lapsus saraf baru

59
Laporan Kasus Individu Cerebro Vaskuler Accident ( CVA) Emboli Oleh: Reni Rifanti Pembimbing Dr. Irawan SpS Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Lamongan RSML 2013 1

Upload: ega-saturnuss

Post on 03-Jan-2016

99 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

neuro

TRANSCRIPT

Laporan Kasus Individu

“C e r e b r o V a s k u l e r A c c i d e n t ( CVA) Emboli “

Oleh:

Reni Rifanti

Pembimbing

Dr. Irawan SpS

Fakultas Kedokteran

Universitas Muhammadiyah Lamongan

RSML

2013

1

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR JUDUL................................................................................................. 1

DAFTAR ISI......................................................................................................... 2

BAB 1 PENDAHULUAN..................................................................................... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA……………………………………………........ 5

BAB 3 LAPORAN KASUS.................................................................................. 23

BAB 4 PEMBAHASAN……………………………………………………… 37

BAB 5 KESIMPULAN………………………………………………………. 43

Daftar Pustaka .............................................................................................. 44

2

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Stroke secara definisi merupakan suatu tanda klinis yang berkembang cepat akibat

gangguan otak fokal ataupun global dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24

jam atau lebih dan dapat menyebabkan kemarin tanpa adanya penyakit lain yang jelas

selain vaskuler. Stroke sendiri merupakan salah satu penyebab gangguan otak pada usia

produktif dan menempati urutan kedua penyebab kematian sesudah penyakit jantung

pada sebagian besar negara di dunia, terutama di negara maju.

Banyak upaya penelitian yang telah dilakukan terutama dalam menemukan cara

terbaik untuk dapat mencegah timbulnya stroke, untuk mencegah agar tidak berulang

sekiranya seseorang pernah mendapat stroke, untuk mengurangi kerusakan atau kematian

yang diakibatkan oleh stroke, dan sebagainya. Hal ini dikarenakan selain membahayakan

jiwa, perawatan untuk penyakit stroke sendiri membutuhkan biaya yang besar. Di Inggris

dan Belanda misalnya, setiap tahun biaya yang dikeluarkan dari anggaran kesehatan

untuk penatalaksaan penyakit stroke mencakup ±5% dari jumlah keseluruhan anggaran

Faktor risiko untuk timbulnya stroke pun bervariasi. Grau dkk pada penelitiannya

menemukan signifikansi antara hipertensi dengan penyakit stroke sebesar 67%. Hal ini

diikuti pula dengan risiko pada orang yang bukan peminum alkohol sebesar 48%,

hiperkolesterolemia 35%, diabetes mellitus 29%, merokok 28%, Aritmia jantung 26%,

penyakit jantung koroner 24%, dan terhadap orang yang rutin mengkonsumsi alkohol

sebesar 10%.

Untuk dapat mendiagnosis dan mendefinisikan tipe stroke bisa cukup sulit dan

tidak akurat bila hanya berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Penggunaan Head

CT-Scan sebagai baku emas dalam mendiagnosa stroke perlu dilakukan. Namun tidak 3

semua klinik memiliki Head CT-Scan. Oleh sebab itu penyusunan laporan kasus ini

bertujuan untuk menjelaskan lebih dalam tentang stroke iskemik dan ditujukan untuk

dokter muda, serta praktisi klinis yang membaca laporan kasus ini. Diharapkan setelah

membaca laporan kasus ini, pembaca dapat sedikit ataupun lebih banyak mengerti

tentang stroke iskemik dan tentang tatalaksananya di Rumah Sakit.

4

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Stroke berdasarkan definisi WHO adalah suatu tanda klinis yang berkembang

cepat akibat gangguan otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung

selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain

yang jelas selain vaskuler.

Stoke iskemik adalah tanda klinis disfungsi atau kerusakan jaringan otak yang

disebabkan kurangnya aliran darah ke otak seingga mengganggu kebutuhan darah dan

oksigen di jaringan otak.

2.2 Epidemiologi

Berdasarkan data dari seluruh dunia, stroke merupakan penyebab kematian

tersering kedua setelah penyakit jantung koroner dan menempati urutan keenam sebagai

penyebab kecacatan. Di Amerika Serikat, stroke merupakan penyebab kematian tersering

ketiga pada orang dewasa. Angka kematian setiap tahun akibat stroke baru atau rekuren

adalah lebih dari 200.000. Insiden stroke secara total diperkirakan adalah 750.000 per

tahun, dengan 200.000 merupakan stroke rekuren. Orang Amerika keturunan Afrika

memiliki angka kejadian yang lebih tinggi 60% dibandingkan orang Kaukasian. Hal ini

mungkin berkaitan dengan peningkatan insiden (yang tidak diketahui sebabnya)

hipertensi pada orang Amerika keturunan Afrika. Di Amerika Serikat perempuan

membentuk lebih dari separuh kasus stroke yang meninggal, lebih dari dua kali jumlah

perempuan yang meninggal akibat kanker payudara. Perempuan juga membentuk sekitar

43% kasus stroke per tahun.

5

Di Indonesia masih belum terdapat epidemiologi tentang insidensi dan prevalensi

penderita stroke secara nasional. Data survey Kesehatan Rumah Tangga DepKes RI

menunjukkan bahwa penyakit vaskuler merupakan penyebab kematian pertama di

Indonesia. Dari Survey ASNA di 28 RS seluruh Indonesia, diperoleh gambaran bahwa

penderita laki-laki lebih banyak dari pada perempuan dan profil usia 45 tahun yaitu 18

11,8%, usia 45-64 tahun berjumlah 54,2% dan diatas usia 65 tahun 33,5%. Data -

data lain dari ASNA Stroke Collaborative Study diperoleh angka kematian sebesar

24,5%.

2.3 Etiologi

Iskemik dapat diakibatkan oleh 3 macam mekanisme, yaitu:

1. Trombosis. Yaitu obstruksi aliran darah yang terjadi pada proses oklusi pada satu atau

lebih pembuluh darah lokal.

2. Emboli. Yaitu pembentukan material dari tempat lain di sistem vaskuler dan

tersangkut dalam pembuluh darah tertentu sehingga memblokade aliran darah.

3. Pengurangan perfusi sistemik umum. Bisa akibat kegagalan pompa jantung atau

proses perdarahan atau hipovolemik.

Dalam mendiagnosis dan mendefinisikan subtipe stroke iskemik hanya

berdasarkan gejala klinis sangatlah sulit dan tidak akurat. Adams et al yang tergabung

dalam kelompok peneliti TOAST, pada tahun 1993 mengklasifikasikan subtipe stroke

iskemik berdasarkan profil faktor resiko, gambaran klinik, penemuan hasil pencitraan

otak CT Scan atau MRI, cardio-imaging, dupleks imejing arteri ekstrakranial, arteriografi

dan pemeriksaan laboratorium.

2.4. Patogenesis

Sebagian besar stroke berakhir dengan kematian sel-sel di daerah pusat lesi

(infark) tempat aliran darah mengalami penurunan drastis sehingga sel-sel tersebut tidak

dapat pulih. Ambang perfusi ini biasanya terjadi bila Cerebral Blood Flow (CBF) 20%

dari normal atau kurang 2. Iskemik otak menyebabkan perubahan sel neuron secara

bertahap, sebagai berikut 1:

6

2.4.1. Tahap I

a. Penurunan aliran darah

Otak memiliki kemampuan autoregulasi, yaitu kapasitas sirkulasi serebral dalam

mempertahankan level secara konstan CBF terhadap perubahan-perubahan tekanan darah.

CBF normal adalah sekitar 50 ml/100gr jar.otak/menit. Sel membran dan fungsi sel akan

terganggu apabila CBF turun di bawah 10 ml/ 100gr jar.otak/menit, dan tidak akan bertahan

hidup jika aliran darah di bawah 5 ml/ 100gr jar.otak/menit.

b. Pengurangan O2

Berkurangnya aliran darah ke bagian otak yang terganggu akan mengakibatkan

berkurangnya aliran O2 ke jaringan sekitar. Keadaan hipoksia otak akan memicu

terbentuknya oxygen-free radical yang nantinya akan menuju pada disfungsi sel.

c. Kegagalan Energi

Keadaan hipoksia akan memicu proses glikolisis anaerob untuk membentuk ATP

yang disertai laktat. Produksi ATP yang lebih sedikit dan penumpukan asam laktat

mengakibatkan gangguan fungsi metabolisme sel saraf.

d. Terminal Depolarisasi & Kegagalan Homeostasis Ion

Salah satu cara sel otak berespon terhadap kekurangan energi adalah dengan

meningkatkan konsentrasi kalsium intrasel, sedangkan kalium akan bergerak pindah ke

ekstrasel.

2.4.2. Tahap 2

a. Eksitotoksisitas dan kegagalan homeostasis ion

Pada keadaan iskemik aktivitas neurotransmitter eksitatori (glutamat, aspartat,

asam kainat) meninggi di daerah iskemik tersebut. Glutamat akan mennyebabkan sel

neuron lebih peka untuk rusak dan sifat toksik glutamat bisa mengakibatkan kematian sel.

b. Spreading Depression

Penurunan aliran darah pada lokasi tertentu akan mengakibatkan iskemik yang

bervariasi pada daerah-daerah yang mendapatkan suplai aliran darah dari pembuluh darah

tersebut. Pusat zona iskemik dengan aliran darah yang sangat rendah (0-10ml/100gr/i)

7

disebut core of infarct. Daerah pinggir zona dengan aliran darah yang lebih besar karena

adanya aliran darah kolateral (10-20ml/100gr/i) disebut penumbra. Penumbra berada pada

keadaan antara hidup dan mati, menunggu aliran darah dan oksigen yang adekuat untuk

restorasi.

c. Inflamasi

Pada stroke iskemik terjadi perubahan kadar sitokin terutama yang dihasilkan oleh

mikroglia. Sitokin-sitokin ini (limfokin, IL-1β, IL-6, IL-8, TNF alfa) nantinya akan

menimbulkan proses inflamasi.

d. Apoptosis

2.5 Klasifikasi

Dalam mendiagnosis dan mendefinisikan subtipe stroke iskemik hanya

berdasarkan gejala klinis sangatlah sulit dan tidak akurat. Adams dkk. (1993), kelompok

peneliti TOAST (Trial of Org 10172 in Acute Stroke Treatment), mengklasifikasikan

subtipe stroke iskemik berdasarkan profil faktor resiko, gambaran klinik, penemuan hasil

pencitraan otak CT Scan atau MRI, cardio-imaging, dupleks imejing arteri ekstrakranial,

arteriografi dan pemeriksaan laboratorium. Klasifikasi tersebut adalah1,3 :

1. Oklusi pada Pembuluh Darah Kecil (Stroke Lakunar)

Infark lakunar terjadi karena penyakit pembuluh halus hipertensif dan

menyebabkan sindrom stroke yang biasanya muncul dalam beberapa jam atau kadang-

kadang lebih lama. Infark lakunar merupakan infark yang terjadi seteelah oklusi

atertrombotik atau hialin lipid salah satu dari cabang-cabang penetrans sirkulus

Willisi,arteri serebri media, atau arteri vertebralis dan basilaris. Thrombosis yang terjadi

di pembuluh-pembuluh ini menyebabkan daerah-daerah infark yang kecil, lunak dan

disebut lacuna. Gejala-gaejala mungkin sangat berat, wlaupun terisolasi dan berbatas

tegas bergantung pada kedalaman pembuluh yang terkena menembus jaringan sebelum

mengalami thrombosis. Terdapat empat sindrom lakunar yang sering dijumpai :

a. Hemiparesis motorik murni akibat infark di kapsula interna posterior

b. Hemiparesis motorik murni akibat infark pars anterior kapsula interna

8

c. Stroke sensorik murni akibat infark thalamus.

d. Hemiparesis ataksik atau disartia sert gerakan tangan atau lengan yang canggung

akibat infark di pons basal.

Perubahan-perubahan pada pembuluh ini hampir selalu disebabkan oleh disfungsi

endotel karena penyakit hipertensi persisten.

2. Stroke Aterosklerosis Pembuluh Besar

Sebagian besar stroke ini terjadi saat tidur, saat pasien relative mengalami dehidrasi

dan dinamika sirkular yang menurun. Gejala dan tanda yang terjadi bergantung pada lokasi

sumbatan dan tingkat aliran kolateral di jaringan otak yang terkena. Stroke ini sering

berkaitan dengan lesi aterosklerosis yang menyebabkan penyempitan atau stenosis di arteri

karotis interna atau yang lebih jarang di pangkal arteri serebri media atau di taut arteri

vertebralis dan basilaris. Oklusi pada pembuluh darah ini cenderung terjadi mendadak dn

total, thrombosis pembuluh darah otak cenderung memiliki awitan bertahap, bahkan

berkembang dalam beberapa hari. Dari sudut pandang klinis gejala stroke ini tampak “gagap”

dengan gejala yang hilang timbul berganti-ganti secara cepat.

3. Stroke Kardioembolisme

Stroke emboli dapat berasal dari distal atau jantung (stroke kardioemboli).

Trombus mural jantung merupakan sumber tersering berupa infark miokardium, fibrilasi

atrium, penyakit katup jantung, katup jantung buatan, dan kardiomoipati iskemik. Dalam

hal ini penyebab tersering adalah fibrilasi atrium, penyebab lain yang penting adalah

tromboemboli yang berasal dari arteri terutama plak ateromatosa di arteri karotis.

Stroke akibat embolus biasanya menimbulkan defisit neurologi mendadak dengan

efek maksimum sejak awitan penyakit. Biasanya serangan terjadi saat pasien beraktivitas.

Strombus embolik ini sering tersangkut di bagian pembuluh yang mengalami stenosis.

Stroke kardioembolik yaitu jenis stroke embolik tersering, didiagnosis apabila diketahui

adanya kausa jantung seperti fibrilasi atrium atau apabila pasien baru mengalami infark

miokardium yang mendahului terjainya sumbatan mendadak pembuluh besar otak.

Gejala klinis yang ditimbulkannya bergantung pada bagian mana dari sirkulasi yang

tersumbat dan seberapa dalam bekuan berjalan di percabangan arteri sebelum tersangkut. 9

Selain itu, embolus dapat teruarai dan terus mengalir sepanjang pembuluh darah sehingga

gejala-gejala mereda. Namun, fragmen kemudian tersangkut di sebelah hilir dan

menimbulkan gejala-gejala fokal.

Emboli yang terperangkan di arteri serebri akan menyebabkan reaksi:

1. endotel pembuluh darah

2. permeabilitas pembuluh darah meningkat

3. vaskulitis atau aneurisma pembuluh darah

4. iritasi lokal, sehingga terjadi vasospasme lokal

Selain keadaan diatas, emboli juga menyebabkan obstruksi aliran darah, yang

dapat menimbulkan hipoksia jaringan dibagian distalnya dan statis aliran darah, sehingga

dapat membentuk formasi rouleaux, yang akan membentuk klot pada daerah stagnasi

baik distal maupun proksimal. Gangguan fungsi neuron akan terjadi dalam beberapa

menit kemudian, jika kolateral tidak segera berfungsi dan sumbatan menetap. Bagian

distal dari obstrupsi akan terjadi hipoksia atau anoksia, sedangkan metabolisme jaringan

tetap berlangsung, hal ini akan menyebabkan akumulasi dari karbondiaksida (CO2) yang

akan mengakibatkan dilatasi maksimal dari arteri, kapiler dan vena regional. Akibat

proses diatas dan tekanan aliran darah dibagian proksimal obstrupsi, emboli akan

mengalami migrasi ke bagian distal.

Emboli dapat mengalami proses lisis, tergantung dari :

1. faktor vaskuler, yaitu proses fibrinolisis endotel lokal, yang memegang peran dalam

proses lisis emboli.

10

2. komposisi emboli, emboli yang mengandung banyak trombosit dan sudah lama

terbentuk lebih sukar lisis, sedangkan yang terbentuk dari bekuan darah (Klot) mudah

lisis.

Dari seluruh jenis stroke, kardioemboli merupakan jenis yang berkembang paling

cepat. Biasanya timbul pada saat beraktivitas, dan timbul mendadak, seperti saat di kamar

mandi. Kadang ditemukan; isolated homonymous hemianopsia atau isolated aphasia.

Pada pencitraan otak : Melibatkan korteks, umumnya pada distribusi percabangan a.

cerebri medial

4. Stroke Akibat Penyebab Lain yang Menentukan

Kategori ini jarang didapatkan. Penyakit seperti nonaterosklerosis vaskulopati,

hypercoagulable, states, atau kelainan hematologi dapat menyebabkan stroke iskemik.

Pemeriksaan CT-scan/ MRI menunjukkan gejala stoke, tetapi tanda-tanda kelainan

jantung untuk embolisme atau kelainan ateroskelosis arteri besar tidak ditemukan.

Pemeriksaan diagnostic lain seperti arteriografi atau tes darah dapat menunjukkan adanya

kelainan yang mendukung penyebab terjadinya stroke.

5. Stroke Akibat dari Penyakit Lain yang Tidak Menentukan (Stroke Kriptogenik)

Dikatakan stroke kriptogenik dikarenakan penyebab dari stroke ini tersembunyi,

bahkan setelah dilakukan pemeriksaan diagnostik dan pemeriksaan klinis yang ekstensif.

Mungkin penyebab tersebut tetap tidak jelas selama beberapa bulan atau tahun, ketika

kemudian muncul kembali gejala serupa yang penyebabnya diketahui.

2.6 Manifestasi Klinis

Tanda utama stroke adalah munculnya secara mendadak satu atau lebih defisit

neurologik fokal. Defisit tersebut mungkin mengalami perbaikan dengan cepat,

mengalami perburukan yang progresif, atau menetap. Gejala umum berupa lemas

mendadak di wajah, lengan atau tungkai, terutama di salah satu sisi tubuh; gangguan

penglihatan seperti penglihatan ganda atau kesulitan melihat pada satu atau kedua mata;

bingung mendadak; tersandung selagi berjalan, pusing bergoyang, hilangnya

keseimbangan atau koordinasi; dan nyeri kepala mendadak tanpa penyebab yang jelas.

11

Beberapa gejala stroke berikut:

1. Perubahan tingkat kesadaran (mengantuk, letih, apatis, koma).

2. Kesulitan berbicara atau memahami orang lain.

3. Kesulitan menelan.

4. Kesulitan menulis atau membaca.

5. Sakit kepala yang terjadi ketika berbaring, bangun dari tidur, membungkuk,

batuk,atau kadang terjadi secara tiba-tiba.

6. Kehilangan koordinasi.

7. Kehilangan keseimbangan.

8. Perubahan gerakan, biasanya pada satu sisi tubuh, seperti kesulitan

menggerakkansalah satu bagian tubuh, atau penurunan keterampilan motorik.

9. Mual atau muntah

Gambaran klinis utama yang berkaitan dengan insufisiensi arteri ke otak dapat

bersift fokal atau temporer, atau disfungsinya bisa permanen, disertai dengan kematian

jaringan dan defisit neulogik. Sulit untuk dapat memastikan secara pasti hubungan antara

gejala klinis dengan pembuluh tertentu berdasarkan manifestasi klinisnya dikarenakan

faktor-faktor berikut2 :

1. Terdapat variasi individual pada sirkulasi kolateral dalam kaitannya dengan

sirkulus Willisi.

2. Terdapat banyak anastomosis leptomeningen antara arteri serebri anterior,

media dan posterior di korteks serebrum.

3. Setiap arteri serebri memiliki sebuah daerah sentral yang mendapat darah

darinya dan suatu suplai darah perifer, atau daerah perbatasan, yang mungkin menapat

darah arteri lain.

Berbagai faktor sistemik dan metabolik ikut berperan dalam menentukan gejala

yang ditimbulkan oleh proses patologik tertentu.

2.7. Diagnosis

12

Untuk mendiagnosis kasus stroke, idealnya ditentukan dengan 2 alur yang sejalan

yaitu berdasarkan observasi klinis dari karakteristik sindroma / kumpulan gejala dan

perjalanan penyakit, serta karakteristik patofisiologi dan mekanisme penyakit yang

dikonfirmasi dengan data–data patologis, laboratoris, elektrofisiologi, radiologis.

2.7.1. Anamnesis Gejala dan Tanda

Anamnesa mencakup:2

1. Penjelasan tentang awitan dan gejala awal. Kejang pada awal kejadian

mengisyaratkan stroke embolus.

2. Perkembangan gejala atau keluhan pasien.

3. Riwayat Transient Ischemic Attack (TIA).

4. Faktor risko, terutama hipertensi, fibrilasi atrium, diabetes, merokok,

pemakaian alkohol.

5. Pemakaian obat, terutama kokain.

6. Pengobatan yang sedang dijalani, termasuk obat yang baru dihentikan. Sebagai

contoh, penghentian mendadak obat anti hipertensi klonidin dapat menyebabkan rebound

hypertension yang berat.

2.7.2. Evaluasi Klinis Awal

Pasien harus menjalani pemeriksaan fisik lengkap yang berfokus pada sistem

berikut2 :

1. Sistem pembuluh perifer. Melakukan auskultasi pada arteri karotis untuk

mencari adanya bising (bruit) dan pemeriksaan tekanan darah di kedua lengan untuk

diperbandingkan.

2. Jantung. Pemeriksaan jantung yang lengkap, dimulai dengan auskultasi

jantung dan EKG 12 sandapan. Murmur dan disritmia merupakan hal yang harus dicari,

karena pasien dengan fibrilasi atrium, infak miokardium akut, atau penyakit katup

jantung dapat mengalami embolus obstruktif.

3. Retina. Memeriksa ada tidaknya cupping pada diskus optikus, perdarahan

retina, kelainan diabetes 13

4. Ekstremitas. Evaluasi ada tidaknya sianosis dan infark sebagai tanda-tanda

embolus perifer

5. Pemeriksaan neurologi. Pemeriksan neurologi berupa pemeriksaan refleks

fisiologi, refleks patologi, pemeriksaan nervus kranialis, dan pemeriksaan kekuatan

motorik. Pemeriksaan ini diperlukan untuk mengetahui letak dan luas suatu stroke.

2.7.3. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan pada stroke akut meliputi beberapa

parameter yaitu hematologi lengkap, kadar gula darah, elektrolit, ureum, kreatinin, profil

lipid, enzim jantung, analisis gas darah, protrombin time (PT) dan activated

tromboplastin time (aPTT), kadar fibrinogen serta D-dimer.

Pemeriksaan hematologi lengkap memberikan data tentang kadar hemoglobin,

hematokrit, jumlah eritrosit, lekosit dan trombosit serta morfologi sel darah. Polisitemia

vera dan trombositemia esensial merupakan kelainan darah yang dapat menyebabkan

stroke. Polisitemia merupkan nilai hematokrit yang tinggi disebabkan hiperviskositas dan

hali ini dapat memengaruhi sirkulasi darah di/ke otak. Trombositemia meningkatkan

kemungkinan terjadinya agregasi dan terbentuknya trombus.

Kadar glukosa darah untuk mendeteksi adanya hipoglikemia dan hiperglikemia

dimana dapat dijumpai gejala neurologis.

Pemeriksaan elektrolit bertujuan mendeteksi gangguan natrium, kalium, kalsium,

fosfat dan magnesium yang semuanya dapat menyebabkan depresi susunan saraf pusat.

Analisis gas darah perlu dilakukan untuk mendeteksi penyebab metabolik,

hipoksia dan hiperkapnia. Profil lipid dan enzim jantung untuk menilai faktor risiko

stroke. PT dan aPTT untuk menilai aktivitas koagulasi serta monitoring terapi, sedangkan

D-dimer diperiksa untuk mengetahui aktivitas fibrinolisis.

2.7.4. Pemeriksaan radiologis

1. Pemeriksaan X-Ray

Pemeriksaan ini merupakan prosedur standar karena pemeriksaan ini dapat

mendeteksi pembesaran jantung (kardiomegali) dan infiltrate pada paru yang berkaitan

dengan gagal jantung kongestif.

2. CT-scan

14

CT-scan merupakan alat pencitraan yang dipakai pada kasus-kasus emergensi

seperti emboli paru, diseksi aorta, akut abdomen, semua jenis trauma dan menentukan

tingkatan dalam stroke. Pada kasus stroke, CT-scan dapat menentukan dan memisahkan

antara jaringan otak yang infark dan daerah penumbra. Selain itu, alat ini bagus juga

untuk menilai kalsifikasi jaringan. Berdasarkan beberapa studi terakhir, CT-scan dapat

mendeteksi lebih dari 90 % kasus stroke iskemik, dan menjadi baku emas (Gold

Standard) dalam diagnosis stroke.

3. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

Secara umum lebih sensitif dibandingkan CT-scan. MRI juga dapat digunakan

pada kompresi spinal. Kelemahan alat ini adalah tidak dapat mendeteksi adanya emboli

paru, udara bebas dalam peritoneum dan fraktur. Kelemahan lainnya adalah prosedur

pemeriksaan yang lebih rumit dan lebih lama, hanya sedikit sekali rumah sakit yang

mempunyai, harga pemeriksaan yang sangat mahal serta tidak dapat dipakai pada pasien

yang memakai alat pacemaker jantung dan alat bantu pendengaran.

4. Ultrasonografi karotis

Pemeriksaan pada arteri karotis untuk evaluasi standar dalam mendeteksi

gangguan aliran darah pada arteri karotis dan untuk mengetahui seberapa besar

kemungkinan yang ada untuk memperbaiki penyebab stroke.

5. Angiografi serebrum

Pemeriksaan ini dapat memberi informasi penting dalam mendiagnosis penyebab

dan lokasi stroke. Secara spesifik angiografi dapat mengungkapkan lesi ulseratif,

stenosis, dysplasia fibromuskular, fistula arteriovena, vaskulitis, dan pembentukan

thrombus di pembuluh darah besar. Saat ini, angiografi dianggap merupakan cara paling

akurat untuk mengidentifikasi dan mengukur adanya stenosis arteri otak, namun

kegunaan metode ini agak terbatas oleh penyulit yang dapat terjadi pada hamper 12 %

pasien yang dicurigai mengidap stroke. Risiko utama pada prosedur ini adalah robeknya

aorta atau arteri karotis dan embolisasi dari pembuluh besar ke pembuluh kranium.

Angiografi sebaiknya tidak dilakukan pada pasien dengan gejala dan tanda lesi sirkular

posterior, karena lesi-lesi tersebut tidak dapat diakses secara bedah.

15

6. Doppler Transcranium

Pemeriksaan ini merupakan ultrasonografi yang menggabungkan citra dan suara,

memungkinkan kita untuk menilai aliran di dalam arteri dan mengedintifikasi stenosis

yang mengancam aliran darah ke otak, teknologi jenis ini dikenal dengan TCD

(Trancranial Doppler), juga dapat digunakan untuk menilai aliran darah kolateral dan

CBF total di aspek anterior dan posterior sirkulus WIllisi. Keunggulan prossedur ini

adalah dapat dapat dilakukan di tempat tidur pasien, non invasive, dan relative murah;

prosedur ini juga dapat dilakukan secara serial untuk menilai perubahan pola CBF.

7. Pemindaian dengan Positron Emission Tomography (PET)

Pemeriksaan ini bermanfaat karena dapat menedintifikassi seberapa besar suatu

daerah di otak menerima dan memetabolisme glukosa serta luas cidera. Dengan demikian

daerah-daerah yang perfusinya berkurang dapat diidentifikasi.

8. Transesophagus Echocardiogram (TEE)

Pemeriksaan ini sangat sensitive dalam mendeteksi sumber kardioembolus. TEE

telah menjadi komponen rutin dalam evaluasi stroke iskemik apabila dicurigai penyebab

stroke adalah kardioembolisme tetapi fibrilasi atrium sudah disingkirkan sebagai penyebab

embolisasi.

2.7.5. Penatalaksaaan

Terapi pada CVA meliputi terapi umum yang bertujuan untuk mempercepat

kesembuhan serta mencegah komplikasi yang dapat mengakibatkan kematian dan

menghambat kesembuhan, dan terapi spesifik yang sesuai dengan jenis CVA yang diderita.

Terapi umum yang biasa digunakan adalah pedoman 6B ( Breathing, blood, brain,

blader, bowel dan bone )

- Breathing artinya jalan nafas harus diperhatikankarena otak sangat

membutuhkan O2

- Blood berarti darah, pada fase akut CVA trombolik. Tekanan darah yang

tinggi tidak boleh diturunkan. Penurunan tekanan darah mungkin perlu dipertimbangkan

pada pasien dengan left ventrikuler failure yang akut dan berat, angina pectoris yang hebat,

serta ensilopati hipertensif.

16

- Brain berarti otak, bila terjadi kejang sebaiknya diberikan suntikan

dipenhidantion ( dilatin ) IV secara perlahan oedema otak diatasi dengan pemberian manitol

20 % 100 ml / 4 jam.

- Bladder artinya kandung kemih, bila terjadi retensi urine harus dipasang

kateter

- Bowel berarti pengeluaran, nutrisi dan defekasi, pasien harus

diperhatikan jangan sampai terjadi obstipasi

- Bone dalam hal ini kulit, otot dan tulang harus juga diperhatikan, jangan

sampai terjadi kontraktur sendi

Terapi spesifik, berikut ini beberapa macam obat yang sering digunakan pada pasien

CVA infark emboli :

1. Heparin

- Dilakukan segera dan monitor yang sebaik mungkin dengan bekerja sama dengan

bagian patologik klinik seksi hematologi.

Dosis 5000 - 7000 IU dengan drip automatic injektion.

- Perlu dikontrol dengn CT scan pada hari ke 3, bila infark nampak luas pemberian

heparin harus lebih berhati-hati bila perlu dihentikan.

2. Manitol

Diberikan bila timbul edema serabri, perlu diingat fungsi organ lain (jantung, ginjal,

hati, paru, dsb).

3. pemberian sintrom

dilakukan sesudah pemberian heparin dengan dosis individual yang disesuaikan

dengan APTT dan trombo test. Perlu bekerja sama dengan bagian seksi hematologi.

Pemberian obat-obat lain, hati-hati oleh karena atau hbahaya terjadi intaksi obat.

- Observasi fungsi vital.

- Observasi kesadaran dengan GCS dari tanda-tanda TIK meningkat.

- Ingat 5 pantangan yaitu.

No anti hipertensi.

No glukosa.17

No kortikosteroid.

No diuretika.

No anti koagulansia.

2.7.6. Komplikasi

Ada beberapa komplikasi CVA infark

1.    Dalam hal imobilisasi:

a.    Infeksi pernafasan (Pneumoni),

b.    Nyeri tekan pada dekubitus.

c.    Konstipasi

2.    Dalam hal paralisis:

a.    Nyeri pada punggung,

b.    Dislokasi sendi, deformitas

3.    Dalam hal kerusakan otak:

a.    Epilepsy

b.    sakit kepala

4.    Hipoksia serebral

5.    Herniasi otak

6.    Kontraktur

7. Depresi pasca stroke

2.7.7 Pencegahan

1. Pencegahan Primer

1. Strategi kampanye nasional secara terpadu beserta program pencegahan penyakit

vaskular yang lain.

2. Membudidayakan hidup sehat dalam masyarakat :

Menghindari       :    Rokok, stres mental, obesitas, alkohol, konsumsi garam yang

berlebihan, obat-obatan golongan amfetamin, kokain dan lain-lain.

Mengurangi        :    Kolesterol, lemak, asam urat dalam makanan

18

Menganjurkan    :    Konsumsi gizi seimbang dan olah raga secara teratur

Mengendalikan   :    Hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung dan penyakit

atherosklerotik lainnya dengan menganjur pola hidup sehat seperti diatas.

2. Pencegahan Sekunder

1. Modifikasi gaya hidup beresiko stroke dan faktor resiko

2. Melibatkan peran serta keluarga seoptimal mungkin

3. Obat-obat yang digunakan

4. Tindakan Invasi

5.

2.7.8 Faktor Resiko

Menurut Baughman (2000) yang menentukan timbulnya manifestasi

stroke dikenal sebagai faktor risiko stroke. Adapun faktor-faktor tersebut :

a. Hipertensi merupakan faktor risiko stroke yang potensial.

b. Diabetes Mellitus merupakan faktor risiko terjadi stroke yaitu dengan peningkatan

aterogenesis.

c. Penyakit Jantung/Kardiovaskuler berpotensi untuk menimbulkan stroke. Faktor risiko

ini akan menimbulkan embolisme serebral yang berasal dari jantung.

d. Kadar hematokrit normal tinggi yang berhubungan dengan infark cerebral.

e. Kontrasepsi oral, peningkatan oleh hipertensi yang menyertai, usia di atas 35 tahun,

perokok, dan kadar es trogen tinggi.

f. Penurunan tekanan darah yang berlebihan atau dalam jangka panjang dapat

menyebabkan iskemia cerebral umum.19

g. Penyalahgunaan obat, terutama pada remaja dan dewasa muda.

h. Konsumsi alkohol

Sedangkan menurut Harsono (1996), semua faktor yang menentukan timbulnya

manifestasi stroke dikenal sebagai faktor risiko stroke. Adapun faktor -

faktor tersebut antara lain:

a. Hipertensi Hipertensi merupakan faktor risiko stroke yang potensial. Hipertensi dapat

mengakibatkan pecahnya maupun menyempitnya pembuluh darah otak. Apabila

pembuluh darah otak pecah maka timbullah perdarahan otak dan apabila pembuluh darah

otak menyempit maka aliran darah ke otak akan terganggu dan sel – sel otak akan

mengalami kematian.

b. Diabetes Mellitus Diabetes Mellitus mampu menebalkan dinding pembuluh darah otak

yang berukuran besar. Menebalnya dinding pembuluh darah otak akan menyempitkan

diameter pembuluh darah tadi dan penyempitan tersebut kemudian akan mengganggu

kelancaran aliran ke otak, yang pada akhirnya akan menyebabkan infark sel–sel otak.

c. Penyakit Jantung Berbagai penyakit jantung berpotensi untuk menimbulkan stroke.

Faktor risiko ini akan menimbulkan hambatan atau sumbatan aliran darah ke otak karena

jantung melepas gumpalan darah atau sel-sel atau jaringan yang telah mati ke dalam

aliran darah.

d. Gangguan Aliran Darah Otak Sepintas Pada umumnya bentuk – bentuk gejalanya

adalah sebagai berikut :  Hemiparesis, disartri, kelumpuhan otot – otot mulut atau pipi

(perot), kebutaan mendadak, hemiparestesi dan afasia.

e. Hiperkolesterolemi

Meningginya angka kolesterol dalam darah, terutama low density lipoprotein (LDL),

merupakan faktor risiko penting untuk terjadinya arteriosklerosis (menebalnya dinding

pembuluh darah yang kemudian diikuti penurunan elastisitas pembuluh darah).

20

Peningkatan kad ar LDL dan penurunan kadar HDL (High Density Lipoprotein)

merupakan faktor risiko untuk terjadinya penyakit jantung koroner.

f. Infeksi

Penyakit infeksi yang mampu berperan sebagai faktor risiko stroke adalah tuberkulosis,

malaria, lues, leptospirosis, dan infeksi cacing.

g. Obesitas

Obesitas merupakan faktor risiko terjadinya penyakit jantung.

h. Merokok

Merokok merupakan faktor risiko utama untuk terjadinya infark jantung.

i. Kelainan pembuluh darah otak Pembuluh darah otak yang tidak normal suatu saat akan

pecah dan menimbulkan perdarahan.

j. Lain–lain Lanjut usia, penyakit paru–paru menahun, penyakit darah, asam urat yang

berlebihan, kombinasi berbagai faktor risiko secara teori.

2.7.9 Prognosis

Banyak penderita yang mengalami kesembuhan dan kembali menjalankan fungsi

normal tubuhnya. 35-40% penderita lainnya dapat mengalami kelumpuhan fisik dan mental

serta tidak mampu bergerak, berbicara atau makan secara normal. Sekitar 50% penderita

yang mengalami kelumpuhan separuh badan dan gejala berat lainnya, bisa kembali

memenuhi kebutuhan dasarnya sendiri. Mereka bisa berpikir dengan jernih dan berjalan

dengan baik, meskipun penggunaan lengan atau tungkai yang terkena agak terbatas. Yang

berbahaya adalah stroke yang disertai dengan penurunan kesadaran dan gangguan pernafasan

atau gangguan fungsi jantung. Kelainan neurologis yang menetap setelah 6 bulan cenderung

akan terus menetap, meskipun beberapa mengalami perbaikan. Sekitar 30-35% penderita

dapat meninggal di rumah sakit pada serangan stroke awal. Pada beberapa kasus, 5-14%

21

pasien yang telah remisi dari penyakit stroke dapat mengalami stroke ulangan dalam 5 tahun

mendatang dan sebagian kecil dalam tahun yang sama dengan tahun remisinya

BAB 3

22

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas

Nama : Tn. I.H

Jenis Kelamin : Laki-laki

Usia : 45 tahun

Suku Bangsa : Jawa

Agama : Islam

Alamat : Takerharja RT 2 RW 3 Solokuro, Lamongan

Status : Menikah

Tanggal masuk : 02 April 2013

Tanggal pemeriksaan : 02 April 2013

3.2 Anamnesis

1. Keluhan utama : Lemah badan

2. Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang ke RS Muhammadiyah Lamongan pada tanggal 02 April 2013 dengan

keluhan lemah badan. Lemah badan dirasakan sejak 3 hari smrs, dan memberat pada saat

pasien bangun tidur (subuh) 1 hari smrs, menurut pengakuan istri pasien, pada saat

sebelum dibawa ke RS kedua kaki dan kedua tangan pasien tidak dapat digerakkan,

pasien juga tidak dapat berbicara. Mual-, muntah-, sakit kepala sebelumnya-, kejang-.

BAK normal, BAB normal.

3. Riwayat Penyakit Dahulu : riwayat sakit seperti ini sebelumnya (-), riwayat jatuh

sebelumnya (-), riwayat hipertensi (-), riwayat kencing manis (-). Batuk lama (-).

4. Riwayat Penyakit Keluarga :

23

Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama dengan pasien.(-)

5. Riwayat Sosial: Pasien merupakan perokok aktif, sehari bisa menghabiskan 3 pak rokok,

mengkonsumsi kopi (+), jamu-jamuan (-).

3.3 Pemeriksaan umum

Keadaan umum : lemah

Kesadaran : Somnolen

GCS : 3,X,X

Tekanan Darah : 115/70 mmHg

Nadi : 49 x/mnt

Frekuensi nafas : 18 x/mnt/ reguler

Temperatur : 36.8 C

2.4 Status Lokalis

Kepala : Normal

Mata : Conjungtiva anemis : (+)/(+)

Sklera ikterik : (-)/(-)

THT : Sekret/serumen : (-/-), Perdarahan : (-/-)

Hidung : deviasi septum (-), epistaksis (-)

Leher : Pembesaran KGB submandibular, cervical, supraclavicula : (-) Deviasi trakea: (-)

Thorax

a. Jantung

Inspeksi : Ictus Cordis tidak terlihat

24

Palpasi : Fremitus (+), simetris

Perkusi : Normal, tidak ada pembesaran jantung.

Auskultasi: BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)

b. Paru

Inspeksi : Bentuk dada dan gerak nafas simetris saat statis dan dinamis.

Palpasi : NT (-), massa (-), gerak nafas teraba simetris saat statis dan dinamis,

vokal fremitus normal

Perkusi : Sonor pada kedua hemithorax.

Auskultasi : Vesikular simetris pada kedua hemithorax, Rh -/-, Wh -/-

Abdomen

Inspeksi : Datar, benjolan (-), ruam kulit (-), dilatasi vena (-),

Palpasi : Supel, defence muscular (-), hepar dan lien tidak membesar

Perkusi : Timpani

Auskultasi : BU (+) normal

Ekstrimitas atas : akral hangat +/+ , edema -/-

Ektremitas bawah : akral hangat +/+ , edema -/-,

2.5 Status Psikologis

Afek : SDE

Proses berpikir : SDE

Kecerdasan : SDE

Penyerapan : SDE

25

Kemauan : SDE

Psikomotor : SDE

2.6 Status neurologis

o Kesadaran : GCS : E3VXMX (Somnolen)

o Rangsang meningeal : Kaku kuduk (-), Kernig (-), Brudzinsky I-II (-)

o Pemeriksaan N. Cranialis

a. N. I : SDE

b. N. II Kanan Kiri

Acies visus

Campus visus

Melihat warna

b. N. III, N. IV, N. VI Kanan Kiri

Kedudukan bola mata Tengah Tengah

Pergerakan bola mata

Ke Nasal

Ke Temporal

Ke Nasal Atas

Ke Temporal Atas

Ke Temporal Bawah

Eksopthalmus (-) (-)

Ptosis (-) (-)26

SDE

SDE

Pupil

Bentuk bulat bulat

Ukuran 3mm 3mm

Isokor/Anisokor isokor

Reflek cahaya langsung (+) (+)

Reflek cahaya tak lgsg (+) (+)

c. Nervus V

Sensorik

Motorik

Reflek kornea

d. Nervus VII

Mengangkat alis

Kerutan dahi

Menutup kedua mata

Mengerutkan hidung

Meringis

Tersenyum

Kembungkan pipi

Menarik sudut mulut ke bawah

27

SDE

SDE

e. N.VIII

Vestibuler

Vertigo :

Nistagmus :

Cochlear

Tuli Konduktif :

Tuli Perseptif :

f. N. IX, X

Motorik :

Sensorik :

g. N. XI

Mengangkat bahu :

Menoleh :

h. N.XII

Pergerakan lidah : tde

Tremor : (-)

Atrofi : (-)

Fasikulasi : (-)

Pemeriksaan Motorik

Kekuatan: sde Tonus : sde

28

SDE

SDE

SDE

SDE

Reflek Fisiologis

BPR +/+ KPR +/+

TPR +/+ APR +/+

Reflek Patologis

Hofman -/- Chaddock -/- Tromer -/- Babinsky -/-

Gordon -/- Oppenheim -/- Gonda -/- Schaefer -/-

Fungsi SSO : BAB (+), BAK (+), Keringat (+)

Reflek dinding perut: th. 9 +/+

th.10 +/+

th 11 +/+

Kolumna Vertebralis

Inspeksi : normal

Palpas : normal

Pergerakan: normal

Perkusi : normal

Trofi: (-)

Sensibilitas

Eksteroseptif

Nyeri: sde

Suhu: sde

Raba: sde

29

Propioseptif

Sikap: normal

Nyeri dalam: sde

Fungsi kortikal

Rasa diskriminasi: sde

Stereognosis: sde

Barognosia: sde

Pergerakan abnormal spontan : (-)

Gangguan koordinasi

Tes jari hidung: sde

Tes pronasi supinasi: sde

Tes tumit lutut: sde

Tes Gait: sde

Pemeriksaan Fungsi Luhur

Afek/emosi: sde

Kemampuan bahasa: sde

Memori: sde

Visuospasial: sde

Intelegensia: sde

30

2.7 Pemeriksaan Laboratorium

Diffcount : 0/0/66/23/11

Hematokrit : 28,1 %

Hb : 8,9 mg/dl

LED : 37/65 /jam

Lekosit : 6.900

Trombosit : 378.000

OT/PT : 19/18 U/L

Clorida Serum : 106 m mol/l

Kalium serum : 3,3 m mol/l

Natrium serum : 138 m mol/l

Serum creatinin : 0,7 mg/dl

Urea : 18 mg/dl

Uric acid : 6,0 mg/dl

Cholesterol : 142 mg/dl

HDL cholesterol : 35,6 mg/dl

LDL cholesterol : 86,4 mg/dl

Trigliserida : 110 mg/dl

GDA : 85

2.8 Pemeriksaan radiologis

Foto thorax

31

32

33

34

2.9 Ringkasan

Pasien datang ke RS Muhammadiyah Lamongan pada tanggal 02 April 2013 dengan

keluhan lemah badan. Lemah badan dirasakan sejak 3 hari smrs, dan memberat pada saat

pasien bangun tidur (subuh) 1 hari smrs, menurut pengakuan istri pasien, pada saat

sebelum dibawa ke RS kedua kaki dan kedua tangan pasien tidak dapat digerakkan,

pasien juga tidak dapat berbicara. Riwayat Sosial: Pasien merupakan perokok aktif, sehari

bisa menghabiskan 3 pak rokok, mengkonsumsi kopi (+),Keadaan umum: lemah,

kesadaran: Somnolen, GCS: 3,X,X. Tekanan Darah : 115/70 mmHg, Nadi :49x/mnt,

frekuensi nafas: 18 x/mnt/regular, Temperatur: 36.8 C, Hb: 8,9 mg/dl, Kalium serum: 3,3

m mol/l, hasil ct-scan didapatkan lesi hipodense di lobus temporal sinistra

2.10 Diagnosis

Diagnosis Klinis : Malaise, Afasia global, bradikardi, anemia, hipokalemi

Diagnosis Topis : Kortex serebri , arteri serebri media

Diagnosis Etiologi : CVA emboli

Diagnosis prognosis : Dubia et Bonam

35

CT scan kepala irisan axial sejajar OM line tanpa kontras

Tampak lesi hipodense abnormal yang luas, batas tidak tegas, dilobus temporal kiri

Sulcus dan girus hemisphere kiri terlihat lebih rapat

System ventrikel kiri tampak menyempit

Orbita, mastoid, sinus frontalis, ethmoidalis dan sphenoidalis kanan kiri tampak normal

Tulang calvaria tampak normal

2.11 Terapi

IVFD Asering 1500 cc/24 jam

Inj Metamizole 3x1 g

Inj Ranitidin 2x50 mg

Inj Piracetam 4x3 g

Consul Spesialis Saraf

Consul spesialis Jantung

Consul Fisioterapi Speec Therapy

2.12 Prognosis

Quo ad vitam : ad bonam

Quo ad funtionam : ad bonam

Quo ad sanationam : dubia ad bonam

2.13 Edukasi

1. Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien tentang penyakit yang sedang

dialami, baik pengobatan yang akan diberikan, pemeriksaan penunjang, serta

prognosis dari penyakit tersebut.

2. Menjelaskan kepada pasien serta keluarga pasien untuk mengurangi

mengkonsumsi rokok, karena merupakan salah satu faktor resiko dari pada

penyakit tersebut.

36

BAB 4

PEMBAHASAN

Pada kasus ini di dapatkan bahwa Tn. I.H, 45 tahun, di diagnosis sebagai stroke

atau cva infark (emboli), disertai dengan gejala afasia global, dimana pada anamnesis dan

pemeriksaan fisik serta penunjang sesuai dengan teori.

Hal ini sesuai dengan teori, bahwa gejala cva bergantung pada jenis dan lokasi

ataupun area terjadinya, seperti: hilangnya rasa, atau sensasi abnormal, kelemahan atau

kelumpuhan, hilangnya penglihatan atau pendengaran, pemglihatan ganda, bicara pelo,

tidak dapat berbicara sama sekali ataupun tidak mengerti, sulit menelan, mulut miring,

hilangnya keseimbangan atau bahkan kehilangan kesadaran. Sedangkan pada pasien ini

ditemukan gejala seperti lemah pada tangan, kemudian lemah badan, dan pasien tidak

dapat berbicara sama sekali. Dan pada pemeriksaan ct-scan didapatkan lesi hipodense

temporal bagian kiri pada otak, hal ini pun sesuai dengan teori karena hasil ct scan yang

mengarah pada cva infark gambarannya berupa lesi hipodense.

Disebutkan bahwa emboli merupakan salah satu penyebab terbanyak cva, yaitu

sekitar 80%, dari pada trombotik.

Stroke emboli merupakan salah satu subtipe Infark yang terjadi karena oklusi

arteri serebral oleh emboli yang bersumber dari jantung atau melalui jantung . Hampir

90% emboli yang berasal dari jantung berakhir diotak, sehingga deficit neurologi sering

merupakan manifestasi awal dari penyakit sistemik karena emboli.

Pada pasien ini didapatkan faktor resiko berupa gejala aritmia. Aritmia adalah

gangguan irama jantung, suatu kondisi di mana jantung berdenyut tidak menentu. Irama

jantung mungkin terlalu cepat (takikardia), terlalu lambat (bradikardia) atau tidak teratur.

dimana pada pasien ini ditemukan selalu mengalami bradikardi.

Hal ini sesuai dengan teori, bahwa bila jantung berdenyut lambat, maka jumlah

darah yang mengalir disirkulasi menjadi berkurang, sehingga kebutuhan tubuh tidak

37

terpenuhi. Hal ini akan menimbulkan gejala seperti mudah capek, kelelahan, sesak,

keleyengan, bahkan sampai pingsan.yang berbahaya jika jumlah darah yang menuju ke

otak menjadi berkurang bahkan minimal sehingga terjadi pingsan atau perasaan

melayang. Namun pada keadaan yang lebih parah dapat menyebabkan stroke.

Pada riwayat social, pasien adalah perokok aktif, dimana dalam sehari saja pasien

dapat menghabiskan 3 bungkus rokok. Rokok sendiri menjadi salah satu faktor resiko

dari stroke, dimana merokok menimbulkan gangguan dari pada jantung seperti aritmia

dll, dan pada tingkat yang lebih parah dapat mengakibatkan stroke.

Hal ini sesuai dengan teori , dimana paparan asap rokok menjadi salah satu faktor

risiko penyebab serangan jantung. Bahan kimia dalam asap rokok dapat mengiritasi

lapisan arteri sehingga menyebabkan terjadinya peradangan. Peradangan dapat

mempersempit arteri dan meningkatkan risiko terkena serangan jantung. Menghirup asap

rokok juga dapat menyebabkan sel-sel dalam darah yang bertanggung jawab untuk

penggumpalan (platelet) meningkat jumlahnya, membuat darah lebih mudah membeku.

Terlalu banyak platelet dapat menyebabkan bekuan sehingga menyumbat arteri yang

menyebabkan serangan jantung atau stroke.

Afasia adalah suatu gangguan berbahasa yang diakibatkan oleh kerusakan otak.

Afasia adalah suatu tanda klinis dan bukan penyakit. Afasia dapat timbul akibat cedera otak

atau proses patologik pada area lobus frontal, temporal atau parietal yang mengatur

kemampuan berbahasa, yaitu Area Broa, Area Wernicke, dan jalur yang menghubungkan

antara keduanya. Kedua area ini biasanya terletak di hemisfer kiri otak dan pada kebanyakan

orang, bagian hemisfer kiri merupakan tempat kemampuan berbahasa. Afasia terjadi akibat

kerusakan pada area pengaturan bahasa di otak. Pada manusia, fungsi pengaturan bahasa

mengalami lateralisasi ke hemisfer kiri otak pada 96-99% orang yang dominan tangan kanan

(kinan) dan 60% orang yang dominan tangan kiri (kidal). Pada pasien yang menderita afasia,

sebagian besar lesi terletak pada hemisfer kiri.

38

Afasia paling sering muncul akibat stroke, cedera kepala, tumor otak, atau penyakit

degeneratif. Kerusakan ini terletak pada bagian otak yang mengatur kemampuan berbahasa,

yaitu area Broca dan area Wernicke

Afasia global, adalah bentuk afasia yang paling berat. Ini disebabkan lesi yang

luas yang merusak sebagian besar atau semua area bahasa pada otak. Keadaan ini

ditandai oleh tidak ada lagi atau berkurang sekali bahasa spontan dan menjadi beberapa

patah kata yang diucapkan secara berulang-ulang, misalnya “baaah, baaah, baaah” atau

“maaa, maaa, maaa”. Pemahaman bahasa hilang atau berkurang. Repetisi, membaca dan

menulis juga terganggu berat.

39

Hal ini sesuai dengan gejala yang di alami oleh pasien, dimana penyakit stroke

yang diderita mengakibatkan pasien mengalami afasia global, dan ini sesuai dengan lesi

yang didapat pada hasil ct-scan kepala yaitu pada hemisphere kiri terdapat lesi bagian

temporal, dimana pada bagian tersebut

Lobus temporalis tidak hanya memiliki saru fungsi, karena dalam lobus

temporalis terdapat primary auditory cortex, the secondary auditory, dan visual cortex,

limbic cortex, dan amygdala.

Tiga fungsi basis dari korteks temporal adalah memproses input auditori,

mengenali objek visual, dan penyimpanan jangka lama dari input sensori, ditambah

dengan fungsi amigdala, yaitu nada afeksi (emosi) pada input sensori dan memori. Beberapa

fungsi lainnya adalah sebagai berikut:

Fungsi Keterangan

Kemampuan

Berbicara

Diatur pada bagian sebelah kiri temporal, terdapat zona

bahasa atau berbicara bernama Wernicke. Area ini

mengontrol proses termasuk komprehensif dan memori

verbal.

Memori Mengatur retensi memori jangka panjang berupa fakta,

kejadian, orang, dan tempat

Membaca Memproses suara dan kata-kata tertulis menjadi suatu

informasi sehingga menjadi ingat.

Respon emosi Berasal dari amygdala didalam lobus temporalis

Respon Primary auditory cortex(terletak pada Heschl’s gyri)

40

auditori bertanggung jawab untuk merespon frekuensi suara yang

berbeda untuk lokalisasi suara. Bagian ini bertugas untuk

peka terhadap suara.

Pemrosesan

Visual

Memunculkan perasaan yakin dan insight.

Fungsi

Penciuman

Tugas dari lobus olfaktori untuk identifikasi informasi.

Beberapa bentuk terapi afasia yang paling sering digunakan seperti,

Program stimulus. Jenis terapi ini menggunakan berbagai modalitas sensori.

Termasuk gambar-gambar dan musik. Program ini diperkenalkan denngan tingkat

kesukaran yang meningkat dari tingkat yang mudah ke tingkat yang sulit.

Stimulation-Fascilitation Therapy. Jeni terapi afasia ini lebih fokus pada

semantik (arti) dan sintaksis (sususan kalimat) dari bahasa. Stimulus utama yang

digunakan selama terapi adalah stimulus audio. Prinsip terapi ini yaitu, peningkatan

kemampuan berbahasa akan lebih baik jika dilakukan dengan pengulangan.

Terapi kelompok (group therapy). Dalam terapi ini, pasien disediakan konteks

sosial untuk mempraktekkan kemampuan berkomunikasi yang telah mereka pelajari

selama sesi pribadi. Selain itu, mereka juga akan mendapatkan umpan balik dari para

terapis dan pasien lainnya. Hal ini bisa juga dilakukan dengan anggota keluarga. Efeknya

akan sama sekaligus juga mempererat komunikasi pasien dengan orang-orang tercinta

mereka.

PACE (Promoting Aphasic's Communicative Effectiveness). Ini merupakan

bentuk terapi pragmatik yang paling terkenal. Jenis terapi afasia ini bertujuan

meningkatkan kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan percakapan.

sebagai alatnya. Dalam terapi ini, pasien akan terlibat percakapan dengan terapis. Untuk

menstimulus komunikasi yang spontan, jenis terapi ini akan menggunakan lukisan-

lukisan, gambar, serta benda-benda visual. Benda-benda ini akan digunakan oleh pasien

sebagai sumber ide untuk dikomunikasikan dalam percakapan. Pasien dan terapi secara

bergiliran akan menyampaikan ide-ide mereka.

41

Prognosa hidup untuk pendertia afasia tergantung pada penyebab afasia. Suatu tumor otak

dapat dihubungkan dengan angka harapan hidup yang kecil, sedangkan afasia dengan

stroke minor mungkin memiliki prognosis yang sangat baik. Prognosis hidup ditentukan

oleh penyebab afasia tersebut.

Prognosis kesembuhan kemampuan berbahasa bervariasi, tergantung pada ukuran lesi dan

umur serta keadaan umum pasien. Secara umum, pasien dengan tanda klinis yang lebih

ringan memiliki kemungkinan sembuh yang lebih baik. Afasia Broca secara fungsional

memiliki prognosis yang lebih baik daripada afasia Wernicke. Terakhir, afasia akibat

penyakit yang tidak dapat atau sulit disembuhkan, misalnya tumor otak, memiliki tingkat

prognosis yang buruk.

42

BAB 5

KESIMPULAN

Cerebrovascular disease, atau yang lebih dikenal dengan sebutan stroke

merupakan kegawatdaruratan dalam bidang neurologi dan merupakan salah satu

penyebab kecacatan dan kematian di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Oleh karena

itu diperlukan kesigapan dari para tenaga medis untuk menangani kegawatdaruratan ini.

Tatalaksana umum, yang mencakup tatalaksana dari semua jenis stroke mencakup

penanganan tingginya tekanan intrakranial, hipertensi, gula darah, elektrolit, kejang, dan

demam. Sedangkan tatalaksana khususnya bergantung pada jenis stroke.

43

DAFTAR PUSTAKA

1. Sjahrir, H. 2003. Stroke Iskemik. Medan: Yandira Agung.

2. Price, S.A., Wilson, L.M. 2006. Penyakit Serebrovaskuler. Dalam: Patofisiolo-gi, Konsep

Klinis Proses-Proses Penyakit. Vol.2 ed.6. Jakarta: Penerbit EGC. 1105-1132.

3. Adams HP, Jr., Bendixen, BH, Kappelle, LJ, Biller, J, Love, BB, et.al. 1993.

Classification of subtype of acute ischemic stroke. Definitions for use in a multicenter

clinical trial. TOAST. Trial of Org 10172 in Acute Stroke Treatment. Stroke Journal Of

AHA. 24: 35-41.

4. Savitz S, Caplan LR. 2005. Current concepts vertebrobasilar disease. N Engl J Med.

352:2618-26.

5. Rahajuningsih DS. 2007. Patofisiologi trombosis. Dalam: Hemostasis dan trombosis.

Ed.3. Jakarta. p.39-40, 76-82.

6. Hinton R. 1998. Thrombosis and cerebrovascular disease. Med Clin N Amer. 82(3):523-

44

7. Browaeys P, Binaghi S, Meuli RA. 2006. Multislice computed tomography in acute

stroke. dalam : Knollmann F, Coakley FV, editors. Multislice CT: principles and

protocols. Philadelphia: Saunders Elsevier. p.1-16.

8. Wintermark M, Reichhart M, Cuisenaire O. 2002. Comparison of admission perfusion

computed tomography and qualitative diffusion- and perfusion-weighted magnetic

resonance imaging in acute stroke patients. Stroke. 33:2025-31.

9. Cruz-Flores, S. 2011. Ischemic Stroke in Emergency Medicine Differential Diagnoses.

dalam : Kelly, E.M. and Kulkarni, R., editors. Medscape Journal of Medicine. Didapat

dari :

http://emedicine.medscape.com/article/1916852-differential [diakses pada tanggal 28 Juli

2011]

10. Kelompok Studi Stroke PERDOSSI. 2007. Penatalaksanaan Umum Stroke Akut..

dalam : Misbach, J., Lumbantobing, S.M., dkk. Guideline Stroke 2007 Edisi Revisi.

Jakarta : PERDOSSI. p. 14-30.

44

11.Sidiarto L, Kusumoputro S. Cermin Dunia Kedokteran No.34, Afasia Sebagai Gangguan

Komunikasi Pada Kelainan Otak. Bagian Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia. Jakarta.

12. Kirshner HS, Jacobs DH. eMedicine Neurology Specialties: Aphasia. 2009.

Available at: http://emedicine.medscape.com/article/1135944-print

13. Lumbantobing SM, Neurologi Klinis, Pemeriksaan Fisik dan Mental. Bab XI:

Berbahasa. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2008

14. Guyton AC, Hall JE. Bab 57: Korteks Serebri; Fungsi Intelektual Otak; dan Proses

Belajar dan Mengingat. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9. Penerbit Buku

Kedokteran EGC. Jakarta. 1997.

15.Price SA, Wilson LM. Bagian IX: Penyakit Neurologi, Pemeriksaan Neurologis, Evaluasi

Penderita Neurologis. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses Penyakit Edisi 4. Penerbit

Buku Kedokteran EGC, Jakarta. 1995.

16. Sidiarto L, Kusumoputro S. Cermin Dunia Kedokteran No.34, Afasia Sebagai Gangguan

Komunikasi Pada Kelainan Otak. Bagian Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia. Jakarta.

17. Kirshner HS, Jacobs DH. eMedicine Neurology Specialties: Aphasia. 2009.

Available at: http://emedicine.medscape.com/article/1135944-print

18.Wikipedia The Free Encyclopedia: Aphasia. 2010. Available at:

http://en.wikipedia.org/wiki/Aphasia

45