klt laporan
DESCRIPTION
kromatografi lapis tipisTRANSCRIPT
Kromatografi Lapis Tipis
I. Tujuan
I.1. Dapat menjelaskan teknik – teknik dasar kromatografi lapis tipis.
I.2. Dapat menjelaskan prinip dasar kromatografi.
I.3. Melakukan isolasi campuran senyawa sampai pemurniannya secara
kromatografi lapis tipis.
I.4. Untuk memisahkan campuran senyawa menjadi senyawa murninya
dan mengetahui uantitasnya yang digunakan.
I.5. Dapat menghitung nilai Rf.
II. Prinsip
Berdasarkan pada adsorpsi (zat terlarut diserap pada permukaan
fase diam) dan partisi (zat terlarut didistribusikan antara fase diam dan
fase gerak).
III. Reaksi –
IV. Teori Dasar
Berbagai metode kromatografi memberikan cara pemisahan paling
kuat dilaboratorium kimia. Metode kromatografi, karena
pemanfaatannya yang leluasa, dipakai secara luas untuk pemisahan
analitik dan preparatif. Biasanya, kromatografi analitik dipakai pada
tahap permulaan untuk semua cuplikan dan kromatografi preparatif
hanya dilakukan juka diperlukan fraksi murni dari campuran.
Pemisahan secara kromatografi dilakukan dengan cara mengotak-atik
langsung beberapa sifat fisika umum dari molekul.
Pemisahan senyawa biasanya menggunakan beberapa teknik
kromatografi pemilohan teknik kromatografi sebagian besar
bergantung pada sifat kelarutan senyawa yang akan dipisahkan. Semua
kromatografi memiliki fase diam (dapat berupa padatan, atau
kombinasi cairan – padatan, dan fase gerak (berupa cairan atau gas).
1
Fase gerak mengalir melalui fase diam dan membawa komponen –
komponen yang terdapat dalam campuran. Komponen yang berbeda
bergerak pada laju yang berbeda.
Kromatografi merupakan suatau teknik pemisahan campuean yang
berdasarkan pada kecepatan perambatan komponen dalam medium
tertentu. Uraian pada kromtografi tersebut diuraikan oleh Michael
Tsweet yang melakukan suatu pemisahan klorofil dari suatu pigmen –
pigmen lain dari ekstrak tanaman dengan menggunakan suatu
kromatografi kolom yang berisi dengan kalsium karbonat.
KLT dapat digunakan untuk memisahkan senyawa – senyawa yang
sifatnya hidrofobik seperti lipida – lipida dan hidrokarbon yang sukar
dikerjakan dengan kromatografi kertas. KLT juga dapat berguna untuk
mencari eluen untuk kromatografi kolom, analisis fraksi yang
diperoleh dari kromatografi kolom, identifikasi senyawa secara
kromatografi dan isolasi senyawa murni skala kecil. Pelarut yang
dipilih untuk pengembang disesuaikan dengan sifat kelarutan senyawa
yang dianalisis. Bahan lapisan tipis seperti silika gel adalah senyawa
yang tidak bereaksi dengan pereaksi – pereaksi yang lebih reaktif
seperti asam sulfat. Data yang diperoleh dari KLT adalah nilai Rf yang
berguna untuk identifikasi senyawa. Nilai Rf untuk senyawa murni
dapat dibandingkan dengan nilai Rf dari senyawa standar. Nilai Rf
dapat didefinisikan sebagai jarak yang ditempuh oleh senyawa dari
titik asal dibagi dengan jarak yang ditempuh oleh pelarut dari titik asal.
Oleh karena itu bilangan Rf selalu lebih kecil dari 1,0.
Kromatografi lapis tipis adalah metode pemisahan fisika – kimia
dengan fase gerak (larutan pengembang yang cocok), dan fase diam
(bahan berbutir) yang diletakkan pada penyangga berupa plat gelas
atau lapisan yang cocok. Kromatografi lapis tipis ini merupakan salah
satu analisis kualitatif dari suatu sample yang ingin dideteksi dengan
memisahkan komponen – komponen sample berdasarkan pada
perbedaan kepolaran.
2
Pada proses pemisahan dengan menggunakan kromatografi lapis
tipis, terjadi suatu hubungan keseimbangan antara fase diam dan fase
gerak, dimana akan ada interaksi antara permukaan fase diam dan
gugus fungsi senyawa organik yang akan diidentifikasi yang telah
berinteraksi dengan fase geraknya. Kesetimbangan ini dipengaruhi
oleh 3 faktor, yaitu kepolaran fase diam, kepolaran fase gerak serta
kepolaran dan ukuran molekul.
Pemisahan terjadi selama perambatan kapiler (pengembang), lalu
hasil pengembangan di deteksi. Zat yang memiliki kepolaran yang
sama dengan fase diam akan cenderung tertahan dan nilai Rf nya
paling kecil. Kromatografi lapis tipis ini digunakan untuk memisahkan
komponen – komponen atas dasar perbedaan adsorpsi oleh fase diam
dibawah gerakan pelarut pengembang.
Pada cara penggunaan kromatografi lapis tipis ini hampir sma
dengan menggunakan kromatografi kertas, hanya saja pada
kromatografi lapis tipis fase diamnya menggunakan plat gelas atau
logam atau alumunium foil sedangkan pada kromatografi kertas
menggunakan kertas saring.
Fase diam dapat berupa lapisan tipis berupa absorben contohnya
alumina (alumunium oksida), silika gel, dll. Sedangkan, untuk fase
gerak berupa cairan atau gas inert contohnya gabungan variasi pelarut
– pelarut non polar, semi polar, contohnya air, kloroform, etanol. Fase
diam yang digunakan pada kromatografi lapis tipis merupakan pnjerap
berukuran kecil dengan diameter partikel 10 – 30𝛈m. Semakin kecil
ukuran rata – rata partikel pada fase diam dan semakin sempit kisaran
ukuran fase diam, maka semakin baik kinerja KLT dalam hal efisiensi
dan resolusinya.
Fase gerak ada berbagai cara untuk memilih dan mengoptimasi
fase gerak, diantaranya :
1. Fase gerak harus memiliki kemurnian yang tinggi karen KLT
merupakan teknik yang paling sensitif.
3
2. Daya elusi fase gerak harus diatur sedemikian rupa sehingga
harga Rf terletak antara 0,2 – 0,8 untuk memaksimalkan
pemisahan.
3. Untuk pemisahan dengan menggunakan fase diam polar seperti
silika gel, polaritas fase gerak akan menentukan kecepatan
migrasi solut yang berarti juga akan menentukan suatu nilai Rf.
Analisis pada KLT ini dapat digunakan dengan menggunakan 2
cara, yaitu diantaranya :
1. Analisis kuanitatif, dengan menentukan jenis – jenis senyawa
berdasarkan standar yang suda ada. Dengan menghitung Rf
Rf = Jarak yang ditempuholeh komponen
jarak yangditempuh oleh pelarut =
xy
2. Analisis kualitatif, dengan pennetuan kadar senyawa
berdasarkan pada densiometri (alat untuk mengukur kerapatan),
dan juga bisa menggunakan spektrofotometri.
Dibawah ini merupakan faktor – faktor yang mempengaruhi
gerakan noda dalam KLT dan yang dapat mempengaruhi harga Rf,
adalah :
1. Struktur kimia dari senyawa yang sedang dipisahkan.
2. Tebal dan kerapatan dari lapisan penyerap. Sebab ketidakrataan
akan menyebabkan aliran pelarut menjadi tidk rata dalam
daerah yang kecil dari plot.
3. Derajat kejenuhan dan uap bejana pengembangan yang
digunakan.
4. Jumlah cuplikan yang digunakan. Penetasan cuplikan dakam
jumlah yang berlebihan memberikan hasil penyebaran noda –
noda dengan terbentuknya ekor dan efek kesetimbangan
lainnya, hingga akan mengakibatkan kesalaha – kesalahan pada
suatu harga Rf.
5. Suhu. Pemisahan – pemisahan sebaiknya dikerjakan pada suhu
tetap, hal ini dikarenakan terutama untuk mencegah perubahan
– perubahan dalam komposisi pelarut yang disebabkan oleh
suatu penguapan atau perubahan fase.
4
Pada kromatografi lapis tipis eluent adalah fase gerak yang
berperan penting pada proses elusi bagi larutan umpan (feed) untuk
melewati fase diam (adsorbent). Interaksi antara adsorbent dengan
eluent sangat menentukan terjadinya pemisahan komponen. Eluent
dapat digolongkan menurut ukuran kekuatan teradsorpsinya pelarut
atau campuran pelarut tersebut pada adsorben.
Semakin besar nilai Rf dari sampel maka semakin besar pula jarak
bergeraknya senyawa tersebut pada plat kromatografi lapis tipis. Saat
membandingkan 2 sampel yang berbeda di bawah kondisi
kromatografi yang sama, nilai Rf akan besar bila senyawa tersebut
kurang polar dan berinteraksi dengan adsorbent polar dari plat
kromatografi lapis tipis. Nilai Rf dapat di jadikan bukti dalam
mengidentifikasikan senyawa. Bila di identifikasi nilai Rf memiliki
nilai yang sama maka senyawa tersebut dapat dikatakan memiliki
karakteristik yang sama atau mirip. Sedangkan bila nilai Rf nya
berbeda, senyawa tersebut dapat di katakan merupakan senyawa yang
berbeda
Aplikasi metode KLT dalam bidang farmasi, contoh
penggunaannya metode KLT ini dapat ditetapkan dalam menganalisis
adanya senyawa paracetamol dan kafein dalam sediaan obat paten,
apakah memerlukan persyaratan obat atau tidak sehingga kadarnya
tepat atau tidak obat tersebut dapat memberikan efek terapi yang
dikehendaki.
Kunyit mengandung senyawa yang berkhasiat obat, yang disebut
kurkuminoid yang terdiri dari kurkumin , desmetoksikumin sebanyak
10% dan bisdesmetoksikurkumin sebanyak 1-5% dan zat- zat
bermanfaat lainnya seperti minyak atsiri yang terdiri dari Keton
sesquiterpen, turmeron, tumeon 60%, Zingiberen 25%, felandren ,
sabinen , borneol dan sineil. Kunyit juga mengandung Lemak
sebanyak 1 -3%, Karbohidrat sebanyak 3%, Protein 30%, Pati 8%,
Vitamin C 45-55%, dan garam-garam mineral, yaitu zat besi, fosfor,
dan kalsium.
5
Kurkuminoid dikenal sebagai zat warna kuning yang terkandung
dalam rimpang. Kenyataan menunjukkan bahwa kurkumin yang
diperoleh dari rimpang kunyit selalu tercampur dengan dengan
senyawa analognya yaitu demetoksi kurkumin dan BIS demetoksi
kurkumin. Campuran ketiga senyawa tersebut dikenal dengan
kurkuminoid.
Kurkumin mempunyai rumus molekul C23H2006 dengan BM 368,37
serta titik lebur 183°C, tidak larut dalam air dan eter, larut dalam etil
asetat, metanol, etanol, benzena, asam asetat glasial, aseton dan alkali
hidroksida. Kurkumin merupakan senyawa yang peka terhadap
lingkungan terutama karena pengaruh ph dan suhu, cahaya serta
radikal-radikal.
V. Alat dan Bahan
V.1. Alat – alat :
V.1.1. Chamber
V.1.2. Lampu Uv
V.1.3. Pipet tetes
V.1.4. Pipa kapiler
V.1.5. Alumina
V.1.6. Pipet tetes
V.1.7. Kaca arloji
V.2. Bahan – bahan
V.2.1. Kunyit (ekstrak)
V.2.2. Chloroform
V.2.3. Metanol
V.2.4. Etanol
6
VI. Prosedur Percobaan
VI.1. Penotolan sample pada plat KLT
Ditandai plat menggunakan penil dan penggaris untuk
posisi tempat sample ditotolkan, sekitar 1cm dari bagian bawah
plat. Digunakan selalu pensil untuk memberi label sample.
Kemudian ditotolkan sample diatas plat menggunakan pipa kapiler
sampai noda cukup tebal tetapi tidak melebar. Setelah noda pada
plat kering, dimasukkan plat ke dalam wadah tertutup (chamber)
yang telah berisi pelarut yang sesuai. Sebelumnya, pelarut dalam
wadah tersebut dijenuhka terlebih dahulu dngan menempatkan
kertas saring di dalam wadah dan wadah tersebut harus tetap dlam
keadaan tertutup. Kemudian, dibiaran pelarut tersebut menaiki plat
di dalam wdah perlahan sampai mencapai sekitar 0,5cm dari
bagian atas plat. Selanjutnya, dikeluarkan plat dan dibiarkan
pelarut mengering.
Beberapa senawa organik berwarna, jika sample yang
berwarana maka penampakan noda akan mudah terlihat. Akan
tetapi, jika sebagian besar senyawa organik tidak berwarna maka
untuk melihat suatu penampakan noda diperlukan suatu alat bantu.
Biasanya, pada KLT mengguakan bahan indikator flouresens yang
dapat memancarkan suatu warna biru keunguan di bawah lampu
UV pada panjang gelombang 254nm. Snyawa yang menyerap sinar
UV pada panjang glombang tersebut akan memberikan
penampakan noda di bawah lampu UV. Cara lainnya untuk
penampakan noda adalah dengan memaukkan plat KLT ke dalam
wadah berisi iod padat yang akan menyublim dan mengabsorbsi
molekul organi afse gas, sehingga aan terbentuk noda kecoklatan.
Selain itu, terdapat beberapa larutan penampak noda lain seperti
serium sulfat, dan fosfomolibdat.
7
VI.2. Pembuatan ekstrak
Sebanyak 20g rimpang kunyit kering di dalam 50ml
diklormetana direfluks selama 1 jam. Campuran kemudian segera
disaring dengan saringan vakum hingga diperoleh lauran yang
kunig. Larutan lalu dipekatkan melalui destilasi pada penangas air.
Residu kuning kemerahan yang diperoleh kemudian dicampurkan
dengan 20ml n-heksana dan diaduk ecara merata. Campuran
kemudian disaring lagi dengan penyaring vakum, padatan yang
dihasilkan selanjutnya dianalisis dengan KLT menggunakan eluen
CH2Cl2 : MeOH = 97:3 dan juga perbandingan 93:7 yang akan
menunjukkan 3 komponen utama.
Hasil elusi dilhat di bawah lampu UV, kemudian pita
komponen utamanya diberi tanda dengan ujung tumpul pipa
kapiler. Bagian pita yang dipilih kemudian dipisahkan dari
komponen lainnya dengan cara mengerok lapisan silica tersebut
dan ditampung pada kertas. Dipindahkan silica tersebut ke dalam
gelas kimia, dilarutkan dengan diklormetana, kmudian saring dan
cuci dengan pelarut yang sama. Diukur panjang gelombang
menggunakan spektrofotometri UV-VIS.
8
VII. Data Pengamatan
VII.1. Eluen 1 (CH2Cl2 : MeOH = 97:3)
Rf = Jarak yang ditempuh suatu komponen
Jarak yangditempuh suatu pelarut
Rf 1 = 1,26,9
=0,17
Rf 2 = 1,86,9
=0,26
Rf 3 = 6,56,9
=0,94
VII.2. Eluen 1 (CH2Cl2 : MeOH = 93:7)
Rf = Jarak yang ditempuh suatu komponen
Jarak yangditempuh suatu pelarut
Rf 1 = 0,37
=0,042
Rf 2 = 1,17
=0,57
Rf 3 = 5,87
=0,82
9
VIII. Pembahasan
Pada praktikum kali ini tentang Kromatografi Lapis Tipis dengan
menggunakan suatu sample yaitu dengan kunyit dengan fase diam
berupa aluminum dan menggunakan fase gerak yaitu kloroform
dengan metanol dengan masing – masing perbandingannya 93 :7 dan
juga 93 : 7. Sebelum melakukan teknik kromatografi lapis tipis pada
suatu sample maka perlu dilakukan terlebih dahulu suatu penjenuhan
dengan menggunakan suatu kertas saring hingga fase geraknya naik
hingga ujung kertas saring tersebut. Tujuannya penjenuhan tersebut
agar titik spot yang dihasilkan pada proses KLT tersebut berjalan
dengan baik dan fase gerak naik dengan sempurna, dan untuk
memperkecil suatu penguapan pada pelarut (fase gerak) tersebut.
Perlunya penandaan batas bawah dan atas setinggi 1 cm fungsinya
agar pada saat aluminium yang telah ditotolkan oleh sample tidak
tercelup oleh fase gerak. Apabila, hasil penotolan tercelup oleh fase
gerak maka bisa saja pelarut atau fase gerak tersebut melarutkan
sample tersebut sehingga mengganggu hasil pengamatan. Pada saat
penandaan batas bawah dan atas tidak boleh menggunakan pensil atau
dengan menggunakan tinta dikarenakan dalam suatu pensil dan suatu
tinta tersebut terdapat suatu senyawa lain, dan ketika dimasukkan ke
dalam chamber yang telah diiisi fase gerak yang terbawa bukan sample
melainkan dari senyawa yang terdapat dalam bolpoint atau pensil
tersebut.
Dalam menentukan batas bawah dan batas atas tingginya harus
sama apabila batas bawahnya 1 cm maka batas atasnya pun harus 1 cm
hal ini dikarenakan dapat mempengaruhi pada suatu nilai Rf, dan dapat
menyebabkan ketidaktelitian pada perhitungan Rf. Pada saat penotolan
juga tidak boleh terllau tebal dan juga tidak boleh terlalu tipis, apabila
terlalu tebal dapat menyebabkan suatu pengekoran yang disebabkan
oleh tebalnya suatu penotolan tersebut. Sedangkan, apabila terlalu tipis
10
maka dapat mengakibatkan tidak terlihatnya suatu spot pada saat
pengamatan. Penotolan tidak boleh terlalu lebar, dan ketika pada saat
penotolan selanjutnya harus berada di titik yang sama ketika penotolan
sebelumnya.
Ketika setelah akan melakukan praktikum KLT ini chamber tidak
boleh digerak – gerakkan, tujuannya karena dapat mempengaruhi pada
titik spot yang dibawa oleh fase gerak tersebut dan hasilnya tidak akan
lurus karena adanya pergerakan dari chamber tersebut.
Sample yang digunakan yaitu kunyit, kunyit yang telah dibuat
dalam bentuk ekstrak dilarutkan ke dengan etanol kemudian ditotolkan
ke alumunium untuk KLT diatas batas bawah yang telah ditentukan.
Pada kunyit ini terdapat suatu senyawa kurkumin, kurkumin ini
merupakan suatu pigmen yang paling dominan di dalam suatu kunyit,
kurkumin ini berkhasiat sebagai antioksidan.
Ketika fase gerak mulai menaiki suatu aluminium tersebut,
senyawa – senyawa yang terdapat dalam sample akan menaiki
aluminium mengikuti arahnya fase gerak tersebut. Kecepatan pada
naiknya suatu fase gerak tersebut tergantung kepada kelarutan suatu
senyawa yang berada dalam pelarut tersebut dan tergantung pada
besarnya suatu interaksi antara molekul – molekul suatu senyawa
dengan pelarut atau fase gerak tersebut.
Pada kurkumin ini memiliki suatu ikatan hirogen oleh karena itu,
suatu kurkumin tersebut akan udah untuk melekat pada suatu
aluminium tersebut dibandingkan dengan suatu senyawa lainnya, oleh
karena itu pada kurkumin akan terlihat jelas penampakan nodanya
pada aluminium tersebut. Pada kurkumin spot yang terbentuknya yaitu
3 spot.
Nilai Rf berada pada rentang 0,2 – 0,8 tidak boleh berada nilai
kurang dari 0,2 dan tidak boleh lebih dari nilai 0,8. Sedangkan, Rf
pada kurkumin berada pada rentang 0,2 – 0,5 akan tetapi, pada Rf
kurkumin ini tergantung pada suatu pelarut (fase gerak) yang
digunakan karena dengan perbandingan pelarut yang digunakan juga
11
harga Rf nya bisa berbeda – beda. Pada spot yang paling bawah atau
sopt yang pertama bersifat polar, sedangkan untuk spot selanjutnya
semi polar yaitu demetoksikurkumin dan spot yang terakhir bersifat
non polar yaitu bis – demetoksikurkumin.
Jika dilihat dari hasil pengamatan di bawah sinar UV, spot yang
baik dihasilkan yaitu pada perbandingan 97 : 3 (CH2Cl2 : MeOH)
dibandingan dengan perbandingan yang 93 : 7, karena hal ini bisa saja
pada perbandingan 97 : 3 lebih polar dibandingkan dengan 93 : 7
sehingga ikatan antara suatu fase gerak dengan senyawa kurkumin
lebih kuat. Karena semakin jarak nya jauh dari spot awal maka
semakin baik proses pada KLT nya.
Pada saat perhitungan Rf ada nilai Rf yang berada pada angka
0,0042 hal ini seharusnya tidak boleh karena nilai Rf minimum pada
kurkumin yaitu 0,2 hal ini bisa saja dikarenakan kurangnya ketelititan
pada saat menghitung jaraknya dengan penggaris tidak teliti dan juga
pada saat menandai bagian bawah dan atas tidak sama 1 cm.
12
IX. Kesimpulan
Pada praktikum kali ini penentuan KLT yang digunakan dengan
menghitung nilai Rf = jarak yangditempuh kompinenjarak yang ditempuh pelarut
. Pada hasil
praktikum kali ini ada nilai Rf yang dihasilkan tidak sesuai dengan
literatur, hal ini disebabkan karena kurangnya ketelitian pada saat
mengukur jarak yang ditempuh komponen dan pelarut, bisa juga
karena penandaan batas bawah dan atas yang tidak benar. Spot yang
dihasilkan lebih bagus dengan perbandingan fase gerak 97 : 3.
13
X. Daftar Pustaka
Roy J, Gritter, James M, dkk. 1991. Pengantar Kromatografi. ITB.
Bandung
Hardjono, A. 2004. Ekstraksi Kurkumin dari Kunyit. Prosiding
Seminar Nasional Rekayas Kimia. Sekolah Tinggi Teknologi
Nasional Yogyakarta.
Sumar, Hendrayana. 2006. Kimia Pemisahan : Metode Kromatografi
dan Elektroforesis Modern. PT Remaja Rosdakrya. Bandung.
Available online at : www.scribd.com (diakses pada tanggal 10 April
2015)
Available online at : www.google.com (diakses pada tanggal 10 April
2015)
14