iufd dengan prolaps funiculi

63
PRESENTASI KASUS Tanggal masuk RSUD : 02 Juni 2013 Jam : 08.30 WIB I. Identifikasi Nama Nn.S Jenis Kelamin Perempuan Umur 19 tahun Pendidikan SMP Pekerjaan Ibu Rumah Tangga Status Pernikahan Menikah Agama Islam Alamat Watu Lawang RT/RW 001/009 Kelurahan Gerem Kecamatan Grogol Tanggal Masuk RS 02 Juni 2013 No. CM 093XXX II. Keluhan Utama : keluar air-air dan darah serta lendir sejak jam 04.30 Tambahan : mulas-mulas (+) III. Riwayat Penyakit Sekarang 1

Upload: rachmah-kurniasari

Post on 29-Oct-2015

149 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

CASE REPORT

TRANSCRIPT

Page 1: IUFD dengan Prolaps Funiculi

PRESENTASI KASUS

Tanggal masuk RSUD : 02 Juni 2013

Jam : 08.30 WIB

I. Identifikasi

Nama Nn.S

Jenis Kelamin Perempuan

Umur 19 tahun

Pendidikan SMP

Pekerjaan Ibu Rumah Tangga

Status Pernikahan Menikah

Agama Islam

Alamat Watu Lawang RT/RW 001/009 Kelurahan

Gerem Kecamatan Grogol

Tanggal Masuk RS 02 Juni 2013

No. CM 093XXX

II. Keluhan

Utama : keluar air-air dan darah serta lendir sejak jam 04.30

Tambahan : mulas-mulas (+)

III. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke IGD RSUD Cilegon atas rujukan bidan pada tanggal 02 Juni

2013 pada pukul 08.30 WIB dengan G1P0A0 hamil 24 minggu mengeluh keluar air-air

dan darah serta lendir dari vagina. Keluhan dirasakan sejak jam 04.30 disertai mulas-

mulas bersamaan dengan keluar darah dan lendir. Menurut bidan yang merujuk, pasien

datang ke tempat prakteknya sudah tampak tali pusat di luar vulva ±10cm. Menurut

pasien BAB dan BAK masih baik dan lancar. TD 120/70 mmHg, Nadi 88 x/menit, DJJ

tidak ditemukan. Tindakan IVFd RL dan Konsul dr. Sp,OG (dr. Zainuri, Sp.OG)

instruksi jam 09.00 observasi VK dan drip synto 5 U, pasien dikirim ke VK.

1

Page 2: IUFD dengan Prolaps Funiculi

Sebelum pasien sampai di VK jam 08.45, pasien melahirkan spontan di IGD

dengan bayi lahir kepala, jenis kelamin laki-laki, BB 400 gram dan tidak ditemukan

detak jantung bayi. Kemudian pasien di kirim ke VK dengan observasi keadaan umum,

observasi tanda–tanda vital setelah melahirkan. Riwayat tidak dapat menahan saat ingin

buang air kecil, rasa tersisa setelah buang air kecil, disangkal pasien. Riwayat merokok,

trauma disangkal pasien.

IV. Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien menyangkal menderita penyakit jantung, hipertensi, asma, maupun kencing

manis.

V. Riwayat Penyakit Keluarga

Pasien mengaku di dalam keluarga tidak ada yang menderita darah tinggi, penyakit

jantung, hipertensi, asma, maupun kencing manis.

VI. Riwayat Haid

- Menarche : 12 tahun

- Siklus Haid : 28 hari

- Jumlah : 3-4x ganti pembalut/hari

- Lamanya : 7 hari

- HPHT : 10 Desember 2012

- TP : 17 September 2013

VII. Riwayat Kehamilan dan Persalinan Dahulu

Kehamilan ini adalah kehamilan pertama.

VIII. Riwayat Kontrasepsi

Pasien mengaku tidak menggunakan KB.

Pemeriksaan Fisik

1. Status Present

Keadaan umum : tampak sakit ringan

Kesadaran : Composmentis

Tek. Darah : 120/70 mmHg

2

Page 3: IUFD dengan Prolaps Funiculi

Nadi : 88 x/menit, reguler

Pernafasan : 22 x/menit, reguler

Suhu : 36,8 0C

2. Status Generalis

Kulit : Cloasma gravidarum (-)

Kepala : Normosefali

Mata : Konjungtiva anemis (-/-) Sclera ikterik (-/-)

Leher : Pembesaran KGB (-), trakea ditengah, bentuk simetris

Rahang, Gigi, Gusi : Exoriasi lidah (-) Caries (-)

Mulut : Bibir kering, sianosis (-), lidah bersih

Thorax

A. Dada

Payudara tegang, areola hiperpigmentasi

B. Jantung

Bunyi jantung I&II reguler. murmur (-), gallop (-)

C. ParuSuara nafas utama vesikuler, Ronki (-/-), Wheezing (-/-)

Abdomen : Perut buncit, striae gravidarum (-), hepar dan lien sulit dinilai

Ekstremitas :

Akral hangat - -- -

EdemaAtas - -- -

3. Status Obstetri

A. Pemeriksaan Luar

Leopold 1 : Setinggi umbilikus (17 cm), di fundus teraba bagian lunak

Leopold 2 : Sulit dinilai

Leopold 3 : Sulit dinilai

Leopold 4 : Sudah masuk PAP

DJJ : (-) tidak ditemukan x/menit

His : 2-3 X/10´/10-15”

TBJ : 775 gram

3

Page 4: IUFD dengan Prolaps Funiculi

B. Pemeriksaan Dalam

- Ano genital : Tidak ada kelainan

- Inspeksi : Pengeluaran pervaginam, tampak tali pusat ± 10 cm di vulva

Vulva & Vagina, tidak ada kelainan

- Inspekulo vagina : Tidak dilakukan

- Vaginal Toucher

Portio : tidak teraba

Pembukaan Servik : lengkap

Ketuban : -

Bag.terendah janin : Kepala

4. Pemeriksaan Laboratorium

GDS : 81 mg/dl

Hemoglobin : 11,2 g/dl

Hematokrit : 31,7 %

Leukosit : 15.070 /µl

Trombosit : 275.000 /µl

Albumin urin : -

HBSAg : Non reaktif

Anti HIV 1 : -

5. Pemeriksaan Penunjang

Tidak dilakukan

IX. Resume

Pasien datang ke IGD RSUD Cilegon atas rujukan bidan pada tanggal 02 Juni

2013 pada pukul 08.30 WIB dengan G1P0A0 hamil 24 minggu mengeluh keluar air-air

dan darah serta lendir dari vagina serta sudah tampak tali pusat di luar vulva ±10cm.

4

Page 5: IUFD dengan Prolaps Funiculi

Pada pemeriksaan fisik ditemukan :

Tanda Vital

TD : 120/70 mmHg

Nadi : 88 x/menit, reguler

Status Obstetri

A. Pemeriksaan luar

TFU 17 cm (sepusat), DJJ tidak ditemukan, his 2-3X/10’/10-15”.

B. Pemeriksaan dalam

Pemeriksaan VT didapat v/v tidak ada keluhan, portio tidak teraba, pembukaan

lengkap, ketuban (-), kepala sudah masuk PAP.

Tindakan dilakukan di IGD IVFd RL dan Konsul dr. Sp,OG (dr. Zainuri,

Sp.OG) instruksi jam 09.00 observasi VK dan drip synto 5 U, pasien dikirim ke VK.

Sebelum pasien sampai di VK pasien melahirkan spontan di IGD dengan bayi lahir

kepala, jenis kelamin laki-laki, BB 400 gram dan tidak ditemukan detak jantung bayi.

Kemudian pasien di kirim ke VK dengan observasi keadaan umum, observasi

tanda–tanda vital setelah melahirkan. Riwayat tidak dapat menahan saat ingin buang air

kecil, rasa tersisa setelah buang air kecil, disangkal pasien. Riwayat merokok, trauma

disangkal pasien.

X. Diagnosis

Ibu : P1A0 IUFD e.c Prolaps Funiculi

Anak : Janin Tunggal Mati

XI. Penatalaksanaan

Di IGD

- IVFd RL

- Konsul dr. Sp.OG (dr. Zainuri Miltas, Sp.OG)

Instruksi observasi VK, Drip synto 5 U

Di VK

- Observasi keadaan umum, tanda – tanda vital setelah melahirkan

5

Page 6: IUFD dengan Prolaps Funiculi

XII. Prognosis

Ibu

- Ad vitam : ad bonam

- Ad fungsionam : ad bonam

Janin

- Ad vitam : ad malam

ANALISA KASUS

Bagaimana permasalahan yang terjadi pada kasus ini?

Seorang wanita 19 tahun dengan G1P0A0 hamil 24 minggu datang ke IGD RSUD

Cilegon mengeluh keluar air-air dan darah serta lendir dari vagina. Keluhan dirasakan sejak

jam 04.30 disertai mulas-mulas bersamaan dengan keluar darah dan lendir. Menurut bidan

yang merujuk, pasien datang ke tempat prakteknya sudah tampak tali pusat di luar vulva

±10cm. Dilakukan pemeriksaan obstetri di IGD RSUD Cilegon:

A. Pemeriksaan luar

TFU 17 cm (sepusat), DJJ tidak ditemukan, his 2-3X/10’/10-15”.

B. Pemeriksaan dalam

Pemeriksaan VT didapat v/v tidak ada keluhan, portio tidak teraba, pembukaan

lengkap, ketuban (-), kepala sudah masuk PAP.

Dari anamnesis ditunjukkan tampak tali pusat di luar vulva pada pasien usia

kehamilah 24 minggu merupakan tanda utama dan curiga terjadinya prolaps funiculi dan

bersamaan dengan itu tidak ditemukannya DJJ curiga terjadinya intra uterine fetal death.

Kasus Prolaps Funiculi dengan janin prematur pada pasien ini berhubungan dengan

terjadinya IUFD (Intra Uterine Fetal Death) pada karena merupakan salah satu kasus

kegawatdaruratan obstetri yaitu ketika masuknya tali pusat ke vagina melewati presentasi

janin sehingga tampak di vulva. Keadaan ini dapat mengancam hidup janin karena aliran

darah janin yang berasal dari pembuluh darah umbilikalis tertekan antara janin dan rahim,

leher rahim, atau inlet panggul

Prolaps funiculi pada kasus ini disebut tali pusat menumbung, dimana ketuban sudah

pecah dan tali pusat berada di bawah bagian janin dikarenakan janin prematur, keadaan

tersebut membuat tali pusat  dapat terkena antara bagian terendah janin dan dinding panggul

yang akhirnya menimbulkan asfiksia pada janin. Bahaya terbesar adalah pada presentasi

kepala, karena setiap saat tali pusat dapat menjepit antara bagian terendah janin dengan jalan

lahir sehingga mengakibatkan gangguan oksigenasi janin. Oleh karena itu pada pasien ini

6

Page 7: IUFD dengan Prolaps Funiculi

terjadi IUFD (Intra Uterine Fetal Demise/Death) karena saat dilakukan pemeriksaan dalam

tali pusat tidak berdenyut lagi dan dengan kelahiran berat janin 400 gram.

Penanganan yang penting ialah supaya diagnosis dapat dibuat dengan cepat dan

hendaknva dilakukan pemeriksaan dalam jika ketuban sudah pecah. Juga jika bunyi jantung

menjadi buruk dalam persalinan, hendaknya diperiksa apakah bukan disebabkan oleh tali

pusat menumbung (prolapsus funikuli). Bila pemantauan persalinan dilakukan

dengan kardiotokografi (KTG) akan memberikan gambaran deselarasi variabel yang bisa

berarti adanya gawat janin. 

Penatalaksanaan umum pada kasus prolapsus tali pusat adalah dengan pemberian

oksigen 4-6 L per menit meIalui masker atau kanula nasal. Dan penatalaksanaan khususnya

adalah menentukan tali pusat masih berdenyut atau tidak. Penatalaksanaan prolapsus tali

pusat bergantung pada kondisi janin pada saat diagnosis dan umur kehamilan dan derajat

dilatasi serviks. Jika janinnya sudah meninggal, kelahiran dapat ditunggu.

7

Page 8: IUFD dengan Prolaps Funiculi

TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN

Kemajuan dalam bidang sosial dan ekonomi mempunyai pengaruh yang sangat baik

terhadap angka kematian bayi. Pengaruh demikian tidak seberapa tampak pada angka

kematian perinatal. Dalam 30 tahun terakhir ini angka kematian bayi turun dengan mencolok,

tetapi angka kematian perinatal dalam sepuluh tahun terkahir kurang lebih menetap.

Prolaps tali pusat jarang ditemukan namun salah satu kasus kegawatdaruratan obstetri

yaitu ketika masuknya tali pusat ke vagina melewati presentasi janin sehingga tampak di

vulva. Keadaan ini dapat mengancam hidup janin karena aliran darah janin yang berasal dari

pembuluh darah umbilikalis tertekan antara janin dan rahim, leher rahim, atau inlet panggul.

Insiden kasus dilaporkan bervariasi dari 0,14% menjadi 0,62%, dengan tingkat kematian

perinatal berkisar 55-430 di 1000.1 Faktor predisposisi mencakup berat lahir rendah,

malpresentation janin, multiparitas, ketuban pecah dini, kehamilan ganda dan tindakan

manipulasi obstetri.2 Beberapa penelitian telah melaporkan terdapat korelasi tinggi antara

prolaps tali pusat dengan dilakukannya intervensi tindakan obstetri seperti memasukkan

kateter intrauterin, melakukan versi eksternal, dan rotasi manual kepala janin. Dan

dilakukannya induksi persalinan dikaitkan juga dengan peningkatan resiko prolaps tali pusat.

Penelitian terakhir di Thailand pada tahun 1987 oleh Israngura et al. Prevalensi prolaps

tali pusat sebanyak 1 dari 1.194 (0,08%) jumlah kelahiran, sebelas kasus (39%) yang

disampaikan dengan asfiksia lahir dan kematian perinatal sekitar 7,1%.2 Prolaps tali pusat

secara langsung tidak mempengaruhi keadaan ibu, sebaliknya sangat membahayakan janin.

Tali pusat mungkin terdapat di dalam tonjolan cairan amnion, atau dikatakan presentasi tali

pusat (tali pusat terkemuka), atau mungkin mengalami prolaps dan berada di depan bagian

presentasi janin setelah membran ruptur (dikatakan penumbungan tali pusat). Yang menjadi

masalah pada prolaps tali pusat adalah tali pusat terletak di jalan lahir di bawah bagian

presentasi janin, dan tali pusat terlihat pada vagina setelah ketuban pecah.

Mortalitas terjadinya prolaps tali pusat pada janin sekitar 11-17 %. Insiden terjadinya

prolaps tali pusat adalah 1 : 3000 kelahiran, tali pusat menumbung kira-kira 1 : 200 kelahiran,

tetapi insiden dari occult prolapse 50 % tidak diketahui. Tali pusat menumbung, dimana

ketuban sudah pecah dan tali pusat berada di bawah bagian janin, keadaan tersebut membuat

tali pusat  dapat terkena antara bagian terendah janin dan dinding panggul yang akhirnya

menimbulkan asfiksia pada janin. Bahaya terbesar adalah pada presentasi kepala, karena

8

Page 9: IUFD dengan Prolaps Funiculi

setiap saat tali pusat dapat menjepit antara bagian terendah janin dengan jalan lahir sehingga

mengakibatkan gangguan oksigenasi janin. Pada tali pusat terkemuka, sebelum ketuban

pecah, ancaman terhadap janin tidak seberapa besar, tetapi setelah ketuban pecah bahaya

kematian janin sangat besar (Winkjosastro, 2007).

Untuk mengurangi angka mortalitas dan morbiditas perinatal diperlukan diagnosis

tepat dan penanganan cepat. Untuk tetap mempertahankan tali pusat berdenyut (tanda janin

masih hidup) sampai bayi dilahirkan dapat dilakukan seperti meninggikan posisi panggul ibu,

dan mengisi kandung kemih ibu. Jika serviks tidak sepenuhnya melebar, dilakukan segera

operasi caesar

Angka kematian perinatal di rumah sakit-rumah sakit pada umumnya berkisar antara

77,3 sampai 137,7 per 1000. Hilangnya janin pada setiap tahap disebut kematian janin.

Ketiadaan janin pada berbagai tahap merupakan kematian janin.Berdasarkan revisi tahun

2003 dari Prosedur Pengkodean Penyebab dari KematianJanin Berdasarkan ICD-10, Pusat

Statistik Kesehatan Nasional mendefinisikan kematian janin sebagai ´kematian yang terutama

berkaitan dengan ekspulsi komplet atau ekstraksi hasil konsepsi dari Ibu, pada durasi yang

tidak dapat diperkirakan di dalam masa kehamilan, dan merupakan terminasi kehamilan yang

tidak diinduksi´. Kematian janin diindikasikan oleh adanya fakta setelah terjadi ekspulsi atau

ekstraksi, janin tidak bernafas atau menunjukkan tanda-tanda lain dari kehidupan seperti

detak jantung, pulsasi umbilical cord , atau gerakan yang berarti dari otot-otot volunter.

Detak jantung tidak termasuk kontraksi transiendari jantung, respirasi tidak termasuk

pernafasan yang sangat cepat atau gasping´. Pengertian ini kemudian diklasifikasikan sebagai

kematian awal (<20minggu kehamilan), pertengahan (20-27 minggu kehamilan) dan lambat

(>28minggu kehamilan) (Kliman, 2000).

Di Amerika Serikat, kematian janin tidak memiliki definisi standar. Untuk keperluan

statistik, kematian janin diklasifikasikan sesuai dengan usia kehamilan. Kematian janin

sebelum usia kehamilan 20 minggu diklasifikasikan sebagai aborsi spontan, bila setelah 20

minggu merupakan kematian janin atau bayi lahir mati. Di negara lain, berat janin ≥350 gram

digunakan untuk menentukan kematian janin.3

Perbaikan angka kematian perinatal dapat dicapai dengan pemberian pengawasan

antenatal untuk semua wanita hamil dan dengan menemukan dan memperbaiki faktor-faktor

yang memperngaruhi keselamatan janin dan neonatus.4 Dalam hubungan ini, maka pada

pengawasan antenatal hal-hal yang bersangkutan dengan keadaan janin dalam uterus

mendapat banyak perhatian.

9

Page 10: IUFD dengan Prolaps Funiculi

PEMBAHASAN

A. PROLAPS TALI PUSAT

1. Definisi dan Klasifikasi

Definisi

Prolaps tali pusat adalah Tali pusat berada di samping atau melewati bagian

terendah janin dalam jalan lahir sebelum ketuban pecah. (Mansjoer Arif, 2000,hal.308)

Prolaps Tali Pusat adalah Keadaan darurat yang mana keadaan tali pusat

dipindahkan diantara bagian yang disiapkan untuk janin dan tulang pelvis ibu. ( Maternal

Invant Health, hal 6)

Prolaps tali pusat adalah suatu kondisi di mana tali pusat turun ke dalam vagina

sebelum waktunya pada saat kehamilan. Hal ini paling sering terjadi setelah ketuban

sudah pecah dan bayi bergerak turun bersamaan tali pusat. Saat bayi masuk vagina

selama proses melahirkan, dapat menekan tali pusat sehingga dapat mengurangi atau

menghambat suplai darah bagi bayi. Prolaps tali pusat adalah kondisi yang sangat

berbahaya yang dapat menyebabkan kematian bayi kecuali bila bayi ditangani dengan

cepat, biasanya melalui operasi caesar (C-section). Komplikasi lainnya yaitu dapat terjadi

kerusakan otak bayi karena kekurangan oksigen.

a. Tali Pusat Normal b. Prolaps Tali Pusat

Gambar 1. Perbedaan letak tali pusat

10

Page 11: IUFD dengan Prolaps Funiculi

Klasifikasi

Prolaps tali pusat dibagi menjadi6 :

1. Tali pusat menumbung (prolapsus funikuli)

Tali pusat teraba keluar atau berada disamping dan melewati bagian terendah

janin di dalam jalan lahir, tali pusat dapat prolaps ke dalam vagina atau bahkan diluar

vulva setelah ketuban pecah. Ini merupakan kedaruratan akut obstetrik yaitu dapat

menghambat pasokan sirkulasi ke janin. Tingkat kegawatdaruratan tergantung pada

durasi dan kompresi, hipoksia janin, kerusakan otak janin dan bahkan sampai

kematian. Tali pusat yang terpapar udara menyebabkan iritasi dan pendinginan

sehingga mengakibatkan vasospasme pembuluh darah tali pusat.

2. Tali pusat terdepan (tali pusat terkemuka)

Tali pusat berada disamping bagian besar janin dapat teraba pada kanalis

servikalis, atau lebih rendah dari bagian bawah janin sedangkan ketubah masih intak

atau belum pecah.

11

Page 12: IUFD dengan Prolaps Funiculi

3. Occult prolapse adalah keadaan dimana tali pusat terletak di samping kepala atau di

dekat pelvis tapi tidak  dalam jangkauan jari pada pemeriksaan vagina.

(Winkjosastro,2005)

2. Epidemiologi

Prolaps tali pusat keadaan darurat yang dapat mengancam nyawa janin karena

aliran darah ke janin terhambat. Insiden prolaps tali pusat dilaporkan sebanyak 1 dalam

160-714 jumlah kelahiran. Keterlambatan dalam penanganan dikaitkan dengan kematian

perinatal dari 36-162 per1000 kelahiran, terutama karena prematuritas, asfiksia lahir dan

anomali kongenital. Sejumlah faktor risiko telah dilaporkan terkait dengan prolaps tali

pusat yaitu malpresentation, kehamilan ganda, prematuritas, multiparitas, ketuban pecah

12

Page 13: IUFD dengan Prolaps Funiculi

dini, polihidramnion dan janin berat lahir rendah. Beberapa penelitian telah melaporkan

terdapat korelasi tinggi antara prolaps tali pusat dengan dilakukannya intervensi tindakan

obstetri seperti memasukkan kateter intrauterin, melakukan versi eksternal, dan rotasi

manual kepala janin. Dan dilakukannya induksi persalinan dikaitkan juga dengan

peningkatan resiko prolaps tali pusat.

Kondisi obstetri dimana pintu atas panggul tidak sepenuhnya ditempati dengan

bagian terendah janin (presentasi) akan memudahkan terjadinya prolapsus tali pusat

terutama pada : 

- Presentasi bokong tidak sempurna 15% ( letak kaki )

- Kelainan letak 20% ( presentasi lintang )

- presentasi kepala (0,5%)

- letak sungsang (5%),

- Hidramnion

- Prematur

- PJT – Pertumbuhan Janin Terhambat

- terjadi jika tali pusat panjang dan jika plasenta letak rendah.

Beberapa kejadian occult prolapse ( tali pusat tersembunyi)  menyebabkan satu

atau lebih kejadian dengan diagnose kompresi tali pusat. Myles melaporkan hasil

penelitiannya dalam kepustakaan dunia bahwa angka kejadian prolapsus tali pusat

berkisar antara 0,3% sampai 0,6 % persalinan. Mortalitas tali pusat menumbung  pada

janin sekitar11-17% (Yusuf,2010).

Sebanyak 44 kasus prolaps tali pusat yang diidentifikasi dari 29.908 kelahiran,

selama periode 10 tahun terakhir. Insiden prolaps tali pusat di rumah sakit adalah 1,4 per

1000 kelahiran, yang kira-kira 1 dalam 714 jumlah kelahiran. Tabel 1. Menggambarkan

karakteristik pasien dari maternal, janin dan intrapartum. Penilaian usia maternal melalui

mean dan SD yaitu 28,7 ± 4,7 tahun (sekitar 21-41 tahun). Prolaps tali pusat umumnya

pada multipara yaitu 21 kasus (47,7%) yang memiliki indeks massa tubuh (BMI) <30

kg/m2. Penilaian usia kehamilan dari mean dan SD yaitu 36 ± 3,2 minggu (sekitar 27-41

minggu), ditemukan kehamilan >37 minggu 29 kasus (66%) dan kehamilan <37 minggu

ada 16 kasus (36,4%). Semua berat badan bayi yang lahir dari kehamilan > 37 minggu ≥

2500 gram, dan sekitar 11 bayi dari 16 bayi yang lahir <37 minggu, beratnya < 2500

gram.5

13

Page 14: IUFD dengan Prolaps Funiculi

Analisis pasien dengan prolaps tali pusat oleh usia kehamilan <37 minggu,

(Tabel 2), kelahiran prematur dilaporkan persalinan spontan (P = 0,019), dan yang

melahirkan melalui caesar (P = 0,029) dengan persalinan prematur dengan prolaps tali

pusat didapatkan keadaan perinatal yang jauh lebih baik. 5

14

Page 15: IUFD dengan Prolaps Funiculi

3. Etiologi

Pada umumnya prolapsus tali pusat terdapat pada keadaan dimana bagian terendah

janin tidak terfiksasi pada pintu atas panggul, misalnya berdasarkan pada :

A. Fetal

Presentasi abnormal: Presentasi abnormal terdapat pada hampir setengah kasus-

kasus tali pusat menumbung. Oleh karena 95 persen presentasi adalah kepala.

Sebagian besar tali pusat menumbung terjadi pada presentasi kepala. Meskipun

demikian insidensi relatif yang paling tinggi berturut-turut adalah sebagai berikut:

(1) letak lintang; (2) presentasi bokong. terutama bokong kaki; dan (3) presentasi

kepala.

Prematuritas. Dua faktor memainkan peranan dalam kegagalan untuk mengisi

PAP: (1) bagian terbawah yang kecil, dan (2) seringnya kedudukan abnormal pada

persalinan prematur. Kematian janin tinggi. Salah satu sebabnya adalah karena

bayi yang kecil tidak tahan terhadap trauma dan anoksia. Sebab yang lain adalah

keengganan melakukan operasi besar pada ibu jika kemungkinan untuk

menyelamatkan bayinya hampir tidak ada.

Kehamilan ganda. Faktor-faktor yang berpengaruh di sini meliputi gangguin

adaptasi, frekuensi presentasi abnormal yang lebih besar, insidensi hydramnion

yang tinggi, dan pecahnya ketuban anak kedua selagi masih tinggi.

Hydramnion. Ketika ketuban pecah, sejumlah besar cairan mengalir ke luar dan tali

pusat hanyut ke bawah.

B. maternal dan obstetrik

Disproporsi kepala panggul: Disproporsi antara panggul dan bayi menyebabkan

kepala tidak dapat turun dan pecahnya ketuban dapat diikuti tali pusat

menumbung.

Bagian terendah yang tinggi: Tertundanya penurunan kepala untuk sementara

dapat terjadi meskipun panggul normal, terutama pada multipara. Bila pada saat

ini ketuban pecah maka tali pusat dapat turun ke bawah.

C. tali pusat dan plasenta

Tali pusat yang panjang: Semakin panjang tali pusat maka semakin mudah

menumbung.

Placenta letak rendah: Jika plasenta terletak dekat cervix maka ia akan

menghalangi penurunan bagian terendah. Di samping itu insersi tali pusat lebih

dekat cervix.

15

Page 16: IUFD dengan Prolaps Funiculi

D. iatrogenik sepertiga kali pusat menumbung terjadi selama tindakan obstetrik.

Pemecahan ketuban secara artifisial. Bila kepala masih tinggi, atau bila ada

presentasi

abnormal maka pemecahan ketuban dapat diikuti dengan tali pusat menumbung.

Pembebasan kepala dari PAP. Kepala dinaikkan ke atas panggul untuk

mempermudah putaran paksi.

Fleksi kepala yang semula dalam keadaan ekstensi.

Versi ekstraksi.

Segala keadaan yang menyebakan pintu atas panggul kurang tertutup oleh

bagian depan dapat menimbulkan tali pusat menumbung (prolapsus funikuli)

seperti pada disproporsi sefalopelvik, letak lintang, letak kaki, letak majemuk,

kehamilan ganda, dan hidramnion.

Keadaan ini tidak selalu terdiagnosis dengan pemeriksaan dalam, terutama bila

tali pusat terletak di samping kepala (occult prolapse / tali pusat tersembunyi ),

dimana terjadi kompresi pada tali pusat (tali pusat tertekan antara kepala janin dan

panggul) yang dapat mengakibatkan adanya gawat janin. Letak majemuk ini terjadi

jika pintu atas panggul tidak tertutup dengan baik oleh bagian depan janin, seperti

pada multipara. Tali pusat menumbung (prolapsus funikuli) lebih sering terjadi pada

multipara daripada primipara karena kepala sering masih tinggi pada permulaan

persalinan. Pada presentasi kepala antara lain dapat terjadi disproporsi sevalopelvik.

Pada kelahiran prematur lebih sering dijumpai karena kepala anak yang kecil tidak

dapat menutupi pintu atas panggul. Tali pusat juga dapat mengalami prolapsus pada

amniotomi, sewaktu versi janin dan pada manipulasi obstetri lainnya. 

16

Page 17: IUFD dengan Prolaps Funiculi

4. Patofisiologi

Tali pusat lebih panjang dari 20-35 cm untuk memungkinkan kelahiran janin,

bergantung pada apakah plasenta terletak di bawah atau di atas. Tali pusat yang panjang

disebabkan oleh plasenta letak rendah.

Panjang tali pusat yang abnormal tidak tampaknya tali pusat (akordia) dan

melebihi 300 cm. Kemungkinan besar untuk prolaps melalui serviks. Tali pusat yang

panjang memudahkan terjadinya tali pusat menumbung (prolapsus funikuli) sehingga tali

pusat tertekan pada jalan lahirnya menyebabkan kematian janin akibat asfiksia.

Kemungkinan besar dalam kala pengeluaran. 

Panjang tali dipengaruhi secara positif oleh volume cairan amnion dan mobilitas

janin. Panjang tali pusat yang berlebihan juga dapat disebabkan oleh lilitan tali pusat dan

janin disertai peregangan sewaktu janin bergerak.

Letak lintang, letak sungsang terutama presentase bokong, hidraamnion, KPD,

dan plasenta previa dapat menyebabkan prolaps tali pusat. Dimana tali pusat berada di

bagian terendah janin di dalam jalan lahir atau berada diantara bagian yang disiapkan

untuk janin dan tulang pelvis ibu, sehingga tali pusat keluar dari uterus mendahului

bagian persentase pada setiap kontraksi. Dengan demikian tali pusat akan kelihatan

menonjol keluar dari vagina. Akibatnya tali pusat terpapar udara dingin yang

17

Page 18: IUFD dengan Prolaps Funiculi

menimbulkan vasokonstriksi pembuluh darah tali pusat yang dapat menyebabkan

hipoksia pada janin.

5. Gejala klinik

Ada dua masalah utama yang terjadi pada tali pusat dalam kejadian prolapsus tali

pusat yang menyebabkan terhentinya aliran darah pada tali pusat dan kematian pada

janin yaitu: 7

- Tali pusat terjepit antara bagian terendah janin dengan panggul ibu.

- Spasme pembuluh darahtali pusat akibat suhu dingin di luar tubuh ibu.

Manifestasi klinis atau gejala klinis yang dapat timbul dari prolaps tali pusat adalah :

1. Tali pusat kelihatan menonjol keluar dari vagiana.

2. Tali pusat dapat dirasakan/ diraba dengan tangan didalam bagian yang lebih sempit

dari vagina.

3. Keadaan jalan lahir yang berbahaya mungkin terjadi sebagai mana tali pusat ditekan

antara bagian presentase dan tulang panggul.

4. Bradikardia janin ( DJJ <100x/menit)

5. Hipoksia Janin

Kompresi tali pusat dapat mengakibatkan hipoksia pada janin yang akan

mengakibatkan terganggunya aliran darah dalam pembuluh darah umbilikus dan

menghambat pertukaran gas transport O2 dari ibu ke janin sehingga terdapat gangguan

dalam persediaan O2 dan dalam melepaskan CO2. Hipoksia janin ini dapat menyebabkan

asfiksia neonatorum, yang dapat terjadi secara mendadak akibat dari tekanan pada tali

pusat atau prolaps tali pusat. Hal ini dapat menyebabkan kematian bayi sewaktu lahir.8 

6. Diagnosa

Jika tali pusat dapat diraba pada pemeriksaan vagina, harus dicari pulsasinya dan

bunyi jantung janin diperiksa untuk menentukan apakah masih rentang normal atau

menunjukkan takikardia atau bradikardia. Bunyi jantung normalnya 120-140x per

menit.8 

18

Page 19: IUFD dengan Prolaps Funiculi

Gambar 7. Prolapsus tali pusat pada pemeriksaan ultrasonografi 

Diagnosis prolapsus tali pusat ditegakkan jika pada pemeriksaan dalam teraba tali

pusat yang berdenyut pada pemeriksaan vagina atau jika tali pusat tampak keluar dari

vagina, namun adakalanya hal ini tidak teraba pada pemeriksaan dalam yang

disebut occult prolapse / tali pusat tersembunyi. Selain itu prolapsus tali pusat

harus dicurigai bila bunyi jantung janin menjadi tidak teratur disertai dengan periodik

bradikardi atau takikardi dengan durasi bervariasi. Diagnosis pasti juga dapat ditegakkan

melalui pemeriksaan ultrasonografi (USG) obstetri.9,10

Adanya tali pusat menumbung ( prolapsus funikuli ) atau tali pusat terdepan / tali

pusat terkemuka pada umumnya baru dapat diketahui dengan pemeriksaan dalam setelah

terjadi pernbukaan ostium uteri.7

- Pada tali pusat terdepan / tali pusat terkemuka, dapat diraba bagian yang

berdenyut di belakang selaput ketuban,

- tali pusat menumbung ( prolapsus funikuli ), tali pusat dapat diraba dengan dua jari,

tali pusat yang berdenyut menandakan bahwa janin masih hidup.

Oleh karena diagnosis pada umumya hanya dapat dibuat berdasarkan pemeriksaan dalam,

maka pemeriksaan dalam mutlak harus dilakukan pada saat ketuban pecah bila bagian

terendah janin belum masuk ke dalam rongga panggul.

Pemeriksaan dalam perlu pula dilakukan apabila terjadi kelambatan bunyi

jantung janin tanpa adanya sebab yang jelas. Ketuban sudah pecah dan kepala masih

goyang, pada pemeriksaan dalam teraba tali pusat, raba juga bagaimana pulsasi tali

pusat. 

19

Page 20: IUFD dengan Prolaps Funiculi

Pemeriksaan kardiotokografi selalu memperlihatkan gambaran gawat janin

dalam bentuk deselerasi lambat yang sangat dalam atau deselerasi berkepanjangan

tunggal seperti terlihat pada gambar berikut: 11

Gambar 8. Gambaran grafik kardiotokografi (KTG) pada prolapsus tali pusat.(11)

7. Penanganan

Penatalaksanaan prolapsus tali pusat bergantung pada kondisi janin pada saat

diagnosis dan umur kehamilan dan derajat dilatasi serviks. Jika janinnya

sudah meninggal, kelahiran dapat ditunggu. Jika janin hidup dan dilatasi serviks tidak

lengkap, seksio sesarea merupakan tindakan yang paling aman buat bayi. Sambil

mempersiapkan seksio akan bermanfaat untuk mengurangi tekanan pada tali pusat.

Penanganan yang penting ialah supaya diagnosis dapat dibuat dengan cepat dan

hendaknva dilakukan pemeriksaan dalam jika ketuban sudah pecah, sedangkan kepala

masih tinggi. Juga jika bunyi jantung menjadi buruk dalam persalinan, hendaknya

diperiksa apakah bukan disebabkan oleh tali pusat menumbung (prolapsus funikuli). Bila

pemantauan persalinan dilakukan dengan kardiotokografi (KTG) akan memberikan

gambaran deselarasi variabel yang bisa berarti adanya gawat janin. 

Penatalaksanaan umum pada kasus prolapsus tali pusat adalah dengan pemberian

oksigen 4-6 L per menit meIalui masker atau kanula nasal. Dan penatalaksanaan

khususnya adalah menentukan tali pusat masih berdenyut atau tidak.13

A. Tali pusat berdenyut

-       Jika tali pusat berdenyut, berarti janin masih hidup.

-       Jika ibu berada di kala satu persalinan, pada semua kasus

20

Page 21: IUFD dengan Prolaps Funiculi

Gambar 11. Prolapsus tali pusat (16)

1. Dengan memakai sarung tangan yang steril atau yang didesinfeksi tingkat tinggi

(DTT), masukkan satu tangan ke dalam vagina dan dorong bagian presentasi ke atas

untuk mengurangi tekanan pada tali pusat dan keluarkan bagian presentasi panggul.

2. Letakkan tangan lain di atas abdomen (suprapubik) untuk menjaga bagian presentasi

tetap berada di luar panggul.

3. Setelah bagian presentasi ditahan dengan kuat di atas pintu atas panggul, keluarkan

tangan dari vagina. Pertahankan tangan di atas abdomen sampai seksio sesarea

dilakukan.

4. Jika tersedia, berikan salbutamol 0,5 mg melalui IV secara perlahan selama dua menit

untuk mengurangi kontraksi.

5. Segera lakukan seksio sesaria.

Jika ibu berada di kala dua persalinan

1. Percepat pelahiran dengan episiotomi dan ekstraksi vakum

2. Jika presentasi bokong, lakukan ekstraksi bokong dan gunakan forsep piper

atau forsep panjang untuk melahirkan kepala pada presentasi bokong.

3. Siapkan resusitasi pada bayi baru lahir.

B. tali pusat tidak berdenyut

Jika tali pusat tidak berdenyut, berarti janin telah mati. Lakukan dengan cara

yang teraman bagi ibu.

Tali pusat menumbung ( prolapsus funikuli ) merupakan indikasi untuk segera

menyelesaikan persalinan jika anak masih hidup. Sebaliknya, jika anak sudah mati,

persalinan dapat ditunggu berlangsung spontan.

21

Page 22: IUFD dengan Prolaps Funiculi

Pada tali pusat menumbung (prolapsus funikuli), janin menghadapi bahaya

hipoksia, karena tali pusat akan terjepit antara bagian terendah janin dan jalan lahir,

sedangkan pada tali pusat terdepan / tali pusat terkemuka ancaman sewaktu-waktu dapat

terjadi. Tali pusat menumbung (prolapsus funikuli) dengan tali pusat yang masih

berdenyut, tetapi pembukaan belum lengkap, maka hanya terdapat 2 pilihan, yakni

melakukan reposisi tali pusat atau menyelamatkan persalinan dengan seksio sesaria.

Reposisi tali pusat pada umumnya sulit dan seringkali mengalami kegagalan. Oleh

sebab itu reposisi tersebut hanya dilakukan pada keadaan-keadaan dimana tidak

memungkinkan melakukan seksio sesaria. Cara yang terbaik untuk melakukan reposisi

ialah dengan memasukkan gumpalan kain kasa yang tebal ke dalam jalan

lahir, melilitkannya dengan hati-hati ke tali pusat, kemudian mendorong

seluruhnya perlahan-lahan ke kavum uteri di atas bagian terendah janin. Tindakan ini

lebih mudah dilakukan bila wanita yang bersangkutan ditidurkan dalam posisi

Trendelenburg. 13,16

 

Tali pusat menumbung (prolapsus funikuli)1. Pada letak kepala

a. Bila pembukaan masih kecil/belum lengkap dilakukan seksio sesaria, kecuali jika

bunyi jantung anak sudah sangat buruk. Selama menunggu persiapan operasi,

diusahakan resusitasi intra uterin. Usahakan pula supaya tekanan pada tali pusat

dihindarkan atau dikurangi, misalnya dengan memposisikan ibu pada posisi

Trendelenburg. Sebelum melakukan seksio sesaria bunyi jantung janin diperiksa

lagi.

b. Bila pembukaan sudah lengkap :

Lakukan seksio sesaria jika kepala masih tinggi, kepala goyang versi dan

ekstraksi atau seksio sesaria.

Ekstraksi dengan vakum atau forseps jika kepala dengan ukuran terbesar sudah

melewati pintu atas panggul.

Pada anak kecil (anak II gemeli) dapat diusahakan ekspresi fundus terlebih

dahulu dan jika syarat-syarat forsep terpenuhi dilakukan ekstraksi dengan forsep.

Jangan membuang waktu dengan mengusahakan reposisi tali pusat.

2. Pada letak lintang

Lakukan seksio sesaria.

22

Page 23: IUFD dengan Prolaps Funiculi

3. Pada letak sungsang

Jika ketuban pecah segera lakukan pemeriksaan dalam untuk memastikan tidak

terjadi prolapsus tali pusat. Jika terjadi prolapsus tali pusat dan kelahiran tidak terjadi,

lahirkan janin melalui seksio sesaria.

a. Bila pembukaan masih kecil/belum lengkap dilakukan seksio sesarea.

b. Bila pembukaan lengkap dilakukan seksio sesaria atau versi ekstraksi bila bagian

terendah janin turun jauh ke dalam panggul dan persiapan operasi memakan

waktu lama atau bila bunyi jantung anak sudah buruk.

c. Janin dilahirkan dengan ekstraksi kaki bila janin kecil atau tidak terlalu besar

4. Pada multipara dengan ukuran panggul normal, pada waktu pembukaan lengkap, janin

harus segera dilahirkan.

5. Pada presentasi belakang kepala dilakukan tekanan yang cukup kuat pada fundus uteri

pada waktu his, agar supaya kepala janin masuk ke dalam rongga panggul dan

segera dapat dilahirkan, bilamana perlu, tindakan ini dapat dibantu dengan melakukan

ekstraksi cunam. 13,15,16

Tali pusat terdepan atau terkemuka

1. Usahakan ketuban jangan pecah.

2. Ibu dalam posisi Trandelenburg berbaring miring dengan arah bertentangan dengan

tempat tali pusat

3. Lakukan reposisi dan dorong kepala ke dalam pintu atas panggul.

 

Fig. 3. Knee-chest position to relieve cord compression during cord prolapse emergency. (Bennet VR, Rrown LK [eds]: Myles Textbook for Midwives, 11th edn. New York, Churchill-Livingstone, 1978: 408)

Selama janin hidup dan dapat bertahan hidup, oksigen diberikan ke ibu dan

bagian presentasi janin ditinggikan dengan tangan di dalam vagina untuk mencegah

kompresi tali pusat. Pasien segera ditempatkan pada posisi T'rendelenburg atau

23

Page 24: IUFD dengan Prolaps Funiculi

posisi knee-chest. Tidak dilakukan, usaha untuk mereposisi tali pusat. Kecuali jika

serviks dilatasi sempurna, hasil yang terbaik akan diperoleh dengan seksio sesaria segera,

selama bunyi jantung janin baik. 16

Jika dilatasi serviks lengkap dan kepala janin atan bokong sudah jauh di dalam

panggul, persalinan mungkin dapat dilakukan dengan forseps atau ekstraksi sungsang

jika ada ahli kebidanan yang berpengalaman.14

Apabila diambil keputusan untuk melakukan seksio sesaria, maka sementara

menunggu persiapan perlu dijaga agar tali pusat tidak mengalami tekanan dan terjepit

oleh bagian terendah janin. Untuk hal itu, selain meletakkan wanita dalam posisi

Trendelenburg, satu tangan dimasukkan ke dalam vagina untuk mencegah

turunnya bagian terendah di dalam rongga panggul.Juga bisa dilakukan mengisi vesika

urinaria dengan 300 ml NaCl dan bias diberi tokolitik berupa terbutaline 0,25 mg

subkutis.  Sementara persiapan opera dilakukan, bisa juga diberi ridotrin intravena dapat

mencegah kontraksi uterus. Menjaga presentasi tetap meningkat sampai operasi dimulai.

Bila serviks menipis dan dilatasi sempurna persalinan pervaginam mugkin lebih cepat

terjadi. Bila janin meninggal tidak diperlukan tindakan operasi. 16

Pada tali pusat terdepan / tali pusat terkemuka penderita ditidurkan dalam posisi

Trendelenburg dengan harapan bahwa ketuban tidak pecah terlalu dini dan tali pusat

masuk kembali ke dalam kavum uteri. Selama tnenunggu, bunyi jantung janin diawasi

dengan seksama sedangkan kemajuan persalinan hendaknya selalu dinilai dengan

pemeriksaan dalam untuk menentukan tindakan yang perlu dilakukan selanjutnya. 16

Pada keadaan dimana janin sudah meninggal, tidak ada alasan untuk

menyelesaikan persalinan dengan segera. Persalinan diawasi sehingga berlangsung

spontan, dan tindakan hanya dilakukan apabila diperlukan demi kepentingan ibu. 16

8. Komplikasi

Prolapsus tali pusat dapat menyebabkan terjadinya asidosis metabolik, kelahiran

prematur, trauma lahir, dan hipoksia janin karena tali pusat akan terjepit antara bagian

terendah janin dan jalan lahir, sedangkan pada tali pusat terdepan / tali pusat

terkemuka ancaman sewaktu-waktu dapat terjadi.

Pada presentasi kepala, prolapsus funikuli sangat berbahaya bagi janin, karena

setiap saat tali pusat dapat terjepit antara bagian terendah janin dengan jalan lahir dengan

akibat gangguan oksigensi janin. Pada tali pusat terdepan, sebelum ketuban pecah,

ancaman terhadap janin tidak seberapa besar, tetapi setelah ketuban pecah bahaya

24

Page 25: IUFD dengan Prolaps Funiculi

kematian janin sangat besar. Myles melaporkan hasil penelitiannya dalam perpustakaan

dunia, bahwa angka kejadian berkisar antara 9,3-0,6% persalinan.

Sedangkan pada ibu karena terjadi  prolapsus maka dilakukan seksio atau

persalinan normal yang dapat menimbulkan terjadinya trauma jaringan dan leserasi pada

vagina servik.

9. Prognosis

Prolapsus tali pusat tidak membahayakan si ibu. Bahaya yang mengancam adalah

bagi si janin, terutama pada letak kepala. Kompresi tali pusat parsial lebih dan 5 menit

memberikan prognosis buruk. Angka kematian janin menurun dengan fasilitas SC yang

semakin baik dan perbaikan sarana NICU. Angka kematian janin masih berkisar 10%

B. IUFD (Intra Uterine Fetal Death)2.1 Definisi dan Klasifikasi

Kematian janin ialah kematian hasil konsepsi sebelum dikeluarkan dengan

sempurna dari ibunya tanpa memandang tuanya kehamilan. Kematian dinilai dengan

fakta bahwa sesudah dipisahkan dari ibunya janin tidak bernapas atau menunjukkan

tanda-tanda kehidupan, seperti denyut jantung, atau pulsasi tali pusat, atau kontraksi otot.

IUFD (Intra Uterine Fetal Demise) merupakan kematian janin yang terjadi tanpa

sebab yang jelas, yang mengakibatkan kehamilan tidak sempurna (Uncomplicated

Pregnancy). Kematian janin terjadi kira-kira pada 1% kehamilan dan dianggap sebagai

kematian janin jika terjadi pada janin yang telah berusia 20 minggu atau lebih, dan bila

terjadi pada usia di bawah usia 20 minggu disebut abortus. Sedangkan WHO

menyebutkan bahwa yang dinamakan kematian janin adalah kematian yang terjadi bila

usia janin 20 minggu dan berat janin waktu lahir diatas 1000 gram.

Pada dasarnya untuk membedakan IUFD dengan aborsi spontan, WHO dan

American College of Obstetricians and Gynaecologists telah merekomendasikan bahwa

statistik untuk IUFD termasuk di dalamnya hanya kematian janin intra uterine dimana

berat janin 500 gr atau lebih, dengan usia kehamilan 22 minggu atau lebih. Tapi tidak

semua negara menggunakan pengertian ini, masing-masing negara berhak menetapkan

batasan dari pengertian IUFD.3 (Kliman, 2000)

25

Page 26: IUFD dengan Prolaps Funiculi

Klasifikasi dan Patologi

Kematian janin merupakan hasil akhir dari gangguan pertumbuhan janin, gawat janin

atau infeksi.17 Kematian janin dapat dibagi dalam 4 golongan, yaitu:4

Golongan I : kematian sebelum masa kehamilan mencapai 20 minggu penuh;

Golongan II : kematian sesudah ibu hamil 20 hingga 28 minggu;

Golongan III : kematian sesudah masa kehamilan lebih 28 minggu (late fetal

death);

Golongan IV : kematian yang tidak dapat digolongkan pada ketiga golongan

diatas.

Grade Maserasi pada IUFD :

Grade 0 (durasi < 8 jam) kulit kemerahan ‘setengah matang’.

Grade I (durasi > 8 jam) kulit terdapat bullae dan mulai mengelupas.

Grade II (durasi 2-7 hari) kulit mengelupas luas, efusi cairan serosa di

Rongga toraks dan abdomen

Grade III (durasi >8 hari) hepar kuning kecoklatan, efusi cairan keruh,

Mungkin terjadi mumifikasi.

Bila janin mati dalam kehamilan yang telah lanjut terjadilah perubahan-perubahan

sebagai berikut :

1. Rigor mostis (tegang mati)

Berlangsung 2,5 jam setelah mati, kemudian lemas kembali.

2. Stadium maserasi I

Timbul lepuh-lepuh pada kulit, mula-mula terisi cairan jernih tapi kemudian

menjadi merah. Stadium ini berlangsung 24 jam setelah mati.

3. Stadium maserasi II

Lepuh-lepuh pecah dan mewarnai air ketuban menjadi merah coklat, stadium ini

berlangsung 48 jam setelah anak mati.

4. Stadium maserasi III

Terjadi kira-kira 3 minggu setelah anak mati. Badan janin sangat lemas, hubungan

antara tulang-tulang sangat longgar dan terdapat oedem dibawah kulit.

Kematian janin dapat terjadi akibat gangguan pertumbuhan janin, gawat janin atau

kelainan bawaan atau akibat infeksi yang tidak terdiagnosis sebelumnya sehingga tidak

diobati.

26

Page 27: IUFD dengan Prolaps Funiculi

2.2 Etiologi

Untuk mengetahui sebab kematian perinatal diperlukan tindakan bedah mayat.

Karena bedah mayat sangat susah dilakukan di Indonesia, sebab kematian janin dan

neonatus hanya didasarkan pada pemeriksaan klinik dan laboratorium. Dengan dasar

pemeriksaan itu sebab utama kematian perinatal di Rumah sakit Dr. Cipto

Mangunkusumo, Jakarta, ialah: (1) infeksi; (2) asfiksia neonatorum; (3) trauma kelahiran;

(4) cacat bawaan; (5) penyakit yang berhubungan dengan prematuritas dan dismaturitas;

(6) imaturitas; dan (7) lain-lain.4

Pada 25-60% kasus penyebab kematian janin tidak jelas. Penyebab dari kematian

perinatal dapat dikategorikan menjadi 3 bagian yaitu yang berasal dari fetal, plasenta dan

maternal. Penyebab yang berasal dari fetal (sekitar 25%-40%) dapat berupa anomali

kromosomal, defek nonkromosomal pada kelahiran, hidrops nonimun, dan infeksi baik

yang berasal dari bakteri, virus maupun protozoa. Penyebab yang berasal dari plasenta

(25%-35%) yaitu berupa abruptio plasenta, perdarahan fetal-maternal, insufisiensi

plasenta, asfiksia intrapartum, plasenta previa, twin to twin transfusion, dan

korioamnionitis. Sedangkan penyebab dari maternal (5-10%) adalah antibodi

antifosfolipid, diabetes, hipertensi, trauma, persalinan abnormal, sepsis, asidosis,

hipoksia, ruptura uteri, kehamilan posterm serta obat-obatan. Selain ketiga kategori

tersebut, terdapat penyebab yang tidak dapat dijelaskan ( 25%-35%).18

a. Fetal, penyebab 25-40%

Anomali/malformasi kongenital mayor : Neural tube defek, hidrops, hidrosefalus,

kelainan jantung congenital

Kelainan kromosom termasuk penyakit bawaan. Kematian janin akibat kelainan

genetik biasanya baru terdeteksi saat kematian sudah terjadi, melalui otopsi bayi.

Jarang dilakukan pemeriksaan kromosom saat janin masih dalam kandungan. Selain

biayanya mahal, juga sangat berisiko. Karena harus mengambil air ketuban dari

plasenta janin sehingga berisiko besar janin terinfeksi, bahkan lahir prematur.

Kelainan kongenital (bawaan) bayi

Yang bisa mengakibatkan kematian janin adalah hidrops fetalis, yakni akumulasi

cairan dalam tubuh janin. Jika akumulasi cairan terjadi dalam rongga dada bisa

menyebabkan hambatan nafas bayi. Kerja jantung menjadi sangat berat akibat dari

banyaknya cairan dalam jantung sehingga tubuh bayi mengalami pembengkakan atau

terjadi kelainan pada paru-parunya.

Janin yang hiperaktif

27

Page 28: IUFD dengan Prolaps Funiculi

Gerakan janin yang berlebihan -apalagi hanya pada satu arah saja- bisa

mengakibatkan tali pusat yang menghubungkan ibu dengan janin terpelintir.

Akibatnya, pembuluh darah yang mengalirkan suplai oksigen maupun nutrisi melalui

plasenta ke janin akan tersumbat. Tak hanya itu, tidak menutup kemungkinan tali

pusat tersebut bisa membentuk tali simpul yang mengakibatkan janin menjadi sulit

bergerak. Hingga saat ini kondisi tali pusat terpelintir atau tersimpul tidak bisa

terdeteksi. Sehingga, perlu diwaspadai bilamana ada gejala yang tidak biasa saat

hamil.

Infeksi janin oleh bakteri dan virus

Gawat janin

Bila air ketuban habis otomatis tali pusat terkompresi antara badan janin dengan

ibunya. Kondisi ini bisa mengakibatkan janin “tercekik” karena suplai oksigen dari

ibu ke janin terhenti. Gejalanya dapat diketahui melalui cardiotopografi (CTG). Mula-

mula detak jantung janin kencang, lama-kelamaan malah menurun hingga di bawah

rata-rata.

2. Placental, penyebab 25-35%

Abruption

Kerusakan tali pusat

Infark plasenta

Infeksi plasenta dan selaput ketuban

Intrapartum asphyxia

Plasenta Previa

Twin to twin transfusion S

Chrioamnionitis

Perdarahan janin ke ibu

Solusio plasenta

3. Maternal, penyebab 5-10%

Antiphospholipid antibody

DM

Hipertensi

Sepsis

Acidosis/ Hypoxia

28

Page 29: IUFD dengan Prolaps Funiculi

Ruptur uterus

Obat-obat

Thrombophilia

Cyanotic heart disease

Epilepsy

Anemia berat

Trauma

Trauma bisa mengakibatkan terjadi solusio plasentae atau plasenta terlepas. Trauma

terjadi, misalnya, karena benturan pada perut, entah karena kecelakaan atau

pemukulan. Benturan ini bisa saja mengenai pembuluh darah di plasenta, sehingga

timbul perdarahan di plasenta atau plasenta lepas sebagian. Akhirnya aliran darah ke

bayi pun jadi tak ada.

Kehamilan lewat waktu (postterm)

Kehamilan lebih dari 42 minggu. Jika kehamilan telah lewat waktu, plasenta akan

mengalami penuaan sehingga fungsinya akan berkurang. Janin akan kekurangan

asupan nutrisi dan oksigen. Cairan ketuban bisa berubah menjadi sangat kental dan

hijau, akibatnya cairan dapat terhisap masuk ke dalam paru-paru janin. Hal ini bisa

dievaluasi melalui USG dengan color doppler sehingga bisa dilihat arus arteri

umbilikalis jantung ke janin. Jika demikian, maka kehamilan harus segera dihentikan

dengan cara diinduksi. Itulah perlunya taksiran kehamilan pada awal kehamilan dan

akhir kehamilan melalui USG.

4. Ketidakcocokan rhesus darah ibu dengan janin

Akan timbul masalah bila ibu memiliki rhesus negatif, sementara bapak rhesus positif.

Sehingga anak akan mengikuti yang dominan; menjadi rhesus positif. “Akibatnya

antara ibu dan janin mengalami ketidakcocokan rhesus.”

Ketidakcocokan ini akan mempengaruhi kondisi janin tersebut. Misalnya, dapat terjadi

hidrops fetalis; suatu reaksi imunologis yang menimbulkan gambaran klinis pada janin,

antara lain pembengkakan pada perut akibat terbentuknya cairan berlebih dalam rongga

perut (asites), pembengkakan kulit janin, penumpukan cairan di dalam rongga dada atau

rongga jantung, dan lain-lain. Akibat penimbunan cairan yang berlebihan tersebut,

maka tubuh janin akan membengkak. Bahkan darahnya pun bisa tercampur air.

Biasanya kalau sudah demikian, janin tak akan tertolong lagi. Sayangnya, seringkali

tidak dilakukan otopsi pada janin yang mati tersebut, sehingga tidak bisa diketahui

29

Page 30: IUFD dengan Prolaps Funiculi

penyebab hidrops fetalis. Padahal dengan mengetahui penyebabnya bisa untuk tindakan

pencegahan pada kehamilan berikutnya.

5. Ketidakcocokan golongan darah antara ibu dan janin

Terutama pada golongan darah A,B,O. “Yang kerap terjadi antara golongan darah anak

A atau B dengan ibu bergolongan O atau sebaliknya.” Sebab, pada saat masih dalam

kandungan, darah ibu dan janin akan saling mengalir lewat plasenta. Bila darah janin

tidak cocok dengan darah ibunya, maka ibu akan membentuk zat antibodinya.

Sekitar 10 % kematian janin tetap tidak dapat dijelaskan. Kesulitan dalam

memperkirakan kausa kematian janin tampaknya paling besar pada janin preterm.

Disamping itu, terdapat juga faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kematian perinatal,

diantaranya ada faktor dari ibu dan juga dari janin sebagai berikut:

1. Faktor ibu (high risk mother)

a. status sosial ekonomi yang rendah;

b. tingkat pendidikan ibu yang rendah;

c. umur ibu yang melebihi 40 tahun;

d. paritas pertama dan paritas kelima dan lebih;

e. tinggi badan ibu dan berat badan ibu ;

f. kehamilan diluar perkawinan;

g. kehamilan tanpa pengawasan antenatal;

h. gangguan gizi dan anemia pada kehamilan;

i. ibu dengan anamnesis kehamilan dan persalinan sebelumnya yang tidak baik,

misalnya kehamilan dan persalinan berakhir dengan kematian janin, kematian bayi

yang dini, atau kelahiran bayi dengan berat badan lahir rendah;

j. riwayat persalinan yang diakhiri dengan tindakan bedah atau yang berlangsung

lama;

k. riwayat kehamilan dan persalinan dengan komplikasi medik atau obstetrik;

l. riwayat inkompatibilitas darah janin dan ibu;

m. kehamilan dengan riwayat pelayanan kesehatan ibu yang tidak adekuat atau tidak

dapat dinilai.

2. Faktor bayi (high risk infants)

a. bayi yang lahir dari kehamilan yang bersifat high risk;

30

Page 31: IUFD dengan Prolaps Funiculi

b. bayi yang berat badan lahir kurang dari 2500 gram;

c. bayi yang berat badan lahir lebih dari 4000 gram;

d. bayi yang dilahirkan dari kehamilan kurang dari 37 minggu dan lebih dari 42

minggu;

e. bayi yang berat badan lahir kurang dari berat badan lahir menurut masa

kehamilannya (small for gestasional age);

f. bayi yang nilai Apgarnya kurang dari 7;

g. bayi yang lahir dengan infeksi intrapartum, trauma kelahiran, atau kelainan

kongenital;

h. bayi yang lahir dalam keluarga yang mempunyai problema sosial (perceraian,

perkawinan dengan lebih dari satu istri, perkawinan tidak sah).

2.3 Manifestasi Klinis dan Pemeriksaan

Pada wanita yang diketahui mengalami kematian janin intra uterine (IUFD), pada

beberpa hari berikutnya mengalami penurunan ukuran payudara. Tanda-tanda lain yang juga

dapat ditemukan adalah sebagai berikut:

1) Tidak ada gerakan janin. Pada umumnya, ibu merasakan gerakan janin pertama pada

usia kehamilan 18 minggu (pada multipara) atau 20 minggu (pada primipara).

Gerakan janin normalnya minimal 10 kali sehari.

2) Gerakan janin yang sangat hebat atau sebaliknya, gerakan janin yng semakin pelan

atau melemah.

3) Ukuran abdomen menjadi lebih kecil dibandingkan dengan ukuran pada saat

kehamilan normal dan tinggi fundus uteri menurun atau kehamilan yang tidak

kunjung besar, dicurigai bila pertumbuhan kehamilan tidak sesuai bulan.

4) Bunyi jantung anak tidak terdengar

5) Palpasi janin menjadi tidak jelas

6) Pergerakan janin tidak teraba oleh tangan pemeriksa

31

Page 32: IUFD dengan Prolaps Funiculi

2.4 Patofisiologi

32

Page 33: IUFD dengan Prolaps Funiculi

33

Page 34: IUFD dengan Prolaps Funiculi

2.5 Diagnosis dan Diagnosis Banding19

Anamnesa

Ibu tidak merasakan gerakan jnin dalam beberapa hari atau gerakan janin sangat

berkurang

Ibu merasakan perutnya bertambah besar, bahkan bertambah kecil atau kehamilan

tidak seperti biasanya.

Wanita belakangan ini merasa perutnya sering menjadi keras dan merasakan sakit

seperti mau melahirkan.

Inspeksi

Tidak terlihat gerakan-gerakan janin, yang biasanya dapat terlihat terutama pada ibu

yang kurus

Penurunan atau terhentinya peningkatan bobot berat badan ibu

Terhentinya perubahan payudara

Palpasi

Tinggi fundus uteri lebih rendah dari seharusnya tua kehamilan ; tidak teraba gerakan-

gerakan janin

Dengan palpasi yang teliti dapat dirasakan adanya krepitasi pada tulang kepala janin.

Auskultasi

Baik memakai stetoskop monoral maupun doptone tidak akan terdengan denyut

jantung janin. Reaksi kehamilan baru negatif setelah beberapa minggu janin mati

dalam kandungan.

Rontgen foto abdomen

Adanya akumulasi gas dalam jantung dan pembuluh darah besar janin (Robert sign)

Tanda nojoks : adanya angulasi yang tajam tulang belakang janin

Tanda spalding : overlapping tulang-tulang kepala (sutura) janin

Disintegrasi tulang janin bila ibu berdiri tegak

Kepala janin kelihatan seperti kantong berisi benda padat.

Kepala janin terkulai

Pemeriksaan hematologi berupa pemeriksaan ABO dan Rh, VDRL, gula darah post

prandial, HBA1C, ureum, kreatinin, profil tiroid, skrining TORCH, anti koagulan Lupus,

anticardiolipin antibody.

Pemeriksaan urine dilakukan untuk mencari sedimen dan sel-sel pus. Pemeriksaan

langsung pada plasenta, tali pusat termasuk autopsi bayi dapat memberi petunjuk sebab

kematian janin.

34

Page 35: IUFD dengan Prolaps Funiculi

Pemeriksaan Tambahan

1. Ultrasound:

gerak anak tidak ada

denyut jantung anak tidak ada

tampak bekuan darah pada ruang jantung janin

2. X-Ray : Spalding¡’s sign (+) : tulang-tulang tengkorak janin saling tumpah tindih,

pencairan otak dapat menyebabkan overlapping tulang tengkorak.

Nanjouk¡’s sign (+) : tulang punggung janin sangat melengkung

Robert¡’s sign (+) : tampak gelembung-gelembung gas pada pembuluh darah besar.

Tanda ini ditemui setelah janin mati paling kurang 12 jam

Adanya akumulasi gas dalam jantung dan pembuluh darah besar janin

Gejala dan Tanda Selalu Ada

Gejala dan Tanda Kadang-Kadang Ada

Diagnosa Kemungkinan

Gerakan janin berkurang atau hilang

Nyeri perut hilang timbul atau menetap

Perdarahan pervaginam sesudah hamil 22 minggu

Syok

Uterus tegang/kaku

Gawat janin atau DJJ tidak terdengar

Solusio plasenta

Gerakan janin dan DJJ tidak ada

Perdarahan Nyeri perut hebat

Syok Perut kembung/ cairan

bebas intra abdominal Kontur uterus abnormal Abdomen nyeri Bagian-bagian janin

teraba Denyut nadi ibu cepat

Ruptura uteri

Gerakan janin berkurang atau hilang

DJJ abnormal (<100/menit atau >180/menit)

Cairan ketuban bercampur mekonium

Gawat janin

Gerakan janin/ DJJ hilang

Tanda-tanda kehamilan berhenti

Tinggi fundus uteri berkurang

Pembesaran uteri berkurang

Kematian janin

35

Page 36: IUFD dengan Prolaps Funiculi

2.6 Protokol Investigasi17,20

Bertujuan untuk :

1. Memastikan diagnosis IUFD secara sonografi atau radiology

2. Memeriksa kadar fibrinogen darah dan masa tromboplastin parsial secara periodik,

terutama bila janin dipertahankan dalam kandungan lebih dari 2 minggu.

3. Mencari penyebab kematian janin.

Protokol Pemeriksaan pada janin dengan IUFD menurut Cunningham dan Hollier

(1997):

1. Deskripsi bayi

- malformasi

- bercak noda

- warna kulit

- maserasi

2. Tali Pusat

- prolaps

- pembengkakan leher, lengan dan kaki

- hematoma atau striktur

- jumlah pembuluh darah

- panjang tali pusat

- Cairan Amnion

- warna – mekoneum, darah

- konsistensi

- volume

4. Plasenta

- berat plasenta

- bekuan darah dan perlengketan

- malformasi struktur – sirkumvalata, lobus aksesorius

- edema – perubahan hidropik

5. Membran amnion

- bercak/noda

- ketebalan

36

Page 37: IUFD dengan Prolaps Funiculi

2.7 Komplikasi17

1. Gangguan psikologis ibu dan keluarga

2. Infeksi, apabila ketuban masih intak kemungkinan untuk terjadinya infeksi sangat

kecil, namun bila ketuban sudah pecah infeksi dapat terjadi terutama oleh

mikroorganisme pembentuk gas seperti Clostridium welchii.

3. Kelainan pembekuan darah, bila janin mati dipertahankan melebihi 4 minggu,

dapat terjadi defibrinasi akibat silent Disseminated Intravascular Coagulopathy

(DIC). Walaupun terjadinya DIC terutama pada janin mati akibat inkompatibilitas

Rh yang tetap dipertahankan, kemungkinan kelainan ini terjadi pada kasus lainnya

harus dipikirkan. Kelainan ini terjadi akibat penyerapan bertahap dari

tromboplastin yang dilepaskan dari plasenta dan desidua yang mati ke dalam

sirkulasi maternal.

4. Selama persalinan dapat terjadi inersia uteri, retensio plasenta dan perdarahan post

partum.

2.8 Pencegahan17

Upaya mencegah kematian janin, khususnya yang sudah mendekati aterm adalah

bila ibu merasa gerakan janin menurun, tidak bergerak, atau gerakan janin terlalu keras,

perlu dilakukan pemeriksaan ultrasonografi. Perhatikan adanya solution plasenta.

2.9 Penatalaksanaan17

Bila diagnosis kematian janin telah ditegakkan, penderita segera diberi informasi.

Diskusikan kemungkinan penyebab dan rencana penatalaksanaannya. Rekomendasikan

untuk segera diintervensi.

Bila kematian janin lebih dari 3-4 minggu kadar fibrinogen menurun dengan

kecenderungan terjadinya koagulopati. Masalah menjadi rumit bila kematian janin terjadi

pada salah satu dari bayi kembar.

Bila diagnosis kematian janin telah ditegakkan, dilakukan pemeriksaan tanda vital

ibu, dilakukan pemeriksaan darah perifer, fungsi pembekuan dan gula darah. Diberikan

pengetahuan kepada pasien dan keluarga tentang kemungkinan penyebab kematian janin,

rencana tindakan, dukungan mental emosional pada penderita dan keluarga, yakinkan

bahwa kemungkinan lahir pervaginam.

Persalinan pervaginam dapat ditunggu lahir spontan setelah 2 minggu, umumnya

tanpa komplikasi. Persalinan dapat terjadi secara aktif dengan induksi persalinan dengan

37

Page 38: IUFD dengan Prolaps Funiculi

oksitosin maupun misoprostol. Tindakan perabdominam bila janin letak lintang. Induksi

persalinan dapat dikombinasi oksitosin + misoprostol. Hati-hati pada induksi dengan

uterus pascaseksio sesarea ataupun miomektomi, bahayanya terjadi ruptura uteri.

Pada kematian janin 24-28 minggu dapat digunakan, misoprostol secara vaginal

(50-100 μg tiap 4-6 jam) dan induksi oksitosin. Pada kehamilan di atas 28 minggu dosis

misoprostol 25 μg pervaginam/6jam.

Setelah bayi lahir dilakukan ritual keagamaan merawat mayat bayi bersama

keluarga. Idealnya pemeriksaan otopsi atau patologi plasenta akan membantu

mengungkap penyebab kematian janin.

Metode terminasi lainnya berupa embriotomi. Embriotomi adalah suatu persalinan

buatan dengan cara merusak atau memotong bagian-bagian tubuh janin agar dapat lahir

pervaginam, tanpa melukai ibu. Embriotomi diindikasikan kepada janin mati dimana ibu

dalam keadaaan bahaya ataupun janin mati yang tak mungkin lahir pervaginam

2.10 Prognosis

Jika dapat dideteksi segera, prognosis untuk ibu baik (dapat kembali hamil).

Apabila pernah mengalami kematian janin dalam kandungan, bukan berarti ibu tidak bisa

hamil lagi. Ibu bisa memulai program hamil kapan saja. Hanya sebaiknya penyebab

kematian janin terdahulu sudah diketahui sebelum hamil kembali. Hal ini bertujuan agar

pada kehamilan berikutnya bisa diantisipasi hal-hal yang menjadi permasalahan kasus

tersebut. Sayangnya, jarang sekali orang tua yang bersedia mengotopsi janinnya yang

meninggal. Akibatnya penyebab kematiannya tidak diketahui dengan pasti. Padahal

mengetahui penyebab kematian akan mempermudah pengobatan yang harus diberikan

pada ibu. Misalnya, bila penyebabnya karena perbedaan rhesus darah, maka harus segera

diobati rhesusnya. Pengobatan ini harus segera diberikan supaya zat antinya tidak

terlanjur terbentuk. Sehingga kalau terjadi kehamilan lagi, perbedaan rhesus tidak

berdampak seperti sebelumnya.

38

Page 39: IUFD dengan Prolaps Funiculi

DAFTAR PUSTAKA

1. Uygur D, Kis S, Tumcer R, Ozcan FS, Erkaya S. Risk factors and infant outcomes associated

with umbilical cord prolapse. Int J Gynecol Obstet 2002;78: 127–130.DOI: 10.1016/S0020-

7292(02)00140-6

2. Israngura Na Ayudhya N. Prolapse of umbilical cord: a 5 year review in Ramathibodi Hospital. J

Med Assoc Thai 1987; 45: 21-5.

3. James L Lindsey, MD. Evaluation of Fetal Death  access on

http://emedicine.medscape.com/article/259165-overview 13 June 2013. 08.00 PM

4. Winknjosastro H. Kematian Perinatal Dalam Ilmu Kebidanan Edisi Ketiga Cetakan Kesembilan.

2007. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Balai Penerbit FK UI : Jakarta

5. Rozilla S. Khan, Tahira Naru, Faryal Nizami. Umbilical cord prolapse - A review of diagnosis to

delivery interval on perinatal and maternal outcome. J Pak Med Assoc. Vol. 57, No. 10,

October 2007

6. Chloe Borton. Prolapsed Cord. of Egton Medical Information Systems Limited.

www.patient.co.uk/doctor/Prolapsed-Cord.htm.

7. Widjanarko, B. Prolapsus Tali Pusat. Available from : http://reproduksiumj.blogspot.com/search?

q=prolapsus+tali+pusat. Accessed: 13/06/2013

8.  Cleaveland            Clinic.  Umbilical Cord Proplase. Available

from:  http://www.cleavelandclinic.org/healt/health-info.Umbilicalcord-asp.

Accessed: 13/06/2013

9.  Sastrawinata S, Martaadisoebrata D, dkk. Kelainan Plasenta, Tali Pusat, Gangguan Janin dan

Distasia. Obstetri Patologi Ilmu Kesehatan Reproduksi. Jakarta : ECG. 2005. 37-8,155-7.

10.  Taber B. Prolaps Tali Pusat. Kapita Selekta Kedaruratan Obstet dan Ginekologi. Jakarta : ECG.

1994: 372-3.

11.   Mochtat R. Tali Pusat Menumbung. Sinopsis Obstetri. Edisi 2. Jilid 1. Jakarta : EGC. 1998:

381-2.

12. Manuaba LB.G, Manuaba C, Manuaba F. Kelainan pada Amniotomi, Tali Pusat, dan

Plasenta. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta : ECG. 2007 : 506-8.

13. Sastrawinata S, Martaadisoebrata D, dkk. Kelainan Plasenta, Tali Pusat, Gangguan Janin dan

Distasia. Obstetri Patologi Ilmu Kesehatan Reproduksi. Jakarta : ECG. 2005. 37-8,155-7.

14. Liewellyn D, Jones. Prolaps Tali Pusat. Dasar-dasar Obstetri dan Ginekologi. Edisi 6. Jakarta :

ECG. 2002:162.

15.  Yulianti D. Prolaps Tali Pusat. Manajemen Komplikasi Kehamilan dan Persalinan. Jakarta :

ECG. 2006 : 179-0.

16.   Wiknjosastro H. Distosia Karena Kelainan Letak serta Bentuk Janin. Ilmu Kebidanan. Edisi

Ketiga. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiraharjo. 2002 : 634-6. 10

39

Page 40: IUFD dengan Prolaps Funiculi

17. Winknjosastro H. Kematian Janin Dalam Ilmu Kebidanan Edisi Keempat Cetakan Kedua. 2009.

Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Balai Penerbit FK UI : Jakarta

18. Cunningham GF. Fetal Death in Williams Obstetrics 22st Edition. 2007. McGraw Hill. USA.

19. www.emedicine.com. Evaluation of Fetal Death. James F Lindsay. Sept 17, 2004.

20. Winknjosastro H. Embriotomi Dalam Ilmu Bedah Kebidanan Edisi Pertama Cetakan Ketujuh.

2007. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Balai Penerbit FK UI : Jakarta

40