laporan pbl 1 chem 4.doc

47
LAPORAN PROBLEM BASED LEARNING 1 BLOK COMMUNITY HEALTH AND ENVIRONMENTAL MEDICINE IV KASUS PBL 1 Pembimbing dr. Afifah Kelompok 2 Nabila Saribanun G1A012007 Supardi G1A012030 Ismail Satrio Wibowo G1A012086 Ganda Sapto Edhi Pambudi G1A012001 Dyah Kencana Sinangling G1A012091 Melly Fitriany Syam G1A012092 Ida Lulu Hidayah G1A012093 Desy Faridah Manalu G1A012006 Iqbal Maulana Malik G1A012087 Wilson Wibisono G1A012125 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN JURUSAN KEDOKTERAN

Upload: nabila

Post on 25-Dec-2015

282 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

LAPORAN PROBLEM BASED LEARNING 1

BLOK COMMUNITY HEALTH AND ENVIRONMENTAL MEDICINE IV

KASUS PBL 1

Pembimbing

dr. Afifah

Kelompok 2

Nabila Saribanun G1A012007

Supardi G1A012030

Ismail Satrio Wibowo G1A012086

Ganda Sapto Edhi Pambudi G1A012001

Dyah Kencana Sinangling G1A012091

Melly Fitriany Syam G1A012092

Ida Lulu Hidayah G1A012093

Desy Faridah Manalu G1A012006

Iqbal Maulana Malik G1A012087

Wilson Wibisono G1A012125

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN

JURUSAN KEDOKTERAN

PURWOKERTO

2014

BAB IPENDAHULUAN

Informasi 1

Dokter Andi, seorang dokter yang baru selesai internship, bertugas

menjadi dokter PTT yang ditempatkan oleh Kementerian Kesehatan sebagai

Kepala Puskesmas di Kecamatan Atambua, Kabupaten Bela, Provinsi NTT.

Puskesmas ini dalam 1 tahun terakhir tidak mempunyai tenaga dokter dan

mengalami banyak permasalahan kesehatan yang harus segera diselesaikan.

Dokter Andi mengumpulkan data mengenai masalah kesehatan di Puskesmas tersebut,

dan didapatkan data sebagai berikut.

Indikator Besaran Standar

Angka Kematian Maternal 400/100.000 - 0,4% 150/100.000

Angka Kematian Bayi 75/1000 25/1000

Prevalensi malaria 5% 1%

Prevalensi Pneumonia pada

Balita

8% 2%

Angka Cakupan imunisasi

campak

75% 90%

Angka persalinan di tenaga

kerja terlatih

60% 90%

Angka Balita dengan Gizi

Kurang

2% 0%

Angka kunjungan pasien

rawat jalan per bulan

5% 10%

Dokter Andi bingung masalah apa yang harus diselesaikan terlebih dahulu

dan bagaimana solusinya.

Informasi 2

Komponen A : Besarnya Masalah

Besarnya Masalah

(Jumlah Populasi Yg Terkena)

Skor

≥ 25 % 10

10 -24,9 % 8

1 – 9,9 % 6

0,1 – 0,9 % 4

< 0,1 % 2

Komponen B : Keseriusan Masalah

Urgency Skor Severity Skor Cost Skor

Very urgent 10 Very severe 10 Very costly 10

Urgent 8 Severe 8 Costly 8

Some

urgency

6 Moderate 6 Moderate costly 6

Little

urgency

4 Minimal 4 Minimal cost 4

No urgency 2 None 2 No cost 2

Urgency :

AKM, AKB dan malaria adalah bagian MDGs diberikan skor urgensi

maksimal

Pneumonia pada balita dan angka merupakan masalah nasional tapi bukan

bagian dari MDGs sehingga diberikan skor urgensi dibawah maksimal

Severity :

Case Fatality Rate untuk AKM: 0,4 %, AKB 4%, Malaria 5%, Pneumonia 8%,

Gizi kurang 2%

Cost :

Kerugian ekonomi yang timbul per kasus AKM: 100 juta rupiah, AKB 200 juta

rupiah, malaria 25 juta rupiah, pneumonia 100 juta rupiah, gizi kurang 100 juta

rupiah.

Komponen C : Tersedianya solusi yang terbukti efektif untuk mencegah masalah

kesehatan

Ketersediaan solusi efektif untuk

pencegahan masalah kesehatan

Skor

Sangat efektif ( 80-100%) 10

Efektif (60-80%) 8

Cukup efektif (40-60 %) 6

Kurang efektif(20-40%) 4

Tidak efektif (0-20%) 2

Solusi:

Deteksi Ibu Hamil Resiko Tinggi oleh bidan desa efektifitas mencapai

75% untuk mengatasi masalah angka kematian ibu

Penanganan bayi baru lahir oleh bidan desa efektifitas mencapai 55%

untuk mengatasi angka kematian bayi

Program surveilansaktif malaria efektifitas mencapai 65% untuk

mengatasi kasus malaria

Manajemen terpadu balita sakit oleh kader desa efektifitas mencapai 85%

untuk mengatasi masalah pneumonia

Pemberian makanan tambahan oleh POSYANDU efektifitas mencapai

55% untuk mengatasi masalah gizi kurang

Komponen D:

Kriteria PEARL (Ya = 1, Tidak = 0), skoring kriteria PEARL untuk semua

masalah adalah Ya = 1

Informasi 3

Dari hasil perhitungan metodehanlon kuantitatif, permasalahan kesehatan yang

harus diprioritaskan untuk diselesaikan oleh Dokter Andi adalah: “Angka

Kejadian Pneumonia pada Balita sebesar 8%”

Informasi 4

Hasil Pengambilan ata faktor RisikoPneumonia pada Balita

No Faktor Risiko Kategori Presentase

1 BBLR BBLR 20%

Normal 80%

2 Status Gizi Kurang 25%

Normal 75%

3 Imunisasi Tidak Lengkap 30%

Lengkap 70%

4 ASI Eksklusif Tidak 45%

Ya 55%

5 Sanitasi Rumah Kurang 60%

Baik 40%

6 Indoor Air Pollution Tinggi 70%

Rendah 30%

Informasi 5

Tingginya indoor air pollution disebabkan oleh banyaknya perokok aktif dalam

rumah dan umumnya mereka tidak mengetahui bahwa merokok meningkatkan

risiko pneumonia pada balita.

Informasi 6

Dokter Andi mengusulkan beberapa alternative pemecahan masalah yang selama

ini sudah pernah dilakukan di tempat lain dan cukup efektif

Kampanye “Bahaya Merokok” bagi keluarga balita.

Menjangkau 70% populasi, keberlanjutan sedang, efektifitas 15%, biaya

sedang.

Konseling individual berhenti merokok pada perokok aktif keluarga balita.

Menjangkau 30% populasi, keberlanjutan rendah, efektifitas 80%, biaya

tinggi

Pemberdayaan kader kesehatan untuk pencegahan biaya merokok pada

keluarga balita.

Menjangkau 60%, keberlanjutan tinggi, efektifitas 70%, biaya sedang.

Magnitude Skor Sustainbilit

y

Skor Sensitivity Skor Cost Skor

80 – 100% 10 Very sustain 10 Very

Responsive

10 Very

costly

10

69 – 79% 8 Sustain 8 Responsive 8 Costly 8

40 – 59% 6 Moderate 6 Intermediat

e

6 Mode

rate

6

20 – 39% 4 Low sustain 4 Some

responsive

4 Low

cost

4

<20% 2 Very low

sustain

2 No

responsive

2 Very

low

cost

2

Informasi 7

Hasil perhitungan RINKE dr. Andi sebagai berikut:

Alternatif M I V C TOTAL PERINGKAT

Kampanye 8 6 2 6 16 III

Konseling 4 4 10 8 20 II

Kader 8 8 8 6 86 I

BAB IIPEMBAHASAN

A. Klarifikasi Istilah

1. Prevalensi

Rasio jumlah kejadian penyakit dibanding jumlah populasi berisiko

pada periode waktu tertentu (Lewis, 2011).

2. Rasio

Rasio merupakan nilai relatif yang dihasilkan dari perbandingan

dua nilai kuantitatif yang pembilangnya tidak merupakan bagian dari

penyebut. Misalnya, sebuah nilai kuantitatif A dan nilai kuantitatif lain

adalah B maka rasio kedua nilai tersebut adalah A/B. Contohnya pada

suatu kejadian luar biasa keracunan makanan terdapat 32 orang penderita

dan 12 di antaranya adalah anak-anak maka rasio anak terhadap orang

dewasa adalah (Budiarto & Anggraeni, 2002):

3. Angka kematian maternal

Angka kematian maternal (maternal mortality rate) / angka

kematian ibu adalah banyaknya kematian perempuan pada saat hamil atau

dalam masa kehamilan atau selama 42 hari sejak terminasi kehamilan

tanpada memandang lama dan tempat persalinan, yang disebabkan karena

kehamilannya atau pengelolaannya, dan bukan karena sebab lain per

100.000 kelahiran hidup (WHO, 2004).

B. Batasan Masalah

1. Angka Kematian Maternal

Pada kasus ini, angka kematian maternal termasuk ke daam kategori

masalah, dikarenakan angka kematian maternal yang tinggi, yaitu

400/100.000 dibandingkan dengan standar 100/100.000.

2. Angka Kematian Bayi

Angka kematian bayi juga merupakan masalah, dikarenakan jumlahnya

yang melebihi standar, yaitu sebesar 75/1000 kelahiran bayi.

3. Prevalensi Malaria

Pada wilayah Puskesmas ini didapatkan angka prevalensi malaria sebesar

5 %, yang bila dibandingkan dengan standar yang telah ditetapkan angka

ini menunjukkan peningkatan 5 kali lipat dari 1%. Dengan demikian dapat

disimpulkan bahwa prevalensi malaria termasuk ke dalam masalah yang

terdapat di wilayah puskesmas tersebut.

4. Prevalensi Pneumonia pada Balita

Angka prevalensi pneumonia balita pada wilayah Puskesmas di Kabupaten

Berantah ini ditemukan sebanyak 8% dari standarnya 2%. Peningkatan ini

menunjukkan bahwa ini merupakan masalah bagi Kepala Puskesmas yang

juga harus diperhatikan.

5. Angka Cakupan Imunisasi Campak

Angka cakupan imunisasi campak pada wilayah kerja Puskesmas masih

kurang, yaitu sebesar 75% yang seharusnya dapat mencapai 90%. Oleh

karena itu, hal ini dapat dimasukkan ke dalam masalah yang harus

dipertimbangkan lebih lanjut oleh kepala puskesmas mengenai tindak

lanjutnya.

6. Angka Persalinan di Tenaga Kesehatan Terlatih

Pada wilayah kerja Puskesmas pada kasus, dapat dilihat bahwa angka

persalinan di tenaga kesehatan terlatih belum mencapai standar, yaitu

masih 60% dibandingkan standarnya 90%. Banyak penyebab yang

mengakibatkan rendahnya angka tersebut, sehingga hal ini masih harus

diperhatikan apakah harus ditindak lanjuti lagi dengan memperhatikan

berbagai aspek lainnya.

7. Angka Balita dengan Gizi Kurang

Dari data yang telah didapat, masih terdapat balita dnegan gizi kurang

yaitu sebesar 2%. Padahal, seharusnya tidak ditemukan lagi balita dengan

gizi kurang. Oleh karena itu, kepala puskesmas masih harus

memperhatikan masalah terseut untuk ditindaklanjuti.

8. Angka Kunjungan Pasien Rawat Jalan per Bulan

Angka kunjungan pasien rawat jalan di wilayah Puskesmas ini belum

dapat mencapai standar, yaitu sebesar 5% dari standarnya 10%. Hal ini

menunjukkan bahwa kesadaran masyarakat di tempat tersebut masih

sangat kurang. Sehingga membutuhkan perhatian lebih lanjut untuk dapat

diselesaikan.

C. Analisis Masalah

1. Tahapan – tahap penyelesaian masalah

2. Identifikasi Masalah

3. Metode Metode – metode penyelesaian masalah

4. Penyusunan prioritas masalah pada kasus dengan metode Hanlon

5. Metode Analisis Penyebab Masalah

6. Menganalisis penyebab masalah pada kasus dengan metode RCA

7. Menentukan main problem

8. Metode RINKE

9. Alternatif pemecahan masalah

10. Tujuan POA

11. Indikator Monitoring dan Evaluasi

D. Pembahasan Masalah

1. Tahapan – tahap penyelesaian masalah

CHA atau Community Health Analysis adalah sebuah proses untuk

menentukan status kesehatan, kebutuhan, dan sumber daya kesehatan di

suatu daerah. CHA ini terdiri dari serangkaian tahapan yang akan menilai

apakah ada permasalahan kesehatan di dalam masyarakat, kemudian

menganalisis penyebabnya, menyusun dan melaksanakan solusi untuk

permasalahan tersebut, serta mengevaluasi apakah solusi tersebut nantinya

mampu untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Engel, 2011;

Muninjaya, 2004).

Berikut di bawah ini adalah tahapan-tahapan yang ada dalam CHA,

yaitu (Muninjaya, 2004):

a. Analisis Situasi/Kebutuhan

Analisis situasi dapat menggambarkan keadaan atau status

kesehatan dari sebuah wilayah. Analisis ini didapatkan dari data

demografi, sosial ekonomi, status kesehatan, faktor risiko, dan sumber

daya kesehatan yang relevan. Data-data tersebut dapat ditampilkan

dalam bentuk tabel, grafik, atau yang menunjukkan trend (perubahan

dari waktu ke waktu). Dalam langkah analisis situasi ini data yang

ada dapat dibandingkan dengan standar (indikator nasional).

b. Identifikasi dan Penyusunan Prioritas Masalah

Masalah adalah kesenjangan antara realitas (kenyataan) dengan

keinginan (target atau standar) dan adanya kehendak untuk merubah

kesenjangan tersebut. Masalah tersebut dapat berbentuk input, proses,

ataupun output. Dalam CHA, masalah itu ditekankan pada outputnya.

Terdapat berbagai kriteria masalah, yaitu sebagai berikut:

1) Berdampak pada banyak orang;

2) Ada konsekuensi serius;

3) Adanya kesenjangan yang nyata;

4) Menunjukan trend yang meningkat; dan

5) Bisa diselesaikan (ada intervensi yang terbukti efektif).

c. Analisis Penyebab Masalah

Analisis penyebab masalah adalah inti dari CHA dan

menentukan penyebab utama masalah dilakukan sebagai dasar untuk

melakukan intervensi (pemecahan masalah). Dalam menganalisis

peneyebab masalah, maka perlu disusun kerangka konseptual masalah

berdasarkan dasar teori yang relevan. Kerangka konseptual adalah

bagan skema dasar teori yang berisi faktor-faktor risiko yang

berhubungan (merupakan penyebab) dari permasalahan. Dalam

diskusi ini kita menyusun berdasarkan risk factor, direct contributing

factor, dan indirect contributing factor.

d. Penyusunan Alternatif Pemecahan Masalah

Alternatif pemecahan masalah dipilih salah satu dengan metode

skoring. Metode yang digunakan adalah metode RINKE dengan

komponen (MIV)/C dan nilai tertinggi adalah alternatif yang dipilih.

e. Penyusunan POA

POA atau Plan of Action merupakan tindak lanjut atau detail

teknis dari pemecahan kasus tersebut. POA disusun layaknya sebuah

proposal kegiatan yang di dalam proposal kegiatannya tersebut harus

berisi, yaitu:

1) Siapa saja yang akan terlibat;

2) Terdapat alat ukur, berupa indikator-indikator yang nantinya

dijadikan parameter keberhasilan CHA;

3) Harus sesuai dengan program-program nasional;

4) Kegiatan yang dilakukan harus realistik, tidak mengada-ada;

5) Terdapat batasan yang jelas; dan

6) Bersifat kepada tujuan tertentu (misalnya, yaitu meningkatkan,

menurunkan, atau memperbaiki).

e. Implementasi POA

f. Monitoring dan Evaluasi

Monitoring adalah penilaian yang sistematis dan

berkesinambungan terhadap kemajuan dari suatu kegiatan dari waktu ke

waktu. Monitoring dilakukan pada saat berlangsungnya kegiatan

dengan melihat apakah kegiatan yang dilakukan sesuai dengan rencana

atau tidak. Sedangkan evaluasi adalah penilaian yang sistematis dari

tindakan yang telah dikerjakan dalam rangka meningkatkan

perencanaan atau pelaksanaan kegiatan saat ini dan masa yang akan

datang yang diukur berdasarkan pada indikator keberhasilan. Jadi,

evaluasi ini digunakan untuk menilai apakah suatu kegiatan telah

mencapai tujuan yang direncanakan atau belum.

2. Identifikasi Masalah

Masalah merupakan hal yang paling mendasari dari pengambilan

keputusan. Sehingga masalah dapat difenisikan sebagai gap antara idealita

(tujuan yang ditetapkan) dengan realita (pencapaian sekarang). Jenis-jenis

dari masalah itu sendiri, yaitu masalah yang sifatnya rutin, crisis, dan

opportunity/peluang. Cara untuk mengidentifikasi masalah adalah dengan

melakukan survey (data primer), brainstorming dan analisis sistem.

Braistorming adalah mengumpulkan banyak pendapat dalam sebuah

kelompok tanpa ada diskusi secara kritis. Analisis sistem merupakan cara

untuk mengidentifikasi dan menganalisis masalah yang paling efektif, cara

analisis sistem ini terdiri dari input (sumber daya), proses (pelayanan

kesehatan), output (penyakitnya) (Jamil, 2007).

Berdasarkan teori di atas, analisis sistem pada kasus ini adalah:

a. Input

1) Angka Persalinan di Tenaga Kesehatan

b. Proses

1) Angka Cakupan Imunisasi Campak

2) Angka Kunjungan Pasien Rawat Jalan Tiap Bulan

c. Output

1) Angka Kematian Maternal

2) Angka Kematian Bayi

3) Prevalensi Malaria

4) Prevalensi Pneumonia pada Bayi

5) Angka Balita dengan Gizi Kurang

3. Metode Metode – metode penyelesaian masalah

Setelah dilakukan identifikasi dan klasifikasi masalah, langkah

selanjutnya yaitu menyusun prioritas masalah. Dalam penyusunan prioritas

masalah umumnya menggunakan sistem skor relative berdasarkan kriteria

tertentu dan dilakukan dalam sebuah kelompok. Berbagai metode

penyusunan prioritas masalah antara lain (Jamil, 2007) :

a. Metode Hanlon

Metode Hanlon didasarkan pada penghitungan skor dari 4

kriteria A, B, C, dan D. Lalu dihitung Nilai Prioritas Dasar (NPD) dan

Nilai Prioritas Total (NPT). NPT terbesar merupakan prioritas utama.

1) Komponen A

Komponen A menunjukkan besarnya masalah berdasarkan pada

ukuran besarnya populasi yang mengalami masalah tersebut atau

bisa diartikan sebagai angka kejadian penyakit. Angka kejadian

terbesar diberikan skor lebih besar. Penyebutnya harus sama,

misalnya, jika menggunakan persen maka persen semua, jika

permil maka permil semua.

2) Komponen B

Komponen B yaitu mengenai keseriusan masalah. Keseriusan

masalah dilihat dari 3 aspek, yaitu :

a) Urgensi, apakah masalah tersebut menuntut penyelesaian

segera, atau menjadi perhatian public

b) Keparahan (severity), memberikan mortalitas atau fatalitas

yang tinggi. Menunjukkan tingkat keparahan.

c) Ekonomi (cost), yaitu besarnya dampak ekonomi kepada

masyarakat.

Kemudian masing-masing aspek akan diberikan skor. Aspek yang

paling penting diberikan skor paling besar, kemudian dihitung rata-

ratanya dari ketiga aspek tersebut untuk menetukan keseriusan

masalah.

3) Komponen C

Komponen C merupakan ketersediaan solusi yang efektif (bisa

dipecahkan atau tidak). Semakin tersedia solusi efektif, diberikan

skor semakin tinggi.

4) Komponen D

Komponen D menggunakan kriteria PEARL, berupa jawaban ya

atau tidak. Apabila ya diberikan skor 1 dan tidak diberikan skor 0

Kriteria PEARL, yaitu :

a) Propiety, yaitu kesesuaian program dengan masalah.

b) Economic, apakah secara ekonomi bermanfaat

c) Acceptability, apakah bisa diterima masyarakat

d) Resources, adakah sumber daya untuk menyelesaikan masalah

e) Legality, yaitu tidak bertentangan dengan aturan hukum yang

ada

Penentuan bobot masing-masing komponen ditentukan oleh

tim ahli (5-8 orang). Formula Hanlon adalah sebagai berikut :

Nilai Prioritas Dasar (NPD)= (A+B)C

Nilai Prioritas Total (NPT)= [(A+B)C]xD

Keterangan :

A= Besar Masalah (0-10)

B= Berat/tingkat kegawatan (0-20)

C= Kemudahan Penanggulangan (0-10)

D= Pearl faktor (0 atau 1)

b. Metode Relative Worth

Metode ini menggunakan 1 kelompok, dimana partisipan

diberikan modal poin tertentu (misal 1000). Partisipan diberikan

kebebasan untuk mendistribusikan poin yg dipunyai kepada masalah

yang ada. Masalah yang dianggap paling penting diberikan poin

tertinggi. Prioritas didasarkan pada masalah dengan jumlah poin

tertinggi dari seluruh partisipan (Jamil, 2007).

c. Metode Forced Ranking

Metode ini setiap masalah diberikan ranking, masalah yang

paling penting diberikan ranking “1”, selanjutnya yang kurang penting

diberikan ranking lebih besar. Setiap partisipan memberikan ranking

berdasar pentingnya masalah. Ranking ditabulasi dari seluruh

partisipan, masalah yang mendapat total ranking paling kecil adalah

yang diprioritaskan (Jamil, 2007).

d. Metode Delphi

Suatu teknik untuk memperoleh masukan para ahli dari

berbagai disiplin ilmu untuk mencapai suatu kesimpulan. Para ahli

diminta pendapatnya tentang dampak yang akan terjadi jika suatu

kegiatan diterapkan. Proses pengajuan pertanyaan dilakukan secara

bertahap dan berulang-ulang. Masing-masing individu tidak saling

mengetahui pendapat yang lain tetapi informasi (kesimpulan) dari

tahap sebelumnya diberikan kepada peserta sehingga dapat merevisi

jawabannya. Tidak ada paksaan untuk memperoleh konsensus.

Kesimpulan diambil oleh penyelenggara delphi (Muninjaya, 2007).

Kelebihan dan kelemahan delphi :

1. Kelebihan

a. Respons dari masing-masing peserta bersifat “anonymous”,

sehingga tidak saling mempengaruhi

b. Peserta berasal dari berbagai disiplin sehingga diperoleh

rangkuman yang bersifat komprehensif

c. Dapat diterapkan untuk peserta yang jauh atau berlainan

kota/daerah

2. Kelemahan

a. Memakan waktu yang panjang

b. Dibutuhkan banyak tenaga untuk sekertariat, desaign, kuesioner

dan analisis

c. Jika respons peserta sedikit maka tidak memperoleh hasil yang

komprehensif.

e. Metode Delbeque

Menetapkan prioritas masalah menggunakan teknik ini adalah

melalui diskusi kelompok namun peserta diskusi terdiri dari para

peserta yang tidak sama keahliannya, maka sebelumnya dijelaskan

dahulu sehingga mereka mempunyai persepsi yang sama terhadap

masalah-masalah yang akan dibahas. Hasil diskusi ini adalah prioritas

masalah yang disepakati bersama (Muninjaya, 2007).

Caranya :

Peringkat masalah ditentukan oleh sekelompok ahli yang berjumlah

antara 6 sampai 8 orang. Mula-mula dituliskan pada white board

masalah apa yang akan ditentukan peringkat prioritasnya. Kemudian

masing-masing orang tersebut menuliskan peringkat urutan prioritas

untuk setiap masalah yang akan ditentukan prioritasnya. Penulisan

tersebut dilakukan secara tertutup.Kemudian kertas dari masing-

masing orang dikumpulkan dan hasilnya dituliskan di belakang setiap

masalah. Nilai peringat untuk setiap masalah dijumlahkan, jumlah

paling kecil berarti mendapat peringkat tinggi (prioritas tinggi).

1. Kelemahan

a. Menentukan siapa yang seharusnya ikut dalam menentukan

peringkat prioritas tersebut

b. Penentuan peringkat bisa sangat subyektif

c. Cara ini lebih bertujuan mencapai konsensus dari interest yang

berbeda dan tidak untuk menentukan prioritas atas dasar fakta

2. Kelebihan

a. Delbeque menyarankan dilakukan satu kali lagi pemberian

peringkat tersebut, dengan harapan masing-masing orang akan

mempertimbangkan kembali peringkat yang diberikan setelah

mengetahui nilai rata-rata

b. Tidak ada diskusi dalam teknik ini, yaitu untuk menghindari

orang yang dominan mempengaruhi orang lain

4. Penyusunan prioritas masalah pada kasus dengan metode Hanlon

a. Komponen A : Besarnya Masalah

Besarnya Masalah(Jumlah Populasi Yg Terkena)

Skor

≥ 25 % 1010 -24,9 % 81 – 9,9 % 6

0,1 – 0,9 % 4< 0,1 % 2

b. Komponen B : Keseriusan Masalah

Urgency Severity Cost Score

Very urgent Very severe Very costly 10

Urgent Severe Costly 8

Some urgency Moderate Moderate costly 6

Little urgency Minimal Minimal cost 4

No urgency None No cost 2

1) Urgency :

a) AKM, AKB, dan malaria adalah bagian dari MDGs diberikan

skor urgensi maksimal

b) Pneumonia pada balita dan angka gizi kurang merupakan

masalah nasional tapi bukan bagian MDGs sehingga diberikan

skor urgensi di bawah maksimal

Masalah (Output) Skor Urgency

Angka Kematian Maternal 10

Angka Kematian Bayi 10

Prevalensi Malaria 10

Prevalensi Pneumonia pada Balita 8

Angka Balita dengan Gizi Kurang 8

2) Severity : Case Fatality Rate untuk AKM: 0,4%, AKB: 4%,

Malaria: 5%, Pneumonia 8%, Gizi Kurang 2%

Range Severity Skor Severity

0 - <2 % 10

2 - <4 % 8

4 - <6 % 6

6 - <8 % 4

8 - <10 % 2

Masalah (Output) CFR Skor Severity

Angka Kematian Maternal 0,4% 2

Angka Kematian Bayi 4% 6

Prevalensi Malaria 5% 6

Prevalensi Pneumonia pada Balita 8% 10

Angka Balita dengan Gizi Kurang 2% 4

3) Cost : Kerugian ekonomi yang timbul per kasus AKM: Rp 100 jt,

AKB: Rp 200 jt, Malaria: Rp 25 jt, Pneumonia: Rp 100 jt, Gizi

Kurang: Rp 100 jt

Range Cost Skor Cost

Rp 0 – 40 jt 10

Rp 40 – 80 jt 8

Rp 80 – 120 jt 6

Rp 120 – 160 jt 4

Rp 160 – 200 jt 2

Masalah (Output) Skor Cost

Angka Kematian Maternal 6

Angka Kematian Bayi 10

Prevalensi Malaria 2

Prevalensi Pneumonia pada Balita 6

Angka Balita dengan Gizi Kurang 6

c. Komponen C : Tersedianya solusi yang terbukti efektif untuk

mencegah masalah kesehatan

1) Deteksi Ibu Hamil Risiko Tinggi oleh bidan desa efektivitas

mencapai 75% untuk mengatasi masalah angka kematian ibu.

2) Penanganan bayi baru lahir oleh bidan desa efektivitas mencapai

55% untuk mengatasi angka kematian bayi.

3) Program surveilans aktif malaria efektivitasnmencapai 65% untuk

mengatasi kasus malaria.

4) Manajemen terpadu balita sakit oleh kader desa efektivitas

mencapai 85% untuk mengatasi masalah pneumonia.

5) Pemberian makanan tambahan oleh POSYANDU efektivitas

mencapai 55% untuk mengatasi masalah gizi kurang.

Effectiveness of available

interventions in preventing the health

problem

Skor

Sangat efektif ( 80-100%) 10

Efektif (60-80%) 8

Cukup efektif (40-60 %) 6

Kurang efektif(20-40%) 4

Tidak efektif (0-20%) 2

d. Komponen D: PEARL faktor

Kriteria PEARL (Ya = 1, Tidak = 0), skoring kriteria PEARL untuk

semua masalah adalah Ya = 1

e. Penghitungan Prioritas

No Masalah A B C D NPD (A+B)C

NPT ((A+B)C)D

Prioritas

U S C X

1 Angka

Kematian

Maternal

4 10 2 6 6 8 1 80 80 4

2 Angka

Kematian

Bayi

6 10 6 10 8,67 6 1 87,6 87,6 3

4 Prevalens

i Malaria

6 10 6 2 6 8 1 96 96 2

5 Prevalens

i

Pneumoni

a pada

Balita

6 8 10 6 8 10 1 140 140 1

6 Angka

Balita

dengan

Gizi

Kurang

6 8 4 6 6 6 1 72 72 5

5. Metode Analisis Penyebab Masalah

Pengumpulan kemungkinan penyebab atau etiologi suatu masalah

dapat menggunakan berbagai macam metode antara lain:

a. Segitiga Epidemiologi

Segitiga Epidemiologi (epidemiologic triangle) digunakan untuk

menganalisis terjadinya suatu penyakit. Segitiga epidemiologi terdiri

dari panjamu (host), agen (agent) dan lingkungan (environment).

Model segitiga epidemiologi menurut John Bordon yaitu

menggambarkan adanya interaksi antara tiga komponen penyakit yaitu

manusia sebagai penjamu, penyebab dan lingkungan. Dalam

memprediksi suatu penyakit, model ini menekankan perlunya analis

dan pemahaman masing-masing komponen. Penyakit dapat terjadi

karena ketiga komponen tersebut tidak seimbang.

Model ini biasa dikenal sebagai model triangle epidemiology atau

triad epidemiology. Awal konsep ini yaitu adanya upaya untuk

menjelaskan pproses timbulnya penyakit menular dari unsur unsur

mikrobiologi yang infeksius sebagai agent dan mudah di isolasikan

dengan jelas dari lingkungan (Budiarto et al., 2003).

b. Konsep sehat H.L Bloom

Empat faktor utama yang mempengaruhi derajat kesehatan

masyarakat menurut H.L Bloom. Faktor – faktor tersebut yaitu faktor

perilaku/ gaya hidup (life style), faktor lingkungan (sosial, ekonomi,

politik, budaya), faktor pelayanan kesehatan (jenis cakupan dan

kualitasnya) dan faktor genetik (keturunan). Keempat faktor tersebut

saling berinteraksi yang mempengaruhi kesehatan perorangan dan

derajat kesehatan masyarakat. Faktor perilaku manusia merupakan

faktor determinan yang paling besar dan paling sulit ditanggulangi,

disusul dengan faktor lingkungan. Hal ini disebabkan karena faktor

perilaku yang lebih dominan dibandingkan dengan faktor lingkungan

karena lingkungan hidup manusia juga sangat dipengaruhi oleh

perilaku masyarakat (Anwar, 2002).

c. Fishbone Methode

Fishbone methode merupakan alat sistematis yang

menganalisis persoalan dan faktor-faktor yang menimbulkan persoalan

tersebut. Fishbone analysis atau fishbone diagram ini menampilkan

keadaan dengan melihat efek dan sebab-sebab yang berkontribusi pada

efek tersebut. Melihat dari definisi tersebut Fishbone Diagram

kemudian disebut sebagai cause-and-effect diagram. Thomas Pyzdek

dalam bukunya”The Six Sigma Handbook” mengemukakan bahwa

diagram sebab dan akibat adalah alat yang digunakan untuk mengatur

dan menunjukkan secara grafik semua pengetahuan yang dimiliki

sebuah kelompok sehubungan dengan masalah tertentu (Vincent,

2002).

Diagram sebab akibat berkaitan dengan pengendalian proses

statistikal, di mana dapat mengidentifikasi penyebab suatu proses out

of control. Artinya, diagram sebab akibat ini dipergunakan untuk

menunjukkan faktor – faktor penyebab (sebab) dan karakteristik

kualitas (akibat) yang disebabkan oleh faktor – faktor penyebab itu.

Diagram sebab akibat ini sering juga disebut sebagai Diagram Tulang

Ikan (Fishbone diagram) karena bentuknya seperti kerangka ikan atau

diagram Ishikawa yang pertamakali diperkenalkan oleh Prof. Kaoru

Ishikawa dari Universitas Tokyo pada Tahun 1953. Penyebab dari

masalah akan dikelompokkan ke dalam kategori. Kategori yang

dimaksud adalah (Vincent, 2002):

1) Orang (siapapun yang terlibat dalam proses)

2) Metode (bagaimana proses dilakukan dan persyaratan spesifik apa

yang dibutuhkan, seperti kebijakan, prosedur, peraturan, dan

hukum)

3) Mesin (peralatan, komputer dan sebagainya yang dibutuhkan untuk

menyelesaikan suatu pekerjaan)

4) Material (material mentah, pulpen, pena, kertas dan sebagainya

untuk memproduksi produk akhir)

5) Pengukuran (data yang didapatkan dari proses yang digunakan

untuk mengevaluasi kualitas)

6) Lingkungan (kondisi seperti lokasi, waktu, temperatur, dan

kebudayaan.

Manfaat metode fishbone, yaitu (Vincent, 2002):

1) Membantu mengidentifikasi akar penyebab masalah

2) Membantu untuk mendapatkan ide-ide (gathering ideas) untuk

solusi.

3) Membantu untuk pencarian fakta lebih lanjut tentang masalah.

4) Merupakan alat untuk mengumpulkan ide atau input – input

kelompok,merupakan metode dasar dari “brainstorming

terstruktur”.

5) Dengan mengeelompokkan penyebab – penyebab yang mungkin,

maka kelompok dapat memikirikan banyak kemungkinan daripada

hanya menfokuskanpada beberapa area tipikal.

6) Membantu dimulainya fase analyze dengan mengidentifikasi

beberapa penyebab yang menjadi “tersangka utama”.

Kekurangan metode fishbone yaitu (Vincent, 2002):

1) Membutuhkan waktu yang cukup lama.

2) Kurang efisien.

d. Root cause analysis (RCA)

Root Cause Analysis adalah cara berpikir tepat, disiplin,

metodologi dan fokus berpikir. Hal ini sangat diperlukan karena

memberi pengetahuan tentang akar penyebab masalah dan

mendefinisikan masalah dengan benar, sehingga masalah yang ada

dapat segera ditangani dengan cermat. RCA terdiri dari Risk factor,

Direct contributing factor, Indirect contributing factor, main problem

dan basic problem. Akan tetapi dalam kaitannya dengan komunitas,

maka tahapan RCA yang dilakukan hanya sampai ke Indirect

contributing factor (Heuvel et al, 2008):

1) Risk Factor adalah faktor-faktor yang telah terbukti kebenaraannya

bahwa faktor itu yang menyebabkan penyakit.

2) Direct contributing factor adalah aktor yang secara langsung

member efek pada faktor resiko

3) Indirect contributing factor adalah faktor yang lebih spesifik yang

secara tidak langsung berefek pada faktor resiko dan berkontribusi

pada level direct factor (Heuvel et al, 2008).

6. Menganalisis penyebab masalah pada kasus dengan metode RCA

Tabel 2.1 RCA Pneumonia pada balita (Said, 2010).

Masalah Faktor RisikoDirect

Contributing factor

Indirect Contributing Factor

Prevalensi Pneumonia pada Balita meningkat

Status sosio-ekologi buruk

Indoor air polution

1. Kepadatan tempat tinggal

2. Ventilasi tidak memadai

3. Penggunaan tungku bakar

4. Asap rokok5. Jenis rumah tidak

permanent6. Penggunaan obat

nyamuk7. Letak dapur

Imunisasi tidak lengkap

Tempat pelayanan imunisasi terbatas

1. Jumlah petugas imunisasi terbatas

2. Letak yang jauh

Persepsi masyarakat terhadap imunisasi

1. Adat istiadat menentang

2. Kurangnya kesadaran pentingnya imunisasi

3. Informasi yang didapat kurang

Status gizi kurang (defisinsi vit A, ASI tidak eksklusif, BBLR)

Asupan kurang 1. Pengetahuan rendah

2. Penghasilan rendah3. Akses makanan

bergizi jauh

Pola diet yang salah

1. Kebiasaan2. Pengetahuan

rendah3. Penghasilan rendah

Pengobatan yang terlambat

Akses ke layanan

1. Lokasi jauh2. Penghasilan rendah

kesehatan terbatasSarana dan prasarana tidak memadai

1. Kurangnya kader kesehatan

2. Kader kesehatan tidak kompeten

3. Anggaran pembiayaan kesehatan terbatas

Selain itu menurut WHO, terdapat 10 faktor risiko terjadinya

pneumonia yaitu (WHO, 2004):

a. malnutrisi

b. miskin

c. di daerah terpencil

d. kelaparan

e. ketiadaan ASI Eksklusif

f. tidak ada live saving treatment

g. akses antibiotik tidak adekuat

h. ketidaktersediaan vaksin

i. sanitasi dan higiene yang buruk

j. polusi udara rumah tangga yang meningkat

Berdasarkan kasus faktor risiko yang paling dominan ialah

tingginya indoor air pollution yang disebabkan oleh banyaknya perokok

aktif dalam rumah dan umumnya mereka tidak mengetahui bahwa

merokok meningkatkan risiko pneumonia pada balita.

7. Menentukan main problem

Berdasarkan hasil analisis penyebab masalah kejadian pneumonia

pada balita di wilayah cakupan Puskesmas tersebut dapat diketahui bahwa

terdapat 2 faktor risiko yang mendasari terjadinya pneumonia pada balita

antara lain sanitasi rumah kurang baik sebanyak 60% dan Indoor Air

Polution tinggi sebanyak 70%. Dari kedua faktor risiko tersebut, Indoor

Air Polution mempunyai persentase terbesar.

Tingginya indoor air pollution disebabkan oleh banyaknya perokok

aktif dalam rumah dan umumnya mereka tidak mengetahui bahwa

merokok meningkatkan risiko pneumonia pada balita.

8. Metode RINKE

Metode yang digunakan untuk menentukan alternative pemecahan

masalah. Aplikasi dari metode skoring RINKE yaitu menentukan

indikator-indikator kegiatan apa sajakah yang akan dilakukan untuk

menanggulangi dari akar permasalahn utama yang mengaitkan berbagai

hubungan. Metode ini menggunakan 4 komponen, yaitu (Liebler, 2004) :

Keterangan :

M (Magnitude) : Seberapa banyak populasi yang akan terkena efek

dari indikator tersebut

I (Importancy) : Keberlangsungan indikator yang berhubungan

dengan frekuensi indikator kegiatan

V (Vunerability) : sensitivitas yang berarti seberapa indikator bisa

mengenal untuk masyarakat

C (Cost) : Pembiayaan dari indicator. Semakin besar biaya,

maka komponen C nya juga semakin besar.

Setelah menetukan alternative solusi bagi penyebab utama

masalah, didapatkan ada tiga pemecahan masalah yang utama, yaitu

pelatihan kader, pendampingan kader masyarakat oleh tenaga kesehatan

terlatih dan pemberian buku panduan serta sarana pendamping yang

diketahui masing-masing komponen MIVC dari informasi 6. Setelah itu

masing-masing dimasukkan kedalam panduan skoring RINKE (Liebler,

2004).

Magnitude Skor Sustainbilit

y

Skor Sensitivity Skor Cos

t

Skor

80 – 100% 10 Very sustain 10 Very

Responsive

10 Ver

y

cost

ly

10

69 – 79% 8 Sustain 8 Responsive 8 Cost

ly

8

40 – 59% 6 Moderate 6 Intermediat 6 Mo 6

RINKE = MIV/C

e dera

te

20 – 39% 4 Low sustain 4 Some

responsive

4 Low

cost

4

<20% 2 Very low

sustain

2 No

responsive

2 Ver

y

low

cost

2

Setelah masing-masing dimasukkan sesuai dengan komponen

MIVC, lalu dilanjutkan pengukuran indikator dengan masing-masing

komponen MIVC tadi dan penghitungannya dimasukkan kedalam rumus.

Hasilnya didapatkan sesuai dengan informasi 7, yaitu (Liebler, 2004) :

Alternatif M I V C TOTAL PERINGKAT

Kampanye 8 6 2 6 16 III

Konseling 4 4 10 8 20 II

Kader 8 8 8 6 86 I

9. Alternatif pemecahan masalah

a. Kaderisasi

Alternatif pemecahan masalah menjawab dari permasalahan utama.

alternatif yang kami nilai cukup efektif adalah diadakannya kaderisasi

atau pelatihan kepada kader-kader desa, agar nantinya bila

pengetahuan kader meningkat maka diharapkan dapat menekan angka

prevalensi pneumonia pada anak.

Tugas kader kesehatan disesuaikan permasalahan yang akan

ditanggulangi, atau dalam kasus ini yaitu penanggulangan masalah

pneumonia pada anak (Kemenkes RI, 2012). Metode RINKE dengan

rumus MIV/C untuk penyuluhan sebagai alternatif penyelesaian

masalah:

Alternatif M I V C TOTAL PERINGKAT

Kader 8 8 8 6 86 I

b. Konseling

Konseling kesehatan masyarakat memiliki tujuan untuk

meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang kesehatan masyarakat.

Namun keberlanjutan dari program ini kurang hal ini disebabkan

karena kurangnya cakupan konseling dan kurangnya frekuensi

kegiatan ini diadakan sehingga kurang memberikan dampak pada

masyarakat itu sendiri

c. Kampanye

Dari data yang kami dapatkan, kampanye kesehatan oleh tenaga

kesehatan terlatih untuk meningkatkan kesehatan masyarakat

mempunyai jangkauan yang cukup besar, tingkat keberlanjutan. Akan

tetapi program pendampingan akan membutuhkan biaya yang besar

dan membutuhkan sumber daya tenaga kesehatan terlatih yang cukup

banyak serta kurangnya respon dari masyarakat yang menanggapi

penting masalah kesehatan khususnya tentang pneumonia ini.

Alternatif M I V C TOTAL PERINGKAT

Kampanye 8 6 2 6 16 III

10. Tujuan POA

Pemilihan solusi dan pengambilan keputusan dalam suatu masalah

merupakan sebuah proses yang dinamis, Setelah solusi dipilih, harus

diimplementasikan dan di follow-up. Solusi terpilih kemudian dibuat plan

of action (PoA). PoA berisi kegiatan, tujuan dan target, sasaran populasi,

biaya (besar dan sumber pembiayaan), tempat, waktu, pelaksana (PJ) dan

rencana penilaian (monitoring) (Jamil NA, 2007). Aspek tujuan POA

harus memenuhi SMART (Specific, Measurable, Attainable, Relevant,

Timebound), yang berarti :

1) Spesific, mempunyai tujuan yang pasti, sehingga membuat fokus

terhadap rencana yang akan dilakukan untuk mencapai target

2) Measurable, menetapkan kriteria konkret untuk mengukur hasil

yang dicapai dari setiap sasaran (tujuan), dibagi menjadi dua

bagian yaitu impact (jangka pendek) dan outcome (jangka panjang)

3) Appropriate, dapat dicapai

4) Realistic, memastikan bahwa tujuan yang direncanakan dapat

tercapai

5) Time bound, membuat batasan waktu untuk pencapaian tujuan,

waktu yang ditentukan harus terukur, dan realistis

Aspek tujuan POA pada kasus PBL 1, adalah :

1) Spesifik

Pelatihan ditujukan kepada seluruh kader, khususnya yang

berkaitan dengan faktor resiko yaitu kebiasaan merokok yang ada

di masyarakat.

2) Measurable

Indikator keberhasilan diukur dengan melakukan

pembagian kuisioner yang didalamnya terdapat elemen yang

membahas tentang kebiasaan merokok warga kepada peserta

pelatihan (impact), dan tercapainya penurunan penyakit pneumoni

pada balita (outcome).

3) Appropriate

Sesuai dengan tujuan dan visi misi kesehatan nasional. Hal

tersebut dapat dilakukan dengan cara transfer ilmu tentang

pencegahan, dan penanggulangan pneumonia pada balita kepada

warga dan calon kader.

4) Realistic

Kesesuaian dengan kenyataan sehingga program tersebut

dapat diterima oleh masyarakat.

5) Time bound

Batas waktu pada tahun 2015.

Selain itu, tujuan kegiatan juga perlu dilihat dari tiga sudut

pandang yaitu:

1) Process

Kader-kader kesehatan mengikuti pelatihan secara aktif dan

antusias.

2) Impact

Pengetahuan dan kompetensi kader meningkat melalui

penilaian pre test dan post test.

3) Outcome

Menurunkan prevalensi kejadian dan CFR pneumonia pada

balita pada tahun 2015.

11. Indikator Monitoring dan Evaluasi

Indikator Monitoring dan Evaluasi antara lain:

1) Absensi kader

Kader harus hadir 100% pada setiap pelatihan untuk memastikan

seluruh kader mendapatkan peningkatan pengetahuan tentang seluk

beluk pneumonia pada anak.

2) Nilai pre test dan post test

Pre test diadakan sebelum pelatihan dimulai untuk mengetahui

tingkat pemahaman kader-kader kesehatan masyarakat terhadap

masalah kesehatan. Sedangkan post test diadakan setelah pelatihan

selesai dan bertujuan untuk menilai sejauh mana kader-kader

kesehatan masyarakat dapat menyerap dan memahami ilmu yang

disampaikan pada saat pelatihan.

3) Mampu mendeteksi dini penyakit

Setelah mengikuti pelatihan kader diharapkan mampu mendeteksi

secara dini pneumonia pada anak yang terjadi di masyarakat melalui

gejala-gejala awal

4) Penurunan angka insidensi dan mortalitas pneumonia

Menurut WHO dalam Global Action Plan for Prevention and

Control of Pneumonia (GAPP) indikator mortalitas dan insidensi

pneumonia pada tahun 2015 adalah sebagai berikut:

a) Mortalitas anak <5 tahun berkurang 65% dibandingkan tahun 2000

b) Insidensi pneumonia berat anak <5 tahun berkurang 25%

dibandingkan tahun 2000

c) 90% cakupan vaksin, 80% cakupan di setiap regional

d) 90% akses manajemen pneumonia

e) 90% cakupan ASI eksklusif

5) Kuesioner pengetahuan warga

Dapat dibagikan kuesioner kepada setiap Kepala Keluarga

(KK) mengenai pneumonia untuk memastikan apakah seluruh warga

sudah mengerti tentang pneumonia, terutama menyangkut kebiasaan

merokok warga yang merupakan faktor resiko utama dalam kasus

pneumonia balita di kawasan tersebut. Warga diharapkan sudah

mendapatkan pemahaman yang baik setelah kader di desa tersebut

mengikuti pelatihan. Namun kuesioner ini membutuhkan biaya cukup

besar karena harus melibatkan seluruh KK.

6) Keaktifan kader dalam kegiatan warga

Diharapkan kader selalu terjun di dalam setiap kegiatan warga

dan memanfaatkan momentum yang ada untuk melakukan edukasi

bagi warga terkait pneumonia. Kegiatan warga yang dimaksud antara

lain kegiatan PKK, pengajian, senam, dan sebagainya.

7) Peningkatan kunjungan warga ke puskesmas dengan gejala yang

masih dini

Peningkatan jumlah kunjungan puskesmas oleh warga dengan

gejala dini pneumonia menunjukkan peningkatan kesadaran

masyarakat akan pentingnya memeriksakan diri ke puskesmas. Jumlah

kunjungan ini dapat dijadikan indikator keberhasilan program

pelatihan terhadap kader-kader kesehatan masyarakat saat target

penurunan prevalensi dan angka mortalitas akibat pneumonia belum

tercapai.

DAFTAR PUSTAKA

Anwar S. 2002. Paradigma Sehat dan Promo Kesehatan. Malang: RSUD Malang Jawa Timur.

Budiarto E dan Anggraeni D. 2002. Pengantar Epidemiologi Edisi 2. Jakarta: EGC.

Engel, Jeffrey P. 2011. Community Health Assessment Guide Book. North Carolina: North Carolina Department of Health and Human Services.

Gasperz, Vincent. 2002.Pedoman Implementasi Program Six Sigma Terintegrasi dengan ISO 9001:2000, MBNQ, dan HACCP . PT.Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Heuvel LNV, Donald KL, Laura OJ, Walter EH, James JR, David AW. 2008. Root Cause Analysis Hand Book. USA : ABSG Consulting Inc.

Jamil NA. 2007. Pengambilan Keputusan. Yogyakarta. Available at : http://medicine.uii.ac.id/upload/klinik/elearning/ikm/pengambilan-keputusan-fkuii-naj.pdf, diakses pada 21 Juni 2013.

Kemenkes RI. 2012. Petunjuk Teknis Pengembangan & Penyelenggaraan Pos Kesehatan Desa. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.

Lewis A. 2011. WordWeb 6.71. Princeton: Princeton University.

Liebler JG, McConell CR. 2004. Management Principles for Health Professionals 4th ed. Boston: Jones and Bartlett Publishers.

Muninjaya. 2004. Manajemen Kesehatan Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Said M. 2010. Pengendalian Pneumonia Anak-Balita dalam Rangka Mencapai MDG4. Buletin Jendela Epidemiologi. Vol 3 : 16-21.

WHO. 2004. Maternal Mortality Ratio (Per 100 000 Live Births). Available at : http://www.who.int/healthinfo/statistics/indmaternalmortality/en/ diakses pada 17 Juni 2013.