undescendcus testis

19
UNDESCENDCUS TESTIS (UDT) PENDAHULUAN Undescendcus testis (UDT) atau biasa disebut Kriptorkismus merupakan kelainan bawaan genitalia yang paling sering ditemukan pada anak laki-laki. Sepertiga kasus anak- anak dengan UDT adalah bilateral sedangkan dua- pertiganya adalah unilateral. Insiden UDT terkait erat dengan umur kehamilan, dan maturasi bayi. Insiden meningkat pada bayi yang lahir prematur dan menurun pada bayi-bayi yang dilahirkan cukup bulan. Peningkatan umur bayi akan diikuti dengan penurunan insiden UDT. Prevalensinya menjadi sekitar 0,8 % pada umur 1 tahun dan bertahan pada kisaran angka tersebut pada usia dewasa. Meskipun telah diteliti lebih dari 100 tahun, namun masih banyak aspek UDT yang belum dapat dijelaskan dengan baik dan masih menjadi kontroversi. Termasuk diantaranya mengenai fisiologi penurunan testis, etiologi dan petanda molekuler tentang fertilitas dan potensi keganasannya, hingga terapi UDT. UDT yang tidak diterapi jelas menimbulkan kerusakan bagi testis tersebut. Pemahaman tentang morfogenesis kelainan akibat UDT, faktor hormonal dan molekuler yang mempengaruhi, merupakan hal yang harus diketahui dalam

Upload: a-nando-tambunan

Post on 23-Jul-2015

312 views

Category:

Documents


10 download

TRANSCRIPT

Page 1: Undescendcus Testis

UNDESCENDCUS TESTIS (UDT)

PENDAHULUAN

Undescendcus testis (UDT) atau biasa disebut Kriptorkismus merupakan kelainan

bawaan genitalia yang paling sering ditemukan pada anak laki-laki. Sepertiga

kasus anak-anak dengan UDT adalah bilateral sedangkan dua-pertiganya adalah

unilateral. Insiden UDT terkait erat dengan umur kehamilan, dan maturasi bayi.

Insiden meningkat pada bayi yang lahir prematur dan menurun pada bayi-bayi

yang dilahirkan cukup bulan. Peningkatan umur bayi akan diikuti dengan

penurunan insiden UDT. Prevalensinya menjadi sekitar 0,8 % pada umur 1 tahun

dan bertahan pada kisaran angka tersebut pada usia dewasa.

Meskipun telah diteliti lebih dari 100 tahun, namun masih banyak aspek UDT

yang belum dapat dijelaskan dengan baik dan masih menjadi kontroversi.

Termasuk diantaranya mengenai fisiologi penurunan testis, etiologi dan petanda

molekuler tentang fertilitas dan potensi keganasannya, hingga terapi UDT. UDT

yang tidak diterapi jelas menimbulkan kerusakan bagi testis tersebut. Pemahaman

tentang morfogenesis kelainan akibat UDT, faktor hormonal dan molekuler yang

mempengaruhi, merupakan hal yang harus diketahui dalam melakukan diagnosis

maupun terapi kasus-kasus dengan UDT.

Diagnosis dan terapi dini diperlukan pada kasus-kasus UDT mengingat terjadinya

peningkatan risiko infertilitas, keganasan, torsi testis, jejas testis pada trauma

pubis, dan stigma psikologis akibat skrotum yang ’kosong’. Esensi terapi rasional

yang dianut hingga saat ini adalah memperkecil terjadinya resiko komplikasi

tersebut dengan melakukan reposisi testis ke dalam skrotum baik dengan

menggunakan terapi hormonal ataupun dengan cara pembedahan (orchiopexy).

DEFINISI

Undescendcus testis (UDT) atau Kriptorkismus adalah gangguan perkembangan

yang ditandai dengan gagalnya penurunan salah satu atau kedua testis secara

komplit ke dalam skrotum.

Page 2: Undescendcus Testis

EPIDEMIOLOGI

Dari laporan Scorer yang telah banyak dikutip penulis lain, telah diketahui bahwa

insiden UDT pada bayi sangat dipengaruhi oleh umur kehamilan bayi dan tingkat

kematangan atau umur bayi. Pada bayi prematur sekitar 30,3% dan sekitar 3,4%

pada bayi cukup bulan. Bayi dengan berat lahir < 900 gram seluruhnya

mengalami UDT, sedangkan dengan berat lahir < 1800 gram sekitar 68,5% UDT.

Dengan bertambahnya umur menjadi 1 tahun, insidennya menurun menjadi 0,8 %,

angka ini hampir sama dengan populasi dewasa.

EMBRIOLOGI DAN PENURUNAN TESTIS

Pada minggu ke-6 umur kehamilan primordial germ cells mengalami migrasi dari

yolk sac ke genital ridge. Dengan adanya gen SRY (sex determining region Y),

maka akan berkembang menjadi testis pada minggu ke-7. Testis yg berisi

prekursor sel-sel Sertoli besar (yang kelak menjadi tubulus seminiferous dan sel-

sel Leydig kecil) dengan stimulasi FSH yang dihasilkan pituitary mulai aktif

berfungsi sejak minggu ke-8 kehamilan dengan mengeluarkan MIF (Müllerian

Inhibiting Factor), yang menyebabkan involusi ipsilateral dari duktus mullerian.

MIF juga meningkatkan reseptor androgen pada membran sel Leydig. Sel- Pada

minggu ke-10-11 kehamilan, akibat stimulasi chorionic gonadotropin yang

dihasilkan plasenta dan LH dari pituitary sel-sel Leydig akan mensekresi

testosteron yang sangat esensial bagi diferensiasi duktus Wolfian menjadi

epididimys, vas deferens, dan vesika seminalis.

Penurunan testis dimulai pada sekitar minggu ke-10. Walaupun mekanismenya

belum diketahui secara pasti, namun para ahli sepakat bahwa terdapat beberapa

faktor yang berperan penting, yakni: faktor endokrin, mekanik (anatomik), dan

neural. Terjadi dalam 2 fase yang dimulai sekitar minggu ke-10 kehamilan segera

setelah terjadi diferensiasi seksual. Fase transabdominal dan fase inguinoscrotal.

Keduanya terjadi dibawah kontrol hormonal yang berbeda.

Fase transabdominal terjadi antara minggu ke-10 dan 15 kehamilan, di mana

testis mengalami penurunan dari urogenital ridge ke regio inguinal. Hal ini terjadi

karena adanya regresi ligamentum suspensorium cranialis dibawah pengaruh

Page 3: Undescendcus Testis

androgen (testosteron), disertai pemendekan gubernaculum (ligamen yang

melekatkan bagian inferior testis ke-segmen bawah skrotum) di bawah pengaruh

MIF. Dengan perkembangan yang cepat dari regio abdominopelvic maka testis

akan terbawa turun ke daerah inguinal anterior. Pada bulan ke-3 kehamilan

terbentuk processus vaginalis yang secara bertahap berkembang ke-arah skrotum.

Selanjutnya fase ini akan menjadi tidak aktif sampai bulan ke-7 kehamilan.

Fase inguinoscrotal terjadi mulai bulan ke-7 atau minggu ke-28 sampai dengan

minggu ke-35 kehamilan. Testis mengalami penurunan dari regio inguinal ke

dalam skrotum dibawah pengaruh hormon androgen. Mekanismenya belum

diketahui secara pasti, namun diduga melalui mediasi pengeluaran calcitonin

gene-related peptide (CGRP). Androgen akan merangsang nervus genitofemoral

untuk mengeluarkan CGRP yang menyebabkan kontraksi ritmis dari

gubernaculum. Faktor mekanik yang turut berperan pada fase ini adalah tekanan

abdominal yang meningkat yang menyebabkan keluarnya testis dari cavum

abdomen, di samping itu tekanan abdomen akan menyebabkan terbentuknya

ujung dari processus vaginalis melalui canalis inguinalis menuju skrotum. Proses

penurunan testis ini masih bisa berlangsung sampai bayi usia 9-12 bulan.

Gambar 1. A: Skema penurunan testis menurut Hutson. Antara minggu ke 8–15 gubernaculum (G) berkembang pada laki-laki, mendekatkan testis (T) ke-inguinal. Ligamentum suspensorium cranialis (CSL) mengalami regresi. Migrasi

Page 4: Undescendcus Testis

gubernaculum ke-skrotum terjadi pada minggu ke- 28-35. B: Peranan gubernaculum dan CSL pada diferensiasi seksual rodent. Pada jantan CSL mengalami regresi dan gubernaculum mengalami perkembangan; sebaliknya pada betina CSL menetap, dan gubernaculum menipis dan memanjang.

ETIOLOGI

Segala bentuk gangguan pada proses penurunan tersebut di atas akan berpotensi

menimbulkan UDT (seperti terlihat pada tabel 1). Beberapa penelitian terakhir

mendapatkan bahwa mutasi pada gen INSL3 (Leydig insulin-like hormone 3) dan gen

GREAT (G protein-coupled receptor affecting testis descent) dapat menyebabkan UDT.

INSL3 dan GREAT merupakan pasangan ligand dan reseptor yang mempengaruhi

perkembangan gubernaculum. Mutasi atau delesi pada gen-gen tertentu yang lain juga

terbukti menyebabkan UDT, antara lain gen reseptor androgen yang akan menyebabkan

AIS (androgen insensitivity syndrome), serta beberapa gen yang bertanggung-jawab pada

differensiasi testis semisal: PAX5, SRY, SOX9, DAX1, dan MIS.

Tabel 1: Berbagai kemungkinan penyebab UDT

A Androgen deficiency/blockade Pituitary/placental gonadotropin deficiency Gonadal dysgenesis Androgen sythesis defect (rare) Androgen receptor defect (rare)

B Mechanical anomalies Prune belly syndrome (bladder blocks inguinal canal) Posterior urethral valves(bladder blocks inguinal canal) Abdominal wall defects (low abdominal pressure/gubernacular rupture) Chromosomal/malformation syndrome (? Connective tissue defect block migration)

C Neurological anomalies Myelomeningocele (GNF dysplasia) GFN/CGRP anomalies

D Aquired (?) anomalies Cerebral palsy (cremaster spasticity) Ascending/retractile testes (? Fibrous remnant of processus vaginalis)

UDT dapat merupakan kelainan tunggal yang berdiri sendiri (isolated anomaly),

ataupun bersamaan dengan kelainan kromosom, endokrin, dan kelainan bawaan

Page 5: Undescendcus Testis

lainnya. Bila disertai dengan kelainan bawaan lain seperti hipospadia

kemungkinan lebih tinggi disertai dengan kelainan kromosom (sekitar 12-25%).

Terdapat faktor keturunan terjadinya UDT pada kasus-kasus yang isolated, di

samping itu testis sebelah kanan lebih sering mengalami UDT. Sekitar 4,0% anak-

anak UDT mempunyai ayah yang UDT, dan 6,2-9,8% mempunyai saudara laki-

laki UDT; atau secara umum terdapat risiko 3,6 kali terjadi UDT pada laki-laki

yang mempunyai anggota keluarga UDT dibanding dengan populasi umum.

KLASIFIKASI

Terdapat 3 tipe UDT\ :

1. UDT sesungguhnya (true undescended): testis mengalami penurunan parsial

melalui jalur yang normal, tetapi terhenti. Dibedakan menjadi teraba (palpable)

dan tidak teraba (impalpable).

2. Testis ektopik: testis mengalami penurunan di luar jalur penurunan yang

normal.

3. Testis retractile: testis dapat diraba/dibawa ke dasar skrotum tetapi akibat

refleks kremaster yang berlebihan dapat kembali segera ke kanalis inguinalis,

bukan termasuk UDT yang sebenarnya.

Pembagian lain membedakan true UDT menurut lokasi terhentinya testis,

menjadi: abdominal, inguinal, dan suprascrotal (gambar 2). Gliding testis atau

sliding testis adalah istilah yang dipakai pada keadaan UDT dimana testis dapat

dimanipulasi hingga bagian atas skrotum, tetapi segera kembali begitu tarikan

dilepaskan.

Page 6: Undescendcus Testis

Gliding testis harus dibedakan dengan testis yang retraktil, gliding testis terajadi

akibat tidak adanya gubernaculum attachment, dan mempunyai processus

vaginalis yang lebar sehingga testis sangat mobile dan meningkatkan risiko

terjadinya torsi. Dengan melakukan overstrecht selama +1 menit pada saat

pemeriksaan fisik (untuk melumpuhkan refleks cremaster), testis yang retraktil

akan menetap di dalam skrotum, sedangkan gliding testis akan tetap kembali ke-

kanalis inguinalis.

Gambar 2: Kemungkinan lokasi testis pada true UDT dan ektopik testis.

KOMPLIKASI Telah lama diketahui bahwa komplikasi utama yang dapat terjadi pada UDT adalah keganasan testis dan infertilitas akibat degenerasi testis, di samping itu disebut juga terjadinya torsi testis, dan hernia inguinalis.

Risiko Keganasan

Teradapat hubungan yang erat antara UDT dan keganasan testis. Insiden

keganasan testis sebesar 1-6 pada setiap 500 laki-laki UDT di Amerika. Risiko

terjadinya keganasan testis yang tidak turun pada anak dengan UDT dilaporkan

berkisar 10-20 kali dibandingkan pada anak dengan testis normal. Makin tinggi

lokasi UDT makin tinggi risiko keganasannya, testis abdominal mempunyai risiko

menjadi ganas 4x lebih besar dibanding testis inguinal.

Page 7: Undescendcus Testis

Orchiopexi sendiri tidak akan mengurangi risiko terjadinya keganasan, tetapi akan

lebih mudah melakukan deteksi dini keganasan pada penderita yang telah

dilakukan orchiopexy.

Infertilitas

Penderita UDT bilateral mengalami penurunan fertilitas yang lebih berat

dibandingkan penderita UDT unilateral, dan apalagi dibandingkan dengan

populasi normal.2,3,7 Penderita UDT bilateral mempunyai risiko infertilitas 6x lebih

besar dibandingkan populasi normal (38% infertil pada UDT bilateral

dibandingkan 6% infertil pada populasi normal), sedangkan pada UDT unilateral

berisiko hanya 2x lebih besar.

Komplikasi infertilitas ini berkaitan dengan terjadinya degenerasi pada UDT.

Biopsi pada anak-anak dan binatang coba UDT menunjukkan adanya penurunan

volume testis, jumlah germ cells dan spermatogonia dibandingkan dengan testis

yang normal. Biopsi testis pada anak dengan UDT unilateral yang dilakukan

sebelum umur 1 tahun menunjukkan gambaran yang tidak berbeda bermakna

dengan testis yang normal. Perubahan gambaran histologis yang bermakna mulai

tampak setelah umur 1 tahun, semakin memburuk dengan bertambahnya umur.

Tidak seperti risiko keganasan, penurunan testis lebih dini akan mencegah proses

degenerasi lebih lanjut.

DIAGNOSIS

Anamnesis

Pada anamnesis harus digali adalah tentang prematuritas penderita (30% bayi

prematur mengalami UDT), penggunaan obat-obatan saat ibu hamil (estrogen),

riwayat operasi inguinal. Harus dipastikan juga apakah sebelumnya testis pernah

teraba di skrotum pada saat lahir atau tahun pertama kehidupan (testis retractile

akibat refleks cremaster yang berlebihan sering terjadi pada umur 4-6 tahun).

Perlu juga digali riwayat perkembangan mental anak, dan pada anak yang lebih

besar bisa ditanyakan ada tidaknya gangguan penciuman (biasanya penderita tidak

menyadari). Riwayat keluarga tentang UDT, infertilitas, kelainan bawaan

genitalia, dan kematian neonatal.

Page 8: Undescendcus Testis

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan sebaiknya dilakukan di ruangan yang tenang dan hangat.

Pemeriksaan secara umum harus dilakukan dengan mencari adanya tanda-tanda

sindrom tertentu, dismorfik, hipospadia, atau genitalia ambigua.

Pemeriksaan testis sebaiknya dilakukan pada posisi terlentang dengan ”frog leg

position” dan jongkok. Dengan 2 tangan yang hangat dan akan lebih baik bila

menggunakan jelly atau sabun, dimulai dari SIAS menyusuri kanalis inguinalis ke

arah medial dan skrotum (gambar 3). Bila teraba testis harus dicoba untuk

diarahkan ke skrotum, dengan kombinasi ”menyapu” dan ”menarik” terkadang

testis dapat didorong ke dalam skrotum. Dengan mempertahankan posisi testis

didalam skrotum selama 1 menit, otot-otot cremaster diharapkan akan mengalami

”fatigue”; bila testis dapat bertahan di dalam skrotum, menunjukkan testis yang

retractile sedangkan pada UDT akan segera kembali begitu testis dilepas.

Tentukan lokasi, ukuran dan tekstur testis.

Gambar 3. Teknik pemeriksaan testis. A: Menyusuri kanalis inguinalis dimulai

dari SIAS. B&C: Bila teraba testis, ‘menggiring ‘ testis dengan ujung-ujung jari.

D: Memanipulasi ke-dalam skrotum.

Testis yang atropi atau vanishing testis dapat dijumpai pada jalur penurunan yang

normal. Kemungkinan etiologinya adalah iskemia masa neonatal akibat torsi.

Testis kontra lateralnya biasanya mengalami hipertrofi.

Lokasi UDT tersering terdapat pada kanalis inguinalis (72%), diikuti supraskrotal

(20%), dan intra-abdomen (8%). Sehingga pemeriksaan fisik yang baik akan dapat

menentukan lokasi UDT tersebut.

Adanya UDT bilateral yang tidak teraba gonad/testis apalagi disertai hipospadia

dan virilisasi, harus dipikirkan kemungkinan intersex, individu dengan kromosom

Page 9: Undescendcus Testis

XX yang mengalami female pseudo-hermaphroditism yang berat; atau Anorchia

kongenital sebagai akibat torsi testis in utero. Sedangkan simple UDT merupakan

hal yang seringkali dijumpai terutama pada bayi yang prematur, akan tetapi masih

dapat terjadi penurunan testis dalam tahun pertama kehidupannya.

Berikut adalah berapa petanda klinis pada UDT bilateral tidak teraba testis yang

dapat dipakai pegangan untuk menentukan kemungkinan penyebab pada

pemeriksaaan fisik (tabel 3)

Tabel 3: Interpretasi beberapa petanda klinis yang menyertai UDT bilateral tidak

teraba testis

Tanda Klinis Penyerta Kemungkinan Penyebab Tanpa kelainan lain Simple UDT, anorchia, female

pseudo-hermaphroditsm Mikro penis dengan atau tanpa hipospadia

Gangguan sintesis androgen partial atau Androgen insensitivity syndrome

Anosmia dan mikro penis Sindrom Kallmann Gangguan intelektual atau dismorfik Sindrom tertentu Mikro penis dan defek midline Defisiensi gonadotropin Mikro penis dan hipoglikemi neonatal Multiple pituitary hormone

deficiency Perawakan tinggi (testis mungkin teraba di inguinal, kecil dan padat)

Sindrom Klinefelter

Pemeriksaan Laboratorium

Pada anak dengan UDT unilateral tidak memerlukan pemeriksaan laboratorium

lebih lanjut. Sedangkan pada UDT bilateral tidak teraba testis dengan disertai

hipospadia dan virilisasi, diperlukan pemeriksaan analisis kromosom dan

hormonal (yang terpenting adalah 17-hydroxyprogesterone) untuk menyingkirkan

kemungkinan intersex.

Setelah menyingkirkan kemungkinan intersex, pada penderita UDT bilateral

dengan usia < 3 bulan dan tidak teraba testis, pemeriksaan LH, FSH, dan

testosteron akan dapat membantu menentukan apakah terdapat testis atau tidak.

Bila umur telah mencapai di atas 3 bulan pemeriksaan hormonal tersebut harus

dilakukan dengan melakukan stimulasi test menggunakan hCG (human chorionic

Page 10: Undescendcus Testis

gonadotropin hormone). Ketiadaan peningkatan kadar testosteron disertai

peningkatan LH/FSH setelah dilakukan stimulasi mengindikasikan anorchia.

Prinsip stimulasi test dengan hCG atau hCG test adalah mengukur kadar hormon

testosteron pada keadaan basal dan 24-48 jam setelah stimulasi. Respon

testosteron normal pada hCG test sangat tergantung umur penderita. Pada bayi,

respon normal setelah hCHG test bervariasi antara 2-10x bahkan 20x. Pada masa

kanak-kanak, peningkatannya sekitar 5-10x. Sedangkan pada masa pubertas,

dengan meningkatnya kadar testosteron basal, maka peningkatan setelah stimulasi

hCG hanya sekitar 2-3x.16 Tabel 4 adalah beberapa macam hCG test yang

direkomendasikan Honour.

Pemeriksaan Pencitraan

USG hanya dapat membantu menentukan lokasi testis terutama di daerah

inguinal, di mana hal ini akan mudah sekali dilakukan perabaan dengan tangan.

Pada penelitian terhadap 66 kasus rujukan dengan UDT tidak teraba testis, USG

hanya dapat mendeteksi 37,5% (12 dari 32) testis inguinal; dan tidak dapat

mendeteksi testis intra-abdomen. Hal ini tentunya sangat tergantung dari

pengalaman dan kwalitas alat yang digunakan.

CT scan dan MRI mempunyai ketepatan yang lebih tinggi dibandingkan USG

terutama diperuntukkan testis intra-abdomen (tak teraba testis). MRI mempunyai

sensitifitas yang lebih baik untuk digunakan pada anak-anak yang lebih besar

(belasan tahun). MRI juga dapat mendeteksi kecurigaan keganasan testis.5 Baik

USG, CT scan maupun MRI tidak dapat dipakai untuk mendeteksi vanishing testis

ataupun anorchia.

Dengan ditemukannya metode-metode yang non-invasif maka penggunaan

angiografi (venografi) untuk mendeteksi testis yang tidak teraba menjadi semakin

berkurang. Metode ini paling baik digunakan untuk menentukan vanishing testis

ataupun anorchia. Dengan metode ini akan dapat dievaluasi pleksus

pampiniformis, parenkim testis, dan blind-ending dari vena testis (pada anorchia).

Kelemahannya selain infasif, juga terbatas pada umur anak-anak yang lebih besar

mengingat kecilnya ukuran vena-vena gonad.

Page 11: Undescendcus Testis

Laparoskopi

Metode laparoskopi pertama kali digunakan untuk mendeteksi UDT tidak teraba

testis pada tahun 1976. Metode ini merupakan metode infasif yang cukup aman

oleh ahli yang berpengalaman. Sebaiknya dilakukan pada anak yang lebih besar

dan setelah pemeriksaan lain tidak dapat mendeteksi adanya testis di inguinal.

Beberapa hal yang dapat dievaluasi selama laparoskopi adalah: kondisi cincin

inguinalis interna, processus vaginalis (patent atau non-patent), testis dan

vaskularisasinya serta struktur wolfian-nya. Tiga hal yang sering dijumpai saat

laparoskopi adalah: blind-ending pembuluh darah testis yang mengindikasikan

anorchia (44%), testis intra-abdomen (36%), dan struktur cord (vasa dan vas

deferens) yang keluar ke dalam cincin inguinalis interna.

TERAPI

Tujuan terapi UDT yang utama dan dianut hingga saat ini adalah memperkecil

risiko terjadinya infertilitas dan keganasan dengan melakukan reposisi testis

kedalam skrotum baik dengan menggunakan terapi hormonal ataupun dengan cara

pembedahan (orchiopexy).

Terapi Hormonal

Terapi hormonal pada UDT telah dimulai semenjak tahun 1940-an, terutama

banyak digunakan di Eropa. Hal ini didasarkan fakta bahwa defisiensi aksis

hipotalamus-pituitary-gonad merupakan penyebab terbanyak UDT. Hormon yang

biasa digunakan adalah hCG, gonadotropin-releasing hormone (GnRH) atau LH-

releasing hormone (LHRH).

Hormon hCG mempunyai kerja mirip LH yang dihasilkan pituitary, yang akan

merangsang sel Leydig menghasilkan androgen. Cara kerja peningkatan androgen

pada penurunan testis belum diketahui pasti, tapi diduga mempunyai efek pada

cord testis atau otot cremaster.

Berbagai regimen pemberian hCG telah direkomendasikan. Rekomendasi yang

sering digunakan adalah dari International Health Foundation dan WHO yang

merekomendasikan pemberian 250 IU untuk bayi < 12 bulan, 500 IU untuk umur

Page 12: Undescendcus Testis

1-6 tahun, dan 1.000 IU untuk umur > 6 tahun, masing masing kelompok umur

diberikan 2x seminggu selama 5 minggu.

Angka keberhasilan terapi hCG berkisar 25-55% pada penelitian tanpa kontrol,

dan sekitar 6-21% pada penelitian buta acak. Faktor yang mempengaruhi

keberhasilan terapi adalah: makin distal lokasi testis makin tinggi

keberhasilannya, makin tua usia anak makin respon terhadap terapi hormonal,

UDT bilateral lebih responsif terhadap terapi hormonal daripada unilateral.

GnRH hanya digunakan di Eropa, diberikan secara intranasal dengan dosis 1-1,2

mg per-hari selama 4 minggu. Lebih simple dan tidak menimbulkan nyeri, di

samping itu tidak ada efek samping, akan tetapi tidak lebih efektif dari hCG.

Terapi Pembedahan

Apabila hormonal telah gagal, terapi standar pembedahan untuk kasus UDT

adalah orchiopexy. Keputusan untuk melakukan orchiopexy harus

mempertimbangkan berbagai faktor, antara lain teknis, risiko anastesi, psikologis

anak, dan risiko bila operasi tersebut ditunda.

Mengingat 75 % kasus UDT akan mengalami penurunan testis spontan sampai

umur 1 tahun, maka pembedahan biasanya dilakukan setelah umur 1 tahun.

Pertimbangan lain adalah setelah 1 tahun akan terjadi perubahan morfologis

degeneratif testis yang dapat meningkatkan risiko infertilitas.

Keberhasilan orchyopexy berkisar 67-100% bergantung pada umur penderita,

ukuran testis, contralateral testis, dan keterampilan ahli bedah.

Page 13: Undescendcus Testis