sindrom hepatorenal

Upload: yarah-azzilzah

Post on 19-Jul-2015

910 views

Category:

Documents


21 download

TRANSCRIPT

Refrat

DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN SINDROM HEPATORENAL

Oleh: Yarah Azzilzah NIM 04061001026 Pembimbing: dr. H. Syadra Bardiman Rasyad, SpPD, K-GEH

DEPARTEMEN PENYAKIT DALAM RUMAH SAKIT DR. MOH. HOESIN PALEMBANG FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA 2011

KATA PENGANTARPuji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kemudahan di setiap langkah penyusunan refrat ini sehingga atas izinNya refrat yang berjudul Diagnosis dan Penatalaksanaan Sindrom Hepatorenal dapat terselesaikan. Refrat ini dibuat dengan maksud sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Rumah Sakit Mohammad Hoesin Palembang periode 11 April 2011 11 Juni 2011. Dalam menyelesaikan refrat ini, penulis memperoleh banyak dukungan dari berbagai pihak, dan pada kesempatan ini, penul is menyampaikan ucapan terima kasih kepada dr. H. Syadra Bardiman Rasyad, SpPD, K-GEH selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan selama penulisan refrat ini. Terima kasih pula penulis sampaikan kepada para residen, teman-teman koass, dan semua pihak yang telah membantu dalam penulisan refrat ini. Akhirnya dengan segala keterbatasan yang dimiliki, penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak guna penyempurnaan refrat ini. Semoga refrat ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Palembang, April 2011

Penulis

HALAMAN PENGESAHANREFRAT berjudul

DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN SINDROM HEPATORENALoleh: Yarah Azzilzah NIM 04061001026

telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Rumah Sakit Mohammad Hoesin Palembang periode 11 April 2011 11 Juni 2011

Palembang,

April 2011

dr. H. Syadra Bardiman Rasyad, SpPD, K-GEH,

DAFTAR ISIHALAMAN JUDUL..................................................................................................... i LEMBAR PENGESAHAN........................................................................................... ii KATA PENGANTAR................................................................................................... iii DAFTAR ISI ............................................................................................................ iv DAFTAR TABEL.......................................................................................................... vi DAFTAR GAMBAR..................................................................................................... vii BAB I PENDAHULUAN............................................................................................ 1 BAB II SINDROM HEPATORENAL ......................................................................... 3 2.1. Definisi ............................................................................................................. 3 2.2. Epidemiologi..................................................................................................... 3 2.3. Patogenesis dan Patofisiologi........................................................................... 4 2.4. Faktor Presipitasi dan Faktor Prediktif............................................................. 12 BAB III DIAGNOSIS SINDROM HEPATORENAL.................................................. 14

3.1. Manifestasi Klinis............................................................................................ 14 3.2. Diagnosis.......................................................................................................... 16 BAB IV PENATALAKSANAAN SINDROM HEPATORENAL.............................. 19 4.1. Penatalaksanaan Umum .................................................................................. 19 4.2. Penatalaksanaan Medikamentosa.................................................................... 20 BAB V RINGKASAN.................................................................................................. 25 DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................... 26

BAB I PENDAHULUANAkhir abad ke-19, Frerich (1861) dan Flint (1863) melaporkan adanya hubungan antara penyakit hati lanjut, asites, dan gagal ginjal tanpa ditemukannya perubahan signifikan pada histologi ginjal.1,2 Pasien dengan sirosis dan asites sering berkembang menjadi gagal ginjal yang bersifat khusus, yang dikenal dengan nama sindrom hepatorenal (SHR). Istilah sindrom hepatorenal pertama kali diperkenalkan P. Merklen tahun 1916 dan diambil oleh W. Nonenbruch tahun 1939.2 Sindrom hepatorenal (SHR) adalah gangguan fungsi ginjal sekunder pada penyakit hati tingkat berat, baik akut maupun kronis, yang bersifat fungsional dan

progresif.3 Berdasarkan International Ascites Club (1994), sindrom hepatorenal adalah sindroma klinis yang terjadi pada pasien penyakit hati kronik dan kegagalan hati lanjut serta hipertensi portal yang ditandai oleh penurunan fungsi ginjal dan abnormalitas yang nyata dari sirkulasi arteri dan aktifitas sistem vasoactive endogen.4 Pada sindrom hepatorenal ditemukan adanya vasokonstriksi di sirkulasi ginjal yang menyebabkan laju filtrasi glomerulus rendah dan vasodilatasi arteriol yang luas pada sirkulasi di luar ginjal sehingga menyebabkan penurunan resistensi vaskuler sistemik total dan hipotensi.4,5 Sindrom hepatorenal umumnya terjadi pada pasien sirosis hepatis dengan asites, hepatitis yang disebabkan oleh penggunaan alkohol berat (alcoholic hepatitis), atau gagal hati akut.6 Selain itu, kejadian sindrom hepatorenal dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor presipitasi yang dapat menyebabkan fungsi hati semakin memburuk dengan cepat, misalnya infeksi (spontaneous bacterial peritonitis), perdarahan dari traktus gastrointestinal, parasentesis volume besar tanpa infus albumin, ketidakseimbangan elektrolit, atau penggunaan obat-obat diuretik yang berlebihan.1,2 Sindrom hepatorenal merupakan komplikasi yang sering terjadi pada penyakit sirosis. Sekitar 20% pasien sirosis hepatis dengan asites disertai fungsi ginjal yang normal akan mengalami sindrom hepatorenal (SHR) setelah 1 tahun dan 39% setelah 5 tahun perjalanan penyakit.3 Gines dkk melaporkan kemungkinan insiden SHR pada pasien sirosis hepatis mencapai 18% pada tahun pertama dan akan meningkat hingga 39% pada tahun ke lima.1,5 Pada stadium awal, gangguan fungsi ginjal pada sindrom hepatorenal bersifat reversibel, yaitu dapat membaik dengan intervensi medis. Akan tetapi, stadium ekstrim dari gangguan fungsi ginjal ini bersifat ireversibel.3 Secara umum prognosis sindrom hepatorenal adalah buruk. Tanpa transplantasi hati atau pengobatan dengan vasokonstriktor yang tepat, rerata angka ketahanan hidup kurang dari 2 minggu.3 Oleh karena itu, pencegahan terjadinya sindrom hepatorenal harus mendapat perhatian utama. Tingginya angka kejadian sindrom hepatorenal pada pasien yang mengalami sirosis hepatis serta masih terbatasnya kepustakaan mengenai sindrom hepatorenal

menjadi alasan dibuatnya refrat ini. Refrat yang berjudul Diagnosis dan Penatalaksanaan Sindrom Hepatorenal ini diharapkan dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan.

BAB II SINDROM HEPATORENAL21.. Definisi Sindrom hepatorenal (SHR) adalah gangguan fungsional ginjal reversibel yang terjadi pada seseorang dengan sirosis hati lanjut atau kegagalan hati fulminan.1 Sindrom hepatorenal ditandai dengan berkurangnya laju filtrasi glomerulus (GFR) dan aliran plasma renal (RPF) tanpa adanya penyebab lain dari disfungsi ginjal.1,2 Sindrom hepatorenal bersifat fungsional dan progresif. Sindrom hepatorenal merupakan suatu gangguan fungsi ginjal pre renal, yaitu disebabkan adanya hipoperfusi ginjal, namun

dengan hanya perbaikan volume plasma saja ternyata tidak dapat memperbaiki gangguan fungsi ginjal ini.2,3 Berdasarkan International Ascites Club (1994), sindrom hepatorenal adalah sindroma klinis yang terjadi pada pasien penyakit hati kronis dan kegagalan hati lanjut serta hipertensi portal yang ditandai oleh penurunan fungsi ginjal dan abnormalitas yang nyata dari sirkulasi arteri dan aktivitas sistem vasoaktif endogen.4 Karakteristik khas dari sindrom hepatorenal adalah vasokonstriksi yang kuat dari sirkulasi ginjal disertai vasodilatasi arteriol yang luas pada sirkulasi di luar ginjal yang menyebabkan penurunan resistensi vaskular sistemik total dan hipotensi. 2.2. Epidemiologi Sekitar 20% pasien sirosis hepatis dengan asites disertai fungsi ginjal yang normal akan mengalami sindrom hepatorenal (SHR) setelah 1 tahun dan 39% setelah 5 tahun perjalanan penyakit.3 Gines dkk melaporkan kemungkinan insiden SHR pada pasien sirosis hepatis mencapai 18% pada tahun pertama dan akan meningkat hingga 39% pada tahun ke lima. 1,5 Pasien dengan peritonitis bakterial spontan memiliki kesempatan sepertiga untuk mengalami perkembangan menjadi SHR.5 2.3. Patogenesis dan Patofisiologi Sindrom Hepatorenal (SHR) merupakan salah satu komplikasi sirosis hepatis. Karakteristik khas pada SHR adalah vasokonstriksi yang kuat dari sirkulasi ginjal namun disertai pengurangan pengisian arteri sistemik yang disebabkan oleh vasodilatasi arteri pada sirkulasi splanik.5 Mekanisme yang mendasari SHR belum sepenuhnya dipahami, namun mungkin mencakup peningkatan faktor vasokonstriktor dan penurunan vasodilator pada sirkulasi ginjal.1 Ada tiga faktor dominan yang terlibat dalam patogenesis SHR, yaitu:1,6

-

Perubahan hemodinamik dimana terjadi vasodilatasi arteri perifer

yang luas dengan sirkulasi hiperdinamik dan vasokonstriksi sirkulasi ginjal. Stimulasi sistem saraf simpatis ginjal. Peningkatan sintesis humoral dan mediator vasoaktif ginjal. Selain itu, ada tiga teori yang dianut untuk menerangkan hipoperfusi ginjal yang timbul pada penderita SHR, yaitu: Hepatorenal Refleks Teori ini berdasarkan percobaan binatang yang memperlihatkan bahwa peningkatan tekanan intrahepatik menyebabkan peningkatan aktivitas simpatoadrenal ginjal yang disertai dengan penurunan perfusi ginjal dan laju filtrasi glomerular (GFR), serta peningkatan reabsorpsi natrium dan air. Studi ini mendukung adanya refleks hepatorenal, yang mungkin dapat diaktivasi melalui reseptor adenosine seperti pada binatang. Pemberian adenosine receptor antagonist dapat mencegah peningkatan retensi natrium dan air setelah penurunan aliran darah vena portal.5 Meskipun demikian, masih didebatkan apakah refleks heepatorenal juga ditemukan pada manusia. Teori Vasodilatasi Arteri

Patofisiologi yang sesuai dengan perubahan fungsi ginjal dan sirkulasi dalam SHR adalah vasodilatasi arterial. Pasien dengan SHR ditandai dengan vasodilatasi splanikus yang menyebabkan penurunan resistensi vaskular sistemik dan penurunan volume efektif arterial, yang selanjutnya menginduksi sistem neurohumoral, sistem saraf simpatis dan sistem renin-angiotensin-aldosteron.3,5,7 Aktivasi dari sistem vasokonstriktor tersebut akan menyebabkan hipoperfusi ginjal, penurunan GFR, dan retensi natrium (sistem renin-angiotensin-aldosteron dan sistem saraf simpatis) serta air (arginine vasopressin) yang terjadi pada sirosis hepatis tahap lanjut.5,8

Pada pasien dengan sirosis dan asites, konsentrasi nitrit dan nitrat serum menunjukkan peningkatan. Nitrit oksida (NO) merupakan vasodilator dan pada pasien dengan SHR terjadi peningkatan produksi NO endogen oleh endothelium pada arteri splanik.7 Hal inilah yang diduga menyebabkan sirkulasi splanikus terhindar dari efek vasokonstriktor karena adanya rangsangan vasodilator lokal yang kuat.1,4,8

Gambar 1. Mekanisme Vasokonstriksi Renal pada Pasien dengan Sindrom Hepatorenal. eNOS, endothelial nitric oxide synthase; NO, nitric oxide.8 Vasokonstriksi Renal

Pada fase awal dari sirosis hepatis dekompensata, perfusi ginjal masih dapat dipelihara dalam batas normal, karena adanya peningkatan sintesis dari faktor-faktor vasodilatasi. Akan tetapi, pada fase lanjut, perfusi ginjal tidak dapat dipelihara lagi karena adanya vasodilatasi sistemik yang luar biasa dan penurunan volume efektif arterial. Penurunan volume efektif arterial ini dapat menyebabkan aktivasi progresif dari mediator baroreseptor dan vasokonstriktor disertai dengan penurunan produksi vasodilator renal.5,8

Gambar 2. Patogenesis Sindroma Hepatorenal 4 Seperti penjelasan sebelumnya, pada pasien sindrom hepatorenal ditemukan vasokonstriksi ginjal reversibel dan hipotensi sistemik. Penyebab utama dari vasokonstriksi ginjal ini belum diketahui secara pasti, tapi kemungkinan melibatkan banyak faktor antara lain perubahan sistem hemodinamik, meningginya tekanan vena porta, peningkatan vasokonstriktor dan penurunan vasodilator yang berperan dalam sirkulasi di ginjal.4 Faktor-faktor vasoaktif yang berperan dalam pengaturan perfusi ke ginjal pada sindrom hepatorenal tampak pada tabel 1. Tabel 1. Faktor-Faktor Vasoaktif secara Potensial Berperan dalam Pengaturan Perfusi ke Ginjal pada Penderita Sindrom Hepatorenal.4,6 Vasokonstriktor Angiotensin II Norepineprine Neuropeptida Y Endothelin

Vasodilator -

Adenosine Cyteinyl leukotrine F2-isoprostanes Prostaglandin Nitric oxide Natriuretic peptide Kallikrein-kinin

Faktor Vasokonstriktor Sistem renin angiotension dan sistem saraf simpatis merupakan mediator utama yang mempunyai efek vasokonstriksi sirkulasi ginjal pada sindrom hepatorenal.4 Aktifitas dari sistem vasokonstriksi ini meningkat pada penderita dengan sirosis dan asites, terutama penderita dengan sindrom hepatorenal dan berkolerasi terbalik dengan aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus.4,6,7 Selain itu, penelitian yang dilakukan terhadap pasien dengan SHR menunjukkan bahwa konsentrasi plasma endothelin-1 meningkat. Endothelin-1 merupakan salah satu substansi vasokonstriktor ginjal. Peningkatan level endothelin-1 mungkin berkontribusi pada vasokonstriksi ginjal. Hipotesis ini juga didukung dengan penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa pemberian antagonis reseptor endotelin menginduksi peningkatan GFR pada pasien SHR.6,7 Cysteinyl leukotriene (leukotrien C4 dan D4) merupakan vasokonstriktor ginjal yang poten dan menyebabkan kontraksi dari sel mesangial secara in vitro. Penelitian sebelumnya menunjukkan adanya peningkatan cysteinyl leukotrien pada SHR.6 Tromboxane A2 juga memberikan kontribusi pada vasokonstriksi sirkulasi ginjal dan menyebabkan kontraksi dari sel mesangial pada SHR.6 Substansi vasoaktif lainnya seperti adenosin, F2 isoprostanes dapat juga sebagai faktor yang

mempengaruhi patogenesa vasokonstriksi ginjal dalam SHR, tapi mekanismenya masih belum diketahui.4

Gambar 3. Patofisiologi SHR berdasarkan Hipotesis Vasodilatasi Perifer dan Menggambarkan Kemungkiann Hubungan antara Toksin/endotoksin, Hormon, Eicosanoid dengan Potensi Modulator dalam Hemodinamik Ginjal dan Fungsi Glomerulus.9 Faktor Vasodilator Sebuah penelitian pada penderita dengan sirosis atau percobaan pada hewan memperlihatkan bahwa sintesa faktor vasodilator lokal pada ginjal memainkan peran yang penting dalam mempertahankan perfusi ginjal dengan melindungi sirkulasi ginjal dari efek yang merusak dari faktor vasokonstriktor. Mekanisme vasodilator ginjal yang paling penting adalah prostaglandin (PGs).4,8

Bukti yang paling kuat menyokong peran PGs ginjal dalam mempertahankan perfusi ginjal pada sirosis dengan asites diperoleh dari penelitian yang menggunakan obat NSAIDs untuk menghambat pembentukan prostaglandin ginjal. Pemberian NSAIDs, sekalipun dalam dosis tunggal pada penderita sirosis hati dengan asites menyebabkan penurunan yang nyata dalam aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus, yang perubahannya menyerupai kejadian dalam SHR pada penderita dengan aktifitas vasokonstriktor yang nyata.4,9 Vasodilator ginjal lainnya yang mungkin berpartisipasi dalam mempertahankan perfusi ginjal pada sirosis adalah nitrit oksida. Jika produksi nitrit oksida dan PGs dihambat secara tidak langsung dalam percobaan sirosis dengan asites, maka akan terjadi penurunan perfusi ginjal.4

Gambar 4. Patogenesis Sindrom Hepatorenal10 Sistem saraf simpatis Stimulasi sistem saraf simpatis sangat tinggi pada penderita SHR dan menyebabkan vasokonstriksi ginjal dan meningkatnya retensi natrium. Hal ini telah diperlihatkan oleh beberapa peneliti adanya peningkatan sekre-

si katekolamin di pembuluh darah ginjal dan splanik. Kostreva dkk mengamati vasokonstriksi pada arteriol afferent ginjal menimbulkan penurunan aliran darah ginjal dan GFR dan meningkatkan penyerapan air dan natrium di tubulus.4

Gambar 5. Patofisiologi Mekanisme dari Sindrom Hepatorenal Renal VD, renal vasodilation; Renal VC, renal vasoconstriction; SNS, sympathetic nervous system12.4.

Faktor Presipitasi dan Prediktif Berbagai situasi beresiko dapat memicu terjadinya sindrom hepatorenal dan berbagai faktor prediktif memungkinkan untuk memastikan perkembangan sindrom hepatorenal pada pasien non-azotemik dengan sirosis dan asites. Pada SHR tipe 1, faktor-faktor presipitasi diidentifikasi pada 70-100% pasien dengan SHR, dan lebih dari satu kejadian dapat terjadi pada satu pasien.1 Di bawah ini tabel faktor-faktor presipitasi dan prediktif pada pasien sirosis dan asites yang berkaitan dengan SHR.

Tabel 2. Faktor Presipitasi dan Prediktif pada Pasein dengan Sirosis dan Asites yang Berkaitan dengan Perkembangan Sindrom Hepatorenal2

Faktor-faktor presipitasi yang dapat diidentifikasi mencakup infeksi bakteri, parasentesis volume besar tanpa infuse albumin, perdarahan saluran cerna, dan hepatitis alcohol akut dapat memicu terjadinya sindrom hepatorenal.1,2,11

Gambar 6. Peran Faktor Presipitasi pada Sindrom Hepatorenal1

BAB III DIAGNOSIS SINDROM HEPATORENAL3.1. Manifestasi Klinis Manifestasi klinis penderita sindroma hepatorenal ditandai dengan kombinasi antara gagal ginjal, gangguan sirkulasi, dan gagal hati. Gagal ginjal dapat timbul secara perlahan atau progresif dan biasanya diikuti dengan retensi natrium dan air, yang menimbulkan asites, edema dan dilutional hyponatremia, yang ditandai oleh ekskresi natrium urin yang rendah dan pengurangan kemampuan buang air (oliguri anuria). Gangguan sirkulasi sistemik yang berat ditandai dengan tekanan arteri yang rendah, peningkatan cardiac output, dan penurunan total tahanan pembuluh darah sistemik.4 Pada pasien sirosis hepatis, 80% kasus SHR disertai asites, 75% disertai ensefalopati hepatic, dan 40% disertai ikterus.3 Tabel 3. Gangguan Hemodinamik yang Sering Ditemukan pada Sindrom Hepatorenal4 Cardiac output meninggi Tekanan arterial menurun

Total tahanan pembuluh darah sistemik menurun Total volume darah meninggi Aktivasi sistem vasokonstriktor meninggi Tekanan portal meninggi Portosystemic Shunt Tekanan pembuluh darah splanik menurun Tekanan pembuluh darah ginjal meninggi Tekanan arteri brachial dan femoral meninggi Tahanan pembuluh darah otak meninggi Secara klinis Sindroma Hepatorenal dapat dibedakan atas 2 tipe yaitu; 1. Sindroma Hepatorenal tipe I Merupakan manifestasi yang sangat progresif, dimana terjadi peningkatan serum kreatinin dua kali lipat.3 Tipe I ditandai oleh peningkatan yang cepat dan progresif dari BUN (Blood Urea Nitrogen) dan kreatinin serum yaitu nilai kreatinin >2,5 mg/dl atau penurunan kreatinin klirens dalam 24 jam sampai 50%, keadaan ini timbul dalam beberapa hari hingga 2 minggu.3,4 Gagal ginjal sering dihubungkan dengan penurunan yang progresif jumlah urin, retensi natrium dan hiponatremi.4 Penderita dengan tipe ini biasanya dalam kondisi klinik yang sangat berat dengan tanda gagal hati lanjut seperti ikterus, ensefalopati atau koagulopati.4,6 Tipe ini umum pada sirosis alkoholik berhubungan dengan hepatitis alkoholik, tetapi dapat juga timbul pada sirosis non alkoholik. Kira-kira setengah kasus Sindroma Hepatorenal tipe ini timbul spontan tanpa ada faktor presipitasi yang diketahui, kadangkadang pada sebagian penderita terjadi hubungan sebab akibat yang erat dengan beberapa komplikasi atau intervensi terapi, seperti infeksi bakteri, perdarahan gastrointestinal, parasintesis. Peritonitis Bakteri Spontan (SBP) adalah penyebab umum dari penurunan fungsi ginjal

pada sirosis. Kira-kira 35% penderita sirosis dengan SBP timbul Sindroma Hepatorenal tipe I.4 Sindroma Hepatorenal Tipe I adalah komplikasi dengan prognosis yang sangat buruk pada penderita sirosis, dengan mortalitas mencapai 95%. Rata-rata waktu harapan hidup penderita ini kurang dari dua minggu, lebih buruk dari lamanya hidup dibanding dengan gagal ginjal akut dengan penyebab lainnya.3,4,6 2. Sindroma Hepatorenal Tipe II Merupakan bentuk kronis SHR.3 Tipe II SHR ini ditandai dengan penurunan yang sedang dan stabil dari laju filtrasi glomerulus (BUN dibawah 50 mg/dl dan kreatinin serum < 2 mg / dl). Tidak seperti tipe I SHR, tipe II SHR biasanya terjadi pada penderita dengan fungsi hati relatif baik. Biasanya terjadi pada penderita dengan ascites resisten diuretik. Diduga harapan hidup penderita dengan kondisi ini lebih panjang dari pada Sindroma Hepatorenal tipe I.3,4,6 3.2. Diagnosis Tidak ada tes yang spesifik untuk diagnostik sindrom hepatorenal. Diagnosis SHR selalu dibuat setelah eksklusi gangguan-gangguan lain yang dapat menyebabkan gagal ginjal pada pasien sirosis.8 Kriteria diagnostik yang dianut sekarang adalah berdasarkan International Ascites Clubs Diagnostic Criteria of Hepatorenal Syndrome. Tabel 4. Kriteria diagnostik Sindroma Hepato Renal berdasarkan International Ascites Club1-12 Kriteria Mayor 1. Penyakit hati akut atau kronik dengan gagal hati lanjut dan hipertensi portal. 2. GFR rendah, keratin serum >1,5 mg/dl (130 mol/L) atau kreatinin klirens 24 jam < 40 ml/mnt. 3. Tidak ada syok, infeksi bakteri sedang berlangsung, kehilangan cairan dan mendapat obat nefrotoksik.

4. Tidak ada perbaikan fungsi ginjal dengan pemberian plasma ekspander 1,5 liter dan diuretik (penurunan kreatinin serum menjadi < 1,5 mg/dl atau peningkatan kreatinin klirens menjadi > 40 ml/mnt) 5. Proteinuria < 0,5 g/hari dan tidak dijumpai obstruktif uropati atau penyakitparenkim ginjal secara ultrasonografi Kriteria Tambahan 1. Volume urin < 500 ml / hari 2. Natrium urin < 10 meg/liter 3. Osmolalitas urin > osmolalitas plasma 4. Eritrosit urin < 50 /lpb 5. Natrium serum 1,5 mg/dl atau kreatinin klirens 24 jam < 40 ml/mnt, tidak ada syok, infeksi bakteri sedang berlangsung, kehilangan cairan dan mendapat obat nefrotoksik, tidak ada perbaikan fungsi ginjal dengan pemberian plasma ekspander 1,5 ltr dan diuretik (penurunan kreatinin serum menjadi < 1,5 mg/dl atau peningkatan kreatinin klirens menjadi > 40 ml/mnt) serta proteinuria < 0,5 g/hari dan tidak dijumpai obstruksi uropati atau penyakit parenkim ginjal secara ultrasonografi. Selain criteria mayor, terdapat pula criteria oambahan berupa volume urin < 500 ml / hari, natrium urin < 10 meg/liter, Osmolalitas urin > osmolalitas plasma, Eritrosit urin < 50 /lpb, Natrium serum