pemacuan pertumbuhan bibit manggis garcinia mangostana) dengan

223
PEMACUA (Garcinia MU IN AN PERTUMBUHAN BIBIT MA mangostana) DENGAN REKAY MEDIA TUMBUH UHAMMAD ALWI MUSTAHA SEKOLAH PASCASARJANA NSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 ANGGIS YASA A R

Upload: others

Post on 03-Feb-2022

9 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

PEMACUAN PERTUMBUHAN BIBIT MANGGIS(Garcinia mangostana

MUHAMMAD ALWI MUSTAHA

INSTITUT PERTANIAN

PEMACUAN PERTUMBUHAN BIBIT MANGGISGarcinia mangostana) DENGAN REKAYASA

MEDIA TUMBUH

MUHAMMAD ALWI MUSTAHA

SEKOLAH PASCASARJANAINSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR2012

PEMACUAN PERTUMBUHAN BIBIT MANGGIS) DENGAN REKAYASA

MUHAMMAD ALWI MUSTAHA

BOGOR

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBERINFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi “Pemacuan Pertumbuhan BibitManggis (Garcinia mangostana) dengan Rekayasa Media Tumbuh” adalahhasil penelitian saya sendiri dengan bimbingan komisi pembimbing dan belumpernah diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupuntidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkandalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Juli 2012

Muhammad Alwi MustahaNRP. A262070111

ABSTRACT

MUHAMMAD ALWI MUSTAHA. Increasing the Growth of Mangosteen(Garcinia mangostana) Seedlings with Growing Media Optimation. Undersupervision of ROEDHY POERWANTO, ANAS DINURROHMAN SUSILA,and JOKO PITONO.

Mangosteen is slowly growth trees that caused by root systemdevelopment. Mangosteen root system has limited number of lateral roots andeasily disturbed by unfavorable medium environmental conditions such as pooraeration, water availability, and nutrient content. The objective of this study wasto enhance the growth of mangosteen seedlings by modifying media properties.The experiment was conducted in the Plastic house at Centre for Tropical FruitStudies (CETROFS) Bogor Agricultural University, Tajur from January 2009until May 2011. The study consisted of five experiments. The first experimentconducted to study the morphological and physiological characteristics ofmangosteen seedlings that cultivate in drought conditions. Experiment arrangedin a completely randomized block design with three replications. The resultsshown that an increasing the level of drought stress was decreased canopy androot growth include plant height, leaf area, root length, shoot and root dry weightand also root volume. Increasing the level of drought stress also led tosignificantly increased proline content. The second experiment was conducted toobtain the porosity of the media from various sources. The result shown that thelowest porosity in media was 53.48% and the highest was 69.63%, thus thisresearch obtained four porosity ranges e.i.: 51-55%, 56-60%, 61-65% and 66-70%.These criteria then applied as the basis of the experimental treatments for the thirdstudy. The third experiment was conducted to analyses the growth of mangosteenseedlings at different water availability and porosity of the media. The resultshown that watering intervals 6 day + water retaining polymer (WRP) at 61-65%porosity media drive the availability of optimal water and air. It caused anoptimal rate of photosynthesis, stomata conductivity and the highest waterpotential of leaf tissue. The fourth experiment was conducted to study the growthof mangosteen seedlings at different method of fertilizer application and porosityof the media. The result shown that fertilizer application by fertigation in 61-65%porosity media produced the highest growth of root length, root dry weight, shootdry weight and total dry weight. Nutrient uptake of N in the leaf by fertigationapplications was support shoot and root growth higher than the application ofgranular fertilizers and slow release fertilizer. The fifth experiment wasconducted to study mangosteen plant growth in two types of pots containers invarious media porosity. Results shown that the use of woven bamboo potsobtained shoot and root growth higher than the polybag. As the results fromprevious experiments, the porosity of 61-65% seems to consistently produce thehighest shoot and root growth.

Keywords: mangosteen, growing media, porosity, seedlings, watering,fertilization

RINGKASAN

MUHAMMAD ALWI MUSTAHA. Pemacuan Pertumbuhan Bibit Manggis(Garcinia mangostana) dengan Rekayasa Media Tumbuh. Dibimbing olehROEDHY POERWANTO, ANAS DINURROHMAN SUSILA, dan JOKOPITONO.

Manggis (Garcinia mangostana) merupakan salah satu buah segar yangdigemari masyarakat Indonesia maupun di dunia dan saat ini menjadi andalanekspor buah segar Indonesia. Permasalahannya adalah pertumbuhannya yanglambat sehingga diperlukan waktu relatif lama hingga bibit siap ditanam di lahan.Karakteristik pertumbuhan akar yang lambat dan jumlah akar lateral yang terbatasmenyebabkan bibit manggis peka terhadap cekaman kekeringan dan pengaruhnyaterlihat dari terhambatnya pertumbuhan dan perubahan morfologi tanaman sertaaktivitas fisiologis. Pemacuan pertumbuhan sangat diperlukan sehingga masapembibitan bisa lebih cepat (1-2 tahun). Penelitian ini bertujuan meningkatkanpertumbuhan bibit manggis dengan rekayasa media tumbuh dan telahdilaksanakan di Rumah Plastik Pusat Kajian Buah Tropika IPB Tajur dari bulanJanuari 2009 hingga Mei 2011. Penelitian terdiri atas lima percobaan. Percobaanpertama bertujuan untuk mempelajari karakteristik morfologi dan fisiologipertumbuhan bibit manggis pada kondisi cekaman kekeringan. Percobaan disusundalam rancangan acak lengkap dengan tiga ulangan. Perlakuan simulasi cekamankekeringan dengan lima konsentrasi PEG, yaitu: 0, 5, 10, 15 dan 20%. Hasilpercobaan menunjukkan bahwa semakin tinggi taraf cekaman kekeringan, makasemakin besar penurunan pertumbuhan tajuk dan akar. Cekaman kekeringanmenurunkan komponen pertumbuhan tajuk yaitu: tinggi tanaman mengalamipenurunan sebesar 10-26%, jumlah daun (9-21%), luas daun (10-25%), bobotkering tajuk (12-27%). Cekaman kekeringan juga menurunkan pertumbuhan akaryaitu: bobot kering akar (11-44%), panjang akar (3-41%) dan volume akar (10-40%). Peningkatan taraf cekaman kekeringan juga menyebabkan peningkatankandungan prolin secara nyata dan taraf cekaman tertinggi (20% PEG)menghasilkan kandungan prolin tertinggi yaitu 3.66 µmol/g berat basah. Hasilpercobaan telah membuktikan bahwa cekaman kekeringan berpengaruh sangatnyata terhadap penurunan laju pertumbuhan tanaman. Oleh karena itu pentingnyapengaturan ketersediaan air untuk menghindari dampak negatif dari cekamankekeringan. Namun pemberian air juga harus mempertimbangkan aspek efisiensipenggunaan air dan hal ini sangat dipengaruhi oleh karakteristik fisik mediaseperti porositas media. Beberapa pertimbangan tersebut mendasari pelaksanaanpercobaan ketiga sebagai rangkaian dari tahapan penelitian ini.

Percobaan kedua adalah penetapan porositas media berbagai sumber bahanmedia tumbuh. Percobaan dilaksanakan di Rumah Kaca dan Laboratorium BalaiPenelitian Tanah Sindang Barang, dari bulan Desember 2008 hingga Maret 2009.Terdapat 20 komposisi media dari sumber media berupa tanah, pasir, arang sekampadi dan pupuk kandang kambing. Hasil percobaan menunjukkan porositas mediaterendah adalah 53.48% dan tertinggi adalah 69.63%, sehingga diperoleh empatkisaran porositas yaitu: 51-55%, 56-60%, 61-65% dan 66-70%, yang selanjutnyadigunakan sebagai perlakuan pada percobaan ketiga, keempat dan kelima.

Percobaan ketiga bertujuan mempelajari pertumbuhan bibit manggis padaberbagai ketersediaan air dan porositas media. Percobaan disusun menggunakanpercobaan faktorial dalam rancangan acak lengkap dengan tiga ulangan. Faktorpertama adalah porositas media, terdiri atas empat taraf: 51-55%, 56-60%, 61-65%, dan 66-70%. Faktor kedua adalah interval penyiraman air dan aplikasipolimer penyimpan air (PPA) Alcosorb, terdiri atas 4 taraf: 2 hari + tanpa PPA, 4hari + PPA, 6 hari + PPA dan 8 hari + PPA. Hasil percobaan menunjukkanadanya pengaruh interaksi antara porositas media dengan interval penyiramanterhadap berbagai aktivitas fisiologis. Interval penyiraman 6 hari + PPA padaporositas media 61-65% mendorong ketersediaan air dan udara secara optimalsehingga menghasilkan laju fotosintesis, daya hantar stomata dan potensial airjaringan daun tertinggi yaitu masing-masing 7.89 µmol CO2/m

2/detik; 0.07µmol/m2/detik; dan -0.72 MPa sehingga meningkatkan pertumbuhan tajuk danakar. Besarnya gradien potensial air antara jaringan akar dan daun pada porositas61-65% dengan penyiraman 6 hari sekali + PPA, mendorong peningkatan serapanair sehingga menghasilkan pertumbuhan terbaik pada sebagian besar komponenpertumbuhan tajuk dan akar.

Percobaan keempat bertujuan mempelajari pertumbuhan bibit manggispada berbagai aplikasi pemupukan dan porositas media. Percobaan disusunmenggunakan percobaan faktorial dalam rancangan acak lengkap dengan tigaulangan. Faktor pertama adalah porositas media dan faktor kedua adalah aplikasipemupukan, terdiri atas tiga cara: granular, fertigasi (fertigation) dan slow release.Hasil percobaan menunjukkan porositas media 61-65% dan pemupukan secarafertigasi memberikan pengaruh interaksi terhadap sebagian besar komponenpertumbuhan akar dan tajuk. Aplikasi pemupukan secara fertigasi pada porositasmedia 61-65% menghasilkan pertumbuhan tertinggi terhadap panjang akar (26.83cm), bobot kering akar (10.07 g/tanaman), pertambahan tinggi tanaman (17.90cm), pertambahan lebar kanopi (11.25 cm), pertambahan luas daun 717.60 cm2,bobot kering tajuk (18.33 g/tanaman) dan bobot kering total (28.40 g/tanaman).Serapan hara N dan K daun yang tinggi pada aplikasi pupuk secara fertigasimendorong pertumbuhan tajuk dan akar yang lebih tinggi dibanding aplikasipupuk granular dan pupuk slow release.

Percobaan kelima bertujuan mempelajari pertumbuhan tanaman manggispada dua jenis pot dan berbagai porositas media. Percobaan disusun menggunakanpercobaan faktorial dalam rancangan acak lengkap dengan tiga ulangan. Faktorpertama adalah dua jenis pot yaitu: pot anyaman bambu dan polybag serta faktorkedua adalah porositas media. Hasil percobaan menunjukkan pot anyaman bambumenghasilkan pertumbuhan bibit yang lebih tinggi dibanding polybag, yangterlihat pada peubah bobot kering (tajuk dan akar), panjang dan volume akar.Seperti hasil percobaan sebelumnya, nampak porositas 61-65% secara konsistenmenghasilkan pertumbuhan tajuk dan akar yang tertinggi. Hasil transplanting kelahan menunjukkan tanaman manggis yang saat pembibitan ditanam pada potanyaman bambu ternyata juga menghasilkan pertumbuhan yang lebih tinggidibanding pada polybag yang nampak dari pertambahan tinggi tanaman (10.79cm) dan pertambahan lebar kanopi (9.19 cm). Perkembangan morfologi akar yangbaik saat pembibitan ternyata mampu menghasilkan pertumbuhan tanaman yangbaik setelah ditanam di lahan.

Berdasarkan keseluruhan percobaan maka disimpulkan bahwa tanamanmanggis terbukti peka terhadap cekaman kekeringan yang diindikasikan daripeningkatan kandungan prolin, perubahan morfologi tajuk dan akar sertapenurunan aktivitas fisiologis sebagai respon peningkatan taraf cekamankekeringan. Untuk menghindari tanaman dari cekaman kekeringan makadibutuhkan ketersediaan air media yang cukup melalui pengaturan penyiramandan nampaknya interval penyiraman air masih dapat dipertahankan sampai 6 hari,asalkan disertai aplikasi PPA. Komposisi media dari berbagai sumber ternyatamemiliki porositas yang bervariasi dan dari semua percobaan diketahui bahwaporositas media 61-65% secara konsisten menghasilkan pertumbuhan tajuk danakar yang terbaik. Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa pertumbuhanbibit manggis dapat ditingkatkan melalui manajemen media antara lainpenggunaan media dengan porositas 61-65%, aplikasi pemupukan secara fertigasidan penggunaan pot yang beraerasi. Dari penelitian ini diperoleh beberapakomponen teknologi yang dapat disumbangkan untuk perbaikan paket teknologipembibitan manggis, antara lain media pembibitan berbasis porositas, pengaturanpengairan, aplikasi pemupukan dan pengaturan aerasi melalui penggunaan potberaerasi sehingga diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan bibit manggisdan sekaligus meningkatkan ketersediaan bibit yang berkualitas guna mendukungpengembangan manggis nasional.

Kata Kunci: manggis, media tumbuh, porositas, bibit, penyiraman,pemupukan

© Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2012Hak Cipta dilindungi Undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkanatau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atautinjauan masalah; dan pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulisdalam bentuk apapun tanpa izin IPB

PEMACUAN PERTUMBUHAN BIBIT MANGGIS(Garcinia mangostana) DENGAN REKAYASA

MEDIA TUMBUH

MUHAMMAD ALWI MUSTAHA

Disertasisebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Doktorpada Program Studi Agronomi dan Hortikultura

SEKOLAH PASCASARJANAINSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR2012

Ujian Tertutup:

Hari/Tanggal : Selasa, 12 Juni 2012

Penguji Luar Komisi:

1. Dr. Ir. Sudradjat, MS

2. Dr. Ir. Sandra Arifin Aziz, MS

Ujian Terbuka:

Hari/Tanggal : Rabu, 18 Juli 2012

Penguji Luar Komisi:

1. Prof. Dr. Ir. Slamet Susanto, MSc

2. Dr. Ir. Muhammad Prama Yufdy, MSc

Judul Disertasi : Pemacuan Pertumbuhan Bibit Manggis (Garciniamangostana) dengan Rekayasa Media Tumbuh

Nama : Muhammad Alwi Mustaha

NIM : A262070111

Disetujui

Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Roedhy Poerwanto, MScKetua

Dr. Ir. Anas Dinurrohman Susila, MSi Dr. Ir. Joko Pitono, MScAnggota Anggota

Mengetahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah PascasarjanaAgronomi dan Hortikultura

Prof. Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, MS Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr

Tanggal Ujian:18 Juli 2012 Tanggal lulus:

PRAKATA

Alhamdulillahirabbil’alamin, puji dan syukur penulis panjatkan kepada

Allah SWT atas segala karuniah-Nya sehingga disertasi ini dapat diselesaikan.

Penelitian yang berjudul “Pemacuan Pertumbuhan Bibit Manggis (Garcinia

mangostana) dengan Rekayasa Media Tumbuh” ini berisikan lima percobaan,

yang dimulai sejak persiapan pada bulan Juli 2008 sampai selesai tahapan

penelitian pada bulan Mei 2011. Kelima percobaan ini merupakan satu kesatuan

penelitian yang dilakukan untuk menjawab permasalahan pertumbuhan bibit

manggis yang diketahui lambat. Oleh karena itu dilakukan perbaikan media

tumbuh berbasis porositas media yang selama ini belum digunakan dalam

penyusunan media tumbuh. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbaikan

media tumbuh disertai pengelolaan lingkungan tumbuh spesifik seperti air, unsur

hara dan aerasi dapat meningkatkan pertumbuhan bibit manggis. Dengan

demikian hasil penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan dalam perbaikan

teknologi pembibitan yang berdampak positif dalam penyediaan bibit manggis

berkualitas dan sekaligus menunjang program pengembangan manggis nasional.

Dalam pelaksanaan penelitian dan penyelesaan studi, penulis banyak

mendapat bantuan baik dari lembaga atau instansi tertentu maupun perorangan.

Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Roedhy Poerwanto, MSc selaku Ketua Komisi Pembimbing,

Dr. Ir. Anas Dinurrohman Susila, MSi dan Dr. Ir. Joko Pitono, MSc selaku

anggota Komisi Pembimbing atas segala perhatian dan bimbingannya selama

penulis mempersiapkan penelitian sampai penulisan disertasi.

2. Dr. Ir. Adiwirman, MS dan Dr. Ir. Winarso D. Widodo, MS selaku penguji

luar komisi saat Ujian Kualifikasi Program Doktor yang telah memberikan

saran-saran dan koreksi konstruktif.

3. Dr. Ir. Sudradjat, MS dan Dr. Ir. Sandra Arifin Aziz, MS selaku penguji luar

komisi saat ujian tertutup yang telah memberikan saran-saran dan koreksi

konstruktif.

4. Prof. Dr. Ir. Slamet Susanto, MSc dan Dr. Ir. Muhammad Prama Yufdy, MSc

selaku penguji luar komisi saat ujian terbuka yang telah memberikan saran-

saran dan koreksi konstruktif.

5. Kepala Badan Litbang Pertanian, Kementerian Pertanian Republik Indonesia,

Ketua Komisi Pembinaan Tenaga/Sekretaris Badan Litbang Pertanian, Kepala

Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian dan Kepala

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sulawesi Tenggara atas

kesempatan tugas belajar dan beasiswa yang diberikan untuk mengikuti

pendidikan doktor di Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

6. Kementerian Negara Riset dan Teknologi Republik Indonesia, yang telah

mendanai sebagian penelitian disertasi ini melalui Program Riset Unggulan

Strategi Nasional (RUSNAS) Pengembangan Buah-Buahan Unggulan

Indonesia yang dikelola Pusat Kajian Buah Tropika (PKBT), Institut

Pertanian Bogor.

7. Ketua Program Studi Agronomi dan Hortikultura, Ketua Departemen

Agronomi dan Hortikultura, Dekan Fakultas Pertanian dan Dekan Sekolah

Pascasarjana Institut Pertanian Bogor atas segala pendidikan dan pelayanan

administrasi.

8. Direktur Utama PT. Antam TBK yang telah memberikan bantuan biaya

penelitian disertasi.

9. Direktur Utama Yayasan Toyota dan Astra, PT. Astra Motor yang telah

memberikan bantuan penulisan disertasi.

10. Kepala Balai Penelitian Tanah dan staf Laboratorium Fisika dan Kimia Tanah

serta Rumah Kaca Sindang Barang yang telah banyak membantu selama

penulis melaksanakan penelitian.

11. Kepala Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat yang telah memberikan

bantuan penggunaan laboratorium dan alat penelitian selama melaksanakan

penelitian.

12. Ketua Dewan Redaksi Jurnal Hortikultura, Puslitbang Hortikultura dan staf

yang telah banyak membantu dalam publikasi hasil penelitian.

13. Kepala dan staf Laboratorium Tanah dan Tanaman SEAMEO BIOTROF

yang telah membantu selama penulis melaksanakan penelitian.

14. Kepala Kebun Pusat Kajian Buah Tropika (PKBT) Tajur dan staf yang

banyak membantu selama melaksanakan penelitian.

15. Kepala Laboratorium Pusat Kajian Buah Tropika (PKBT) dan staf yang telah

banyak membantu selama melaksanakan penelitian.

16. Kepada Prof. Dr. Gatot Kartono, MS, Prof. Dr. Subandi, MS, Dr. Sahardi MS,

Dr. Didiek Harnowo, MS, Ir. Amiruddin Syam, MS, Ir. Nur Imah Sidik, MS,

dan Ir. Lukman Hutagalung, MSc, yang telah banyak membimbing dan

mengarahkan penulis sebagai peneliti.

17. Kepada Prof. Dr. Ir. Akib Tuwo dan Dr. Ir. Sarawa Mamma, MS, yang telah

memberikan rekomendasi bagi penulis untuk dapat melanjutkan pendidikan

doktor di Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

18. Kepada Dr. Ir. Ai Dariah sebagai peneliti Fisika Tanah pada Balai Besar

Sumberdaya Lahan Pertanian, Badan Litbang Pertanian, Kementerian

Pertanian dan Dr. Ir. Adiwirman atas masukan yang sangat berharga selama

perencanaan dan pelaksanaan penelitian sehingga penelitian dapat berjalan

lancar.

19. Kepada seluruh rekan kerja di BPTP Sulawesi Tenggara yang telah banyak

membantu selama penulis melakukan tugas belajar.

20. Kepada Mas Joko, Mas Yudi, Mas Bambang dan Mas Agus atas bantuannya

selama penulis menggunakan fasilitas laboratorium di lingkup Departemen

Agronomi dan Hortikultura.

21. Kepada Setiawan, SP yang telah banyak membantu dalam pelaksanaan

pengamatan fisiologis tanaman di rumah kaca.

22. Kepada seluruh rekan satu bimbingan: Ismadi, Selvi Handayani, Martias,

Desi Hernita, Pardedi, Lutfi Izhar, dan Odit Ferry K., atas bantuan dan

kerjasamanya selama melakukan penelitian sampai penyelesaian studi.

23. Kepada seluruh rekan satu angkatan S3 yaitu: Hermanto, Budi Hartoyo,

Arifah Rahayu, Karlin Agustina, Selvy Handayani, Ismadi, Kartika Ningtyas,

Desi Hernita, Safrizal, Eko Setiawan dan Muhtar atas kerjasama yang sangat

baik dan rasa kekeluargaan yang sangat tinggi selama melaksanakan studi di

Program Studi Agronomi dan Hortikultura.

24. Kepada Keluarga Besar Forum Mahasiswa Pascasarjana (FORSCA)

Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor atas

kerjasamanya selama berlangsungnya studi di Program Studi Agronomi dan

Hortikultura.

25. Kepada seluruh rekan petugas belajar Badan Litbang Pertanian atas

kerjasamanya selama berlangsungnya studi di Sekolah Pascasarjana, Institut

Pertanian Bogor.

26. Kepada seluruh rekan mahasiswa Pascasarjana asal Sulawesi Selatan dan

Sulawes Tenggara atas kerjasamanya selama berlangsungnya studi di Sekolah

Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

27. Kepada Ayahanda Drs. H. Mustaha Hamang dan Ibunda Hj. Sintang,

Bapak mertua Bahri, AMd dan Ibu mertua Harmina, isteri tercinta

Sashariwati,SP, ananda tersayang Muhammad Shalman Fariz Zashwan Daeng

Mattiro, kakak Ir. H. Muhammad Anwar Mustaha dan adik Ir. Muhammad

Ramli Mustaha serta semua keluarga, saya sampaikan hormat dan ucapan

terima kasih atas semua perhatian, pengertian, dukungan dan doa serta

pengorbanan yang telah diberikan selama melaksanakan tugas belajar ini.

Terima kasih juga kepada semua pihak yang telah membantu selama studi

dan pelaksanaan penelitian sampai penulisan disertasi.

Akhirnya penulis berharap semoga disertasi ini bermanfaat dalam

pengembangan khasanah ilmu pengetahuan dan bagi semua pihak yang

membutuhkannya. Amin

Bogor, Juli 2012

Muhammad Alwi Mustaha

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kabupaten Selayar, Sulawesi Selatan, pada tanggal

22 Juli 1968, sebagai anak kedua dari tiga bersaudara dari Ayah Drs. H. Mustaha

Hamang dan Ibu Hj. Sintang. Pendidikan Sarjana Pertanian ditempuh di Jurusan

Agronomi Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin dan lulus pada tahun 1991.

Pada tahun 1997, penulis diterima di Program Studi Agronomi Pascasarjana

Institut Pertanian Bogor, dan lulus pada tahun 1999. Kesempatan untuk

melanjutkan ke Program Doktor pada Program Studi Agronomi dan Hortikultura

(AGH) Institut Pertanian Bogor pada tahun 2007. Beasiswa pendidikan diperoleh

melalui Badan Litbang Pertanian, Kementerian Pertanian, Republik Indonesia.

Penulis diterima bekerja sebagai peneliti pada Sub Balai Penelitian

Hortikultura Jeneponto, Badan Litbang Pertanian pada tahun 1994-1996. Pada

tahun 1996 sampai sekarang, penulis bekerja sebagai peneliti di Balai Pengkajian

Teknologi Pertanian (BPTP) Sulawesi Tenggara, Badan Litbang Pertanian. Selain

sebagai peneliti, penulis juga aktif membimbing skripsi pada Universitas Haluoleo.

Selama mengikuti program Doktor, penulis menjadi pengurus Forum

Wacana IPB periode 2008/2009 dan sebagai sekretaris pada Forum Wacana

Departemen Agronomi dan Hortikultura (FORSCA) periode 2008/2009. Dalam

kegiatan profesi, penulis menjadi anggota Perhimpunan Hortikultura Indonesia.

Penulis juga menjadi asisten pada Mata Kuliah Hortikultura Lanjut pada Program

Studi Agronomi dan Hortikultura, Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor,

tahun 2009/2010 dan 2010/2011. Sebuah artikel telah diterbitkan dengan judul:

Pertumbuhan Bibit Manggis pada Berbagai Interval Penyiraman dan

Porositas Media, pada Jurnal Hortikultura (terakreditasi) Volume 22, Nomor 1,

tahun 2012. Karya ilmiah tersebut merupakan bagian dari program S3 penulis.

xix

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Rekomendasi pemupukan manggis per tahun berdasarkan umurtanaman .......................................................................................... 31

2 Rekomendasi pemupukan berdasarkan kondisi status hara N,P,dan K daun ...................................................................................... 32

3 Rata-rata lama periode trubus, periode dormansi dan siklus trubuspada berbagai konsentrasi PEG …………………………………. 43

4 Pengaruh konsentrasi PEG terhadap rata-rata tinggi tanaman,jumlah dan luas daun pada pada 11 BSP ………………………… 44

5 Pertambahan diameter batang dan lebar kanopi pada berbagaikonsentrasi PEG selama 1 tahun ………………………………… 48

6 Pengaruh konsentrasi PEG terhadap bobot kering tajuk dan bobotkering total tanaman pada 11 BSP ……………....………………. 49

7 Pengaruh konsentrasi PEG terhadap bobot kering akar, panjangakar primer dan volume akar pada 11 BSP ………. 51

8 Pengaruh konsentrasi PEG terhadap rasio tajuk/akar pada 11BSP ………………………………………………………………. 52

9 Pengaruh konsentrasi PEG terhadap kandungan prolin pada 11BSP ………………………………………………………………. 53

10 Pengaruh konsentrasi PEG terhadap potensial air daun pada 11BSP ………….…………………………………………………… 55

11 Pengaruh konsentrasi PEG terhadap laju fotosintesis, lajutranspirasi dan daya hantar stomata pada 11 BSP …….…………. 57

12 Hubungan antara peubah pertumbuhan tanaman pada perlakuancekaman kekeringan ……………………………………………... 59

13 Perlakuan komposisi media dari berbagai sumber media ………. 63

14 Karakteristik fisik dan kimia media tanah Inceptisols Cicadas …. 66

15 Nilai bobot jenis, bobot jenis partikel dan porositas berbagaikomposisi media ……………………………………………….… 68

16 Kisaran porositas media dari berbagai komposisi media tumbuh .. 69

17 Rata-rata lama periode trubus, periode dormansi dan siklus trubuspada berbagai porositas media dan interval penyiraman ……….. 82

18 Pengaruh interaksi antara porositas media dan intervalpenyiraman air terhadap pertambahan tinggi tanaman, jumlahdaun dan luas daun selama 1 tahun …………………………...…. 85

xx

19 Pengaruh porositas media dan interval penyiraman air terhadaplebar kanopi dan diameter batang ………………………………. 87

20 Pengaruh interaksi antara porositas media dan intervalpenyiraman air terhadap panjang akar primer pada 11 BSP …….. 92

21 Pengaruh porositas media dan interval penyiraman terhadapvolume akar pada 11 BSP ………….…………………………….. 93

22 Pengaruh interaksi antara porositas media dan intervalpenyiraman air terhadap bobot kering akar, tajuk dan total pada11 BSP …….................................................................................... 97

23 Pengaruh interaksi antara porositas media dan intervalpenyiraman air terhadap rasio tajuk/akar pada 11 BSP …………. 98

24 Kandungan klorofil (a, b, total) dan rasio klorofil a/b padaberbagai porositas media dan interval penyiraman air pada 11BSP ………………………………………………………………. 99

25 Pengaruh interaksi antara porositas media dan intervalpenyiraman air terhadap kandungan prolin daun pada 11 BSP …. 101

26 Pengaruh interaksi antara porositas media dan intervalpenyiraman air terhadap potensial air jaringan dan lajutranspirasi pada 11 BSP …………………………………………. 103

27 Pengaruh interaksi antara porositas media dan intervalpenyiraman air terhadap laju fotosintesis dan daya hantar stomatapada 11 BSP ……………………………………………………... 105

28 Hubungan antara peubah pertumbuhan tanaman pada berbagaiporositas media …………………………………………………... 109

29 Rata-rata lama periode trubus, periode dormansi dan siklus trubuspada berbagai aplikasi pemupukan ……………………………… 118

30 Pengaruh porositas media dan aplikasi pemupukan terhadaptinggi tanaman, jumlah daun, lebar kanopi dan luas daun ……….. 119

31 Pengaruh interaksi antara porositas media dan aplikasipemupukan terhadap pertambahan tinggi tanaman, lebar kanopidan luas daun selama 1 tahun …………………………...……… 121

32 Pengaruh interaksi antara porositas media dan aplikasipemupukan terhadap bobot kering tajuk dan bobot kering totalpada 11 BSP ……………………………………………………... 122

33 Pengaruh interaksi antara porositas media dan aplikasipemupukan terhadap panjang akar primer dan bobot kering akar11 BSP …………………………………………………………… 123

34 Pengaruh porositas media dan aplikasi pemupukan terhadapvolume akar pada 11 BSP ……………………………...………... 123

xxi

35 Pengaruh porositas media dan aplikasi pemupukan terhadap rasiotajuk/akar pada 11 BSP ………………………………………….. 125

36 Kadar N, P dan K daun pada berbagai porositas media danaplikasi pemupukan pada 11 BSP …………………………..…… 126

37 Serapan hara N, P dan K daun pada berbagai porositas media danaplikasi pemupukan pada 11 BSP …….…………………………. 127

38 Hubungan antara peubah pertumbuhan tanaman pada berbagaiaplikasi pemupukan …………………………………………….. 129

39 Rata-rata lama periode trubus, periode dormansi dan siklus trubuspada dua jenis pot ………………………………………………... 137

40 Pengaruh perlakuan jenis pot dan porositas media terhadap tinggitanaman, jumlah daun, lebar kanopi dan diameter batang ……… 139

41 Pengaruh interaksi antara jenis pot dan porositas media terhadapluas daun pada 5, 7, 9 BST ……………………………………… 140

42 Pengaruh perlakuan jenis pot dan porositas media terhadappertumbuhan luas daun pada 3 dan 11 BST …………………….. 140

43 Pengaruh jenis pot dan porositas media terhadap pertambahan(tinggi tanaman, jumlah daun, lebar kanopi, diameter batang danluas daun) ………………………………………………………... 141

44 Pengaruh perlakuan jenis pot dan porositas media terhadap bobotkering tajuk dan total tanaman ………………………………….. 142

45 Pengaruh perlakuan jenis pot dan porositas media terhadap bobotkering akar, panjang akar primer dan volume akar ………..……. 144

46 Rasio tajuk/akar pada berbagai jenis pot dan porositas media pada11 BSP ………………………………………………………….... 144

47 Pengaruh perlakuan jenis pot dan porositas media terhadappertumbuhan tinggi tanaman setelah ditanam di lahan …………. 146

48 Pengaruh perlakuan jenis pot dan porositas media terhadappertumbuhan jumlah daun setelah ditanam di lahan ……………. 146

49 Pengaruh perlakuan jenis pot dan porositas media terhadappertumbuhan lebar kanopi setelah ditanam di lahan ………..…… 147

xxiii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Bagan alur pelaksanaan kegiatan penelitian ................................... 15

2 Karakter morfologi berbagai stadia pertumbuhan tunas tanamanmanggis mulai dari trubus awal sampai dormansi ……………….. 41

3 Hubungan peningkatan konsentrasi PEG dengan tinggi tanamanpada 11 BSP ……………………………………………………. 45

4 Keragaan pertumbuhan bibit manggis pada berbagai konsentrasiPEG pada 11 BSP ……………………………………………… 45

5 Hubungan antara potensial air daun (Ψ daun) dengan tinggitanaman pada 11 BSP …………..………………………………... 47

6 Hubungan antara potensial air daun (Ψ daun) dengan jumlah daunpada 11 BSP ……….……………………………………………... 47

7 Hubungan konsentrasi PEG dengan bobot kering total pada 11BSP ……………………………………………………………….. 49

8 Keragaan akar bibit manggis umur 11 BSP pada berbagaikonsentrasi PEG ………………………………………………….. 51

9 Kerapatan stomata pada berbagai konsentrasi PEG pada11 BSP.Nilai pengamatan merupakan rata-rata ± standard error dari 6tanaman ………………………………………………………..…. 58

10 Penurunan kadar air pada berbagai porositas media sampai 8 harisetelah penyiraman ………………………………………..…….... 80

11 Pertambahan tinggi tanaman pada berbagai interval penyiramanselama 1 tahun. Nilai pengamatan merupakan rata-rata ±standard error dari 6 tanaman …………………………………... 86

12 Pertambahan jumlah daun pada berbagai interval penyiramanselama 1 tahun. Nilai pengamatan merupakan rata-rata ± standarderror dari 6 tanaman ………………………………………………. 87

13 Pertumbuhan tinggi tanaman pada berbagai porosita media daninterval penyiraman (A0= 2 hari, A1= 4 hari + PPA, A2 = 6 hari +PPA dan A3 = 8 hari + PPA). Nilai pengamatan merupakan rata-rata ± standard error dari 6 tanaman ……………………………… 88

14 Pertumbuhan jumlah daun pada berbagai porosita media daninterval penyiraman (A0= 2 hari, A1= 4 hari + PPA, A2 = 6 hari+ PPA dan A3 = 8 hari + PPA). Nilai pengamatan merupakanrata-rata ± standard error dari 6 tanaman ……………………… 89

xxiv

15 Pertumbuhan luas daun pada berbagai porositas media daninterval penyiraman (A0= 2 hari, A1= 4 hari + PPA, A2 = 6 hari+ PPA dan A3 = 8 hari + PPA). Nilai pengamatan merupakanrata-rata ± standard error dari 6 tanaman……………………….... 90

16 Perakaran tanaman pada interval penyiraman 6 hari + PPAdengan berbagai porositas media ………………………………… 92

17 Panjang akar tampak pada berbagai porositas media pada wadahrizotron selama 8 BST. Nilai pengamatan merupakan rata-rata ±standard error dari 6 tanaman ……………………………...……. 94

18 Panjang akar tampak pada berbagai interval penyiraman air padawadah rizotron selama 8 BST. Nilai pengamatan merupakan rata-rata ± standard error dari 6 tanaman …………………………….. 95

19 Kerapatan stomata pada berbagai porositas media (a) dan intervalpenyiraman (b). Nilai pengamatan merupakan rata-rata ±standard error dari 6 tanaman …………………………………… 106

20 Hubungan antara potensial air daun (Ψ daun) dengan bobot keringtotal tanaman dan bobot kering akar pada perlakuan porositasmedia ……………………………………………………………... 107

21 Hubungan antara potensial air daun (Ψ daun) dengan dan panjangakar primer (a), pertambahan tinggi tanaman (b) dan pertambahanluas daun (c) pada perlakuan porositas media …………...……….. 108

22 Pertumbuhan tanaman pada perlakuan N,P, K granular padaporositas 51-55% (A), 56-60% (B), 61-65% (C) dan 66-70% (D)pada 11 BSP …………………………………………………… 120

23 Pertumbuhan tanaman pada porositas media 56-60% dan aplikasipupuk granular (A), soil drench (B) dan slow release (C) 11 BSP 120

24 Keragaan pertumbuhan tanaman pada porositas media 61-65%(A) dan 51-55% (B) dengan aplikasi pupuk secara fertigasi pada11 BSP…………………………………………………………….. 120

25 Keragaan akar tanaman manggis pada berbagai aplikasipemupukan dan porositas media …….…………………………… 124

26 Pengaruh interaksi antara porositas media dengan aplikasipemupukan terhadap kadar P daun ..…………………………… 126

27 Kerapatan stomata pada berbagai porositas media (a) dan aplikasipemupukan (b). Nilai pengamatan merupakan rata-rata ±standard error dari 6 tanaman …………………...………………. 128

28 Keragaan pertumbuhan bibit manggis pada porositas media 61-65% pada pot keranjang anyaman bambu (A) dan polybag (B) … 138

29 Keragaan pertumbuhan bibit manggis pada porositas media 56-60% pada pot keranjang anyaman bambu (A) dan polybag (B) … 138

30 Keragaan akar tanaman manggis pada wadah keranjang anyamanbambu (A) dan polybag (B) pada berbagai porositas media .…….. 143

xxv

xxv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Prosedur lengkap pengukuran potensial air (Kaufman 1968;Hamim 2007; Taiz & Zeiger 2012) …………………………... 175

2 Prosedur penentuan kandungan prolin daun (Bates et al. 1973) 176

3 Penetapan kandungan klorofil daun (Sims & Gamon 2002) … 177

4 Prosedur pengukuran kadar air pada berbagai porositas media 178

5 Penetapan kandungan N jaringan daun menggunakan metodeSemi mikro-kjedahl …………………………………………... 179

6 Penetapan kandungan P dan K jaringan daun dengan metodePengabuan ............................................................................. 180

7 Rangkuman sidik ragam pertumbuhan tanaman pada berbagaisimulasi cekaman kekeringan dengan aplikasi PEG .............. 182

8 Rangkuman sidik ragam (F-hit) pengaruh porositas media daninterval penyiraman terhadap pertumbuhan tanaman ............... 183

9 Rangkuman sidik ragam (F-hit) respon pertumbuhan bibittanaman pada berbagai media tumbuh dan cara aplikasipemupukan …………………………………………………… 186

10 Rangkuman sidik ragam (F-hit) respon pertumbuhan tanamanpada dua jenis pot dan berbagai porositas media di pembibitanrumah plastik ………………………………………………… 188

11 Rangkuman sidik ragam (F-hit) respon pertumbuhan tanamanpada dua jenis pot dan berbagai porositas media setelahditanam di lahan ……………………………………………. 190

12 Rata-rata suhu udara dan kelembaban udara di dalam rumahplastik Kebun Percobaan Tajur dari bulan Juli 2009 sampaiDesember 2010 ………………………………………………. 191

13 Intensitas radiasi cahaya di dalam rumah plastik dan lahanterbuka di Kebun Percobaan Tajur …………………………… 192

xvii

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ………………………………………………………... xix

DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………... xxiii

DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………... xxv

DAFTAR ISTILAH ………………………………………………………. xxvii

PENDAHULUAN ………………………………………………………... 1Latar Belakang ……………………………………………………….. 1Rumusan Masalah ……………………………………………………. 3Tujuan Penelitian …………………………………………………….. 8Manfaat Penelitian …………………………………………………… 8Kerangka Pemikiran …..……………………………………………… 9Hipotesis ……………………………………………………………… 13

TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………………... 17Karakteristik Umum Tanaman Manggis …...………………………… 17Karakteristik Perakaran Tanaman Manggis ………………………….. 18Cekaman Kekeringan terhadap Pertumbuhan Tanaman ....................... 20Pemacuan Pertumbuhan melalui Perbaikan Lingkungan Tumbuh …... 23

KARAKTERISTIK MORFOLOGI DAN FISIOLOGI BIBIT MANGGISPADA KONDISI CEKAMAN KEKERINGAN ........................................ 35

Pendahuluan …………..……………………………………………… 36Bahan dan Metode …………...………...…………………………….. 37Hasil dan Pembahasan ……….………………………………………. 42Simpulan …….……………………………………………………….. 60

PENETAPAN POROSITAS MEDIA BERBAGAI SUMBERBAHAN MEDIA TUMBUH …………………………………………... 61

Pendahuluan …………..……………………………………………… 62Bahan dan Metode…………...……………………………………….. 63Hasil dan Pembahasan ……….………………………………………. 66Simpulan …….……………………………………………………….. 70

PENINGKATAN PERTUMBUHAN BIBIT MANGGIS MELALUIPENGATURAN POROSITAS MEDIA DAN KETERSEDIAAN AIR … 71

Pendahuluan ………….……………………………………………… 72Bahan dan Metode ………...……………...…………………………. 74Hasil dan Pembahasan ……………..………………………………… 78Simpulan …….……………………………………………………….. 110

xviii

PENINGKATAN PERTUMBUHAN BIBIT MANGGIS MELALUIPENGATURAN POROSITAS MEDIA DAN APLIKASIPEMUPUKAN …………………………………………………………… 111

Pendahuluan ………….……………………………………………… 112Bahan dan Metode ………...…………...……………………………. 113Hasil dan Pembahasan ……………..………………………………… 117Simpulan …….……………………………………………………….. 130

PENINGKATAN PERTUMBUHAN BIBIT MANGGIS PADA DUAJENIS POT DENGAN PENGATURAN POROSITAS MEDIA ……….. 131

Pendahuluan ………….……………………………………………… 132Bahan dan Metode ………...…………………………………………. 133Hasil dan Pembahasan ……………..………………………………… 136Simpulan …….……………………………………………………….. 147

PEMBAHASAN UMUM ………………………………………………... 149

SIMPULAN DAN SARAN ………….....…………...……………………. 163Simpulan ….………………………..……………………………..….. 163Saran ….…………..………………………………………..…………. 164

DAFTAR PUSTAKA …………………...………………………………... 165

LAMPIRAN ………………………………………….…………………... 175

xxvii

DAFTAR ISTILAH

Absorpsi = Proses penyerapan unsur hara dan larutan yangada di dalam tanah masuk ke jaringan tanaman.

Aerasi = Proses yang dapat menyebabkan udara di dalamtanah ditukar dengan udara dari atmosfir; padatanah yang beraerasi baik biasanya susunanudara tanah hampir sama dengan atmosfir di ataspermukaan tanah.

Aerobik = Bersifat memerlukan oksigen bagikehidupannya.

Air gravitasi = Air yang tidak dapat ditahan oleh tanah sehinggameresap ke bawah karena gaya gravitasi.

Air higroskopis = Air yang diikat kuat oleh tanah sehingga tidakdapat digunakan oleh tanaman.

Air kapiler = Air di dalam tanah dengan gaya kohesi (tarikmenarik antar butir-butiran air) dan daya adhesi(antar air dan tanah) lebih kuat dari gravitasi.

Akar rambut = Seperti tabung yang tidak bercabang, terbentukdi bagiang belakang daerah pemanjangan akar,permukaan luarnya berlendir dan berfungsimemperluas permukaan serapan akar

Anion = Ion yang bermuatan listrik negatif.

Apomiksis = Embrio yang tidak dihasilkan dari miosis danpenyerbukan, tetapi dari sel di dalam kantongembrio atau sekeliling nuselus dan berkembangmembentuk biji dengan konstitusi genetik yangsama dengan induk betinanya.

ATP (adenosin triphosphate)

= Senyawa di dalam sel tanaman yang berperandalam menangkap energi dari cahaya mataharipada proses fotosintesis.

Bobot isi (bulk density) = Perbandingan antara berat tanah kering denganvolume tanah termasuk volume pori-pori tanah

Berat jenis partikel(particle density)

= Berat tanah kering per satuan volume partikel-partikel padat tanah (jadi tidak termasuk volumepori-pori tanah).

Bibit seedling = Bibit atau tumbuhan hasil perbanyakan dari biji.

Daun terminal = Sepasang daun (tunggal) atau satu pasang daun(tipe inflorescence) yang terletak pada bagianujung pucuk (terminal).

Daun sub terminal = Daun yang terletak di bawah daun terminal.

Derajat kemasaman /pH(potential of Hydrogen)

= Kondisi yang menggambarkan jumlah ionhidrogen, yang ada pada larutan tanah. Semakintinggi jumlah ion hidrogen semakin tinggi jugaderajat kemasaman tanah.

Dormansi tunas = Berhentinya sementara pertumbuhan yangtampak (visibel) dari organ atau tanaman yangmengandung jaringan meristem. Pada saat ituaktivitas metabolismenya sangat rendah.

Enzim = Substansi yang dibentuk dalam sel hidup yangmenyebabkan atau mempercepat terjadinyaproses reaksi kimia. Enzim adalah katalisatoruntuk reaksi kimia yang terjadi di dalam tubuhmakluk hidup.

Hara = Bio zat yang diperlukan tumbuhan untukpertumbuhan, pembentukan jaringan, dankegiatan hidup lainnya, diperoleh dari bahanmineral seperti nitrogen, fosfor, kalium danlainnya.

Higroskopis = Kemampuan suatu bahan untuk menyerap uapair dari udara. Pupuk yang bersifat hidroskopisakan cepat mencair jika ditempatkan di tempatyang terbuka.

Inter flush = Periode diantara pertumbuhan tunas (flushing)atau biasa disebut sebagai periode dorman.

xxix

Juvenil = Periode atau masa tanaman belum memasukifase reproduktif. Biasanya juga disebut dengantanaman belum menghasilkan (TBM).

Kapasitas tukar kation(KTK)

= Kemampuan koloid tanah untuk memegang danmelepaskan kation. KTK diukur dengan satuanmiliekuivalen/100 gram tanah.

Kation = Ion yang bermuatan positif seperti Ca2+, Mg2+,K+, Na+, NH4

+, H+, Al 3+ dan sebagainya.

Kejenuhan basa = Perbandingan antara jumlah kation-kation basadengan KTK (semua kation basa dan kationasam) yang terdapat dalam komplek jerapantanah dikali 100%

Kejenuhan basa yang tinggi menunjukanketersedian hara yang tinggi, artinya, tanahtersebut belum banyak mengalami pencucian.

Klorofil = Sel pembentuk warna hijau pada daun dantempat terjadinya proses fotosintesis.

Korelasi = Suatu teknik statistik yang digunakan untukmencari hubungan antara dua variabel atau lebihyang sifatnya kuantitatif.

Koefisien korelasi = Ukuran untuk mengukur hubungan kekuatanantara 2 variabel yang disimbolkan dengan hurufr. Nilai absolut dari r berada pada interval -1≤ r≤1tanda – dan + menunjukan arah hubungan

Koloid tanah = Bagian tanah yang sangat aktif dalam prosesfisikokimia. Koloid berukuran sangat halusdengan diameter kurang dari 1 mikron danumumnya bermuatan negatif.

Metabolisme = Proses penyusunan dan perombakan protein,lemak, dan karbohidrat melalui fotosintesis danrespirasi

Miliekuivalen = Adalah satuan kimia, contoh satu ekivalen setaradengan 1 g hidrogen, jadi 1 me H = 1 mg (beratatom H = 1, valensi 1); 1 me K= 39 mg (beratatom K= 39, valensi 1).

Plasmolisis = Proses keluarnya cairan dari dalam sel akar,akibat perbedaan konsentrasi garam di dalam selakar dan di dalam larutan tanah.

Pori-pori tanah/media = Bagian yang tidak terisi oleh bahan padattanah/media (terisi oleh udara dan air); terdiriatas pori makro dan pori mikro. Pori makroberisi udara atau air gravitasi dan pori mikroberisi udara atau air kapiler.

Pucuk = Bagian ujung tajuk tanaman yang masih muda.

Ritme pertumbuhan = Periode tumbuh yang dimulai dari terbentuknyadaun (flush) dan diakhiri dengan berakhirnyaperiode dormansi.

Unsur hara esensial = Apabila terjadi defisiensi hara tersebut makatanaman tidak akan dapat melanjutkan siklushidupnya. Fungsi hara tersebut tidak dapatdigantikan oleh hara lain. Unsur tersebut harussecara langsung terlibat dalam prosesmetabolisme.

Siklus trubus = Satu tahapan atau daur yang dmulai darimunculnya atau pecahnya tunas pertama sampaidengan pecah tunas berikutnya.

Trubus = Stadia pertumbuhan tunas yang dimulai daripecah (tunas awal) sampai denganperkembangan tunas mencapai ukuranmaksimum pada stadium trubus dewasa

Sink = Organ-organ yang tidak mampu memenuhifotosintat untuk kebutuhan sendiri, sehinggaharus mengimpor dari organ yang berfungsisebagai source.

Source = Organ tanaman yang sudah mampu memenuhifotosintat untuk kebutuhan sendiri ataumengekspor sebagian hasil fotosintesisnya untukorgan lain yang membutuhkan (sink), biasanyasource tersebut adalah daun yang telah terbukapenuh.

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Manggis (Garcinia mangostana) merupakan salah satu buah segar yang

digemari masyarakat Indonesia maupun dunia, karena mempunyai rasa dan aroma

yang lezat serta memiliki perpaduan warna yang indah. Buah manggis merupakan

andalan ekspor Indonesia ke beberapa negara seperti Hong Kong, Taiwan, RRC,

Singapura, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, dan Eropah (Deptan 2008). Menurut

laporan BPS (2011), volume ekspor manggis sebesar 4 285 ton pada periode

Januari sampai Pebruari tahun 2009 menjadi 8 225 ton pada periode yang sama

pada tahun 2010 atau mengalami peningkatan sebesar 91%.

Besarnya volume ekspor tersebut mencerminkan tingginya permintaan

buah manggis, namun ternyata belum ditunjang produksi buah manggis nasional.

Pada tahun 2000, produksi manggis Indonesia mencapai 26 400 ton dengan luas

panen 5 192 ha dan meningkat menjadi 105 558 ton dengan luas panen 11 992 ha

pada tahun 2009. Data tersebut menunjukkan adanya kenaikan produktivitas dari

50.85 ku/ha pada tahun 2000 menjadi 88.00 ku/ha pada tahun 2009 (Deptan

2012). Peningkatan produksi dari tahun 2000 sampai 2009 masih belum bisa

memenuhi permintaan buah manggis, baik untuk pasar dalam maupun luar negeri

sehingga memberikan peluang besar untuk pengembangan manggis nasional.

Kendala utama pengembangan manggis adalah lambatnya pertumbuhan,

baik saat pembibitan maupun setelah ditanam di lahan. Kondisi tersebut

menyebabkan masa bibit siap tanam menjadi lebih lama (3-4 tahun) sehingga

ketersediaan bibit tidak bisa segera dipenuhi dalam waktu yang singkat dan masa

tanaman belum menghasilkan (TBM) menjadi lama yaitu 8-15 tahun (tanaman

asal biji).

Pertumbuhan tanaman manggis yang lambat berhubungan dengan

karakteristik perakaran yang kurang berkembang dan jumlah akar yang terbatas

serta tidak memiliki akar rambut (Wiebel et al. 1994; Poerwanto 2000; Cox

1988). Karakteristik akar yang demikian akan membatasi penyerapan air dan

unsur hara sehingga mengurangi laju fotosíntesis dan pembelahan sel pada

meristem pucuk. Hal ini sesuai yang dikemukakan Gardner et al. (1991) bahwa

2

kurang berkembangnya sistem perakaran dan tidak adanya akar rambut

menyebabkan laju serapan air dan unsur hara menjadi berkurang. Apabila

dihubungkan dengan fungsi air sebagai penyusun utama protoplasma, bahan baku

dalam proses fotosintesis dan sebagai pelarut dalam sejumlah proses hidrolisis,

maka terbatasnya serapan air akan menyebabkan terhambatnya berbagai aktivitas

sel (Taiz & Zeiger 2012). Bahkan stres air yang ringan saja (sekitar -1 sampai -3

bar) sudah dapat menyebabkan pembelahan dan pembesaran sel menjadi

terhambat bahkan berhenti sama sekali (Harjadi & Yahya 1988).

Pertumbuhan tanaman yang lambat dan sulitnya penyediaan bibit bermutu

menjadi salah satu penyebab rendahnya produksi manggis nasional sehingga

dibutuhkan upaya pemacuan pertumbuhan melalui teknologi pembibitan yang

baik. Salah satu cara memacu pertumbuhan adalah pengelolaan lingkungan

tumbuh yang disesuaikan dengan karakteristik tanaman. Lingkungan tumbuh

yang penting diperhatikan antara lain media tumbuh, ketersediaan air dan unsur

hara serta kecukupan aerasi. Peran penting media tumbuh terhadap pertumbuhan

tanaman, antara lain dilaporkan Wiebel et al. (1992a), bahwa pertumbuhan bibit

manggis pada media yang porous lebih baik dibanding media yang kurang porous.

Istilah media porous atau kurang porous sering dikenal pada pembuatan

media tumbuh, sesungguhnya merupakan nilai porositas media. Porositas

merupakan salah satu sifat fisik tanah/media yang diartikan sebagai bagian tanah

atau media yang tidak terisi bahan padat (terisi oleh air dan udara), terdiri atas pori

makro dan pori mikro (Hardjowigeno 1987). Media yang banyak mengandung

bahan organik memiliki porositas tinggi, begitu pula struktur remah mempunyai

nilai porositas yang lebih tinggi dibanding struktur massive (Hillel 1997).

Selama ini porositas media belum dijadikan pertimbangan pada pembuatan

media, padahal porositas merupakan salah satu sifat fisik yang mempengaruhi

pertumbuhan tanaman melalui pengaruhnya terhadap aerasi. Peningkatan

porositas akan meningkatkan aerasi sehingga mendorong peningkatan respirasi

akar (Gardner et al. 1991). Melalui proses respirasi akar dihasilkan sejumlah

energi yang antara lain digunakan mendukung pertumbuhan tanaman. Hal ini

menegaskan pentingnya aerasi dalam hubungannya dengan O2, dimana kandungan

3

O2 dipengaruhi oleh kadar air, porositas media dan derajat pemadatan (Gruda &

Schnitzler 2004; Dresboll & Kristensen 2011).

Pada penelitian ini pemacuan pertumbuhan manggis dilakukan melalui

rekayasa media tumbuh dengan pendekatan porositas media dan pengelolaan

faktor lingkungan tumbuh seperti ketersediaan air dan unsur hara serta kecukupan

aerasi. Pendekatan porositas menjadi alasan penting karena selama ini media

pembibitan manggis hanya berupa media tanah atau campuran tanah dan sedikit

pupuk kandang. Kondisi media seperti itu menyebabkan terjadinya pemadatan

media yang kurang mendukung perkembangan akar. Selain itu pada media yang

padat, kapasitas memegang air memang tinggi tetapi air tersebut tidak bisa

tersedia bagi tanaman (Dresboll 2010). Bahkan pada kondisi media yang sangat

padat (jumlah ruang pori-pori makro sangat sedikit), penyiraman yang intensif

dapat menyebabkan terjadinya penggenangan dan memicu defisiensi O2.

Sebaliknya pada media berporositas tinggi, walaupun baik ditinjau dari aspek

kecukupan aerasi, namun kemampuannya dalam menyimpan air sangat rendah.

Oleh karena itu perakitan media tumbuh tepat adalah penting, selain dapat

meningkatkan ketersediaan air dan unsur hara juga memperbaiki aerasi media.

Penyusunan media tumbuh dengan pendekatan porositas media disertai

pengelolaan lingkungan tumbuh spefisik sesuai karakteristik tanaman diharapkan

dapat menghasilkan bibit manggis yang berkualitas.

Rumusan Masalah

Salah satu varietas unggul manggis yang telah dilepas oleh Menteri

Pertanian atas usulan dari pemerintah daerah Purwakarta bersama Pusat Kajian

Buah Tropika (PKBT) Institut Pertanian Bogor pada tahun 2007 adalah varietas

Wanayasa. Permintaan terhadap bibit manggis tersebut cenderung meningkat

sangat pesat dari beberapa daerah di Indonesia. Besarnya permintaan bibit

manggis tersebut masih belum bisa dipenuhi akibat lambatnya pertumbuhan bibit.

Sejauh ini untuk menghasilkan bibit manggis siap tanam diperlukan waktu sekitar

3-4 tahun. Lamanya waktu pembibitan tersebut menjadi salah satu faktor

pembatas bagi pengembangan tanaman manggis nasional.

4

Beberapa laporan penelitian menyebutkan bahwa lambatnya

pertumbuhan manggis antara lain disebabkan oleh (a) buruknya sistem

perakaran, sehingga (b) penyerapan air dan hara lambat, (c) rendahnya laju

fotosintesis, dan (d) rendahnya laju pembelahan sel pada meristem pucuk

(Wibel et al. 1992a; Ramlan et al. 1992; Poerwanto 2000). Pada tanaman

manggis akar tumbuh dengan sangat lambat, rapuh, jumlah akar lateral terbatas dan

tidak mempunyai akar rambut, mudah rusak dan terganggu oleh kondisi

lingkungan yang tidak menguntungkan, sehingga luas permukaan kontak antara

akar dan media tumbuh sempit yang menyebabkan serapan air dan hara terbatas

(Cox 1988). Rendahnya serapan hara dan air ke dalam jaringan tanaman akan

menurunkan aktivitas fisiologi tanaman dan menganggu ritme endogen secara

keseluruhan di dalam tanaman (Hidayat 2002).

Beberapa hasil penelitian yang bertujuan untuk memacu pertumbuhan

bibit manggis telah dilakukan melalui penggunaan zat pengatur tumbuh seperti

pemberian Indole butyric acid (IBA) 50-150 ppm terhadap biji dan akar (saat

transplanting dari pesemaian) mampu meningkatkan pertambahan panjang akar,

diameter batang, bobot kering total, kandungan hara daun dan serapan hara

(Poerwanto et al. 1995). Demikian pula pemberian 0.075-0.150 ppm

triankontanol mampu meningkatkan luas daun, tinggi bibit, diameter batang,

panjang akar, bobot kering total dan serapan hara pada bibit umur 7 bulan

(Hidayat et al. 1999).

Penggunaan zat pengatur tumbuh dipandang masih sulit diaplikasikan

karena dibutuhkan ketelitian yang tinggi dalam penentuan dosis dan cara aplikasi

sehingga diperlukan keahlian khusus untuk menerapkannya. Selain itu beberapa

jenis zat pengatur tumbuh, harganya masih relatif mahal. Oleh karena itu

diperlukan cara lain untuk memacu pertumbuhan bibit manggis, diantaranya

melalui perbaikan media tumbuh. Peran media tumbuh dalam meningkatkan

pertumbuhan tanaman telah dilaporkan Wiebel et al. (1992a), bahwa media yang

porous berupa campuran peat moss + pine bark + pasir (1:1:1 v/v) menghasilkan

pertumbuhan bibit yang lebih baik dibandingkan media yang kurang porous

berupa campuran peat moss + thunder peat + pasir (1:1:1 v/v). Muzayyinatin

(2006) juga melaporkan bibit umur 4 bulan yang ditanam pada media berupa

5

campuran kompos daun bambu + tanah + pupuk kandang (3:2:1 v/v)

menghasilkan volume akar yang lebih besar dibanding media yang berupa

campuran pasir + tanah + pupuk kandang (3:2:1 v/v). Kedua hasil penelitian

tersebut menunjukkan bahwa media porous menghasilkan pertumbuhan yang

lebih baik, tetapi dari laporan tersebut dan sejumlah laporan yang ada belum

diketahui nilai porositas media sesungguhnya sebagai ukuran porous atau

tidaknya media. Oleh karena itu, porositas media sangat penting dalam

membantu perencanaan media tumbuh yang tepat dari berbagai sumber bahan

media.

Karakteristik pertumbuhan akar yang lambat dan jumlah akar lateral yang

terbatas menyebabkan bibit manggis peka terhadap cekaman kekeringan dan

pengaruhnya terlihat dari terhambatnya pertumbuhan dan perubahan morfologi

tanaman serta aktivitas fisiologis. Cekaman kekeringan merupakan salah satu

faktor pembatas pertumbuhan karena dapat menghambat aktivitas fotosintesis dan

translokasi fotosintat (Savin & Nicolas 1996). Menurut Levitt (1980); Bray

(1997), cekaman kekeringan yang biasa disebut drought stress pada tanaman

dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu: (1) kekurangan suplai air di daerah

perakaran dan (2) permintaan air yang berlebihan oleh daun akibat laju

evapotranspirasi melebihi laju absorbsi air, walaupun kandungan air tanah dalam

kondisi cukup tersedia.

Saat pertumbuhan tunas, aktivitas metabolisme meningkat dan kebutuhan

air secara langsung menjadi faktor pembatas sehingga saat pertumbuhan tunas

dibutuhkan ketersediaan air yang lebih tinggi dibandingkan stadia dorman.

Dengan demikian saat aktif tumbuh, tanaman manggis sangat peka terhadap

cekaman kekeringan. Gejala yang jelas ditunjukkan apabila tanaman manggis

mengalami cekaman kekeringan berat adalah terhambatnya pertumbuhan, seperti

ukuran daun menjadi lebih kecil dan warna daun pada saat trubus awal menjadi

kekuning-kuningan serta siklus trubus berikutnya menjadi lebih panjang (Wiebel

et al. 1994). Cekaman kekeringan yang dialami tanaman pada setiap periode

pertumbuhan dan perkembangan dapat menurunkan hasil meskipun besarnya

penurunan tergantung fase pertumbuhan pada saat terjadi dan lamanya cekaman

(Harjadi & Yahya 1988). Pada fase pertumbuhan vegetatif, ketersediaan air

6

berpengaruh terhadap beberapa aspek fisiologi dan morfologi antara lain

menurunkan laju fotosintesis dan luas daun. Apabila tanaman mengalami

cekaman kekeringan maka potensial air daun menurun dan pembentukan klorofil

juga terganggu (Alberte et al. 1977). Kramer (1983) menjelaskan bahwa

pengaruh cekaman kekeringan pada pertumbuhan vegetatif antara lain berupa

berkurangnya luas daun, terhambatnya pembentukan tunas baru dan

meningkatnya nisbah akar/tajuk. Bray (1997) menyatakan respon tanaman

terhadap cekaman kekeringan tergantung jumlah air yang hilang, lamanya

cekaman, genotipe, umur dan fase perkembangan tanaman.

Media tumbuh yang porous memiliki pori-pori makro yang lebih banyak

dibanding pori mikro sehingga kemampuan menyimpan air menjadi sangat

rendah. Ketersediaan air yang rendah akibat kemampuan menyimpan air yang

rendah pada porositas tinggi dapat menyebabkan terjadinya cekaman kekeringan.

Oleh karena itu untuk meningkatkan ketersediaan air pada porositas media yang

tinggi maka harus diikuti penyiraman intensif dan apabila hal ini diterapkan pada

skala pembibitan yang besar berarti dibutuhkan biaya, waktu dan tenaga kerja

yang banyak.

Pertumbuhan bibit manggis juga diketahui peka terhadap kekurangan dan

kelebihan unsur hara sehingga dibutuhkan aplikasi pemupukan yang tepat.

Namun masalahnya sampai saat ini masih terbatas rekomendasi pemupukan yang

benar-benar dapat diaplikasikan secara tepat sesuai kondisi tanaman. Saat ini

anjuran pemupukan manggis yang tertuang dalam standar prosedur operasional

(SPO) tanaman manggis umumnya masih bersumber dari kebiasaan petani

(Direktur Tanaman Buah 2004). Acuan pemupukan tersebut belum

mempertimbangkan ketersediaan hara tanah dan tanaman serta kondisi media

tumbuh.

Pemupukan yang tidak sesuai kebutuhan tanaman dapat menyebabkan

tanaman tidak mendapatkan unsur hara yang cukup, sebaliknya justeru dapat

menimbulkan keracunan. Pemupukan yang berlebihan dapat mengganggu

keseimbangan hara, pemborosan biaya dan bahkan bisa meracuni tanaman. Hal

ini sesuai laporan Poerwanto et al. (1995), bahwa pemupukan NPK Prill 15:15:15

yang bersifat cepat tersedia pada bibit sambung tanaman manggis ternyata

7

hasilnya kurang memuaskan, bahkan pemupukan dengan dosis 10 g dalam 3 l

media justeru menyebabkan tanaman mengalami keracunan. Oleh karena itu

pentingnya dikaji penggunaan pupuk yang cepat tersedia dan pupuk lepas

terkendali serta cara aplikasi pada berbagai porositas media. Selama ini telah

dikenal beberapa aplikasi pemupukan diantaranya aplikasi pupuk butiran

(granular) yang telah banyak digunakan dan dianggap mudah diaplikasikan serta

harganya relatif murah. Aplikasi pemupukan dapat pula dengan cara dilarutkan

dalam air lalu disiram ke media tumbuh atau yang dikenal sebagai fertigasi

(fertigation). Cara ini dapat mempercepat penyerapan hara tetapi dibutuhkan

waktu yang lebih banyak karena umumnya frekuensi aplikasinya lebih tinggi.

Untuk mengurangi frekuensi penyiraman maka dapat digunakan pupuk lepas

terkendali (slow release) dengan interval pemupukan yang lebih panjang (4-6

bulan) tetapi ketersediaan hara lebih lambat dan harga pupuknya juga lebih mahal.

Lambatnya ketersediaan hara dari pupuk slow release karena sifat kelarutannya

yang lambat akibat adanya lapisan khusus dari bahan resin yang sifatnya

permeabel (awet) pada setiap butirannya. Akibatnya unsur hara yang terkandung

dalam butiran pupuk tersebut dilepaskan secara perlahan-lahan sehingga unsur

hara menjadi lambat tersedia bagi tanaman. Ketiga cara aplikasi pemupukan

tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan sehingga perlu dikaji bagaimana

pengaruhnya terhadap pertumbuhan bibit manggis.

Berdasarkan uraian sebelumnya diketahui bahwa perakaran tanaman

manggis peka terhadap tata udara (aerasi) yang kurang baik, utamanya pada

medium tumbuh yang terbatas seperti di pot. Aerasi akan mempengaruhi

penyerapan air dalam hubungannya dengan kandungan O2 dan CO2, dimana

semakin tinggi kandungan O2 maka semakin tinggi permeabilitas dinding sel akar

sehingga laju serapan air meningkat dan sebaliknya apabila kandungan CO2 yang

tinggi, maka permeabilitas dinding sel akar semakin rendah sehingga laju serapan

air juga terhambat. Oleh karena itu pentingnya pengaturan aerasi yang

disesuaikan dengan karakteristik perakaran. Pada penelitian ini dilakukan pula

perbaikan pertumbuhan tanaman melalui pengaturan porositas media yang

dipadukan dengan penggunaan pot beraerasi. Pot yang digunakan adalah dari

keranjang anyaman bambu yang memiliki banyak pori-pori pada semua sisi pot

8

sehingga sirkulasi udara menjadi lebih baik. Namun belum diketahui bagaimana

pengaruhnya terhadap tanaman apabila dipadukan dengan porositas media.

Beberapa informasi di atas menunjukkan peran penting lingkungan

tumbuh terhadap pertumbuhan bibit manggis. Namun masih terbatas informasi

yang menjelaskan bagaimana mekanisme perubahan morfologi dan fisiologi

akibat perubahan lingkungan tumbuh. Informasi ini menjadi dasar pertimbangan

dalam pengelolaan lingkungan tumbuh spesifik sehingga kedepannya bisa

dirancang teknologi pembibitan yang mampu menghasilkan bibit yang berkualitas

dengan pertumbuhan yang optimal.

Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan

bibit manggis melalui perbaikan komponen teknologi pembibitan manggis dengan

rekayasa media tumbuh yang berbasis porositas media dan dikombinasikan

dengan lingkungan tumbuh spesifik.

Secara khusus penelitian ini bertujuan:

1. Mempelajari karakteristik morfologi dan fisiologi pertumbuhan bibit manggis

pada kondisi cekaman kekeringan.

2. Mendapatkan nilai porositas media dari berbagai sumber atau bahan media

yang akan digunakan dalam penyusunan media tumbuh yang sesuai

karakteristik perakaran tanaman manggis.

3. Mempelajari faktor-faktor lingkungan tumbuh spesifik seperti ketersediaan air,

unsur hara dan kecukupan aerasi dalam kaitannya dengan upaya meningkatkan

pertumbuhan bibit manggis.

Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah dapat menjelaskan

mekanisme fisiologi antara pertumbuhan akar dan tajuk pada berbagai porositas

media dengan dukungan lingkungan tumbuh spesifik seperti ketersediaan air,

unsur hara dan kecukupan aerasi. Mekanisme fisiologi tersebut selanjutnya

digunakan sebagai acuan dalam penentuan cara pemacuan pertumbuhan bibit

manggis yang dikenal pertumbuhannya lambat.

9

Sebagai dasar kajian mekanisme morfologi dan fisiologi yang menjelaskan

pertumbuhan tajuk dan akar maka diperlukan data penelitian yang meliputi:

1. Periode pertumbuhan tunas dan periode dormansi pada berbagai porositas

media, ketersediaan air dan unsur hara serta kecukupan hara.

2. Pertumbuhan tajuk (tinggi tanaman, jumlah daun, diameter batang, lebar

kanopi, luas daun, bobot kering tajuk dan bobot kering total) dan

pertumbuhan akar (panjang akar primer, panjang akar tampak, volume

akar, bobot kering akar) serta keseimbangan pertumbuhan tajuk dan akar

melalui pengamatan rasio tajuk/akar.

3. Perubahan potensial air jaringan, laju fotosintesis, laju transpirasi dan daya

hantar stomata.

4. Perubahan kandungan asam amino prolin sebagai indikator terjadinya

cekaman kekeringan.

5. Perubahan kandungan hara N,P dan K daun serta serapan hara

6. Pengamatan kerapatan stomata

7. Perubahan kandungan klorofil daun (klorofil a, klorofil b, klorofil total dan

rasio klorofil a/b).

Berdasarkan pemahaman mengenai porositas media maka dapat

direkomendasikan beberapa sumber media yang dapat dijadikan sebagai

pertimbangan dalam pemilihan dan penyusunan media tumbuh berdasarkan

ketersediaan sumberdaya setempat serta sesuai dengan karakteristik perakaran

tanaman. Pemilihan media tumbuh yang tepat disertai perbaikan teknik budidaya

dan pengelolaan lingkungan tumbuh spesifik diharapkan dapat dihasilkan bibit

yang berkualitas untuk mendukung pengembangan manggis nasional.

Kerangka Pemikiran

Pertumbuhan tanaman manggis yang lambat antara lain disebabkan

kondisi perakaran yang tidak mendukung untuk percepatan pertumbuhan.

Beberapa strategi dapat dilakukan dalam memacu pertumbuhan bibit manggis

antara lain melalui perbaikan lingkungan tumbuh. Oleh karena itu rangkaian

penelitian ini diawali dengan pemahaman lingkungan tumbuh spesifik, seperti

10

media tumbuh, ketersediaan air dan unsur hara serta kecukupan aerasi sehingga

kedepannya dapat dirancang teknologi pembibitan yang sesuai karakteristik

tanaman dan sekaligus dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman.

Media tumbuh berfungsi sebagai tempat tumbuh sementara sebelum

dipindahkan ke lapang dan memiliki peran penting dalam menghasilkan bibit

yang berkualitas. Selama ini pertimbangan utama yang digunakan dalam

pembuatan atau pemilihan media tumbuh adalah ketersediaan bahan. Melalui

penelitian ini ditambahkan aspek porositas media sebagai dasar penyusunan atau

pemilihan media tumbuh. Porositas media yang sesuai karakteristik tanaman

diharapkan mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman. Hal ini disebabkan

peningkatan porositas media dapat memperbaiki aerasi sehingga proporsi udara

seperti O2 di dalam media meningkat sehingga berdampak pada peningkatan laju

respirasi akar.

Masalahnya terdapat hubungan yang berlawanan antara kecukupan udara

dengan ketersediaan air. Pada porositas tinggi umumnya didominasi pori-pori

makro dan ruang-ruang pori tersebut banyak ditempati oleh O2 sehingga aerasi

meningkat. Namun porositas media yang tinggi memiliki keterbatasan dalam

menyimpan air sehingga rentang mengalami cekaman kekeringan apabila tidak

diimbangi dengan penyiraman intensif. Kondisi sebaliknya pada porositas media

yang rendah, karena fraksi media didominasi oleh pori-pori mikro, maka

kemampuannya menyimpan air cukup tinggi, namun karena ruang pori-pori

makro relatif sedikit sehingga pertukaran udara terhambat dan kandungan O2

menjadi rendah dan akibatnya respirasi akar terhambat. Berdasarkan dua kondisi

tersebut maka dibutuhkan pengaturan porositas media yang selain dapat

meningkatkan ketersediaan air, juga mampu meningkatkan kecukupan aerasi,

utamanya pada tanaman yang memiliki kendala perakaran seperti tanaman

manggis.

Karakteritik perakaran tanaman manggis yang memiliki jumlah akar

lateral terbatas dan tidak mempunyai akar rambut serta pertumbuhannya lambat,

menyebabkan bibit manggis peka terhadap cekaman kekeringan utamanya saat

kandungan air media rendah. Saat terjadi cekaman kekeringan maka potensial air

daun menjadi sangat rendah sehingga respon pertama yang nampak adalah

11

terhambatnya laju pembesaran sel dan akibatnya pertumbuhan tanaman juga

terhambat (Salisbury & Ross 1995). Pada kondisi cekaman ringan dapat

menyebabkan stomata tertutup sehingga laju difusi CO2 dan O2 juga terhambat,

akibatnya kandungan O2 dan laju serapan air juga menurun sehingga menurunkan

laju fotosintesis. Oleh karena itu penting diketahui batas kritis cekaman

kekeringan yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam penanganan bibit manggis.

Untuk mempelajari bagaimana pengaruh cekaman kekeringan terhadap tanaman,

maka dilakukan simulasi cekaman kekeringan. Dari beberapa laporan diketahui

bahwa polietilena glikol (PEG) telah banyak digunakan sebagai bahan simulasi

antara lain pada tanaman kedelai (Husni et al. 2006), cabai (Yusniwati 2007),

kelapa sawit (Palupi & Dedywiryanto 2008), Phaseolus mungo (Garg 2010),

tembakau (Riduan et al. 2010) dan Trifolium repens L (Wang 2010). Hasil

simulasi ini diharapkan menjadi acuan dalam pengaturan ketersediaan air media

sehingga tanaman bisa terhindar dari cekaman kekeringan.

Penyiraman merupakan komponen penting dalam penanganan bibit

manggis. Selama ini penyiraman air dilakukan secara sering (1-2 hari sekali)

tanpa mempertimbangkan aspek porositas media. Padahal terdapat perbedaan

ketersediaan air pada porositas media yang berbeda. Pada porositas yang rendah,

kemampuan menyimpan air tinggi sehingga tidak perlu dilakukan penyiraman

sering. Berbeda halnya dengan porositas tinggi yang harus diikuti penyiraman

yang intensif karena memiliki keterbatasan dalam menyimpan air. Penyiraman

yang intensif sering menjadi kendala pada pembibitan yang skalanya besar,

karena dibutuhkan biaya, waktu dan alokasi tenaga kerja yang tinggi. Oleh

karena itu dibutuhkan bahan yang dapat meningkatkan ketersediaan air sehingga

tidak perlu penyiraman yang intensif. Beberapa laporan penelitian menunjukan

beberapa jenis polimer penyimpan air (PPA) dapat digunakan dalam

meningkatkan ketersediaan air, baik saat pembibitan maupun setelah penanaman

di lahan (Viero et al. 2002; Rowe et al. 2005; Thomas 2008). Menurut Andry et

al. (2009), polimer sintetik hidrofilik (karboksimetil selulosa dan isopropil

akrilamida) dapat mengembang saat menyerap air dalam jumlah besar sehingga

dapat meningkatkan ketersediaan air. Ketersediaan air yang cukup dan serapan

yang efektif oleh akar akan meningkatkan pasokan air ke jaringan tanaman

12

sehingga meningkatkan sejumlah aktivitas metabolisme tanaman. Namun masih

perlu dikaji kemampuan PPA dalam mempertahankan ketersediaan air pada

berbagai porositas media.

Rekomendasi pemupukan manggis yang ada selama ini masih sangat

umum, sehingga sulit diaplikasikan secara tepat, contohnya belum ada

rekomendasi pemupukan pada pembibitan sesuai kondisi media tumbuh. Melalui

penelitian ini diharapkan diketahuinya jenis dan cara pemupukan yang sesuai

kondisi media tumbuh. Aplikasi pemupukan bisa dengan pupuk yang mudah larut

seperti pupuk anorganik NPK atau pupuk yang kelarutannya lambat atau yang

biasa dikenal sebagai pupuk lepas terkendali (slow release). Beberapa jenis

pupuk slow release telah banyak digunakan pembibitan pada tanaman tahunan

karena dengan interval aplikasi yang panjang (4-6 bulan), unsur hara dapat

disediakan secara kontinyu. Jenis pupuk ini memiliki kelebihan antara lain

mampu mengontrol jumlah hara yang larut dalam air tanah atau media. Hasil

penelitian Wiebel et al. (1992a) menunjukkan bahwa aplikasi pupuk lepas

terkendali Osmocote plus mampu meningkatkan pertumbuhan bibit manggis.

Namun umumnya pupuk slow release memiliki kelarutan yang lambat karena

adanya lapisan dari bahan resin yang melindungi permukaan butiran pupuk

sehingga unsur hara menjadi lambat tersedia bagi tanaman.

Aplikasi pemupukan juga bisa cara menaburkan pupuk di sekitar tanaman

dengan menggunakan pupuk butiran (granular). Jenis pupuk dan cara aplikasi ini

dianggap cukup praktis dan mudah dilakukan karena interval pemupukannya juga

lebih lama (2 bulan) tetapi dibutuhkan waktu yang lebih lama untuk dapat

tersedia. Aplikasi pemupukan juga dapat dilakukan dengan penyiraman ke media

tumbuh atau yang dikenal dengan istilah fertigasi (fertigation). Metode ini cukup

efektif dalam penyediaan unsur hara karena diberikan secara intensif namun

dibutuhkan biaya dan alokasi tenaga kerja yang banyak. Metode aplikasi pupuk

secara fertigasi dianggap sangat baik, utamanya bagi unsur hara yang diserap

tanaman melalui aliran massa seperti nitrogen (N). Menurut Donahue (1977)

aliran massa merupakan meknisme penyerapan unsur hara N paling utama yaitu

sekitar 98.8%, sedangkan unsur hara fosfor (P) dan kalium (K) lebih banyak

diserap secara difusi yaitu 90.9% dan 77.7%. Ketiga cara aplikasi pemupukan

13

tersebut diduga memberikan respon yang berbeda pada porositas yang berbeda,

sehingga perlu dikaji lebih jauh bagaimana pengaruhnya terhadap tanaman.

Kecukupan aerasi dan ketersediaan air menjadi dua hal yang sangat

mempengaruhi pertumbuhan akar tanaman. Oleh karena itu dibutuhkan jenis pot

dan porositas media yang ideal yang dapat menyatukan peran faktor aerasi dan

ketersediaan air. Penelitian ini dilakukan sebagai terobosan untuk meningkatkan

kecukupan aerasi melalui penggunaan pot beraerasi dan pengaturan porositas

media. Selama ini wadah atau pot yang umum digunakan pada pembibitan

manggis adalah polybag dengan ukuran yang beragam. Polybag memiliki aerasi

yang rendah sehingga sirkulasi udara terbatas utamanya apabila menggunakan

media yang porositasnya rendah. Sebagai alternatif yang ditawarkan pada

penelitian ini adalah penggunaan pot beraerasi tinggi dari keranjang anyaman

bambu. Penggunaan pot beraerasi seperti keranjang anyaman bambu dapat

menyebabkan terpangkasnya akar (root prunning) yang menembus sisi pot

sehingga menstimulir munculnya akar-akar muda yang aktif dalam menyerap air

dan unsur hara. Root prunning sangat efektif dalam meremajakan akar tanaman

sehingga senantiasa diperoleh akar yang produktif (Walston 2012). Selain itu,

juga dapat mengurangi persaingan antar akar dan tajuk dalam memanfaatkan

fotosintat. Dengan demikian penggunaan pot beraerasi dari keranjang anyaman

bambu diharapkan dapat meningkatkan aerasi di sekitar tanaman dan sekaligus

mendorong pertumbuhan tanaman.

Rekayasa media tumbuh dengan pertimbangan porositas media disertai

pengelolaan dan perbaikan lingkungan tumbuh spesifik (air, unsur hara dan

aerasi) yang sesuai karakteristik tanaman diharapkan diperoleh bibit manggis

yang berkualitas dan siap ditanam di lahan dengan performan pertumbuhan yang

baik. Bagan alur kegiatan penelitian disajikan pada Gambar 1.

Hipotesis

1. Terdapat perbedaan morfologi dan fisiologi pertumbuhan pada bibit manggis

yang mendapat cekaman kekeringan sehingga diperlukan pengaturan

ketersediaan air yang tepat pada pembibitan manggis.

14

2. Terdapat variasi nilai porositas dari berbagai sumber bahan media sehingga

memungkinkan diperoleh komposisi media ideal dengan pertimbangan

porositas media.

3. Terdapat interaksi antara porositas media dengan lingkungan tumbuh spesifik

(seperti ketersediaan air dan unsur hara serta kecukupan aerasi) dan

berpengaruh terhadap peningkatan pertumbuhan bibit manggis.

15

Gambar 1 Bagan alur pelaksanaan kegiatan penelitian

Masalah: PERTUMBUHAN BIBITMANGGIS LAMBAT

Perakaran yang tumbuh lambat, kurang berkembang & pekaterhadap kondisi lingkungan tumbuh yg tidak sesuai

MANAJEMEN MEDIATUMBUH

pendekatan porositas media

Lingkungan tumbuh spesifik (peka terhadapketerbatasan air, unsur hara & aerasi yangkurang sesuai)

Perobaan 1:Karakteristik morfologi& fisiologi akar & tajukpada berbagai cekamankekeringan

Percobaan 2: penetapan porositas media:Informasi porositas media dari berbagai

sumber media tumbuh sebagai dasarpenyusunan media tumbuh:

Percobaan 3: Porositas media& Interval penyiraman

Percobaan 4: Porositasmedia & pemupukan

Percobaan 5: jenis pot& porositas media

Perbaikan teknologi pembibitan

Karakeristik morfologi &fisiologi tanaman

Informasi dasar untukpengaturan ketersedian air padamanajemen media tumbuh

Karakteristik morfologi & fisiologi Ketersediaan air, cara aplikasi pupuk yang efisien &

kecukupan aerasi pada berbagai porositas berbeda

Masapembibitanlama &ketersediaanbibit lambat

Peningkatan pertumbuhan bibit manggis

17

TINJAUAN PUSTAKA

Karakteristik Umum Tanaman Manggis

Manggis (Garcinia mangostana L.) tergolong dalam famili Guttiferae,

yang berasal dari Asia Tenggara, khususnya Thailand, Malaysia dan Indonesia

(Nakasone & Paull 1999). Tanaman manggis dewasa merupakan pohon besar

dengan tinggi dapat mencapai 10-25 m, daun lebar dan rimbun. Bentuk tajuk

bervariasi dari bulat silindris hingga kerucut dengan penyebaran simetris ke

semua arah. Lebar tajuk dapat mencapai 12 m dan semakin mengecil ke arah

puncak pohon. Diameter batang pohon dewasa dapat mencapai 60 cm dengan

percabangan ke semua arah. Daunnya tunggal dan berpasangan di sisi ranting.

Bentuk daun bulat panjang dengan ukuran panjang 13-26 cm dan lebar 6-12 cm.

Helai daunnya kaku dan tebal. Daun muda yang baru tumbuh berwarna cokelat

kemerahan, kemudian berubah menjadi cokelat kehijauan, hijau muda, lalu hijau

tua sesuai umur tanaman (Tirtawinata et al. 2000).

Bunga manggis terletak di ujung ranting, memiliki tangkai bunga yang

pendek dan tebal, daun kelopak empat helai tersusun dalam dua pasang dan daun

mahkota empat helai. Kedua pasang kelopak memiliki panjang 2 cm, berwarna

hijau kekuningan, berlekuk dan tumpul, sedangkan mahkotanya berwarna hijau

kekuningan dengan bagian di sekelilingnya berwarna kemerahan, tebal, dan

berdaging. Bunga muncul secara menyendiri atau berpasangan pada bagian ujung

ranting di luar kanopi (Nakasone & Paull 1999).

Proses pembentukan dan perkembangan buah manggis berkisar antara

100-160 hari dari awal pembungaan hingga pematangan buah. Buah berdiameter

4-8 cm, berbentuk bulat, berwarna kekuningan hingga berwarna ungu kehitaman

pada saat masak dan beratnya berkisar 30-180 g. Daging buah (aril) terdiri atas 5-

7 segmen berwarna putih, rasanya manis dan hanya mengandung 1-2 biji.

Tanaman manggis dapat tumbuh baik pada ketinggian 460-610 m di atas

permukaan laut. Verheij (1992) menyatakan di daerah tropis tanaman manggis

masih dapat tumbuh pada ketinggian tempat lebih dari 1000 meter di atas

permukaan laut dan semakin tinggi tempat maka pertumbuhannya semakin lambat

serta semakin lama awal pembungaannya. Tanaman ini tumbuh baik pada

18

struktur tanah remah dengan drainase baik dan tekstur tanah lempung berpasir

serta dengan kandungan bahan organik yang tinggi. Untuk pertumbuhan yang

optimum dibutuhkan kondisi tanah yang subur dan air tanah yang dangkal

(kedalaman 2-3 meter dari permukaan tanah). Derajat kemasaman tanah yang

sesuai berkisar antara 5-7 tetapi tanaman manggis diketahui cukup toleran

terhadap reaksi tanah yang masam.

Tanaman manggis membutuhkan curah hujan merata dengan 10 bulan

basah dalam setahun dengan curah hujan antara 1 500 - 2 500 mm/tahun dan

untuk dapat terjadi pembungaan dibutuhkan curah hujan lebih dari 100 mm/bulan.

Pada masa awal pertumbuhannya dibutuhkan naungan dan menjelang dewasa

justeru dibutuhkan sinar matahari penuh untuk mempercepat masa awal

produksinya (Tirtawinata et al. 2000). Untuk pertumbuhan optimal dibutuhkan

suhu udara berkisar 25-35 oC dan kelembaban udara sekitar 80% (Nakasone &

Paull 1999; Verheij 1992).

Karakteristik Perakaran Tanaman Manggis

Organ yang pertama terbentuk pada kebanyakan tanaman adalah akar.

Akar tumbuh langsung dari benih (radikel) berkembang menjadi akar primer atau

disebut akar tunggang (tap root) pada tanaman dikotil. Pertumbuhan lebih

lanjut dari akar primer sangat dipengaruhi oleh aktivitas dari

meristem apikalnya. Pembelahan sel berlansung sangat aktif pada bagian

meristem akar ini. Bagian meristem akar ini dilindungi oleh tudung akar (root

cap). Peranan tudung akar penting sekali dalam proses pemanjangan akar

pada saat akar melakukan penetrasi ke dalam tanah. Tudung akar juga

menghasilkan sejenis bubur polisakarida yang disebut musigel (mucigel) yang

berfungsi sebagai pelumas untuk mempermudah penetrasi akar ke dalam tanah

(Lakitan 1995).

Tanaman manggis biasa diperbanyak dengan menggunakan biji dan waktu

yang dibutuhkan untuk perkecambahannya berkisar 10 sampai 45 hari.

Perkecambahan dimulai dengan pembengkakan pada benih. Akar pertama

muncul dari satu bagian pembengkakan (ujung), sedangkan tunas akan

tumbuh dari bagian pembengkakan yang lain. Selanjutnya sistem perakaran

19

berkembang dari bagian dasar tunas dan sistem perakaran yang pertama

terbentuk berhenti berfungsi (Verheij 1992).

Satu bulan setelah biji berkecambah, sistem perakaran tanaman manggis

masih sangat jarang. Bijinya tetap melekat pada pangkal tunas sampai

umur 11 bulan, baik tunas maupun biji yang masih melekat tersebut masing-masing

masih memperlihatkan perakarannya. Saat umur 2 sampai 4 bulan

terjadi peningkatan akar sekunder, sedangkan pertumbuhan akar tersier dimulai

pada umur 3 bulan. Akar sekunder maupun tersier tebal, dengan permukaan

halus dan tidak berakar rambut pada semua stadia tumbuh (Rukayah &

Zabedah 1992).

Pertumbuhan tanaman manggis yang lambat berkaitan erat dengan sistem

perakarannya. Tanaman manggis mempunyai akar tunggang yang panjang

dan kuat, tetapi percabangan akarnya sangat sedikit, juga tidak memiliki akar

rambut. Uniknya di antara seluruh spesies Garcinia, hanya Garcinia

mangostana saja yang mempunyai perakaran lemah, sedangkan jenis lainnya

memiliki perakaran kuat dan lebat. Hasil pemeriksaan sitologi terhadap tanaman

manggis memperlihatkan bahwa tanaman ini mempunyai kromosom poliploid

2n=96 yang sifatnya sangat lemah, laju pembelahan selnya rendah demikian

pula pembesaran selnya lambat, sedangkan spesies Garcinia lainnya yaitu

Garcinia Hombroniana dan Garcinia Malaccencis masing-masing memiliki

jumlah kromosom, yaitu 2n=48 dan 2n=46 (Verheij 1992). Menurut Cox (1988)

bahwa tanaman manggis dengan tinggi sekitar 3.8 m dan lebar

tajuk 2.5 m mempunyai sebaran akar terbanyak pada kedalaman 5-30 cm dan

akar terpanjang tidak lebih dari 1 m dari pangkal batang. Begitupula Gonzales &

Anoos (1952) mengatakan bahwa pada setiap tanaman manggis yang tingginya

lebih dari 1 m, rata-rata mempunyai 5.6 akar primer yang lurus dan panjang, tetapi

hanya 1 atau 2 dari akar primer tersebut yang dapat berkembang baik. Hidayat

(2002) juga melaporkan juga bahwa, semakin tua tanaman manggis persentase

akar tersier (diameter < 2 mm = feeder root) semakin rendah. Sebaliknya

persentase akar primer dan akar sekunder semakin tinggi dengan semakin

tuanya umur tanaman manggis. Akar tersier merupakan akar penyerap air dan

hara mineral, sedangkan akar primer dan akar sekunder berperan sebagai organ

20

penyangga batang dan penyimpan cadangan karbohidrat. Rendahnya persentase

akar tersier pada tanaman manggis menyebabkan serapan air dan hara rendah

sehingga menyebabkan lambatnya pertumbuhan tanaman manggis dan juga peka

terhadap kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan seperti terjadinya cekaman

kekeringan.

Cekaman Kekeringan terhadap Pertumbuhan Tanaman

Perakaran tanaman manggis memiliki jumlah akar lateral terbatas dan

tidak mempunyai akar rambut serta pertumbuhannya lambat menyebabkan bibit

manggis peka terhadap cekaman kekeringan utamanya saat kandungan air media

rendah. Saat terjadi cekaman kekeringan maka potensial air daun menjadi sangat

rendah sehingga respon pertama yang nampak adalah terhambatnya laju

pembesaran sel sehingga pertumbuhan tanaman menjadi terhambat (Salisbury &

Ross 1995). Pada kondisi cekaman ringan dapat menyebabkan stomata tertutup

sehingga laju difusi CO2 dan O2 juga terhambat akibatnya kandungan O2 dan laju

serapan air juga menurun sehingga menurunkan laju fotosintesis.

Cekaman atau stres air dapat berupa kekurangan atau kelebihan air di

sekitar lingkungan tumbuh tanaman. Pada umumnya kekurangan air terjadi

karena defisit air atau kekeringan sehingga disebut juga stres defisit air disingkat

stres air atau cekaman kekeringan (Harjadi & Yahya 1988). Cekaman kekeringan

merupakan salah satu faktor pembatas pertumbuhan karena dapat menghambat

aktivitas fotosintesis dan translokasi fotosintat (Savin & Nicolas 1996). Menurut

Levitt (1980); Bray (1997), cekaman kekeringan yang biasa disebut drought stress

dapat terjadi karena dua hal yaitu: (1) kekurangan suplai air di daerah perakaran

dan, (2) permintaan air yang berlebihan oleh daun akibat laju evapotranspirasi

melebihi laju absorbsi air walaupun air tanah dalam kondisi cukup tersedia.

Menurut Sopandie (2006), berdasarkan kemampuan genetik maka

diketahui terdapat empat mekanisme adaptasi tanaman menghadapi cekaman

kekeringan yaitu: drought escape, dehydration avoidance, dehydration tolerance

dan drought recovery. (1). drought escape yaitu mekanisme melepaskan diri dari

cekaman kekeringan dengan cara menyelesaikan siklus hidupnya sebelum adanya

kekeringan yang cukup besar. Mekanisme ini ditunjukkan dengan perkembangan

21

sistem pembungaan yang cepat. (2). dehydration avoidance yaitu mekanisme

toleransi dengan potensial air jaringan yang tinggi meskipun pada kondisi kurang

air, melalui perbaikan serapan air, penyimpanan dalam sel tanaman dan

mengurangi kehilangan air. (3). dehydration tolerance yaitu mekanisme toleransi

dengan potensial air jaringan yang rendah. Mekanisme ini merupakan

kemampuan tanaman menjaga tekanan turgor sel dengan menurunkan potensial

airnya melalui akumulasi solut seperti gula dan asam amino. (4). drought recovery

merupakan mekanisme penyembuhan dimana proses metabolisme dapat berjalan

normal kembali setelah mengalami cekaman kekeringan. Mekanisme ini penting

apabila cekaman kekeringan terjadi pada awal perkembangan tanaman.

Terdapat dua cara tanaman menghindar ketika terjadi cekaman kekeringan

yaitu dengan memperluas sistem perakaran dan pertumbuhan memanjang ke

dalam tanah (Tare & Peet 1983, diacu dalam Susilawati 2003). Pada kondisi

kekeringan, tanaman yang memiliki perakaran dalam nampak lebih toleran

dibandingkan yang perakarannya dangkal. Hal ini berhubungan dengan respon

tanaman untuk mencari air lebih jauh ke dalam lapisan tanah apabila air pada

permukaan tidak mencukupi (Kasper et al. 1984, diacu dalam Susilawati 2003).

Menurut Jones et al. (1992), mekanisme ketahanan tanaman terhadap

kekeringan adalah: (1). penghindaran terhadap defisit air yang meliputi: (a).

melepaskan diri dari cekaman dengan memperpendek siklus pertumbuhan dan

memperpanjang periode dormansi; (b). konservasi air pada tanaman melalui

ukuran daun yang kecil, penutupan stomata, kultivar tanaman yang resisten dan

penyerapan radiasi matahari yang terbatas; (c). penyerapan air yang efektif,

dengan bentuk morfologi akar yang memanjang, dalam dan tebal. (2). toleran

terhadap defisit air, yaitu dengan cara: (a). memelihara tekanan turgor; (b).

mengaktifkan larutan-larutan pelindung untuk aktivitas berbagai enzim yang

toleran kekeringan, dan (3). mekanisme efisiensi yaitu penggunaan air yang

tersedia secara efisien dan memaksimalkan indeks panen.

Beberapa tanaman dapat mempertahankan tekanan turgor yang tinggi juga

pada potensial air yang agak rendah dengan cara meningkatkan potensial osmotik

yaitu melalui akumulasi zat terlarut dalam sel. Proses ini disebut penyesuaian

osmotik (osmotic adjusment). Adanya penyesuaian osmotik berarti pula menjaga

22

integritas dan proses fisiologi sitoplasma. Penyesuaian osmotik berpotensi

menjaga proses fotosintesis dan pertumbuhan tanaman (Riduan et al. 2007).

Penyesuaian osmotik terjadi pada tanaman yang mengalami cekaman

kekeringan secara perlahan dan juga pada cekaman medium. Namun tidak semua

tanaman mengembangkan penyesuaian osmotik sebagai respon terhadap cekaman

kekeringan. Penyesuaian osmotik dipengaruhi oleh laju perkembangan tanaman,

tingkat cekaman, kondisi lingkungan dan perbedaan genotipe tanaman.

Disamping itu penyesuaian osmotik melalui perubahan potensial osmotik

dipengaruhi oleh akumulasi senyawa terlarut, ukuran sel, volume senyawa terlarut

dan ketebalan dinding sel. Menurut Levitt (1980) penurunan potensial osmotik

disebabkan oleh dua hal yaitu: akibat menurunnya akumulasi kadar air pada sel

karena terjadi kehilangan air dan karena adanya tambahan akumulasi senyawa

terlarut sehingga lebih menurunkan potensial osmotik.

Senyawa organik terlarut yang terlibat pada penyesuaian osmotik

bervariasi antara lain asam organik, asam amino dan senyawa terlarut kompatibel.

Senyawa prolin merupakan senyawa yang memegang peran penting dalam

mekanisme toleransi tanaman terhadap cekaman kekeringan (Kim & Janick

1991). Prolin merupakan salah senyawa osmotik yang disintesis dan diakumulasi

pada jaringan tanaman yang mengalami cekaman kekeringan terutama pada

jaringan daun (Yang & Kao 1999).

Salah satu usaha untuk mendapatkan homogenitas perlakuan cekaman

kekeringan pada media tumbuh adalah dengan penggunaan larutan polietilena

glikol (PEG). Hal ini karena PEG merupakan senyawa yang larut sempurna

dalam air, yang menyebabkan penurunan potensial air secara homogen.

Penurunan potensial air ini tergantung pada konsentrasi dan berat molekul (BM)

PEG terlarut. Total massa atau sub unit (-CH2-O-CH2-) dalam rantai polimer

PEG merupakan faktor penting yang mengontrol besarnya penurunan potensial air

(Steuter et al. 1981). Penurunan potensial air tersebut diakibatkan oleh kekuatan

matriks sub unit etilen oksida pada polimer PEG. Molekul H2O akan tertarik ke

atom oksigen pada sub unit etilen oksida melalui ikatan hidrogen. Sifat tersebut

menyebabkan potensial air dalam media yang mengandung PEG dapat digunakan

untuk meniru besarnya potensial air tanah (Michel & Kaufmann 1973).

23

Pemacuan Pertumbuhan melalui Perbaikan Lingkungan Tumbuh

Hasil-hasil penelitian pemacuan pertumbuhan

Tanaman manggis mempunyai masa juvenil yang lama, dimana tanaman

asal biji baru mulai berbuah pada umur 10-15 tahun. Menurut Yaacob & Tindall

(1995), masa juvenil tanaman ini berakhir apabila telah menghasilkan 16 pasang

tunas lateral dan melalui penerapan teknik budidaya yang tepat maka lamanya

periode juvenil dapat dikurangi menjadi 8-10 tahun.

Pola pertumbuhan yang lambat pada tanaman manggis antara lain karena

sistem perakaran yang buruk. Kondisi ini menyebabkan terhambatnya serapan air

sehingga laju fotosintesis dan laju pembelahan sel pada meristem pucuk menjadi

rendah serta masa dormansi tunas menjadi lama (Poerwanto 2000; Wiebel et al.

1994). Karakteristik lainnya adalah pertumbuhan akar juga lambat dan tidak

mempunyai akar rambut serta mudah rusak pada kondisi lingkungan yang kurang

menguntungkan (Yaacob & Tindall 1995; Hidayat 2002).

Setelah biji manggis disemai selama satu bulan, nampak sistem

perakarannya masih sangat kurang sehingga pertumbuhan kecambah masih sangat

tergantung pada suplai makanan dari biji. Akar tersier mulai tampak pada umur 3

bulan tapi jumlahnya tetap sampai umur 6 bulan. Akar tersier mengalami

pertambahan dalam jumlah besar pada umur 6-14 bulan, diikuti pertumbuhan

tajuk yang cepat (Rukayah & Zabedah 1992).

Penyediaan bibit bermutu dalam jumlah banyak dengan waktu pembibitan

yang singkat merupakan faktor penting dalam mendukung pengembangan

tanaman manggis. Kendala yang dihadapi dalam penyediaan bibit adalah

lambatnya pertumbuhan sehingga kebutuhan bibit untuk penanaman baru tidak

dapat dipenuhi dalam waktu singkat. Pertumbuhan tanaman yang lambat

dipengaruhi oleh panjangnya siklus trubus, dimana siklus trubus yang panjang

disebabkan masa dormansi yang lama. Semakin tua umur tanaman asal biji maka

semakin lambat pertumbuhan. Hal tersebut berhubungan dengan kurang

berkembangnya sistem perakaran yang ditunjukkan dengan semakin rendahnya

rasio bobot tajuk/akar akibat bertambahnya umur tanaman. Frekuensi trubus

sangat dipengaruhi oleh umur tanaman, bibit yang belum bercabang mengalami 5-

24

6 kali trubus per tahun, tetapi setelah bercabang ternyata hanya 3-4 kali trubus per

tahun (Wiebel et al. 1993; Hidayat 2002).

Oleh karena itu dibutuhkan teknologi untuk memacu pertumbuhan.

Pemacuan pertumbuhan bibit manggis melalui penggunaan zat pengatur tumbuh

telah banyak dilakukan. Poerwanto et al. (1995) melaporkan pemberian 50-150

ppm indole butyric acid (IBA) pada biji dan akar (saat transplanting dari

pesemaian) dapat meningkatkan pertambahan panjang akar, diameter batang,

bobot kering total, kandungan hara daun dan serapan hara. Demikian pula

pemberian 0.075-0.150 ppm triakontanol dapat meningkatkan luas daun, tinggi

bibit, jumlah ruas, diameter batang, panjang akar, bobot kering tanaman dan

serapan hara pada bibit umur 7 bulan (Hidayat et al. 1999), tetapi konsentrasi 0.1-

10 ppm triakontanol cenderung menurunkan pertumbuhan bibit umur satu tahun.

Tinggi bibit semai dapat dipacu dengan perendaman 100-200 ppm GA3 pada biji

sebelum disemai (Rais et al. 1996), sedangkan aplikasi 3 ppm sitokinin dapat

meningkatkan pertumbuhan bibit umur satu tahun dengan meningkatkan frekuensi

pecah tunas dari 2.0 menjadi 2.7 selama 7 bulan (Poerwanto et al. 1995).

Walaupun aplikasi zat pengatur tumbuh telah memperlihatkan efek positif

dalam memacu pertumbuhan tanaman, namun metode aplikasinya belum bisa

diterapkan secara luas karena dibutuhkan ketelitian yang tinggi dalam penentuan

dosis, cara aplikasi dan waktu aplikasi sehingga diperlukan keahlian khusus untuk

dapat diterapkan. Selain itu beberapa jenis zat pengatur tumbuh memiliki harga

yang relatif mahal. Oleh karena itu diperlukan strategi lain untuk memacu

pertumbuhan bibit manggis, diantaranya melalui perbaikan lingkungan tumbuh

spesifik seperti pengaturan ketersediaan air dan unsur hara, perbaikan media

tumbuh dan pengaturan aerasi yang sesuai kebutuhan tanaman.

Pengaturan ketersediaan air untuk meningkatkan pertumbuhan

Air dapat melarutkan lebih banyak jenis bahan kimia dibandingkan dengan

zat cair lainnya karena memiliki konstanta dielektrik yang paling tinggi.

Konstanta dielektrik merupakan ukuran dari kemampuan untuk menetralisir daya

tarik menarik antara molekul atau atom yang bermuatan listrik berbeda. Hal ini

25

menunjukkan air sebagai pelarut yang baik untuk ion-ion bermuatan positif

maupun negatif.

Unsur hara mineral merupakan ion yang bermuatan positif seperti K+,

Ca2+, NH4+ ataupun bermuatan negatif seperti NO3

-, SO32-, HPO4

2- yang terlarut

di dalam air. Ion-ion tersebut dapat berasal dari bahan mineral tanah sebagai hasil

dekomposisi bahan organik ataupun dari pupuk yang diberikan. Air berperan

penting dalam melarutkan ion-ion tersebut dari sumbernya sehingga bisa diserap

oleh tanaman dan masuk ke jaringan tanaman. Air menjadi penggerak bagi ion

untuk berdifusi atau bergerak melalui aliran massa sehingga menjadi tersedia bagi

tanaman. Hal inilah yang menyebabkan apabila terjadi kekurangan air maka

seringkali juga diikuti dengan terjadinya kekurangan hara karena kelarutan hara di

dalam tanah menjadi sangat rendah (Hamim 2007; Taiz & Zeiger 2012).

Air juga berfungsi sebagai medium reaksi maupun bahan pada berbagai

aktivitas metabolisme. Oleh karena itu apabila terjadi kekurangan air maka

aktivitas metabolisme menjadi terganggu sehingga menyebabkan terhambatnya

pertumbuhan tanaman, contohnya pada hidrolisis pati diperlukan air untuk

pemecahan pati menjadi glukosa.

Ketersediaan air merupakan salah satu faktor utama yang menentukan

tinggi rendahnya potensial air tanaman. Pada tanaman manggis umur 8 tahun,

potensial air daun pada saat trubus maupun dorman lebih rendah, apabila

dibandingkan dengan umur 2 dan 4 tahun. Rendahnya potensial air daun pada

umur 8 tahun disebabkan karena jarak ujung akar dengan pucuk lebih panjang.

Untuk menjamin pasokan air dari akar ke pucuk maka daun harus

mempertahankan potensial air yang lebih rendah dibanding akar. Semakin kecil

ketersediaan air tanah dan semakin jauh jarak pucuk dengan akar maka gradien

potensial air antara daun dan akar menjadi semakin rendah (Fitter & Hay 1991)

dan rendahnya potensial air daun dapat menyebabkan penurunan laju fotosintesis.

Potensial air daun pada saat trubus lebih rendah dibandingkan saat

dorman. Hal ini disebabkan meningkatnya berbagai aktivitas metabolisme pada

saat trubus seperti respirasi, laju fotosintesis dan hidrolisis pati menjadi gula

pereduksi. Peningkatan aktivitas metabolisme tersebut diikuti oleh peningkatan

kebutuhan air maupun unsur hara sehingga meningkatkan gradien potensial air

26

antar daun dan akar (Gardner et al. 1991). Kebutuhan fotosintat yang meningkat

pada saat trubus mendorong peningkatan laju fotosintesis. Peningkatan laju

fotosintesis menyebabkan kebutuhan air dan CO2 sebagai bahan baku proses

fotosintesis juga meningkat. Tingginya kebutuhan air dan CO2 direspon dengan

peningkatan laju transpirasi dan daya hantar stomata. Hal ini sesuai Fitter & Hay

(1991); Gardner et al. (1991), peningkatan aktivitas fotosintesis diikuti dengan

meningkatnya laju transpirasi, karena pada saat bersamaan dengan transpirasi,

terjadi pengikatan CO2 yang dibutuhkan dalam proses fotosintesis.

Transpirasi adalah proses hilangnya air dari tumbuhan melalui permukaan

daun atau bagian lain dari tumbuhan. Umumnya transpirasi terjadi melalui daun,

walaupun juga bisa terjadi melalui kutikula yang dikenal dengan istilah transpirasi

kutikular. Transpirasi kutikular kemungkinan terjadi saat stomata tertutup,

sementara cahaya matahari dan suhu udara di sekitar tanaman cukup tinggi.

Transpirasi merupakan cara tanaman untuk menghilangkan energi (panas laten)

sehingga suhunya tetap terjaga pada suhu fisiologis (Lakitan 2007).

Air yang hilang melalui transpirasi dari daun bisa mencapai lebih dari 90%

dari total air yang diserap tanaman, artinya sebagian besar air yang diserap

dibuang kembali melalui proses transpirasi. Walaupun demikian jika dilihat dari

produksi bahan kering yang dihasilkan, ada tanaman yang relatif efisien dalam

penggunaan air dibandingkan dengan jenis lainnya. Semakin besar air yang

diuapkan (diperlukan) untuk produksi satu satuan (gram) bahan kering maka

semakin tidak efisien (Gardner et al. 1991; Taiz & Zeiger 2012).

Transpirasi memiliki arti penting dalam menjaga turgiditas sel tanaman

agar tetap dalam kondisi optimal dan juga menjaga stabilitas suhu tanaman.

Transpirasi juga dapat mempercepat laju pengangkutan unsur hara melalui

pembuluh xylem. Ion-ion mineral yang ada di dalam larutan tanah akan ikut

bergerak bersama-sama dengan kolom-kolom air sehingga hara tersebut secara

aliran masa akan mendekati akar sehingga mudah diserap oleh akar. Larutan hara

yang telah berada dalam jaringan xylem akan bergerak ke batang dan daun

mengikuti aliran transpirasi (Lakitan 2007).

Darmawan & Baharsyah (2010), mengemukakan bahwa transpirasi

mempengaruhi mekanisme membuka dan menutupnya stomata. Pada waktu

27

matahari terbit, stomata mulai terbuka, pada saat itu gradien tekanan uap kecil

sehingga transpirasi juga kecil. Apabila hari makin siang, maka suhu juga

meningkat, maka gradien tekanan uap juga meningkat yang menyebabkan

transpirasi mengalami peningkatan. Sekitar pukul 12.00, sel-sel di sekitar stomata

mulai kekurangan air karena besarnya transpirasi. Air dari sel juga mengalir ke

daerah sekitarnya sehingga stomata tertutup dan transpirasi juga mengalami

penurunan. Pada saat stomata tertutup, turgor dalam sel juga meningkat lagi,

akibatnya air yang naik dari akar akan masuk kembali ke sel jaga. Hal ini

menyebabkan terbukanya kembali stomata dan transpirasi juga meningkat sekitar

pukul 14.00, setelah itu stomata tertutup kembali sampai pagi hari.

Menurut Lakitan (2007); Taiz & Zeiger (2012), stomata akan membuka

jika tekanan turgor kedua sel jaga meningkat. Peningkatan tekanan turgor sel

penjaga disebabkan oleh masuknya air ke dalam sel penjaga tersebut. Pergerakan

air dari satu sel ke sel lainnya akan selalu dari sel yang mempunyai potensial air

lebih tinggi ke sel dengan potensial air lebih rendah (Salisbury & Ross 1995).

Tinggi rendahnya potensial air sel akan tergantung pada jumlah bahan yang

terlarut di dalam cairan sel, semakin banyak bahan terlarut maka potensial

osmotik sel akan semakin rendah. Apabila tekanan turgor sel tersebut tetap, maka

potensial air sel juga mengalami penurunan. Untuk memacu agar air masuk ke sel

jaga maka bahan yang terlarut tersebut harus ditingkatkan.

Peningkatan serapan air dan kecukupan aerasi

Kebutuhan air pada tanaman diperoleh melalui penyerapan oleh akar.

Proses masuknya air ke jaringan tanaman adalah air diserap oleh akar tanaman

dimana akar ini dihubungkan dengan suatu penghubung yang disebut sistem

vascular. Kemudian air dialirkan ke seluruh bagian tanaman melalui protoplasma

dan dinding sel, lalu masuk ke jaringan xylem sampai ke daun. Air yang sampai

di daun, sebagian digunakan untuk sintensis senyawa organik seperti karbohidrat,

lemak, protein dan bahan organik lainnya, dan sebagian lainnya meninggalkan

daun dan kembali ke batang melalui pembuluh floem.

Penyebab masuknya air ke dalam tanaman adalah potensial tanah dan

tegangan daun. Potensial tanah atau media terjadi karena adanya perbedaan

28

potensial air yang disebabkan perbedaan konsentrasi air tanah atau media dengan

jaringan akar (Taiz & Zeiger 2012). Menurut Salisbury & Ross (1995), potensial

tanah terdiri dari dua komponen yaitu potensial matrik dan potensial osmotik.

Kedua potensial ini dipengaruhi oleh kelembaban tanah, dimana kelembaban

tanah terjadi karena adanya kegiatan akar tanaman, yaitu adanya penyerapan pasif

dan penyerapan aktif. Menurut Darmawan & Baharsyah (2010), penyerapan

pasif adalah penyerapan air sebagai akibat adanya gradien potensial air dari sel-sel

akar, sedangkan penyerapan aktif adalah penyerapan air yang melibatkan energi

yang dihasilkan dari proses respirasi.

Menurut Jumin (2002); Darmawan & Baharsyah (2010), penyerapan air

oleh akar tanaman sangat dipengaruhi oleh: (a). ketersediaan air. Pada kondisi

kapasitas lapang, air mudah diserap oleh akar dan makin mendekati titik layu

permanen maka semakin sulit penyerapan air karena dibutuhkan potensial air dari

akar yang sangat tinggi. (b). suhu tanah. Semakin rendah suhu tanah, maka

makin lambat penyerapan air karena permeabilitas dinding sel makin rendah

(dinding sel makin sukar ditembus) dan viskositas air makin tinggi (air makin

kental). (3). kondisi aerasi. Aerasi merupakan faktor sangat mempengaruhi

penyerapan air dalam hubungannya dengan kadar oksigen (O2) dan karbon

dioksida (CO2). Semakin tinggi kadar CO2 makin rendah permeabilitas dinding

sel akar dan semakin tinggi kadar O2 maka semakin tinggi permeabilitas. Pada

tanah yang tergenang, daun akan mengalami gejala layu karena kekurangan air.

Aerasi merupakan salah satu faktor yang menentukan penyerapan air oleh

tanaman. Pada umumnya tanaman akan layu ketika aerasi tanah hampir jenuh

oleh bahan padat atau cair yang pekat seperti nitrogen. Hal yang sama terjadi

apabila aerasi tanah hanya ditempati oleh satu jenis udara saja, misalnya ruang

pori hanya diisi oleh CO2. Aerasi menjadi penting karena mempengaruhi laju

respirasi akar. Hal ini dapat dijelaskan bahwa pada kondisi aerasi baik, maka

ketersediaan O2 juga meningkat. Peningkatan kandungan O2 akan meningkatkan

laju respirasi akar, karena pada penguraian makro molekul seperti karbohidrat

sebagai substrat dari proses respirasi membutuhkan pasokan O2 yang cukup (pada

respirasi aerobik). Menurut Taiz & Zeiger (2012), respirasi adalah penguraian

makromolekul seperti karbohidrat yang mengakibatkan pembentukan ATP,

29

kemudian ATP diubah menjadi ADP dan menghasilkan energi. Proses respirasi

terjadi di dalam sitoplasma atau tepatnya pada mitokondria. Menurut Darmawan

& Baharsyah (2010), bahwa energi yang diperoleh dari respirasi pada mitokondria

dilepaskan ke dalam sitoplasma.

Perbaikan media tumbuh dengan pendekatan porositas media

Sebagaimana diuraikan sebelumnya bahwa aerasi mempengaruhi

ketersediaan oksigen pada media. Oleh karena itu pentingnya rekayasa media

tumbuh yang bertujuan meningkatkan aerasi melalui pendekatan porositas media

dan penggunaan pot media yang porous. Porositas tanah atau media merupakan

salah satu variabel sifat fisik yang penting dalam kaitannya dengan pertumbuhan

tanaman. Porositas atau ruang pori total merupakan bagian yang tidak terisi oleh

bahan padat tanah atau media tetapi terisi oleh udara dan air. Porositas terdiri atas

pori-pori kasar (pori makro) dan pori-pori halus (pori mikro). Pori makro berisi

udara atau air gravitasi (air yang mudah hilang karena gaya gravitasi), sedang

pori-pori halus berisi air kapiler atau udara. Tanah dengan tekstur berpasir

mempunyai pori makro lebih banyak dari tanah liat. Tanah yang banyak memiliki

pori makro sulit menahan air sehingga tanaman mudah mengalami kekeringan

(Hardjowigeno 1987; Haridjaja 1980).

Porositas juga dipengaruhi oleh kandungan bahan organik, struktur dan

tekstur tanah. Porositas tinggi apabila mengandung bahan organik yang tinggi.

Begitupula struktur remah memiliki porositas yang lebih tinggi dibanding struktur

massive. Media yang bertekstur pasir lebih banyak memiliki pori makro

dibanding pori mikro sehingga air dan udara lebih mudah bergerak tetapi

kemampuan menahan airnya rendah. Sebaliknya media yang bertekstur halus,

karena ruang pori mikro lebih besar dibandingkan pori makro, maka kemampuan

menahan air besar tetapi air dan udara relatif lebih sulit bergerak (Hardjowigeno

1987; Hillel 1997). Menurut Baver (1959), air yang bergerak melalui ruang pori

makro karena adanya gaya gravitasi, sedangkan yang melalui ruang pori mikro

karena adanya gaya kapiler.

Porositas dapat dihitung dengan menggunakan peubah bobot isi dan bobot

jenis partikel (Baver 1959). Menurut ukurannya, porositas dapat dibagi atas dua,

30

yaitu ruang pori kapiler yang dapat menghambat perkembangan air menjadi

pergerakan kapiler, dan ruang pori non kapiler yang dapat memberi kesempatan

pergerakan udara dan perkolasi secara cepat sehingga sering disebut pori drainase

(Haridjaja 1980; Sitorus et al. 1981).

Untuk dapat tumbuh dengan baik, maka setiap tanaman membutuhkan

media tumbuh yang sesuai dengan karakteristik tanaman. Pada umumnya, media

yang baik adalah steril dan tidak mudah lapuk, karena media tanam berfungsi

sebagai penopang tanaman dan meneruskan larutan atau air yang berlebihan atau

yang tak diperlukan tanaman.

Pemacuan pertumbuhan bibit manggis dapat dilakukan dengan merekayasa

media tanam. Hal ini sangat penting mengingat karakteristik tanaman manggis

yang memiliki pertumbuhan awal yang lambat. Menurut Wiebel et al. (1992a),

bibit manggis yang ditanam pada media porous berupa campuran peat moss +

kompos pinus + pasir (1:1:1) yang disertai pupuk lepas terkendali Osmocote Plus

dan kelat besi, menghasilkan pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan media

yang kurang porous. Selanjutnya menurut Poerwanto et al. (1995), perbaikan

media tanam dengan menggunakan organic soil treatment (OST) sebanyak 5-15 g

dalam 3 kg media tanah dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman manggis.

Sebenarnya masih banyak lagi komposisi media lainnya yang dapat

digunakan sebagai media untuk bibit manggis. Namun perlu dipertimbangkan

aspek biaya dan kemudahan sehingga dapat diterapkan oleh petani. Media pasir

sebagai media tanam termasuk jenis yang tidak mahal, namum kendalanya sangat

berat, dimana memiliki berat sekitar 1,6 ton/m3. Pasir kasar berfungsi sebagai

media tumbuh permanen (Harjadi 1989). Pasir kuarsa yang berukuran 0.5-0.2

mm juga dapat digunakan sebagai media tanam. Pasir ini dapat menimbulkan

kondisi porous dan aerasi yang baik. Pasir yang terlalu halus dapat menyebabkan

sementasi apabila dicampur dengan media tanah sehingga menyebabkan

pengerasan atau pemadatan (Ashari 1995). Pemberian pasir sebagai salah satu

fraksi tanah sampai batas-batas tertentu dapat menciptakan lingkungan fisik akar

yang baik, tetapi tidak mempengaruhi kandungan sifat kimia tanah (Opeke 1982).

Penggunaan pot sangat penting karena berkaitan dengan aerasi dan

drainase. Pot yang yang memiliki aerasi dan drainase yang baik akan memberikan

31

lingkungan tumbuh yang baik untuk pertumbuhan tanaman. Hal ini terutama

untuk bibit tanaman yang tidak menyukai kondisi yang terlalu lembab ataupun

sangat kering, seperti bibit manggis. Selama ini wadah atau pot yang umum

digunakan pada pembibitan manggis adalah polybag dengan ukuran yang

beragam. Polybag memiliki aerasi yang rendah sehingga sirkulasi udara agak

terbatas, utamanya apabila menggunakan media yang porositasnya rendah.

Sebagai alternatif yang ditawarkan pada penelitian ini adalah penggunaan pot

beraerasi tinggi sehingga diharapkan dapat diperoleh kondisi aerasi yang cukup

untuk mendorong pertumbuhan bibit manggis.

Pengaturan ketersediaan hara melalui aplikasi pemupukan

Informasi mengenai pemupukan pada tanaman manggis masih sangat

terbatas sehingga rekomendasi yang ada disusun berdasarkan pengalaman dan

praktek tradisional (Yaacob & Tindall 1995). Rekomendasi pemupukan pada

yang disajikan pada Tabel 1, dikeluarkan oleh Direktorat Tanaman Buah yang

bekerjasama dengan Balai Penelitian Buah, Institut Pertanian Bogor, dan beberapa

instansi yang terkait. Yaacob & Tindall (1995) merangkum beberapa hasil

penelitian dan kebiasaan petani di Malaysia dan Thailand menjadi suatu

rekomendasi pupuk majemuk pada manggis, yaitu perbandingan N, P2O5 dan

K2O, bervariasi diantaranya 15:15:10; 10:10:9; 10:10:14; dan 9:24:24, dimana

perbandingan yang terakhir umumnya digunakan pada tanaman menjelang

periode pemasakan buah.

Tabel 1 Rekomendasi pemupukan manggis per tahun berdasarkan umur tanaman

Umur tanaman Pupuk anorganik (g/pohon) PupukKandang (kg)Urea SP-36 KCl

masa juvenil:1-2 tahun 50 25 25 20> 2-4 tahun 100 50 50 20> 4-6 tahun 200 100 100 40masa produktif:> 6-8 tahun 400 800 800 40> 8-10 tahun 800 1500 1500 80> 10 tahun 1000 2500 1500 80

Berdasarkan informasi tersebut, diketahui bahwa pemupukan tanaman

manggis masih sangat beragam dan belum ada standar yang akurat sebagai

32

pedoman pelaksanaannya. Padahal menurut Olsen et al. (1982), terdapat tiga

filosofi dalam menentukan rekomendasi pemupukan, yaitu: (a). berdasarkan

nisbah kejenuhan kation. Konsep ini hanya terbatas pada tiga unsur, yaitu Ca, Mg

dan K; (b). mempertahankan hara tanah. Konsep ini juga sulit diterapkan pada

tanah yang subur dan daerah mudah mengalami proses pencucian; (c).

berdasarkan tingkat kecukupan hara. Konsep ini menggunakan pendekatan hasil

analisis tanah dengan hasil tanaman. Pemberian pupuk berdasarkan kebutuhan

tanaman, di luar yang dapat disediakan oleh tanah. Dari ketiga konsep, maka

yang ketiga dipandang cukup rasional untuk digunakan mengingat hanya

diperlukan cara untuk menjaga agar unsur hara tanah berada di atas tingkatan

cukup. Pendekatan ini adalah pemberian pupuk hanya dilakukan sebagai bentuk

tambahan hara ke dalam tanah, apabila tanah tidak mampu menyediakannya bagi

tanaman untuk tumbuh dan berproduksi secara maksimum.

Beberapa penelitian pemupukan tanaman manggis telah dilakukan tetapi

hasilnya belum memuaskan. Poerwanto (1995) melaporkan bahwa pupuk NPK

15-15-15 dosis 5 g /3 l media yang diaplikasikan setiap 2 bulan sekali, tidak

meningkatkan pertumbuhan bibit sambungan manggis, bahkan dosis 10 g justeru

menimbulkan keracunan. Padahal pemupukan NPK 15-15-15 dengan dosis 2.78 –

3.06 g/media, sudah lazim digunakan pada tanaman mangga dan durian dan

terbukti meningkatkan pertumbuhan tanaman. Liperdi (2007), melaporkan anjuran

pemupukan pada bibit manggis mengacu pada kondisi status hara daun adalah 266

ppm N, 84 ppm P dan 103 ppm K per tanaman (Tabel 2).

Tabel 2 Rekomendasi pemupukan berdasarkan status hara N,P, dan K daun

Unsur Hasil analisis jaringan daun (%) pada berbagaikondisi status hara daun

Rekomendasi pupuk(ppm/tanaman)

SangatRendah

Rendah Sedang Sangattinggi

N < 0.72 0.72-0.94 0.94-1.18 >1.18 266P < 0.05 0.05-0.10 0.10-0.19 >0.19 84K <0.50 0.50-0.67 0.67-1.26 >1.26 103

Selain pupuk yang mudah larut, maka dikenal juga pupuk lepas terkendali

(slow release). Jenius pupuk ini memiliki kelarutan yang lambat karena adanya

lapisan khusus dari bahan resin yang sifatnya permeabel (awet) pada setiap

33

butirannya sehingga unsur hara yang terdapat dalam butiran pupuk tersebut

dilepaskan secara lambat menyebabkan unsur hara lambat tersedia. Hasil

penelitian Wiebel et al. (1992a) menunjukkan aplikasi pupuk lepas kendali

Osmocote plus mampu meningkatkan pertumbuhan bibit manggis. Namun hal ini

masih perlu dikaji lagi dengan membandingkan pupuk yang cepat tersedia.

Selain jenis pupuk, maka cara pemupukan juga menjadi faktor yang

menentukan keberhasil pemupukan. Pertimbangan cara penempatan pupuk antara

lain: (a) agar mudah diambil oleh akar tanaman, (b) agar tidak merusak biji atau

akar tanaman, (c) ketersediaan tenaga kerja. Menurut Hardjowigeno (1987), cara

pemupukan antara lain: (a) disebar (broadcast), yaitu pupuk disebar merata di

permukaan tanam, (b) di samping tanaman (sideband), yaitu pupuk diletakkan di

salah satu sisi atau kedua sisi tanaman, (c) dalam larikan (in the row), (d)

pemupukan lewat daun (foliar application), yaitu pupuk dilarutkan dalam air

kemudian disemprotkan ke daun, dan (e) pemupukan lewat air irigasi

(fertigation), cara ini terutama untuk unsur N atau pupuk lain yang mudah larut.

35

KARAKTERISTIK MORFOLOGI DAN FISIOLOGI BIBITMANGGIS PADA KONDISI CEKAMAN KEKERINGANThe Morphological and Physiological Characteristics of Mangosteen

Seedlings under Drought Stress

Abstrak

Tanaman manggis memiliki sistem perakaran yang kurang berkembangdan jumlah akar yang terbatas sehingga mudah terganggu oleh kondisi lingkunganyang tidak menguntungkan seperti cekaman kekeringan. Untuk mengetahuisejauhmana pengaruh cekaman kekeringan terhadap pertumbuhan bibit manggismaka penting dilakukan simulasi cekaman kekeringan. Kegiatan ini merupakanpenelitian dasar yang bertujuan mempelajari morfologi dan fisiologi pertumbuhanbibit manggis pada kondisi cekaman kekeringan. Percobaan telah dilaksanakan diRumah Plastik Pusat Kajian Buah Tropika (PKBT) Institut Pertanian Bogor,Tajur, dari bulan Januari 2009 sampai Agustus 2010. Percobaan disusun dalamrancangan acak lengkap dengan lima taraf konsentrasi PEG, yaitu: 0 (kontrol), 5;10, 15, dan 20%. Hasil percobaan menunjukkan bahwa peningkatan tarafcekaman kekeringan menurunkan potensial air daun, laju transpirasi, lajufotosintesis dan daya hantar stomata secara nyata. Penurunan aktivitas fisiologistersebut menyebabkan penurunan pertumbuhan tajuk dan akar yaitu: tinggitanaman (10-26%), jumlah daun (9-21%), luas daun (10-25%), bobot kering tajuk(12-27%), bobot kering akar (11-44%), panjang akar (3-41%) dan volume akar(10-40%). Peningkatan taraf cekaman kekeringan menyebabkan peningkatankandungan prolin secara nyata dan nampak pada taraf cekaman tertinggimenghasilkan kandungan prolin yang tertinggi 3.66 µmol/g berat basah,sedangkan pada kondisi tanpa cekaman kekeringan hanya 1.71 µmol/g beratbasah. Hasil penelitian ini diharapkan sebagai bahan pertimbangan dalampengaturan ketersediaan air sehingga menghindari terjadinya cekaman kekeringanpada bibit manggis.

Kata kunci: manggis, bibit, polietilena glikol, cekaman kekeringan

Abstract

Mangosteen has a less developed root system and has a limited number ofroot developments, hence it easily disturbed by unfavorable environmentalconditions such as drought stress. To find out the influence of drought on thegrowth of mangosteen seedlings, is important to do a simulation in drought stress.This activity is a basic research that aimed to find morphology and physiology ofgrowth of mangosteen seedlings to drought stress conditions. Experiments havebeen conducted in the Plastic house at Centre for Tropical Fruit Studies(CETROFS) Bogor Agricultural University, Tajur, from January 2009 untilAugust 2010. Experiment arranged in a completely randomized block design withfive degree of PEG concentration, e.i. 0 (control), 5, 10, 15, and 20%. Resultsshown that increasing level of drought was lowered leaf water potential,transpiration rate, photosynthetic rate and stomata conductance significantly.Decrease in physiological activity was caused a decrease in canopy and rootgrowth, such as: plant height (10-26%), number of leaves (9-21%), leaf area (10-

36

25%), shoot dry weight (12-27%), root dry weight (11-44%), root length (3-41%)and root volume (10-40%). Increasing the level of drought stress causedsignificantly enhance proline content. The highest level of stress will producesthe highest proline content as 3.66 µmol / g fresh weight. Whereas withoutdrought conditions proline content only 1.71 mol / g fresh weight. The results ofthis study was expected a material to consider water availability as avoidance anoccurrence of drought stress on the seedlings of mangosteen.

Keywords: mangosteen, seedlings, polyethylene glycol, drought stress

Pendahuluan

Latar Belakang

Pertumbuhan yang lambat pada bibit manggis menyebabkan masa

pembibitan menjadi lama sehingga kebutuhan bibit untuk mendukung

pengembangan tanaman manggis tidak dapat dipenuhi dalam waktu singkat.

Selama ini untuk menghasilkan bibit yang siap tanam dibutuhkan waktu 3-4

tahun. Pertumbuhan yang lambat tersebut berkaitan dengan sifat perakaran

tanaman manggis yang memiliki sistem perakaran yang kurang berkembang dan

jumlah akar yang terbatas. Selain itu juga tidak mempunyai akar rambut sehingga

penyerapan air dan unsur hara menjadi terbatas (Yaacob & Tindall 1995;

Poerwanto et al. 1995).

Keterbatasan tanaman menyerap air menyebabkan jumlah air yang masuk

ke jaringan tanaman menjadi rendah sehingga laju pembelahan sel pada meristem

pucuk juga rendah. Hal ini karena air merupakan komponen utama penyusun sel,

sehingga perubahan status air seperti cekaman kekeringan akan mempengaruhi

sejumlah aktivitas metabolisme. Cekaman kekeringan atau yang biasa dikenal

sebagai drought stress dapat terjadi karena dua hal yaitu: (a) kekurangan air di

daerah perakaran dan (b) permintaan air yang yang berlebihan oleh daun akibat

laju evapotranspirasi melebihi laju absorbsi air, walaupun ketersediaan air

tanah/media dalam kondisi cukup (Levitt 1980; Bray 1997). Saat tanaman

mengalami cekaman kekeringan, maka potensial air daun menurun dan respon

fisiologis yang pertama dipengaruhi adalah pembesaran sel, sedangkan apabila

status cekamannya hanya ringan, maka hanya menyebabkan stomata menutup

(Salisbury & Ross 1995).

37

Cekaman kekeringan menghambat aktivitas fotosintesis dan translokasi

fotosintat, karena selain berfungsi sebagai bahan baku dalam proses fotosintesis,

air juga berperan aktif dalam translokasi hasil fotosintesis. Namun belum ada

nilai tertentu dari potensial air daun (ukuran stres air secara kuantitatif) yang

menyebabkan penutupan stomata, karena nilai batas potensial air daun sangat

beragam berdasarkan letak daun dalam tajuk, umur tanaman dan kondisi tempat

tumbuh (di lahan atau kondisi lingkungan terkontrol) (Harjadi & Yahya 1988).

Berdasarkan karakteristik perakaran tanaman manggis yang telah

diuraikan sebelumnya, maka diduga tanaman manggis peka terhadap kondisi

cekaman kekeringan. Namun informasi yang menjelaskan secara detail pengaruh

cekaman kekeringan terhadap morfologi dan fisiolologi tanaman manggis masih

sangat terbatas. Untuk mempelajari pengaruh cekaman kekeringan maka penting

dilakukan simulasi cekaman dengan menggunakan polietilena glikol (PEG). PEG

telah digunakan pula dalam simulasi cekaman kekeringan beberapa tanaman

antara lain pada kedelai (Husni et al. 2006), Phaseolus mungo (Garg 2010),

tembakau (Riduan et al. 2010) dan Trifolium repens L (Wang 2010).

Penelitian simulasi cekaman kekeringan dengan polietilena glikol (PEG).

ini merupakan penelitian dasar yang bertujuan untuk mempelajari karakteristik

morfologi dan fisiologi pertumbuhan bibit manggis pada kondisi cekaman

kekeringan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai acuan

pengaturan ketersediaan air dalam pembibitan tanaman manggis.

Bahan dan Metode

Tempat dan Waktu Penelitian

Percobaan dilaksanakan di Rumah Plastik Pusat Kajian Buah Tropika

(PKBT) Tajur, Bogor. Analisis kandungan asam amino prolin dilaksanakan di

Laboratorium Analisis Tanaman dan Kromatografi, Departemen Agronomi dan

Hortikultura, Institut Pertanian Bogor. Pengamatan stomata dilaksanakan di

Laboratorium Mikro Teknik, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut

Pertanian Bogor. Penelitian berlangsung mulai bulan Januari 2009 hingga

Agustus 2010.

38

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan antara lain bibit manggis Wanayasa asal biji

umur 1 tahun, PEG 6000, pupuk NPK Growmore (20-20-20), pestisida (mankozeb

dan deltametrin), media cocopeat dan arang sekam padi.

Alat-alat yang digunakan antara lain LI-COR 6400, pressure chamber,

light meter tipe LI-250A, mikroskop binokuler, jangka sorong digital 0-150 mm,

pot plastik hitam (diameter 25 cm dan tinggi 27 cm), gelas ukur 500 ml, papan

paku (pin board) ukuran 50 cm x 50 cm, cool box, handsprayer, timbangan

analitik, kantong sampel dan label.

Metode Penelitian

Penelitian ini disusun dalam rancangan acak lengkap dan diulang sebanyak

tiga kali. Simulasi cekaman kekeringan menggunakan perlakuan PEG, yang

terdiri atas 5 taraf yaitu: 0 (kontrol), 5 (setara -0.03 MPa), 10 (setara -0.19 MPa),

15 PEG (setara -0.41 MPa) dan 20% PEG (setara -0.67 MPa) w/v (Mexal et al.

1975). Model linier yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

Yij = + i + ij (Gomez & Gomez 1984)

i = 1, …,a ; j = 1, …,b

Yij = nilai pengamatan dari tanaman ke-j yang memperoleh perlakuan cekamankekeringan dengan aplikasi PEG ke-i

= nilai tengah populasi

i = pengaruh aditif dari perlakuan cekaman kekeringan dengan aplikasi PEG ke-i

ij = pengaruh galat percobaan pada tanaman ke-j yang memperoleh perlakuan cekamankekeringan dengan aplikasi PEG ke-i

Media tumbuh dari arang sekam padi dan cocopeat terlebih dahulu

disterilisasi dengan cara dipanaskan di dalam drum selama 8 jam yang bertujuan

untuk mencegah adanya patogen tular tanah yang ikut dalam media. Setelah

sterilisasi media maka dilanjutkan pencampuran media cocopeat dan arang sekam

padi (1:1 v/v), lalu dimasukkan ke dalam pot plastik hitam dengan volume 9 l.

Penyiapan bibit tanaman dimulai dengan memilih bibit yang

pertumbuhannya relatif seragam (berdasarkan tinggi tanaman dan jumlah daun).

Sebelum penanaman maka media tumbuh asal bibit tersebut dibuang sehingga

tidak ikut pada media tumbuh yang baru. Penanaman pada pot dengan media

tumbuh berupa campuran cocopeat dan arang sekam padi.

39

Simulasi cekaman kekeringan umumnya dilakukan dengan menggunakan

senyawa PEG yang merupakan polimer dari etilena oksida. Kelebihan PEG

adalah mengontrol penurunan potensial air secara homogen dengan kekuatan

matriks sub unit etilen oksida pada polimernya dan besarnya penurunan potensial

air tergantung konsentrasi dan berat molekulnya, sehingga potensial air media

dapat diatur menyerupai potensial air tanah (Michel & Kaufmann 1973; Steuter

1981). Selain itu PEG tidak diserap tanaman dan tidak bersifat toksik bagi

tanaman (Mexal et al. 1975). Simulasi cekaman kekeringan dilakukan dengan

penyiraman larutan PEG mulai dilakukan 2 bulan setelah penanaman di pot.

Penyiraman PEG sebanyak 250 ml dilakukan setiap 2 hari sekali. Jumlah PEG

yang dilarutkan disesuaikan perlakuan, misalnya untuk membuat konsentrasi 5%,

dilarutkan 50 g kristal PEG dengan aquades sampai mencapai volume satu liter.

Begitupula pada konsentrasi 10, 15 dan 20%, masing-masing sebanyak 100, 150

dan 200 g kristal PEG dilarutkan dalam satu liter air aquades.

Pemeliharaan tanaman meliputi pemupukan dan pengendalian

hama/penyakit. Pemupukan dengan NPK Growmore (20-20-20) dengan dosis 2

g/l air yang diaplikasikan setiap minggu. Pengendalian penyakit dilakukan

dengan penyemprotan fungisida berbahan aktif mankozeb dan pengendalian hama

dengan insektisida berbahan aktif deltametrin.

Peubah yang diamati pada percobaan ini adalah sebagai berikut:

1. Pertumbuhan tinggi tanaman, jumlah daun, lebar kanopi, diameter batang

dan luas daun dilakukan setiap bulan. Tinggi tanaman diukur dari pangkal

batang sampai buku teratas. Jumlah daun dihitung berdasarkan semua daun

yang terbentuk. Tunas muda sudah dikategorikan sebagai daun yang

termasuk dapat dihitung apabila tunas tersebut sudah membuka dan

membentuk daun. Lebar kanopi diukur lebar tajuk pada 2 arah secara tegak

lurus lalu dihitung nilai rataannya. Diameter batang diukur pada pangkal

batang sekitar 3 cm dari permukaan media. Luas daun dihitung dengan

mengukur panjang dan lebar seluruh daun, lalu hasil pengukuran dimasukkan

ke dalam persamaan: Y=10.09X1 + 3.07X2 - 51.87 dan R2 = 0.98, dimana

Y = luas daun (cm2), X1 = lebar daun (cm) dan X2 = panjang daun (cm).

40

2. Bobot kering tanaman diperoleh melalui penimbangan bobot kering (akar,

batang dan daun) pada akhir penelitian. Berangkasan tanaman dikeringkan di

dalam oven pada suhu 80 oC selama 24 jam.

3. Pengamatan panjang akar primer dilakukan pada papan paku (pin board)

ukuran 50 cm x 50 cm. Panjang akar primer diukur mulai dari pangkal akar

yang menempel pada batang hingga ujung akar primer.

4. Volume akar diukur dengan metode Archimedes. Caranya adalah akar

dimasukkan ke dalam wadah yang berisi air, dimana air yang tumpah akibat

tekanan akar, diukur sebagai volume akar.

5. Pengukuran laju fotosintesis, transpirasi dan daya hantar stomata dilakukan

bersamaan pada akhir penelitian menggunakan daun dewasa yaitu daun sub

terminal dengan alat LI-COR 6400.

6. Pengukuran potensial air jaringan daun menggunakan metode ruang tekan

(pressure chamber) (Kaufman 1968; Hamim 2007; Taiz & Zeiger 2012).

Potensial jaringan batang dan daun dilakukan pada siang hari (sekitar pukul

10.00-12.00), pada saat suhu udara harian tertinggi dan kelembaban udara

terendah. Pada saat tersebut tanaman dalam keadaan potensial air hariannya

terendah sedangkan pengukuran potensial air jaringan akar dilakukan pada

pagi hari sekitar jam 06.00. Prosedur lengkap pengukuran potensial air

jaringan disajikan pada Lampiran 1.

7. Kandungan asam amino prolin daun dianalisis menggunakan metode yang

dikembangkan Bates et al. (1973). Prosedur analisis kandungan prolin daun

disajikan pada Lampiran 2.

8. Pengamatan stomata menggunakan mikroskop binokuler Bieco. Caranya

adalah permukaan atas dan bawah daun dikuteks, lalu dibiarkan selama 5

menit. Bekas kuteks ditempel dengan lakbam bening, lalu dicabut kemudian

ditempel pada preparat dan diamati pada mikroskop, mulai pembesaran kecil

sampai besar. Kerapatan stomata dihitung dengan membagi jumlah stomata

dengan luas bidang pandang (Lestari 2006).

9. Pengamatan terhadap pertumbuhan tunas dilakukan pada tunas yang tumbuh

pada pucuk apikal. Contoh tunas yang terpilih diberi tanda untuk diamati

pertumbuhannya. Pertumbuhan tunas dibedakan menjadi 4 stadia (trubus

41

awal, trubus penuh, trubus dewasa dan dormansi) dengan kriteria perubahan

warna daun mengacu pada Rai (2004), seperti pada Gambar 2. Keempat

kriteria perubahan warna daun adalah: (1) trubus awal, yaitu periode dari saat

pangkal pasangan daun terminal pada ujung ranting mulai pecah kemudian

muncul tunas dengan calon daun yang belum membuka sampai pasangan

daun tersebut sudah membuka dengan warna kemerah-merahan sampai

kuning kemerahan, (2) trubus penuh, yaitu periode mulai dari daun pada tunas

semula berwarna kemerah-merahan sampai kuning kemerahan berubah

menjadi hijau muda, tetapi tulang daun masih berwarna hijau kemerahan, (3)

trubus dewasa, yaitu periode mulai dari daun yang semula berwarna hijau

muda berubah menjadi hijau tua, termasuk tulang daunnya (warna kemerahan

dari tulang daun hilang), dan (4) dormansi, yaitu periode mulai dari daun

berwarna hijau tua berubah menjadi hijau tua kebiru-biruan, diakhiri dengan

munculnya trubus baru dari tangkai daun tersebut.

Trubus awal (TA) Trubus penuh (TP)

Trubus dewasa (TD) Dormansi (D)

Gambar 2 Karakter morfologi berbagai stadia pertumbuhan tunas tanamanmanggis mulai dari trubus awal sampai dormansi

10. Pengamatan iklim mikro yang diamati meliputi suhu dan kelembaban serta

intensitas radiasi cahaya. Suhu udara dan kelembaban udara diukur

menggunakan termometer digital sedangkan intensitas radiasi cahaya

menggunakan light meter tipe LI-250A. Hasil pengamatan suhu udara dan

42

kelembaban udara disajikan pada Lampiran 12, sedangkan intensitas radiasi

cahaya pada Lampiran 13.

Data yang telah dikumpulkan dianalisis menggunakan analisis sidik ragam

dan apabila perlakuan berpengaruh nyata berdasarkan uji F, maka dilakukan uji

lanjutan dengan membandingkan nilai rataan antar perlakuan dengan uji jarak

berganda Duncan.

Hasil dan Pembahasan

Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam

Perlakuan cekaman kekeringan berpengaruh terhadap perkembangan

trubus (trubus awal, trubus penuh dan trubus dewasa), periode trubus, siklus

trubus dan periode dormansi. Perlakuan cekaman kekeringan juga berpengaruh

terhadap pertumbuhan tajuk yaitu: tinggi tanaman (7-11 BSP), jumlah daun (3-11

BSP), luas daun 11 BSP, pertambahan (tinggi tanaman, jumlah daun, lebar

kanopi, diameter batang dan luas daun), bobot kering tajuk dan bobot kering total

tanaman. Perlakuan cekaman kekeringan juga berpengaruh terhadap pertumbuhan

akar yaitu: bobot kering akar, panjang akar primer dan volume akar. Perlakuan

aktivitas fisiologi seperti laju fotosintesis, daya hantar stomata, laju transpirasi,

potensial air daun dan kandungan prolin daun. Rangkuman sidik ragam hasil

penelitian disajikan pada Lampiran 7.

Komponen Pertumbuhan Tanaman

Siklus trubus

Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan perkembangan trubus dan

masa dormansi akibat perlakuan cekaman kekeringan seperti yang ditampilkan

pada Tabel 3. Tanaman yang mendapat cekaman kekeringan memiliki siklus

trubus antara 109-135 hari, yang nyata lebih lama dibandingkan kondisi tanpa

cekaman kekeringan, yaitu 97 hari. Lamanya siklus trubus dipengaruhi oleh

panjangnya periode trubus atau periode pertumbuhan aktif dan juga lamanya

periode dormansi. Hasil penelitian ini sejalan dengan laporan Hidayat (2002)

bahwa terjadi hambatan pertumbuhan dan siklus trubus berikutnya menjadi lebih

43

lama apabila mendapat cekaman kekeringan. Lamanya siklus trubus berkaitan

dengan ketersediaan fotosintat sebagai hasil dari proses fotosintesis, dimana

terjadinya cekaman kekeringan menyebabkan terbatasnya jumlah air yang sampai

ke jaringan daun, sehingga menurunkan laju fotosintesis (seperti pada Tabel 11).

Selain rendahnya fotosintat yang terbentuk, maka translokasi fotosintat juga

terhambat akibat adanya cekaman kekeringan, karena air berperan penting dalam

mengalirkan fotosintat ke berbagai jaringan tanaman termasuk untuk

pembentukan tunas baru. Oleh karena alokasi fotosintat terbatas ke bagian pucuk

akibat adanya cekaman, maka tanaman meningkatkan masa dormansi menjadi

lebih lama dan setelah fotosintat sudah tersedia cukup, maka tanaman segera

membentuk tunas yang baru dan tanaman mengakhiri masa dormansinya.

Tanaman memiliki mekanisme pertahanan sendiri sebagai mekanisme

untuk mengurangi dampak negatif dari adanya cekaman kekeringan. Menurut

Jones et al. (1992) tanaman melakukan penghindaran terhadap cekaman

kekeringan dengan cara: (a) memperpanjang periode dorman dan memperpendek

siklus pertumbuhan, (b) konservasi air pada tanaman yang diwujudkan dalam

bentuk ukuran daun yang lebih kecil, penutupan stomata dan penyerapan yang

efektif diwujudkan dalam bentuk morfologi akar yang memanjang dan tebal.

Pada penelitian ini nampak bahwa tanaman yang mengalami cekaman kekeringan

memiliki masa dormansi yang lebih lama (rata-rata di atas 65 hari) dibanding

tanpa cekaman (62 hari) dan hal ini dianggap sebagai salah bentuk strategi

tanaman dalam menghindari cekaman kekeringan.

Tabel 3 Rata-rata lama periode trubus, periode dormansi dan siklus trubus padaberbagai konsentrasi PEG

KonsentrasiPEG (%)

Stadia/periode pertumbuhan tunasTrubusawal

Trubuspenuh

Trubusdewasa

Periodedormansi

Periodetrubus*

Siklustrubus**

....................................... (hari) ................................................0 10.50e 10.50e 12.67d 62.33e 33.67e 96.00e5 13.33d 13.17d 16.17c 67.00d 42.67d 109.67d10 15.17c 15.16c 20.33b 70.00c 50.67c 120.67c15 17.00b 16.67b 22.83a 73.17b 56.50b 129.67b20 18.33a 18.00a 23.83a 75.50a 60.17a 135.67a

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidakberbeda nyata pada uji DMRT pada taraf kepercayaan 95%*Periode trubus = trubus awal + trubus penuh + trubus dewasa*Siklus trubus = periode trubus + periode dormansi

44

Pertumbuhan tajuk

Perlakuan cekaman kekeringan menurunkan tinggi tanaman, jumlah daun

dan luas daun secara nyata pada 11 BSP seperti ditampilkan pada Tabel 4. Pada

tanpa cekaman kekeringan, rata-rata tinggi tanaman adalah 33.45 cm, sedangkan

pada perlakuan cekaman kekeringan (5-20% PEG) dihasilkan tinggi tanaman

senilai 30.25; 28.50; 29.65 dan 24.82 cm atau terjadi penurunan tinggi tanaman

sebesar 10-26% dan penurunannya semakin meningkat sesuai peningkatan taraf

cekaman. Data pada Tabel 4 ternyata lebih dipertegas lagi oleh persamaan

regresi pada Gambar 3, yang menunjukkan adanya hubungan linear negatif antara

tingkat cekaman kekeringan dengan peubah tinggi tanaman. Persamaan regresi

antara taraf cekaman dengan rataan tinggi tanaman adalah: Y = 31.77 + 0.36X;

R2 = 0.77**. Perlakuan cekaman kekeringan juga menurunkan jumlah daun dan

luas daun secara nyata yaitu masing-masing 9-21% dan 10-25% dibanding tanpa

cekaman seperti nampak pada Tabel 4 dan Gambar 4.

Penurunan pertumbuhan tajuk pada penelitian ini sejalan dengan laporan

Efendi (2008), cekaman kekeringan menyebabkan penurunan pertumbuhan tajuk

tanaman jagung dan penurunan pertumbuhan sejak cekaman ringan (5% PEG) dan

penurunan pertumbuhan tertinggi pada cekaman berat (20% PEG). Laporan yang

sama dikemukakan Banziger et al. (2000), bahwa cekaman kekeringan pada

tanaman jagung menyebabkan penurunan tinggi tanaman, jumlah daun dan luas

daun serta menyebabkan penutupan stomata dan penggulungan daun akibat

rendahnya turgiditas sel daun pada potensial air daun senilai -1.5 MPa.

Tabel 4 Pengaruh konsentrasi PEG terhadap rata-rata tinggi tanaman, jumlah danluas daun pada pada 11 BSP

KonsentrasiPEG(%)

Tinggitanaman(cm)

Jumlahdaun(helai)

Luasdaun(cm2)

Penurunan (%)*Tinggi

tanamanJumlahdaun

Luasdaun

0 33.45 a 16.50 a 1507.10 a - - -5 30.25 ab 15.00 b 1356.40 ab 10 9 10

10 28.50 ab 14.83 b 1335.50 ab 15 9 1115 29.65 ab 13.67 c 1290.30 ab 11 15 1420 24.82 b 13.00 c 1129.60 b 26 21 25

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidakberbeda nyata pada uji DMRT pada taraf kepercayaan 95%*Persentase penurunan dibandingkan terhadap kontrol (0% PEG)

45

Gambar 3 Hubungan peningkatan konsentrasi PEG dengan tinggi tanaman pada11 BSP

Gambar 4 Keragaan pertumbuhan bibit manggis pada berbagai konsentrasi PEGpada 11 BSP

0% 5% 10%

20%15%

Y = -0.36X + 31.76R² = 0.77**

0

5

10

15

20

25

30

35

40

0 5 10 15 20

Rat

aan

ting

gita

nam

an(c

m)

Konsentrasi PEG (%)

46

Hasil pengamatan terhadap tinggi tanaman, jumlah daun dan luas daun

menunjukkan bahwa semakin tinggi taraf cekaman kekeringan maka semakin

besar penurunan pertumbuhan dan penurunan terbesar nampak pada taraf

cekaman tertinggi. Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan tanaman manggis

sangat terhambat akibat mengalami cekaman kekeringan yang ditunjukkan dari

penurunan pertumbuhan dibandingkan tanaman yang tidak mengalami cekaman.

Data ini sejalan dengan peubah potensial air daun pada Tabel 10 dan ini

dibuktikan melalui uji korelasi Pearson pada Tabel 12, bahwa terdapat hubungan

yang sangat nyata dan positif antara semua komponen pertumbuhan tajuk dengan

potensial air daun. Hubungan yang sifatnya negatif antara potensial air daun

dengan pertumbuhan tajuk pada Gambar 5 dan 6, mempertegas hubungan

tersebut, yaitu apabila potensial air daun mengalami penurunan sampai -1.1 MPa,

akan menyebabkan penurunan tinggi tanaman dan jumlah daun secara linier. Hal

ini sesuai yang dikemukakan Harjadi & Yahya (1988), bahwa dengan cekaman

kekeringan yang ringan saja (sekitar -0.1 sampai -0.3 MPa) sudah dapat

menyebabkan pembelahan dan pembesaran sel menjadi terhambat bahkan bisa

berhenti sama sekali. Berkurangnya potensial air daun menyebabkan menurunnya

aktivitas fotosintesis, karena beberapa hal yaitu: (a) penutupan stomata secara

aktif yang mengurangi suplai CO2, (b) dehidrasi kutikula, dinding epidermis, dan

membran sel yang mengurangi permeabilitasnya terhadap CO2, (c) bertambahnya

tahanan sel mesofil daun terhadap pertukaran gas, dan (d) menurunnya efisiensi

sistem fotosintesis. Hal ini berhubungan dengan proses biokimia, aktivitas enzim

dalam sitoplasma, dimana fotosintesis merupakan proses hidrolisis yang

memerlukan air.

47

Gambar 5 Hubungan antara potensial air daun (Ψ daun) dengan tinggi tanamanpada 11 BSP

Gambar 6 Hubungan antara potensial air daun (Ψ daun) dengan jumlah daun pada11 BSP

Perlakuan cekaman kekeringan menunjukkan perbedaan yang nyata

terhadap pertambahan diameter batang dan lebar kanopi dibandingkan tanpa

cekaman seperti ditampilkan pada Tabel 5. Pertambahan diameter batang dan

lebar kanopi semakin menurun sejalan dengan peningkatan taraf cekaman dan

terlihat jelas bahwa pada taraf cekaman tertinggi (20% PEG), menyebabkan

pertambahan diameter batang dan lebar kanopi yang paling rendah. Cekaman

kekeringan menyebabkan semakin terbatasnya air yang masuk ke jaringan

tanaman sehingga menghambat aktivitas pembelahan, pembesaran dan

pemanjangan sel dan hal ini nampak dari penurunan pertambahan diameter batang

dan lebar kanopi.

Y = -8.86x + 35.05R² = 0.71**

20

22

24

26

28

30

32

34

36

0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2

Tin

ggi

tana

man

(cm

)

Ψ daun (-MPa)

Y = -3.92X + 17.28R² = 0.80**

12

13

14

15

16

17

18

0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2

Jum

lah

dau

n(h

elai

)

Ψ daun (-MPa)

48

Tabel 5 Pertambahan diameter batang dan lebar kanopi pada berbagai konsentrasiPEG selama 1 tahun

KonsentrasiPEG (%)

Pertambahan

Diameter batang (mm) Lebar kanopi (cm)0 3.71 a 19.79 a5 1.88 b 16.81 b10 1.69 b 14.91 bc15 1.68 b 14.17 bc20 1.65 b 12.93 c

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidakberbeda nyata pada uji DMRT pada taraf kepercayaan 95%

Pada Tabel 6 terlihat bahwa perlakuan cekaman kekeringan menyebabkan

penurunan bobot kering tajuk dan bobot kering total secara nyata. Bobot kering

tajuk dan bobot kering total pada kondisi tanpa cekaman kekeringan adalah 18.95

dan 24.02 g/tanaman, sedangkan apabila diberi perlakuan cekaman kekeringan (5-

20% PEG), maka bobot kering tajuk dan total mengalami penurunan menjadi

16.70-13.79 g/tanaman (bobot kering tajuk) dan 21.21-16.63 g/tanaman (bobot

kering total) atau mengalami penurunan 12-27% (bobot kering tajuk) dan 12-31%

(bobot kering total). Penurunan bobot kering tanaman akibat adanya cekaman

kekeringan disebabkan oleh 2 hal yaitu: terbatasnya fotosintat yang terbentuk dan

terhambatnya alokasi fotosintat ke berbagai organ tanaman (Salisbury & Ross

1995. Kedua hal tersebut dipengaruhi oleh ketersediaan air yang masuk ke

jaringan tanaman, semakin terhambat air masuk ke jaringan tanaman akibat

adanya cekaman maka semakin terhambat pembentukan dan translokasi fotosintat.

Hal ini sejalan dengan laporan Gieger & Thomas (2002); Wu et al. (2007), bahwa

cekaman kekeringan menyebabkan penurunan biomassa tanaman karena

terhambatnya translokasi fotosintat ke berbagai organ tanaman, termasuk untuk

pengisian bahan kering tanaman.

Trend persentase penurunan biomassa tanaman akibat perlakuan cekaman

kekeringan pada Gambar 7, menunjukkan pola yang sama dengan pola

pertumbuhan tinggi tanaman, jumlah daun dan luas daun. Peningkatan taraf

cekaman menyebabkan penurunan bobot kering total secara linier negatif dengan

persamaan regresi: Y = -0.35X + 23.55; R2 = 0.58**.

49

Tabel 6 Pengaruh konsentrasi PEG terhadap bobot kering tajuk dan bobot keringtotal tanaman pada 11 BSP

KonsentrasiPEG(%)

Bobot keringtajuk(g)

Bobot keringtotal(g)

Penurunan (%)

Bobot keringtajuk

Bobot keringtotal

0 18.95 a 24.02 a - -5 16.70 ab 21.21 ab 12 1210 15.87 ab 19.93 ab 16 1715 14.86 ab 18.34 b 22 2420 13.79 b 16.63 b 27 31

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidakberbeda nyata pada uji DMRT pada taraf kepercayaan 95%Persentase penurunan dibandingkan terhadap kontrol (0% PEG)

Gambar 7 Hubungan konsentrasi PEG dengan bobot kering total pada 11 BSP

Pertumbuhan akar

Untuk menggambarkan pertumbuhan akar maka dilakukan pengamatan

bobot kering akar, panjang akar primer dan volume akar pada Tabel 7. Hasil

pengamatan menunjukkan bahwa perlakuan cekaman kekeringan berbeda nyata

dengan tanpa cekaman terhadap bobot kering akar, panjang akar primer dan

volume akar. Hal ini ditunjukkan dari bobot kering akar pada perlakuan tanpa

cekaman kekeringan adalah 5.06 g/tanaman, sedangkan pada perlakuan cekaman

kekeringan (5-20% PEG) adalah masing-masing 4.51; 4.06; 3.48 dan 2.84

g/tanaman atau terjadi penurunan bobot kering akar sebesar 11-44%.

Demikian pula terhadap peubah panjang akar primer pada Tabel 7 dan

Gambar 8, juga menunjukkan penurunan pertumbuhan seperti pada bobot kering

Y = -0.35X + 23.55R² = 0.58**

10

15

20

25

30

0 5 10 15 20

Bo

bo

tke

ring

tota

l(g

)

Konsentrasi PEG (%)

50

akar. Namun terdapat perbedaan, dimana pada peubah panjang akar, pada

cekaman ringan belum nampak perbedaan dengan kontrol, tetapi setelah taraf

cekaman ditingkatkan menjadi 15 dan 20% PEG, baru berbeda nyata dengan

kontrol, artinya saat cekaman masih ringan, maka belum menunjukkan perbedaan

dengan tanpa cekaman, tetapi setelah taraf cekaman ditingkatkan >15% PEG,

mengakibatkan penurunan panjang akar primer yang nyata dibanding kontrol.

Hasil pengamatan terhadap volume akar pada Tabel 7, juga menunjukkan

adanya penurunan pertumbuhan akibat perlakuan cekaman kekeringan, hanya

polanya agak berbeda dengan bobot kering akar dan panjang akar primer. Pada

perlakuan 5-15% PEG, volume akar nampak tidak berbeda nyata dengan kontrol.

Namun setelah ditingkatkan menjadi 20% PEG, maka nampak perbedaan yang

nyata dengan kontrol. Dengan demikian pengaruh cekaman kekeringan terhadap

volume akar, baru nampak pada kondisi cekaman berat (20% PEG), yang

ditunjukkan dari penurunan volume akar 40% dibandingkan tanpa cekaman.

Penurunan pertumbuhan akar (bobot kering akar, panjang akar primer dan

volume akar) akibat cekaman kekeringan didukung oleh kondisi morfologi

tanaman manggis, yang memiliki sistem perakaran yang kurang berkembang dan

tidak mempunyai akar rambut serta mudah terganggu oleh faktor lingkungan yang

tidak menguntungkan seperti adanya cekaman kekeringan (Wiebel et al. 1994;

Poerwanto et al. 1995; Cox 1988), menyebabkan tanaman manggis peka terhadap

cekaman kekeringan. Dengan kondisi morfologi akar seperti diuraikan tersebut

ditambah adanya hambatan ketersediaan air pada media yang terbatas (media pot)

mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan akar seperti yang nampak pada Tabel

7 dan Gambar 8. Hal ini berbeda halnya apabila kondisi cekaman kekeringan

pada media yang lebih luas seperti di lahan, dimana tanaman bisa melakukan

adaptasi morfologi dengan memperpanjang akar untuk memperoleh air pada

lapisan tanah yang lebih dalam. Hal ini sesuai Sammons et al. (1980), tanaman

dengan panjang akar yang dalam dan perluasan akar yang besar mampu

meningkatkan absorbsi air dan relatif lebih toleran terhadap cekaman kekeringan.

Menurut Harjadi & Yahya (1988), kondisi perakaran juga mempengaruhi

pemulihan fotosintesis akibat adanya cekaman kekeringan. Apabila akar rambut

51

rusak dan titik tumbuh akar terhambat pertumbuhannya maka penyerapan air akan

sangat berkurang dan bisa kembali normal setelah diberikan irigasi.

Tabel 7 Pengaruh konsentrasi PEG terhadap bobot kering akar, panjang akarprimer dan volume akar pada 11 BSP

KonsentrasiPEG(%)

Bobotkeringakar (g)

Panjangakarprimer(cm)

Volumeakar(ml)

Penurunan (%)

Bobotkeringakar

Panjangakar

primer

Volumeakar

0 5.06 a 27.00 a 10.00 a - - -5 4.51 ab 26.17 a 9.00 a 11 3 1010 4.06 ab 24.83 a 9.00 a 20 8 1015 3.48 bc 20.50 ab 8.67 a 31 24 1320 2.84 c 16.00 b 6.00 b 44 41 40

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyatapada uji DMRT pada taraf kepercayaan 95%Persentase penurunan dibandingkan terhadap kontrol (0% PEG)

Gambar 8 Keragaan akar bibit manggis umur 11 BSP pada berbagai konsentrasiPEG

0% 5% 10%

15% 20%

52

Untuk menggambarkan keseimbangan pertumbuhan tajuk dan akar dapat

dilihat dari rasio tajuk/akar (Tabel 8). Nampak bahwa sampai 11 BSP, tidak

terdapat perbedaan nyata antara berbagai perlakuan cekaman kekeringan. Hal ini

disebabkan kedua peubah tersebut (bobot kering tajuk maupun bobot kering akar),

sama-sama mengalami penurunan akibat perlakuan cekaman kekeringan, seperti

yang terlihat pada Tabel 6 dan 7. Hasil penelitian ini sejalan dengan laporan

Hidayat (2002), bahwa pada tanaman manggis muda umur 2 tahun, menunjukkan

perbedaan yang tidak nyata terhadap rasio tajuk/akar, tetapi setelah umur > 2

tahun, baru terlihat perbedaan yang nyata, karena saat itu alokasi pembagian

fotosintat lebih banyak dialokasikan ke pertumbuhan tajuk (batang, cabang dan

daun), akibatnya pertumbuhan tajuk menjadi lebih dominan dibanding

pertumbuhan akar. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kondisi

cekaman kekeringan pertumbuhan tajuk lebih terhambat dibanding pertumbuhan

akar (Wu & Cosgrove 2000; Hamdy 2002). Laporan Efendi (2008) menunjukkan

bahwa konsentrasi 20% (setara -0.67 MPa), pertumbuhan tunas kecambah jagung

sangat terhambat bahkan terhenti namun pertumbuhan akar masih dapat

berlangsung.

Tabel 8 Pengaruh konsentrasi PEG terhadap rasio tajuk/akar pada 11 BSP

KonsentrasiPEG (%)

Rasiotajuk/akar

0 3.825 3.7110 4.0515 4.3820 4.90

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidakberbeda nyata pada uji DMRT pada taraf kepercayaan 95%

Komponen Fisiologis Tanaman

Kandungan prolin

Pada beberapa penelitian yang berkaitan dengan topik cekaman, maka

umumnya kandungan asam amino prolin dijadikan sebagai indikator untuk

menilai status tanaman apakah mengalami cekaman atau tidak. Pada penelitian

ini nampak bahwa perlakuan cekaman kekeringan menunjukkan pengaruh yang

nyata terhadap kandungan prolin daun. Tanaman yang tanpa mengalami cekaman

53

kekeringan (kontrol), mempunyai kandungan prolin sebesar 1.71 µmol/g berat

basah, sedangkan pada perlakuan cekaman kekeringan (5- 20% PEG), adalah

2.41-3.66 µmol/g berat basah atau terjadi peningkatan sebesar 41-114% (Tabel 9).

Peningkatan kandungan prolin daun pada tanaman yang mendapat

perlakuan cekaman kekeringan dibanding tanpa cekaman menunjukkan tanaman

manggis mengalami cekaman kekeringan. Beberapa laporan menunjukkan bahwa

akumulasi prolin merupakan respon tanaman akibat adanya cekaman kekeringan.

Hasil penelitian ini sejalan dengan laporan Efendy (2008), bahwa tanaman jagung

varietas Anoman yang mengalami cekaman kekeringan dengan PEG selama 30

hari menunjukkan peningkatan kandungan prolin daun, di mana peningkatan taraf

cekaman juga menyebabkan peningkatan kandungan prolin, yaitu 33.13 µmol/g

berat basah (0% PEG), 48.64 µmol/g berat basah (10% PEG) dan 66.81 µmol/g

berat basah (15% PEG). Begitupula laporan Wijana (2001); Panggaribuan (2001),

menunjukkan kandungan prolin meningkat pada tanaman kelapa sawit yang

mengalami cekaman kekeringan dan peningkatan prolin menunjukkan adanya

toleransi tanaman terhadap cekaman kekeringan.

Prolin merupakan salah senyawa osmotik yang disintesis dan diakumulasi

pada berbagai jaringan tanaman terutama pada bagian daun dan merupakan salah

satu bentuk mekanisme toleransi tanaman terhadap cekaman kekeringan dengan

cara dehydration tolerance yaitu mekanisme toleransi pada potensial air jaringan

yang rendah. Mekanisme ini merupakan kemampuan tanaman menjaga tekanan

turgor sel dengan menurunkan potensial airnya melalui akumulasi solut seperti

asam amino prolin (Soepandi 2006).

Tabel 9 Pengaruh konsentrasi PEG terhadap kandungan prolin pada 11 BSP

Konsentrasi PEG(%)

Kandungan prolin(µmol/g berat basah)

Peningkatan(%)

0 1.71 c -5 2.41 bc 4110 2.46 bc 4415 2.63 b 5420 3.66 a 114

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidakberbeda nyata pada uji DMRT pada taraf kepercayaan 95%Persentase peningkatan dibandingkan terhadap kontrol (0% PEG)

54

Hasil uji korelasi Pearson pada Tabel 12, menunjukkan hubungan antara

kandungan prolin daun dengan peubah pertumbuhan tajuk dan akar, di mana

kandungan prolin daun menunjukkan hubungan yang sangat nyata dan negatif

dengan peubah bobot kering (akar dan total tanaman), pertumbuhan tinggi

tanaman dan luas daun serta potensial air daun. Kandungan prolin juga

berhubungan nyata dan negatif dengan panjang akar dan volume akar. Hal ini

menunjukkan bahwa peningkatan taraf cekaman kekeringan menyebabkan

peningkatan kandungan prolin daun sebagai strategi toleransi tanaman terhadap

cekaman kekeringan pada potensial air jaringan yang rendah. Dalam kondisi

cekaman sedang sampai berat, konsentrasi asam amino prolin meningkat lebih

tinggi dibanding asam amino lainnya. Dalam hal ini prolin tampaknya membantu

toleransi terhadap cekaman kekeringan, bertindak sebagai sumber cadangan

nitrogen atau sebagai molekul zat terlarut yang mengurangi potensial osmotik

sitoplasma. Pada tingkat cekaman sangat berat (potensial air lebih besar dari -1.5

MPa), maka respirasi, asmilasi CO2, translokasi fotosintat dan transpor xylem

berkurang secara cepat sampai ke tingkat yang lebih rendah, sedangkan aktivitas

enzim hidrolisis meningkat (Gardner et al. 1991).

Potensial air daun

Perlakuan cekaman kekeringan menunjukkan perbedaan yang nyata

dengan tanpa cekaman terhadap potensial air daun (Tabel 10). Pada perlakuan

tanpa cekaman (0% PEG), diperoleh nilai potensial air daun sebesar -0.27 MPa,

sedangkan pada perlakuan cekaman kekeringan (5-20% PEG) menyebabkan

penurunan potensial air daun antara -0.48 sampai -1.04 MPa atau mengalami

penurunan sebesar 78-281%. Hal tersebut menggambarkan bahwa peningkatan

taraf cekaman, menyebabkan penurunan potensial air daun. Penurunan potensial

air daun dapat disebabkan rendahnya ketersediaan air media atau rendahnya

serapan air sehingga semakin terbatas air yang masuk ke jaringan tanaman. Pada

penelitian ini terhambatnya air yang masuk ke jaringan tanaman karena semakin

tingginya taraf cekaman (peningkatan konsentrasi PEG). Semakin tinggi

konsentrasi PEG maka semakin banyak zat terlarut sehingga konsentrasi air media

semakin rendah dibanding konsentrasi air jaringan akar dan semakin sulit air

55

masuk ke jaringan tanaman. Dengan demikian supaya air dapat mengalir sampai

ke jaringan daun maka potensial air jaringan harus diturunkan. Rendahnya

potensial air daun menyebabkan jumlah air yang masuk ke sel jaga juga menjadi

semakin terbatas akibatnya sel menjadi kemps, turgiditas sel terganggu dan

stomata menutup. Penutupan stomata merupakan cara untuk mengurangi

kehilangan air yang akibat transpirasi. Namun karena CO2 juga masuk ke jaringan

tanaman melewati stomata maka penutupan stomata menyebabkan terhambatnya

difusi CO2 dan penurunan daya hantar stomata (Salisbury & Ross 1995). Pada

penelitian ini, respon yang jelas terlihat akibat penurunan potensial air daun

adalah terhambatnya pertumbuhan tajuk seperti ditunjukkan pada Gambar 5 dan 6.

Tabel 10 Pengaruh konsentrasi PEG terhadap potensial air daun pada 11 BSP

Konsentrasi PEG(%)

Potensial air daun(MPa)

Penurunan(%)

0 -0.27 a -5 -0.48 b 78

10 -0.64 c 13615 -0.99 d 26320 -1.04 d 281

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidakberbeda nyata pada uji DMRT pada taraf kepercayaan 95%Persentase penurunan dibandingkan terhadap kontrol (0% PEG)

Sebagai perbandingan pada hasil penelitian Hidayat (2002), menunjukkan

adanya perbedaan potensial air daun tanaman manggis umur 2 tahun pada dua

kondisi status air yaitu musim kemarau dan musim penghujan. Potensial air daun

terendah pada musim kemarau yaitu pada stadia trubus cepat sampai trubus

dewasa sebesar -9.83 sampai -10.08 bar, dan tertinggi pada fase dorman -6.57 bar,

sedangkan pada musim penghujan, terendah pada stadia trubus dewasa (-5.03

bar), dan tertinggi pada stadia trubus awal (-3.77 bar) dan stadia dorman (-3.90

bar). Hal ini menunjukkan bahwa potensial air jaringan pada kondisi tanaman

aktif tumbuh lebih rendah dibandingkan saat dorman. Saat pertumbuhan tunas,

aktivitas metabolisme meningkat dan kebutuhan air secara langsung menjadi

faktor pembatas, sehingga pada saat pertumbuhan tunas dibutuhkan ketersediaan

air yang lebih tinggi dibandingkan stadia dorman. Dengan demikian saat aktif

tumbuh, maka tanaman manggis sangat peka terhadap kekurangan air. Gejala

yang jelas ditunjukkan apabila tanaman manggis mengalami cekaman kekeringan

56

yang adalah terjadinya terhambatnya pertumbuhan tajuk dan akar. Berdasarkan

hasil pengamatan menunjukkan hambatan pertumbuhan tajuk (menurunnya

pertambahan luas daun, jumlah daun dan biomassa tajuk) dan hambatan

pertumbuhan akar (menurunnya volume, panjang akar dan biomassa akar).

Perubahan laju fotosintesis, transpirasi dan daya hantar stomata

Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan nyata antara perlakuan

cekaman kekeringan dan tanpa cekaman terhadap laju fotosintesis, transpirasi dan

daya hantar stomata seperti pada Tabel 11. Laju fotosintesis pada tanpa cekaman

kekeringan adalah 4.22 µmol CO2/m2/detik, sedangkan pada perlakuan cekaman

kekeringan (5-20% PEG) adalah 3.26-2.11 µmol CO2/m2/detik atau mengalami

penurunan sebesar 23-50% dibandingkan kontrol. Penurunan laju fotosintesis

akibat meningkatnya cekaman disebabkan menurunnya absorbsi air dari media

sehingga semakin terbatas jumlah air yang masuk ke jaringan tanaman.

Terbatasnya serapan air akan direspon oleh jaringan daun dengan cara penutupan

stomata sebagai strategi untuk mengurangi kehilangan air.

Penutupan stomata menyebabkan menurunnya laju difusi CO2 yang masuk

ke daun melalui stomata akibatnya daya hantar stomata menurun seperti terlihat

pada Tabel 11. Daya hantar stomata pada perlakuan cekaman kekeringan adalah

0.036-0.029 µmol CO2/m2/detik sedangkan pada tanpa cekaman adalah 0.039 atau

terjadi penurunan sebesar 8-26% akibat adanya cekaman. Oleh karena stomata

menutup akibat rendahnya potensial air daun, maka laju transpirasi juga

mengalami penurunan. Laju transpirasi pada perlakuan cekaman kekeringan (5-

20% PEG) adalah 105.07-45.32 µmol H2O/m2/detik sedangkan tanpa cekaman

adalah 128.07 µmol H2O/m2/detik atau terjadi penurunan sebesar 18-65%.

Penurunan daya hantar stomata sejalan dengan laju transpirasi, karena

cekaman kekeringan menyebabkan penutupan stomata sehingga jumlah CO2 yang

dihantarkan masuk ke daun melalui stomata dan jumlah air yang diuapkan melalui

stomata sama-sama mengalami penurunan. Kombinasi dari rendahnya pasokan

air dari media dan terbatasnya CO2 yang masuk ke daun menyebabkan rendahnya

laju fotosintesis. Hasil penelitian ini sejalan dengan laporan Nepomuceno et al.

(1998), bahwa tanaman kapas varietas Siokra yang mengalami cekaman

57

kekeringan dengan aplikasi PEG 6000, memiliki laju fotosintesis 7.61 µmol

CO2/m2/detik, daya hantar stomata 0.36 µmol CO2/m

2/detik dan laju transpirasi

4.77 µmol H2O/m2/detik, yang nampal lebih rendah dibanding tanpa cekaman,

yaitu: 8.01 µmol CO2/m2/detik (laju fotosintesis), 0.42 µmol CO2/m

2/detik (daya

hantar stomata) dan 5.51 µmol H2O/m2/detik (laju transpirasi).

Saat tanaman mengalami cekaman kekeringan, maka stomata sebagai

pintu masuknya CO2 ke dalam jaringan daun akan tertutup sebagai respon

terhadap rendahnya ketersediaan air media dan juga sebagai mekanisme untuk

mengurangi kehilangan air akibat penguapan. Akibat tertutupnya stomata maka

laju difusi CO2 melalui stomata juga mengalami penurunan yang nampak pada

penurunan daya hantar stomata. Hal ini didukung laporan Ramlan et al. (1992),

bahwa tanaman manggis yang digenangi selama 72 jam (konsentrasi CO2 sangat

rendah), menyebabkan penurunan laju fotosintesis dan daya hantar stomata,

sehingga dapat disimpulkan peningkatan daya hantar stomata mencerminkan

peningkatan kandungan CO2 di daun.

Tabel 11 Pengaruh konsentrasi PEG terhadap laju fotosintesis, laju transpirasidan daya hantar stomata pada 11 BSP

KonsentrasiPEG(%)

Lajufotosintesis(FS)

Lajutranspirasi(T)

Daya hantarstomata(DHS)

Penurunan(%)

FS T DHS

µmolCO2/m

2/detikµmolH2O/m2/detik

µmol/m2/CO2detik

0 4.22 a 128.07 a 0.039 a - - -5 3.26 b 105.15 b 0.036 ab 23 18 8

10 2.56 c 78.81 c 0.030 c 39 38 2315 2.37 cd 49.51 d 0.032 bc 44 61 1820 2.11 d 45.32 d 0.029 c 50 65 26

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidakberbeda nyata pada uji DMRT pada taraf kepercayaan 95%Persentase penurunan dibandingkan terhadap kontrol (0% PEG)

Kerapatan stomata

Hasil pengamatan kerapatan stomata pada Gambar 9, menunjukkan adanya

variasi jumlah stomata pada permukaan atas dan bawah daun. Kerapatan stomata

pada perlakuan tanpa cekaman kekeringan adalah 71.34 buah/mm (bawah daun)

dan 5.10 buah/mm (atas daun), sedangkan pada perlakuan cekaman kekeringan,

kerapatan stomata tertinggi pada 20% PEG yaitu 137.58 buah/mm (bawah daun)

58

dan 10.19 buah/mm (atas daun). Data kerapatan stomata menunjukkan pola yang

berbeda dengan pertumbuhan tajuk dan akar, dimana pada taraf cekaman berat

(20% PEG) menghasilkan kerapatan stomata tertinggi, namun tidak terdapat

perbedaan yang besar antara perlakuan cekaman karena jumlah stomata banyak

dikendalikan oleh faktor genetik (Banziger et al. 2000), tetapi menurut Gardner et

al. (1991), selain faktor genetik, maka faktor lingkungan juga mempengaruhi

jumlah dan ukuran stomata.

Pada pertumbuhan tajuk dan akar, cekaman kekeringan tertinggi justeru

mengakibatkan penurunan pertumbuhan yang tertinggi. Begitupula terhadap laju

fotosintesis, laju transpirasi dan daya hantar stomata, penurunan tertinggi pada

perlakuan 20% PEG. Hal ini dapat dijelaskan bahwa dengan kerapatan stomata

tinggi, seharusnya meningkatkan laju transpirasi karena jumlah air yang hilang

akibat transpirasi akan meningkat. Tetapi karena adanya cekaman (aplikasi PEG),

maka larutan menjadi semakin pekat yang menyebabkan terhalangnya air masuk

ke jaringan tanaman, akibatnya kandungan air jaringan menjadi semakin rendah

sehingga jumlah air yang masuk ke sel jaga juga menurun, akibatnya stomata

menutup. Penutupan stomata menyebabkan kemampuan stomata dalam

mendifusikan CO2 (daya hantar stomata menurun), akibatnya laju fotosintesis

menurun. Dengan demikian dapat diketahui bahwa taraf cekaman yang berat

(20% PEG) akan menurunkan pertumbuhan tajuk dan akar secara nyata.

Gambar 9 Kerapatan stomata pada berbagai konsentrasi PEG pada11 BSP. Nilaipengamatan merupakan rata-rata ± standard error dari 6 tanaman

5.830.75

10.73 5.45 10.40

71.89

107.72122.05

96.60

137.66

0

20

40

60

80

100

120

140

160

0 5 10 15 20

Ker

apat

anst

om

ata

(bua

h/m

m)

Konsentrasi PEG (%)

atas bawah

59

Tabel 12 Hubungan antara peubah pertumbuhan tanaman pada perlakuan cekaman kekeringan

Peubah BKA BTjk BKTot PA VA TT11 JD11 LD11 PD PR FS T DHS DB11

BKA 1.00BKTjk 0.67** 1.00BKTot 0.82** 0.98** 1.00PA 0.66** 0.44tn 0.54* 1.00VA 0.43tn 0.38tn 0.42tn 0.77** 1.00TT11 0.80** 0.60* 0.71** 0.58* 0.67** 1.00JD11 0.62* 0.64** 0.68** 0.38tn 0.49tn 0.72** 1.00LD11 0.57* 0.65* 0.67** 0.30tn 0.47tn 0.70** 0.81** 1.00PD 0.74** 0.68** 0.75** 0.73** 0.67** 0.84** 0.74** 0.65** 1.00PR -0.79** -0.58* -0.68** -0.63* -0.60* -0.82** -0.51tn -0.66** -0.73** 1.00FS 0.76** 0.67** 0.75** 0.56* 0.57* 0.90** 0.79** 0.67** 0.91** -0.80** 1.00T 0.80** 0.68** 0.77** 0.73** 0.61* 0.85** 0.75** 0.62* 0.97** -0.76** 0.94* 1.00DHS 0.68** 0.57* 0.65** 0.62* 0.48tn 0.67** 0.62* 0.52* 0.71** -0.68** 0.81** 0.79** 1.00DB11 0.49tn 0.29tn 0.37tn 0.39tn 0.50tn 0.64* 0.55* 0.58* 0.49tn -0.57* 0.59* 0.56* 0.45tn 1.00LK11 0.74** 0.51tn 0.62* 0.36tn 0.38tn 0.72** 0.60* 0.60* 0.67** -0.74** 0.76** 0.68** 0.42tn 0.56*

**=berkorelasi nyata pada taraf 1% uji korelasi Pearson* =berkorelasi nyata pada taraf 5% uji korelasi Pearsontn=berkorelasi tidak nyata

BKA = Bobot kering akar BKTjk = Bobot kering tajukBKTot = Bobot kering total tanaman PA = panjang akar primerVA = Volume akar T11 = Tinggi tanaman pada 11 BSPJD11 = Jumlah daun pada 11 BSP LD11 = Luas daun pada 11 BSPPD = Potensial air daun PR = Kandungan prolinFS = Laju fotosintesis T = Laju transpirasiDHS = Daya hantar stomata DB11 = Diameter batang pada 11 BSPLK11 = Lebar kanopi pada 11 BSP

60

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Peningkatan taraf cekaman kekeringan menurunkan beberapa aktivitas

fisiologi (potensial air daun, laju transpirasi, laju fotosintesis dan daya hantar

stomata) secara nyata sehingga menyebabkan terjadinya perubahan morfologis

yang nampak dari penurunan pertumbuhan akar (volume akar, panjang akar

dan bobot kering akar) dan penurunan pertumbuhan tajuk (tinggi tanaman,

jumlah daun, diameter batang, lebar kanopi, luas daun, bobot kering tajuk dan

bobot kering total tanaman).

2. Peningkatan taraf cekaman kekeringan menyebabkan peningkatan kandungan

prolin secara nyata dan nampak pada taraf cekaman tertinggi menghasilkan

kandungan prolin yang tertinggi 3.66 µmol/g berat basah, sedangkan pada

kondisi tanpa cekaman kekeringan hanya 1.71 µmol/g berat basah.

3. Cekaman kekeringan menurunkan pertumbuhan tajuk yang nampak dari

penurunan tinggi tanaman (10-26%), jumlah daun (9-21%), luas daun (10-

25%), bobot kering tajuk (12-27%). Cekaman kekeringan juga menurunkan

pertumbuhan akar yang terlihat dari penurunan bobot kering akar (11-44%),

panjang akar (3-41%) dan volume akar (10-40%).

61

PENETAPAN POROSITAS MEDIA BERBAGAISUMBER BAHAN MEDIA TUMBUH

The Determination of Media Porosity from Several Sources of Growing Media

Abstrak

Porositas merupakan salah satu sifat fisik yang penting dalam mendesainkomposisi media. Porositas sangat ditentukan oleh tekstur, struktur serta bentukdari partikel tanah atau media. Percobaan dilaksanakan di Rumah Kaca danLaboratorium Balai Penelitian Tanah Sindang Barang, yang berlangsung mulaiDesember 2008 sampai Maret 2009. Pada percobaan ini disusun 20 komposisimedia yang bertujuan mendapatkan nilai porositas yang beragam. Sumber mediaberasal dari limbah pertanian dan peternakan seperti arang sekam padi dan pupukkandang kambing, selain itu digunakan pula media tanah dan pasir. Hasilpenetapan porositas total menunjukkan bahwa nilai porositas media bervariasiantara 53-70%, dengan nilai porositas terendah adalah 53.48% (media tanah) danporositas tertinggi adalah 69.63% berupa campuran media tanah dengan pupukkandang kambing (2:1). Hasil penetapan porositas media ini dikelompokkanmenjadi empat kisaran porositas yaitu: 51-55%, 56-60%, 61-65% dan 66-70%.Hasil penetapan porositas media selanjutnya digunakan sebagai perlakuan padapercobaan air, pemupukan dan jenis pot sebagai rangkaian dari penelitian ini.

Kata kunci: media tumbuh, porositas, bobot jenis, bobot jenis partikel

Abstract

Porosity is one of the physical properties that are important in designingthe composition of media. Porosity was determined by the texture, structure andshape of particles of soil or media. Experiments have been conducted in theGreen house of Soil Research Institute in Sindang Barang, from December 2008until March 2009. This experiment was conducted in 20 media composition thataimed to get the various porosity values. Media sources derived from agriculturalwaste and livestock such as: rice husk charcoal and goat manure. Media was alsoused soil and sand. Determination of total porosity was shown a variationbetween 53-70%, the lowest porosity value was 53.48% (soil only) and highestporosity was 69.63% that made from soil media mix with goat manure (2:1). Theresults on porosity determination of the media are grouped into four ranges, e.i.:51-55, 56-60, 61-65 and 66-70%. The determination of media porosity then willbe used as the experimental treatments of water, fertilizing, and type of pot as aresearch series.

Keywords: growing media, porosity, bulk density, particle density

62

Pendahuluan

Latar Belakang

Selama ini dalam pembuatan media tumbuh sering dibuat komposisi

media tumbuh dengan perbandingan bobot ataupun volume yang bervariasi,

seperti campuran tanah + pupuk kandang (2:1), campuran tanah + arang sekam +

pupuk kandang (1:1:1), campuran tanah + pasir (3:1), dan masih banyak lagi

komposisi yang sering digunakan. Perbandingan berbagai komposisi media

tersebut pada dasarnya dilakukan untuk memperoleh media yang porous yang

sehingga memberikan kondisi yang optimal untuk pertumbuhan akar. Pada

dasarnya kondisi porous ataupun massive berkaitan dengan nilai porositas media.

Masalahnya sampai saat ini belum diketahui nilai porositas berbagai jenis media,

padahal informasi tersebut sangat penting dalam mendesain media tumbuh yang

sesuai karakteristik tanaman.

Porositas merupakan salah satu sifat fisik yang penting dipertimbangkan

dalam pembuatan media tumbuh. Porositas atau ruang pori total merupakan

bagian tanah atau media yang ditempati oleh udara atau air (Hardjowigeno 1987).

Porositas tergantung pada tekstur, struktur serta bentuk dari partikel tanah atau

media (Hillel 1997). Porositas mempengaruhi kondisi aerasi media, dimana

peningkatan porositas media meningkatkan aerasi sehingga meningkatkan

kandungan pula oksigen dan laju respirasi akar.

Beberapa hasil penelitian menunjukkan porositas mempengaruhi

pertumbuhan tanaman, antara lain Wiebel et al. (1992a) melaporkan pertumbuhan

bibit manggis pada media yang porous lebih baik dibanding kurang porous.

Begitupula Caballero et al. (2009), bahwa media tumbuh dengan porositas 78%

(dari kompos limbah anggur) dan porositas 82% (dari kompos gambut sphagnum

dan limbah jamur) menghasilkan bobot kering tanaman yang lebih tinggi

dibanding porositas 95% (dari media sabuk kelapa) dan porositas 93% (media

gambut) pada tanaman Gerbera jamesonii di dalam pot. Berdasarkan informasi

tersebut, dilakukan percobaan penetapan porositas yang bertujuan untuk

mendapatkan nilai porositas berbagai sumber media. Hasil percobaan ini sangat

bermanfaat dalam mendesain media tumbuh yang sesuai karakteristik tanaman.

63

Bahan dan Metode

Tempat dan Waktu Penelitian

Percobaan dilaksanakan di Rumah Kaca Balai Penelitian Tanah Sindang

Barang, Bogor. Analisis kimia dan fisika tanah dilakukan di Laboratorium Kimia

dan Fisika Tanah, Balai Penelitian Tanah Bogor. Percobaan dilaksanakan mulai

bulan Desember 2008 hingga Maret 2009.

Bahan dan Alat

Bahan dan alat yang digunakan antara lain media tanah Inceptisol Cicadas,

pasir, arang sekam padi dan pupuk kandang kambing, polybag 35 cm x 35 cm,

mikro ring, ember, timbangan analitik dan kertas label.

Metode Penelitian

Sumber bahan media adalah arang sekam padi, pupuk kandang kambing,

pasir dan tanah Inceptisol Cicadas. Pada percobaan ini disusun 20 komposisi

media yang bertujuan mendapatkan nilai porositas yang beragam seperti yang

disajikan pada Tabel 13. Setiap perlakuan diulang sebanyak dua kali sehingga

diperoleh 40 unit percobaan.

Tabel 13 Perlakuan komposisi media dari berbagai sumber media

No. Komposisi media Perbandingan (v/v)1. Tanah -2. Tanah + arang sekam (1:1) 1:13. Tanah + arang sekam (1:2) 1:24. Tanah + arang sekam (1:3) 1:35. Tanah + arang sekam (3:1) 3:16. Tanah + arang sekam (2:1) 2:17. Tanah + arang sekam + pasir (1:1:1) 1:1:18. Tanah + arang sekam + pasir (1:1:2) 1:1:29. Tanah + arang sekam + pasir (1:1:3) 1:1:310. Tanah + arang sekam + pasir (1:3:1) 1:3:111. Tanah + arang sekam + pasir (1:2:1) 1:2:112. Tanah + arang sekam + pasir (2:1:1) 2:1:113. Tanah + arang sekam + pasir(3:1:1) 3:1:114. Tanah + pupuk kandang + pasir (1:1:1) 1:1:1

64

Tabel 13 Lanjutan …

No. Komposisi media Perbandingan (v/v)15. Tanah + pupuk kandang + pasir (1:1:2) 1:1:216. Tanah + pupuk kandang + pasir (1:1:3) 1:1:317. Tanah + pupuk kandang + pasir (1:2:1) 1:2:118. Tanah + pupuk kandang + pasir (2:1:1) 2:1:119. Tanah + pupuk kandang (2:1) 2:120. Tanah + pupuk kandang (3:1) 3:1

Kegiatan percobaan diawali dengan pembuatan media tumbuh dengan

perbandingan volume. Berikutnya dilakukan penjenuhkan dengan memasukkan

polybag yang berisi media ke dalam ember plastik yang berisi air. Proses

penjenuhan dilakukan sampai media jenuh air (kurang lebih 10 menit) pada sore

hari (sekitar pukul 17.00) dengan tujuan untuk mengurangi kehilangan air akibat

evaporasi. Selanjutnya dilakuan penimbangan media setiap hari sampai hari ke-

8. Tahapan kegiatan ini diulang sampai tiga kali dan pada akhir percobaan

dilakukan pengambilan sampel untuk mengetahui nilai porositas total atau ruang

pori total (RPT) dari masing-masing komposisi media. Penetapan porositas total

menggunakan data bobot isi dan bobot jenis partikel (Richards et al. 2009).

Penetapan nilai bobot jenis partikel menggunakan metode botol

piknometer (Agus & Marwanto 2006) dengan prosedur sebagai berikut:

Botol piknometer dicuci dengan sabun dan dibilas dengan air suling. Lalu

dikeringkan dengan cara membilas dengan aseton.

Botol piknometer yg sudah kering ditimbang untuk mengetahui beratnya.

Lalu botol piknometer dengan etil alkokol sampai penuh. Dinding luar

dikeringkan dengan tissu, lalu ditimbang kembali (M1 )

Catat suhu etil alkohol

Berdasarkan Tabel konversi berat jenis etil alkohol dan berat jenis air

(aquadest) pada berbagai suhu, maka ditentukan berat jenis etil alkohol (ρf)

Separuh alkohol dituangkan dari piknometer ke dalam gelas piala

Lalu dimasukkan 10 g contoh tanah kering oven yang telah diayak dengan

mesh 2 mm (M2 )

Gelembung udara yang terdapat dalam piknometer dikeluarkan. Lalu botol

piknometer diisi penuh dengan etil alkohol sehingga botol dan pipa kapiler

65

terisi penuh. Dinding piknometer dikeringkan kembali dengan kertas tissu

lalu ditimbang kembali (M3). Bobot jenis partikel dihitung dengan formula:

ρf . M3

BJP = --------------------M1 + M2 – M3

Keterangan:

BJP = bobot jenis partikel (g/cm3)ρf = berat jenis etil alkohol (g/cm3)M1 = berat piknometer + etil alkohol (g)M2 = berat contoh (g)M3 = berat piknometer + etil alkohol + contoh (g)

Penetapan bobot isi menggunakan metode ring (Agus et al. 2006), dengan

prosedur sebagai berikut:

Tutup ring dibuka dan diambil contoh media utuh di polybag menggunakan

mikro ring.

Contoh media ditimbang bersama ring (X)

Lalu ditimbang pula ring contoh kosong (Y)

Selanjutnya dihitung kadar air contoh (Z) dan volume contoh (V)

Bobot isi dihitung dengan formula sebagai berikut:

100 (X-Y) / (100 + Z)BI = -----------------------------

V

Keterangan:

BI = bobot isi (g/cm3)X = berat sampel + ring (g)Y = berat ring sample (g)V = volume sample (m3)Z = kadar air

= {(BB – BK) / BK} x 100 %

66

Dengan demikian porositas total atau ruang pori total dapat dihitung

dengan persamaan sebagai berikut:

BIRPT = (1- ------------ ) x 100%

BJP

Keterangan:RPT = ruang pori total (%)BI = bobot jenis (g/cm3)BJP = bobot jenis partikel (g/cm3)

Hasil dan Pembahasan

Karakteristik Fisik dan Kimia Media Tumbuh

Pada Tabel 14 terlihat bahwa tanah Inceptisols Cicadas memiliki tektur

liat dan bersifat masam serta memiliki kandungan C-organik dan N-total termasuk

rendah. Kadar P terekstrak HCl 25% dan Bray-1 termasuk sangat rendah, kadar K

terekstrak HCl 25% termasuk sedang. Kapasitas tukar kation (KTK) senilai 14.10

me/100 g termasuk kategori rendah dan kejenuhan basa dibawah 50% yang berarti

masuk kategori rendah. Kejenuhan basa yang rendah disebabkan curah hujan

yang tinggi sehingga basa-basa tercuci dan kation masam menjadi lebih banyak.

Kondisi awal media tanah seperti ini memungkinkan untuk dilakukan

rekayasa media melalui pencampuran bahan-bahan yang sifatnya porous karena

media tanah ini awalnya bertekstur liat (banyak mengandung pori mikro) sehingga

hasil dari pencampuran berbagai bahan ini diharapkan diperoleh komposisi media

yang memiliki perbandingan pori makro dan mikro yang seimbang.

Tabel 14 Karakteristik fisik dan kimia media tanah Inceptisols Cicadas

No. Peubah Hasil analisis Harkat

1. Tekstur (%):Pasir 70Debu 23 LiatLiat 70

2. pH:H2O 5.54 Agak masamKCl 4.42

67

Tabel 14 Lanjutan …

No. Peubah Hasil analisis Harkat

3. Bahan organik (%):C 1.27 RendahN 0.11 RendahRasio C/N 12 Sedang

4. P2O5 (ppm)pengekstrak HCl 25% 5.62

Sangat rendah

P2O5 (ppm)pengekstrak Bray 1 8.00 Sangat rendah

5. K2O (ppm)pengekstrak HCl 25% 37.00 Sedang

6. Basa-basa dapat tukar(me/100 g):K 0.04 Sangat rendahCa 2.82 RendahMg 1.12 SedangNa 0.22 RendahTotal 4.21

7. Kapasitas Tukar Kation(me/100 g) 14.10 Rendah

8. Kejenuhan basa (%) 30 RendahKeterangan: dianalisis di Balai Penelitian Tanah (2009)

Porositas Total Berbagai Jenis Media Tumbuh

Porositas total dihitung menggunakan peubah bobot jenis dan bobot jenis

partikel. Pada percobaan ini menggunakan bahan tambahan dari arang sekam

padi, pasir dan pupuk kandang kambing yang memiliki permukaan yang kasar

sehingga apabila dicampur dengan media tanah akan meningkatkan porositas

total. Hasil penetapan porositas media pada Tabel 15, menunjukkan adanya

variasi nilai porositas total yang berkisar antara 53-70%. Porositas media

terendah adalah 53.48% (dari sumber media tanah) dan porositas media tertinggi

adalah 69.63% [dari campuran media tanah dengan pupuk kandang kambing

(2:1)].

68

Tabel 15 Nilai bobot jenis, bobot jenis partikel dan porositas berbagai komposisimedia

No. Komposisi media Bobot jenis(g/cm3)

Bobot jenispartikel (g/cm3)

Porositastotal (%)

1. Tanah 1.23 2.64 53.482. Tanah + arang sekam (1:1) 0.90 2.20 59.293. Tanah + arang sekam (1:2) 0.63 1.75 63.894. Tanah + arang sekam (1:3) 0.59 1.48 60.025. Tanah + arang sekam (3:1) 0.92 2.34 60.656. Tanah + arang sekam (2:1) 0.92 2.41 61.817. Tanah + arang sekam +

pasir (1:1:1)1.06 2.36 54.90

8. Tanah + arang sekam +pasir (1:1:2)

1.17 2.52 53.63

9. Tanah + arang sekam +pasir (1:1:3)

1.05 2.26 53.57

10. Tanah + arang sekam +pasir (1:3:1)

0.71 1.78 59.96

11. Tanah + arang sekam +pasir (1:2:1)

0.92 2.14 57.01

12. Tanah + arang sekam +pasir (2:1:1)

1.00 2.33 57.20

13. Tanah + arang sekam +pasir (3:1:1)

1.08 2.33 53.70

14. Tanah + pupuk kandang +pasir (1:1:1)

0.87 1.92 54.62

15. Tanah + pupuk kandang +pasir (1:1:2)

0.91 2.02 54.97

16. Tanah + pupuk kandang +pasir (1:1:3)

0.77 2.38 67.53

17. Tanah + pupuk kandang +pasir (1:2:1)

1.06 2.39 55.39

18. Tanah + pukan + pasir(2:1:1)

0.99 2.13 53.57

19. Tanah + pupuk kandang(2:1)

0.77 2.55 69.63

20. Tanah + pupuk kandang(3:1)

0.67 2.06 67.58

Keterangan: Dianalisis di Balai Penelitian Tanah (2009)

Penambahan bahan media yang memiliki permukaan kasar dapat

menyebabkan struktur media tumbuh menjadi remah sehingga baik untuk

pertumbuhan akar. Hal ini sejalan hasil penelitian Caron et al. (2005) bahwa

penambahan fragmen yang berukuran besar seperti butiran perlite nyata

69

meningkatkan porositas media dan meningkatkan difusi gas. Demikian pula

Verhagen (2004), mengemukakan bahwa penggunaan media berupa campuran

tanah dan sekam sangat efektif dalam meningkatkan kapasitas menyimpan air.

Berdasarkan hasil penetapan berbagai nilai porositas media maka dipilih

diperoleh empat kisaran porositas media yaitu: 51-55%, 56-60%, 61-65% dan 66-

70% (Tabel 16). Kisaran porositas media tersebut selanjutnya digunakan sebagai

perlakuan pada percobaan air, pupuk dan jenis pot. Hasil penetapan porositas

media dari hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan dalam memilih dan

mendesain media tumbuh yang sesuai karakteristik tanaman, khususnya kondisi

perakaran tanaman.

Tabel 16 Kisaran porositas media dari berbagai komposisi media tumbuh

Kisaranporositas (%)

Sumber media (v/v)

51-55 TanahTanah + arang sekam + pasir (1:1:1)Tanah + arang sekam + pasir (1:1:2)Tanah + arang sekam + pasir (1:1:3)Tanah + arang sekam + pasir (3:1:1)Tanah + pupuk kandang kambing + pasir (1:1:1)Tanah + pupuk kandang kambing + pasir (1:1:2)Tanah + pupuk kandang kambing + pasir (1:2:1)Tanah + pupuk kandang kambing + pasir (2:1:1)

56-60 Tanah + arang sekam (1:1)Tanah + arang sekam (1:3)Tanah + arang sekam (3:1)Tanah+ arang sekam+pasir (1:3:1)Tanah+ arang sekam+pasir (1:2:1)Tanah+ arang sekam+pasir (2:1:1)

61-65 Tanah + arang sekam (1:2)Tanah + arang sekam (2:1)

66-70 Tanah + pupuk kandang kambing + pasir (1:1:3)Tanah + pupuk kandang kambing (2:1)Tanah + pupuk kandang kambing (3:1)

70

Simpulan

1. Hasil penetapan porositas media menunjukkan adanya variasi nilai porositas

antara 53-70% dan dapat digunakan sebagai acuan dalam penyusunan media

tumbuh dalam pembibitan tanaman. Porositas terendah adalah 53.48% (dari

sumber media tanah) dan porositas tertinggi adalah 69.63% [dari campuran

media tanah dengan pupuk kandang kambing (2:1)].

2. Diperoleh empat kisaran porositas yaitu 51-55%, 56-60%, 61-65% dan 66-

70%, yang selanjutnya digunakan sebagai perlakuan pada percobaan air,

pupuk dan pot yang merupakan rangkaian dari penelitian ini.

71

PENINGKATAN PERTUMBUHAN BIBIT MANGGIS MELALUIPENGATURAN POROSITAS MEDIA DAN KETERSEDIAAN AIR

Increasing the Growth of Mangosteen Seedlings by Media Porosity Arrangementsand Water Availability

Abstrak

Tanaman manggis memiliki karakteristik pertumbuhan yang lambat antaralain disebabkan sistem perakaran yang buruk dan terbatasnya akar lateral sertamudah terganggu oleh aerasi yang kurang baik dan kekeringan ataupun kelebihanair. Oleh karena itu dilakukan rekayasa media tumbuh melalui pendekatanporositas untuk mendapatkan keseimbangan antara aerasi dan ketersediaan airsehingga meningkatkan pertumbuhan tanaman. Percobaan telah dilaksanakan diRumah Plastik Pusat Kajian Buah Tropika (PKBT) Institut Pertanian Bogor,Tajur, yang berlangsung dari bulan Januari 2009 sampai Agustus 2010.Percobaan disusun menggunakan percobaan faktorial dalam rancangan acaklengkap dengan tiga ulangan. Faktor pertama adalah porositas media, terdiri atas4 taraf yaitu: 51-55, 56-60, 61-65 dan 66-70% dan faktor kedua adalah intervalpenyiraman, terdiri atas 4 taraf yaitu: 2, 4, 6 dan 8 hari. Hasil percobaanmenunjukkan terdapat pengaruh interaksi antara porositas media dengan intervalpenyiraman terhadap aktivitas fisiologis. Penyiraman 6 hari sekali + polimerpenyimpan air (PPA) pada porositas media 61-65% mampu meningkatkanketersediaan air dan udara secara optimal sehingga menghasilkan laju fotosintesis,daya hantar stomata dan potensial air jaringan daun yang tertinggi yaitu masing-masing 7.89 µmol CO2/m

2/detik; 0.07 µmol/m2/detik; dan -0.72 MPa. Besarnyagradien potensial air antara jaringan akar dan daun, pada porositas 61-65% denganpenyiraman 6 hari sekali + PPA mendorong peningkatan serapan air sehinggamenghasilkan respon pertumbuhan yang terbaik pada sebagian besar peubahpertumbuhan tajuk dan akar.

Kata kunci: manggis, porositas, media tumbuh, penyiraman

Abstract

Mangosteen has slow growth that caused by root system development.Mangosteen root system has limited number of lateral roots and disturbed bypoor aeration and drought or excess water. Therefore, it needs to select growingmedium by porosity approach to strike a balance between aeration and wateravailability to increase plant growth. The experiments was conducted in Plastichouse at Centre for Tropical Fruit Studies (CETROFS) Bogor AgriculturalUniversity, Tajur, from January 2009 to August 2010. The experiments used afactorial experiment in completely randomized design with three replications.The first factor was media porosity that consists of four values, e.i.: 51-55, 56-60,61-65 and 66-70%. The second factor was watering interval, consisting of fourvalues, e.i: 2, 4, 6 and 8 days. Results shown there was an interaction effectbetween media porosity with watering interval trough physiological activity.Watering every 6 days and water retaining polymer (WRP) in media porosity of61-65% to increase the availability of water and air, optimized rate of

72

photosynthesis, stomata conductance and water potential of leaf tissue were 7.89mol CO2/m

2/sec; 0.07 μmol/m2/sec; and -0.72 MPa, respectively. The amount ofwater potential gradient between root and leaf tissues in the porosity of 61-65%with watering every 6 day + PPA encourage greater uptake of water to producethe best growth response in shoot and root growth variables.

Keywords: mangosteen, porosity, growing media, watering

Pendahuluan

Latar Belakang

Media tumbuh merupakan salah satu lingkungan fisik yang berkaitan

dengan sistem perakaran. Dari beberapa laporan diketahui bahwa media tumbuh

berpengaruh langsung terhadap performan perakaran melalui perannya dalam

penyediaan air dan unsur hara serta kecukupan aerasi. Oleh karena itu perbaikan

media tumbuh dengan mengoptimalkan ketersediaan air dan tata aerasi diharapkan

dapat memperbaiki sistem perakaran tanaman manggis.

Selama ini media tumbuh pada tanaman manggis hanya berupa tanah atau

campuran tanah dengan sedikit pupuk kandang. Kondisi tersebut mendorong

terjadinya pemadatan yang menyebabkan berkurangnya proporsi pori-pori makro

(Dresboll 2010), sehingga kandungan oksigen menurun, akibatnya laju respirasi

akar terhambat. Media seperti itu menyebabkan perakaran tanaman menjadi

semakin sulit berkembang. Oleh karena itu penting dilakukan perbaikan media

tumbuh sehingga selain mampu meningkatkan ketersediaan air juga meningkatkan

aerasi media. Peranan positif media tumbuh telah dilaporkan oleh Wiebel et al.

(1992a), bahwa pertumbuhan bibit manggis pada media porous yang berupa

campuran peat moss + pine bark + pasir (1:1:1 v/v) nampak lebih tinggi

dibanding media kurang porous yang berupa campuran peat moss + thunder peat

+ pasir (1:1:1 v/v). Namun informasi yang diperoleh baru sebatas media porous

atau kurang porous dan belum diketahui nilai porositas media yang sebenarnya.

Adanya informasi nilai porositas media akan sangat membantu dalam menyusun

komposisi media dari berbagai sumber media yang sesuai karakteristik tanaman.

Ketersediaan air dan kecukupan aerasi menjadi aspek penting dalam

penyusunan media tumbuh apabila menggunakan pendekatan porositas media.

Pada porositas rendah, umumnya fraksi media didominasi oleh pori-pori mikro

73

sehingga kandungan udara utamanya oksigen juga rendah akibatnya respirasi

akar terhambat. Pada porositas rendah biasanya kemampuan media dalam

menyimpan air cukup tinggi, namun karena kuatnya media memegang air

mengakibatkan air tersebut menjadi tidak bisa tersedia bagi tanaman. Bahkan

pada porositas yang sangat rendah, akibat penyiraman intensif dapat

menyebabkan penggenangan pada permukaan atas media sehingga terjadi

defisiensi oksigen. Kondisi sebaliknya pada media dengan porositas tinggi,

dimana fraksi media didominasi pori-pori makro sehingga aerasi berlangsung baik

yang memungkinkan berlangsungnya difusi O2 dan CO2 secara optimal. Namun

kelemahan pada porositas tinggi adaah kemampuan media menyimpan air rendah

sehingga harus disertai penyiraman yang intensif. Terbatasnya kemampuan

memegang air pada porositas tinggi atau sangat tinggi dapat berakibat pada

penurunan serapan air dari media ke jaringan tanaman.

Ketersediaan air dan kecukupan aerasi berhubungan dengan aspek

fisiologis yang penting yaitu fotosintesis dan respirasi. Kondisi aerasi yang baik

akan meningkatkan kandungan oksigen pada zona perakaran sehingga proses

respirasi berlangsung optimal yang akhirnya dihasilkan energi, sebagai contoh

pada perombakan senyawa karbohidrat dihasilkan sejumlah energi (Taiz & Zeiger

2012) dan energi tersebut digunakan endukung berbagai aktivitas fisiologis.

Kecukupan aerasi juga mempengaruhi penyerapan air melalui

hubungannya dengan kadar CO2 dan O2 dalam media. Semakin tinggi kadar CO2

maka semakin rendah permeabilitas dinding sel akar, sebaliknya semakin tinggi

kadar O2 maka semakin tinggi permeabilitas dinding sel akar. Hal ini dibuktikan

pada tanah atau media yang dijenuhi air mengakibatkan daun menjadi layu karena

kekurangan oksigen (kadar O2 mendekati nol) akibatnya permeabilitas dinding

sel (membran sitoplasma) menjadi sangat rendah (Darmawan & Baharsjah 2010).

Berdasarkan informasi tersebut maka dilakukan penelitian untuk

mempelajari karakteristik morfologi dan fisiologi pertumbuhan bibit manggis

pada berbagai ketersediaan air dan porositas media. Hasil penelitian ini

diharapkan menjadi bahan pertimbangan dalam penyusunan media tumbuh sesuai

karakteristik tanaman sehingga mampu meningkatkan pertumbuhan bibit

manggis.

74

Bahan dan Metode

Tempat dan Waktu Penelitian

Percobaan dilaksanakan di Rumah Plastik Pusat Kajian Buah Tropika

(PKBT) Institut Pertanian Bogor, Tajur. Pengamatan stomata dilaksanakan di

Laboratorium Mikro Teknik, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut

Pertanian Bogor. Analisis kandungan prolin dilaksanakan di Laboratorium

Analisis Tanaman dan Kromatografi, Departemen Agronomi dan Hortikultura,

Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan dari bulan Januari 2009 hingga

Agustus 2010.

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan antara lain bibit manggis asal biji umur 1

tahun, polimer penyimpan air (PPA) Alcosorb, pupuk NPK Growmore (20-20-

20), pestisida (mankozeb dan deltametrin), media (tanah, pasir, arang sekam padi

dan pupuk kandang kambing).

Alat-alat yang digunakan antara lain LI-COR 6400, pressure chamber,

light meter tipe LI-250A, mikroskop binokuler, jangka sorong digital 0-150 mm,

curvimeter, polybag ukuran 35 cm x 35 cm, kotak kaca (rizotron) ukuran 30 cm x

30 cm x 27 cm, gelas ukur 500 ml, papan paku (pin board) ukuran 50 cm x 50 cm,

cool box dan timbangan analitik.

Metode Penelitian

Penelitian disusun menggunakan percobaan faktorial dalam rancangan

acak lengkap dengan tiga ulangan. Faktor pertama adalah porositas media (nilai

porositas media diperoleh dari hasil percobaan penetapan porositas), terdiri 4 atas

taraf yaitu: 51-55, 56-60, 61-65 dan 66-70%. Faktor kedua adalah interval

penyiraman air terdiri atas 4 taraf yaitu: 2, 4, 6 dan 8 hari. Volume penyiraman

untuk perlakuan 2,4,6 dan 8 hari masing-masing 300, 600, 900 dan 1200 ml. Pada

media tumbuh ditambahkan dengan polimer penyimpan air (PPA) Alcosorb

sebanyak 5 g per polybag (untuk perlakuan penyiraman 4,6 dan 8 hari), sedangkan

untuk perlakuan penyiraman 2 hari tidak menggunakan PPA.

75

Model linier yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Yijk = + αi + j + (α)ij + ijk ; (Gomez & Gomez 1984)

i = 1, …,a ; j = 1, …,b ; k = 1, … c

Keterangan:

Yij = nilai pengamatan pada satuan percobaan ke-k yang memperolehkombinasi perlakuan ij (taraf ke-i dari faktor porositas mediadan taraf ke- j dari faktor interval penyiraman air)

= nilai tengah populasi (rataan yang sesungguhnya)αi = pengaruh aditif taraf ke-i dari faktor porositas mediaj = pengaruh aditif taraf ke-j dari faktor interval penyiraman air

(α)ij = pengaruh interaksi taraf ke-i faktor porositas media dan taraf ke-jfaktor interval penyiraman air

ijk = pengaruh galat dari satuan percobaan ke-k yang memperolehkombinasi perlakuan ij.

Pada penelitian ini digunakan polybag ukuran 35 cm x 35 cm dengan

volume media 8 liter dan kotak kaca (rizotron) dengan volume 13 liter.

Penanaman tanaman pada kotak kaca dilakukan untuk mengamati panjang akar

tampak. Media yang digunakan terlebih dahulu disterilisasi dengan cara

dipanaskan di dalam drum selama 8 jam. Selanjutnya dilakukan pengisian media

sesuai perlakuan ke dalam polybag dan kotak kaca dengan menggunakan

perbandingan volume. Perlakuan porositas media 51-55% menggunakan sumber

media tanah, porositas media 56-60% menggunakan media berupa campuran

tanah + arang sekam + pasir (2:1:1), porositas media 61-65% menggunakan media

berupa campuran tanah + arang sekam (2:1) dan porositas media 66-70%

menggunakan media berupa campuran tanah + pupuk kandang (3:1).

Untuk meningkatkan kemampuan media menyimpan air, maka media

ditambahkan dengan 5 g PPA per polybag dan 10 g per kotak kaca (kecuali pada

media yang mendapat perlakuan penyiraman 2 hari tidak ditambahkan PPA).

Penambahan PPA Alcosorb bertujuan meningkatkan kemampuan media dalam

menyimpan air sehingga dapat mengurangi interval penyiraman. Bahan PPA ini

dapat menyimpan air dalam jumlah banyak saat dilakukan penyiraman, lalu

dikeluarkan secara perlahan-lahan ke media tumbuh saat kandungan air media

mulai berkurang. Beberapa jenis polimer diketahui efektif mengatasi masalah

ketersediaan air, saat pembibitan maupun saat penanaman di lahan (Rowe et al.

2005; Thomas 2008; Andry et al. 2009).

76

Penyiapan bibit diawali dengan memilih bibit yang pertumbuhannya relatif

seragam. Media asal bibit dibuang sehingga tidak ikut pada media yang baru, lalu

akarnya dicuci secara hati-hati, kemudian ditanam pada media baru sesuai

perlakuan. Media yang digunakan pada kotak kaca sama dengan media yang

digunakan pada polybag. Untuk penanaman pada kotak kaca, setelah selesai

penanaman maka kedua sisi kotak kaca ditutup dengan plastik hitam supaya

menghindari pengaruh langsung cahaya matahari terhadap pertumbuhan akar.

Pemeliharaan tanaman meliputi penyiangan, pemupukan dan pengendalian

hama/penyakit. Penyiangan dilakukan secara manual dengan cara mencabut

gulma yang tumbuh. Pemupukan dengan pupuk NPK Growmore (20-20-20),

dosis 2 g/l air yang diaplikasikan setiap minggu. Untuk pengendalian penyakit

dilakukan dengan penyemprotan fungisida berbahan aktif mankozeb dan

pengendalian hama dengan dengan penyemprotan insektisida berbahan aktif

deltametrin.

Peubah yang diamati pada percobaan ini adalah sebagai berikut:

1. Pertumbuhan tinggi tanaman, jumlah daun, lebar kanopi, diameter batang

dan luas daun dilakukan setiap bulan. Tinggi tanaman diukur dari pangkal

batang sampai buku teratas. Jumlah daun dihitung berdasarkan semua daun

yang terbentuk. Tunas muda sudah dikategorikan sebagai daun yang

termasuk dapat dihitung apabila tunas tersebut sudah membuka dan

membentuk daun. Lebar kanopi diukur lebar tajuk pada 2 arah secara tegak

lurus lalu dihitung nilai rataannya. Diameter batang diukur pada pangkal

batang sekitar 3 cm dari permukaan media. Luas daun dihitung dengan

mengukur panjang dan lebar seluruh daun, lalu hasil pengukuran dimasukkan

ke persamaan: Y=10.09X1 + 3.07X2 - 51.87 dan R2 = 0.98, di mana Y = luas

daun (cm2), X1 = lebar daun (cm) dan X2 = panjang daun (cm).

2. Bobot kering tanaman diperoleh melalui penimbangan bobot kering (akar,

batang dan daun) pada akhir penelitian. Berangkasan tanaman dikeringkan di

dalam oven pada suhu 80 oC selama 24 jam.

3. Panjang akar primer diukur pada pin board yang berukuran 50 cm x 50 cm.

Panjang akar primer diukur mulai dari pangkal akar yang menempel pada

batang hingga ujung akar primer.

77

4. Volume akar diukur dengan Metode Archimedes. Caranya adalah akar

dimasukkan ke dalam wadah yang berisi air, dimana air yang tumpah akibat

tekanan akar diukur sebagai volume akar.

5. Laju fotosintesis dan daya hantar stomata diukur secara bersamaan dengan

menggunakan alat LI-COR 6400. Daun yang dijadikan sebagai sampel

pengamatan adalah daun dewasa pada posisi sub terminal.

6. Potensial air jaringan tanaman diukur menggunakan Metode Ruang Tekan

(Kaufman 1968; Hamim 2007; Taiz & Zeiger 2012). Potensial jaringan

batang dan daun dilakukan pada siang hari (sekitar pukul 10.00-12.00), pada

saat suhu udara harian tertinggi dan kelembaban udara terendah. Pengukuran

potensial air jaringan akar dilakukan pada pagi hari sekitar pukul 06.00.

Prosedur pengukuran potensial air jaringan disajikan pada Lampiran 1.

7. Kandungan prolin daun dianalisis menggunakan metode yang dikembangkan

Bates et al. (1973). Prosedur analisis kandungan prolin disajikan pada

Lampiran 2.

8. Kandungan klorofil dianalisis menggunakan metode yang dikembangkan

Sims & Gamon (2002), yang menggunakan contoh daun yang berasal dari

daun sub terminal. Prosedur analisis kandungan klorofil disajikan pada

Lampiran 3.

9. Kadar air media dihitung dengan Metode Gravimetrik (Abdurachman et al.

2006). Pengukuran dilakukan pada saat kapasitas lapang, hari ke-2, 4, 6 dan

8 hari setelah kapasitas lapang. Prosedur pengukuran kadar air disajikan pada

Lampiran 4.

10. Pengamatan stomata dilakukan menggunakan mikroskop binokuler Bieco.

Caranya adalah permukaan atas dan bawah daun dikuteks, lalu dibiarkan

selama 5 menit. Bekas kuteks ditempel dengan lakbam bening, lalu dicabut

kemudian ditempel pada preparat dan diamati pada mikroskop, mulai

pembesaran kecil sampai besar. Kerapatan stomata dihitung dengan

membagi jumlah stomata dengan luas bidang pandang (Lestari 2006).

11. Pengamatan terhadap pertumbuhan tunas dilakukan pada tunas yang tumbuh

pada pucuk apikal. Contoh tunas yang terpilih diberi tanda untuk diamati

pertumbuhannya. Pertumbuhan tunas dibedakan menjadi 4 stadia (trubus

78

awal, trubus penuh, trubus dewasa dan dormansi) dengan kriteria perubahan

warna daun mengacu pada Rai (2004), seperti pada Gambar 2.

12. Laju transpirasi, dihitung dengan mengukur banyaknya air yang menguap

dari daun per satuan luas daun per satuan waktu, menggunakan metode

gravimetrik, dengan menggunakan data penimbangan bobot polybag, luas

daun pada pukul 10.00 dan 12.00. Laju transpirasi dihitung dengan

persamaan: T = (W0 - W1)/[(t1-t0) x LD], di mana LD adalah luas daun, W0 =

berat pot dan tanaman saat awal, W1 = berat pot dan tanaman saat akhir, t1

dan t0 adalah waktu pengamatan awal dan akhir.

13. Panjang akar tampak diamati selama 8 bulan setelah tanam (BST). Akar

tanaman diamati pada sisi kotak kaca (rizotron) dengan cara menggambar

pola pertumbuhan akar baru setiap dua minggu dengan memblat pada plastik

transparan, dengan warna yang berbeda setiap pengamatan. Pola yang sudah

diblat pada plastik transparan, lalu diukur panjangnya dengan curvimeter.

Data yang telah dikumpulkan dianalisis menggunakan analisis sidik

ragam, apabila perlakuan berpengaruh nyata berdasarkan uji F, maka dilakukan

uji lanjutan untuk membandingkan nilai rataan antar perlakuan dengan

menggunakan uji jarak berganda Duncan.

Hasil dan Pembahasan

Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam

Berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan, diperoleh hasil seperti

pada rangkuman hasil sidik ragam pada Lampiran 8. Faktor porositas media

berpengaruh terhadap tinggi tanaman, jumlah daun (5-11 BSP), lebar kanopi,

diameter batang (1-6 BSP), luas daun, bobot kering (akar, tajuk, dan total

tanaman), panjang akar primer, kandungan klorofil (a,b dan total), kandungan

prolin, potensial jaringan air (akar, batang dan daun), laju fotosintesis, laju

transpirasi, daya hantar stomata, perkembangan trubus (awal, penuh, dan dewasa),

periode trubus dan dormansi serta siklus trubus.

79

Faktor interval penyiraman air berpengaruh terhadap tinggi tanaman (3-11

BSP), lebar kanopi (1-2 BSP), jumlah daun, diameter batang (1-5 BSP), luas

daun, bobot kering (akar, tajuk dan total), panjang akar primer, volume akar,

potensial air (akar, batang dan daun), laju fotosintesis, laju transpirasi, daya hantar

stomata, perkembangan trubus (awal, penuh, dan dewasa), periode trubus dan

dormansi serta siklus trubus.

Faktor porositas media dan interval penyiraman air memberikan pengaruh

interaksi terhadap tinggi tanaman (3-11 BSP), jumlah daun (3-11 BSP), luas

daun, bobot kering (akar, tajuk, dan total), panjang akar primer, rasio tajuk/akar,

kandungan prolin daun, potensial air (akar, batang dan daun), laju fotosintesis,

laju transpirasi, daya hantar stomata, trubus awal, trubus penuh dan siklus trubus.

Perubahan Status Air Media

Untuk mengetahui status air media pada berbagai interval penyiraman

maka dilakukan pengamatan kadar air pada empat porositas media yang disajikan

pada Gambar 10. Pada porositas media 51-55%, kadar air saat kapasitas lapang

adalah 53.42%, lalu kadar air hari ke- 2, 4, 6 dan 8 hari adalah 46.59%, 38.32%,

24.61% dan 21.93%. Porositas media 56-60% memiliki kadar air saat kapasitas

lapang adalah 50.89%, lalu kadar air pada hari ke- 2, 4 ,6 dan 8 hari adalah

34.06%, 33.70%, 27.07% dan 22.25%. Porositas media 61-65%, memiliki kadar

air saat kapasitas lapang adalah 58.96%, lalu kadar air pada hari ke- 2, 4, 6 dan 8

hari adalah 54.88%, 46.05%, 33.84% dan 30.02%. Porositas media 66-70%

memiliki kadar air saat kapasitas lapang adalah 56.44%, lalu kadar air pada hari

ke- 2, 4, 6 dan 8 hari adalah 48.01%, 45.20%, 26.98% dan 19.59%. Berdasarkan

data pengukuran kadar air media tersebut, maka nampak bahwa porositas media

61-65%, memiliki kadar air yang lebih tinggi dibandingkan porositas lainnya, baik

saat kapasitas lapang maupun pada semua waktu pengamatan. Nampak pula

adanya penurunan kadar air media sampai hari ke-8, namun penurunan paling

kecil diperoleh pada porositas media 61-65%. Hal ini menunjukkan bahwa

penggunaan PPA pada porositas media 61-65% sangat baik dalam

mempertahankan kandungan air media sehingga mendukung peningkatan

pertumbuhan tajuk dan akar.

80

Gambar 10 Penurunan kadar air pada berbagai porositas media sampai 8 harisetelah penyiraman

Komponen Pertumbuhan Tanaman

Perkembangan trubus

Hasil pengamatan menunjukkan terdapat perbedaan lamanya periode

trubus, periode dormansi dan siklus trubus pada perlakuan porositas media dan

interval penyiraman (Tabel 17). Bibit manggis yang ditanam pada media dengan

porositas 51-55% memiliki siklus trubus yang paling panjang yaitu 113 hari.

Panjangnya siklus trubus pada porositas 51-55% disebabkan panjangnya periode

trubus atau periode pertumbuhan aktif dan periode dormansi. Berdasarkan

beberapa laporan diketahui bahwa lama periode dormansi turut mempengaruhi

lambatnya pertumbuhan tanaman manggis. Berdasarkan hasil penelitian Hidayat

(2005), bahwa semakin tua umur tanaman maka semakin panjang periode

dormansi dan terbukti saat umur 2 tahun, periode dormansinya hanya sekitar 38

hari, tetapi setelah umur 4 tahun, meningkat menjadi dua kali lipat yaitu 84 hari,

dan setelah umur 4 tahun, menjadi lebih lama yaitu 132 hari. Menurut Lang

(1994); Wiebel (1992b), dormansi mata tunas disebabkan rendahnya translokasi

beberapa senyawa penting ke tajuk seperti unsur hara mineral dan zat pengatur

tumbuh yang memacu pertumbuhan seperti sitokinin dan giberelin.

15

30

45

60

0 2 4 6 8

Ka

da

ra

ir(%

)

Hari ke-

51-55 56-60

61-65 66-70

81

Bibit manggis yang ditanam pada porositas 61-65% mempunyai siklus

trubus yang paling pendek yaitu 103 hari. Dari hasil penelitian lain diketahui

bahwa siklus trubus pada bibit manggis asal biji umur 2 tahun adalah sekitar 100

hari (Rai 2004) dan 99 hari (Hidayat 2002), yang berarti lamanya waktu yang

dibutuhkan menyelesaikan siklus trubus sampai pembentukan trubus berikutnya

ternyata hampir sama dengan hasil penelitian ini (pada porositas media 61-65%).

Peningkatan porositas menjadi 66-70% menghasilkan siklus trubus yang lebih

panjang dibanding porositas 61-65%, artinya kondisi aerasi yang optimal untuk

pertumbuhan trubus tercapai pada kisaran porositas media 61-65%. Hal ini

membuktikan bahwa perbaikan aerasi media melalui peningkatan porositas

sampai 61-65% secara nyata memberikan kondisi yang optimum untuk

pertumbuhan tunas sehingga tanaman dapat menyelesaikan siklus trubus dalam

waktu yang relatif pendek dibanding pada media dengan kondisi aerasi yang

buruk seperti pada porositas 51-55% ataupun pada porositas yang sangat tinggi

(66-70%). Dengan demikian apabila dihubungkan dengan peubah pertumbuhan

akar, nampak bahwa peningkatan porositas sampai 61-65%, juga mampu

meningkatkan biomassa akar, volume akar dan panjang akar primer, sehingga

memungkinkan air bisa diserap dan ditranslokasikan secara optimal ke jaringan

daun (diukur dari nilai potensial air daun), yang akhirnya berdampak terhadap

peningkatan aktivitas fisiologis seperti laju fotosintesis, daya hantar stomata dan

transpirasi.

Peningkatan ketersediaan air media dengan cara pengaturan interval

penyiraman menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan tunas.

Penyiraman yang intensif melalui penyiraman 2 hari sekali, ternyata tidak

berpengaruh positif terhadap pertumbuhan trubus bahkan cenderung mendorong

siklus trubus menjadi lebih panjang (sekitar 112 hari). Hal ini menunjukan

penyiraman yang terlalu sering menyebabkan kelembaban tanah yang tinggi yang

bisa menurunkan kandungan oksigen sehingga membatasi fungsi akar dan

sekaligus menurunkan pertumbuhan dan perkembangan akar. Terhambatnya

pertumbuhan dan perkembangan akar akan mengurangi laju serapan air dan unsur

hara sehingga mempengaruhi aktivitas pembelahan sel pada meristem pucuk

(Gardner et al. 1991).

82

Tabel 17 Rata-rata lama periode trubus, periode dormansi dan siklus trubus padaberbagai porositas media dan interval penyiraman

Perlakuan Stadia/periode pertumbuhan tunas (hari)Trubusawal

Trubuspenuh

Trubusdewasa

Periodedormansi

Periodetrubus*

Siklustrubus**

Porositasmedia (%):

51-55 14.17a 13.33a 19.08a 67.08a 46.58a 113.67a56-60 13.58b 12.92b 17.38c 63.88b 43.88c 107.75c61-65 13.17c 11.96c 16.42d 61.67c 41.54d 103.21d66-70 14.04 13.21a 18.17b 64.21b 45.42b 109.63b

Intervalpenyiraman

(hari):2 14.25a 13.54a 18.96a 65.96a 46.75a 112.71a

4 + PPA 13.67c 13.08b 17.83b 64.50b 44.58b 109.08b6 + PPA 13.08d 11.75c 16.13c 62.54c 40.96c 103.50c8 + PPA 13.96b 13.04b 18.13b 63.83b 45.13b 108.96b

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidakberbeda nyata pada uji DMRT pada taraf kepercayaan 95%* Periode trubus = trubus awal + trubus penuh + trubus dewasa**Siklus trubus = periode trubus + periode dormansi

Perlakuan penyiraman interval 6 hari + PPA nampak menghasilkan siklus

trubus yang paling pendek dibandingkan perlakuan lainnya. Hal ini disebabkan

penyiraman 6 hari + PPA mampu memberikan ketersediaan air sesuai

karakteristik perakaran tanaman karena adanya dukungan polimer penyimpan air

(PPA) yang ditambahkan ke dalam media tumbuh. Penyiraman dengan interval 6

hari + PPA sangat baik karena air yang diberikan dapat dimanfakan secara

bertahap oleh akar dan selain itu media juga menjadi tidak terlalu lembab akibat

rentang waktu penyiraman yang cukup panjang (6 hari sekali). Hal ini sesuai

yang dikemukakan Lakitan (2002) bahwa penyerapan air oleh akar antara lain

dipengaruhi oleh ketersediaan air, sistem perakaran dan sirkulasi udara serta

konsentrasi larutan dalam tanah/media. Menurut Erez (2000), di daerah tropis,

trubus biasanya terjadi pada musim hujan dan dormansi pada musim kemarau.

Namun pada musim kemarau, bisa terjadi trubus jika kandungan air cukup

tersedia atau dengan cara mencegah dormansi dengan cara pengaturan lengas

tanah/media melalui pengeringan diikuti pengairan, perompesan dan aplikasi

senyawa pemecah dormansi seperti giberelin dan sitokinin.

83

Pengaturan ketersediaan air dengan cara penyiraman setiap 6 hari sekali +

PPA juga meningkatkan aktivitas fisiologi (potensial air jaringan, laju fotosintesis,

daya hantar stomata dan transpirasi) yang kemudian meningkatkan aktivitas

fotosintesis dan translokasi fotosintat. Alokasi fotosintat yang cukup ke jaringan

tajuk akan menstimulir pembelahan pada meristem pucuk sehingga memecah

dormansi dan merangsang terbentuknya tunas baru. Menurut Weaver (1972),

pertumbuhan pucuk diawali oleh pembelahan sel-sel meristem pada titik tumbuh,

dimana semakin cepat proses pembelahan sel terjadi maka semakin cepat pula

pertumbuhan sehingga semakin cepat terbentuk trubus.

Pertumbuhan tajuk

Pertumbuhan tajuk diukur dari pertumbuhan tinggi tanaman, jumlah daun,

diameter batang, lebar kanopi dan luas daun serta biomassa. Pertumbuhan tinggi

tanaman, jumlah daun dan luas daun disajikan pada Gambar 13, 14 dan 15.

Terdapat pengaruh interaksi antara porositas media dan interval penyiraman

terhadap pertambahan tinggi tanaman, jumlah daun dan luas daun (Tabel 18).

Pada semua tingkatan porositas nampak bahwa penyiraman 6 hari + PPA

menghasilkan pengaruh terbaik terhadap pertambahan tinggi tanaman, jumlah

daun dan luas daun, kecuali terhadap pertambahan luas pada porositas 56-60%,

dimana yang tertinggi pada penyiraman 8 hari sekali + PPA. Pada porositas 51-

55%, interval penyiraman 6 hari + PPA menghasilkan pertambahan tinggi

tanaman, jumlah daun dan luas daun tertinggi, namun tidak berbeda nyata dengan

interval penyiraman lainnya. Pada porositas 56-60%, interval penyiraman 6 hari

+ PPA berbeda nyata dengan penyiraman 2 hari dan 4 hari + PPA terhadap

pertambahan tinggi tanaman dan jumlah daun serta dengan penyiraman 2 dan 8

hari terhadap luas daun. Pada porositas 61-65%, interval penyiraman 6 hari +

PPA berbeda nyata dengan semua interval penyiraman terhadap tinggi tanaman

dan jumlah daun, kecuali terhadap pertambahan luas daun yang hanya berbeda

nyata dengan penyiraman 2 hari. Pada porositas 66-70%, interval penyiraman 6

+ PPA hari juga berbeda nyata dengan penyiraman 2 hari dan 8 hari + PPA

terhadap pertambahan tinggi tanaman, jumlah daun dan luas daun.

Pada porositas media 61-65%, interval penyiraman 6 hari + PPA

menghasilkan pertambahan tinggi tanaman dan jumlah daun yang tertinggi dan

84

berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Porositas 66-70% menghasilkan

pertambahan luas daun yang tertinggi tetapi tidak berbeda nyata dengan porositas

61-65%, artinya porositas 61-65% juga masih memberikan pengaruh terbaik dan

nyata terhadap pertambahan luas daun. Pertumbuhan yang terbaik pada porositas

61-65% dengan interval penyiraman 6 hari + PPA didukung pula oleh hasil

pengamatan kadar air media pada Gambar 10. Hal ini menunjukkan bahwa

interval penyiraman 6 hari + PPA pada porositas 61-65% mampu

mempertahankan ketersediaan air yang lebih tinggi dibanding perlakuan lainnya.

Hal ini sejalan pula dengan hasil pengamatan potensial air jaringan pada Tabel 26,

dimana interval penyiraman 6 hari + PPA pada porositas media 61-65% ternyata

menghasilkan gradien potensial air jaringan daun (ψdaun) dan potensial jaringan

akar (ψakar) yang tertinggi yaitu 0.58 MPa. Menurut Taiz & Zeiger (2012), gradien

potensial air merupakan tenaga pendorong pergerakan air dari satu tempat ke

tempat lainnya, dimana air bergerak dari potensial air tinggi ke rendah. Dengan

demikian maka air akan mudah mengalir dan bergerak secara vertikal dari akar

sampai ke daun melalui pembuluh xylem. Mengalirnya air secara optimal sampai

ke jaringan daun akan mendorong berbagai aktivitas metabolisme tanaman yang

pada akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan tanaman.

Pada Tabel 18 nampak adanya hambatan pertumbuhan tajuk pada

porositas 51-55%. Hal ini diduga tanaman mengalami cekaman kekeringan

utamanya pada interval penyiraman 8 hari + PPA dan hal ini didukung oleh hasil

analisis kandungan prolin daun pada Tabel 25, dimana pada perlakuan tersebut

terlihat kandungan prolin yang tertinggi yaitu 4.66 µmol/g berat basah.

Berdasarkan beberapa laporan diketahui tingginya kandungan asam amino prolin

merupakan indikator tanaman mengalami cekaman kekeringan (Husni 2006,

Riduan 2010). Pada kondisi cekaman kekeringan pertumbuhan tajuk tanaman lebih

terhambat dibanding pertumbuhan akar (Wu & Cosgrove 2000). Hal ini sesuai

hasil penelitian Sharp et al. (2004), bahwa pertumbuhan tunas sudah sangat

terhambat, bahkan tidak dapat terbentuk koleoptil, saat potensial air mencapai

-0.5 MPa, sedangkan pertumbuhan akar jagung masih dapat berlangsung,

walaupun potensial air mencapai -1.5 MPa.

85

Tabel 18 Pengaruh interaksi antara porositas media dan interval penyiraman airterhadap pertambahan tinggi tanaman, jumlah daun dan luas daunselama 1 tahun

Porositasmedia(%)

Intervalpenyiraman

(hari)

Pertambahan

Tinggitanaman (cm)

Jumlahdaun (helai)

Luasdaun (cm2)

51-55 2 9.38 e 4.00 e 314.55 d4 + PPA 9.78 e 4.50 de 397.11 cd6 + PPA 12.12 cde 5.33 bcde 403.89 cd8 + PPA 10.67 de 4.17 e 331.96 d

56-60 2 9.60 e 4.67 de 325.17d4 + PPA 9.76 e 4.83 de 432.04 bcd6 + PPA 13.24 cd 6.67 bc 572.79 ab8 + PPA 13.95 bc 4.67 de 582.24 a

61-65 2 9.45 e 4.67 de 317.27 d4 + PPA 13.90 bc 6.00 bcd 559.90 ab6 + PPA 19.27 a 9.33 a 610.00 a8 + PPA 14.08 bc 4.67 de 519.90 abc

66-70 2 10.02 e 4.67 de 347.10 d4 + PPA 13.67 bcd 6.67 bc 542.86 abc6 + PPA 16.36 b 7.00 b 610.11 a8 + PPA 13.21 cd 5.00 cde 410.12 cd

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyatapada uji DMRT pada taraf kepercayaan 95%

Pengaruh interval penyiraman terhadap pertambahan tinggi tanaman, dan

jumlah daun menunjukkan adanya kesamaan, yaitu peningkatan interval

penyiraman sampai 6 hari secara nyata meningkatkan pertambahan tinggi tanaman

dan jumlah daun. Namun mulai terjadi penurunan pertambahan tinggi dan jumlah

daun apabila interval penyiraman ditingkatkan lagi menjadi 8 hari sekali seperti

yang nampak pada Gambar 11 dan 12. Pola tersebut menunjukkan bahwa

kemampuan PPA dalam mempertahankan ketersediaan air media adalah maksimal

sampai 6 hari dan ini terlihat dari meningkatnya pertambahan tinggi tanaman,

jumlah daun dan luas daun sampai interval penyiraman 6 hari. Namun

peningkatan interval menjadi 8 hari sekali menyebabkan PPA tidak lagi mampu

menyediakan air yang cukup, bahkan menimbulkan terjadinya stres air yang

ditandai dari penurunan pertambahan tinggi tanaman, jumlah daun dan luas daun.

86

Hal ini sesuai yang dikemukakan Kramer (1983), cekaman kekeringan pada fase

vegetatif menyebabkan penurunan luas daun dan terhambatnya pertumbuhan

tunas baru. Alberte et al. (1977) juga mengemukakan bahwa stres air yang terjadi

pada fase vegetatif menyebabkan penurunan luas daun, laju fotosintesis dan

potensial air daun serta terhambatnya pembentukan klorofil.

Faktor tunggal porositas media memberikan pengaruh yang nyata terhadap

pertumbuhan lebar kanopi dan diameter batang seperti nampak pada Tabel 19.

Porositas media 56-60% menghasilkan pertumbuhan lebar kanopi yang terbaik

dibanding perlakuan lainnya. Pertambahan lebar kanopi pada perlakuan porositas

56-60% adalah sebesar 11.53 cm dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.

Porositas media 61-65% menghasilkan pertumbuhan diameter batang yang

tertinggi dan pertambahan diameter batang pada perlakuan tersebut adalah 3.49

mm dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.

Faktor tunggal interval penyiraman tidak memberikan pengaruh nyata

terhadap lebar kanopi tetapi hanya mempengaruhi pertumbuhan diameter batang

pada 3 BSP dan terhadap pertambahan diameter batang. Perlakuan penyiraman

air 6 hari sekali + PPA menghasilkan pertumbuhan diameter yang tertinggi atau

terdapat peningkatan pertumbuhan diameter batang sebesar 3.28 mm, lalu diikuti

penyiraman 8 hari + PPA (2.91 mm), penyiraman 4 hari + PPA (2.89 mm) dan

penyiraman 2 hari tanpa aplikasi PPA (2.72 mm).

Gambar 11 Pertambahan tinggi tanaman pada berbagai interval penyiramanselama 1 tahun. Nilai pengamatan merupakan rata-rata ±standard error dari 6 tanaman

c

b

ab

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

2 4 6 8

Per

tam

bah

anti

nggi

tana

man

(cm

)

Interval penyiraman (hari)

87

Gambar 12 Pertambahan jumlah daun pada berbagai interval penyiraman selama 1tahun. Nilai pengamatan merupakan rata-rata ± standard error dari 6tanaman

Tabel 19 Pengaruh porositas media dan interval penyiraman air terhadap lebarkanopi dan diameter batang

Perlakuan Bulan setelah pengamatan (BSP) Pertambahan(0-11 BSP)3 5 7 9 11

Porositasmedia (%)

……………….. Rataan lebar kanopi (cm) ……………….

51-55 29.19b 31.31b 34.04b 35.86b 37.53b 10.26b56-60 30.47b 32.98b 35.15b 37.25b 38.96b 11.53b61-65 28.89b 31.30b 33.30b 35.62b 37.51b 11.11b66-70 33.92a 37.52a 40.15a 41.65a 43.61a 14.83a

Intervalpenyiraman

2 29.57 31.95 34.15 36.00 37.47 10.824 + PPA 30.67 33.69 35.95 38.14 39.77 13.166 + PPA 30.20 33.50 36.05 38.12 40.29 13.278 + PPA 32.03 33.97 36.49 38.11 40.08 10.48

Porositasmedia (%) ……………….. Rataan diameter batang (mm) ……………

51-55 5.14a 5.75a 6.19 6.41 6.58 2.35c56-60 4.41c 5.19b 6.04 6.38 6.90 3.17ab61-65 4.41d 4.96c 5.94 6.52 7.01 3.49a66-70 4.75b 5.59a 6.18 6.49 6.77 2.80b

Intervalpenyiraman

2 4.36c 5.01b 6.15 6.47 6.66 2.72b4 + PPA 4.51bc 5.40a 5.99 6.30 6.68 2.89ab6 + PPA 4.65b 5.46a 6.08 6.55 6.99 3.28a8 + PPA 4.93a 5.61a 6.12 6.48 6.92 2.91ab

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidakberbeda nyata pada uji DMRT pada taraf kepercayaan 95%

c

b

a

c

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

2 4 6 8

Per

tam

bah

anju

mla

hd

aun

(hel

ai)

Interval penyiraman (hari)

88

88

Gambar 13 Pertumbuhan tinggi tanaman pada berbagai porosita media dan interval penyiraman (A0= 2 hari, A1= 4 hari + PPA,A2 = 6 hari + PPA dan A3 = 8 hari + PPA). Nilai pengamatan merupakan rata-rata ± standard error dari 6tanaman

15

20

25

30

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

Tin

gg

ita

na

ma

n(c

m)

Bulan setelah perlakuan (BSP)

Porositas 51-55%

15

20

25

30

35

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

Tin

gg

ita

na

ma

n(c

m)

Bulan setelah perlakuan (BSP)

Porositas 56-60%

15

20

25

30

35

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

Tin

gg

ita

na

ma

n(c

m)

Bulan setelah perlakuan (BSP)

Porositas 61-65%

15

20

25

30

35

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

Tin

ggi

tna

ma

n(c

m)

Bulan setelah perlakuan (BSP)

Porositas 66-70%

A0 A1 A2 A3

89

Gambar 14 Pertumbuhan jumlah daun pada berbagai porosita media dan interval penyiraman (A0= 2 hari, A1= 4 hari + PPA,A2 = 6 hari + PPA dan A3 = 8 hari + PPA). Nilai pengamatan merupakan rata-rata ± standard error dari 6tanaman

8

10

12

14

16

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

Ju

mla

hd

au

n(h

ela

i)

Bulan setelah perlakuan (BSP)

Porositas 51-55%

8

11

14

17

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

Ju

mla

hd

au

n(h

ela

i)

Bulan setelah perlakuan (BSP)

Porositas 56-60%

8

11

14

17

20

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

Ju

mla

hd

au

n(h

ela

i)

Bulan setelah perlakuan (BSP)

Porositas 61-65%

8

11

14

17

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

Ju

mla

hd

au

n(h

ela

i)Bulan setelah perlakuan (BSP)

Porositas 66-70%

A0 A1 A2 A3

90

90

Gambar 15 Pertumbuhan luas daun pada berbagai porositas media dan interval penyiraman (A0= 2 hari, A1= 4 hari + PPA, A2= 6 hari + PPA dan A3 = 8 hari + PPA). Nilai pengamatan merupakan rata-rata ± standard error dari 6 tanaman

700

900

1100

1300

1500

1700

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

Lu

as

da

un

(cm

2)

Bulan setelah perlakuan (BSP)

Porositas 56-60%

700

900

1100

1300

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

Lu

as

da

un

(cm

2)

Bulan setelah perlakuan (BSP)

Porositas 51-55%

700

900

1100

1300

1500

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

Lu

as

da

un

(cm

2)

Bulan setelah perlakuan (BSP)

Porositas 61-65%

700

900

1100

1300

1500

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

Lu

as

da

un

(cm

2)

Bulan setelah perlakuan (BSP)

Porositas 66-70%

A0 A1 A2 A3

91

Pertumbuhan akar

Pertumbuhan akar diukur meliputi panjang akar primer dan volume akar

serta panjang akar tampak pada penanaman di kotak kaca. Pada Tabel 20,

nampak adanya pengaruh interaksi antara porositas media dengan interval

penyiraman terhadap panjang akar primer. Interval penyiraman 6 hari + PPA

pada porositas media 51-55%, 61-65% dan 66-70% menghasilkan panjang akar

primer tertinggi. Interval penyiraman 8 hari + PPA pada porositas media 56-60%,

menghasilkan panjang akar tertinggi, tetapi tidak berbeda nyata dengan interval

penyiraman 6 hari + PPA.

Nampak bahwa pada hampir semua tingkatan porositas media, interval

penyiraman 6 hari + PPA menghasilkan panjang akar primer tertinggi. Hal ini

menunjukkan penyiraman 6 hari + PPA pada media tumbuh yang porous

mendorong pemanjangan akar tanaman. Hal ini juga terlihat pada Gambar 16,

dimana pada porositas 61-65% mempunyai akar lateral lebih banyak. Hal ini

menunjukkan bahwa media yang porous mendorong perkembangan akar lebih

baik. Hasil pengamatan tersebut sejalan dengan peubah pertumbuhan tajuk yang

juga menunjukkan bahwa interval penyiraman 6 hari + PPA pada porositas media

61-65% mampu menghasilkan pertumbuhan tertinggi. Hal ini karena pada media

tersebut PPA menjamin ketersediaan air dan udara yang cukup sehingga aktivitas

fisiologis seperti fotosintesis dan respirasi berlangsung optimal. Hal ini sesuai

yang dikemukakan Dresboll & Kristensen (2011), bahwa akar dapat tumbuh dan

berkembang secara baik pada media porous karena distribusi air dan O2

berlangsung optimal.

Demikian pula menurut Gruda & Schnitzler (2004), bahwa ketersediaan

O2 di dalam media tumbuh sangat esensial untuk respirasi dan pertumbuhan akar.

Keberadaan O2 di dalam media tumbuh dipengaruhi oleh kadar air media dan sifat

fisik media seperti distribusi ukuran pori, jaringan arsitektur pori dan tingkat

pemadatan media. Hasil penelitian Rofik & Murniati (2008), juga menunjukkan

bahwa penggunaan media porous dari media arang sekam menghasilkan respon

pertumbuhan panjang akar tertinggi pada benih aren dibandingkan media lainnya

karena banyaknya ruang pori yang memungkinkan akar dapat tumbuh dan

berkembang secara baik.

92

Tabel 20 Pengaruh interaksi antara porositas media dan interval penyiraman airterhadap panjang akar primer pada 11 BSP

Porositasmedia (%)

Intervalpenyiraman air (hari)

Panjang akarprimer (cm)

51-55 2 13.00 h4 + PPA 14.67 h6 + PPA 25.38 cde8 + PPA 23.93 defg

56-60 2 14.33 h4 + PPA 22.17 efg6 + PPA 21.82 efg8 + PPA 25.17 cdef

61-65 2 22.20 efg4 + PPA 20.82 g6 + PPA 37.19 a8 + PPA 26.07 cd

66-70 2 12.33 h4 + PPA 21.65 fg6 + PPA 29.48 b8 + PPA 28.15b c

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyatapada uji DMRT pada taraf kepercayaan 95%

Gambar 16 Perakaran tanaman pada interval penyiraman 6 hari + PPA denganberbagai porositas media

66-70%

61-65%56-60%

51-55%

93

Tabel 21 menunjukkan tidak terdapat pengaruh interaksi antara perlakuan

porositas media dengan interval penyiraman terhadap volume akar. Namun

interval penyiraman setiap 6 hari + PPA berbeda nyata dengan interval

penyiraman 2 hari dan menghasilkan volume akar yang tertinggi dibanding

perlakuan penyiraman lainnya. Hal ini disebabkan dengan interval penyiraman 6

hari + PPA menciptakan medium tumbuh yang baik (terdapat keseimbangan

fraksi udara dan air) sehingga aerasi dan drainase yang memungkinkan akar dapat

tumbuh dan berkembang secara maksimal. Sejalan dengan Palupi &

Dedywiryanto (2008) bahwa semakin besar volume akar bibit kelapa sawit maka

semakin banyak akar kuarter dan menurut Turner & Gilbanks (1974), akar

kuarter berfungsi menyerap unsur hara dan air sehingga dengan volume akar yang

besar meningkatkan serapan air dan unsur hara.

Tabel 21 Pengaruh porositas media dan interval penyiraman terhadap volumeakar pada 11 BSP

Perlakuan Volume akar (ml)

Porositas media (%):51-55 7.9256-60 9.0861-65 9.4266-70 9.17Interval penyiraman air (hari)2 7.25 b4 + PPA 8.58 ab6 + PPA 10.42 a8 + PPA 9.33 ab

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidakberbeda nyata pada uji DMRT pada taraf kepercayaan 95%

Panjang akar tampak pada wadah kotak kaca disajikan pada Gambar 17

dan 18. Porositas media 61-65% menghasilkan panjang akar tampak tertinggi,

disusul porositas 56-60%, 66-70%, dan 51-55% (Gambar 17). Hal ini

menunjukkan bahwa media yang porous memberikan medium yang kondusif bagi

pertumbuhan akar dan nampak jelas apabila dibandingkan dengan porositas 51-

55% yang menghasilkan pertumbuhan akar yang lebih rendah.

Panjang akar tampak pada berbagai interval penyiraman disajikan pada

Gambar 18, menunjukkan interval penyiraman 6 hari + PPA menghasilkan

panjang akar tampak tertinggi. Hal ini diduga dengan interval penyiraman 6 hari

94

+ PPA mampu mempertahankan kandungan air media sehingga menjamin

ketersediaan air. Namun pada interval penyiraman 8 hari + PPA, PPA tidak

mampu lagi mempertahankan kandungan air media sehingga ketersediaan air

tanaman mengalami penurunan. Penurunan kandungan air tanah akan

menurunkan potensial air jaringan karena rendahnya pasokan air yang masuk ke

jaringan tanaman, termasuk pasokan air ke dalam sel jaga juga menurun yang

merangsang stomata menutup. Penutupan stomata akan menurunkan kandungan

CO2 dan serapan air juga menurun akibat menurunnya laju transpirasi. Hal ini

berdampak menurunnya laju pertumbuhan tanaman termasuk pemanjangan akar.

Pertumbuhan akar yang lambat pada interval penyiraman 8 hari + PPA

hampir sama dengan interval penyiraman 2 hari. Hanya kondisinya berbeda,

dimana pada penyiraman 8 hari sekali terjadinya cekaman kekeringan tetapi pada

penyiraman 2 hari justeru terjadi hambatan pertumbuhan karena kandungan air

media terlalu tinggi sehingga akar menjadi jenuh air. Media yang jenuh air

menyebabkan difusi CO2 dan O2 terhambat sehingga respirasi menurun yang

akhirnya berdampak pada terhambatnya pertumbuhan akar.

Gambar 17 Panjang akar tampak pada berbagai porositas media pada wadahrizotron selama 8 BST. Nilai pengamatan merupakan rata-rata ±standard error dari 6 tanaman

11.94

31.19

35.88

16.44

0.00

5.00

10.00

15.00

20.00

25.00

30.00

35.00

40.00

51-55 56-60 61-65 66-70

poros itas me dia

Pan

jan

ga

ka

rta

mp

ak

(cm

)

95

Gambar 18 Panjang akar tampak pada berbagai interval penyiraman air padawadah rizotron selama 8 BST. Nilai pengamatan merupakan rata-rata ± standard error dari 6 tanaman

Bobot biomassa

Tanaman yang mampu mengkonversi energi sinar matahari dan

mengakumulasikannya dengan cepat akan memiliki bobot biomassa tinggi

sehingga peubah ini sering digunakan untuk menggambarkan pertumbuhan

tanaman (Sitompul & Guritno 1995). Pada Tabel 22 terlihat bahwa porositas

media dan interval penyiraman memberikan pengaruh interaksi terhadap bobot

kering akar, tajuk dan total.

Perlakuan interval penyiraman 6 hari + PPA mampu menghasilkan bobot

kering akar tertinggi pada semua tingkatan porositas media kecuali pada porositas

55-60%, dimana bobot kering akar tertinggi pada perlakuan interval penyiraman 8

hari + PPA, sedangkan bobot kering akar terendah diperoleh pada porositas media

51-55% dengan penyiraman 2 hari sekali yaitu 2.77 g/tanaman. Hal ini sejalan

dengan peubah bobot kering tajuk yang juga rendah pada perlakuan yang sama.

Hal ini disebabkan penyiraman yang intensif pada media yang porositasnya

rendah menyebabkan terjadinya penggenangan pada permukaan atas media

sampai lapisan tertentu yang dapat dijangkau oleh air sehingga terjadi defisensi O2

11.80

19.20

36.98

27.88

0.00

5.00

10.00

15.00

20.00

25.00

30.00

35.00

40.00

2 4 6 8

Interval penyiraman

Pa

nja

ng

aka

rta

mp

ak

(cm

)

96

akibatnya fungsi akar menjadi tidak optimal (Morard & Silvestre 1996, Herrera et

al. 2008).

Interval penyiraman 6 hari + PPA menghasilkan bobot kering tajuk dan

bobot kering total yang tertinggi pada porositas media 51-55%, 61-65% dan 66-

70%. Namun apabila dibandingkan dengan semua tingkatan porositas nampak

bahwa penyiraman 6 hari + PPA pada porositas media 66-70% menghasilkan

bobot kering tajuk dan total tertinggi yaitu masing-masing 28.84 g dan 36.16 g

per tanaman. Apabila penyiraman ditingkatkan lagi menjadi 8 hari pada porositas

yang sama, maka bobot kering (tajuk dan total) akan mengalami penurunan

masing-masing 17.19 g dan 23.35 g per tanaman. Hal ini menunjukkan bahwa

bobot kering tajuk dan total meningkat sejalan dengan peningkatan porositas

media, sedangkan pada perlakuan interval penyiraman, bobot kering tajuk dan

total hanya meningkat sampai penyiraman 6 hari dan setelah itu mulai menurun.

Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan porositas menyebabkan peningkatan

aerasi sehingga menciptakan medium yang baik untuk pertumbuhan bobot kering.

Hal ini berbeda dengan faktor penyiraman, dimana peningkatan bobot kering

(tajuk dan total) maksimal sampai penyiraman 6 hari karena ketersediaan air yang

cukup hanya mampu dipertahankan oleh PPA sampai batas 6 hari. Peningkatan

interval penyiraman menjadi 8 hari menyebabkan PPA tidak mampu lagi

mempertahankan ketersediaan air yang cukup untuk mendukung pertumbuhan

tanaman.

Interval penyiraman 6 hari + PPA pada porositas 66-70% menghasilkan

bobot kering (tajuk dan total) yang terbaik diduga berkaitan dengan kondisi aerasi

yang semakin baik dan ketersediaan air. Pada kondisi aerasi yang baik maka

kandungan O2 meningkat dan hal ini menyebabkan laju respirasi akar turut

meningkat (Bartholomeus et al. 2008). Respirasi merupakan proses oksidasi

bahan organik yang terjadi di dalam sel, berlangsung secara aerobik maupun

anaerobik. Melalui proses respirasi aerobik diperlukan oksigen dan dihasilkan

sejumlah energi yang selanjutnya digunakan untuk mendukung berbagai aktivitas

metabolisme (Taiz & Zeiger 2012).

Dalam hal ini ketersediaan air media dipengaruhi oleh adanya PPA yang

membantu meningkatkan kapasitas menyimpan air pada media porous sehingga

97

penyiraman bisa dipertahankan sampai penyiraman 6 hari berikutnya. Hal ini

sesuai laporan Fernandez et al. (2001) bahwa aplikasi polimer sintetik Guilspare

dapat meningkatkan kapasitas menyimpan air (water holding capacity) dan

mengurangi kehilangan air yang terjadi melalui evaporasi. Demikian pula

menurut Caballero et al. (2009), bahwa media tumbuh dari kompos limbah anggur

dan kompos (gambut sphagnum dan limbah jamur) dengan porositas masing-

masing 78% dan 82%, menghasilkan bobot kering tanaman yang lebih tinggi

dibanding media sabuk kelapa dan media gambut yang porositasnya masing-

masing 95% dan 93% pada tanaman Gerbera jamesonii di dalam pot.

Tabel 22 Pengaruh interaksi antara porositas media dan interval penyiraman airterhadap bobot kering akar, tajuk dan total pada 11 BSP

Porositasmedia(%)

Intervalpenyiraman

(hari)

Bobot kering

Akar(g)

Tajuk(g)

Total(g)

51-55 2 2.77 i 10.73 i 13.50 i4 + PPA 4.83 fgh 13.22 fghi 18.05 fghi6 + PPA 5.28 efgh 18.67 def 23.95 def8 + PPA 4.04 ghi 13.38 fghi 17.43 ghi

56-60 2 3.92 hi 11.80 hi 15.72 hi4 + PPA 6.22 bcdef 12.39 ghi 18.62 fghi6 + PPA 6.63 abcde 20.76 cde 27.39 cde8 + PPA 7.94 a 26.43 ab 34.37 ab

61-65 2 5.44 defg 15.27 efghi 20.72 fgh4 + PPA 6.33 bcdef 21.67 bcd 28.00 cde6 + PPA 7.27 abc 25.33 abc 32.60 abc8 + PPA 6.99 abcd 22.10 bcd 29.09 bcd

66-70 2 5.79 bcdef 16.04 efghi 21.82 efgh4 + PPA 5.73 cdef 18.00 defg 23.73 def6 + PPA 7.32 ab 28.84 a 36.16 a8 + PPA 6.16 bcdef 17.19 defgh 23.35 defg

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyatapada uji uji DMRT pada taraf kepercayaan 95%

98

Perbandingan pertumbuhan tajuk dan akar

Untuk mempelajari pola pembagian asimilat maka dilakukan pengamatan

rasio tajuk/akar. Pada Tabel 23 terlihat adanya pengaruh interaksi antara porositas

media dengan interval penyiraman terhadap rasio tajuk/akar pada 11 BSP.

Penyiraman 2 hari pada porositas media 51-55% menghasilkan rasio tajuk/akar

tertinggi. Hal ini diduga rendahnya nilai bobot kering akar (seperti nampak pada

Tabel 22) menyebabkan tingginya rasio tajuk/akar. Rendahnya pertumbuhan akar

pada perlakuan tersebut telah uraikan pada pembahasan sebelumnya, dimana pada

porositas yang rendah, pertumbuhan akar menjadi terhambat karena terhambatnya

respirasi akar sebagai akibat kurangnya kandungan oksigen pada ruang porositas

yang rendah.

Tabel 23 Pengaruh interaksi antara porositas media dan interval penyiraman airterhadap rasio tajuk/akar pada 11 BSP

Porositasmedia(%)

Intervalpenyiraman

(hari)

Rasiotajuk/akar

51-55 2 4.12 a4 + PPA 2.79 cd6 + PPA 3.56 abc8 + PPA 3.26 abc

56-60 2 3.07 abcd4 + PPA 1.98 d6 + PPA 3.13 abc8 + PPA 3.40 abc

61-65 2 2.87 bcd4 + PPA 3.45 abc6 + PPA 3.49 abc8 + PPA 3.16 abc

66-70 2 2.76 cd4 + PPA 3.26 abc6 + PPA 3.97 ab8 + PPA 2.75 cd

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyatapada uji uji DMRT pada taraf kepercayaan 95%

99

Komponen Fisiologis Tanaman

Kandungan klorofil

Tabel 24 menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh interaksi antara

porositas media dengan interval penyiraman terhadap kandungan klorofil. Namun

faktor tungal porositas media berpengaruh nyata terhadap kandungan klorofil,

dimana porositas 61-65% menghasilkan kandungan klorofil a, b dan total tertinggi

yaitu masing-masing 7.26; 3.07 dan 10.33 µmol/100 cm2. Hasil pengamatan

klorofil sejalan dengan pengamatan pertumbuhan tajuk dan akar serta pengamatan

potensial air jaringan, laju fotosintesis, daya hantar stomata dan transpirasi yang

menunjukkan bahwa kondisi aerasi yang baik pada porositas 61-65%

menghasilkan pengaruh yang tertinggi. Sedangkan terhadap peubah rasio klorofil

a/b, perlakuan porositas 56-60% menghasilkan nilai tertinggi dan berbeda nyata

dengan porositas 51-55%. Dalam hubungannya dengan ketersediaan air,

walaupun terlihat tidak ada perbedaan yang nyata antar perlakuan penyiraman

namun ketersediaan air yang rendah dapat merusak perangkat kloroplas. Hal ini

sesuai yang dikemukakan Levitt (1980) bahwa cekaman kekeringan akan

merangsang tanaman menghasilkan oksigen reaktif yang dapat merusak perangkat

kloroplas dan membran sehingga daun cepat mengalami klorosis dan senescense.

Tabel 24 Kandungan klorofil (a, b, total) dan rasio klorofil a/b pada berbagaiporositas media dan interval penyiraman air pada 11 BSP

Perlakuan Klorofil a Klorofil b Klorofil total Rasio klorofila/b

Porositasmedia (%)

.......................... µmol/100 cm2 …………..…

51-55 4.29 b 1.92 b 6.22 b 2.22 b56-60 6.45 a 2.69 a 9.13 a 2.42 a61-65 7.26 a 3.07 a 10.33 a 2.37 a66-70 3.54 b 1.47 b 5.01 b 2.39 a

Intervalpenyiramanair (hari)

2 6.06 2.53 8.59 2.394 + PPA 5.05 2.15 7.20 2.336 + PPA 4.99 2.13 7.13 2.328 + PPA 5.43 2.34 7.77 2.34

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidakberbeda nyata pada uji DMRT pada taraf kepercayaan 95%

100

Kandungan prolin daun

Pada Tabel 25 terlihat adanya pengaruh interaksi antara porositas media

dengan interval penyiraman terhadap kandungan prolin daun pada 11 BSP. Hasil

pengamatan menunjukkan adanya perbedaan kandungan prolin daun pada

porositas 51-55% dengan interval penyiraman 8 hari + PPA dan porositas 61-65%

dengan penyiraman 6 hari + PPA, yang masing-masing senilai 4.66 dan 2.49

µmol/g berat basah. Kandungan prolin yang tinggi ini memberikan indikasi

terjadinya cekaman kekeringan pada media dengan porositas rendah (51-55%)

disertai interval penyiraman yang relatif lama (8 hari sekali). Hal ini

membuktikan bahwa interval pemberian air yang lama menyebabkan terjadinya

defisit air pada media tumbuh. Hal ini sejalan dengan hasil pengukuran kadar air

media pada Gambar 10, yang menunjukkan bahwa media dengan porositas 51-

55%, setelah hari ke-8 dari penyiraman ternyata mengalami penurunan kadar air

yang sangat rendah yaitu 21.93%. Rendahnya kadar air media dan tingginya

kandungan prolin daun memberikan indikasi terjadinya defisit air sehingga

menurunkan serapan air dari media. Akibatnya pasokan air ke jaringan atas

tanaman juga mengalami penurunan sehingga menurunkan sejumlah aktivitas

metabolisme tanaman.

Peningkatan kandungan prolin daun merupakan bentuk penyesuaian

osmotik dalam usaha mempertahankan tekanan turgor tetap tinggi pada kondisi

potensial osmotik yang rendah (Ober & Sharp 2003; Slama et al. 2006).

Penurunan potensial osmotik antara lain disebabkan adanya akumulasi senyawa

terlarut antara lain, asam amino prolin, dimana semakin banyak bahan terlarut

maka potensial osmotik semakin rendah, jika tekanan turgor tetap, maka secara

keseluruhan potensial air sel akan menurun pula. Adanya penyesuaian osmotik

berarti juga menjaga integritas dan aktivitas fisiologi sitoplasma serta proses

fotosintesis (Riduan et al. 2007). Sebagai perbandingan bibit kelapa sawit yang

mengalami cekaman kekeringan ternyata memiliki kandungan prolin berkisar

antara 2.78-2.86 µmol/g (Palupi & Dedywiryanto 2008). Walaupun secara

abosolut nilai kandungan prolin bervariasi, namun peningkatan kandungan prolin,

telah banyak dijadikan sebagai indikator penyesuaian osmotik pada tanaman yang

mengalami cekaman kekeringan. Menurut Yang & Kao (1999); Kim & Janick

101

(1991), prolin merupakan salah senyawa osmotik yang disintesis dan diakumulasi

pada jaringan tanaman yang mengalami cekaman kekeringan terutama pada

jaringan daun.

Tabel 25 Pengaruh interaksi antara porositas media dan interval penyiraman airterhadap kandungan prolin daun pada 11 BSP

Porositasmedia (%)

Intervalpenyiraman air (hari)

Kandungan prolin(µmol/g berat basah)

51-55 2 1.89 e4 + PPA 2.75 cde6 + PPA 3.28 cd8 + PPA 4.66 a

56-60 2 3.70 bc4 + PPA 2.92 cde6 + PPA 4.32 ab8 + PPA 2.67 cde

61-65 2 2.86 cde4 + PPA 2.40 de6 + PPA 2.49 de8 + PPA 2.48 de

66-70 2 2.81 cde4 + PPA 3.06 cd6 + PPA 2.61 de8 + PPA 2.44 de

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyatapada uji DMRT pada taraf kepercayaan 95%

Potensial air jaringan dan laju transpirasi

Pada Tabel 26 terlihat adanya pengaruh interaksi antara porositas media

dengan interval penyiraman terhadap potensial air jaringan. Interval penyiraman

6 hari + PPA pada porositas media 61-65% menghasilkan potensial air jaringan

akar (ψakar) dan potensial air jaringan daun (ψdaun) masing-masing -0.14 dan -0.72

MPa. Penyiraman 2 hari pada porositas media 51-55% menghasilkan -0.83 MPa

(ψakar) dan -1.01 MPa (ψdaun). Dengan demikian gradien (ψakar) dan (ψdaun) pada

porositas 61-65% yang disertai penyiraman 6 hari + PPA adalah 0.58 MPa,

sedangkan pada porositas 51-55% yang disertai penyiraman 2 hari hanya 0.18

MPa.

102

Interval penyiraman 6 hari + PPA pada porositas 61-65% menyebabkan

pergerakan air dari akar sampai ke jaringan daun berlangsung lebih baik

dibanding pada porositas 51-55% dengan penyiraman 2 hari sekali. Hal ini dapat

diukur dari nilai gradien potensial air jaringan pada porositas 61-65% dengan

penyiraman 6 hari yang nampak lebih tinggi dibandingkan interval penyiraman 2

hari pada porositas media 51-55%. Sebagaimana diketahui bahwa air bergerak

dari potensial air tinggi ke yang lebih rendah dan semakin besar gradien potensial

air tersebut maka semakin mudah air mengalir. Hal ini menunjukkan penyiraman

6 hari sekali pada porositas media 61-65% menghasilkan ketersediaan air yang

cukup tinggi karena adanya dukungan PPA sehingga media dapat menyediakan

air secara bertahap sampai penyiraman berikutnya. Sebagaimana diketahui bahwa

penyerapan air dapat terjadi secara pasif dan aktif, dimana penyerapan secara

pasif terjadi karena adanya perbedaan potensial air. Terjadinya transpirasi pada

bagian atas tanaman menyebabkan terjadinya perbedaan potensial air antara sel-

sel mesofil pada daun dengan dengan sel-sel pada akar, apabila potensial air dari

sel-sel akar lebih besar dari potensial air larutan tanah atau media, maka air dari

media akan meresap masuk ke dalam sel-sel akar. Dengan demikian penyerapan

air secara pasif merupakan proses osmotik. Menurut Taiz & Zeiger (2012),

pergerakan air secara vertikal di dalam pembuluh xylem karena adanya perbedaan

potensial air sebagai tenaga pendorong, adanya tenaga hidrasi dinding pembuluh

xylem yang mampu mempertahankan molekul air terhadap gaya gravitasi dan

adanya gaya kohesi antara molekul air yang menjaga keutuhan kolom pada

pembuluh xylem. Sebaliknya pada porositas media 51-55% dengan penyiraman

2 hari menghasilkan gradien potensial air yang sangat kecil (0.177 MPa)

akibatnya air sulit bergerak sehingga tanaman mengalami defisit air. Defisit air

dapat menghambat pertumbuhan sel (penggandaan dan pembesaran sel) akibatnya

pertumbuhan akar dan tajuk menjadi terhambat.

Laju transpirasi merupakan salah satu proses kehilangan air melalui

stomata dan kutikula. Proses ini penting karena menyebabkan pergerakan air

yang diserap oleh akar melalui pembuluh xylem yang selanjutnya digunakan

sebagai bahan baku dalam proses fotosintesis. Kehilangan air melalui transpirasi

ini juga sebagai syarat penyerapan CO2 dan pelepasan O2 melalui stomata

103

(Salisbury & Ross 1992). Hasil pengamatan menunjukkan bahwa terdapat

pengaruh interaksi antara porositas media dengan interval penyiraman terhadap

laju transpirasi (Tabel 26). Interval penyiraman 6 hari + PPA pada porositas

media 66-70% menghasilkan laju transpirasi tertinggi, sedangkan terendah pada

porositas 51-55% dengan interval penyiraman 2 hari. Hal ini dapat dijelaskan

karena tingginya kerapatan stomata pada perlakuan tersebut seperti yang

ditunjukkan pada Gambar 19a dan 19b sehingga mendorong laju kehilangan air

melalui transpirasi. Hal ini sesuai yang dikemukakan Hamin (2007), bahwa

kerapatan dan pembukaan stomata menentukan besarnya laju transpirasi. Pada

saat stomata membuka maka laju serapan air meningkat untuk mengimbangi

peningkatan laju transpirasi. Terbukanya stomata akan mendorong difusi CO2

masuk ke jaringan tanaman dan pelepasan O2.

Tabel 26 Pengaruh interaksi antara porositas media dan interval penyiraman airterhadap potensial air jaringan dan laju transpirasi pada 11 BSP

Porositasmedia(%)

Intervalpenyiraman

air (hari)

Potensial air Lajutranspirasi(kg/m2/detik/MPa)*

akar(MPa)

batang(MPa)

daun(MPa)

51-55 2 -0.83 g -0.91 f -1.01 g 3.67 c4 + PPA -0.73 f -0.84 e -0.96 f 6.67 c6 + PPA -0.57 e -0.67 d -0.86 e 7.33 c8 + PPA -0.56 e -0.66 d -0.84 de 7.67 bc

56-60 2 -0.52 de -0.58 c -0.82 cde 6.00 c4 + PPA -0.51 de -0.59 c -0.76 ab 8.00 bc6 + PPA -0.49 cd -0.54 c -0.81 bcd 6.00 c8 + PPA -0.47 cd -0.54 c -0.81 cde 5.33 c

61-65 2 -0.42 c -0.54 c -0.81 bcde 7.00 c4 + PPA -0.25 b -0.38 b -0.79 bcd 7.67 bc6 + PPA -0.14 a -0.30 a -0.72 a 9.00 bc8 + PPA -0.19 ab -0.31 a -0.73 a 13.00 ab

66-70 2 -0.47 cd -0.58 c -0.80 bcd 6.00 c4 + PPA -0.46 cd -0.58 c -0.81 bcde 5.33 c6 + PPA -0.44 c -0.57 c -0.78 bc 15.33 a8 + PPA -0.47 cd -0.58 c -0.80 bcd 7.33 c

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyatapada uji DMRT pada taraf kepercayaan 95%

*) angka-angka dalam Laju transpirasi dikalikan dengan 10-5

104

Namun selain penyerapan air secara pasif, juga bisa melalui penyerapan

aktif, yaitu penyerapan air yang melibatkan energi yang diperoleh melalui proses

respirasi. Oleh karena itu pada porositas optimal maka aerasi berlangsung baik.

Menurut Darmawan & Baharsjah (2010), media dianggap memiliki aerasi yang

baik apabila tersedia ruang yang cukup untuk terjadinya pertukaran gas yang cepat

dalam mempertahankan konsentrasinya pada tingkat tertentu. Makin cepat

respirasi akar, maka semakin cepat pula penggunaan O2 dan sekaligus pelepasan

CO2 serta semakin besar pula kebutuhan untuk pertukaran gas. Pada tanah yang

beraerasi buruk biasanya kandungan O2 dapat medekati nol. Walaupun keadaan

ini bersifat sementara tetapi berbahaya bagi tanaman apabila berlanjut karena sel-

sel akar tidak dapat melakukan respirasi sehingga akar tidak dapat menyerap air

secara aktif akibatnya tanaman menjadi layu bahkan bisa menyebabkan kematian.

Laju fotosintesis dan daya hantar stomata

Pada Tabel 27, terlihat adanya pengaruh interaksi antara porositas media

dengan interval penyiraman terhadap laju fotosintesis dan daya hantar stomata.

Interval penyiraman 6 hari + PPA pada porositas media 61-65% menghasilkan

laju laju fotosintesis dan daya hantar stomata tertinggi yaitu masing-masing 7.89

µmol CO2/m2/detik dan 0.07 µmol CO2/m

2/detik, sedangkan interval penyiraman

2 hari pada porositas media 51-55% dengan menghasilkan nilai yang rendah. Hal

ini dapat dijelaskan dengan menghubungkan laju fotosintesis dan daya hantar

stomata dengan peubah potensial air daun (Tabel 26), dimana terdapat kesamaan

respon pada perlakuan yang sama. Hal ini berarti tingginya laju fotosintesis dan

daya hantar stomata antara lain disebabkan meningkatnya laju potensial air daun.

Hal ini sejalan yang dikemukakan Ryugo (1988); Salisbury & Ross (1992) bahwa

potensial air jaringan merupakan salah satu faktor yang membatasi aktivitas

fotosintesis, selain ketersediaan CO2, cahaya, umur tanaman dan genetik

Pada kondisi status air daun tinggi maka tekanan turgor sel dapat

dipertahankan sehingga menjamin proses pembelahan dan pembesaran sel tetap

berlangsung (Lakitan 1995). Demikian pula hubungannya dengan daya hantar

stomata, potensial air daun yang tinggi mendorong pasokan air ke dalam sel jaga

105

berlangsung secara optimal sehingga mempertahankan turgiditas sel,

meningkatkan transpirasi dan laju fotosintesis.

Tabel 27 Pengaruh interaksi antara porositas media dan interval penyiraman airterhadap laju fotosintesis dan daya hantar stomata pada 11 BSP

Porositasmedia(%)

Intervalpenyiraman

(hari)

Laju fotosintesis(µmol CO2/m

2/detik)Daya hantarstomata(µmol/m2/detik)

51-55 2 3.33 fg 0.02 g4 + PPA 4.27 cde 0.02 fg6 + PPA 4.35 cd 0.03 efg8 + PPA 3.08 g 0.03 fg

56-60 2 4.19 cde 0.04 cdef4 + PPA 4.77 cd 0.05 bc6 + PPA 5.98 b 0.05 b8 + PPA 4.37 cde 0.04 bcd

61-65 2 4.53 cd 0.05 bc4 + PPA 6.65 b 0.05 bc6 + PPA 7.89 a 0.07 a8 + PPA 4.13 def 0.04 bcde

66-70 2 3.91 defg 0.03 defg4 + PPA 3.95 def 0.04 bc6 + PPA 5.05 c 0.04 bcd8 + PPA 3.46 efg 0.02 g

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyatapada uji DMRT pafa taraf kepercayaan 95%

Kerapatan stomata

Hasil pengamatan stomata pada Gambar 19a dan 19b menunjukkan adanya

variasi kerapatan stomata pada berbagai perlakuan porositas media dan interval

penyiraman. Pada perlakuan porositas media nampak bahwa kisaran kerapatan

stomata adalah 68-116 buah/mm dan kerapatan stomata tertinggi pada porositas

61-65% yaitu 115.92 buah/mm. Pada perlakuan interval penyiraman, nampak

bahwa kerapatan stomata berkisar antara 84-105 buah/mm dan perlakuan

penyiraman 6 hari menghasilkan kerapatan stomata tertinggi yaitu 103.18

buah/mm.

106

Gambar 19 Kerapatan stomata pada berbagai porositas media (a) dan intervalpenyiraman (b). Nilai pengamatan merupakan rata-rata ± standarderror dari 6 tanaman

Hubungan Potensial Jaringan Daun dengan Pertumbuhan Tanaman

Potensial air jaringan daun pada berbagai porositas media menunjukkan

hubungan yang sangat nyata dan berkorelasi positif dengan semua peubah

pertumbuhan tanaman (Tabel 28). Penurunan potensial air daun dari -0.75 MPa

menjadi -0.95 MPa menurunkan bobot kering akar dan bobot kering total

tanaman secara nyata (Gambar 20). Persamaan regresi linier antara potensial air

daun dengan bobot kering akar adalah : Y = -15.22X + 18.28; R² = 0.91** dan

12.7419.11 21.66 15.29

68.79

95.54

115.92

91.72

0

20

40

60

80

100

120

140

51-55 56-60 61-65 66-70

Ker

ap

ata

nst

om

ata

(bu

ah

/mm

)

Porositas media (%)

(a)

11.47 14.01

25.4817.83

84.08 85.35

103.18 99.36

0

20

40

60

80

100

120

2 4 6 8

Ker

ap

ata

nst

om

ata

(bu

ah

/mm

)

Interval penyiraman (hari)

(b)

atas bawah

107

persamaan regresi antara potensial air daun dengan bobot kering total tanaman

adalah Y = -41.42X + 52.24; R² = 0.75**.

Gambar 20 Hubungan antara potensial air daun (Ψ daun) dengan bobot kering totaltanaman dan bobot kering akar pada perlakuan porositas media

Hasil analisis korelasi sederhana Pearson pada Tabel 28 menunjukkan

adanya korelasi positif antara potensial air daun dengan panjang akar pada

perlakuan porositas media. Penurunan potensial air daun dari -0.75 menjadi -0.95

MPa menyebabkan penurunan panjang akar dan pertambahan tinggi tanaman

secara nyata (Gambar 21a dan 21b). Hubungan antara potensial air daun dengan

panjang akar dan tinggi tanaman menunjukkan pola yang linier. Persamaan

regresi antara potensial air daun dengan panjang akar adalah: Y = -40.50X +

55.64; R² = 0.65**. Persamaan regresi linier antara potensial air daun dengan

pertambahan tinggi tanaman adalah Y = 20.74X + 29.43; R² = 0.53**.

Hubungan potensial air jaringan daun dengan pertambahan luas daun pada

berbagai porositas media menunjukkan pola linier yaitu: Y = -919.3X + 1209; R²

= 0.86** (Gambar 21c). Penurunan potensial air daun dari -0.75 menjadi -0.95

MPa ternyata sangat jelas menurunkan pertambahan luas daun. Hal ini

menunjukkan bahwa pada semua tingkatan porositas media, akibat potensial air

jaringan daun menurun maka pertambahan luas daun juga mengalami penurunan.

Y = -41.42X + 52.24R² = 0.75**

Y = -15.22X + 18.28R² = 0.91**

0

5

10

15

20

25

0.70 0.75 0.80 0.85 0.90 0.95

Bo

bo

tk

erin

g(g

)

Ψ daun (-MPa)

Bobot kering total Bobot kering akar

Linear (Bobot kering total) Linear (Bobot kering akar)

108

Gambar 21 Hubungan antara potensial air daun (Ψ daun) dengan dan panjang akarprimer (a), pertambahan tinggi tanaman (b) dan pertambahan luasdaun (c) pada perlakuan porositas media

Y = -40.50X + 55.64R² = 0.65**

15

17

19

21

23

25

27

29

0.70 0.75 0.80 0.85 0.90 0.95 1.00

Pa

nja

ng

ak

ar

(cm

)(a)

Y = -20.74X + 29.43R² = 0.53**

8

9

10

11

12

13

14

15

16

0.70 0.75 0.80 0.85 0.90 0.95 1.00

Per

ata

mb

ah

an

tin

gg

ita

na

ma

n(c

m)

(b)

Y = -919.3X + 1209.R² = 0.86**

200

250

300

350

400

450

500

550

0.70 0.75 0.80 0.85 0.90 0.95 1.00

Per

tam

ba

ha

nlu

as

da

un

(cm

2)

Ψ daun (-MPa)

(c)

111

Tabel 28 Hubungan antara peubah pertumbuhan tanaman pada berbagai porositas media

Peubah BKA BTjk BKTot PA PTT PJD PLD PD PR VA FS T DS

BKA 1.00BKTjk 0.89** 1.00BKTot 0.94** 0.99** 1.00PA 0.71** 0.80** 0.79** 1.00PTT 0.65* 0.81** 0.79** 0.74** 1.00PJD 0.79** 0.84** 0.84** 0.87** 0.69* 1.00PLD 0.95** 0.86** 0.90** 0.68* 0.74** 0.67* 1.00PD 0.95** 0.88** 0.91** 0.81** 0.72** 0.81** 0.92** 1.00PR -0.28tn -0.57tn -0.51tn -0.58* -0.51tn -0.61* -0.17tn -0.29tn 1.00VA 0.58* 0.51tn 0.54tn 0.46tn 0.46tn 0.46tn 0.64* 0.49tn -0.32tn 1.00FS 0.70* 0.67* 0.69* 0.80** 0.55tn 0.65* 0.67* 0.78** -0.34tn 0.39tn 1.00TR 0.65* 0.70* 0.70** 0.73** 0.59* 0.71** 0.59* 0.61* -0.63tn 0.39tn 0.46tn 1.00DS 0.73** 0.72** 0.74** 0.74** 0.68* 0.69* 0.74** 0.83** -0.36tn 0.45tn 0.89** 0.40tn 1.00

**=berkorelasi nyata pada taraf 1% uji korelasi Pearson* =berkorelasi nyata pada taraf 5% uji korelasi Pearsontn=berkorelasi tidak nyata

BKA = Bobot kering akar BKTjk = Bobot kering tajukBKTot = Bobot kering total tanaman PA = Panjang akar primerPTT = Pertambahan tinggi tanaman PJD = Pertambahan jumlah daunPLD = Pertambahan luas daun PD = Potensial air daunPR = Kandungan prolin VA = Volume akarFS = Laju fotosintesis T = Laju transpirasiDS = Daya hantar stomata

109

110

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Terdapat pengaruh interaksi antara porositas media dengan interval

penyiraman terhadap berbagai aktivitas fisiologis. Interval penyiraman 6 hari

+ PPA pada porositas media 61-65% mendorong ketersediaan air dan udara

yang optimal sehingga menghasilkan laju fotosintesis, daya hantar stomata

dan potensial air daun tertinggi yaitu masing-masing 7.89 µmol

CO2/m2/detik; 0.07 µmol/m2/detik; dan -0.72 MPa yang berdampak pada

meningkatnya pertumbuhan tajuk dan akar.

2. Besarnya perbedaan gradien potensial air antara jaringan akar dan daun, pada

porositas 61-65% dengan penyiraman 6 hari sekali + PPA, mendorong

peningkatan serapan air sehingga menghasilkan pertambahan tinggi tanaman,

jumlah daun dan luas daun tertinggi, yaitu masing-masing 19.27 cm; 9 helai

dan 610.00 cm2.

3. Kondisi aerasi yang buruk pada porositas yang rendah yaitu 51-55% disertai

ketersediaan air yang rendah akibat interval penyiraman yang lama (8 hari

sekali), memberikan kondisi pertumbuhan tajuk dan akar yang kurang baik,

bahkan menyebabkan gejala cekaman kekeringan yang nampak dari tingginya

kandungan prolin daun yaitu 4.66 µmol/g berat basah.

4. Penurunan potensial air daun dari -0.75 MPa menjadi -0.95 MPa menurunkan

bobot kering akar, bobot kering total tanaman, panjang akar, tinggi tanaman

dan luas daun secara nyata.

111

PENINGKATAN PERTUMBUHAN BIBIT MANGGIS MELALUIPENGATURAN POROSITAS MEDIA DAN APLIKASI PEMUPUKANIncreasing the Growth of Mangosteen Seedlings by Media Porosity Arrangements

and Fertilizer Application

Abstrak

Perakaran yang terbatas dan kurang berkembang menyebabkan tanamanmanggis peka terhadap kondisi hara yang terbatas. Hara yang terbatas disertaiadanya hambatan pada media tumbuh akan mempengaruhi serapan hara. Olehkarena itu pentingnya aplikasi pupuk yang sesuai kondisi media tumbuh.Percobaan telah dilaksanakan di Rumah Plastik Pusat Kajian Buah Tropika (PKBT)Institut Pertanian Bogor, Tajur yang berlangsung dari bulan Januari 2009 hinggaAgustus 2010. Percobaan disusun menggunakan percobaan faktorial dalamrancangan acak lengkap dengan tiga ulangan. Faktor pertama adalah porositasmedia dan faktor kedua adalah aplikasi pemupukan. Hasil percobaan menunjukkanporositas media 61-65% dan pemupukan secara fertigasi memberikan pengaruhinteraksi terhadap sebagian besar peubah pertumbuhan akar dan tajuk. Aplikasipemupukan secara fertigasi pada porositas media 61-65% menghasilkanpertumbuhan tertinggi pada panjang akar (26.83 cm), bobot kering akar (10.07g/tanaman), pertambahan tinggi tanaman (17.90 cm), pertambahan lebar kanopi(11.25 cm), pertambahan luas daun 717.60 cm2, bobot kering tajuk (18.33g/tanaman) dan bobot kering total (28.40 g/tanaman). Serapan hara N dan K daunyang tinggi pada pemupukan secara fertigasi mendorong pertumbuhan tajuk danakar yang lebih tinggi dibanding aplikasi pupuk granular dan slow release.

Kata kunci: manggis, porositas media, pemupukan

Abstract

Limited and less root development caused mangosteen were sensitive tonutrient limited conditions. Limited nutrients with the existence of growth barrierswould affect nutrient uptake. Hence, it was importance to select appropriatefertilizer application conditions with growing media. The experiments wasconducted in the Plastic house at Centre for Tropical Fruit Studies (CETROFS)Bogor Agricultural University, Tajur, from January 2009 until August 2010. Theexperiments used a factorial experiment in completely randomized design withthree replications. The first factor was media porosity and the second factor wasfertilizer application. Results showed media porosity of 61-65% and fertigationfertilizing were influenced to the most of interaction of root and shoot growthvariables. Fertilizer application by fertigation at 61-65% media porosity producedthe highest growth in root length (26.83 cm), root dry weight (10.07 g / plant),additional of plant height (17.90 cm), additional of canopy width (11.25 cm),additional of leaf area (717.60 cm2), canopy dry weight (18.33 g/plant) and total dryweight (28.40 g/plant). N and K nutrient uptake in leaves the highest by fertigationfertilizing affect shoot and root growth that higher than an application of granularfertilizers and slow release.

Keywords: mangosteen, media porosity, fertilization

112

Pendahuluan

Latar Belakang

Pemupukan sangat penting dilakukan untuk meningkatkan pertumbuhan

tanaman manggis. Namun sampai saat ini masih terbatas rekomendasi pemupukan

yang dapat diaplikasikan secara tepat sesuai kondisi tanaman, baik pada fase

pembibitan maupun setelah tanaman di lapangan. Acuan pemupukan yang ada

saat ini masih bersifat umum dan kebanyakan masih bersumber dari kebiasaan

petani sehingga belum mempertimbangkan ketersediaan hara tanah dan tanaman

serta kondisi media tumbuh. Acuan pemupukan tanaman manggis yang terdapat di

dalam Standar Prosedur Operasional (SPO) Tanaman Manggis, umumnya masih

bersumber dari kebiasaan petani, seperti SPO tanaman manggis Kabupaten

Purworejo (Direktur Tanaman Buah 2004), SPO tanaman manggis Kabupaten

Subang dan Kabupaten Sukabumi (Direktorat Budidaya Tanaman Buah 2009).

Padahal untuk dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman maka harus

disertai dengan pemberian hara yang sesuai kebutuhan tanaman. Aplikasi

pemupukan yang tidak tepat dapat menyebabkan tanaman mengalami kekurangan

ataupun kelebihan hara. Pemupukan yang berlebih selain mengganggu

keseimbangan hara juga bisa meracuni tanaman. Hal ini sesuai Poerwanto et al.

(1995), bahwa pemupukan NPK Prill 15:15:15 yang bersifat cepat tersedia pada

bibit sambung memberikan respon pertumbuhan yang kurang memuaskan, bahkan

dengan dosis 10 g/ 3 l media justeru menimbulkan keracunan pada tanaman

manggis. Oleh karena itu pentingnya dikaji penggunaan pupuk yang cepat tersedia

dan pupuk lepas terkendali serta cara aplikasi pada berbagai porositas media

terhadap pertumbuhan tanaman.

Menurut Leiwakabessy et al. (2003), struktur tanah mempengaruhi bobot

isi (bulk density) dan porositas. Semakin padat atau kompak tanah maka semakin

tinggi nilai bobot isi dan juga semakin sedikit jumlah ruang pori atau semakin kecil

nilai porositas. Kondisi demikian akan menyebabkan terhambatnya pertumbuhan

akar sehingga mengurangi laju serapan hara. Pada porositas yang tinggi rentang

terjadi kekurangan air karena kemampuan media menyimpan air sangat rendah.

Kekurangan air akan menghambat laju serapan hara dan juga mengurangi tingkat

efisiensi pemupukan. Begitupula dalam hubungannya dengan proses pengangkutan

113

hara, baik secara difusi, aliran massa maupun cara intersepsi akar akan terhambat

apabila kandungan air tanah atau media rendah.

Oleh karena itu pentingnya aplikasi pemupukan yang sesuai karakteristik

tanah/media dan tanaman. Beberapa cara aplikasi pemupukan yang telah dikenal

secara umum antara lain aplikasi pemupukan dengan pupuk butiran butiran

(granular) yang dibenamkan ke dalam media. Apalikasi juga dapat dilakukan

dengan cara dilarutkan terlebih dahulu sebelum disiram ke media tumbuh atau yang

biasa dikenal sebagai fertigasi (fertigation). Metode ini dapat mempercepat

penyerapan hara tetapi dibutuhkan waktu yang lebih banyak karena frekuensi

penyiraman biasanya lebih tinggi. Aplikasi pemupukan juga dapat dilakukan

dengan menggunakan pupuk lepas terkendali (slow release) yang interval

pemupukannya lebih panjang namun kelarutannya lambat. Pupuk slow release

memiliki kelarutan yang lambat karena adanya lapisan khusus dari bahan resin

yang sifatnya permeabel (awet) pada setiap butirannya sehingga unsur hara yang

terkandung dalam pupuk tersebut dilepaskan secara perlahan-lahan akibatnya unsur

hara juga lambat tersedia bagi tanaman.

Ketiga aplikasi pemupukan tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan

sehingga perlu dikaji bagaimana pengaruhnya terhadap pertumbuhan bibit manggis.

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh aplikasi pemupukan yang terbaik pada

berbagai porositas media sehingga dapat meningkatkan serapan hara dan

pertumbuhan tanaman. Hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi acuan dalam

pengaturan ketersediaan hara pada pembibitan manggis.

Bahan dan Metode

Tempat dan Waktu Penelitian

Percobaan telah dilaksanakan di Rumah Plastik Pusat Kajian Buah Tropika

(PKBT) Institut Pertanian Bogor, Tajur. Analisis kandungan hara tanah dan daun

dilaksanakan di Laboratorium Tanah Balai Penelitian Tanah Bogor dan

Laboratorium Tanah dan Tanaman SEAMEO BIOTROF. Penelitian berlangsung

dari bulan Januari 2009 hingga Agustus 2010.

114

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan antara lain bibit manggis umur 1 tahun, media

(tanah, arang sekam padi, pupuk kandang kambing dan pasir), pestisida (mankozeb

dan deltametrin), pupuk urea, SP-18 dan KCl, dan pupuk NPK Dekastar 18-9-10.

Alat-alat yang digunakan antara lain Light meter tipe LI-250A, mikroskop

Binokuler, jangka sorong digital 0-150 mm, polybag hitam 35 cm x 35 cm, gelas

ukur 500 ml, papan paku (pin board) 50 cm x 50 cm, cool box, timbangan analitik,

hand sprayer, kertas label, meteran dan alat tulis menulis.

Metode Penelitian

Penelitian disusun menggunakan percobaan faktorial dalam rancangan acak

lengkap dengan tiga ulangan. Faktor pertama adalah porositas media, terdiri 4

taraf: 51-55, 56-60, 61-65 dan 66-70%. Faktor kedua adalah aplikasi pemupukan,

yang terdiri atas 3 cara, yaitu: aplikasi pupuk butiran (granular), aplikasi pupuk

melalui penyiraman ke media tumbuh atau yang biasa dikenal sebagai fertigasi

(fertigation) dan aplikasi pupuk lepas terkendali (slow release). Model linier yang

digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Yijk = + αi + j + (α)ij + ijk ; (Gomez & Gomez 1984)

i = 1, …,a ; j = 1, …,b ; k = 1, … c

Yijk = nilai pengamatan pada satuan percobaan ke-k yang memperoleh kombinasiperlakuan ij (taraf ke-i dari faktor porositas media dan taraf ke- j dari faktorpemupukan)

= nilai tengah populasi (rataan yang sesungguhnya)αi = pengaruh aditif taraf ke-i dari faktor porositas mediaj = pengaruh aditif taraf ke-j dari faktor pemupukan

(α)ij = pengaruh interaksi taraf ke-i faktor porositas media dan taraf ke-j faktorpemupukan

ijk = pengaruh galat dari satuan percobaan ke-k yang memperoleh kombinasiperlakuan ij

Media yang digunakan terlebih dahulu disterilisasi dengan cara dipanaskan

dalam drum selama 8 jam yang bertujuan mencegah serangan patogen tular tanah

yang dapat menghambat pertumbuhan bibit. Pengisian media tumbuh sesuai

perlakuan dengan volume media sebanyak 8 liter (perbandingan volume). Setelah

media siap maka dilakukan perendamaan media sampai jenuh air lalu dibiarkan

115

sampai mencapai kapasitas lapang. Penyiapan bahan tanaman diawali dengan

pemilihan bibit yang pertumbuhannya relatif seragam. Media tumbuh awal dari

bibit dibuang lalu akarnya dicuci secara hati-hati lalu bibit ditanam pada media baru

sesuai perlakuan.

Perlakuan aplikasi pupuk granular mengacu pada SPO Manggis dengan

dosis 3.7 g N; 1.5 g P2O5 dan 2.1 g K2O per aplikasi setiap 2 bulan. Perlakuan

fertigasi diaplikasikan dengan cara pupuk N, P dan K dilarutkan dalam air lalu

disiramkan ke dalam media tumbuh dengan konsentrasi 0.46 g N; 0.19 g P2O5, dan

0.26 g K2O per liter air per minggu. Teknologi pemupukan secara fertigasi

mengacu pada hasil penelitan Liferdi (2007). Perlakuan pupuk slow release

menggunakan pupuk Dekastar yang diaplikasikan dengan cara dibenamkan di

sekeliling tanaman setiap 4 bulan dengan dosis 31.25 g/aplikasi.

Pemeliharaan tanaman meliputi penyiraman, penyiangan, dan pengendalian

hama/penyakit. Penyiraman dilakukan dengan memperhatikan kelembaban tanah.

Untuk pengendalian penyakit menggunakan fungisida berbahan aktif mankozeb

80% dan pengendalian hama menggunakan insektisida berbahan aktif deltametrin.

Peubah yang diamati pada percobaan ini adalah sebagai berikut:

1. Pertumbuhan tinggi tanaman, jumlah daun, lebar kanopi, diameter batang dan

luas daun dilakukan setiap bulan. Tinggi tanaman diukur dari pangkal batang

sampai buku teratas. Jumlah daun dihitung berdasarkan semua daun yang

terbentuk. Tunas muda sudah dikategorikan sebagai daun yang termasuk dapat

dihitung apabila tunas tersebut sudah membuka dan membentuk daun. Lebar

kanopi diukur lebar tajuk pada 2 arah secara tegak lurus lalu dihitung nilai

rataannya. Diameter batang diukur pada pangkal batang sekitar 3 cm dari

permukaan media. Luas daun dihitung dengan mengukur panjang dan lebar

seluruh daun, lalu hasil pengukuran dimasukkan ke dalam persamaan:

Y=10.09X1 + 3.07X2 - 51.87 dan R2 = 0.98, di mana Y = luas daun (cm2), X1 =

lebar daun (cm) dan X2 = panjang daun (cm).

2. Bobot kering tanaman diperoleh melalui penimbangan bobot kering (akar,

batang dan daun) pada akhir penelitian. Berangkasan tanaman dikeringkan di

dalam oven pada suhu 80 oC selama 24 jam.

116

3. Pengamatan panjang akar primer dilakukan pada papan paku (pin board)

ukuran 50 cm x 50 cm. Panjang akar primer diukur mulai dari pangkal akar

yang menempel pada batang hingga ujung akar primer.

4. Volume akar diukur dengan Metode Archimedes. Caranya adalah akar

dimasukkan ke dalam wadah yang berisi air, dimana air yang tumpah akibat

tekanan akar diukur sebagai volume akar.

5. Kadar N daun dianalisis menggunakan Metode Semi Mikro-Kjedahl,

sedangkan kadar P dan K daun ditentukan dengan menggunakan Metode

Pengabuan. Prosedur analisis kandungan N, P dan K daun ditampilkan pada

Lampiran 5 dan 6. Serapan hara N, P dan K daun dihitung dengan mengalikan

kandungan hara jaringan daun dengan bobot kering daun.

6. Pengamatan stomata dilakukan pada mikroskop binokuler Bieco. Caranya

adalah permukaan atas dan bawah daun dikuteks lalu dibiarkan selama 5 menit.

Bekas kuteks ditempel dengan lakbam bening dicabut kemudian ditempel pada

preparat dan diamati pada mikroskop dari pembesaran kecil sampai besar.

Kerapatan stomata dihitung dengan membagi jumlah stomata dengan luas

bidang pandang (Lestari 2006).

7. Pengamatan terhadap pertumbuhan tunas dilakukan pada tunas yang tumbuh

pada pucuk apikal. Contoh tunas yang terpilih diberi tanda untuk diamati

pertumbuhannya. Pertumbuhan tunas dibedakan menjadi empat stadia yaitu:

trubus awal, trubus penuh, trubus dewasa dan dormansi dengan kriteria

perubahan warna daun mengacu pada Rai (2004), seperti disajikan pada

Gambar 2.

Data yang telah dikumpulkan dianalisis menggunakan analisis sidik ragam

dan apabila perlakuan berpengaruh nyata berdasarkan uji F, maka dilakukan uji

lanjutan untuk membandingkan nilai rataan antar perlakuan dengan menggunakan

uji jarak berganda Duncan.

117

Hasil dan Pembahasan

Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam

Berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan, diperoleh hasil seperti

disajikan pada Lampiran 9. Faktor porositas media berpengaruh terhadap tinggi

tanaman (5-11 BSP), pertambahan tinggi tanaman, lebar kanopi (3-11 BSP), luas

daun (3-11 BSP), pertambahan luas daun, bobot kering akar, bobot kering tajuk,

bobot kering total tanaman, rasio tajuk/akar dan kadar N daun. Faktor aplikasi

pemupukan berpengaruh terhadap tinggi tanaman (5-11 BSP), pertambahan tinggi

tanaman, jumlah daun, pertambahan jumlah daun, lebar kanopi (3-11 BSP),

pertambahan lebar kanopi, luas daun (8 dan 11 BSP), bobot kering akar, bobot

kering tajuk, bobot kering total tanaman, volume akar, rasio tajuk/akar, kadar P

daun, serapan hara N, P dan K daun.

Faktor porositas media dengan cara aplikasi pemupukan memberikan

pengaruh interaksi terhadap pertambahan tinggi tanaman, lebar kanopi (1-5 dan 8

BSP), pertambahan lebar kanopi, bobot kering akar, bobot kering tajuk, bobot

kering total tanaman, panjang akar dan kadar P daun.

Komponen Pertumbuhan Tanaman

Perkembangan trubus

Hasil pengamatan menunjukkan terdapat perbedaan lamanya periode trubus,

periode dormansi dan siklus trubus pada berbagai perlakuan pemupukan (Tabel

29). Pertumbuhan trubus menunjukkan perbedaan pada berbagai aplikasi

pemupukan, dimana perlakuan pemupukan secara fertigasi menghasilkan siklus

trubus yang paling pendek (102 hari), diikuti perlakuan pupuk slow release (109

hari) dan perlakuan pupuk granular (112 hari).

Pendeknya siklus trubus pada perlakuan pupuk fertigasi berkaitan dengan

periode trubus atau periode pertumbuhan aktif dan periode dormansi yang juga

pendek dibanding perlakuan pupuk slow release ataupun pupuk granular. Siklus

trubus yang pendek menunjukkan pertumbuhan yang lebih cepat dan ini sejalan

dengan hasil pengamatan pertumbuhan tajuk dan akar yang secara konsisten

memperlihatkan respon tertinggi pada perlakuan pupuk fertigasi dibanding pupuk

slow release maupun pupuk granular.

118

Tabel 29 Rata-rata lama periode trubus, periode dormansi dan siklus trubus padaberbagai aplikasi pemupukan

Aplikasipemupukan

Stadia/periode pertumbuhan tunasTrubusawal

Trubuspenuh

Trubusdewasa

Periodedormansi

Periodetunas*

Siklustrubus**

....................................... (hari) ...............................................granular 15.75a 13.58a 17.21a 65.50a 46.54a 112.04afertigasi 13.96b 11.75b 14.58c 61.25c 40.29b 101.54c

slow release 15.67a 13.88a 16.25b 63.50b 45.79a 109.29bKeterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak

berbeda nyata pada uji DMRT pada taraf kepercayaan 95%* Periode trubus = trubus awal + trubus penuh + trubus dewasa**Siklus trubus = periode trubus + periode dormansi

Pertumbuhan tajuk

Pada Tabel 30 dan 31, terlihat bahwa porositas media 61-65% menghasilkan

pertumbuhan tajuk yang tertinggi terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, lebar

kanopi dan luas daun dan pertambahan (tinggi tanaman, lebar kanopi dan luas

daun). Keragaan pertumbuhan tajuk pada berbagai aplikasi pemupukan disajikan

pada Gambar 22, 23 dan 24.

Kondisi aerasi yang baik pada porositas media 61-65% akan meningkatkan

laju respirasi akar akibat meningkatnya ketersediaan oksigen pada media yang

porous. Menurut Jumim (2002), ketersediaan oksigen meningkat sejalan dengan

semakin remahnya tanah dan meningkatnya porositas. Peningkatan kandungan

oksigen akan mendorong peningkatan respirasi akar karena proses respirasi

memerlukan oksigen utamanya respirasi aerobik. Output dari respirasi adalah

dihasilkannya energi yang antara lain digunakan untuk berbagai aktivitas

metabolisme seperti pembelahan dan pembesaran sel (Salisbury & Ross 1995; Taiz

& Zeiger 2012). Energi hasil respirasi juga digunakan tanaman dalam penyerapan

air dan unsur hara. Oleh karena itu pada kondisi aerasi yang baik biasanya

ketersediaan air dan unsur hara juga meningkat karena didukung oleh kemampuan

akar dalam proses penyerapan unsur hara dan air.

119

Tabel 30 Pengaruh porositas media dan aplikasi pemupukan terhadap tinggitanaman, jumlah daun, lebar kanopi dan luas daun

Perlakuan Bulan setelah perlakuan (BSP)3 5 7 9 11

…………………………. Tinggi tanaman (cm) ………………………..Porositas media (%):

51-55 19.99 22.02b 24.05b 27.91b 30.28b56-60 20.26 22.88ab 26.39a 29.77a 32.44a61-65 20.13 23.38a 26.80a 30.15a 32.79a66-70 20.34 22.99ab 25.99a 29.13ab 31.97a

Aplikasi pemupukan:granular 19.91 22.23b 24.62c 27.62c 30.15cfertigasi 20.41 23.40a 26.97a 31.07a 33.49a

slow release 20.23 22.83ab 25.84b 29.02b 31.97b…………………………… Jumlah daun (helai) ………………………….

Porositas media (%):51-55 9.00 10.44 11.11 11.72 12.7256-60 9.67 11.33 11.89 12.67 13.3361-65 9.17 10.78 11.44 12.33 13.0066-70 9.06 10.72 11.56 12.22 12.89

Aplikasi pemupukan:granular 8.92b 10.50b 11.08b 11.71b 12.38bfertigasi 9.83a 11.54a 12.33a 13.25a 14.17a

slow release 8.92b 10.42b 11.08b 11.75b 12.42b………………………….. Lebar kanopi (cm) ………………………….

Porositas media (%):51-55 26.19bc 27.99b 29.63bc 31.79b 33.33b56-60 27.29a 29.12a 31.75a 33.74a 34.95a61-65 26.67ab 28.69ab 30.49b 32.28b 35.00a66-70 25.66c 26.92c 29.06c 31.65b 33.63b

Aplikasi pemupukan:granular 26.17b 27.69b 29.259b 31.15b 32.50cfertigasi 27.093a 29.02a 31.6733a 33.84a 35.72a

slow release 26.11b 27.84b 29.7600b 32.11b 34.47b………………………….. Luas daun (cm2) …………………………..

Porositas media:51-55 760.25 b 842.15 c 926.43 c 1020.37 c 1122.80 c56-60 816.68 b 970.30 b 1111.66 b 1223.47 b 1290.67 ab61-65 916.12 c 1074.11 a 1212.14 a 1320.95 a 1368.29 a66-70 813.91 919.49 b 1059.41 b 1165.95 b 1218.45 b

Aplikasipemupukan:

granular 826.83 941.59 1037.88 1152.80 1207.92bfertigasi 852.89 977.06 1118.87 1213.33 1297.74a

slow release 800.50 935.90 1075.48 1181.94 1244.50abKeterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak

berbeda nyata pada uji DMRT pada taraf kepercayaan 95%.

120

Gambar 22 Pertumbuhan tanaman pada perlakuan N,P, K granular padaporositas 51-55% (A), 56-60% (B), 61-65% (C) dan 66-70%(D) pada 11 BSP

Gambar 23 Pertumbuhan tanaman pada porositas media 56-60% dan aplikasipupuk granular (A), fertigasi (B) dan slow release (C) 11 BSP

Gambar 24 Keragaan pertumbuhan tanaman pada porositas media 61-65% (A) dan51-55% (B) dengan aplikasi pupuk secara fertigasi pada 11 BSP

A B C

A B C D

A B

121

Tabel 31 Pengaruh interaksi antara porositas media dan aplikasi pemupukanterhadap pertambahan tinggi tanaman, lebar kanopi dan luas daunselama 1 tahun

Porositasmedia(%)

AplikasiPemupukan

PertambahanTinggiTanaman (cm)

Lebarkanopi (cm)

Luasdaun (cm2)

51-55 granular 10.35 d 7.99 cde 350.82 cfertigasi 14.28 bc 8.96 bcd 529.88 abcslow release 14.39 bc 9.75 abcd 516.95 bc

56-60 granular 13.53 c 5.67 e 546.08 abfertigasi 17.98 a 12.78 a 669.66 abslow release 15.43 bc 12.00 ab 587.98 ab

61-65 granular 14.73 bc 10.21 abcd 656.51 abfertigasi 17.90 a 11.25 ab 717.60 aslow release 14.75 bc 9.99 abcd 646.71 ab

66-70 granular 15.24 bc 7.29 de 587.08 abfertigasi 16.59 ab 10.63 abc 530.35 abcslow release 15.25 bc 9.89 abcd 636.42 ab

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyatapada uji DMRT pada taraf kepercayaan 95%

Pada Tabel 32 terlihat bahwa aplikasi pemupukan secara fertigasi pada

porositas media 61-65%, menghasilkan bobot kering tajuk dan bobot kering total

yang tertinggi dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya kecuali dengan

porositas media 55-60% yang disertai aplikasi fertigasi. Bobot kering tajuk dan

bobot kering total pada porositas media 61-65% dengan aplikasi fertigasi adalah

masing-masing 18.33 g dan 28.40 g per tanaman, sedangkan perlakuan porositas

media 51-55% dengan aplikasi pupuk granular menghasilkan bobot kering tajuk

dan bobot kering total yang terendah yaitu 9.74 g dan 12.93 g per tanaman. Hal ini

memberikan indikasi bahwa aplikasi pemupukan dengan metode fertigasi sesuai

diterapkan pada porositas media 56-60% dan 61-65%.

122

Tabel 32 Pengaruh interaksi antara porositas media dan aplikasi pemupukanterhadap bobot kering tajuk dan bobot kering total pada 11 BSP

Porositasmedia (%)

AplikasiPemupukan

Bobot keringtajuk (g/tanaman)

Bobot kering total(g/tanaman)

51-55 granular 9.74 d 12.93 ffertigasi 12.34 bcd 16.81 cdslow release 10.89 bcd 15.88 de

56-60 granular 11.52 bcd 15.94 defertigasi 19.50 a 27.47 aslow release 13.02 bc 18.74 bc

61-65 granular 12.15 bcd 16.91 cdfertigasi 18.33 a 28.40 aslow release 13.31 b 19.83 b

66-70 granular 10.44 cd 14.49 deffertigasi 13.37 b 18.81 bcslow release 9.87 d 13.96 ef

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyatapada uji DMRT pada taraf kepercayaan 95%

Pertumbuhan akar

Hasil pengamatan terhadap pertumbuhan akar pada Tabel 33 dan Gambar

25 menunjukkan adanya pengaruh interaksi antara porositas media dengan interval

penyiraman. Aplikasi pupuk secara fertigasi pada porositas media 61-65%

menghasilkan panjang akar dan bobot kering tertinggi yaitu masing-masing

26.83 cm dan 10.07 g. Hasil pengamatan terhadap volume akar pada Tabel 34 juga

menunjukkan bahwa aplikasi pupuk secara fertigasi memberikan respon tertinggi.

Hal ini menunjukkan bahwa aplikasi pupuk secara fertigasi mendorong

pertumbuhan akar dan penyerapan hara. Hal ini diduga porositas media 61-65%

memiliki kondisi aerasi yang baik sehingga dengan meningkatnya respirasi maka

dapat dihasilkan sejumlah energi yang antara lain digunakan untuk mendukung

penyerapan hara secara aktif (Darmawan & Baharsjah 2012).

Berbeda halnya dengan aplikasi pupuk granular yang nampaknya

dibutuhkan waktu yang lebih lama agar unsur hara bisa tersedia karena harus larut

terlebih dengan media baru dapat tersedia bagi tanaman. Demikian pula halnya

aplikasi pupuk slow release yang memang memiliki karakteristik kelarutan yang

123

lebih lambat sehingga memungkinkan unsur hara juga lambat tersedia akibatnya

respon pupuk slow release akan lebih lambat dibanding pupuk yang cepat tersedia.

Tabel 33 Pengaruh interaksi antara porositas media dan aplikasi pemupukanterhadap panjang akar primer dan bobot kering akar 11 BSP

Porositasmedia (%)

AplikasiPemupukan

Panjangakar primer (cm)

Bobot keringakar (g/tanaman)

51-55 granular 18.39 bc 3.19 hfertigasi 24.45 ab 4.47 fgslow release 19.17 bc 4.98 ef

56-60 granular 20.55 bc 4.43 fgfertigasi 21.67 abc 7.97 bslow release 20.33 bc 5.72 d

61-65 granular 23.67 ab 4.76 efgfertigasi 26.83 a 10.07 aslow release 18.67 bc 6.52 c

66-70 granular 22.33 abc 4.05 gfertigasi 16.17 c 5.45 edslow release 23.67 ab 4.09 g

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyatapada uji DMRT pada taraf kepercayaan 95%

Tabel 34 Pengaruh porositas media dan aplikasi pemupukan terhadap volume akarpada 11 BSP

Perlakuan Volume akar (ml)

Porositas media (%):51-55 10.2256-60 11.5661-65 10.1166-70 9.56Aplikasi pemupukan:granular 7.42 bfertigasi 12.83 aslow release 10.83 a

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidakberbeda nyata pada uji DMRT pada taraf kepercayaan 95%

124

Gambar 25 Keragaan akar tanaman manggis pada berbagai aplikasi pemupukandan porositas media

granular slow releasefertigasi

fertigasigranular slow release

granular fertigasislow release

granular fertigasi slow release

51-55%

56-60%

61-65%

66-70%

125

Perbandingan pertumbuhan tajuk dan akar

Untuk melihat perimbangan pertumbuhan tajuk dan akar maka dilakukan

perhitungan rasio tajuk/akar. Pada Tabel 35 nampak bahwa perlakuan porositas

media dan aplikasi pemupukan berpengaruh nyata terhadap rasio tajuk/akar.

Perlakuan porositas media 61-65% menghasilkan rasio tajuk/akar terendah yang

menunjukkan dengan kondisi aerasi yang baik maka akan merangsang

pertumbuhan akar sehingga nampak lebih tinggi dibanding pertumbuhan tajuk.

Perlakuan aplikasi pupuk granular menghasilkan rasio tajuk/akar yang lebih

tinggi dan berbeda nyata dibandingkan aplikasi pupuk secara fertigasi dan aplikasi

pupuk slow release. Tingginya rasio tajuk/akar pada perlakuan pupuk granular

banyak disebabkan karena rendahnya nilai bobot kering akar seperti yang disajikan

pada Tabel 33 sehingga menghasilkan rasio tajuk/akar yang tinggi.

Tabel 35 Pengaruh porositas media dan aplikasi pemupukan terhadap rasiotajuk/akar pada 11 BSP

Perlakuan Rasiotajuk/akar

Porositas media (%):51-55 2.68 a56-60 2.46 a61-65 2.14 b66-70 2.49 aAplikasi pemupukan:granular 2.71 afertigasi 2.38 bslow release 2.24 b

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidakberbeda nyata pada uji DMRT pada taraf kepercayaan 95%

Kandungan Hara Jaringan dan Serapan Hara

Hasil analisis kandungan hara N, P dan K daun pada Tabel 36 menunjukkan

bahwa tidak terdapat pengaruh interaksi antara porositas media dengan aplikasi

pemupukan, kecuali terhadap kadar P daun. Hasil pengamatan menunjukkan

bahwa aplikasi pupuk slow release menghasilkan kadar hara P daun tertinggi yaitu

0.17% dan berbeda nyata dengan perlakuan fertigasi (0.14%) tetapi tidak berbeda

nyata dengan aplikasi pupuk granular (0.16%). Demikian pula aplikasi pupuk

slow release pada porositas media 51-55% menghasilkan kadar P daun yang

126

tertinggi seperti nampak pada Gambar 26. Hal ini menunjukkkan dengan

karakteristik pupuk slow release yang lambat tersedia maka unsur hara yang

terkandung dalam pupuk tersebut juga lambat digunakan oleh tanaman, akibatnya

kandungan hara P total pada akhir penelitian nampak lebih tinggi dibanding

aplikasi pupuk granular maupun fertigasi.

Tabel 36 Kadar N, P dan K daun pada berbagai porositas media dan aplikasipemupukan pada 11 BSP

Perlakuan Kadar hara (%)

N P KPorositas media (%):51-55 1.66a 0.16 2.8356-60 1.72a 0.17 2.9861-65 0.70b 0.14 3.3866-70 0.15c 0.15 3.33Aplikasi pemupukan:granular 1.01 0.16ab 3.16fertigasi 1.08 0.14b 3.19slow release 1.08 0.17a 3.04Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata

pada uji DMRT pada taraf kepercayaan 95%.

Gambar 26 Pengaruh interaksi antara porositas media dengan aplikasi pemupukanterhadap kadar P daun

Hasil analisis terhadap serapan hara daun pada Tabel 37 menunjukkan tidak

terdapat pengaruh nyata antara faktor porositas media dengan aplikasi pemupukan

terhadap serapan hara N, P dan K. Namun faktor tunggal pemupukan menunjukkan

bahwa aplikasi pupuk fertigasi menghasilkan serapan hara N dan K yang tertinggi

cd

abc

abc

cdcd

cdcd cd

aab

d

bcd

0.00

0.05

0.10

0.15

0.20

0.25

0.30

51-55 56-60 61-65 66-70

Kad

arP

dau

n(%

)

Porositas media (%)

granular fertigasi slow release

127

dibanding aplikasi pupuk granular dan pupuk slow release, sedangkan aplikasi

pupuk slow release menghasilkan serapan P yang tertinggi tetapi tidak berbeda

nyata dengan aplikasi pupuk fertigasi.

Tabel 37 Serapan hara N, P dan K daun pada berbagai porositas media dan aplikasipemupukan pada 11 BSP

Perlakuan Serapan hara daun (g/tanaman)

N P KPorositas media (%):51-55 10.19 1.02 17.5156-60 14.86 1.28 22.4161-65 13.80 1.06 24.8966-70 10.87 0.89 19.49Aplikasi pemupukan:Granular 10.04 b 0.81 b 16.29 bFertigasi 15.13 a 1.17 a 26.61 aslow release 12.12 ab 1.21 a 20.31 b

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyatapada uji DMRT pada taraf kepercayaan 95%

Tingginya serapan hara N dan K daun pada perlakuan pupuk secara fertigasi

karena pupuk N, P dan K dilarutkan terlebih dahulu baru disiram ke media sehingga

unsur hara menjadi lebih cepat tersedia bagi tanaman. Dengan melarutkan pupuk

dalam air lalu disiramkan ke media tumbuh akan memudahkan unsur hara tersebut

diserap oleh akar tanaman melalui cara aliran massa. Aliran massa adalah gerakan

unsur hara di dalam tanah menuju permukaan akar tanaman bersama-sama gerakan

massa air. Gerakan massa air di dalam tanah menuju ke permukaan akar tanaman

berlangsung secara terus menerus karena air selalu diserap oleh akar dan menguap

melalui proses transpirasi (Hardjowigeno 1995).

Tingginya serapan hara N dan K daun pada aplikasi pupuk secara fertigasi

memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan tanaman. Hasil uji korelasi

Pearson pada Tabel 38 menunjukkan bahwa serapan hara N daun berhubungan

sangat nyata dan positif dengan bobot kering tajuk, bobot kering total tanaman,

pertambahan tinggi tanaman dan volume akar. Serapan hara P daun berkorelasi

sangat nyata dan positif dengan volume akar, sedangkan serapan hara K daun

berkorelasi nyata dengan bobot kering tajuk, bobot kering total dan pertambahan

jumlah daun serta berkorelasi sangat nyata dengan volume akar dan pertambahan

128

tinggi tanaman. Dengan demikian serapan hara N dan K daun yang tinggi pada

aplikasi pupuk secara fertigasi secara nyata menyebabkan pertumbuhan

pertumbuhan tajuk dan akar yang tertinggi. Begitupula serapan hara P yang tinggi

pada aplikasi pupuk slow release secara nyata mendorong pertumbuhan akar,

khususnya volume akar yang tertinggi. Hal ini didukung oleh tingginya kandungan

hara P daun pada aplikasi pupuk slow release.

Kerapatan Stomata

Berdasarkan hasil pengamatan kerapatan stomata pada Gambar 27,

menunjukkan adanya variasi jumlah stomata pada berbagai perlakuan. Perlakuan

porositas media menghasilkan kerapatan stomata antara 71-12 buah/mm dan

porositas media 61-65% menghasilkan kerapatan stomata tertinggi yaitu 128.24

buah/mm. Perlakuan aplikasi pemupukan menghasilkan kerapatan stomata antara

78-108 buah/mm dan aplikasi pupuk secara fertigasi menghasilkan kerapatan

stomata tertinggi yaitu 107.01 buah/mm.

Gambar 27 Kerapatan stomata pada berbagai porositas media (a) dan aplikasipemupukan (b). Nilai pengamatan merupakan rata-rata ± standarderror dari 6 tanaman

7.65 5.15 7.08 3.62

71.3477.28

128.24

108.70

0

20

40

60

80

100

120

140

51-55 56-60 61-65 66-70

Ker

ap

ata

nst

om

ata

(bu

ah

/mm

)

(a)

atas bawah

5.27 4.51 7.85

78.98

107.01103.18

0

20

40

60

80

100

120

granular fertigasi slow release

Ker

apat

anst

omat

a(b

uah

/mm

)

(b)

131

Tabel 38 Hubungan antara peubah pertumbuhan tanaman pada berbagai aplikasi pemupukan

Peubah BKA BTjk BKTot PA VA PTT PJD PLD KN KP KK SN SP

BKA 1.00BKTjk 0.53tn 1.00BKTot 0.67* 0.98** 1.00PA 0.33tn -0.09** -0.01tn 1.00VA 0.69* 0.83** 0.87** -0.02tn 1.00PTT 0.64tn 0.58tn 0.65tn 0.15tn 0.75* 1.00PJD 0.76* 0.52tn 0.61tn 0.52tn 0.59tn 0.71** 1.00PLD 0.76* 0.40tn 0.51tn 0.003tn 0.48tn 0.67* 0.39tn 1.00KN 0.21tn 0.17tn 0.19tn 0.29tn 0.54tn 0.27tn 0.15tn -0.06tn 1.00KP 0.57tn -0.65* -0.69* -0.29tn -0.44tn -0.36tn -0.67* -0.30tn -0.09tn 1.00KK -0.06tn -0.29tn -0.27tn 0.20tn -0.30tn 0.39tn 0.14tn 0.30tn -0.34tn 0.09tn 1.00SN 0.52tn 0.83** 0.83** 0.24tn 0.82** 0.71* 0.59tn 0.32tn 0.47tn -0.57tn -0.06tn 1.00SP 0.36tn 0.60tn 0.60tn -0.19tn 0.80** 0.61tn 0.26tn 0.32tn 0.39tn 0.12tn -0.23tn 0.60tn 1.00SK 0.59tn 0.76* 0.79* 0.10tn 0.81** 0.95** 0.71* 0.58tn 0.21tn -0.42tn 0.24tn 0.81** 0.71*

**=berkorelasi nyata pada taraf 1% uji korelasi Pearson* =berkorelasi nyata pada taraf 5% uji korelasi Pearsontn=berkorelasi tidak nyata

BKA = Bobot kering akar BKTjk = Bobot kering tajukBKTot = Bobot kering total tanaman PA = Panjang akar primerVA = Volume akar PTT = Pertambahan tinggi tanamanPJD = Pertambahan jumlah daun PLD = Pertambahan luas daunKN = Kadar hara N daun KP = Kadar hara P daunKK = Kadar hara K daun SN = Serapan hara N daunSP = Serapan hara P daun SK = Serapan hara K daun

12

9

130

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Porositas media 61-65% dan aplikasi pupuk secara fertigasi memberikan

pengaruh interaksi terhadap sebagian pertumbuhan akar dan tajuk. Porositas

61-65% dengan pemupukan secara fertigasi menghasilkan pertumbuhan

panjang akar tertinggi (26.83 cm), bobot kering akar (10.07 g/tanaman),

pertambahan tinggi tanaman (17.90 cm), pertambahan lebar kanopi (11.25

cm), pertambahan luas daun 717.60 cm2, bobot kering tajuk (18.33 g/tanaman)

dan bobot kering total (28.40 g/tanaman).

2. Porositas media 61-65% menghasilkan pertumbuhan tajuk (tinggi tanaman,

jumlah daun, luas daun, diameter batang, lebar kanopi, bobot kering tajuk) dan

pertumbuhan akar (panjang dan volume akar serta bobot kering akar) yang

terbaik.

3. Serapan hara N dan K daun yang tinggi pada aplikasi pupuk secara fertigasi

yaitu masing-masing 15.13 dan 26.61 g/tanaman mendorong peningkatan

pertumbuhan tajuk dan akar yang terbaik dibanding aplikasi pupuk granular

atau pupuk slow release.

131

PENINGKATAN PERTUMBUHAN BIBIT MANGGIS PADA DUAJENIS POT DENGAN PENGATURAN POROSITAS MEDIA

Increasing the Growth of Mangosteen Seedlings in Two Types of Pots by MediaPorosity Arrangements

Abstrak

Perbaikan lingkungan tumbuh melalui pengaturan porositas media danpenggunaan pot beraerasi diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman.Percobaan ini telah dilakukan dengan tujuan mempelajari pertumbuhan tanamanmanggis pada dua jenis pot dengan berbagai porositas media. Percobaan telahdilaksanakan di Rumah Plastik dan di lahan Kebun Percobaan Pusat Kajian BuahTropika (PKBT) IPB, Tajur, yang berlangsung dari bulan Januari 2009 hinggaApril 2011. Percobaan disusun menggunakan percobaan faktorial dalamrancangan acak lengkap dan diulang tiga kali. Faktor pertama adalah jenis potdan faktor kedua adalah porositas media. Hasil percobaan menunjukkanpenggunaan wadah pembibitan dari keranjang anyaman bambu menghasilkanpertumbuhan akar dan tajuk yang lebih tinggi dan berbeda nyata dibandingpolybag. Tanaman pada wadah keranjang anyaman bambu menghasilkan bobotkering akar (4.46 g), panjang akar (25.95 cm), volume akar (7.79 ml), bobotkering total (22.56 g) dan bobot kering tajuk (18.10 g) nampak lebih tinggidibanding pada polybag. Pertumbuhan yang baik saat pembibitan jugamemberikan pengaruh setelah tanaman dipindahkan ke lahan, dimana tanamanyang asalnya dari wadah keranjang anyaman bambu menghasilkan pertumbuhantajuk yang lebih tinggi dibanding dari polybag, yang terlihat dari pertambahantinggi tanaman (10.79 cm) dan pertambahan lebar kanopi (9.19 cm).

Kata kunci: manggis, porositas media, pot, aerasi

Abstract

Improvements of the growing environmental by media porosity setting andthe use of aeration pot was expected to increase plant growth. This experimentwas conducted to study mangosteen plant growth in two types of pots containersin various media porosity. The experiments was conducted in the Plastic houseand Experimental Farm at Centre for Tropical Fruit Studies (CETROFS) BogorAgricultural University, Tajur, from January 2009 until April 2011. Experimentswere using a factorial experiment with completely randomized design andrepeated three times. The first factor was pot type and the second factor wasmedia porosity. Results shown that the use of woven bamboo pots obtained shootand root growth higher than the polybag. Plants in woven bamboo pot producedroot dry weight (4.46 g), root length (25.95 cm), root volume (7.79 ml), total dryweight (22.56 g) and shoot dry weight (18.10 g) higher than in the polybag.Better seedlings growth also influence further crop development whentransplanting into bare land, where the crop from bamboo baskets pot generatehigher canopy growth than from polybag, as seen from the additional of plantheight (10.79 cm) and additional of canopy width (9.19 cm).

Keywords: mangosteen, media porosity, pots, aeration

132

Pendahuluan

Latar Belakang

Umumnya penyusunan media tumbuh belum mempertimbangkan

kesesuaian media dengan karakteristik perakaran. Penyusunan media tumbuh

lebih banyak berdasarkan faktor kemudahan mendapatkan sumber media dan

kepraktisan dalam pembuatan media tumbuh. Pembuatan media tumbuh yang

sesuai karakteristik perakaran dan lingkungan tumbuh akan memberikan kondisi

yang optimal bagi pertumbuhan tanaman.

Media tumbuh pada bibit manggis umumnya berupa campuran tanah dan

sedikit pupuk kandang. Komposisi media tersebut kurang mendukung bagi

pertumbuhan akar, ditambah lagi dengan karakteristik morfologi tanaman

manggis yang memang memiliki perakaran yang terbatas. Dari beberapa laporan

diketahui bahwa media yang porous dapat mendorong pertumbuhan akar sehingga

meningkatkan serapan air dan unsur hara. Menurut Wiebel et al. (1992a) bahwa

pertumbuhan bibit manggis pada media porous nampak lebih baik dibandingkan

media kurang porous. Penilaian porous atau kurang porous pada media tumbuh

sebenarnya merupakan nilai dari persen porositas. Menurut Hardjowigeno (1987),

porositas atau ruang pori total merupakan bagian tanah atau media yang ditempati

oleh fraksi air dan udara. Selanjutnya menurut Hillel (1997) bahwa porositas

dipengaruhi oleh tekstur dan struktur serta bentuk dari partikel tanah atau media.

Porositas media mempengaruhi pertumbuhan tanaman melalui pengaruhnya

terhadap aerasi, dimana pada kondisi aerasi yang baik ketersediaan oksigen juga

meningkat sehingga meningkatkan respirasi akar (Gardner et al. 1991).

Penggunaan pot beraerasi tinggi dipandang memiliki pengaruh yang baik

terhadap pertumbuhan bibit manggis karena mempunyai sirkulasi udara yang

baik. Selama ini pada pembibitan manggis digunakan polybag yang ternyata

memiliki aerasi yang kurang baik utamanya apabila menggunakan media tumbuh

yang agak massive. Oleh karena itu pada penelitian ini dilakukan terobosan baru

dalam memperbaiki aerasi melalui penggunaan pot beraerasi tinggi dari keranjang

anyaman bambu dan dibandingkan dengan polybag. Perbaikan lingkungan

tumbuh khususnya perbaikan aerasi melalui pengaturan porositas dan penggunaan

pot beraerasi tinggi diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan bibit manggis.

133

Bahan dan Metode

Tempat dan Waktu Penelitian

Percobaan telah dilaksanakan di Rumah Plastik dan di lahan Kebun

Percobaan Pusat Kajian Buah Tropika (PKBT) Institut Pertanian Bogor, Tajur dan

berlangsung dari bulan Januari 2009 hingga Mei 2011.

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan antara lain bibit manggis umur 1 tahun,

media (tanah, arang sekam padi, pupuk kandang kambing dan pasir), pestisida

(mankozeb dan deltametrin), pupuk urea, SP-18 dan KCl, pupuk NPK Growmore

(20-20-20). Alat-alat yang digunakan antara lain Light meter tipe LI-250A,

jangka sorong digital 0-150 mm, polybag ukuran 35 cm x 35 cm, pot keranjang

ayaman bambu (tinggi 25 cm dan diameter 25 cm), gelas ukur 500 ml, papan paku

(pin board) 50 cm x 50 cm, paranet 65%, timbangan analitik, hand sprayer,

jangka sorong digital 0-150 mm, kertas sampel dan meteran.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan percobaan faktorial dalam rancangan acak

lengkap dan diulang tiga kali. Faktor pertama adalah jenis pot, yang terdiri atas

pot anyaman bambu dan polybag. Faktor kedua adalah porositas media, terdiri 4

taraf: 51-55%, 56-60%, 61-65% dan 66-70%. Model linier yang digunakan dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut:

Yijk = + αi + j + (α)ij + ijk ; (Gomez & Gomez 1984)

i = 1, …,a, j = 1, …,b, k = 1, … c

Keterangan:Yijk = nilai pengamatan pada satuan percobaan ke-k yang memperoleh kombinasi

perlakuan ij (taraf ke-i dari faktor jenis pot dan taraf ke- j dari faktor porositasmedia)

= nilai tengah populasi (rataan yang sesungguhnya)αi = pengaruh aditif taraf ke-i dari faktor jenis potj = pengaruh aditif taraf ke-j dari faktor porositas media

(α)ij = pengaruh interaksi taraf ke-i faktor jenis pot dan taraf ke-j faktor porositas media

ijk = pengaruh galat dari satuan percobaan ke-k yang memperoleh kombinasiperlakuan ij

134

Sterilisasi media dilakukan dengan cara dipanaskan di dalam drum selama

8 jam untuk mencegah serangan patogen tular tanah pada bibit. Pengisian media

menggunakan perbandingan masing-masing sebanyak 8 l ke dalam polybag dan

pot dari keranjang anyaman bambu. Penanaman diawali dengan memilih bibit

yang pertumbuhannya relatif seragam. Pemindahan bibit dilakukan dengan

membuang media tumbuh asal dan akar tanaman dicuci secara hati-hati lalu bibit

ditanam pada media yang baru sesuai perlakuan.

Pemeliharaan tanaman meliputi penyiraman, penyiangan, pemupukan dan

pengendalian hama/penyakit. Penyiraman dilakukan dengan memperhatikan

kelembaban tanah. Penyiangan dilakukan secara manual dengan mencabut gulma

yang tumbuh di sekitar tanaman. Aplikasi pemupukan dengann pupuk NPK

Growmore sebanyak 2 g/l air dan diaplikasikan setiap minggu. Pengendalian

penyakit menggunakan fungisida berbahan aktif mankozeb dan pengendalian

hama menggunakan insektisida berbahan aktif deltametrin.

Setelah selesai penelitian di rumah kaca maka tanaman di pindahkan ke

lahan. Penanaman diawali dengan pembuatan lubang tanaman dengan ukuran

75 cm x 75 cm x 75 cm. Penanaman dilakukan dengan menyertakan media

pembibitan ke lubang tanaman. Untuk melindungi tanaman dari sinar matahari

langsung maka dipasang paranet 65% pada setiap tanaman. Umumnya paranet

akan dilepas saat tanaman berumur kurang lebih 2 tahun setelah tanaman di lahan.

Pemeliharaan meliputi penyiraman, pemupukan dan pengendalian hama/penyakit.

Penyiraman dilakukan pagi dan sore hari apabila tidak ada hujan. Pemupukan

dilakukan dosis 20 kg pupuk kandang dan 50 g Urea, 50 g SP-18 dan 25 g KCl

per pohon. Pengendalian hama dan penyakit menggunakan pestisida yang sama

saat pembibitan.

Peubah yang diamati pada percobaan ini adalah sebagai berikut:

1. Pertumbuhan tinggi tanaman, jumlah daun, lebar kanopi, diameter batang

dan luas daun dilakukan setiap bulan. Tinggi tanaman diukur dari pangkal

batang sampai buku teratas. Jumlah daun dihitung berdasarkan semua daun

yang terbentuk. Tunas muda sudah dikategorikan sebagai daun yang

termasuk dapat dihitung apabila tunas tersebut sudah membuka dan

membentuk daun. Lebar kanopi diukur lebar tajuk pada 2 arah secara tegak

135

lurus lalu dihitung nilai rataannya. Diameter batang diukur pada pangkal

batang sekitar 3 cm dari permukaan media. Luas daun dihitung dengan

persamaan: Y=10.09X1 + 3.07X2 - 51.87 dan R2 = 0.98, di mana Y = luas

daun (cm2), X1 = lebar daun (cm) dan X2 = panjang daun (cm).

2. Bobot kering tanaman diperoleh melalui penimbangan bobot kering (akar,

batang dan daun) pada akhir penelitian. Berangkasan tanaman dikeringkan di

dalam oven pada suhu 80 oC selama 24 jam.

3. Pengamatan panjang akar primer dilakukan pada papan paku (pin board)

ukuran 50 cm x 50 cm. Panjang akar primer diukur mulai dari pangkal akar

yang menempel pada batang hingga ujung akar primer.

4. Volume akar diukur dengan metode Archimedes. Caranya adalah akar

dimasukkan ke dalam wadah yang berisi air, di mana air yang tumpah akibat

tekanan akar, diukur sebagai volume akar.

5. Pengamatan terhadap pertumbuhan tunas dilakukan pada tunas yang tumbuh

pada pucuk apikal. Contoh tunas yang terpilih diberi tanda untuk diamati

pertumbuhannya. Pertumbuhan tunas dibedakan menjadi 4 stadia (trubus

awal, trubus penuh, trubus dewasa dan dormansi) dengan kriteria perubahan

warna daun mengacu pada Rai (2004), seperti pada Gambar 2.

6. Pengamatan pertumbuhan tanaman setelah bibit ditanam di lahan, meliputi

tinggi tanaman, jumlah daun dan lebar kanopi. Pengamatan pertumbuhan

dilakukan setiap bulan selama 5 bulan setelah tanam (BST).

Data yang telah dikumpulkan dianalisis menggunakan analisis sidik ragam

dan apabila perlakuan berpengaruh nyata berdasarkan uji F, maka dilakukan uji

lanjutan untuk membandingkan nilai rataan antar perlakuan dengan menggunakan

uji jarak berganda Duncan.

136

Hasil dan Pembahasan

Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam

Hasil analisis sidik ragam dari hasil pengamatan saat saat pembibitan di

rumah plastik disajikan pada Lampiran 10. Faktor jenis pot berpengaruh terhadap

tinggi tanaman (7,9 dan 11 BST), diameter batang (5 dan 9 BST), luas daun (5-11

BST), bobot kering akar, bobot kering tajuk bobot kering total, panjang akar

primer dan volume akar .

Faktor porositas media berpengaruh terhadap tinggi tanaman (5-11 BST)

dan pertambahan tinggi tanaman; lebar kanopi 11 BST dan pertambahan lebar

kanopi; luas daun (5, 7 dan 11 BST) dan pertambahan luas daun, bobot kering

akar, bobot kering tajuk, bobot kering total, panjang akar primer dan volume akar.

Faktor jenis pot dan porositas media memberikan pengaruh interaksi terhadap luas

daun (5,7 dan 9 BST).

Hasil sidik ragam dari hasil pengamatan saat penanaman di lahan

disajikan pada Lampiran 11. Tanaman yang saat pembibitan menggunakan wadah

dari pot anyaman bambu menghasilkan pertumbuhan tajuk yang lebih tinggi

dibanding tanaman yang awalnya ditanam di dalam polybag.

Komponen Pertumbuhan Tanaman Saat Pembibitan

Perkembangan trubus

Pada Tabel 39, terlihat jenis pot memberikan pengaruh nyata terhadap

semua peubah stadia pertumbuhan tunas. Nampak adanya perbedaan yang nyata

terhadap periode trubus antara perlakuan pot anyaman bambu (40.83 hari) dengan

polybag (44.21 hari). Hal tersebut mengakibatkan siklus trubus yang pendek pada

penanaman di dalam pot anyaman bambu yaitu 99.29 hari dibandingkan polybag

yang memiliki siklus trubus lebih panjang (di atas 100 hari). Perbedaan yang

nyata pada pertumbuhan trubus memberikan indikasi bahwa penggunaan pot yang

beraerasi tinggi akan mendorong pertumbuhan yang lebih tinggi dan hal ini

sejalan dengan hasil pengamatan pertumbuhan tajuk pada Tabel 40 sampai 44 dan

pertumbuhan akar pada Tabel 45.

137

Tabel 39 Rata-rata lama periode trubus, periode dormansi dan siklus trubus padadua jenis pot

Perlakuan Stadia/periode pertumbuhan tunasTrubusawal

Trubuspenuh

Trubusdewasa

Periodedormansi

Periodetrubus*

Siklustrubus**

Jenis pot: ....................................... (hari) ................................................Pot anyamanbambu

13.04b 10.75b 17.04b 58.46b 40.83b 99.29b

Polybag 14.25a 12.50a 17.88a 59.54a 44.21a 103.75aKeterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan

tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf kepercayaan 95%* Periode trubus = trubus awal + trubus penuh + trubus dewasa**Siklus trubus = periode trubus + periode dormansi

Pertumbuhan tajuk

Penggunaan pot yang beraerasi tinggi dari keranjang anyaman bambu

menghasilkan pertumbuhan tajuk (tinggi tanaman, jumlah daun, diameter batang

dan lebar kanopi serta luas daun), pertambahan (tinggi tanaman, jumlah daun,

lebar kanopi, diameter batang dan luas daun), bobot kering tajuk dan total

tanaman lebih tinggi dibandingkan penanaman di polybag seperti yang disajikan

pada Gambar 28 dan 29 serta Tabel 40 sampai 44.

Pada Tabel 40 nampak bahwa perlakuan pot keranjang anyaman bambu

berbeda nyata dengan polybag terhadap tinggi tanaman mulai 7 BST dan

diameter batang mulai 5 BST, sedangkan terhadap jumlah daun dan lebar kanopi

menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata. Hal tersebut menunjukkan

bahwa pada awal penanaman belum terlihat perbedaan yang nyata antara

penanaman pada wadah keranjang anyaman bambu dengan penanaman di polybag

terhadap pertumbuhan tajuk, kecuali terhadap peubah luas daun pada Tabel 41

dan 42 yang sudah memperlihatkan perbedaan yang nyata sejak awal penanaman.

Tanaman pada wadah keranjang bambu memiliki luas daun sebesar 1501.02 cm2

yang nyata dan lebih tinggi dibanding tanaman pada polybag yang memiliki luas

daun sebesar 1327.63 cm2 pada 11 BST. Perbedaan yang sangat besar tersebut

menunjukkan bahwa tanaman pada wadah keranjang bambu memiliki

pertumbuhan yang lebih baik karena didukung oleh kondisi wadah yang memiliki

aerasi yang lebih baik dibanding polybag.

138

Pada Tabel 40 sampai 44 nampak bahwa porositas media 61-65%

menghasilkan tinggi tanaman dan luas daun, pertambahan (tinggi tanaman, lebar

kanopi dan luas daun) yang nyata dan lebih baik dibanding porositas media

lainnya. Demikian pula terhadap jumlah daun dan lebar kanopi juga memberikan

pengaruh terbaik tetapi tidak berbeda nyata dengan porositas media 56-60%.

Dengan demikian dapat diketahui bahwa kisaran porositas media 56-60% dan 61-

65% menghasilkan pertumbuhan tajuk yang lebih baik dibandingkan porositas

media lainnya.

Gambar 28 Keragaan pertumbuhan bibit manggis pada porositas media 61-65%pada pot keranjang anyaman bambu (A) dan polybag (B)

Gambar 29 Keragaan pertumbuhan bibit manggis pada porositas media 56-60%pada pot keranjang anyaman bambu (A) dan polybag (B)

A B

A B

139

Tabel 40 Pengaruh perlakuan jenis pot dan porositas media terhadap tinggitanaman, jumlah daun, lebar kanopi dan diameter batang

Perlakuan Bulan setelah tanam (BST)3 5 7 9 11

…………………………. Tinggi tanaman (cm) ………………………..Jenis pot:Pot anyaman bambu 22.96 25.58 28.28a 31.39a 34.45aPolybag 21.89 24.54 27.19b 30.17b 32.73bPorositas media (%):51-55 21.86 23.89b 26.00c 27.83c 30.95c56-60 22.55 25.09ab 27.60b 30.49b 34.09b61-65 22.96 26.93a 30.08a 33.95a 35.96a66-70 22.33 24.33b 27.27bc 30.87b 33.35b

…………………………… Jumlah daun (helai) ………………………….Jenis pot:Pot anyaman bambu 8.88 10.96 12.54 14.04 14.96Polybag 8.83 10.92 12.17 13.75 14.58Porositas media (%):51-55 8.75 10.58 11.58 13.25 14.2556-60 9.00 11.83 13.50 14.83 15.3361-65 8.83 10.83 12.67 14.17 15.0066-70 8.83 10.50 11.67 13.33 14.50

………………………….. Lebar kanopi (cm) ………………………….Jenis pot:Pot anyaman bambu 28.79 31.26 34.05 36.56 39.92Polybag 27.54 30.39 32.56 35.80 38.36Porositas media (%):51-55 27.63 29.64 31.50 33.69 36.25b56-60 28.58 32.26 34.28 36.88 39.89a61-65 28.15 30.93 34.06 37.21 40.68a66-70 28.31 30.47 33.36 36.94 39.73a…………………………………. Diameter batang (mm) ……………………..Jenis pot:Pot anyaman bambu 4.02 4.78a 5.33 6.23a 6.49Polybag 3.96 4.49b 5.29 5.88b 6.37Porositas media (%):51-55 4.00 4.54 5.13 5.89 6.2756-60 4.11 4.79 5.45 6.14 6.5161-65 3.92 4.61 5.31 6.14 6.5766-70 3.91 4.59 5.37 6.05 6.38

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidakberbeda nyata pada uji DMRT pada taraf kepercayaan 95%

Pada Tabel 41, terlihat bahwa porositas media 56-60% dan 61-65% pada

pot anyaman bambu menghasilkan pertumbuhan luas daun yang tinggi

dibandingkan porositas media lainnya. Hal ini dapat dijelaskan bahwa

140

penggunaan pot dari anyaman bambu yang memiliki aerasi yang baik apabila

dipadukan dengan porositas media 56-60% dan 61-65% akan memberikan

lingkungan tumbuh yang optimal bagi pertumbuhan tajuk.

Tabel 41 Pengaruh interaksi antara jenis pot dan porositas media terhadap luasdaun pada 5, 7, 9 BST

Jenis pot Porositasmedia (%)

Luas daun (cm2) pada BST5 7 9

Potanyamanbambu

51-55 1134.27 bc 1226.40 bc 1300.21 cd56-60 1275.44 a 1387.09 a 1487.21 ab61-65 1287.03 a 1394.12 a 1495.48 a66-70 1141.19 bc 1245.66 bc 1360.33 bc

Polybag 51-55 1096.10 cd 1200.15 bc 1285.11 cd56-60 1020.39 d 1143.35 c 1200.13 d61-65 1220.49 ab 1287.53 ab 1320.17 cd66-70 1175.01 abc 1260.12 bc 1295.86 cd

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyatapada uji DMRT pada taraf kepercayaan 95%%

Tabel 42 Pengaruh perlakuan jenis pot dan porositas media terhadap pertumbuhanluas daun pada 3 dan 11 BST

Perlakuan Luas daun (cm2) pada BST3 11

Jenis pot:Pot anyaman bambu 1112.19 a 1501.02 aPolybag 932.19 b 1327.63 b

Porositas media (%):51-55 972.56 1357.68 b56-60 1040.34 1406.48 b61-65 1093.01 1509.24 a66-70 982.85 1383.90 b

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidakberbeda nyata pada uji DMRT pada taraf kepercayaan 95%

Pada Tabel 43 nampak bahwa sampai 11 BST, belum terdapat perbedaan

yang nyata antara penanaman pada wadah keranjang bambu dengan polybag

terhadap pertambahan tinggi tanaman, jumlah daun, lebar kanopi, diameter batang

dan luas daun. Namun perlakuan porositas media memberikan perbedaan yang

nyata terhadap peubah pertambahan (tinggi tanaman, lebar kanopi dan luas daun),

141

dimana porositas media 61-65% menghasilkan nilai yang tertinggi, sedangkan

porositas media 51-55% menghasilkan pertambahan terendah.

Pada Tabel 44 terlihat bahwa pot keranjang anyaman bambu menghasilkan

bobot kering tajuk dan bobot kering total yang nyata dan lebih tinggi dibanding

polybag. Tanaman pada pot keranjang anyaman bambu menghasilkan bobot

kering tajuk dan bobot kering total yaitu masing-masing 18.10 g dan 22.56 g,

sedangkan tanaman pada wadah polybag memiliki bobot kering tajuk 14.47 g dan

bobot kering total 18.06 g. Hal ini sejalan dengan peubah tinggi tanaman dan

luas daun, yaitu tanaman pada pot keranjang anyaman bambu menghasilkan

pertumbuhan tajuk lebih baik dibandingkan pada polybag. Porositas media

menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap bobot kering tajuk dan bobot kering

total, dimana porositas media 61-65% menghasilkan bobot kering tajuk 19.85 g

dan bobot kering total 24.86 g yang lebih tinggi dibandingkan porositas media

lainnya.

Tabel 43 Pengaruh jenis pot dan porositas media terhadap pertambahan (tinggitanaman, jumlah daun, lebar kanopi, diameter batang dan luas daun)

PerlakuanPertambahan

Tinggitanaman

(cm)

Jumlahdaun

(helai)

Lebarkanopi(cm)

Diameterbatang(mm)

Luasdaun(cm2)

Jenis pot:Pot anyaman bambu 14.74 6.75 14.32 3.23 662.53Polybag 13.49 6.50 13.33 3.19 584.51Porositas media (%):51-55 11.03c 6.17 11.21b 2.97 559.38b56-60 14.56ab 7.00 14.34ab 3.30 583.84b61-65 16.60a 7.00 15.66a 3.33 729.65a66-70 14.26 ab 6.33 14.09ab 3.26 621.22ab

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidakberbeda nyata pada uji DMRT pada taraf kepercayaan 95%

142

Tabel 44 Pengaruh perlakuan jenis pot dan porositas media terhadap bobot keringtajuk dan total tanaman

Perlakuan Bobot kering tajuk(g)

Bobot kering total(g)

Jenis pot:Pot anyaman bambu 18.10 a 22.56 aPolybag 14.47 b 18.06 bPorositas media (%):51-55 12.89 b 16.078 c56-60 17.18 ab 21.55 ab61-65 19.85 a 24.76 a66-70 15.21 b 18.852 bc

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidakberbeda nyata pada uji DMRT pada taraf kepercayaan 95%

Pertumbuhan akar

Pada Gambar 30 dan Tabel 45 terlihat bahwa penggunaan pot dari

keranjang anyaman bambu menghasilkan pertumbuhan akar yang lebih tinggi dan

berbeda nyata dibandingkan polybag. Tanaman pada pot keranjang anyaman

bambu menghasilkan bobot kering akar 4.46 g, panjang akar 25.95 cm dan

volume akar 7.79 ml, sedangkan tanaman pada polybag memiliki bobot kering

akar 3.59 g, panjang akar 21.87 cm dan volume akar 5.88 ml.

Porositas media menghasilkan pertumbuhan akar yang berbeda nyata

seperti nampak pada Tabel 45, dimana porositas media 61-65% menghasilkan

pertumbuhan akar yang nyata dengan perlakuan lainnya. Porositas media 61-65%

menghasilkan bobot kering akar 4.90 g, panjang akar primer 27.89 cm, volume

akar 9.08 ml yang tertinggi dibanding perlakuan lainnya, sedangkan pada

porositas media 51-55% menghasilkan pertumbuhan yang paling rendah, yaitu

bobot kering akar 3.19 g, panjang akar 20.05 cm dan volume akar 5.00 ml.

Hasil pengamatan tersebut memberikan indikasi bahwa pada porositas

media 61-65% terdapat perimbangan komposisi pori makro dan pori mikro yang

memungkinkan terdapat keseimbangan fraksi udara dan air pada media tumbuh.

Kondisi tersebut memungkinkan tanaman dapat memanfaatkan air dan udara

secara optimal sehingga tanaman dapat tumbuh dan berkembang secara baik.

Sebagaimana diketahui bahwa respirasi akar khususnya respirasi aerobik

memerlukan oksigen, dimana tanpa ketersediaan oksigen maka oksidasi terminal

143

tidak akan berlangsung akibatnya seluruh proses respirasi akan berhenti dan

bahan-bahan beracun tertimbun sehingga dapat berakibat buruk bagi tanaman.

Gambar 30 Keragaan akar tanaman manggis pada wadah keranjang anyamanbambu (A) dan polybag (B) pada berbagai porositas media

ABPorositas media

51-55%

Porositas media56-60%

Porositas media66-70%

BA

A B

A

Porositas media61-65%

B

144

Tabel 45 Pengaruh perlakuan jenis pot dan porositas media terhadap bobot keringakar, panjang akar primer dan volume akar

Perlakuan Bobot kering akar(g)

Panjang akarprimer (cm)

Volume akar(ml)

Jenis pot:Pot anyaman bambu 4.46 a 25.95 a 7.79 aPolybag 3.59 b 21.87 b 5.88 bPorositas media (%):51-55 3.19 c 20.05 c 5.00 c56-60 4.37 ab 23.19 bc 7.08 b61-65 4.90 a 27.89 a 9.08 a66-70 3.64 bc 24.50 b 6.17 bc

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidakberbeda nyata pada uji DMRT pada taraf kepercayaan 95%

Dengan demikian dapat diketahui bahwa terdapat kesamaan pola

pertumbuhan akar dan tajuk, dimana baik pada pertumbuhan tajuk maupun akar,

pertumbuhan tertinggi pada perlakuan pot keranjang anyaman bambu dan

porositas media 56-60% dan 61-65%, sedangkan pertumbuhan terendah pada

penanaman di polybag dan perlakuan porositas 51-55% dan 66-70%. Hal ini

berarti untuk mendorong pertumbuhan tajuk maka dilakukan penanaman pada pot

yang beraerasi tinggi disertai penggunaan media tumbuh dengan porositas sedang.

Perbandingan pertumbuhan tajuk dan akar

Untuk melihat keseimbangan pertumbuhan tajuk dan akar, maka dilakukan

pengamatan terhadap rasio tajuk/akar. Pada Tabel 46, nampak bahwa perlakuan

jenis pot dan porositas media tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap

rasio tajuk/akar pada 11 BSP.

Tabel 46 Rasio tajuk/akar pada dua jenis pot dan porositas media pada 11 BSPPerlakuan Rasio tajuk/akarJenis pot:Pot anyaman bambu 4.10 aPolybag 4.08 aPorositas media (%):51-55 4.01 a56-60 4.08 a61-65 4.15 a66-70 4.13 a

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyatapada uji DMRT pada taraf kepercayaan 95%

145

Komponen Pertumbuhan Tanaman di Lahan

Untuk melihat pengaruh perlakuan saat pembibitan terhadap pertumbuhan

tanaman maka tanaman dilakukan penanaman di lahan. Setelah bibit ditanam di

lahan menunjukkan adanya perbedaan pertumbuhan antara tanaman yang berasal

dari pot keranjang anyaman bambu dengan dari polybag. Pada Tabel 47,48 dan

49, terlihat bahwa sejak 1 sampai 5 BST, menunjukkan bahwa tanaman manggis

yang awalnya ditanam pada pot keranjang anyaman bambu menghasilkan

pertumbuhan tinggi tanaman, jumlah daun dan lebar kanopi yang lebih baik

dibandingkan bibit yang awalnya ditanam di dalam polybag. Pertambahan tinggi

tanaman selama 5 BST masing-masing 10.79 cm (asal pot anyaman bambu) dan

9.93 cm (asal polybag). Pertambahan lebar kanopi masing-masing 9.19 cm (asal

pot anyaman bambu) dan 7.31 cm (asal polybag). Pertumbuhan yang lebih baik

pada tanaman yang awalnya ditanam pada pot keranjang anyaman bambu diduga

karena pengaruh pertumbuhan akar lebih baik saat pembibitan.

Faktor porositas media saat pembibitan memberikan pengaruh yang

sangat nyata terhadap tinggi tanaman manggis, jumlah daun dan lebar kanopi saat

ditanam di lahan. Nampak bahwa tanaman yang saat pembibitan ditanam

porositas media 56-60% dan 61-65% menghasilkan pertumbuhan yang lebih baik

saat ditanam di lahan. Hal ini diduga porositas sedang sampai tinggi memberikan

kondisi ideal bagi perkembangan akar saat pembibitan sehingga saat tanaman

dipindahkan ke lahan maka dapat segera beradaptasi dengan lingkungan tumbuh

sehingga menghasilkan performan pertumbuhan yang lebih baik.

146

Tabel 47 Pengaruh perlakuan jenis pot dan porositas media terhadap pertumbuhantinggi tanaman setelah ditanam di lahan

Perlakuan Tinggi tanaman (cm) pada BSTPertambahan1 2 3 4 5

Jenis pot:Pot

anyamanbambu

35.62a 37.95a 39.57a 41.51a 46.41a 10.79

Polybag 33.76b 36.39b 38.33b 40.33b 43.68b 9.93Porositasmedia (%):

51-55 31.53c 33.80c 35.57c 37.65d 41.14c 9.61b56-60 35.43b 39.16a 41.30a 43.83a 47.22a 11.78a61-65 37.15a 39.12a 40.57a 42.14b 47.64a 10.49ab66-70 34.63b 36.60b 38.34b 40.06c 44.19b 9.56b

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidakberbeda nyata pada uji DMRT pada taraf kepercayaan 95%

BST = bulan setelah tanam

Tabel 48 Pengaruh perlakuan jenis pot dan porositas media terhadap pertumbuhanjumlah daun setelah ditanam di lahan

Perlakuan Jumlah daun (helai) pada BSTPertambahan1 2 3 4 5

Jenis pot:Pot

anyamanbambu

23.17a 24.17 25.58a 26.92a 27.67a 4.50

Polybag 22.33b 23.08 24.75b 25.50b 26.58b 4.25Porositasmedia (%):

51-55 21.17b 22.00b 23.33b 24.33b 24.83b 3.67b56-60 23.33a 24.33a 26.17a 27.17a 28.17a 4.83a61-65 23.67a 24.33a 25.83a 26.83a 28.00a 4.33ab66-70 22.83a 23.83a 25.33a 26.50a 27.50a 4.67ab

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidakberbeda nyata pada uji DMRT pada taraf kepercayaan 95%

BST = bulan setelah tanam

147

Tabel 49 Pengaruh perlakuan jenis pot dan porositas media terhadap pertumbuhanlebar kanopi setelah ditanam di lahan

Perlakuan Lebar kanopi (cm) pada BSTPertambahan1 2 3 4 5

Jenis pot:Pot anyaman

bambu41.97 44.08a 45.78a 48.26a 51.17a 9.19a

Polybag 40.31 42.11b 43.32b 45.75b 47.62b 7.31bPorositasmedia (%):

51-55 37.94b 40.46b 41.83b 44.43b 45.24c 7.29b56-60 41.62a 44.73a 46.46a 49.47a 51.98a 10.36a61-65 43.88a 44.49a 45.96a 48.59a 51.57a 7.69b66-70 41.12a 42.72ab 43.95ab 45.54b 48.78b 7.67b

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidakberbeda nyata pada uji DMRT pada taraf kepercayaan 95%

BST = bulan setelah tanam

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Pot pembibitan dari keranjang anyaman bambu menghasilkan pertumbuhan

akar dan tajuk yang lebih tinggi dan berbeda nyata dibanding polybag karena

memiliki sirkulasi udara yang lebih baik. Pot keranjang anyaman bambu

menghasilkan bobot kering akar (4.46 g), panjang akar (25.95 cm), volume

akar (7.79 ml), bobot kering total (22.56 g), bobot kering tajuk (18.10 g) yang

lebih tinggi dibanding polybag.

2. Porositas media 61-65% dan 56-60% menghasilkan pertumbuhan tajuk dan

akar yang lebih tinggi dibanding porositas 51-55% dan 66-70% baik saat

pembibitan maupun setelah penanaman di lahan.

3. Pertumbuhan yang baik saat pembibitan berpengaruh setelah tanaman

dipindahkan ke lahan, dimana tanaman yang asalnya dari pot keranjang

anyaman bambu menghasilkan pertumbuhan tajuk lebih tinggi dibanding dari

polybag yang nampak dari pertambahan tinggi tanaman (10.79 cm) dan

pertambahan lebar kanopi (9.19 cm).

149

PEMBAHASAN UMUM

Manggis merupakan salah komoditi hortikultura yang memiliki prospek

cerah karena permintaan buah ini sangat tinggi, baik permintaan pasar dalam

negeri maupun luar negeri. Hal ini menjadi alasan pentingnya pengelolaan

tanaman, mulai pembibitan sampai produksi untuk meningkatkan

produktivitasnya. Kendala utama pengembangan manggis adalah lambatnya

pertumbuhan, baik saat pembibitan maupun setelah ditanam di lahan. Kondisi

tersebut menyebabkan masa bibit siap tanam menjadi lebih lama (3-4 tahun)

sehingga kebutuhan bibit tidak bisa segera dipenuhi dalam waktu yang singkat

dan masa tanaman belum menghasilkan (TBM) menjadi lama yaitu 8-15 tahun

(tanaman asal biji).

Pertumbuhan yang lambat antara lain disebabkan: (a) buruknya sistem

perakaran, sehingga (b) penyerapan air dan hara lambat, (c) rendahnya laju

fotosintesis, dan (d) rendahnya laju pembelahan sel pada meristem pucuk

(Wibel et al. 1992a; Ramlan et al. 1992; Poerwanto 2000). Akar tanaman

manggis tumbuh sangat lambat, rapuh, jumlah akar lateral terbatas dan tidak

mempunyai akar rambut, mudah rusak sehingga luas permukaan kontak antara

akar sengan media tumbuh relatif sempit yang mengakibatkan serapan air dan hara

menjadi terbatas (Cox 1988).

Karakteristik pertumbuhan akar yang lambat dan kurang berkembang serta

jumlah akar lateral terbatas menyebabkan bibit manggis peka terhadap kondisi

lingkungan yang tidak menguntungkan seperti cekaman kekeringan. Oleh karena

itu pengaturan ketersediaan air sangat diperlukan sehingga bisa menghindari

dampak negatif akibat cekaman kekeringan. Namun pemberian air harus

disesuaikan dengan kebutuhan tanaman agar diperoleh efisiensi penggunaan air.

Dengan demikian pemahaman karakteristik fisik sangat dibutuhkan utamanya

yang berhubungan dengan kemampuan media menyimpan air.

Berdasarkan pertimbangan tersebut maka dilakukan penelitian yang

difokuskan pada upaya pemacuan pertumbuhan manggis melalui perbaikan media

tumbuh yang berbasis porositas dan pengelolaan faktor lingkungan tumbuh seperti

air, unsur hara dan udara. Selama ini aspek porositas media belum digunakan

dasar sebagai pertimbangan dalam perakitan media tumbuh, karena belum tersedia

150

informasi yang akurat mengenai porositas media sehingga penyusunan komposisi

media masih berdasarkan kebiasaan yang berawal dari proses mencoba-coba.

Padahal perbedaaan porositas media tumbuh akan mempengaruhi kapasitas

menyimpan air, sehingga pada porositas media yang berbeda akan diperlukan

interval penyiraman yang berbeda dalam upaya memenuhi kebutuhan tanaman.

Selama ini media pembibitan manggis hanya berupa media tanah atau

campuran tanah dan sedikit pupuk kandang. Apabila komposisi media tersebut

menggunakan tanah dengan tekstur yang dominan liat maka dapat menyebabkan

pemadatan yang berdampak buruk terhadap pertumbuhan dan perkembangan akar.

Media yang tergolong padat atau massive biasanya memiliki porositas yang

rendah sehingga memiliki kapasitas menyimpan air yang tinggi tetapi sebagian

besar air tersebut justeru tidak bisa dimanfaatkan secara optimal bagi tanaman

(Dresboll 2010). Bahkan pada kondisi media yang sangat padat atau porositas

media sangat rendah (jumlah ruang pori-pori makro sangat sedikit) dengan

penyiraman yang intensif justeru bisa berakibat terjadinya penggenangan dan

memicu terjadinya defisiensi O2.

Sebaliknya pada media berporositas tinggi memiliki kelebihan dari aspek

kecukupan aerasi sehingga difusi O2 dan CO2 berlangsung optimal dan kandungan

O2 di zona perakaran juga meningkat sehingga mendorong aktivitas respirasi.

Ketersediaan O2 menjadi syarat mutlak berlangsungnya proses respirasi aerobik

utamanya pada tahap oksidasi terminal. Peningkatan respirasi akan

memungkinkan tersediaanya sejumlah energi yang dapat digunakan untuk

pertumbuhan tanaman. Namun media dengan porositas yang tinggi justeru

memiliki keterbatasan dalam menyimpan air. Oleh karena itu pentingnya strategi

penyusunan media tumbuh yang tepat sehingga diperoleh media yang baik dalam

menyediakan air dan unsur hara dan juga mampu menciptakan kondisi aerasi yang

optimal untuk pertumbuhan tanaman.

Untuk mengatasi keterbatasan media dalam menyimpan air maka

digunakan polimer penyimpan air (PPA). PPA memiliki fungsi mengikat air yang

kuat saat dilakukan penyiraman dan apabila kandungan air media mulai berkurang

maka air yang diikat tersebut akan dilepaskan secara perlahan-lahan ke media

tumbuh. Mekanisme kerja PPA inilah yang memungkinkan tanaman bisa

151

terhindar dari cekaman kekeringan, utamanya pada media berporositas tinggi.

Aplikasi PPA juga dapat mengurangi kehilangan air lewat rembesan air gravitasi

sehingga mengurangi penyiraman yang intensif yang selama ini diterapkan pada

media berporositas tinggi.

Untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman maka dilakukan pemberian

hara sesuai kebutuhan tanaman. Dengan karakteristik perakaran bibit manggis

yang terbatas maka diperlukan cara pemberian hara yang mampu meningkatkan

laju serapan hara. Selama ini dikenal adanya jenis pupuk yang cepat tersedia dan

ada pula yang lambat tersedia (slow release). Oleh karena itu dilakukan pula

percobaan untuk mempelajari perbedaan aplikasi pupuk yang cepat tersedia

dibandingkan dengan yang lambat tersedia terhadap pertumbuhan bibit manggis.

Selain itu dibandingkan pula cara aplikasi antara yang dibenamkan ke media

tumbuh dengan aplikasi lewat air penyiraman atau biasa dikenal sebagai aplikasi

pupuk secara fertigasi. Aplikasi secara fertigasi telah banyak diterapkan produksi

tanaman sayuran dan tanaman hias, namun cara ini belum banyak diterapkan

pada pembibitan buah-buahan termasuk manggis. Selain itu pada paket teknologi

pembibitan manggis belum tersedia panduan mengenai aplikasi pemupukan pada

berbagai porositas media. Pemahaman mengenai porositas media akan sangat

bermanfaat dalam merancang model aplikasi pemupukan yang tepat sehingga

meningkatkan serapan hara dan mendorong pertumbuhan tanaman.

Pengaturan aerasi yang baik di sekitar lingkungan tumbuh akan

meningkatkan laju difusi O2 dan CO2 sehingga meningkatkan ketersediaan udara

utamanya O2. Pengaturan aerasi dilakukan dengan penggunaan pot berpori dari

keranjang anyaman bambu yang merupakan terobosan baru dalam perbaikan

aerasi. Penggunaan pot yang memiliki banyak pori pada semua sisinya akan

meningkatkan ketersediaan O2 sehingga memacu pertumbuhan akar. Dengan

kondisi aerasi yang baik maka pertumbuhan akar meningkat, bahkan akar bisa

tumbuh menembus pori-pori pot yang memungkinkan terpotongnya akar (root

prunning). Dampak positif dari root prunning adalah terjadinya peremajaan akar

sehingga senantiasa tumbuh akar-akar muda yang aktif dalam menyerap air dan

unsur hara. Selama ini dalam pembibitan umumnya digunakan plastik polybag

yang diketahui memiliki aerasi yang terbatas karena ruang yang memungkinkan

152

sirkulasi udara hanya terdapat pada permukaan atas polybag dan sejumlah lubang

dengan jumlah yang terbatas pada sisi polybag. Oleh karena itu melalui penelitian

ini diharapkan diperoleh pemahaman yang menjelaskan perbedaan pertumbuhan

bibit akibat penggunaan pot dengan karakteristik aerasi yang berbeda.

Dengan demikian penelitian ini secara umum bertujuan meningkatkan

pertumbuhan bibit manggis melalui perbaikan komponen teknologi pembibitan

manggis dengan cara rekayasa media tumbuh berbasis porositas media dan

dikombinasikan dengan lingkungan tumbuh spesifik (air, unsur hara dan udara)

yang sesuai karakteristik tanaman. Hasil penelitian ini diharapkan memberikan

sumbangan positif dalam perbaikan teknologi pembibitan manggis sehingga

mampu dihasilkan bibit yang berkualitas dan siap tanam dalam waktu yang relatif

lebih singkat (sekitar 2 tahun) atau lebih cepat dibanding waktu penyiapan bibit

yang dilakukan selama ini (3-4 tahun).

Cekaman kekeringan terhadap komponen pertumbuhan dan fisiologis

Hasil percobaan menunjukkan terjadinya hambatan pertumbuhan pada

semua peubah pertumbuhan tajuk dan akar tanaman apabila tanaman mengalami

cekaman kekeringan. Cekaman kekeringan juga menyebabkan siklus trubus

menjadi lebih panjang sebagai akibat peningkatan masa dormansi. Aktivitas

fotosintensis juga mengalami penurunan sehingga alokasi fotosintat ke semua

bagian tanaman termasuk ke meristem tajuk juga berkurang. Akibatnya

pembelahan dan pembesaran sel terhambat dan dampaknya secara visual adalah

terhambatnya pembentukan tunas baru yang diukur dari panjangnya periode

trubus. Hal ini sesuai Kramer (1983) bahwa cekaman kekeringan berpengaruh

pada pertumbuhan vegetatif terutama pertumbuhan tunas baru, luas daun dan

nisbah akar/tajuk.

Indikator yang banyak digunakan untuk mengetahui terjadinya cekaman

kekeringan adalah peningkatan kandungan prolin. Pada penelitian ini diketahui

bahwa tanaman yang mendapat perlakuan cekaman kekeringan memiliki

kandungan prolin antara 2.41-3.66 µmol/g berat basah atau mengalami

peningkatan 41-114% dibanding tanpa cekaman. Sintesis dan akumulasi

kandungan prolin merupakan salah satu mekanisme tanaman dalam menghadapi

153

cekaman kekeringan, dimana prolin merupakan salah satu senyawa organik yang

berfungsi sebagai osmotic adjustment.

Pada penelitian ini belum diketahui batas kritis dari cekaman kekeringan

terhadap laju pertumbuhan tanaman, namun data pertumbuhan menunjukkan

bahwa dengan cekaman yang rendah (konsentrasi 5% PEG) sudah mampu

menurunkan pertumbuhan tanaman secara linier. Cekaman kekeringan secara

konsisten menurunkan pertumbuhan tajuk dan akar secara nyata, dimana semakin

tinggi taraf cekaman maka semakin besar penurunan pertumbuhan. Penurunan

pertumbuhan akar dan tajuk sebagai akibat perlakuan cekaman kekeringan,

ternyata menunjukkan pola yang sejalan dengan potensial air daun. Hubungan

antara potensial air daun dengan pertumbuhan tajuk disajikan pada Gambar 5 dan

6, yang menunjukkan penurunan potensial air daun menyebabkan pula penurunan

pertumbuhan tajuk secara linier. Hal ini karena cekaman kekeringan

menyebabkan berkurangnya pasokan air ke jaringan daun khususnya ke sel jaga

sehingga sel menjadi kempis yang kemudian merangsang penutupan stomata.

Penutupan stomata menyebabkan terhambatnya difusi CO2 akibatnya laju

fotosintesis dan daya hantar stomata mengalami penurunan, begitupula terhadap

laju transpirasi (Tabel 11), karena sebagian besar keluarnya air dari jaringan

tanaman juga melalui stomata. Kondisi demikian mengakibatkan terhambatnya

sejumlah aktivitas fisiologis seperti pembesaran dan pembelahan sel dan

responnya terlihat dari penurunan pertumbuhan tajuk dan akar.

Hasil penelitan ini membuktikan bahwa bibit manggis mengalami

perubahan morfologi dan fisiologi akibat terjadinya cekaman kekeringan. Dengan

demikian diperlukan manajemen pengelolaan air yang tepat dalam pembibitan

manggis supaya tanaman bisa terhindar dari dampak negatif yang ditimbulkan

oleh cekaman kekeringan. Dari data pertumbuhan tajuk dan akar menunjukkan

bahwa dengan cekaman yang ringan (5% PEG) sudah mampu menurunkan laju

pertumbuhan tanaman sejak awal pembibitan. Oleh karena itu pengaturan

ketersediaan air sangat diperlukan dengan menyesuaikan kondisi fisik media.

Dengan demikian pemahaman perubahan morfologi dan fisiologi tanaman akibat

terjadinya cekaman kekeringan harus ditunjang pula oleh pemahaman

karakteristik fisik seperti porositas media tumbuh.

154

Penyusunan media tumbuh dengan pendekatan porositas

Media tumbuh merupakan salah satu faktor penting dalam industri

pembibitan, walaupun sifatnya hanya sementara sampai bibit siap dipindahkan ke

lapang, namun sangat mempengaruhi performan pertumbuhan bibit. Bibit yang

berkualitas antara lain dihasilkan dari kondisi media yang baik pula. Salah satu

indikator media tumbuh dikatakan baik apabila mampu memberikan ruang dan

lingkungan tumbuh (air, unsur hara dan udara) yang optimal bagi pertumbuhan

tanaman, khususnya untuk pertumbuhan akar. Media yang porous mampu

menciptakan kondisi yang baik bagi pertumbuhan akar sehingga bisa

mengoptimalkan fungsi akar sebagai organ penyerap air dan unsur hara, selain

sebagai penopang tubuh tanaman. Oleh karena itu dalam penyusunan media

tumbuh selayaknya mempertimbangkan karakteristik fisik media.

Selama ini media tumbuh untuk pembibitan berupa campuran berbagai

sumber media tumbuh dengan perbandingan bobot ataupun volume yang

bervariasi, contohnya campuran tanah + pupuk kandang (2:1), campuran tanah +

arang sekam + pupuk kandang (1:1:1), campuran tanah + pasir (3:1), dan masih

banyak lagi komposisi media yang sering digunakan. Perbandingan campuran

media tersebut pada dasarnya bertujuan untuk memperoleh kondisi yang optimal

bagi pertumbuhan akar. Pada dasarnya karakteristik porous ataupun massive

suatu media merupakan suatu nilai yang dikenal dengan istilah porositas media.

Masalahnya sampai saat ini belum tersedia informasi yang akurat mengenai nilai

porositas dari berbagai jenis media, padahal informasi tersebut sangat dibutuhkan

sebagai pertimbangan dalam mendesain media tumbuh.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari simulasi 20 komposisi media

tumbuh, ternyata terdapat variasi porositas media antara 53-70%. Adanya variasi

tersebut sangat bermanfaat dalam merakit media tumbuh yang sesuai karakteristik

tanaman. Porositas terendah diperoleh pada media tanah dengan nilai porositas

sebesar 53.48%, sedangkan campuran media tanah dengan pupuk kandang

kambing (2:1) memiliki porositas tertinggi yaitu 69.63%. Berdasarkan variasi

nilai porositas pada Tabel 15, maka dipilih empat nilai porositas yang telah

digunakan sebagai perlakuan pada percobaan air, pupuk dan jenis pot yang

merupakan rangkaian dari penelitian ini. Keempat kisaran porositas tersebut

155

adalah: 51-55, 56-60, 61-65 dan 66-70. Berdasarkan hasil penelitian diketahui

bahwa keempat kisaran porositas tersebut menghasilkan respon yang berbeda

terhadap sebagian besar pertumbuhan tajuk maupun akar. Oleh karena itu dari

hasil penelitian ini diperoleh empat kategori porositas media yaitu: porositas

media ≤ di bawah 51-55% (rendah), 56-60% (sedang), 61-65% (tinggi) dan ≥ 66-

70% (sangat tinggi) yang selanjutnya dapat digunakan sebagai acuan dalam

pemilihan dan penyusunan media pembibitan.

Ketersediaan Air dan Porositas Media terhadap Komponen Pertumbuhandan Aktivitas Fisiologis

Peningkatan ketersediaan air dan pengaturan aerasi menunjukkan bahwa

interval penyiraman 6 hari + PPA pada porositas media 61-65% secara nyata

meningkatkan pertumbuhan tajuk dan akar serta mendorong tanaman

menyelesaikan siklus trubusnya lebih cepat. Hal ini dapat dijelaskan melalui

pengukuran kadar air dan status air jaringan. Hasil pengukuran kadar air yang

ditampilkan pada Gambar 10 menunjukkan bahwa media dengan porositas 61-

65% miliki kemampuan menyimpan air yang lebih tinggi dibanding porositas

lainnya, yang nampak dari kadar air yang lebih tinggi saat kapasitas lapang

sampai hari ke-8 setelah kapasitas lapang. Nampak pula adanya penurunan kadar

air media sampai hari ke-8, dimana penurunan yang paling kecil diperoleh pada

porositas media 61-65%. Data ini menunjukkan bahwa penggunaan PPA pada

porositas media 61-65% sangat efektif dalam mempertahankan kandungan air

media sehingga berdampak positif terhadap peningkatan pertumbuhan tanaman.

Demikian pula terhadap status air jaringan, dimana perlakuan interval

penyiraman 6 hari + PPA pada porositas media 61-65% menghasilkan potensial

air daun dan gradien potensial air jaringan (akar dan daun) yang tinggi.

Sebagaimana diketahui air bergerak dari potensial air tinggi ke potensial rendah

dan semakin besar gradien potensial air, maka semakin mudah air mengalir. Hal

ini memberikan indikasi bahwa penyiraman 6 hari + PPA pada porositas media

61-65% mampu mempertahankan ketersediaan air media, sehingga air dapat

diserap akar, lalu dialirkan atau diangkut secara vertikal ke bagian atas tanaman

dan menjadi bahan baku dalam proses fotosintesis.

156

Pengaruh porositas media dan interval penyiraman terhadap aktivitas

fisiologis dapat dilihat dari pengamatan laju fotosintesis, daya hantar stomata, laju

transpirasi dan potensial air jaringan. Interval penyiraman 6 hari + PPA pada

porositas media 61-65% menghasilkan laju laju fotosintesis dan daya hantar

stomata yang tertinggi. Apabila dihubungkan antara laju fotosintesis dan daya

hantar stomata dengan peubah potensial air daun menunjukkan adanya pola yang

respon yang sama pada porositas 61-65% dengan penyiraman 6 hari sekali + PPA.

Dengan demikian tingginya laju fotosintesis dan daya hantar stomata antara lain

disebabkan meningkatnya potensial air daun. Menurut Ryugo (1988); Salisbury

& Ross (1995) bahwa status air merupakan salah satu faktor yang membatasi

aktivitas fotosintesis, selain ketersediaan CO2, cahaya, umur tanaman dan genetik.

Tingginya daya hantar stomata disebabkan kebutuhan CO2 yang meningkat karena

peningkatan aktivitas fisiologis. Peningkatan laju fotosintesis dan daya hantar

stomata mendorong pertumbuhan tajuk dan akar lebih baik pada porositas media

61-65% dengan interval penyiraman 6 hari.

Peran Aerasi terhadap Ketersediaan Hara dan Pertumbuhan Tanaman

Hubungan antara porositas media dengan ketersediaan hara adalah melalui

peran oksigen dalam meningkatkan respirasi akar. Kadar oksigen diketahui cukup

tinggi pada media yang porous karena oksigen menempati ruang-ruang pori

makro pada media tumbuh. Kandungan oksigen yang tinggi akan meningkatkan

respirasi akar yang outputnya berupa energi, yang antara lain digunakan untuk

untuk pengangkutan unsur hara ke jaringan akar melalui mekanisme penyerapan

aktif. Dari beberapa hasil penelitian diketahui bahwa apabila akar kekurangan O2

dan karbohidrat maka penyerapan unsur hara juga terhambat karena menurunnya

laju respirasi. Hasil percobaan pada tanaman gandum menunjukkan penyerapan

hara meningkat apabila respirasi akar meningkat dan ini terjadi apabila tersedia

karbohidrat dan O2 sebagai komponen utama dalam respirasi (Darmawan &

Baharsjah 2012).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan metode aplikasi

pemupukan memberikan pengaruh yang berbeda terhadap kadar hara jaringan

daun dan serapan hara daun. Nampak bahwa aplikasi pupuk slow release

157

menghasilkan kadar hara P daun yang tertinggi dan berbeda nyata dengan aplikasi

pupuk secara fertigasi tetapi tidak berbeda nyata dengan pupuk granular. Hal ini

disebabkan sifat pupuk slow release yang lambat tersedia sehingga unsur hara

yang terkandung dalam pupuk tersebut juga lambat digunakan oleh tanaman,

akibatnya kandungan hara P pada akhir penelitian nampak lebih tinggi dibanding

aplikasi pupuk granular maupun fertigasi. Hal ini didukung hasil pengamatan

tajuk dan akar yang menunjukkan aplikasi pupuk slow release justeru

menghasilkan pertumbuhan tajuk dan akar yang lebih rendah dibanding aplikasi

pupuk secara fertigasi pada media dengan porositas 61-65%.

Hasil penelitian juga bahwa menunjukkan faktor tunggal pemupukan

menunjukkan pengaruh nyata terhadap serapan hara N dan K daun, dimana

perlakuan pupuk secara fertigasi menghasilkan serapan hara N dan K yang

tertinggi. Tingginya serapan hara N dan K pada perlakuan pupuk secara fertigasi

karena dengan metode penyiraman ke media tumbuh menyebabkan unsur hara

menjadi lebih cepat larut dan tersedia bagi tanaman. Serapan N dan K yang tinggi

terbukti memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan tanaman. Hasil uji

korelasi Pearson pada Tabel 38, menunjukkan bahwa serapan hara N dan K

berhubungan sangat nyata dan positif dengan peubah pertumbuhan tajuk dan akar.

Demikian pula apabila dihubungkan dengan pertumbuhan tajuk dan akar, ternyata

aplikasi pupuk dengan metode fertigasi mendorong peningkatan serapan hara N

dan K daun sehingga berdampak pada peningkatan pertumbuhan tajuk dan akar.

Perbaikan aerasi melalui perpaduan antara pot yang beraerasi tinggi

disertai pengaturan porositas media memberikan pengaruh positif terhadap

peningkatan pertumbuhan bibit manggis. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa

tanaman di dalam pot yang beraerasi tinggi (pot dari keranjang anyaman bambu)

secara konsisten memperlihatkan pertumbuhan tajuk dan akar yang lebih tinggi

dibanding pada polybag. Pot yang beraerasi tinggi memberikan respon yang

terbaik apabila dipadukan dengan porositas media sedang. Hasil penelitian

menunjukkan penggunaan media dengan porositas 56-60 dan 61-65% di dalam

pot anyaman bambu menghasilkan pertumbuhan yang terbaik. Hal ini disebabkan

perpaduan antara pot yang beraerasi dengan porositas sedang sampai tinggi

mampu menghasilkan lingkungan tumbuh yang optimal bagi pertumbuhan

158

tanaman. Dengan demikian untuk menghasilkan pertumbuhan bibit yang baik,

maka sebaiknya digunakan pot yang berpori disertai media tumbuh dengan

porositas sedang sampai tinggi.

Setelah bibit ditanam di lahan menunjukkan adanya perbedaan

pertumbuhan antara tanaman yang berasal dari pot anyaman bambu dengan

tanaman dari polybag, dimana tanaman yang berasal dari pot anyaman bambu

menghasilkan pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan tanaman dari polybag

sampai 5 BST. Demikian pula porositas media 56-60 dan 61-65% mampu

menghasilkan pertumbuhan optimal saat pembibitan. Diduga penanaman pada

pot anyaman bambu dan penggunaan media dengan porositas sedang sampai

tinggi mampu menciptakan kondisi aerasi dan ketersediaan air yang baik sehingga

mendorong pertumbuhan saat pembibitan, sehingga saat dipindahkan ke lahan

maka tanaman bisa beradaptasi cepat dengan lingkungan tumbuh yang baru. Hal

ini memberikan gambaran adanya hubungan antara kondisi saat pembibitan

dengan kondisi tanaman setelah dipindahkan ke lahan. Hasil penelitian ini

memberikan informasi mengenai arti penting pengelolaan tanaman yang baik saat

pembibitan sehingga dihasilkan bibit yang berkualitas dan menunjukkan

performan pertumbuhan yang baik saat ditanam di lahan.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian menunjukkan pentingnya manajemen media dalam

memacu pertumbuhan bibit manggis, sekaligus mendukung penyediaan bibit yang

berkualitas. Beberapa komponen teknologi dari hasil penelitian ini dapat diacu

dalam perbaikan teknologi pembibitan manggis, seperti pembuatan media tumbuh

berbasis porositas, pengaturan pemberian air, aplikasi pemupukan dan pengaturan

aerasi yang terbukti mampu meningkatkan pertumbuhan bibit manggis.

Melalui serangkaian penelitian yang telah dilakukan dapat dibuat suatu

rancangan komponen teknologi untuk melengkapi paket teknologi pembibitan

manggis yang telah ada sebagai berikut:

a. Penyusunan media tumbuh berdasarkan porositas media

Untuk pembuatan media tumbuh selayaknya dipertimbangkan kesesuaian

karakteristik perakaran. Oleh karena perakaran tanaman sangat berkaitan dengan

159

medium tumbuh maka pendekatan porositas media menjadi pilihan yang tepat

dalam mendesain media tumbuh. Pada Tabel 16 disajikan beberapa alternatif

komposisi media yang disusun berdasarkan porositas media. Berdasarkan hasil

penelitian ini direkomendasikan penggunaan bahan media dari limbah

pertanian/peternakan seperti arang sekam padi dan pupuk kandang yang relatif

murah dan mudah didapatkan serta merupakan bahan yang tidak mencemari

lingkungan. Penggunaan arang sekam padi sangat baik digunakan sebagai media

tumbuh dengan pertimbangan memiliki permukaan yang kasar sehingga dapat

meningkatkan porositas media. Namun kelemahan dari arang sekam adalah

memiliki kemampuan yang rendah dalam menyimpan air. Sebaliknya sumber

media dari pupuk kandang memiliki kelebihan dalam menyimpan air, selain

fungsinya dalam memperbaiki sifat fisik tanah/media. Struktur media yang

semula padat dengan penambahan pupuk kandang berubah menjadi remah,

sebaliknya apabila media awalnya berpasir akan berubah menjadi lebih kompak

dengan adanya penambahan pupuk kandang.

Selama ini belum tersedia informasi nilai porositas media sehingga dalam

pembuatan media tumbuh hanya berdasarkan kebiasaan dari proses mencoba-coba

dan pertimbangan ketersediaan bahan media tumbuh. Adanya informasi nilai

porositas media akan sangat bermanfaat dalam mendesain media tumbuh yang

sesuai karakteristik perakaran tanaman, sebagai contoh jenis tanaman yang

memiliki perakaran terbatas dan lambat mungkin menghendaki media yang

porositasnya sedang sampai tinggi sehingga terdapat banyak ruang-ruang pori

yang bisa dimanfaatkan untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Sebaliknya

bagi tanaman yang tidak memiliki masalah perakaran mungkin cukup dengan

media yang porositasnya sedang.

b. Pengairan

Untuk menghindari tanaman manggis dari cekaman kekeringan maka

perlu dilakukan penyiraman yang sesuai kebutuhan tanaman. Dalam skala

pembibitan yang besar maka penyiraman membutuhkan biaya yang mahal dan

alokasi tenaga kerja yang banyak. Oleh karena itu direkomendasikan penggunaan

bahan polimer penyimpan air (PPA) yang dapat mengurangi penyiraman inensif

160

dan sekaligus meningkatkan efisiensi penggunaan air. Penambahan PPA

Alcosorb sebanyak 5 g ke dalam volume media 8 l ternyata mampu menekan

interval penyiraman sampai 6 hari sekali. Dari beberapa laporan penelitian

diketahui bahwa polimer penyimpan air cukup efektif digunakan dalam mengatasi

masalah ketersediaan air, baik saat pembibitan maupun setelah penanaman di

lahan (Viero et al. 2002; Rowe et al. 2005; Thomas 2008). Menurut Andry et al.

(2009), polimer sintetik hidrofilik (karboksimetil selulosa dan isopropil

akrilamida) dapat mengembang saat menyerap air dalam jumlah besar sehingga

dapat meningkatkan ketersediaan air pada media. Penggunaan bahan polimer ini

menjadi salah satu alternatif dalam meningkatkan ketersediaan air. Selain

penggunaan bahan polimer sintetik maka penggunaan bahan organik juga dapat

meningkatkan kemampuan media dalam menyimpan air dan sekaligus

mempermudah akar dalam menyerap air dan unsur hara. Namun penggunaan

bahan organik sebagai sumber media tumbuh dapat mengacu pada komposisi

media dari hasil penelitian ini. Saat ini dan dimasa yang akan datang, teknologi

yang dapat meningkatkan efisiensi penggunaan air akan semakin dibutuhkan

mengingat semakin meningkatnya kebutuhan air baik untuk kegiatan pertanian

maupun di luar pertanian.

c. Pemupukan

Untuk pemupukan bibit manggis maka di rekomendasikan pemupukan

lewat penyiraman ke media atau yang lazim dikenal dengan istilah fertigasi

dengan konsentrasi 0.46 g N; 0.19 g P2O5; dan 0.26 g K2O per liter air per

minggu pada media dengan volume 8 l dan porositas media 61-65%. Metode

pemberian unsur hara dengan penyiraman ke media telah banyak digunakan pada

produksi tanaman hortikultura sayuran dan tanaman hias. Dalam penerapan

aplikasi pemupukan secara fertigasi pada industri pembibitan maka perlu didesain

wadah sebagai tempat penampungan sumber hara dan cara mengalirkan larutan

hara sampai ke pot pembibitan. Kapasitas wadah dalam memuat larutan hara

harus disesuaikan dengan jumlah bibit. Dari wadah tersebut larutan hara

kemudian dialirkan melalui selang atau pipa yang masuk ke pot pembibitan

sehingga unsur hara bisa dimanfaatkan secara optimal sesuai fase pertumbuhan

161

bibit. Rancangan pemberian hara seperti ini menyerupai model fertigasi pada

aplikasi pemupukan tanaman sayuran dan tanaman hias di rumah kaca.

Namun apabila cara fertigasi tidak dapat digunakan karena belum

tersedianya fasilitas sarana pendukung untuk penerapan model pemupukan ini,

maka alternatifnya adalah aplikasi pupuk slow release. Model aplikasi ini mampu

menghemat biaya, tenaga kerja dan waktu karena interval pemupukan yang cukup

panjang (sekitar 3-4 bulan) dengan dosis sesuai kandungan unsur dari jenis pupuk

yang digunakan. Di pasaran terdapat beberapa jenis pupuk slow release dengan

komposisi unsur hara makro yang bervariasi dan khusus untuk pembibitan karena

masih dalam fase pertumbuhan vegetatif maka dianjurkan menggunakan jenis

pupuk dengan kandungan N yang tinggi dibanding unsur makro lainnya.

d. Penggunaan pot beraerasi

Selama ini dalam pembibitan umumnya menggunakan polybag karena

praktis dan murah. Namun polybag memiliki aerasi yang rendah sehingga apabila

digunakan porositas media yang rendah maka pertumbuhan akar terhambat.

Melalui penelitian ini dilakukan terobosan penggunaan pot beraerasi dari

keranjang anyaman bambu (tinggi 25 cm dan diameter 25 cm) yang ternyata

menghasilkan pertumbuhan bibit yang lebih tinggi dibanding polybag, baik saat

pembibitan maupun setelah ditanaman di lahan. Penggunaan pot dari keranjang

anyaman bambu mampu merangsang pertumbuhan akar bahkan dengan

pertumbuhan yang pesat maka akar mampu menembus pori-pori pot. Akar yang

menembus pori-pori pot akan terpotong/terpangkas (root pruning) sehingga

menstimulir munculnya akar-akar baru yang aktif dalam menyerap air dan unsur

hara. Penggunaan pot dari keranjang anyaman bambu juga sekaligus ikut

membantu mengurangi limbah plastik dari yang semakin meningkat. Namun

dalam penerapannya perlu didesain dengan ukuran yang lebih kecil sehingga

mudah saat dipindahkan dari pembibitan ke lahan penanaman.

Beberapa komponen teknologi tersebut diharapkan dapat melengkapi

paket teknologi pembibitan manggis sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan

bibit manggis dan sekaligus meningkatkan ketersediaan bibit yang berkualitas

serta mendukung pengembangan manggis nasional. Dalam jangka panjang hasil

162

penelitian yang berbasis pada pemanfaatan sumberdaya lokal berupa penggunaan

media tumbuh dari limbah pertanian dan teknologi yang mampu meningkatkan

efisiensi pemanfaatan sumberdaya air serta penggunaan pot pembibitan dari bahan

selain plastik diharapkan memberikan kontribusi positif dalam penyelamatan

lingkungan pertanian dari ancaman kelangkaan sumberdaya air dan bahaya

peningkatan limbah plastik. Khusus mengenai sumber daya air, akhir-akhir ini

masalah ketersediaan air semakin bertambah parah karena adanya perubahan

iklim, kerusakan lingkungan khususnya hutan dan penggunaan air yang tidak

efisien serta pengambilan air dalam tanah yang melebihi kapasitas.

Dengan demikian hasil penelitian ini diharapkan memberikan dukungan

terhadap program green agriculture sebagai usaha pertanian yang dibutuhkan

dalam memelihara kualitas lingkungan. Menurut Sumarno (2012), green

agriculture dapat didifinisikan sebagai “usaha pertanian maju dengan

penerapan teknologi secara terkendali sesuai dengan ketentuan protokol yang

telah ditetapkan, sehingga diperoleh produktivitas optimal, mutu produk tinggi,

mutu lingkungan terpelihara, dan pendapatan ekonomi usaha tani optimal”.

Konsep dasar Green Agriculture adalah “Eco farming with modern

techniques and modern management by modern farmers for modern societies

and modern world consumers” (Wang 2009).

163

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

1. Cekaman kekeringan pada bibit manggis terbukti menurunkan potensial air

daun, laju transpirasi, laju fotosintesis, daya hantar stomata sehingga

menyebabkan penurunan pertumbuhan tajuk yang nampak dari penurunan

tinggi tanaman (10-26%), jumlah daun (9-21%), luas daun (10-25%), bobot

kering tajuk (12-27%). Cekaman kekeringan juga menurunkan pertumbuhan

akar yang terlihat dari penurunan bobot kering akar (11-44%), panjang akar (3-

41%) dan volume akar (10-40%).

2. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh empat kisaran porositas media yaitu 51-

55% (kategori rendah), 56-60% (kategori sedang), 61-65% (kategori tinggi),

dan 66-70% (kategori sangat tinggi). Keempat kisaran porositas tersebut

memberikan respon yang berbeda terhadap pertumbuhan tajuk dan akar.

3. Interval penyiraman 6 hari + PPA pada porositas media 61-65% meningkatkan

ketersediaan air dan udara sehingga menghasilkan laju fotosintesis, daya hantar

stomata dan potensial air jaringan daun yang tertinggi yaitu masing-masing

7.89 µmol CO2/m2/detik; 0.07 µmol/m2/detik; dan -0.72 MPa.

4. Aplikasi pemupukan dengan metode fertigasi pada porositas media 61-65%

menghasilkan serapan N dan K daun yang tertinggi sehingga merangsang

pertumbuhan akar dan tajuk tertinggi antara lain terhadap panjang akar (26.83

cm), bobot kering akar (10.07 g/tanaman), bobot kering tajuk (18.33

g/tanaman) dan bobot kering total (28.40 g/tanaman).

5. Wadah pembibitan dari keranjang anyaman bambu menghasilkan pertumbuhan

akar dan tajuk yang lebih tinggi dan berbeda nyata dibanding polybag. Wadah

dari keranjang anyaman bambu menghasilkan bobot kering akar (4.46 g),

panjang akar (25.95 cm), volume akar (7.79 ml), bobot kering total (22.56 g),

bobot kering tajuk (18.10 g) yang lebih tinggi dibanding polybag.

6. Pertumbuhan bibit manggis dapat ditingkatkan melalui manajemen media yang

tepat meliputi penanaman pada pot beraerasi tinggi seperti keranjang anyaman

bambu, media tumbuh dengan porositas 61-65%, aplikasi PPA sehingga

interval waktu pemberian air bisa lebih panjang (6 hari sekali) dan aplikasi

pemupukan secara fertigasi.

164

Saran

1. Untuk memacu pertumbuhan bibit manggis sehingga masa pembibitan

menjadi lebih singkat, maka sebaiknya bibit ditanam pada pot beraerasi tinggi,

penggunaan media tumbuh dengan porositas 61-65%, aplikasi PPA yang

memungkinkan interval waktu penyiraman bisa lebih panjang dan aplikasi

pemupukan secara fertigasi sehingga unsur hara bisa lebih cepat tersedia bagi

tanaman.

2. Beberapa komponen teknologi yang merupakan hasil dari penelitian ini dapat

diacu untuk melengkapi paket teknologi pembibitan manggis seperti

penggunaan media tumbuh berbasis porositas media, penggunaan pot

beraerasi, penyiraman, penggunaan bahan polimer penyimpan air dan cara

aplikasi pemupukan.

Ucapan Terima Kasih

Penelitian ini sebagian didanai oleh Program Riset Unggulan Strategis

Nasional (RUSNAS) Pengembangan Buah-Buahan Unggulan Indonesia, Badan

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian Republik

Indonesia, dana CSR PT. Antam TBK. Untuk itu penulis mengucapkan

terimakasih kepada Direktur Pusat Kajian Buah-Buahan Tropika-IPB dan

Kementerian Negara Riset dan Teknologi atas bantuan dananya. Ucapan terima

kasih disampaikan juga kepada Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan

Pertanian, Departemen Pertanian Republik Indonesia. Penulis juga mengucapkan

terima kasih kepada Direktur Utama PT. Antam Tbk.

165

DAFTAR PUSTAKA

Abdurachman A, Haryati U, Juarsah I. 2006. Penetapan kadar air tanah denganmetode gravimetrik. Di dalam: Kurnia U, Agus F, Adimihardja A &Dariah A, editor. Sifat Fisik Tanah dan Metode Analisisnya. Bogor: BalaiBesar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian, Badan Litbang Pertanian,Departemen Pertanian. 127-138.

Agus F, Marwanto S. 2006. Penetapan berat jenis partikel. Di dalam: Kurnia U,Agus F, Adimihardja A & Dariah A, editor. Sifat Fisik Tanah dan MetodeAnalisisnya. Bogor: Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian,Badan Litbang Pertanian, Departemen Pertanian. 35-41.

Agus F, Yustika RD, Haryati U. 2006. Penetapan berat volume tanah. Di dalam:Kurnia U, Agus F, Adimihardja A & Dariah A, editor. Sifat Fisik Tanahdan Metode Analisisnya. Bogor: Balai Besar Litbang Sumberdaya LahanPertanian, Badan Litbang Pertanian, Departemen Pertanian. 25-34.

Alberte RS, Thornber JP, Fiscus EL. 1977. Water stress effect on the contentand organization of chlorophyl and bundle sheath chloroplast of maize.Plant Physiology 59:351-352.

Andry H, Yamamoto T, Irie T, Moritani S, Inoue M, Fujiyama H. 2009.Water retention, hydraulic conductivity of hydrophilic polymers in sandysoil as affected by temperature and water quality. Journal of Hydrology373:177-183.

Ashari S. 1995. Hortikultura Aspek Budidaya. Jakarta: Universitas IndonesiaPr.

Banziger MO, Edmeades GO, Beck D, Bellon M. 2000. Breeding for Droughtand Nitrogen Stress Tolerance in Maize from Theory to Practice. Mexico:CYMMYT.

Bartholomeus RP, Witte JPM, Van Bodegom PM, Van Dam JC, Aerts R. 2008.Critical soil conditions for oxygen stress to plant roots: substituting thefeddes-function by a process-based model. Journal of Hydrology 360:147-165.

Bates LS, Waldren RP, Teare ID. 1973. Rapid determination of free proline forwater stress studies. Plant and Soil Journal 39:205-207.

Baver LD. 1959. Soil Physics. New York: John Wiley and Sons, Inc.

Biro Pusat Statistik. 2011. Statistik ekspor menurut komoditi tahun 2011.http://www.bps.go.id [diakses 30 Juni 2012].

166

Bray EA. 1997. Plant responses to water deficit. Plant Science 2(2): 48-54.

Caballero R, Pajuelo P, Ordovas J, Carmona E, Delgado A. 2009. Evaluationand correction of nutrient availability to Gerbera jamesonii H. Bolus invarious compost-based growing media. Scientia Horticulturae 122:244-250.

Caron J, Riviere LM, Guillemain G. 2005. Gas diffusion and air-filled porosity: effectof some oversize fragments in growing media. Canadian Journal SoilScience 85:57-65.

Cox JEK. 1988. Garcinia mangostana - mangosteen. In: Gadner RJ &Chaudori SA, editors. The Propagation of Tropical Fruit Trees. England:FAO and CAB. 361-375.

Darmawan J, Baharsyah JS. 2010. Dasar-Dasar Fisiologi Tanaman. Jakarta:SITC Pr.

Deptan. 2012. Luas panen, produktivitas dan produksi Komoditas pertanian-hortikultura Indonesia. http://www.aplikasideptan.go.id/bdsp [diakses 30Juni 2012].

Deptan. 2008. Komoditas pertanian-hortikultura Indonesia.http://www.deptan.go.id [diakses 5 Juli 2008].

Direktorat Tanaman Buah. 2004. Standar Prosedur Operasional (SPO) ManggisKabupaten Purworejo. Jakarta: Direktorat Tanaman Buah, DirektoratJenderal Bina Produksi Hortikultura, Departemen Pertanian.

Direktorat Budidaya Tanaman Buah. 2009. Standard Operating ProcedureManggis Kabupaten Subang. Jakarta: Direktorat Budidaya TanamanBuah, Direktorat Jenderal Hortikultura, Departemen Pertanian.

Direktorat Budidaya Tanaman Buah. 2009. Standard Operating ProcedureManggis Kabupaten Sukabumi. Jakarta: Direktorat Budidaya TanamanBuah, Direktorat Jenderal Hortikultura, Departemen Pertanian.

Donahue RL, Miller RW, Shickluna JC. 1977. Soils. An Introduction to Soilsand Plants Growth. Fourth edition. New Jersey: Pretince Hall Inc.

Dresboll DB. 2010. Effect of growing media composition, compaction and periodsof anoxia on the quality and keeping quality of potted roses (Rosa sp.).Scientia Horticulturae 126:56-63.

Dresboll DB, Kristensen KT. 2011. Spatial and temporal oxygen distributionmeasured with oxygen microsensors in growing media with differentlevels of compaction. Scientia Horticulturae 128:68-75.

167

Efendi R. 2008. Metode dan karakter seleksi genotipe jagung toleran cekamankekeringan. [Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut PertanianBogor.

Erez A. 2000. Bud dormancy, phenomenon, problems and solution in the tropicsand sub tropics. In: Temperate Fruit Crops in Warm Climates. London:Kluwer Academic Publisher. 17-48.

Fernandez JE, Moreno F, Murillo JM, Cuevas MY, Kohler F. 2001. Evaluatingthe effectiveness of a hydrophobic polymer for conserving water andreducing weed infection in a sandy loam soil. Agricultural WaterManagement 51:29-51.

Fitter AH, Hay RKM. 1991. Fisiologi Lingkungan Tanaman. Yogyakarta:Gadjah Mada University Pr.

Gardner FP, Pearce RB, Mitchell RL. 1991. Fisiologi Tumbuhan. H. Susilo,penerjemah; Jakarta: Universitas Indonesia Pr. Terjemahan dari:Physiology of Crop Plants.

Garg G. 2010. Response in germination and seedling growth in Phseolus mungounder salt and drought stress. Journal of Enviromental Biology 31:261-264.

Gieger T, Thomas FM. 2002. Effect of defoliation and drought stress on biomasspartitioning and water relations of Quercus robur and Quercus petrae.Basic Appl. Ecology 3:171-181.

Gomez KA, Gomez AA. 1984. Prosedur Satistika untuk Penelitian Pertanian.E.Sjamsudin & J.S. Baharsyah, penerjemah; Jakarta: Universitas IndonesiaPress. Terjemahan dari: Statistical Procedures for Agricultural Research.

Gonzales LG, Anoos QA. 1952. The growth behaviour of mangosteen and itsgraft-affinity with somes relative. Phil.Agr.1:1-11.

Gruda N, Schnitzler WH. 2004. Suitability of wood fiber substrate for production ofvegetable transplants. I. Physical properties of wood fiber substrates. ScientiaHorticulturae 100:309-322.

Hamdy M. 2002. Employment of maize immature embryo culture for improvingdrought tolerance. In Proceeding of The 3rd Scientific Conference ofAgriculture Sciences, Fac. of Agriculture Assiut University, Assiut,Egypt, 20-22 October 2022.

Hamim. 2007. Fisiologi Tumbuhan. Jakarta: Universitas Terbuka Pr.

Hardjowigeno S. 1987. Ilmu Tanah. Jakarta: Akademika Pressindo.

168

Haridjaja O. 1980. Pengantar Fisika Tanah. Bogor: Institut Pendidikan Latihandan Penyuluhan Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Harjadi SS. 1989. Dasar-Dasar Hortikultura. Bogor: Jurusan Budidaya Pertanian,Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Harjadi SS, Yahya S. 1988. Fisiologi Stres Lingkungan. Bogor: PAUBioteknologi, Institut Pertanian Bogor.

Herrera F, Castillo JE, Chica AF, Bellido LL. 2008. Use of municipal solidwaste compost (MSWC) as a growing medium in the nursery productionof tomato plants. Bioresources Technology 99:287-296.

Hidayat R. 2002. Kajian ritme pertumbuhan tanaman manggis (Garciniamangostana L.) dan faktor-faktor yang mempengaruhi. [Disertasi].Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Hidayat R, Poerwanto R, Yahya S, Winata LW. 1999. Studi aplikasi IBA danTriakontanol terhadap pertumbuhan bibit semai manggis dan fukugi.Comm. Ag. 4(2):74-79.

Hidayat R, Surkati A, Poerwanto R, Darusman LK, Purwoko BS. 2005. Kajianperiode dormansi dan ritme pertumbuhan tunas dan akar tanaman manggis.Agronomi Bulletin 33(2):16-22.

Hillel D. 1997. Pengantar Sifat Fisika Tanah. R.H.Susanto & R.H.Purnomo,Penerjemah; Indralaya, Sumatera Selatan: Mitra Gama Media.Terjemahan dari: Introduction to Soil Physics.

Husni A, Kosmiatin, Mariska I. 2006. Peningkatan toleransi kedelai Sindoroterhadap cekaman kekeringan melalui seleksi in Vitro. Bulletin Agronomi34(1):25-31.

Jones HG. 1992. Plants and microclimate. A Quantitive Approach toEnviromental Plant Physiology. Second Edition. Cambridge UniversityPr.

Jumim HB. 2002. Agroekologi Suatu Pendekatan Fisiologis. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.

Kaufman M.R. 1968. Evaluation of the pressure chamber method formeasurement of water stress in citrus. Proc.Amer. Soc.Hort. 93:186-190.

Kim YH, Janick J. 1991. Absisic acid and prolin improve dissication toleranceand increase fatty acid content of cerely somatic embryos. Plant CellTiss. Org. Cult. 24: 83-89.

Kramer PJ. 1983. Water Relations of Plants. Academic Press. Inc.

169

Lakitan B. 2007. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta: PT. Raja GrafindoPersada.

Lang GA. 1994. Dormancy the missing link: Moleculer studies and integrationof regulatory plant and enviromental interaction. Horticultura Science29:1255-1263.

Leiwakabessy FM, Wahjudin UM, Suwarno. 2003. Kesuburan Tanah. JurusanTanah, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Lestari EG. 2006. Hubungan antara kerapatan stomata dengan ketahanankekeringan pada somaklon padi Gajahmungkur, Towoti dan IR-64.Biodiversitas 7(1):44-48.

Levitt J. 1980. Respon of Plants to Enviromental Stress. 2nd Edition (Vol.2).New York: Academic Press, Inc.

Liferdi. 2007. Diagnosis status hara menggunakan analisis daun untuk menyusunrekomendasi pemupukan pada tanaman manggis (Garcinia mangostanaL). [Disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Marschner H. 1995. Mineral nutrition of Higher Plants. Second edition.London: Academic Pr. Limited.

Mexal J, Fisher JT, Osteryoung J, Patrick CP. 1975. Oxygen availability inpolyethylene glycol solutions and its implication in plant water relations.Plant Physiology 55:20-24.

Michel BE, Kauffmann MR. 1973. The Osmotic Potential of Poly-ethilene glycol6000. Plant Physiology 57:914-916.

Morard P, Silvestre J. 1996. Plant injury due to oxygen deficiency in the rootenvironment of soilless culture: a review. Plant and Soil 184:243-254.

Muzayyinatin. 2006. Pengaruh media dan jumlah benih dalam wadahpersemaian terhadap pertumbuhan manggis (Garcinia mangostana L.).[Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Nakasone HY, Paull RE. 1999. Tropical Fruits. Crop Production Science inHorticulture. 359-369.

Nepomuceno AL, Oosterhuis DM, Stewart JM. 1998. Physiological responses ofcotton leaves and roots to water deficit induced by polyethylene glycol.Enviromental and Experimental Botany 40:29-41.

Ober ES, Sharp RE. 2003. Electrophysiologi responses of maize roots to lowwater potential: relationship to growth and ABA accumulation. JournalExperimental Botani 54:813-824.

170

Olsen RA, Frank KD, Grabouski PH. 1982. Soil testing philosophies,consequences of varying recommendations. Madison, Wisconsin: Crapsand Soils Magazine.

Opeke. 1982. Tropical Tree Crops. New York: John Wiley and Sons.

Palupi ER, Dedywiryanto Y. 2008. Kajian karakter toleransi cekamankekeringan pada empat genotipe bibit kelapa sawit (Elaeis guineensisJacq). Bulletin Agronomi 36(1):24-32.

Panggaribuan Y. 2001. Studi karakter morfologi tanaman kelapa sawit (Elaeisguineensis Jacq.) di pembibitan terhadap cekaman kekeringan. [Tesis].Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Poerwanto R. 2000. Budidaya Buah-buahan: Teknologi Budidaya komoditasUnggulan, Pengendalian Mutu Produksi Buah Mangga, Markisa, Salak,Pisang dan Jeruk. Bogor: Pusat Kajian Buah-buahan Tropika, InstitutPertanian Bogor.

Poerwanto R, Hidayat R, Diana E, Zahara R. 1995. Usaha mempercepatpertumbuhan batang bawah manggis. Prosiding Simposium HortikulturaNasional. 105-112.

Rai IN. 2004. Fisiologi pertumbuhan dan pembungaan tanaman manggis(Garcinia mangostana L.) asal biji dan sambungan. [Disertasi]. Bogor:Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Rais M, Mansyah E, Lukitariati S, Anwarudin MJ. 1996. Peningkatan efisiensiteknologi usahatani manggis. Balai Penelitian Buah, Badan LitbangPertanian, Departemen Pertanian.

Ramlan MF, Mahmud TMM, Hasan BM, Karim MZ. 1992. Studies onphotosynthesis on young mangosteen plants grown under several growthconditions. Acta Horticultura 321:482-489.

Richards YE, Hansen J, Dogde LL. 2009. Growth of rose roots and shoots ishigly sensitive to anaerobic or hypoxic regions of container of substrates.Scientia Horticulturae 119:286-291.

Riduan A, Aswidinnoor H, Sudarsono, Santoso D, Endrizal. 2010. Toleransitembakau transgenic yang mengekspresikan gen P5CS terhadap stresskekeringan. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian13(2):107-118.

Riduan A, Santoso D, Utomo SD, Sudarsono. 2007. Hubungan antara ekspresigen P5CS dengan pertumbuhan dan hasil biomasa tembakau transgenikdalam kondisi non stress. Agrotropika 12:1-9.

171

Rofik A, Murniati E. 2008. Pengaruh perlakuan deoperkulasi benih dan mediaperkecambahan untuk meningkatkan viabilitas benih aren (Arenga pinnata(Wurmb.) Merr). Agronomi Bulletin 36(1):33-40.

Rowe EC, Williamson JC, Jones DL, Holliman P, Healey JR. 2005. Initial treeestablishment on blocky quarry waste ameliorated with hydrogel or slateprocessing fines. Journal Environmental Quality 34:994-1003.

Rukayah A, Zabedah M. 1992. Studies on early growth of mangosteen(Garcinia mangostana L.). Acta Horticultura 292:93-100.

Ryugo K. 1988. Fruit Culture. Its Science and Art. New York: John Wiley andSons.

Salisbury FB, Ross CW. 1995. Fisiologi Tumbuhan. D.R. Lukman &Sumaryono, penerjemah; Bandung: ITB Press. Terjemahan dari: PlantPhysiology, 4th edition.

Sammons DJ, Peters DB, Hymowitz T. 1980. Screening soybeans for toleranceto moisture stress. Field Crops Research 3:321-335.

Savin R, Nicolas ME. 1996. Effect of short periods of drought and hightemperature on grain growth and starch accumulation of two maltingbarley cultivas. Australia Journal Plant Physiology 23:201-210.

Sharp RE, Silk WK, Hsiao TC. 1988. Growth of the maize primary root at lowwater potentials. I. Spatial distribution of expansive growth. PlantPhysiology 87:50-57.

Sims DA, Gamon JA. 2002. Relatioship between leaf pigment content andspectral reflectance across a wide range of species, leaf structures anddevelopment stages. Remote sensing of environment 81:337-354.

Sitompul SM, Guritno B. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Yogyakarta:Gadjah Mada University Pr.

Sitorus SR, Haridjaja O dan Brata KR. 1981. Penuntun Praktikum Fisika Tanah.Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Slama I, Messedi D, Ghnaya T, Savoure A, Abdelly C. 2006. Effects of waterdeficit on growth and proline metabolism in Sesuvium portulacastrum.Enviromental and Experimental Botany 56:231-238.

Sopandie D. 2006. Perspektif fisiologi dalam pengembangan tanaman pangan dilahan marjinal. Disampaikan pada Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap FisiologiTanaman, 16 September 2006. Bogor: Fakultas Pertanian, InstitutPertanian Bogor.

172

Steuter AA. 1981. Water potential of aquoeus polyethilene glycol. PlantPhysiology 67:64-67.

Sumarno. 2012. Green agriculture dan green food sebagai strategi brandingdalam usaha pertanian. www.pse.litbang.deptan.go.id [diakses 14 juni2012].

Susilawati PN. 2003. Respon 16 kultivar kavang tanah unggul nasional (Arachishypogea L.) terhadap kondisi stres kekeringan akibat perlakuanpenyiraman PEG 6000 dan evaluasi daya regenerasi embrio somatiknyasecara in vitro. [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut PertanianBogor.

Taiz L, Zeiger E. 2012. Plant Physiologi Online. Fifth edition. SinauerAssociates. http://www.5e.plantphys.net/4e.php [diakses: 19 Pebruari2012].

Thomas DS. 2008. Hydrogel applied to the root plug of subtropical eucalyptseedlings halves transplant death following planting. Forest Ecology andManagement 255:305-1314.

Tirtawinata MR, Wijaya E, Tuherkih. 2000. Pembibitan dan PembudidayaanManggis. Jakarta: Penebar Swadaya.

Turner PD, Gilbanks RA. 1974. Oil Palm Cultivation and Management. KualaLumpur: The Incorporated Society of Planters.

Verhagen JBGM. 2004. Effectiveness of clay in peat based growing media. ActaHorticultura 644:115-122.

Verhejj EWM. 1992. Garcinia mangostana L. In: EWM.Verhejj, editor. Plantresources of South Asia, edible fruit and nuts. Wageningen: Bogor aSelection. PUDOC.

Viero PWM, Chiswell KEA, Theron JM. 2002. The effect of a soil-amendedhydrogel on the establishment of a Eucalyptus grandis clone on a sandyclay loam soil in Zululand during winter. South African Forest Journal193:65-75.

Wang C.Q. 2010. Exogenous calcium alters activities of antioxidant enzymes inTrifolium repens L. leaves under PEG-induced water deficit. JournalPlant Nutrition 33:1874-1885.

Wang Y, 2009. Role of the Green Food in Promoting Modern Farming inChina. International Symposium on Asia-Pacific SustainableAgriculture and Modern Farming, Green Agriculture, Yantai, China,23-26 Oct 2009.

173

Walston B. 2012. Root prunning. http: //www.evergreengardenworks.com.[Diakses 22 Juli 2012]

Weaver RJ. 1972. Plant Growth Subtances in Agriculture. San Fransisco: WHFreeman and Company. 594p

Wiebel J, Chacko EK, Downton WJS, Loveys BS, Ludders P. 1994.Carbohydrate levels and assimilate translocation in mangosteen (Garciniamangostana L.). Gartenbauwissenschaf 60(2):90-94.

Wiebel J, Chacko EK, Downton WJS. 1992a. Mangosteen (Garciniamangostana L.) A potential crop for fruit tropical northern Australia. ActaHorticultura. 321:132-137.

Wiebel J, Downton WJS, Chacko EK. 1992b. Influence of applied plant growthregulators on bud dormancy and growth of mangosteen (Garciniamangostana L.). Scientia Horticulturae 52:27-35.

Wiebel J, Eamus D, Chacko EK, Downton WJS,. 1993. Gas exchangecharacteristic of mangosteen (Garcinia mangostana L.) leaves. TreesPhysiology 13:55-69.

Wijana G. 2001. Analisis fisiologi, biokimia dan molekuler sifat toleran tanamankelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) terhadap cekaman kekeringan.[Disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Wu F, Bao W, Li F, Wu N. 2007. Effect of drought stress and N supply on thegrowth, biomass partitioning and water-use efficiency of Sophoradavidii seedlings. Environmental and Experimental Botany 63:248-255.

Wu Y, Cosgrove DJ. 2000. Adaptation of root to low water potentials bychanges in cell wall extensibility and cell wall proteins. JournalExperimental Botany (51):1543-1553.

Yaacob O, Tindall HD. 1995. Mangosteen cultivation. FAO Plant productionand protection Paper No.128. Brusells: FAO Plant Production andProtection Division of the United Nations, Belgium.

Yusniwati. 2008. Galur cabai transgenic tahan kekeringan dengan gen P5CSpenyandi enzim kunci biosintesis prolina: regenerasi dan karakteristikregeneran. [Disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut PertanianBogor.

193

LAMPIRAN

175

Lampiran 1 Prosedur lengkap pengukuran potensial air (Kaufman 1968; Hamim2007; Taiz & Zeiger 2012)

Sampel : daun sub terminal

Alat : Pressure chamber

Cara kerja:

Kosongkan tekanan gas pada tabung kecil di alat pengukur yang akan diisi

sampel daun yang akan diukur potensial airnya.

Buka tabung kecil dan siapkan kertas seal dengan lubang sesuai dengan

besarnya ukuran diameter tangkai daun sampel.

Potong sampel daun sub-terminal (usahakan daun tidak sobek dan utuh)

dengan tangkai daunnya.

Potong tangkai daun sampai dengan ukuran 1-2 cm dan jepit dengan seal

karet sesuai ukuran diameter tangkai daunnya.

Masukkan dalam tabung kecil dan tutup rapat\

Hidupkan alat pengukur dan kalibrasikan alat pada nilai 0, kemudian gas

CO2 dari tabung besar dialirkan > 20 bar.

Catat nilai potensial air daunnya pada saat pertama kali tangkai daun

mengeluarkan gelembung udara dengan bantuan kaca pembesar.

Ulangi perhitungan tersebut tiga kali

Setelah selesai pembacaan nilai potensial airnya, kemudian buang gas

yang masih tersisa di tabung kecil.

Alat pengukur dimatikan dan tabung kecil dibukan dan dibersihkan

176

Lampiran 2 Prosedur penentuan kandungan prolin daun (Bates et al. 1973)

Cara kerja:

Asam ninhidrin disiapkan sebagai pereaksi dengan melarutkan 1g

ninhidrin dalam 30 ml asam asetat glacial.

Larutan didinginkan dan disimpan selama 24 jam hingga siap digunkan.

Sampel daun tanaman sekitar 0.5 g digerus dalam mortar porselin,

dohomogenisasi dengan 10 ml asam sulfosalsik 3%, kemudian

didentrifuge dengan kecepatan 6000 rpm selama 5 menit dan diambil

supernatannya.

Supernatan ditera sebanyak 10 ml dan 2 ml cairan sampel diambil dan

reaksikan dengan 2 ml asam ninhidrin dan 2 ml asam asetat glacial dalam

tabung reaksi. Selanjutnya dipanaskan selama 1 jam pada suhu 100 oC.

Selanjutnya didinginkan dalam air es selama 5 menit.

Campuran tersebut diekstrak dengan 4 ml toluene dan dihomogenisasi

dengan test tube stirrer yang terbentuk selama 15-20 detik hingga

terbentuk kromofor berwarna merah. Kromofor yang terbentuk diukur

absorbansinya pada panjang gelombang 520 nm dengan spektrofotometer.

Untuk menentukan konsentrasi kandungan prolin digunakan larutan

standar yang diekstraksi dengan cara yang sama seperti yang dilakukan

pada sampel jaringan.

Konsentrasi prolin ditentukan dari standard dan dihitung berdasarkan

bobot segar.

Perhitungan:

µg prolin/ml x ml toluenKandungan prolin = ( ----------------------------------- )

g sampel

Keterangan:

Satuan kandungan prolin adalah µmol/g bobot segar sampel

177

Lampiran 3 Penetapan kandungan klorofil daun (Sims & Gamon 2002)

Prosedur kerja:

Disiapkan contoh daun per perlakuan dengan bobot sekitar 0.5 g

Contoh tersebut dimasukkan ke dalam mortar.

Ditambahkan asetris (aseton) kurang lebih 2 ml dengan pipet tetes 1 ml,

digerus 1 ml lagi, lalu dihomogenkan.

Lalu dimasukkan ke microtube 2 ml (contoh diberi label perlakuan).

Disentrifuge 14.000 rpm selama 10 menit.

Selanjutnya dipipet 1 ml supernatan lalu ditambahan sebanyak 3 ml asetris

ke dalam tabung reaksi (langsung ditutup).

Spektrofotometer pada panjang gelombang (λ) 663, 647, 537 dan 470 nm.

Perhitungan:

Chlorofil a = 0,01373* λ663 -0,000897* λ537 – 0,003046* λ647

Chlorofil b = 0,02405* λ647 – 0,004305* λ537 – 0,005507* λ663

178

Lampiran 4 Prosedur pengukuran kadar air pada berbagai porositas media

Untuk mengetahui kadar air pada berbagai porositas media dengan

menggunakan metode gravimetrik (Abdurachman et al. 2006). Porositas media

terdiri 4 taraf yaitu: 51-55%, 56-60%, 61-65% dan 66-70%.

Pertama-tama dilakukan pengisian media sebanyak 8 l sesuai perlakuan,

yaitu: porositas 51-55% (media berupa tanah), 56-60% (media berupa campuran

tanah, arang sekam padi dan pasir perbandingan 2:1:1), 61-65% (media berupa

campuran media tanah dan arang sekam padi perbandingan 2:1), dan 66-70%

(media berupa campuran media tanah dan pupuk kandang kambing perbandingan

3:1). Pada hari pertama dilakukan penjenuhkan media dengan air, lalu dibiarkan

sampai mencapai kondisi kapasitas lapang. Selanjutnya secara berurutan

dilakukan pengukuran kadar air pada hari ke-2, 4, 6 dan 8 hari pada berbagai

porositas media. Kadar air diukur dengan menggunakan metode oven dengan

prosedur sebagai berikut:

Dilakukan penimbangan botol sampel dan diberi label perlakuan.

Diambil sampel media sebanyak 30 g dari masing-masing perlakuan

lalu dimasukkan ke dalam botol.

Lalu ditimbang bobot basah sampel termasuk botolnya.

Kemudian dikeringkan di dalam oven pada suhu 105 oC selama 24

jam.

Setelah 24 jam, sampel didinginkan di dalam desikator.

Selanjutnya ditimbang kembali sampel tersebut untuk mengetahui

bobot kering.

Kadar air (KA) dihitung dengan formula:

KA = {(BB – BK) / BK} x 100 %

Keterangan:

BB = Bobot basah contoh (g)BK = Bobot kering contoh (g)

179

Lampiran 5 Penetapan kandungan N jaringan daun menggunakan metode Semimikro-kjedahl

Prosedur kerja:

Ditimbang 5 g contoh daun, lalu dimasukkan ke dalam labu kjeldahl

100 ml. Kemudian ditambahkan 10 ml H2SO4 pekat ke labu, lalu

digoyangkan secara perlahan-lahan.

Ditambahkan katalis selenium mixture 0.1 g dan dijaga agar

campuran contoh tidak memercik ke dinding labu.

Lalu dipanaskan labu pada alat destruksi nitrogen dan suhu diatur

pada posisi 2000C selama kurang lebih 10 menit.

Kemudian diatur kembali pengatur panas pada posisi 3400C sampai

dekstruksi sempurna.

Selanjutnya didinginkan lalu ditambahkan air sebanyak kira-kira 50

ml, digoyangkan sebentar, lalu dipindahkan isi labu secara kuantitatif

ke dalam labu ukur 100 ml dan larutan dikocok pada labu ukur

hingga homogen.

dipipet 10 ml tepat larutan pekat ke dalam labu distilasi, lalu

ditambahkan beberapa tetes indikator PP dan 20 ml NaOH 30%

sampai larutan menjadi basa.

Dilakukan destilasi dan distilat ditampung dalam erlenmeyer yang

berisi campuran 10 ml H3BO3 1% dan 5 tetes indikator Conway

sampai isinya menjadi ± 100 ml

Kemudian dititrasi distilat dengan HCl 0.02 N yang telah dibakukan

sampai terjadi perubahan warna dari hijau ke merah muda lalu

dilakukan penetapan blanko.

Kadar N dihitung dengan formula sebagai berikut:

Kadar nitrogen (%) = HCl (ml) x N HCl x 14 x 100 x Fp x FkBobot contoh (mg)

Keterangan :ml HCl = (contoh-blanko)

Fk = Faktor koreksi kadar airFp = Faktor pengenceran

180

Lampiran 6 Penetapan kandungan P dan K jaringan daun dengan metodePengabuan

Prosedur kerja:

Ditimbang dengan teliti 0.50-1.0 g contoh daun yang telah dihaluskan

(fraksi 0.5) mm ke dalam piala gelas 100 ml.

Kemudian ditambahkan 5 ml HNO3 dan 0.5 ml HClO4, digoyangkan

sehingga contoh terendam pereaksi dan dibiarkan semalam.

Selanjutnya dipanaskan di atas hot plate/blok pemanas dimulai dengan

suhu 1000C, setelah uap kuning telah habis suhu dinaikkan hingga

2000C.

Destruksi diakhiri bila sudah keluar uap putih dan cairan dalam labu

tersisa sekitar 0.5 ml, kemudian didinginkan dan diencerkan dengan

aquades dan volume ditetapkan menjadi 50 ml.

Kemudian dikocok hingga homogen, selanjutnya dibiarkan semalam

atau disaring dengan kertas saring W-41 agar didapat ekstrak jernih.

Pengukuran K:

Pengukuran Kalium (K) dari ekstrak menggunakan flamefotometer

atau SSA dengan deret standar K sebagai pembanding, dicatat emisi

baik standar maupun contoh.

Pengenceran dilakukan apabila nilai emisi contoh diatas nilai emisi

standar K tertinggi.

Pengukuran P:

Dipipet 1 ml ekstrak ke dalam tabung kimia volume 20 ml, begitupun

masing-masing deret standar P.

Kemudian ditambahkan masing-masing 9 ml pereaksi pembangkit

warna ke dalam setiap contoh dan deret standar, selanjutnya di kocok

vortex mixer sampai homogen.

Dibiarkan selama 30 menit, lalu diukur dengan spektrophotometer

pada panjang gelombang 693 nm dan dicatat nilai absorbsinya.

Lalu dilakukan pengenceran (sebelum penambahan pereaksi warna)

bila nilai absorbance contoh diatas nilai absorbance standar P tertinggi.

181

Kadar P dan K jaringan dihitung dengan formula sebagai berikut:

Kadar K (%) = ppm kurva x ml ekstrak 1.000 ml -1 x mg contoh-1 x fp x fkx 100

Kadar K (mg/100g) = ppm kurva x ml ekstrak 1.000 ml -1 x g contoh-1 x fpx fk x 100

Kadar P (%) = ppm kurva x ml ekstrak 1.000 ml-1 x mg contoh-1 x fp x31/95 x fk x 100

Kadar P (mg/100g) = ppm kurva x ml ekstrak 1.000 ml-1 x g contoh-1 x fp x31/95 x fk x 100

Keterangan:ppm kurva = Kadar contoh yang didapat dari kurva regresi hubungan antara

kadar deret standar dengan pembacaannya setelah dikurangiblanko.

Fp = faktor pengenceranFk = faktor koreksi kadar air100 = faktor konversi ke %31 = bobot atom P95 = bobot molekul PO4

182

Lampiran 7 Rangkuman sidik ragam pertumbuhan tanaman pada berbagaisimulasi cekaman kekeringan dengan aplikasi PEG

PeubahHasil

sidik ragamTinggi tanaman 1 sampai 6 BSP tnTinggi tanaman 7 BSP *Tinggi tanaman 8-11 BSP dan pertambahan tinggi tanaman **Jumlah daun 1,2 BSP tnJumlah daun 3,4,5, 7,8,11 BSP dan pertambahan jumlah daun **Jumlah daun 6,9,10 BSP *Lebar kanopi 1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,11 tnPertambahan lebar kanopi **Diameter batang 3,4,5,6,7,8,9,10,11 tnDiameter batang 1,2 BSP dan pertambahan diameter batang **Luas daun 1,2,3,4,5,6,7,8,9,10 tnLuas daun 11 *Pertambahan luas daun **Bobot kering akar *Bobot kering tajuk *Bobot kering total *Panjang akar dan volume akar *Rasio tajuk/akar tnKandungan prolin **Laju transpirasi , laju fotosintesis, daya hantar stomata **Potensial air daun **Perkembangan trubus:Trubus awal **Trubus penuh **Trubus dewasa **Periode dormansi **Periode trubus **Siklus trubus **

Keterangan: ** = nyata pada taraf uji 1%; * = nyata pada taraf uji 5%;tn = tidak berbeda nyata

183

Lampiran 8 Rangkuman sidik ragam (F-hit) pengaruh porositas media daninterval penyiraman terhadap pertumbuhan tanaman

Peubah Porositasmedia

Intervalpenyiraman air

Interaksi

Tinggi tanaman (BSP):1 tn tn tn2 ** tn tn3 ** ** **4 ** ** **5 ** ** **6 ** ** **7 ** ** **8 ** ** **9 ** ** **10 ** ** **11 ** ** **

Pertambahan tinggi tanaman ** ** *Jumlah daun (BSP):

1 tn tn tn2 tn ** tn3 tn ** *4 tn ** **5 * ** **6 ** ** **7 ** ** **8 ** ** **9 ** ** **10 ** ** **11 ** ** **

Pertambahan jumlah daun ** ** *Lebar kanopi (BSP):

1 tn * tn2 ** * tn3 ** tn tn4 ** tn tn5 ** tn tn6 ** tn tn7 ** tn tn8 ** tn tn9 ** tn tn10 ** tn tn11 ** tn tn

Pertambahan lebar kanopi * tn tn

184

Lampiran 8 Lanjutan...

Peubah Porositasmedia

Intervalpenyiraman air

Interaksi

Diameter batang (BSP):1 ** ** **2 ** ** **3 ** ** **4 ** ** *5 ** ** **6 ** tn *7 tn tn tn8 tn tn tn9 tn tn tn10 tn tn tn11 tn tn tn

Pertambahan diameter batang ** * tnLuas daun (BSP):

1 ** ** **2 ** ** **3 ** ** **4 ** ** **5 ** ** **6 ** ** **7 ** ** **8 ** ** **9 ** ** **10 ** ** **11 ** ** **

Pertambahan luas daun ** ** tnBobot kering akar 11 BSP ** ** *Bobot kering tajuk 11 BSP ** ** **Bobot kering total 11 BSP ** ** **Panjang akar 11 BSP ** ** **Volume akar 11 BSP tn * tnRasio tajuk/akar 11 BSP tn tn *Kandungan klorofil 11 BSP:

A ** tn tnB ** tn tn

Total ** tn tnRasio klorofil a/b * tn tn

Kandungan prolin 11 BSP ** tn **

185

Lampiran 8 Lanjutan...

Peubah Porositasmedia

Intervalpenyiraman

air

Interaksi

Potensial air jaringan (11 BSP):Akar ** ** **

Batang ** ** **Daun ** ** **

Hidraulik konduktivitas daun 11 BSP ** tn **Laju transpirasi 11 BSP * * *Laju fotosintesis 11 BSP ** ** **Daya hantar stomata ** ** *Perkembangan trubus:Trubus awal ** ** **Trubus penuh ** ** **Trubus dewasa ** ** tnPeriode dormansi ** ** tnPeriode trubus ** ** tnSiklus trubus ** ** *

Keterangan: ** = berpengaruh nyata pada taraf 1%* = berpengaruh nyata pada taraf 5%tn = berpengaruh tidak nyata

186

Lampiran 9 Rangkuman sidik ragam (F-hit) respon pertumbuhan bibit tanamanpada berbagai media tumbuh dan cara aplikasi pemupukan

Peubah Porositasmedia

Aplikasipemupukan

Interaksi

Tinggi tanaman (BSP):1 tn tn tn2 tn tn tn3 tn tn tn4 tn tn tn5 * * tn6 ** ** tn7 ** ** tn8 ** ** tn9 ** ** tn10 * ** tn11 ** ** tn

Pertambahan ** ** *Jumlah daun (BSP):

1 tn * tn2 tn ** tn3 tn ** tn4 tn ** tn5 tn ** tn6 tn ** tn7 tn ** tn8 tn ** tn9 tn ** tn10 tn ** tn11 tn ** tn

Pertambahan tn ** tnLebar kanopi (BSP):

1 tn tn *2 tn tn *3 ** ** **4 ** * *5 ** ** *6 ** ** tn7 ** ** tn8 ** ** tn9 ** ** *10 * ** tn11 * ** tn

Pertambahan tn ** *

187

Lampiran 9 Lanjutan...

Peubah Porositasmedia

Aplikasipemupukan

Interaksi

Luas daun (BSP):1 tn tn tn2 tn tn tn3 ** tn tn4 ** tn tn5 ** tn tn6 ** tn tn7 ** tn tn8 ** * tn9 ** tn tn10 ** tn tn11 ** * tn

Pertambahan ** tn tnBobot kering akar 11 BSP ** ** **Bobot kering tajuk 11 BSP ** ** *Bobot kering total 11 BSP ** ** **Panjang akar 11 BSP tn tn **Volume akar 11 BSP tn ** tnRasio tajuk/akar 11 BSP ** ** tnKadar N daun ** tn tnKadar P daun tn ** **Kadar K daun tn tn tnSerapan hara N daun tn * tnSerapan hara P daun tn * tnSerapan hara K daun tn * tnPerkembangan trubus:Trubus awal dan trubus penuh ** ** **Trubus dewasa dan periode dormansi ** ** tnPeriode trubus dan siklus trubus ** ** **

188

Lampiran 10 Rangkuman sidik ragam (F-hit) respon pertumbuhan tanaman padadua jenis pot dan berbagai porositas media di pembibitan rumahplastik

Peubah Jenispot

Porositasmedia

Interaksi

Tinggi tanaman (BST): tn tn tn1 tn tn tn2 tn tn tn3 tn tn tn4 tn tn tn5 tn * tn6 * ** tn7 * ** tn8 ** ** tn9 * ** tn10 * ** tn11 ** ** tn

Pertambahan tn ** tnJumlah daun (BST):

1 tn tn tn2 tn tn tn3 tn tn tn4 tn tn tn5 tn tn tn6 tn * tn7 tn * tn8 tn * tn9 tn tn tn10 tn tn tn11 tn tn tn

Pertambahan tn tn tnLebar kanopi (BST):

1 tn tn tn2 tn tn tn3 tn tn tn4 tn tn tn5 tn tn tn6 tn tn tn7 tn tn tn8 tn tn tn9 tn * tn10 tn * tn11 tn * tn

Pertambahan tn * tn

189

Lampiran 10 Lanjutan...

Peubah Jenispot

Porositasmedia

Interaksi

Diameter batang (BST):1 * tn tn2 * tn tn3 tn tn **4 tn tn **5 ** tn *6 tn tn tn7 tn tn tn8 tn tn tn9 ** tn tn10 * tn tn11 tn tn tn

Pertambahan tn tn tnLuas daun (BST):

1 * tn tn2 ** tn tn3 ** tn tn4 ** * *5 ** ** **6 * * **7 ** * *8 ** tn tn9 ** tn *10 ** * tn11 ** * tn

Pertambahan tn tn tnBobot kering akar 11 BST * ** tnBobot kering tajuk 11 BST * * tnBobot kering total 11 BST * * tnPanjang akar primer 11 BST ** ** tnVolume akar 11 BST ** ** tnRasio tajuk/akar 11 BST tn tn tnPerkembangan trubus:Trubus awal ** ** tnTrubus penuh ** ** tnTrubus dewasa * ** tnPeriode dormansi ** ** **Periode trubus ** ** tnSiklus trubus ** ** tn

BST = bulan setelah ditanam di pembibitan

190

Lampiran 11 Rangkuman sidik ragam (F-hit) respon pertumbuhan tanaman padadua jenis pot dan berbagai porositas media setelah ditanam di lahan

Peubah Jenispot

Porositasmedia

Interaksi

Tinggi tanaman (BST):1 ** ** tn2 * ** tn3 * ** tn4 ** ** tn5 ** ** tn

Pertambahan tinggi tanaman tn tn tnJumlah daun (BST):

1 * ** tn2 tn * tn3 ** ** tn4 ** ** tn5 ** ** tn

Pertambahan jumlah daun tn tn tnLebar kanopi (BST):

1 tn ** tn2 * ** tn3 * ** tn4 ** ** tn5 ** ** tn

Pertambahan lebar kanopi ** ** **BST = bulan setelah di tanamn di lapang

191

Lampiran 12 Rata-rata suhu udara dan kelembaban udara di dalam rumah plastikKebun Percobaan Tajur dari bulan Juli 2009 sampai Desember2010

Bulan &Tahun

Suhu udara (oC) Kelembaban (%)Maksimum Minimun Rata-

rataMaksimum Minimun Rata-

rataTahun 2009Juli 37.5 24.3 28.0 84 33 63Agustus 37.5 24.3 28.1 84 33 62September 37.8 24.5 29.7 84 37 59Oktober 37.9 25.4 29.2 84 37 62Nopember 37.1 25.1 29.9 84 37 67Desember 37.0 23.5 29.6 89 37 70Tahun 2010Januari 36.0 23.2 27.3 90 39 78Pebruari 36.6 22.8 29.1 92 40 73Maret 37.0 22.8 29.1 92 38 70April 37.3 22.8 29.4 92 35 67Mei 37.5 22.8 28.7 92 33 74Juni 37.5 22.6 27.3 92 33 79Juli 37.5 21.7 27.2 92 33 77Agustus 37.5 21.4 28.0 93 33 75September 37.5 21.4 28.5 93 33 71Oktober 37.7 21.4 29.1 93 31 67Nopember 37.8 21.4 29.3 93 30 69Desember 37.8 21.4 27.7 93 30 71

192

Lampiran 13 Intensitas radiasi cahaya di dalam rumah plastik dan lahan terbukadi Kebun Percobaan Tajur

WaktuPengamatan

Intensitas radiasi cahaya (µmol/detik/m2)Rumah plastik Lahan terbuka

Juli 2010:09.00 3.58 131.7811.00 4.58 117.2513.00 3.08 122.3515.00 1.50 26.68

Oktober 2010:09.00 1.61 52.2411.00 2.72 79.5113.00 0.25 8.7715.00 * *

Keterangan: *) Tidak diukur karena hujan