klt obat.docx
DESCRIPTION
jurnal kromatografiTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Prinsip Percobaan
Kromatografi lapis tipis adalah metode pemisahan fisiokimia. Lapisan
yang memisahkan, yang terdiri atas bahan berbutir-butir (fase diam), ditempatkan
pada penyangga berupa pelat gelas, logam, atau lapisan yang cocok. Campuran
yang akan dipisah, berupa larutan, ditotolkan berupa bercak atau pita (awal).
Setelah pelat atau lapisan ditaruh di dalam bejana tertutup rapat yang berisi
larutan pengembang yang cocok (fase gerak), pemisahan terjadi selama
perambatan kapiler (pengembangan). Selanjutnya senyawa berwarna harus
ditampakkan (dideteksi) (Stahl, 1985).
Pemisahan komponen-komponen dari jamu dimana jamu itu mengandung
bahan obat apa tidak dengan menggunakan kromatografi lapis tipis dimana fase
gerak n-heksana:isopropanol (9:1), fase diam plat lapis tipis silikal GF254, dan
penampak bercaknya liebermann burchard yang mengandung steroid (biru) dan
triterpen (ungu).
a.2. Tujuan Percobaan
a. Untuk mengetahui keuntungan dari Kromatografi Lapis Tipis
b. Untuk mengetahui kelemahan dari Kromatografi Lapis Tipis
c. Untuk mengetahui kandungan dari jamu
d. Untuk mengetahui kromatogram pada pemisahan senyawa kimia
bahan obat.
1
a.3. Manfaat Percobaan
a. Dapat mengetahui keuntungan dari Kromatografi Lapis Tipis
b. Dapat mengetahui kelemahan dari Kromatografi Lapis Tipis
c. Dapat mengetahui kandungan dari jamu
d. Dapat mengetahui kromatogram pada pemisahan senyawa kimia bahan
obat.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penotolan Sampel
Pemisahan pada kromatografi lapis tipis yang optimal akan diperoleh hanya
jika menotolkan sampel dengan ukuran bercak sekecil dan sesempit mungkin.
Sebagaimana dalam prosedur kromatografi yang lain, jika sampel yang digunakan
terlalu banyak maka akan menurunkan resolusi. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa penotolan sampel secara otomatis lebih dipilih daripada penotolan secara
manual terutama jika sampel yang akan ditotolkan lebih dari 15 µl. Penotolan
sampel yang tidak tepat akan menyebabkan bercak yang menyebar dan puncak
ganda. Untuk memperoleh reproduksibilitas, volume sampel yang ditotolkan
paling sedikit 0,5 µl. Jika volume sampel yang akan ditotolkan lebih besar dari 2-
10 µl maka penotolan harus dilakukan secara bertahap dengan dilakukan
pengeringan antar totolan (Rohman,2007).
Penotolan (aplikasi) sampel dapat dilakukan sebagai suatu bercak, pita, atau
dalam bentuk zig zag. Sering disarankan bahwa sampel yang akan ditotolkan
berada dalam bentuk yang sesempit mungkin. Sampel dengan pita yang sempit
akan menjamin resolusi yang paling tinggi bahkan ketika sampel mengandung
sejumlah komponen dengan perbedaan nilai-nilai Rf yang minimal. Penotolan
secara zig zag akan menghasilkan suatu bentuk yang memungkinkan sejumlah
sampel dalam jumlah besar ditotolkan tanpa dilakukan pencucian lapis tipis.
Metode ini penting untuk sampel-sampel dalam air. Penotolan sampel dalam
jumlah banyak secara manual membutuhkan waktu yang lama dan juga
3
menghasilkan reprodusibilitas yang kurang bagus. Reprodusibilitas dan kecepatan
sering dicapai dengan menggunakan penotol otomatis (Rohman, 2009).
Cara menempatkan cuplikan pada lapisan tipis seperti cara-cara yang
digunakan pada kromatografi kertas, tetapi pipa kapiler atau mikro pipet adalah
yang baik. Pada penempatan cuplikan ujung penetes dapat mengenai permukaan
lapisan, meskipun demikian harus diusahakan sedekat mungkin. Kedudukan noda
tak dapat diberi tanda dengan pensil, seperti dikerjakan pada kertas, hingga
penunjuk noda dapat digunakan, misal penggaris yang diletakkan di samping plat
kaca. Penempatan noda di atas plat kira-kira 1 cm dari salah satu ujungnya di
mana ujung ini nanti diselupkan dalam pelarut (Sastrohamidjojo, 1985).
2.2. Fase Gerak (Pelarut Pengembang)
Fase gerak ialah medium angkut dan terdiri atas satu atau beberapa pelarut. Ia
bergerak di dalam fase diam, yaitu suatu lapisan berpori, karena ada gaya kapiler.
Yang digunakan hanyalah pelarut bertingkat mutu analitik dan bila diperlukan,
sistem pelarut multikomponen ini harus berupa suatu campuran sesederhana
mungkin yang terdiri atas maksimum tiga komponen (Stahl, 1985).
Pemilihas dari fase bergerak tergantung pada faktor-faktor yang sama seperti
dalam pemisahan kromatografi kolom serapan. Sebaiknya menggunakan
campuran pelarut organik yang mempunyai polaritas serendah mungkin. Salah
satu alasan daripada penggunaan itu ialah mengurangkan serapan dari setiap
komponen dari campuran pelarut. Jika komponen-komponen yang mempunyai
sifat polar yang tinggi (terutama air) dalam campuran cukup akan merubah sistem
menjadi sistem partisi. Campuran yang baik memberikan fasa-fasa bergerak yang
4
mempunyai kekuatan bergerak sedang, tetapi sebaiknya dicegah sejauh mungkin
mencampur lebih dari dua komponen, terutama karena campuran yang lebih
kompleks cepat mengalami perubahan-perubahan fasa-fasa terhadap perubahan-
perubahan suhu. Kemurnian dari pelarut adalah lebih penting dalam lapisan tipis
daripada bentuk-bentuk kromatografi lain, karena di sini digunakan sejumlah
materi yang sedikit (Sastrohamidjojo,1985).
Fase gerak pada KLT dapat dipilih dari pustaka, tetapi lebih sering dengan
mencoba-coba karena waktu yang diperlukan hanya sebentar. Sistem yang paling
sederhana ialah dengan menggunakan campuran dua pelarut organik karena daya
elusi campuran kedua pelarut ini dapat mudah diatur sedemikian rupa sehingga
pemisahan dapat terjadi secara optimal (Rohman, 2007).
2.3. Pengembangan Kromatografi
Pengembangan ialah proses pemisahan campuran cuplikan akibat pelarut
pengembang merambat naik dalam lapisan. Jarak pengembangan normal, yaitu
jarak antara garis awal dan garis depan, ialah 100 mm. Disamping pengembang
sederhana, yaitu perambatan satu kali sepanjang 10 cm ke atas, pengembang
ganda dapat juga digunakan untuk memperbaiki efek pemisahan – yaitu dua kali
merambat 10 cm ke atas berturut-turut – pada pengembangan dua kali. Lapisan
KLT harus dalam keadaan kering di antara kedua pengembangan tersebut; ini
dilakukan dengan membiarkan plat di udara selama 5-10 menit. Pada
pengembangan landaian, dua pengembang dengan daya elusi yang berlainan
digunakan untuk pengembangan dengan jarak yang berbeda (Stahl, 1985).
5
Bila plat kromatografi telah disiapkan dan cuplikan telah ditempatkan di
atasnya, maka ia dimasukkan dalam bejana yang cocok dengan ujung yang paling
bawah, di mana cuplikan ditempatkan, dicelupkan dalam fase bergerak yang telah
dipilih sedalam kira-kira 0,5 – 1,0 cm. Biasanya dua plat dapat dimasukkan dalam
bejana, dalam hal ini akan diperoleh kromatografi penaikan. Bejana diusahakan
jangan sampai bocor. Sering tidak memerlukan waktu kesetimbangan, tetapi
untuk meyakinkan homogenitas dari atmosfer dalam bejana, maka dinding dalam
bejana dapat dilapisi dengan lembaran kertas saring yang ujungnya direndam
dalam fase bergerak. Permukaan pelarut yang terdapat di dalam jangan sampai
berhubungan denngan atmosfer luar, karena hal ini mengakibatkan komponen-
komponen yang mudah menguap lepas oleh penguapan (Sastrohamidjojo, 1985).
Pengembangan lapisan KLT agak lebih rumit daripada yang terlihat. Jika
lapisan diletakkan di dalam bejana, tiga gerakan pelarut yang berlainan akan
terjadi. Pertama, pelarut bergerak ke atas melalui lapisan, dan ini dapat terlihat
dengan mudah berupa garis depan yang maju. Kedua, uap pelarut akan terjerap
oleh lapisan di atas garis depan, jadi mengubah sifatnya.Pada saat garis depan
mencapai bagian atas lapisan, uap pelarut akan bergerak ke penjerap yang hampir
jenuh dengan komponen sistem pelarut yang lebih atsiri. Pergerakan pelarut yang
ketiga ialah penguapan pelarut dari lapisan di bawah garis depan. Sejauh mana hal
ini terjadi menentukan berapa banyak pelarut yang betul-betul melewati cuplikan,
karena ini merupakan penjumlahan dari apa yang kita lihat pada garis depan
pelarut dan apa yang telah menguap di bawah garis depan. Pada umumnya kita
tidak usah kuatir akan semua faktor itu. Akan tetapi, untuk kromatografi yang
6
sangat tepat, faktor tersebut dapat dikendalikan dengan penjenuhan bejana yang
sesuai dan prapenyetimbangan lapisan (Gritter, 1991).
Bejana kromatografi harus tertutup rapat dan sedapat mungkin volume fase
gerak sedikit mungkin ( akan tetapi harus mampu mengelusi lempeng sampai
ketinggin lempeng yang telah ditentukan). Untuk melakukan penjenuhan fase
gerak, biasanya bejana dilapisi dengan kertas saring. Jika fase gerak telah
mencapai ujung aras kertas saring, maka dapat dikatakan bahwa fase gerak telah
jenuh. Selama proses elusi, bejana kromatografi harus ditutup rapat (Rohman,
2007).
2.4. Mendeteksi noda
Bercak pemisahan pada KLT umumnya merupakan bercak yang tidak
berwarna. Untuk penentuannya dapat dilakukan ssecara kimia, fisika, maupun
biologi. Cara kimia yang biasa digunakan adalah dengan mereaksikan bercak
dengan dengan suatu pereaksi melalui cara penyemprotan sehingga bercak
menjadi jelas. Cara fisika yang dapat digunakan untuk menampakkan bercak
adalah dengan pencacahan radioaktif dan dengan fluoresensi di bawah sinar
ultraviolet. Fluoresensi dengan sinar ultraviolet, terutama untuk senyawa yang
dapat berfluoresensi, akan membuat bercak terlihat lebih jelas. Jika senyawa tidak
dapat berfluoresensi, maka bahan penyerapnya akan diberi indikator yang
berfluoresensi, dengan demikian bercak akan kelihatan hitam karena menyerap
sinar ultraviolet sedang latar belakangnya akan kelihatan berfluoresensi (Rohman,
2009).
7
Jika semua senyawa yang dikromatografi berwarna, dengan mudah kita dapat
melihat apakah campuran terpisah dan seberapa jauh pemisahan itu. Jika beberapa
atau semua senyawa tanwarna, hal yang biasanya kita jumpai, bercak harus
ditampakkan dengan beberapa cara atau pereaksi. Cara penampakan dapat berupa
metode khas (dirancang untuk menunjukkan gugus fungsi khusus pada jenis
senyawa) atau metode umum yang menunjukkan sembarang senyawa organik.
Metode umum yang dipakai pada plat kecil ialah penjerapan uap iodium,
pemakaian sinar UV, dan pemakaian sinar UV pada lapisan yang mengandung
indikator fluoresensi (Gritter, 1991).
2.4.1. Lampu UV untuk eksitasi fluoresensi
Untuk daerah gelombang panjang kira-kira 365 nm, disarankan untuk
menggunakan lampu uap raksa dengan bola kaca hitam dan prapenguat. Lampu
ini menghasilkan kekuatan radiasi yang jauh lebih besar ketimbang lampu pijar
berkaca hitam.
Suatu sudut kecil yang gelap atau suatu ruang kecil yang ditutup dengan
tirai hitam merupakan tempat yang baik untuk melakukan pemeriksaan. Suatu
kotak karton bergelombang yang bagian dalamnya dicat hitam dan di dalamnya
ditempatkan lampu UV yang sesuai, juga membantu. Kotak ditaruh sedemikian
rupa sehingga tutup mengarah ke depan, bukan ke atas seperti biasanya (Stahl,
1985).
2.4.2. Deteksi dengan pereaksi semprot
Penting diingat bahwa pereaksi warna harus mencapai plat KLT dalam
bentuk tetesan yang sangat halus sebagai aerosol, dan bukan sebagai semprotan
kasar. Biasanya hal ini tidak dapat dicapai bila digunakan penyemprot pompa
8
bola. Penyemprot serba kaca digunakan dengan udara tekan. Jenis penyemprot
tiga bagian yang mudah digunakan lebih menguntungkan dan lebih murah; karena
itu disarankan untuk digunakan.
Semprotan pertama harus diarahkan ke samping plat KLT untuk mengecek
semburan jet aerosol yang halus. Setelah itu barulah semprotan diarahkan ke plat
sambil menggerakkannya hati-hati ke seluruh lapisan.
Pemanasan. Pembentukan warna yang optimum sering kali memerlukan
peningkatan suhu dan waktu yang tertentu. Jika tanur laboratorium yang
bertermostat tidak dapat dipakai semata-mata untuk tujuan khusus ini, maka harus
digunakan pemanas listrik yang ada di pasar. Yang lebih baik adalah pemanas
yang menghasilkan suhu tetap pada 1200C. Selain itu, pemanas harus mempunyai
sisi yang halus untuk menempatkan dan memindahkan plat KLT (Stahl, 1985).
2.4.3. Metode deteksi biologi
Untuk mendeteksi secara khas senyawa yang mempunyai aktivitas
fisiologi tertentu, digunakan prosedur uji biologi. Prosedur tersebut meliputi
deteksi langsung pada plat KLT, dan pengerokan bercak kromatogram yang
kemudian diikuti pengalihan ke teknik deteksi biologi.
Untuk mendeteksi komponen yang menghemilsis (saponin dan
sebagainya), suspensi darah-gelatin dapat dituangkan ke plat KLT. Kemudian
diperiksa timbulnya daerah hemolitik, yaitu daerah tembus pandang yang hampir
tidak berwarna pada lapisan gelatin yang berwarna merah keruh. Senyawa pahit
dan berbau lain dikenal dengan cara mengerok daerah bercak dan mencicipinya
(Stahl, 1985).
9
2.5. Menghitung harga Rf
Jarak pengembangan senyawa pada kromatogram biasanya dinyatakan
dengan angka Rf atau hRf.
Jarak titik pusat bercak dari titik awal
Jarak garis depan dari titik awal
Angka Rf berjangka antara 0,00 dan 1,00 dan hanya ditentukan dua
desimal. hRf ialah angka Rf dikalikan faktor 100 (h), menghasilkan nilai
berjangka 0 sampai 100. Jika dipilih 10 cm sebagai jarak pengembang, maka jarak
rambat suatu senyawa (titik awal – pusat bercak dalam cm) x 10 menghasilkan
angka hRf. Tetapi, karena angka Rf merupakan fungsi sejumlah faktor, angka ini
harus dianggap sebagai petunjuk saja. Inilah yang menjadi alasan mengapa angka
hRf-lah, misalnya hRf 60-70, yang dicantumkan untuk menunjukkan letak suatu
senyawa pada kromatogram (Stahl,1985).
Harga-harga Rf untuk senyawa-senyawa murni dapat dibandingkan
dengan harga-harga standard. Perlu diperhatikan bahwa harga-harga Rf yang
diperoleh hanya berlaku untuk campuran tertentu dari pelarut dan penyerap yang
digunakan, meskipun demikian daftar dari harga-harga Rf untuk berbagai
campuran dari pelarut dan penyerap dapat diperoleh (Sastrohamidjojo, 1985).
Obat Tradisional (jamu) adalah bahan atau ramuan bahan yang berasal dari
bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau
campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk
pengobatan berdasarkan pengalaman. Obat tradisional di Indonesia tidak
diperkenankan mengandung BKO. BKO atau bahan kimia obat adalah senyawa
sintetis atau bisa juga produk kimiawi yang berasal dari bahan alam yang
10
Rf =
umumnya digunakan pada pengobatan modern. BKO yang ditambahkan ke dalam
obat tradisional umumnya dimaksudkan untuk menghilangkan gejala sakit dengan
segera (seperti pada pegal linu); ataupun meningkatkan aliran darah ke corpus
kavernosum dengan segera (seperti pada obat-obat peningkat stamina pria)
(Anonim, 2009).
Umumnya, BKO yang digunakan adalah obat keras (daftar G) yang
sebagian besar menimbulkan efek samping ringan sampai berat seperti iritasi
saluran pencernaan, kerusakan hati/ginjal, gangguan penglihatan, atau gangguan
ritmik irama jantung. Pada efek samping ringan, gangguan/kerusakan yang terjadi
dapat bersifat sementara atau reversible. Pada efek samping berat, bisa terjadi
gangguan/kerusakan permanen pada jaringan/organ sampai kematian. Pada jamu
pegal linu, sering ditambahkan BKO penghilang rasa sakit golongan analgetik.
Pada jamu dengan klaim melangsingkan, sering ditambahkan BKO yang bekerja
pada susunan syaraf pusat untuk menekan rangsang lapar serta meningkatkan
kemampuan beraktifitas. Pada jamu peningkat stamina pria, selain sering
ditambahkan BKO penghilang rasa sakit, ada juga yang ditambah BKO untuk
mengatasi gangguan disfungsi ereksi. BKO bagi disfungsi ereksi umumnya
bekerja dengan meningkatkan aliran darah pada corpus cavernosum, tetapi sering
diikuti pelebaran pembuluh darah jantung. Hal ini akan sangat berbahaya bahkan
dapat mengakibatkan kematian penderita penyakit jantung yang diberi obat
jantung golongan serupa (Anonim, 2009).
BKO yang sering dicampurkan ke dalam obat tradisional diantaranya yaitu
fenilbutazon, antalgin, dexamethason, prednison, teofilin, hidroklortiazid (HCT),
furosemid, glibenklamid, siproheptadin, parasetamol, chlorpeniramin maleat
11
(CTM), diclofenac sodium, sildenafil sitrat, dan sibutramin hidroklorida (Anonim,
2009).
KLT dilakukan pada lapisan adsorbsen yang dilekatkan pada suatu plat
inert atau kaca. Prinsip dasar KLT adalah pemisahan yang berdasarkan laju
migrasi masing-masing molekul senyawa diantara fase diam dan fase gerak yag
dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti adsorpsi / partisi fase diam, kelarutan
dalam cairan partisi dan pelarut pembilas, serta polaritas dari cairan partisi dan
pelarut (Mursito, 2002).
Obat tradisional adalah obat-obatan yang diolah secara tradisional, turun-
temurun, berdasarkan resep nenek moyang, adat-istiadat, kepercayaan, atau
kebiasaan setempa, baik bersifat magik maupun pengetahuan tradisional (Dirjen
POM, 1994).
Jamu adalah obat tradisional karena berasal dari bahan-bahan alami yang
berkhasiat khusus untuk penyakit tertentu tergantung dari bahan alami atau
tumbuhan apa yang digunakan. Ada juga menggunakan bahan dari tubuh hewan,
seperti empedu kambing atau tangkur buaya (Mursito, 2002).
Steroid adalah suatu senyawa penyusun bagian produk alami dari
campuran yang sebagian besar berdistribusi seluruhnya secara alami pula.
Pengertian steroid diatas adalah berasal dari hewan, tumbuhan, manusia dan
sebagian sintetik. Senyawa yang termasuk turunan steroid misalnya kolesterol,
ergosterol, progesteron, dan esterogen. Pada umumnya steroid berfungsi sebagai
hormon. Beberapa steroid menggambarkan karaterisik alami yaitu memberikan
aksi yang spesifik dan kuat untuk beberapa steroid, ada yang bekerja pada obat
12
jantung sehingga steroid-steroid demikian dikena dengan steroid jantung karena
keberadannya tersebut dalam bentuk glikosida (Parris, 1984).
Steroid terdiri atas beberapa kelompok senyawa dan penegelompokan ini
didasarkan pada efek fisiologis yang diberikan oleh masing-masing senyawa.
Kelompok-kelompok itu adalah sterol, asam- asam empedu, hormon seks, hormon
adrenokortikoid, aglikon kardiak dan sapogenin. Ditinjau dari segi struktur
molekul, perbedaan antara berbagai kelompok steroid ini ditentukan oleh jenis
substituen R1, R2 dan R3 yang terikat pada kerangka dasar karbon. Sedangkan
perbedaan antara senyawa yang satu dengan yang lain pada suatu kelompok
tertentu ditentukan oleh panjang rantai karbon R1, gugus fungsi yang terdapat
pada substituen R1, R2, dan R3, jumlah serta posisi gugus fungsi oksigen dan
ikatan rangkap dan konfigurasi dari pusat-pusat asimetris pada kerangka dasar
karbon tersebut (Bobbit, 1963).
Percobaan-percobaan biogenetik menunjukkan bahwa steroid yang
terdapat dialam berasal dari triterpenoid. Steroid yang terdapat dalam jaringan
hewan beasal dari triterpenoid lanosterol sedangkan yang terdapat dalam jaringan
tumbuhan berasal dari triterpenoid sikloartenol setelah triterpenoid ini mengalami
serentetan perubahan tertentu (Bobbit, 1963).
13
BAB III
METODELOGI PERCOBAAN
3.1. Alat
Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah beaker glass, chamber,
cawan penguap, erlenmeyer, gelas ukur, kertas karkil, kertas saring, mistar,
oven, pipet kapiler, penyemprot, plat KLT (plat alumina).
3.2. Bahan
Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah asam asetat anhidrida,
asam sulfat pekat, dexamethason, etanol, isopropanol, jamu, dan n-heksana.
3.3. Prosedur Percobaan
Gerus sampai halus dexamethason, lalu masukkan kedalam beaker glass
masing-masing ditambahkan n-heksana kemudian disaring dengan menggunakan
kertas saring didapatlah filtrat pada masing-masing sampel. Setelah disaring
masukkan kedalam cawan penguap kemudian dipanaskan diatas penangas air dan
diaduk dalam keadaan panas pada masing-masing sampel.
Chamber dijenuhkan dengan pelarut pengembang, caranya 2/3 bagian dari
chamber dilapisi kertas saring. Dimasukkan pelarut pengembang kedalamnya,
chamber dikatakan jenuh apabila seluruh kertas sring telah basah oleh pelarut
pengembang (dicatat waktu jenuh chamber oleh uap fase gerak). Ditotolkan
larutan sampel jamu sebelah kanan pada plat KLT bentuk noda atau pita sampai
plat KLT jenuh oleh larutan sampel, kemudian di totolkan larutan baku
dexamethasone di sebelah kiri, diamkan plat KLT selama 15 menit, kemudian plat
14
KLT dimasukkan kedalam chamber yang sudah jenuh. Noda dari titik penotolan
akan merambat sampai ke garis batas pengembang (catat batas pengembang 0,5
cm dari atas), dikeluarkan plat KLT lalu dikeringkan. Disemprot plat KLT dengan
larutan penampak bercak Liebermann Burchard, diamati noda yang terjadi,
dihitung harga Rf.
15
3.4. Flowsheet
3.4.1. Pembuatan jamu
← Gerus sampai halus
← dimasukkan ke dalam beaker glass
← ditambahkan n-heksana 30 ml
← disaring dengan kertas saring
← dimasukkan ke dalam cawan
← dipanaskan diatas penangas air
← diaduk dalam keadaan panas
3.4.2. Pembuatan dexamethason
← Gerus sampai halus
← dimasukkan ke dalam beaker glass
← ditambahkan n-heksana 30 ml
← disaring dengan kertas saring
← dimasukkan kedalam cawan
← dipanaskan diatas penangas air
← diaduk dalam keadaan panas
16
Jamu sidomuncul
Hasil
Tablet Dexamethason
Hasil
Filtrat
Filtrat
3.4.3. Pemisahan Senyawa Kimia dari Sediaan Obat dengan KLT
← ditotolkan sampel jamu pada plat lapis tipis disebelah kiri
← ditotolkan baku dexamethason pada plat lapis tipis disebelah kanan
← dimasukkan dalam chamber yang telah dijenuhkan dengan fase gerak
n- heksana : iso propanol (9:1)
← dielusi sampai batas pengembangan
3.
← noda dideteksi secara visualisasi, dan penyemprotan
( liebermann burchard )
← dihitung harga Rf masing-masing noda.
17
Sampel jamu dan baku dexamethason
Hasil Pengembangan
Kromatogram
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
HASIL PERCOBAAN sampel jamu
Sebelum visualisasi
warna abu-abuRf1 =
0,68,5
= 0,07
warna kuningRf2 =
3,88,5
= 0,447
Hasil UV
warna unguRf1 =
0,68,5
= 0,07
warna kuningRf2 =
1,28,5
= 0,141
warna unguRf3 =
2,18,5
= 0,247
warna unguRf4 =
3,28,5
= 0,376
warna kuningRf5 =
5,18,5
= 0,6
warna unguRf6 =
5,68,5
= 0,658
warna unguRf7 =
6,68,5
= 0,776
warna unguRf8 =
7,38,5
= 0,885
Sesudah visualisasi(penyemprotan LB)
warna coklatRf1 =
8,28,5
= 0,964
warna unguRf2 =
7,88,5
= 0,917
warna unguRf3 =
68,5
= 0,705
warna kuning Rf4 = 5
8,5 = 0,588
warna unguRf5 =
4,28,5
= 0,494
warna coklatRf6 =
3,78,5
= 0,435
warna coklatRf7 =
2,48,5
= 0,282
18
HASIL PERCOBAANSampel tablet dexamethason
Sebelum visualisasi - -
Hasil UV - -
Sesudah visualisasi(penyemprotan LB)
- -
4.2. Pembahasan
Percobaan kromatografi ini tentang uji analis kualitatif dengan metode
kromatografi lapis tipis (KLT) percobaan ini bertujuan untuk megetahui,
mengidentifikasi ada tidaknya senyawa bahan kimia obat yang terkandung dalam
obat-obat tradisional. Sampel jamu atau obat-obat tradisional yang kami analisis
adalah jamu sidomuncul. Dalam jamu tersebut dicurigai adanya bahan kimia obat
dalam campurannya. Maka dalam analisis kualitatif ini senyawa obat-obatan
tersebut digunakan sebagai pembanding dalam kromatografi lapis tipis.
Pada pemisahan senyawa steroid terdapat banyak noda yang ditemukan
yang memiliki perbedaan harga Rf atau jarak yang tidak telalu jauh, hal ini
disebabkan karena cuplikan (sampel) yang digunakan merupakan sampel yang
tidak murni, tetapi merupakan hasil ekstraksi yang mengandung banyak zat
pengotor yang ikut terpisah pada saat kita melakukan pemisahan steroid. Untuk
mengetahui mana yang merupakan senyawa steroid yang kita inginkan (bukan zat
pengotor), dapat digunakan baku pembanding atau laporan mengenai steroid,
walaupun hal ini sulit diperoleh mutlak sama karena ada beberapa faktor yang
berbeda pada tiap perlakuan pada masing-masing kromatogram. Akan tetapi,
untuk lebih meyakinkan jumlah noda pada kromatogram dapat digunakan
penampak noda yang memberikan warna yang berbeda pada tiap senyawa.
19
Ketidaksesuaian pengembang tidak akan menghasilkan suatu pemisahan
bahkan tidak terjadi noda ataupun kurangnya sampel pada saat penotolan tidak
menghasilkan hasil yang baik. Data yang diperoleh dari analisis dengan KLT
adalah harga Rf, harga Rf berguna untuk identifikasi suatu senyawa. Harga Rf
suatu senyawa dalam sampel yang diperoleh dibandingkan dengan harga Rf dari
senyawa murni (Wirawan, 2011).
Jangan terlalu lama mencelupkan plat dalam bejana bila permukaan
pelarut telah mencapai garis akhir karena oleh pengaruh difusi dan penguapan
dapat menyebabkan pemancaran dari noda-noda yang terpisah. Ujung plat
dicelupkan dalam fase gerak jangan dibiarkan hingga rusak
(Sastrohamidjojo,1985).
20
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
1. Kandungan dari jamu pada sampel ternyata mengandung bahan obat.
2. Kromatogram pada percobaan tersebut terdapat identifikasi pemisahan
senyawa-senyawa yang berada pada jamu.
3. Kelebihan dari kromatografi lapis tipis (KLT) ialah memberikan
fleksibilitas yang lebih besar dalam hal memilih fase gerak, ketepatan
penentuan kadar akan lebih baik karena komponen yang akan ditentukan
merupakan bercak yang tidak bergerak.
4. Kekurangan dari kromatografi lapis tipis (KLT) ialah kerja penyaputnya,
plat kaca penjerap.
5.2. Saran
1. Seharusnya fase gerak yang digunakan fase gerak yang lain selain n-
heksana:isopropanol misalnya n-heksana:etil asetat
2. Penampak bercak yang digunakan seharusnya selain liebermann burchard
misalnya dragendorff
3. Seharusnya sediaan yang digunakan tidak hanya jamu misalnya antalgin
21