4. pengamatan proses pengomposan

23
PENGAMATAN PROSES PENGOMPOSAN

Upload: muharrirbadar

Post on 09-Dec-2015

44 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

PENGAMATAN PROSES PENGOMPOSAN

HAL-HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN SAAT PROSES PENGOMPOSAN

• Bahan yang dikomposkan• Mikro organisme • Kandungan C/N• Kadar air / Kelembaban• Ketersediaan oksigen / aerasi• Kondisi asam basa (pH)• Temperatur (suhu)

BAHAN YANG DIKOMPOSKAN

• Bahan yang dikomposkan: apakah mudah terurai atau sulit terurai, misalnya makin banyak kandungan kayu atau bahan yang mengandung lignin, maka akan makin sulit terurai.

• Ukuran bahan yang dikomposkan : bila ukuran sampah makin kecil, akan makin luas permukaan, sehingga makin baik kontak antara bakteri dan materi organik, akibatnya akan makin cepat proses pembusukan. Namun bila diameter terlalu kecil, kondisi bisa menjadi anaerob karena ruang untuk udara mengecil. Diameter yang baik adalah antara (25-75) mm.

KANDUNGAN C/N

• Karbon (C) dalam bahan organik adalah sumber energi dan dasar building block sel mikroba.

• Nitrogen (N) bersama C merupakan unsur paling penting, sering merupakan faktor pembatas.

• Mikroba membutuhkan 25-30 bagian karbon untuk setiap bagian nitrogen untuk membentuk protein (C:N 25-30:1).

• Bahan dengan rasio C:N optimum menghasilkan kecepatan dekomposisi yang tinggi.

• Rasio C:N=25-30 sesuai untuk pengomposan. Setelah proses pengomposan rasio C:N secara bertahap turun menjadi 10-20:1.

• Bahan dengan rasio C:N rendah (<15:1) cepat terdekomposisi, tetapi mudah menghasilkan bau busuk karena cepatnya konsumsi oksigen yang mengakibatkan suasana anaerob.

• Mikroba juga memerlukan fosfor, sulfur, dan unsur mikro tetapi pengaruhnya langsung belum banyak diteliti.

• Rasio C/N – target 20-40:1 > 40:1 – tidak cukup makanan bagi populasi

mikroba < 20:1 – kehilangan nitrogen dalam bentuk amonia

(bau menyengat)

• Nutrien yang sering ditambahkan adalah nitrogen, fosfat, dan kapur.

• Rasio C:P optimum 75-150:1• Pupuk kandang merupakan sumber nitrogen. • Abu kayu (bukan arang) merupakan sumber

fosfor dan kalium.• Kapur merupakan sumber kalsium untuk

mengendalikan keasaman

KELEMBABAN

• Air dibutuhkan pada semua reaksi enzimatik, oleh karenanya kecukupan air harus terjaga agar pengomposan berlangsung cepat.

• Terjadi kehilangan air melalui penguapan selama proses pengomposan.

• Penguapan berfungsi mengendalikan over heated pada proses pengomposan.

• Kandungan air optimum 50% sampai 60% (basah) < 30% - proses pengomposan berhenti < 50% - proses pengomposan lambat karena

mikroba kekeringan >60% - pemadatan, terbentuk kondisi anaerobik,

pembusukan/fermentasi (bau)• Penyiraman selama proses pengomposan

Satu meter kubik sampah kebun membutuhkan 200 sampai 300 liter air

• Pengomposan dalam skala kecil pada musim kering perlu diberi sungkup plastik untuk mempertahankan kelembaban.

• Hindari penambahan air yang terlalu banyak. – Terlalu banyak air melindi nutrien terlarut

(misalnya, nitrogen) – Terlalu banyak air mengurangi ketersediaan oksigen,

membentuk zona anaerob, memperlambat proses pengomposan, dan terbentuk bau busuk.

AERASI

• Konsumsi karbon untuk mendapatkan energi memerlukan oksigen sebagai elektron akseptor.

• Konsentrasi oksigen di udara 21%, tetapi aktifitas mikroba aerob memerlukan konsentrasi oksigen di atas 5%.

• Konsentrasi oksigen optimum untuk pengomposan adalah 10-14%.

• Mikroba anaerobik (tumbuh tanpa oksigen bebas) menyebabkan bau busuk pada kompos

• Dengan naiknya suhu konsentrasi oksigen menjadi tidak merata.

• Pembalikan atau pemompaan udara diperlukan untuk menjamin ketersediaan udara.

• Aerasi diperlukan agar kecepatan dekomposisi tetap tinggi dan tidak terbentuk bau busuk.

AERASI DAN POROSITAS

• Porositas dan Aerasi Porositas optimum 35% - 50%– > 50% - kehilangan energi lebih besar daripada panas

yang dihasilkan suhu pengomposan lebih rendah– < 35% - suasana anaerobik (bau)

• Penghawaan – mengendalikan suhu, mengurangi kelembaban dan CO2, dan mencukupkan oksigen– Aliran udara yang dibutuhkan sebanding dengan

aktivitas biologis.– Konsentrasi O2 < 5% - suasana anaerobik.

Bau Busuk selama Pengomposan

• Terbentuknya bau busuk terkait dengan munculnya suasana anaerobik.

• Bau busuk pada pengomposan dihasilkan oleh gas atau asap (partikel padat di fasa gas).

Penanganan Bau Busuk

• Bau busuk dapat mudah diatasi pada sistem pengomposan in-vessel atau aerated static pile.

• Gas berbau dialirkan ke biofilter (dapat menggunakan kompos jadi).

• Bakteri dalam biofilter dapat memanfaatkan gas berbau sebagai nutrien.

KONDISI ASAM BASA (pH)

• pH memegang peranan penting dalam pengomposan. Pada awal pengomposan, pH akan turun sampai 5, kemudian pH akan naik dan stabil pada pH 7 - 8 sampai kompos matang.

• Bila pH terlalu rendah, perlu penambahan kapur atau abu. Untuk meminimalkan kehilangan nitrogen dalam bentuk gas ammonia, pH tidak boleh melebihi 8,5.

Suhu Pengomposan

• Suhu merupakan pengendali proses yang penting – perlu dimonitor dengan seksama

• Suhu optimum: 55°C – 65° C.• Suhu di atas 55° C akan membunuh patogen,

fecal coliform & parasit– Suhu di pengomposan terbuka mencapai 55° C

selama 15 hari• Suhu optimum dicapai dengan mengatur aliran

udara melalui pembalikan dan ukuran tumpukan

• Suhu dalam sistem pengomposan tidak seragam.• Perbedaan antara bagian permukaan dan bagian tengah

sistem pengomposan windrow dapat mencapai 20-45 C.• Pada sistem pengomposan in-vessel perbedaan hanya

2-5° C.• Diperlukan pemaparan sekurangnya 3 hari pada suhu

55° C guna membunuh benih gulma, mikroba patogen dan parasit.

• Pemaparan ini merupakan kunci dari upaya minimalisasi resiko dalam proses pengomposan.

• Saat pembentukan kompos yang stabil dan matang juga tercermin dari suhu.

Perubahan suhu

• Mengapa suhu selama pengomposan meningkat ? – Panas dihasilkan dari metabolisme senyawa organik,

misalnya glukosa:– C6H12O6 + 6O2 -----> 6CO2 + 6H2O + KALOR

• Akumulasi kalor mengakibatkan peningkatan suhu. • Pengomposan skala kecil (<1m3) mungkin tidak

menghasilkan panas karena hilang melalui konveksi.

Perubahan suhu selama proses pengomposan

• Suhu membatasi aktifitas mikroba sehinga juga membatasi kecepatan degradasi bahan organik.

• Kecepatan dekomposisi bahan organik tertinggi terjadi pada suhu 35-55 °C.

• Kondisi termofilik terjadi sejak suhu mencapai 45°C.

Perubahan Suhu dan Suksesi Mikroba

• Suhu mempengaruhi komposisi dalam populasi mikroba.

• Periode awal proses pengomposan dicirikan oleh aktifitas mikroba (terutama bakteri) mesofilik yang meningkat pesat dan ditunjukkan oleh peningkatan suhu.

• Setelah suhu meningkat, mikroba mesofilik akan mati dan mikroba termofilik mulai mendominasi.

Perubahan Suhu dan Suksesi Mikroba

• Apabila suhu mencapai 65-70°C, aktifitas mikroba termofilik juga menjadi terhambat, kecuali bakteri pembentuk spora.

• Kecepatan dekomposisi menjadi lambat.• Selama masa penurunan suhu, jamur dan

aktinomisetes mulai mengkolonisasi dan mendekomposisi bahan yang lebih sulit terombak seperti selulosa dan lignin.

Pematangan

• Pematangan terjadi pada suhu mesofilik dalam waktu bisa sampai 6 bulan, tergantung bahan yang dikomposkan.

• Pada fase ini tingkat konsumsi oksigen, penghasilan panas, dan evaporasi berlangsung melambat.