refrat nss hematom epidural editor

22
I. PENDAHULUAN Epidural hematom adalah salah satu jenis perdarahan intrakranial yang paling sering terjadi karena fraktur tulang tengkorak. Otak ditutupi oleh tulang tengkorak yang kaku dan keras. Otak juga dikelilingi oleh sesuatu yang berguna sebagai pembungkus yang disebut dura. Fungsinya untuk melindungi otak, menutupi sinus-sinus vena, dan membentuk periosteum tabula interna (Gilroy J, 2008). Epidural hematom sebagai keadaan neurologis yang bersifat emergensi dan biasanya berhubungan dengan linear fraktur yang memutuskan arteri yang lebih besar, sehingga menimbulkan perdarahan. Arterial hematom terjadi pada arteri meningeal media yang terletak di bawah tulang temporal. Perdarahan masuk ke dalam ruang epidural, bila terjadi perdarahan arteri maka hematom akan cepat terjadi (Duus, 2010). Cedera kepala adalah kondisi yang umum secara neurologi dan bedah saraf dan merupakan salah satu penyebab kematian utama di kalangan usia produktif khususnya di negara berkembang. Hal ini diakibatkan karena mobilitas yang tinggi di kalangan usia produktif sedangkan kesadaran untuk menjaga keselamatan di jalan masih rendah disamping penanganan pertama yang belum benar, rujukan yang 1

Upload: reiza-primayana-vig

Post on 16-Nov-2015

57 views

Category:

Documents


12 download

DESCRIPTION

definisi hematom epiduraletiologi hematom epiduralpenegakan diagnosis hematom epiduraltanda dan gejala hematom epiduralpenatalaksanaan hematom epiduralkomplikasi hematom epiduralprognosis hematom epidural

TRANSCRIPT

I. PENDAHULUANEpidural hematom adalah salah satu jenis perdarahan intrakranial yang paling sering terjadi karena fraktur tulang tengkorak. Otak ditutupi oleh tulang tengkorak yang kaku dan keras. Otak juga dikelilingi oleh sesuatu yang berguna sebagai pembungkus yang disebut dura. Fungsinya untuk melindungi otak, menutupi sinus-sinus vena, dan membentuk periosteum tabula interna (Gilroy J, 2008).Epidural hematom sebagai keadaan neurologis yang bersifat emergensi dan biasanya berhubungan dengan linear fraktur yang memutuskan arteri yang lebih besar, sehingga menimbulkan perdarahan. Arterial hematom terjadi pada arteri meningeal media yang terletak di bawah tulang temporal. Perdarahan masuk ke dalam ruang epidural, bila terjadi perdarahan arteri maka hematom akan cepat terjadi (Duus, 2010).Cedera kepala adalah kondisi yang umum secara neurologi dan bedah saraf dan merupakan salah satu penyebab kematian utama di kalangan usia produktif khususnya di negara berkembang. Hal ini diakibatkan karena mobilitas yang tinggi di kalangan usia produktif sedangkan kesadaran untuk menjaga keselamatan di jalan masih rendah disamping penanganan pertama yang belum benar, rujukan yang terlambat (Sjamsuhidajat R, 2008).Kasus terbanyak cedera kepala adalah kecelakaan mobil dan motor. Di Amerika Serikat pada tahun 1990 dilaporkan kejadian cedera kepala 200/100.000 penduduk pertahun. Pada penderita dengan cedera kepala ringan dan sedang hanya 3% - 5% yang memerlukan tindakan operasi kurang lebih 40% dan sisanya dirawat secara konservatif (Gilroy J, 2008).

II. TINJAUAN PUSTAKAA. DEFINISIEpidural hematoma adalah perdarahan akut pada lokasi epidural. Fraktur tulang kepala dapat merobek pembuluh darah, terutama arteri meningea media yang masuk di dalam tengkorak melalui foramen spinosum dan jalan antara duramater dan tulang di permukaan dalam os temporale (Gilroy J, 2008).Perdarahan yang terjadi menimbulkan epidural hematoma. Desakan oleh hematom akan melepaskan duramater lebih lanjut dari tulang kepala sehingga hematom bertambah besar (Sjamsuhidajat R, 2008). Hematoma epidural (EDH) merupakan kumpulan darah di antara duramater dan tabula interna karena trauma (Gambar-1). Pada penderita traumatic hematoma epidural, 85-96% disertai fraktur pada lokasi yang sama. Perdarahan berasal dari pembuluh darah -pembuluh darah di dekat lokasi fraktur (PERDOSSI, 2006). Sebagian besar hematoma epidural (EDH) (70-80%) berlokasi di daerah temporoparietal, di mana bila biasanya terjadi fraktur calvaria yang berakibat robeknya arteri meningea media atau cabang-cabangnya, sedangkan 10% EDH berlokasi di frontal maupun oksipital. Volume EDH biasanya stabil, mencapai volume maksimum hanya beberapa menit setelah trauma, tetapi pada 9% penderita ditemukan progresifitas perdarahan sampai 24 jam pertama (PERDOSSI, 2006). B. ETIOLOGI Kausa yang menyebabkan terjadinya hematom epidural meliputi (Duus, 2010) : 1. Trauma kepala2. Sobekan a/v meningea mediana3. Ruptur sinus sagitalis / sinus tranversum4. Ruptur v. diploricaHematom epidural ini biasanya berasal dari perdarahan arterial akibat adanya fraktur linier yang menimbulkan laserasi langsung atau robekan arteri meningea mediana.Fraktur tengkorak yang menyertainya dijumpai 85-95 % kasus, sedang sisanya ( 9 % ) disebabkan oleh regangan dan robekan arteri tanpa ada fraktur terutama pada kasus anak-anak dimana deformitas yang terjadi hanya sementara (Gilroy J, 2008). Hematom jenis ini yang berasal dari perdarahan vena lebih jarang terjadi, umumnya disebabkan oleh laserasi sinus duramatris oleh fraktur oksipital, parietal atau tulang sfenoid (Sjamsuhidajat R, 2008). C. EPIDEMIOLOGIHematoma epidural merupakan 2% dari seluruh kasus trauma kepala, sekitar 40.000 kaus pertahun. Angka kejadian hematoma epidural sekitar setengah dari hematoma subdural. Sekitar 70-80 % penderita hematoma epidural berlokasi di lobus parietotemporal, sedangakn 10% di lobus parietal. Hematoma epidural dapat bersifat akut (58%), subakut (31%), atau kronik (11%) (Huisman, 2008).D. FAKTOR RESIKOHematoma epidural lebih sering terjadi pada dewasa muda, laki-laki dengan perbandingan 4:1 dan jarang dialami oleh anak di bawah usia 2 atau setelah 60 tahun. Alkohol juga berhubungan dengan tingginya insidensi hematoma epidural. Hematoma epidural sering disebabkan oleh fraktur os cranial pada masa kanak-kanak atau remaja. Jenis hematoma ini lebih sering pada orang muda karena selaput meninges yang melindungi otak tidak begitu kuat melekat pada tengkorak sebagaimana pada orang yang lebih tua (Huisman, 2008).E. TANDA DAN GEJALAGejala dan tanda yang tampak bervariasi, tetapi khasnya, penderita hematoma epidural memiliki riwayat cedera kepala dengan periode tidak sadar dalam waktu pendek, diikuti dengan periode lusid. Namun interval lusid bukan merupakan tanda diagnostik yang dipercaya karena interval lusid mungkin berlalu tanpa diketahui (Price, 2005).Hematoma epidural di daerah parietotemporal yang tidak segera ditangani akan berlanjut menyebabkan herniasi yang memberikan gejala dan tanda seperti hilangnya kesadaran, dilatasi pupil dan ptosis kelopak mata, kelemahan respon motoric kontralateral, refleks hiperaktif, tanda Babinsky positif, tanda-tanda peningkatan intracranial, gangguan tanda vital dan fungsi pernapasan. Hematoma epidural di daerah frontal dan oksipital sering tidak dicurigai dan memberi tanda-tanda setempat yang tidak jelas (Price, 2005).Gejala lain diantaranya (Yahya, 2008) : 1. Kebingungan2. Nyeri kepala3. Penurunan kesadaran4. Pembesaran pupil pada satu mata5. Mual dan muntah6. Kelemahan dari bagian tubuh, biasanya pada sisi berlawanan dari pupil yang membesar. F. PENEGAKAN DIAGNOSISDiagnosis hematoma epidural ditegakkan berdasarkan tanda gejala, arteriogram karotis, echoensefalogram, serta CT Scan (Price, 2005).1. Tanda dan GejalaGejala yang dikeluhkan penderita hematoma epidural antara lain (Chang, 2005) :a. Nyeri Kepalab. Mual/muntahc. Kejangd. Defisit Neurologis fokal (afasia, kelemahan, dll) Pada pemeriksaan fisik, ditemukan tanda-tanda sebagai berikut (Chang, 2005):a. Penurunan kesadaran (GCS menurun) b. Bradikardi dan atau hipertensi karena peningkatan intrakranialc. Kelemahan seperti hemiparesis kontralateral d. Anisokor, dilatasi pupil ipsilaterale. Defisit neurologis seperti afasia, gangguan visual, ataksia, dll)2. Pemeriksaan Laboratorium Pemriksaan laboratorium yang dilakukan pada penderita hematoma epidural antara lain (Chang, 2005): a. Pemeriksaan Darah lengkap untuk mengetahui adanya infeksi.b. Prothrombin time (PT)/Activated partial thromboplastin time (aPTT) untuk mengidentifikasi pembekuan darah.c. Elektrolit, BUN, kreatinin, glukosa untuk mengetahui adanya gangguan metabolik.3. CT-Scan Hasil pemeriksaan CT-scan menunjukkan gambaran sebagai berikut (Chang, 2005): a. Hematoma epidural akut menunjukkan adanya hiperdens lenticular antara serebri dengan os cranium. Tepi berbentuk planoconvex atau crescent.b. Hematoma epidural subakut menunjukkan adanya gambaran hiperdens homogen.c. Hematoma epidural kronik menunjukkan penampakan heterogen yang disebabkan oleh neovaskularisasi dan granulasi.

G. PATOMEKANISMEPerdarahan epidural timbul akibat cedera terhadap arteri atau vena meningeal. Arteri yang paling sering mengalami kerusakan adalah cabang anterior arteri meningea media. Suatu pukulan yang menimbulkan fraktur kranium pada daerah anterior inferior os parietal, dapat merusak arteri. Cedera arteri dan venosa terutama mudah terjadi jika pembuluh memasuki saluran tulang pada daerah ini (Liebeskind, 2014). Perdarahan yang terjadi melepaskan lapisan meningeal duramater dari permukaan dalam kranium. Tekanan intrakranial meningkat, dan bekuan darah yang membesar menimbulkan tekanan pada daerah motorik gyrus presentralis dibawahnya. Darah juga melintas kelateralmelalui garis fraktur, membentuk suatu pembengkakan di bawah muskulus temporalis (Liebeskind, 2014).Apabila tidak terjadi fraktur, pembuluh darah bisa pecah juga, akibat daya kompresinya. Perdarahan epidural akan cepat menimbulkan gejala gejala, sesuai dengan sifat dari tengkorak yang merupakan kotak tertutup, maka perdarahan epidural tanpa fraktur, menyebabkan tekanan intrakranial yang akan cepat meningkat. Jika ada fraktur, maka darah bisa keluar dan membentuk hematom subperiostal (sefalhematom), juga tergantung pada arteri atau vena yang pecah maka penimbunan darah ekstravasal bisa terjadi secara cepat atau perlahan lahan (Liebeskind, 2014). Pada perdarahan epidural akibat pecahnya arteri dengan atau tanpa fraktur linear ataupun stelata, manifestasi neurologik akan terjadi beberapa jam setelah trauma kapitis (Liebeskind, 2014).

Cedera Kepala di daerah parietotemporal

Terjadi robekan pada arteri meningea media

Perluasan hematoma di daerah lobus temporal

Penekanan lobus temporalis serebri ke arah bawah dan dalam

Bagian medial lobus temporalis mengalami herniasi

Penekanan herniasi pada :

Medulla OblongataJaras kortikospinalis asendensSaraf kranial III

Dilatasi pupil dan kelopak matakelemahan respon motorik kontralateral, refleks hiperaktif, tanda Babinsky positifPenurunan kesadaran

Gambar 1.1 Patomekanisme Hematoma epidural (Price, 2005).Hematoma epidural paling sering terjadi di daerah parietotemporal akibat robekan arteri meningea media. Perluasan hematoma di daerah temporal menyebabkan tertekannya lobus temporalis serebri ke arah bawah dan dalam. Tekanan ini menyebabkan bagian medial lobus (unkus dan sebagian dari gyrus hipokampus) mengalami herniasi di bagian bawah tepi tentorium (Price, 2005).Tekanan herniasi unkus pada sirkulasi arteri ke formasio retikularis medulla oblongata menyebabkan hilangnya kesadaran. Selain itu, herniasi ini dapat menekan saraf kranial III (okulomotorius) yang dapat menyebabkan dilatasi pupil dan ptosis kelopak mata. Tekanan pada jaras kortokospinalis asendens menyebabkan kelemahan respon motorik kontralateral, refleks hiperaktif, dan tanda Babinsky positif. Semakin meluasnya hematoma, seluruh isi otak akan terdorong ke arah yang berlawanan sehingga terjadi peningkatan tekanan intrakranial (Price, 2005).H. GAMBARAN MAKROSKOPISSecara makroskopis, terlihat bekuan darah di atas permukaan eksternal dari dura dalam rongga tengkorak setelah pengeluaran bagian atas tengkorak pada saat otopsi. Lokasi perdarahan tersebut merupakan akibat dari trauma. Sumber perdarahan ini berasal dari arteri meningeal media. Perdarahan ini berlangsung cepat dan darah berkumpul dengan cepat, menyebabkan tanda-tanda neurologis dan gejala dalam beberapa menit sampai beberapa jam (Townsend, 2015)

Gambar 1.2 Epidural Hematoma (Townsend, 2015)

I. PENATALAKSANAAN Soertidewi et al., (2012) menyatakan bahwa dalam Penatalaksanaan Kedaruratan Cedera Kranioserebral, Epidural hematoma termasuk salah satu cedera kranioserebral. Penatalaksanaan cedera kranioserebral dapat dibagi berdasarkan:1. Kondisi kesadaran pasiena. Kesadaran menurun b. Kesadaran baik2. Tindakana. Terapi non-operatif b. Terapi operatif 3. Saat kejadian Manajemen prehospital Instalasi Gawat Darurat Perawatan di ruang rawat Terapi non-operatif pada pasien cedera kranioserebral ditujukan untuk: a. Mengontrol fisiologi dan substrat sel otak serta mencegah kemungkinan terjadinya tekanan tinggi intrakranial b. Mencegah dan mengobati edema otak (cara hiperosmolar, diuretik) c. Minimalisasi kerusakan sekunder d. Mengobati simptom akibat trauma otak e. Mencegah dan mengobati komplikasi trauma otak, misal kejang, infeksi (antikonvulsan dan antibiotik)4. Terapi operatif terutama diindikasikan untuk kasus: a. Fraktur impresi (depressed fracture)b. Cedera kranioserebral tertutup c. Perdarahan epidural (hematoma epidural /EDH) dengan volume perdarahan lebih dari 30mL/44mL dan/atau pergeseran garis tengah lebih dari 3 mm serta ada perburukan kondisi pasien d. Perdarahan subdural (hematoma subdural/SDH) dengan pendorongan garis tengah lebih dari 3 mm atau kompresi/ obliterasi sisterna basalis e. Perdarahan intraserebral besar yang menyebabkan progresivitas kelainan neurologik atau herniasif. Pada cedera kranioserebral terbuka 1) Perlukaan kranioserebral dengan ditemukannya luka kulit, fraktur multipel, dura yang robek disertai laserasi otak 2) Liquorrhea yang tidak berhenti lebih dari 14 hari 3) Pneumoencephali 4) Corpus alienum5) Luka tembak5. Pasien dalam kesadaran sadarSimple Head Injury (SHI), pada pasien ini biasanya tidak ada riwayat penurunan kesadaran sama sekali dan tidak ada defisit neurologik, dan tidak ada muntah. Tindakan hanya perawatan luka. Pemeriksaan radiologik hanya atas indikasi. Umumnya pasien SHI boleh pulang dengan nasihat dan keluarga diminta mengobservasi kesadaran. Bila dicurigai kesadaran menurun saat diobservasi, misalnya terlihat seperti mengantuk dan sulit dibangunkan, pasien harus segera dibawa kembali ke rumah sakit. Penderita mengalami penurunan kesadaran sesaat setelah trauma kranioserebral, dan saat diperiksa sudah sadar kembali. Pasien ini kemungkinan mengalami cedera kranioserebral ringan (CKR).6. Pasien dalam kesadaran menurunCedera kranioserebral ringan (SKG=13-15)1-6Umumnya didapatkan perubahan orientasi atau tidak mengacuhkan perintah, tanpa disertai defi sit fokal serebral. Dilakukan pemeriksaan fisik, perawatan luka, foto kepala, istirahat baring dengan mobilisasi bertahap sesuai dengan kondisi pasien disertai terapi simptomatis. Observasi minimal 24 jam di rumah sakit untuk menilai kemungkinan hematoma intrakranial, misalnya riwayat lucid interval, nyeri kepala, muntah-muntah, kesadaran menurun, dan gejala-gejala lateralisasi (pupil anisokor, refleksi patologis positif). Jika dicurigai ada hematoma, dilakukan CT scan. Pasien cedera kranioserebral ringan (CKR) tidak perlu dirawat jika:a. orientasi (waktu dan tempat) baikb. tidak ada gejala fokal neurologicc. tidak ada muntah atau sakit kepalad. tidak ada fraktur tulang kepala e. tempat tinggal dalam kota f. ada yang bisa mengawasi dengan baik di rumah, dan bila dicurigai ada perubahan kesadaran, dibawa kembali ke RS.7. Cedera kranioserebral sedang, Pasien dalam kategori ini bisa mengalami gangguan kardiopulmoner. Urutan dilakukan tindakan: a. Periksa dan atasi gangguan jalan napas (Airway), pernapasan (Breathing), dan sirkulasi (Circulation) b. Pemeriksaan singkat kesadaran, pupil, tanda fokal serebral, dan cedera organ lain. Jika dicurigai fraktur tulang servikal dan atau tulang ekstremitas, lakukan fiksasi leher dengan pemasangan kerah leher dan atau fi ksasi tulang ekstremitas bersangkutan c. Foto kepala, dan bila perlu foto bagian tubuh lainnya d. CT scan otak bila dicurigai ada hematoma intrakranial e. Observasi fungsi vital, kesadaran, pupil, dan defisit fokal serebral lainnya 8. Cedera kranioserebral beratPasien dalam kategori ini, biasanya disertai cedera multipel. Bila didapatkan fraktur servikal, segera pasang kerah fiksasi leher, bila ada luka terbuka dan ada perdarahan, dihentikan dengan balut tekan untuk pertolongan pertama. Tindakan sama dengan cedera kranioserebral sedang dengan pengawasan lebih ketat dan dirawat di ICU. Di samping kelainan serebral juga bisa disertai kelainan sistemik. Pasien cedera kranioserebral berat sering berada dalam keadaan hipoksi, hipotensi, dan hiperkapni akibat gangguan kardiopulmoner.

9. Tindakan Unit Gawat DaruratTindakan yang dilakukan di Unit Gawat Darurat (UGD) meliputi ABC (Airway, Breathing, Circulation). Airway berupa pembebasan jalan napas, Breathing berupa koreksi oksigenasi, sedangkan Circulation merupakan evaluasi jika terjadi gangguan tekanan darah seperti hipotensi.J. KOMPLIKASIKomplikasi dapat berupa kelainan neurologik (defisit neurologis), berupa sindrom gegar otak dapat terjadi dalam beberapa jam sampai beberapa bulan. Kondisi yang kacau, baik fisik maupun mental serta kematian (Liebeskind, 2014).K. PROGNOSISPrognosis tergantung pada (Ekayuda, 2006) : a. Lokasinya ( infratentorial lebih jelek )b. Besarnyac. Kesadaran saat masuk kamar operasi.Jika ditangani dengan cepat, prognosis hematoma epidural biasanya baik, karena kerusakan otak secara menyeluruh dapat dibatasi. Angka kematian berkisar antara 7-15% dan kecacatan pada 5-10% kasus. Prognosis sangat buruk pada pasien yang mengalami koma sebelum operasi (Japardi, 2005). Prognosis epidural hematoma biasanya baik. Mortalitas pasien dengan epidural hematoma yang telah dievakuasi mulai dari 16% - 32%. Seperti trauma hematoma intrakranial yang lain, biasanya mortalitas sejalan dengan umur dari pasien. Resiko terjadinya epilepsi post trauma pada pasien epidural hematoma diperkirakan sekitar 2% (Evans, 2006).

III. KESIMPULAN

1. Epidural hematoma adalah perdarahan akut pada lokasi epidural. Perdarahan yang terjadi menimbulkan epidural hematoma yang sebagian besar hematoma epidural (EDH) (70-80%) berlokasi di daerah temporoparietal, di mana bila biasanya terjadi fraktur calvaria yang berakibat robeknya arteri meningea media atau cabang-cabangnya, sedangkan 10% EDH berlokasi di frontal maupun oksipital.2. Hematoma epidural memberikan gejala dan tanda seperti hilangnya kesadaran, dilatasi pupil dan ptosis kelopak mata, kelemahan respon motoric kontralateral, refleks hiperaktif, tanda Babinsky positif, tanda-tanda peningkatan intracranial, gangguan tanda vital dan fungsi pernapasan.3. Penatalaksanaan pada hamatom epidural dilakukan berdasarkan kesadaran pasien yang berupa tindakan operatif dan tindakan non operatif.

DAFTAR PUSTAKA

Chang, F.C., Lirng J.F., & Luo C.B. 2005. Evaluation of Clinical and MRI Findings for the Prognosis of Epidural Haematomas. Clinical Radioogyl.;60(7):762-70. Duus P. 2010. Diagnosis Topik Neurologi Anatomi, Fisiologi, Tanda, Gejala. Jakarta: EGCEkayuda I. 2006. Radiologi Diagnostik Edisi Kedua. Jakarta: Gaya Baru. p. 359-65, 382-87Evans, RW. 2006. The postconcussion syndrome and the sequelae of mild head injury. In: Neurology and Trauma, 2nd ed, Evans, RW (Ed). New York : OxfordGilroy J. 2008. Basic Neurology. USA: McGraw-Hill. p. 553-5Huisman, T.A. & Tschirch F.T. 2008. Epidural Hematoma in Children. Journal of Neuroradiology. Japardi I. 2005. Penatalaksanaan Cedera Kepala Secara Operatif. Bagian Bedah Fakultas Kedokteran USU. Didapat dari : http://library.usu.ac.id/download/fk/bedah-iskandar%20japardi61.pdfLiebeskind, D. 2014. Epidural Hematoma. Available at: http://emedicine.medscape.com/article/1137065-overview (Diakses pada 23 Maret 2015, 20:19)PERDOSSI. 2006. Konsensus Nasional Penanganan Trauma Kapitis dan Trauma Spinal. Jakarta: PERDOSSI Bagian Neurologi FKUI/RSCM, p. 9-11Price, Sylvia A. & Lorraine M. Wilson. 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis dan Proses-proses Penyakit. Edisi 6. Jakarta : EGCSjamsuhidajat R, Jong WD. 2008. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 3. Jakarta: EGCSoertidewi, L., 2012. Penatalaksanaan Kedaruratan Cedera Kranioserebral. Journal Continuing Medical Education. IDI -193/ vol. 39 no. 5. Available at:http://www.kalbemed.com/Portals/6/05_193Penatalaksanaan%20Kedaruratan.pdf. (Diakses pada 23 Maret 2015, 20:38)Townsend, J., 2015. Gross Epidural Hematoma. University of Utah. Available at: http://library.med.utah.edu/WebPath/CNSHTML/CNS020.html. (Diakses pada 23 Maret 2015, 20:14)Yahya, Rachmanuddin C. 2007. Artikel Kedokteran Radiologi : Epidural Hematoma. Available at : www.jevuska.com/2008/01/09/epidural-hematoma/

14

4