pengomposan dengan metode takakura

Upload: shofiyatur-rohmah

Post on 25-Feb-2018

262 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/25/2019 Pengomposan dengan Metode Takakura

    1/35

    LAPORAN PRAKTIKUM KESEHATAN LINGKUNGAN

    PEMBUATAN KOMPOS DENGAN TAKAKURA

    Oleh:

    Kelompok 5

    1.

    Putri Berliana Syah 101211132009

    2.

    Yenni Dwi Kurniawaty 101211132042

    3.

    Nisa Amira 101211131045

    4.

    Shofiyatur Rahmah 1012111330665.

    Herman Bagus D 101211131214

    FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

    UNIVERSITAS AIRLANGGA

    2015

  • 7/25/2019 Pengomposan dengan Metode Takakura

    2/35

    i

    DAFTAR ISI

    Daftar Isi. i

    Daftar Tabel. iiDaftar Gambar iii

    BAB I PENDAHULUAN1.1 Latar Belakang... 1

    1.2 Rumusan Masalah. 2

    1.3 Tujuan 2

    BAB II TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Sampah.. 3

    2.2 Pengomposan. 3

    2.3 Pengomposan Dengan Metode Takakura. 13

    BAB III METODE PRAKTIKUM

    3.1 Alat dan Bahan.. 15

    3.2 Prosedur Kerja.. 16

    3.3 Tabel Pengamatan. 17

    3.4 Lokasi. 183.5 Rincian Biaya 18

    3.6 Jadwal Praktikum.. 18BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

    4.1 Hasil Praktikum. 194.2 Pembahasan25

    BAB V KESIMPULAN DAN SARAN5.1 Kesimpulan 28

    5.2 Saran.. 28

    DAFTAR PUSTAKA.. 29

    LAMPIRAN

  • 7/25/2019 Pengomposan dengan Metode Takakura

    3/35

    ii

    DAFTAR TABEL

    Tabel 3.1 Jadwal praktikum takakura.. 18

    Tabel 4.1 Tabel pengamatan kompos takakura....21

    Tabel 4.2 Tabel pengamatan uji kompos pada tanaman cabe.. 24

    Tabel 4.3 Standar kualitas kompos.. 25Tabel 4.4 Perbandingan hasil pengukuran kompos dengan standar.... 26

  • 7/25/2019 Pengomposan dengan Metode Takakura

    4/35

    iii

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar 3.1 Alur praktikum kompos menggunakan metode takakura 15

    Gambar 4.1 Pengukuran pH, suhu dan kelembaban kompos dalam takakura.... 19

    Gambar 4.2 Penanaman cabe sebagai uji coba kompos.. 19

    Gambar 4.3 Penanaman cabe sebagai kontrol. 20Gambar 4.4 Perkembangan tanaman cabai..... 20

    Gambar 4.5 Perbandingan tanaman cabai A dan B..... 27

  • 7/25/2019 Pengomposan dengan Metode Takakura

    5/35

    1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Aktivitas manusia di bumi memberikan berbagai dampak di lingkungan

    sekitar, baik dampak positif maupun negatif. Salah satu dampak negatif kegiatan

    manusia bagi lingkungan ialah sampah. Sampah akan menjadi dampak negatif

    bagi lingkungan ketika manusia tidak bisa mengolah sampah dengan baik

    sehingga mencemari lingkungan.. Sampah merupakan materi atau zat, baik

    yang bersifat organik maupun anorganik yang dihasilkan dari setiap aktivitas

    manusia. Aktivitas bisa dalam rumah tangga, industri, maupun kegiatan

    komersial (Notoadmodjo dalam Mifbakhuddin, 2010).

    Dampak negatif yang dihasilkan oleh sampah tidak hanya pada

    lingkungan, tapi kesehatan manusia itu sendiri. Beberapa dampak negatif sampah

    pada lingkungan ialah tercemarnya air tanah, mengganggu ekosistem air maupun

    darat, global warming, dan lain-lain. Sedangkan dampak negative sampah bagi

    kesehatan manusia karena sampah merupakan salah satu saluran penularan

    penyakit. Tumpukan sampah menjadi tempat perkebang biakan favorit bagi lalat,

    kecoa, lipas, dan sebagainya.

    Berdasarkan laporan yang dikeluarkan oleh World Banks Urban

    Development Department memperkirakan sampah diperkotaan akan meningkat

    dari 1,3 juta ton tiap tahun menjadi 2,2 juta ton tiap tahun pada tahun 2025.

    Banyaknya kenaikan jumlah sampah berasal dari kota-kota besar di Negara-

    negara berkembang. Data tersebut merupakan pukulan keras bagi masyarakat di

    dunia agar segera bersama-sama melakukan berbagai upaya untuk mengurangi

    jumlah sampah yang akan dihasilkan.

    Pengelolaan sampah di Indonesia ada bermacam-macam, antara lain:

    sanitary landfill, insenerasi, dan komposting. Penerapan sanitary landfill dan

    insenerasi dilakukan secara komunal, sedangkan composting dapat dilakukan

    secara komunal maupun individu. Pengolahan sampah menggunakan composting

    merupakan salah satu pengurangan sampah organic menjadi barang yang lebih

    berguna, yaitu pupuk. Pembuatan pupuk yang berbahan sampah organic ada

    bermacam-macam, salah satu cara yang mudah dilakukan dengan menggunakan

  • 7/25/2019 Pengomposan dengan Metode Takakura

    6/35

    2

    takakura. Takakura merupakan keranjang yang digunakan untuk mengolah

    sampah organic menjadi pupuk. Diharapkan dengan adanya pengolahan sampah

    organik menjadi pupuk yang mudah dengan menggunakan takakura bisa

    diaplikasikan pada setiap rumah di seluruh Indonesia dalam upaya untuk

    mengurangi volume sampah.

    1.2 Rumusan Masalah

    1.2.1

    Bagaimana pengolahan sampah organik dengan metode takakura?

    1.2.2

    Bagaimana cara mengukur suhu, pH, dan kelembaban kompos takakura?

    1.2.3Bagaimana hasil tanaman dengan menggunakan kompos takakura dan tidak

    menggunakan kompos takakura?

    1.3

    Tujuan1.3.1

    Mempelajari cara mengolah sampah organik menjadi pupuk dengan

    menggunakan metode takakura.

    1.3.2Mempelajari cara pengukuran suhu, pH, dan kelembaban kompos takakura

    serta menginterpretasikannya.

    1.3.3

    Dapat memahami serta membedakan hasil tanaman kontrol dan tanaman

    yang diberi perlakuan.

  • 7/25/2019 Pengomposan dengan Metode Takakura

    7/35

    3

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Sampah

    2.1.1

    Definisi sampah

    Menurut UU No 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, sampah

    didefinisikan sebagai sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang

    berbentuk padat. Sedangkan menurut Azwar (1990) dalam Sulistyorini (2005),

    sampah (refuse) adalah sebagian dari sesuatu yang tidak bisa dipakai, tidak

    disenangi atau sesuatu yang harus dibuang, yang umumnya berasal dari kegiatan

    yang dilakukan oleh manusia (termasuk kegiatan industri), tetapi bukan biologis

    (karena human waste tidak termasuknya di dalamnya). Menurut World Health

    Organization (WHO) sampah didefinisikan sebagai sesuatu yang tidak digunakan,

    tidak dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang dibuang yang berasal dari

    kegiatan manusia dan tidak terjadi dengan sendirinya. Sedangkan menurut Kamus

    Istilah Lingkungan (1994) dinyatakan bahwa sampah adalah bahan yang tidak

    mempunyai atau tidak berharga untuk digunakan secara biasa atau khusus dalam

    produksi atau pemakaian; barang rusak atau cacat selama manufaktur; atau materi

    berkelebihan atau ditolak atau buangan. Menurut SNI Tata Cara Teknik

    Operasional Pengelolaan Sampah Perkotaan dalam Dewi, dkk (2012), sampah

    didefinisikan sebagai limbah yang bersifat padat terdiri dari bahan organik dan

    bahan anorganik yang dianggap tidak berguna lagi dan harus dikelola agar tidak

    membahayakan lingkungan dan melindungi investasi pembangunan.

    2.1.2

    Jenis sampah

    Pada prinsipnya sampah dibagi menjadi sampah padat, sampah cair dan

    sampah dalam bentuk gas. Menurut Mukono (2006), sampah padat dibedakan

    menjadi beberapa jenis antara lain sebagai berikut:

    1.

    Berdasarkan kandungan zat kimia

    a.

    Sampah anorganik; dan

    b.

    Sampah organik.

    2. Berdasarkan mudah/sukarnya terbakar

    a. Sampah yang mudah terbakar; dan

  • 7/25/2019 Pengomposan dengan Metode Takakura

    8/35

    4

    b. Sampah yang sukar terbakar.

    3. Berdasarkan mudah/sukarnya membusuk

    a.

    Sampah yang mudah membusuk; dan

    b. Sampah yang sukar membusuk.

    2.1.3Karakteristik sampah

    Karakteristik sampah dapat dibedakan menjadi 12 macam, antara lain

    sebagai berikut:

    1. Garbage

    Merupakan jenis sampah yang terdiri dari sisa potongan hewan atau

    sayur-sayuran yang berasal dari proses pengolahan, persiapan,

    pembuatan, dan penyediaan makanan yang sebagian besar terdiri dari

    bahan yang mudah membusuk, lembab dan mengandung sejumlah air.

    2. Rubbish

    Merupakan sampah yang mudah atau susah terbakar, berasal dari rumah

    tangga, pusat perdangangan, dan kantor, yang tidak termasuk kategori

    garbage. Sampah yang mudah terbakar umumnya terdiri dari zat organik,

    seperti kertas, sobekan kain, kayu, plastik, dll. Sedangkan sampah yang

    sukar terbakar, sebagian besar berupa zat inorganik seperti logam,

    mineral, kaleng dan gelas.

    3.

    Ashes (abu)

    Merupakan sisa pembakaran dari bahan yang mudah terbakar, baik di

    rumah, di kantor maupun industri.

    4. Street sweeping (sampah jalanan)

    Berasal dari pembersihan jalan dan trotoar, terdiri dari kertas-kertas,

    kotoran, dan daun-daunan

    5. Dead animal(bangkai binatang)

    Yaitu bangkai binatang yang mati karena bencana alam, penyakit atau

    kecelakaan.

    6. Household refuse (sampah pemukiman)

    Yaitu sampah campuran yang terdiri dari rubbish, garbage, ashes yang

    bersal dari daerah perumahan.

    7. Abandoned vehicles (sampah kendaraan)

  • 7/25/2019 Pengomposan dengan Metode Takakura

    9/35

    5

    Yang temasuk jenis sampah ini adalah bangkai mobil, truk, kereta api,

    satelit, kapal laut dan alat transportasi.

    8.

    Sampah industri

    Terdiri dari sampah padat yang berasal dari industri pengolahan hasil

    bumi, tumbuh-tumbuhan dan industrinya.

    9. Demolition wastes (sampah hasil penghancuran gedung atau bangunan)

    Yaitu sampah yang berasal dari perombakan gedung/bangunan gedung.

    10.Construction wastes (sampah dari daerah pembangunan)

    Yaitu sampah yang berasal dari sisa pembangunan gedung, perbaikan,

    dan pembaharuan gedung. Sampah dari daerah ini mengandung tanah,

    batu-batuan, potongan kayu, alat perekat, dinding, kertas, dll.

    11.

    Sewage solidTerdiri dari benda kasar yang umumnya zat organik hasil saringan pada

    pintu masuk suatu pusat pengolahan air buangan

    12.

    Sampah khusus

    Yaitu sampah yang memerlukan penanganan khusus dalam

    pengelolaannya, misalnya kaleng cat, film bekas, zat radioaktif, dan zat

    yang toksis.

    2.1.4

    Sumber sampah

    Sampah yang ada di permukaan bumi ini dapat berasal dari beberapa

    sumber berikut :

    1. Pemukiman penduduk

    Sampah di suatu pemukiman biasanya dihasilkan oleh satu atau beberapa

    keluarga yang tinggal dalam suatu bangunan atau asrama yang terdapat

    di desa atau di kota. Jenis sampah yang dihasilkan biasanya sisa

    makanan dan bahan sisa proses pengolahan makanan atau sampah basah

    (garbage), sampah kering (rubbsih), perabotan rumah tangga, abu atau

    sisa tumbuhan kebun. (Dainur, 1995)

    2.

    Tempat umum dan tempat perdagangan

    Tempat umum adalah tempat yang memungkinkan banyak orang

    berkumpul dan melakukan kegiatan termasuk juga tempat perdagangan.

    Jenis sampah yang dihasilkan dari tempat semacam itu dapat berupa

  • 7/25/2019 Pengomposan dengan Metode Takakura

    10/35

    6

    sisa-sisa makanan (garbage), sampah kering, abu, sisa bangunan, sampah

    khusus, dan terkadang sampah berbahaya.

    3.

    Sarana layanan masyarakat milik pemerintah

    Sarana layanan masyarakat yang dimaksud disini, antara lain, tempat

    hiburan dan umum, jalan umum, tempat parkir, tempat layanan

    kesehatan (misalnya rumah sakit dan puskesmas), kompleks militer,

    gedung pertemuan, pantai empat berlibur, dan sarana pemerintah lain.

    Tempat tersebut biasanya menghasilkan sampah khusus dan sampah

    kering.

    4.

    Industri berat dan ringan

    Dalam pengertian ini termasuk industri makanan dan minuman, industri

    kayu, industri kimia, industri logam dan tempat pengolahan air kotor danair minum,dan kegiatan industri lainnya, baik yang sifatnya distributif

    atau memproses bahan mentah saja. Sampah yang dihasilkan dari tempat

    ini biasanya sampah basah, sampah kering, sisa-sisa bangunan, sampah

    khusus dan sampah berbahaya.

    5. Pertanian Sampah dihasilkan dari tanaman dan binatang.

    Lokasi pertanian seperti kebun, ladang ataupun sawah menghasilkan

    sampah berupa bahan-bahan makanan yang Universitas Sumatera Utara

    telah membusuk, sampah pertanian, pupuk, maupun bahan pembasmi

    serangga tanaman (Chandra, 2007).

    2.1.5Dampak negatif sampah

    1.

    Gangguan kesehatan

    a.

    Timbulan sampah dapat menjadi tempat perkembangbiakan lalat

    yang dapat mendorong penularan penyakit infeksi.

    b. Timbulan sampah dapat menimbulkan penyakit yang terkait dengan

    tikus.

    2.

    Menurunnya kualtias lingkungan

    Sampah menghasilkan air lindi yang apabila tidak dikelola dapat

    menimbulkan pencemaran lingkungan. Sampah juga menghasilkan gas-

    gas rumah kaca seperti metana (CH4), karbon monoksida (CO), karbon

  • 7/25/2019 Pengomposan dengan Metode Takakura

    11/35

    7

    dioksida (CO2), sulfur oksida (SO2) yang dapat menyebabkan efek

    rumah kaca.

    3.

    Menurunnya estetika lingkungan

    Timbulan sampah yang bau, kotor dan berserakan akan menjadikan

    lingkungan tidak indah untuk dipandang mata.

    4.

    Terhambatnya pembangunan negara

    Dengan menurunnya kualitas dan estetika lingkungan, mengakibatkan

    pengunjung atau wisatawan enggan untuk mengunjungi daerah wisata

    tersebut karena merasa tidak nyaman, dan daerah wisata tersebut

    menjadi tidak menarik untuk dikunjungi. Akibatnya jumlah kunjungan

    wisatawan menurun, yang berarti devisa negara juga menurun.

    5.

    Dampak Sosial dan Ekonomia. Pengelolaan sampah yang kurang baik akan membentuk lingkungan

    yang kurang menyenangkan bagi masyarakat; bau yang tidak sedap

    dan pemandangan yang buuk karena sampah bertebaran dimana-

    mana.

    b. Memberikan dampak negatif terhadap kepariwisataan.

    c. Pengelolaan sampah tidak memadai menyebabkan rendahnya tingkat

    kesehatan masyarakat. Hal penting disini adalah meningkatnya

    pembiayaan-pembiayaan secara langsung (untuk mengobati orang

    sakit) dan pembiayaan secara tidak langsung (tidak mau kerja,

    rendahnya produktivitas).

    2.2 Pengomposan

    2.2.1

    Definisi kompos

    Menurut Crawford, J. H (--) dalam Dewi (2012), kompos adalah hasil

    penguraian parsial/tidak lengkap dari campuran bahan-bahan organik yang dapat

    dipercepat secara artifisial oleh populasi berbagai macam mikroba dalam kondisi

    lingkungan yang hangat, lembab dan aerobik atau anaerobik. Menurut Sutedjo

    (2002), Kompos adalah zat akhir suatu proses fermentasi tumpukan

    sampah/serasah tanaman dan adakalanya pula termasuk bangkai binatang. Sesuai

    dengan humifikasi fermentasi suatu pemupukan dicirikan oleh hasil bagi C/N

    yang menurun. Bahan-bahan mentah yang biasa digunakan seperti ; merang, daun,

  • 7/25/2019 Pengomposan dengan Metode Takakura

    12/35

    8

    sampah dapur, sampah kota dan lain-lain dan pada umumnya mempunyai hasil

    bagi C/N yang melebihi 30. Kompos adalah pupuk yang berasal dari sisa tanaman,

    kotoran hewan seperti pupuk kandang, pupuk hijau daun dan kompos, berbentuk

    cair maupun padatan yang dapat memperbaiki sifat fisik dan struktur tanah,

    meningkatkan daya menahan air tanah, kimia tanah dan biologi tanah.

    2.2.2

    Definisi pengomposan

    Menurut Unus (2002) dalam Sulistyorini (2002), proses pengomposan atau

    membuat kompos adalah proses biologis karena selama proses tersebut

    berlangsung, sejumlah jasad hidup yang disebut mikroba, seperti bakteri dan

    jamur, berperan aktif.

    2.2.3

    Faktor-faktor yang mempengaruhi kompostingMenurut Unus (2002) dalam Sulistyorini (2002), banyak faktor yang

    mempengaruhi proses pembuatan kompos, baik biotik maupun abiotik. Faktor-

    faktor tersebut antara lain:

    1. Pemisahan bahan

    Bahan-bahan yang sekiranya lambat atau sukar untuk didegradasi/diurai,

    harus dipisahkan, baik yang berbentuk logam, batu, maupun plastik.

    Bahkan bahan-bahan tertentu yang bersifat toksi serta dapat

    menghambat pertumbuhan mikroba, harus benar-benar dibebaskan dari

    dalam timbunan bahan, misalnya pestisida.

    2.

    Bentuk bahan

    Semakin kecil dan homogen bentuk bahan, semakin cepat dan baik pula

    proses pengomposan. Karena dengan bentuk bahan yang lebih kecil dan

    homogen, lebih banyak luas permukaan bahan yang dapat dijadikan

    substrat bagi aktivitas mikroba. Selain itu, bentuk bahan berpengaruh

    pula terhadap kelancaran difusi oksigen yang diperlukan serta

    pengeluaran CO2 yang dihasilkan.

    3. Nutrien

    Untuk aktivitas mikroba di dalam tumpukan sampah memerlukan

    sumber nutrien karbohidrat, misalnya antara 20%-40% yang digunakan

    akan diasimilasikan menjadi komponen sel dan CO2, jika perbandingan

  • 7/25/2019 Pengomposan dengan Metode Takakura

    13/35

    9

    sumber nitrogen dan sumber karbohidrat yang terdapat di dalamnya

    (C/N-rasio) = 10:1. Untuk proses pengomposan nilai optimum adalah

    25:1, sedangkan maksimum 10:1

    4. Kadar air

    Kadar air bahan tergantung kepada bentuk dan jenis bahan, misalnya

    kadar air optimum di dalam pengomposan bernilai antara 50-70,

    terutama selama proses fasa pertama. Kadang-kadang dalam keadaan

    tertentu kadar air bahan bisa bernilai sampai 85% misalnya pada jerami.

    Sedangkan menurut Dewi (2012), faktor-faktor yang mempengaruhi

    proses pengomposan dijelaskan sebagai berikut:

    1.

    Rasio C/N

    Rasio C/N yang efektif untuk proses pengomposan berkisar antara 30:1

    hingga 40:1. Mikroba memecah senyawa C sebagai sumber energi dan

    menggunakan N untuk sintesis protein. Pada rasio C/N di antara 30 s/d

    40 mikroba mendapatkan cukup C untuk energi dan N untuk sintesis

    protein. Apabila rasio C/N terlalu tinggi, mikroba akan kekurangan N

    untuk sintesis protein sehingga dekomposisi berjalan lambat.

    Umumnya, masalah utama pengompasan adalah pada rasio C/N yang

    tinggi, terutama jika bahan utamanya adalah bahan yang mengandung

    kadar kayu tinggi (sisa gergajian kayu, ranting, ampas tebu, dsb). Untuk

    menurunkan rasio C/N diperlukan perlakuan khusus, misalnya

    menambahkan mikroorganisme selulotik (Toharisman, A. 1991) atau

    dengan menambahkan kotoran hewan karena kotoran hewan

    mengandung banyak senyawa nitrogen.

    2. Ukuran partikel

    Aktivitas mikroba berada di antara permukaan area dan udara.

    Permukaan area yang lebih luas akan meningkatkan kontak antara

    mikroba dengan bahan dan proses dekomposisi akan berjalan lebih

    cepat. Ukuran partikel juga menentukan besarnya ruang antar bahan

    (porositas). Untuk meningkatkan luas permukaan dapat dilakukan

    dengan memperkecil ukuran partikel bahan tersebut.

  • 7/25/2019 Pengomposan dengan Metode Takakura

    14/35

    10

    3. Aerasi

    Pengomposan yang cepat dapat terjadi dalam kondisi yang cukup

    oksigen (aerob). Aerasi secara alami akan terjadi saat terjadi peningkatan

    suhu yang menyebabkan udara hangat keluar dan udara yang lebih

    dingin masuk ke dalam tumpukan kompos. Aerasi ditentukan oleh

    proritas dan kandungan air bahan (kelembaban). Apabila aerasi

    terhambat, maka akan terjadi proses anaerob yang akan menghasilkan

    bau yang tidak sedap. Aerasi dapat ditingkatkan dengan melakukan

    pembalikan atau mengalirkan udara di dalam tumpukan kompos

    4.

    Porositas

    Porositas adalah ruang di antara partikel di dalam tumpukan kompos.

    Porositas dihitung dengan mengukur volume rongga dibagi denganvolume total. Rongga-rongga ini akan diisi oleh air dan udara. Udara

    akan mensuplai oksigen untuk proses pengomposan. Apabila ronga

    dijenuhi oleh air, maka pasokan oksigen akan berkurang dan proses

    pengomposan akan terganggu.

    5. Kelembaban

    Kelembaban memegang peranan yang sangat enting dalam proses

    metabolisme mikroba dan secara tidak langsung berpengaruh pada suplai

    oksigen. Mikroorganisme dapat memanfaatkan bahan organik apabila

    bahan organik tersebut larut di dalam air. Kelembaban 40-60%adalah

    kisaran optimum untuk metabolisme mikroba. Apabila kelembaban di

    bawah 40%, aktivitas mikroba akan mengalami penurunan dan akan

    lebih rendah lagi pada kelembaban 15%. Apabila kelembaban lebih

    besar dari 60%, hara akan tercuci, volume udara berkurang akibatnya

    aktivitas mikroba akan menurun dan akan terjadi fermentasi anaerobik

    yang menimbulkan bau tidak sedap.

    6.

    Temperatur/suhu

    Panas dihasilkan dari aktivitas mikroba. Ada hubungan langsung antara

    peningkatan suhu dengan konsumsi oksigen. Semakin tinggi temperatur

    akan semakin banyak konsumsi oksigen dan akan semakin cepar pula

    proses dekomposisi. Peningkatan suhu dapat terjadi dengan cepat pada

  • 7/25/2019 Pengomposan dengan Metode Takakura

    15/35

    11

    tumpukan kompos. Temperatur yang berkisar antara 30-60C

    menunjukkan aktivitas pengomposan yang cepat/ suhu yang lebih tinggi

    dari 60C akan membunuh sebagian mikroba dan hanya mikroba

    thermofilik saja yang akan tetap bertahan hidup. suhu yang tinggi juga

    akan membunuh mikroba-mikroba patogen tanaman dan benih-benih

    gulma.

    7.

    pH

    Proses pengomposan dapat terjadi pada kisaran pH yang lebar. pH yang

    optimum untuk proses pengomposan berkisar antara 6.5 sampai 7.5. pH

    kotoran ternak umumnya berkisar antara 6.8 hingga 7.4. proses

    pengomposan sendiri akan menyebabkan perubahan pada bahan organik

    dan pH bahan itu sendiri. Sebagai contoh, proses pelepasan asam, secaratemporer atau lokal akan menyebabkan penurunan pH (pengasaman),

    sedangkan produksi amonia dari senyawa-senyawa yang mengandung

    nitrogen akan meningkatkan pH pada fase-fase awal pengomposan. pH

    kompos yang sudah matang biasanya mendekati netral.

    8. Kandungan hara

    Kandungan P dan K juga penting dalam proses pengomposan dan

    biasanya terdapat di dalam kompos-kompos dari peternakan. Hara ini

    akan dimanfaatkan oleh mikroba selama proses pengomposan.

    9. Kandungan bahan berbahaya

    Beberapa bahan organik mungkin mengandung bahan-bahan yang

    berbahaya bagi kehidupan mikroba. Logam-logam berat seperti Mg, Cu,

    Zn, Nikel, Cr adalah beberapa bahan yang termasuk kategori ini. Logam-

    logam berat akan mengalami imobilisasi selama proses pengomposan.

    10.Lama pengomposan

    Lama waktu pengomposan tergantung pada karakteristik bahan yang

    dikomposkan, metode pengomposan yang dipergunakan dan dengan atau

    tanpa penambahan aktivator pengomposan. Secara alami pengomposan

    akan berlangsung dalam waktu beberapa minggu sampai 2 tahun hingga

    kompos benar-benar matang.

  • 7/25/2019 Pengomposan dengan Metode Takakura

    16/35

    12

    2.2.4Sumber bahan kompos

    Bahan yang dapat dijadikan kompos diantaranya yaitu bahan organik yang

    berasal dari limbah hasil pertanian maupun non pertanian, termasuk di dalamnya

    limbah kota dan limbah industri. Dari hasil pertanian dapat berupa sisa tanaman

    (jerami dan brangkasan), sisa hasil pertanian (sekam padi, kulit kacang tanah,

    ampas tebu, dan belontong), pupuk kandang (kotoran sapi, kerbau, ayam, itik dan

    kuda), dan pupuk hijau. Limbah kota atau sampah organik kota biasanya

    dikumpulkan dari pasar atau sampah di tingkat rumah tangga dari pemukiman

    penduduk. Limbah industri yang dimanfaatkan sebagai pupuk organik antara lain

    limbah industri pangan. Kompos yang berasal dari pupuk kandang merupakan

    bahan pembelah tanah yang paling baiik dibanding bahan pembelah lainnya.

    2.2.5

    Indikator kematangan kompos

    1. C/N rasio mempunyai nilai (10-20):1

    2.

    Suhu sesuai dengan suhu air tanah

    3.

    Berwarna kehitaman dan bertekstur seperti tanah

    4.

    Berbau tanah

    5.

    Tidak mengandung bahan asing seperti: semua bahan pengotor organik

    atau anorganik seperti logam, gelas, plastik dan karet serta pencemar

    lingkungan seperti senyawa logam berat, B3, dan kimia organik seperti

    pestisida (Dewi, 2012)

    2.3

    Pengomposan Dengan Metode Takakura

    2.3.1Asal-usul

    Pengomposan dengan metode takakura adalah kompos yang diperkenalkan

    oleh Mr. Takakura, seorang peneliti yang berasal dari Jepang. Beliau melakukan

    penelitiannya tentang pembuatan kompos secara praktis di Surabaya bersama

    PUSDAKOTA, Universitas Surabaya dan Kitakyushu Techno-cooperation

    Association, Jepang. Metode ini merupakan hasil penemuan dan pengalaman

    praktek dari Mr. Takakura, oleh sebab itu metode ini disebut dengan metode

    Takakura. Tempat yang digunakan untuk membuat kompos dengan metode ini

    sangat sederhana yaitu berupa keranjang yang disebut dengan keranjang

    Takakura.

  • 7/25/2019 Pengomposan dengan Metode Takakura

    17/35

    13

    2.3.2Bahan pengomposan dengan metode takakura

    Bahan yang dibutuhkan untuk membuat keranjang takakura ini adalah

    keranjang plastik berventilasi, kardus, cetok, sekam kayu (grajen) atau gabah/kulit

    beras 2 buah, kompos jadi, kain tipis/kain kasa warna hitam.

    2.3.3Cara pengomposan dengan metode takakura

    1. Sediakan keranjang berukuran 50 liter yang memiliki lubang-lubang

    kecil di sekelilingnya serta tutup pada bagian atasnya.

    2.

    Masukkan kertas karton/kardus yang kira-kira berukuran 40 cm x 25 cm

    x 70 cm, atau menyesuaikan ukuran keranjang.

    3.

    Masukkan bantal sekam pada bagian dasar keranjang.

    4.

    Campurkan bahan-bahan organik yang hendak dijadikan kompos beserta

    starter yang digunakan (EM4, air gula, dsb) serta kompos yang sudah

    jadi.

    5.

    Tutup permukaan campuran kompos dengan bantalan sekam.

    6.

    Kemudian tutup dengan kain hitam, serta tutup keranjang.

    7. Lakukan treatment dan pemantauan rutin terhadap kompos dengan

    mengaduk-aduk bahan campuran, serta menambahkan sampah organik

    ke dalam campuran.

  • 7/25/2019 Pengomposan dengan Metode Takakura

    18/35

    14

    BAB III

    METODE PRAKTIKUM

    3.1 Alat dan Bahan

    3.1.1

    Alat dan bahan untuk pembuatan kompos dengan metode takakura

    1. Keranjang;

    2. Kardus;

    3.

    Kain hitam;

    4.

    Bantalansekam;

    5. Sarung tangan;

    6.

    Tali pengikat;

    7.

    Sampah organik (sisa makanan, sayur-sayuran, buah-buahan) yang telah

    dicacah;

    8. Tiga sendok makan air gula;

    9.

    Kompos (untuk starter);

    10.

    Satu tutup botol EM 4; dan

    11.

    200 mL air.

    3.1.2

    Alat Pengukuran Kelembaban, pH, dan Suhu Kompos

    1. Termometer;

    2.

    Soilmeter; dan3.

    Alat tulis.

    3.1.3

    Alat dan Bahan Pengujian Kompos pada Tanaman

    1. Pot/kaleng;

    2. Sarung tangan;

    3.

    Saringan;

    4.

    Benih Cabai;

    5. Tanah;

    6. Air;

    7.

    Kompos takakura dengan starterEM4 dan larutan air gula;

    8.

    Alat tulis; dan

    9. Penggaris.

  • 7/25/2019 Pengomposan dengan Metode Takakura

    19/35

    15

    3.2 Prosedur Kerja

    Gambar 3.1 Alur Praktikum Kompos Menggunakan Metode TakakuraSumber : Data primer

    3.2.1Prosedur kerja pembuatan kompos dengan metode takakura

    1. Melapisi keranjang sampah dengan kardus dan meletakkan bantalan

    sekam pada dasar keranjang.

    2.

    Mencampur sampah organik (sisa makanan, sayur-sayuran, buah-

    buahan) yang telah dicacah dengan kompos jadi sebagai starter dengan

    perbandingan 3:1.

    3.

    Menambahkan 1 tutup botol EM 4 dan 200 ml air kedalam campuran

    sayuran organik (sisa makanan, sayur-sayuran, buah-buahan) yang telah

    dicacah dengan kompos.

    4. Menambahkan 3 sendok makan larutan air gula kedalam campuran

    sayuran organik (sisa makanan, sayur-sayuran, buah-buahan) yang telah

    dicacah dengan kompos.

    5.

    Mengaduk sayuran organik (sisa makanan, sayur-sayuran, buah-buahan)

    yang telah dicacah, kompos, larutan EM4 dan air gula.

    6.

    Mamasukkan campuran sayuran organik (sisa makanan, sayur-sayuran,

    buah-buahan) yang telah dicacah, kompos, larutan EM4 dan air gula

    kedalam keranjang.

    7.

    Mengaduk dan mengecek pH, kelembaban, suhu, dan tekstur kompos

    setiap dua kali dalam seminggu selama proses pengomposan.

    Lapisikeranjang

    dengan kardus

    Letakkanbantalan

    sekam pada

    dasarkeranjang

    Campursampahorganik

    dengankompos jadi

    Tambahkan 1tutup botol

    EM4 dan200ml air

    Tambahkan 3sendok makan

    larutan airgula

    Adukcampuran

    sayur organik,kompos danlarutan air

    gula

    Masukkancampurantersebutkedalam

    keranjang

    Aduk kembalidan cek pH,

    kelembaban sertatekstur kompostiap 2 kali dlaam

    seminggu

  • 7/25/2019 Pengomposan dengan Metode Takakura

    20/35

    16

    8. Indikator kompos yang sudah jadi adalah jika diraba suhu tumpukan

    bahan yang dikomposisikan mendekati suhu ruang, tidak mengeluarkan

    bau busuk seperti bau tanah, bentuk fisik seperti tanah (berwarna

    kehitaman), pH berkisar antara 6,5-7,5.

    9. Kompos yang sudah jadi dikeluarkan dari keranjang dan diayak dengan

    saringan santan dengan tujuan untuk menghasilkan kompos halus.

    10.

    Mengeringkan selama lebih kurang 1 minggu sampai kadar air kira-kira

    mencapai 20-25%.

    11.Sisa ayakan berupa kompos kasar dimasukkan kembali kedalam

    keranjang takakura untuk digunakan sebagai starterpembuatan kompos

    selanjutnya.

    12.

    Kompos halus yang sudah dikeringkan dapat digunakan sebagai pupuktanaman.

    3.2.2

    Pengukuran kelembaban, pH, dan suhu kompos

    1.

    Menancapkan ujung alat soilmeterpada kompos takakura lalu menekan

    tombol pada alat tersebut untuk mengukur pH dan kelembaban.

    2.

    Mencatat nilai yang tertera pada soilmeter. Nilai yang di atas

    menunjukkan nilai pH tanah 1-14 dan nilai yang di bawah menunjukkan

    nilai kelembaban tanah (dalam %).

    3.

    Mengamati perubahan pH, kelembaban, suhu dan tekstur kompos pada

    keranjang takukara setiap dua kali dalam seminggu.

    4. Mencatat hasil pengamatan terhadap perubahan pH, kelembaban, suhu

    dan tekstur kompos pada keranjang takukara setiap dua kali dalam

    seminggu dalam tabel pengamatan.

    5. Mencatat waktu pematangan kompos pada tabel pengamatan.

    3.2.3Pengujian kompos pada tanaman cabai

    1.

    Menyiapkan pot/kaleng dan tanah.

    2.

    Mencampurkan tanah dengan kompos takakura, starter EM4, dan

    larutan air gula dengan perbandingan 1:3 lalu mengaduk campuran

    tersebut sampai rata, kemudian memasukannya ke dalam media

    pot/kaleng.

  • 7/25/2019 Pengomposan dengan Metode Takakura

    21/35

    17

    3. Menanam benih cabe kedalam media campuran tanah dan kompos

    dengan metode takakura.

    4.

    Menyiram air padamedia tanaman benih cabe dengan campuran tanah

    dan kompos takakura setiap dua kali dalam seminggu.

    5. Mengamati dan mengukur pertumbuhan tanaman setiap dua kali dalam

    seminggu.

    3.3

    Tabel Pengamatan

    Tabel pengamatan ada pada Bab IV mengenai hasil dan pembahasan.

    3.4

    Lokasi

    Praktikum pembuatan kompos dengan metode takakura dilaksanakan di

    taman kesling yang berada disebelah barat fakultas kesehatan masyarakat.

    3.5

    Rincian Biaya

    1. Satu buah keranjang plastik Rp 28.500,00

    2. Satu buah kompos Rp 5.000,00

    3.

    Dua buah bantalan sekam Rp 5.000,00

    4.

    Kain hitam Rp 2.000,00

    5.

    Sarung tangan Rp 7.000,00

    6.

    Tanaman cabe Rp 3.500,00

    Jumlah Rp 51.000,00

    3.6 Jadwal Praktikum

    Waktu dan pelaksanaan praktikum pembuatan kompos dengan metode

    takakura

    Tabel 3.1 Jadwal Praktikum Takakura

    No. Hari dan Tanggal Kegiatan

    1. Minggu, 15 Maret 2015 Pencarian alat dan bahan praktikum.

    2. Senin, 16 Maret 2015 Pembuatan kompos takakura dan

    pencatatan hasil pengamatan.3. Jumat, 10 April 2015 Panen hasil kompos dengan metode

    takakura.

    4. Rabu, 15 April 2015 Uji coba kompos takakura pada tanaman.

    5. Setiap hari Senin danKamis tanggal 13, 16,

    20, 23, 27 dan 30 April2015 dan tanggal 4, 7, 11

    Pencatatan hasil pengamatan pertumbuhantanaman dengan kompos takakura.

  • 7/25/2019 Pengomposan dengan Metode Takakura

    22/35

    18

    dan 14 Mei 2015

    6. Jumat, 1 Mei 2015 Penyusunan laporan praktikum.Sumber : Data primer

  • 7/25/2019 Pengomposan dengan Metode Takakura

    23/35

    19

    BAB IV

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    4.1 Hasil Praktikum

    Pengamatan dilakukan sebanyak 2 kali dalam seminggu terhadap

    perkembangan kompos dalam takakura. Setelah kompos siap dipanen, dilakukan

    uji coba pada tanaman cabe dan dibandingkan dengan tanaman cabe lain sebagai

    kontrol kemudian dilihat perkembangannya.

    Gambar 4.1 Pengukuran pH, Suhu dan Kelembaban Kompos dalam TakakuraSumber : Data primer

    Gambar 4.2 Penanaman Cabe sebagai Uji Coba KomposSumber : Data primer

  • 7/25/2019 Pengomposan dengan Metode Takakura

    24/35

    20

    Gambar 4.3 Penanaman Cabe sebagai KontrolSumber : Data primer

    Gambar 4.4 Perkembangan Tanaman CabeSumber : Data primer

    Rincian mengenai pemantauan kompos di dalam takakura dan uji coba

    pada tanaman cabe dapat dilihat pada tabel berikut:

  • 7/25/2019 Pengomposan dengan Metode Takakura

    25/35

    21

    Tabel 4.1 Tabel Pengamatan Kompos Takakura

    No Hari dan

    Tanggal

    Waktu

    pengukuran

    Koordinat pH Suhu

    (oC)

    Kelembaban Warna Bau Tekstur

    1. Senin, 16Maret 2015

    12.38 WIB S 0716.028dan

    E

    11246.979

    4 37 >8 Coklatkehitaman

    warna pupuk

    starter danwarna hijau

    sayuran serta

    warna sayuran

    lain masih

    seperti aslinya.

    Bau startertidak tercium,

    namun bau

    sampah sayuranmasih

    menyengat dan

    mendominasi

    Sayur masihterlihat,

    tekstur masih

    kasar,

    2. Kamis, 19

    Maret 2015

    11.25 WIB S 0716.028

    dan

    E

    11246.979

    6,8 27 >8 Masih coklat

    kehitaman

    namun warna

    sayuran sudahmulai coklat

    karena layu.

    Bau sayur

    busuk masih

    ada.

    Tekstur kasar

    dan kering

    sedikit basah.

    3. Senin, 23Maret 2015

    11.46 WIB S 0716.028dan

    E11246.979

    6,1 29 >8 Coklatkehitaman,

    warna sayur dantomat sudah tak

    terlihat.

    Bau sayursudah

    menghilang dansudah

    mendekati bautanah

    Tekstur kasardan masih

    basah

    4. Kamis, 26

    Maret 2015

    13.25 WIB S 0716.028

    dan

    E11246.979

    6,5 30 7 Warna hitam,

    sudah tidak

    terlihat bentuksampah tapi

    ukuran masih

    Bau tanah dan

    seperti kompos

    awal.

    tekstur masih

    basah

  • 7/25/2019 Pengomposan dengan Metode Takakura

    26/35

    22

    lumayan besar.

    5. Senin, 30

    Maret 2015

    11:40 WIB S 0716.028

    dan

    E

    11246.979

    6,4 24 1 Warna hitam,

    sudah tidak

    terlihat bentuk

    sampah, bentuk

    sudah agak

    halus, tapitumbuh jamur

    Bau seperti

    tanah

    Tekstur

    lembab

    6. Selasa 31

    Maret 2015

    Penambahan

    dedak

    7. Kamis 2

    April 2015

    11:28 WIB S 0716.028

    dan

    E

    11246.979

    6,1 31 4,5 Warna sedikit

    menjadi coklat

    karena

    dilakukanpenambhan

    dedak dihari

    sebelumnya,

    untukmengurangi

    kelembapan dan

    kandungan airpada kompos.

    Bau seperti

    kompos dan

    tanah

    Tekstur

    sedikit basah

    dan dilakukan

    penggantiankardus, karena

    kardus rusak

    dan basah

    8. Senin 6

    April 2015

    S 0716.028

    danE

    11246.979

    6,6 25 1,8 Warna dedak

    yang mencoloksudah agak

    coklatkehitaman,

    telstur halus

    Bau seperti

    tanah

    Tekstur sudah

    sedikit kering

  • 7/25/2019 Pengomposan dengan Metode Takakura

    27/35

    23

    9. Kamis 9

    April 2015

    S 0716.028

    dan

    E

    11246.979

    7 29 3 Warna

    mendekati

    warna tanah

    Bau seperti

    tanah

    Tekstur sudah

    kering

    10. Jumat 10

    April 2015

    S 0716.028

    danE

    11246.979

    Pemanenan,

    warna sudahseperti tanah

    dan sepertikompossebelumnya.

    Bau seperti

    tanah

    Tektur sudah

    kering dansiap untuk

    dipanen

    Sumber : Data primer

  • 7/25/2019 Pengomposan dengan Metode Takakura

    28/35

    24

    Tabel 4.2 Tabel Pengamatan Uji Kompos pada Tanaman Cabai

    No Tanggal Koordinat Tinggi

    tanaman

    kontrol

    Deskripsi

    tanaman kontrol

    Tinggi tanaman

    Kompos Takakura

    Deskripsi tanaman

    kompos takakura

    1. Rabu. 15 April

    2015

    S 0716.028 dan

    E 11246.979

    18 cm Daun berwarna

    hijau

    18 cm Daun berwarna hijau

    2. Selasa, 21 April2015 S 0716.028 danE 11246.979 19 cm Daun berwarnahijau, terjadi

    pertambahan

    tinggi

    18,5 cm Daun berwarna hijau,terjadi pertambahan

    tinggi sedikit.

    3. Kamis, 23 April2015

    S 0716.028 danE 11246.979

    19,5 cm Daun berwarnahijau, terjadi

    pertambahan

    tinggi

    19 cm Daun berwarna hijau,terjadi pertambahan

    tinggi sedikit.

    4. Senin, 27 April2015

    S 0716.028 danE 11246.979

    23 cm Sudah mulaitumbuh bakal

    bunga

    21 cm Tumbuh cabang-cabang baru dan bakal

    bunga.

    5. Senin, 4 Mei

    2015

    S 0716.028 dan

    E 11246.979

    24 cm Muncul beberapa

    bunga, daunbertambah sedikit

    namun luas

    permukaan daun

    tidak lebar.

    25 cm Muncul banyak

    bunga, daun lebat danhijau.

    6. Senin, 12 Mei

    2015

    S 0716.028 dan

    E 11246.979

    25 cm Muncul buah

    cabe, terdapat

    beberapa bunga,

    daun hijau,kurang lebat dan

    lebar daun kecil.

    31 cm Muncul banyak

    bunga, daun hijau dan

    lebat, lebar daun

    besar, pertambahantinggi signifikan

    Sumber : Data primer

  • 7/25/2019 Pengomposan dengan Metode Takakura

    29/35

    25

    4.2Pembahasan

    4.2.1 Kompos

    Menurut SNI 19-7030-2004 tentang Spesifikasi Kompos dari Sampah Organik

    Domestik, standar kualitas kompos adalah sebagai berikut:

    Tabel 4.3 Standar Kualitas Kompos

    Sumber : SNI 19-7030-2004

    1. Kadar air

    Kadar air awal saat pengukuran masih diatas 80%. Hal ini disebabkan

    sampah organik domestik yang digunakan sebagai bahan kompos

    mengeluarkan air lindi sehingga kadar airnya masih tinggi. Seiringberjalannya pembusukan kompos, kadar air pun mengalami penurunan.

    Saat pengukuran ke 5, kelembaban masih tinggi sehingga diberikan

    perlakuan berupa penambahan dedak untuk menurunkan kadar air dalam

    kompos.

    Standar kualitas kompos yang baik menurut SNI 19-7030-2004 adalah

    maksimal sebesar 50%. Hasil pengukuran kadar air pada kompos di hari

    akan dipanen adalah 30% sehingga masih dibawah standar maksimal.

    2. Temperatur

    Suhu saat pengukuran pertama dilakukan adalah sebesar 37 C. Hal ini

    menunjukkan adanya aktivitas pembusukan sehingga suhu tinggi.

    Kemudian, setelah mengalami aktivitas pembusukan, suhu mulai menurun.

  • 7/25/2019 Pengomposan dengan Metode Takakura

    30/35

    26

    Suhu maksimal untuk kompos yang baik adalah sama dengan suhu air

    tanah yaitu sebesar 18 C - 30 C yang merupakan tingkat optimum

    aktivitas organisme dalam tanah (Soemarmo, 2011). Hasil pengukuran

    menunjukkan suhu 29 C sehingga sudah sesuai dengan suhu tanah dan

    kompos dapat dipanen.

    3. Warna

    Warna saat awal dibuatnya kompos masih beraneka ragam mengikuti

    warna bahan sampah organik domestik. Setelah mengalami proses

    pembusukan, kompos mulai berwarna seperti tanah dan kehitaman.

    Kompos siap dipanen apabila warnanya telah kehitaman. Saat pemanenan,

    warna kompos yang dibuat telah tampak kehitaman.4. Bau

    Sampah organik domestik memiliki bau yang menyengat dan tidak

    sedap. Setelah mengalami proses pembusukan oleh bakteri anaerob,

    sampah mulai berbau seperti tanah dan bertekstur seperti tanah juga.

    Kompos yang baik memiliki bau seperti tanah dan saat pemanenan, bau

    kompos seperti tanah.

    5.pH

    pH sampah organik domestik masih asam saat dilakukan pengukuran

    awal yaitu sebesar 4. Setelah mengalami proses pengomposan ini, pH

    mulai bertambah hingga mencapai pH netral. Menurut standar, pH

    untukkompos adalah sebesar 6,8 7,49. Hasil pengukuran pH kompos saat

    akan di panen adalah 7 sehingga menunjukkan bahwa kompos telah siap di

    panen.

    Secara lebih ringkas, perbandingan hasil pengukuran kompos saat panen

    dengan standar dapat dilihat pada tabel dibawah:

    Tabel 4.4 Perbandingan Hasil Pengukuran Kompos dengan Standar

    Komponen Hasil Pengukuran Standar dalam

    SNI 19-7030-2004

    Kelembaban/Kadar Air 30% Maksimal 50%

    Temperatur/Suhu 29 C Maksimal suhu air tanah

  • 7/25/2019 Pengomposan dengan Metode Takakura

    31/35

    27

    18 C - 30 C

    Warna Kehitaman Kehitaman

    Bau Seperti tanah Seperti tanah

    pH 7 6,8 7,49

    Sumber : Data primer

    4.2.2 Uji kompos pada tanaman

    Setelah kompos dipanen, dilakukan pengujian pada tanaman cabe. Terdapat

    dua tanaman cabe yaitu cabe B yang ditanam pada pot plastik sebagai variabel

    kontrol dan cabe A yang ditanam pada pot kaleng sebagai variabel bebas. Tanaman

    cabe dipilih karena mudah tumbuh dan mudah diamati perubahannya.

    Gambar 4.5 Perbandingan Tanaman Cabai A dan BSumber : Data primer

    Berdasarkan tabel hasil pengamatan, dapat dilihat bahwa terjadi perubahan

    yang signifikan pada pengamatan ke 5 dan 6 terhadap pertumbuhan tanaman cabe A

    bila dibandingkan dengan tanaman B sebagai kontrol. Tanaman cabe B tidak diberi

    kompos sedangkan tanaman cabe A diberi kompos. Hal ini menunjukkan bahwa

    kompos berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman. Selain itu, hal ini juga

    menunjukkan bahwa sampah organik yang dijadikan kompos di keranjang takakura

    telah benar-benar menjadi produk kompos dan berpengaruh terhadap tanaman.

    Tanaman A

    Tanaman B

  • 7/25/2019 Pengomposan dengan Metode Takakura

    32/35

    28

    BAB V

    PENUTUP

    5.1 Kesimpulan

    Pengolahan sampah organik menjadi kompos sangatlah mudah. Langkah

    pertama adalah melapisi keranjang dengan kardus lalu meletakkan bantalan sekam

    didasarnya. Kemudian campur sampah organik, air gula, dan EM 4 dengan campuran

    air lalu diaduk-aduk hingga merata. Campuran tersebut selanjutnya dimasukkan

    kedalam keranjang lalu ditutup dengan bantal sekam dan kain hitam. Untuk melihat

    perkembangan kompos tersebut dilaksanakan pengukuran suhu dengan menggunakan

    termometer dan pH serta kelembaban dengan menggunakan soilmeter. Cara

    menggunakan soilmetersangatlah mudah, hanya dengan menamcapkan alat tersebut

    pada kompos lalu menekan tombol pada alat tersebut untuk melihat hasil pH dan

    kelembaban. Nilai pH dan kelembaban tertera pada soilmeter. Nilai yang di atas

    menunjukkan nilai pH tanah 1-14 dan nilai yang di bawah menunjukkan nilai

    kelembaban tanah (dalam %).

    Kompos yang telah dipanen digunakan dalam penanaman cabai. Dalam

    praktikum terdapat dua perlakuan, yang pertama tanaman cabai A diberi kompos

    sedangkan tanaman cabai B sebagai kontrol. Dari hasil praktikum dapat dilihat bahwaterjadi perubahan yang signifikan terhadap pertumbuhan tanaman cabe A bila

    dibandingkan dengan tanaman B sebagai kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa

    kompos berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman.

    5.2 Saran

    Untuk mengatasi panen kompos yang terlalu lama akibat kelembaban kompos

    yang tinggi, maka disarankan untuk menggunakan sampah organik yang tidak basah.

    Hal ini juga mencegah adanya jamur yang tumbuh di sekitar keranjang takakura.

  • 7/25/2019 Pengomposan dengan Metode Takakura

    33/35

    29

    DAFTAR PUSTAKA

    Badan Lingkungan Hidup Bengkulu. (2012). Dampak Sampah TerhadapLingkungan. Dipetik Mei 12, 2015, dari

    http://blhkotabengkulu.web.id/index.php?option=com_content&view=article

    &id=183:dmp&catid=34:jasa-raharja-mendukung-qmenuju-bengkulu-hijauqBalai Pengkajian Teknologi Bengkulu (---.). Teknologi Pembuatan Kompos (Pupuk

    Organik). Dipetik Mei 12, 2015, dari

    http://bengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/phocadownload/buku%20kompos.pdf

    Chandra, B. (2007). Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Penerbit BukuKedokteran.

    Dainur. (1995). Materi-materi Pokok Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: WidyaMedika.

    Dewi, Y. S., & Treesnowati. (2012). Pengolahan Sampah Skala Rumah TanggaMenggunakan Metode Komposting. Jurnal Ilmiah Fakultas Teknik LIMIT'S

    Vol. 8 No. 2, 35-48.Republik Indonesia. (2008). Undang-Undang No. 18 Tahun 2008 Tentang

    Pengelolaan Sampah. Jakarta: LEMBARAN NEGARA REPUBLIKINDONESIA TAHUN 2008 NOMOR 69. Sekretariat Negara.

    Ismoyo, I. H. (1994). Kamus Istilah Lingkungan.Jakarta: PT. Bina Rena Pariwara.Departemen Kehutanan. (2013, September 26). SAMPAH:Ancaman bagi Kawasan

    Wisata Alam. Dipetik Mei 12, 2015, darihttp://www.dephut.go.id/Halaman/STANDARDISASI_&_LINGKUNGAN_

    KEHUTANAN/info_5_1_0604/isi_4.htmSulistyorini, L. (2005). Pengelolaan Sampah Dengan Cara Menjadikannya Kompos.

    Jurnal Kesehatan Lingkungan, Vol.2, No. 1, 77-84.

    Mifbakhuddin, dkk. (2010). Gambaran Pengelolaan Sampah Rumah Tangga TinjauanAspek Pendidikan, Pengetahuan, dan Pendapatan Perkapita di RT 6 RR 1

    Kelurahan Pedurungan Tengah Semarang. Jurnal Kesehatan MasyarakatIndonesia, Vol. 6 No. 1, 1-2.

    Mukono, H. J. (2006). Prinsip Dasar Kesehatan Lingkungan (Edisi Kedua).Surabaya: Airlangga University Press.

    Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup Seloliman. (2007). Ayo Membuat KomposTakakura.Mojokerto: Tim Move Indonesia.

    Sulistyorini, L. (2005). Pengelolaan Sampah Dengan Cara Menjadikannya Kompos.Jurnal Kesehatan Lingkungan, Vol.2, No. 1, 77-84.

    Sutedjo, M. M. (2002). Pupuk Dan Cara Penggunaan.Jakarta: Rineka Cipta.

  • 7/25/2019 Pengomposan dengan Metode Takakura

    34/35

    30

    LAMPIRAN

    1. Pembuatan kompos takakura

    Sumber : Data primer

    2. Pengukuran suhu, pH, dan kelembaban

    Sumber : Data primer

  • 7/25/2019 Pengomposan dengan Metode Takakura

    35/35

    3. Pemberian kompos takakura ke tanaman cabai

    Sumber : Data primer