referat mielitis

27
REFERAT MYELITIS PEMBIMBING : Dr. Edi Prasetyo, Sp.S PEMBIMBING: dr. Edi Prasetyo, Sp.S DISUSUN OLEH Muhammad Siddik (1102008349) Akmal Nugraha (1102009018) Annisa Abadia (1102010026) Dahlia Ardhyagarini Poernomo (1102010062) Fitria Rizka Utami (1102010106)

Upload: tia-utami

Post on 26-Jan-2016

216 views

Category:

Documents


21 download

DESCRIPTION

neuro

TRANSCRIPT

Page 1: REFERAT MIELITIS

REFERAT

MYELITIS

PEMBIMBING :

Dr. Edi Prasetyo, Sp.S

PEMBIMBING:

dr. Edi Prasetyo, Sp.S

DISUSUN OLEH

Muhammad Siddik (1102008349)

Akmal Nugraha (1102009018)

Annisa Abadia (1102010026)

Dahlia Ardhyagarini Poernomo (1102010062)

Fitria Rizka Utami (1102010106)

BAGIAN ILMU PENYAKIT SYARAF

RSUD SUBANG

PERIODE AGUSTUS 2014

Page 2: REFERAT MIELITIS

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Pada abad 19, hampir semua penyakit pada medula spinalis disebut mielitis. Dalam

Dercum’s Of Nervous Diseases pada 1895, Morton Prince menulis tentang mielitis trumatik,

mielitis kompresif dan sebagainya. Dengan bertambah majunya pengetahuan neuropatologi, satu

persatu penyakit di atas dapat diseleksi hingga yang tergolong benar-benar karena radang saja

yang masih tertinggal.

Dewasa ini istilah yang digunakan untuk dapat menunjukkan proses radang pada medulla

spinalis adalah mielitis. Bila mengenai substansia grisea disebut poliomielitis, bila mengenai

substansia alba disebut leukomielitis, dan bila seluruh potongan melintang medula spinalis

terserang proses radang maka disebut mielitis transversa. Lesi yang multipleks dan tersebar

sepanjang sumbu vertikel disebut mielitis diseminata atau difusa. Sedang istilah meningomielitis

menunjukkan adanya proses radang baik pada meninges maupun medula spinalis, demikian pula

denagn meningoradikulitis (meninges dan radiks). Proses radang yang hanya terbatas pada

durameter spinalis disebut pakimeningitis dan bahan infeksi yang terkumpul dalam ruang

epidural disebut abses epidural atau granuloma.

Pembagian mielitis akut, subakut dan kronis berdasarkan perjalanan klinis penyakit yang

berlangsung dengan, untuk akut beralngsung untuk sehari, 2 sampai 6 miggu dikatakan subakut

serta lebih dari 6 minggu dikatakan sebagai kronik.

Diagnosa dapat dilakukan dengan pemeriksaan secara Dilakukan pungsi lumbal , CT scan

atau MRI, mielogram serta pemeriksaan darah.

Penatalaksanaan hanyalah diberikan terrapin kortikosteroid dosis tinggi selama 10 hari

dan penatalaksanaan penyebab mielitis.

B. Tujuan Penulisan

Mengetahui definisi, epidemiologi, gambaran klinis, dan tatalaksana pada mielitis terutama

mielitis transversa.

Page 3: REFERAT MIELITIS

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. DEFINISI

Pada abad 19, hampir semua penyakit pada medula spinalis disebut mielitis. Dalam

Dercum’s Of Nervous Diseases pada 1895, Morton Prince menulis tentang mielitis trumatik,

mielitis kompresif dan sebagainya, yaang agak memberikan kejelasan tentang arti terminologi

tersebut. Dengan bertambah majunya pengetahuan neuropatologi, satu persatu penyakit di atas

dapat diseleksi hingga yang tergolong benar-benar karena radang saja yang masih tertinggal.

Menurut Plum dan Olsen (1981) serta Banister (1978) mielitis adalah terminologi

nonspesifik, yang artinya tidak lebih dari radang medula spinalis. Tetapi Adams dan Victor

(1985) menulis bahwa mielitis adalah proses radang infektif maupun non-infektif yang

menyebabkan kerusakan pada nekrosis pada substansia grisea dan alba.

Menurut perjalanan klinis antar awitan hingga munculnya gejala klinis mielitis dibedakan

atas :

1. Akut :

Simtom berkembang dengan cepat dan mencapai puncaknya dalam tempo beberapa hari

saja.

2. Sub Akut :

Perjalanan klinis penyakit berkembang dalam waktu 2-6 minggu.

3. Kronik :

Perjalanan klinis penyakit berkembang dalam waktu lebih dari 6 minggu.

Beberapa istilah lain digunakan untuk dapat menunjukkan dengan tepat, distribusi proses

radang tersebut. Bila mengenai substansia grisea disebut poliomielitis, bila mengenai substansia

alba disebut leukomielitis. Dan bila seluruh potongan melintang medula spinalis terserang proses

radang maka disebut mielitis transversa.

Page 4: REFERAT MIELITIS

alba disebut leukomielitis. Dan bila seluruh potongan melintang medula spinalis terserang proses

radang maka disebut mielitis transversa.

Bila lesinya multipleks dan tersebar sepanjang sumbu vertikel disebut mielitis diseminata

atau difusa. Sedang istilah meningomielitis menunjukkan adanya proses radang baik pada

meninges maupun medula spinalis, demikian pula denagn meningoradikulitis (meninges dan

radiks). Proses radang yang hanya terbatas pada durameter spinalis disebut pakimeningitis dan

bahan infeksi yang terkumpul dalam ruang epidural disebut abses epidural atau granuloma.

Istilah mielopati digunakan bagi proses noninflamasi medula spinalis misalnya yang

disebabkan proses toksis, nutrisional, metabolik dan nekrosis.

2.2 ANATOMI DAN FISIOLOGI

Medulla Spinalis

Dari batang otak berjalan suatu silinder jaringan saraf panjang dan ramping, yaitu

medulla spinalis, dengan ukuran panjang 45 cm (18 inci) dan garis tengah 2 cm (seukuran

kelingking). Medulla spinalis, yang keluar dari sebuah lubang besar di dasar tengkorak,

dilindungi oleh kolumna vertebralis sewaktu turun melalui kanalis vertebralis. Dari medulla

spinalis spinalis keluar saraf-saraf spinalis berpasangan melalui ruang-ruang yang dibentuk oleh

lengkung-lengkung tulang mirip sayap vertebra yang berdekatan.

Saraf spinal berjumlah 31 pasang dapat diperinci sebagai berikut : 8 pasang saraf servikal

(C), 12 pasang saraf thorakal (T), 5 pasang saraf lumbal (L), 5 pasang saraf sakral (S), dan 1

pasang saraf koksigeal (Co).

Selama perkembangan, kolumna vertebra tumbuh sekitar 25 cm lebih panjang daripada medulla

spinalis. Karena perbedaan pertumbuhan tersebut, segmen-segmen medulla spinalis yang

merupakan pangkal dari saraf-saraf spinal tidak bersatu dengan ruang-ruang antar vertebra yang

sesuai. Sebagian besar akar saraf spinalis harus turun bersama medulla spinalis sebelum keluar

dari kolumna vertebralis di lubang yang sesuai. Medulla spinalis itu sendiri hanya berjalan

sampai setinggi vertebra lumbal pertama atau kedua (setinggi sekitar pinggang), sehingga akar-

Page 5: REFERAT MIELITIS

akar saraf sisanya sangat memanjang untuk dapat keluar dari kolumna vertebralis di lubang yang

sesuai. Berkas tebal akar-akar saraf yang memanjang di dalam kanalis vertebralis yang lebih

bawah itu dikenal sebagai kauda ekuina ”ekor kuda” karena penampakannya.

Walaupun terdapat variasi regional ringan, anatomi potongan melintang dari medulla

spinalis umumnya sama di seluruh panjangnya. Substansia grisea di medulla spinalis membentuk

daerah seperti kupu-kupu di bagian dalam dan dikelilingi oleh substansia alba di sebelah luar.

Seperti di otak, substansia grisea medulla spinalis terutama terdiri dari badan-badan sel saraf

serta dendritnya antarneuron pendek, dan sel-sel glia. Substansia alba tersusun menjadi traktus

(jaras), yaitu berkas serat-serat saraf (akson-akson dari antarneuron yang panjang) dengan fungsi

serupa. Berkas-berkas itu dikelompokkan menjadi kolumna yang berjalan di sepanjang medulla

spinalis. Setiap traktus ini berawal atau berakhir di dalam daerah tertentu di otak, dan masing-

masing memiliki kekhususan dalam mengenai informasi yang disampaikannya.

Perlu diketahui bahwa di dalam medulla spinalis berbagai jenis sinyal dipisahkan, dengan

demikian kerusakan daerah tertentu di medulla spinalis dapat mengganggu sebagian fungsi tetapi

fungsi lain tetap utuh. Substansia grisea yang terletak di bagian tengah secara fungsional juga

mengalami organisasi. Kanalis sentralis, yang terisi oleh cairan serebrospinal, terletak di tengah

substansia grisea. Tiap-tiap belahan substansia grisea dibagi menjadi kornu dorsalis (posterior),

kornu ventralis (anterior), dan kornu lateralis. Kornu dorsalis mengandung badan-badan sel

antarneuron tempat berakhirnya neuron aferen. Kornu ventralis mengandung badan sel neuron

motorik eferen yang mempersarafi otot rangka. Serat-serat otonom yang mempersarafi otot

jantung dan otot polos serta kelenjar eksokrin berasal dari badan-badan sel yang terletak di

tanduk lateralis.

Saraf-saraf spinalis berkaitan dengan tiap-tiap sisi medulla spinalis melalui akar spinalis

dan akar ventral. Serat-serat aferen membawa sinyal datang masuk ke medulla spinalis melalui

akar dorsal; serat-serat eferen membawa sinyal keluar meninggalkan medulla melalui akar

ventral. Badan-badan sel untuk neuron-neuronaferen pada setiap tingkat berkelompok bersama di

dalam ganglion akar dorsal. Badan-badan sel untuk neuron-neuron eferen berpangkal di

substansia grisea dan mengirim akson ke luar melalui akar ventral.

Page 6: REFERAT MIELITIS

Akar ventral dan dorsal di setiap tingkat menyatu membentuk sebuah saraf spinalis yang

keluar dari kolumna vertebralis. Sebuah saraf spinalis mengandung serat-serat aferen dan eferen

yang berjalan diantara bagian tubuh tertentu dan medulla spinalis spinalis. Sebuah saraf adalah

berkas akson neuron perifer, sebagian aferen dan sebagian eferen, yang dibungkus oleh suatu

selaput jaringan ikat dan mengikuti jalur yang sama. Sebagaian saraf tidak mengandung sel saraf

secara utuh, hanya bagian-bagian akson dari banyak neuron. Tiap-tiap serat di dalam sebuah

saraf umumnya tidak memiliki pengaruh satu sama lain. Mereka berjalan bersama untuk

kemudahan, seperti banyak sambungan telepon yang berjalan dalam satu kabel, nemun tiap-tiap

sambungan telepon dapat bersifat pribadi dan tidak mengganggu atau mempengaruhi sambungan

yang lain dalam kabel yang sama.

Dalam medulla spinalis lewat dua traktus dengan fungsi tertentu, yaitu traktus desenden

dan asenden. Traktus desenden berfungsi membawa sensasi yang bersifat perintah yang akan

berlanjut ke perifer. Sedangkan traktus asenden secara umum berfungsi untuk mengantarkan

informasi aferen yang dapat atau tidak dapat mencapai kesadaran. Informasi ini dapat dibagi

dalam dua kelompok, yaitu (1) informasi eksteroseptif, yang berasal dari luar tubuh, seperti rasa

nyeri, suhu, dan raba, dan (2) informasi proprioseptif, yang berasal dari dalam tubuh, misalnya

otot dan sendi

Traktus desenden yang melewati medulla spinalis terdiri dari:

1. Traktus kortikospinalis, merupakan lintasan yang berkaitan dengan gerakan-gerakan terlatih,

berbatas jelas, volunter, terutama pada bagian distal anggota gerak.

2. Traktus retikulospinalis, dapat mempermudah atau menghambat aktivitas neuron motorik

alpha dan gamma pada columna grisea anterior dan karena itu, kemungkinan mempermudah

atau menghambat gerakan volunter atau aktivitas refleks.

3. Traktus spinotektalis, berkaitan dengan gerakan-gerakan refleks postural sebagai respon

terhadap stimulus verbal.

Page 7: REFERAT MIELITIS

4. Traktus rubrospinalis bertidak baik pada neuron-neuron motorik alpha dan gamma pada

columna grisea anterior dan mempermudah aktivitas otot-otot ekstensor atau otot-otot

antigravitasi.

5. Traktus vestibulospinalis, akan mempermudah otot-otot ekstensor, menghambat aktivitas otot-

otot fleksor, dan berkaitan dengan aktivitas postural yang berhubungan dengan

keseimbangan.

6. Traktus olivospinalis, berperan dalam aktivitas muskuler.

Traktus asenden yang melewati medulla spinalis terdiri dari:

1. Kolumna dorsalis, berfungsi dalam membawa sensasi raba, proprioseptif, dan berperan dalam

diskriminasi lokasi.

2. Traktus spinotalamikus anterior berfungsi membawa sensasi raba dan tekanan ringan.

3. Traktus spinotalamikus lateral berfungsi membawa sensasi nyeri dan suhu.

Page 8: REFERAT MIELITIS

4. Traktus spinoserebellaris ventralis berperan dalam menentukan posisi dan perpindahan, traktus

spinoserebellaris dorsalis berperan dalam menentukan posisi dan perpindahan.

5. Traktus spinoretikularis berfungsi membawa sensasi nyeri yang dalam dan lama.

Gambar medulla spinalis

2.3 EPIDEMIOLOGI 1,4

Mielitis transversa adalah suatu sindrom yang jarang terjadi. Insidensi di dunia

diperkirakan terdapat 4 kasus per 100.000 penduduk di setiap tahunnya. Meskipun gangguan ini

dapat terjadi pada usia berapapun, kasus terbanyak terjadi pada usia 10-19 tahun dan 30-39

tahun. Insidensi meningkat sebanyak 24,6 juta kasus pertahunnya jika penyebabnya merupakan

proses demielinisasi yang didapat khususnya multiple sklerosis. Tidak ada pola khusus dari

myelitis transversa berdasarkan seks, distribusi geografi atau riwayat penyakit dalam keluarga.

Page 9: REFERAT MIELITIS

Pada 75-90% kasus myelitis transversa bersifat monofasik, namun pada beberapa persen kasus

terjadi rekurensi terutama yang didasari oleh penyakit pencetus. 

2.4 ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO 2

Para peneliti tidak dapat menemukan secara pasti etiologi mielitis transversa. Inflamasi

yang menyebabkan kerusakan yang luas pada serabut saraf medula spinalis dapat disebabkan

oleh infeksi viral, reaksi auto imun yang abnormal atau menurunnya aliran darah melalui

pembuluh darah yang terletak pada medulla spinalis.

30-60% pasien mielitis transversa dilaporkan menderita infeksi dalam 3-8 minggu

sebelumnya dan bukti serologis infeksi akut oleh rubella, campak infeksi mononucleosis,

influenza, enterovirus, mikoplasma atau hepatitis A, B, C,. Patogen lainnya yaitu virus herpes

(CMV, VZV, HSV1, HSV2, HHV6, EBV, HTLV-1, HIV-1) yang langsung menginfeksi medula

spinalis dan menimbulkan gejala klini mielitis transversa. Bordelia burgdorferi (Lyme

neurobrreliosis) dan Treponema palidum (sifilis) juga dikaitkan dengan infeksi mieliti transversa.

Mielitis transversa telah dihubungkan dengan penyakit autoimmune sistemik seperti LES.

Beberapa pasien dilaporkan mempunyai vaskulitis spinal fokal yang berhubungan dengan gejala

LES yang aktif.

2.5 KLASIFIKASI

1. Mielitis yang disebabkan oleh virus.

a. Poliomielitis, group A dan B Coxsackie virus, echovirus

b. Herpes zoster

c. Rabies

d. Virus B

Page 10: REFERAT MIELITIS

2. Mielitis yang merupakan akibat sekunder akibat sekunder dari penyakit pada meningens

dan medula spinals.

a. Mielitis sifilitika

Meningoradikulitis kronik (tabes dorsalis)

Meningomielitis kronik

Sifilis meningovaskular

Meningitis gumatosa termasuk pakimeningitis spinal kronik

b. Mielitis piogenik atau supurativa

Meningomielitis subakut

Abses epidural akut dan granuloma

Abses medula spinalis

c. Mielitis tuberkulosa

Penyakit pott dengan kompresi medula spinalis

Meningomielitis tuberkulosa

Tuberkuloma medula spinalis

d. Infeksi parasit dan fungus yang menimbulkan granuloma epidural, meningitis

lokalisata atau meningomielitis dan abses.

3. Mielitis (mielopati) yang penyebabnya tidak diketahui.

a. Pasca infeksiosa dan pasca vaksinasi

b. Kekambuhan sklerosis multipleks akut dan kronik

c. Degeneratif atau nekrotik.

2.6 PATOFISIOLOGI

Mielitis biasanya melibatkan medulla spinalis saja, tetapi bisa juga mielitis merupakan

bagian dari inflamasi serebrispinali yang umum misalnya pada ensefalomielitis. Pada stadium

akut medulla spinalis biasanya membengkak dan pada potongan melintang bisa menunjukan

perdarahan. Gambaran patologi yang penting adalah degenerasi medulla spinalis yang sifatnya

destruktif mielin dan musnahnya aksis silinder. Elemen inflamasi misalnya limfosit dan sel

plasma, berada di jaringan medulla spinalis dan di sekeliling pembuluh darah disertai infiltrasi ke

meningen. Pada beberapa bentuk bisa dijumpai nekroisi yang lengkap dari medulla spinalis,

Page 11: REFERAT MIELITIS

dengan respon fagositik yang ekstensif dan ploriferasi mesodermal. Sel-sel neuron dalam

substansia grisea bisa mengalami degenerasi berat. Reaksi mesodermal biasanya hebat disertai

dengan dilatasi, proliferasi atau infiltrasi pembuluh darah. Pembentukan parut sel-sel glia

didapatkan pada beberapa bentuk. Kelainan patologik ini bisa terjadi disetipa tingkat : sevikal,

torakal, atau lumbal. Tapi paliing sering terletak di regio torakal karena bagian medulla spinalis

ini paling panjang dan pemasokan darahnya paling jelek.

2.7 MANIFESTASI KLINIS

1. Motorik

Mielitis merupakan gangguan gerak yang berupa kelumpuhan, disamping gangguan sensorik dan

vegetatif. Onset dan perjalanan gambaran klinisnya sampai tingkat tertentu dipengaruhi oleh

karakter proses patologiknya. Namun untuk menentukan simtomatologinya yang lebih penting

adalah topik patologiknya di medulla spinalis atau tingkat medulla spinalis disamping intensitas

dan luasnya proses patologik.

Jika prose topik mielitasi ada di segmen servikal atau medulla spinalis dapat terjadi tetraparesis

atau tetraplegi yang bersifat spastik atau UMN. Kalo topiknya ada di tingkat servikal bawah dari

medulla spinalis akan menimbulkan tetraparesia atau tetraplegi yang pada anggota atas bersifat

flaksid atau LMN dan pada anggota bawah bersifat spastik atau UMN. Bila topiknya ada di

semen lumbal dan sakral medulla spinalis akan berakibat sebagai paraparesis atau paraplegi

inferior yang bersifat flaksid atau LMN. Namun yang paling sering topiknya terletak pada

segmen torakal sehingga akan menimbulkan paraparesis atau paraplegi inferior yang bersifat

spastik atau UMN. Kelumpuhannya juga dapat mengambil bentuk monoparesis atau monoplegi

yang bersifat flaksid atau LMN jika topiknya ada dibagian ventral subtansia grisea misalnya

poliomielitis. Pada mielitis dissreminata ataupun pada mielitis transversa parsialis kelumpuhan

dapat bersifat tidak simetris.

Riwayat adanya infeksi sebelumnya, yang mengesankan suatu infeksi virus atau bakteri bisa

didapatkan sepertiga penderita, yang paling sering adalah infeksi traktus respiratorus bagian atas

atau suatu penyakit flu dan kadang-kadang berupa gangguan gastrointestinal. Gejala lainnya

Page 12: REFERAT MIELITIS

demam dengan derajat ringan, ruam atau eksantem, nyeri kepala, kaku kuduk bisa ada atau tidak.

Onset atau awitan penyakit ini dapat berlangsung akut sub akut atau khronis.

Periode syok spinal dapat berlangsung selama tiga sampai empat minggu. Periode ini terjadi

berhubungan dengan awitan mielitis transversa yang mendadak. Dibawah tingkat lesinya bersifat

flaksid, disertai hilangnya semua jenis sensorik, hilangnya fungsi otonom dan arefleksia. Tetapi

jika ditumpangi suatu infeksi saluran kemi yang berat atau ulkus dekubitus periode syok spinal

akan memanjang.

Pada saat yang sama terjadi paresis atau paralisis kandung kemih dan rektum, suatu periode syok

spinal mula-mula akan timbul retensio urine dan alvi. Pada periode ini dapat terjadi kemudian

suatu over-flow incontinesia. Pada mielitis tranversa dengan toppik di segmen torakal, setelah

periode syok spinal lewat akan terjadi kandung kemih otomatik atau neurogenik. Fekal

inkontinensia kurang sering dijumpai.

2. Sensoris

pada awitan penyakit dapat timbul parestesi dan nyeri. Parestesi sering digambarkan seperti rasa

tebal, kesemutan, jimpe biasanya dimulai dari ibu jari atau kaki kemudian naik ke tungkai, badan

dan bahkan mencapau anggota gerak atas. Nyeri dirasakan dipunggung menjalar kebawah ke

tungkai atau ke sekeliling badan, (rasa seperti sabuk).

Ganguan sensoris terpenting adalah defisit semua modalitas sensorik dibawah level tertentu yang

merupakan topik dari proses patologik (mielitisanya) dan berpola inervasi segmental. Modalitas

sensorik yang terkena dapat mencakup rasa raba, rasa nyeri, vibrasi dan propiosepsi.

Ulkus dekubitus timbul akibat hilangnya sensasi, gangguan trofik dan kurang kebersihan.

Tempat predileksi ulkus dekubitus adalah diatas sakrum, tumit dan trokanter mayor. Gejala lain :

priapisme, ilius paralitikus, atrofi testis, ginekomastia, hipotensu, paralisis diafragma.

Pada penyakit yang berlangsung lama terjadi perubahan-perubahan metabolik. Ekskresi protein

meningkat dan protein serum menurun. Kalium darah meningkat tapi natrium dan klorida

menurun serta terjadi hiperkalsiuri dan osteoporosis.

Page 13: REFERAT MIELITIS

Pemeriksaan Liquor Serebro Spinalis (LSS) menunjukan pleiositosis pada 50% penderita.

Jumlah sel-sel LSS meningkat menjadi 20-300 sel (jarang sampai setinggi 1000 sel) per mm

kubik. Jenis selnya adalah mononuklear, poliomorfonuklear atau campuran namun terutama

adalah limfosit. Kadar protein LSS meningkat pada 40% penderita sedangkan kadar gulukosanya

normal. Tes queckensted biasanya menunjukan tidak adanya obstruksi pada ruang subarakhnoid,

kecuali pada keadaan tertentu seperti edema medulla spinalis yang berat, arakhnoiditis khornis

adhevisa dan abses ekstradural.

2.8 DIAGNOSIS

Mielitis transversa harus dibedakan dari mielopati komprensi medula spinalis baik karena

proses neoplasma medula spinalis intrinsik maupun ekstrensik, ruptur diskus intervertebralis

akut, infeksi epidural dan polineuritis pasca infeksi akut (Sindrom Guillain Barre).

Pungsi lumbal dapat dilakukan pada mielitis transversa biasanya tidak didapati blokade

aliran likuor, pleositosis moderat (antara 20-200 sel/mm3) terutama jenis limfosit, protein sedikit

meninggi (50-120 mg/100 ml) dan kadar glukosa normal. Berbeda dengan sindrom Guillain

Barre di mana dijumpai peningkatan kadar protein tanpa disertai pleositosis. Dan pada sindrom

Guillain Barre, jenis kelumpuhannya adalah flaksid serta pola gangguan sensibilitasnya di

samping mengenai kedua tungkai juga terdapat pada kedua lengan.

Lesi kompresi medula spinalis dapat dibedakan dari mielitis karena perjalanan

penyakitnya tidak akut sering didahului dengan nyeri segmental sebelum timbulnya lesi

parenkim medula spinalis. Selain itu pada pungsi lumbal dijumpai blokade aliran likuor dengan

kadar protein yang meningkat tanpa disertai adanya sel.

Dilakukan pungsi lumbal , CT scan atau MRI, mielogram serta pemeriksaan darah.

MRI spinal

Evaluasi awal untuk pasien mielopati harus dapat menentukan apakah ada

penyebab struktural (HNP, fraktur vertebra patologis, metastasis tumor, atau

spodilositesis) atau tidak. Pada kasus myelitis MRI merupakan pemeriksaan

penunjang utama. Gambaran hasil MRI pada kasus mielitis transversa berupa

Page 14: REFERAT MIELITIS

hiperintensitas yang menempati lebih dari 2/3 area medula spinalis yang terkadang

diikuti oleh pembesaran segmen medula spinalis.

Lumbal pungsi

Pada mielitis transversa hasil pemeriksaan CSF yang diharapkan berupa

Terjadi leukositosis dari hasil hitung jenis sel

Peningkatan level albumin

Peningkatan imunoglobulin

2.9 DIAGNOSIS BANDING 3,7

Diagnosis banding myelitis transversa antara lain :

a. Penyakit tumor medula spinalis

Pada tumor medula spinalis keluhan yang terjadi berupa paraparesis secara

progresif lambat dan tidak bersamaan antara kiri dan kanan., dimana pada pasien ini

paresis dimulai pada kaki kanan menjalar ke kaki kiri, tetapi hal ini dapat

disingkirkan dengan pemeriksaan MRI, dimana hasilnya tidak didapatkan SOL

karena tumor medula spinalis

b. Guillain Barre Syndrome

Sifat paraparesis pada penyakit ini bersifat ascenden, dimulai dari kaki

kemudian naik ke lutut lalu bisa sampai ketinggi dada. Tetapi hal ini disingkirkan

karena pasien sebelumnya tidak menderita ISPA maupun operasi. Pemeriksaan

MRI yang dilakukan menyingkirkan hal ini. Jenis kelumpuhan flakid serta pola

gangguan sensibilitasnya di samping mengenai kedua tungkai juga terdapat pada

kedua lengan ( glove and stocking ).

Page 15: REFERAT MIELITIS

c. Spondilitis TB

paraparesis tipe UMN terutama di daerah torakal juga dapat disebabkan oleh

spondilitis TB. Pada pasien ini dapat disingkirkan karena tidak adanya riwayat

batuk lama. Pasien tidak memiliki riwayat TB paru.

2.10 PENATALAKSANAAN

Pemberian glukokortikoid atau ACTH, biasanya diberikan pada penderita yang datang

dengan gejala awitanya sedang berlangsung dalam waktu 10 hari pertama atau bila terjadi

progresivitas defesit neurologik. Glukokortikoid dapat diberikan dalam bentuk prednison oral 1

mg/kg berat badan/hari sebagai dosis tunggal selama 2 minggu lalu secara bertahap dan

dihentikan setelah 7 hari. Bila tidak dapat diberikan per oral dapat pula diberikan metil

prednisolon intravena dengan dosis 0,8 mg/kg/hari dalam waktu 30 menit. Selain itu ACTH

dapat diberikan secara intramuskular denagn dosis 40 unit dua kali per hari (selama 7 hari), lalu

20 unit dua kali per hari (selama 4hari) dan 20 unit dua kali per hari (selama 3 hari). Untuk

mencegah efek samping kortikosteroid, penderita diberi diet rendah garam dan simetidin 300 mg

4 kali/hari atau ranitidin 150 mg 2kali/hari. Selain itu sebagai alternatif dapat diberikan antasid

per oral.

Pemasangan kateter diperlukan karena adanya retensi urin, dan untuk mencegah

terjadinya infeksi traktus urinarius dilakukan irigasi dengan antiseptik dan pemberian antibiotik

sebagai prolifilaksis (trimetroprim-sulfametoksasol, 1 gram tiap malam). Konstipasi dengan

pemberian laksan.

Pencegahan dekubitus dilakukan dengan alih baring tiap 2 jam. Bila terjadi hiperhidrosis

dapat diberikan propantilinbromid 15 mg sebelum tidur.

Disamping terapi medikamentosa maka diet nutrisi juga harus diperhatikan, 125 gram

protein, vitamin dosis tinggi dan cairan sebanyak 3 liter per hari diperlukan.

Page 16: REFERAT MIELITIS

Setelah masa akut berlalu maka tonus otot mulai meninggi sehingga sering menimbulkan

spasme kedua tungkai, hal ini dapat diatasi dengan pemberian Baclofen 15-80 mg/hari, atau

diazepam 3-4 kali 5 mg/hari. Rehabilitas harus dimulai sedini mungkin untuk mengurangi

kontraktur dan mencegah komplikasi tromboemboli.

2.11 PROGNOSIS 1,2

Pemulihan harus dimulai dalam enam bulan dan kebanyakan pasien menunjukkan

pemulihan fungsi neurologinya dalam 8 minggu. Pemulihan mungkin terjadi cepat

selama 3 - 6 minggu setelah onset dan dapat berlanjut walaupun dapat berlangsung

dengan lebih lambat sampai 2 tahun. Pada penderita ini kemajuan pengobatan tampak

pada 2 minggu terapi.

Page 17: REFERAT MIELITIS

DAFTAR PUSTAKA

1. Krishnan C, Kaplin AI, Deshpande DM, Pardo CA, Kerr DA. Transverse myelitis:

patogenesis, diagnosis and treatment. Bioscience 2004; 9: 1483–1499.

2. Kerr D. Transverse Myelitis. In: Johnson RT, Griffin JW, Mc Arthur JC. Editors. Current

Theraphy in Neurologic Disease. 6th Ed. Mosby. Philadelphia. p 176–180.

3. Kerr D. The history of transverse myelitis: The origin of the name and the identification of

disease. The Transverse Myelitis Association. 2006. available in

www.myelitis.org/history.htm.

4. Transverse myelitis Fact Sheet. National Intitute of Neurological Disorders and Stroke 2006.

Available in www.ninds. nih.gov/

5. Lynn J. Transverse Myelitis: Symptom, Cause and Diagnosis. The Transverse Myelitis

Association. 2006. Available in www.myelitis.org/tm.htm.

6. Transverse Myelitis Consortium Working Group. Proposed diagnostic criteria and nosology of

acute transverse myelitis. Neurology 2002; 59: 499–505.

7. Ropper AH, Brown RH, Adams and Victor’s. Principles of Neurology, 8th ed. New york: Mc

Grw-Hill; 2005.

8. Sebire G, Hollenberg H, Meyer L, Huault G, Landrieu P, Tardieu M. High Doses

Methylprednisolone in Severe Akut Transverse Myelopathy. Archieves of Disease in the

childhood 1997; 76: 167– 168.

Page 18: REFERAT MIELITIS

9. Defresne P, Meyer L, Tardieu M, Scalais E, Nuttin C, De Bont B et al. Efficacy of High Dos

Steroid Therapy in Children with Severe Acute Transverse Myelitis. Journal of Neurology

Neurosurgery Psychiatry 2001; 71: 272–27.

10.Morrison L. Spasticity in Transverse Myelitis. The Transverse Myelitis Association. 2006.

available in www.myelitis.org

11. Levy C. Transverse Myelitis: Medical and Rehabilitation Treatment. The Transverse Myelitis

Association. 2006. Available www.myelitis.org/treatment.htm.

12.Levy C. Transverse Myelitis: Medical Specialists. The Transverse Myelitis Association. 2006

Available www. myelitis.org/doctors.htm.