referat hmd

47
I. Definisi Penyakit membran hialin (PMH) merupakan salah satu penyebab gangguan pernafasan yang sering dijumpai pada bayi prematur. 1 Gangguan nafas ini merupakan sindrom yang terdiri dari satu atau lebih gejala sebagai berikut: pernafasan cepat > 60 kali/menit, retraksi dinding dada, merintih dengan atau tanpa sianosis pada udara kamar. 2 Menurut European Consensus Guidelines on the Management of Neonatal Respiratory Distress Syndrome in Preterm Infants - 2010 Update, sindrom gawat nafas ini biasanya terjadi 4 jam setelah kelahiran dan memburuk sampai dengan 24 - 48 jam kehidupan, yang mana gejala akan membaik 1 - 2 hari berikutnya, umumnya timbul berbarengan dengan peningkatan diuresis. 3,4 Menurut buku Pedoman Pelayanan Medis IDAI, gejala gawat nafas pada PMH memburuk dalam 48 – 96 jam. 2 PMH ditemukan pada ± 50% bayi yang lahir dengan berat lahir 500 - 1500 gram (< 34 minggu usia gestasi). Insidens PMH berbanding terbalik dengan masa gestasi. 2 II. Epidemiologi Hyaline Membrane Disease merupakan salah satu penyebab kematian pada bayi baru lahir. Di US, HMD terjadi pada sekitar 40.000 bayi per tahun. Kurang lebih 30 % dari semua kematian pada neonatus disebabkan oleh HMD atau komplikasinya. (9),(8) HMD pada bayi prematur bersifat primer, insidensinya berbanding terbalik dengan umur kehamilan dan berat lahir. Insidensinya sebesar 60-80% pada bayi kurang dari 28 minggu, 15-30% pada bayi 32-36 minggu, 5% pada bayi kurang dari 37 minggu, dan sangat jarang terjadi pada bayi matur. (9)

Upload: irene-inkai-kozaly

Post on 14-Sep-2015

169 views

Category:

Documents


13 download

DESCRIPTION

HMD

TRANSCRIPT

I. DefinisiPenyakit membran hialin (PMH) merupakan salah satu penyebab gangguan pernafasan yang sering dijumpai pada bayi prematur.1 Gangguan nafas ini merupakan sindrom yang terdiri dari satu atau lebih gejala sebagai berikut: pernafasan cepat > 60 kali/menit, retraksi dinding dada, merintih dengan atau tanpa sianosis pada udara kamar.2 Menurut European Consensus Guidelines on the Management of Neonatal Respiratory Distress Syndrome in Preterm Infants - 2010 Update, sindrom gawat nafas ini biasanya terjadi 4 jam setelah kelahiran dan memburuk sampai dengan 24 - 48 jam kehidupan, yang mana gejala akan membaik 1 - 2 hari berikutnya, umumnya timbul berbarengan dengan peningkatan diuresis.3,4 Menurut buku Pedoman Pelayanan Medis IDAI, gejala gawat nafas pada PMH memburuk dalam 48 96 jam.2 PMH ditemukan pada 50% bayi yang lahir dengan berat lahir 500 - 1500 gram (< 34 minggu usia gestasi). Insidens PMH berbanding terbalik dengan masa gestasi.2

II. EpidemiologiHyaline Membrane Disease merupakan salah satu penyebab kematian pada bayi baru lahir. Di US, HMD terjadi pada sekitar 40.000 bayi per tahun. Kurang lebih 30 % dari semua kematian pada neonatus disebabkan oleh HMD atau komplikasinya. (9),(8)HMD pada bayi prematur bersifat primer, insidensinya berbanding terbalik dengan umur kehamilan dan berat lahir. Insidensinya sebesar 60-80% pada bayi kurang dari 28 minggu, 15-30% pada bayi 32-36 minggu, 5% pada bayi kurang dari 37 minggu, dan sangat jarang terjadi pada bayi matur. (9)Frekuensinya meningkat pada ibu yang diabetes, kelahiran sebelum usia kehamilan 37 minggu, kehamilan dengan lebih dari 1 fetus, kelahiran dengan operasi caesar, kelahiran yang dipercepat, asfiksia, stress dingin, dan riwayat bayi terdahulu mengalami HMD. (9) Pada ibu diabetes, terjadi penurunan kadar protein surfaktan, yang menyebabkan terjadinya disfungsi surfaktan. Selain itu dapat juga disebabkan pecahnya ketuban untuk waktu yang lama serta hal-hal yang menimbulkan stress pada fetus seperti ibu dengan hipertensi / drug abuse, atau adanya infeksi kongenital kronik. (4)Insiden tertinggi didapatkan pada bayi prematur laki-laki atau bayi kulit putih. (9) Pada laki-laki, androgen menunda terjadinya maturasi paru dengan menurunkan produksi surfaktan oleh sel pneumosit tipe II. (4)Insidensinya berkurang pada pemberian steroid/thyrotropin releasing hormon pada ibu. (4)III. EtiologiEtiologi penyakit ini sampai sekarang belum diketahui dengan pasti. Kelainan yang terjadi dianggap karena faktor pertumbuhan atau karena pematangan paru yang belum sempurna.1 Penyakit ini biasanya mengenai bayi prematur,dan dapat ditemukan bila ibu menderita gangguan perfusi darah uterus selama kehamilan, misalnya ibu yang menderita diabetes mellitus, hipotiroidisme, toksemia gravidarum, hipotensi, seksio sesaria, dan perdarahan antepartum.1,3 Kelainan ini merupakan penyebab utama kematian bayi prematur (50- 70%).1Kegagalan mengembangkan functional residual capacity (FRC) dan kecenderungan dari paru yang terkena untuk mengalami atelektasis berhubungan dengan tingginya tegangan permukaan dan absennya phosphatydilglycerol, phosphatydilinositol, phosphatydilserin, phosphatydilethanolamine dan sphingomyelin. (4) Pembentukan surfaktan dipengaruhi pH normal, suhu dan perfusi. Asfiksia, hipoksemia, dan iskemia pulmonal; yang terjadi akibat hipovolemia, hipotensi dan stress dingin; menghambat pembentukan surfaktan. Epitel yang melapisi paru-paru juga dapat rusak akibat konsentrasi oksigen yang tinggi dan efek pengaturan respirasi, mengakibatkan semakin berkurangnya surfaktan. (9)IV. PatofisiologiBerbagai teori telah dikemukakan sebagai penyebab kelainan ini. Pembentukan substansi surfaktan paru yang tidak sempurna dalam paru, merupakan salah satu teori yang banyak dianut. Surfaktan ialah zat yang memegang peranan dalam pengembangan paru dan merupakan suatu kompleks yang terdiri dari protein, karbohidrat, dan lemak. Senyawa utama zat tersebut ialah lesitin. Zat ini mulai dibentuk pada kehamilan 22 24 minggu dan mencapai maksimum pada minggu ke-35.

Gambar 1. Timeline Pembentukan surfaktan pada fetus3Surfaktan merupakan gabungan kompleks fosfolipid. Surfaktan membuat stabil alveoli dan mencegahnya dari kolaps pada saat ekspirasi dengan mengurangi tegangan. Dipalmitoylphophatidyl choline (DPPC) merupakan komposisi utama dalam surfaktan yang mengurangi surface tension. Surfaktan memiliki 4 surfactant-associated proteins yaitu SP - A, SP - B, SP C, dan SP D. Surfaktan disintesis oleh sel alveolar tipe II dengan proses multi-step dan mensekresi lamellar bodies, yang memiliki kandungan fosfolipid yang tinggi. Lamellar bodies ini berikutnya diubah menjadi lattice structure yang dinamakan tubular myelin. Penyebaran dan adsorpi dari surfaktan merupakan karakteristik yang penting dalam pembentukan monolayer yang stabil dalam alveolus. 5

Gambar 2. Fisiologi pembentukan surfaktan5Peranan surfaktan ialah untuk merendahkan tegangan permukaan alveolus sehingga tidak terjadi kolaps dan mampu untuk menahan sisa udara fungsionil pada akhir ekspirasi. Defisiensi substansi surfaktan yang ditemukan pada penyakit membrane hialin menyebabkan kemampuan paru untuk mempertahankan stabilitasnya terganggu. Alveolus akan kembali kolaps setiap akhir ekspirasi, sehingga untuk pernafasan berikutnya dibutuhkan tekanan negatif intratoraks yang lebih besar yang disertai usaha inspirasi yang lebih kuat. Kolaps paru ini akan menyebabkan terganggunya ventilasi sehingga terjadi hipoksia, retensi CO2 dan asidosis. Hipoksia akan menimbulkan: (1) oksigenasi jaringan menurun, sehingga akan terjadi metabolism anaerobic dengan penimbunan asam laktat dan asan organic lainnya yang menyebabkan terjadinya asidosis metabolik pada bayi, (2) kerusakan endotel kapiler dan epitel duktus alveolaris yang akan menyebabkan terjadinya transudasi ke dalam alveoli dan terbentuknya fibrin dan selanjutnya fibrin bersama-sama dengan jaringan epitel yang nekrotik membentuk suatu lapisan yang disebut membran hialin. Asidosis dan atelektasis juga menyebabkan terganggunya sirkulasi darah dari dan ke jantung. Demikian pula aliran darah paru akan menurun dan hal ini akan mengakibatkan berkurangnya pembentukan substansi surfaktan.1Bagan 1. Patofisiologi PMH

Secara singkat dapat diterangkan bahwa dalam tubuh terjadi lingkaran setan yang terdiri dari: atelektasis hipoksia asidosis transudasi penurunan aliran darah paru hambatan pembentukan substansi surfaktan atelektasis. Hal ini akan berlangsung terus sampai terjadi penyembuhan atau kematian bayi.1Imaturitas dari paru janin dapat dilihat dari analisa cairan amnion, dari rasio lecithin sphingomyelin (L/S ratio 2.8 Dengan rasio 1.5 1.9, ada kemungkinan bahwa 50% bayi dapat berlanjut ke PMH. 60x/menit) Grunting atau nafas merintih Retraksi dinding dada Kadang dijumpai sianosis (pada udara ruangan) Perhatikan tanda prematuritas Kadang ditemukan hipotensi, hipotermia, edema perifer, edema paru Perjalanan klinis bervariasi sesuai dengan beratnya penyakit, besarnya bayi, adanya infeksi dan derajat dari pirau PDA Penyakit dapat menetap atau menjadi progresif dalam 48-96 jam2Diagnosis dari PMH dapat dikonfirmasi dengan foto Rontgen toraks dengan gambaran khas/klasik yaitu ground glass appearance dan air bronchograms. Menurut Vermont Oxford Neonatal Network definisi dari PMH selain gambaran khas dari Rontgen Toraks memerlukan bahwa si bayi mempunyai PaO250 mmHg.3,4 Gejala klinisBayi kurang bulan (Dubowitz atau New Ballard Score) disertai adanya takipneu (>60x/menit), retraksi kostal, sianosis yang menetap atau progresif setelah 48-72 jam pertama kehidupan, hipotensi, hipotermia, edema perifer, edema paru, ronki halus inspiratoir. (2)Manifestasi klinis berupa distress pernafasan dapat dinilai dengan APGAR score (derajat asfiksia) dan Silverman Score. Bila nilai Silverman score > 7 berarti ada distress nafas, namun ada juga yang menyatakan bila nilainya > 2 selama > 24 jam. (2),(12)Tabel 2.1 Silverman score (3)GradeGerakan dada atasDada bawah (retraksi ICS)Retraksi epigastriumPCHGrunting

0Sinkron----

1Tertinggal pada inspirasiringanringanminimalTerdengar pada stetoskop

2See-sawjelasjelasjelasTerdengar tanpa stetoskop

Gambaran RontgenBerdasarkan gambaran rontgen, paru-paru dapat memberikan gambaran yang karakteristik, tapi bukan patognomonik, meliputi gambaran retikulogranular halus dari parenkim dan gambaran air bronchogram tampak lebih jelas di lobus kiri bawah karena superimposisi dengan bayangan jantung. Awalnya gambaran rontgen normal, gambaran yang tipikal muncul dalam 6-12 hari. (9) LaboratoriumDari pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan Hb, Ht dan gambaran darah tepi tidak menunjukan tanda-tanda infeksi. Kultur darah tidak terdapat Streptokokus. Analisis gas darah awalnya dapat ditemukan hipoksemia, dan pada keadaan lanjut ditemukan hipoksemia progresif, hipercarbia dan asidosis metabolik yang bervariasi. (9),(2) VIII. Diagnosis Banding1. Transient Tachypnoea of the newborn (TTNB)Peningkatan kadar epinefrin pada fetus pada saat partus umumnya mengurangi produksi cairan paru dan mengaktivasi channel natrium yang menimbulkan terjadinya reabsorbsi. Gagalnya untuk membersihkan paru dari cairan paru ini menyebabkan terjadinya TTN. Faktor risiko terjadi TTN termasuk kelahiran preterm, kelahiran dengan sectio caesaria, dan bayi dengan jenis kelamin laki-laki. TTN juga dihubungkan dengan maternal asma. Pada gejala awal, TTN sulit untuk dibedakan dengan penyakit membran hialin. Diagnosis TTN hanya dapat ditegakkan dengan foto rontgen paru yaitu adanya opasitas paru yang berbentuk streaky, ditemukannya cairan pada fisura transversalis, dan biasanya disertai dengan kardiomegali. TTN terjadi pada 5/1000 bayi cukup bulan. Gejala TTN ialah adanya takipnea yang parah (RR sampai dengan 100x/min) dan terjadinya hiperinflasi, tetapi jarang disertai dengan grunting. TTN merupakan diagnosis eksklusi, dimana diagnosis sindrom gawat nafas, sepsis dan gagal jantung sudah disingkirkan.3Gambar 12. Transient tachypnoea of the newborn dengan gambaran cairan pada fisura transversalis dan hiperekspansi paru.32. Meconium aspiration syndromeAspirasi mekoneum jarang terjadi pada bayi kurang bulan. Penegakkan diagnosis aspirasi mekoneum dapat dilakukan dengan kombinasi foto rontgen dengan gambaran bercak bercak konsolidasi dan aspirasi abnormal yang didapatkan dengan intubasi trakea.3 3. PneumotoraksKekurangan surfaktan yang relatif pada bayi yang lahir dengan usia gestasi 32 34 minggu menghasilkan paru paru yang kurang compliance, sehingga meningkatkan risiko terjadinya pneumotoraks dan pneumomediastinum. Pneumotoraks yang kecil umumnya dapat sembuh secara spontan. Selama ini, oksigen 100% digunakan sebagai penanganan pneumotoraks yang kecil, akan tetapi efektivitasnya belum terbukti dan dengan risiko terjadinya toksisitas oksigen, maka penanganan ini sudah tidak lagi dilakukan. Penanganan yang sedang berkembang ialah penggunaan kateterisasi pigtail yang dimasukan dengan tehnik Seldinger. Keuntungan tindakan ini ialah tindakannya yang cepat dan mudah, serta sedikitnya skar yang ditimbulkan dibandingkan dengan traditional chest tubes.3

Gambar 13 dan 14. Pneumotoraks pada paru sisi kanan dan penggunaan kateter pigtail.3Tabel 1. Penyebab sindrom gawat nafas pada bayi kurang bulan3Tabel 2. Diagnosis banding paling umum dari Penyakit Membran Hialin14IX. PencegahanFaktor yang dapat menimbulkan kelainan ini ialah pertumbuhan paru yang belum sempurna. Karena itu salah satu cara untuk menghindarkaan penyakit ini ialah mencegah kelahiran bayi yang maturitas parunya belum sempurna. Maturitas paru dapat dikatakan sempurna apabila produksi dan fungsi surfaktan telah berlangsung baik. Gluck (1971) memperkenalkan cara untuk mengetahui maturitas paru dengan menghtung perbandingan antara lesitin dan sfingomielin dalam cairan amnion. Bila perbandingan lesitin/ sfingomielin sama atau lebih dari 2, bayi yang akan lahir tidak akan menderita penyakit membrane hialin, sedangkan bila perbandingan tadi kurang dari 2 berarti paru bayi belum matang dan akan mengalami penyakit membrane hialin.1 Mencegah kelahiran prematurYang terpenting adalah mencegah prematuritas, seperti menghindari operasi caesar yang tidak perlu, penganan yang baik dari kehamilan dan persalinan yang berisiko tinggi, prediksi dan terapi intra uterin dari imaturitas paru-paru. (9)Menurut Goldenberg, hal-hal yang dapat meningkatkan resiko terjadinya kelahiran prematur adalah, ibu yang merokok, abnormalitas ductus Mulerian, ibu yang bekerja terlalu keras selama kehamilan. Pemberian preparat Fe mencegah ibu mengalami anemia, hal ini ternyata dapat mengurangi angka kelahiran prematur. Pada 10 % wanita hamil yang menjalani apus vagina pada kehamilan 24 27 minggu, ditemukan fibronektin yang merupakan penanda terjadinya infeksi. Infeksi dapat menimbulkan kelahiran yang prematur, oleh karena itu sedang dilakukan penelitian apakah aman bila ibu hamil dengan infeksi diberikan terapi metronidazol. (5)Pada saat menentukan waktu untuk induksi persalinan atau operasi caesar, perkiraan lingkar kepala fetus dengan USG dan penentuan konsentrasi lecithin pada cairan amnion dengan rasio lecithin : sphingomyelin, menurunkan kemungkinan lahirnya bayi prematur. Pemantauan intrauterin antenatal dan intrapartum menurunkan kemungkinan terjadinya asfiksia, yang dikaitkan dengan meningkatnya insidensi dan beratnya HMD. (9) Cervical cerclageWanita yang pernah mengalami keguguran pada trimester kedua > 3x, atau kelahiran prematur tanpa alasan yang jelas, mungkin mengalami inkompetensi servik. Bila ditemukan servik berdilatasi dengan membran (ketuban) uth dan tanpa tanda-tanda infeksi, harus dipertimbangkan untuk segera melakukan cervical cerclage. Dapat dilakukan ultrasound untuk menentukan panjang servik, sehingga dapat memprediksi kelahiran prematur, dan melakukan cervical cerclage untuk mencegahnya. (5) Antibiotik untuk ibuPemberian antibiotik untuk preterm prelabour rupture of the membrane (ketuban pecah sebelum waktu), dapat mengurangi insidensi kelahiran premature, infeksi neonatus dan perdarahan periventrikular, namun tidak berpengaruh terhadap kematian perinatal, dan efeknya terhadap insidensi RDS masih dipertanyakan. Keuntungan pemberian antibiotik lebih banyak dari efek buruknya. Karena itu dapat diberikan eritromisin 500 mg qds ditambah amoxicillin / clavulanic acid (Augmentin) 375 mg qds untuk 7 hari. Apabila organisme penyebab diperkirakan Mycoplasma hominis, dapat diberikan klindamisin 150 mg qds selama 7 hari. (5) TokolitikPemberian ritrodine memperlambat persalinan selama 24 jam namun tidak mengurangi resiko RDS atau kematian perinatal. Penggunaannya dibatasi dalam waktu singkat untuk mempersiapkan kelahiran prematur dan memberikan sterooid antenatal. Efek sampingnya antara lain edema paru. Pemberian merupakan kontra indikasi bagi wanita dengan penyakit jantung, hipertiroid, dan diabetes. Untuk wanita-wanita tersebut dapat diberikan indometasin sebagai tokolitik. (5) Membantu pematangan paruMenurut Gulck dan Kulovich (1973), cairan paru-paru fetus merupakan bagian yang penting dari cairan amnion. Insidensi HMD hanya 0,5 % bila rasio lecithin : sphingomyelin > 2, namun hampir 100 % bila rasionya (4)Clements et al (1972) menentukan ada tidaknya surfaktan pada cairan amnion dengan melakukan tes kocok. Dasar dari tes ini adalah sifat surfaktan yang membentuk buih yang stabil bila ada ethanol. Sejumlah cairan amnion diencerkan berseri dengan ethanol 95 %. Masing-masing dikocok 15 detik, diamkan 15 menit. Adanya cincin buih yang tidak terputus pada meniskus pada tiga tabung pertama atau lebih berarti positif (paru-paru matur). (4),(6)Untuk mengetahui maturitas paru, dapat juga dilakukan pemeriksaan ada tidaknya phosphatydilglycerol dari cairan amnion. Phosphatydilglycerol muncul di cairan amnion pada usia kehamilan 36 minggu. Keberadaannya menunjukan kematangan paru. (4)Tabel 2. 3 Biochemical Assays untuk kematangan paru (6)ImaturMatur

Lecithin/sphingomyelin> 2

Konsentrasi L total> 2,5 mg/100 ml

Konsentrasi L disaturasi> 35 nM/ml

Phosphatydilglycerol Pellet pada 10.000xgr % dari phospholipids total Determinasi enzimatikAbsent

Present> 3 %> 10 nM/ml

Konsentrasi as. palmitat> 0,072 nM/L

As. palmitat/as. stearat> 5,0

Konsentrasi PL total> 2,8 mg / 100 ml

PL phosphorus total> 0,140 mg / 100 ml

PAPase> 0,50

Surfaktan dengan MW-apoprotein tinggi> 30 % term pool

Tabel 2.4 Biophysical Assays untuk kematangan Paru (6)ImaturMatur

Kompresi-dekompresi permukaan cairan> 25 mN.m-1 S < 20 mN.m-1 S > 0,85

Tes kocok (foam stability test)Negative pada 1:1Positif pada 1:2

Index Kestabilan buih> 0,47

Kecepatan aliran kapiler> 66 detik

Tes formasi globuler lipid pada> 460 ul

Polarisasi fluoresensi (mikroviskositas)> 0,340

OD650 nm 0,15

CorticosteroidPemberian dexamethasone atau betamethasone pada ibu hamil 48 72 hari sebeum melahirkan fetus berusia 32 minggu kehamilan atau kurang menurunkan insidensi, mortalitas dan morbiditas HMD. Corticosteroid dapat diberikan secara intramuskular pada wanita hamil yang kadar lecithin pada cairan amnionnya menunjukan imaturitas paru-paru, dan bagi yang direncanakan akan melahirkan 1 minggu kemudian, atau persalinan akan ditunda 48 jam atau lebih. (9)Steroid berikatan dengan reseptor spesifik di sel paru-paru dan merangsang produksi phosphatydilcholine ole sel tipe II. Proses ini membutuhkan waktu, karena itulah efektifitas steroid berkurang bila diberikan kurang dari 24 jam sebelum melahirkan. Efektifitasnya juga berkurang bila diberikan pada usia kehamilan lebih dari 34 minggu, dan efeknya hilang pada 7 -10 hari setelah pemberian. Keuntungan terbesar didapatkan bila interval pemberian dengan kelahiran lebih dari 48 jam namun kurang dari 7 hari. Pemberian steroid tidak mempengaruhi insidensi penyakit paru kronis namun menurunkan kejadian perdarahan intracranial sehingga menurunkan insidensi cerebral palsy di kemudian hari. (5) ,(4) Semua wanita dengan usia kehamilan 23 34 minggu yang diperkirakan beresiko akan melahirkan dalam 7 hari, diberikan kortikosteroid. Dapat diberikan bethametasone 12 mg IM diulang setelah 24 jam (total dosis 24 mg selama 24 48 jam diperbolehkan). Dapat juga diberikan dexamethasone 6 mg IM tiap 12 jam untuk 4 dosis. Terapi tidak disarankan untuk diulang dalam jangka waktu 7 hari. Kontraindikasi pemberian steroid adalah ibu dengan tirotoksikosis, kaediomiopati, infeksi aktif atau chorioamnionitis. Diabetes, preeklamsi, preterm prelabour rupture of the membran, dan chorioamnionitis dalam terapi bukan merupakan kontraindikasi pemberian steroid. (5),(13) Terapi glukokortikoid prenatal menurunkan deratnya RDS dan menurunkan insidensi komplikasi prematuritas yang lain seperti perdarahan intraventrikular, patent ductus arteriosus (PDA), pneumothorax, dan enterokolitis nekrotikan, tanpa mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan neonatus, mekanisme atau pertumbuhan paru, ataupun insidensi infeksi. Glukokortikoid prenatal dapat beraksi sinergis dengan terapi surfaktan eksogen posnatal. (9) Lain-lain Bahan bahan lain yang dapat mempercepat pematangan paru adalah hormon tiroid, epidermal growth factor, dan cyclic adenosine monophosphate. Bahan bahan tersebut dapat memacu sintesa surfaktan, namun penggunaannya sangat jarang. (4)

X. Penatalaksanaan Penatalaksanaan umumDasar tindakan ialah mempertahankan bayi dalam suasana fisiologis sebaik-baiknya,agar bayi mampu melanjutkan perkembangan paru dan organ lain sehingga dapat mengadakan adaptasi sendiri terhadap sekitarnya.1Tindakan yang perlu dikerjakan ialah:1. Memberikan lingkungan yang optimal. Suhu tubuh bayi harus selalu diusahakan agar tetap dalam batas normal (36,5 37C) dengan meletakkan bayi di dalam inkubator. Humiditas ruangan juga harus adekuat (70 80%).1,32. Pemberian oksigen harus berhati-hati. Prinsip: Oksigen mempunyai pengaruh yang kompleks terhadap bayi yang baru lahir. Pemberian O2 yang terlalu banyak dapat menimbulkan komplikasi yang tidak diinginkan seperti fibrosis paru (bronchopulmonary dysplasia (BPD)), kerusakan retina (fibroplasi retrolental / retinopathy of prematurity (ROP)) dan lain-lain.1 Untuk mencegah timbulnya komplikasi ini, pemberian O2 sebaiknya diikuti dengan pemeriksaan saturasi oksigen, sebaiknya diantara 85 93% dan tidak melebihi 95% untuk mengurangi terjadinya ROP dan BPD.4Terapi Oksigen sesuai dengan kondisi: Nasal kanul atau head box dengan kelembaban dan konsentrasi yang cukup untuk mempertahankan tekanan oksigen arteri antara 50 70 mmHg untuk distres pernafasan ringan.1,3 Jika PaO2 tidak dapat dipertahankan diatas 50 mmHg pada konsentrasi oksigen inspirasi 60% atau lebih, penggunaan NCPAP (Nasal Continuous Positive Airway Pressure) terindikasi.1,3 NCPAP merupakan metode ventilasi yang non-invasif.3 Penggunaan NCPAP sedini mungkin (early NCPAP) untuk stabilisasi bayi dengan berat lahir sangat rendah (1000 1500gram) di ruang persalinan juga direkomendasikan untuk mencegah kolaps alveoli.1 Penggunaan humidified high flow nasal cannula therapy (HHFNC) sebagai pengganti NCPAP sedang digalakkan di beberapa negara karena memiliki keefektivitasan yang sama dengan NCPAP serta dapat digunakan untuk bayi dengan semua usia gestasi.3

Gambar 15 dan 16. Nasal CPAP dan HHFNC5 Ventilator mekanik digunakan pada bayi dengan HMD berat atau komplikasi yang menimbulkan apneu persisten.1 Ventilator mekanik dihubungkan erat dengan terjadinya bronchopulmonary dysplasia (BPD) dan juga meningkatkan risiko terjadinya trauma dan infeksi.3 Indikasi rasional untuk penggunaan ventilator adalah1: pH darah arteri