blok 22 meningitis tuberculosa

32
Tinjauan Pustaka Meningitis Tuberkulosa pada Anak Gabriel Susilo Kelompok C2, 10.2012.016 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jalan Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510 Email: [email protected] Pendahuluan Penyakit infeksi masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang utama di negara-negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia. Meningitis adalah infeksi cairan otak disertai radang yang mengenai piamater, arakhnoid, dan dalam derajat yang lebih ringan mengenai jaringan otak dan medulla spinalis yang superfisial. Dibandingkan dengan jenis-jenis tuberkulosa lain, meningitis tuberkulosa paling banyak menyebabkan kematian. Jumlah penderita meningitis tuberkulosa kurang lebih sebanding dengan prevalensi infeksi oleh mikobakterium tuberkulosa pada umumnya. Dibandingkan dengan meningitis bakterial akut maka perjalanan penyakit lebih lama dan perubahan atau kelainan dalam CSS tidak begitu hebat. 1,2 1

Upload: gaby-susilo

Post on 23-Dec-2015

277 views

Category:

Documents


51 download

DESCRIPTION

meningitis tb, tbc, meningitis, meningitis pada anak, meningitis tb pada anak, tuberkulosa

TRANSCRIPT

Tinjauan Pustaka

Meningitis Tuberkulosa pada Anak

Gabriel Susilo

Kelompok C2, 10.2012.016

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jalan Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510

Email: [email protected]

Pendahuluan

Penyakit infeksi masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang utama di negara-

negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia.  Meningitis adalah infeksi cairan otak

disertai radang yang mengenai piamater, arakhnoid, dan dalam derajat yang lebih ringan

mengenai jaringan otak dan medulla spinalis yang superfisial. Dibandingkan dengan jenis-jenis

tuberkulosa lain, meningitis tuberkulosa paling banyak menyebabkan kematian. Jumlah

penderita meningitis tuberkulosa kurang lebih sebanding dengan prevalensi infeksi oleh

mikobakterium tuberkulosa pada umumnya. Dibandingkan dengan meningitis bakterial akut

maka perjalanan penyakit lebih lama dan perubahan atau kelainan dalam CSS tidak begitu

hebat.1,2

Meningitis tuberkulosis adalah radang selaput otak akibat komplikasi tuberkulosa primer.

Secara histologik meningitis tuberkulosa merupakan meningo-ensefalitis dimana terjadi invasi ke

selaput dan jaringan susunan saraf pusat.1 Berikut kasus yang penulis dapatkan, seorang anak

laki-laki berusia 5 tahun dibawa Ibunya ke UGD RS karena kejang kaku diseluruh tubuhnya dan

berulang sejak 1 hari yang lalu.

1

Isi dan Pembahasan

Anatomi

Otak dan medulla spinalis dilindungi oleh meningea yang melindungi struktur saraf yang

halus, membawa pembuluh darah dan sekresi cairan, yaitu cairan serebrospinal yang

memperkecil benturan atau goncangan.3

a.      Lapisan luar (Duramater)

Dura terdiri dari dua lapisan jaringan ikat yang padat dan keras. Lapisan luar yang

melapisi tengkorak berfungsi sebagai periosteum dan secara kuat melekat pada tulang. Dan

lapisan dalam yang bersatu dengan lapisan luar merupakan selaput otak yang sebenarnya dan

menghadap rongga subdural yang sangat sempit untuk membentuk bagian-bagian falx serebri,

tentorium serebeli dan diafragma sellae.3

b.      Lapisan tengah (Arakhnoid)

Merupakan selaput yang halus tetapi kuat yang memisahkan piamater dari dura mater

terdiri dari membrane selular luar dan lapisan jaringan ikat dalam. Membentuk sebuah kantung

atau balon berisi cairan otak yang meliputi susunan saraf pusat. Ruangan diantara dura mater dan

arakhnoid disebut ruangan subdural yang berisi sedikit cairan jernih menyerupai getah bening.

Pada ruangan ini terdapat pembuluh darah arteri dan vena yang menghubungkan system otak

dengan mening serta dipenuhi oleh cairan serebrospinal.3

c.       Lapisan dalam (Pia mater)

Merupakan selaput halus yang kaya akan pembuluh darah kecil yang mensuplai darah ke

otak dalam jumlah yang banyak dan menyelipkan dirinya ke dalam celah yang ada pada otak dan

sum-sum tulang belakang.3

A. Anamnesis

Anamnesis pada meningitis meliputi keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat

penyakit dahulu, dan pengkajian psikososial (pada anak perlu dikaji dampak hospitalisasi).2

2

Keluhan utama

Hal yang sering menjadi alasan pasien atau orang tua membawa anaknya untuk meminta

pertolongan kesehatan adalah suhu badan tinggi, kejang, dan penurunan tingkat kesadaran.2

Pada skenario diketahui seorang ibu membawa anaknya yang berusia 5 tahun ke UGD

RS karena kejang kaku seluruh tubuh dan berulang sejak 1 hari yang lalu.2

Riwayat Penyakit Sekarang (RPS)

Faktor riwayat penyakit sangat penting diketahui untuk mengetahui jenis kuman

penyebab. Di sini harus ditanya dengan jelas tentang gejala yang timbul seperti kapan mulai

terjadinya serangan, sembuh, atau bertambah buruk. Pada pengkajian klien dengan meningitis

biasanya didapatkan keluhan yang berhubungan dengan akibat infeksi dan peningkatan tekanan

intrakranial. Keluhan tersebut di antaranya sakit kepala dan demam adalah gejala awal yang

sering.2

Sakit kepala dihubungkan dengan meningitis yang selalu berat dan sebagai akibat iritasi

meningen. Demam umumnya ada dan tetap tinggi selama perjalanan penyakit. Keluhan kejang

perlu mendapat perhatian untuk dilakukan pengkajian lebih mendalam, bagaimana sifat

timbulnya kejang, stimulus apa yang sering menimbulkan kejang dan tindakan apa yang telah

diberikan dalam upaya menurunkan keluhan kejang tersebut. Adanya penurunan atau perubahan

pada tingkat kesadaran dihubungkan dengan meningitis bakteri. Disorientasi dan gangguan

memori biasanya merupakan awal adanya penyakit.2

Perubahan yang terjadi bergantung pada beratnya penyakit, demikian pula respons

individu terhadap proses fisiologis. Keluhan perubahan perilaku juga umum terjadi. Sesuai

perkembangan penyakit, dapat terjadi letargik, tidak responsif, dan koma. Pengkajian lainnya

yang perlu ditanyakan seperti riwayat selama menjalani perawatan di RS, pernahkah menjalani

tindakan invasif yang memungkinkan masuknya kuman ke meningen terutama tindakan melalui

pembuluh darah.2

RPS pasien pada skenario diketahui bahwa pasien kejang kaku seluruh tubuh berlangsung

sebanyak 3 kali dalam waktu 24 jam selama 5 menit setiap episode kejang. Diantara episode

kejang pasien tampak lemah dan sering tidur. Demam subfebris sejak 2 bulan yang lalu dan

sudah berobat ke mantri namun tidak ada perbaikan. Berat badan turun 2kg.2

3

Riwayat Penyakit Dahulu (RPD)

Pengkajian penyakit yang pernah dialami pasien yang memungkinkan adanya huhungan

atau menjadi predisposisi keluhan sekarang meliputi pernahkah pasien mengalami infeksi jalan

napas bagian atas, otitis media, mastoiditis, anemia sel sabit dan hemoglobinopatis lain, tindakan

bedah saraf, riwayat trauma kepala dan adanya pengaruh immunologis pada masa sebelumnya.2

Riwayat sakit TB paru perlu ditanyakan kepada pasien terutama jika ada keluhan batuk

produktif dan pernah menjalani pengobatan obat anti tuberkulosis yang sangat berguna untuk

mengidentifikasi meningitis tuberkulosa. Pengkajian pemakaian obat-obat yang sering digunakan

klien, seperti pemakaian obat kortikosteroid, pemakaian jenis-jenis antibiotik dan reaksinya

(untuk menilai resistensi pemakaian antibiotik) dapat menambah komprehensifnya pengkajian.

Pengkajian riwayat ini dapat mendukung pengkajian dari riwayat penyakit sekarang dan

merupakan data dasar untuk mengkaji lebih jauh dan untuk memberikan tindakan selanjutnya.2

Riwayat Penyakit Keluarga (RPK)

Riwayat Penyakit Keluarga juga penting peranannya, dimana riwayat penyakit ini

ditanyakan untuk mengetahui apakah di keluarga tersebut ada yang pernah mengalami gejala

penyakit yang sama atau mungkin faktor resiko yang dapat menyebabkan. Beberapa penyakit

tertentu menunjukkan faktor genetik juga berpengaruh pada penyakit yang diderita anggota

keluarga.2

Pada skenario diketahui nenek pasien meniggal 1 tahun yang lalu karena batuk-batuk

kronis dan batuk darah.

Riwayat Sosioekonomi

Pada riwayat sosioekonomi perlu ditanyakan suasana, kebersihan tempat tinggal pasien.

Ditanyakan pula pekerjaan dan kesibukan pasien sehari-hari. Perlu ditanyakan pula hobi dan

kebiasaan pasien.2

B. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik penting dilakukan untuk menegakkan diagnosis bersama dengan

anamnesis dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan fisik yang dilakukan adalah pengecekan

4

tanda-tanda vital (suhu, nadi, pernafasan,dan tekanan darah) dan pemeriksaan neurologis.

Penting juga pencatatan antropometri untuk mengetahui keadaan normal pasien.1

Berikut adalah pemeriksaan neurologis yang dapat dilakukan untuk membantu

menegakkan diagnosis:

Pemeriksaan Kesadaran, Antropometri dan TTV

Pada saat pasien datang kita melihat bagaimana keadaan umum dan kesadaran pasien,

berikut merupakan tingkatan kesadaran pasien:2

1. Compos Mentis : Sadar sepenuhnya, baik terhadap dirinya maupun terhadap

lingkungannya. Pasien dapat menjawab pertanyaan pemeriksa dengan baik.

2. Apatis : kurang memberikan respon terhadap sekelilingnya atau bersifat acuh tak

acuh terhadap sekelilingnya.

3. Delirium: penurunan kesadaran disertai kekacauanmotorik dan siklus tidur bangun

yang terganggu. Pasien tampak gaduh, gelisah, kacau, disorientasi dan meronta-ronta.

4. Somnolen : keadaan mengantuk yang masih dapat pulih penuh bila dirangsang, tetapi

bila rangsang berhenti, pasien akan tertidur kembali.

5. Sopor : keadaan mengantuk yang dalam. Pasien masih dapat dibangunkan dengan

rangsang yang kuat, misalnya rangsang nyeri, tetapi pasien tidak terbangun sempurna

dan tidak dapat membrikan jawaban verbal yang baik.

6. Semi koma: penurunan ranagsangan yang tidak memberikan respon terhadap

rangsangan verbal, dan tidak dapat dibangunkan sama sekali, tetapi refleks pupil dan

kornea masih baik.

7. Coma : tidak sadar, dan tidak ada reaksi terhadap rangsangan apapun juga.

Setelah itu kita mengukur antopometri (berat dan tinggi badan pasien, serta lingkar

lengan atas karena pasien > 2 tahun), pemeriksaan TTV, dan pemeriksaan tanda rangsang

meningeal1

o Berat dan tinggi badan

o Lingkar lengan atas

o Tanda-tanda vital (TTV) :

5

Suhu (oral, rektal, axila atau telinga)

Tekanan darah

Tekanan nadi

Frekuensi pernafasan

Pemeriksaan Rangsangan Meningeal

a. Pemeriksaan Kaku Kuduk

Pasien berbaring terlentang, tangan pemeriksa ditempatkan di bawah kepala pasien.

Kemudian kepala ditekukkan (fleksi) dan diusahakan agar dagu mencapai dada. Selama

penekukan ini diperhatikan adanya tahanan. Bila terdapat kaku kuduk kita dapatkan tahanan dan

dagu tidak dapat mencapai dada. Kaku kuduk dapat bersifat ringan atau berat. Pada kaku kuduk

yang berat kepala tidak dapat ditekuk, melah sering kepala terkedik ke belakang. Pada keadaan

yang ringan, kaku kuduk dinilai dari tahanan yang dialami waktu menekukkan kepala.1

b. Pemeriksaan Tanda Kernig

Penderita yang sedang berbaring difleksikan pahanya pada persendian panggul sampai

membuat sudut 90 derajat. Setelah itu tungkai bawah diekstensikan pada persendian lutut. 

Biasanya kita dapat melakukan ekstensi ini sampai sudut 135 derajat, antara tungkai bawah dan

tungkai atas. Bila terdapat tahanan dan rasa nyeri sebelum mencapai sudut ini, maka dikatakan

bahwa tanda kernig positip.1

c. Pemeriksaan Tanda Brudzinski I (Brudzinski’s neck sign)

Tangan ditempatkan di bawah kepala pasien yang sedang berbaring, kita tekukkan kepala

sejauh mungkin sampai dagu mencapai dada. Tangan yang satu lagi sebaiknya ditempatkan di

dada pasien untuk mencegah diangkatnya badan. Bila tanda brudzinski positip, maka tindakan ini

mengakibatkan fleksi kedua tungkai.1

d. Pemeriksaan Tanda brudzinski II (Brudzinski’s contralateral leg sign)

Pada pasien yang sedang berbaring, satu tungkai difleksikan pada persendian panggul,

sedang tungkai yang satu lagi berada dalam keadaan ekstensi (lurus). Bila tungkai yang satu ini

ikut pula terfleksi, maka disebut tandan Brudzinski II positip. Sebagai halnya dalam memeriksa

6

adanya tanda brudzinski I, perlu diperhatikan terlebih dahulu apakah terdapat kelumpuhan pada

tungkai.1

Pemeriksaan Saraf Kranial

Pada tubuh kita didapat 12 nervus yang masing-masing mempunyai fungsi yang sangat

penting. Setiap nervus memegang peranannya masing-masing. Tetapi pada pemeriksaan fisik

untuk meningitis kita hanya memerlukan pemeriskaan saraf kranial N.III,, IV, VI, VII, dan

NXII.1

Sebelumnya pemeriksa menginspeksi mata pasien, apakah terdapat ptosis, anemis atau

kuning. Selanjutnya pemeriksaan untuk N.III, IV dan VI pemeriksa memperhatikan kelopak

mata pasien kemudian pasien diminta untuk mengikuti gerakan jari yang diberikan oleh

pemeriksa dengan matanya membentuk huruf H, pemeriksa melihat apakah gerakan mata pasien

mulus tidak ada jerky juga nigtasmus. Pemeriksa juga menanyakan pada pasien, apakah ada

diplopia (penglihatan ganda).1

Pemeriksaan N.VII, pasien diminta untuk mengangkat alis dan mengerutkan dahi. Pasien

juga diminta untuk menutup mata dan pemeriksa melihat apakah mata pasien dapat menutup

sempurna atau ada bagian yang terbuka. Pemeriksaan lainnya pasien diminta untuk menyeringai,

mecucurkan bibir dan mengembungkan pipi.1

Pemeriksaan N.XII, pasien diminta untuk menjulurkan lidah, lihat lidah pasien apa ada

fasikulasi, tremor, deviasi. Pasien juga diminta untuk menggembungkan pipi dan mendorong sisi

pipi dalam pipi bagian kiri dan kanan dengan lidah.1

Hasil pemeriksaan didapat berat badan pasien 15 kg yang seharusnya 18 kg. Pasien

tampak letargi, pucat konjugtiva anemis, ada pembesaran kelenjar getah bening, suara nafas

ronkhi basah halus pada paru kanan bawah, NIII, IV, VI abnormal. Suhu 40 0C, tekanan nadi 150

x/menit, frekuensi nafas 30x/menit, Pada pemeriksaan fisik neurologis didapat kaku duduk (+),

Brudzinski I dan II (+) dan Babinski (+).

C. Pemeriksaan Penunjang

Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan dalam membantu penegakkan

diagnosa meningitis tuberkulosa:4

- Darah perifer lengkap, gula darah, elektrolit darah

7

- Pemeriksaan fungsi lumbal bila ada indikasi

Pada fungsi lumbal : cairan serebrospinal jernih atau santokrom, sel leukosit meningkat

sampai 500/µl, dengan hitung jenis sel limfosit dominan walaupun pada keadaan awal

dapat polimorfonuklear. Protein meningkat sampai 500 mg/dl, kadar glukosa dibawah

normal. Fungsi lumbal ulangan dapat memperkuat diagnosis.

- Pemeriksaan cairan otak

Tekanan meningkat, warna jernih atau santokrom, protein meningkat, gula menurun,

klorida menurun, lekosit meningkat sampai 500/ mm3 dengan sel mononuclear yang

dominan. Bila didiamkan beberapa jam akan terbentuk pelikula yang berbentuk sarang

labah-labah. Pada pengecatan Ziehl Neelsen dan biakan akan ditemukan kuman

mikobakterium tuberkulosa. Tes tuberculin terutama dilakukan pada bayi dan anak kecil,

hasilnya sering kali negative karena anergi, terutama pada stadium terminal.

- Pemeriksaan lainnya meliputi foto dada dan kolumna vertebralis, rekaman EEG, dan CT

Scan.1,2,5

Diagnosis meningitis tuberkulosa dapat ditegakkan secara cepat dengan PCR, ELISA dan

aglutinasi Latex. Baku emas diagnosis meningitis TB adalah menemukan Micobacterium

Tuberculosa dalam kultur Cairan Serebro Spinal. Namun pemeriksaan kultur Cairan Serebro

Spinal ini membutuhkan waktu  yang lama dan memberikan hasil positif hanya pada kira-kira

setengah dari penderita.4,5

Hasil pemeriksaan penunjang pasien Hb 10g/dl, Ht 35, leukosit 6.000/ul, trombosit

200.000/ul dan pada pemeriksaan lumbal punksi didapat cairan berwarna kuning jernih,

predominan limfosit 30/ul, protein 150mg/dl, glukosa 20 mg/dl.

D. Working Diagnosis

Hasil anamnesis: pasien kejang kaku seluruh tubuh berlangsung sebanyak 3 kali dalam

waktu 24 jam selama 5 menit setiap episode kejang. Diantara episode kejang pasien tampak

lemah dan sering tidur. Demam subfebris sejak 2 bulan yang lalu dan sudah berobat ke matri

namun tidak ada perbaikan. Berat badan turun 2kg.

Pemeriksaan fisik: berat badan pasien 15kg yang seharusnya 18kg. Pasien tampak letargi,

pucat konjugtiva anemis, ada pembesaran kelenjar getah bening, suara nafas ronkhi basah halus

8

pada paru kanan bawah, NIII, IV, VI abnormal. Suhu 40 0C, tekanan nadi 150 x/menit, frekuensi

nafas 30x/menit, Pada pemeriksaan fisik neurologis didapat kaku duduk (+), brudzinski I&2 (+)

dan Babinski (+).

Pemeriksaan penunjang: Hb 10g/dl, Ht 35, leukosit 6.000/ul, trombosit 200.000/ul dan

pada pemeriksaan Lumbal Punksi didapat cairan berwarna kuning jernih, predominan limfosit

30/ul, protein 150mg/dl, glukosa 20 mg/dl.

Dilihat dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik juga pemeriksaan penunjang pasien ini

diduga menderita Meningitis Tuberkulosa.

Meningitis Tuberkulosa (TBC)

Tuberkulosa merupakan komplikasi yang paling efektif. Meningitis tuberkulosa biasanya

berasal dari pembentukan lesi perkijuan metastatik di dalam korteks serebri atau meninges yang

berkembang selama penyebaran limfohematogen infeksi primer. Lesi awal ini bertambah

besarnya dan mengeluarkan sedikit basil tuberkel ke dalam ruang subaraknoid. Hasilnya berupa

eksudat gelatin yang dapat menginfiltrasi pembuluh darah kortikomeningeal menimbulkan

radang, obstruksi dan selanjutnya infark korteks serebri. Batang otak sering merupakan tempat

keterlibatan yang paling besar, yang memberi penjelasan seringnya keterkaitan disfungsi syaraf

III, VI dan VII. Eksudat juga menganggu aliran normal CSS kedlam dan keluar sistem ventrikel

pada setinggi sisterna basilar, menimbulkan hidrosefalus komunikan. Kombinasi vaskulitis,

edema otak dan hidrosefalus menimbulkan cedera hebat yang dapat terjadi secara perlahan-lahan

atau cepat. Kelainan metabolisme elektrolit yang berat, karena pembuangan garam atau sindrom

sekresi hormon antidiuretik yang tidak tepat, juga turut membantu pada patofisiologi meningitis

tuberculosis.4

Meningitis tuberkulosa mengkomplikasi sekitar 0,3 % infeksi primer yang tidak diobati

pada anak. Meningitis ini paling sering pada anak antara umur 6 bulan dan 4 tahun. Kadang-

kadang meningitis tuberkulosa dapat terjadi beberapa tahun setelah infeksi primer, bila robekan

satu atau lebih tuberkel subependimal mengeluarkan basil tuberkel kedalam ruang subaraknoid.

Pemburukan meningitis tuberkulosa klinis dapat cepat atau perlahan-lahan. Pemburukan cepat

cenderung terjadi lebih sering pada bayi dan anak muda, yang dapat mengalami gejala hanya

untuk beberapa hari sebelum mulai hidrosefalus akut, kejang-kejang, dan edema otak. Tanda-

9

tanda dan gejala-gejala lebih sering memburuk perlahan-lahan selama beberapa minggu dan

dapat dibagi menjadi tiga stadium.4

E. Differential Diagnosis

Meningitis purulenta

Meningitis atau radang selaput otak adalah infeksi pada cairan serebrospinal (CSS)

disertai radang pada piamater dan araknoid, ruang subaraknoid, jaringan superfisial otak dan

medula spinalis. Kuman-kuman dapat masuk ke setiap bagian ruangan subaraknoid dan dengan

cepat sekali menyebar ke bagian lain, sehingga leptomening medula spinalis terkena. Dengan

demikian dapat dikatakan bahwa meningitis selalu merupakan suatu proses serebrospinal.

Meningitis purulenta atau Meningitis bakterialis, yaitu suatu peradangan selaput otak yang

menimbulkan eksudasi berupa pus (purulen), disebabkan oleh kuman non spesifik dan non

virus.6

Gambar 1. Perbedaan anatomi otak normal dengan meningitis7

Etiologi penyakit ini dihubungkan dengan usia penderita dan sejumlah faktor predisposisi

penjamu terhadap infeksi bakteri atau perubahan respons terhadap invasi mikroorganisme. Tetapi

perlu diingat bahwa setiap mikroorganisme dapat menimbulkan penyakit pada setiap usia.

Berikut ini etiologi meningitis berdasarkan bakteri dalam umur.6

Streptococcus serogrouf B (Streptococcus agalactiae)

- Neonatus usia 3 bulan Sebanyak 25% ibu membawa streptococcus serogroup B di

vaginanya. Profilaksis ampisilin selama persalinan pada wanita dengan resiko tinggi

(ketuban yang sudah lama pecah, demam, dll) atau pada wanita pembawa akan

menurunkan kejadian infeksi pada bayi.

10

Listeria monocytogenes dan Haemophilus influenza type B

- yang terjadi pada periode neonatal.

Escherichia coli

- Merupakan penyebab pada lebih kurang 40% kasus meningitis neonatal.

Haemophilus influenza (HI)

- Anak-anak 5 bulan – 5 tahun Bayi < 3 bulan dapat mengandung antibodi dalam serum

yang diperoleh dari ibunya dan anak umur 3 – 5 tahun mempunyai antibodi yang kuat

terhadap Haemophilus influenza (HI). Sehingga selama masa ini infeksi HI jarang terjadi.

Pemberian vaksin HIB dapat menurunkan mikroorganisme HI.

Neisseria meningitidis

- Bayi – 5 tahun dan orang dewasa muda

- Merupakan komplikasi dari meningokoksemia yang tersering yaitu fokal infeksinya dari

nasofaring. Pencegahan dapat diberikan vaksin polisakarida terhadap serogrouf A, C, Y,

dan W135.

Streptococcus pneumonia

- Semua kelompok umur sering terjadi pada pneumonia, juga pada matoiditis, sinusitis dan

fraktur tulang basiler.

Pseudomonas, Stafilococcus, Salmonella, atau Seratia

- Pada anak-anak > 12 tahun Jika respons penjamu terganggu atau terdapat kelainan-

kelainan anatomik, maka mikroorganisme-mikroorganisme tersebut dapat menginfeksi.

Beberapa keadaan, kelainan atau penyakit yang memudahkan terjadinya meningitis antara lain:6

Infeksi sistemik maupun fokal (septikemia, otitis media supurativa kronik, demam

tifoid, tuberkulosis paru-paru)

Trauma dan tidakan tertentu (fraktur basis kranii, pungsi/anestesi lumbal,

operasi/tindakan bedah saraf)

11

Penyakit darah, penyakit hati

Pemakaian bahan-bahan yang menghambat pembentukan antibodi

Kelainan yang berhubungan dengan imunosupression misalnya alkoholisme,

agamaglobulinemia, diabetes mellitus

Gangguan/kelainan obstretik dan ginekologis

Epilepsi

Epilepsi adalah penyakit saraf menahun yang menimbulkan serangan mendadak

berulang-ulang tak beralasan. Kata 'epilepsi' berasal dari bahasa Yunani (Epilepsia) yang berarti

'serangan'.8

Gambar 3. serangan epilepsi7

Otak kita terdiri dari jutaan sel saraf (neuron), yang bertugas mengoordinasikan semua

aktivitas tubuh kita termasuk perasaan, penglihatan, berpikir, menggerakkan.Pada penderita

epilepsi, kadang-kadang sinyal-sinyal tersebut, tidak beraktivitas sebagaimana mestinya. Hal ini

dapat diakibatkan oleh berbagai unsur-unsur, antara lain; trauma kepala (pernah mengalami

cedera di daerah kepala), tumor otak, dan lain sebagainya.8

Umumnya epilepsi mungkin disebabkan oleh kerusakan otak dalam proses kelahiran,

luka kepala, stroke, tumor otak, alkohol. Kadang-kadang, epilepsi mungkin juga karena genetika,

tapi epilepsi bukan penyakit keturunan. Tapi penyebab pastinya tetap belum diketahui.

Tuberkuloma

Tuberkuloma adalah lesi pada jaringan otak berupa masa padat yang merupakan

kumpulan jaringan nekrotik akibat infeksi kuman TB (Mycobacterium tuberkulosis) yang

menyebar dari organ lain secara hematogen, terutama berasal dari paru.10

12

Tuberkuloma intrakranial adalah lesi pada jaringan otak berupa masa padat yang

merupakan kumpulan jaringan nekrotik akibat infeksi Mycobacterium tuberkulosis. Tuberkulosis

memiliki angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi, dan masih merupakan masalah kesehatan

di masyarakat, terutama di Negara berkembang. Tuberkuloma intrakranial merupakan salah satu

kompiikasi serius dari tuberkulosis, satu persen (1%) dari pasien tuberculosis berkembang

menjadi tuberkuloma dan 10% berkaitan dengan meningitis tuberkulosis. Kejadian tuberkuloma

intrakranial merupakan 0.15-4% dari Iesi massa intrakranial.10

Upaya penegakan diagnosis tuberkuloma tidak mudah, karena banyak macam lesi massa

intrakranial menyerupai gambaran tuberkuloma, seperti tumor intrakranial ataupun penyakit

infeksi intrakranial. Semakin cepat ditegakkan diagnosis, semakin cepat dimulai terapi terhadap

tuberkuloma intrakranial, yang akan memperbaiki prognosis penderita.10

Infeksi secara spesifik disebabkan oleh Mycobacterium tuberkulosa. Spesies

Mycobacterium lainnya dapat juga sebagai penyebab infeksi, seperti misalnya Mycobacterium

africanum, Bovine tubercle baccilus, ataupun non-tuberculous mycobacteria.4,10

Gambaran klinis penderita dibagi menjadi 3 fase. Pada fase permulaan gejalanya tidak

khas, berupa malaise, apatis, anoreksia, demam, dan nyeri kepala. Setelah minggu ke dua, fase

meningitis dengan nyeri kepala, mual, muntah dan mengantuk (drowsiness). Kelumpuhan saraf

kranial dan hidrosefalus terjadi karena eksudat yang mengalami organisasi dan vaskulitis yang

menyebabkan hemiparesis atau kejang-kejang yang juga dapat disebabkan oleh proses

tuberkuloma intrakranial. Pada fase ke tiga ditandai dengan mengantuk yang progresif sampai

koma dan kerusakan fokal yang semakin berat.10

Kejang demam kompleks

Kejang demam adalah kejang yang terjadi pada anak berusia 3 bulan sampai dengan 5

tahun dan berhubungan dengan demam serta tidak didapatkan adanya infeksi ataupun kelainan

yang jelas di intrakranial.6,8

Kejang demam dibagi menjadi dua kelompok yaitu kejang demam sederhana dan kejang

demam kompleks.

13

Tabel 1. Perbedaan kejang demam sederhana dan kompleks

No Klinis KD sederhana KD kompleks

1 Durasi < 15 menit ≥ 15 menit

2 Tipe kejang Umum Umum/fokal

3 Berulang dalam satu episode 1 kali >1 kali

4 Defisit neurologis - ±

5 Riwayat keluarga kejang demam ± ±

6 Riwayat keluarga kejang tanpa demam

± ±

7 Abnormalitas neurologis sebelumnya

± ±

Sebagian besar 63% demam berupa kejang demam sederhana dan 35% berupa kejang

demam kompleks.

F. Etiologi

Meningitis tuberkulosa disebabkan oleh mikobakterium tuberkulos jenis hominis, jarang

oleh jenis bovinum atau aves. Mycobacterium tuberculosis tipe human merupakan basilus tahan

asam yang merupakan penyebab pathogen yang banyak menginfeksi sistem nervus.  Penyakit ini

terdapat pada penduduk dengan keadaan sosio-ekonomi rendah, penghasilan tidak mencukupi

kebutuhan sehari-hari, perumahan tidak memenuhi syarat kesehatan minimal, hidup dan tinggal

atau tidur berdesakan, kekurangan gizi, kebersihan yang buruk. Factor suku atau ras, kurang atau

tidak mendapat fasilitas imunisasi.4

G. Epidemiologi

Kuman mikobakterium tuberkulosa paling sering menyebabkan infeksi pada paru-paru,

tetapi infeksi pada susunan saraf pusat adalah yang paling berbahaya. Kekeraban meningitis

tuberkulosa sebanding dengan prevalensi infeksi dengan mikobakterium tuberkulosa pada

umumnya. Jadi bergantung pada keadaan sosial ekonomi dan kesehatan masyarakat. Penyakit ini

14

dapat terjadi pada segala umur, tetapi jarang dibawah 6 bulan. Yang tersering adalah pada anak

umur 6 bulan sampai 5 tahun. Pada anak, meningitis tuberkulosa merupakan komplikasi infeksi

primer dengan atau tanpa penyebaran miliar. Pada orang dewasa, penyakit ini merupakan bentuk

tersendiri atau bersamaan dengan tuberculosis ditempat lain. Penyakit ini dapat menyebabkan

kematian dan cacat bila pengobatan terlambat.2

H.  Patofisiologi

Meningitis tuberkulosa selalu terjadi sekunder dari proses tuberkulosis primer di luar

otak. Focus primer biasanya di paru-paru, tetapi bisa juga pada kelenjar getah bening, tulang,

sinus nasalis, traktus gastro-intestinalis, ginjal, dsb. Dengan demikian meningitis tuberkulosa

terjadi sebagai ganti penyebaran tuberkulosis paru-paru. Terjadinya meningitis bukan karena

peradangan langsung pada selaput otak oleh penyebaran hematogen, tetapi mulai pembentukan

tuberkel-tuberkel kecil (beberapa mm sampai 1 cm), berwarna putih. Terdapat pada permukaan

otak, selaput otak, sumsum tulang belakang dan tulang. Tuberkel tadi kemudian melunak, pecah

dan masuk ke ruang subaraknoid dan ventrikulus sehingga terjadi peradangan yang difus. Secara

mikroskopik tuberkel-tuberkel ini tidak dapat dibedakan dengan tuberkel-tuberkel di bagian lain

dari kulit dimana terdapat pengijuan sentral dan dikelilingi oleh sel-sel raksasa, limfosit, sel-sel

plasma dan dibungkus oleh jaringan ikat sebagai penutup atau kapsul.2

Penyebaran dapat pula terjadi secara per kontinuitatum dari peradangan organ atau

jaringan di dekat selaput otak seperti proses di nasofaring, pneumonia, bronkopneumonia,

endokarditis, otitis media, mastoiditis, thrombosis sinus kavernosus, atau spondilitis. Penyebaran

kuman dalam ruang subaraknoid menyebabkan reaksi radang pada pia dan araknoid, CSS, ruang

subaraknoid dan ventrikulus. Akibat reaksi radang ini, terbentuknya eksudat kental, serofibrinosa

dan gelatinosa oleh kuman-kuman dan toksin yang mengandung sel-sel mononuclear, limfosit,

sel plasma, makrofag, sel raksasa dan fibroblast. Eksudat ini tidak terbatas di dalam ruang

subaraknoid saja, tetapi terutama terkumpul di dasar tengkorak. Eksudat juga menyebar melalui

pembuluh-pembuluh darah pia dan menyerang jaringan otak di bawah nya, sehingga proses

sebenarnya adalah meningo-ensefalitis. Eksudat juga dapat menyumbat akuaduktus Sylvii,

foramen Magendi, foramen Luschka dengan mengakibatkan terjadinya hidrosefalus, edema papil

dan peningkatan tekanan intracranial. Kelainan juga terjadi pada pembuluh-pembuluh darah

yang berjalan dalam ruang subaraknoid berupa kongesti, peradangan dan penyumbatan, sehingga

15

selain ateritis dan flebitis juga mengakibatkan infark otak terutama pada bagian korteks, medulla

oblongata dan ganglia basalis yang kemudian mengakibatkan perlunakan otak dengan segala

akibatnya.2

I.  Manifestasi Klinis

Meningitis bakterial disebut juga leptomeningitis karena organisme penyebabnya

biasanya didapatkan pada subarachnoid dan menyebar ke piamater dan arachnoid. Penyakit ini

timbul bertahap sehingga biasanya terdapat panas yang tidak terlalu tinggi, nyeri kepala dan

nyeri kuduk. Disamping itu juga terdapat riwayat penurunan berat badan, nyeri otot, nyeri

punggung, anoreksia dan mungkin sedikit demam, kemungkinan dijumpai kelainan jiwa seperti

halusinasi, waham. Setelah beberapa hari, bukti adanya keterlibatan meningen ditandai dengan

adanya letargi, iritabilitas, dan pada pemeriksaan akan dijumpai tanda-tanda rangsangan selaput

otak seperti kaku kuduk, tanda Kernig dan tanda Brudzinsky. Jika diagnosis tidak ditegakkan

pada tahap ini akan terjadi kejang, tanda fokal dan gangguan kesadaran. Terdapat peningkatan

jumlah limfosit dengan peningkatan protein dan glukosa yang rendah pada LCS.1,10

Meningitis tuberkulosa di bagi dalam 3 stadium. 2,6

Stadium I

Stadium prodromal berlangsung < 2 minggu – 3 bulan. Pada anak yang masih kecil awal

penyakit bersifat subakut, sering tanpa panas atau hanya kenaikan suhu yang ringan atau hanya

dengan tanda-tanda infeksi umum, muntah-muntah, tidak ada nafsu makan, murung, berat badan

turun, tak ada gairah, mudah tersinggung, cengeng, tidur terganggu dan gangguan kesadaran

berupa apatis. Anak yang lebih besar mengeluh nyeri kepala, tidak ada nafsu makan, obstipasi,

muntah-muntah, pola tidur terganggu. Pada orang dewasa terdapat panas yang hilang timbul,

nyeri kepala, konstipasi tak ada nafsu makan, fotofobia, nyeri punggung, halusinasi, delusi dan

sangat gelisah.

Stadium II

Gejala terlihat lebih berat. Pada anak kecil dan bayi terdapat kejang umum atau fokal.

Tanda-tanda rangsangan meningeal mulai nyata, seluruh tubuh dapat menjadi kaku dan timbul

opistotonus, terdapat tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial, ubun-ubun menonjol dan

muntah lebih hebat. Nyeri kepala yang bertambah berat dan progresif menyebabkan sianak

16

berteriak dan menangis dengan nada yang khas yaitu meningeal cry. Kesadaran makin menurun.

Refleks tendon meningkat, refleks abdomen menghilang, disertai klonus patela dan pergelangan

kaki. Terdapat gangguan nervi kraniales antara lain N.II, III, IV, VI, VII dan VIII. Dalam

stadium ini dapat terjadi deficit neurologic fokal seperti hemiparesis, hemiplegia karena infark

otak dan rigiditas deserebrasi.

Stadium III

Dalam stadium ini suhu tidak teratur dan semakin tinggi yang disebabkan oleh

terganggunya regulasi pada diensefalon. Pernapasan dan nadi juga tak teratur dan terdapat

gangguan pernapasan dalam bentuk Cheyne-Stokes atau Kussmaul, spasme klonik dan

peningkatan suhu tubuh. Gangguan miksi berupa retensi atau inkotinensia urin. Di dapatkan pula

adanya gangguan kesadaran makin menurun sampai koma yang dalam. Pada stadium ini

penderita dapat meninggal dunia dalam waktu 3 minggu bila tidak memperoleh pengobatan

sebagaimana mestinya

J.  Penatalaksanaan

Penderita meningitis tuberkulosa harus dirawat di rumah sakit, dibagian perawatan

intensif. Dengan menentukan diagnosis secepat dan setepat mungkin. Pengobatan dapat segera

dimulai.2

Pengobatan

Saat ini telah tersedia berbagai macam tuberlostatika mempunyai spesifikasi farmakologik

tersendiri.2,5

Isoniazida atau INH, pada dewasa dosis 4-5 mg/kgBB/hari dosis tunggal atau terbagi

maksimum 300 mg/hari dan anak-anak 10-20 mg/kgBB/hari dosis tunggal atau terbagi.

Obat ini dapat menyebabkan polyneuritis.

Streptomycin, diberikan intramuscular selama lebih kurang 3 bulan, tidak boleh terlalu

lama. Karena bersifat autotoksik harus diberikan dengan hati-hati. Dosis 25-50 mg/hari.

17

Rifampisin, diberikan dengan dosis dewasa 600 mg atau 10-20 mg/kgBB/hari. Khusus

anak-anak di bawak 5 tahun harus bersikap hati-hati karena dapat menyebabkan neuritis

optika.

PAS atau para-amino-salycilic-acid, diberikan dengan dosis 200 mg/kgBB/hari. PAS

sering menyebabkan gangguan nafsu makan.

Etambutol, diberikan dengan dosis 25 mg/kgBB/hari sampai 1.500 mg/hari, selama lebih

kurang 2 bulan. Obat ini dapat menyebabkan neuritis optika.

Kortikosteroid biasanya dipergunakan prednisone dengan dosis 2-3 mg/kgBB/hari.

Pemberian tuberculin intratekal, ditujukan untuk mengaktivasi ensim lisosomal yang

menghancurkan eksudat di bagian dasar otak.

Pemberian ensimproteolitik seperti streptokinase secara intratekal mempunyai tujuan

untuk menghalangi adesi. Bila pengobatan diberikan cepat dan tepat, biasanya berhasil

setelah7-10 hari. Secara klinis biasanya ditandai dengan hilangnya nyeri kepala dan

gangguan mental.

K. Komplikasi

Pada stadium prodromal sukar dibedakan dengan penyakit infeksi sistemik yang disertai

kenaikan suhu. Jenis-jenis meningitis bacterial lainnya perlu dipertimbangkan secara seksama.

Hal ini berkaitan erat dengan program terapi.2,5

Meningismus

Pada meningismus juga terjadi iritasi meningeal, nyeri kepala, kaku kuduk, tanda Kernig,

kejang dan koma. Meningismus kebanyakan terdapat pada bayi dan anak yang lebih besar,

dengan gejala tiba-tiba panas, terdapat tonsillitis, pneumonia, pielitis. Dapat terjadi bersamaan

dengan apendesitis akut, demam tifoid, erisepelas, malaria, batuk rejan. Pada CSS tidak terdapat

kuman, sedangkan jumlah sel dan kadar glukosa normal. Umumnya gejala-gejala hilang dalam

beberapa hari dan tidak meninggalkan gejala sisa.

Penyakit Behcet

Terdapat ulserasi selaput lender mulut dan faring yang berulang-ulang dan orkhitis.

Dalam CSS tidak terdapat bakteri dan kadar gula normal.

18

Komplikasi lainnya

Hidrosefalus obstruktif

Meningococcal septicemia (mengingocemia) : kondisi di mana dalam darah terdapat bakteri 

Sindrom Water Friderichsen (septic syok,  perdarahan adrenal bilateral)

SIADH (Syndrome Inappropriate Antidiuretic Hormone) : gangguan pada hipofisis posterior

akibat peningkatan pengeluaran ADH (Hormon antidiuretik) sebagai respon terhadap

peningkatan osmolaritas darah dalam tingkat yang lebih ringan. 

Efusi subdural

Kejang

Edema dan herniasi serebral (pembengkakan pada otak)

Cerebral Palsy : merupakan gangguan pada otak yang bersifat non progresif karena suatu

kerusakan atau gangguan pada sel-sel motorik pada susunan saraf pusat yang sedang tumbuh

atau belum selesai pertumbuhannya.

Gangguan mental

Gangguan belajar, gangguan hiperaktifitas

Attention deficit disorder (kurang perhatian)

Gangguan yang menetap pada penglihatan dan pendengaran

L. Pencegahan

Penularan perlu diwaspadai dengan mengambil tindakan – tindakan pencegahan

selayaknya untuk menghindarkan droplet infection dari penderita ke orang lain. Salah satu cara

adalah batuk dan bersin sambil menutup mulut atau hidung dengan sapu tangan atau kertas tissue

untuk kemudian didesinfeksi dengan Lysol atau dibakar. Bila penderita berbicara dianjurkan

untuk tidak terlalu dekat dengan lawan bicaranya. Ventilasi yang baik dari ruangan juga

memperkecil bahaya penularan.4 Anak – anak di bawah usia 1 tahun dari keluarga yang

menderita TBC perlu divaksinasi.5

BCG sebagai pencegahan.Vaksinasi BCG (Bacille Calmette – Guerin) Pemberian BCG

meningkatkan daya tahan tubuh terhadap infeksi oleh basil tuberkulosis yang virulen. Imunitas

timbul 6 – 8 minggu setelah pemberian BCG. Imunitas yang terjadi tidaklah lengkap sehingga

masih mungkin terjadi super infeksi meskipun biasanya tidak progresif dan menimbulkan

komplikasi yang berat. Vaksin ini mengandung basil TBC sapi yang telah dihilangkan

19

virulensinya setelah dibiakkan di laboratorium selama bertahun – tahun. Vaksinasi meninggalkan

tanda bekas luka yang nyata, biasanya di lengan bawah dan memberikan kekebalan selama 3 – 6

tahun terhadap infeksi primer dan efektif untuk rata – rata 70 % bayi yang diimunisasi.5

Efektivitas vaksin BCG adalah controversial, walaupun suah digunakan lebih dari 50

tahun diseluruh dunia. Hasilnya sangat bervariasi, beberapa penelitian baru telah

memperlihatkanperlindungan terhadap lepra, tetapi sama sekali tidak terhadap TBC. Vaksin

BCG diberikan intradermal 0.1 mL bagi anak – anak dan orang dewasa, bayi 0.05 mL.5

Sekarang pemberian BCG dianjurkan secara langsung tanpa didahului uji tuberkulin

karena cara ini dapat menghemat biaya dan mencakup lebih banyak anak. Sebagai

kemoprofilaksis biasanya dipakai INH dengan dosis 10 mg/kgBB/hari selama 1 tahun.

Kemoprofilaksis primer diberikan untuk mencegah terjadinya infeksi pada anak dengan kontak

tuberkulosis dan uji tuberkulin masih negatif yang berarti masih belum terkena infeksi atau

masih dalam masa inkubasi. Kemoprofilaksis sekunder diberikan untuk mencegah

berkembangnya infeksi menjadi penyakit, misalnya pada anak yang berumur kurang dari 5 tahun

dengan uji tuberkulin positif tanpa kelainan radiologis paru dan pada anak dengan konsensi uji

tuberkulin tanpa kelainan radiologis paru.5

Edukasi sangat penting dianjurkan untuk diberitahukan kepada keluarga dengan penderita

TBC aktif di dalamnya. Pentingnya sirkulasi udara yang baik, usaha menutup mulut pada saat

batuk atau bersin, kebersihan dari bahan – bahan pribadi dari penderita sangat banyak membantu

mengurangi penularan dari TBC.5

Edukasi tentang kepatuhan penderita dalam menjalanan terapinya juga perlu untuk

disampaikan, untuk mencegah terjadinya resistensi obat. Juga bagi ibu – ibu yang tidak mau

mengimunisasikan anaknya dengan alasan takut anaknya menjadi panas juga perlu untuk

dijelaskan lebih jauh mengapa imunisasi diperlukan, dan resiko yang akan diterima bila anak

tidak diimunisasikan.5

M. Prognosis

Bila meningitis tuberkulosa tidak diobati, prognosisnya jelek sekali. Penderita dapat

meninggal dalam waktu 6-8 minggu. Prognosis ditentukan oleh kapan pengobatan dimulai dan

pada stadium berapa. Umur penderita juga mempengaruhi prognosis. Anak dibawah 3 tahun dan

dewasa di atas 40 tahun mempunyai prognosis yang jelek.2

20

Kesimpulan

Seorang anak laki-laki berusia 5 tahun dibawa Ibunya ke UGD RS karena kejang kaku

diseluruh tubuhnya dan berulang sejak 1 hari yang lalu, menderita Meningitis Tuberkulosa. hal

ini bisa dipastikan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, dan symptom-

simptom yang terdapat pada pasien .

Daftar Pustaka

1. Lumbantobing SM. Neurologi klinik : pemeriksaan fisik dan mental. Jakarta: FKUI;

2013.h.5-6, 17-20.

2. Gleadle, Jonathan. Pengambilan anamnesis. dalam : at a glance anamnesis dan

pemeriksaan fisik. Jakarta : Penerbit Erlangga; 2007.h.1-17.

3. Sloane E. Anatomi dan fisiologi untuk pemula. Jakarta: EGC; 2003.h.1-23.

4. Diagnostic procedure : TB test. Available at

http://www.dhss.mo.gov/TBManual/file2.pdf. Acessed December 21 2005.

5. Osborn AG, Blasser SI, Salzman KI, Katzman GL, Provenzale J, Castillo M, et all.

Osborn diagnostic imaging. Canada: Amirsys/Elsevier, 2004.h.291-321.

6. Behrman, Kliegman, Arvin, editor Prof. Dr. dr. A. Samik Wahab, SpA(K) et al : Nelson,

Ilmu Kesehatan Anak, edisi 15, buku 2, Jakarta : EGC; 2009.h.1028–42.

7. Gambar diunduh dari : https://www.google.com/search?

q=meningitis&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ei=an

8. Soetomenggolo T S, Ismael S, 1999, Buku Ajar Neurologi Anak, Jakarta : IDAI; h.363-

71.

9. Gambar diunduh dari : https://www.google.com/search?

q=pungsi+lumbal&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ei=s

10. Martin G, Lazarus A. Epidemiology and diagnosis of tuberculosis. Postgraduate

Medicine. 2000;108(2).

21