makalah subak
DESCRIPTION
subakTRANSCRIPT
A. JUDUL PROGRAM :
PEMANFAATAN SUBAK BAGI KETAHANAN PANGAN MASYARAKAT TEGALALANG
B. LATAR BELAKANG MASALAH
Subak pada dasarnya adalah sistem irigasi berbasis masyarakat (community-based irrigation system) dan memiliki kearifan lokal (indigenous knowledge) dalam mendukung sumberdaya air yang berkelanjutan. Meskipun subak adalah sistem irigasi yang khas Bali, terutama karena aktivitasnya yang selalu disertai dengan ritual keagamaan , namun ia memiliki nilai-nilai luhur yang bersifat universal. Nilai-nilai luhur tersebut adalah Tri Hita Karana. Tri Hita Karana berasal dari kata Tri, Hita dan Karana. Tri artinya tiga, Hita artinya bahagia, danKarana artinya penyebab. Dengan demikian Tri Hita Karana sebagai istilah berarti tiga penyebab kebahagiaan. Ketiga penyebab kebahagiaan yang dimaksud adalah Parhyangan, Palemahan dan Pawongan. Parhyangan adalah hubungan manusia dengan Tuhan, Palemahan adalah hubungan manusia dengan lingkungannya, sedangkan pawongan adalah hubungan manusia dengan manusia yang lain. Secara implisit Tri Hita Karana mengandung pesan agar kita mengelola sumberdaya alam secara arif untuk menjaga kelestariannya; selalu merasa bersyukur dan berterimakasih kepada Sang Maha Pencipta; dan senantiasa mengedepankan keharmonisan hubungan antar sesama manusia. Tidak keliru kalau disini subak didefinisikan sebagai lembaga irigasi yang bercorak sosio-religius dan berlandaskan prinsip Tri Hita Karana dengan fungsi utamanya adalah pengelolaan air irigasi untuk memproduksi tanaman pangan khususnya padi dan palawija.
Sementara itu, banyak kalangan menghendaki agar subak tetap dipertahankan eksistensinya karena subak dapat dianggap merupakan warisan budaya bangsa dan diyakini menjadi tulang punggung kebudayaan Bali. Seperti halnya di Desa Pakraman Bugbug, keberadaan subak ini sangat penting bagi kelangsungan warga desa yang sebagian besar penduduknya mengandalkan hidup dari pertanian. Dikhawatirkan jika subak sampai hilang karena tanah sawah telah beralih fungsi, maka kemungkinan kebudayaan Bali akan terdegradasi.
C. RUMUSAN MASALAH
Karya ilmiah ini mencoba memaparkan tiga pokok bahasan berikut :1. Bagaimana eksistensi subak terkait dengan pengelolaan sumberdaya air dan pertanian
beririgasi di Bali?2. Mengapa subak harus dilestarikan dan bahkan diperkuat atau diberdayakan.3. Upaya –upaya apa yang perlu dilakukan untuk memberdayaan subak di Bali?.
D. TUJUAN PROGRAMSesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan karya
1. Untuk mengetahui eksistensi subak terkait dengan pengelolaan sumberdaya air dan pertanian beririgasi di Bali.
2. Untuk mengetahui mengapa subak harus dilestarikan dan bahkan diperkuat atau diberdayakan.
3. Untuk mengetahui upaya –upaya yang perlu dilakukan untuk memberdayaan subak di Bali?.
E. LUARAN YANG DIHARAPKANLuaran yang diharapkan dari program ini adalah kelestarian subak sebagai suatu
perangkat penting dalam menjaga ketahanan pangan masyarakat bali.
F. KEGUNAAN / MANFAAT PROGRAM
1. Manfaat Teoretis Untuk menambah pengetahuan bagi pihak yang berkompeten dalam upacara Agama Hindu dan untuk memperluas pengetahuan guna melestarikan nilai-nilai budaya bangsa, dan dapat digunakan sebagai dasar pengetahuan untuk meneliti aspek-aspek yang belum diteliti.
2. Manfaat Praktis Informasi yang digali dalam penelitian hendaknya dapat berguna bagi masyarakat, tokoh-tokoh adat dan pihak yang berkompeten sebagai masukan di dalam upaya mengetahui pelaksanaan eksistensi subak dalam kehidupan masyarakat desa pakraman Bugbug.
G. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian subakSubak adalah organisasi kemasyarakatan yang khusus mengatur sistem pengairan
sawah. Subak merupakan organisasi pengairan tradisional dalam bidang pertanian , yang berdasakan atas seni dan budaya yang diwarisi secara turun temurun oleh masyarakat di Pulau Dewata.
2.2. Pengertian EksistensiEksistensi artinya keberadaan, keadaan, adanya. Berdasarkan penjelasan tersebut di
atas, maka yang dimaksud dengan eksistensi adalah suatu keberadaan atau keadaan, yang dalam bahasa Bali disebut kawentenan.
Mendefinisikan apa sebenarnya yang terkandung dalam eksistensi tersebut memang amat sulit. Kata-kata dan bahasa sesungguhnya tidak sempurna, sehingga tidak dapat secara persis menyatakan pemikiran maupun gagasan. Apalagi kata eksistensi demikian luas cakupannya. Walaupun demikian bukan berarti kata “eksistensi” itu tidak dapat dijabarkan.
2.3 Pengertian Desa PakramanKata desa pakraman terdiri dari dua unsur kata yaitu kata desa dan pakraman.
Mengenai arti dari kedua kata tersebut dijelaskan sebagai berikut.Menurut Undang-undang No. 5 Tahun 1979 dinyatakan bahwa desa adalah suatu
wilayah yang ditempati oleh penduduk yang berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam rangkaian Negara Republik Indonesia.
Pakraman berasal dari kata krama yang artinya individu atau kelompok anggota, yang kalau dikaitkan dengan ajaran agama Hindu yaitu Catur Asrama, mereka yang telah melaksanakan Grhasta (tahap kehidupan beruimah tangga).
Di Bali kata desa pakraman sama artinya dengan penggunaan desa adat. Dimana, desa pakraman adalah desa adat yang melaksanakan segala kegiatan adat dan kegiatan agamanya.
Jadi pengertian desa pakraman adalah lembaga sosial kegamaan Hindu di tingkat desa. Sehingga, desa pakraman berfungsi untuk menata, mengukur dan membina kehidupan sosial warga atau krama desanya terutama dalam melaksanakan ajaran-ajaran Agama Hindu.
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis PenelitianDilihat dari pendekatan analisisnya, penelitian dibagi atas dua macam, yaitu (a)
penelitian kuantitatif, dan (b) penelitian kualitatif. Penelitian kuantitatif menekankan analisisnya pada data-data numerikal (angka) yang diolah dengan metode statistika. Penelitian kualitatif menekankan analisisnya pada proses penyimpulan, menggunakan logika ilmiah. Jenis penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif, karena analisisnya berupa penyimpulan dan menggunakan logika ilmiah dan bukan berupa angka atau numerikal.
3.2 Populasi dan Sampel Penelitian3.2.1 Populasi Penelitian
Data yang akurat dalam penelitian didapatkan dengan cara menentukan subyek penelitian. Subyek penelitian disebut dengan populasi. Populasi adalah kelompok subyek yang hendak dikenai generalisasi hasil penelitian.
Berdasarkan hal tersebut di atas, dapat ditekankan yang dimaksud populasi ialah kelompok subyek atau keseluruhan unit individu yang hendak dikenai generalisasi yang mempunyai karakteristik tertentu yang oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.
Dalam penelitian ini yang akan dijadikan populasi ialah seluruh masyarakat Desa Pakraman Bugbug, Kecamatan Karangasem, Kabupaten Karangasem.
3.2.2 Sampel PenelitianDi dalam penentuan subyek penelitian digunakan metode sampling yaitu metode
penarikan sampel sebagai cata pengambilan subjek penelitian. Sampel tidak dapat dipisahkan dari populasi. Karena sampel adalah bagian dari pada populasi yang dipilih dengan prosedur tertentu untuk diukur karakteristiknya[14].
Jadi dapat ditarik kesimpulan sampel adalah bagian dari populasi yang diperoleh dengan menggunakan cara atau prosedur tertentu sehingga dapat memiliki ciri-cini serta karakteristik yang dapat mewakili populasinya.
Sampel pada dasarnya dapat diambil secara sembarang, namun dalam penelitian dikenal adanya beberapa macam teori dengan mengelompok keinginan / pertimbangan pribadi, secara garis besar teori tersebut dapat dibagi 3 golongan besar : (1) teori kemungkinan (probability), (2) teori terbatas (non probability), (3) teori gabungan (teori kemungkinan dan terbatas)[15].
Metode sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah Non Probability. Suatu cara pengambilan sampel akan disebut sebagai non probabilitas apabila besarnya peluang anggota populasi untuk tenpilih menjadi sampel tidak diketahui[16]. Di sini dikatakan bahwa teknik non Probability adalah cara penentuan sampel dimana setiap anggota populasi tidak mendapat kesempatan yang sama untuk dijadikan anggota sampel. Teknik penarikan sampelNon Probability meliputi: Convinience Sampling, Purposive Sampling, Quota Sampling danSnowball Sampling.
Jenis yang digunakan yaitu Purposive sampling. Purposive Sampling adalah suatu tekhnik pengambilan sampel terhadap anggota populasi yang bersifat khusus, dan mempunyai kompetensi tertentu agar informasi yang tergali sesuai tujuan penelitian. Sehubungan dengan itu yang menjadi sampel mewakili populasi dalam penelitian ini ialah tokoh masyarakat di Desa Pakraman Bugbug, Kecamatan Karangasem, Kabupaten Karangasem.
3.3 Jenis dan Sumber Data3.3.1 Jenis Data
Data dapat digolongkan menurut jenisnya sebagai data kuantitatif yang berupa angka-angka dan data kualitatif yang berupa kategori-kategori.
Jadi dapat dijelaskan bahwa menurut jenisnya, data dapat dibagi menjadi dua yaitu data kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitatif yaitu data dalam bentuk uraian-uraian atau kategori-kategori. Sedangkan data kuantitatif data yang diwujudkan dengan angka-angka.
Dalam penelitian ini, jenis data yang dipakai adalah data kualitatif, karena data yang dicari adalah uraian tentang eksistensi subak Di Desa Pakraman Bugbug, Kecamatan Karangasem, Kabupaten Karangasem.
3.3.2 Sumber DataDalam penelitian diperlukan sumber data untuk memudahkan dalam pemecahan
masalah. Menurut sumbernya, data penelitian dapat digolongkan sebagai data primer dan data sekunder. Data primer atau data tangan pertama adalah data yang diperoleh langsung dari subjek penelitian dengna mengenakan alat pengukuran atau alat pengambilan data langsung pada subyek sebagai sumber informasi yang dicari. Data sekunder atau data tangan kedua adalah data yang diperoleh lewat fihak lain, tidak langsung diperoleh oleh peneliti dari subyek penelitiannya.
Data sekunder biasanya berwujud data dokumentasi atau data laporan yang tersedia. Data yang diklasifikasikan maupun dianalisa untuk mempermudah dalam menghadapkan pada pemecahan permasalahan, perolehannya dapat berasal dari : (1) masyarakat secara langsung (2) bahan-bahan kepustakaan. Data yang diperoleh secara langsung dari masyarakat baik yang dilakukan melalui wawancara, observasi dan alat lainnya merupakan data primer. Data primer diperolehnya sendiri secara mentah-mentah dari masyarakat dan masih memerlukan analisa lebih lanjut. Sedangkan data yang diperoleh dari atau berasal dari bahan kepustakaan disebut sebagai data sekunder.
Jadi dapat dijelaskan bahwa menurut sumbernya, data dapat dibagi menjadi dua yaitu data primer dan data sekunder. Data primer adalah data mentah yang diperoleh secara langsung contohnya melalui wawancara dan observasi, sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh dari pihak lain yaitu dapat berasal dari dokumentasi atau kepustakaan.
Dalam penelitian ini, sumber data yang dipakai adalah data primer dan data sekunder. Data primernya yaitu berupa data yang diperoleh dari observasi dan wawancara yang dilakukan. Sedangkan data sekundernya adalah data yang diperoleh dari kepustakaan seperti buku-buku yang ada kaitannya dengan eksistensi subak Di Desa Pakraman Bugbug, Kecamatan Karangasem, Kabupaten Karangasem.
3.4 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yaitu cara yang digunakan untuk memperoleh data yang dijadikan dasar kajian, dianalisis dan disimpulkan. Metode pengumpulan data adalah suatu cara yang digunakan untuk mengumpulkan data, yaitu : tes, observasi, wawancara, angket, sosiometri, dan pencatatan dokumen.
Jadi dapat dijelaskan bahwa metode pengumpulan data adalah cara yang dilakukan untuk memperoleh data yang dijadikan dasar kajian, yang selanjutnya dianalisis dan disimpulkan. Adapun metode pengumpulan data yang dipakai yaitu metode wawancara dan metode pencatatan dokumen.
3.4.1 Metode Wawancara Wawancara dapat dipandang sebagai metode pengumpulan data dengan jalan tanya jawab yang dikerjakan secara sistematis dan berdasarkan kepada permasalahan dan tujuan penelitian. Tanya jawab dalam hal ini adalah berbentuk bahasa lisan, berhadapan di dalam satu tempat yang sama (Face to face), hubungan kedua belah pihak adalah hubungan timbal balik. Wawancara merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik.
Dapat disimpulkan bahwa metode wawancara adalah pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab. Maksud penggunaan metode wawancara adalah untuk memperoleh keterangan atau penjelasan secara langsung dari para informan. Caranya adalah pewawancara secara langsung berhadapan dengan informan dengan cara mengajukan beberapa buah pertanyaan yang berkaitan dengan masalah yang diteliti atau yang diamati. Adapun yang menjadi sasaran wawancara dalam penelitian ini yaitu pemangku, tukang banten, dan tokoh masyarakat di Desa Pakraman Bugbug Kecamatan Karangasem, KabupatenKarangasem.
3.4.2 Metode Pencatatan DokumenSuatu cara untuk mendapatkan data
dapat dilakukan dengan jalan mengumpulkan segala macam dokumen tertulis serta mengadakan pencatatan yang sistematis, yaitu melalui dokumentasi atau data laporan yang telah tersedia. Dokumen yang dapat dipakai yaitu berupa buku-buku, majalah, jurnal maupun koran yang ada relevansinya dengan masalah yang diteliti.
Dapat dijelaskan bahwa metode pencatatan dokumen yaitu metode pengumpulan data dengan mengkaji bahan-bahan pustaka atau dokumen seperti buku-buku, jurnal maupun koran yang ada kaitannya dengan materi penelitian. Dalam penelitian ini metode pencatatan dokumen yang dilakukan yaitu dengan mengkaji buku-buku yang ada kaitannya dengan penelitian ilmiah eksistensi subak Di Desa Pakraman Bugbug, Kecamatan Karangasem, Kabupaten Karangasem
3.5 Metode Analisa DataSetelah mencari dan mengumpulkan data, langkah selajutnya adalah mengolah data
atau menganalisisnya. Sebagaimana telah dijelaskan di atas, bahwa data adalah bahan mentah yang belum berarti apa-apa. Untuk dapat memberikan gambaran sesuai dengan tujuan penelitian maka data yang terkumpul perlu diolah dengan mempergunakan Metode Analisa Data.
Metode analisa data dalam suatu penelitian dapat dibagi menjadi tiga yaitu : 1) Teknik Induksi adalah terlebih dahulu dikemukakan fakta-fakta yang bersifat khusus, atas dasar fakta tersebut ditarik suatu kesimpulan, 2) Argumentasi yaitu memberikan komentar dan alas an
yang rasional terhadap informasi yang tergali lewat penelitian selanjutnya ditarik simpulan yang logis, 3) teknik spekulasi yaitu menarik kesimpulan yang semata-mata didasarkan atas ketajaman rasio penelitI.
Dari uraian di atas teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik induksi dan argumentasi yaitu dengan cara terlebih dahulu mengemukakan fakta-fakta yang bersifat khusus kemudian memberikan kesimpulan dengan argumentasi yang logis.
BAB IVPEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
4.1 Eksistensi subak dalam Pengelolaan Sumberdaya AirPada awal- awal berdirinya, para petani yang tergabung dalam organisasi subak, telah
membangun prasarana fisik sistem irigasi mulai dari empelan (bendung sederhana) lengkap dengan saluran- saluran airnya beserta bangunan pembagian untuk mendistribusikan air bagi para anggotanya. sekaligus mengelolanya secara swadaya. Semuanya itu dilakukan hampir tanpa bantuan dan campur tangan dari penguasa pada zamannya (zaman kerajaan). Setelah zaman Belanda dan zaman kemerdekaan pun pembangunan fisik jaringan irigasi oleh pemerintah rupanya sebagian besar terbatas hanya pada peningkatan jaringan irigasi yang telah dibangun oleh subak sebelumnya.
Sungguh kurang tepat kalau subak disamakan dengan Perkumpulan Petani Pemakai Air. Untuk Bali, kiranya lebih tepat jika subak dikatakan sebagai Perkumpulan Petani Penglelola Air. Subak eksis sampai sekarang dan dikagumi oleh banyak pemerhati masalah-masalah irigasi mungkin karena memiliki kearifan lokal / local wisdom dan keunikan tersendiri, yang membedakannya dengan sistem irigasi di tempat-tempat lain di dunia. Berikut ini akan diuraikan beberapa kearifan lokal dalam pengelolaan sumberdaya air untuk pertanian beririgasi di Desa Pakraman Bugbug
4.1.1 Keberadaan pembangunan fisik sistem irigasiPara pendiri subak di masa lampau pastilah benar-benar memiliki pengetahuan dan
keterampilan yang memadai sehingga mampu menghasilkan karya besar berupa sistem irigasi tradisional yang kita warisi sampai sekarang. Bayangkan, karena kondisi topografi pulau Bali bergunung-gunung dan berbukit-bukit terpaksa banyak subak harus membangun terowongan yang mencapai beberapa kilometer panjangnya hanya dengan menggunakan peralatan yang sangat sederhana secara gotong royong. Selain melubangi bukit –bukit menjadi terowongan, saluran–saluran terbuka juga harus dibuat menelusuri punggung-punggung medan yang menurun sehingga kemiringan saluran menjadi cukup curam dan saluran pada daerah yang terjal kelihatan seperti menempel pada dinding lereng.
Di desa pakraman Bugbug, keberadaan sistem irigasi terlihat dari konstruksi fisik berikut:
a. Bangunan penangkap air di sungai ( empelan ) / bendung diletakkan di ujung tikungan sungai dengan pintu sadap di bagian sisi luar tikungan agar air dapat masuk secara maksimal.
b. Bagian atas terowongan dibuat melengkung mengandalkan pada kekuatan batuan asli,- dan tidak disemen; pada beberapa tempat dibuatkan lubang untuk masuk terowongan serta tinggi disesuaikan dengan tinggi badan anggota subak untuk memudahkan kegiatan pemeliharaan dan tetap ada udara di atas air pada saluran sehingga terowongan tetap dalam kondisi saluran terbuka.
c. Tiap petani anggota subak memiliki bangunan pengambilan ( water inlet ) tersendiri dengan saluran pembuang juga tersendiri. Hal ini selain mempermudah pinjam meminjam air antar anggota juga memudahkan proses pelaksanaan diversifikasi tanaman meskipun pada musim hujan sekalipun.
d. Bangunan bagi dibuat dengan desain “ numbak” yaitu semua ambang pembagian terletak pada satu garis lurus dan dituju langsung oleh aliran air serta dasar lubang ambang dibuat sama tinggi Bentuk bangunan bagi tradisional seperti ini sesuai untuk pengelolaan oleh para anggota karena mudah untuk dilakukan penyesuaian-penyesuaian bilamana diperlukan.
Selain itu tidak memerlukan tambahan biaya dan tenaga untuk pemeliharaannya seperti halnya pada bangunan bagi yang memakai pintu sorong dan kurang diakrabi oleh petani. Yang penting pula adalah bahwa dibandingkan dengan desain “ngerirun” yaitu bangunan bagi berbentuk kotak yang lebih menjamin rasa keadilan. Pada model “ngerirun”, arah aliran dari salah satu ambang diletakkan sejajar, sedangkan ambang yang lainnya menyiku dengan aliran pokok.
4.1.2 Upaya dalam mengatasi kondisi kelangkaan air Pada subak-subak yang airnya mencukupi, distribusi air kepada para anggotanya umumnya dilakukan dengan membiarkan air mengalir secara terus-menerus ke masing-masing bangunan bagi sepanjang tahun, baik yang ada pada saluran primer, sekunder maupun tersier. Petani atau sekelompok petani yang tidak membutuhkan air dapat menutup ambang pembagian airnya masing-masing. Akan tetapi pada kebanyakan subak di Bali, terutama pada musim kemarau, air pada umumnya kurang mencukupi untuk mengairi areal subak secara keseluruhan jika semua ingin bertanam padi. Dalam kondisi keterbatasan air, maka dilakukan secara bergilir dengan penetapan pola tanam yang pelaksanaannya bervariasi dari tempat satu ke tempat lain . Berikut ini akan dipaparkan beberapa variasi dalam pelaksanaan distribusi air secara giliran.
1. Nugel Bumbung.Pada sistem nugel bumbung areal subak dibagi menjadi 2-3 kelompok.Misalkan ada
dua kelompok: Kelompok I dan Kelompok II. Pada musim hujan semua kelompok diizinkan untuk menanam padi. Jadi semuanya mendapat jatah air sesuai haknya masing-masing. Setelah panen, jika masih memungkinkan untuk bertanam padi sekali lagi tetapi air tidak mencukupi untuk semua kelompok, maka diatur sebagai berikut. Misalnya Kelompok I boleh lagi bertanam padi, jadi berhak mendapatkan air. Tetapi, Kelompok II tidak diberikan air sehingga harus menanam palawija atau bera. Musim tanam berikutnya, Kelompok I tidak boleh bertanam padi lagi, tetapi harus menanam palawija atau bera, sehingga tidak mendapatkan giliran air. Yang berhakmendapatkan giliran air adalah Kelompok II dan karenanya boleh menanam padi lagi. Demikian seterusnya sehingga masing-masing kelompok pada akhirnya mendapat kesempatan yang sama dalam berusahatani. Pada tingkat petani individual pun pada kasus-kasus tertentu juga dijumpai penerapan nugel bumbung dalam pemanfaatan air yang menjadi bagiannya. Misalkan air yang diterima seorang anggota subak tidak cukup jika dipakai untuk mengairi seluruh petak sawahnya untuk tanaman padi kecuali pada waktu musim hujan. Maka, pada musim tanam berikutnya hanya sebagian saja yang ditanami padi sisanya denga palawija atau bera. Tahun berikutnya petak sawah yang ditanami padi tersebut digilir dengan tanaman palawija atau bera. Demikian seterusnya sehingga tidak ada petak sawah yang ditanami dengan padi secara terus-menerus[29].
2. Ngulu - ngasep atau ngulu- ngasep – maonginSama halnya dengan cara nugel bumbung, maka cara ngulu ngasep juga membagi
wilayah subak menjadi 2-3 golongan. Pada umunya penggolongan ini didasarkan atas jauh dekatnya dengan sumber air atau apakah letak subak lebih di hulu atau lebih di hilir pada suatu sumber air atau suatu aliran sungai. Kalau hanya terdiri dari dua golongan maka ada golongan ngulu. (mendapat giliran air lebih dulu atau letaknya di hulu) dan ada golongan ngasep (mendapat giliran air belakangan atau letaknya di hilir). Kalau dibagi menjadi 3 golongan , akan menjadi: golongan ngulu, golongan maongin (mendapat giliran air setelah giliran ngulu atau letaknya di tengah antara hulu dan hilir), dan golongan ngasep. Air diberikan paling dulu kepada golongan ngulu. Setelah 2-4 minggu giliran diberikan kepada
golongan maongin dan akhirnya 2-4 minggu kemudian jatah air menjadi hak golongan ngasep. Cara distribusi air seperti ini biasanya diterapkan pada subak-subak yang arealnya luas atau pada “subak majemuk” dan daerah irigasi sepanjang sungai[30].
3. Masa - gadonMenurut cara masa- gadon, wilayah subak dibagi pula menjadi dua kelompok, yaitu
kelompok masa dan kelompok gadon. Kelompok masa mendapatkan giliran pada waktu musim hujan sedangkan kelompok gadon pada musim kemarau. Dengan demikian pola tanam yang diterapkan oleh masing-masing kelompok menjadi sebagai berikut: padi – palawija untuk kelompok masa dan palawija- padi untuk kelompok gadon. Sistem masa –gadon ini biasanya ditemukan pada daerah-daerah yang kering, di mana pada musim hujan pun masih dirasakan kekurangan air untuk semua areal subak[31].
4.1.3 Kearifan lokal dalam pengendalian hamaSubak di Bali pada umumnya menerapkan cara-cara pengendalian hama
dengan pengaturan pola tanam dan jadwal tanam dan pada beberapa subak dengan cara upacara ritual menurut kepercayaan petani setempat.
1. Dengan pengaturan pola tanam dan jadwal tanam.Pola tanam umumnya telah ditetapkan dalam awig-awig (peraturan/ anggaran rumah
tangga organisasi subak), sedangkan ketentuan mengenai kapan mulai menanam diputuskan secara musyawarah melalui rapat-rapat subak menjelang tibanya musim tanam. Rupanya subak di Bali sejak dulu telah memahami bahwa siklus hama dapat dipotong dengan menerapkan waktu tanam padi secara serempak pada saat yang hamper bersamaan oleh seluruh anggota subak. Penanaman padi secara serempak ini dikenal dengan istilah kerta masa.
Sejak dulu sampai sampai dengan kedatangan Revolusi Hijau, pola tanam yang diterapkan oleh subak-subak di Bali adalah sebagai berikut. Sebagian subak menerapkan pola tanam : padi – bera – palawija; sebagian lagi : padi – padi – bera; dan yang lainnya: padi – palawija – padi. Namun sejak munculnya padi baru yang berumur pendek, kebanyakan subak terutama yang airnya mencukupi, telah mengubah pola tanamnya menjadi 2 sampai 3 kali padi secara terus menerus sepanjang tahun. Waktu tanam menjadi sangat tidak beraturan walaupun masih dalam lingkungan satu subak (“tulak sumur”). Ada petani yang sedang menandur, ada pula yang padinya sedang menguning dan ada pula yang sudah selesai panen.
Pengalaman pahit akibat eksplosi hama tersebut menyadarkan kita semua bahwa pertanian secara tardisional tidak selalu lebih jelek dari pertanian dengan cara-cara modern. Sistem “kerta masa” yang diterapkan oleh petani-petani Bali sejak dahulu pada hakekatnya adalah “teknologi” pengendalian hama yang cukup ampuh dan kiranya perlu untuk dipertahankan.
2. Dengan upacara ritualRitual subak merupakan salah satu fungsi penting dalam kehidupan subak di Bali dan
merupakan ciri khas yang membedakan subak dengan sistem irigasi tradisional yang terdapat di daerah lain. Upacara ritual di subak selalu diadakan sebelum pekerjaan di sawah di mulai. Ritual mengikuti tahapan pertumbuhan tanaman padi, mulai dari “ menjemput air”, mengolah tanah, menyemai bibit, menandur, menjelang padi bunting, panen, dan kemudian waktu padi disimpan di lumbung. Banyaknya macam upacara sangat bervariasi antar subak. Ada upacara yang dilakukan oleh masing-masing anggota subak secara individual. Ada pula yang dilakukan bersama di tingkat subak. Bahkan ada juga upacara yang bersifat lebih besar
dan harus melibatkan hampir semua subak di Bali. Tiap subak memiliki tempat sucinya masing-masing untuk melaksanakan upacara tersebut. Pada saat-saat muncul hama biasanya subak mengadakan upacara tertentu dalam upaya memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa agar hama tidak akan menyerang tanaman mereka. Di beberapa subak ada upacara khusus untuk menanggulangi hama yang disebut upacara “ nangluk merana ”( mengusir hama). Caranya sangat unik yaitu dengan upacara “pengabenan” tikus seperti menyerupai upacara pembakaran mayat (“pengabenan” ) yang biasa dilakukan umat Hindu di Desa Pakraman Bugbug. Bagi orang luar mungkin kelihatannya aneh dan tidak masuk akal. Namun begitulah kepercayaan petani-petani setempat.
Kiranya masih cukup banyak tradisi atau kebiasaan petani setempat baik di Bali maupun di daerah-daerah lain yang mungkin nampak sangat primitif dan tidak masuk akal menurut pikiran kita. Namun, kalau disimak lebih dalam mungkin punya makna tersendiri. Kearifan lokal yang terdapat pada masyarakat petani perlu digali dan dipelajari, siapa tahu dapat diberikan penjelasannya secara ilmiah.
Masyarakat desa di Bali lebih-lebih para petaninya sampai sekarang masih melakukan upacara keagamaan yang berkaitan dengan pertanian. Ada yang disebut hari suci “tumpek uduh” (pada hari Sabtu Kliwon Wariga) dan “ tumpek kandang” ( pada hari Sabtu Kliwon Uye) yang datangnya tiap 210 hari menurut kalender Bali. Pada hari “tumpek uduh” diadakan upacara untuk keselamatan tanaman dan pada hari “tumpek kandang” keselamatan hewan dan ternak. Mungkin saja secara terselubung ada makna dan pesan luhur agar manusia tetap memelihara keanekaragaman hayati ( biodiversity ). Juga masih ada orang-orang tua di desa yang melarang menebang jenis tanaman tertentu milik keluarganya kecuali pada hari-hari baik seperti yang telah ditetapkan oleh leluhurnya. Hal ini jelas ada tujuannya yaitu agar kita tidak sembarangan menebangi pohon yang bisa merusak keanekaragaman hayati.
4.2 Mengapa Subak Perlu DiberdayakanSubak perlu dilestarikan bahkan diperkuat atau diberdayakan bukan saja
organisasinya / kelembagaannya tetapi yang lebih penting adalah para anggotanya agar menjadi lebih sejahtera dari segi ekonomi. Dengan demikian diharapkan subak akan menjadi lebih kuat dan mandiri sehingga tangguh hidup ( viable ) menghadapi dinamika perubahan zaman. Subak perlu diberdayakan karena beberapa alasan antara lain:
1. Subak memiliki kearifan lokal yang kiranya dapat mendorong keberlanjutan sumberdaya air. Beberapa tradisi dan kearifan lokal yang dimiliki subak seperti telah dipaparkan di atas, kiranya masih relevan untuk dipertahankan. Unsur-unsur tradisional yang perlu dipertahankan malah agar diperkokoh, sedangkanunsur-unsur yang dianggap tidak sesuai lagi dengan tuntutan masa kini maupun masa datang perlu dicarikan solusinya.
2. Subak mempunyai peran dan fungsi dengan eksternalitas positif meskipun amat sulit diukur dalam nilai uang. Subak memiliki berbagai peran dan fungsi baik yang berkaitan langsung dengan manajemen air irigasi maupun peran-peran lain di luar manajemen irigasi[35]. Berikut ini hanya diuraikan beberapa saja yang relevan dengan topik pembahasan kali ini terutama yang memiliki eksternalitas positif tetapi sulit untuk dinilai dengan uang.
3. Sebagai penyangga nilai-nilai tradisional pedesaan. Kegiatan ritual subak yang mewarnai kehidupan petani pada khususnya dan masyarakat pedesaan pada umumnya adalah penting bagi stabilitas sosial. Kalau subak hilang maka nilai –nilai tradisional pedesaan mungkin akan tererosi, sektor pertanian memberikan manfaat yang tidak ternilai bagi stabilitas sosial[36].
4. Sebagai pendukung kelestarian lingkungan. Subak yang secara fisik merupakan hamparan sawah –sawah beririgasi untuk bercocok tanam padi juga punya peran yang sangat penting dalam pelestarian lingkungan. Lahan sawah secara kolektif berfungsi sebagai dam besar yang dapat mengendalikan banjir dan erosi, mengisi air tanah ( ground water recharge ), kebersihan udara melalui penyerapan zat-zat beracun oleh tanaman, dan pengendalian siklus nitrogen yang diserap oleh tanaman padi. Selain itu areal persawahan juga dapat berfungsi sebagai habitat bagi berbagai jenis fauna dan flora. Jadi, usahatani padi sawah dapat berperan pula sebagai pemelihara keanekaragaman hayati.
5. Sebagai daya tarik wisatawan baik dari dalam negeri maupun mancanegara. Sawah -sawah yang berteras ditambah dengan keunikan lembaga subak yang bercorak sosio-religious dengan beraneka ragam ritualnya kiranya sangat potensial sebagai daya tarik wisatawan. Terlebih lagi bahwa dalam pariwisata global, semakin berkembang trend ke arah ekoturisme dan pariwisata budaya. Subak bersama masyarakat desa bisa memainkan perannya dalam ikut berpartisipasi memberikan pelayanan dalam berbagai bentuknya di masa-masa yang akan datang. Tentunya dalam perkembangan wisata baik wisata agro maupun agrowisata, para petani dan masyarakat desa setempat jangan sampai hanya sekedar menjadi objek tontonan tetapi juga sebagai subyek. Bila perlu dapat berkembang pula pariwisata berbasis masyarakat atau “community-based tourism “, atau mungkin “subak-based tourism”. Di masa-masa mendatang tidak tertutup kemungkinan bahwa penduduk kota kalau sudah jenuh dengan kehidupan di kota , suatu saatmungkin tertarik pula untuk tinggal di desa mencari pengalaman tinggal di desa untuk beberapa waktu bahkan memelihara kebun sendiri sekedar sebagai rekreasi . Hal ini telah terjadi di Jerman dan Jepang. Di Jepang ada sekolah-sekolah yang memberikan kesempatan kepada murid-muridnya untuk berkemah ke daerah pertanian sambil mengerjakan kegiatan bertani. Di Jerman petani-petani ada yang menyewakan sebagian kecil tanahnya kepada mereka yang ingin menjadi petani sebagai hiburan di musim panas.
6. Sebagai pendukung ketahanan pangan. Bahan pokok makanan kita adalah beras. Tanpa nasi rasanya kita belum makan. Dalam kaitan ini subak sebagai penghasil padi adalah sangat penting untuk tetap dilestarikan agar mampu menghasilkan padi. Ketahanan pangan baik di tingkat keluarga maupun di tingkat daerah pasti akan terancam. Oleh sebab itu subak harus dipertahankan eksistensinya.
4.3 Upaya-Upaya yang Perlu Dilakukan untuk Memberdayakan Subak di BaliUntuk memberdayakan subak sehingga menjadi lembaga yang lebih kuat dan mandiri
serta para anggotanya juga meningkat kesejahteraannya, perlu diupayakan hal-hal sebagai berikut:
1. Memberikan pengakuan sebagai badan hokum Selama ini agar dapat diakui sebagai badan hukum syaratnya adalah subak harus mendaftarkan Anggaran Dasarnya di Pengadilan Negeri setempat. Hal ini dirasakan cukup sulit bagi pengurus subak. Jika memungkinkan apakah tidak sebaiknya ditetapkan saja melalui Peraturan Daerah. Pemberian status badan hukum adalah penting agar subak dapat: (i) menerima aset berupa jaringan irigasi dari pemerintah dalam rangka implementasi program PIK; (ii) melakukan kontrak kerja dengan pihak swasta maupun pemerintah yang bersifat ekonomis; (iii) menerima hak guna air irigasi dan mengatur pemanfaatannya ; (iv) menerima bantuan baik berupa uang, sarana dan prasarana secara langsung dari lembaga / instansi pemerintah dan swasta.
2. Melakukan perbaikan jaringan irigasi sesuai aspirasi subak. Sebelum diserahkannya pengelolaan jaringan irigasi kepada subak seyogyanya diadakan penyempurnaan atau
perbaikan terlebih dahulu. Lokasi serta desain bangunan- bangunan irigasi hendaknya disesuaikan dengan aspirasi petani. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari pengalaman pahit dari pelaksanaan program peningkatan jaringan irigasi melalui Proyek Irigasi Bali sekitar tahun 1980-an akibat tidak dilibatkannya subak dalam proses pengambilan keputusan sejak tahap perencanaan sampai tahap konstruksi. (lihat: Sutawan, 1987: 49; dan juga Sutawan, 1991 : 62 ).
3. Mendorong pembentukan subak-gede dan subak-agung. Beberapa Daerah Irigasi (DI) yang merupakan penggabungan fisik dari subak-subak yang tadinya berdiri sendiri ada yang belum berfungsi seperti diharapkan dan tidak jarang timbul konflik antara subak yang di hulu dan di hilir dalam pemanfaatan air irigasi. Pada kasus-kasus seperti ini perlu dibentuk “subak –gede”, yaitu wadah koordinasi antar subak dalam lingkungan satu DI. Selanjutnya mengingat air dirasakan semakin langka karena meningkatnya kebutuhan akan air oleh berbagai pengguna, perlu pula dibentuk (“ subak-agung ) “ yaitu wadah koordinasi antar sistem irigasi / antar DI di sepanjang aliran sungai. Pembentukan subak-gede maupun subak-agung agar dilakukan melalui pendekatan partisipatoris seperti pernah dilakukan oleh Tim Penelitian dari Universitas Udayana sehingga tercapai kesepakatan antara pihak-pihak terkait melalui dialog dan negosiasi yang intensif. Dengan terbentuknya subak-gede maupun subak –agung diharapkan air yang tersedia dapat dimanfaatkan secara lebih adil dan pola tanam dan jadwal tanam dapat dikoordinasikan dengan baik berdasarkan kesepakatan antar subak dalam satu DI maupun antar DI di sepanjang aliran sungai.
4. Mengembangkan organisasi ekonomi petani berbasis subak Sampai sekarang subak belum dimanfaatkan oleh para anggotanya sebagai wadah bersama dalam kegiatan ekonomi / agribisnis. Fungsi utama subak lebih menekankan pada pengelolaan irigasi secara gotong royong. Padahal, di negara-negara lain sudah banyak organisasi irigasi petani yang sudah melakukan fungsi ekonomi. Petani-petani Bali walaupun sudah tergabung dalam wadah kebersamaan (subak ), tetapi masih melakukan kegiatan usahatani secara sendiri-sendiri. Mulai dari membeli sarana produksi, melakukan kegiatan produksi (on farm), pengolahan hasil, sampai pemasaran hasil. Dalam situasi sperti ini tentunya jika berhadapan dengan para tengkulak , posisi tawar mereka menjadi sangat lemah. Memang benar selama ini petani telah menjadi anggota KUD (Koperasi Unit Desa ). Namun , KUD sepertinya tidak memayungi organisasi ekonomi petani. KUD hanya badan usaha yang melayani anggota-anggota KUD yang bukan hanya petani. Para petani yang menjadi anggota KUD juga berasal dari banyak subak yang belum tentu punya keterkaitan dengan sumber air yang sama. Dari segi kelembagaannya subak sudah sangat terkenal dan di kagumi oleh banyak pemerhati irigasi dari mancanegara. Namun, kalau dilihat dari keadaan ekonomi para anggotanya yang sebagian besar petani gurem, kiranya kita perlu ikut prihatin dan berupaya bagaimana caranya agar mereka bisa terangkat kesejahteraannya. Walaupun organisasinya telah mapan, tetapi jika tidak diimbangi dengan perbaikan kesejahteraan para anggotanya, ditambah lagi dengan adanya berbagai ancaman seperti telah disebutkan di atas, kiranya bisa membahayakan eksistensi subak itu sendiri. Dari hal-hal terurai di atas kiranya sudah tiba saatnya kalau subak dapat dikembangkan menjadi lembaga ekonomi tanpa harus meninggalkan corak sosio-religiusnya sebagai lembaga irigasi tradisional. Bentuk yang lebihsesuai untuk pengembangan subak menjadi lembaga ekonomi adalah koperasi. Bukan melalui KUD dan juga bukan melalui apa yang disebut Corporate Farming. Koperasi yang berbasis subak sangat mendukung penerapan diversifikasi usahatani, karena adanya keterkaitan hidorologis. Pengambilan keputusan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan pengadaan sarana produksi (kapan dan berapa banyak dibutuhkan) dan jenis komoditi yang diusahakan, akan mudah dilakukan melalui rapat-rapat subak. Organisasi irigasi petani di
Bali sudah cukup solid baik pada tingkat tempek, subak, subak-gede, maupun subak –agung yang dewasa ini mulai berkembang pada beberapa aliran sungai di Bali. Selain itu, INMENDAGRI no.42 /1995 memberikan peluang cukup besar untuk mengembangkan subak menjadi lembaga ekonomi .
5. Mengurangi alih fungsi lahan sawah beririgasi Alih fungsi sawah untuk non pertanian seyogyanya diupayakan secara serius. Misalnya melalui peraturan daerah tentang tata ruang yang secara tegas mengatur wilayah subak-subak mana saja yang dilarang ada jual beli sawah untuk non pertanian.Harus ada law enforcement yang tegas tanpa pandang bulu. Bagi wilayah subak yang tidak termasuk kategori ada larangan jual beli sawah, supaya subak dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan menyangkut konversi sawah untuk penggunaan non pertanian.
6. Mengadakan berbagai program yang dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan, akses modal serta akses pasar bagi petani . Program-program yang relevan dalam upaya meningkatkan mutu sumberdaya manusia (SDM) petani antara lain:
• Program pelatihan dan pendidikan dalam berbagai bidang seperti misalnya operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi, kewirausahaan, pembukuan , manajemen agribisnis, koperasi, dan pengolahan pasca panen.
• Program penyuluhan teknologi budidaya berbagai jenis tanaman terutama budidaya non padi, sebab pengetahuan petani tentang budidaya tanaman non padi yang bernilai ekonomi tinggi nampaknya masih terbatas Program-program dalam rangka peningkatan akses modal dan akses pasar antara lain:
• Program perkreditan yang mudah diakses oleh petani tanpa prosedur yang menyulitkan petani dan dengan tingkat bunga yang terjangkau
• Program pelayanan informasi pasar baik menyangkut harga sarana produksi dan harga komoditi pertanian
• Program kemitraan dengan berbagai instansi baik pemerintah maupun swasta misalnya dengan perbankan / lembaga perkreditan, koperasi, perhotelan, perguruan tinggi, LSM dsb.
BAB VKESIMPULAN
Dalam uraian terdahulu telah dikemukakan betapa besar peran dan fungsi subak yang sulit dinilai dengan uang. Misalnya sebagai penyangga nilai tradisional pedesaan, sebagai penjaga pelestarian lingkungan dan sebagai pendukung ketahanan pangan. Lagi pula, subak memiliki beberapa kearifan lokal yang dapat mendukung keberlanjutan sumberdaya air. Sebagai penutup penting sekali untuk digaris bawahi bawa ancaman terbesar terhadap keberlanjutan subak berpangkal dari dahsyatnya alih fungsi sawah beririgasi untuk non pertanian dan liberalisasi perdagangan komoditipertanian. Subak hanya bisa tetap eksis apabila sawah masih tetap dipakai untuk usahatani padi dan tanaman pangan lainnya. Jika sawah tergeser pemanfaatannya untuk non usahatani , maka subak akan terancam sirna. Tidak terbayangkan apa yang kira-kira akan terjadi menyangkut kebudayaan Bali, lingkungan alam Pulau Dewata beserta kehidupan sosial masyarakatnya. Oleh karena itu, bagaimanapun juga, subak dengan areal persawahannya pada daerah-daerah tertentu harus dipertahankan melalui berbagai opsi kebijakan.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S, 2003. Manajemen Penelitian. Jakarta : PT Rineka Cipta.
Azwar, S. 1997. Metode Penelitian. Jakarta: Pustaka Belajar.
Balinese Water Temples Withstand Tests of Time and Technology" - National Science Foundation. Wikipedia.com. Diakses tanggal 5 September 2012
Fumio Eigatsu. 1991. Income Disparities between Agricultural and Industrial Workers and Price Support Policies for Agricultural Products., Dalam Agriculture and Agricultural Policy in Japan, Edited by The Committee for the Japanese Agriculture Session XXI IAAE Conference. Tokyo: University of Tokyo Press. h.119. Diakses tanggal 5 September 2012
Gorda, I Gusti Ngurah. 1996. Etika Hindu dan Prilaku Organisasi. Singaraja : Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Satya Dharma Singaraja.
Hadi, Sutrisno. 1992. Metodologi Research Jilid 2. Yogyakarta : Andi Offset.
Indrus, H.A. 1996. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta ; tp.
Johnson, S.H., D.L. Vermillion, and J.A. Sagardoy (Eds). 1995. Irrigation Management Transfer. Rome: International Irrigation Management Institute and Food and Agriculture Organization of the United Nations. Diakses tanggal 5 September 2012
Lansing, J.S. (1987). "Balinese "Water Temples" and the Management of Irrigation". American Anthropologist 89 (2): 326–341. doi:10.1525/aa.1987.89.2.02a00030.JSTOR 677758. Diakses tanggal 5 September 2012
Liu Jinlong. 1992. Farmer’s Decision is the Best - At Least Second Best –Participatory Development in China: Review and Prospect. In Forest,Trees and People Newsletter No.38. Diakses tanggal 5 September 2012
Nancy Lee Peluso. Rich Forest Poor People. Berkeley: University of California Press. 1992. h. 6. Diakses tanggal 5 September 2012
Republik Indonesia, Undang-undang No. 5 Tahun 1979
Research BalineseWaterTemples.Wikipidea.com Diakses tanggal 5 September 2012
Subagyo, Joko. 1997. Metode Penelitian Dalam Teori dan Praktek. Jakarta : PT. Rineka Cipta.
Sugiyono. 2006. Metode Penelitian Kuantitatf Kuailitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta.
Sullivan P (2005-04-13). "Maurice R. Hilleman dies; created vaccines". Washington Post. Wikipidea.com. Diakses tanggal 5 September 2012
Suryabrata, Sumadi. 2004. Metodologi Penelitian. Jakarta. : Raja Grapindo Persada.