lapkas iufd
TRANSCRIPT
![Page 1: Lapkas IUFD](https://reader036.vdocuments.site/reader036/viewer/2022082416/5572109e497959fc0b8d72bf/html5/thumbnails/1.jpg)
KEMATIAN JANIN DALAM KANDUNGAN
Definisi
Kematian janin dalam kandungan (KDKJ) atau yang di kenal dengan Intra Uterine Fetal
Death (IUFD) menurut WHO dan The American College of Obstetricians and Gynecologists
merupakan kematian yang terjadi saat usia kehamilan lebih dari 20 minggu dan janin sudah
mencapai ukuran 500 gram atau lebih. Kematian janin merupakan hasil akhir dari gangguan
pertumbuhan janin, gawat janin, atau infeksi. Umumnya IUFD terjadi menjelang persalinan saat
kehamilan sudah memasuki usia 32 minggu dan istilah lahir mati (stillbirth) merupakan
kelahiran hasil konsepsi dalam keadaan mati yang telah mencapai usia kehamilan 28 minggu
sering digunakan bersamaan dengan IUFD. 1,3
Pada tahun 2003, data dari pusat statistik kesehatan nasional menunjukkan bahwa di Amerika
serikat didapatkan frekuensi IUFD sebesar 6,9 per 1000 kelahiran, angka di seluruh dunia
terdapat bervariasi berdasarkan tingkat kualitas palayanan kesehatan tiap Negara. Pada negara-
negara berkembang masih belum didapatkan data yang valid mengenai IUFD akibat system
pelaporan yang kurang baik. Kematian janin dapat didiagnosis berdasarkan visualisasi dari
jantung janin dengan tidak ditemukannya aktivitas dari jantung janin. Bobak, et al (2005)
menyatakan bahwa IUFD adalah kematian in utero sebelum terjadi pengeluaran lengkap dari
hasil konsepsi dan bukan disebabkan oleh aborsi terapeutik atau elektif. Winkosastro (2005)
menggolongkan IUFD kedalam empat golongan yaitu2,3 :
Golongan 1 : Kematian janin sebelum masa kehamilan mencapai 20 minggu penuh
Golongan 2 : Kematian janin sesudah masa kehamilan mencapai 20 hingga 28 minggu
Golongan 3 : Kematian janin sesudah masa kehamilan lebih dari 28 minggu
Golongan 4 : Kematian janin yang tidak dapat digolongkan pada ketiga golongan lainnya.
1
![Page 2: Lapkas IUFD](https://reader036.vdocuments.site/reader036/viewer/2022082416/5572109e497959fc0b8d72bf/html5/thumbnails/2.jpg)
Etiologi
Pada 25-60% kasus penyebab kematian janin tidak jelas. Kematian janin dapat di
sebabkan oleh factor maternal, fetal atau kelainan patologik dari plasenta. Beberapa penyebab
dari IUFD yaitu : 4
Maternal
Kehamilan lewat waktu (>42 minggu)
Diabetes
Systemic lupus erythematosus
Antiphospholipid syndrome
Infeksi
Hipertensi, Preeklampsia, Eklampsia
Hemoglobinopathy
Usia ibu lanjut
Rh disease
Ruptur Uteri
Trauma ibu atau kematian ibu
Fetal
Kehamilan ganda
Intrauterine growth restriction / IUGR
Kelainan Kongenital
Kelainan genetik
Infeksi
Plasenta
Prolapsus tali pusat
Solusio plasenta
2
![Page 3: Lapkas IUFD](https://reader036.vdocuments.site/reader036/viewer/2022082416/5572109e497959fc0b8d72bf/html5/thumbnails/3.jpg)
Lilitan tali pusat
Insufisiensi Plasenta
Plasenta previa
Faktor Predisposisi
Ras Afrika – Amerika
Usia ibu saat mengandung
Riwayat IUFD sebelumnya
Ibu dengan infertilitas
Riwayat persalinan premature
Obesitas
Genetik
Patologi
Apabila janin mati pada kehamilan yang telah lanjut, terjadilah perubahan – perubahan
sebagai berikut:2
1. Rigor mortis (tegang mati), Berlangsung 2½ jam setelah mati, kemudian lemas kembali
2. Stadium maserasi grade I, Timbulnya lepuh – lepuh pada kulit. Lepuh ini mula – mula
terisi cairan jernih, tetapi kemudian menjadi merah. Berlangsung sampai 48 jam setelah
anak mati.
3. Stadium maserasi grade II, Timbul lepuh – lepuh pecah dan mewarnai air ketuban
menjadi merah coklat. Terjadi 48 jam setelah anak mati.
4. Stadium maserasi grade III, Terjadi kira – kira 3 minggu setelah anak mati. Badan janin
sangat lemas dan hubungan antara tulang – tulang sangat longgar, Edema dibawah kulit.
Diagnosis
Riwayat dan pemeriksaan fisik sangat terbatas nilainya dalam membuat diagnosis
kematian janin. Umumnya penderita hanya mengeluh gerakan janin berkurang. Penegakan
diagnosis didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
3
![Page 4: Lapkas IUFD](https://reader036.vdocuments.site/reader036/viewer/2022082416/5572109e497959fc0b8d72bf/html5/thumbnails/4.jpg)
1. Anamnesis
Ibu tidak merasakan gerakan janin dalam beberapa hari, atau gerakan janin sangat
berkurang. Ibu merasakan perutnya tidak bertambah besar, bahkan bertambah kecil atau
kehamilan tidak seperti biasanya. Atau wanita belakangan ini merasakan perutnya sering
menjadi keras dan merasakan sakit seperti mau melahirkan.
2. Inspeksi
Tidak terlihat gerakan-gerakan janin, yang biasanya dapat terlihat terutama pada ibu yang
kurus.
3. Palpasi
Tinggi fundus > rendah dari seharusnya tua kehamilan, tidak teraba gerakanan janin.
Dengan palpasi yang teliti, dapat dirasakan adanya krepitasi pada tulang kepala janin.
4. Auskultasi
Baik memamakai setetoskop monoral maupun dengan deptone atau dengan fetoskopi dan
doppleradio tidak terdengar BJA.
5. Tes kehamilan (hCG Tes)
Reaksi kehamilan baru negatif setelah beberapa hari kematian janin dalam kandungan.
6. Rontgen Foto Abdomen
- Nanjouk’s sign : adanya angulasi yang tajam tulang belakang janin
- Gerhard’s sign : adanya hiperekstensi kepala tulang leher janin
- Spalding’s sign : overlaping tulang-tulang kepala (sutura) janin
- Robert’s sign : tampak gelembung – gelembung gas pada pembuluh darah besar, tanda
ini tampak kurang lebih setelah 12 jam kematian janin
- Disintegrasi tulang janin bila ibu berdiri tegak.
- Kepala janin kelihatan seperti kantong berisi benda padat
7. Ultrasonografi
Terlihat adanya bekuan darah pada jantung dan pembuluh darah besar janin, tidak
didapati adanya denyut jantung dan pergerakan janin.
8. Pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan menunjukan reaksi bioligis negatif setelah 10 hari janin mati dan
hipofibrinogenemia setelah 4 – 5 minggu janin mati.1,4
4
![Page 5: Lapkas IUFD](https://reader036.vdocuments.site/reader036/viewer/2022082416/5572109e497959fc0b8d72bf/html5/thumbnails/5.jpg)
Untuk diagnosis pasti penyebab kematian sebaiknya dilakukan otopsi janin dan
pemeriksaan plasenta serta selaputnya. Diperlukan evaluasi secara komprehensif untuk mencari
penyebab kematian janin termasuk analisis kromosom, kemungkinan terpapar infeksi untuk
mengantisipasi kehamilan selanjutnya.
Pengelolaan kehamilan selanjutnya bergantung pada penyebab kematian janin. Meskipun
kematian janin berulang jarang terjadi, demi kesejahteraan keluarga pada kehamilan berikut
diperlukan pengelolaan yang lebih ketat tentang kesejahteraan janin.4
Pengelolaan
Bila diagnosis kematian janin telah ditegakkan, penderita segera diberi informasi,
diskusikan kemungkinan penyebab dan rencana penatalaksanaanya. Rekomendasikan untuk
segera diintervensi.
Bila kematian janin lebih dari 3 – 4 minggu kadar fibrinogen menurun dengan
kecenderungan terjadinya koagulopati. Masalah menjadi rumit bila kematian janin terjadi pada
salah satu dari bayi kembar.
Bila diagnosis kematian janin telah ditegakkan, dilakukan pemeriksaan tanda vital ibu:
dilakukan pemeriksaan darah perifer, fungsi pembekuan, dan gula darah. Diberikan KIE pada
pasien dan keluarga tentang kemungkinan penyebab kematian janin; rencana tindakan; dukungan
mental emosional pada penderita dan keluarga, yakinkan bahwa kemungkinan lahir pervaginam.
Persalinan pervaginam dapat ditunggu lahir spontan setelah 2 minggu, umumnya tanpa
komplikasi. Persalinan dapat terjadi secara aktif dengan induksi persalinan dengan oksitosin atau
misoprostol. Tindakan perabdominam dilakukan bila tidak ada kemungkinana untuk dilahirkan
secara pervaginam. Induksi persalinan dapat dikombinasi oksitosin + misoprostol.
Kontraindikasi untuk dilakukan induksi pada penderita dengan riwayat bekas seksio sesarea
ataupun miomektomi untuk menghindari terjadinya rupture uteri.
5
![Page 6: Lapkas IUFD](https://reader036.vdocuments.site/reader036/viewer/2022082416/5572109e497959fc0b8d72bf/html5/thumbnails/6.jpg)
Pada kematian janin 24 – 28 minggu dapat digunakan misoprostol secara vaginal (50 -
100 µg tiap 4 – 6 jam) dan induksi oksitosin. Pada kehamilan di atas 28 minggu dosis
misoprostol 25 µg pervaginam / 6 jam.1-4
Pedoman dari American College of Obstetricians and Gynecologists mengatakan bahwa
induksi persalinan menggunakan Prostaglandin E2 dan misoprostol sebaiknya tidak digunakan
pada riwayat bekas seksio sesarea karena resiko terjadinya rupture uteri. Pada tahun 2003,
Dickinson dan evans melaporkan bahwa efektifitas penggunaan misoprostol secara oral, vaginal
maupun kombinasi guna induksi pada trimester kedua, didapatkan bahwa pemberian misoprostol
400 mcg per vaginal tiap 6 jam merupakan regimen terbaik.5
Komplikasi
Kematian janin dalam kandungan dapat menimbulkan komplikasi berupa kerusakan pada
desidua plasenta, menghasilkan tromboplastin yang kemudian masuk kedalam pembuluh darah
ibu, terjadi pembekuan intravaskuler yang dimulai dari endotel pembuluh darah oleh trombosit,
lalu pembekuan darah semakin luas atau disebut Disseminated intravascular coagulation (DIC)
dan hipofibrinogenemia (kadar fibrinogen < 100 mg%). Kadar normal fibrinogen pada wanita
hamil adalah 300-700 mg%. Akibat kekurangan fibrinogen maka terjadi hemoragic post partum.4
Pencegahan
Upaya mencegah kematian janin, khususnya yang sudah atau mendekati aterm adalah
bila ibu merasa gerakan janin menurun, tidak bergerak, atau gerakan janin terlalu keras, perlu
dilakukan pemeriksaan ultrasonografi perhatikan adanya solusio plasenta. Pada gemelli dengan
T+T (twin to twin transfusion) pencegahan dilakukan dengan koagulasi pembuluh anastomosis.
Ibu hamil dengan riwayat IUFD masih mempunyai kesempatan untuk hamil kembali dan
bisa memulai program tersebut kapan saja, namun sebaiknya penyebab IUFD terdahulu sudah
diketahui sebelum menjalani kehamilan berikutnya sehingga hal – hal yang menjadi
permasalahan pada kasus sebelumnya dapat dicegah. Penyebab kematian janin sebelumnya yang
6
![Page 7: Lapkas IUFD](https://reader036.vdocuments.site/reader036/viewer/2022082416/5572109e497959fc0b8d72bf/html5/thumbnails/7.jpg)
diketahui dengan jelas akan mempermudah penatalaksanaan yang harus diberikan kepada
ibu.Sampai saat ini sangat sedikit orang tua yang menyetujui untuk dilakukan otopsi terhadap
janinnya yang telah meninggal, sehingga penyebab kematian tidak dapat diketahui dengan pasti.
Riwayat kehamilan dengan IUFD sebelumnya dapat menyebabkan gangguan hasil
konsepsi pada kehamilan berikutnya, sehingga perlu dilakukan evaluasi prenatal untuk
memastikan penyebab sebelumnya. Tindakan pengambilan sampel villus khorionik atau
amniosintesis dapat mempermudah deteksi dini dan memungkinkan dipertimbangkanya
terminasi kehamilan jika penyebab lahir mati terdahulu diketahui sebagai kelainan karyotipe atau
kausa poligenik.1-4
7