laporan klt densitometer

67
BAB I PENDAHULUAN 1.1 TUJUAN a. Tujuan Umum Mahasiswa mampu melakukan uji konfirmasi senyawa golongan narkotika atau psikotropika pada urin pecandu narkoba dengan metode KLT- spektrofotodensitometer. b. Tujuan Khusus 1. Untuk dapat melakukan penyiapan sampel untuk ekstraksi cair-cair dan ekstraksi fase padat. 2. Untuk dapat memisahkan obat-obat golongan amfetamin dan opiat dari sampel urine dengan ekstraksi cair-cair dan ekstraksi fase padat. 3. Mampu melakukan penyiapan plat KLT- spektrofotodensitometer. 4. Mampu menggunakan alat spektrodensitometri. 5. Mampu melakukan analisis senyawa-senyawa golongan narkotika atau psikotropika berdasarkan hasil uji konfirmasi.

Upload: savitri-siskayani

Post on 01-Jan-2016

2.329 views

Category:

Documents


155 download

DESCRIPTION

free

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 TUJUAN

a. Tujuan Umum

Mahasiswa mampu melakukan uji konfirmasi senyawa golongan

narkotika atau psikotropika pada urin pecandu narkoba dengan metode

KLT-spektrofotodensitometer.

b. Tujuan Khusus

1. Untuk dapat melakukan penyiapan sampel untuk ekstraksi cair-cair

dan ekstraksi fase padat.

2. Untuk dapat memisahkan obat-obat golongan amfetamin dan opiat

dari sampel urine dengan ekstraksi cair-cair dan ekstraksi fase

padat.

3. Mampu melakukan penyiapan plat KLT-spektrofotodensitometer.

4. Mampu menggunakan alat spektrodensitometri.

5. Mampu melakukan analisis senyawa-senyawa golongan narkotika

atau psikotropika berdasarkan hasil uji konfirmasi.

1.2 LATAR BELAKANG

Masalah penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif

lainya (NAPZA) atau istilah yang populer dikenal masyarakat sebagai

NARKOBA (Narkotika dan Bahan/ Obat berbahanya) merupakan masalah

yang sangat kompleks, yang memerlukan upaya penanggulangan secara

komprehensif dengan melibatkan kerja sama multidispliner, multisektor, dan

peran serta masyarakat secara aktif yang dilaksanakan secara

berkesinambungan, konsekuen dan konsisten.

Meskipun dalam Kedokteran, sebagian besar golongan Narkotika,

Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) masih bermanfaat bagi

pengobatan, namun bila disalahgunakan atau digunakan tidak menurut indikasi

medis atau standar pengobatan terlebih lagi bila disertai peredaran dijalur

ilegal, akan berakibat sangat merugikan bagi individu maupun masyarakat luas

khususnya generasi muda. Dari data yang ada, penyalahgunaan NAPZA paling

banyak berumur antara 15–24 tahun. Tampaknya generasi muda adalah sasaran

strategis perdagangan gelap NAPZA.

Pemeriksaan konfirmasi adalah suatu pemeriksaan lanjutan yang lebih

akurat karena hasil yang dikeluarkan sudah definitive menunjukkan jenis zat

narkotika/psikotropika yang terkandung dalam sampel. Uji konfirmasi senyawa

golongan narkotika atau psikotropika pada urin pecandu narkoba dapat

dilakukan dengan metode KLT-spektrodensitometer. Kromatografi lapis tipis

(KLT) merupakan salah satu teknik yang sering digunakan dalam

mengidentifikasi suatu senyawa dalam analisis toksikologi dan digunakan

secara luas dalam pemisahan dan identifikasi obat karena teknik ini cepat,

menghasilkan hasil dengan sensitivitas yang tinggi serta memerlukan sedikit

biaya. Dalam uji konfirmasi ini, noda yang dihasilkan pada plat dari proses

pemisahan yang terjadi pada KLT nantinya akan dibuatkan spektrumnya dari

panjang gelombang 190-400 nm menggunakan spektrodensitometer. Nah

untuk dapat melakukan uji konfirmasi ini dengan baik dan benar sehingga

nantinya dapat diperoleh hasil uji konfirmasi terhadap senyawa golongan

narkotika atau psikotropika pada urin pecandu yang valid, maka praktikan

diharapkan mampu melakukan penyiapan plat KLT-spektrodensitometer serta

mampu menggunakan alat spektrodensitometer itu sendiri.

BAB II

DASAR TEORI

2.1 EkstraksiEkstraksi adalah proses penarikan suatu zat dengan pelarut. Ekstraksi

menyangkut distribusi suatu zat terlarut (solut) diantara dua fasa cair yang tidak

saling bercampur. Teknik ekstraksi sangat berguna untuk pemisahan secara cepat

dan bersih, baik untuk zat organik atau anorganik, untuk analisis makro maupun

mikro (Rahayu, 2011).

a. Ekstraksi Cair-Cair

Ekstraksi cair-cair (liquid extraction, solvent extraction): yaitu pemisahan

solute dari cairan pembawa (diluen) menggunakan solven cair. Campuran

diluen dan solven tersebut bersifat heterogen (immiscible, tidak saling

campur), dan jika dipisahkan terdapat 2 fase, yaitu fase diluen (rafinat) dan

fase solven (ekstrak). Pada ekstraksi cair-cair, satu komponen bahan atau

lebih dari suatu campuran dipisahkan dengan bantuan pelarut. Proses ini

digunakan secara teknis dalam skala besar misalnya untuk memperoleh

vitamin, antibiotika, bahan-bahan penyedap, produk-produk minyak bumi dan

garam-garam. logam. Proses inipun digunakan untuk membersihkan air

limbah dan larutan ekstrak hasil ekstraksi padat cair.

b. Solid Phase Ekstraction (SPE)

Ekstraksi fase padat (Solid Phase Ekstraction) merupakan suatu teknik

preparasi sampel yang sangat bermanfaat. SPE mengacu pada peristiwa

pelepasan senyawa kimia dari sampel cairan yang mengalir karena adanya

retensi pada suatu padatan penyerap, yang kemudian diikuti dengan perolehan

kembali analit yang diinginkan melalui proses elusi.

2.2 Kromatografi Lapis Tipis (KLT)Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan salah satu analisis kualitatif dari

suatu sampel yang ingin dideteksi dengan memisahkan komponen-komponen sampel

berdasarkan perbedaan kepolaran. Adapun prinsip kerjanya yaitu memisahkan sampel

berdasarkan perbedaan kepolaran antara sampel dengan pelarut yang digunakan.

Teknik ini biasanya menggunakan fase diam dari bentuk plat silika dan fase geraknya

disesuaikan dengan jenis sampel yang ingin dipisahkan. Larutan atau campuran

larutan yang digunakan dinamakan eluen. Semakin dekat kepolaran antara sampel

dengan eluen maka sampel akan semakin terbawa oleh fase gerak tersebut.

Semua kromatografi memiliki fase diam (dapat berupa padatan, atau kombinasi

cairan-padatan) dan fase gerak (berupa cairan atau gas). Fase gerak mengalir melalui

fase diam dan membawa komponen-komponen yang terdapat dalam campuran.

Komponen-komponen yang berbeda bergerak pada laju yang berbeda. campuran

pelarut pengembang dan fasa diamnya dapat berupa serbuk halus yang berfungsi

sebagai permukaan penyerap (kromatografi cair-padat) atau berfungsi sebagai

penyangga untuk lapisan zat cair (kromatografi cair-cair). Fasa diam pada KLT sering

disebut penyerap walaupun berfungsi sebagai penyangga untuk zat cair di dalam

sistem kromatografi cair-cair. Hampir segala macam serbuk dapat dipakai sebagai

penyerap pada KLT, contohnya silika gel (asam silikat), alumina (aluminium oksida),

kiselgur (tanah diatomae) dan selulosa. Silika gel merupakan penyerap paling banyak

dipakai dalam KLT.

2.3 Instrumen SpektrofotodensitometriThin Layer Chromatography Scanner yang lebih dikenal dengan nama

spektrofotodensitometer semakin banyak dan luas digunakan dalam analisis kualitatif

dan kuantitatif (Hahn-Deinstrop, 2007). Instrumen spektrofotodensitometer terdiridari

sumber cahaya dalam rentang panjang gelombang 200-800 nm yaitu lampu deuterium

(rentang spektra 200-400 nm), lampu tungsten (rentang spektra 400-800 nm), slit

(celah), monokromator untuk memilih panjang gelombang yang sesuai, sistem untuk

memfokuskan sinar pada plat, filter fluoresensi, pengganda foton (photomultiplier)

dan rekorder (Ganjar dan Rohman, 2007 ; Schmutz, 1980).

Analisis KLT dengan menggunakan spektrofotodensitometri dapat dilakukan

dengan menggunakan mode absorbsi atau flouresensi. Pada umumnya yang paling

sering digunakan adalah mode absorbsi dengan menggunakan sinar UV pada λ 190-

300 nm. Oleh karena kebanyakan plat KLT menggunakan silika gel yang bersifat

opaque (tidak tembus cahaya), maka pengukuran dengan mode transmitan tidak

cocok digunakan. Penentuan absorpsi analit pada plat KLT opaque didasarkan pada

rasio intensitas antara radiasi elektromagnetik yang datang dengan intensitas radiasi

elektromagnetik yang dipantulkan/direfleksikan. Pengukuran flouresensi merupakan

metode pengukuran langsung yang peka untuk senyawa dalam daerah ultraviolet

dapat ditentukan melalui emisi penyinaran sekunder. Intensitas cahaya flouresensi

setelah dipancarkan melalui suatu monokromator, diukur secara selektif dalam

kondisi yang sesuai, berbanding lurus dengan berat senyawa yang ada dalam noda

(Sherma and Fried, 1994).

2.4 Uji Konfirmasi terhadap Narkotika dan PsikotropikaPemeriksaan konfirmasi adalah suatu pemeriksaan lanjutan yang lebih akurat

karena hasil yang dikeluarkan sudah definitif menunjukkan jenis zat narkotika

psikotropika yang terkandung di dalam sampel tersebut. Pemeriksaan dilakukan

apabila hasil pemeriksaan pendahuluan (Screening Test) memberi hasil positif

(Anonim, 2008).

Pada uji konfirmasi dengan KLT, setiap senyawa yang terlarut dalam fase

gerak memiliki hambatan yang berbeda saat bergerak pada fase diam. Besar

hambatan ini dapat dinyatakan dengan nilai Rf atau hRf (hRf = 100 Rf) (Sherma and

Fried, 1996). Harga Rf dapat dihitung dengan persamaan berikut :

Rf=Jarak yang ditempuh masing-masing senyawajarak yang ditempuh fase gerak

..........……………(1)

Uji konfirmasi dilakukan dengan membandingkan nilai hRf analit dengan data

senyawa standar dan pustaka. Pada prakteknya, nilai hRf bervariasi karena pengaruh

faktor lingkungan seperti kejenuhan bejana kromatografi (chamber), pH medium,

suhu penguapan fase gerak pada plat, kadar analit yang ditotolkan (Sherma and Fried,

1996 ; Flanagan et al., 2007).

Terdapat metode yang digunakan untuk mengurangi variasi hRf tersebut,

Deutshe Forschungsgemeinschaft (DFG) dan The International Association of

Forensic Toxicologist (TIAFT) menggunakan harga hRf terkoreksi (hRfc) yang

relatif konstan untuk masing-masing senyawa pada tiap sistem TLC tertentu (Zeeuw

et al, 1992). Harga hRfc suatu analit dapat dihitung dengan menggunakan metode

korelasi poligonal. Metode ini membutuhkan minimal empat senyawa standar

pembanding yang harga hRfc tersebar di antara harga hRfc sampel. Perhitungan

poligonal untuk menentukan harga hRfc analit dapat dilihat seperti pada gambar 1.

Gambar 1. Grafik penghitungan hRfc secara Poligonal (Zeeuw et al., 1992)

Keterangan: Sumbu x = Harga hRf analit; sumbu y = harga hRfc senyawa 4

pembanding A, B, C, dan D adalah senyawa standar.

Berdasarkan gambar 2.1 di atas, hRf senyawa X berada di antara hRfc senyawa-

senyawa standar dimana harga hRfc analit dapat diperoleh dengan memplot ke

sumbu X. Disamping menggunakan kurva diatas, harga hRfc analit langsung dapat

dihitung menggunakan rumus berikut (Zeeuw et al., 1992).

hRfc( X )= hRfc(C )+Δc

Δ[hRf ( X )− hRf (C )] ,dimana .. . .. .. . .. .. .. . .. .. . .. .. . .. .. . .. .. . .. .. . .. .. .. .(2 )

Bila harga hRfc analit yang didapat dapat dibandingkan dengan database

harga hRfc di pustaka, maka akan diperoleh beberapa kemungkinan senyawa yang

sesuai, hal ini akan memunculkan banyak senyawa yang dicurigai sebagai analit.

Untuk lebih meyakinkan hasil analisis, maka digunakan kombinasi harga hRfc

dengan spektrum analit. Dari kombinasi 2 variabel ini akan diperoleh deretan

senyawa-senyawa yang berurutan, dimana senyawa yang korelasinya paling sesuai

dengan analit disebut dengan senyawa hit factor.

Δc= hRfc (D )-hRfc(C ) .. . .. .. .. . .. .. . .. .. . .. .. . .. .. . .. .. . .. .. .. . .. .. . .. .. . .. .. . .. .. . .. .. . .. .. .. . .. .. . .. .. . .. .. .(2a )Δ= hRf ( D)-hRf (C ) . .. .. . .. .. . .. .. .. . .. .. . .. .. . .. .. . .. .. . .. .. . .. .. .. . .. .. . .. .. . .. .. . .. .. . .. .. . .. .. .. . .. .. . .. .. . .(2b)

BAB III

PROSEDUR KERJA

3.1 Medium Analit

Sampel: Urin

Target

Derivat Amfetamin : Amfetamin (AM), Metamfetamin (MA), dan

Metilendioksimetanfetamin (MDMA)

Golongan Opiat : Morfin dan Codein

3.2 ALAT DAN BAHAN

a. ALAT1. Pipet tetes

2. Botol vial

3. Aluminium foil

4. Kulkas/freezer

5. Pipet ukur

6. Gelas beaker

7. Tabung reaksi

8. Benjana

kromatografi vertical

(Camag-Muttenz-

Switzerland) 10x10

11. Eppendorf12. Oven

13. Erlenmeyer

14. Linomart

15. Spektrodensitometer

16. Pemanas dari Caorning PC-

420D.

17. Catridge SPE ACCUBOND dan CHROMABOND

b. BAHAN1. Bahan Kimia dan Pelarut

Bahan kimia dan pelarut yang digunakan mempunyai derajat

kemurnian pro analisis dari Merck-Germany yaitu methanol,kloroform,

sitoheksan, toluene, dietilamin, HCl, dan NaOH , amoniak 25%, aseton, dan

etanol.

2. Fase Diam

Fase diam yang digunakan adalah plat Al-TLC Si 60 GF254 dari Merk-

Germany.

3. Senyawa Standar

Senyawa standar pembanding digunakan larutan papavaerin,

bromheksin, teofilin, dan dekstrometorpan.

4. Buffer pospat pH 10,5

5. Buffer phospat pH 9,3

6. Metanol

7. Kloroform

8. Isopropanol

9. Aquadest

3.3 SKEMA KERJA

Ekstraksi sampel dengan menggunakan ekstraksi cair-cair

Residu+

dilarutkan dalam 25 µl metanol

Larutan fraksi A dan B yang telah

digabung

Fase kloroform sebagai Fraksi B diambil dan

ditampung pada fraksi A

Terbentuk dua fase pada tabung yaitu fase

kloroform dan fase air

Larutan homogen dalam tabung

centrifuge

Tabung divortexDgn kecepatan 2500 rpm

selama 30 menit

Fase Air dalam tabung +

1 mL buffer fosfat pH 10,5+

2 mL campuran kloroform : isopropanol = 3 : 1 (7,8

mL :2,2 mL)

Terbentuk dua fase pada tabung yaitu fase kloroform dan

fase air

Tabung dicentrifuge dgn kecepatan 2500 rpm selama 10 menit

Emulsi

sempurna

1 ml sampel urine+

1 ml buffer fosfat pH 9,3+

2 ml campuran kloroform : isopropanol = 3 : 1 (7,8 mL :

2,2 mL)

Tabung divortex

kecepatan 2500 rpm selama 30

menit

Fase kloroform diambilditampung pada tabung( Fraksi A mengandung

morfin)

Tabung dicentrifuge

dgn kecepatan 2500 rpm selama 10 menit

Diuapkan pada suhu 60-700C

Ekstraksi sampel dengan menggunakan SPE (Solid Phase Extraction)Menggunakan fase diam Kolom SPE Accubond II Evidex Catridge

a. Preparasi SampelAmfetamin

Opiat

Sampel siap digunakan

Ditambahkan 0,75 mL 10 N NaOH pH 6,5-7,5 dgn 2,5 mL

0,5 M asam fosfat

Larutan sampel

urine

5 mL sampel urine+

0,5 mL HCl

Dipanaskan 1200C selama

20 menit dan dinginkan

Sampel siap digunakan5 mL sampel urine

+3 mL K2HPO4 0,1 M

pH 6

dihomogenkan

b. Ekstraksi Sampel

Amfetamin

+ 3 mL kloroform-isopropil alcohol-HCl (60/40/1)

+ Sampel yang

telah dipreparasi

+ 3 mL air

+ 3 mL 0,1 M

asam asetat

+ 3 mL metanol

Kolom SPE yang telah

dikondisikan

Kolom SPE + 6 ml methanol+

6 mL K2HPO4 0,1 M pH 6

Rinse

SPE Condition

Elution

Analit hasil

ekstraksi

Fraksi-fraksi yang

telah diuapkan

EluatKolom SPE yang bebas

pengotor (analit berada

dalam padatan penyerap)

Diuapkan pada

suhu 650C

Direkonstitusi dengan methanol sebanyak 25 µl

Opiat

Elution

Kolom SPE yang telah

dikondisikan

Kolom SPE

Rinse

SPE Condition

+ 6 ml methanol+

6 mL K2HPO4 0,1 M pH 6

+ 3 mL K2HPO4 0,1 M

+ masukkan sampel yang

telah dipreparasi

+ 3 mL air

+ 3 mL sodium asetat 0,1

M pH 4,5

+ 3 mL metanol

+ 3 mL kloroform-isopropil alcohol-NH4OH (78/20/2)

Analit hasil

ekstraksi

Fraksi-fraksi yang

telah diuapkan

Eluat

Kolom SPE yang bebas

pengotor (analit berada dalam

padatan penyerap)

Diuapkan pada

suhu 650C

Direkonstitusi dengan methanol sebanyak 25 µl

Sistem Kromatografia. Penyiapan Fase Diam

b. Penyiapan Larutan Pengembang TB

c. Penjenuhan Bejana Kromatografi

d. Larutan Standar Amfetamin dan Morfin

Bejana siap digunakan

Dibiarkan ± 30 menit

Pelarut pengembang TB dalam bejanaDimasukkan ke dalam

bejana kromatografi yang dilapisi kertas

saring

Pelarut pengembang TB

Plat siap digunakan Diaktivasi pada suhu

1200 C selama 30 menit dalam oven

Plat yang sudah dielusi

Dicuci/dielusi dengan metanol

Plat yang sudah dipotong

Dipotong sesuai ukuran yang diperlukan

Plat Al-TLC Si 60 GF254

Larutan pengembang siap digunakan

Dimasukkan ke dalam labu ukur &

dihomogenkan

Sikloheksana: Toluen:Dietilamin

(75:15:10)

e. Larutan Standar Pembanding Fase Gerak Sistem TB

Pemisahan Hasil Ekstraksi Sampel dengan KLT

Hasil elusi KLT

pada plat

Plat yang sudah dielusi dengan KLT

2 PLAT Al-TLC Si 60 GF254 siap dielusi

2 PLAT Al-TLC Si 60 GF254

yang sudah diprewashing dan diaktivasi Ditotolkan standar

pembanding serta 25 µl larutan ekstrak yang direkontitusi dengan metanol

Plat diangkat dan dikeringkan dalam oven suhu 600C selama 10

menit

Dielusi dengan sistem gerak TB sampi 90 mm dari tepi atas plat

Dimasukkan kedalam bejana kromatografi yang sudah jenuh

0,25 m standar amfetamin+

0,25 ml standar opiatLarutan Standar

Dimasukkan kedalam labu ukur dan add dengan methanol

Larutan standar

pembanding TBDicampur dan dihomogenkan

0,5 ml Larutan Teofilin+0,5 ml papaverin+ 0,5 ml

dekstrometorfan+ 0,5 ml bromheksin

(masing-masing konsentrasi 1mg/ml)

Deteksi dengan Spektrofotodensitometeri dan Penetapan Hasil Ekstraksi Sampel

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan1. Preparasi Sampel Urine dengan Ekstraksi Cair-Cair

Kode Sampel: x

Target analit : Morfin dan MDMA

No Gambar Keterangan

Jenis

Senyawa

Hasil spectrum

masing-masing λ

Dipindai dengan TLC scanner (Camag-Muttenz-

Switzerland pada λ tertentu

Hasil kromatogram sebagai hRfc

Hasil elusi KLT pada plat

Setiap noda dibuat spektrumnya dari

λ 190-400nm

Dicocokkan kedua hasil

1 Sampel urine X Ekstraksi LLE dilakuakn

terhadap sampel urine x

Target analit : Morfin

2 Sampel Urine + Buffer Fosfat pH 9,3 +

campuran kloform:isopropanol (3:1)

Bagian atas : buffer fosfat

Bagian Bawah : campuran

kloroform isopropanol

Bagian atas

Bagian bawah

MAKALAH IMUNOSEROLOGI

PEMERIKSAAN TPHA

(Treponema pallidum Haemaglutination Assay)

Oleh:

Ayu Putu Astiti Natih (P07134011002)

Ayu Savitri Siakayani (P07134011004)

Ni Kadek Destari Dwi Wiantari (P07134011006)

Madya Mas Cista Hwardani (P07134011008)

Komang Jatmika (P07134011010)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR

JURUSAN ANALIS KESEHATAN

2013

3 Proses homogenisasi Proses homogenisasi

dilakukan menggunakan

vortex dengan kecepatan

3000 rpm selama 10

menit.

4 Setelah proses homogenisasi dengan

vortex

Setelah divortex, tampak

emulsi campuran pelarut

organic

(kloroform:isopropanol)

dan dengan sampel.

5 Campuran sampel dan pelarut organic

setelah disentrifuse

Setelah disentrifuse larutan

akan terpisah menjadi 2

bagian:

Bagian atas : Fase air

(terdapat pengotor serta

sebagaian analit masih

terdapat dalam fase air)

Bagian bawah: Fase

kloroform/Fraksi A (analit

yang diinginkan terdapat

dalam fase kloroform)

6 Campuran Fraksi A dan Fraksi B Merupakan fraksi yang

mengandung analit dan siap

untuk diuapkan untuk

menghilangkan pelarut yang

digunakan pada ekstraksi.

2. Pengenceran Standar Amfetamin dan Opiat

Dik : Konsentrasi standar sebagai N1 = 1000 ng/µl = 1 mg/ml

N2 = 50 ng/ml = 0,05 mg/ml

V2 = 5 mL

Dit : V1 = ……? Dari konsentrasi 50 ng/µl

Fase Air

Fase Kloroform(fraksi A)

Jawab :

V1 x N1 = V2 x N2

V1 x 1 mg/ml = 5 ml x 0,05 mg/ml

V1 = 0,25 ml

3. Pengenceran Dekstrometorfan

Dik : Konsentrasi dekstrometorfan sebagai N1 = 2 mg/ml

N2 = 1 mg/ml

V2 = 5 mL

Dit : V1 = ……? Dari konsentrasi 2 mg/ml

Jawab :

V1 x N1 = V2 x N2

V1 x 2 mg/ml = 5 ml x 1 mg/ml

V1 = 2,5 ml

4. Penotolan Sampel dan Standar Pada Plat 10 x 10 cm

1000 ng800 ng600 ng400 ng200 ng

987654321

5. Larutan Baku Standar

Konsentrasi larutan Standar

Konsentrasi Standar 1 (C1) = 200 ng

Konsentrasi Standar 2 (C2) = 400 ng

Konsentrasi Standar 3 (C3) = 600 ng

Konsentrasi Standar 4 (C4) = 800 ng

Konsentrasi Standar 5 (C5) = 1000 ng

AUC Larutan Standar Jenis Senyawa Morphine

a. AUC Standar 1 (AUC 1m) = 928,0

b. AUC Standar 2 (AUC 2m) = 917,5

c. AUC Standar 3 (AUC 3m) = 1288,2

d. AUC Standar 4 (AUC 4m) = 1586,2

e. AUC Standar 5 (AUC 5m) = 674,1

AUC Larutan Standar Jenis Senyawa MDMA

a. AUC Standar 1 (AUC 1md) = 1010,2

b. AUC Standar 2 (AUC 2md) = 1225,0

c. AUC Standar 3 (AUC 3md) = 1331,5

d. AUC Standar 4 (AUC 4md) = 946,2

e. AUC Standar 5 (AUC 5md) = 238,2

6. Kurva Hubungan Konsentrasi Terhadap Absorbansi Senyawa Morphine

Konsentrasi (X)

Absorbansi(Y) X2 Y2 XY

400 917,5 160000 841806,25 367000

600 1288,2 360000 1659459,24 772920

800 1586,2 640000 2516030,44 1268960

∑X = 1800 ∑Y = 3791.9 ∑X2 = 1160000

∑Y2 =5017295.93

∑XY=

2408880

a. Penentuan Koefisien Korelasi

R= n∑ XY−∑ X . ∑Y

√ {n ∑ X2−(∑ X )2 } {n∑Y 2−(∑Y )2 }

R=(3 x2408880 )−(1800 x 3791,9)

√ {(3 x 1160000 )−(1800)2 }¿¿¿

R= 7226640−6825420

√ (3480000−3240000 ) (15051887,79−14378505,61 )

R= 401220

√240000 x673382,18

R= 401220

√1,6161 x 1011

R= 401220402009,6059

R = 0,998R2 = 0,9961

b. Penentuan Koefisien Regresi (B) dan Konstanta (A)

B=n ∑ XY−∑ X .∑Y

n ∑ X 2−(∑ X)2

B=(3 x2408880 )−(1800 x3791,9)

(3 x1160000 )−(1800)2

A=∑Y −B . ∑ Xn

A=3791,9−1,6718 x18003

B=7226640−68254203480000−3240000

B=401220240000

B = 1,6718

A=3791,9−3009,83

A=782,663

A = 260,92c. Persamaan Garis Regresi Linier

Dik : A = 260,92B = 1,6728

Dit : Y = ………?Jawab :

Y = A + BX

Y = 1,6728 x + 260,92

350 400 450 500 550 600 650 700 750 800 8500

200

400

600

800

1000

1200

1400

1600

1800

f(x) = 1.67175 x + 260.916666666666R² = 0.996075564399403

Kurva Konsentrasi Terhadap Absorbansi Morphine

Konsentrasi

Abso

rban

si

7. Kurva Hubungan Konsentrasi Terhadap Absorbansi Senyawa MDMA

Konsentrasi (X)

Absorbansi(Y) X2 Y2 XY

200 1010,2 40000 1020504.04 202040400 1225 160000 1500625 490000600 1331,5 360000 1772892.25 798900

∑X = 1200 ∑Y = 3566.7 ∑X2 =560000

∑Y2 =4294021.29

∑XY=1490940

a. Penentuan Koefisien Korelasi

R= n∑ XY−∑ X . ∑Y

√ {n ∑ X2−(∑ X )2 } {n∑Y 2−(∑Y )2 }

R=(3 x1490940 )−(1200 x 3566,7)

√{ (3 x 560000 )−(1200)2}¿¿¿

R= 4472820−4280040

√ (1680000−1440000 ) (12882063,87−12721348,89 )

R= 192780

√240000 x160714,98

R= 192780

√3,857 x1010

R= 192780196396,5254

R = 0,981

R2 = 0,9635b. Penentuan Koefisien Regresi (B) dan Konstanta (A)

B=n ∑ XY−∑ X .∑Y

n ∑ X 2−(∑ X)2

B=(3 x1490940 )−(1200 x3566,7)

(3x 560000 )−(1200)2

B=4472820−42800401680000−1440000

B=192780240000

B = 0,8033

A=∑Y −B . ∑ Xn

A=3566,7−0,8033 x12003

A=3566,7−963,964

A=2602,743

A = 867,6c. Persamaan Garis Regresi Linier

Dik : A = 867,6B = 0,8033

Dit : Y = ………?Jawab :

Y = A + BX

Y = 0,8033 x + 867,6

150 200 250 300 350 400 450 500 550 600 6500

200

400

600

800

1000

1200

1400f(x) = 0.80325 x + 867.6R² = 0.963510277635601

Kurva Konsentrasi Terhadap Absorbansi MDMA

Konsentrasi

Abso

rban

si

8. Larutan Sampel LLE AUC Sampel LLE Track 8

1. AUC Sampel Jenis Senyawa Morphine (AUC S1) = 5009,9

2. AUC Sampel Jenis Senyawa MDMA(AUC S2) = 15534,4

Rf Sampel LLE Track 8

1. Rf Sampel Jenis Senyawa Morphine (Rf1) = 0,04

2. Rf Sampel Jenis Senyawa MDMA(Rf2) = 0,42

9. Analisa Kualitatif Senyawa Morphine dan MDMA dalam Sampel LLE

a. Analisa Kualitatif Senyawa Morphine

Dik : hRf Morphine track 8 = 0,04 x 100 = 4, berada diantara hRfc

Teofilin dan Papaverin = 1 dan 8.

hRf c ( A) = 1

hRfc (B) = 8hRf (B) = 17hRf (A) = 2

Dit : hRf c = ……..?

Jawab :

hRf c ( X )=hRf c( A)+ ∆ c∆

[hRf ( X )−hRf ( A)]

= 1 + 7/15 x 2

= 1 + 14/15

= 1 + 0,933

= 1,933

Keterangan :

hRfc (X) = nilai hRfc Morphine sampel

hRfc (A) = nilai hRfc Teofilin pustaka

∆c = hRfc (B) - hRfc (A)

(selisih pustaka nilai hRfc Papaverin dengan Teofilin)

∆ = hRf (B) - hRf (A)

(selisih nilai hRf Papaverin dengan Teofilin di track 9)

hRf (X) = nilai Rf max Morphine di track 8 dikali 100

hRf (A) = nilai Rf max Teofilin di track 9 dikali 100

Jadi, hRFc Morphine yang diperoleh adalah sebesar 1,933 bila

dibandingkan dengan hRFc pustaka hasil ini sangat jauh dari hRfc

senyawa Morphine dalam larutan pengembang TB yaitu sebesar 00.

b. Analisa Kualitatif Senyawa Morphine

Dik : hRf MDMA track 8 = 0,42 x 100 = 42, berada diantara hRfc Teofilin dan Papaverin = 8 dan 42.

hRfc (C ) = 42

hRfc(B) = 8

hRf (C ) = 0,67x100 = 67

hRf ( A) = 0,17x100 = 17

Dit : hRf c = ……..?

Jawab :

hRfc ( X )=hRfc (B )+ ∆ c∆

¿

¿8+ 3450

( 42 – 17)

= 8 + 17

= 25

Jadi, hRFc MDMA yang diperoleh adalah sebesar 25, hasil ini sudah

mendekati hRfc dalam pustaka untuk MDMA dalam larutan pengembang TB

yaitu sebesar 24.

10. Kadar Morphine dan MDMA pada LLE

Dik : Persamaan Garis Regresi

a. Morphine : y = 1,6728 x + 260,92

b. MDMA : y = 0,8033 x + 867,6

AUC S1 (y1) = 5009,9

AUC S2 (y2) = 15534,4

Dit :

a. Kadar Morphine dalam sampel = ……?

b. Kadar MDMA dalam sampel = …..?

Jawab :

a. Kadar Morphine

y = 1,6728 x + 260,92

5009,9 = 1,6728 x + 260,92

5009,9-260,92 = 1,6728 x

1,6278 x = 4748,98

x = 2917,42 ng

Jadi kadar morphine yang terkandung dalam sampel LLE adalah

2917,42 ng/ml = 0,002917 mg/ml.

b. Kadar MDMA

y = 0,8033 x + 867,6

15534,4 = 0,8033 x + 867,6

15534,4-867,6 = 0,8033 x

0,8033 x = 14666,8

x = 18258,18 ng

Jadi kadar morphine yang terkandung dalam sampel LLE adalah

18258,18 ng/ml = 0,0183 mg/ml.

4.2 PEMBAHASANPemeriksaan konfirmasi adalah suatu pemeriksaan lanjutan yang lebih akurat

karena hasil yang dikeluarkan sudah definitif menunjukkan jenis zat narkotika

psikotropika yang terkandung di dalam sampel tersebut. Pemeriksaan dilakukan

apabila hasil pemeriksaan pendahuluan (screening test) memberi hasil positif.

Pemeriksaan konfirmatif bertujuan untuk memastikan identitas atau golongan analit

dan menetapkan kadarnya.

Pada praktikum, dilakukan pemeriksaan konfirmatif pada sampel urine yang

sudah positif menunjukkan adanya narkotika golongan opiate pada hasil uji skrining.

Opioid atau opiat berasal dari kata opium, jus dari bunga opium, Papaver

somniverum, yang mengandung kira-kira 20 alkaloid opium, termasuk morfin. Nama

Opioid juga digunakan untuk opiat, yaitu suatu preparat atau derivat dari opium dan

narkotik sintetik yang kerjanya menyerupai opiat tetapi tidak didapatkan dari opium.

opiat alami lain atau opiat yang disintesis dari opiat alami adalah heroin

(diacethylmorphine), kodein (3-methoxymorphine), dan hydromorphone (Dilaudid).

Ada beberapa cara atau metode yang dapat digunakan dalam melakukan uji

konfirmasi narkotika/psikotropika, seperti: kromatografi gas- spektrofotometri massa

(GC-MS), kromatografi cair kenerja tinggi (HPLC) dengan diode-array detektor,

kromatografi cair - spektrofotometri massa (LC-MS), KLT-Spektrofotodensitometri,

dan teknik lainnya. Dan pada praktikum ini, metode yang digunakan adalah metode

KLT-Spektrofotodensitometri. Dalam pemeriksaan konfirmasi ini, ada beberapa

tahapan yang harus dilakukan untuk dapat melakukan pemeriksaan dan memastikan

jenis senyawa yang terdapat di dalam sampel, antara lain preparasi sampel, ekstraksi

sampel, uji konfirmasi narkotika /psikotropika pada sampel urine dengan KLT-

spektrofotodensitometri, dan perhitungan kadar senyawa narkotika / psikotropika

yang terdapat di dalam sampel.

1. Preparasi Sampel Urine dengan Ekstraksi

Urine sangat berguna dalam skrining racun karena obat, racun, dan metabolit

terdapat dengan konsentrasi yang ebih besar pada urine dibandingkan dalam darah.

Urine tidak seperti plasma, bebas dari protein dan lipida. Karena itu, umumnya dapat

langsung diekstraksi dengan pelarut organic. Keuntungan analisis obat menggunakan

sampel urine adalah bahwa jenis senyawa yang umum terdapat dalam urine adalah

larut air. Sedangkan, sebagian besar obat adalah larut lemak sehingga dapat

diekstraksi dengan pelarut yang sesuai.

Untuk melakukan pemeriksaan konfirmasi narkotika/psikotropika pada urine,

diperlukan preparasi sampel sebelum dilakukan sebelum melakukan analisis. Tingkat

kerumitan prosedur preparasi sampel sangat ditentukan oleh sifat alami sampel, sifat

alami senyawa yang akan dianalisis, dan metode deteksi yang dipilih. Tujuan

dilakukannya preparasi sampel yaitu untuk memecah ikatan obat-protein, derivatisasi

analit untuk meningkatkan efisiensi ekstraksi, kromatografik maupun deteksi. Selain

itu, untuk memisahkan residu tak larut maupun senyawa pengganggu dan

menyesuaikan kadar sampel dengan sensitivitas alat.

Untuk memisahkan analit dengan matrik sampel, pada praktikum ini

dilakukan preparasi sampel dengan metode ekstraksi cair-cair/liquid-liquid

ekstraction (LLE). Ekstraksi adalah pemisahan satu atau beberapa bahan dari suatu

padatan atau cairan dengan bantuan pelarut sebagai separating agen. Pemisahan

terjadi atas dasar kemampuan larut yang berbeda dari komponen-komponen dalam

campuran. Biasanya, pada ekstraksi pelarut yang digunakan adalah pelarut organic,

karena sebagian besar senyawa golongan obat larut dalam pelarut organic. Terdapat

beberapa persyaratan pelarut organic yang digunakan untuk mengekstraksi analit,

antara lain:

Memiliki kemampuan mengekstraksi yang baik

Kelarutannya rendah dalam air.

Memiliki densitas atau kerapatan lebih rendah daripada air.

Memiliki volatilitas moderat agar mudah diuapkan, tetapi tidak terlalu

volatile agar tidak menguap saat dilakukan preparasi sampel.

Stabil atau inert, serta tidak mudah terbakar.

Murah.

Tidak mengabsorpsi sinar uv atau tidak memiliki aktivitas

elektrokimia.

Pemilihan pelarut yang digunakan untuk ekstraksi ini tergantung dari sifat

analit yang akan dianalisis. Morfin memiliki sifat kelarutan 1 bagian larut dalam 5000

bagian air, dalam 210 bagian etanol, dalam 1220 bagian kloroform, dalam 125 bagian

gliserol, sangat mudah larut dalam campuran kloroform-isopropanol dan praktis tidak

larut dalam eter.

2. Ekstraksi Sampel dengan menggunakan Ekstraksi Cair-Cair

Ekstraksi cair-cair (liquid extraction, solvent extraction): yaitu pemisahan

solute dari cairan pembawa (diluen) menggunakan solven cair. Campuran diluen dan

solven tersebut bersifat heterogen (immiscible, tidak saling campur). Pemisahan

dengan metode ekstraksi cair-cair didasarkan pada distribusi zat terlarut dengan

perbandingan tertentu antara dua pelarut yang tidak saling bercampur. Umumnya

digunakan pelarut nonpolar yang secara efektif akan mengekstraksi analit. Jika

dipisahkan terdapat 2 fase, yaitu fase diluen (rafinat) yang berisi diluen dan sisa solut

dan fase solven (ekstrak) yang berisi solut dan solven.

Ekstraksi cair-cair ini dilakukan pada sampel urine yang diduga mengandung

morfin (golongan opiate). Ekstraksi ini dilakukan dengan cara menambahkan 1 ml

buffer fosfat pH 9,3 ke dalam 1 ml sampel urin pada tabung sentrifuse kemudian

ditambahkan 2 ml campuran kloroform:isopropanol (3:1). Penambahan buffer fosfat

ini dilakukan karena ekstraksi akan berjalan optimal pada pH tertentu, dan

berdasarkan pustaka variasi pH pada ekstraksi cair-cair yang menghasilkan perolehan

kembali analit yang tertinggi adalah pH 9-10 dengan presentasi perolehan kembali

analit sebesar 83,9%-97,2%. Sedangkan campuran isopropanol-kloroform digunakan

karena berdasarkan pustaka yang ada, menyatakan bahwa pengekstraksi kloroform

dengan pengendap protein isopropanol memberikan hasil perolehan kembali morfin

yang memuaskan. Setelah itu, tabung divortek dengan kecepatan 2500 rpm selama 30

menit hingga terbentuk emulsi sempurna. Kemudian tabung disentrifuse dengan

kecepatan 3000 rpm selama 10 menit. Pencampuran dengan vortek merupakan

metode yang paling cepat, efisien, dan hanya untuk pelarut dalam jumlah kecil. Dan

setelah disentrifuse larutan akan tampak terpisah menjadi 2 fase yaitu fase kloroform

di bagian bawah (fraksi A yang mengandung morfin) dan fase air di bagian atas. Hal

ini karena masa jenis pelarut organic (fase kloroform) lebih besar daripada fase

airnya. Setelah disentrifuse, fraksi A kemudian dipisahkan dengan fase airnya.

Proses ekstraksi kemudian diulang kembali pada fase air menggunakan buffer fosfat

dengan pH 10,5. Pengulangan ini dilakukan untuk menarik analit yang kemungkinan

masih tersisa pada fase air. Semakin besar jumlah pengulangan yang dilakukan,

semakin besar jumlah analit yang dapat diperoleh. Selanjutnya fraksi B (fraksi yang

mengandung morfin) yang diperoleh dari pengulangan ini digabungkan dengan fraksi

A dan kemudian diuapkan dalam penangas pada suhu 60-700 C untuk menguapkan

pelarut sehingga hanya tersisa analitnya. Kemudian hasil penguapan ini di

rekonstitusi dengan 25 µl methanol. Setelah analit yang didapat diuapkan dan

direkonstitusi dengan methanol, analit tampak tidak berwarna (bening).

3. Uji Konfirmasi dengan metode KLT-Spektrodensitometer

Metode KLT-Spektrodensitometer merupakan salah satu teknik yang sering

digunakan untuk mengidentifikasi suatu senyawa dalam analisis toksikologi baik

secara kualitatif dan kuantitatif. Suatu campuran zat dapat dipisahkan dengan teknik

KLT berdasarkan afinitas masing-masing komponen terhadap fase gerak dan fase

diamnya. Komponen yang telah terpisah, besar serapannya dapat diukur dengan

spektrofotodensitometer. Kadar dari sampel dapat ditentukan dari perbandingan

antara serapan sampel dan bakunya.

Secara garis besar, ada dua hal yang dilakukan dalam praktikum ini yaitu

memisahkan senyawa-senyawa pengotor dari senyawa yang ingin dideteksi, yaitu

amfetamin dan opiat dengan menggunakan metode KLT dan pengukuran absorbansi

senyawa MDMA dan opiat dengan alat spektrofotodensitometer. Pembacaan hasil

pemisahan dengan metode KLT dilakukan melalui proses scanning menggunakan

CAMAG TLC-SCANNER. Dari proses pengukuran absorbansi dari senyawa

amfetamin dan opiat menghasikan data kualitatif berupa suatu kromatogram dan

spektrum dari MDMA dan opiat, dimana kadar dari MDMA dan opiat dapat dihitung

dengan AUC (Area Under Curve) yang didapat. Jika absorbansi suatu seri larutan

diukur pada panjang gelombang, suhu, kondisi pelarut yang sama, dan absorbansi

masing-masing larutan diplotkan terhadap konsentrasinya maka suatu garis lurus akan

teramati sesuai dengan persamaan A= εbc.

Kromatografi lapis tipis (TLC) adalah suatu pemisahan campuran analit

berdasarkan afinitas masing-masing komponen terhadap fase gerak dan fase diam

dengan cara elusi melalui fase diam yang datar pada plat penyangga. Fase gerak yang

digunakan dalam praktikum ini berupa larutan pengembang TB. Pemillihan fase

gerak ini didasarkan dari pemilihan pustaka dimana secara pustaka larutan

pengembang TB dapat memberikan hasil elusi yang lebih baik daripada larutan

pengembang TAEA.

Prosedur pemisahan/elusi dengan KLT dilakukan terlebih dahulu dengan

melakukan beberapa persiapan kerja diantaranya penyiapan fase diam, penyiapan

larutan pengembang TB, penjenuhan benjana kromatografi dan pembuatan larutan

pembanding. Prosedur yang pertama dilakukan yaitu penyiapan fase diam yaitu plat

Al-TLC Si 60 GF254. Penyiapan plat ini dilakukan dengan tujuan agar plat siap untuk

digunakan dalam proses elusi, dimana proses penyiapan yang pertama adalah

melakukan pemotongan terhadap plat tersebut sesuai dengan ukuran yang diperlukan.

Pada praktikum ini, ukuran plat yang digunakan adalah 10 x 10 cm dimana dipotong

dari plat yang sebenarnya berukuran 20 x 20 cm. Proses pemotongan plat dilakukan

dengan beberapa persyaratan, antara lain:

1. Alas yang digunakan untuk memotong plat harus dalam

keadaan bersih dan halus dan biasanya terbuat dari keramik atau

kaca.

2. Alat pemotong yang digunakan harus tajam dan tidak boleh

berkarat

3. Dalam pemotongan plat, dilakukan secara berulang dan tidak

boleh terlalu dilakukan penekan hingga plat benar-benar

terputus dengan sempurna.

Hal tersebut diatas harus dilakukan agar hasil pemotongan plat tidak bergerigi

atau halus karena apabila plat yang dipotong itu bergerigi dapat mempengaruhi pada

proses elusi dimana dapat menyebabkan arah elusi menjadi miring dan menimbulkan

tailing (ekor). Setelah plat dipotong dengan baik kemudian dilakukan pemberian

batas pada plat/tepi atas plat serta identitas arah elusi pada plat dengan menggunakan

pensil. Pemilihan penggunaan pensil untuk identitas adalah tidak mengandung bahan

kimia yang dapat ikut bermigrasi bersama analit sehingga tidak mengotori sisi aktif

plat atau dengan kata lain bahan kimia yang terdapat dalam pensil masih dapat

ditoleransi oleh plat. Pemberian batas tepi atas plat yaitu berukuran 1 cm dari atas plat

yang dapat ditandai dengan garis kecil pada bagian kanan dan kiri. Sedangkan

pemberian identitas yang dilakukan yaitu pemberian tanda panah atas pada bagian

atas plat dan pemberian kode untuk menandai plat yang digunakan. Dimana kedua

proses tersebut mempunyai fungsi diantaranya yaitu pemberian batas/tepi atas pada

plat berfungsi sebagai batas perhentian proses elusi/titik akhir proses elusi dimana

diatas batas tersebut biasanya telah terkumpul pengotor hasil dari proses pencucian.

Sementara fungsi pemberian identitas arah elusi dengan tanda panah atas yaitu agar

proses pencucian plat dan proses elusi berjalan kearah yang sama, sebab apabila tidak

diberikan berupa kode arah elusi maka ditakutkan terjadinya arah proses elusi dan

pencucian yang berlawanan dimana akan menyebabkan kotoran plat yang telah

dibawa ke bagian atas plat saat pencucian plat dengan methanol akan turun kembali

ke daerah uji saat proses elusi yang menyebabkan analit yang dielusikan akan terelusi

bersama pengotor – pengotor tersebut sehingga mengganggu proses analisis analit.

Sebelum plat benar-benar siap untuk digunakan, plat harus dicuci dan diaktivasi

terlebih dahulu. Proses pencucian plat dilakukan dengan menggunakan methanol

yang bertujuan menghilangkan pengotor dari sisi aktif plat. Pemilihan penggunaan

methanol ini didasarkan pada sifat pelarut methanol yang dapat melarutkan senyawa

polar dan non polar atau sering disebut sebagai pelarut umum sehingga pengotor yang

terdapat pada plat semuanya dapat terlarut dan tidak mengganggu sisi aktif plat.

Selain itu methanol juga digunakan karena didasarkan pada harga methanol yang

murah dan mudah untuk didapat. Proses pencucian plat dilakukan dengan menaruh

plat pada chamber yang telah diisi dengan 10 ml methanol dan dibiarkan hingga

methanol bermigrasi sampai ke atas. Namun perlu diperhatikan agar peletakkan plat

pada chamber sesuai dengan kode arah elusinya.

Tahap selanjutnya yaitu dilakukan proses aktivasi plat, yang bertujuan untuk

menghilangkan air dan pengotor yang menempel pada sisi aktif plat agar dapat

memberikan respon baseline yang lebih baik serta mengurangi rasio gangguan (noise

ratio). Proses aktivasi plat dilakukan dengan plat yang sudah dicuci sebelumnya

kemudian dipanaskan pada oven pada suhu 600C selama 10 menit. Kemudian plat

siap untuk digunakan.

Setelah proses penyiapan plat kemudian dilakukan proses penyiapan larutan

pengembang TB. Larutan pengembang TB dibuat dengan mencampurkan

sikloheksana : toluene : dietilamin pada perbandingan (75 : 15 : 10). Dalam

praktikum ini larutan pengembang TB yang dibuat dengan mencampurkan 7,5 mL

sikloheksana : 1,5 ml toluene : 1 ml dietilamin kemudian dihomogenkan dan larutan

pengembang TB siap untuk digunakan.

Tahap selanjutnya pada proses persiapan kerja ini yaitu pembuatan lsenyawa

standar dan larutan standar pembanding TB. Terlebih dahulu dibuat senyawa standar,

dimana senyawa standar ini dibuat dengan tujuan sebagai suatu standar yang

digunakan dalam pembuatan kurva standar dimana akan diperoleh persamaan garis

regresinya untuk penentuan dari kadar senyawa yang terdapat pada sampel. Senyawa

standar yang digunakan adalah senyawa dari jenis amfetamin dan senyawa opiat,

kedua jenis senyawa ini digunakan karena merupakan target analit yang ingin

ditentukan dalam praktikum ini. Senyawa standar yang diperlukan masing-masing

konsentrasinya adalah 50 ng/µl yang dibuat dari konsentrasi senyawa standar yang

tersedia adalah 1000 ng/µl, maka larutan standar dengan konsentrasi 1000 ng/l

tersebut diencerkan terlebih dahulu menjadi konsentrasi 50 ng/l dengan cara 0,25 ml

larutan standar 1000 ng/l diencerkan dalam labu ukur 5 ml dengan menggunakan

methanol hingga tanda batas labu ukur, sehingga diperoleh larutan standar

pembanding 50 ng/l yang diinginkan.

Kemudian dibuat larutan standar pembanding TB, dimana senyawa

pembanding dibuat dengan tujuan untuk memastikan jenis senyawa yang terdapat

dalam sampel dengan membandingkan nilai hRFnya standar pembanding pada

pustaka. Larutan standar pembanding untuk sistem TB dibuat dari larutan teofilin,

papaverin, dekstrometorfan, dan bromheksin yang masing – masing larutan tersebut

berkonsentrasi 1 mg / ml kecuali larutan dektrometorfan yang memiliki konsentrasi 2

mg/ml. Oleh karenanya sebelum keempat larutan tersebut dicampurkan, larutan

dekstrometorfan harus diencerkan terlebih dahulu hingga diperoleh larutan standar

pembanding dekstrometorfan 1 ml /ml. Pengenceran larutan dekstrometorfan 2 mg /

ml dilakukan dengan memipet 2,5 ml larutan dektrometorfan 2 mg / ml dan

dimasukkan ke dalam labu ukur 5 ml kemudian ditepatkan hingga tanda batas dengan

methanol da dihomogenkan hingga diperoleh larutan Dektrometorfan 1 mg / ml.

Pembuatan larutan standar pembanding untuk sistem TB dilakukan dengan

mencampurkan masing – masing 0,5 ml larutan teofilin 1 mg / ml, papaverin 1 mg /

ml, dektrometorfan 1 mg / ml, serta bromheksin 1 mg /ml dalam sebuah botol vial

dan kemudian dihomogenkan.

Proses tahapan terakhir persiapan kerja adalah penjenuhan chamber/benjana

kromatografi. Proses penjenuhan chamber sebaiknya dilakukan hampir bersamaan

dengan proses penotolan dimana untuk mencegah terjadinya kejenuhan chamber

terlebih dahulu namun proses penotolan belum diselesaikan. Proses penjenuhan

dilakukan hingga mencapai jarak rambat 10 cm. Hal ini bertujuan untuk menyamakan

tekanan dalam chamber sehingga proses pengembangan fase gerak dapat berlangsung

dengan efektif. Penjenuhan chamber dilakukan dengan menambahkan 10 ml larutan

metanol ke dalam chamber dan menempatkan kertas tissue di ujung atas chamber

sebagai indicator kejenuhannya. Penambahan kertas tissue/kertas saring berfungsi

agar penguapan yang terjadi dalam chamber dapat diketahui merata sehingga udara di

dalam chamber tetap jenuh pelarut. Namun indicator kejenuhan dengan kertas tissue

relative akan menghasilkan kejenuhan yang sama disetiap prosesnya maka sebaiknya

digunakan indicator waktu untuk penjenuhan yang sudah dibuktikan melalui suatu

penelitian yaitu selama 30 menit. Kondisi jenuh dalam chamber dengan uap pelarut

mencegah penguapan pelarut (Clark, 2007). Waktu penjenuhan chamber harus

diperhatikan agar chamber tidak lewat jenuh yang dapat memperlambat proses elusi

dan menghasilkan pemisahan yang kurang baik. Kemudian Chamber ditutup dengan

baik dan dijaga agar tidak mengalami pergeseran sehingga larutan pengembang TB di

dalamnya tidak menguap dan tidak mengganggu jalannya proses penjenuhan

chamber.

Proses penotolan sampel pada plat KLT dilakukan menggunakan penotol

linomart yang bersifat semi otomatis, dimana penotolan dilakukan terhadap larutan

standar, analit sampel yang sebelumnya telah direkonstitusi dengan methanol, serta

larutan standar pembanding sistem TB pada plat yang telah dicuci dan diaktivasi.

Dikatakan sebagai alat penotolan yang semi otomatis, karena pada proses aspirasi

bahan uji ke dalam syringe linomart masih dilakukan secara manual oleh petugas

tetapi untuk proses penotolah bahan uji dilakukan secara otomatis oleh linomart itu

sendiri melalui proses setting komputerisasi yang sebelumnya telah dilakukan

sehingga petugas hanya perlu penempatan plat pada meja linomart. Karena plat yang

digunakan berukuran 10 X 10 cm dan jarak penotolan satu senyawa dengan senyawa

lainnya adalah 1 cm, maka pada plat tersebut akan terdapat 9 titik penotolan. Titik

penotolan 1 sampai 5 diisi dengan larutan standar, titik penotolan 6 sampai 8 diisi

dengan analit dari sampel, dan titik penotolan 9 diisi dengan larutan standar

pembanding untuk sistem TB. Pada titik penotolan 1 sampai 5, ditotolkan larutan

standar dengan konsentrasi yang berbeda – beda, yaitu 200 ng/l, 400 ng/l, 600

ng/l, 800 ng/l, dan 1000 ng/l. Sedangkan pada titik penotolan ke 6 diisi oleh

analit yang diperoleh melalui proses ekstraksi SPE dengan target sasaran analisis

Amfetamin, pada titik penotolan 7 diisi oleh analit yang diperoleh melalui proses

ekstraksi SPE dengan target sasaran analisis Opiat dan titik penotolan 8 diisi oleh

analit yang diperoleh melalui proses ekstraksi LLE dengan target sasaran analisis

Amfetamin dan Opiat. Masing – masing analit dari sampel tersebut ditotolkan

sebanyak 50 l. Dan pada titik penotolan 9 ditotolkan 2 l larutan standar

pembanding TB. Pada proses penotolan dilakukan perlu diperhatikan bahwa

penotolan sampel yang tidak tepat akan menyebabkan bercak yang menyebar ke

puncak ganda. Pelebaran bercak dapat mengganggu proses scanning dengan alat

spektrodensitometer karena memungkinkan terjadinya himpitan puncak.

Plat yang telah ditotolkan kemudian dielusi pada chamber yang telah

dijenuhkan. Chamber ditutup rapat dan volume fase gerak dibuat sedikit mungkin

namun dapat mengelusi lempeng sampai pada batas jarak pengembangan. Hal ini

bertujuan agar tidak terjadi kontaminasi dari kontaminan selama proses elusi. Plat

yang telah melalui proses elusi selanjutnya melalui proses pengeringan dengan oven

pada suhu 600C selama 10 menit yang bertujuan untuk menguapkan sisa pelarut yang

masih terdapat pada plat KLT sehingga tidak mengganggu proses scanning dengan

spektrofotodensitometer. Dalam proses pengeringan harus diperhatikan titik uap

pelarut dan titik uap senyawa agar senyawa yang akan dideteksi tidak rusak serta agar

pelarut dapat dipisahkan dari senyawa dengan baik.

Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam proses pengelusian

ini,diantaranya:

a. Chamber diletakkan pada tempat yang datar dan bebas dari getaran agar

kejenuhan chamber stabil.

b. Proses pemasukan plat ke dalam chamber dilakukan secara cepat karena untuk

mempertahankan kejenuhan chamber.

c. Dipastikan posisi plat pada saat didalam chmaber dalam keadaan datar dan

sedikit dimiringkan sehingga hanya ujungnya yang tersandar pada dinding

chamber hal ini dilakukan dengan tujuan agar memudahkan dalam proses

pengambilan plat setelah proses elusi selesai dan agar meminimalkan plat

jatuh saat proses elusi.

Analit yang telah dielusikan pada plat KLT dapat secara langsung dilakukan

uji konfirmasi untuk memastikan jenis senyawa yang terkandung dalam analit dengan

menggunakan TLC Scanner (Spektrofotodensitometer). Setelah plat dielusi dengan

pengembang TB, kemudian hasil elusi ini dipindai dengan TLC scanner

(Spektrofotodensitometer).

Spektrofotodensitometer merupakan suatu instrumen yang dapat mengukur

intensitas radiasi yang direfleksikan dari permukaan lempeng ketika disinari dengan

lampu UV atau lampu sinar tampak. Solut-solut yang mampu menyerap sinar akan

dicatat sebagai puncak (peak) oleh pencatat (recorder). Instrument

spektrofotodensitometer terdiri dari sumber cahaya pada rentang panjang gelombang

200-800 nm yaitu lampu deuterium (rentang spectra 200-400 nm), lampu tungsten

(rentang spectra 400-800nm), slit atau celah, monokromator unutk memilih panjang

gelombang yang sesuai, system untuk memfokoskan sinar pada plat, filter

flourosensi, pengganda foton, dan rekorder.

Spektrofotodensitometer dapat bekerja secara absorpsi atau flouresensi. Dan

yang sering digunakan adalah metode absorpsi dengan menggunakan sinar uv pada

panjang gelomabang 190-300 nm karena kebanyakan plat KLT menggunakan silica

gell yang bersifat opaque (tidak tembus cahaya). Prinsip kerja

spektrofotodensitometri berdasarkan interaksi antara radiasi elektromagnetik sinar uv-

vis dengan analit yang merupakan noda pada plat. Radiasi elektomagnetik yang

dating pada plat diabsorpsi oleh analit. Radiasi elektromagnetik yang diabsorpsi oleh

analit atau indicator plat dapat diemisikan berupa flourosensi dan fosforesensi.

Deteksi menggunakan spektrofotodensitometri ini dilakukan terhadap 9 titik

penotolan yang terdiri dari 5 titik standar amfetamin opiate, 1 titik penotolan sampel,

dan 1 titik penotolan satndar pembanding TB. Spektrofotodensitometer akan

mendeteksi masing-masing track penotolan dan masing-masing track ini akan

ditampilkan dalam bentuk kromatogram. Semakin tinggi bentuk kromatogram ini,

maka konsentrasi analit dalam sampel semakin. Dari kromatogram ini, akan dapat

diketahui nilai Area Under Curve (AUC) dan nilai Rf dari tiap senyawa yang

terkandung dalam noda, dimana Rf ini sangat khas untuk masing-masing senyawa.

Dan dari sinilah akan diketahui secara pasti jenis senyawa yang terdapat pada analit

dengan membandingkannya dengan nilai Rf dan bentuk peak pada pustaka untuk

berbagai jenis senyawa. berdasarkan kromatogram yang ditunjukkan pada

spektrofotodensitometer, didapatkan hasil pada masing-masing track sebagai berikut:

1. Track 1, Track 2, Tack 3, Track4, dan Track 5 (noda standar) : terdapat adanya

kandungan morfin. Hasil ini didapatkan dari nilai Rf yang ditunjukkan pada

kromatogram yaitu nilai Rf max 0,02 yang spesifik untuk morfin dan nilai Rf max

0,40 yang spesifik untuk MDMA. Selain itu, terdapat juga bromheksin dan

papaverin, yang kemungkinan adalah zat pengotor yang memiliki Rf yang mirip

dengan zat-zat tersebut.

2. Track 6 (noda sampel LLE) : dari hasil pendeteksian sampel, menunjukkan adanya

kandungan morfin dan MDMA berdasarkan nilai Rf max yang didapat yaitu 0,02

yang spesifik untuk Morfin dan 0,038 dimana Rf ini mirip dengan MDMA. Selain

itu, ditemukan juga adanya zat yang diduga papaverin karena nilai Rf 0,17 yang

mirip dengan papaverin dan zat yang diduga bromheksin karena nilai Rfnya 0,88

yang mirip dengan broheksin.

3. Track 9 (noda standar pembanding TB) : pendeteksian standar pembanding TB

ini dilakukan untuk mengetahui nilai hRf dari standar pembanding yang

digunakan, dan nantinya akan dibandingkan dengan nilai hRfc yang ada pada

pustaka sehingga dapat diketahui secara pasti jenis senyawa pada analit. dari hasil

pendeteksian ini didapatkan zat-zat yang terkandung pada standar pembanding TB

antara lain papaverin, theophiline, dextrometorpan, dan bromheksin dengan nilai

Rf yang spesifik untuk masing-masing zat tersebut.

Uji konfirmasi dilakukan dengan nilai hRf analit senyawa standar dan

pustaka. Pada prakteknya nilai hRf bervariasi karena pengaruh factor lingkungan

seperti kejenuhan chamber, pH medium, suhu penguapan fase gerak dan plat, serta

kadar analit yang ditotolkan. Terdapat metode untuk mengurangi variasi hRf tersebut.

Yaitu menggunakan harga hRf terkoreksi (hRfc) yang relative konstan untuk masing-

masing senyawa pada tiap system TLC tertentu. Harga hRfc suatu analit dapat

dihitung dengan menggunakan metode korelasi polygonal. Metode ini membutuhkan

minimal 4 senyawa standar pembanding yang harga hRfc tersebar di antara harga

hRfc sampel. Penetuan harga hRfc pada sampel dilakukan dengan rumus berikut ini:

hRfc (X) = hRfc (C) + ∆ c∆

[Rf(X)-hRf(C) ,dimana

∆c = hRfc (D)-hRfc (C)

∆ = hRf(D)-hRf(C)

Kemudian, harga hRfc analit yang didapat dapat dibandingkan dengan

database harga hRfc dengan pelarut pengembang TB di pustaka sehingga diperoleh

kemungkinan senyawa yang sesuai. Dari hasil perhitungan yang dilakukan,diperoleh

hRfc senyawa morphine = 1,933 dan hRfc senyawa MDMA = 25 bila kedua hasil ini

dibandingkan dengan pustaka yang telah ada, hRfc senyawa morphine sangat jauh

dari pustaka sedangkan hRfc senyawa MDMA mendekati dari pustaka.Namun untuk

analysis kualitatif ini juga dilakukan dengan mencocokan peak senyawa dimana peak

analit morphine pada sampel sama dengan pustaka sehingga dapat dikatakan analit

tersebut adalah morphine.

Dengan menggunakan spektrofotodensitometer ini juga dapat

dilakukan penentuan kadar senyawa yang ada pada sampel. Analisis kuantitatif dari

suatu senyawa yang telah dipisahkan dengan KLT biasanya dilakukan dengan

densitometer langsung pada lempeng KLT (atau secara in situ). Kadar dari sampel

dapat ditentukan dari perbandingan antara serapan sampel dan bakunya. Kadar dari

sampel dapat ditentukan dari perbandingan antara serapan sampel dan Standarnya.

Penetuan kadar sampel ini dilakukan dengan terlebih dahulu membuat kurva standar

dengan meihat nilai AUC yang diperoleh pada kromatogram sebagai nilai Y. Dari

kromatogram ini dapat dilihat nilai AUC untuk masing-masing konsentrasi standar

antara lain:

1. AUC Senyawa Morphinea. AUC Standar 1 (AUC 1m) = 928,0

b. AUC Standar 2 (AUC 2m) = 917,5

c. AUC Standar 3 (AUC 3m) = 1288,2

d. AUC Standar 4 (AUC 4m) = 1586,2

e. AUC Standar 5 (AUC 5m) = 674,1

2. AUC Senyawa MDMAa. AUC Standar 1 (AUC 1md) = 1010,2

b. AUC Standar 2 (AUC 2md) = 1225,0

c. AUC Standar 3 (AUC 3md) = 1331,5

d. AUC Standar 4 (AUC 4md) = 946,2

e. AUC Standar 5 (AUC 5md) = 238,2

Dari nilai AUC ini kemudian dapat ditentukan masing-masing koefisien

korelasi dan persamaan garis regresinya. Namun pada saat pembuatan kurva

konsentrasi terhadap absorbansi terdapat penghilangan 2 titik yang mengganggu

kelinieritasn dari kurva sehingga hanya digunakan 3 titik konsentrasi untuk

menentukan kurva konsentrasi terhadap absorbansi masing-masing jenis senyawa

korelasi. Penghilangan konsentrasi ini juga dilakukan karena ada dugaan bahwa

terdapat beberapa kesalahan dari proses penotolan dan proses elusi sehingga tidak

sesuai dengan teori yang ada. Adapun koefien korelari yang diperoleh pada masing-

masing kurva adalah r senyawa morphine =0,9961 dan r senyawa MDMA=0.9655,

dari koedisien korelasi yang diperoleh ini dapat dikatahui bahwa kurva mendekati

kelinieran sangat bagus sehingga dapat digunakan dalam penentuan kadar dari

masing-masing senyawa. Selain itu juga digunakan persamaan regresi linier untuk

penentuan kadarnya yaitu senyawa morphine sebesar y = 1,6728 x + 260,92 dan

senyawa MDMA persamaan regresi liniernya sebesar y = 0,8033 x + 867,6.

Bila persamaan regresi linier telah diketahui, maka kadar morfin dalam

sampel dapat diketahui dengan memasukkan nilai AUC sampel pada persamaan

regresi linier. Dari perhitungan yang dilakukan, kemudian didapatkan kadar morfin

dalam sampel adalah sebesar 0,002917 mg/ml dan kadar MDMA dalam sampel

adalah sebesar 0,0183 mg/ml.

BAB V

PENUTUP

5.1 SIMPULAN

1. Preparasi sampel untuk uji konfirmasi dan pemisahan obat-obatan golongan

amfetamin dan opiate dalam sampel urine dapat dilakukan dengan metode

ekstraksi cair-cair dan SPE.

2. Proses persiapan kerja dalam proses elusi yaitu penyiapan fase diam, penyiapan

larutan pengembang TB, penjenuhan benjana kromatografi dan pembuatan larutan

pembanding

3. Prinsip pemisahan KLT adalah Suatu campuran zat dapat dipisahkan dengan

teknik KLT berdasarkan afinitas masing-masing komponen terhadap fase gerak

dan fase diamnya.

4. Prinsip kerja spektrofotodensitometri berdasarkan interaksi antara radiasi

elektromagnetik sinar uv- vis dengan analit yang merupakan noda pada plat.

Radiasi elektomagnetik yang dating pada plat diabsorpsi oleh analit. Radiasi

elektromagnetik yang diabsorpsi oleh analit atau indicator plat dapat diemisikan

berupa flourosensi dan fosforesensi.

5. Dari hasil uji konfirmasi dengan metode KLT-Spektrofotodensitometri terhadap

sampel urine yang diperiksa dapat ditentukan bahwa jenis senyawa yang ada

dalam sampel urine adalah Morfin (golongan opiate) dengan kadar sebesar

0,002917 mg/ml dan kadar MDMA dalam sampel adalah sebesar 0,0183 mg/ml.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2011. Pemeriksaan Laboratorium Narkotika dan Psikotropika.

http://ndiel2.wordpress.com/2011/11/08/pemeriksaan-lab-napza-narkotika-

psikotropika-dan-zat-adiktif-lain/. Diakses tanggal 13 Mei 2013

Anonim. 2012. Opioid dan Ketergantungan.

http://indoanesthesia.wordpress.com/2012/07/04/opioid-dan-

ketergantungan/ Diakses tanggal: 16 Mei 2013

BNN. 2008. Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Narkotika, Psikotropik, dan

Obat Berbahaya. Jakarta : BNN.

Rahayu. 2011. Ekstraksi.

http://alchemistviolet.blogspot.com/2011/02/ekstraksi.html. diakses

tanggal: 13 Mei 2013

Sora. 2010. Amfetamin http://rillsora.blogspot.com/2010/03/amfetamin.html

Diakses : 14 Mei 2013

Wirasuta. 2008. Analisis Toksikologi Forensik Dan Interpretasi Temuan Analisis.

Jakarta: Indonesian Journal of Legal and Forensic Sciences

Wirasuta. 2012. Tugas Dugaan Pemerkosaan Menggunakan Obat. http://gelgel-

wirasuta.blogspot.com/2012/06/dugaan-perkosaan-menggunakan-obat-

tugas.html. diakses tanggal: 13 Mei 2013

Wirasuta,dkk. 2013. Penuntun Praktikum Toksikologi D3 Analis Kesehatan

Tahun Ajaran 2012/2013. Badung: Jurusan Farmasi Fakulras Matematika

dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana