol

juga, dengan demikian pemberian skopamin hanyalah untuk menggantikan

parasetamol yang telah diberikan sebelumnya. Ranitidin yang diberikan pada

pasien mungkin untuk mencegah efek samping gastrointestinal dari steroid

sistemiknya. Pemberian ranitidin maupun PPI untuk pasien yang rutin

mengkonsumsi OAINS dan steroid hanya diberikan pada pasien dengan risiko

tinggi untuk terjadi gastropati, risiko tinggi yang dimaksudkan adalah adanya

riwayat dispepsia, perdarahan ulkus, dan riwayat gastritis. Pada pasien ini riwayat

maag (+), sehingga termasuk risiko tinggi, pemberian ranitidin untuk pasien ini

sudah tepat.

52

Page 30: 99182174 Sistemik Lupus Eritematosus

DAFTAR PUSTAKA

1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S, editors.

Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid II. 4th ed. Jakarta: Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia; 2006.

2. Kasper DL, Braunwald E, Fauci A, Hauser S, Longo D, Jameson JL.

Harrison’s principles of internal medicine. 16th ed. USA: McGraw-

Hill;2005.

3. Manson JJ, Rahman A. Systemic lupus erythematosus. Orphanet

Encyclopedia.2005.

4. American College of Rheumatology. Systemic lupus erythematosus

research. Education. Atlanta:Rheumatology; 2012.

5. Warrell DA, Cox TM, Firth JD, Edward J, Benz, editors. Oxford textbook

of medicine. 4th ed. Oxford: Oxford Press;2002.

6. Rheumatology Image Bank [homepage on the Internet]. Atlanta: American

College of Rheumatology; c2012 [cited 2012 Mar 28]. Rheumatology;

[about 2 screens]. Available from:

http://images.rheumatology.org/viewphoto.php?

imageId=2861621&albumId=75674

7. American College of Rheumatology Ad Hoc Committee on Systemic

Lupus Erythematosus Guidelines. Guidelines for referral and management

of systemic lupus erythematosus in adults. Arthritis and Rheumatism.

1999:42(9).p. 1785-96.

8. WebMD [homepage on the Internet]. Lupus Health Center; c2005-2012

[cited 2012 Apr 2]. Drug induced lupus; [about 2 screens]. Available

from:http://lupus.webmd.com/tc/drug-induced-lupus-topic-overview

9. Monica RP, Derrick TJ. Pulmonary manifestation of systemic lupus

erythematosus. US Respiratory disease. 2011:7(1): 43-8

53