tesis - repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/9716/1/safitri dwi wulansari.pdf · kerangka...
TRANSCRIPT
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI BANK SELAKU KREDITOR
ATAS JAMINAN BERUPA HAK MILIK ATAS TANAH
YANG SERTIFIKATNYA DIBATALKAN
OLEH PENGADILAN TATA USAHA NEGARA
(Studi Kasus : Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara
Nomor 126/6/2013PTUN Surabaya)
Tesis
Untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Magister Kenotariatan
(M.Kn.)
Disusun Oleh :
Safitri Dwi Wulansari
146010202111068
PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
i
RINGKASAN
SAFITRI DWI WULANSARI,Program Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum,
Universitas Brawijaya, Mei 2017, Perlindungan Hukum Bagi Bank Selaku Kreditor Atas
Jaminan Berupa Hak Milik Atas Tanah Yang Sertifikatnya Dibatalkan Oleh Pengadilan
Tata Usaha Negara(Studi Kasus: Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Nomor 126/6.2013
Surabaya), Komisi Pembimbing Utama : Dr. Bambang Sugiri, SH.MS.,;Pembimbing Kedua
: Hariyanto Soesilo, S.H. M.Kn.
Dalam penulisan tesis ini penulis membahas mengenai perlindungan hukum bagi bank
selaku kreditor yang jaminannya berupa hak milik atas tanah yang sertifikatnya dibatalkan
oleh Pengadilan Negeri Tata Usaha Negara. Latar belakang dari pembatalan tersebut adalah
terdapat suatu cacat yuridis dalam akta jual beli karena didasari oleh perjanjian pengikatan
jual beli yang menjadi dasari pembuatan akta jual beli dibuat oleh seorang Notaris yang
telah pensiun. Atas hal tersebut PTUN membatalkan sertifikat tersebut dan kepemilikan
kembali menjadi atas nama Penjual. Rumusan masalah yang diambil dalam tesis ini adalah
apakah yang menjadi pertimbangan hakim atas pembatalan sertifikat hak milik atas
sebidang tanah berdasarkan Putusan Nomor 126/6/2013 PTUN Surabaya dan bagaimana
perlindungan hukum bagi bank selaku kreditpr apabila jaminan berupa hak milik atas tanah
peralihannya dibatalkan oleh Pengadilan Tata Usaha Negara.Tujuan dari penulisan tesis ini
adalah untuk mengetahui dan menganalisis perlindungan hukum apa saja yang didapatkan
bank selaku kreditor apabila jaminan berupa hak milik atas tanah tersebut peralihannya
dibatalkan oleh Pengadilan Tata Usaha Negara. Manfaat penelitian tesis ini terbagi atas
manfaat teoritis dan manfaat praktik. Kerangka teoritik dalam tesis ini adalah teori kepastian
hukum, teori perlindungan hukum dan teori perjanjian sedangkan kerangka konseptualnya
adalah pengertian perlindungan hukum, pengertian kreditor, pengertian jaminan, pengertian
akta jual beli, dan pengertian pensiun. Jenis Penelitian tesis ini adalah yuridis normatis
dengan pendekatan undang-undang dan pendekatan konseptual. Jenis bahan hukum terbagi
atas jenis bahan hukum primer dan jenis bahan hukum sekunder. Teknik pengumpulan
bahan hukumnya dilakukan sevara presfektif guna mencari solusi atas masalah yang terkait
dan teknik analisis bahan hukumnya adalah teknik diskripsi teknik interpretasi, teknik
evaluasi dan teknik sistematisasi. Kajian pustaka yang digunakan adalah kajian pustaka
tentang perndaftaran hak atas tanah, kajian pustaka tentang hukum jaminan,kajian pustaka
tentang akta autentik dan kajian pustaka tentang Notaris. Hasil penelitian dan pembahasan
atas tesis ini adalah pertimbangan hakim membatalkan sertifikat tersebut adalah karena akta
jual beli terdapat cacat yuridis karena dibuat berdasarkan suatu perjanjian pengikatan jual
beli yang dibuat oleh Notaris yang telah pensiun sedangkan pelindungan hukum yang
didapat bank adalah perlindungan hukum preventif dan perlindungan represif. Kesimpulan
tesis ini adalah implikasi yuridis dari pembuatan akta notaris yang dibuat oleh notaris
pensiun adalah surat palsu dan perlindungan hukum untuk bank dapat dilakukan
perlindungan hukum represif dan preventif.
Kata kunci : Perlindungan hukum, Bank, Notaris, Jaminan
ii
SUMMARY
SAFITRI DWI WULANSARI, Program Magister of Notary, Faculty of Law, Brawijaya
University, May 2017, Legal Protection for Bank As Creditors Up Security Form of
Property Rights to Land That The certificate canceled by the State Administrative Court
(Case Study: Decision of the State Administrative Court No. 126 / Surabaya 6.2013), Dr.
Bambang Sugiri, SH.MS and Hariyanto Soesilo, S.H. M.Kn.
In this thesis the author discusses the legal protection for the bank as a creditor whose
collateral form of land ownership transfer is overturned by the Administrative Court. The
cancellation is due to a defect juridical in the deed of sale, deed of sale was defective
because the juridical binding sale and purchase agreement underlying the making of the
deed of sale made by a Notary who has been retired. The research problem for this thesis is
what juridical implications on notarial deed of notary who has full duty and how the legal
protection for creditors if the bank as collateral such as land ownership transfer is canceled
by the State Administrative Court. The aim of this thesis is to investigate and analyze the
legal protection obtained by any bank as a creditor when collateral in the form of property
rights to the land transfer is canceled by the State Administrative Court. Benefits of this
thesis is divided into theoretical benefits and the benefits of the practice. The theoretical
framework of this thesis is the theory of legal certainty, the theory of legal protection while
the conceptual framework agreement is an understanding of the legal protection, meaning
creditors, meaning the guarantee, meaning the deed of sale, and the notion of retirement.
This thesis is a kind of normative juridical approach to legislation and conceptual
approaches. Types of legal materials are divided into types of primary legal materials and
the type of secondary law. The technique of collecting material in the perspective of the
ruling made in order to find solutions to problems related to the legal and material analysis
technique is a technique description interpretation techniques, evaluation techniques and
techniques of systematization. Study of literature used is a literature review concerning the
registration of rights to land, a literature review of the legal guarantee, a literature review
about the authentic deed and a literature review about a Notary. The results of research
and discussion on the juridical implications of this thesis is on a deed of Notary who has
retired may be categorized as a false letter because the date on the certificate does not
match the actual date of legal protection obtained while the bank is the legal protection of
preventive and repressive protection. The conclusion of this thesis is the juridical
implications of the notary deed made by the retired notary is false letter and legal
protection for the bank to do repressive and preventive legal protection.
Keywords: legal protection, bank, notary, assurance
iii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah segala puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya serta kemudahan sehingga penulis dapat
menyelesaikan tesis.
Dalam penyusunan tesis ini penulis menyadari bahwa tesis ini tidak akan
selesai tanpa bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Dr. Rachmad Safa’at, SH. M.Si selaku Dekan Fakutas Hukum Universitas Brawijaya
2. Dr. Imam Kuswahyono, S.H.,M.H Selaku Ketua Bagian Hukum Pidana
3. Dr. Bambang Sugiri, SH.M.S selaku Dosen Pemimbing Utama Terima kasih atas
bimbingan, waktu dan kesabarannya pada saat membimbing saya selama ini.
4. Hariyanto Soesilo, S.H,.Sp.N,. M.Kn. selaku Dosen Pemimbing Kedua atas
bimbingan, waktu dan motivasinya saya ucapkan terima kasih.
5. Keluarga saya papa, mama, kakak Debby dan adik saya Fariz. Terima kasih atas
waktu, motivasi, kesabaran yang telah diberikan sehingga saya dapat menyelesaikan
tesis ini.
6. Kepada sahabat saya Riza Yashinta. Sahabat seperjuangan saya selama kuliah di
Fakultas Hukum Brawijaya. Terima kasih atas dukungannya, motivasi, semangat.
Thank you best. You’re my best friend i ever had icha.
7. Kepada Bagus Raditya Wirautama dan Keluarga Terima kasih sudah menjadi
motovator, penyemangat dalam pengerjaan tesis ini. Segera menyusul semoook.
Thank you “semok”
8. For my best friend “PBB”. Terima kasih Elvira Ratna Syaftri ,Della Affesia
Putri,Choirotul Aulia atas dukungan dan motivasi kalian selama ini. I love you girls.
iv
9. Kepada Mahda, Putri, Mba cicil, Mba Mirna dan Mba Ruth Terima kasih telah
membantu, memotIvasi selama kuliah S2 sampai tesis ini selesai. See you On Top
Guys.
10. Kepada Bu falah, Bu tri, Bu Yuni, Bu Opi, Mas Agus dan Bu Ema dan teman-teman
CSO BCA KCU SIDOARJO. Terima kasih telah diberi kesempatan untuk tidak
masuk kerja dan terima kasih untuk pengertian kalian semua.
Malang, Juni 2017
Safitri Dwi Wulansari
v
DAFTAR ISI
Ringkasan.................................................................................................................i
Summary.................................................................................................................ii
Kata Pengantar......................................................................... ...........................iii
Daftar isi...................................................................................................................v
Daftar Bagan.........................................................................................................vi
Daftar Tabel..........................................................................................................vii
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah...........................................................................................1
Rumusan Masalah....................................................................................................9
Tujuan Dan Manfaat Penulisan..............................................................................10
Orisinalitas Penelitian.............................................................................................11
Kerangka Teoritik dan Kerangka Konseptual........................................................15
1. Kerangka Teoritik.......................................................................................15
2. Kerangka Konseptual.................................................................................22
Metode Penelitian..................................................................................................24
1. Jenis Penelitian..........................................................................................24
2. Pendekatan Penelitian................................................................................24
3. Jenis Dan Sumber Bahan Hukum..............................................................24
4. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum........................................................26
5. Teknik Analisis Bahan Hukum.................................................................26
Sistematika Penulisan............................................................................................29
BAB II KAJIAN PUSTAKA
1. Kajian Pustaka Tentang Pendaftaran Hak Atas Tanah...............................30
2. Kajian Pustaka Tentang Hukum Jaminan..................................................42
3. Kajian Pustaka Tentang Akta Autentik......................................................45
4. Kajian Pustaka Tentang Tugas Dan Wewenang Notaris............................48
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Posisi Kasus................................................................................................53
2. Pertimbangan Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Atas pembatalan
Sertifikat Hak Milik Pada Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara
126/6/2013PTUN Surabaya.......................................................................54
3. Perlindungan Hukum Bagi Bank Selalu Kreditor Atas Berdasarkan
Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara 126/6/2013PTUN
Surabaya.....................................................................................................69
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan.................................................................................................91
2. Saran...........................................................................................................92
Daftar Pustaka......................................................................................................viii
vi
DAFTAR BAGAN
Bagan 1 Kerangka Teoritik...................................................................................21
Bagan 2 Desain Penelitian.....................................................................................28
vii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Orisinalitas Penelitian...........................................................................12
Tabel 1.2 Pembahasan Rumusan Masalah Pertama..............................................67
Tabel 1.3 Pembahasan Rumusan Masalah Kedua.................................................88
Tabel 1.4 Perbedaan Litigasi Dan Non Litigasi....................................................89
\
viii
DAFTAR PUSTAKA
Buku :
Adrian, Sutedi. Sertifikat Hak Atas Tanah. Jakarta: Sinar Grafika, 2014.
----------------. Hukum Hak Tanggungan. Jakarta: Sinar Grafika, 2012.
----------------. Peralihan Hak Atas Tanah dan Pendaftarannya. Jakarta: Sinar
Grafika,2014.
Bahsan,M. Hukum Jaminan dan Hukum Kredit Perbankan Indonesia. Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada, 2015.
Boedi Harsono. Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-Undang
Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Jilid 1 Hukum Tanah Nasional.
Jakarta: Djambatan, Edisi 2008.
Endang Sri Kawuryan. Perlindungan Hukum Terhadap Pembeli Hak Atas Tanah
yang beritikad Baik : Doktor Ilmu Hukum Program Pasca Sarjana
Unversitas Brawijaya,Malang: 2013
Frans Hendra Winarta. Hukum Penyelesaian Sengketa Arbitrase Nasional
Indonesia dan Internasional,Jakarta: Sinar Grafika, 2013.
Harahap, M. Yahya. Segi-Segi Hukum perjanjian. Bandung : Alumni, 1986.
Hermansyah. Hukum Perbankan Nasional Indonesia. Jakarta: Kencana Prenada
Media Group, 2008.
Herlien Budiono, Dasar Teknik Pembuatan Akta Notaris. Bandung : PT Citra
Aditya Bakti, 2014.
Lamintang dan Theo Lamintang, Delik-delik khusus Kejahatan Membahayakan
Kepercayaan Umum Terhadap Surat, Alat Pembayaran, Alat bukti dan
Peradilan. Jakarta : Sinar Grafika, 2013.
Masrwan Mas. Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: Ghlmia Indonesua, 1997.
Mashudi, Achmad Samsudin, Moch Chidir. Pengertian-Pengertian Elementer
Hukum Perjanjian Perdata. Bandung : CV Mandar Maju, 1993.
Munir, Fuady. Hukum Jaminan Utang. Jakarta: Erlangga, 2013.
Peter Mahmud Marzuki. Penelitian Hukum Jakarta : Kencana Pranadamedia Group
2005.
Philipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat diIndonesia. Surabaya:
Peradaban, 1987.
ix
Purwahid Patrik, Asas-asas Itikad Baik dan Kepatutan Dalam Perjanjian,
Semarang: Badan Penerbit UNDIP, 1986.
Rachmadi Usman, Mediasi di Pengadilan Dalam Teori dan Praktik. Jakarta: Sinar
Grafika,2012.
Samun Ismaya, Hukum Administrasi Pertanahan. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2013.
Satjipto Raharjo. Ilmu Hukum. Bandung: Aditya Bakti,1991.
Siswanto Sutojo. Menangani Kredit Bermasalah:Konsep, teknik dan kasus. Jakarta :
PT Pustaka Binaman Pressindo,1997.
Sjaifurrachman, Aspek Pertanggungjawaban Notaris Dalam Pembuatan Akta.
Bandung : Cv Mandar Maju,2011.
Sri Soedewi Macjchoen Sofwan, Hukum Perdata Hukum Benda. Yogyakarta:
Liberty Yogyakarta,2008.
Subekti, R. Aneka Perjanjian. Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 2014.
------------, Pokok-Pokok Hukum Perdata Cetakan ke-31 Jakarta : PT Intermesa,
2003.
Sukdikno Mertokusumo, Mengenal Hukum,Yogyakarta: Liberty, 2002.
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press, 1986.
Sophar Maru Hutagalung, Pratik Peradilan Perdata dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa. Jakarta: Sinar Grafika,2014.
Tan Thong Kie, Studi Notariat: Serba-serbi Praktek Notaris. Jakarta:Ichtiar Van
Hoeve,2000.
Urip Santoso, Pendaftaran Tanah dan Peralihan Hak Atas Tanah. Jakarta :
Kencana Pranadamedia Group,2010.
Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perdata tentang Persetujuan-Persetujuan Tertentu.
Jakarta : Sumur Bandung, 1981.
Perundang-undangan :
Republik Indonesia,Undang-undang Staatsblad Tahun 1847 Tentang Kitab Undang-
undang Hukum Perdata Nomor 23, Diumumkan Pada Tanggal 30 April 1847.
Republik Indonesia,Undang-undangTentang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960,
Lembaran Negara Republik Indonesia, Jakarta,1960.
Republik Indonesia,Undang-undang Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta
Benda-benda Yang Berkaitan Dengan Tanah Nomor 4 Tahun 1996, Lembaran
Negara Republik Indonesia, Jakarta, 1996.
x
Republik Indonesia,Undang-undang Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor
7 Tahun 1992 Tentang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998, Lembaran Negara
Republik Indonesia, Jakarta, 1998.
Republik Indonesia, Undang-undang Tentang Bank Indonesia Nomor 23 Tahun 1999,
Lembaran Negara Republik Indonesia,Jakarta, 1999.
Republik Indonesia,Peraturan Pemerintah Tentang Pendaftaran Tanah Nomor 24
Tahun 1997, Lemabaran Negara Republik Indonesia, Jakarta, 1997.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia sejak dahulu kala sudah mengenal adanya suatu transaksi jual beli,
dahulu jual beli dapat dilakukan dengan cara barter barang atau menukar barang. Pada
saat ini Indonesia mengatur secara hukum mengenai transaksi jual beli. Lingkup jual beli
saat ini tidak hanya sebatas penukaran barang antar para pihak, namun dijelaskan dalam
Undang-undang KUHperdata pada pasal 1457 yang menyebutkan “Jual beli adalah suatu
perjanjian, dengan mana pihak mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu
kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan. Unsur
dalam Pasal 1457 ini adalah adanya perjanjian antara kedua belah pihak. Syarat sahnya
perjanjian sendiri secara undang-undang diatur dalam KUHperdata Pasal 1320. Dalam
Pasal terebut terdapat adanya 2 unsur yaitu unsur subyektif dan obyektif. Pada unsur
subyektif disebutkan syarat perjanjian adalah sepakat. Berasal dari kata sepakat tersebut
pada Pasal 1458 menjelaskan bahwa jual beli dianggap terjadi antara kedua belah pihak
pada saat itu mencapat kata sepakat tentang benda dan harga, walaupun benda belum
diserahkan dan harganya belum dibayarkan. Unsur subyektif yang kedua dalam syarat
perjanjian adalah kecakapan untuk membuat suatu perikatan. Cakap berdasarkan Pasal
1330 adalah seseorang yang sudah dewasa, seseorang yang tidak dibawah pengampuan
dan orang-orang perempuan, dalam hal ini yang ditetapkan oleh undang-undang, dan
pada umumnya semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang membuat
perjanjian-perjanjian tertentu.
Syarat obyektif dalam pasal 1320 adalah perjanjian harus dilakukan karena
sesuatu hal tertentu dan suatu sebab hal. Artinya harus ada suatu obyek atas suatu
perjanjian tersebut. Namun obyek tersebut merupakan suatu sebab halal. Tidak
bersebrangan dengan aturan undang-undang, maupun aturan dalam hukum adat
masyarakat.
Akibat ketentuan Pasal 1338 KUHPerdata suatu perjanjian yang telah disepakati
adalah perjanjian berlaku seperti halnya undang-undang bagi para pihak. Perjanjian tidak
dapat dibatalkan secara sepihak namun harus berdasarkan kesepakatan kedua belah
pihak, kecuali dengan alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup itu.
Benda merupakan unsur selanjutnya yang harus ada dalam transaksi jual beli.
Benda adalah semua barang dan hak yang dapat menjadi obyek hak milik, yang dapat
menajdi bagian dari suatu harta kekayaan.1Benda terbagi atas beberapa jenis, yaitu benda
yang bertubuh, benda tidak bergerak, benda bergerak, benda yang dapat dan tidak dapat
diperdagangkan, benda yang dapat dan tidak dapat dibagi, benda yang dapat dan tidak
dapat diganti, benda yang musnah dan tidak musnah dipakai, benda yang ada dana akan
ada, benda utama dan tidak utama, benda utama dan benda pembantu dan benda terakhir
adalah kelompok benda yang bersama merupakan harta kekayaan.
Tanah merupakah jenis benda tidak bergerak yang sering dijadikan obyek jual
beli. Benda tidak bergerak terbagi atas 3 jenis, yaitu benda tidak bergerak menurut
sifatnya, benda tidak bergerak menurut tujuannya dan benda tidak bergerak menurut
penunjukan UU.2 Benda tidak bergerak menurut sifatnya adalah tanah, yaitu tiap bagian
dari bumi yang dapat diberi batas-batasnya dan segala sesuatu yang langsung atau tidak
1Tan Thong Kie, Studi Notariat: Serba-serbi Praktek Notaris,(Jakarta:Ichtiar Van
Hoeve,2000),hlm 3 2Ibid., hlm 4
langsung dapat melekat padanya dalam satu kesatuan, yaitu tanah dengan segala sesuatu
yang melekat dengan tanah, baik oraganis maupun mekanis.3
Hak atas tanah diatur dalam Undang-undang Pokok Agraria selanjutnya akan
disingkat menjadi UUPA pada pasal 16 ayat 1 yaitu : Hak milik, hak guna usaha, hak
guna bangunan, hak pakai, hak sewa untuk bangunan, hak membuka tanah, hak
memungut hasil hutan dan hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut di
atas tanah yang akan ditetapkan dengan undang-undang, serta hak-hak yang sifatnya
sementara sebagaimana yang telah disebutkan dalam Pasal 53 UUPA. Wewenang
pemegang hak atas tanah dibagi atas 2 macam, yaitu : wewenang umum dan wewenang
khusus. Wewenang umum adalah pemegang hak atas tanah mempunyai wewenang untuk
menggunakan tanahnya, termasuk juga tubuh bumi, air dan ruang yang ada diatasnya
sekedar diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan penggunaan
tanah dalam batas-batas menurut UUPA dan peraturan-peraturan hukum yang lain lebih
tinggi.4 Sedangan wewenang khusus adalah pemegang hak atas tanah memepunyai
wewenang untuk mengguanakan tanahnya sesuai dengan macam hak atas tanahnya.5
Misalnya hak milik pemegang hak milik mempunyai wewenang untuk membangun suatu
rumah tempat tinggal. Pemegang hak guna bangunan untuk mendirikan suatu bangunan
diatas tanah milik orang lain. Dari berbagai macam hak atas tanah, hak milik merupakan
hak yang paling kuat karena hak milik dalam ketentuan Pasal 20 UUPA adalah hak turun
menurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat
ketentuan pasal 6 UUPA. Namun hak milik ini dapat beralih dan dialihkan kepada pihak
3Ibid., hlm 4
4Urip Santoso, Pendaftaran dan Peralihan Hak Atas Tanah,(Jakarta: Kencana Prendamedia
Group,2010),hlm 49 5Ibid., hlm 49
lain. Bukti kepemilikan seseorang atas hak atas tanah dimuat dalam suatu sertifikat.
Sertifikat hak milik, sertifikat hak guna bangunan,sertifikat hak guna usaha dan lainnya.
Terdapat dua bentuk peralihan atas hak atas tanah, yaitu beralih dan dialihkan.
Beralih adalah berpindahnya hak atas tanah dari pemegang haknya kepada pihak lainnya
karena suatu peristiwa hukum, contohnya meninggalnya pemegang hak atas tanah, denga
meninggalnya pemegang hak tersebut pada hak atas tanah tersebut jatuh kepada ahli
waris.6 Sedangakan dialihkan artinya berpindahnya hak atas tanah dari pemegang hak
atas tanah kepada pihak lain karena suatu perbuatan hukum. Contohnya perbuatan hukum
jual beli.7 Perbedaan peralihan atas hak atas tanah tersebut terletak pada penyebab
beralihnya hak tersebut, jika karena suatu peristiwa hukum maka hak atas tanah tersebut
beralih dengan sendiri, namun jika karena suatu perbuatan hukum, maka pemegang hak
atas tanah tersebut mengalihkan atau beralih kepada pihak lain.
Peralihan hak atas tanah yang terjadi karena suatu perbuatan hukum jual beli,
harus berdasarkan suatu perjanjian jual beli yang dibuat dihadapan pejabat pembuat akta
tanah selanjutnya disebut PPAT, hal tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah No 24
Tahun 1997 pada pasal 37 yaitu : Peralihan hak yang disebabkan oleh suatu perbuatan
hukum seperti jual belim tuka menukar, hibah hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan
dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut ketentuan yang berlaku.
Peralihan suatu hak atas tanah dengan perbuatan hukum jual beli terdapat unsur
hak dan kewajiban atas pembeli dan penjual. Kewajiban atas penjual, yaitu : (1)
Menyerahkan hak milik atas barang yang diperjual belikan; (2) menanggung kenikmatan
tenteram atas barang tersebut. Penyerahkan hak milik yang dimaksud adalah segala
6Ibid., hlm 64
7Ibid., hlm 64
perbuatan yang menurut hukum diperlukan untuk mengalihkan hak milik atas barang
yang diperjual-belikan itu dari si penjual kepada si pembeli.8 Penyerahan hak milik antara
benda bergerak dan tidak bergerak ada sedikit perbedaan. Penyerahan hak milik atas
benda bergerak cukup dengan penyerahan kekuasaan atas barang itu.9Sedangakan untuk
penyerahan benda tidak bergerak harus dilakukan dengan perbuatan balik nama dimuka
Pegawai Kadaster yang dinamakan Pegawai balik nama atau pegawai penyimpan
hipotek. Sedangakan untuk kewajiban pembeli adalah membayar harga pembelian pada
waktu dan ditempat sebagaimana ditetapkan menurut perjanjian. 10
Artinya perjanjian
jual beli atas tanah dilakukan apabila penjual dan pembeli telah melakukan
kewajibannya yang dimana kewajiban penjual untuk menyerahkan hak milik tersebut dan
kewajiban pembeli untuk membayar harga sesuai dengan yang telah diperjanjikan. Saat
ini peralihan tanah tersebut dapat dilakukan sebelum pembeli membayar lunas tanah
tersebut. Peralihan tersebut dibuat berdasarkan perjanjian pengikatan jual beli yang
dibuat oleh notaris. Secara hukum peralihan tersebut belum terjadi, artinya peralihan hak
atas tanah tersebut belum beralih yang dampaknya adalah pembeli belum dapat
melakukan balik nama atas sertifikat tanah tersebut. Namun secara fisik tanah, tanah
tersebut sudah beralih kepada pembeli dan pembeli sudah dapat menggunakan tanah
tersebut selayakanya pemilk tanah tersebut. Perjanjian pengikatan jual beli ini dilakukan
apabila kedua belah pihak sepakat pembayaran dapat dilakukan secara angsur sampai
jangka waktu yang telah ditentukan oleh kedua belah pihak. Setelah pembayaran lunas
barulah PPAT dalam membuat Akte Jual Beli atas tanah tersebut dan secara yuridis tanah
tersebut hak miliknya berubah menjadi atas nama pembeli.
8 Subekti, Aneka Perjanjian,(Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2014), Hlm 9
9Ibid., hlm 20
10Ibid., hlm 20
Perjanjian pengikatan jual beli secara yuridis tidak diatur secara jelas, namun
dasar atas perjanjian pengikatan jual beli ini adalah perjanjian. Perjanjian pengikatan jual
beli ini pada dasarnya memiliki resiko yang cukup banyak baik untuk pembeli maupun
penjual. Dalam prakteknya terdapat beberapa kasus terkait jual beli tanah berdasarkan
perjanjian pengikatan jual beli. Seperti halnya yang terjadi di Pasuruan, terdapat sengketa
tanah atas sertifikat tanah yang menjadi objek perjanjian. Singkat cerita pada kasus ini
adalah :
Pada tanggal 31 Mei 2011 antara Bapak Yongki Wirawan dengan Sugeng
Sugiarto melakukan transaksi jual beli atas 4 bidang tanah, yaitu :
1) Sertifikat Hak Milik No 376/Kelurahan Bangilan, Kecamatan Purworejo,
Kota Pasuruan, Surat ukur No 03/Bangilan/2004 tanggal 17/06/2004 luas 209 m2
atas nama Y Irawan terletak dijalan WR Supratman No 30 Pasuruan dengan batas-
batas sebagai beriku :
a. Sebelah utara : Kantor Telkom
b. Sebelah timur : Rumah sdr Welem (keadaan kosong)
c. Sebelah barat : Toko Swalayan Citra
d. Sebelah Selatan : Jalan Raya Wr Supratman
Sertifikat tersebut telah berubah menjadi sertifikat Hak milik No 09/ Keluarahan
Bangilan, Kecamatan Punggungrejo, Kota Pasuruan Surat Ukur Nomor
9/Bangilan/2013 luas 209m2 atas nama Sugeng Sugiarto. Berdasarkan akta
perjanjian pengikatan jual beli No 37 tanggal 31 Mei 2011 dihadapan Notaris
Slamet Supratikno SH Notaris di Surabaya disertai dengan akta kuasa No 38
tanggal 31 Mei 2011 dan dilanjutkan dengan akta jual beli No 67/2013 antara
sugeng sugiarto selaku penjual dan pembeli dihadapan PPAT Loesyanna SH
Notaris/PPAT di Pasuruan pada tanggal 15 Maret 2013.
2) Sertipikat Hak Milik No. 1492/Kelurahan Kebonsari, Kecamatan
Purworejo (sekarang menjadi Kecamatan Punggungrejo), Kotamadya Pasuruan,
Surat Uku No. 103/1990 tanggal 15-10-1990 luas 71 m2 atas nama YI
WIRAWAN ditulis juga Y. WIRAWAN terletak di Ruko Alun-Alun Selatan No.
5 Kota Pasuruan dengan batas-batas sebagai
berikut :
a. Sebelah Utara : Halaman Ruko ;
b. Sebelah Timur : Toko Duta Elektronik ;
c. Sebelah Barat : Kosong ;
d. Sebelah Selatan : Plasa kosong ;
Yang berdasarkan informasi telah berubah menjadi Sertipikat Hak Milik 45/
Kelurahan Kebonsari, Kecamatan Punggungrejo, Kota Pasuruan Surat Ukur No.
46/2013 luas 71 m2 Perubahan tanggal 23-4-2013 atas nama SUGENG
SUGIARTO Perubahan tanggal 23-4-2013 yang berdasarkan Akta perjanjian
pengikatan jual beli No 35 Tanggal 31 Mei 2011 antara kedua belah pihak disertai
dengan akta kuasa No 36 Tanggal 31 Mei 2011 dan dilanjutkan dengan
pembuatan akta jual beli No 85 Tahun 2013 dihadapan PPAT Kahar Agus SH
Notaris/PPAT di Pasuruan pada tanggal 19 Maret 2013.
3) Sertipikat Hak Milik No. 1675/Kelurahan Kebonsari, Kecamatan
Purworejo, Kotamadya Pasuruan, Surat Ukur No. 15/1994 tanggal 1-2-1994 luas
360 m2 atas nama YONGKY WIRAWAN terletak di Jalan Wiroguno No. 20
Kota Pasuruan dengan batas-batas sebagai berikut :
a. Sebelah Utara : Rumah Para Penduduk ;
b. Sebelah Timur : Jl. Wiroguno Gg.1 c
c. Sebelah Barat : Rumah Potong Ayam
d. Sebelah Selatan : Masjid Langgar ;
Yang berdasarkan informasi telah berubah menjadi Sertipikat Hak Milik No. 22/
Kelurahan Kebonsari, Kecamatan Punggungrejo, Kota Pasuruan, Surat Ukur No.
15/2013 luas 360 m2 Perubahan tanggal 25-1-2013 atas nama SUGENG
SUGIARTO. Berdasarkan akta perjanjian pengikatan jual beli No 39 tanggal 31
Mei 2011 antara kedua belah pihak disertai dengan akta kuasa No 40 tanggal 31
Mei 2011 dan dilanjutkan dengan pembuatan akta jual beli No 61/2013 dihadapan
PPAT Kahar Agus SH, Notaris/PPAT di Pasuruan pada tanggal 27 Februari 2013.
4) Sertipikat Hak Milik No. 1494/Kelurahan Kebonsari, Kecamatan
Purworejo Kotamadya, Pasuruan, Surat Ukur No. 105/1990 tanggal 15-10-1990
luas 72 m2 atas nama YONGKY WIRAWAN terletak di Ruko Alun-Alun Selatan
No. 3 Kota Pasuruan dengan batas-batas sebagai berikut :
a. Sebelah Utara : Halaman Ruko ;
b. Sebelah Timur : Shorum Sepeda Motor ;
c. Sebelah Barat : Toko Duta Elektronik ;
d. Sebelah Selatan : Kosong ;
Yang berdasarkan informasi telah berubah menjadi Sertipikat Hak Milik No. 13/
Kelurahan Kebonsari, Kecamatan Punggungrejo, Kota Pasuruan, Surat Ukur No.
04/2013 luas 72 m2 Perubahan tanggal 21-2-2013 atas nama SO GO BEN
CHENG. Berdasarka perjanjian pengikatan jual beli No 33 Tanggal 31 Mei 2011
antara kedua belah pihak yang disertai dengan akta kuasa No 34 tanggal 31 Mei
2011 serta dilanjutkan dengan pembuatan akta jual bel No 06/2013 dihadapan
PPAT Loesyanna SH, Notaris/PPAT di Pasuruan tanggal 15 Januari 2013.
Peralihan hak milik atas tanah tersebut menyebabkan ahli waris dari pihak penjual
Bapak Yongki Wirawan mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Tata Usaha
Negara Surabaya yang surat gugatannya tertanggal 18 Juli 2013 dan telah
didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Tata Usaha Negara Surabaya. Penggugat
selaku ahli waris penjual diwakili oleh Nyonya Jubaidah yang dalam gugatannya
berisi bahwa perlaihan keempat sertifikat hak milik atas nama Yongki Wirawan
telah beralih tanpa sepengetahuan dan persetujuan ahli waris karena itu perbuatan
tergugat dalam hal ini pembeli Sugeng Sugiarto telah sangat merugikan
kepentingan penggugat. Yongki wirawan selaku penjual sendiri telah meninggal
pada tanggal 22 Oktober 2011 yang semasa hidupnya tidak melangsungkan
perkawinan dan tidak pernah mengangkat anak secara sah, namun almarhum
memiliki saudara-saudara selaku ahli waris.
Kewenangan ahli waris sebagai penggugat dalam kasus ini adalah karena Bapak
Yongki Wirawan semasa hidupnya tidak melangsungkan perkawinan dan selama
hidupnya tidak pernah mengangkat anak secara sah. Dalam aturan hukum waris BW
pada Pasal 832 BW, menurut undang-undang yang berhak untuk menjadi ahli waris
ialah,pihak keluarga sedarah, baik sah maupun luar kawin dan si suami atau istri yang
hidup terlama, semua menurut peraturan dibawah ini. Dalam hal ini, bilamana baik
keluarga sedarah, maupun si yang hiup terlama diantara suami dan istri tidak ada, maka
segala harta peninggalan si yang meninggal, menjadi milik Negara, yang mana berwajib
akan melunasi segata utangnya,sekedar harta peninggalan mencukupi itu.
Ny. Cing Tien yang juga bernama Ny. Jd. Hj. Jubaidah berdasarkan Surat
Keterangan Waris Nomor 1/WRS/2012 tanggal 10 Juli 2012 yang dibuat dihadapan
USNAENY ULY AZIZ, SH. Notaris PPAT di Surabaya bahwa Ny. Jd Jubaidah
merupakan salah satu ahli waris dari Tn. Yongki Wirawan.
Awal dari gugatan atas sengketa kasus ini adalah adanya kerugian yang
ditimbulkan kepada ahli waris atas perlaihan hak milik. Peralihan tersebut dianggap tidak
sah secara hukum dikarenakan peralihannya tidak melalui persetujuan ahli waris. Pada
kasus ini telah keluar mencapai Putusan akhir hingga Mahkamah Agung, yang dalam
putusannya menegaskan bahwa terdapat suatu cacat yuridis pada peralihan hak atas tanah
ini, karena adanya suatu prosedur dan administrasi yang tidak sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan yang berlaku akta jual beli yang berdasarkan suatu perjanjian
pengikatan jual beli yang cacat yuridis. Dampak dari putusan PTUN ini adalah sertifikat
yang diterbitkan oleh BPN untuk dicabut maka peralihan tersebut dianggap tidak pernah
terjadi. Hak milik atas sebidang tanah tersebut kembali kepada Yongkir Wirawan dan
Sertfikat kembali menjadi atas nama Pembeli yaitu Yongki Wirawan.
Dampak atas Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara yang dimana sertifikat
dibatalkan berdampat pula oleh pihak bank. Pihak bank dalam hal ini merupakan pihak
lain yang beritikad baik untuk meminjamkan dana kepada Sugeng Sugiarto menjadi
dirugikan, karena apabila hak milik atas tanah tersebut kembali menjadi atas nama
Yongki Wirawan pihak bank tidak dapat melanjutkan jaminan tersebut, artinya apabila
Sugeng Sugiarto tidak dapat membayar hutang bank maka pihak bank tidak dapat
melelang jaminan tersebut.
Terdapat beberapa hal yang menarik pada kasus diatas, yang dimana akan saya
tarik untuk dijadikan sebuah penelitian, bagaimana perlindungan hukum kepada pihak
bank selaku kreditur dengan jaminan hak milik atas tanah yang sertifikatnya dibatalkan
oleh Pengadilan Tata Usaha Negara Surabaya. Agar penelitian ini dapat diteliti lebih fokus,
penulis memberikan batasan atas penelitian ini, dengan judul “PERLINDUNGAN
HUKUM BAGI BANK SELAKU KREDITOR ATAS JAMINAN BERUPA HAK
MILIK ATAS TANAH YANG SERTIFIKATNYA DIBATALKAN OLEH
PENGADILAN TATA USAHA NEGARA (Studi Kasus : Putusan Pengadilan Tata
Usaha Negara Nomor 126/6/2013PTUN Surabaya)”
B. Rumusan Masalah :
Berdasarkan latar belakang diatas, penulis memfokuskan masalah dalam penelitian ini
sebagai berikut :
1. Apakah yang menjadi pertimbangan hakim Pengadilan Tata Usaha Negara atas
pembatalan sertifikat hak milik atas sebidang tanah pada putusan Nomor
126/6/2013PTUN Surabaya ?
2. Bagaimana perlindungan hukum atas bank selaku kreditur apabila jaminan berupa
hak milik atas tanah yang sertifikatnya dibatalkan oleh Pengadilan Tata Usaha
Negara?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
1) Tujuan Penulisan
Tujuan yang ingin dicapai oleh penulis dalam penelitian ini adalah mengetahui,
mendikripsikan dan menganalisis suatu perlindungan hukum bagi bank selaku kreditor
apabila jaminan berupa hak milik atas tanah tersebut peralihannya terdapat cacat yuridis
yang dimana dampak dari putusan PTUN ini adalah sertifikat yang diterbitkan oleh BPN
batal dan harus dicabut. Selanjutnya peralihan itu dianggap tidak pernah terjadi dan status
kepemilikan oleh debitur tersebut tidak ada.
2) Manfaat Penelitian
a) Manfaat Teoritis
a. Penelitian ini diharapakan memberikan suatu pemikiran bagi
perkembangan ilmu hukum khususnya dibidang hukum jaminan
dan perbankan di Indonesia.
b. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi dalam
pengkajian penelitian terkait perlindungan hukum dan kepastian
hukum terutama dalam bidang hukum jaminan dan perbankan.
b) Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan untuk dijadikan sebagai sumbangsih
pemikiran bagi :
a. Bagi Pemerintah
Hasil penelitian ini diharapkan menjadi sumbangsih pemikiran untuk
pemerintah, pemerintah yang berwenang sebagai pembuat Peraturan Perundang-
undangan, Pemerintah yang berwenang sebagai pelaksana Peraturan Perundang-
undangan dan Pemerintah yang berwenang sebagai pengawas jalannya Peraturan
Perundang-undangan. Sumbangsih pemikiran agar pemerintah lebih
memperhatikan kembali mengenai verifikasi atas kepemilikan hak atas tanah agar
tidak terjadi cacat yuridis dan yuridis.
b. Bagi Bank
Manfaat untuk pihak perbankan adalah perbankan dapat lebih berhati-hati
dalam melaksanakan suatu perjanjian kredit dengan jaminan suatu hak atas tanah.
c. Bagi Notaris/PPAT
Manfaat untuk Notaris/PPAT sebagai pejabat yang berwenang membuat
suatu akta jual beli lebih berhati-hati dalam pembuatan suatu akta, terutama akta
jual beli tanah. Karena hal tersebut berkaitan dengan adanya peralihan hak atas
tanah. Dampak peralihan hak tersebut apabila peralihan hak tersebut tidak sesuai
dengan haknya adalah dapat dibatalkannya peralihan hak atas tanah.
d. Bagi Masyarakat
Manfaat bagi masyarakat agar mendapat suatu wawasan ilmu, terutama
dibidang hukum jaminan dan perbankan Indonesia.
D. Orisinalitas Penelitian
Penelitian terkait Perlindungan hukum kepada bank atas jaminan berupa hak milik
atas tanah bukanlah hal yang baru untuk sebuah penelitian, namun penulis disini akan
memfokuskan penelitian ini kepada Perlindungan Kepada Bank Atas Jaminan Berupa
Hak Milik Atas Tanah yang sertifikatnya dibatalkan oleh Pengadilan Tata Usaha Negara
.Berikut adalah perbedaan dan persamaan penelitian penulis dibanding dengan penelitian
penulis lain :
Tabel 1.1 Perbandingan Orisinalitas Penelitian
No Judul dan Nama
Penulis
Persamaan Perbedaan Konstribusi Kebaharuan
1. PERLINDUNGAN
HUKUM
TERHADAP
PIHAK BANK
SELAKU
KREDITUR
DALAM
SENGKETA
TANAH YANG
DIJAMINKAN DI
BANK DALAM
PROSES JUAL
BELI DI
NOTARIS/PPAT
BERDASARKAN
UU
PERTANAHAN
Persamaan
dalam tesis
ini adalah
keduanya
sama-sama
membahas
mengenai
perlindungan
hukum bagi
bank selaku
kreditor
karena
adanya
sengketa
pada
sebidang
tanah yang
Perbedaan
antara
penelitian ini
adalah obyek
penelitiannya.
Pada
penelitian
yang saya
buat adalah
suatu
sebidang
tanah
bersertfikat
hak milik yag
cacat yuridis,
sedangkan
pada
Konstribusi
penelitian ini adalah
agar pihak Bank,
Notaris/PPAT, BPN
lebih berhati-hati
dalam hal peralihan
hak atas tanah, agar
nantinya tidak
terjadi suatu
sengketa atas tanah
tersebut.
Selain untuk kehati-
hatian,kontribusinya
adalah agar pihak
bank mendapat
perlindungan
apabila terdapat
Kebaharuan
penelitian
yang saya
tulis adalah
penelitian
saya
membahas
mengenai
perlindungan
hukum bagi
bank atas
jaminan
sebidang
tanah yang
sudah
memikiki
sertfikat hak
DI INDONESIA
Penulis : Mahda
SH 11
dijaminkan
di bank.
penelitian
yang ditulis
oleh Mahda
adalah
jaminan tanah
yang masih
dalam proses
jual beli di
Notaris.
jaminan yang
sedang dalam
sengketa.
milik namun
setelah
dipasang hak
tanggungan,
sebidang
tanah tersebut
menjadi
obyek
sengketa dan
dibatalkan –
peralihannya
karena dibuat
berdasarkan
akta jual beli
yang cacat
yuridis,
Artinya
peneltian ini
membahas
bahwa ada
nya ketidak
pastian hukum
dan tidak
adanya
perlindungan
hukum untuk
bank
walaupun
sudah keluar
sertifikat dari
badan
pertanahan
nasional.
11
Mahda, Perlindungan Hukum Terhadapa Pihak Bank Selaku Kreditur Dalam Sengketa
Tanah Yang Dijaminkan Di Bank Dalam Proses Jual Beli di Notaris/PPAT Berdasarkan UU
Pertanahan Di Indonesia, Magister Kenotariatan Program Pasca Sarjana Universita Brawijay,(Malang
: 2016)
2. PERLINDUNGAN
HUKUM
TERHADAP
KREDITUR
DALAM
PERJANJIAN
KREDIT
DENGAN
JAMINAN HAK
TANGGUNGAN
YANG
OBYEKNYA
TERKENA
DAMPAK
LUAPAN
LUMPUR
LAPINDO12
Penulis : Nur
Amalia Ranie SH
Persamaan
antara kedua
penelitian ini
adalah
keduanya
membahas
mengenai
perlindungan
hukum
terhadap
kreditur
Perbedaan
antara kedua
penulisan ini
adalah, obyek
yang dibahas.
Pada
penelitian
sebelumnya
membahas
mengenai
jaminan hak
tanggungan
yang
obyeknya
terkena
dampak
luapan
lumpur.
Sedangkan
yang saya
bahas dalam
penelitian ini
adalah hak
atas tanah
yang akta jual
belinya cacat
yuridis.
Kontsribusi untuk
penelitian yang
ditulis oleh Nur
Amalia Rainie
adalah bagi pihak
bank mengetahui
perlindungan hukum
apa yang ia
dapatkan ketika
jaminan berupa
sebidang tanah dan
bangunanya terkena
dampak lumpur.
Kebaharuan
penulisan
yang saya
tuliskan
adalah
penulisan ini
tidak hanya
bertujuan
untuk obyek
yang terkena
dampak
lumpur saja,
namun dapat
digunakan
untuk
sebidang
tanah yang
akta jual
belinya cacat
yuridis.
12
Nur Amalia Ranie, Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Dalam Perjanjian Kredit
Dengan Jaminan Hak Tanggungan Yang Obyeknya Terkena Dampak Luapan Lumpur Lapindo,
Magister Kenotariatan Program Pasca Sarjana Universita Diponegoro( Semarang : 2008)
3. PERLINDUNGAN
HUKUM BAGI
PENJAMIN
DALAM
PERJANJIAN
PENANGGUHAN
(BORGTOCHT)
DI BANK
NEGARA
INDONESIA
(PERSERO) TBK13
Penulis : Ady
Pratama Putra
Persamaan
kedua
penelitian ini
adalah
keduanya
membahas
tentang
perlindungan
hukum
penjamin
Perbedaan
antara kedua
penulisan ini
adalah pada
penulisan
pertama
membahas
mengenai
perlindungan
hukum untuk
penjamin
dalam
perjanjian
penangguhan,
sedangkan
dalam
penulisan
saya
membahas
tentang
perlindungan
hukum bagi
bank selaku
kreditur .
Selain dari
subyeknya
perbedaan
kedua adalah
obyek
penelitiannya,
pada
penelitian
saya
obyeknya
adalah
jaminan atas
hak atas tanah
yang akta jual
belinya cacat
yuridis.
Konstribusi
penulisan ini adalah
penjamin dalam hal
ini pihak Bank
Negara Indonesia
mengetahui
perlindungan hukum
apa saja yang ia
dapatkan ketika
jaminan tesebut
beruapa suatu
penangguhan.
Kebaharuan
penelitian
yang saya
tulis adalah
perlindungan
hukum bagi
bank dalam
jaminn
sebidang
tanah yang
sudah
memiliki
sertifikat yang
sah, namun
ternyata dapat
dinyatakan
cacat yuridis
dan dibatalkan
peralihannya
oleh
Pengadilan
Tata Usaha
Negara. Jadi
pada nantinya
saya akan
membantu
menganalisis
perlindungan
hukum apa
yang akan
didapatkan
oleh Pihak
Bank.
Sumber : Bahan Hukum Primer, diolah, 2016
13
Ady Pratama Putra, Perlindungan Hukum Bagi Penjamin Dalam Perjanjian Penagguhan (Borgtocht)
Di Bank Negara Indonesia, Magister Kenotariatan Program Pasca Sarjana Universita Brawijaya,(Malang : 2007)
E. Kerangka Teoritik Dan Kerangka Konseptual
a. Kerangka Teoritik
Dalam penelitian ini akan menggunakan kerangka teoritik sebagai landasan
berfikir,Teori-teori yang digunakan adalah :
1. Teori Tujuan Hukum
Hukum merupakan suatu sarana pejabat legislatif untuk menerpakan
sebuah aturan yang bertujuan agar masyarakat dapat hidup sejahtera. Terdapat
beberapa pengertian mengenai hukum, yaitu :
a. Menurut Em Mayers, hukum adalah suatu aturan yang mengandung
pertimbangan kesusilaan, ditujukan kepada tingkah laku manusia
dalam masyarakat, dan yang menjadi pedoman bagi penguasa-
penguasa Negara dalam melakukan tugas.
b. Menurut Leon Duguit, hukum adalah aturan tingkah laku masyarakat,
aturan yang penggunaannya diindahkan oleh masyarakat sebagai
jaminan dari kepentingan bersama dan yang melanggar akan mendapat
suatu sanksi
Berdasarkan pengertian diatas hukum adalah suatu sarana agar masyarakat
dapat hidup secara bersama-sama tanpa adanya pelanggaran kepentingan satu
dengan lainnya. Hukum memiliki tujuan yaitu menjamin adanya kepastian hukum
dalam masyarakat dan hukum harus pula bersendikan pada keadilan. Tujuan
hukum menurut beberapa ahli, yaitu : (1) Prof Subekti SH mengatakan bahwa
hukum itu mengabdi pada tujuan negara dengan menyelenggarakan keadilan dan
ketertiban, yang dimana keadilan digambarkan sebagai suatu keadilan
keseimbangan yang membawa ketentraman didalam hati setiap orang. (2) Teori
Etis, menurut Van Apeldoorn mengajarkan bahwa hukum itu semata-mata
menghendaki keadilan. (3) Teori Utilitis, Jeremy Bentham berpendapat bahwa
hukum bertujuan untuk mewujudkan semata-mata apa yang berfaedah dalam
masyarakat. Teori utilitis ini menyatakan bahwa teujuan hukum menjamin adanya
kebagaiaan sebanyal-banyaknya pada orang sebanyak-banyaknya. Kepastian
hukum melalui hukum bagi perseorangan merupakan tujuan hukum dari pada
hukum. 14
Pada penetilian ini akan menggunakan tiga teori diatas sebagai pisau
analisis penelitian, karena dalam melaksanakan putusan hakim, apakah putusan
yang telah dikeluarkan oleh seorang hakim sudah sesuai dengan aturan hukum,
keadilan dan kepastian hukum.
2. Teori Kepastian Hukum
Gustav Radburch berpendapat bahwa ada 3 nilai dasar tujuan hukum yang
menjadi dasar untuk menerapkannya, yaitu : nilai keadilan, nilai kemanfaatan dan
nilai kepastian hukum. Dari 3 dasar tersebut dapat kita urutkan bawah tujuan
utama adanya hukum adalah keadilan dilanjutkan dengan adanya nilai
kemanfaatan dan nilai kepastian hukum.15
Untuk mencapai tujuan dai hukum
sendiri ketiga unsur tersebut haruslah berjalan bersama-sama, namun tetap yang
menjadi tujuan utama adalah adanya keadilan iu sendiri. Keadilan merupakan
14
Ratih Candra Kirana. Hak Mendahului Negara Atas Pembayaran Utang Pajak Dalam
Putusan Pengadilan Niaga, Megister Kenotariatan Pasca Sarjana Universita Brawjiaya,(Malang :
2016) 15
Masrwan Mas, Pengantar Ilmu Hukum,(Jakarta: Ghlmia Indonesua, 1997) Hlm 73-74
tujuan dari hukum, yang merupakan sesuatu yang abstrak dan keadilan
bagaimanapun menyangkut nilai etis yang dianut oleh sesorang dengan
menyatakan bahwa tujuan hukum itu untuk pertama-tama adalah menciptakan
kepastian hukum.16
Bentuk dari kepastian hukum adalah dibuatnya suatu peraturan perundang-
undangnan yang harus dipatuhi oleh seluruh masyarakat agar tidak terjadi suatu
ketidakadilan hukum.Peraturan perundang-undangan yang telah dibuat harus
dapat membuat suatu keadilan dan tidak multi tafsir. Karena apabila terjadi suatu
permasalahan hukum, masyarakat mengetahui penyelesaian apa harus yang harus
ia lakukan berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Pada penelitian ini saya menggunakan teori kepastian hukum sebagai
bahan analisis karena dalam kasus pada penelitian ini terdapat ketidakpastian
hukum kepada pihak bank selaku kreditur dalam menerima sebuah jaminan.
Karena pada dasarnya sertifikat hak milik merupakan alat bukti yang kuat, namun
dapat dibuktikan sebaliknya apabila ada sesorang yang dapat membuktikan
ketidak absahan sertifikat tersebut. Bank sebagai lembaga untuk peminjaman dana
dalam hal ini sangat dirugikan, karena bank sudah beritikad baik memberikan
hutang kepada debitur dengan kepercayaan adanya sertifikat hak milik atas nama
debitur, namun ternyata setelah keluar akta pemberian hak tanggungan atas hak
milik atas tanah tersebut, peralihannya oleh Pengadilan Tata Usaha Negara
dibatalkan, artinya kepemilikan kembali menjadi atas nama penjual.
3. Teori Perlindungan Hukum
16
Endang Sri Kawuryan, Perlindungan Hukum Terhadap Pembeli Hak Atas Tanah yang
beritikad Baik Doktor Ilmu Hukum Program Pasca Sarjana Unversitas Brawijaya,(Malang: 2013)
Hlm 33
Masyarakat memiliki dasar kebutuhan dan sifat yang berbeda satu sama
lain. Hukum adalah sarana untuk mengatur hak dan kewajiban sesorang dalam
bersosialisasi agar tidak terjadi suatu ketimpangan antara hak dan kewajiban satu
dengan lainnya.Bentuk dari hukum sendiri saat ini adalah dibuatnya Peraturan
Perundang-undangan.Peraturan perundang-undangan dibuat oleh lembaga
legislatif dengan persetujuan presiden.Peraturan tersebut dasarnya adalah untuk
melindungi masyarkat agar tidak berbuat sesuatu melebihi hak dan kewajibannya.
Perlindungan hukum menurut Satjipto Raharjo adalah hukum melindungi
kepentingan sesorang dengan cara menempatkan satu kekuasaan yang dilakukan
secara terukur untuk bertindak dalam rangka kepentingan tersebut.17
Teori perlindungan hukum menurut pakar hukum perdata yaitu Paul
Schotlen teori perlindungan hukum bertujuan untuk melindungi pihak ketiga yang
jujur,namun dalam hal ini ditafsirkan untuk perbuatan-perbuatan perdagangan.
Pada umumnya hak milik atas suatu barang hanya dapat berpindah
kepemilikannya secara sah apabila diperoleh dari orang yang berhak
memindahkan hak milik atas barang tersebut.18
Teori Perlindungan hukum ketiga diberikan kepada subyek hukum sesuai
dengan aturan hukum, baik dalam bentuk preventif maupun represif.Menurut
pendapat Philipus M hadjon membedakan perlindungan hukum dalam 2 macam
yaitu :19
a) Sarana Perlindungan Hukum Preventif
17
Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum,(Bandung: Aditya Bakti,1991) hlm 53 18
Yulies Tiena Masriani, Pengantar Hukum Perdata Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2004).
19
Philipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Di IndonesiaCetakan
Pertama,(Surabaya: Bina Ilmu,1987) hlm 3-4
Preventif artinya untuk mencegah.Pada perlindungan hukum yang
preventif, kepada rakyat diberikan kesempatan untuk mengajukan
keberatan atau pendapatnya sebelum suatu keputusan pemerintah
mendapat bentuk yang definitive.Perlindungan hukum preventif bertujuan
untuk menghindari terjadinya sengketa.Perlindungan hukum yang
preventif sangat bersar artinya untuk bagi tindak pemerintahan yang
didasarkan kepada kebebasan bertindak karena dengan adanya
perlindungan hukum yang preventif pemerintah terdorong untuk bersikap
hati-hati dalam mengambil keputusan yang didasarkan pada diskresi.
b) Sarana Perlindungan Hukum Represif
Sarana perlindungan hukum represif memiliki tujuan untuk menyelesaikan
sengketa. Di Indonesia terdapat beberapa badan yang dapat menangani
perlindungan hukum bagi masyarakat, antara lain pengadilan dalam ruang
peradilan umum, instansi pemerintah dan badan-badan khusus.20
Teori kedua merupakan teori penting sebagai bahan analisis penelitian ini.
Teori perlindungan hukum dijadikan sebagai pisau analisis untuk penelitian ini
adalah teori hukum menurut Philipus M hadjon dan Paul Schotlen.
4. Teori Putusan Hakim
Putusan hakim merupakan puncak cari suatu perkara yang sedang
diperiksa dan diadili kepada seseorang. Dalam menjalankan tugasnya sebagai
seorang hakim, hakim memiliki beberapa kewajiban yaitu :
a. Hakim wajib dalam menjalankan tugas dan fungsinya wajib menjaga
kemandirian peradilan.
20
Ibid., hlm 10
b. Segala campur tangan dari pihak ketiga diluar kekuasaan hakim
dilarang, kecuali dalam hal-hal sebagaimana dimaksud dalam Undang-
undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
c. Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan
memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam
masyarakat.
Kewajiban mengenai tugas dan fungsi hakim diatur dalam Peraturan
Perundang-undangan Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman.
Hakim dalam suatu peradilan memiliki tugas yang sangat penting karena terkait
dengan suatu keadilan dan kepastian hukum dalam masyarakat. Dalam memutus
putusan terdapat beberapa teori yang digunakan oleh seorang hakim, menutut
Mackenzie terdapat beberapa teori mengenai putusan hakim, yaitu :
a) Teori Keseimbangan
Teori keseimbangan adalah keseimbangan antara syarat-syarat yang
ditentukan oleh undang-undang dan kepentingan pihak-pihak yang
tersangkut.
b) Teori Pendekatan Pengalaman
Teori pendekatan pengalaman seorang hakim merupakan hal yang
dapat membantu mengahdapi perkara-perakara yang dihadapi sehari-
hari
c) Teori Ratio Decindendi
Teori ini didasarkan pada landasan filsafat yang mendasar yang
mempertimbangkan segala aspek yang berkaitan dengan pokok
perkara yang disengketakan kemudian mencari perturan perundang-
undangan yang relavan dengan pokok perkara yang disengketakan
sebagai dasar hukum dalam penjatuhan putusan serta pertimbangan
hakim harus didasarkan suatu motivasi yang jelas untuk menegakkan
hukum dan memberikan keadilan hukum bagi masyarakat.
d) Teori Kebijaksanaan
Teori ini menekankan bahwa pemerintah, masyarakat, keluarga dan
orang tua ikut tertanggung jawan untuk membimbing, membina,
mendidik dan melindungi terdakwa, agar kelak dapat menjadi manusia
yang berguna bagi keluarga, masyarakat dan bangsanya.
Teori yang diambil sebagai pisau analisis pada penelitian ini adalah teori
Ratio Decindendi yaitu putusan hakim harus mempertimbangkan segala aspek
yang berkaitan dengan perkara yang sedang disengketaka.
Bagan 1
Kerangka Teoritik
Sumber : Bahan Hukum Primer, diolah, 2016.
Isu Hukum
Apakah yang menjadi pertimbangan hakim Pengadilan Tata Usaha Negara atas pembatalan sertifikat hak milik atas sebidang tanah pada Putusan Nomor 126/6/2013 PTUN Surabaya ?
Kerangka Teoritik
Teori Tujuan Hukum
Isu Hukum
Bagaimana perlindungan hukum atas bank selaku kreditur apabila
jaminan berupa hak milik atas tanah yang sertifikatnya dibatalkan
oleh Pengadilan Tata Usaha Negara?
Kerangka Teoritik
Teori Tujuan Hukum
Teori Kepastian Hukum
Teori Perlindungan Hukum
Teori Putusan Hakim
b. Kerangka Konseptual
1. Pengertian Perlindungan hukum
Perlindungan hukum adalah tindakan atau upaya untuk melindungi
masyarakat dari perbuatan-perbuatan yang timbul dari pejabat yang berwenang
yang dimana perbuatan tersebut tidak sesuai dengan peratura perundang-
undangan. Selain itu untuk memenuhi suatu perlindungan hukum bagi masyarakat
apabila ternyata ada suatu tindakan hukum yang dilakukan oleh pejabat yang
berwenang namun merugikan masyarakat tersebut. Tujuan dari adanya
perlindungan hukum ini adalah untuk ketentraman, kesejahteraan masyarakat
selaku subyek hukum.
2. Pengertian Kreditor
Kreditor berdasarkan Undang-undang Hak Tanggungan Nomor 4 tahun
1996 adalah pihak yang berpiutang dalam suatu hubungan hutang piutang. Dalam
penelitian ini pihak kreditor tersebut adalah bank, yang dimana bank adalah suatu
lembaga yang memiliki fungsi untuk menghimpun dan menyalurkan dana
masyarakat. Peran bank disini sebagai kreditor yang meminjamkan dana kepada
debitur atau nasabah.
3. Pengertian Jaminan
Jaminan adalah salah satu aset yang dimiliki oleh pihak berhutang yang
dijanjikan oleh pihak berhutang untuk diserahkan kepada pihak yang memberi
pinjaman apabila tidak dapat membayar hutang. Dalam penelitian ini jaminan
berupa sebidang tanah yang bersertifkat hak milik, artinya peraturan mengenai
jaminan tersebut mengikuti aturan mengenai Hak Tanggungan yang diatur dalam
Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak tanggungan Atas Tanah
Beserta Benda-benda Yang Berkaitan Dengan Tanah . Pada Pasal 1 ayat 1 Pada
Undang-undang Hak Tanggungan, Hak Tanggungan, adalah hak jaminan yang
dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau
tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu,
untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan
kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain.
4. Pengertian Dibatalkan
Pada penelitian ini dibatalkan adalah suatu proses dimana hakim
memutuskan untuk membatalkan sertifikat yang dimana sertifikat tersebut harus
dicabut dan hak atas sebidang tanah tersebut menjadi milik pemjual.
F. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian Yuridis Normatif dengan cara meneliti
bahan-bahan hukum melalui studi kepustakaan yang membahas mengenai perlindungan
hukum terhadap bank selaku kreditor atas jaminan berupa hak atas tanah yang
peralihannya dibatalkan oleh Pengadilan Tata Usaha Negara yang berdampak pada status
kepemilikan jaminan tersebut.
2. Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
undang-undang (statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual
approach).Pendekatan undang-undang adalah menelaan undang-undang dan regulasi
yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang diteliti.21
Sedangkan pendekatan
konseptual adalah pendekatan yang beranjak dar pandangan-pandangan dan doktrin-
doktrin yang berkembang di dalam ilmu hukum.22
3. Jenis dan Sumber Bahan Hukum
a. Jenis Bahan Hukum
Jenis bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis
bahan hukum primer dan sekunder.Bahan hukum primer adalah bahan yang isinya
mengikat, terdiri dari norma-norma dan memiliki kekuatan hukum berupa
peraturan perundang-undangan. Bahan hukum sekunder ini berupa studi
kepustakaan yang ditulis oleh para ahli, jurnal-jurnal hukum tentang hukum
perdata dan pendapat-pendapat para sarjana hukum yang berkaitan langsung
dengan penelitian ini. Sumber Bahan Hukum
Bahan hukum primer merupakan sumber utama atas penelitian ini, yaitu yang
bersumber pada peraturan perundang-undangan sebagai berikut :
21
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum,(Jakarta: Kencana Prenadamedia
Group,2005),hlm 133 22
Ibid., hlm 134
a) Pasal 1320, 1475, 1458,1330, 1338, 1480 Peraturan Perundang-undangan
Republik Indonesia Staatsblad Tahun 1847 Nomor 23 Tentang Kitab Undang-
undang Hukum Perdata, Diumumkan Pada Tanggal 30 April 1847.
b) Pasal 6 dan 20 Peraturan Perundang-undangan Republik Indonesia Nomor 5
Tahun 1960 Tentang Undang-undang Pokok Agraria, Lembaran Negara Republik
Indonesia, Jakarta,1960.
c) Pasal 4 Ayat 4 Peraturan Perundang-undangan Republik Indonesia Nomor 4
Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-benda Yang
Berkaitan Dengan Tanah, Lembaran Negara Republik Indonesia, Jakarta, 1996.
d) Peraturan Perundang-undangan Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998
Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992, Lembaran
Negara Republik Indonesia, Jakarta, 1998.
e) Pasal 1 Ayat 1 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1997
Tentang Pendaftaran Tanah, Lemabaran Negara Republik Indonesia, Jakarta,
1997.
f) Peraturan Perundang-undangan Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2009
Tentang Kekuasaan Kehakiman, Lembaran Negara Republik Indonesia, Jakarta,
2009.
Sedangkan bahan hukum sukunder adalah bahan hukum berupa studi
kepustakaan guna melengkapi data untuk sumber bahan hukum primer. Studi
kepustakaan, pendapat para ahli hukum perdata, pendapat para sarjana hukum
yang nantinya akan dianalisis untuk melengkapi data sumber data primer.
4. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum
Teknik pengumpulan bahan hukum ini adalah dengan dikumpulkannya
bahan hukum primer dan sekunder, kedua bahan tersebut selanjutnya dianalisis
secara presfektif guna mencari solusi atas masalah terkait perlindungan hukum
terhadap bank apabila jaminan berupa hak atas tanah tersebut cacat secara hukum.
Teknik pengumpulan bahan hukum primer adalah melalui penelusuran,
pengumpulan dan studi dokumen melalui studi pustaka. Sedangkan, bahan hukum
sekunder diperoleh melalui penulusuran multimedia dan studi kepustakaan. Hasil
analisis tersebut nantinya akan dibentuk suatu kesimpulan guna dapat
memberikan sumbangsih pemikiran dan saran kepada para pihak dalam kasus ini.
5. Teknik Analisis Bahan Hukum
Teknik analisis bahan hukum dalam penelitian hukum normatif terdiri dari
beberapa jenis, yaitu teknik diskripsi, teknik interpretasi, teknik evaluasi dan
teknik sistematisasi.Penelitian ini nantinya menggunakan teknik analisis hukum
interpretasi.Teknik interpretasi adalah suatu metode penemuan hukum yang
memberikan penjelasan secara jelas melalui undang-undang agar ruang lingkup
kaidah dalam undang-undang dapat diterapkan dalam suatu peristiwa hukum.
Teknik Interpretasi yang digunakan adalah interpretasi sistematis,
yaitu,insterpretasi sistematis digunakan untuk menafsirkan peraturan perudang-
undangan dengan menghubungkan peraturan hukum atau undang-undang lain
dengan keseluruhan sistem hukum.23
23
Ibid., hlm 59
G. Desain Penelitian
Bagan 2
DESAIN PENELITIAN
RUMUSAN
MASALAH
TEORI LATAR BELAKANG
Sumber : Bahan Hukum Primer, diolah, 2016.
H. SISTEMATIKA PENULISAN
METODE PENELITIAN
HASIL PENELITIAN
DAN PEMBAHASAN
KESIMPULAN DAN
SARAN
Latar belakang dari
penelitian ini adalah
adanya kekosongan
aturan mengenai
perlindungan hukum
bagi bank selaku
kreditur apabila
jaminan berupa berupa
hak milik atas tanah
yang sertifikatnya
dibatalkan oleh
Pengadilan Tata Usaha
Negara.
Rumusan Masalah :
1. Apakah yang menjadi
pertimbangan hakim
Pengadilan Tata Usaha
Negara atas pembatalan
sertifikat hak milik atas
sebidang tanah pada putusan
Nomor 126/6/2013PTUN
Surabaya ?
2. Bagaimana perlindungan
hukum atas bank selaku
kreditur apabila jaminan
berupa hak milik atas tanah
peralihannya dibatalkan
oleh Pengadilan Tata Usaha
Negara?
a. Teori Tujuan
Hukum
b. Teori Kepastian
Hukum
c. Teori Perlindungan
hukum
d. Teori Putusan
Hakim
a) Jenis Penelitian : Penelitian
Hukum Normatif
b) Pendekatan Penelitian :
Pendekatan Undang-undangn
dan Pendekatan Konseptual
c) Jenis dan Sumber Bahan
Hukum : Jenis bahan hukum
primer dan sekunder
d) Teknis Pengumpulan Bahan
Hukum : Analisa secara
presfektif berdasarkan bahan
hukum primer dan sekunder
e) Teknik Analisis hukum :
Teknik interpretasi
Pertimbangan hakim membatalkan
sertifikat tersebut adalah karena
adanya cacat yuridis dalam peralihan
dan perlindungan hukum bagi bank
adalah bank dapat melakukan tindakan
represif dan preventif
Sistematika dalam penulisan tesis ini sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Pendahuluan berisi mengenai latar belakang pembuatan penelitian ini,
rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, kerangka teori
berserta sistematika penulisan.
BAB II : KAJIAN PUSTAKA
Dalam bab ini membahas mengenai kajian pustaka yang berkaitan dengan
penelitan ini berupa landasan teori serta uraian mengenai kerangka pemikiran.
BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini akan memaparkan pembahasan mengenai perlindungan hukum
kepada pihak bank apabila jaminan berupa ha katas tanah yang menjadi obyek sengketa
yang cacat yuridis dan cacat yuridis.
BAB IV : KESIMPULAN
Bab ini memaparkan megenai kesimpulan atas penelitian ini dan saran-
saran kepada pihak-pihak yang terkait atas kasus ini.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Pustaka Tentang Pendaftaran Hak Atas Tanah
a. Pengertian Pendaftaran Hak Atas Tanah
Pada tanggal 24 September 1960 telah disahkan peraturan perundang-
undangan terkait hak atas tanah, yaitu Undang-undang No 05 Tahun 1960
tentang Peraturan Dasar Pokok-poko Agraria atau biasa dikenal dengan
UUPA. UUPA ini bertujuan untuk :
a) Meletakkan dasar-dasar bagi penyusunan Hukum Agraria Nasional,
yang merupakan alat untuk membawakan kemakmuran, kebahagiaan,
dan keadilan bagi negara dan rakyat.
b) Meletakkan dasar-dasar untuk mengadakan kesatuan dan
kesederhanaan hukum pertanahan
c) Meletakkan dasar-dasar untuk memberikan kepastian hukum
mengenai hak-hak atas tanah bagi seluruh rakyat Indonesia.1
Tujuan utama UUPA diatas dimaksudkan agar masyarakat di Indonesia
memiliki kemakmuran dan kesejahteraan atas tanah yang mereka miliki.
Dalam Pasal 16 UUPA hak-hak atas tanah, yaitu :
a) Hak milik
b) Hak guna usaha
c) Hak guna bangunan
d) Hak pakai
1Urip Santoso, Pendaftaran Tanah dan Peralihak Hak Atas Tanah,(Jakarta: Prenamedia Group,
2010) Hlm 1
e) Hak sewa
f) Hak membuka tanah
g) Hak memungut hasil hutan
h) Hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tesebut di atas
yang akan ditetapkan dengan undang-undang serta hak-hak yang
sifatnya sementara sebagai yang disebutkan dalam Pasal 53.
Setiap hak-hak yang disebutkan diatas memiliki pengertian dan
kepastian hukum yang berbeda-beda. Hak-hak atas tanah tersebut dapat
dimiliki orang seseorang apabila seseorang tersebut medaftarkan tanah
yang ia miliki. Pendafataran tanah memiliki tujuan agar masyarakat
memiliki suatu kepastian hukum yang jelas. Pendaftaran tanah merupakan
kewajiban bagi pemegang hak atas tanah dan pemerinah. Ketentuan
tentang keajiban bagi pemerintah untuk menyelenggarakan pendafataran
tanah di seluruh wilayah Indonesia diatur dalam Pasal 19 UUPA 2:
a) Untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan
pendaftaran tanah di seluruh wilayah Replubik Indonesia menurut
ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraruran Pemerintah.
b) Pendafatran tersebut dalam Ayat 1 pasal ini meliputi :
I. Pengukuran, perpetaan, dan pembukuan tanah
II. Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak=hak
tersebut:
III. Pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku
sebagai alat bukti yang kuat.
2Ibid., hlm 3
c) Pendaftaran tanah diselenggarakan dengan mengingat keadaan
Negara dan masyarakat, keperluan lalu lintas sosial ekonomi serta
kemungkinan penyelenggaraan , menurut pertimbangan Menteri
Agraria.3
d) Dalam Peraturan Pemerintah diatur biaya-biaya yang bersangkutan
dengan Pendaftaran termaksud dalam Ayat 1 diatas, dengan
ketentuan bahwa rakyat yang tidak mampu dibebaskan dari
pembayaran biaya-biaya tersebut.
Berdasarkan tujuan diatas maka diaturlah lebih lanjut disebut
Peraturan Pemerintah untuk mengatur tata cara pendaftaran Tanah,
yaitu Peraturan Pemerintah No 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran
Tanah. Dalam Peraturan Pemerintah ini mengatur pula pengertian dari
Pendafatan Tanah. Pengertian pendaftaran tanah diatur dalam Pasal 1
Angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997, yaitu :
“Serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah secara terus-
menerus, berkesinambungan dan teratur, meiliputi pengumpulan,
pengolahan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan
data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah
dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti
haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik
atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya”
Soedikno Mertokusumo menyatakan bahwa dalam pendaftaran
tanah dikenal 2 macam asas, yaitu4 :
a) Asas Specialiteit : Artinya pelaksanaan pendafataran tanah
itu diselenggarakan tas dasar peraturan perundang-
3Ibid
4Ibid., hlm 16-17
undangan tertentu,yang secara teknis menyangkut masalah
pengukuran, pemetaan dan pendaftaran peralihannya.
b) Asas Openbaarheid (asas Publisitas) : Artinya asas ini
memberikan data yuridis tentang siapa yang menjadi subjek
haknya, apa nama hak atas tanah, serti bagaimana
terjadinya peralihan dan pembebanannya.
b. Objek Pendaftaran Tanah
Objek pendataran tanah tidak lain adalah Hak-hak atas tanah yang telah
diatur dalam Pasal 16 UUPA dan diatur lebih khusus di Peraturan
Pemerintah No 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran tanah, yaitu :
a) Hak milik : Hak milik menurut Pasal 20 UUPA adalah hak turun
menurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas
tanah, dengan mengingat ketentuan dalam Pasal 6. Yang berhak
untuk memiliki hak milik hanya Warga Negara Indonesia dan bank
Pemerintah atau badan keagamaan dan badan nasional (Permen
Agraria/ Kepala BPN No 9 Tahun 1999 tentang tata cara
pemberian dan pembatalan Hak Atas Negara dan Hak
Pengelolaan).5
b) Hak Guna Usaha : Hak guna usaha dalam Pasal 28 UUPA
adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai oleh Negara,
dalam jangka waktu sebagaimana tersebut dalam Pasal 29, guna
perusahaan pertanian, perikanan dan peternakan. Yang dapat
memiliki hak guna usaha ini adalah Warga Negara Indonesia dan
5Ibdi .,hlm 25
badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan
berkedudukan di Indonesia.6
c) Hak Guna Bangunan : Hak guna bangunan menurut Pasal 35
adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan
atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dalam jangka waktu paling
lama adalah 30 tahun. Namun Pasal 35 ayat 2 menjelaskan bahwa
jangka waktu 30 tahun dapat perpanjang atas permintaan
pemegang hak dan dengan mengingat keperluan serti keadaan
bangunan-bangunannya, jangka waktu tersebut dapat diperpanjang
dengan waktu paling lama 20 Tahun. Yang berhak untuk memiliki
hak guna bangunan adalah Warga Negara Indonesia dan badan
hukum badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia
dan berkedudukan di Indonesia.7
d) Hak Pakai : Hak pakai menurut Pasal 41 UUPA adalah hak untuk
menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai
langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain, yang memberi
wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan
pemberian oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau
dalam perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan tanah,
segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan
undang-undang ini. Yang berhak memiliki hak pakai ini sama
halnya dengan yang berhak memilik hak milik, guna usaha
6Ibid.,hlm 25
7Ibid., hlm 26
maupun hak guna bangunan,namun yang membedakan adalah hak
pakai ini dapat dimiliki oleh departemen, lembaga Pemerinta non
Departemen dan Pemerintah daerah, badan-badan keagamaan dan
sosial, orang asing yang berkedudukan di Indonesia, badan hukum
asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia dan perwakilan
negara asing dan perwakilan badan Internasioanal.
c. Kegiatan Pendaftaran Tanah
Pasal 19 UUPA menyebutkan bahwa kegiatan pendaftaran tanah
meliputi :
a) Pengukuran, perpetaan dan pembukuan tanah;
b) Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut’
c) Pemberian surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagao alat
pembuktian yang kuat.
Kegiatan pendaftaran tanah lebih lanjut diatur dalam Peraturan
Pemerintah No 24 Tahun 1997. Pada PP No 24 Tahun 1997 membagi
menjadi 2 macam mengenai kegiatan pendaftaran tanah, yaitu kegiatan
pendaftaran tanah pertama kali dan kegiatan pemeliharaan data
pendaftaran tanah. Pendaftaran tanah untuk pertama kali dapat dilakukan
dengan dua cara yaitu pendaftaran tanah secara sistematik dan pendaftaran
tanah secara sporadik. Pendaftaran tanah secara sistematik adalah kegiatan
pendaftaran tanah untuk pertama kali yang dilakukan secara serentak
meliputi semua objek pendaftaran tanah yang belum didaftarkan dalam
wilayah atau bagian wilayah suatu desa/kelurahan.8 Sedangkan
pendaftaran tanah secara sporadik adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk
pertama kali mengenai satu atau beberapa objek pendaftaran tanah dalam
wilayah atau bagian wilayah suatu desa/kelurahan secara individual atau
massal. 9
Hal-hal yang perlu dilakukan untuk kegiatan pendaftaran tanah
pertama kali, meliputi :
a) Pengumpulan dan pengolahan data fisik : Kegiatan yang harus
dilakukan untuk pengumpulan dan pengolahan data fisik
adalah dilakukannya kegiatan pengukuran dan pemetaan.
Kegiatan tersebut dimulai dengan pembuatan peta dasar
pendaftaran, penetapan batas bidang-bidang tanah, pengukuran
dan pemetaan bidang-bidang tanah dan pembuatan peta
pendaftaran selanjutnya pembuatan daftar tanah dan yang
terakhir adalah pembuatan surat ukur.
b) Kegiatan Pemeliharaan data pendaftaran tanah : Kegiatan
pemeliharaan ini terdiri atas pendaftaran peralihan dan
pembebanan hak dan pendaftaran perubahan data pendaftaran
tanah. Pendaftaran peralihan dan pembebanan hak adalah
kegiatan yang bertujuan untuk mengidentifikasi tanah-tanah
siapa saja yang sudah beralih haknya, baik perlihan karena
pemindahan hak, peralihan karena waris maupun karena
8Ibid., hlm 32
9Ibid., hlm 33
adanya pembebanan hak. Kegiatan yang kedua adalah
pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah. Kegiatan kedua
ini memiliki unsur yang berbeda dengan yang pertama,
kegiatan yang kedua ini guna untuk mengetahui apakah ada
perubahan atas data pendaftaran tanah. Contohnya seperti
adanya perpanjangan jangka waktu hak atas tanah.
d. Pembuktian Hak dan Pendaftaran Tanah
Peraturan Pemerintah No 24 tahun 1997, pada pasal 25 mengatur
mengenai pembuktian hakatas tanah. Terdapat 5cara untuk melakukan
pembuktian hak atas tanah, yaitu10
:
a) Hak atas tanah baru dibuktikan dengan :
1) Penetapan pemberian hak dari pejabat yang
berwenang memberika hak yang bersangkutan
menurut ketentuan yang berlaku apabila pemberian
hak tersebut berasal dari tanah Negara atau tanah
hak pengelolaan.
2) Asli akta PPAT yang memuat pemberian hak
tersebut oleh pemegang hak milik kepada penerima
hak yang bersangkutan apabila mengenai hak guna
bangunan dan hak pakai atas hak milik.
b) Hak pengelolaan dibuktikan dengan penetapan pemberian
Hak Pengelolaan oleh pejabat yang berwenang. Hak
tersebut berupa diterbitkannya Surat Keputusa Pemberian
10
Ibid., hlm 36-37
Hak Pengelolaan Oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional
Republik Indonesia.
c) Tanah wakaf dibuktikan dengan akta akta ikrar wakaf
d) Hak milik satuan rumah susun dibuktikan dengan akta
pemisahan.
e) Pemberian Hak Tanggungan dibuktikan dengan akta
pemberian hak tanggungan.Akta pemberian hak
tanggungan menurut Pasal 1 angka 5 UU No 4 Tahun 1996
adalah akta PPAT yang berisi pemberian Hak Tanggungan
kepada kreditor tertentu sebagai jaminan untuk pelunasan
piutangnya.
Pendaftaran tanah yang memiliki tujuan utama yaitu agar ada kepastian
hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak. Pemegang hak nantinya
akan memang suatu surat sebagai tanda bukti kepemilikannya. Surat tersebut
disebut sertfikat. Sertifikat adalah salinan buku tanah dan surat ukur setelah
dijahit menjadi satu bersama-sama dengan suatu berkas sampul yang bentuknya
ditetapkan oleh Menteri Agraria.11
Sertifikat diterbitkan oleh Kantor Pertanahan
Kabupaten/Kota. Untuk ha katas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun
yang dipunyai oleh satu orang, sertifikat hanya boleh diserahkan kepada pihak
yang namanya tercantum dalam buku tanah yang bersangkutan Sebagai pemegang
ha katas tanah kepada pihak lain yang dikuasakan olehnya.12
Sedangkan untuk
11
Ibid hlm 42 12
Ibid., hlm 43
hak tanggungan sertfikat diterimakan kepada pihak yang namanya tercantum
dalam buku tanah yang bersangkutan atau kepada pihak lain yang dikuasakan.13
e. Peralihan Hak Atas Tanah
Perbuatan hukum jual beli hak atas tanah menurut R. Subekti akan timbul
dua kewajiban yaitu kewajiban penjual dan kewajiban pembeli. Kewajiban
penjual adalah untuk menyerahkan barang yang dijual dalam hal ini adalah hak
atas kepemililak sebidang tanah berserta bangunannya dan hak pembeli untuk
membayar harga yang telah disepakati oleh kedua belah pihak.
Peralihan hak atas tanah berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24
Tahun 1997, pada Pasal 37 menyebutkan bahwa peralihan hak atas tanah yang
melalui suatu perbuatan hukum jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam
perusahaan dan perbuatan hukum pemidahan hak lainnya, kecuali pemindahan
hak melalui lelang, hanya dapat didaftarkan jiak dibuktikan dengan akta yang
dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut ketentuan perundang-undangan yang
berlaku.
Peralihan hak karena jual beli artinya harus dibuat dengan akta autentik yang
dibuat oleh pejabat yang berwenang dalam hal ini PPAT yang masih menjabat
sebagai seorang PPAT. Akta tersebut biasa disebut akta jual beli. Apabila
peralihan hak tersebut tidak dapat dibuktikan dengan adanya akta jual beli maka
peralihan tersebut tidak dapat dilaksanakan.
f. Sertifikat Sebagai Tanda Bukti Hak
Salah satu tujuan dari pendaftaran tanah adalah untuk memberikan kepastian
hukum dan perlindungan hukum bagi pemegang hak atas suatu bidang tanah,
13
Ibid., hlm 43
satuan rumah susun dan hak-hak lain yang terdaftar agar dengan mudah
membuktikan dirinya merupakan pemegang hak. Dalam Pasal 19 Ayat 2 Huruf C
UUPA kegiatan pendaftaran tanah yang diadakan oleh pemerintah adalah
pemberian surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat bukti yang sah dan
kuat. Sertifikat merupakan istilah yang digunakan untuk menyebutkan surat tanda
bukti. Istilah sertifikat diatur dalam Pasal 1 Angkat 20 Peraturan Pemerintah
Nomor 24 Tahun 1997.
Sertifikat diterbitkan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota. Berdasarkan
ketentuan Pasal 32 Ayat 1 PP No 24 Tahun 1997, sistem publikasi pendaftaran
tanah yang dianut di Indonesia adalah sistem publikasi negatif, yaitu sertifikat
hanya merupakan surat tanda bukti hak yang bersifat kuat dan bukan merupakan
surat tanda bukti yang bersifat mutlak. Hal ini berarti bahwa data fisik dan data
yuridis yang tercantum dalam sertifikat mempunyai kekuatan hukum dan harus
diterima oleh hakim sebegai keterangan yang benar selama dan sepanjang tidak
ada alat bukti lain yang membuktikan sebaliknya. Dengan demikian
pengadilanlah yang berwenang untuk memutuskan alat bukti mana yang benar
dan apabila sertifikat tersebut tidak benar, maka diadakan perubahan dan
pemebetulan sebagaimana mestinya. 14
Pasal 32 ayat 1 tadi menunjukkan bahwa terdapat kelemahan atas sertifikat,
namun untuk memberikan perlindungan hukum bagi pemegang hak dan
menjadikannya sebagai alat bukti yang mutlak yaitu dibuatlah ketentuan Pasal 32
ayat 2 PP No 24 tahun 1997 yaitu, sertifikat sebagai surat tanda bukti yang
bersifat mutlak apabila memenuhi unsur-unsur sertifikat diterbitkan secara sah
14
Ibid, hlm 45
atas nama atau badan hukum, tanah diperoleh dengan itikad baik dan tanah
dikuasai secara nyata, dan dalam jangka waktu 5 tahun sejak diterbitkannya tidak
ada yang mengajukan kebeatan secara tertulis kepada pemegang sertifikat dan
Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota setempat ataupun tidak mengajukan
gugatan ke pengadilan mengenai penguasaan tanah atau penerbitan sertifikat.
g. Perjanjian Pengikatan Jual Beli
Dasar hukum dari suati Perjanjian pengikatan jual beli adalah Pasal 1320
KUHperdata yaitu syarat sahnya perjanjian. Karena untuk peraturan yang secara
spesifik mengatur mengenai perjanjian pengikatan jual beli ini tidak ada.
Perjanjian pengikatan jual beli timbul karena adanya suatu kebiasaan yang terjadi
didalam masyarakat pada saat terjadi transaksi jual beli sebidang tanah. Herlien
budiono secara spesifik memberikan batasan mengenai perjanjian pengikatan jual
beli (PPJB) sebagai berikut:
“perjanjian pengikatan jual beli adalahh perjanjian bantuan yang berfungsi sebagai
perjanjian pendahuluan dan bentuknya bebas. Pada umumnya suatu PPJB
mengandung janji-janji yang harus dipenuhi terlebih dahulu oleh salah satu pihak
atau para pihak sebelum dapat dilakukannya perjanjian pokok yang merupakan
tujuan akhir dari para pihak”.15
Perjanjian pengikatan jual beli ini timbul karena pembayaran yang
dilakukan oleh pembeli belum lunas karena pembayarannya dilakukan secara
bertahap. Dalam pembayaran secara bertahap maka diperlukannya suatu ikatan
yang mengikat keduanya agar tidak tidak cidera janji diantara keduanya.
Perjanjian pengikatan jual beli dituangkan didalam Akta yang dibuat oleh Notaris.
15
Herlien Budiono, Asas Keseimbangan Bagi Hukum Kontrak di Indonesia (Hukum
Kontrak Berdasar-kan atas Asas Hukum Indonesia), (Media Notariat: Januari-Maret 2002), hlm. 54-
55.
Pada pengikatan jual beli tesebut haruslah memuat jelas, subyek, obyek jual beli,
harga obyek, jangka waktu pembayaran dan sanksi apa yang didapatkan apabila
terjadi cidera janji sebelum adanya pelunansan. Pada pengikatan jual beli dalam
akta sebaiknya memberikan ketentuan sebagai berikut :
1. Apabila pembeli lalai melakukan pembayaran secara tepat waktu,
hal tersebut dibuktikan dari waktu tanggal yang telah disepakati
oleh keduanya maka perjanjian ini batal demi hukum, dan sebagai
akibatnya uang muka yang sudah dibayarkan pembeli menjadi
hilang.
2. Sertfikat asli dikembalikan kepada penjual
3. Pembeli menyatakan bahwa ia tidak akan memberikan tuntutan
hukum apapun atas batalnya perjanjian karena hal tersebut
dilakukan atas kesepakatan bersama.
Setelah pengikatan jual beli tersebut berakhir, maka harus segera dibuat
akta jual beli dihadapan PPAT yang berwenang. Karena apabila tidak segera
dibuat akta jual beli tersebut maka sertifikat yang merupak bukti yang sah tidak
dapat dibalik nama menjadi atas nama pembeli. Apabila tidak ada balik nama
tersebut secara yuridis kepemilikan atas tanah tersebut masih milik penjual
walaupun secara fisik memang dikuasai oleh pembeli.
A. Kajian Pustaka Tentang Hukum Jaminan
a. Pengertian Hukum Jaminan
Hukum jaminan diatur pada KUHPerdata, KUHD dan aturan
undang-undang lainnya yang mengatur secara khusus tentang
jaminan.Pasal 1131 KUHperata menjelaskan bahwa segela kebendaan si
berutang, baik yang bergerak maupun tidak bergerak, baik sudah ada
maupun yang baru aka nada dikemudian hari, menjadi tanggungan untuk
segara perikatan perseorangan. Artinya apabila seseorang yang memiliki
hutang, maka benda-benda yang ia miliki baik benda bergerak maupun
tidak bergerak menjadi suatu jaminan kepada pemberi hutang. Hukum
jaminan mengatur mengenai beberapa lembaga yang berwenang untuk
mengatur jaminan.Gadai merupakan salah satu lembaga jaminan yang
dapat digunakan untuk mengikat objek jaminan utang berupa benda
bergerak.Sedangkan untuk lembaga jaminan yang mengatur mengenai
jaminan berupa tanah disebut hak tanggungan.Hak tanggungan diatur
khusus dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996, dengan berlakunya
undang-undang ini maka hipotek yang diatur dalam KUHPerdata dan
credit verband yang sebelumnya untuk mengatur jaminan berupa tanah
sudah tidak berlaku.
b. Hak Tanggungan
Hak tanggungan diatur khusus dalam Undang-undang Nomor 4
tahun 1996, pengertian hak tanggungan adalah :
Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan
dengan tanah, yang selanjutnya disebut Hak Tanggungan, adalah
hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut
benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu,
untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang
diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor
lain;
Ciri-ciri dan fungsi hak tanggungan adalah :
1) Memberikan kedudukan yang diutamakan atau didahului kepada
pemeganganya. Artinya ada hak istimewa untuk Artinya ada hak
istimewa untuk pemegang hak tanggungan ini. Hak untuk
diutamakan itu berfungsi apabila nantinya ada sengketa atas tanah
tersebut, maka pemegang hak memiliki hak untuk didahulukan
untuk mengeksekusi tanah tersebut.
2) Selain adanya kedudukan yang diutamakan, ciri-ciri dari hak
tanggungan adalah objek jaminan hutang tersebut akan selalu
mengikuti tangan siapapu objek itu berapa. Artinya bila objek
jaminan hutang yang diikat oleh hak tanggungan beralih ke pihak
lain karena suatu sebab seperti pewarisan, penjualan, penghibahan
dan sebab lainnya, pembebanan hak tanggungan atas objek
jaminan utang tersebut tetap melekat,16
3) Mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya, apabil debitur
melakukan wanprestasi yaitu tidak melunasi utangnya sesuai
dengan yang diperjanjikan kepada kreditor, kreditor yang
bersangkutan berhak melakukan eksekusi atas objek jaminan yang
diikat dengan hak tanggungan.17
Ekseskusinya sendiri dapat
ditempuh dengan beberapa cara, yaitu 18
: cara pertama eksekusi
berdasarkan hak pemegang hak tanggungan peringkat pemegang
16
M Bahsan, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia(Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2007) Hlm 23 17
Ibid .,hlm 24 18
Ibid .,hlm 25
hak tanggungan ini. Hak untuk diutamakan itu berfungsi apabila
nantinya ada sengketa atas tanah tersebut, maka pemegang hak
memiliki hak untuk didahulukan untuk mengeksekusi tanah
tersebut. pertama untuk menjual objek hak tanggungan atas
kekuasaan sendiri melalu pelelangan umum dan kemudian
mengambil pembayaran piutangnya dari hasil penjualan. Yang
kedua berdasarkan titel eksekutorial yang terdapat dalam sertifikat
hak tanggungan sesuai dengan irah-irah yang mencantumkan kata-
kata “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”
mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hokum yang tetap dan
berlaku.
Objek Hak Tanggungan19
:
1) Hak atas tanah yang dapat dibebani hak tanggungan adalah hak
milik, hak guna usaha dan hak guna bangunan.
2) Hak pakai atas Negara
3) Hak tanggungan dapat juga dibebankan pada ha katas tana berikut
bangunan tanaman dan hasil karya yang telah ada atau aka nada
yang merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut, dan yang
merupakan milik pemegang hak atas tanah yang pembebanannya
dengan tegas dinyatakan dalam akta Pemberian Hak tanggungan
yang bersangkutan. (Pasal 4 Ayat 4)
19
Ibid., hlm 27
4) Objek hak tanggungan dapat dibebani lebih dari satu hak
tanggungan guna menjamin pelunasan lebih dari satu hutang.
B. Kajian Pustaka Tentang Akta Autentik
a. Pengertian Akta
Pengertian akta autentik diatur dalam Buku Keempat KUHPerdata
BAB II Tentang Pembuktian dengan tulisan khususnya dalam Pasal 1868.
Sebelum memasuki pengertian akta autentik,perlu diketahui
terlebih dahulu pengertian mengenai akta yang disebutkan oleh beberapa
ahli hukum, yaitu :
a) Sudikno Mertokusuno : Akta adalah surat yang diberi tanda
tangan yang memuat peristiwa-peristiwa yang menjadi
dasar suatu hak atau perikatan, yang dibuat sejak semula
dengan sengaja untuk pembuktian.
b) A Pitlo : Akta adalah surat yang ditandatangani, diperbuat
untuk dipakai sebagai bukti, dan untuk dipergunakan oleh
orang yang memiliki kepentingan atas surat tersebut.
Berdasarkan pengertian yang telah dituliskan oleh para ahli,akta
adalah suatu surat yang ditandatangani oleh para pihak guna nantinya
dapat digunakan sebagai bukti.
Akta berfungsi sebagai alat bukti dengan kategori alat bukti
tulisan. Akta termasuk sebagai salah satu bukti tulisan dibagi kembali
menjadi 2 bagian, yaitu :
a) Surat yang berbentuk alat bukti
b) Surat-surat lain yang bukan berbentuk akta.20
Persyaratan pembuat akta haruslah memenuhi beberapa syarat sebagai
berikut :
a) Surat itu harus ditandatangani;
b) Surat itu harus memuat peristiwa-peristiwa yang menjadi dasar
suatu hak atau perikatan;dan
c) Surat itu diperuntukan sebagai barang bukti.21
Akta terbagi menjadi 2 jenis yaitu akta dibawah tangan dan akta autentik.
Akta dibawah tangan berdasarkan Pasal 1874 KUHPerdata adalah akta yang
ditandatangani dibawah tangan,seperti surat-surat, register,register, surat-surat
urusan rumah tangga, dan lain-lain tulisan yang dibuat tanpa perantaraan seorang
pegawai umum. Artinya akta dibawah tangan adalah akta yang sengaja dibuat
oleh kedua belah pihak tanpa adanya perantaraan pejabat umum yang berwenang
maka dari itu kekuatan pembuktiannya hanya sebatas pihak-pihak yang membuat
saja. Sedangkan akta autentik adalah akta yang pembuatannya dari awal dimulai
dari tindakan menghadap sampai pada akhir atau penandatanganan akta itu
semuanya tunduk pada aturan-aturan hukum dalam hal ini tunduk pada aturan
Undang-undang Jabatan Notaris. Pasal 1868 berbunyi :
“Suatu akta autentik adalah suatu akta yang didalamnya bentuk yang
ditentukan oleh undang-undang dibuat oleh atau dihadapan pegawa-
pegawai umum yang berkuasa untuk itu ditempat dimana akta itu
dibuatnya”.
b. Syarat-syarat Pembuatan Akta Autentik
20
Sjaifurrachman, Aspek Pertanggungjawaban Notaris Dalam Pembuatan Akta (Bandung: Cv
MandarMaju, 2011). hlm 100 21
Ibid.,hlm 100
a) Akta harus dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang.
Artinya jika bentuknya tidak ditentukan oleh undang-undang maka salah
satu unsur akta autentik itu tidak terpenuhi dan jika tidak terpenuhi unsur
dari padanya maka tidak akan pernah ada yang disebut dengan akta
autentik.22
b) Akta itu harus dibuat oleh pejabat umum yang berwenang seperti Notaris,
seorang hakim, panitera, juru sita dalam suatu pengadilan, seorang
pegawai catatan sipil.
c) Bahwa akta itu dibuat oleh atau dihadapan pejabat umum yang berwenang
untuk membuatnya ditemoat dimana akta itu dibuat.
C. Kajian Pustaka Tentang Tugas Dan Wewenang Notaris
a. Pengertian Notaris
Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-
undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris mengatur mengenai
pengertian, tugas dan wewenang dari seorang notaris. Notaris adalah pejabat
umum yang berwenang untuk membuat akta autentik kewenangan lainnya
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini atau berdasarkan undang-
undang lainnya, hal tersebut diatur dalam Pasal 1 Ayat 1 UUJN. Selain Notaris
adapula istilah pejabat sementara notaris yaitu seorang yang untuk untuk
sementara menjabat sebagai Notaris untuk menjalankan jabatan dari Notaris yang
22
Ibid., hlm 107
meninggal dunia (Pasal 1 Ayat 2 UUJN). Notaris pengganti adalah seorang yang
untuk sementara diangkat sebagai Notaris untuk menggantikan Notaris yang
sedang cuti, sakit, atau untuk sementara berhalangan menjalankan jabatannya
sebagai Notaris (Pasal 1 ayat 3 UUJN). Produk yang dibuat oleh notaris adalah
akta notaris, akta notaris dalam Pasal 1 ayat 7 adalah akta autentik yang dibuat
oleh atau di hadapan Notaris menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam
Undang-Undang ini.
Syarat-syarat untuk dapat menjadi notaris diatur dalam Pasal 3 UUJN adalah :
a. warga negara Indonesia;
b. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
c. berumur paling sedikit 27 (dua puluh tujuh) tahun;
d. sehat jasmani dan rohani yang dinyatakan dengan surat keterangan sehat
dari dokter dan psikiater;
e. berijazah sarjana hukum dan lulusan jenjang strata dua kenotariatan;
f. telah menjalani magang atau nyata-nyata telah bekerja sebagai karyawan
Notaris dalam waktu paling singkat 24 (dua puluh empat) bulan berturut-turut
pada kantor Notaris atas prakarsa sendiri atau atas rekomendasi Organisasi
Notaris setelah lulus strata dua kenotariatan;
g. tidak berstatus sebagai pegawai negeri, pejabat negara, advokat, atau tidak
sedang memangku jabatan lain yang oleh undang-undang dilarang untuk
dirangkap dengan jabatan Notaris; dan
h. tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang
telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana
yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.
b. Tugas Notaris
Tugas notaris diatur dalam Pasal 16 UUJN, yang dimana notaris
wajib untuk melakukan :
a) bertindak amanah, jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak, dan
menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum;
b) membuat Akta dalam bentuk Minuta Akta dan menyimpannya
sebagai bagian dari Protokol Notaris;
c) melekatkan surat dan dokumen serta sidik jari penghadap pada
Minuta Akta;
d) mengeluarkan Grosse Akta, Salinan Akta, atau Kutipan Akta
berdasarkan Minuta Akta;
e) memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam Undang-
Undang ini, kecuali ada alasan untuk menolaknya;
f) merahasiakan segala sesuatu mengenai Akta yang dibuatnya dan
segala keterangan yang diperoleh guna pembuatan Akta sesuai
dengan sumpah/janji jabatan, kecuali undang-undang menentukan
lain;
g) menjilid Akta yang dibuatnya dalam 1 (satu) bulan menjadi buku
yang memuat tidak lebih dari 50 (lima puluh) Akta, dan jika
jumlah Akta tidak dapat dimuat dalam satu buku, Akta tersebut
dapat dijilid menjadi lebih dari satu buku, dan mencatat jumlah
Minuta Akta, bulan, dan tahun pembuatannya pada sampul setiap
buku;
h) membuat daftar dari Akta protes terhadap tidak dibayar atau tidak
diterimanya surat berharga;
i) membuat daftar Akta yang berkenaan dengan wasiat menurut
urutan waktu pembuatan Akta setiap bulan;
j) mengirimkan daftar Akta sebagaimana dimaksud dalam huruf i
atau daftar nihil yang berkenaan dengan wasiat ke pusat daftar
wasiat pada kementerian yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang hukum dalam waktu 5 (lima) hari pada
minggu pertama setiap bulan berikutnya;
k) mencatat dalam repertorium tanggal pengiriman daftar wasiat pada
setiap akhir bulan;
l) Mempunyai cap atau stempel yang memuat lambang negara
Republik Indonesia dan pada ruang yang melingkarinya dituliskan
nama jabatan, dan tempakedudukan yang bersangkutan;
m) membacakan Akta di hadapan penghadap dengan dihadiri oleh
paling sedikit 2 (dua) orang saksi, atau 4 (empat) orang saksi
khusus untuk pembuatan Akta wasiat di bawah tangan, dan
ditandatangai pada saat itu juga oleh penghadap, saksi, dan
Notaris; dan
n) menerima magang calon Notaris.
Selain dari penjelasan diatas, notaris juga memiliki kewajiban lainnya yaitu
notaris wajib mempunyai hanya satu kantor saja, notaris juga wajib memberikan
jasa hukum di bidang kenotariatan apabila ada seseorang yang membutuhkan
bantuan namun tidak memiliki dana. Notaris dalam pembuatan akta notaris harus
sesuai dengan format yang telah ditentukan oleh undang-undang.
c. Kewenangan Notaris
Tugas utama notaris diatur dalam Pasal 15 UUJN yaitu :
“Notaris berwenang membuat Akta autentik mengenai semua perbuatan,
perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan
dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam
Akta autentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan Akta, menyimpan Akta,
memberikan grosse, salinan dan kutipan Akta, semuanya itu sepanjang pembuatan
Akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang
lain yang ditetapkan oleh undang-undang.”
Tugas notaris yang utama adalah membuat suatu akta autentik yang
dimana akta autentik tersebut harus dibuat sesuai dengan peraturan perundang-
undangan dan harus dibuat oleh notaris yang masih menjabat.
d. Masa Jabatan Notaris
Notaris berhenti atau diberhentkan dari jabatanya berdasarkan Undang-
undang Jabatan Notaris dijelaskan pada Pasal 8 yaitu :
1. Meninggal dunia
2. Telat berumur 65 (enam puluh lima) tahun
3. Permintaan sendiri
4. Tidak mampu secara rohani dan/atau jasmani untuk melaksanakan
tugas jabatan notaris terus menerus lebih dari 3 tahun
5. Merangkap jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf g
Pasal 8 ayat 2 menjelaskan pula bahwa notaris dapat melakukan
pengajuan perpanjangan atas jabatannya selama 2 tahun yaitu hingga umur
67 dengan mengajukan permohan, hal tersebut dengan ketentuan
permohanan tersebut disetujui Kementrian Hukum dan HAM.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Posisi Kasus
Pada tanggal 18 Juli 2013 Pengunggat atas nama Jubaidah alias Ny Cing Tien
mengajukan gugatan di Kepaniteraan Pengadilan Tata Usaha Negara yang dimana
dalam gugatannya penggugat merasa dirugikan dengan adanya peralihan hak milik atas
tanah dengan sertifikat atas nama Yongki Wirawan tanpa adanya pesetujuan dan
sepengetahuan para ahli waris. Peralihan tersebut menimbulkan kerugian bagi ahli waris
yaitu saudara-saudara dari Bapak Yongki Wirawan. Semasa hidupnya Yongki Wirawan
tidak pernah melangsungkan sebuah perkawinan dan tidak pernah mengangkat anak,
dengan demikian harta warisan jatuh kepada saudara-saudaranya. Penggugat dalam hal
ini menuntut untuk dibatalkannya penerbitan sertifikat oleh pihak BPN dan
membatalkan peralihan hak milik atas tanah tersebut, dan mengembalikan hak milik
tersebut menjadi atas nama Yongki Wirawan. Tuntutan dari pihak ahli waris dikabulkan
oleh Pengadilan Tata usaha Negara Surabaya dengan mempertimbangkan beberapa hal.
Pertama yang dijadikan pertimbangan adalah pembuatan perjanjian pengikatan jual beli
yang merupakan dasar pembuatan akta jual beli dibuat tidak dihadapan Notaris yang
masih menjabat dan pada saat tanda tangan perjanjian pengikatan jual beli tersebut tidak
dibuat dihadapan Notarisnya. Perjanjian pengikatan jual beli tersebut dibuat oleh
Notaris Slamet Soepratikno.
Pensiunnya Notaris tersebut dibuktikan dengan adanya surat dari Dirjen AHU
Kemenkumhan RI No AHU.2.Ah.02.03.02 tanggal 7 oktober bahwa Notaris telah
pensiun dan perpanjangan masa jabatannya tidak disetujui oleh Kementrian Hukum dan
HAM. Perjanjian pengikatan jual beli yang dibuat oleh Notaris yang pensiun berdampak
pula pada produk setelahnya, dalam hal ini adalah akta jual beli yang dijadikan dasar
peralihan hak. Berdasarkan Pasal 103 Ayat 2 Permen Agraria No 03 Tahun 1997
menyebutkan bahwa akta tentang perbuatan hukum pemindahan hak yang bersangkutan
yang dibuat oleh PPAT yang pada waktu pembuatan akta masih menjabat dan didaerah
kerjanya meliputi letak tanah yang bersangkutan. Putusan Pengadilan Tata Usaha
Negara memutuskan bahwa menyatakan batal Keputusan Tata Usaha Negara yang
diterbitkan oleh pihak Tergugat dalam hal ini adalah Tergugat BPN yaitu sertifikat hak
milik atas nama Sugeng Sugiarto dan mewajibkan tergugat untuk mencabut sertifikat
hak milik. Berdasarkan putusan tersebut maka peralihan hak tersebut dibatalkan dan
keberadaan obyek sengketa tersebut kembali kepada keadaan semula.
B. Pertimbangan Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Atas pembatalan Sertifikat
Hak Milik Pada Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara 126/6/2013PTUN
Surabaya.
Hakim memiliki kekuasan mutlak untuk mengambil suatu keputusan terhadapat
suatu perkara yang sedang terjadi. Dalam mengambil suatu keputusan hakim
mempertimbangkan mengenai beberapa hal yaitu :
1. Keputusan mengenai peristiwanya, apakah terdakwa telah melakukan
perbuatan yang dituduhkan kepadanya.
2. Keputusan mengenai hukumnya, apakah perbuatan yang dilakukan terdakwa
ini merupakan suatu tindak pidana dan apakah terdakwa bersalah dan dapat
dipidana
3. Keputusan mengenai pidananya, apabila terdakwa memang dapat dipidana.
Peradilan dilakukan “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”
asas tersebut selalu dituliskan disetiap putusan pengadilan manapun. Peradilan negara
haruslah berdasarkan dengan keadilan yang berdasarkan Pancasila, artinya hakim dalam
memutuskan suatu putusan harus memberikan suatu keadilan dan kepastian hukum bagi
masyarakat. Terdapat beberapa kewajiban yang harus dilakukan oleh seorang hakim
dalan menjalankan tugas dan fungsinya, pada Pasal 3 Ayat 1 menyebutkan bahwa
hakim dalam menjalankan fungsi dan tugasnya wajib menjaga kemandirian peradilan,
dilanjutkan pada ayat 2 nya segala campur tangan pihak diluar urusan peradilan
dilarang, kecual sudah diatur dalam peraturan Perundang-undangan.
Pasal 5 Ayat 1 menyebutkan pula hakim dan hakim konstitusi wajib menggali,
mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam
masyarakat, ayat 2 hakim dan hakim konstutusi wajib memiliki intergritas dan
kepribadian yang tidak tercela, jujur, adil, profesional dan berpengalaman dibidang
hukum.
Selain tugas dan kewajiban hakim, dalam Undang-undang kekuasaan kehakiman
menyebutkan bahwa pengadilan dilarang untuk menolak untuk memeriksa, mengadili
dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau
kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya. Namun ketentuan
tersebut tidak menutup kemungkinan dengan adanya dalam perkara perdata yaitu suatu
perdamaian.
Peradilan di Indonesia terbagi atas beberapa jenis dengan tingkat yang berbeda,
yaitu : Peradilan Umum, peradilan agama, peradilan tata usaha negara dan peradilan
militer. Pengadilan tata usaha negara dan pengadilan tinggi tata usaha negara berada
dilingkup Peradilan Tata Usaha Negara. Pengaturan mengenai pengadilan tata usaha
negara diatur dalam Peraturan perundang-undangan Nomor 51 Tentang Peradilan Tata
Usaha Negara.
Tata usaha Negara berdasarkan ketentutan Pasal 1 Ayat 7 UU No 51 Tahun 2009
adalah administrasi negara yang melaksanakan fungsi untuk menyelenggarakan urusan
pemerintahan baik dipusat maupun didaerah. Selain itu dalam Pasal 1 Ayat 10
menyebutkan sengketa tata usaha negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang tata
usaha negara antara orang atau badan hukum perdata dengan badan atau pejabat tata
usaha negara, baik dipusat maupun didaerah sebagai akibat dari dikeluarkannya
keputusan tata usaha negara, termasuk sengketa kepegaaian berdasarkan peraturan
perundang-undangan.
Pada pengadilan tata usaha negara mengenal istilah gugatan dan tergugat.
Gugatan disini adalah permohonan yang berisi tuntutan penggugat terhadap badan atau
pejabat negara tata usaha negara sedangkan tergugat adalah badan atau pejabat negara
yang mengeluarkan keputusan berdasarkan wewenang yang ada padanya atau yang
dilimpahkan kepadanya yang digugat oleh orang atau badan hukum perdata. Obyek dari
segketa yang dapat diajukan sebagai gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara adalah
suatu kebijakan atau produk yang dikeluarkan oleh Pejabat Negara baik perorangan
maupun badan hukum.
Keputusan dari Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis yang
dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha negara yang berisi tentang tindakan
hukum tata usaha negara berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku,
yang bersifat konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi
seseorang atau badan hukum perdata.
Badan Pertanahan Nasional merupakan lembaga pemerintah yang bertugas untuk
mengatur tentang pertanahan di Indonesia. Berdasarkan Peraturan Presiden Republik
Indonesia Nomor 17 Tahun 2015 tentang Kementerian Agraria dan Tata Ruang,
Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR) mempunyai tugas menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang agraria/pertanahan dan tata ruang untuk membantu
Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara. Dalam melaksanakan
tugasnya, Kementerian ATR menyelenggarakan fungsi:
1. perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang tata ruang,
infrastruktur keagrariaan/pertanahan, hubungan hukum
keagrariaan/pertanahan, penataan agraria/pertanahan, pengadaan tanah,
pengendalian pemanfaatan ruang dan penguasaan tanah, serta penanganan
masalah agraria/pertanahan, pemanfaatan ruang, dan tanah;
2. koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan dan pemberian dukungan
administrasi kepada seluruh unsur organisasi di lingkungan Kementerian
Agraria dan Tata Ruang;
3. pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab
Kementerian Agraria dan Tata Ruang;
4. pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian Agraria dan
Tata Ruang;
5. pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan
Kementerian Agraria dan Tata Ruang di daerah; dan
6. pelaksanaan dukungan yang bersifat substantif kepada seluruh unsur
organisasi di lingkungan Kementerian Agraria dan Tata Ruang.
Badan pertanahan nasional merupakan subyek dalam peradilan tata usaha negara,
yang artinya produk yang dikeluarkan oleh badan pertanahan nasional ini apabila terjadi
sengketa penyelesainnya dapat dilakukan melalui pengadilan tata usaha negara. Seperti
halnya yang terjadi dapat pada kasus atas penelitian ini, pada kasus ini hakim pengadilan
tata usaha negara membatalkan sertifikat yang dikeluarkan oleh badan pertanahan
nasional dikarenakan pada saat peralihannya akta jual beli yang sebagai dasar peralihan
terdapat cacat yuridis, istilah cacat yuridis ini digunakan oleh pengadilan tata usaha
negara karena adanya suatu proses administrasi yang tidak sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Obyek sengketa dari perkara ini adalah :
1) Sertifikat Hak Milik No 376/Kelurahan Bangilan, Kecamatan Purworejo, Kota Pasuruan,
Surat ukur No 03/Bangilan/2004 tanggal 17/06/2004 luas 209 m2 atas nama Y Irawan
terletak dijalan WR Supratman No 30 Pasuruan dengan batas-batas sebagai beriku :
a) Sebelah utara : Kantor Telkom
b) Sebelah timur : Rumah sdr Welem (keadaan kosong)
c) Sebelah barat : Toko Swalayan Citra
d) Sebelah Selatan : Jalan Raya Wr Supratman
Sertifikat tersebut telah berubah menjadi sertfikat Hak milik No 09/ Keluarahan
Bangilan, Kecamatan Punggungrejo, Kota Pasuruan Surat Ukur Nomor
9/Bangilan/2013 luas 209m2 atas nama Sugeng Sugiarto.
2) Sertipikat Hak Milik No. 1492/Kelurahan Kebonsari, Kecamatan Purworejo (sekarang
menjadi Kecamatan Punggungrejo), Kotamadya Pasuruan, Surat Uku No. 103/1990
tanggal 15-10-1990 luas 71 m2 atas nama YI WIRAWAN ditulis juga Y. WIRAWAN
terletak di Ruko Alun-Alun Selatan No. 5 Kota Pasuruan dengan batas-batas sebagai
berikut :
a) Sebelah Utara : Halaman Ruko ;
b) Sebelah Timur : Toko Duta Elektronik ;
c) Sebelah Barat : Kosong ;
d) Sebelah Selatan : Plasa kosong ;
Yang berdasarkan informasi telah berubah menjadi Sertipikat Hak Milik 45/
Kelurahan Kebonsari, Kecamatan Punggungrejo, Kota Pasuruan Surat Ukur No. 46/2013
luas 71 m2 Perubahan tanggal 23-4-2013 atas nama SUGENG SUGIARTO Perubahan
tanggal 23-4-2013 ;
3) Sertipikat Hak Milik No. 1675/Kelurahan Kebonsari, Kecamatan Purworejo, Kotamadya
Pasuruan, Surat Ukur No. 15/1994 tanggal 1-2-1994 luas 360 m2 atas nama YONGKY
WIRAWAN terletak di Jalan Wiroguno No. 20 Kota Pasuruan dengan batas-batas
sebagai berikut :
a) Sebelah Utara : Rumah Para Penduduk ;
b) Sebelah Timur : Jl. Wiroguno Gg.1 c
c) Sebelah Barat : Rumah Potong Ayam
d) Sebelah Selatan : Masjid Langgar ;
Yang berdasarkan informasi telah berubah menjadi Sertipikat Hak Milik No. 22/
Kelurahan Kebonsari, Kecamatan Punggungrejo, Kota Pasuruan, Surat Ukur No. 15/2013 luas
360 m2 Perubahan tanggal 25-1-2013 atas nama SUGENG SUGIARTO ;
4) Sertipikat Hak Milik No. 1494/Kelurahan Kebonsari, Kecamatan Purworejo Kotamadya,
Pasuruan, Surat Ukur No. 105/1990 tanggal 15-10-1990 luas 72 m2 atas nama YONGKY
WIRAWAN terletak di Ruko Alun-Alun Selatan No. 3 Kota Pasuruan dengan batas-batas
sebagai berikut :
a) Sebelah Utara : Halaman Ruko ;
b) Sebelah Timur : Shorum Sepeda Motor ;
c) Sebelah Barat : Toko Duta Elektronik ;
d) Sebelah Selatan : Kosong ;
Yang berdasarkan informasi telah berubah menjadi Sertipikat Hak Milik No. 13/
Kelurahan Kebonsari, Kecamatan Punggungrejo, Kota Pasuruan, Surat Ukur No. 04/2013 luas
72 m2 Perubahan tanggal 21-2-2013 atas nama SO GO BEN CHENG
Akta menurut A. Pitlo adalah surat yang ditandatangani, diperbuat untuk dipakai sebagai
bukti dan untuk dipergunakan oleh orang, untuk keperluan siapa surat itu dibuat.1 Sedangkan
menurut Sudikno Mertokusumo akta adalah surat yang diberi tanda tangan yang memuat
sebuah peristiwa yang akan menjadi dasar suatu hak atau perikatan dengan sengaja dan
digunakan sebagai suatu alat bukti. Akta terdiri dari 2 jenis yaitu akta autentik dan akta
dibawah tangan. Akta autentik merupakan akta yang dibuat oleh pejabat berwenang yaitu
notaris dan selanjutnya akan disebut akta notaris.
Akta Notaris adalah akta autentik yang dibuat oleh atau dihadapan Notaris menurut
bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam undang-undang ini. Artinya suatu akta disebut
akta autentik apabila pertama akta tersebut dibuat oleh pejabat yang berwenang dalam hal ini
salah satunya adalah notaris dan bentuk pada akta tersebut harus sesuai dengan ketentuan
undang-undang ini. Fungsi akta autentik adalah pertama sebagai syarat untuk menyatakan
1 A. Pilo, Pembuktian dan Daluwarsa, Alih Bahasa M. Isa Arief,(Jakarta: Intermasa, 1986) Hal 52
adanya suatu perbuatan hukum, contohnya akta jual beli dalam akta jual beli terdapat
perbuatan antara penjual dan pembeli yang dimana didalamnya terjadi peralihan hak atas
benda tersebut. Fungsi kedua adalah sebagai alat pembuktian. Isi pada akta tersebut
merupakan suatu pembuktian yang sah dan agar akta tersebut menjadi suatu alat bukti yang
sah akta tersebut harus memenuhi beberapa syarat yaitu : akta tersebut harus ditanda tangani,
akta itu harus memuat peristiwa-peristiwa yang menjadi dasar suatu hak atau perikatan dan
surat itu diperuntukan sebagai alat bukti. Dan fungsi ketiga adalah sebagai satu-satunya alat
bukti yang sah.
Terdapat beberapa pendapat dari beberapa ahli mengenai pengertian akta autentik.
Salah satunya adalah pendapat dari Victor M Situmorang bahwa suatu surat dapat disebut akta
apabila ditandatangai oleh pembuatannya dan apabila tidak ditandatangani maka surat itu
bukan akta. Hal tersebut dibenarkan pula oleh seorang ahli bernama Hamzah bahwa
pembubuhan tanda tangan terhadap suatu akta meruapaka suatu syarat yang mutlak dan
kewajiban. Akta harus memuat suatu peristiwa-peristiwa hukum yang akan menjadi dasar
suatu perikatan.
Akta dibawah tangan adalah salah satu jenis akta yang dapat dijadikan sebagai alat
bukti tulisan. Berdasarkan pasal 1867 KUH Perdata bahwa pembuktian dengan tulisan dapat
berupa tulisan-tulisan otentik maupun tulisan dibawah tangan. Akta dibawah tangan adalah
akta yang dibuat oleh para pihak sendiri dan tidak dibuat dan ditanda tangani oleh pejabat
umum yang berwenang. Oleh karena itu pembuktiannya hanya sebatas pihak-pihak yang
membuat saja. Akta dibawah tangan dapat dijadikan sebagai alat bukti yang sah apabila kedua
belah pihak mengakui isi akta dan tanda tangan yang ada pada akta tersebut. 2 Dengan
2 Sjaifurrachman, Aspek Pertanggungjawaban Notaris Dalam Pembuatan Akta (Bandung: Cv
MandarMaju, 2011).Hlm 102
demikian apabila dalam suatu sengketa salah satu pihak tidak mengakui isi akta dan tanda
tangan tersebut maka pihak yang bersengkata harus mencari alat bukti lain dan akta dibawah
tangan tersebut hanyalah sebagai permulaan pembuktian tulisan.
Dalam hal akta dibawah tangan dengan kewenangan jabatan notaris, notaris dapat
melakukan pendaftaran Waarmerking dan mensahkan legalisasi. Pada pasal 15 ayat 2 UUJN
mengatur mengenai pengesahan akta dibawah tangan oleh notaris, yaitu notaris berwenang
untuk mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan
dengan mendaftar dalam buku khusus dan notaris berwenang untuk membubuhkan surat-surat
dibawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus.
Bentuk suatu akta notaris telah diatur Pasal 38 UUJN, suatu akta dapat dikata sebagai
akta notaris yaitu harus terdiri dari :
1. Awal akta atau Kepala akta, yang memuat :
a. Judul akta,
b. Nomor akta,
c. Jam, hari bulan dan tahun akta dan
d. Nama lengkap dan tempat kedudukan notaris.
2. Badan akta, yang memuat :
a. Nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, kewarganegaraan, pekerjaan,
jabatan, kedudukan, tempat tinggal para penghadap dan/atau orang
yang mereka wakili
b. Keterangan mengenai kedudukan bertindak penghadap;
c. Isi akta yang merupakan kehendak dan keinginan dari para pihak yang
berkepentingan
d. Nama lengkap, tempat dan tanggal lahir serta pekerjaan, jabatan,
kedudukan dan tempat tinggal dari tiap-tiap saksi pengenal.
3. Akhir akta atau penutup akta, yang memuat :
a. Uraian tentang pembacaan akta sebagaimana dimaksud dalam pasal 16
ayat 1 hurud I atau pasal 16 ayat 7
b. Uraian tentang penandatanganan dan tempat penandatanganan atau
penerjemahan apabila ada;
c. Nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, jabatan,
kedudukan dan tempat tinggal dari tiap-tiap saksi akta;dan
d. Uraian tentang tidak adanya perubahan yang terjadi dalam pembuatan
akta atau uraian tentang adanya perubahan yang dapat berupa
penambahan, pencoretan atau penggantian.
Akta dapat dikatakan sebagai akta autentik harus berdasarkan ketentuan tersebut,
karena apabila bentuknya tidak sesuai dengan ketentuan tersebut maka akta tersebut
mengakibatkan akta tersebut hanya mempunyai kekuatan pembuktian dibawah tangan.
Selain pelanggaran dalam pasal 38 UUJN, apabila notaris juga melanggar
ketentuan pasal 16 ayat 1 huruf m, yaitu notaris wajib membacakan akta dihadapan
penghadap dengan dihadiri oleh paling sedikit 2 orang saksi atau 4 orang saksi khusus
untuk pembuatan akta wasiat di bawah tangan dan ditandatangani pada itu juga oleh
penghadap, saksi dan notaris. Karena sama halnya seperti bentuk tadi, apabila notaris
melanggar ketentuan pasal 16 ayat 1 huruf m maka kekuatan pembuktian atas akta
tersebut hanya akta dibawah tangan.
Pada kasus dalam penelitian ini terdapat beberapa pelanggaran yang dilakukan
oleh seorang notaris. Peralihan hak sebidang tanah pada dasarnya harus berdasarkan
suatu akta autentik yang dibuat oleh pejabat umum yang berwenang. Karena dalam
pasal 37 PP Nomor 24 Tahun 1997 menyebutkan peralihan hak atas tanah yang melalui
suatu perbuatan hukum jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan
dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak melalui lelang,
hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh Pejabat yang
berwenang yaitu PPAT. Artinya apabila peralihan hak tersebut tidak dapat dibuktikan
secara tertulis didalam sebuah akta autentik maka peralihan tersebut tidak dapat
dilaksanakan dan hak tersebut tidak dapat dituangkan dalam sebuah sertifikat.
Perjanjian pengikatan jual beli adalah perjanjian permulaan antara penjual dan
pembeli dalam transaksi jual beli. Hal tersebut dilakukan karena adanya suatu hal yang
tidak terpenuhi untuk pembuatan akta jual beli. Salah satunya karena ada pembayaran
yang belum dapat dilunasi oleh pihak pembeli. Isi dari perjanjian pengikatan jual beli
adalah obyek dari jual beli, jangka waktu pembayaran dan harga dari sebidang tanah.
Klausul dalam perjanjian pengikatan jual beli terdapat klausul bahwa :
”Mulai hari ini obyek jual beli yang diuraikan dalam akta ini sepenuhnya
menjadi milik pihak kedua dengan demikian mulai hari ini segala
keuntungan dan hasil yang diperoleh adalah menjadi haknya pihak kedua
dan segala kerugian serta resiko yang diderita dan beban-beban isinya
tentang hal ini ditanggung oleh pihak kedua”
Pada klausul tersebut diterangkan bawah pada saat ditanda tanganinya akta
ini maka sebidang tanah ini sepenuhnya menjadi milik pembeli. Selain itu pada kasus
ini pihak penjual telah memberikan kuasa kepada pembeli untuk melakukan segala
hal urusan dan tindakan hukum baik yang menyangkut kepengurusan maupun
kepemilikan dan tidak ada yang dikecualikan agar obyek jual beli menurut akta ini
dapat dibalik nama menjadi hak dan milik atas nama pembeli. Selaian memberikan
kuasa untuk bertindak dalam hal balik nama dalam perjanjian pengikatan jual beli ini
juga memberikan kuasa jual kepada pihak pembeli apabila pembeli ingin menjual
obyek jual beli. Berdasarkan kuasa tersebut pembeli walaupun secara yuridis belum
memiliki hak atas sebidang tanah tersebut namun secara nyata yang bersangkutan
telah menguasai sebidang tanah tersebut.
Dampak dari adanya perjanjian pengikatan jual beli ini adalah penjual
dalam hal ini memiliki hak untuk melakukan balik nama atas sertifikat hak milik
tersebut. Apabila sertifikat tersebut telah berubah menjadi atas nama pembeli
maka hak kepemilikin menjadi milik pembeli. Perjanjian pengikatan jual beli
dalam praktik menjadi suatu dasar seorang notaris untuk membuat membuat suatu
akta jual beli karena untuk proses peralihan hak membutuhkan akta jual beli yang
dibuat oleh seorang PPAT.
Berdasarkan pembuktian yang diserahkan oleh pihak penggugat(ahli waris
dari pembeli) bahwa akta perjanjian pengikatan jual beli tersebut dibuat oleh
notaris yang sudah pensiun. Hal tersebut dibuktikan dengan Akta pernyataan
Nomor 01 Tanggal 06 Desember 2013 yang dibuat dihadapan Notaris Eka Nova
Linda SH, Notaris di Sidoarjo pada pokoknya menyatakan bahwa Notaris Slamet
Supratikno SH mengaku :
1. Telah membuat akta perjanjian pengikatan jual beli Nomor 33,35,37,
39 dan akta kuasa Nomor 34,36,38,40 kesemuanya tanggal 31 mei
2011.
2. Akta-akta tersebut dibuat atas permintaan Sugeng Sugiarto selaku
pembeli pada sekitar bulan Januari 2013, namun akta-akta tersebut
dibuat dengan tanggal mundur seolah-olah Slamet Supraktikno masih
menjalankan jabatan selaku Notaris/PPAT padahal yang bersangkutan
telah pensiun.
3. Bahwa tanda tangan penjual yaitu Yongki Wirawan dalam akta-akta
tersebut tidak dibuat dihadapan Slamet Supratikno karena Sugeng
Sugiarto menerangkan bahwa Yongki Wirawan tidak dapat hadir
menghadap karena sakit, dan Slamet Supratikno memberi ijin agar
minuta akta tersebut dibawa oleh Sugeng Sugiarto karena Sugeng
Sugiarto menunjukkan KTP asli Yongki Wirawan dan sertifikat asli,
setelah itu 3 hari kemudian minuta akta-akta tersebut dikembalikan
kepada Slamet Supratikno.
Bahwa dalam putusan pengadilan tata usaha menimbang bahwa Notaris
Slamet Supratikno berpendapat bahwa akta perjanjian tersebut yang tertulis dalam
akta pada tanggal 31 Mei 2011 adalah sebenarnya dibuat pada bulan Januari 2013
atau setidak-tidaknya dibuat pada tahun 2013, dimana Notaris/PPAT yang
membuat akta tersebut berdasarkan Surat dari Dirjen AHU Kemenkumham RI No
AHU.2.Ah.02.03-02 tanggal 7 Oktober) telah pensiun pada tanggal 10 Juni 2011
sedangkan permohonan perpanjangan masa jabatan Notaris/ PPATnya ditolak
oleh Kementrian Hukum dan HAM.
Atas hal tersebut hakim menimbang bahwa Akta perjanjian pengikatan
jual beli Nomor 34,36,38 dan 40 kesemuanya tanggal 31 Mei 2011 cacat yuridis
dan akta-akta sesudahnya adalah cacat yuriris pula. Cacat yuridis merupakan
istilah yang digunakan oleh Pengadilan Tata Usaha yang artinya adanya prosedur
adminitrasi yang tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang
berlaku. Prosedur peralihan ini dikatakan cacat yuridis karena melanggar
ketentuan Pasal 37 ayat 1 Peraturan Pemerintah No 24 Tahun 1997 dan Pasal 103
ayat 2 huruf c Peraturan Menteri Agraria Nomor 3 Tahun 1997. Pasal 37 Ayat 1
Peraturan Pemerintah No 24 Tahun 1997.
Beberapa pertimbangan tersebutlah yang menjadi dasar hakim
membatalkan sertifikat yang dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional dan
berdasarkan putusan ini pihak badan pertanahan harus segera mencabut sertifikat
ini. Efek dari membatalan ini adalah hak atas sebidang tanah ini menjadi milik
pembeli.
Tabel 1.2
Rumusan Masalah
Apakah yang menjadi pertimbangan hakim Pengadilan Tata Usaha Negara atas
pembatalan sertifikat hak milik atas sebidang tanah pada Putusan Nomor 126/6/2013
PTUN Surabaya ?
No. Landasan Teori Hasil Penelitian Analisis
1. Teori Ratio Desidendi Akta perjanjian
pengikatan jual beli
No 33,35,37,39 dan
Akta kuasa No
34,36,38 dan 40
kesemuanya
tertanggal 31 Mei
2011 adalah cacat
yuridis dan akta-
Berdasakan teori
Ratio Desidendi
hakim berhak
memutuskan
perkara
berdasarkan segala
aspek yang terkait
dengan perkara ini.
Aspek yang terkait
akta jual yang
dibuat sesudahnya
adalah cacat yuridis
pula, karena dasar
peralihannya
bertentangan
dengan ketentuan
Pasal 37 Ayat 1 PP
No 24 Tahun 1997
dan Pasal 103 ayat
2 huruf c Permen
Agraria No 3
Tahun 1997
Tentang
Pelaksanaan PP No
24 Tahun 1997
adalah adanya
pembuatan akta
oleh Notaris yang
tidak lagi menjabat
dan dijadikan dasar
sebagai peralihan
hak. Akta tersebut
terbukti cacat
yuridis karena
dibuat oleh Notaris
yang telah pensiun
dan akta
selanjutnya
menjadi cacat
yuriris pula.
2. Teori Tujuan Hukum Tujuan hukum
adalah untuk
menjamin keadilan
dan kepastian
hukum dalam
hubungan
masyarakat satu
dengan lainnya.
Sertifikat
merupakan salah
satu bentuk bukti
adanya kepastian
hukum untuk
pemegang hak,
namun sertifikat
tersebut dapat
dibatalkan oleh
Pengadilan apabila
ada bukti lain yang
membuktikan
sebaliknya.
3. Teori Akta Autentik Pembuatan akta
pada kasus ini
dibuat oleh seorang
Notaris yang tidak
lagi menjabat
sebagai seorang
Notaris. Selain itu
pembacaan dan
penandatanganan
akta tidak
dilakukan
dihadapan Notaris.
Akta autentik
adalah akta yang
dibuat oleh seorang
pejabat berwenang
dan dibuat dengan
bentuk yang telah
ditentukan oleh
UUJN. Pada kasus
ini akta pengikatan
jual beli dibuat oleh
seorang Notaris
yang telah pensiun,
dan akta tersebut
dibuat dengan
tanggal yang tidak
sesuai dengan
kenyataanya. Hal
tersebut menjadi
pertimbangan
hakim untuk
membatalkan
sertifikat
dikarenakan
peralihannya
berdasarkan suatu
akta jual beli yang
cacat yuridis
karena didasari
oleh Perjanjian
pengikatan jual beli
yang cacat yuridis.
4. Pasal 8 Undang-udang
Nomor 2 Tahun 2014 tentang
perubahan Undang-undang
Nomor 30 tentang Jabatan
Notaris
Notaris berhenti
atau diberhentikan
karena ada
beberapa
sebab,salah satunya
adalah telah
berumur 65 tahun
dan dapat
diperpanjang
hingga umur 67
tahun dengan
mempertimbangkan
kesehatan yang
bersangkutan
Notaris pensiun
pada umur 65
tahun, dengan
demikian notaris
tidak boleh lagi
menjalankan
tugasnya sebagai
notaris. Apabila
tetap menjalankan
maka akta tersebut
cacat yuridis.
5. Pendapat Victor M
Situmorang
Surat dapat disebut
akta apabila ditanda
tangani oleh
pembuatnya dan
apabila tidak maka
surat tersebut
bukan akta
Pada kasus ini akta
yang dibuat oleh
Notaris yang telah
pensiun bukan
merupakan akta.
Jadi tidak dapat
dijadikan sebagai
dasar peralihan
hak.
C. Perlindungan Hukum Bagi Bank Selaku Kreditor Yang Jaminan Berupa Hak
Milik Atas Tanah Yang Sertifikatnya Dibatalkan oleh Pengadilan Tata Usaha
Negara.
Undang-undang Hak Tanggungan No 04 Tahun 1996 mengatur mengenai
lembaga jaminan yang digunakan untuk objek jaminan utang yang beruapa tanah atau
benda-benda yang berkaitan dengan tanah. Dengan lahirnya UUHT tersebut maka
hipotek yang diatur dalam KUHPerdata sudah tidak dapat diberlakukan. Sejak lahirnya
UUHT ini maka jaminan utang berupa tanah sepenuhnya melalui lembaga jaminan hak
tanggungan. Pengertian Hak Tanggungan :
Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah,
yang selanjutnya disebut Hak Tanggungan, adalah hak jaminan yang dibebankan
pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak
berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk
pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada
kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain.
Hak tanggungan memiliki sifat yang tidak dapat dibagi-bagi kecuali telah
diperjanjikan sebelumnya dalam Akta pemberian hak tanggungan(APHT). Objek dari hak
tanggungan adalah hak atas tanah berupa hak milik, hak guna bangunan, dan hak guna
usaha.
Ciri-ciri hak tanggungan adalah memberikan kedudukan yang diutamakan atau
didahulukan kepada pemegangnya artinya kreditor dalam hal ini memiliki hak untuk
didahulukan apabila pihak debitor tidak dapat membayar kreditrnya maka hasil dan
penjualan jaminan tersebut dibayarkan terlebih dahulu untuk pemegang hak tanggungan.
Ciri-ciri selanjutnya adalah selalu mengikuti objek jaminan utang dalam tangan siapa pun
objek tersebut berada, artinya bila objek jaminan utang yang diikat dengan hak
tanvggungan beralih ke pihak lain karena suatu sebab seperti warisan, penjualan dan
penghibahan dan sebab lainnya, pembebanan hak tanggungan atas objek jaminan utang
tersebut tetap melekat.3 Pencacatan mengenai beralihnya hak tanggungan tersebut cukup
berdasarkan akta yang membuktikan beralihnya piutang yang dijamin dengan hak
tanggungan tersebut kepada kreditor baru.
Ciri-ciri ketiga dalam hak tanggungan adalah memenuhi asas spesialitas dan asas
publisitas yaitu pemenuhan asas spesialitas berdasarkan aturan UUHT adalah memalui
pembuatan Akata Pemberian Hak Tanggungan dihadapan Pejabat . Pembuat Akta Tanah
(PPAT) sesuai dengan persyaratan yang berlaku. Sedangkan, asas publisitas tercapai
dengan didaftarkannya pembebanan hak tanggungan ke Kantor Pertanahan dan
dikeluarkannya Sertifikat Hak Tanggungan. Kedua asas ini bertujuan untuk memberikan
kepastian hukum kepada pihak ketiga yang beritikad baik. Ciri-ciri keempat dalam hak
tanggungan adalah mudan dan pasti pelaksanaan eksekusinya. Apabila debitur tidak
dapat melunasi utangnya, maka pihak kreditor berhak untuk melakukan eksekusi atas
objek jaminan yang diikat dengan hak tanggungan. UUHT mengantur mengenai cara
eksekusi objek jaminan yang dapat ditempuh dengan eksekusi berdasarkan hak pemegang
hak tanggungan peringkat pertama untuk menjual objek hak tanggungan atas
kekuasaannya sendiri melalui pelelangan umum dan kemudian mengambil pembayaran
piutangnya dari hasil penjualan.4 Cara kedua adalah berdasarkan titel eksekutorial yang
terdapat dalam sertifkat hak tanggungan yang mencantumkan irah-irah “Demi keadilan
Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” yang mempunyai kekuatan eksekutorial yang
sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap dan
berlaku. Irah-irah tersebut bertujuan untuk menegaskan adanya suatu kepastian dan
kekuatan eksekutorial sehingga apabil debitur tidak dapat melunasi makan dapat segera
3 M Bahsan, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia(Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2007) hlm 23 4 Ibid, hlm 42
dieksekusi seperti halnya putuan pengadilan yang telah mempunya kekuatan hukum
tetap.
Berdasarkan ciri-ciri hak tanggungan dalam UUHT tersebut menegaskan
mengenai hak-hak apasaja yang diperoleh pihak debitur dalam hal ini adalah bank, bank
memiliki hak untuk diutamakan apabila debiturnya tidak dapat membayar lunas
hutangnya.
Pemberian hak tanggungan dapat dilakukan dengan tata cara sebagai berikut :
1. Pemberian hak tanggungan didahului dengan janji untuk memberikan hak
tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu, dalam hal ini pihak debitur
atau nasabah suatu bank selaku kreditor telah sepakat kepada pihak bank untuk
memberikan hak tanggungan atas sebidang tanah yang dituangkan dalam
perjanjian utang piutang. Istilah yang digunakan dalam bank adalah sebuah
perjanjian kreditr. Hak tanggungan merupakan perjanjian ikutan dari perjanjian
pokok, yaitu perjanjian yang menimbulkan hubungan hukum utang piutang yang
dijamin pelunasannya.
2. Pemberian hak tanggungan harus dilakukan dengan pembuatan Akta Pemberian
Hak Tanggungan atau APHT oleh Pejabat yang berwenang dalam hal ini adalah
Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).
3. Didalam APHT wajib mencantumkan subyek yaitu bank selaku pemegang hak
tanggungan dan debitur selaku pemberi hak tanggungan. Selain subyek, dalam
APHT juga menjelaskan mengenai penunjukan secara jelas hutang yang
dijaminkan, selanjutnya mencantumkan nilai tanggungan dan uraian jelas
mengenai objek hak tanggungan.
Proses selanjutnya adalah pendaftaran hak tanggungan, pemberian hak
tanggungan wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan karena ciri-ciri hak tanggungan
menggunakan asas publisitas, pendaftaran tersebut dilakukan selambat-lambatnya
7(tujuh) hari setelah pendatanganan Akta Pemberian Hak Tanggungan sebagaimana
diatur dalam Pasal 10 Ayat 2 UUHT. Penyerahan dan pengiriman APHT tersebut
dilakukan oleh PPAT kepada pihak kantor pertanahan. Pendaftaran hak tanggungan
dilakukan oleh kantor pertanahan dengan membuatkan bukum tanah hak tanggungan dan
mencatatnya dalam buku tanah hak atas tanah yang menjadi objek hak tanggungan, serta
menyalin catatan tersebut pada sertifikat.5 Tanggal yang tercacat pada buku tanah adalah
tanggal hari ketujuh setelah penerimaan secara lengkap surat-surat yang diperlukan untuk
pendaftaran.
Pemberian hak tanggungan sesungguhnya sudah melalui proses yang lengkap,
mulai dari pendaftaran, pengecekan dan sanksinya. Sanksi dalam hal ini adalah tindakan
apa yang dapat dilakukan pihak kreditor apabila debiturnya wanprestasi atau tidak dapat
melunasi hutangnya. Tindakan yang dapat dilakukan oleh kreditor adalah dengan
melakukan eksekusi terhadap jaminan tersebut. Namun pada UUHT belum mengatur
mengenai tindakan apa saja dan perlindungan lainnya untuk pihak bank selaku kreditor
apabila jaminan berupa sebidang tanah diatas hak milik peralihan sebelumnya dibatalkan.
Dampak pembatalan atas peralihan tersebut adalah sertifikat hak milik kembali seperti
semula menjadi atas nama pemilik awal yaitu pembeli dan hak milik tersebut menjadi
milik pembeli. Debitur disini dahulu merupakan penjual.
Kredit perbankan di Indeonesia berdasarkan ketentuan UU Perbankan Indonesia
Tahun 1992/1998 adalah salah satu kegiatan usaha yang sah dilakukan oleh bank umum
5 Ibid, hlm 37
dan bank perkreditan rakyat. Hal tersebut dapat dikaitkan dengan fungsi bank itu sendiri
yaitu sebagai penyalur dan ke masyarakat. Pengertian kredit berdasarkan ketentuan pasal
1 angka 1 UU perbankan adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan
dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antar bank
dengan pihak lain yang mewajibkan pihak lain tersebut membayar hutangnya sesuai
dengan jangka waktu yang telah disepakati. Berdasarkan pengertian kredit tersebut
terdapat unsur-unsur yang harus dipenuhi agar kredit tersebut sesuai dengan ketentuan
kredit dalam Undang-undang Perbankan, yaitu : 6
1. Adanya penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan
penyedia uang. Bank dalam hal ini berperan sebagai penyedia dana.
2. Adanya persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank
dengan nasabah atau debitur.
3. Adanya kewajiban melunasi utang, artinya bank tidak hanya berperan
sebagai peminjam saja, namun harus ada kewajiban dari debitur untuk
melunasi utang tersebut.
4. Adanya jangka waktu tertentu yang disepakati oleh kedua belah pihak.
Fungsinya agar tidak terjadi wanprestasi antara kedua belah pihak.
5. Adanya pemberian bunga kredit/
Pengaturan mengenai pelaksanaan pemberian kredit diatur pada Pasal 8
UU Perbankan yang dimana untuk melaksanakan pemberian kredit bank harus
memiliki keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas itikad baik dan
kemampuan serta kesanggupan debitur untuk melunasi utangnya sesuai dengan
6 Ibid, Hlm 77-78
yang disepakati. Selain itu bank harus memiliki dan menerapkan pedoman
perkreditan dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
Pedoman perkreditan diatur dalam SK Direksi BI No. 27/162/KE/DIR
yang dimana setiap bank harus menerapkan Kebijaksanaan Perkreditan Bank
(KPB) dalam pelaksanaan kegiatan perkreditannya dan jmelampirkan pedoman
penyusunan kebijaksanaan perkreditan bank (PPKPB), yaitu :7
1. Prinsip kehati-hatian dalam perkreditan
2. Organisasi dan manajemen perkreditan
3. Kebijaksanaan persetujuan kredit
4. Dokumentasi dan administrasi kredit
5. Pengawasan kredit
6. Penyelesaian kredit bermasalah.
Proses pemberian kredit kepada debitur bukannya melalui proses yang
mudah, karena pihak bank sendiri memiliki kriteria-kriteria dan aturan-aturan
yang mengatur mengenai pemberian kredit. Seperti halnya yang telah disebutkan
diatas, sebelum terjadinya pemberian kredit pihak harus menerapkan prinsip
kehati-hatian, bank sebelumnya harus melakukan verifikasi data terhadap data-
data yang dimiliki oleh pihak debitur, contohnya apabila debitur ingin melalukan
transaksi peminjaman dana dengan jaminan rumah, pihak bank terlebih dahulu
melakukan verifikasi data baik ke BPN maupun ke instasi lainnya. Bank harus
memastikan terlebih dahulu bahwa debitur tersebut betul pemilik rumah atas
jaminan tersebut. Selain menerapkan prinsip kehati-hatian pihak bank harus
mempunyai struktur organisasi perkreditan yang jelas dan termasuk lingkup
7 Ibid, hlm 81
struktur organisasi bank itu sendiri. Struktur organisasi tersebut terdiri dari satuan
kerja dibidang administrasi kredit, satuan kerja dibidang pengawasan, satuan kerja
dibidang pemutus dan satuan kerja dibidang kredit bermasalah.
Tahap selanjutnya adalah perencanaan kredit, perencanaan kredit ini
berfungsi sebagai dasar agar bank dapat menentukan target kredit,jenis
kredit,jumlah pemberian kredit. Jenis rencana bank terbagi atas dua macam yaitu
rencana bisnis atau rencana jangka panjang yaitu 5 tahun dan rencana jangka
pendek. Setelah tahap perencanaan adalah proses penilaian dan keputusan kredit.
Bentuk dari penilaian kredit adalah analisi kredit yang berkaitan dengan calon
debitur. Asepk hukum, aspek teknis produksi, pemasana, keuangan, manajemen,
jaminan dan resiko. Fungsi dari analisis kredit tersebut adalah agar bank dapat
memustuskan apakah calon debiturnya ini sesuai dengan kriteria, selain itu
menentukan jumlah kredit yang akan diberikan kepada debitur serta analisis
mengenai jaminan dan resiko yang terjadi. Jaminan merupakan salah satu aspek
penting dalam pemberian kredit selain untuk pengamanan terhadap pelunasan,
jaminan merupakan pendorong motivasi agar debitur membayar hutang. Setelah
analisis dan pemutusan tahap selanjutnya adalah administrasi kredit yaitu dengan
dilaksankaannya penandatangan perjanjian kredit. Isi perjanjian kredit adalah
kesepakatan antara kreditur dan debitur mengenai jangka waktu kredit, pihak-
pihak siapa saja yang berwenang dan jaminan apa saja yang digunakan sebagai
jaminan kredit. Selanjutnya apabila jaminan tersebut berapa sebidang tanah hak
milik maka dibuatlah perjanjian aksesoir yaitu perjanjian pemberian hak
tanggungan dengan dibuatnya akta pemberian hak tanggungan dihadapan PPAT.
Lalu didaftarkannya hak tanggungan tersebut kepihak BPN. Setelah proses
administrasi selesai barulah bank akan memberikan sejumlah dan untuk kredit.
Tahap selanjutnya adalah pengawasan kredit, pengawasan ini dilakukan dengan
meneliti dan menilai laporang-laporan wajib yang diberikan oleh debitur dan atau
melakukan pemerikasaan secara langsung dilapangan. Pengawasan tersebut
dilakukan berdasarkan ketentuan-ketentuan yang berlaku di bank tersebut.
Penanganan kredit bermasalah merupakan salah satu tahap penting dalam
pemberian kredit, apabila debitur atas kredit tersebut berjalan dengan baik maka
terciptalah hubungan baik antara kreditur dan debitur artinya apabila debitur ingin
mendapatkan kredit kembali tidak mengalami kesulitan. Namun tidak dengan
kredit yang bermasalah. Kredit bermasalah berpotensi untuk merugikan pihak
bank, salah satunya adalah apabila debitur tidak dapat membayar hutang dan
debitur tidak beritikad baik untuk membayar hutang tersebut.
Pada undang-undang Hak Tanggungan dan Undang-undang Perbankan
hanya mengatur mengenai tindakan yang dapat dilakukan kreditor apabila debitur
melakukan wan prestasi yaitu dengan melakukan lelang atas jaminan dari pihak
debitur, namun dalam praktek banyak ditemui beberapa masalah terkait lelang
atas jaminan terutama apabila jaminan tersebut berupa hak milik atas tanah.
Seperti halnya dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 521/K/TUN/2014
Tanggal 25 Februari 2015 yang menyatakan batalnya peralihan hak atas tanah
yang dimiliki oleh pihak debitur dan atas putusan tersebut hak milik atas tanah
tersebut kembali menjadi milik penjual terdahulu. Hapusnya suatu hak
tanggungan berdasarkan pasal 18 UUHT, hapusnya hak tanggungan dalam pasal
ini disebabkan oleh 4 hal yaitu:
a. Hapusnya utang yang dijaminkan dengan hak tanggungan,
b. Dilepaskanya hak tanggungan oleh pemegang hak tanggungan;
c. Pembersihan hak tanggungan berdasarkan penetapan peringkat
oleh ketua pengadilan negeri;
d. Hapusnya hak atas tanah yang dibebani hak tanggungan
Pasal 18 Ayat 4 menyebutkan salah satu hapusnya hak tanggungan adalah
hapusnya hak atas tanah yang dibebani hak tanggungan. Hapusnya hak atas tanah
yang dibebani hak tanggungan hapusnya hak atas tanah bisa terjadi karena
bencana atau keputusan hakim yang disebabkan oleh sengketa. Hapusnya hak atas
tanah banyak terjadi karena lewatnya waktu, untuk mana hak itu diberikan. Hak-
hak yang lebih rendah tingkatannya daripada hak milik seperti hak guna
bangunan, hak guna usaha dan hak pakai terbatas waktu berlakunya, sekalipun
secara fisik masih tetap ada.
Dengan berakhirnya hak atas tanah yang bersangkutan, maka hak atas
tanah yang bersangkutan kembali kepada yang bersangkutan kembali atau
pemiliknya dan kalau hak tersebut diberikan oleh negara, maka tanah tersebut
kembali kepada kekuasaan negara. Pada permasalahan ini memang dalam
putusannya menyatakan batal atas peralihan hak tanah tersebut dikarenakan
adanya sengketa atas tanah tersebut, namun dengan hapusnya hak tanggungan
tesebut pihak debitur dapat bebas dari hutangnya, pihak debitur tetap harus
melakukan pelunasan atas hutangnya ke bank. Pasal 1131 KUHPerdata yang
berbunyi “segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun yang tak
bergerak baik yang sudah ada maupun yang baru aka nada di kemudian hari
menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan”. Pasal 1311
KUHPerdata ini tidak serta merta langsung melindungi pihak kreditur karena pada
pasal ini tidak menjelaskan benda berutang apasaja yang dapat secara langsung
dijadikan jaminan untuk pihak kreditur.
Tindakan yang dapat dilakukan oleh pihak kreditur sebagai bentuk
perlindungan hukumnya apabila dihubungan dengan teori Paul Schotlen dan
Philipus M hadjon tentang teori perlindungan hukum adalah pihak bank dapat
melakukan perlindungan hukum secara preventif dan represif.
Tindakan preventif atau pencegahan guna agar tidak terjadinya sengekat
adalah dengan menerapkan prinsip kehati-hatian dalam melakukan pemutusan
kredit. Penggunaan prinsip kehati-hatian dalam pemberian kredit merupakan hal
yang sangat penting. Prinsip kehati-hatian (Prudent Banking Principle) adalah
suatu asas yang menyatakan bahwa bank dalam menjalankan fungsi dan kegiatan
usahanya wajib bersikap hati-hati dalam rangka melindungi dana masyarakat
yang telah dipercayakan kepadanya.8 Dalam undang-undang hukum perbankan
dan peraturan dibawahnya memang tidak mengatur secara jelas mengenai sistem
dan pengertian mengenai prinsip kehati-hatian. Namun dalam Undang-undang
Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Perbankan
Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan Selanjutnya akan disingkat menjadi UU
No 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan. Pada pasal 8 UU No 10 Tahun 1998
8 Rachmadi Usman, Aspek-aspek Hukum Perbankan di Indonesia, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama, 2001) hlm 18
menyebutkan bahwa dalam memberikan kredit bank harus melakukan penilaian
secara seksama,mengingat sumber dana kredit yang disalurkan adalah bukan dana
dari bank itu sendiri namun dana yang berasal dari masyarakat sehingga perlu
untuk dilakukan penerapan prinsip kehati-hatian melalui analisa yang mendalam,
penyaluran yang tepat, pengawasan dan pemantauan yang baik, perjanjian yang
sah dan memenuhi syarat hukum, pengikatan jaminan yang kuat dan dokumentasi
perkreditan yang teratur dan lengkap, semua bertujuan agar kredit yang disalurkan
dapat kembali dengan tepat pada waktunya sesuai dengan perjanjian kredit yang
meliputi pinjaman pokok dan bunga. Selain itu dalam ketentuan Pasal 29 UU No
10 Tahun 1998 tentang Perbankan menyebutkan pula pada ayat 2, bank wajib
memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan ketentuan modal, kualitas aset,
kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas, solvabilitas dan aspek lain yang
berhubungan dengan usaha bank wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan
prisip kehati-hatian. Pada ayat 4 menyebutkan pula untuk kepentingan nasabah
bank wajib menyediakan informasi mengenai kemungkinan timbulnya resiko
kerugian yang kemungkinan akan muncul sehubungan dengan transaksi nasabah.
Peraturan lebih lanjut mengenai prinsip kehati-hatian terdapat dalam
ketentuan pada Pasal 25 Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 Tentang Bank
Indonesia, pada pasal ini menyebutkan bahwa :
1. Dalam rangka melaksanakan tugas mengatur bank, bank Indonesia
berwenang menetapkan ketentuan-ketentuan perbankan yang memuat
prisip kehati-hatian;
2. Pelaksanaan kewenangan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1
ditetapkan dengan Peraturan Bank Indonesia.
Penjelasan dari kedua pasal ini adalah ketentuan-ketentuan perbankan
yang memuat prinsip kehati-hatian bertujuan untuk memberika rambu-rambu bagi
penyelenggara kegiatan usaha perbankan guna mewujudkan sistem perbankan
yang sehat. Ruang lingkup aturan prinsip kehati-hatian meliputi modal awal
maupun rasio modal terhadap kemungkinan resiko yang dihadapinya, rasio
pinjaman terhadap deposito (LDR) , maupun posis luar negeri(NOP), rasio
cadangan minimum, cadangan penghapusan aktiva produktif(kredit macet). 9
Prinsip kehati-hatian termuat dalam Kebijakan Pemberian Kredit yang
meliputi :
1. Kebijakan pokok dalam perkreditan yang memuat pokok-pokok
mengenai :
a. Tata cara pemberian kredit yang sehat
b. Pemberian kredit kepada pihak yang terkait dengan bank
c. Pemberian kredit kepada debitur-debitur besar tertentu
d. Pemberian kredit yang mengandung resiko yang tinggi
e. Pemberian kredit yang perlu dihindari
2. Tata cara penilaian kualitas kredit yaitu berdasarkan pada suatu tata
cara yang bertujuan untuk memastikan bahwa hasil penilaian
kolekbilitas kredit yang dilakukan oleh bank sesuai dengan ketentuan
Bank Indonesia
9 Permadi Garndapraja, Dasar dan Prinsip Pengawasan Bank, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama,2004), hlm 21
3. Profesionalisme dan Intergritas Pejabat Pekreditan
Selain itu dengan adanya prinsip kehati-hatian bank dilarang untuk melakukan
beberapa hal yaitu memberikan kredit tanpa adanya surat perjanjian secara tertulis
pada setiap perjanjian kreditnya, kedua memberikan kredit kepada usaha yang
sejak semula tidak sehat, ketiga memberikan kredit melampaui batas maksimum
pemberian kredit (BMPK), melanggar loan to deposit ratio dalam pemeberian
kredit.
Dengan selalu menggunakan prinsip kehati-hatian dalam proses kredit maka
bank akan mendapat perlindungan sebelumnya, tanpa harus terjadi sengketa.
Tindakan lain untuk perlindungan bank yaitu dengan tindakan represif.
Tindakan represif adalah tindakan untuk menyelesaikan sengketa. Artinya
tindakan ini dapat dilakukan setelah terjadinya suatu sengketa. Tindakan
perlindungan hukum represf terbagi menjadi 2 jenis yaitu melalui jalur non
litigasi dan jalur litigasi.
Penyelesaian non litigasi adalah penyelesaian yang dilakukan diluar
pengadilan yang dimana berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 tahun 1999
tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Alternative Dispute
Resolution adalah suatu pranata penyelesaian sengketa di luar pengadilan
berdasarkan kesepakatan para pihak dengan mengesampingkan penyelesaian
sengketa secara litigasi di pengadilan. Terdapat beberapa cara yang dapat
dilakukan oleh pihak kreditur pada penyelesaian sengketa secara non litigasi,
yaitu :
1. Konsultasi
Konsultasi merupakan tindakan pertama yang dapat
dilakukan oleh pihak bank dalam penyelesaian sengketa ini.
Konsultasi adalah suatu hubungan privat antara satu pihak yang
disebut sebagai konsultan. Konsultan merupakan satu pihak yang
bertugas untuk memberikan pendapatnya tentang sesuatu hal
kepada pihak lain.
2. Mediasi
Mediasi merupakan suatu prosedur penengahan dimana
seorang bertindak sebagai “kendaraan untuk berkomunikasi
atarapara pihak, sehingga pandangan mereka yang berbeda atas
sengketa tersebut dapat dipahami mungkin didamaikan, tetapi
dengan tanggung jawab untuk tercapainya suatu perdamaian tetap
berada ditangan para pihak sendiri10
.Sedangkan berdasarkan
ketentuan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008
mediasi adalah seabagi cara penyelesaian sengketa melalui proses
perundingan atau memperoleh kesepakatan antara kedua belah
pihak.
Prinsip dari penyelesaian sengketa dengan cara mediasi
adalah bersifat sukarela atau unduk dengan kesepakatan para
pihak, pada bidang perdata, sederhana, tertutup dan rahasia, serta
10
John W Head, Pengantar Umum Hukum Ekonomi, Jakarta: Proyek Elips, 1997. Hal 42
bersifat sebagai fasilitator.11
Proses mediasi ditengahi oleh satu
orang mediator yang dipilih oleh kedua belah pihak. Pemilihan
mediator dilakukan dengan hati-hati karena mediator memiliki
pernah yang penting agar berlaku seimbang antar kedua belah
pihak. Hasil dari mediasi sendiri berbeda dengan proses arbitrase
maupun proses litigasi yang memiliki produk hukum putusan
yang bersifat mengikat dan berkekuatan eksekutorial. Produk dari
mediasi adalah kesepakatan antara kedua belah pihak berbentuk
perjanjian namun perjanjian tersebut tidak memiliki kekuatan
eksekutorial sebagaimana putusan pengadilan.
Pasal 6 ayat 7 dan ayat 8 Undang-undang No 30 Tahun
1990 kesepakatan yang telah diraih berbentuk tulisan mengikat
para pihak untuk dilaksanakan dengan itikad baik dan wajib
didaftarkan ke Pengadilan Negeri dalam waktu paling lama 30
hari setelah penandatanganan. Pelaksanaan kesepakatan wajib
dilakukan selambat-lambatnya 30 hari setelah pendaftaran di
Pengadilan Negeri.
Terdapat beberapa kekurangan yang menjadi kemungkinan
berakhirnya mediasi, karena hasil mediasi hanyalah sebuah
kesepakatan maka masing-masing pihak memiliki kebebasan
untuk setiap saat mengakhiri mediasi hanya dengan menyatakan
untuk menarik diri. Khusus untuk mediasi di Pengadilan merujuk
11
Frans Hendra Winarta, Hukum Penyelesaian Sengketa Arbitrase Nasional Indonesia dan
Internasional,(Jakarta: PT Sinar Grafika, 2013) hlm 16
ketentuan Pasal 17 Ayat 1 Perma No 1 Tahun 2008, para pihak
dapat mengajukan kesepakatan perdamaian kepada hakim untuk
dikuatkan dalam bentuk akta perdamaian.
3. Negoisasi
Negoisasi adalah perundingan. Proses negoisasi merupakan
proses penyelesaian sengketa yang paling umum dilakukan.
Negosisasi merupakan komunikasi dua arah antara kedua belah
pihak untuk mencampai sebuah kesepakatan. Susanti Adi
Nugroho (2009: 21) bahwa negosiasi ialah proses tawar menawar
untuk mencapai kesepakatan dengan pihak lain melalui proses
interaksi, komunikasi yang dinamis dengan tujuan untuk
mendapatkan penyelesaian atau jalan keluar dari permasalahan
yang sedang dihadapi oleh kedua belah pihak. Dengan
demikian, negoisasi merupakan suatu pilihan alternatif
penyelesaian sengketa yang dilaksanakan secara mandiri melalui
proses interaksi yang dinamis. Dalam hal ini negoisasi biasanya
tidak memerlukan pihak ketiga untuk menengahi karena proses
negoisasi dilakukan secara mandiri.
Hasil dari sebuah negoisasi dituangkan dalam hasil
kesepakatan yang dibuat dalam bentuk perjanjian yang tertulis
untuk dilaksanakan oleh para pihak. Negoisasi ini biasanya
dilakukan dalam perkara-perkara yang tidak terlalu rumit.
Kesepakatan tersebut dapat pula didaftarkan ke Pengadilan Negri
untuk menjadikan sebuah akta perdamaian yang dimana kekuatan
tersebut mengikat kedua belah pihak.
4. Konsiliasi
Konsiliasi adalah satu lemabag alternatif penyelesaian
sengketa sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 30
Tahun 1990. Konsiliasi adalah penyelesaian sengketa dengan cara
musyawarah mufakat antara kedua belah pihak. Konsiliasi ini
bertujuan untuk mencegah penyelesaian sengketa dengan jalur
litigasi atau peradilan.
Proses konsiliasi ada konsiliator yang bertugas sebagai
fasilitator dalam hal melakukan komunikasi di antara kedua belah
pihak yang bersengketa, sehingga kedua belah pihak mencapai
suatu kesepakatan untuk penyelesaian sengketa.
5. Arbitrase
Alternatif penyelesaian sengketa yang terakhir adalah
arbitrase. Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa
perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian
arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh pihak yang
bersengketa.12
Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 tahun 1999
tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa
menjelaskan bahwa arbitrase (wasit) adalah cara penyelesaian
12
Sophar Naru Hutagalung, Praktik Peradilan Perdata dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa,(Jakarta: PT Sinar Grafika, 2014) hlm 314
suatu sengketa perdata di luar pengadilan umum yang didasarkan
pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para
pihak yang bersengketa. Dalam artibrase ini melibatkan pihak
ketiga sebagai wasit atas penengah dalam penyelesaian sengketa
ini.
Perjanjian arbitrase adalah suatu kesepakatan berupa
klausul arbitrase yang tercantum dalam suatu perjanjian tertulis
yang dibuat para pihak sebelum timbul sengketa, atau suatu
perjanjian arbitrase tersendiri yang dibuat para pihak setelah
timbul sengketa.
Pada kasus dalam penelitian ini proses dengan cara non litigasi merupakan
cara yang cukup efektif karena tidak perlu mengekuarkan biaya yang banyak baik
bagi pihak bank maupun pihak debitur. Bank pertama kali dapat melakukan
konsultasi kepada pihak konsultan untuk langkah apasaja yang dapat dilakukan
bank, agar tidak menjadi kerugian kembali untuk pihak bank. Setelah melakukan
konsultasi pihak bank dapat melakukan negoisasi ataupun mediasi dengan cara
memanggil pihak debitur untuk menyelesaikan sengketa ini. Kesepakatan tersebut
harus sama-sama dilakukan dengan asas itikad baik. Agar tidak ada kerugian lagi
untuk kedua belah pihak. Setelah tercapai kesepakatan keduanya dapat
mendaftarkan akta perjanjian tersebut agar menjadi akta perdamaian yang telah
terdaftar di Pengadilan Negeri. Pada proses non litigasi pihak bank dapat meminta
sebuah pertanggung jawaban debitur salah satunya yaitu dengan menggantikan
jaminan lainnya. Karena dalam proses perjanjian kredit apabila jaminan tersebut
bermasalah tidak semerta-merta menghilakan perjanjian pokoknya. Pihak bank
dapat meminta jaminan lainnya sebagai pengganti jaminan yang bersengketa.
Penyelesaian sengketa dengan cara non litigasi memang merupakan cara
yang lebih mudah dari pada dengan cara litigasi. Namun hal tersebut dapat
dilakukan apabila kedua belah pihak beritikad baik untuk menyelesaikan sengketa.
Pada pratiknya dalam kasus penelitian ini pihak debitur tidak memiliki itikad baik
untuk membuat sebuah kesepakatan antara debitur dan bank selaku kreditur. Cara
terakhir yang dapat dilakukan oleh pihak bank adalah dengan cara litigasi atau
penyelesaian sengketa melalui jalur peradilan.
Proses litigasi yang dilakukan oleh pihak bank yaitu dengan mengajukan
gugatan kepada pengadilan negeri terkait adanya kerugian yang timbul atas
tindakan dari debitur. Selain gugatan secara perdata pihak bank dapat juga
mengajukan tuntutan secara pidana dengan indikasi tindak pidana penipuan.
Tindak pidana penipuan diatur dalam ketentuan Pasal 378 KUHPidana
yaitu :
“barang siapa dengan maksud hendak menguntungkan diri sendiri atau
orang lain dengan melawan hak, baik dengan memakai nama palsu, baik
dengan akal dan tipu muslihat maupun dengan karangan-karangan
perkataan bohong, membujuk orang supaya memberikan suatu barang,
membuat utang atau menghapuskan piutang, dihukum karena penipuan
dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun”
Pihak debitur dapat dikenakan tindak pidana penipuan karena debitur
dengan sengaja tetap menggunakan suatu akta jual beli yang didasari oleh suatu
pengikatan jual beli yang dibuat oleh pejabat notaris yang tidak berwenang. Tujuan
dari pihak debitur adalah untuk menguntungkan diri sendiri dengan menggunakan
tipu muslihat.
Selain dapat dikenakan tindak pidana penipun pihak debitur dapat pula
dituntut dengan tindak pidana pemalsuan surat yaitu Pasal 263 KUHPidana. Pada
aturan Pasal 263 KUHPidana tidak hanya dapat dikenakan oleh pihak pembuatnya
namun juga pihak yang menggunakan surat yang telah dipalsukan. Hal tersebut
dijelaskan dalam Pasal 263 ayat 2 KUHPidana. Seseorang dapat dipidana dengan
pidana yang sama, barangsiapa dengan sengaja menggunakan surat tersebut sebagai
surat yang asli dan tidak dipalsukan, jika dari penggunaannya dapat menimbulkan
kerugian.
Pada kasus ini debitur dengan sengaja menggunakan akta perjanjian
pengikatan jual beli yang telah dipalsukan tanggal pembuatannya dan dibawa
kepada seorang PPAT untuk segera dibuatkan akta jual beli, yang dimana akta jual
beli menjadi dasar peralihan hak milik atas sebidang tanah.
Tabel 1.3
Rumusan Masalah :
Bagaimana perlindungan hukum atas bank selaku kreditur apabila jaminan berupa
hak milik atas tanah yang sertifikatnya dibatalkan oleh Pengadilan Tata Usaha
Negara?
No. Landasan Teori Hasil Penelitian Analisis
1. Teori Perlindungan Hukum Teori perlindungan
hukum preventif dan
teori hukum represif.
Teori hukum
preventif adalah sara
Perlindungan hukum
dengan sarana
preventif adalah
dengan
memnerapkan prinsip
perlindungan hukum
dengan tujuan
pencegahan agar
tidak terjadi suatu
sengketa. Sedangkan
teori hukum represif
adalah penyelesaian
sengketa baik
penyelesaian
sengketa secara
litigasi dan non
litigasi
kehati-hatoan dalam
melakukan
pemutusan kredit.
Sedangkan sarana
perlindungan hukum
secara preventif
dapat dilakukan
secara litigasi yaitu
jalur peradilan atau
non litigasi berupa
arbitrase, negoisasi
dan mediasi.
2. Teori Kepastian Hukum Sertifikat merupakan
bentuk kepastian
hukum untuk
pemegang hak atas
sebidang tanah.
Namun sertifikat
bukanlah alat bukti
yang mutlak,artinya
apabila ada pihak
lain yang dapat
membuktikan
sebaliknya atas
kepemilikan tersebut,
sertifikat tersebut
tidak dapat dijadikan
alat bukti yang sah.
Pihak yang dirugikan
dalam hal ini adalah
bank, karena bank
hanyalah pihak
ketiga yang
menerima jaminan
berupa hak milik atas
tanah dengan bukti
kepemilikan yaitu
sertifikat.
Sertifikat bukan
merupakan alat
bukti yang mutlak
terbukti dalam
kasus ini, dalam
kasus ini sertifikat
dibatalkan oleh
Pengadilan Tata
Usaha Negara
karena dasar dari
peralihannya cacat
yuridis, bank dalam
hal ini dapat
melakukan
beberapa tindakan
untuk mendapatkan
jaminan lainnya.
3. Teori Hak Tanggungan Pembatalan sertifikat
tidak serta merta
membatalkan
perjanjian kredit
bank, namun bank
tidak lagi memiliki
jaminan dalam
perjanjian kredit
tersebut karena
obyek jaminannya
yang telah dibatalkan
oleh Pengadilan Tata
Usaha Negara.
Tindakan yang dapat
dilakukan oleh bank
adalah dengan
meminta jaminan
pengganti, apabila
debitur beritikad baik
untuk menggantikan.
Namun apabila tidak
bank dapat
melakukan tindakan
baik melalui jalur
litigasi maupun non
litigasi.
4. Prinsip Kehati-hatian Prinsip kehati-
hatian merupakan
asas yang wajib
dilakukan oleh
bank dalam
memberikan kredit
kepada debitur.
Prinsip kehati-hatian
ini wajib dilakukan
untuk mengurangi
kerugian bagi bank.
Tabel 1.4
Perbedaan Litigasi dan Non Litigasi
Karateristik Litigasi Non Litigasi
Bentuk Sikap Tidak Sukarela Sukarela
Pemutus Perkara Hakim Para Pihak
Kekuatan Putusan Mengikat, dapat dibanding dan
setelah final memiliki kekuatan
eksekutorial
Mengikat para pihak
namun tidak memiliki
kekuatan eksekutorial
Sifat Terbuka Tertutup
Jangka Waktu 6 bulan-5 tahun Berdasarkan kesepakatan
para pihak
Prosedural Formal Informal
Biaya Mahal Relatif lebih mura
Pihak Terkait Hakim Para pihak dan pihak
ketiga sebagai penengah
Sumber : Bahan Hukum Primer, diolah 2017
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan dari hasil penelitian dan pembahasan diatas, dapat disimpulkan
bahwa :
1. Pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara ini adalah karena
peralihan hak milik tersebut berdasarkan suatu akta jual beli yang cacat
yuridis karena dibuat berdasarkan suatu akta perjanjian pengikatan jual
beli yang cacat. Perjanjian pengikatan jaul beli tersebut dibuat oleh dan
dihadapan seorang Notaris yang telah menjabat dan tanggal pada akta
tersebut dimanipulasi tidak sesuai dengan tanggal pembuatan
sebenarnya.
2. Perlindungan hukum yang didapat oleh pihak bank selaku kreditor
terbagi atas 2 cara, yaitu perlindungan hukum secara preventif dan
represif. Preventif adalah tindakan untuk mencegah terjadinya suatu
sengketa. Tindakan preventif yang dapat dilakukan oleh pihak bank
adalah dengan menerapkan prinsip kehati-hatian sesuai dengan
ketentuan perbankan yang berlaku, baik ketentuan dalam Undang-
undang Perbankan maupun peraturan pemerintah dan Bank Indonesia.
Tindakan kedua yang dapat melindungi pihak bank adalah dengan cara
represif atau penyelesaian sengketa. Perlindungan hukum represif
dibagi atas dua cara yaitu litigasi dan non litigas. Litigasi adalah
penyelesaian sengketa dengan jalur peradilan sedangan non litigasi
adalah penyelesaian sengketa diluar pengadilan. Penyelesaian non
litigasi yang dapat dilakukan adalah konsultasi, mediasi, negoisasi,
konsiliasi dan aribitrase.
B. Saran
1. Bagi penerima pihak bank selaku kreditor lebih berhati-hati apabila
menerima kredit. Dengan menggunakan prinsip kehati-hatian dapat
mencegah terjadinya suatu kredit yang bermasalah.
2. Bagi Notaris/ PPAT lebih berhati-hati dan jujur dalam membuat suatu akta
notaris, karena akta notaris dapat dijadikan suatu alat bukti tertulis yang
nantinya akan menjamin suatu kepastian hukum bagi para pihak.
3. Bagi Debitur harus lebih jujur apabila menyampaikan suatu informasi
kepada seorang notaris agar tidak lagi terjadi kerugian didepannya.