ruptur uteri

27
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Di negara berkembang, AKI sebesar 585/100.000 kelahiran hidup. Di As terjadi 323/100.000 kelahiran hidup setiap tahunnya. Berdasarkan S Kesehatan Indonesia (SDKI), AKI di Indonesia pada tahun 2007 ada kelahiran hidup. Penyebab AKI diantaranya Pendarahan (28%),eklampsi, infeksi, komplikasi masa puerperium, abortu, partus lama, emboli obstetri, dan lai Ruptura uteri atau robekan rahim merupakan peristiwa yang amat memba baik untuk ibu maupun untuk janin. Ruptura uteri dapat terjadi s komplet dimana robekan terjadi pada semua lapisan miometrium termasuk peritoneum dan dalam hal ini umumnya janin sudah berada dalam cavum abdomen dalam keadaan mati, ruptura inkomplet , robekan rahim secara parsial dan peritoneum masih utuh. An sekitar 0,5%. Ruptura uteri dapat terjadi secara spontan atau akibat trauma dan dapat terjadi pada uterus yang utuh atau yang sudah mengalami cacat rahim (pasca m pascasectio caesar) serta dapat terjadi pada ibu yang sedang inpartu (awa beluminpartu (akhir kehamilan). Kejadian ruptura uteri yang berhubunga rahim adalah sekitar 40%, ruptura uteri yang berkaitan dengan low section (insisi tranversal) adalah kurang dari 1% dan pada classical caes longitudinal) kira kira 4% – 7%. 1

Upload: rika-rahmi

Post on 22-Jul-2015

794 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Di negara berkembang, AKI sebesar 585/100.000 kelahiran hidup. Di Asia AKI terjadi 323/100.000 kelahiran hidup setiap tahunnya. Berdasarkan Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI), AKI di Indonesia pada tahun 2007 adalah 228/100.000 kelahiran hidup. Penyebab AKI diantaranya Pendarahan (28%), eklampsi, infeksi, komplikasi masa puerperium, abortu, partus lama, emboli obstetri, dan lain-lain. Ruptura uteri atau robekan rahim merupakan peristiwa yang amat membahayakan baik untuk ibu maupun untuk janin. Ruptura uteri dapat terjadi secara komplet dimana robekan terjadi pada semua lapisan miometrium termasuk peritoneum dan dalam hal ini umumnya janin sudah berada dalam cavum abdomen dalam keadaan mati, sekitar 0,5%. Ruptura uteri dapat terjadi secara spontan atau akibat trauma dan dapat terjadi pada uterus yang utuh atau yang sudah mengalami cacat rahim (pasca miomektomi atau pascasectio caesar) serta dapat terjadi pada ibu yang sedang inpartu (awal persalinan) atau beluminpartu (akhir kehamilan). Kejadian ruptura uteri yang berhubungan dengan cacat rahim adalah sekitar 40%, ruptura uteri yang berkaitan dengan low segmen caesarean section (insisi tranversal) adalah kurang dari 1% dan pada classical caesarean section (insisi longitudinal) kira kira 4% 7%. ruptura inkomplet, robekan rahim secara parsial dan peritoneum masih utuh. Angka kejadian

1

B. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah dalam kasus ini adalah : 1. Apa pengertian ruptura uteri? 2. Apa penyebab ruptura uteri? 3. Bagaimana tanda dan gejala ruptura uteri? 4. Bagaimana penatalaksanaan medis ruptura uteri? 5. Bagaimana asuhan kebidanan yang diberikan pada ibu bersalin dengan ruptura uteri? C. TUJUAN Tujuan dari pembuatan kasus ini adalah :1. Untuk memenuhi tugas praktek klinik kebidanan I DIV Bidan Kinik di Rumah Sakit

Bhayangkara Bengkulu periode 2 April hingga 5 Mei 2012.2. Sebagai tolak ukur informasi bagi petugas pelayanan kesehatan mengenai asuhan

kebidanan pada ibu dengan ruptur uteri Rumah Sakit Bhayangkara Bengkulu untuk memberikan upaya preventif pencegahan resiko kehamilan pada ibu hamil dan bersalin.3. Sebagai

pengetahuan tambahan bagi para pembaca yang ingin menambah

pengetahuannya tentang ruptur uteri.

2

BAB II PEMBAHASAN A. PENGERTIAN Ruptur Uteri adalah robekan atau diskontinuita dinding rahim akibat dilampauinya daya regang miomentrium. (buku acuan nasional pelayanan kesehatan maternal dan neonatal) Rupture uteri adalah robeknya dinding uterus pada saat kehamilan atau dalam persalinan dengan atau tanpa robeknya perioneum visceral( Obstetri dan Ginekologi ) B. ETIOLOGI Ruptur uteri dapat terjadi sebagai akibat cedera atau anomali yang sudah ada sebelumnya, atau dapat menjadi komplikasi dalam persalinan dengan uterus yang sebelumnya tanpa parut. Akhir-akhir ini, penyebab ruptur uteri yang paling sering adalah terpisahnya jaringan parut akibat seksio sesarea sebelumnya dan peristiwa ini kemungkinan semakin sering terjadi bersamaan dengan timbulnya kecenderungan untuk memperbolehkan partus percobaan pada persalinan dengan riwayat seksio sesarea. Faktor predisposisi lainnya yang sering ditemukan pada ruptur uteri adalah riwayat operasi atau manipulasi yang mengakibatkan trauma seperti kuretase atau perforasi. Stimulasi uterus secara berlebihan atau kurang tepat dengan oksitosin, yaitu suatu penyebab yang sebelumnya lazim ditemukan, tampak semakin berkurang. Umumnya, uterus yang sebelumnya tidak pernah mengalami trauma dan persalinan berlangsung spontan, tidak akan terus berkontraksi dengan kuat sehingga merusak dirinya sendiri.

3

C. KLASIFIKASI Menurut waktu terjadinya: 1. Rupture uteri gravidarum Terjadi waktu sedang hamil, sering berlokasi pada konpus 2. Rupture Uteri durante partum Terjadi waktu melahirkan anak, lokasinya sering pada SBR. Jenis inilah yang paling terbanyak. Menurut lokasinya: 1. Korpus Uteri Biasanya terjadi pada rahim yang sudah pernah mengalami operasi, seperti; SC klasik (korporal) atau miomektomi. 2. Segmen bawah rahim Biasanya terjadi pada partus yang sulit dan lama (tidak maju). SBR tambah lama tambah tegang dan tipis dan akhirnya terjadi rupture uteri. 3. Servik uteri Biasanya terjadi pada waktu melakukan ekstraksi forsep atau versa dan ekstraksi, sedang pembukaan belum lengkap. 4. Kolpoporeksis-kolporeksi Robekan-robekan diantara servik dan vagina. Menurut etiologinya; 1. Rupture uteri spontanea a. Karena dinding rahim yang lemah dan cacat, misalnya pada bekas SC, miomektomi, perforasi waktu kuretase, histerorafia, pelepasan plasenta secara manual b. Karena peregangan yang luar biasa pada rahim, misalnya pada panggul sempit atau kelainan bentuk panggul, janin besar seperti janin penderita DM, hidrops fetalis, post maturitas dan grande multipara. menurut etiologi dibagi menjadi 2:

4

2.

Rupture uteri vioventa (traumatika), karena tindakan dan trauma lain seperti; a. ekstraksi forsef b. Versi dan ekstraksi c. Embriotomi d. Versi brakston hicks e. Sindroma tolakan (pushing sindrom) f. Manual plasenta g. Curetase h. Ekspresi kisteler/cred i. Pemberian pitosin tanpa indikasi dan pengawasan j. Trauma tumpul dan tajam dari luar

Menurut gejala klinis: 1. 2. Rupture uteri imminens (membakat=mengancam): penting untuk diketahui Rupture uteri sebenarnya

D. MEKANISME RUPTUR UTERI Pada umumnya uterus dibagi atas 2 bagian besar corpus uteri dan servik uteri. Batas keduanya disebut ishmus uteri pada rahim yang tidak hamil. Bila kehamilan sudah kira-kira kurang lebih dari 20 minggu, dimana ukuran janin sudah lebih besar dari ukuran kavum uteri, maka mulailan terbentuk SBR ishmus ini. Batas antara korpus yang kontraktil dan SBR yang pasif disebut lingkaran dari bandl. Lingkaran bandl ini dianggap fisiologi bila terdapat pada 2 sampai 3 jari diatas simpisis, bila meninggi, kita harus waspada terhadap kemungkinan adanya rupture uteri mengancam (RUM). Rupture uteri terutama disebabkan oleh peregangna yang luar biasa dari uterus. Sedangkan uterus yang sudah cacat, mudah dimengerti, karena adanya lokus minoris resisten. Pada waktu inpartu, korpus uteri mengadakan kontraksi sedang SBR tetap pasif dan servik menjadi lunak (efacement dan pembukaan).

5

Bila oleh sesuatu sebab partus tidak dapat maju (obstruksi), sedang korpus uteri berkontraksi terus dengan hebatnya (his kuat) maka SBR yang pasif ini akan tertarik keatas, menjadi bertambah reggang dan tipis. Lingkaran bandl ikut meninggi, sehingga sewaktu-waktu terjadi robekan pada SBR tadi. Dalam hal terjadinya rupture uteri jangan dilupakan peranan dari anchoring apparrtus untuk memfiksir uterus yaitu ligamentum rotunda, ligamentum sacro uterina dan jaringan parametri. E. DIAGNOSA DAN GEJALA KLINIS Gejala rupture uteri mengancam 1. Dalam tanya jawab dikatakan telah ditolong atau didorong oleh dukun atau bidan, partus sudah lama berlangsung. 2. Pasien nampak gelisah, ketakutan, disertai dengan perasaan nyeri diperut. 3. Pada setiap datangnya his pasien memegang perutnya dan mengerang kesakitan, bahkan meminta supaya anaknya secepatnya dikeluarkan. 4. Pernafasan dan denyut nadi lebih cepat dari biasanya. 5. Ada tanda dehidrasi karena partus yang lama (prolonged laboura), yaitu mutut kering, lidah kering dan halus badan panas (demam). 6. His lebih lama, lebih kuat dan lebih sering bahkan terus menerus. 7. Ligamentum rotundum teraba seperrti kawat listrik yang tegang, tebal dan keras terutama sebelah kiri atau keduannya. 8. Pada waktu datangnya his, korpus uteri teraba keras (hipertonik) sedangkan sbr teraba tipis dan nyeri kalau ditekan. 9. Penilaian korpus dan sbr nampak lingkaran bandl sebagai lekukan melintang yang bertambah lama bertambah tinggi, menunjukkan sbr yang semakin tipis dan teregang.sering lingkaran bandl ini dikelirukan dengan kandung kemih yang penuh untuk itu lakukan kateterisasi kandung kemih. Dapat peregangan dan tipisnya sbr didinding belakang sehingga tidak dapat kita periksa. Misalnya terjadi pada asinklintismus posterior atau letak tulang ubun-ubun belakang. 10. Perasaan sering mau kencing karena kandung kemih juga tertarik dan teregang keatas, terjadi robekan-robekan kecil pada kandung kemih, maka pada kateterisasi ada hematuria. 11. Pada auskultasi terdengar denyut jantung janin tidak teratur (asfiksia).6

12. Pada pemeriksaan dalam dapat kita jumpai tanda-tanda dari obstruksi, seperti edema portio, vagina, vulva dan kaput kepala janin yang besar. Gejala-gejala rupture uteri: 1. Anamnesis dan infeksi a. Pada suatu his yang kuat sekali, pasien merasa kesakitan yang luar biasa, menjerit seolah-olah perutnya sedang dirobek kemudian jadi gelisah, takut, pucat, keluar keringat dingin sampai kolaps. b. Pernafasan jadi dangkal dan cepat, kelihatan haus. c. Muntah-muntah karena rangsangan peritoneum d. Syok nadi kecil dan cepat, tekanan darah turun bahkan tidak teratur e. Keluar perdarahan pervaginam yang biasanya tidak begitu banyak, lebih-lebih kalau bagian terdepan atau kepala sudah jauh turun dan menyumbat jalan lahir. f. kadang-kadang ada perasaan nyeri yang menjalar ketungkai bawah dan dibahu. g. Kontraksi uterus biasanya hilang. h. Mula-mula terdapat defans muskuler kemudian perut menjadi kembung dan meteoristis (paralisis khusus). 2. Palpasi a. Teraba krepitasi pada kulit perut yang menandakan adanya emfisema subkutan b. Bila kepala janin belum turun, akan mudah dilepaskan dari PAP c. Bila janin sudah keluar dari kavum uteri, jadi berada dirongga perut, maka teraba bagian-bagian janin langsung dibawah kulit perut, dan di sampingnya kadangkadang teraba uterus sebagai suatu bola keras sebesar kelapa.d. Nyeri tekan pada perut, terutama pada tempat yang robek.

3. Auskultasi Biasanya denyut jantung janin sulit atau tidak terdengar lagi beberapa menit setelah rupture, apalagi kalau plasenta juga ikut terlepas dan masuk kerongga perut.

4. Pemeriksaan dalam7

a. Kepala janin yang tadinya sudah jauh turun kebawah, dengan mudah dapat didorong keatas, dan ini disertai keluarnya darah pervaginam yang agak banyak b. Kalau rongga rahim sudah kosong dapat diraba robekan pada dinding rahim dan kalau jari atau tangan kita dapat melalui robekan tadi maka dapat diraba usus, omentum dan bagian-bagian janin c. Kateterisasi hematuri yang hebat menandakan adanya robekan pada kandung kemih d. Catatan 1) Gejala rupture uteri incomplit tidak sehebat komplit 2) Rupture uteri yang terjadi oleh karena cacat uterus biasanya tidak didahului oleh uteri mengancam.3) Sangat penting untuk diingat lakukanlah selalu eksplorasi yang teliti dan hati-

hati sebagai kerja tim setelah mengerjakan sesuatu operative delivery, misalnya sesudah versi ekstraksi, ekstraksi vakum atau forsef, embriotomi dan lain-lain.

8

F. DIAGNOSA BANDING 1. 2. 3. Solusio Plasenta Plasenta Previa Rupture Uteri

G. UPAYA PENCEGAHAN (PROVILAKSIS) 1. Panggul sempit (CPD) Anjurkan bersalin dirumah sakit 2. Malposisi kepala Cobalah lakukan reposisi, kalau kiranya sulit dan tidak berhasil, pikirkan untuk melakukan SC primer saat inpartu 3. Malpresentasi letak lintang atau presentasi bahu, maupun letak bokong, presentasi rangkap. 4. Hidrosefalus 5. Rigid servik 6. Tetania uteri 7. Tumor jalan lahir 8. Grandemultipara dan abdomen pendulum9. Riwayat SC

10. Uterus cacat karena miomektomi, curetage, manual uri, maka dianjurkan bersalin diruma sakit dengan pengawasan yang teliti 11. Rupture uteri karena tindakan obstetrik dapat dicegah dengan bekerja secara legeartis, jangan melakukan ekspresi kristeler yang berlebih-lebihan, bidan dilarang memberikan oksitosin sebelum janin lahir

9

H. PENANGANAN Untuk mencegah timbulnya ruptura uteri pimpinan persalinan harus dilakukan dengan cermat, khususnya pada persalinan dengan kemungkinan distosia, dan pada wanita yang pernah mengalami sectio sesarea atau pembedahan lain pada uterus. Pada distosia harus diamati terjadinya regangan segmen bawah rahim, bila ditemui tanda-tanda seperti itu, persalinan harus segera diselesaikan. Jiwa wanita yang mengalami ruptur uteri paling sering bergantung pada kecepatan dan efisiensi dalam mengoreksi hipovolemia dan mengendalikan perdarahan. Perlu ditekankan bahwa syok hipovolemik mungkin tidak bisa dipulihkan kembali dengan cepat sebelum perdarahan arteri dapat dikendalikan, karena itu keterlambatan dalam memulai pembedahan tidak akan bisa diterima. Tindakan pertama adalah mengatasi syok, memperbaiki keadaan umum penderita dengan pemberian infus cairan dan tranfusi darah, kardiotonika, antibiotika. Bila keadaan umum mulai baik, tindakan selanjutnya adalah melakukan laparatomi dengan tindakan jenis operasi: 1. Histerektomi, baik total maupun subtotal. 2. Histerorafia, yaitu tepi luka dieksidir lalu dijahit sebaik-baiknya. 3. Konservatif, hanya dengan tamponade dan pemberian antibiotik yang cukup. Tindakan aman yang akan dipilih, tergantung dari beberapa faktor, antara lain: 1. Keadaan umum 2. Jenis ruptur, inkompleta atau kompleta 3. Jenis luka robekan 4. Tempat luka 5. Perdarahan dari luka 6. Umur dan jumlah anak hidup 7. Kemampuan dan keterampilan penolong

10

I. PROGNOSIS Rupture uteri merupakan peristiwa yang sangat gawat bagi ibu dan lebih-lebih bagi anak. Prognosa ibu tergantung dari beberapa faktor: 1. Diagnosa serta pertolongan yang cepat dan tepat 2. Keadaan umum penderita 3. Jenis rupture dan apakah arteri uterina ikut putus 4. Cara terjadinya ruptur; ruptur uteri pada bekas parut lebih baik dari yang traumatika 5. Fasilitas tempat pertolongan, penyediaan cairan dan darah yang cukup 6. Keterampilan operator dan jenis anestesi - Antibiotika yang tepat dan cukup - Perawatan post operatif

11

BAB III PEMBAHASAN ASUHAN KEBIDANAN PADA NY. J DENGAN RUPTUR UTERI DI RUANG VK KEBIDANAN RS. BHAYANGKARA BENGKULU Hari/tanggal : Minggu, 15 April 2012 Pukul Tempat Pengkaji No MR Identitas Nama Umur Pekerjaan Agama Alamat S : Ibu dirujuk oleh bidan X pada pembukaan 4 cm karena tiba-tiba ibu mengeluh nyeri hebat

: 10.00 wib : RS Bhayangkara : Mahasiswa DIV Poltekkes Kemenkes Bengkulu : 04. 00. 85

: Ny. J : 34 Tahun : IRT : Islam : Jl. Sulawesi Rt 1

Nama suami : Tn. D Umur Pekerjaan Agama Alamat : 35 tahun : Swasta : Islam : Jl. Sulawesi Rt 1

Pendidikan : SMA

Pendidikan : SMA

pada perut Hamil anak ke3, umur kehamilan 9 bulan dan tidak pernah keguguran Keluar darah segar dari kemaluan sejak 4 jam yang lalu

Merasa lemas dan pusing Merasa nyeri yang hebat pada perut bagian bawah dan terasa keras seperti papan HPHT : 13 juli 2011 bidan. Merasa cemas dengan keadaannya sekarang 12

TP : 20 april 2012

Pada kehamilan ke 3 ini ibu ingin mencoba kembali melahirkan secara normal dengan

Tidak pernah jatuh atau kecelakaan selama kehamilan ini Anak pertama lahir spontan dengan bidan, jenis kelamin: , BB: 2700 gr, PB: 49 cm, LK:

33 cm, LD: 32 cm pada tahun 2006. Anak kedua lahir dengan tindakan SC, jenis kelamin: , BB: 3200 gr, PB: 50 cm, LK: 34

cm, LD: 33 cm pada tahun 2008 Tidak pernah menderita penyakit asma, jantung, diabetes, hepatitis, AIDS, dan penyakit menular dan menahun lainnya. Didalam keluarga tidak ada yang menderita penyakit asma, jantung, diabetes, hepatitis,

HIV/AIDS, dan penyakit menular dan menahun lainnya serta tidak ada riwayat keturunan kembar. O : 1. Pemeriksaan umum Keadaan umum Kesadaran TTV TD Pols RR Suhu 2. Pemeriksaan Fisik a. Muka Warna b. Mata Conjungtiva Sklera c. Mulut Mukosa Warna : kering : pucat : anemis : an ikterik : pucat : 100/70 mmHg : 85 x/m : 21 x/m : 37C : lemah : compos mentis

13

d. Abdomen Bekas operasi Lingkaran bandl TFU Auskultasi : ada (seksio cesarea) : terlihat mendekati pusat : pertengahan pusat-px, palpasi teraba keras seperti papan. : pemeriksaan DJJ tidak bisa dilakukan karena ibu merasa nyeri perut yang hebat secara terus menerus Kontraksi : kontraksi hipertonik tanpa fase relaksasi e. Genetalia vulva vagina : tidak ada kelainan dan tidak ada oedama Pengeluaran: blood slim 3. Pemeriksaan dalam Pembukaan : 5 cm Penipisan Ketuban Presentasi Penurunan Penunjuk : 50 % :+ : kepala : hodge II : UUK

Nyeri tekan: ada, di perut bagian bawah

4. Pemeriksaan penunjang Hb : 7,4 gr % (12-14 gr/dL)

A : Ny. J umur 34 tahun G3P2A0 hamil 38 minggu, intra uterin,janin tunggal hidup, presentasi kepala, kedaan umum ibu lemah, inpartu kala 1 fase aktif dengan Ruptur uteri

14

P: Pukul Pukul 10.15 wib Tindakan Menginformasikan hasil pemeriksaan pada ibu Paraf

dan keluarga Ibu dan keluarga mengerti serta dapat menerima keadaannya serta mau melakukan apa yang disarankan dokter Pukul 10.20 wib Melakukan pemantauan K/U dan TTV ibu K/u: lemah, Kesadaran: CM, TD:100/70 mmHg, Pols: 85 x/m,RR: 21 x/m, suhu : 370 c Pukul 10.25 wib Mengobservasi tanda-tanda dehidrasi. Muka pucat, kojugtiva anemis, mukosa bibir kering, lemas. Pukul 10.30 wib Melakukan kolaborasi dengan dr. D untuk tindakan yang akan diambil yaitu persiapan pre operasi. Mempersiapkan transfusi darah 2 kantong

Memasang infus RL gtt xx/menit Pukul 10.45 wib Melakukan pemasangan kateter Memberikan support mental pada ibu dengan melibatkan suami dan keluarga agar ibu merasa Pukul 11.00 wib Pukul 11.30 wib tenang dan nyaman Operasi dimulai, tindakan Sectio Caesarea dilakukan oleh dr. DMelakukan

kolaborasi menangis

dengan spontan,

dr. jenis

S

untuk kelamin

melaksanakan asuhan bayi baru lahir Bayi lahir pukul 10.30 wib, perempuan, BB 3000 gram, PB 50 cm, injeksi neo k 0,5 cc, salep mata gentamicyn, dan menjaga Pukul 12.00 wib kehangatan bayi Melakukan kolaborasi dengan dr. D untuk pemberian15

therapi.1.

Memberikan IVFD RL + pitogen 2

ampul gtt xx / menit (harus habis selama 8 jam) bila habis, lanjutkan RL asnet.2.

Memberikan injeksi Goforan 2 x 1 gr IV Memberikan injeksi Sankarbin 1 x 1 gr Memberikan injeksi Antrain 3 x 1 gr IV

pada pukul 12.00 wib dan 24.00 wib3.

IV pada pukul 12.00 wib4.

pada pukul 12.00 wib, 20.00 wib dan pukul 04.00 wib5.

Memberikan injeksi Transamin 3 x 1 gr

IV pada pukul 12.00 wib, 20.00 wib dan pukul 04.00 wib6.

Memberikan Pronalges suppost (Bila Mempersiapkan transfusi WB I kantong

Pukul 12.10 wib

perlu/bila pasien masih merasa sakit)7.

(setelah itu cek HB) Menganjurkan ibu untuk istirahat Menganjurkan ibu untuk makan dan minum Memberitahukan pada ibu dan keluarga, setelah 6 jam nanti, ibu boleh miring kiri/kanan, dan duduk setengah duduk Memberitahukan pada ibu dan keluarga, jika ibu

ada keinginan buang angin, ibu dipersilahkan buang angin

16

Hari/Tanggal

: Senin, 16 April 2012

Pukul Tempat Pengkaji No MR

: 08.00 wib : RS Bhayangkara : Mahasiswa DIV Poltekkes Kemenkes Bengkulu : 04. 00. 85

S : Merasa lemas dan pusing Masih merasa cemas dengan keadaannya sekarang

Ibu belum BAB Ibu belum buang angin

Ibu sudah dapat miring ke kiri dan kanan O : 1. Pemeriksaan umum Keadaan umum Kesadaran TTV TD Pols RR Suhu 2. Pemeriksaan Fisik a. Muka Warna b. Mata Conjungtiva : anemis17

: lemah : compos mentis : 120/80 mmHg : 85 x/m : 22 x/m : 36,5C

: pucat

Sklera

: an ikterik

c. Mulut Mukosa Warna d. Abdomen Nyeri tekan: ada, di perut bagian bawah Bekas operasi TFU Kontraksi : baik e. Genetalia Pengeluaran: lochea rubra Jumlah A: Ny. J umur 34 tahun P3A0 post operasi sectio saesarea 1 hari P: Pukul Pukul 08.15 wib

: kering : pucat

: ada (seksio cesarea) : 3 jari dibawah pusat

: 150 cc

Tindakan Menginformasikan hasil pemeriksaan pada ibu

Paraf

dan keluarga. Ibu dan keluarga mengerti serta dapat menerima keadaannya Pukul 08.20 wib Melakukan pemantauan K/U dan TTV ibu K/u: lemah, Kesadaran: CM, TD:120/80 mmHg, Pols: 85 x/m,RR: 22 x/m, suhu : 36.50 c Pukul 08.25 wib Mengobservasi tanda-tanda dehidrasi. Muka pucat, kojugtiva anemis, mukosa bibir kering, lemas. Pukul 08.35 wib Memberikan support mental pada ibu dengan melibatkan suami dan keluarga agar ibu merasa18

tenang dan nyaman Pukul 08.40 wib Melakukan kolaborasi dengan dr. D untuk pemberian therapi.1.

Memberikan cairan infus RL asnet

Memberikan injeksi Alinamin F 3x1 gr IV pada

pukul 09.00 wib, pukul 17.00 wib dan pukul 01.00 wib Memberikan injeksi Ranitidin 2x1 gr IV pada

pukul 09.00 wib dan pukul 21.00 wib2.

Memberikan transfusi darah 1 kantong

Menganjurkan ibu untuk minum Obat oral

- Asam mefenamat 3x1 pada pukul 09.00 wib, pukul 17.00 wib dan pukul 01.00 wib - Sefadoksil 3x1 pada pukul 09.00 wib, pukul 17.00 wib dan pukul 01.00 wib - Laktafit 2x1 pada pukul 09.00 wib dan pukul 21.00 wib 3. Melakukan pelepasan kateter Menganjurkan ibu untuk mobilisasi, miring kiri/kanan, duduk setengah duduk, belajar berjalan perlahan untuk BAK Menganjurkan ibu untuk istirahat Menganjurkan ibu untuk makan dan minum

19

Hari/tanggal Pukul Tempat Pengkaji No MR S :

: Selasa,17 April 2012 : 08.00 wib : RS Bhayangkara : Mahasiswa DIV Poltekkes Kemenkes Bengkulu : 04. 00. 85

Merasa lemas dan pusing Ibu belum BAB Ibu belum buang angin Ibu mengeluh kembung O : 1. Pemeriksaan umum Keadaan umum Kesadaran TTV TD Pols RR Suhu 2. Pemeriksaan Fisik a. Muka Warna b. Mata Conjungtiva Sklera c. Mulut Mukosa Warna : kering : pucat : anemis : an ikterik : pucat : 120/80 mmHg : 80 x/m : 24 x/m : 36.5C : baik : compos mentis

20

d. Abdomen Nyeri tekan: ada, di perut bagian bawah Bekas operasi TFU Kontraksi : baik e. Genetalia Pengeluaran: locea rubra Jumlah Hb A: Ny. J umur 34 tahun P3A0 post operasi sectio saesarea 2 hari P: Pukul Pukul 08.15 wib Tindakan Menginformasikan hasil pemeriksaan pada ibu Paraf : 100 cc : 6,0 gr % (12-14 gr/dL) 3. Pemeriksaan penunjang : ada (seksio cesarea) : 3 jari dibawah pusat

dan keluarga Ibu dan keluarga mengerti serta dapat menerima keadaannya Pukul 08.20 wib Melakukan pemantauan K/U dan TTV ibu K/u: lemah, Kesadaran: CM, TD:120/80 mmHg, Pols: 80 x/m,RR: 24 x/m, suhu : 36.50 c Pukul 08.25 wib Mengobservasi tanda-tanda dehidrasi. Muka pucat, kojugtiva anemis, mukosa bibir kering, lemas. Pukul 08.35 wib Memberikan support mental pada ibu dengan melibatkan suami dan keluarga agar ibu merasa tenang dan nyaman Pukul 08.40 wib Melakukan kolaborasi dengan dr. D untuk pemberian therapi. 1.Menganjurkan ibu untuk puasa21

Mengganti cairan infus KN 3b gtt xx/m Memberikan injeksi Alinamin F 3x1 IV pada

pukul 09.00 wib, pukul 17.00 wib dan pukul 01.00 wib

Memberikan injeksi Ranitidin 2x1 gr IV pada Memberikan injeksi Cefotaxim 2 x 1 gr IV pada Memberikan injeksi Antrain 3 x 1 gr IV pada

pukul 09.00 wib dan pukul 21.00 wib

pukul 09.00 wib dan pukul 21.00 wib

pukul 09.00 wib, pukul 17.00 wib dan pukul 01.00 wib2. Memberikan fleet enema 3. Memberikan transfusi darah 2 kantong 4. Melakukan konsul dengan ahli bedah a. b. c.

Memberikan injeksi Penicilin Menganjurkan mobilisasi Memberitahukan bila platus ibu (+), Melatih anus ibu

boleh makan dan minumd.

Menganjurkan ibu untuk mobilisasi, miring kiri/kanan, duduk setengah duduk, belajar berjalan perlahan untuk BAK Megajarkan ibu dan keluarga melatih anus ibu Memberitahukan pada ibu dan keluarga jika ibu

buang angin, ibu boleh makan dan minum

22

Hari/tanggal : Rabu, 18 April 2012 Pukul Tempat Pengkaji No MR S : Tidak ada keluhan Ibu sudah buang angin dan makan-minum Merasa keadaannya sudah lebih baik dari hari sebelumnya O : 1. Pemeriksaan umum Keadaan umum Kesadaran TTV TD Pols RR Suhu2. Pemeriksaan Fisik`

: 08.00 wib : RS Bhayangkara : Mahasiswa DIV Poltekkes Kemenkes Bengkulu : 04. 00. 85

: baik : compos mentis : 100/70 mmHg : 80 x/m : 21 x/m : 37C

a. Muka Warna b. Mata Conjungtiva Sklera c. Mulut Mukosa Warna : lembab : tidak pucat : an anemis : an ikterik : tidak pucat

23

d. Abdomen Bekas operasi TFU Kontraksi : baik e. Genetalia Pengeluaran: lochea sangoelenta Jumlah A: Ny. J umur 34 tahun P3A0 post operasi sectio saesarea 3 hari P: Pukul Pukul 08.15 wib

: ada (seksio cesarea) : 3 jari dibawah pusat

: 50 cc

Tindakan Menginformasikan hasil pemeriksaan pada ibu

Paraf

dan keluarga. Ibu dan keluarga mengerti serta dapat menerima keadaannya. Pukul 08.20 wib Melakukan pemantauan K/U dan TTV ibu K/u: lemah, Kesadaran: CM, TD:100/70 mmHg, Pols: 80 x/m,RR: 21 x/m, suhu : 36.50 c Pukul 08.25 wib Memberikan support mental pada ibu dengan melibatkan suami dan keluarga agar ibu merasa tenang dan nyaman Pukul 08.35 wibMelakukan kolaborasi dengan dr. T untuk pemberian

therapi. 1. Melakukan observasi K/U dan TTV ibu K/u : Baik, Kesadaran: CM, TD:100/70 mmHg, Pols: 85 x/m, RR: 21 x/m, Temp: 37C2.

Mempebolehkan ibu untuk pulang atas

izin dokter.

24

3.

Memberitahukan ibu untuk kontrol ulang

satu minggu kemudian Memberitahukan pada ibu untuk istirahat di rumah Mengingatkan ibu untuk datang lagi untuk kontrol

ulang 1 minggu kemudian atau saat ibu ada keluhan sebelum waktu yang ditentukan

25

BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Ruptur uteri dapat terjadi sebagai akibat cedera atau anomali yang sudah ada sebelumnya,

atau dapat menjadi komplikasi dalam persalinan dengan uterus yang sebelumnya tanpa parut. Akhir-akhir ini, penyebab ruptur uteri yang paling sering adalah terpisahnya jaringan parut akibat seksio sesarea sebelumnya dan peristiwa ini kemungkinan semakin sering terjadi bersamaan dengan timbulnya kecenderungan untuk memperbolehkan partus percobaan pada persalinan dengan riwayat seksio sesarea. Untuk mencegah timbulnya ruptura uteri pimpinan persalinan harus dilakukan dengan cermat, khususnya pada persalinan dengan kemungkinan distosia, dan pada wanita yang pernah mengalami sectio sesarea atau pembedahan lain pada uterus. Pada distosia harus diamati terjadinya regangan segmen bawah rahim, bila ditemui tanda-tanda seperti itu, persalinan harus segera diselesaikan. B. Saran Sebaiknya tenaga-tenaga kesehatan yang terlatih harus terus mempertahankan dan meningkatkan pelayanan kesehatan terhadap bu dan anak dengan lebih baik lagi dari sebelumnya dalam upaya mencegah timbulnya ruptur uteri agar didapatkan proses persalinan yang aman dengan ibu dan bayi yang sehat.

26

DAFTAR PUSTAKA

Joseph, 2010. Catatan Kuliah Ginekologi & Obstetri (obgyn), Yogyakarta : Nuha Medika. Manuaba, Ida Bagus.2001. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan & Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan, Jakarta: EGC.

Nugroho, Taufan.2010. Kasus Emergency Kebidanan. Yogyakarta : Nuha Medika. Wiknjosastro, Hanifa.2007. Ilmu Kebidanan. Jakarta : YBP-SP.

27