pustaka subak

38
7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jaringan Irigasi Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.32/PRT/M/2007, disebutkan bahwa jaringan irigasi adalah saluran, bangunan, dan bangunan pelengkap yang merupakan satu kesatuan yang diperlukan untuk penyediaan, pembagian, pemberian, penggunaan, dan pembuangan air irigasi.Ada beberapa jenis jaringan irigasi yaitu: 1. Jaringan irigasi primer adalah bagian dari jaringan irigasi yang terdiri atas bangunan utama, saluran induk/primer, saluran pembuangannya, bangunan bagi, bangunan bagi-sadap, bangunan sadap, dan bangunan pelengkapnya. 2. Jaringan irigasi sekunder adalah bagian dari jaringan irigasi yang terdiri atas saluran sekunder, saluran pembuangannya, bangunan bagi, bangunan bagi- sadap, bangunan sadap, dan bangunan pelengkapnya. 3. Jaringan irigasi tersier adalah jaringan irigasi yang berfungsi sebagai prasarana pelayanan air irigasi dalam petak tersier yang terdiri atas saluran tersier, saluran kuarter dan saluran pembuang, boks tersier, boks kuarter, serta bangunan pelengkapnya. 2.2 Pengertian Pengelolaan Pengelolaan atau manajemen adalah proses merencanakan, mengorganisir, mengarahkan dan mengendalikan kegiatan untuk mencapai tujuan organisasi dengan menggunakan sumber daya organisasi (Hanafi, 1997). Pengelolaan didefinisikan

Upload: balingkang

Post on 23-Oct-2015

151 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

Tinjauan Pustaka Penulisan Subak

TRANSCRIPT

Page 1: Pustaka Subak

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Jaringan Irigasi

Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.32/PRT/M/2007,

disebutkan bahwa jaringan irigasi adalah saluran, bangunan, dan bangunan

pelengkap yang merupakan satu kesatuan yang diperlukan untuk penyediaan,

pembagian, pemberian, penggunaan, dan pembuangan air irigasi.Ada beberapa jenis

jaringan irigasi yaitu:

1. Jaringan irigasi primer adalah bagian dari jaringan irigasi yang terdiri atas

bangunan utama, saluran induk/primer, saluran pembuangannya, bangunan

bagi, bangunan bagi-sadap, bangunan sadap, dan bangunan pelengkapnya.

2. Jaringan irigasi sekunder adalah bagian dari jaringan irigasi yang terdiri atas

saluran sekunder, saluran pembuangannya, bangunan bagi, bangunan bagi-

sadap, bangunan sadap, dan bangunan pelengkapnya.

3. Jaringan irigasi tersier adalah jaringan irigasi yang berfungsi sebagai

prasarana pelayanan air irigasi dalam petak tersier yang terdiri atas saluran

tersier, saluran kuarter dan saluran pembuang, boks tersier, boks kuarter, serta

bangunan pelengkapnya.

2.2 Pengertian Pengelolaan

Pengelolaan atau manajemen adalah proses merencanakan, mengorganisir,

mengarahkan dan mengendalikan kegiatan untuk mencapai tujuan organisasi dengan

menggunakan sumber daya organisasi (Hanafi, 1997). Pengelolaan didefinisikan

Page 2: Pustaka Subak

8

sebagai suatu aktifitas, seni, cara, gaya, pengorganisasian, kepemimpinan,

pengendalian, dalam mengedalikan atau mengelola kegiatan. Tahapan pengelolaan

dimulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, operasi dan pemeliharaan,

organisasi, kepemimpinan, pengendalian, sampai pada evaluasi dan monitoring (New

Webster Dictionary, 1997; Echols dan Shadily, 1998; Webster’s New Word

Dictionary, 1983; Collins Cobuild, 1988).

2.3 Pengelolaan Jaringan Irigasi

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2006 dan Peraturan Menteri

Pekerjaan Umum No.32/PRT/M/2007 menyebutkan bahwa Pengelolaan Jaringan

Irigasi adalah kegiatan Operasi dan Pemeliharaan serta rehabilitasi jaringan irigasi di

Daerah Irigasi.

Operasi dan Pemeliharaan Jaringan Irigasi primer dan sekunder menjadi

wewenang dan tanggung jawab pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah

kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya. Subak dapat berperan serta dalam

operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi primer dan sekunder sesuai dengan

kebutuhan dan kemampuannya. Operasi dan Pemeliharaan jaringan irigasi tersier

menjadi hak dan tanggung jawab subak. Dalam hal subak tidak mampu

melaksanakan operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi yang menjadi hak dan

tanggung jawabnya pemerintah, pemerintah provinsi, atau pemerintah

kabupaten/kota dapat memberikan bantuan dan atau dukungan fasilitas berdasarkan

permintaan subak dengan memperhatikan prinsip kemandirian.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2006 khususnya

Pada Bab IV pasal 16, 17 dan 18 menjelaskan tentang kewenangan pengelolaan

Page 3: Pustaka Subak

9

irigasi utama (primer dan sekunder) menjadi wewenang tanggung jawab pemerintah

pusat dan pemerintah daerah dengan ketentuan: Daerah Irigasi (DI) dengan luas

diatas 3000 ha menjadi wewenang dan tanggung jawab pemerintah pusat, Daerah

Irigasi (DI) antara 1000 ha–3000 ha menjadi kewenangan pemerintah provinsi dan

Daerah Irigasi (DI) lebih kecil dari 1000 ha sepenuhnya menjadi kewenangan dan

tanggung jawab pemerintah kabupaten, sedangkan jika berada pada lintas kabupaten

maka menjadi tanggung jawab pemerintah provinsi. Jaringan tersier sepenuhnya

merupakan tanggung jawab organisasi petani (P3A) dalam hal ini adalah subak.

2.3.1 Operasi jaringan irigasi

Operasi jaringan irigasi adalah upaya pengaturan air irigasi dan

pembuangannya, termasuk kegiatan membuka menutup pintu bangunan irigasi,

menyusun rencana tata tanam, menyusun system golongan, menyusun rencana

pembagian air, melakukan kalibrasi pintu/ bangunan, mengumpulkan data,

memantau dan mengevaluasi. Agar operasi jaringan dapat dilaksanakan dengan baik

harus tersedia data pendukung antara lain :

1. Peta Wilayah Kerja Pengelolaan Irigasi sesuai dengan tugas dan tanggung

jawab.

2. Peta Daerah Irigasi dengan batas daerah irigasi dan plotting saluran induk dan

saluran sekunder, bangunan air, lahan irigasi serta pembagian golongan.

3. Skema Jaringan Irigasi yang menggambarkan saluran induk dan saluran

sekunder, bangunan air dan bangunan lainnya yang ada disetiap ruas dan

panjang saluran, petak tersier dengan data debit rencana, luas petak, kode

golongan yang masing-masing dilengkapi dengan nomenklatur.

Page 4: Pustaka Subak

10

2.3.2 Pemeliharaan jaringan irigasi

Pemeliharaan jaringan irigasi adalah upaya menjaga dan mengamankan

jaringan irigasi agar selalu dapat berfungsi dengan baik guna memperlancar

pelaksanaan operasi dan mempertahankan kelestariannya melalui kegiatan

perawatan, perbaikan, pencegahan dan pengamanan yang harus dilakukan secara

terus menerus. Adapun jenis pemeliharaan jaringan irigasi terdiri dari:

1. Pengamanan jaringan irigasi.

Pengamanan jaringan irigasi merupakan upaya untuk mencegah dan

menanggulangi terjadinya kerusakan jaringan irigasi yang disebabkan oleh

daya rusak air, hewan atau manusia guna mempertahankan fungsi dari

jaringan irigasi tersebut.

2. Pemeliharaan rutin.

Pemeliharaan rutin merupakan kegiatan perawatan dalam rangka

mempertahankan kondisi jaringan irigasi yang dilaksanakan secara terus

menerus tanpa ada bagian konstruksi yang diubah atau diganti.

3. Pemeliharaan berkala

Pemeliharaan berkala merupakan kegiatan perawatan dan perbaikan yang

dilaksanakan secara berkala yang direncanakan dan dilaksanakan oleh dinas

yang membidangi irigasi dan dapat bekerja sama dengan P3A/ GP3A/ IP3A

secara swakelola berdasarkan kemampuan lembaga tersebut dan dapat pula

dilaksanakan dengan kontraktual.

4. Perbaikan darurat.

Perbaikan darurat dilakukan akibat bencana alam dan atau kerusakan berat

akibat terjadinya kejadian luar biasa (seperti pengrusakan/ penjebolan

Page 5: Pustaka Subak

11

tanggul, longsoran tebing yang menutup jaringan, tanggul putus dll) dan

penanggulangan segera dengan konstruksi tidak permanen agar jaringan

irigasi tetap berfungsi.

2.4 Daerah Pengaliran Sungai dan Wilayah Sungai

Secara teknis yang disebut sebagai daerah pengaliran sungai atau yang

disingkat DPS adalah suatu kesatuan tata air yang terbentuk secara alamiah, ketika

air meresap dan atau mengalir melalui sungai dan anak-anak sungainya ke danau dan

atau kelaut, termasuk di bawahnya cekungan air bawah tanah (Sunaryo dkk, 2005).

Definisi tersebut menunjukkan bahwa dari gunung tempat air hujan jatuh, melalui

sungai dan aliran air bawah tanah hingga bermuara ke laut/ danau merupakan satu

kesatuan hidrologis dari DPS. Selanjutnya istilah yang digunakan dalam Undang-

Undang No. 7 tahun 2004 adalah Daerah Aliran Sungai (DAS) yakni suatu wilayah

daratan sebagai satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya yang

berfungsi untuk menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari

curah hujan ke danau atau ke laut secara alami. Dengan demikian istilah DPS dapat

diartikan sama dengan DAS.

Untuk pengelolaan sumber daya air, Indonesia dibagi menjadi banyak

wilayah sungai. Berdasar Peraturan Menteri PU Nomor 39/PRT/1989, Indonesia

dibagi menjadi 90 Satuan Wilayah Sungai (SWS). Berdasarkan Peraturan Menteri

PU Nomor 11 A/PRT/M/2006 ada perubahan yaitu yang semula 90 Satuan Wilayah

Sungai (SWS) menjadi 133 Wilayah Sungai (WS) yang meliputi lebih dari 5.590

DAS (PerMen PU 2006; Direktorat Sungai, 1994).Wilayah sungai adalah kesatuan

wilayah pengelolaan sumber daya air dalam satu atau lebih daerah aliran sungai dan/

Page 6: Pustaka Subak

12

atau pulau-pulau kecil yang luasnya kurang dari atau sama dengan 2000 km2 (UU No

7 Tahun 2004). Pengaturan air untuk menjamin terselenggaranya tata pengaturan air

secara nasional, pola perlindungan, pengembangan dan penggunaan air dan sumber

air didasarkan atas wilayah sungai. Kemudian berdasarkan letak geografis DAS dan

cakupan pelayanan serta tingkat strategisnya, wilayah sungai dapat diklasifikasikan

sebagai berikut: (Sunaryo dkk, 2005)

1. Wilayah sungai kabupaten/ kota, merupakan daerah aliran sungai yang secara

geografis berada dalam suatu kabupaten/ kota. Secara potensial, wilayah

sungai ini hanya memberi pelayanan atau menimbulkan dampak negatif pada

satu kabupaten/kota. Berarti pengelolaan sumber daya air pada wilayah

sungai menjadi wewenang pemerintah kabupaten/ kota.

2. Wilayah sungai lintas kabupaten/ kota merupakan daerah aliran sungai yang

secara geografis melewati lebih dari satu kabupaten/ kota dalam satu provinsi.

Secara potensial wilayah sungai tersebut memberikan pelayanan atau

menimbulkan dampak negatif pada lebih dari satu kabupaten/ kota namun

masih dalam satu wilayah provinsi. Pengelolaan sumber daya air pada

wilayah sungai tersebut menjadi wewenang pemerintah provinsi.

3. Wilayah sungai lintas provinsi merupakan daerah aliran sungai yang secara

geografis melewati lebih dari satu daerah provinsi. Secara potensial wilayah

sungai tersebut memberikan pelayanan atau menimbulkan dampak negatif

pada lebih dari satu provinsi. Berarti pengelolaan sumber daya air pada

wilayah sungai tersebut menjadi wewenang pemerintah pusat (selanjutnya

disebut pemerintah).

Page 7: Pustaka Subak

13

4. Wilayah sungai lintas negara merupakan daerah aliran sungai yang secara

geografis melewati lebih dari satu negara. Secara potensial wilayah sungai

tersebut memberikan pelayanan atau menimbulkan dampak negatif pada lebih

dari satu negara. Pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai tersebut

menjadi wewenang pemerintah.

5. Wilayah sungai strategis nasional merupakan wilayah sungai yang

mempunyai nilai strategis bagi kepentingan nasional. Pengelolaan sumber

daya air pada wilayah sungai ini menjadi wewenang pemerintah.

2.5 Daerah Irigasi pada Aliran Tukad Yeh Ho

Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 20 tahun

2006 tentang Irigasi maka luas Daerah Irigasi (DI) antara 1000 ha–3000 ha menjadi

kewenangan pemerintah provinsi. Untuk aliran Tukad Yeh Ho memiliki luas wilayah

sebesar 19.369 Ha meliputi 29 desa di tiga kecamatan, yaitu Kecamatan Penebel (14

desa), Kecamatan Kerambitan (6 desa) dan Kecamatan Selemadeg Timur (9 desa).

DAS Yeh Ho dibagi menjadi 16 Daerah Irigasi (DI) dengan luas lahan sawah sebesar

6.490 ha dimana 2 DI dengan luas diatas 1000 Ha yaitu DI Gadungan Lambuk

(1,508.00 Ha), DI Caguh (1,048.00) dan 14 DI dengan luas dibawah 1000 Ha yaitu

DI Rejasa (165.00 Ha), Sungsang (426.00), DI Penebel (730.00Ha), DI Meliling

(541.00 Ha), DI Pesagi (167.00 Ha), DI Gunung Sari (35.00 Ha), DI Tegallinggah

(29.00 Ha), DI Nyat-Nyatan (40.00 Ha), DI Aya (64.00 Ha), DI Dalem (95.00 Ha),

DI Jatiluih (390.00 Ha), DI Begawan kaja (72.00 Ha) dan DI Tingkih tebel (170.00

Ha) dengan luas Total DI 6,490.00 Ha.

Page 8: Pustaka Subak

14

2.6 Partisipasi Subak

Sejalan dengan pemberlakuan Undang- Undang Nomor 7 Tahun 2004, maka

kebijakan Pengelolaan Irigasi akan dilakukan melalui pendekatan Pengelolaan Irigasi

Partisipasif, yang secara substansial sebenarnya sudah lama dikenal melalui pola

swadaya atau gotong royong. Melalui kebijakan tersebut pengembangan

(pembangunan/ rehabilitasi) irigasi tidak hanya menjadi wewenang dan tanggung

jawab pemerintah maupun pemerintah daerah tetapi juga merupakan tanggungjawab

petani. Pada dasarnya pengelolaan irigasi partisipatif adalah suatu pendekatan

strategis dalam pengelolaan infrastruktur irigasi melalui keikutsertaan petani dalam

semua aspek penyelenggaraan irigasi, termasuk perencanaan, desain, pelaksanaan,

pengembangan (pembangunan/ rehabilitasi), pembiayaan, pelaksanaan operasi dan

pemeliharaan, pemantauan dan evaluasi serta penyempurnaan system dari waktu ke

waktu secara berkelanjutan.

2.6.1 Partisipasi dalam Operasi dan Pemeliharaan Jaringan Irigasi.

Dalam pelaksanaan operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi sangat

diperlukan adanya partisipasi aktif baik masyarakat subak maupun masyarakat

pedesaan, yang difasilitasikan oleh pemerintah dengan tujuan dapat meningkatkan

kesejahteraan petani atau subak. Kegiatan operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi

sampai saat ini dilaksanakan oleh petugas pengairan bersama petani (P3A/ subak).

Hal tersebut dapat dilihat pada pelaksanaan operasi di tingkat jaringan, dimana

terlihat pada kegiatan usulan rencana beserta luas areal oleh subak kepada petugas

pengairan hingga petugas pengairan dan instansi terkait lainnya memutuskan rencana

tersebut melalui Panitia Irigasi yang telah disesuaikan dengan ketersediaan airnya.

Page 9: Pustaka Subak

15

Partisipasi subak tersebut sifatnya masih pasif, dimana keputusan dan kebutuhan

lainnya masih didominasi oleh petugas pengairan, sehingga subak terkesan hanya

sebagai pemanfaatan air irigasi saja.

Seiring dengan Pembaharuan Kebijaksanaan Pengelolaan Irigasi (INPRES

No. 3 Tahun 1999), subak/P3A sebagai pemanfaat air irigasi ditingkatkan

peranannya sebagai pengelola irigasi sesuai hakekat pembangunan, dari, oleh dan

untuk masyarakat. Untuk mencapai sasaran tersebut tahapan yang saat ini

dilaksanakan adalah dengan mengikut sertakan subak/P3A disetiap kegiatan Operasi

jaringan irigasi.

Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 30/PRT/M/2007

masyarakat petani/P3A/GP3A/IP3 dapat berpartisipasi dalam pelaksanaan uji

pengaliran dan penyesuaian manual operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi yang

didasarkan pada hasil uji pengaliran dengan cara mengamati dan melaporkan

kejadian pada jaringan irigasi, seperti terjadinya kebocoran, longsor, banjir dan

limpasan selama uji pengaliran berlangsung kepada penanggung jawab kegiatan,

dalam pelaksanaan kegiatan operasi jaringan irigasi, subak (P3A) dapat berpartisipasi

dalam : 1) Pengajuan usulan rencana tata tanam, 2) Pengajuan Kebutuhan air, 3)

Pemberian masukan mengenai perubahan rencana tata tanam, pengubahan pola

tanam, pengubahan jadwal tanam dan pengubahan jadwal pemberian/pembagian air

dalam hal terjadi perubahan ketersediaan air pada sumber air dan dalam pelaksanaan

kegiatan pemeliharaan masyarakat petani/subak dapat berpartisipasi dalam kegiatan

penelusuran jaringan irigasi, penyusunan kebutuhan biaya, dan pelaksanaan

pekerjaan pemeliharaan jaringan irigasi primer dan sekunder.

Page 10: Pustaka Subak

16

Menurut pandangan (Sutawan, dalam subak 1993) partisipasi petani subak

dalam setiap tahapan proyek pembangunan irigasi sangat penting karena: 1) dapat

memperlancar proyek melalui dukungan moral para petani, 2) petani dapat

merupakan sumber informasi yang sangat berharga untuk tujuan pembuatan lay out

dan desain, 3) dapat menumbuhkan rasa ikut memiliki dan bertanggung jawab

terhadap proyek sehingga mereka terdorong untuk memelihara jaringan irigasi yang

bersangkutan dengan baik, 4) organisasi irigasi tradisional dapat lebih berperan dan

berfungsi sehingga mendorong berkembangnya lembaga irigasi yang bersangkutan,

5) mengurangi kemungkinan kegagalan proyek dalam arti proyek dapat

dimanfaatkan secara optimal sesuai dengan aspirasi para petani subak.

2.6.2 Sumber Daya Manusia pada Subak Dalam Operasi dan Pemeliharaan

Jaringan Irigasi

Untuk meningkatkan kinerja subak, perlu adanya kemampuan personil dalam

memanfaatkan potensi, anggota subak mampu memanfaatkan secara optimal fasilitas

jaringan irigasi primer, sekunder, dan tersier, memiliki pemahaman yang memadai

terhadap proses tata kelola penggunaan air dan meningkatkan kemampuan anggota

subak terhadap intensitas tanam, guna meningkatkan hasil produksi pertanian.

Perbedaan tingkat pengetahuan yang dimiliki masyarakat yang satu dengan

masyarakat lainnya, akan menimbulkan perbedaan pandangan dan kesadaran akan

kebutuhan teknologi sebagai sarana menuju perbaikan kehidupan dalam mengatasi

berbagai masalah yang ada ditengah masyarakat tersebut. Suatu masyarakat dengan

tingkat pengetahuan yang tinggi biasanya dibarengi dengan kesadaran akan

kebutuhan hidup yang lebih tinggi pula. Dengan adanya kesadaran akan kebutuhan

Page 11: Pustaka Subak

17

tuntutan hidup yang tinggi (lebih baik), timbul kesadaran akan pentingnya suatu

teknologi yang dapat menciptakan perbaikan dalam kehidupan. Dengan demikian,

suatu masyarakat dengan tingkat pengetahuan yang tinggi akan lebih mudah

menyerap suatu teknologi yang diperkenalkan (Dikti 1990: 23). Untuk itu, dalam

meningkatkan kualitas sumber daya manusia, ada beberapa aspek yang perlu

ditumbuhkan : 1) adanya pengetahuan teknis, 2) penciptaan peluang-peluang

beragrobisnis, 3) juga aspek-aspek administrasi (Sedana 2003, dalam Revitalisasi

Subak Dalam Memasuki Era Globalisasi). Program pendidikan dan pelatihan bagi

para petani, khususnya pengurus subak perlu dilakukan terutama pada hal-hal yang

berkaitan dengan peningkatan pengetahuan dan keterampilan dalam berbagai bidang

seperti operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi.

2.6.3 Organisasi Subak Dalam Operasi dan Pemeliharaan Jaringan Irigasi

Pada dasarnya subak sebagi organisasi perhimpunan petani di Bali

merupakan suatu lembaga yang permanen dan otonom, dan tidak banyak bergantung

pada pemerintahan Desa maupun pemerintahan Daerah. Hal ini dapat dilihat dari

susunan organisasi subak yang terdiri dari Sangkepan Kerama (rapat anggota) dan

Juru Arah/Saya (petugas penghubung). Di samping unsur pimpinan dan pembantu

pimpinan terdapat pula ketua-ketua kelompok sebagai pelaksana yang disebut

dengan Kelihan Tempek dan Keliahan Munduk. Karena subak merupakan lembaga

yang tumbuh dan berkembang secara mandiri sesuai dengan berkembangnya lahan

pertanian basah dalam satu wilayah, oleh karena itu susunan organisasi subak yang

satu dengan lainnya tidak persis sama.

Page 12: Pustaka Subak

18

Organisasi subak merupakan petani pemakai air yang bersifat religius dan

berkembang terus sebagi organisasi penguasa tanah dalam bidang pengaturan air

untuk persawahan dari suatu sumber air di dalam suatu daerah yang telah disepakati

dan terlibat langsung dalam operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi.

2.6.4 Pendanaan Subak Dalam Operasi dan Pemeliharaan Jaringan Irigasi

Untuk keberlangsungan operasional organisasi dan peningkatan pendapatan

petani, mengatasi persaingan harga produk petanian, maka petani yang masuk dalam

organisasi subak harus memiliki sumber-sumber pendanaan yang cukup, anggota

subak harus memiliki kemampuan yang baik dalam menggalang dana bagi

kebutuhan kegiatan subak, dalam meningkatkan kesejahteraan petani, pemerintah

memfasilitasi adanya wadah ekonomi bagi kepentingan anggota subak.

2.6.5 Sarana dan Prasarana Subak Dalam Operasi dan Pemeliharaan

Jaringan Irigasi

Untuk meningkatkan fungsi sarana dan prasarana subak dalam Operasi dan

Pemeliharaan Jaringan Irigasi yang cukup memadai, diharapkan semua sarana dan

prasarana yang terkait dengan operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi seperti

fungsi jaringan irigasi secara teknis cukup handal, dan pemerintah daerah memiliki

komitmen yang baik dalam membantu subak untuk prasarana dan sarana pendukung

yang diperlukan oleh petani dalam beririgasi.

Page 13: Pustaka Subak

19

2.6.6 Teknologi Subak Dalam Operasi dan Pemeliharaan Jaringan Irigasi

Dalam sistem jaringan irigasi teknis, dipergunakan teknologi yang sesuai

dengan sistem irigasi teknis dan dalam penggunaan teknologi teknis tersebut

diharapkan para anggota subak bisa menerapkan dan melaksanakan di lapangan

sehingga dapat meningkatkan produktifitas dalam sektor pertanian.

2.7 Irigasi Menurut Sistem Irigasi Subak

Pengertian subak yang dinyatakan dalam Peraturan Daerah Provinsi Bali No.

02/PD/DPRD/1972 adalah suatu masyarakat hukum adat yang memiliki karakteristik

sosio-agraris-relegius yang secara historis didirikan sejak dahulu kala dan

berkembang terus sebagai organisasi penguasa tanah dalam bidang pengaturan air

dan lain-lain untuk persawahan dari suatu sumber air di dalam suatu daerah.

Pada sistem subak, yang ditekankan adalah keadilan dalam memperoleh air.

Apabila air yang mengalir tidak cukup untuk mengairi seluruh areal sawah maka

pemberian air dilakukan dengan cara pergiliran atau rotasi, yaitu subak dibagi bagi

menjadi bagian bagian lebih kecil yang disebut tempek. Pola rotasi biasanya diawasi

oleh patelik (petugas yang ditunjuk untuk mengawasi pergiliran air). Selain dengan

cara rotasi pada sistem subak juga dikenal pengaturan pemberian air dengan sistem

nyorog yaitu dengan mengatur waktu tanam tidak bersamaan.

Sedangkan pola Operasi dan Pemeliharaan ditingkat subak biasanya

diselenggarakan melalui mekanisme musyawarah mufakat dalam sangkepan. Adapun

langkah perbaikan-perbaikan atau rehabilitasi pada bangunan-bangunan dan saluran

irigasi, sehingga kehilangan air akibat kebocoran-kebocoran pada saluran dapat

dihindari, dan juga dikaitkan dengan pola dan jadwal tanam yang hendak diterapkan

Page 14: Pustaka Subak

20

dalam suatu organisasi subak. Ketika hendak mengambil keputusan tentang pola dan

jadwal tanam itulah musim dan atau iklim akan diperhitungkan. Dasar

perhitungannya biasanya dipakai sasih mirip dengan bulan dalam sistem

penanggalan, tapi penyebutan dan banyaknya hari dari masing masing bulan berbeda,

yang perlu diperhatikan oleh para petani adalah karakter dari masing-masing sasih

secara umum. Sasih kedasa (bulan april) sampai sasih kapat (bulan oktober) pada

umumnya langit terang benderang dan tidak banyak hama sedangkan sasih kapitu

(bulan januari) dan sasih kaulu (bulan februari) angin laut kencang, hama tanaman

bermunculan. Karakter baik buruk masing masing sasih itulah yang senantiasa akan

diperhatikan para petani anggota subak ini dalam menentukan jadwal tanam.

2.7.1 Konsep Irigasi Subak

Pada beberapa sungai di Bali, jaringan irigasi yang ada dipandang sudah

demikian padatnya sehingga dikhawatirkan masalah perselisihan antar berbagai

pihak yang berkepentingan dalam pemanfaatan sumber daya air pada tingkat aliran

sungai akan semakin meningkat pada masa-masa mendatang. Terlebih lebih lagi

mengingat air merupakan sumber daya alam yang semakin langka sebagai akibat

pemanfaatannya yang akan menjadi rebutan antar kelompok petani di satu pihak dan

antara masyarakat petani dengan masyarakat bukan petani. Di lain pihak kebutuhan

akan air di Bali cenderung meningkat sejalan dengan lajunya derap pembangunan di

berbagai bidang khususnya di bidang pariwisata. Jadi pemanfaatan air bukan semata-

mata untuk kepentingan irigasi tetapi juga untuk keperluan-keperluan lain seirama

dengan tuntutan masyarakat modern.

Page 15: Pustaka Subak

21

Menurut Norken (1993), subak sebagai sistem irigasi tradisional yang

terdapat di Bali telah dikenal sejak abad XI M, jauh sebelum sistem irigasi teknis

dikenal. Oleh karena itu cara pemberian air pun menggunakan cara-cara tradisional,

walaupun sekarang sudah mulai ditingkatkan sehingga secara teknis irigasi dapat

berfungsi dengan lebih baik.

Secara umum subak-subak yang ada di Bali mendapat air dari sungai, dimana

aliran air dialihkan ke saluran (telabah) atau terowongan dengan membuat

bendungan (empelan). Sumber air yang masuk ke saluran (telabah) atau terowongan

sangat tergantung dari tinggi muka air sungai yang mengalir di sungai. Semakin

tinggi muka air sungai (saat musim hujan), semakin besar air yang masuk ke saluran,

hal mana terjadi karena pengambilan air merupakan pengambilan bebas.(free intake).

2.7.2 Sistem Jaringan Irigasi Subak

Subak sebagai organisasi yang fungsi utamanya adalah mengatur air irigasi

telah membangun sistem jaringan irigasi dengan keunggulan irigasi tradisionalnya,

konstruksi jaringannya sangat disesuaikan oleh kondisi fisik alam. Kondisi alam Bali

yang memiliki perbedaan topografi yang curam menjadikan luasan lahan sawah yang

sempit, oleh karena itu dengan kearifan yang sangat tinggi subak telah berupaya

menekan pemanfaatan lahannya untuk pembangunan jaringan irigasi. Atas dasar

pertimbangan tersebut ketika subak membangun jaringan irigasinya banyak

memanfaatkan alur alam berupa lembah atau pangkung sebagai saluran pembawa.

Sedangkan untuk menghubungkan saluran alam dengan alur sungai subak telah

memiliki ketrampilan yang sangat memadai untuk membangun aungan (trowongan)

melalui tenaga terampil undagi pengarung (ahli trowongan). Nampaknya pilihan itu

Page 16: Pustaka Subak

22

merupakan alternatif yang paling menguntungkan bila ditinjau dari biaya,

pengerahan tenaga dan waktu.

Jaringan irigasi subak sudah dibangun sedemikian lengkap mulai dari

bangunan pengambilan (empelan), bangunan pembagi (temuku aya), bangunan

pengambilan di saluran (temuku) hingga saluran distribusi ke petak petak sawah,

seperti ditunjukkan dalam gambar jaringan irigasi subak pada gambar 2.1 dengan

jenis dan fungsi banguan seperti berikut:

1. Bangunan pengambilan utama (head work) di sumber air berupa empelan

(bendung) atau buka (free intake), dilengkapi dengan pembatas aliran banjir

yang disebut dengan langki atau tanjerig.

2. Telabah (saluran terbuka) untuk mengalirkan air dari bangunan utama

empelan/ buka yang dilengkapi dengan bangunan pelengkap seperti abangan

(talang), telepus (siphon), petaku (terjunan), pekiyuh (peluap samping).

3. Aungan (terowongan) yang dilengkapi dengan lubang udara dan lubang

kontrol, dimana bila lubang tersebut ditempatkan mendatar disebut dengan

calung dan bila tegak disebut dengan bindu.

4. Bangunan pembagi air dari pembagi utama sampai saluran pembawa di

petak sawah, yaitu tembuku aya (bangunan bagi utama), tembuku pemaron

(bangunan bagi), tembuku daanan (bangunan sadap), tembuku pengalapan

(bangunan bagi di petak sawah).

5. Saluran irigasi dari tembuku pemaron disebut dengan telabah pemaron

(saluran sekunder), sedangkan saluran irigasi yang membawa air dari

Page 17: Pustaka Subak

23

tembuku daanan ke petak sawah disebut dengan telabah daanan (saluran

tersier).

6. Telabah pengutangan (saluran pembuangan) yaitu saluran yang berfungsi

untuk membuang kelebihan air dari petak sawah yang dialirkan kembali ke

sungai atau pangkung (lembah alam).

Gambar 2.1 Jaringan Irigasi Subak (Jelantik Sushila, 2006)

Page 18: Pustaka Subak

24

Dari sistem saluran seperti diperlihatkan dalam gambar jaringan irigasi

subak diatas maka saluran irigasi dapat melintasi beberapa wilayah administratif.

Oleh karena itu keanggotaan subak tidak terbatas dalam satu wilayah administratif.

Satu lembaga subak keanggotaannya dapat berasal dari satu desa adat, kecamatan

bahkan kabupaten yang berbeda, sesuai dengan wilayah hidrologis dan topografinya.

Maka dari itu subak dapat dikatakan sebagai lembaga yang otonom terlepas dari

lembaga desa adat. Namun demikian hubungan antara desa adat dengan subak telah

berjalan secara harmonis karena masing-masing lembaga dipayungi oleh filosofi

ajaran agama hindu yang sangat mendalam yaitu Tri Hita Karana. Hubungan wilayah

subak dengan wilayah desa adat dapat dilihat seperti contoh ilustrasi pada gambar 2.2

berikut.

Gambar 2.2 Ilustrasi Wilayah Subak dalam Wilayah Desa Adat

Page 19: Pustaka Subak

25

2.8 Kelembagaan Pengelolaan Irigasi

Menurut PP No. 20 Tahun 2006, untuk menjamin terwujudnya tertib

pengelolaan jaringan irigasi yang dibangun pemerintah maka dibentuk kelembagaan

pengelolaan irigasi yang meliputi instansi pemerintah yang membidangi irigasi,

perkumpulan petani pemakai air dan komisi irigasi.

Selanjutnya didefinisikan pula bahwa Pengelolaan Sumber Daya Air adalah

upaya merencanakan, melaksanakan, memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan

konservasi sumber daya air, penggunaan sumber daya air dan pengendalian daya

rusak air.

Karakteristik sumber daya air sangat dipengaruhi aspek topografi dan

geologi, keragaman penggunaannya, keterkaitannya (hulu-hilir, instream-offstream,

kuantitas-kualitas), waktu serta siklus alaminya. Oleh karena faktor topografi dan

geologi maka sumber daya air dapat bersifat lintas wilayah administratif. Dengan

demikian kuantitas dan kualitas air amat bergantung pada tingkat pengelolaan air

masing-masing daerah. Karena karakteristik aliran yang dapat mencakup beberapa

wilayah maka air sering kali disebut sebagai sumber daya dinamis (dynamic flowing

resource). Oleh karena sifat air yang selalu mengalir, maka dengan sendirinya ada

keterkaitan yang sangat erat antara kuantitas dengan kualitas, hulu dengan hilir,

instream dengan offstream, air permukaan dan air bawah tanah. Akhirnya perlu

diingat bahwa air memerlukan sifat kelanggengan ketika digunakan baik oleh

generasi sekarang maupun generasi mendatang.

Page 20: Pustaka Subak

26

2.8.1 Kelembagaan Pengelolaan Irigasi Nasional

Komisi irigasi merupakan wadah koordinasi dan komunikasi yang dibentuk

di tingkat kabupaten/kota, maupun di tingkat Provinsi. Komisi irigasi

Kabupaten/Kota adalah lembaga koordinasi dan komunikasi antara wakil pemerintah

kabupaten/kota, wakil perkumpulan petani pemakai air di tingkat daerah irigasi, dan

wakil pengguna jaringan irigasi pada kabupaten/kota. Sedangkan Komisi Irigasi

Provinsi merupakan lembaga koordinasi dan komunikasi antara wakil pemerintah

provinsi, wakil petani pemakai air di daerah irigasi, wakil pengguna jaringan irigasi

pada provinsi dan wakil komisi irigasi kabupaten/kota yang terkait.

Komisi Irigasi Kabupaten/Kota dibentuk oleh Bupati/Walikota yang

keanggotaannya terdiri dari wakil pemerintah kabupaten/kota dan wakil non-

pemerintah yang meliputi wakil perkumpulan petani pemakai air dan/atau wakil

kelompok pengguna jaringan irigasi dengan prinsip keanggotaan proposional dan

keterwakilan. Komisi Irigasi Kabupatan/Kota membantu Bupati/Wali Kota dengan

tugas:

1. Merumuskan kebijakan untuk mempertahankan dan meningkatkan kondisi

dan fungsi irigasi.

2. Merumuskan pola dan rencana tata tanam pada daerah irigasi dalam

kabupaten/kota.

3. Merumuskan rencana tahunan penyediaan air irigasi.

4. Merumuskan rencana tahunan pembagian dan pemberian air irigasi bagi

pertanian dan keperluan lainnya.

5. Merekomendasikan prioritas alokasi dana pengelolaan irigasi.

6. Memberikan pertimbangan mengenai izin alih fungsi lahan.

Page 21: Pustaka Subak

27

Sedangkan Komisi Irigasi Provinsi dibentuk oleh gubernur yang

keanggotaannya terdiri dari wakil komisi irigasi kabupaten/kota yang terkait, wakil

perkumpulan petani pemakai air, wakil pemerintah dan wakil kelompok pengguna

jaringan irigasi dengan prinsip keanggotaan proporsional dan keterwakilan. Komisi

Irigasi Provinsi membantu gubernur dalam hal :

1. Merumuskan kebijakan untuk mempertahankan dan meningkatkan kondisi

dan fungsi irigasi.

2. Merumuskan rencana tahunan penyediaan air irigasi.

3. Merumuskan rencana tahunan pembagian dan pemberian air irigasi bagi

pertanian dan keperluan lainnya.

4. Merekomendasikan prioritas alokasi dana pengelolaan irigasi.

Selanjutnya untuk membangun koordinasi dan komunikasi di tingkat petani

pemakai air maka PP No. 20 Tahun 2006 juga mensyaratkan terbentuknyawadah

koordinasi ditingkat petani pemakai air sebagai berikut :

1. Petani pemakai air wajib membentuk perkumpulan petani pemakai air secara

demokratis pada setiap daerah layanan/petak tersier atau desa.

2. Perkumpulan petani pemakai air dapat membentuk gabungan perkumpulan

petani pemakai air pada daerah layanan/blok skunder, gabungan beberapa

blok skunder, atau satu daerah irigasi.

3. Gabungan perkumpulan petani pemakai air dapat membentuk induk

perkumpulan petani pemakai air pada daerah layanan/blok primer, gabungan

beberapa blok primer atau satu daerah irigasi.

Page 22: Pustaka Subak

28

2.8.2 Kebijakan Pengelolaan Irigasi Provinsi Bali

Perda No. 02/PD/DPRD/1972 merupakan Perda yang mengatur tentang

Irigasi di Daerah Provinsi Bali, yang hingga saat ini masih berlaku karena belum

pernah dilakukan peninjauan ataupun perubahan. Dalam pasal-pasalnya antara lain

menyebutkan :

1. Subak merupakan kelompok masyarakat hukum adat yang bersifat religius

dan berkembang terus sebagai organisasi penguasa tanah dalam bidang

pengaturan air untuk persawahan dari suatu sumber air didalam suatu daerah.

2. Anggota subak disebut krama subak dipimpin oleh Kelian Subak atau

Pekaseh.

3. Sedahan/Sedahan Yeh/Pengelurah adalah petugas pemerintah Kabupaten

yang mengatur dan mengawasi air irigasi untuk subak-subak dalam

wilayahnya.

4. Sedahan Agung adalah Petugas Pemerintah Kabupaten yang mengatur dan

mengawasi tertib pengairan didalam wilayah kabupaten dan merupakan

penasehat serta pelaksana dari Pemerintah Kabupaten didalam bidang irigasi.

Adapun kewajiban dari unsur-unsur organisasi subak seperti disebutkan diatas adalah

sebagai berikut :

1. Kewajiban Subak.

a. Mengatur rumah tangga sendiri dalam mengusahakan dan mengatur air

untuk persawahan dengan tertib dan efektif dalam wilayahnya.

b. Memelihara dan menjaga prasarana irigasi sebaik-baiknya.

c. Dalam melaksanakan urusan rumah tangga diatur dalam awig-awig

(aturan tertulis) dan sima (kebiasaan) yang berlaku.

Page 23: Pustaka Subak

29

d. Menyelesaikan segala perselisihan yang timbul dalam rumah tangganya.

e. Pelanggaran dan tindak pidana diselesaikan sesuai dengan ketentuan

hukum yang berlaku.

2. Kewajiban Sedahan

a. Mengatur pembagian air untuk masing-masing subak diwilayahnya

menurut waktu, volume dan tata tanam subak.

b. Mengawasi pemakaian dan penyaluran air dan pemeliharaan prasarana

irigasi di wilayahnya.

c. Menyelesaikan perselisihan dan pelanggaran sesuai dengan aturan yang

berlaku.

d. Sedahan meminta ijin Pemerintah Kabupaten melalui atasannya untuk

perluasan sawah dan pendirian subak baru.

e. Dalam melakukan tugasnya para sedahan dibantu oleh PU, Pertanian,

Badan-badan dan Petugas yang ditentukan oleh Pemerintah Kabupaten.

3. Kewajiban Sedahan Agung

a. Mengawasi pemakaian/ penyaluran/ pengaturan air irigasi dan

pemeliharaan prasarana irigasi dalam daerah persubakan dan pasedahan

diwilayahnya.

b. Mengatur pembagian air irigasi untuk masing-masing pesedahan sesuai

dengan waktu, volume dan tata tanam subak yang telah ditentukan.

c. Menyelesaikan perselisihan diwilayahnya dan di luar wilayahnya melalui

Pemerintah Kabupaten.

d. Meminta persetujuan Pemerintah Kabupaten dalam hal pembukaan dan

pendirian subak baru, perluasan areal sawah/ subak yang telah ada,

Page 24: Pustaka Subak

30

perubahan jaringan irigasi yang telah ada, dan pembuatan prasarana

irigasi baru

e. Didalam melakukan tugasnya para sedahan dibantu oleh PU, Pertanian,

Badan-badan dan Petugas yang ditentukan oleh Pemerintah Kabupaten.

Kemudian mengenai keterkaitan antara subak dengan pemerintah dimuat

dalam pasal 17, 18 dan pasal 19 yang antara lain menegaskan :

1. Pemerintah berkewajiban mengusahakan adanya air dan mengatur untuk

dimanfaatkan oleh subak untuk pengairan persawahan.

2. Pemerintah Kabupaten menyelesaikan masalah-masalah pengairan yang

diajukan oleh Sedahan Agung dan lain-lain petugas dan mengajukan masalah

yang menyangkut kabupaten lain ke Pemerintah Provinsi.

3. Dalam melaksanakan tugasnya Sedahan Agung dibantu oleh Dinas PU,

Pertanian, Badan-Badan atau petugas yang ditentukan oleh Pemerintah.

4. Pasal 19 ayat 1 menyatakan bahwa Pemerintah Provinsi mengawasi

pengaturan dan penggunaan air irigasi diseluruh Kabupaten di Bali.

5. Pasal 19 ayat 2 menyatakan bahwa Pemerintah Provinsi menyelesaikan

masalah-masalah irigasi yang diajukan oleh Pemerintah Kabupaten dan/ atau

Dinas-Dinas di Provinsi Bali.

6. Dalam melaksanakan tugasnya Pemerintah Provinsi dibantu oleh Dinas PU,

Pertanian, Badan-Badan atau petugas yang ditentukan oleh Pemerintah.

Dalam perjalanannya kemudian terjadi pemilahan tugas dilapangan

khususnya yang terkait dengan pemunggutan pajak dimana Sedahan berkembang

menjadi Sedahan Yeh dan Sedahan Abian dengan tugasnya masing-masing. Sedahan

Yeh bertugas melakukan koordinasi dengan Pekaseh/ Kelian Subak dalam

Page 25: Pustaka Subak

31

wilayahnya, dan menyelenggarakan pemunggutan pajak tanah lahan sawah.

Sedangkan Sedahan Abian menyelenggarakan pemunggutan pajak tanah lahan

kering. Berdasarkan tugas pokok dan kewajiban dari masing-masing organisasi

subak yang dikaitkan dengan fungsi pembinaan dari Pemerintah Kabupaten/ Kota,

Jelantik (2006) menggambarkan struktur kelembagaan subak seperti pada gambar 2.3

Pada dasarnya subak sebagai organisasi perhimpunan petani di Bali

merupakan suatu lembaga yang permanen dan otonom, dan tidak banyak bergantung

pada pemerintahan Desa maupun pemerintah Daerah. Hal ini dapat dilihat dari

susunan organisasi subak yang terdiri dari Sangkepan Kerama (rapat nggota),

Pekaseh/ Kelian Subak (pimpinan subak), Kesinoman (pembantu pimpinan) dan Juru

Arah/ Saya (petugas penghubung).Disamping unsur pimpinan dan pembantu

pimpinan itu terdapat pula ketua-ketua kelompok sebagai pelaksana yang disebut

dengan Kelihan Tempek atauKelihan Munduk. Karena subak merupakan lembaga

yang tumbuh berkembang secara mandiri sesuai dengan berkembangnya lahan

pertanian basah dalam suatu wilayah, oleh karena itu susunan organisasi subak yang

satu dengan lainnya tidak persis sama.

Page 26: Pustaka Subak

32

Susunan organisasi dan sebutan pengurusnya bervariasi sesuai dengan kebutuhan

subak yang bersangkutan dan mengikuti adagium Desa-Kala-Patra yaitu segala

sesuatunya yang disesuaikan dengan tempat, waktu dan kondisinya, serta Desa-

Mawa-Cara yaitu bahwa setiap tempat memiliki ciri-cirinya sendiri. Namun secara

umum menurut Jelantik Sushila (2006) susunan organisasi secara lengkap dari unsur

pimpinan, pembantu pimpinan, pelaksana dan kerama (anggota) dapat digambarkan

seperti pada gambar 2.4

Bupati Kdh. Tingkat II

Dinas Daerah

Tk. II

Sedahan Agung/Kadispenda

Sedahan Yeh Sedahan Abian Camat

Pekaseh/

Kelian Subak

Kepala Desa/

Lurah

Kelian Tempek/

Kelian Munduk

Kelihan Banjar/

Kepala Dusun

Kerama (anggota) Subak

Kerama (anggota) Banjar/ Dusun

Gambar 2.3 Struktur Organisasi Subak Dalam Kaitannya dengan Pemerintah Daerah Sumber : Subak Dimasa Lalu Kini dan Nanti.(Sushila, 2006)

Page 27: Pustaka Subak

33

Pelaksana

2.8.2.1 Subak sebagai Pengelola Sistem Irigasi Tradisional

Identitas subak sebagai organisasi tradisional Bali memiliki sifat dasar sosio-

religius yang unik, unggul dan kaya kearifan lokal. Kearifan lokal dalam organisasi

subak yang berbasis konsepsi Tri Hita Karana sudah mendapat apresiasi universal.

Esensi dari kearifan lokal adalah komitmen yang tinggi terhadap kelestarian alam,

rasa religiusitas, subyektivikasi manusia dan konstruksi penalaran yang berempati

Gambar 2.4Susunan Organisasi Subak Secara Umum Sumber : Subak Dimasa Lalu Kini dan Nanti.(Sushila, 2006)

Kerama Subak

(Anggota Subak yang Berkelompok dalam Tempek)

Pesayahan/Penyade

(Kelompok Kerja)

1. Bidang Umum

2. Bidang Pembangunan

3. Bidang Agama dll

Kelihan Tempek

(Ketua Kelompok)

Kelihan Tempek

(Ketua Kelompok)

Pimpinan

Kekuasaan Tertinggi Rapat Anggota Subak

(Paruman Kerama)

Pekaseh/ Kelihan

Subak (Ketua Subak)

Pangliman/ Petajuh

(Wakil Ketua)

Penyarikan/Juru Surat

(Sekretaris)

Petengen/Juru Raksa

(Bendahara)

Kesinoman/Juru Arah

(Pembantu Umum)

Kelihan Tempek

(Ketua Kelompok)

Page 28: Pustaka Subak

34

pada persembahan, harmoni dan keseimbangan untuk jagadhita berkelanjutan.

Keseluruhan kearifan lokal yang tercakup dalam organisasi subak yang dikutip dari

studi Peningkatan Efektivitas Pengelolaan Sumber Daya Air Berbasis Pada Lembaga

Subak di Provinsi Bali, Bappeda Provinsi Bali (2007) secara katagorikal terdiri atas;

kearifan religius, kultural, ekologis, institusional, ekonomi, tehnologi dan keamanan.

Makna kearifan religius sangat fokus pada keyakinan tentang ke-Tuhanan,

spiritualitas yang merupakan roh kehidupan berorganisasi subak. Dianjurkan kepada

komunitas subak untuk memelihara dan menjaga kesucian seluruh ranah subak

(Parhyangan, Pawongan dan Palemahan) dan mencegah proses keletehan, termasuk

tanah, sumber daya air sampai dengan prilaku krama subak. Kesucian dianggap

pangkal harmoni dan keletehan adalah signal disharmoni. Eksistensi parhyangan

(pura subak) yang berstrata dari lingkup kecil (bedugul), menengah (masceti) sampai

dengan besar (pura ulun danu) merupakan simbul dan media sakral kearifan religius

subak.

Makna kearifan kultural sangat fokus kepada energi budaya yang mencakup

etika, logika, estetika dan praktika. Melalui landasan filosofi dan tata nilai, tatanan

subak diharapkan secara kokoh mempertahankan konsepsi Tri Hita Karana sebagai

landasan filosofi subak. Keyakinan warga subak yang mengkonsepsikan tanah

sebagai Ibu Pertiwi, air sebagai simbul Dewa Wisnu dan padi sebagai Dewi Sri

memperkuat eksistensi kearifan kultural yang dijiwai oleh agama Hindu.

Makna kearifan ekologis terfokus pada konservasi, keseimbangan dan

sustainabilitas lingkungan. Pemulihan terhadap tanah, air dan aneka sumberdaya

menjadi prefensi para petani yang dikuatkan secara etik dan perundang-undangan

(awig-awig), dan sebaliknya pencemaran terhadap tanah, air dan sumberdaya juga

Page 29: Pustaka Subak

35

dicegah melalui tindakan, awig-awig dan sistem ritual. Etika dan estetika lingkungan

merupakan kearifan ekologis yang mampu memancarkan pesona persawahan dan

budaya agraris di Bali.

Makna kearifan Institusional terfokus pada potensi integritas organisasi subak

ke ”dalam” dan ke ”luar”. Ke ”dalam” ditujukan kepada warga subak dan ke

”luar”ditujukan kepada organisasi lain yang terkait dengan subak. Konsepsi yang

sangat penting dalam mengimplementasikan kearifan ini adalah berkembangnya

konsep gotong royong. Gotong royong dilaksanakan untuk menyelesaikan kewajiban

subak secara bersama atau ngayah, seperti dalam ritual.

Makna kearifan ekonomis terfokus pada usaha yang bersifat kreatif dan

produktif. Dasar-dasar ekonomi kerakyatan yang menghidupkan usaha-usaha kecil,

bersifat kekeluargaan, berbasis kapital sosial dan spiritual dalam integrasi kapital

material berkembang dari pola budaya petani dalam transformasi kebudayaan

dagang. Adanya bangunan lumbung dalam balai subak atau jineng dalam keluarga

petani merupakan sarana untuk tabungan hasil pertanian. Ketika NKRI

mengembangkan program Bimas dan Insus dalam upaya meningkatkan produksi

pangan di Indonesia dalam periode 1980’an, subak di Bali merupakan lembaga

tradisional yang bukan saja responsif, melainkan juga menuai berbagai kesuksesan

menuju peningkatan produksi dan penguatan ketahanan pangan.

Makna kearifan Hukum, sangat fokus pada aspek legalitas dengan segala

bentuk penghargaan kepada yang berprestasi dan hukuman kepada yang melanggar

menuju tertib atau kesukertan parhyangan, pawongan, dan pelemahan. Dalam

implementasi bentuk-bentuk kearifan hukum bervariasi dari pasuwara, sima-dresta,

awig-awig, perarem sampai dengan aturan. Tat kala warga subak dihadapkan pada

Page 30: Pustaka Subak

36

konflik dan ketegangan sosial kearifan hukum yaitu awig-awig merupakan rujukan

bagi pemimpin subak untuk meredam, mendamaikan atau menyelesaikan. Kearifan

hukum dalam organisasi subak juga merefleksikan sifat mandiri dan otonomi

organisasi subak.

Makna kearifan teknologis ini terfokus pada kemampuan teknologis dan

kemampuan pengetahuan tradisional petani dalam memahami dan memecahkan

masalah-masalah kehidupan secara rasional, metodis dan sistematis. Pandangan

petani dan cara-cara petani menjelaskan dan mengantisifasi fenomena alam yang

tertumpu pada pendekatan astronomik, biologis, klimatologis, cukup merefleksikan

tentang derajat kearifan sains dan teknologis para petani. Subak juga telah

memperkenalkan berbagai keunggulan teknologi tradisional dalam kontruksi

bangunan terowongan (aungan). Metode pembagian air tradisional berdasar sistem

tetek juga mereflensikan asas keadilan dan pemerataan yang rasional.

Makna kearifan keamanan sangat fokus pada sekuritas petani dalam seluruh

tahap kehidupan bertani, pengamanan hasil produksi dan area wilayah pertanian.

Setiap subak memiliki tapal batas kesatuan wilayah yang secara geografis patut

diamankan. Pengamanan ini mencakup pengamanan terkait dengan pencemaran,

perusakan oleh hewan, pencurian oleh manusia sampai dengan pengamanan terhadap

serangan hama. Dalam rangka pengamanan pembagian air, subak memiliki

mekanisme dan person pengontrol air. Dalam pengamanan gangguan hewan, subak

memiliki awig-awig dengan sistem denda. Dalam pengamanan dari ancaman

pencurian, subak memiliki sekaa sambang dan dalam mengantisifasi gangguan hama,

seperti hama tikus, subak memiliki tradisi pemburuan tikus. Dalam mengantisifasi

Page 31: Pustaka Subak

37

hama secara niskala (keyakinan spiritual), subak memiliki ritual nangluk merana.

Pada hahekatnya subak berkembang dalam dua dimensi, sekala-niskala.

2.8.2.2 Subak dalam Pengelolaan Jaringan Irigasi

Subak merupakan suatu teknologi karena sifatnya yang sesuai dengan

prinsip-prinsip teknologi seperti yang dikemukakan Mangunwijaya (l985), yakni :

(i) kegiatannya yang berdasarkan pada usaha swadaya, dan tidak tergantung

pada ahli;

(ii) bersifat desentralisasi;

(iii) kegiatannya berdasarkan pada kerjasama, dan bukan pada persaingan; dan

(iv) merupakan teknologi yang sadar pada tanggungjawab sosial dan ekologis.

Kemudian dalam perannya sebagai pengelola pertanian beririgasi, maka

seperti yang dikemukakan Meskey dan Weber (l996), serta Pusposutardjo (l997)

ternyata komponen manusia dalam sistem subak sangat dominan dalam sistem

pengelolaan irigasi, yakni dalam aktivitasnya untuk mengendalikan pasokan air yang

dinamis pada sistem pertanian tersebut. Selanjutnya, bagaimana sesungguhnya peran

subak sebagai teknologi sepadan dalam sistem pertanian beririgasi, dapat diamati

dalam hubungan dengan konsep pola pikir, sosial, dan bangunan irigasi.

2.8.3 Kebijakan Pengelolaan Irigasi

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 20 Tahun 2006

tentang Irigasi, yang dimaksud dengan Irigasi adalah usaha penyediaan, pengaturan

dan pembuangan air irigasi untuk menunjang pertanian yang jenisnya meliputi irigasi

Page 32: Pustaka Subak

38

permukaan, irigasi rawa, irigasi air bawah tanah, irigasi pompa dan irigasi tambak.

Sedangkan sistem irigasi meliputi prasarana irigasi, air irigasi, manajemen irigasi,

kelembagaan pengelolaan irigasi, dan sumber daya manusia. Mengingat komponen

sistem irigasi seperti dituangkan dalam peraturan pemerintah juga dijumpai dalam

komponen irigasi pada subak di Bali, maka sistem subak di Bali tidak bertentangan

dengan sistem irigasi seperti yang dimaksud dalam peraturan pemerintah tersebut.

Selanjutnya juga disebutkan bahwa perkumpulan petani pemakai air adalah

kelembagaan pengelolaan irigasi yang menjadi wadah petani pemakai air dalam

suatu daerah pelayanan irigasi yang dibentuk oleh petani pemakai air sendiri secara

demokratis, termasuk lembaga lokal pengelola irigasi. Dengan demikian dapat

dipastikan bahwa subak merupakan bentuk kelembagaan pengelola irigasi di Bali

yang secara resmi diakui keberadaannya oleh pemerintah.

Peran masyarakat petani dalam pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi

sangat diharapkan oleh pemerintah baik yang dilakukan secara perseorangan maupun

melalui perkumpulan petani pemakai air. Partisipasi masyarakat petani dalam

pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi diwujudkan mulai dari pemikiran

awal, pengambilan keputusan, dan pelaksanaan kegiatan dalam pembangunan,

peningkatan, operasi, pemeliharaan dan rehabilitasi. Dengan partisipasi aktif

masyarakat petani diharapkan dapat meningkatkan rasa memiliki dan rasa tanggung

jawab guna keberlanjutan sistem irigasi.

Partisipasi masyarakat petani dalam pengembangan dan pengelolaan sistem

irigasi dapat diwujudkan mulai dari pemikiran awal, pengambilan keputusan, dan

pelaksanaan kegiatan dalam pembangunan, peningkatan, operasi, pemeliharaan, dan

Page 33: Pustaka Subak

39

rehabilitasi. Partisipasi tersebut dapat merupakan sumbangan pemikiran, gagasan,

waktu, tenaga, material, dan dana.

Partisipasi masyarakat harus didasarkan pada kemauan dan kemampuan

masyarakat petani serta semangat kemitraan yang dapat disalurkan melalui

perkumpulan petani pemakai air di wilayah kerjanya.

Dalam hal ini pemerintah, pemerintah provinsi, atau pemerintah

kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya mendorong partisipasi masyarakat

petani dalam pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi untuk meningkatkan rasa

memiliki dan rasa tanggung jawab guna keberlanjutan sistem irigasi.

Dalam upaya memposisikan pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi

sebagai bagian penting dari peran serta masyarakat, khususnya petani pemakai air

(P3A) maka diperlukan suatu pemahaman bahwa sistem irigasi merupakan

sumberdaya yang bersifat sumberdaya milik bersama (common pool resources).

Kemudian hal-hal yang terkait dengan partisipasi perkumpulan petani

pemakai air dalam pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi, sudah diatur pada

pasal 26 dan pasal 27 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 20 Tahun 2006

tentang Irigasi. Beberapa hal penting yang dapat dipetik dari kedua pasal tersebut

diantaranya:

1. Partisipasi masyarakat petani dalam pengembangan dan pengelolaan sistem

irigasi diwujudkan mulai dari pemikiran awal, pengambilan keputusan dan

pelaksanaan kegiatan dalam pembangunan, peningkatan, operasi,

pemeliharaan dan rehabilitasi.

2. Partisipasi masyarakat petani dapat diwujudkan dalam bentuk sumbangan

pemikiran, gagasan, waktu, tenaga, material dan dana.

Page 34: Pustaka Subak

40

3. Partisipasi masyarakat petani dilakukan secara perseorangan atau melalui

perkumpulan petani pemakai air.

4. Partisipasi masyarakat petani didasarkan atas kemauan dan kemampuan

masyarakat petani serta semangat kemitraan dan kemandirian.

5. Partisipasi masyarakat petani dapat disalurkan melalui perkumpulan petani

pemakai air di wilayah kerjanya.

6. Pemerintah pusat, pemerintah provinsi atau pemerintah kabupaten/ kota

sesuai dengan kewenangannya mendorong partisipasi masyarakat petani

dalam pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi untuk meningkatkan

rasa memiliki dan rasa tanggung jawab guna keberlanjutan sistem irigasi.

Kemudian hal-hal yang terkait dengan upaya pemberdayaan perkumpulan

petani pemakai air, sudah diatur pada pasal 28 dan pasal 29 Peraturan Pemerintah RI

No. 20 Tahun 2006 tentang Irigasi. Beberapa hal penting yang dapat dipetik dari

kedua pasal tersebut diantaranya:

1. Pemerintah kabupaten/ kota melakukan pemberdayaan perkumpulan petani

pemakai air.

2. Pemerintah kabupaten/ kota menetapkan strategi dan program pemberdayaan

perkumpulan petani pemakai air berdasarkan kebijakan kabupaten/ kota

dalam pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi.

3. Pemerintah provinsi memberikan bantuan teknis kepada pemerintah

kabupaten/ kota dalam pemberdayaan dinas atau instansi terkait di bidang

irigasi dan pemberdayaan perkumpulan petani pemakai air, serta dalam

Page 35: Pustaka Subak

41

pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi berdasarkan kebutuhan

pemerintah kabupaten/ kota.

4. Pemerintah, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/ kota dapat

memberi bantuan kepada perkumpulan petani pemakai air dalam

melaksanakan pemberdayaan.

5. Pemerintah, pemerintah provinsi atau pemerintah kabupaten/ kota sesuai

dengan kewenangannya :

a. Melakukan penyuluhan dan penyebarluasan teknologi bidang irigasi hasil

penelitian dan pengembangan kepada masyarakat petani.

b. Mendorong masyarakat petani untuk menerapkan teknologi tepat guna

yang sesuai dengan kebutuhan, sumber daya, dan kearifan lokal.

c. Memfasilitasi dan meningkatkan pelaksanaan penelitian dan

pengembangan teknologi di bidang irigasi.

d. Memfasilitasi perlindungan hak penemu dan temuan teknologi dalam

bidang irigasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

2.8.4 Pengembangan dan Pengelolaan Sistem Irigasi

Pengembangan dan Pengelolaan Sistem Irigasi sudah diatur dalam Peraturan

Pemerintah Republik Indonesia No. 20 Tahun 2006 yaitu pada pasal 4,5,6,7 dan 8.

Adapun hal-hal penting yang diatur pada pasal-pasal tersebut adalah:

1. Pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi bertujuan untuk mewujudkan

kemanfaatan air dalam bidang pertanian.

Page 36: Pustaka Subak

42

2. Pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi diselenggarakan secara

partisipatif, terpadu, berwawasan lingkungan, transparan, akuntabel dan

berkeadilan.

3. Pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi dilaksanakan diseluruh Daerah

Irigasi.

4. Pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi dilaksanakan oleh Pemerintah

Pusat, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/ kota melibatkan semua

pihak yang berkepentingan dengan mengutamakan kepentingan dan peran

serta masyarakat petani.

5. Pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi dilaksanakan dengan prinsip

satu sistem irigasi satu kesatuan pengembangan dan pengelolaan, dengan

memperhatikan kepentingan pemakai air irigasi dan pengguna jaringan irigasi

di bagian hulu, tengah, dan hilir secara selaras.

Disamping pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi, hal pokok yang harus

diperhatikan agar pelayanan pengaliran air tetap optimal adalah Operasi dan

Pemeliharaan jaringan irigasi. Operasi dan Pemeliharaan jaringan irigasi primer dan

sekunder menjadi wewenang dan tanggung jawab pemerintah pusat, pemerintah

provinsi, dan pemerintah kabupaten sesuai dengan kewenangannya, sedangkan

perkumpulan petani pemakai air atau masyarakat petani (Subak) dapat berperan serta

dalam Operasi dan Pemeliharaan jaringan irigasi primer dan sekunder sesuai dengan

kebutuhan dan kemampuannya. Jaringan Irigasi tersier sepenuhnya menjadi hak dan

tanggung jawab perkumpulan petani pemakai air atau masyarakat petani (subak).

Page 37: Pustaka Subak

43

2.9 Pengertian Efektivitas

Efektivitas berasal dari kata efektif yang berarti mempunyai nilai efektif,

pengaruh atau akibat, bisa diartikan sebagai kegiatan yang bisa memberikan hasil

yang memuaskan, dapat dikatakan juga bahwa efektivitas merupakan keterkaitan

antara tujuan dan hasil yang dinyatakan, dan menunjukan derajat kesesuaian antara

tujuan yang dinyatakan dengan hasil yang dicapai. Jadi pengertian efektivitas adalah

pengaruh yang ditimbulkan/disebabkan oleh adanya suatu kegiatan tertentu untuk

mengetahui sejauh mana tingkat keberhasilan yang dicapai dalam setiap tindakan

yang dilakukan.

Menurut Komaruddin (2000;269) mendefinisikan efektivitas sebagai

berikut:”Efektivitas adalah suatu keadaan yang menunjukkan tingkat keberhasilan

atau kegagalan kegiatan manajemen dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan

terlebih dahulu”.

Sedangkan menurut Arens dan Loebecke (1999;817) menyebutkan: ”

Efektivitas adalah derajat dimana tujuan organisasi telah dicapai”.

Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa ”Efektivitas adalah pencapaian

sasaran yang berkaitan dengan tujuan yang telah ditetapkan.

Untuk mengukur efektivitas teori yang digunakan adalah Devas (1989), yang

menyatakan bahwa efektivitas adalah hubungan antara output dan tujuan atau dapat

juga dikatakan merupakan ukuran seberapa jauh tingkat output, kebijakan dan

prosedur dari organisasi.

Efektivitas juga berhubungan dengan derajat keberhasilan suatu operasi pada

sektor publik sehingga kegiatan dikatakan efektif jika kegiatan tersebut mempunyai

Page 38: Pustaka Subak

44

pengaruh besar terhadap kemampuan menyediakan pelayanan masyarakat yang

merupakan sasaran yang telah ditentukan.

Pengukuran efektivitas merupakan salah satu indikator kinerja bagi

pelaksanaan suatu kegiatan yang telah ditetapkan untuk menyajikan informasi

tentang seberapa besar pencapaian sasaran atas target.

Dalam perhitungan efektivitas digunakan skor (skala Likert), apabila skor

semakin besar dapat dikatakan bahwa pengelolaan semakin efektif, demikian pula

sebaliknya semakin kecil skor hasilnya menunjukkan pengelolaan semakin tidak

efektif. (Supranto, 2003;Sugiyono,2010)

Efektivitas adalah pencapaian tujuan secara tepat atau memilih tujuan-tujuan

yang tepat dari serangkaian alternatif atau pilihan cara dan menentukan pilihan dari

beberapa pilihan lainnya.Efektifitas bisa juga diartikan sebagai pengukuran

keberhasilan dalam pencapaian tujuan-tujuan yang telah ditentukan.Sebagai contoh

jika sebuah tugas dapat selesai dengan pemilihan cara-cara yang sudah ditentukan,

maka cara tersebut adalah benar atau efektif.