strategi pengelolaan lingkungan ekowisata di subak jatiluwih

171
1 BAB I PENDAHLUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Bali merupakan daerah tujuan pariwisata dunia yang memiliki keunikan tersendiri berupa keindahan panorama alam dan budayanya, sehingga menarik perhatian wisatawan. Perkembangan pariwisata di Pulau Bali tidak dapat dilepaskan dari kedatangan bangsa Belanda pada tahun 1579 yang dipimpin oleh Cournelis De Houtman. Tahun 1827 untuk pertama kali Belanda membangun kantor dagangnya di daerah Kuta. Pada tahun 1920 sekumpulan ilmuan Barat mendatangi Pulau Bali dengan tujuan untuk meneliti dan mengenal budaya yang ada di Pulau Bali baik agama, adat istiadat, kesusastraan, peninggalan sejarah dan arkeologi. Para ilmuan yang datang ke Bali terdapat pelukis, pengarang dan penyair yang kemudian menggambarkan keindahan alam dan budaya yang ada di Pulau Bali. Hal ini sekaligus sebagai media promosi. Kondisi tersebut menarik wisatawan Eropa yang kemudian datang berkunjung ke pulau Bali (Kencana, 2010). Wisatawan yang datang ke Pulau Bali pada umumnya tertarik akan keindahan alam, keunikan budaya, dan keramahan masyarakat Bali. Pada tahun 2012 wisatawan yang datang berkunjung ke Pulau Bali berjumlah 2.892.019 orang. Tahun 2013 wisatawan yang berkunjung ke Bali mengalami peningkatan sebesar 13,37% menjadi berjumlah 3.278.598 orang (Disparda Provinsi Bali). Kunjungan wisatawan baik domestik maupun internasional diperkirakan akan

Upload: dangbao

Post on 01-Jan-2017

273 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

Page 1: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

1

BAB I

PENDAHLUAN

1.1 Latar Belakang

Pulau Bali merupakan daerah tujuan pariwisata dunia yang memiliki

keunikan tersendiri berupa keindahan panorama alam dan budayanya, sehingga

menarik perhatian wisatawan. Perkembangan pariwisata di Pulau Bali tidak dapat

dilepaskan dari kedatangan bangsa Belanda pada tahun 1579 yang dipimpin oleh

Cournelis De Houtman. Tahun 1827 untuk pertama kali Belanda membangun

kantor dagangnya di daerah Kuta. Pada tahun 1920 sekumpulan ilmuan Barat

mendatangi Pulau Bali dengan tujuan untuk meneliti dan mengenal budaya yang

ada di Pulau Bali baik agama, adat istiadat, kesusastraan, peninggalan sejarah dan

arkeologi. Para ilmuan yang datang ke Bali terdapat pelukis, pengarang dan

penyair yang kemudian menggambarkan keindahan alam dan budaya yang ada di

Pulau Bali. Hal ini sekaligus sebagai media promosi. Kondisi tersebut menarik

wisatawan Eropa yang kemudian datang berkunjung ke pulau Bali (Kencana,

2010).

Wisatawan yang datang ke Pulau Bali pada umumnya tertarik akan

keindahan alam, keunikan budaya, dan keramahan masyarakat Bali. Pada tahun

2012 wisatawan yang datang berkunjung ke Pulau Bali berjumlah 2.892.019

orang. Tahun 2013 wisatawan yang berkunjung ke Bali mengalami peningkatan

sebesar 13,37% menjadi berjumlah 3.278.598 orang (Disparda Provinsi Bali).

Kunjungan wisatawan baik domestik maupun internasional diperkirakan akan

Page 2: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

2

semakin meningkat di tahun-tahun mendatang. Hal ini dikarenakan adanya

perubahan perkembangan pariwisata dunia yang semakin mengedapankan

keunikan budaya, keindahan alam, dan kelengkapan fasilitas pendukung

pariwisata yang kesemuanya ada di pulau Bali.

Kabupaten Tabanan adalah salah satu kabupaten di Bali yang terletak

sekitar 35 km di sebelah barat Ibu Kota Provinsi Bali. Luas Kabupaten Tabanan

adalah 839,33 km2 atau sekitar 14,9% dari luas Provinsi Bali. Kabupaten Tabanan

terbagi atas 10 kecamatan antara lain Kecamatan Tabanan, Selemadeg Timur,

Selemadeg Barat, Selemadeg, Pupuan, Penebel, Marga, Kerambitan, Kediri dan

Baruriti. Sebanyak 23.358 ha atau sekitar 28% dari luas lahan yang ada di

Kabupaten Tabanan merupakan lahan persawahan. Karena itu Kabupaten Tabanan

dikenal sebagai daerah agraris dengan petani sebagai salah satu soko guru

perekonomian di Kabupaten Tabanan.

Subak Jatiluwih adalah salah satu subak yang terletak di Desa Jatiluwih

Kecamatan Penebel Kabupaten Tabanan. Subak Jatiluwih terkenal dengan

keindahan panorama alam pegunungan dan pemandangan persawahan yang indah.

Selain itu kondisi alam di Subak Jatiluwih yang masih asri dan alami karena

jauh dari polusi udara serta kondisi udara yang sangat sejuk sangat cocok untuk

pengembangan wisata alam. Air pegunungan dan mata air yang ada digunakan

untuk sumber air minum dan sumber air pertanian. Cara pengolahan lahan

pertanian yang masih tradisonal yakni menggunakan sapi atau kerbau untuk

membajak sawah serta alat bajak tradisional menarik para wisatawan, baik

wisatawan domestik maupun mancanegara untuk datang berkunjung.

Page 3: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

3

Pada tahun 2012 kunjungan wisatawan ke Jatiluwih berjumlah 97.909

wisatawan, sedangkan pada tahun 2013 kunjungan wisatawan meningkat menjadi

101.560 wisatawan (DISPARDA Provinsi Bali). Berdasarkan tren kunjungan

wisatawan tersebut, diperkirakan tingkat kunjungan wisatawan ke Jatiluwih akan

meningkat di tahun-tahun mendatang. Meningkatnya tingkat kunjungan

wisatawan ke Jatiluwih membawa pengaruh terhadap pengembangan dan

pembangunan di Subak Jatiluwih maupun Desa Jatiluwih pada umumnya.

Pembangunan dan pengembangan tersebut pada umumnya bertujuan untuk

meningkatkan kelengkapan fasilitas pendukung pariwisata di Jatiluwih seperti

pembangunan penginapan guest house, rumah makan atau restoran, café dan

beberapa aktivitas pariwisata lainnya seperti rafting, horse ridding dan lain

sebagainya.

Kegiatan dan pengembangan pariwisata bertujuan untuk menggerakkan

perekonomian nasional dan daerah, meningkatkan kesejahteraan dan pendapatan

masyarakat. Pengembangan pariwisata melibatkan berbagai sektor kehidupan.

Oleh karena itu pariwisata mempunyai pengaruh atau dampak yang cukup luas,

baik terhadap sektor ekonomi, sosial, budaya, politik maupun lingkungan. Laju

kerusakan lingkungan disebabkan pengembangan pariwisata diperkirakan akan

meningkat. Potensi kerusakan lingkungan perlu dilakukan upaya-upaya

meminimalisasi dengan strategi kelestarian lingkungan, salah satunya melalui

kegiatan pengembangan ekowisata (Ecotourism). Ekowisata merupakan suatu

konsep pariwisata yang mencerminkan wawasan lingkungan yang mengikuti

kaedah keseimbangan dan kelestarian lingkungan. Secara umum pengembangan

Page 4: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

4

ekowisata harus dapat meningkatkan kualitas hubungan antar manusia,

meningkatkan kualitas hidup bermasyarakat setempat dan menjaga kualitas

lingkungan. Pengembangan ekowisata diharapkan dapat memberikan dampak

positip terhadap pelestarian lingkungan dan budaya asli setempat (Wood, 2002).

Subak Jatiluwih merupakan bagian dari Kawasan Catur Angga

Batukaru sebagai penerima nominasi Warisan Budaya Dunia atau World Cultural

Heritage dari United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization

(UNESCO) pada tahun 2012. Program Warisan Budaya Dunia dari UNESCO

bertujuan untuk mengkatalog, menamakan dan melestarikan tempat-tempat yang

sangat penting dan berarti bagi umat manusia sehingga dapat menjadi warisan

bagi generasi berikutnya. Status sebagai warisan budaya dunia diberikan dengan

evaluasi atau penilaian terus menerus tiap tahunnya. Status warisan budaya dunia

tersebut bisa masuk dalam kategori bahaya, bahkan hingga dihapus, apabila situs

tersebut mendapat ancaman atau bahaya yang memiliki efek buruk pada

karakteristik situs tersebut. Ancaman tersebut dapat berupa penurunan jumlah

spesies yang terancam punah, kerusakan keindahan alam karena kegiatan manusia

seperti penebangan, pencemaran, permukiman, pertambangan, proyek

pembangunan, konflik bersenjata, bencana alam dan lain sebagainya. Salah satu

contoh situs warisan budaya dunia di Indonesia yang masuk kategori bahaya

adalah Hutan Hujan tropis di Sumatera (http://whc.unesco.org/en/danger/)

Status Subak Jatiluwih sebagai bagian dari Kawasan Catur Angga

Batukaru penerima nominasi warisan budaya dunia dari UNESCO dan adaanya

peningkatan kunjungan wisatawan, serta posisinya yang terletak di bagian hulu

Page 5: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

5

Pulau Bali merupakan kawasan yang disucikan oleh masyarakat Bali. Oleh karena

itu dalam mengembangkan kawasan tersebut perlu dilakukan penelitian untuk

mengetahui bagaimana pengelolaan lingkungan ekowisata di Subak Jatiluwih

sehingga pengembangan pariwisata yang dilakukan dapat memberikan manfaat

bukan hanya pada bidang sosial dan ekonomi masyarakat sekitar namun juga pada

pelestarian lingkungan di Kawasan Subak Jatiluwih.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut dapat dirumuskan masalah

sebagai berikut.

1. Apa potensi dan kendala pengelolaan lingkungan ekowisata di Subak

Jatiluwih?

2. Bagaimana pengelolaan lingkungan ekowisata di Subak Jatiluwih pada saat

ini?

3. Bagaimana strategi pengelolaan lingkungan ekowisata di Subak Jatiluwih di

masa mendatang?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan dari penelitian ini

dibagi menjadi tujuan umum dan tujuan khusus sebagai berikut.

Page 6: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

6

1.3.1.Tujuan Umum

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengidentifikasi potensi

dan merumuskan strategi pengelolaan lingkungan ekowisata di Subak Jatiluwih

sehingga dapat memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar dan pemerintah.

1.3.2.Tujuan Khusus

Tujuan khusus yang ingin dicapai adalah sebagai berikut.

1. Mengidentifikasi potensi dan kendala pengelolaan ekowisata di Subak

Jatiluwih sebagai daya tarik pariwisata.

2. Mengetahui bagaimana gambaran pengelolaan lingkungan ekowisata di

Subak Jatiluwih pada kondisi sekarang.

3. Mengetahui bagaimana strategi pengelolaan lingkungan ekowisata di Subak

Jatiluwih di masa mendatang.

1.4 Maanfaat Penelitian

1.4.1.Manfaat Akademik

Perumusan strategi pengelolaan lingkungan dan pengembangan potensi

ekowisata yang ada di Subak Jatiluwih bagi akademisi dapat memperkaya wacana

aplikasi pengelolaan lingkungan berbasis ekowisata. Disamping itu sebagai

referensi penelitian lebih lanjut tentang pengelolaan ekowisata yang ada di Subak

Jatiluwih maupun Pulau Bali pada umumnya.

1.4.2.Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat menumbuh kembangkan partisipasi

aktip masyarakat dalam pengelolaan lingkungan ekowisata yang ada di Subak

Page 7: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

7

Jatiluwih dan memberikan pengetahuan strategi pengelolaan lingkungan dan

pengembangan ekowisata yang ada di Subak Jatiluwih di masa mendatang.

Disamping hal tersebut penelitian ini juga dapat digunakan sebagai dasar kajian

penerapan kebijakan dan peran institusi dalam pengelolaan lingkungan ekowisata

yang ada di Subak Jatiluwih sehingga pengembangan pariwisata yang ada di

Subak Jatiluwih dapat memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar dan

pelestarian lingkungan. Kebijakan dan peran institusi yang dilaksanakan

diharapkan lebih menitikberatkan pada kelestarian lingkungan, keterlibatan secara

aktif masyarakat, wisatawan dan bersifat lintas sektor.

Page 8: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN MODEL

PENELITIAN

2.1 Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka pada bagian ini akan diuraikan beberapa hasil

penelitian mutakhir sebelumnya yang dianggap relevan dan berhubungan dengan

penelitian ini, terutama tentang pengelolaan ekowisata. Tujuan pembahasan

penelitian terdahulu dapat menambah wawasan, memahami dan memanfaatkan

metoda dan sebagai pembanding agar menghasilkan strategi untuk mengatasi

berbagai kendala yang mungkin muncul.

Penelitian Sudiarso (2004) menunjukkan bahwa pengembangan

pariwisata yang ada di Taman Nasional Tengger bermuara pada masyarakarat

Tengger itu sendiri, karena masyarakat Tengger yang menikmati hasil dari

pariwisata melalui kegiatan-kegiatan perekonomian yang berhubungan dengan

pariwisata seperti penyewaan kuda, kendaraan bermotor, jeep, dan penginapan

berupa homestay. Pada penelitian ini juga didapat fakta bahwa masyarakat

Tengger mengontrol dengan ketat kepemilikan jasa-jasa atau kegiatan

perekonomian yang berhubungan dengan pariwisata. Hal tersebut dilakukan

dengan tujuan agar mereka dapat menikmati hasil pariwisata di Tengger berupa

peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar. Pemanfaatan Taman Nasional

Tengger Semeru Jawa Timur untuk tujuan pariwisata dapat dilakukan sepanjang

Page 9: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

9

tidak merusak lingkungan dan memberikan kontribusi bagi pelestarian lingkungan

dan budaya serta peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar.

Penelitian Pamulardi (2006) mendapatkan bahwa Desa Wisata Tingkir

Salatiga mempunyai potensi alam dan sosial budaya untuk dikembangkan sebagai

obyek wisata berbasis agrowisata. Pemerintah Kota Salatiga belum serius dalam

mengembangkan potensi di Desa Wisata Tingkir, hal tersebut dapat dilihat dari

sudah dilakukanya studi kelayakan sejak tahun 2003 namun hingga tahun 2006

belum ada upaya untuk mengembangkan dan membangun Desa Wisata Tingkir.

Pengembangan Desa Wisata Tingkir dapat dilakukan dengan menambah obyek

wisata baru berupa agrowisata karena tersedianya lahan pertanian yang luas dan

letaknya yang strategis. Dalam pengembangannya untuk memenuhi sarana

penginapan dapat memanfaatkan rumah-rumah penduduk sebagai homestay

sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar. Pengembangan

potensi agrowisata hendaknya dilakukan oleh masyarakat sekitar dan pihak

swasta, pemerintah bertindak sebagai fasilitator dan motivator agar hasil yang

didapat lebih maksimal.

Penelitian Kurnianto (2008) mendapatkan bahwa pola pemanfaatan

lahan di Kawasan Waduk Cacaban Kabupaten Tegal tidak seauai dengan

peruntukannya sehingga tidak mendukung upaya konservasi tanah dan kelestarian

Waduk Cacaban. Potensi pengembangan ekowisata di Kawasan Waduk Cacaban

secara spesifik dibedakan sesuai dengan daerah peruntukannya, seperti kawasan

lindung digunakan untuk pengembangan agroforest dengan kombinasi

agrisilvikultur dengan tanaman jati sebagai tanaman utama. Kawasan utama

Page 10: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

10

waduk dikembangkan sebagai pusat sejarah dan edukasi tentang fungsi waduk.

Kawasan perairan dapat dikembangkan budidaya perairan dan wisata tirta.

Kawasan pengembangan wisata intensif dapat dikembangkan sebagai kawasan

agroforest, seni dan budaya. Kawasan penyangga dapat dikembangkan sebagai

kawasan agroforest dengan kombinasi agrosilvopastura dan budaya.

Penelitian Asso (2008) menunjukkan bahwa Lembah Baliem

mempunyai ketersediaan sumber daya ekowisata yang sangat melimpah,

beranekaragam, unik, mempesona dan masih sangat alami. Sumber daya

ekowisata tersebut antara lain berupa danau, telaga, gua, patung dan bangunan

bersejarah serta panorama alam yang indah yang masih sangat alami. Kendala

pengembangan ekowisata di Lembah baliem umumnya dikarenakan

ketidakjelasan keterlibatan stakeholder, keterbatasan pengetahuan dalam

mengelola sumber daya, keterbatasan akses dan sarana tranportasi ke Lembah

Baliem juga berimplikasi pada keberlangsungan dan pengembangan potensi

ekowisata di Lembah Baliem. Pengembangan kepariwisataan di Lembah Baliem

belum dapat menggerakkan perekonomian masyarakat sehingga masyarakat

belum melihat pengembangan ekowisata sebagai salah satu sumber mata

pencaharian yang menjanjikan. Pengembangan pariwisata di Lembah Baliem pada

saat dilakukan penelitian masih berpedoman pada pengembangan pariwisata yang

bersifat masal dengan menjadikan kebudayaan masyarakat Suku Dani sebagai

primadona daya tarik wisata.

Penelitian Widowati (2012) mendapatkan bahwa potensi Kawasan

Taman Wisata Alam Kawah Ijen adalah berupa kawah yang memiliki air tiga

Page 11: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

11

warna, sumur belerang dengan api biru atau bluefire, panorama kawah,

keberagaman flora yang berjumlah >31 dan terdapat beberapa tumbuhan langka

seperti anggrek dan Vaccinium serta keberagaman fauna yang beberapa

diantaranya termasuk jenis burung langka dan unik seperti walek kepala ungu

(Ptylinopus Porphyreus) dan Cekakak Jawa (Halycyon Cynoventris). Hasil

evaluasi dan analisis terhadap prinsip dan kriteria ekowisata didapatkan bahwa

prinsip dan kriteria pengembangan pariwisata dalam meningkatkan kesejahteraan

masyarakat sekitar dan peran serta masyarakat sekitar dalam pengambilan

keputusan belum tercapai. Oleh karena itu perlu dilakukan upaya-upaya untuk

mencapai tujuan dan kriteria ekowisata antara lain dengan cara meningkatkan

pemahaman, pengetahuan dan ketrampilan masyarakat dalam pengelolaan

ekowisata seperti pelatihan membuat souvenir, makanan tradisional hingga

pelatihan untuk menjadi local guide.

Penelitian Suryawan (2012) menunjukkan bahwa potensi ekowisata di

Desa Cau Blayu terbagi menjadi sejumlah elemen yaitu elemen fisik berupa

topografi wilayah, kondisi hidrologi, tata guna lahan. Elemen budaya berupa

keberadaan sejumlah pura seperti Pura Titi Gantung, Pura Dukuh yang memiliki

sejarah dan kegiatan upacara yang menarik. Elemen ekologis dimana Desa Cau

Blayu yang berdekatan dengan DTW Sanggeh sehingga pada musim musim

tertentu sering terjadi migrasi monyet menuju Desa Cau Blayu. Potensi lainnya

adalah perilaku masyarakat sekitar yang bermatapencaharian sebagai petani baik

sawah maupun kebun yang dapat dimanfaatkan sebagai atraksi wisata. Pada saat

penelitian dilakukan belum ada mekanisme pengelolaan potensi ekowisata di Desa

Page 12: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

12

Cau Blayu baik oleh desa adat maupun desa dinas. Oleh karena itu dibutuhkan

pengenalan yang lebih luas dan terarah sehingga lebih banyak orang mengetahui

potensi ekowisata di Desa Cau Blayu. Selain itu dalam pengembangan kegiatan

ekowisata di Desa Cau Blayu dibutuhkan kerjasama dengan pihak lain seperti

operator tur, pengelola akomodasi dan pemerintah. Berdasarkan analisis, strategi

yang diterapkan adalah strategi integrasi secara vertikal yang lebih khas dan lebih

memanfaatkan potensi atau kekuatan dan peluang yang ada.

2.2 Konsep

Dalam penelitian ini akan dikaji beberapa konsep sebagai berikut.

2.2.1. Potensi Ekowisata

Potensi dalam kepariwisataan dapat diartikan sebagai suatu modal atau

aset yang dimiliki oleh suatu daerah tujuan wisata dan dapat diekploitasi untuk

kepentingan-kepentingan ekonomi yang secara ideal terangkum didalamnya

perhatian terhadap aspek-aspek budaya. Suarka (2010) menjelaskan bahwa

potensi wisata adalah segala sesuatu yang terdapat disuatu daerah yang dapat

dikembangkan menjadi daya tarik wisata, potensi tersebut dapat dibagi dua yaitu

potensi budaya dan potensi alamiah. Potensi budaya meliputi potensi yang

tumbuh dan berkembang di masyarakat seperti adat istiadat, mata pencaharian dan

kesenian, sedangkan potensi alamiah adalah potensi yang berupa potensi fisik,

geografis alam, termasuk jenis flora dan fauna pada suatu daerah.

Ekowisata merupakan kegiatan pariwisata yang bertanggung jawab

secara lingkungan dan alam, memberikan kontribusi yang positip terhadap

Page 13: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

13

konservasi lingkungan dan memperhatikan kesejahteraan masyarakat lokal

Ekowisata merupakan salah satu aspek yang sangat terkait dengan lingkungan,

perkembangangan diharapkan mampu melestarikan sumber daya alam dan

lingkungan (Suksma, 2009). Banyak kajian telah dilakukan terkait dengan

ekowisata, namun secara umum perkembangan ekowisata sangat terkait dengan

pelestarian lingkungan dan budaya suatu daerah.

Dari definisi potensi dan ekowisata diatas dapat ditarik kesimpulan

bahwa potensi ekowisata adalah suatu modal atau aset (baik berupa potensi

budaya dan alamiah) yang dimiliki oleh suatu daerah, yang dapat dikembangkan

untuk kegiatan wisata yang bertanggung jawab secara lingkungan, memberikan

kontribusi yang positip terhadap konservasi lingkungan, dan meningkatkan

perekonomian masyarakat sekitar.

2.2.2. Pengelolaan Lingkungan Ekowisata

Menurut Undang Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007

tentang Penataan Ruang, pengelolaan diartikan sebagai suatu proses perencanaan,

pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan secara berkelanjutan. Wardoyo

(dalam Suryawan, 2012) mendefinsikan pengelolaan sebagai suatu rangkaian

pekerjaan atau usaha yang dilakukan oleh sekelompok orang untuk melakukan

serangkaian kerja dalam mencapai tujuan tertentu. Dari penjelasan definisi

pengelolaan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa pengelolaan adalah

serangkaian kebijakan yang diambil atau dilakukan yang memuat mekanisme

perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan pengawasan dengan

Page 14: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

14

memanfaatkan semua sumber daya yang ada untuk menghasilkan tujuan tertentu

yang sudah ditetapkan.

Lingkungan adalah semua benda dan kondisi termasuk di dalamnya

manusia dan tingkah perbuatannya, yang terdapat dalam ruang tempat manusia

berada, dan mempengaruhi hidup serta kesejahteraan manusia dan mahluk hidup

lainnya. Menurut Undang Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan

Lingkungan Hidup, lingkungan hidup didefinisikan sebagai kesatuan ruang

dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhuk hidup, termasuk manusia, dan

perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan

manusia dan makhluk hidup lain. Dari beberapa definisi lingkungan tersebut dapat

disimpulkan bahwa lingkungan bukan hanya lingkungan fisik semata, namun juga

termasuk perilaku manusia itu sendiri (sosial dan budaya), dan bahkan lingkungan

spiritual. Oleh karena itu lingkungan juga termasuk lingkungan fisik (Abiotik),

lingkungan biotik serta lingkungan sosial dan budaya.

Ekowisata merupakan kegiatan pariwisata yang bertanggung jawab

secara lingkungan dan alam, memberikan kontribusi yang positip terhadap

konservasi lingkungan dan memperhatikan kesejahteraan masyarakat lokal

Ekowisata merupakan salah satu aspek yang sangat terkait dengan lingkungan,

perkembangangan diharapkan mampu melestarikan sumber daya alam dan

lingkungan (Suksma, 2009). Banyak kajian telah dilakukan terkait dengan

ekowisata, namun secara umum perkembangan ekowisata sangat terkait dengan

pelestarian lingkungan dan budaya suatu daerah.

Page 15: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

15

Dari definisi pengelolaan, lingkungan dan ekowisata sebelumnya dapat

dirumuskan konsep pengelolaan lingkungan ekowisata adalah serangkaian

kebijakan yang dilakukan mulai dari proses perencanaan, pengorganisasian,

penggerakan dan pengawasan untuk memanfaatkan lingkungan dan semua modal

atau aset (baik berupa potensi budaya dan alamiah) yang dimiliki oleh suatu

daerah, untuk dapat dikembangkan menjadi suatu kegiatan wisata yang

bertanggung jawab secara lingkungan, memberikan kontribusi yang positip

terhadap konservasi lingkungan, dan meningkatkan perekonomian masyarakat

sekitar. Oleh karena itu pengelolaan potensi ekowisata harus bisa meminimalisir

dampak negatip dari perkembangan pariwisata masal yang umumnya memberikan

ancaman terhadap kelestarian budaya, dimana budaya lebih dikomersialkan dan

mengancam kelestarian sumber daya alam dengan mengekploitasinya.

2.2.3. Strategi Pengelolaan

Strategi adalah suatu rangkaian kebijakan atau tindakan yang dilakukan

terus menerus oleh suatu lembaga atau organisasi untuk mencapai tujuan tertentu

berdasarkan peluang-peluang dan ancaman-ancaman lingkungan eksternal yang

dihadapi serta sumber daya dan kemampuan internal yang dimiliki. Strategi selalu

dimulai dari apa yang dapat terjadi dan bukan dimulai dari apa yang terjadi.

Strategi juga merupakan alat untuk mencapai tujuan perusahaan dalam kaitannya

dengan tujuan jangka panjang, program tindak lanjut, serta prioritas alokasi

sumber daya.

Page 16: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

16

Pengelolaan merupakan istilah yang erat hubungannya dengan

manajemen. Manajemen merupakan bentuk terjemahan dari kata management

yang berasal dari bahasa Inggris yang berarti pengelolaan. Manajemen meliputi

empat proses yaitu Planning atau perencanaan, Organizing atau pengorganisasian,

Actuating atau pelaksanaan/penggerakan dan Controlling atau pengendalian.

Sedangkan menurut Undang Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007

tentang Penataan Ruang, pengelolaan diartikan sebagai suatu proses perencanaan,

pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan secara berkelanjutan.

Secara umum konsep strategi pengelolaan dapat diartikan sebagai suatu

rangkaian kebijakan atau tindakan yang dilakukan secara terus menerus, dengan

memanfaatkan peluang, ancaman dan sumber daya serta kemampuan yang

dimiliki, pada setiap tahap perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan

pengawasan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya secara

berkelanjutan. Dengan demikian pengamatan lingkungan eksternal dan internal

merupakan proses awal dari konsep strategi pengelolaan, dilanjutkan dengan

perencanaan yang keberadaanya diperlukan untuk memberikan arah dan patokan

dalam suatu kegiatan. Pengorganisasian berkaitan dengan penyatuan seluruh

sumber daya dan kemampuan yang ada untuk bersinergi dalam mempersiapkan

pelaksanaan kegiatan. Tahap selanjutnya adalah pengarahan dan pelaksanaan

kegiatan yang selalu berpedoman pada perencanaan yang telah ditetapkan. Tahap

terakhir adalah pengawasan yang meliputi kegiatan monitoring dan evaluasi untuk

memperbaiki program kegiatan berikutnya sehingga tujuan yang telah

direncanakan tercapai dengan baik.

Page 17: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

17

2.3 Landasan Teori

Dalam menganalisis strategi pengelolaan potensi ekowisata di Subak

Jatiluwih diperlukan teori-teori sebagai tuntunan yang digunakan dalam penelitian

sebagai berikut.

2.3.1.Teori Perencanaan

Perencanaan merupakan salah satu fungsi manajemen yang pertama kali

harus dilakukan. Menurut Suandy (2006) perencanaan adalah proses penentuan

tujuan organisasi. Dalam ilmu manajemen fungsi pokok dari manajemen adalah

perencanaan, koordinasi, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi. Dalam tingkat

yang lebih rumit dimana terdapat pengaruh internal dan eksternal yang cenderung

sulit dikendalikan, perencanaan dapat diartikan mengetahui dan menganalisis

kondisi saat ini, meramalkan perkembangan berbagai faktor yang tidak dapat

dikontrol (uncontrolable) yang relevan, memperkirakan faktor-faktor pembatas,

menetapkan tujuan dan sasaran yang diperkirakan dapat dicapai, serta mencari

langkah-langkah untuk mencapai tujuan tersebut (Tarigan, 2005). Menurut Yoeti

(2006) ada beberapa alasan mengapa perencanaan sangat diperlukan.

a. Memberikan Pengarahan

Dengan adanya perencanaan para pelaksana dalam suatu organisasai atau tim

dapat mengetahui apa yang akan dilakukan, ke arah mana akan dituju dan apa

yang akan dicapai.

b. Membimbing Kerjasama

Perencanaan dapat membimbing para petugas atau pelaksana untuk tidak

berkerja menurut kemauannya sendiri. Dengan adanya perencanaan, para

Page 18: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

18

petugas dan pelaksana merasa sebagai bagian dari sebuah tim, dan bergantung

pada tugas lainnya.

c. Menciptakan koordinasi

Dalam suatu organisasi atau proyek banyak keahlian dibutuhkan, apabila

masing-masing keahlian berjalan terpisah kemungkinan tujuan dari organisasi

atau proyek tersebut tidak akan tercapai, oleh karena itu sangat diperlukan

adanya koordinasi antara beberapa keahlian dan kegiatan yang akan

dilakukan.

d. Menjamin tercapainya kemajuan

Perencanaan pada umumnya mengariskan suatu program yang hendak

dilakukan meliputi tugas yang dikerjakan dan tanggung jawab tiap individu

atau tim dalam suatu organisasi atau proyek. Apabila terdapat penyimpangan

antara yang direncanakan dengan pelaksanaanya hal tersebut dapat

dihindarkan dengan melakukan koreksi, sehingga akan mempercepat

penyelesain suatu proyek atau kegiatan.

e. Memperkecil Resiko

Perencanaan meliputi pengumpulan data yang releven (baik yang tersedia

maupun yang tidak tersedia) dan secara hati-hati, menelaah segala

kemungkinan yang terjadi sebelum mengambil suatu keputusan. Suatu

keputusan yang diambil atas dasar intuisi tanpa melakukan penelitian pasar

atau tanpa melakukan perhitungan rates of return on invesment, sangat

memungkinkan akan menghadapi resiko besar. Oleh karena itu perencanaan

dapat memperkecil resiko yang akan timbul di kemudian hari.

Page 19: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

19

f. Mendorong pelaksanaan

Perencanaan dilakukan agar suatu organisasi dapat memperoleh kemajuan

secara sistematis dalam mencapai hasil yang diinginkan melalui inisiatif

sendiri. Disamping hal tersebut dalam suatu perencanaan diperlukan suatu

kebijaksanaan dalam mengambil keputusan. Dengan demikian untuk

mengetahui data yang perlu dikumpulkan, memerlukan tujuan yang hendak

dicapai terlebih dahulu, sedangkan untuk mencapai suatu tujuan (objectives)

diperlukan suatu pemikiran (thought) yang khusus. Oleh karena itu

perencanaan (planning) merupakan suatu mata rantai yang esensial antara

pemikiran (thought) dan pelaksanaan (action).

Salah satu bagian atau kegiatan dalam perencanaan adalah menentukan

strategi yang akan digunakan. Strategi merupakan alat untuk mencapai tujuan.

Dalam perkembangannya konsep mengenai strategi terus berkembang, hal

tersebut ditunjukkan oleh adanya perbedaan konsep mengengai strategi selama 30

tahun terakhir. Chandler (1962) merumuskan strategi sebagai alat untuk mencapai

tujuan perusahaan dalam kaitannya dengan tujuan jangka panjang, program tindak

lanjut, serta prioritas alokasi sumber daya. Markus (1984) mendefinisikan strategi

sebagai suatu proses penentuan rencana para pemimpin puncak yang berfokus

pada tujuan jangka panjang organisasi, disertai penyusunan suatu cara atau upaya

bagaimana agar tujuan tersebut dapat dicapai. Argyris dkk. (1985) menyatakan

bahwa strategi merupakan respon secara terus menerus maupun adaptif terhadap

peluang dan ancaman eksternal serta kekuatan dan kelemahan internal yang dapat

memengaruhi organisasi. Hamel dan Prahalad (1995) mendefinisikan strategi

Page 20: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

20

sebagai tindakan yang bersifat incremental (senantiasa meningkat) dan terus

menerus, serta dilakukan berdasarkan sudut pandang tentang apa yang diharapkan

oleh pelanggan di masa depan dan hampir selalu dimulai dari apa yang dapat

terjadi dan bukan dimulai dari apa yang terjadi. Sedangkan Halim mengartikan

strategi sebagai suatu cara dimana organisasi atau lembaga akan mencapai

tujuannya sesuai dengan peluang-peluang dan ancaman-ancaman lingkungan

eksternal yang dihadapi serta sumber daya dan kemampuan internal.

Jadi apabila disimpulkan dari beberapa definisi diatas maka strategi

dapat didefinisikan sebagai suatu tindakan yang dilakukan terus menerus oleh

suatu lembaga atau organisasi untuk mencapai tujuan tertentu berdasarkan

peluang-peluang dan ancaman-ancaman lingkungan eksternal yang dihadapi serta

sumber daya dan kemampuan internal yang dimiliki. Strategi hampir selalu

dimulai dari apa yang dapat terjadi dan bukan dimulai dari apa yang terjadi.

Menurut Umar (2005) pada prinsipnya strategi dapat dikelompokkan

berdasarkan tiga level atau tingkatan strategi sebagai berikut.

a. Strategi Korporasi atau Strategi Perusahaan

Strategi korporasi atau strategi perusahaan adalah strategi yang

menggambarkan arah perusahaan atau organisasi secara keseluruhan,

mengenai sikap perusahaan terhadap arah pertumbuhan dan manajemen

berbagai bisnis dan lini produk maupun jasa untuk mencapai keseimbangan

portofolio.

b. Strategi Bisnis atau Strategi Bersaing

Page 21: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

21

Strategi bisnis atau strategi bersaing biasanya dikembangkan pada level divisi

dan menekankan pada perbaikan posisi persaingan produk barang atau jasa

perusahaan atau organisasi dalam industri khusus atau segmen pasar yang

dilayani oleh divisi tersebut.

c. Strategi Fungsional

Strategi fungsional adalah strategi yang menekankan pada pemaksimalan

sumber daya produktivitas, strategi fungsional dikembangkan untuk

mengumpulkan bersama-sama berbagai aktivitas dan kompetensi guna

memperbaiki kinerja perusahaan atau organisasi.

Gambar 2.1 menunjukkan bagaimana tiga level atau tingkatan strategi

membentuk lingkungan eksternal dari level berikutnya pada suatu perusahaan atau

organisasi.

Gambar 2.1.

Tingkatan Strategi (Umar, 2005)

Kantor PusatPerusahaan

Unit BisnisStrategis

Unit BisnisStrategis

Unit BisnisStrategis

Produksi Keuangan Pemasaran SDM

StrategiPerusahaan

Strategi Bisnis(Level Divisi)

StrategiFungsional

Page 22: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

22

Menurut Hunger dan Wheelen (2003) proses manajemen strategis

meliputi empat elemen dasar sebagai berikut.

a. Pengamatan Lingkungan (Environmental Scanning).

Pengamatan dilakukan terhadap lingkungan eksternal untuk melihat

kesempatan dan ancaman, serta lingkungan internal untuk melihat kekuatan

dan kelemahan. Faktor-faktor yang paling penting untuk masa depan

perusahaan disebut faktor-faktor strategis.

b. Perumusan Strategi.

Perumusan strategi adalah pengembangan rencana jangka panjang untuk

manajemen yang efektif dari peluang dan ancaman lingkungan yang dilihat

dari kekuatan dan kelemahan perusahaan. Perumusan strategi meliputi

penentuan misi perusahaan, tujuan yang akan dicapai, pengembangan strategi

dan menetapkan pedoman kebijakan.

c. Implementasi Strategi

Implementasi strategi adalah proses dimana manajemen mewujudkan strategi

dan kebijakannya dalam tindakan melalui pengembangan program, anggaran

dan prosedur. Proses tersebut meliputi perubahan budaya secara menyeluruh,

struktur dan atau sistem manajemen dari organisasi secara keseluruhan.

d. Evaluasi dan pengendalian

Evaluasi dan pengendalian adalah proses monitor dan perbandingan kinerja

antara kinerja yang sesungguhnya dengan kinerja yang diinginkan. Informasi

hasil perbandingan tersebut dapat digunakan dalam melakukan tindakan

perbaikan dan memecahkan masalah, selain itu evaluasi dan pengendalian

Page 23: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

23

juga dapat menunjukkan secara tepat kelemahan-kelemahan dalam

implementasi strategi sebelumnya dan mendorong perbaikan strategi.

Alur proses manajemen strategis akan ditampilkan pada Gambar 2.2

berikut.

Gambar 2.2.

Proses Manajemen Strategis (Hunger dan Wheelen, 2003)

Dalam strategi pengelolaan potensi ekowisata di Subak Jatiluwih, teori

perencanaan digunakan untuk merencanakan pengelolaan potensi ekowisata agar

dapat bermanfaat bukan saja pada bidang sosial dan ekonomi namun juga

terhadap pelestarian lingkungan di Subak Jatiluwih. Langkah pertama untuk

merencanakan strategi pengelolaan dimulai dengan pengamatan lingkungan baik

lingkungan internal dan eksternal, lingkungan internal tediri dari kekukan dan

kelemahan serta potensi-potensi yang ada di Subak Jatiluwih, sedangkan

lingkungan eksternal terdiri dari peluang dan ancaman yang dapat memperngaruhi

ImplementasiStrategi

Anggaran

Program

Prosedur

PerumusanStrategi

Strategi &Kebijakan

Misi

Tujuan

PengamatanLingkungan

Eksternaldan Internal

Evaluasi &pengendalian

Kinerja

Umpan Balik

Page 24: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

24

kondisi di Subak Jatiluwih. Langkah kedua adalah perumusan strategi. Hal

tersebut dilakukan dengan menentukan misi, tujuan dan strategi atau kebijakan

yang akan diterapkan dalam pengelolaan potensi ekowsaita di Subak Jatiluwih.

Langkah ketiga adalah mengimplementasikan strategi atau kebijakan tersebut

melalui program dan anggaran. Langkah terakhir adalah evaluasi dan

pengendalian atas strategi atau kebijakan yang diimplementasikan. Hal tersebut

dilakukan perbandingan kinerja dalam mengelola potensi ekowisata di Subak

Jatiluwih antara kinerja yang sesungguhnya dengan kinerja yang diinginkan,

selain hal tersebut proses evaluasi juga memperbaiki kelemahan-kelemahan dalam

implementasi strategi pengelolaan potensi ekowisata sebelumnya dan mendorong

perbaikan strategi sehingga sesuai dengan visi dan tujuan yang ditetapkan.

2.3.2.Teori Pengelolaan

Istilah pengelolaan erat hubungannya dengan manajemen. Manajemen

merupakan bentuk terjemahan dari kata management yang berasal dari bahasa

Inggris yang apabila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia berarti

pengelolaan. Tery (dalam Burhanudin, 2009) menyatakan bahwa manajemen

meliputi empat proses yaitu Planning atau perencanaan, Organizing atau

pengorganisasian, Actuating atau pelaksanaan dan Controlling atau pengendalian.

Sedangkan menurut Undang Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007

tentang Penataan Ruang, pengelolaan diartikan sebagai suatu proses perencanaan,

pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan secara berkelanjutan.

Page 25: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

25

Pengelolaan juga berarti suatu rangkaian pekerjaan atau usaha yang

dilakukan oleh sekelompok orang untuk melakukan serangkaian kerja dalam

mencapai tujuan tertentu. Secara umum pengelolaan dapat juga diartikan sebagai

upaya strategis untuk pencapaian tujuan, rumusan mekanisme kerja, rangkaian

kebijakan yang perlu diambil atau dilakukan untuk mengembangkan organisasi.

Menurut Wardoyo (dalam Suryawan, 2012) pengelolaan adalah suatu rangkaian

kegiatan yang berintikan perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan

pengawasan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Dari

penjelasan beberapa definisi pengelolaan dapat disimpulkan bahwa pengelolaan

adalah serangkaian kebijakan yang diambil atau dilakukan yang memuat

mekanisme perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan dengan

memanfaatkan semua sumber daya yang ada untuk menghasilkan tujuan tertentu

yang sudah ditetapkan. Unsur-unsur pengelolaan menurut Tery (dalam

Burhanudin, 2009) adalah:

a. Perencanaan (Planning)

Perencanaan merupakan perhitungan dan penentuan tentang apa yang akan

dijalankan dalam rangka mencapai tujuan tertentu, dimana hal tersebut

menyangkut tempat, oleh siapa atau siapa yang melaksanakan dan bagaimana

tata cara mencapai hal tersebut. Perencanaan merupakan suatu proses yang

dilakukan terus menerus setiap kali timbul sesuatu yang baru, untuk

mempersiapkan serangkaian keputusan dalam melakukan tindakan untuk

mencapai tujuan dalam organisasi, dengan atau tanpa menggunakan sumber-

sumber yang ada. Sebuah perencanaan yang baik adalah yang dilakukan

Page 26: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

26

secara rasional, sistematis dan analitis serta dapat dilaksanakan dan menjadi

panduan langkah-langkah selanjutnya.

b. Pengorganisasian (Organizing)

Dalam suatu organisasi diperlukan adanya kerjasama antara dua orang atau

lebih untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien. Organisasi merupakan

suatu proses untuk merancang struktur formal, pengelompokan dan mengatur

serta membagi tugas-tugas atau pekerjaan diantara para anggota organisasi

agar tujuan organisasi dapat tercapai. Untuk mencapai tujuan dalam

organisasi orang-orang yang dipilih harus memiliki kemampuan dan

kompetensi dalam melakukan tugas atau posisi tertentu. Oleh karena itu perlu

dalam pengorganisasian yang perlu diperhatikan adalah proses perekrutan,

penempatan, pemberian pelatihan dan pengembangan anggota-anggota dalam

sebuah organisasi.

c. Pelaksanaan atau Pengarahan (Actuating)

Pelaksanaan atau pengarahan adalah keinginan untuk membuat orang lain

mengikuti keinginan yang telah ditentukan dengan menggunakan kekuatan

pribadi atau kekuasaan secara efektif demi kepentingan jangka panjang

perusahaan, termasuk didalamnya memberitahukan kepada orang apa yang

harus dilakukan dengan tujuan agar tugas-tugas yang dilaksanakan dapat

terlaksana dengan baik. Pelaksanaan atau pengarahan juga berarti bahwa

pimpinan atau manajer mengarahkan, memimpin dan mempengaruhi

bawahanya untuk mencapai tujuan organisasi. Manajer atau pimpinan tidak

melakukan semua kegiatan sendiri melainkan menyelesaikan tugas-tugas

Page 27: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

27

esensial melalui orang-orang lain, dan menciptakan iklim yang dapat

membantu para bawahan melakukan pekerjaan dengan baik. Fungsi

pengarahan dan pelaksanaan adalah untuk meningkatkan efektifitas dan

efesiensi kerja secara maksimal serta menciptaan lingkungan kerja yang

sehat, dinamis untuk mencapai tujuan dari sebuah organisasi.

d. Pengendalian (Controlling)

Pengawasan adalah kegiatan membandingkan atau mengukur kegiatan yang

sedang atau sudah dilakukan dengan kriteria, norma-norma standar atau

rencana-rencana yang sudah ditetapkan sebelumnya. Pengawasan merupakan

bagian terakhir dari fungsi manajemen yang dilaksanakan untuk mengetahui

apakah semua kegiatan telah dapat dilaksanakan dan berjalan sesuai rencana,

apa hambatan dalam pelaksanaan, serta untuk meningatkan efesiensi dan

efektifitas organisasi.

Dengan demikian, perencanaan merupakan proses awal dari suatu

kegiatan pengelolaan yang keberadaanya sangat diperlukan dalam memberikan

arah dan patokan dalam suatu kegiatan. Pengorganisasian berkaitan dengan

penyatuan seluruh sumber daya yang ada untuk bersinergi dalam mempersiapkan

pelaksanaan kegiatan. Tahap selanjutnya adalah pengarahan dan pelaksanaan

kegiatan yang selalu berpedoman pada perencanaan yang telah ditetapkan. Tahap

terakhir adalah pengawasan yang meliputi kegiatan monitoring dan evaluasi untuk

memperbaiki program kegiatan berikutnya sehingga tujuan yang telah

direncanakan tercapai dengan baik.

Page 28: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

28

2.3.3.Lingkungan

Lingkungan adalah suatu sistem komplek yang berada di luar individu

yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan suatu organisme. Setiap

organisme hidup dalam lingkungannya masing-masing. Faktor-faktor yang ada

dalam lingkungan selain berinteraksi dengan organisme juga berinteraksi dengan

sesama faktor tersebut, sehingga sulit untuk memisahkan dan mengubahnya tanpa

mempengaruhi bagian lain dari lingkungan tersebut. Oleh karena itu, untuk dapat

memahami faktor-faktor lingkungan digolongkan menjadi dua kategori yaitu

(Irwan, 2012):

a. Lingkungan Abiotik

Lingkungan abiotik adalah unsur lingkungan yang terdiri dari benda-benda

tidak hidup seperti suhu, udara, cahaya, atmosfer, tanah, air, api, iklim dan

lain sebagainya.

b. Lingkungan Biotik

Lingkungan Biotik adalah unsur lingkungan yang terdiri dari mahluk hidup

seperti manusia, hewan, tumbuhan, mikroba dan lain sebagainya.

Menurut Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan

Lingkungan Hidup, lingkungan hidup didefinisikan sebagai kesatuan ruang

dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhuk hidup, termasuk manusia, dan

perilakunya, yang memengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan

manusia dan makhluk hidup lain. Menurut Otto Soemarwoto (dalam Wesnawa,

2005) mendefinisikan lingkungan sebagai jumlah semua benda dan kondisi yang

ada di dalam ruang yang kita tempati yang mempengaruhi kehidupan kita, oleh

Page 29: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

29

karena itu lingkungan harus diartikan secara luas yaitu tidak saja lingkungan fisik

dan biologi namun juga lingkungan ekonomi, sosial dan budaya. Dari beberapa

definisi lingkungan tersebut dapat ditarik suatu benang merah bahwa lingkungan

terdiri dari lingkungan fisik (Abiotik/A), lingkungan biotik (B) serta lingkungan

sosial dan budaya (C).

Keadaan lingkungan dan ketiga komponennya saling terikat dan saling

mempengaruhi. Sebagai contoh keberadaan tanaman bunga di Bali didukung oleh

budaya masyarakat Bali yang memerlukan berbagai jenis bunga untuk kebutuhan

sesaji, sehingga komponen sosial dan budaya secara tidak langsung mendukung

peningkatan keanekaragaman hayati (komponen B). Suarna (2007)

menghubungkan lingkungan yang berkearifan lokal dengan etika lingkungan.

Etika lingkungan adalah sebagai landasan dasar dari pengelolaan lingkungan yang

berkearifan lokal. Kearifan lokal adalah sesuatu yang telah dilakukan secara

turun-temurun dalam suatu kawasan tertentu, dan hal itu telah dianggap baik dan

telah teruji oleh waktu, yang menyebabkan terjadinya keberlanjutan. Sementara

itu, etika adalah ketentuan tentang apa yang boleh dan tak boleh dilakukan oleh

seseorang dalam suatu kawasan tertentu, sehingga memungkinkan terjadinya

keberlanjutan. Gambar 2.3 akan menjelaskan hubungan antara unsur-unsur

lingkungan seperti unsur abiotik (A), biotik (B), dan budaya atau Culture (C),

yang saling saling berkaitan dengan berlandaskan pada etika lingkungan (E).

Page 30: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

30

Gambar 2.3.

Etika Lingkungan Sebagai Dasar Pengelolaan Lingkungan Berkearifan Lokal

(Suarna, 2007)

2.3.4.Ekowisata

Ekowisata atau ecotourism berasal dari dua kata yaitu eco atau ecology

yang dalam bahasa Indonesia berarti ekologis dan kata tourism yang berarti wisata

atau perjalanan. Ekowisata adalah adalah suatu bentuk pariwisata berbasis alam.

The International Ecotourism Society (TIES) yang sebelumnya dikenal sebagai

The Ecotourism Society (TES) pada tahun 1991 mengartikan ekowisata sebagai

perjalanan yang bertanggung jawab ke daerah alami yang melestarikan

lingkungan dan menopang kesejahteraan masyarakat lokal. World Conservation

Union pada 1996 menyatakan pengertian ekowisata sebagai perjalanan yang

bertanggung jawab terhadap lingkungan dan kunjungan ke daerah alami untuk

menikmati dan menghargai alam (dan semua fitur budaya yang ada baik dulu dan

sekarang) mempromosikan konservasi, memiliki dampak negatif rendah dari

kedatangan pengunjung, dan menyediakan keterlibatan sosial ekonomi yang

menguntungkan masyarakat setempat

A

B C

E

Page 31: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

31

Zifer (1989) menyatakan bahwa ekowisata adalah “a form of tourism

inpsired by the natural history of an area, including its indigeniouse cultures, the

ecototist visit underdeveloped areas in the spirit of the appreciation, participation

and sesitivity”. Namun, pada hakekatnva, pengertian ekowisata adalah suatu

bentuk wisata yang bertanggungjawab terhadap kelestarian alam (natural area),

memberi manfaat secara ekonomi dan mempertahankan keutuhan budaya bagi

masyarakat setempat.

Sejak tahun 1990 oleh LSM, ahli pembangunan dan akademisi

ekowisata diformulasikan sebagai alat pembangunan berkelanjutan, karena

ekowisata mengacu pada seperangkat komponen dan prinsip dan untuk segmen

pasar tertentu. Wood (2002) menjabarkan komponen ekowisata adalah sebagai

berikut.

a. Berkontribusi untuk konservasi keanekaragaman hayati.

b. Menopang kesejahteraan masyarakat setempat.

c. Menambah pengalaman belajar.

d. Melibatkan tindakan yang bertanggung jawab dari pihak wisatawan dan

industri pariwisata.

e. Diberikan kepada kelompok usaha kecil.

f. Penggunaan sumber daya tak terbarukan serendah mungkin.

g. Menekankan partisipasi masyarakat setempat baik kepemilikan maupun

peluang bisnis, terutama bagi masyarakat pedesaan.

Prinsip-prinsip ekowisata menurut Wood (2002) adalah sebagai berikut.

a. Meminimalkan dampak negatif terhadap alam dan budaya setempat.

Page 32: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

32

b. Mendidik wisatawan pentingnya konservasi.

c. Menekankan pentingnya bisnis yang bertanggung jawab, bekerja sama

dengan pemerintah daerah dan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan

setempat dan memberikan manfaat konservasi.

d. Sumber pendapatan langsung untuk konservasi dan pengelolaan kawasan

alam.

e. Menekankan perlunya zonasi pariwisata regional dan rencana pengelolaan

pengunjung untuk salah satu daerah atau kawasan alam yang dijadwalkan

untuk menjadi tujuan ekowisata.

f. Menekankan penggunaan studi dasar lingkungan dan sosial, serta program

pemantauan jangka panjang, untuk menilai dan mengurangi dampak negatip.

g. Memaksimalkan manfaat ekonomi, bisnis dan masyarakat setempat yang

tinggal di daerah sekitar.

h. Memastikan bahwa pengembangan pariwisata tidak melebihi batas sosial dan

lingkungan yang dapat diterima yang ditentukan para peneliti dengan

penduduk setempat.

i. Bergantung pada infrastruktur yang dikembangkan selaras dengan

lingkungan, meminimalkan penggunaan bahan bakar fosil, melestarikan

tanaman lokal dan satwa liar, dan pencampuran dengan lingkungan alam dan

budaya.

Ekowisata merupakan bagian dari komponen pariwisata berkelanjutan.

Gambar 2.4 memberikan gambaran posisi dari ekowisata dalam proses

pengembangan bentuk-bentuk pariwisata berkelanjutan. Gambar 2.4 juga

Page 33: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

33

memberikan gambaran bahwa ekowisata pada dasarnya merupakan bagian utama

dari wisata alam yang berkelanjutan, dan merupakan elemen dari wisata desa dan

wisata budaya.

Gambar 2.4.

Ekowisata sebagai suatu konsep pembangunan berkelanjutan (Wood, 2002)

Pada saat ini ekowisata telah berkembang, wisata tidak hanya sekedar

untuk melakukan pengamatan burung, mengendarai kuda, menelusuri hutan

belantara, namun telah terkait dengan konsep pelestarian hutan dan penduduk

lokal. Ekowisata ini kemudian merupakan suatu perpaduan dari berbagai minat

yang tumbuh dari keprihatinan terhadap lingkungan, ekonomi dan sosial.

Ekowisata tidak dapat dipisahkan dengan konservasi, oleh karena itu ekowisata

disebut sebagai perjalanan wisata yang bertanggung jawab.

Ekowisata merupakan suatu bentuk wisata yang sangat erat dengan

prinsip konservasi, bahkan dalam strategi pengembangan ekowisata juga

Page 34: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

34

menggunakan strategi konservasi, dengan demikian ekowisata sangat tepat dalam

mempertahankan keutuhan dan keaslian ekosistem di areal yang masih alami.

Bahkan dengan ekowisata pelestarian alam juga dapat ditingkatkan kualitasnya

karena desakan dan tuntutan dari para eco-traveler. Dalam ekowisata pengelolaan

alam dan budaya masyarakat yang menjamin kelestarian dan kesejahteraan,

sementara konservasi merupakan upaya menjaga kelangsungan pemanfaatan

sumber daya alam untuk masa sekarang dan masa yang akan datang, hal tersebut

sejalan dengan definisi yang dinyatakan oleh The International Union for

Conservation of Nature and Natural Resources (1980), bahwa konservasi adalah

usaha manusia untuk memanfaatkan biosphere dengan berusaha memberikan hasil

yang besar dan lestari untuk generasi kini dan mendatang.

2.3.5.Potensi Ekowisata

Ekowisata saat ini menjadi salah satu pilihan untuk mempromosikan

suatu lingkungan yang khas dengan tetap menjaga kelestarianya, sekaligus

menjadi suatu kawasan kunjungan wisata sehinga dapat memberikan manfaat

ekonomi bagi masyarakat sekitar. Potensi ekowisata adalah semua obyek baik

alam, budaya dan buatan yang memerlukan banyak penanganan agar dapat

memberikan nilai daya tarik bagi wisatawan (Damanik dan Weber, 2006).

Dengan berlakunya Undang Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang

Kepariwisataan, istilah obyek wisata diganti menjadi daya tarik wisata yang

mengandung pengertian segala sesuatu keunikan, keindahan dan nilai berupa

Page 35: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

35

keanekaragaman kekayaan alam, budaya dan hasil buatan manusia yang menjai

sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan.

Dari definisi potensi ekowisata sebelumnya dapat disimpulkan bahwa

potensi ekowisata kelangsungan hidupnya sangat peka terhadap kerusakan

lingkungan. Potensi ekowisata tidak akan berkembang dengan baik tanpa adanya

lingkungan yang baik. Pengembangan potensi ekowisata harus memperhatikan

terjaganya mutu lingkungan, sebab dalam mengembangkan ekowisata lingkungan

dan keunikan budaya itulah yang sebenarnya dijual.

Potensi ekowisata berhubungan erat dengan penawaran wisata, menurut

Damanik dan Weber (2006) terdapat empat elemen penawaran wisata yaitu atraksi

yang dapat diartikan sebagai daya tarik wisata baik yang bersifat nampak

(tangible) maupun yang tidak nampak (intangible) yang memberikan kenikmatan

kepada wisatawan. Atraksi dapat dibagi menjadi atraksi alam, budaya dan buatan.

Aksesibilitas mencakup keseluruhan infrastruktur transportasi yang

menghubungkan wisatawan dari, ke dan selama di daerah tujuan wisata, mulai

dari darat, laut sampai udara, dan tidak hanya menyangkut aspek kuantitas namun

juga mutu, ketepatan waktu, kenyamanan dan keselamatan. Amenitas adalah

infrastruktur yang tidak berkaitan langsung dengan pariwisata, namun menjadi

bagian dari kebutuhan wisatawan seperti bank, penukaran uang, telekomunikasi,

dan persewaan kendaraan. Ancillary adalah lembaga pariwisata. Wisatawan akan

semakin sering mengunjungi dan mencari Daerah Tujuan Wisata (DTW) apabila

di daerah tersebut wisatawan dapat merasakan keamanan dan terlindungi untuk

Page 36: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

36

melaporkan maupun mengajukan kritik dan saran kepada lembaga yang

menangani pariwisata di suatu DTW.

Potensi kawasan ekowisata di Indonesia sangat besar. Daya tarik

tersebut tersebar di darat baik dalam kawasan hutan konservasi maupun di laut

(dalam bentuk taman nasional laut). Kajian atas sembilan kawasan konservasi di

Indonesia, dilakukan oleh Dirjen Perlindungan dan Konservasi Alam,

Departemen Kehutanan bekerjasama dengan Japan International Cooperation

Agency (JICA) dan RAKATA pada tahun 2000, memperlihatkan tidak saja

keunikan tetapi juga keragaman objek merupakan potensi besar pengembangan

ekowisata. Hampir semua daya tarik wisata (DTW) tersebut sudah beroperasi dan

banyak menarik wisatawan (Damanik dan Weber, 2006).

Keanekaragaman DTW menjadi salah satu keunggulan komparatif

produk pariwisata di pasar internasional namun demikian harus diakui bahwa

DTW tersebut secara faktual belum mampu memenuhi standar produk yang

dapat dijual di pasar. Banyak DTW yang hanya menawarkan objek apa

adanya, dalam arti hampir tanpa kemasan dan juga tanpa target pasar yang

jelas. Keragaman DTW tersebut hanya memberikan keuntungan optimal apabila

dikembangkan berdasarkan hasil-hasil perencanaan yang terukur.

2.3.6.Subak

Pengertian subak secara normatif dapat ditemui pada Peraturan Daerah

Nomor 2 Tahun 1972 tentang Sistem Irigasi. Dalam Perda tersebut subak

didefinisikan sebagai suatu masyarakat hukum adat yang memiliki karakteristik

Page 37: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

37

sosio-agraris-religius yang merupakan perkumpulan petani yang mengeola air

irigasi pada lahan persawahan. Pengertian subak pada perda tersebut terlihat

terlalu bersifat umum, sehingga tidak mampu lagi menjawab perkembangan sosial

yang melibatkan subak seperti semakin meningkatnya jumlah subak seiring

dengan kebijakan Pemerintah Provinsi Bali yang memberikan hibah setiap tahun

kepada semua subak yang ada di Bali yang menyebabkan peningkatan jumlah

subak tiap tahunnya.

Windia dan Wiguna (2013) mendefinisikan subak sebagai suatu

organisasi petani pengelola air irigasi yang memiliki kawasan sawah, sumber air,

pura subak dan bersifat otonom. Dari definisi subak tersebut dapat ditarik

kesimpulan bahwa subak memiliki batasan-batasan yaitu memiliki area

persawahan, memiliki sumber air irigasi baik dari mata air, dam, empelan,

bangunan pembagi air atau temuku. Memiliki Pura Subak baik berupa bedugul

atau ulunsui dan bersifat otonom. Dengan pengertian subak tersebut menjadikan

luas subak di Bali sangat bervariasi, ada subak yang luasnya hanya tiga hektar

atau bahkan hingga 300 hektar. Hal tersebut memang sudah terjadi sejak jaman

dulu kala. Semua sawah yang ada di Bali pasti tergabung ke dalam subak tertentu,

selain luasnya yang bervariasi, struktur pengurus, jumlah anggota, peraturan

(awig-awig) dan iuran anggotanya juga sangat bervariasi. Hal tersebut

menyebabkan lembaga subak di Bali bersifat spesifik lokal, fleksibel dan otonom,

hal tersebut dapat disebut sebagai salah satu kekuatan subak di Bali. Sketsa dari

sistem subak yang ada di Bali seperti pada Gambar 2.5.

Page 38: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

38

Gambar 2.5.

Sketsa Sistem Subak di Bali (Windia dan Wiguna, 2013)

Selanjutnya Pusposutardjo dan Arif (dalam Windia dan Wiguna, 2013)

meninjau subak sebagai sistem teknologi dari suatu sosio kultural masyarakat

yang menyimpulkan bahwa sistem irigasi termasuk subak merupakan suatu proses

transformasi sistem kultural masyarakat yang pada dasarnya memiliki tiga sub

sistem yaitu, sub sistem budaya (termasuk pola pikir, norma dan nilai), sub sistem

sosial (termasuk ekonomi), dan sub sistem kebendaan (termasuk teknologi).

Kekuatan sistem irigasi yang berlandaskan sosio kultural masyarakat adalah

karena kemampuannya untuk menyerap teknologi yang berkembang pada kurun

waktu tertentu, dan kemampuan untuk beradaptasi dengan perkembangan budaya

yang ada di lingkungan sekitar. Di samping beberapa kekuatan tersebut, sistem

irigasi yang bersifat sosio kultural juga memiliki beberapa kelemahan antara lain

tidak sanggup menahan intervensi dari pihak luar, khususnya yang berkaitan

dengan alih fungsi lahan yang sangat cepat, apabila jumlah sawah menjadi sedikit

Page 39: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

39

maka pengelolaan subak akan semakin sulit yang pada akhirnya akan

menghancurkan sistem subak itu sendiri.

2.4 Model Penelitian

Status Subak Jatiluwih sebagai bagian dari Kawasan Catur Angga

Batukaru penerima nominasi warisan budaya dunia dari UNESCO dan dalam

Peraturan Daerah RTRW Provinsi Bali merupakan kawasan strategis dari sudut

pandang sosial budaya, oleh karena itu dalam pengembangan Subak Jatiluwih agar

dapat memberikan manfaat sosial, ekonomi bagi masyarakat sekitar serta

pelestarian lingkungan. Hal tersebut dapat dilakukan dengan mengembangkan

kegiatan ekowisata di Subak Jatiluwih. Pengembangan Subak Jatiluwih sebagai

daerah ekowisata perlu diketahui potensi dan kendala pengelolaan lingkungan

ekowisata yang ada di Subak Jatiluwih, bagaimana gambaran pengelolaan potensi

lingkungan ekowisata yang ada di masa sekarang dan bagaimana strategi

pengelolaannya di masa depan. Permasalahan tersebut dijawab dengan melakukan

analisis menggunakan beberapa teori seperti teori strategi, teori pengelolaan, teori

potensi, lingkungan dan teori ekowisata serta beberapa konsep yang digunakan

seperti konsep potensi ekowisata, konsep pengelolaan lingkungan ekowisata dan

konsep strategi pengelolaan, sehingga dihasilkan potensi dan kendala pengelolaan

lingkungan ekowisata di Subak Jatiluwih, gambaran pengelolaan lingkungan di

Subak Jatiluwih pada masa sekarang dan strategi pengelolaan lingkungan di Subak

Jatiluwih di masa yang akan datang. Strategi pengelolaan yang sudah ditentukan

tersebut kemudian dianalisis kembali untuk merumuskan strategi yang paling baik

Page 40: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

40

atau menentukan skala prioritas atau rangking dari strategi-strategi yang akan

diimplementasikan dalam pengelolaan lingkungan ekowisata Subak Jatiluwih.

Tiap-tiap strategi yang telah ditentukan kemudian dijabarkan dalam bentuk

beberapa program kerja yang mencermikan strategi tersebut. Proses penjabaran

program-program kerja lebih mengacu kepada interpretasi dari strategi utama.

Model dari penelitian ini akan ditampilkan pada Gambar 2.6.

Gambar 2.6.

Model Penelitian

Lingkungan Subak Jatiluwih1. Status sebagai Warisan Budaya Dunia Dari UNESCO.2. Meningkatnya kunjungan wisatawan3. Meningkatnya pembangunan dan pengembangan pariwisata.4. Laju kerusakan lingkungan akibat pembangunan dan

pengembangan pariwisata diperkirakan akan meningkat.5. Pengelolalaannya belum maksimal.6. Merupakan kawasan strategis dari sudut sosial budaya

Teori EkowisataTeori Potensi

Teori PerencanaanTeori Pengelolaan

Teori Lingkungan

Apa potensi dan kendalapengelolaan lingkunganekowisata di Subak Jatiluwih?

Bagaimana pengelolaanlingkungan ekowisata di SubakJatiluwih pada saat ini?

Bagaimana strategipengelolaan lingkunganekowisata di Subak Jatiluwihdi masa mendatang?

Page 41: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

41

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini secara detail memaparkan keadaan dan kondisi yang

berhubungan dengan pengelolaan lingkungan ekowisata di Subak Jatiluwih.

Lingkungan tersebut meliputi kondisi fisik (abiotik), kondisi flora dan fauna

(biotik) kondisi sosial, kondisi ekonomi masyarakat (culture) dan pengelolaan

lingkungan ekowisata pada saat ini, disertai dengan data-data dan fakta yang

berhubungan dengan hal tersebut, untuk dapat menggali potensi lingkungan

ekowisata yang ada. Setelah mendapatkan potensi lingkungan ekowisata, data

tersebut digabungkan dengan peraturan atau kebijakan yang ada dan status Subak

Jatiluwih sebagai warisan budaya dunia untuk mendapatkan strategi pengelolaan

potensi lingkungan ekowisata di Subak Jatiluwih di masa depan.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

kualitatif. Penelitian ini termasuk penelitian eksploratif (Explorative research).

Hal tersebut dapat dilihat dari tujuan dari penelitian ini, dimana penelitian ini

bertujuan untuk mengekplorasi potensi lingkungan ekowisata dan merumuskan

strategi pengelolaan lingkungan ekowisata di Subak Jatiluwih. Dengan demikian

dapat menjawab tantangan bagaimana pariwisata dapat berkontribusi secara nyata

terhadap kelestarian lingkungan dan dapat bermanfaat bagi masyarakat sekitar.

Page 42: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

42

3.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Subak Jatiluwih, Kecamatan Penebel

Kabupaten Tabanan. Subak Jatiluwih berjarak tempuh kurang lebih 30 menit dari

kota Kecamatan atau sekitar 14 km dan berjarak tempuh kurang lebih 50 menit

atau sekitar 26 km memiliki dari kota kabupaten. Subak Jatiluwih dengan luas

wilayah sekitar 348 ha, seperti digambarkan pada Gambar 3.1. Pemilihan lokasi

dan waktu penelitian dilaksanakan secara sengaja atau purposive dengan

pertimbangan sebagai berikut.

a. Status Subak Jatiluwih adalah bagian dari Kawasan Catur Angga Batukaru

penerima warisan budaya dunia dari UNESCO, sehingga kelestariannya harus

dijaga agar tetap menjadi kebangaan masyarakat Bali.

b. Dalam Perda RTRW Provinsi Bali Kawasan Jatiluwih merupakan salah satu

kawasan strategis dari sudut kepentingan sosial budaya, sehingga dalam

pengembangannya harus sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

c. Adanya kunjungan wisatawan baik wisatawan domestik dan mancanegara ke

Subak Jatiluwih yang terus meningkat dari tahun ke tahun.

d. Berpotensi untuk dikembangkan menjadi Daerah Tujuan Wisata (DTW)

berbasis ekowisata.

e. Pengelolalaan lingkunganya belum maksimal sehingga belum dapat

memberikan manfaat sosial dan ekonomi bagi masyarakat sekitar.

Page 43: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

43

Gambar 3.1.

Lokasi Penelitian di Subak Jatiluwih

(Sumber Citra Google Earth dan Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Bali)

Page 44: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

44

3.3 Jenis dan Sumber Data

3.3.1.Jenis Data

Penelitian ini menggunakan dua jenis data yaitu sebagai berikut.

1. Data kualitatif, adalah data yang berbentuk uraian berupa rangkaian

kata-kata atau kalimat. Data kualitatif dalam penelitian ini antara lain

adalah data kondisi fisik, kondisi sosial, kondisi ekonomi, dan

pengelolaan serta faktor kekuatan, kelemahan dan faktor ancaman

maupun peluang di Subak Jatiluwih

2. Data kuantitatif, adalah data yang berbentuk angka yang dapat

dikuantifikasi yang umumnya berupa angka pasti, baik dengan satuan

maupun dalam bentuk ordinal. Data kuantitatif dalam penelitian ini

antara lain, luas sawah, banyaknya wisatawan, pembobotan,

perangkingan dan penilaian narasumber terhadap hal-hal yang

ditanyakan.

3.3.2.Sumber Data

Pada penelitian ini terdapat dua sumber data yaitu data primer dan data

sekunder.

1. Data primer adalah data yang diperloleh dari sumber pertama atau

secara langsung diperoleh pada tempat penelitian di Subak Jatiluwih,

baik secara lisan maupun tertulis dari informan dan narasumber. Data

tersebut meliputi hasil observasi, wawancara dengan informan baik dari

Page 45: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

45

instansi pemerinah, dan pengurus subak serta data hasil pengisian

angket.

2. Sumber sekunder adalah data yang diperoleh bukan dari pihak pertama

melainkan dari pihak-pihak tertentu terkait dengan penelitian ini. Data

tersebut dapat berupa dokumen atau arsip resmi seperti luas dan pemilik

Subak Jatiluwih serta data kunjungan wisatawan.

3.4 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat bantu yang digunakan dalam penelitian

ini baik dalam proses identifikasi, pengumpulan data, analisis data dan

pengambilan keputusan. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini antara

lain sebagai berikut.

1. Perangkat Keras

Berupa Komputer, kamera digital, dan global positioning system (GPS).

2. Perangkat Lunak, antara lain adalah:

Microsoft Excel untuk proses analisis data, dan Microsoft Word untuk

penulisan laporan.

3. Angket Pembobotan, Angket Rating Faktor, Angket Atractive Score

dan pedoman wawancara.

Angket Pembobotan dan Angket Rating Faktor digunakan untuk

menentukan bobot dan rating pada masing-masing faktor internal dan

eksternal dalam Internal Factor Analysis Summary (IFAS) dan

Exsternal Factor Analysis Summary (EFAS). Angket Attractive Score

Page 46: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

46

digunakan untuk menentukan nilai ketertarikan relatif untuk masing-

masing strategi yang dipilih pada analisis Quantitative Strategies

Planning Matrixs (QSPM). Pedoman wawancara digunakan untuk

mengetahui potensi lingkungan ekowisata dan pengelolaan lingkungan

ekowisata yang sudah dilakukan pada kondisi eksisting.

3.5 Teknik Pengumpulan Data

Secara umum metoda pengumpulan data dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut.

1. Observasi.

Obyek observasi yang digunakan adalah tempat penelitian dilakukan

yaitu di Subak Jatiluwih dengan melihat interaksi antara kegiatan-

kegiatan yang sedang dilakukan atau akan dilakukan, dan identifikasi

pelaku atau orang yang memainkan peran atau kegiatan tertentu yang

berhubungan dengan potensi lingkungan ekowisata, pengelolaan

lingkungan dan kondisi wilayah secara menyeluruh.

2. Wawancara.

Kegiatan wawancara dilakukan terhadap sejumlah narasumber dan

responden yang dianggap mempunyai komptensi di dalam penelitian ini

terutama pada pengelolaan potensi lingkungan ekowisata dan

pengelolaan yang sudah dilakukan.

3. Dokumentasi.

Page 47: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

47

Dokumentasi dilakukan untuk memperoleh data langsung tentang

kondisi di wilayah penelitian dan dokumen-dokumen yang

berhubungan dengan lingkungan ekowisata di Subak Jatiluwih baik

berupa buku, foto, dan peraturan.

3.6 Analisis Data

Teknik pengolahan data yang akan digunakan adalah dengan

menggunakan teknik induktif, yaitu dari fakta dan peristiwa yang diketahui secara

konkrit, kemudian digenerasikan ke dalam suatu kesimpulan yang bersifat umum

yang didasarkan atas fakta-fakta yang empiris tentang lokasi penelitian. Dengan

menggunakan analisis secara induktif, berarti pencarian data bukan dimaksudkan

untuk membuktikan hipotesis yang telah dirumuskan sebelum penelitian

dilakukan. Analisis data dilakukan dengan metode deskriptif kualitatif sedangkan

untuk analisis strategi pengelolaan lingkungan ekowisata dilakukan dengan

Internal Factor Analysis Summary (IFAS), Exsternal Factor Analysis Summary

(EFAS), Matrik IFAS dan EFAS, analisis Strength Weakness Opportunities

Threats (SWOT), serta Analisis Quantitative Strategies Planning Matrixs

(QSPM).

1. Analisis Deskriptif Kualitatif

Analisis ini dipergunakan untuk mengetahui potensi ekowisata di Subak

Jatiluwih, dengan menekankan pada penyimpulan induktif serta

menganalisis dinamika antar fenomena yang ada dengan menggunakan

Page 48: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

48

logika ilmiah. Terdapat dua macam analisis deskriptif yang digunakan

dalam penelitian ini yaitu:

a. Deskriptif Eksploratif

Metoda ini menekankan pada penggalian informasi secara lebih

mendalam dan terfokus pada tujuan hasil analisis yang akan

dicapai. Mekanisme kerja penggunaan metoda ini lebih mengacu

kepada proses mendeskripsikan tiap aspek kewilayahan seperti

fisik, sosial, persepsi dan aspirasi masyarakat, serta kebijakan atau

peraturan-peraturan yang memiliki keuinikan, keindahan, dan nilai

sebagai sebuah daya tarik wisata berbasis ekowisata.

b. Deskriptif Komparatif

Penggunaan analisis ini bertujuan untuk membandingkan suatu

penggambaran atau deskripsi dengan variabel tertentu seperti

membandingkan antara gambaran karakteristik Subak Jatiluwih

yang sesuai dengan kriteria kegiatan wisata berbasis lingkungan.

Pada tahap lebih lanjut analisis deskriptif komparatif digunakan

untuk mengetahui sejauh mana pencapaian pengelolaan wisata

yang telah dilakukan di Subak Jatiluwih.

2. Analisis IFAS dan EFAS

Analisis ini dilakukan dengan melihat kondisi sekarang dengan

meninjau pada faktor internal yaitu kekuatan dan kelemahan, serta

faktor eksternal yaitu peluang dan ancaman. Peluang berisikan berbagai

hal yang membuka peluang seperti kebijakan baru, perubahan kondisi

Page 49: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

49

sosial budaya, dukungan masyarakat, hal-hal yang terkait dengan

kebijaksanaan yang bersifat administratif, birokratik dan lain-lain yang

memberikan peluang bagi peningkatan kinerja dari pengelolaan

lingkungan ekowisata di Subak Jatiluwih. Ancaman berisikan berbagai

hal yang dapat mengancam pengelolaan lingkungan ekowisata di Subak

Jatiluwih, antara lain karena perubahan kondisi sosial budaya yang

kurang menguntungkan, menurunnya tingkat kesadaran masyarakat,

dukungan instansi dan lain sebagainya. Kekuatan berisikan berbagai

indikator yang menggambarkan faktor kekuatan pengelolaan

lingkungan ekowisata di Subak Jatiluwih dalam mendukung

peningkatan kinerja. Seperti status subak, tersedianya SDM yang

berkualitas, kondisi lingkungan yang baik dan mendukung, kerjasama

antar lembaga dan lain sebagainya. Kelemahan berisikan berbagai

faktor yang kurang mendukung pengelolaan lingkungan ekowisata di

Subak Jatiluwih seperti kurang tersedianya data dan informasi,

rendahnya SDM, baik jumlah maupun mutu, rendahnya komunikasi dan

kerjasama antar lembaga dan sebaginya.

a. Analisis IFAS

Internal Factor Analysis Summary (IFAS) digunakan untuk

menganalisis faktor internal (kekutan dan kelemahan) yang telah

diantisipasi kebedaraanya dengan tahapan sebagai berikut.

1. Membuat daftar faktor-faktor internal (kekuatan dan

kelemahan).

Page 50: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

50

2. Melakukan pembobotan dengan metoda berpasangan, sehingga

total bobot sama dengan satu.

3. Memberikan peringkat (rating) antara 1 sampai 4 untuk masing

masing faktor kekuatan dan kelemahan, dengan keterangan nilai

1 (sangat lemah), 2 (agak lemah), nilai 3 (cukup kuat) dan nilai

4 (sangat kuat).

4. Mengalikan antara bobot dengan peringkat (rating) dari masing-

masing faktor untuk mendapatkan skornya. Nilai total adalah

jumlah total dari masing-masing faktor. Nilai total skor dibawah

2,50 mengindikasikan lemahnya faktor internal, sedangkan nilai

total skor diatas 2,50 mengindikasikan kuatnya faktor internal.

Matriks IFAS seperti ditampilkan pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1.

Matriks Internal Factor Analysis Summary (IFAS)

Faktor-FaktorInternal Bobot Rating

BobotX

RatingKet.

KEKUATAN: Kekuatan 1 Kekuatan 2 Kekuatan 3

KELEMAHAN: Kelemahan 1 Kelemahan 2 Kelemahan 3

TOTAL 1,0

Page 51: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

51

b. Analisis EFAS

Exsternal Factor Analysis Summary (EFAS) digunakan untuk

menganalisis faktor eksternal (peluang dan ancaman) yang telah

diketahui kebedaraanya dengan tahapan sebagai berikut.

1. Membuat daftar faktor-faktor eksternal (peluang dan ancaman).

2. Melakukan pembobotan dengan metoda berpasangan, sehingga

total bobot sama dengan satu.

3. Memberikan peringkat (rating) antara 1 sampai 4 untuk masing

masing faktor peluang dan ancaman, dengan keterangan nilai 1

(sangat lemah), 2 (agak lemah), nilai 3 (cukup kuat) dan nilai 4

(sangat kuat).

4. Mengalikan antara bobot dengan peringkat (rating) dari masing-

masing faktor untuk mendapatkan skornya. Nilai total adalah

jumlah total dari masing-masing faktor. Nilai total skor dibawah

2,50 mengindikasikan lemahnya faktor eksternal, sedangkan

nilai total skor di atas 2,50 mengindikasikan kuatnya faktor

eksternal.

Matriks EFAS seperti ditampilkan pada Tabel 3.2.

Page 52: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

52

Tabel 3.2.

Matriks Exsternal Factor Analysis Summary (EFAS)

Faktor-FaktorEksternal Bobot Rating

BobotX

RatingKet.

PELUANG: Peluang 1 Peluang 2 Peluang 3ANCAMAN: Ancaman 1 Ancaman 2 Ancaman 3

TOTAL 1,0

3. Matriks IFAS EFAS

Matriks Internal Factor Analysis Summary (IFAS) dan Exsternal

Factor Analysis Summary (EFAS) diperlukan untuk memposisikan

strategi yang digunakan oleh suatu lembaga atau perusahaan. Matriks

IFAS dan EFAS terdiri dua sumbu yaitu total skor dari tabel IFAS pada

sumbu X dan total skor dari tabel EFAS pada sumbu Y. Matriks IFAS

dan EFAS terdiri dari sembilan sel seperti ditampilkan pada Tabel 3.3.

Page 53: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

53

Tabel 3.3.

Matriks Internal Factor Analysis Summary (IFAS) dan Exsternal

Factor Analysis Summary (EFAS)

IPertumbuhanKonsentrasi via

integrasi vertikal

IIPertumbuhanKonsentrasi via

integrasi horisontal

IIIPertumbuhan

Berputar

IVStabilitas

Berhenti sejenak ataulanjut dengan

VPertumbuhanKonsentrasi via

integrasi HorisontalStabilitas

Strategi Laba

VIPengurangan

Perusahaan terikatatau jual habiskewapadaan

VIIPertumbuhanDiversifikasiKonsentris

VIIIPertumbuhanDiversifikasiKonglomerat

IXPengurangan

Kebangkrutan ataulikuidasi

Sumber: Hunger dan Wheelen, 2003

Matriks IFAS EFAS menghasilkan sembilan sel dengan tiga implikasi

strategi yang berbeda (Hunger dan Wheelen, 2003), sebagai berikut.

a. Sel I, II dan V strategi yang diterapkan adalah strategi pertumbuhan

baik konsentrasi yaitu ekspansi dalam industri perusahaan yang

sekarang atau diversifikasi yaitu pertumbuhan yang diperoleh dari

luar industri yang sekarang yaitu pada sel VII dan VIII.

b. Sel IV dan V strategi yang diterapkan adalah strategi stabilitas

dengan menjaga dan mempertahankan misi dan tujuan tanpa

perubahan yang signifikan dalam arah stategis.

1,0

1,0

2,0

2,0

3,0

3,04,0

Kuat(3,0 – 4,0)

Sedang(2,0 – 2,99)

Lemah(1,0 – 1,99)

Menengah(2,0 – 2,99)

Tinggi(3,0 – 4,0)

Rendah(1,0 – 1,99)

Page 54: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

54

c. Sel III, VI dan IX strategi yang diterapkan adalah strategi

pengurangan dalam lingkup dan ukuran upaya perusahaan.

4. Analisis SWOT

Analisis Strength Weakness Opportunities Threats (SWOT) merupakan

alat (tool) yang dapat dipakai untuk menganalisis kualitatif. Rangkuti

(2013) mengatakan, Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor

secara sistematis untuk merumuskan strategi kebijakan. Analisis ini

didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (Strength)

dan peluang (Opportunities), namun secara bersamaan dapat

meminimalkan kelemahan (Weakness) dan ancaman (Threats).

Dalam upaya mewujudkan pengelolaan lingkungan ekowisata di Subak

Jatiluwih terdapat empat hal yang dapat digunakan untuk merencanakan

pengembangan ekowisata tersebut, antara lain sebagai berikut.

a. Strategi yang meningkatkan indikator kekuatan atau Strength (S),

dengan cara memanfaatkan indikator peluang-peluang atau

Opportunities (O) yang dimilki, disebut dengan strategi S-O.

b. Strategi yang meningkatkan indikator kekuatan atau Strength (S)

untuk menimimalkan ancaman-ancaman atau Threats (T) yang

muncul, disebut dengan strategi S-T.

c. Strategi yang meminimalkan kelemahan atau Weakness (W) yang

ada dengan memanfaatkan peluang-peluang atau Opportunities (O)

yang dimiliki, disebut dengan strategi W-O.

Page 55: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

55

d. Strategi mengurangi kelemahan atau Weakness (W) yang dimilki

untuk memperkecil atau mengilangkan ancaman atau Threats (T)

yang muncul, disebut dengan strategi W-T.

Hasil akhir dari analisis SWOT tersebut menjabarkan strategi-strategi

alternatif dalam pengembangan ekowisata di Subak Jatiluwih, seperti

ditampilkan pada Tabel 3.4.

Tabel 3.4.

Matriks Strength Weakness Opportunities Threats (SWOT)

Strenghts (S)Susunan Daftar Kekuatan

Weakness (W)Susunan Daftar Kelemahan

Opportunities (O)Susunan Daftar Peluang

Strategi S-OMenggunakan kekuatan

untuk memanfaatkanpeluang

Strategi W-OMengurangi kelemahandengan memanfaatkan

peluang

Threats (T)Susunan daftar Ancaman

Strategi S-TMenggunakan kekuatan

untuk menghindariancaman

Strategi W-TMemperkecil kelemahan

untuk menghindari ancaman

5. Analisis QSPM (Quantitative Strategies Planning Matrixs)

Setelah disusun analisis SWOT dan didapatkan anternatif strategi

pilihan terhadap pengelolaan lingkungan Subak Jatiluwih berbasis

ekowisata, dilanjutkan dengan analisis QSPM (Quantitative Strategies

Planning Matrixs). Analisis QSPM adalah suatu alat atau tools yang

digunakan untuk menetapkan ketertarikan relatif dari strategi alternatif

Internal

Eksnternal

Page 56: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

56

yang telah dipilih untuk merumuskan strategi yang paling baik atau

menentukan skala prioritas untuk strategi yang akan diimplementasikan.

Adapun langkah2 dalam menyusun analisis QSPM adalah sebagai

berikut.

a. Memasukan faktor internal dan eksternal dari masing-masing

strategi ekowisata.

b. Menentukan bobot faktor internal dan eksternal dari masing-

masing strategi ekowisata.

c. Menentukan AS (Attractive Score) yang merupakan nilai yang

menunjukkan ketertarikan relatif untuk masing-masing strategi

yang dipilih. Batasan nilai yang digunakan untuk nilai AS adalah:

nilai 1 untuk strategi yang dianggap tidak menarik, nilai 2 untuk

strategi yang dianggap agak menarik, nilai 3 untuk strategi yang

dianggap menarik, dan nilai 4 untuk strategi yang dianggap sangat

menarik.

d. Menentukan nilai TAS (Total Attractive Score), yaitu dengan

mengalikan bobot faktor dengan nilai AS (Attractive Score)

masing-masing strategi ekowisata.

e. Menjumlahkan semua nilai TAS (Total Attractive Score) pada

penilaian faktor internal dan eksternal. Dari perbandingan total

nilai TAS (Total Attractive Score) antar strategi, didapat urutan

strategi yang menjadi pilihan untuk dapat diimplementasikan,

semakin tinggi nilai total TAS (Total Attractive Score) strategi

Page 57: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

57

tersebut menjadi pilihan utama atau pertama untuk

diimplementasikan, sedangkan nilai total TAS (Total Attractive

Score) terendah menjadi pilihan strategi paling akhir untuk

diimplementasikan.

Hasil akhir dari Analisis QSPM adalah mendapatkan alternatif strategi

pengelolaan yang paling baik atau urutan skala prioritas strategi

pengelolaan yang akan diimplementasikan dalam pengelolaan

lingkungan ekowisata di Desa Jatiluwih, seperti ditampilkan pada Tabel

3.5.

Tabel 3.5.

Tabel Analisis QSPM (Quantitative Strategies Planning Matrik). (Umar, 2005)

Faktor-Faktor Bobot

Strategi Alternatif

Strategi 1 Strategi 2 Strategi …

AS TAS AS TAS AS TASFaktor Internal

1. Kekuatan2. Kelemahan

TOTALFaktor eksternal

1. Peluang2. Ancaman

TOTAL

TOTAL NILAI

Page 58: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

58

BAB IV

GAMBARAN UMUM SUBAK JATILUWIH

4.1. Kondisi Lingkungan Subak Jatiluwih

Secara umum Subak Jatiluwih berada pada ketinggian antara 750–1500

mdpl, oleh karena itu kontur lahan di Kawasan Jatiluwih didominasi oleh lahan

bergelombang. Morfologi lahan di Kawasan Jatiluwih merupakan daerah

perbukitan dan pegunungan, di mana terdapat empat gunung berdekatan yaitu

Gunung Batukaru (2.276 m), Gunung Sangiyang (2.097 m), Gunung Pohen (2.055

m) dan Gunung Adeng (1.811 m).

Wilayah permukaan tanah Kawasan Jatiluwih tersusun oleh formasi

geologi yang beragam. Batuan yang lebih muda adalah tufa dan endapan lahar

Buyan-Bratan dan Batur yang terbentuk pada era kuarter. Sementara pada daerah

pegunungan terdapat batuan gunung api dari kerucut-kerucut Gunung Pohen,

Gunung Sangiyang dan Gunung Adeng. Berdasarkan formasi geologi tersebut

maka Kawasan Jatiluwih merupakan wilayah yang subur untuk pertanian karena

sebagian besar berupa endapan dari serentetan gunung api yang terletak di sisi

bagian utara memanjang dari ujung barat sampai ujung timur wilayahnya.

Kondisi klimatologi Kawasan Jatiluwih pada umumnya mengikuti

kondisi klimatologi Kabupaten Tabanan yang mempunyai iklim tropis dengan

curah hujan rata-rata cukup tinggi. Suhu rata-rata di Kawasan Jatiluwih mencapai

27ºC dengan suhu terendah 24ºC dan suhu tertinggi 30ºC. Kelembaban udara

berkisar antara 74–77% dan curah hujan tahunan rata-rata berkisar 2.155–

Page 59: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

59

3.292mm. Tipe hujan dicirikan dengan turunnya hujan bermusim yang umumnya

pada bulan Nopember sampai Mei, dan musim kemarau pada bulan April sampai

September. Berdasarkan kondisi iklim dan curah hujan tersebut masyarakat di

Kawasan Jatiluwih banyak yang mengembangkan kegiatan pada bidang pertanian

dan perkebunan.

4.2. Subak Jatiluwih

Subak Jatiluwih adalah suatu lahan persawahan yang terletak di Desa

Jatiluwih Kecamatan Penebel Kabupaten Tabanan. Secara keseluruhan luas Subak

Jatiluwih adalah 348 ha. Subak Jatiluwih terbagi atas tujuh sub subak atau tempek,

dengan panjang saluran irigasi dari sumber air hingga ke sawah tiap petani

mencapai 33.383 m (Dinas Kebudayaan Provinsi Bali). Sumber air irigasi di

Subak Jatiluwih didapat dari mata air, air terjun dan beberapa sungai yang

melintasi Subak Jatiluwih seperti Sungai Yeh Ho, Sungai Yeh Baat, Sungai

Munduk Abangan dan Sungai Yeh Pusut. Gambar 4.1 berikut menampilkan

wilayah Subak Jatiluwih.

Page 60: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

60

Gambar 4.1

Wilayah Subak Jatiluwih

(Sumber: Citra Google Earth dan Dinas Kebudayaan Provinsi Bali)

Page 61: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

61

Subak Jatiluwih dipimpin oleh seorang pekaseh yang saat ini dipimpin

oleh Nyoman Sutama dan terdiri tujuh sub subak atau tempek yang masing-

masing dipimpim oleh klian tempek. Anggota Subak Jatiluwih bukan hanya

berasal dari Desa Jatilwuih saja namun juga berasal dari berbagai desa di sekitar

Desa Jatiluwih hingga ke Kecamatan Penebel. Anggota Subak Jatiluwih atau biasa

disebut dengan krama subak dibedakan dalam tiga kelompok sebagai berikut.

1. Krama Pengayah atau anggota aktif, yaitu anggota subak yang secara aktif

terlibat dalam kegiatan-kegiatan subak seperti gotong royong, pemeliharaan,

perbaikan fasilitas subak, upacara-upacara keagamaan yang dilakukan oleh

subak, rapat subak dan lain sebagainya.

2. Krama Pengempel atau anggota pasif, yaitu anggota subak yang karena

alasan tertentu tidak terlibat secara aktif dalam kegiatan-kegiatan subak.

Sebagai gantinya anggota ini membayar dengan sejumlah beras atau uang

yang biasa disebut pengoot atau pengampel, yang besarannya disepakati

dalam rapat anggota subak menjelang musim tanam.

3. Krama Leluputan atau anggota khusus, yaitu anggota subak yang dibebaskan

dari berbagai kewajiban anggota subak, karena yang bersangkutan memegang

jabatan tertentu di dalam masyarakat seperti Pemangku suatu pura, Bendesa

Adat (pimpinan desa adat), Perbekel (Kepala Desa), Sulinggih dan lain

sebagainya.

Struktur organisasi pada Subak Jatiluwih digambarkan pada gambar 4.2

sebagai berikut.

Page 62: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

62

Gambar 4.2

Struktur Organisasi Subak Jatiluwih

(Sumber: Hasil Wawancara dengan Pekaseh Subak Jatiluwih)

4.2.1.Sub Subak Umakayu

Sub Subak atau Tempek Umakayu adalah salah satu sub Subak

Jatiluwih yang terletak di hulu, bahkan paling hulu di antara sub subak atau

tempek lainnya. Sub Subak Umakayu memiliki luas sekitar 44 ha dengan jumlah

anggota subak sebanyak kurang lebih 30 orang. Sub Subak Umakayu memiliki

sebuah bedugul dengan sumber air utama terletak di Pangkung Mekayu di

Rapat Anggota Subak(Paruman Kerama)

Pekaseh/Kelihan Subak(Nyoman Sutama)

Kelihan Tempek Umakayu(Gede Supartha)

Kelihan Tempek Kedamaian(Ketut Wita)

Kelihan Tempek Uma Duwi(Nyoman Suryanata)

Kelihan Tempek Gunung Sari(Gede Susila)

Kelihan Tempek Kesambi(I Nengah Suardana)

Penyarikan/Juru Surat(Sekretaris)

I Wayan Semara Jaya

Petengen/Juru Raksa(Bendahara)I Ketut Witra

Kelihan Tempek Telabah Gede(Nyoman Sudarma)

Kelihan Tempek Besi Kalung(Nyoman Kudus)

Page 63: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

63

kawasan hutan di bagian hulu subak, dengan debit air yang cukup besar.

Setidaknya terdapat tiga sumber air lainya yang juga mengaliri Sub Subak

Umakayu. Gambar 4.3 mengambarkan wilayah Sub Subak Umakayu.

Gambar 4.3

Wilayah Sub Subak Umakayu

(Sumber : Citra Google Earth dan Dinas Kebudayaan Provinsi Bali)

Page 64: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

64

Kondisi saluran irigasi pada Sub Subak Umakayu sebagian besar dalam

kondisi yang kurang baik, sehingga banyak air irigasi yang mengalir di saluran

irigasi tidak seluruhnya sampai ke kawasan subak. Oleh karena itu banyaknya

sumber mata air yang dimiliki Sub Subak Umakayu tidak dapat dimanfaatkan

secara maksimal, sehingga memungkinkan terjadinya kekeringan pada musim

kemarau. Pemandangan alam di Sub Subak Umakayu sangat indah sehingga

berpeluang untuk dikembangkan pada bidang pariwisata alam.

4.2.2.Sub Subak Gunung Sari

Sub Subak Gunung Sari terletak berbatasan dengan Sub Subak

Umakayu. Sub Subak Gunung Sari memiliki luas sekitar 52 ha dengan jumlah

anggota subak sebanyak kurang lebih 57 orang. Sub Subak Gunung Sari

mempunyai beberapa sumber air irigasi di antaranya adalah mata air dan Air

Terjun Suranadi. Air terjun tersebut terletak di hulu Desa Gunung Sari dan

merupakan sumber air irigasi yang sangat potensial untuk mengaliri subak. Air

terjun tersebut tidak hanya mengaliri Sub Subak Gunung Sari namun juga pada

Sub Subak Telabah Gede. Banyaknya sumber air di Sub Subak Gunung Sari

menyebabkan subak Gunung sari jarang mengalami kekeringan. Namun

kerusakan aliran irigasi yang tidak ditangani dengan cepat dapat menyebabkan

debit air dari tersebut kurang dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk

mengaliri subak. Selain sebagai sumber air irigasi, air terjun pada Sub Subak

Gunung sari juga berpotensi untuk dikembangkan sebagai daerah tujuan wisata

berbasis alam. Gambar 4.4 mengambarkan wilayah Sub Subak Gunung sari.

Page 65: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

65

Gambar 4.4

Wilayah Sub Subak Gunung Sari

(Sumber : Citra Google Earth dan Dinas Kebudayaan Provinsi Bali)

Page 66: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

66

4.2.3.Sub Subak Telabah Gede

Sub Subak Telabah Gede adalah sub subak yang sering disebut dengan

Subak Jatiluwih, karena Sub Subak Telabah Gede terletak di tengah-tengah jalan

utama Desa Jatiluwh. Sub Subak Telabah Gede memiliki luas 114 ha dengan

jumlah anggota subak kurang lebih sekitar 110 orang. Sub Subak Telabah Gede

memiliki pemandangan yang sangat indah dan banyak dikunjungi wisatawan. Sub

Subak Telabah Gede mempunyai sebuah Pura Bedugul (Pura sebagai pemujaan

Dewi Sri atau Dewi Kesuburan) yang terletak di lokasi yang sangat strategis yaitu

hulu subak. Sub Subak Telabah Gede hanya memiliki satu sumber air yang berada

di bagian hulu subak, berjarak 3 km dari sawah terdekat yang kemudian dialirkan

ke bendung Jatiluwih. Di bendung ini terdapat saluran untuk menyalurkan air

irigasi ke Sub Subak Gunung Sari yang kondisinya rusak sehingga banyak air

irigasi yang hilang dalam perjalanan. Oleh kerena itu Sub Subak Telabah Gede

sangat rawan mengalami kekeringan pada musim kemarau. Gambar 4.5

mengambarkan wilayah Sub Subak Telabah Gede.

Page 67: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

67

Gambar 4.5

Wilayah Sub Subak Telabah Gede

(Sumber : Citra Google Earth dan Dinas Kebudayaan Provinsi Bali)

Page 68: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

68

4.2.4.Sub Subak Kedamaian

Sub Subak Kedamaian memiliki luas 46 ha dengan jumlah pemilik

lahan sekitar 60 orang. Sesuai dengan namanya Sub Subak Kedamaian mampu

memberikan suasana yang sangat damai apabila kita berkunjung, yaitu dengan

pemandangan hamparan sawah yang indah. Sub Subak Kedamaian memiliki

sebuah bedugul yang sangat sederhana. Ulun Suwi Sub Subak Kedamaian terletak

di Pura Luhur Puncak Petali. Sumber air Sub Subak Kedamaian berasal dari

empelan Sungai Yeh Baat yang terletak di bagian hulu Sub Subak Telabah Gede.

Sub Subak Kedamaian berbatasan dengan tiga sub Subak Jatiluwih yaitu Sub

Subak Telabah Gede, Sub Subak Besi Kalung dan Sub Subak Umadui serta

berbatasan dengan Subak Wangaya Betan. Letak Sub Subak Kedamaian yang

lebih tinggi membuat Sub Subak Kedamaian sangat strategis, dari tempat tertentu

kita dapat melihat keindahan Sub Subak Besi Kalung dan Pura Luhur Besi Kalung

yang sangat mengesankan. Gambar 4.6 mengambarkan wilayah Sub Subak

Kedamaian.

Page 69: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

69

Gambar 4.6

Wilayah Sub Subak Kedamaian.

(Sumber : Citra Google Earth dan Dinas Kebudayaan Provinsi Bali)

Page 70: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

70

4.2.5.Sub Subak Kesambi

Sub Subak Kesambi secara keseluruhan memiliki luas 35 ha dengan

anggota pemilik lahan sebanyak 57 orang. Sub Subak Kesambi adalah bagian dari

Subak Jatiluwih yang terletak paling barat. Sumber air Sub Subak Kesambi berada

di tengah hutan, berupa air air terjun Yeh Pusut dengan debit yang besar, namun

tidak semua air dialirkan ke Subak Kesambi. Aliran air irigasi Sub Subak Kesambi

mengalir mengikuti tebing yang cukup curam dan berada di tengah hutan di

bagian kanan Pura Luhur Petali untuk kawasan persawahan di bagian timur

permukiman Banjar Kesambi. Untuk area persawahan yang terletak di sebelah

barat permukiman Banjar Kesambi mengambil sumber air dari sumber yang ada

di bagian bawah, namun secara geografis letaknya hampir berdekatan dengan

sumber air di bagian atas. Kondisi saluran irigasi yang rusak serta melalui medan

yang susah menyebabkan Sub Subak Kesambi sering mengalami kekeringan,

namun karena letak Sub Subak Kesambi yang terpisah dari sub subak lainnya

serta jauh dari pusat kunjungan wisatawan kondisi tersebut kurang mendapat

perhatian. Gambar 4.7 mengambarkan wilayah Sub Subak Kesambi.

Page 71: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

71

Gambar 4.7

Wilayah Sub Subak Kesambi.

(Sumber : Citra Google Earth dan Dinas Kebudayaan Provinsi Bali)

Page 72: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

72

4.2.6.Sub Subak Besi Kalung

Sub Subak Besi Kalung terletak di sebelah timur Sub Subak

Kedamaian. Luas Sub Subak Besi Kalung adalah 45 ha dengan jumlah pemilik

lahan 55 orang. Seperti kebanyakan Sub Subak Jatiluwih, Sub Subak Besi kalung

juga memiliki penoramana persawahan bertingkat yang indah dan alami, selain itu

di bawah Sub Subak Besi Kalung juga terdapat Pura Luhur besi Kalung sebagai

salah satu Catur Angga Batukaru yang masuk dalam situs warisan budaya dunia

dari UNESCO serta sekaligus sebagai Ulun Suwi Sub Subak Besi Kalung. Sumber

air Sub Subak Besi Kalung berasal dari Empelan Besikalung yang terletang di

Tukad Sekalung. Air irigasi Sub Subak Besi Kalung cukup besar, selain daripada

itu sistem aliran air irigasi pada Sub Subak Besi Kalung cukup baik sehingga

jarang mengalami kekeringan. Pembangian air irigasi di Sub Subak Besi Kalung

dibagi menjadi dua pembagian utama yaitu aliran barat untuk subak yang

posisinya lebih tinggi dan aliran bawah yang terletak di sebelah Pura Luhur Besi

Kalung untuk subak yang posisinya dibawah. Gambar 4.8 mengambarkan wilayah

Sub Subak Besi Kalung.

Page 73: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

73

Gambar 4.8

Wilayah Sub Subak Besi Kalung.

(Sumber : Citra Google Earth dan Dinas Kebudayaan Provinsi Bali)

Page 74: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

74

4.2.7.Sub Subak Umadui

Sub Subak atau tempek Umadui merupakan bagian dari Subak

Jatuluwih yang terletak paling hilir. Luas Sub Subak Umadui kurang lebih adalah

9,5 ha dengan sekitar 45 orang pemilik lahan. Sub Subak Umadui berbatasan

langsung dengan Sub Subak Kedamaian. Selain itu Sub Subak Umadui juga

berbatasan langsung dengan Subak Soka dan Subak Wangaya Betan yang juga

masuk dalam situs warisan budaya dunia dari UNESCO pada tahun 2012. Sumber

air Sub Subak Umadui berasal dari empelan umadui di Sungai Tukad Yeh Baat,

selain daripada itu karena letak Sub Subak Umadui di bagian hilir yang otomatis

lebih rendah dari sub subak lainya, Sub Subak Umadui juga memiliki sumber air

irigasi dari beberapa sub subak diatasnya seperti dari Sub Subak Telabah Gede,

Sub Subak Besi Kalung dan Sub Subak Gunung Sari. Gambar 4.9 mengambarkan

wilayah Sub Subak Umadui.

Page 75: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

75

Gambar 4.9

Wilayah Sub Subak Umadui.

(Sumber : Citra Google Earth dan Dinas Kebudayaan Provinsi Bali)

Page 76: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

76

BAB V

POTENSI DAN KENDALA PENGELOLAAN LINGKUNGAN

EKOWISATA

5.1. Identifikasi Potensi Lingkungan Ekowisata di Subak Jatiluwih

Potensi lingkungan ekowisata adalah semua obyek baik berupa fisik,

budaya dan buatan, baik yang memerlukan penanganan agar dapat memberikan

nilai daya tarik bagi wisatawan maupun yang tidak membutuhkan penanganan.

Potensi lingkungan ekowisata bukan hanya berbentuk fisik biotik dan abiotik

semata, namun juga termasuk aktifitas dan perilaku manusia itu sendiri yang

dilakukan dalam kehidupan sehari-hari (sosial dan budaya), dan bahkan berbentuk

spiritual.

Potensi lingkungan ekowisata yang ada di Subak Jatiluwih dapat

dikelola dan dikembangkan dalam bentuk paket-paket wisata yang ramah

lingkungan. Pengelolaan dan pengembangan potensi lingkungan ekowisata di

Subak Jatiluwih diharapkan dapat dikelola oleh anggota subak atau setidaknya

melibatkan anggota Subak Jatiluwih. Keterbilatan anggota subak dalam

pengelolaan diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan dan tambahan

pendapatan kepada anggota subak, seiring dengan minimnya pendapatan yang

didapat dari mengelola sawah.

Kondisi lingkungan yang masih sangat alami dan asri dapat dijadikan

sebagai modal utama untuk pengelolaan lingkungan ekowisata di Subak Jatiluwih.

Kesadaran masyarakat untuk menjaga dan melestarikan alam terutama sumber-

Page 77: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

77

sumber air dan saluranya merupakan salah satu pendukung pengelolaan

lingkungan ekowisata di Subak Jatiluwih.

5.1.1.Potensi Abiotik

Potensi abiotik di Subak Jatiluwih berhubungan dengan kondisi tanah,

air, batu dan udara yang ada di Subak Jatiluwih yang dapat dikelola untuk

kegiatan-kegiatan pariwisata berbasis lingkungan. Adapun potensi abiotik yang

dimiliki Subak Jatiluwih adalah sebagai berikut.

1. Potensi Panorama Persawahan

Subak Jatiluwih memiliki keindahan panorama persawahan bertingkat yang

ada hampir di semua sub subak. Luas dan banyaknya pemandangan

persawahan di Subak Jatiluwih memberikan daya tarik tersendiri bagi para

wisatawan. Ada banyak pilihan pemandangan persawahan di Subak Jatiluwih,

ada yang terletak di pinggir jalan utama, adalah pula yang harus melalui jalur

sepeda atau bahkan dengan berjalan kaki.

Kondisi pemandangan persawahan yang ada di Subak Jatiluwih mumnya

terbagi atas empat musim, yaitu musim metekap atau mengolah sawah,

musim pertumbuhan dan musim panen serta musim pasca panen. Masing-

masing musim memiliki pemandangan yang berbeda beda. Pada musim

metekap umumnya pemandangan persawahan akan sedikit tergenang air dan

nampak bersih. Pada musim pertumbuhan atau setelah padi ditanam dan

tumbuh, pemandangan persawahan di Subak Jatiluwih akan menjadi hijau.

Pada musim panen pemandangan persawahan akan berwarna kuning seiring

dengan tumbuhnya bulir-bulir padi yang siap panen. Sedangkan pada musim

Page 78: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

78

pasca panen umumnya pemandangan persawahan akan ditutupi jerami-jerami

sisa hasil panen. Gambar 5.1 berikut memperlihatkan panomara persawahan

di Sub Subak Uma Kayu pada musim metekap.

Gambar 5.1

Pemandangan Sub Subak Uma Kayu pada Musim Metekap

(Sumber: Hasil Observasi Tahun 2015)

2. Potensi Panorama Pura Luhur Besi Kalung

Pura Luhur Besi Kalung terletak di bagian bawah Sub Subak Besi Kalung,

sedangkan Sub Subak Besi Kalung terletak di sebelah timur Sub Subak

Kedamian, oleh karena itu untuk dapat menikmati panorama Pura Luhur Besi

Kalung dapat dilakukan dari Sub Subak Kedamaian baik dengan berjalan kaki

atau menggunakan sepeda dari pintu masuk Sub Subak Telabah Gede. Pura

Luhur Besi Kalung merupakan salah satu Pura Ulun Suwi bagi beberapa Sub

Page 79: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

79

Subak yang ada di Subak Jatiluwih selain Pura Luhur Puncak Petali. Gambar

5.2 berikut memperlihatkan panomara Pura Luhur Besi Kalung dari Sub

Subak Kedamaian.

Gambar 5.2

Panorama Pura Luhur Besi Kalung dari Sub Subak Kedamaian

(Sumber: Hasil Observasi Tahun 2015)

3. Potensi Mata Air

Mata air banyak ditemui di beberapa wilayah di Subak Jatilwih. Mata air

merupakan salah satu sumber air utama yang digunakan untuk mengaliri areal

persawahan, oleh karena itu kelestarianya sangat dijaga oleh anggota subak.

Letak mata air di Subak Jatiluwih sangat bervariasi, ada yang terletak di

tengah areal persawahan, ada pula yang terletak di tengah hutan. Salah satu

Page 80: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

80

mata air yang terletak di areal persawahan adalah mata air yang terletak di

Pura Cantik Kuning yang terletak di Sub Subak Gunung Sari. Mata air yang

ada di Pura Cantik Kuning menyerupai mata air pada Pura Tirtla Empul di

Tampak Siring namun dalam debit yang lebih kecil seperti digambarkan pada

Gambar 5.3.

Gambar 5.3

Mata Air di Pura Cantik Kuning

(Sumber: Hasil Observasi Tahun 2015)

Sumber mata air yang terletak di tengah hutan dapat dikembangkan menjadi

daya tarik wisata dengan memanfaatkan anggota subak untuk memandu

melakukan kegiatan tracking, selain berguna bagi wisatawan dan dapat

menambah pendapatan anggota subak, kegiatan tracking ke sumber mata air

Page 81: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

81

juga berguna untuk mengontrol saluran irigasi dari sumber mata air ke areal

persawahan. Salah satu mata air yang terdapat di tengah hutan dengan jalur

dan pemandangan yang menarik terletak digambarkan pada Gambar 5.4

berikut.

Gambar 5.4

Mata Air Sumber Air Irigasi di Subak Umakayu yang terletak di tengah

Hutan (Sumber: Hasil Observasi Tahun 2015)

4. Potensi Air terjun

Selain memiliki panorama pemandangan persawahan yang indah, Subak

Jatiluwih juga memiliki potensi berupa air terjun. Terdapat tiga air terjun di

Subak Jatiluwih. Ketiga air terjun tersebut terletak di hulu Subak Jatiluwih

atau tepatnya di Sub Subak Uma Kayu, Sub Subak Kesambi dan Sub Subak

Page 82: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

82

Gunung Sari. Air terjun tersebut digunakan sebagai sumber air irgasi. Lokasi

air terjun tersebut ada yang berlokasi di tengah hutan ada pula yang terletak

berdekatan dengan areal persawahan. Ketiga air terjun tersebut dapat dicapai

dengan jalan kaki dengan pemandangan alam yang indah dan masih alami.

Pada saat ini hanya beberapa warga lokal yang sering mendatangi ketiga air

terjun tersebut. Gambar 5.5 berikut memperlihatkan air terjun Suranadi yang

terletak Sub Subak Uma Kayu.

Gambar 5.5

Air Terjun Suranadi di Sub Subak Uma Kayu

(Sumber: Hasil Observasi Tahun 2015)

Page 83: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

83

5. Potensi Air Panas

Sumber air panas yang ada di Subak Jatiluwih terletak di Sub Subak Besi

Kalung, bersebelahan dengan aliran sungai. Lokasi sumber air panas tersebut

sangat mudah dicapai baik dengan bejalan kaki maupun mengendarai sepeda

atau motor. Kondisi sumber air panas tersebut sangat tidak terawat dan jarang

dikunjungi oleh para wisatawan, hanya beberapa warga lokal yang kadang

mengunjungi, hal tersebut dikarenakan lokasi sumber air panas tersebut

berdekatan dengan peternakan ayam dan pabrik air minum. Apabila

dilakukan pembenahan dan penataan sumber air panas tersebut sangat

berpotensi dijadikan tempat tujuan wisata. Gambar 5.6 berikut

menggambarkan kondisi sumber air panas di Subak Jatiluwih.

Gambar 5.6

Sumber Air Panas di Sub Subak Besi Kalung

(Sumber: Hasil Observasi Tahun 2015)

Page 84: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

84

6. Potensi Sungai

Letak Subak Jatiluwih di dataran tinggi membuat Subak Jatiluwih banyak

dilalui sungai. Sungai-sungai tersebut mempunyai peran yang sangat vital

yaitu untuk mengalirkan air ke areal persawahan yang dilalui. Kondisi sungai

di Subak Jatiluwih sangat alami dan asri, air yang jernih dan debit air yang

besar serta ditambah batu-batu besar sisa letusan gunung menambah

keindahan sungai. Kondisi sungai di Subak Jatiluwih sangat berpotensi

dikelola untuk berbagai kegiatan wisata, namun pengembangan kegiatan

wisata harus dapat menjaga kelestarian dan keindahaanya. Kegitan yang

mungkin dilakukan antara lain tracking menyusuli aliran sungai. Gambar 5.7

menggambarkan kondisi sungai di Sub Subak Uma Kayu.

Gambar 5.7

Kondisi Sungai di Sub Subak Uma Kayu

(Sumber: Hasil Observasi Tahun 2015)

Page 85: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

85

7. Potensi Lainnya

Banyaknya potensi alam yang indah di Subak Jatiluwih, dapat dikelola

menjadi paket-paket wisata yang ramah lingkungan, salah satu kegiatan

wisata yang sangat mudah dikelola dan sudah mempunyai prasarana dan

sarana yang cukup memadai adalah kegiatan tracking dan cycling. Jalur

cycling pada umunya terdapat pada sub subak yang memiliki jalan pada

tengah-tengah areal persawahan. Salah satu jalur cycling yang memiliki

pemandangan alam yang indah dengan jalur yang cukup panjang dengan

melintasi Sub Subak Telabah Gede, Sub Subak Kedamaian dan Sub Subak

Besi Kalung seperti pada Gambar 5.8.

Gambar 5.8

Jalur Cycling yang melintasi tiga sub subak

(Sumber: Citra Google Earth dan Hasil Observasi Tahun 2015)

Page 86: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

86

Semua jalur cycling dapat digunakan sebagai jalur tracking. Jalur tracking

tersedia hampir di semua sub subak, mulai dari jalur yang pendek dan ringan

hingga jalur yang agak jauh dan melalui hutan hutan. Jalur tracking tersebut

biasa dilalui oleh anggota subak untuk mengecek aliran irigasi dari sumber air

seperti mata air dan air terjun. Salah satu jalur tracking yang memiliki jarak

sedang dan memiliki pemandangan yang indah serta jalur yang menarik dan

berujung pada mata air atau air terjun terdapat di Sub Subak Umakayu seperti

pada Gambar 5.9.

Gambar 5.9

Jalur Tracking pada Sub Subak Uma Kayu

(Sumber: Citra Google Earth dan Hasil Observasi Tahun 2015)

Page 87: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

87

5.1.2.Potensi Biotik

Potensi biotik yang ada di Subak Jatiluwih berhubungan dengan

tanaman dan hewan yang dapat dikembangkan menjadi daya tarik wisata berbasis

lingkungan. Hampir tidak ada aktivitas anggota subak yang tidak luput dari

kegiatan upacara. Semua kegiatan upacara yang dilakukan memerlukan beberapa

bahan-bahan yang bersumber dari alam baik berupa tanaman maupun hewan, oleh

karena itu anggota Subak Jatiluwih senantiasa merawat dan memelihara tanaman

yang akan digunakan sebagai sarana pada upacara-upacara tersebut.

Subak Jatiluwih terkenal akan produksi berasnya terutama beras merah,

beras merah yang dihasilkan Subak Jatiluwih telah dipasarkan hingga manca

negara dan ada beberapa yang telah memiliki sertifikat SNI Pangan Organik.

Beras merah yang dihasilksan dari Subak Jatiluwih memiliki varietas beras merah

organik unggulan karena tidak menggunakan pestisida dan telah diwariskan secara

turun menurun. Beras merah yang dihasilkan bukan hanya di untuk dimakan,

bahkan untuk diminum dengan cara menyeduh beras merah hingga menghasilkan

teh beras merah. Teh beras merah mempunyai cita rasa dan tekstur yang berbeda

dengan teh pada umumnya, selain itu teh beras merah juga dipercaya mempunyai

beberapa manfaat antara lain sebagai anti oksidan, memperkuat stamina,

melancarkan peredaran darah, memperbaiki pencernaan dan lain sebagainya.

Gambar 5.10 menampilkan teh beras merah produksi Subak Jatiluwih yang sudah

dikemas sedemikian rupa.

Page 88: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

88

Gambar 5.10

Teh Beras Merah Produksi Subak Jatiluwih (Sumber: www.balebenggong.net)

Burung Kokokan atau dalam bahasan Indonesia sering disebut Burung

Bangau atau Kuntul. Burung Kokokan merupakan satwa dalam ekosistem perairan

yang biasa ditemukan pada kawasan danau, pantai, dan rawa. Burung Kokokan

merupakan burung yang telah mengalami kelangkaan, beberapa spesies famili

burung ini sudah termasuk dalam daftar satwa liar yang dilindungi sepeti tertuang

dalam Undang Undang Nomor 5 Tahun 1990 dan dalam Peraturan Pemerintah

Nomor 7 Tahun 1999. Burung Kokokan dapat dijumpai di beberapa titik di Subak

Jatiluwih seperti di Sub Subak Telabah Gede, Sub Subak Kedamaian dan Sub

Subak Umadui. Jumlah burung Kokokan yang ada di Subak Jatiluwih memang

tidak sebanyak yang ada di Desa Petulu Gianyar, namun dengan meningkatnya

kesadaran anggota subak dan anggota masyarakat untuk menjaga kelestarian alam

Page 89: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

89

serta adanya peraturan desa untuk melarang kegiatan menembak, jumlah burung

kokokan mungkin dapat bertambah. Burung Kokokan yang ada di Subak Jatiluwih

dapat dikelola menjadi daya tarik wisata berupa kegiatan birds watching dengan

membuat tempat seperti bale atau kubu sederhana yang dapat digunakan untuk

melihat burung kokokan. Gambar 5.11 Berikut mengambarkan burung kokokan di

Subak Jatiluwih.

Gambar 5.11

Potensi Burung Kokokan di Subak Jatiluwih

(Sumber: Hasil Observasi Tahun 2015)

5.1.3.Potensi Sosial Budaya

Potensi sosial budaya yang ada di Subak Jatiluwih pada umumnya

berhubungan dengan upacara adat yang dilakukan baik dalam hubungan manusia

dengan Tuhan, manusia dengan sesama manusia maupun manusia dengan

Page 90: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

90

lingkunganya. Potensi sosial budaya juga berhubungan dengan bangunan

tradisional, sejarah, teknologi dan makanan tradisional yang berhubungan dengan

Subak Jatiluwih. Potensi sosial budaya yang ada di Subak Jatiluwih antara lain:

1. Keberadaan organisasi subak dari tingkat tempek subak atau Sub Subak,

subak gede, sampai subak agung, bagaimana sistem pembagian kerja antar

tempek dalam subak, pembagian sumber daya serta hak kewajiban antar

anggota, serta kegiatan-kegiatan yang dilakukan anggota subak seperti

mengolah lahan (membajak, mengaru, mencangkul memperbaiki pematang

dan saluran air, menanam padi, menyiang dan memanen) apabila dikemas

sedemikian rupa dan pemandu wisata mampu menjelaskanya dengan baik

serta melibatkan wisatawan dalam kegiatan petani tentu akan sangat menarik

bagi wisatawan dan memperkaya pengetahuan wisatawan mengenai subak.

2. Teknologi sistem pembagian air yang digunakan pada Subak Jatiluwih yang

masih bersifat tradisional seperti nyorog, nugel bumbung, pelampias dengan

perangkat fisik sederhana seperti aungan (terowongan), tembuku, tali kunda

tentu sangat menarik untuk jelaskan kepada wisatawan sehingga dapat

memperkaya wawasan wisatawan yang datang ke Subak Jatiluwih.

3. Potensi mitos pada waktu Ratu Bethara Sesuwunan di Pura Puncak Petali

Melancaran. Rombongan masyarakat yang mengiringi biasanya berjumlah

hingga ratusan orang, walaupun sudah dibuatkan jalan tetapi rombongan

kurang berkenan melalui jalan yang ada dan tetap melalui areal persawahan.

Rombongan masyarakat yang jumlahnya banyak tersebut menginjak tanaman

padi di areal persawahan yang dilalui, namun anehnya dikemudian hari

Page 91: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

91

tanaman yang terinjak injak tersebut dapat tumbuh kembali dengan normal

dan tidak terpengaruh gangguan hama tanpa ada yang rusak atau mati.

4. Adanya 13 upacara adat yang dilakukan mulai dari mencari air irigasi,

mengolah sawah, pembibitan, menanam, memelihara, memanen hingga

pemanfaatan padi sebagai sumber pangan. Upacara-upacara tersebut apabila

dikemas dengan cerita yang disertai gambar-gambar kegiatanya atau melihat

langsung dan ikut serta dalam kegiatan anggota subak yang sedang

melakukan upacara tentu akan dapat menarik dan menambah wawasan

wisatawan yang datang. Tiga belas upacara yang dilakukan antara lain

sebagai berikut (hasil wawancara dan Windia dan Wiguna, 2013):

a. Mapag Toyo (menjemput air), tujuan dari upacara ini adalah untuk

menjemput air irigasi yang kelak akan digunakan untuk mengalirih areal

persawahan. Upacara ini biasanya dilakukan di bendungan atau tempat

pembagi air.

b. Ngendagin merupakan upacara yang dilakukan apabila anggota subak

akan memulai mengolah lahan. Upacara ini bertujuan untuk memohon

ijin kepada Tuhan Yang Maha Esa dalam manifestasi sebagai Betara Sri

agar memberikan kelancaran dan kehidupan

c. Ngurit atau Mawiwih Pantun adalah upcara yang dilakukan pada saat

membenihkan padi yang nantinya akan ditanam.

d. Ngerasikan, yaitu upacara yang dilakukan setelah sawah dibersihkan dan

diratakan sebelum benih padi ditanam. Upacara ini dilakukan di hulu

maupun di hilir sawah.

Page 92: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

92

e. Nandur atau menanam padi. Sebelum menanam benih padi, sawah yang

akan ditanami harus sudah bersih dan layak untuk ditanami, waktu

penanaman biasanya mencari hari baik yang perhitungannya disesuaikan

dengan kelahiran anggota subak atau biasa disebut mitra satru.

f. Upacara pada saat padi berumur satu bulan. Padi pada saat berumur satu

bulan ditandai dengan tumbuhnya tiga buku (ruas) pada batang padi,

yang diandaikan sebagai anak yang sudah lincah.

g. Upacara pada saat padi berumur dua bulan, upacara ini dilakukan sebagai

wujud syukur kepada Tuhan karena padi yang ditanam sudah

berkembang baik.

h. Upacara pada saat padi berumur tiga bulan. Padi pada saat berumur tiga

bulan diibaratkan sebagai manusia yang sudah menginjak masa remaja

atau sudah akil balik, upacara dilakukan selain sebagai wujud syukur

juga memohon kepada Tuhan agar perkembangan tanaman padi sesuai

yang diharapkan.

i. Upacara Meikuh Lasan. Upacara ini dilakukan pada saat padi tumbuh

malai, sehingga nampak seperti ekor kadal, oleh karena itu upcara ini

dinamai Meikuh Lasan. Upacara ini bertujuan untuk memohon kepada

Tuhan agar malai yang sudah tumbuh dapat berkembang baik sehingga

dapat dipanen pada saatnya nanti.

j. Upacara Memanen Padi, merias Nini Kaki dan Nini Manuh. Upacara ini

dilakukan sebagai wujud syukur kepada Tuhan atas manisfestasinya

Page 93: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

93

sebagai Dewi Sri yang telah memberikan kelancaran, kesuksesan dalam

bertani.

k. Upacara Padi di Lumbung. Upacara ini dilakukan untuk memohon

kepada Tuhan agar padi yang telah dipanen dapat disimpan dengan aman

sehingga dapat digunakan sebagai bahan makanan hingga panen

berikutnya.

l. Upacara Menurunkan Padi. Upacara ini dilakukan pada saat padi di

lumbung akan diturunkan untuk digunakan sebagai bahan pangan.

Upacara ini bertujuan agar padi yang akan diolah menjadi nasi dan

berguna dan memberikan kebaikan bagi siapa saja yang memakanya.

m. Upacara Mrelina Dewa Nini. Upacara ini bertujuan untuk melebur Dewa

Nini yang digunakan pada saat menaikan padi ke lumbung dan sebagai

wujud syukur kepada Tuhan atas anugerah yang diberikan dalam hal

suksesnya bertani.

5.2. Kendala Pengelolaan Potensi Lingkungan

Potensi lingkungan yang ada di Subak Jatiluwih sangat indah, alami dan

beragam, namun dalam pengelolaanya ada beberapa kendala yang dapat

menghambat. Kendala-kendala tersebut harus dapat ditangani dan dikelola dengan

baik melalui kerjasama antar anggota subak dengan para pengusaha pariwisata di

Desa Jatilwuih serta Pemerintah Daerah. Penanganan kendala-kendala tersebut

diharapkan dapat memberikan daya dukung dalam pengelolaan lingkungan

ekowisata dan kepuasan wisatawan serta keberlangsungan subak. Kendala-

Page 94: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

94

kendala yang muncul dalam pengelolaan potensi ekowisata di Subak Jatiluwih

antara lain sebagai berikut.

5.2.1.Kendala Sarana, Prasarana Jalan dan Selokan

Kendala sarana dan prasarana jalan yang ada secara garis besar terbagi

menjadi dua kendala yaitu kendala jalan penghubung menuju Subak Jatilwuih dan

yang kedua adalah kendala jalan di Subak Jatiluwih menuju potensi ekowisata.

Kendala jalan penghubung menuju Subak Jatiluwih berupa rusak dan kecilnya

jalan menuju Subak Jatiluwih, terutama dari Desa Senganan hingga Desa Soko.

Rusaknya jalan di dari Desa Senganan ke Desa Soko disebabkan kurang baiknya

kondisi jalan yang ada sehingga pada musim hujan air hujan tidak turun ke

selokan namun menggenang di jalan. Kondisi tersebut diperparah dengan kurang

baiknya selokan yang ada, sehingga kadang air dari selokan naik dan menggenang

di badan jalan. Naik dan menggenangnya air dari selokan ke badan yang tidak

diperbaiki dengan segera menyebabkan rusaknya badan jalan. Gambar 5.12

Menggambarkan kondisi jalan yang rusak di Desa Bugbugan menuju ke Subak

Jatiluwih.

Page 95: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

95

Gambar 5.12

Kondisi Jalan yang Rusak menuju Subak Jatiluwih

(Sumber: Hasil Observasi Tahun 2015)

Kendala kedua adalah kurang baiknya kondisi jalan menuju potensi

ekowisata. Kendala kedua ini sudah mendapatkan penanganan dengan

dilakukanya perbaikan jalan di tengah Subak Jatiluwih, namun perbaikan yang

dilakukan sebatas perbaikan akses jalan setapak di Subak Jatiluwih yang dekat

dengan jalan utama yang sering didatangi wisatawan, sedangkan untuk akses jalan

menuju air terjun dan di subak bagian dalam masih kurang memadai. Kendala-

kendala ini tentu dapat menganggu kegiatan masyarakat dan wisatawan yang

datang ke Subak Jatiluwih terutama pada saat musim hujan. Gambar 5.13

memperliatkan proses perbaikan jalan di Subak Jatiluwih.

Page 96: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

96

Gambar 5.13

Perbaikan Jalan di Subak Jatiluwih

(Sumber: Hasil Observasi Tahun 2015)

5.2.2.Kendala Air dan Saluran Irigasi

Pertanian sawah seperti subak memiliki ketergantungan yang sangat

tinggi terhadap air. Subak merupakan organisasi petani pengelola air yang

membimbing petani dalam berbagi air secara adil, proporsional dan transparan,

namun seiring berjalanya waktu dan terjadinya perubahan cuaca, berkurangnya

debit air dari sumber mata air dan banyak kerusakan saluran irigrasi baik karena

faktor alam maupun manusia membuat persaingan mendapatkan air antar anggota

subak semakin tinggi dan berpotensi menjadi konflik antar anggota. Selain

daripada itu rusaknya saluran irigasi dan berkurang debit air dapat menimbulkan

Page 97: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

97

kekeringan yang pada akhirnya merugikan anggota subak dan wisatawan.

Kekeringan bahkan dapat terjadi pada musim hujan seperti sekarang ini. Ada tiga

Sub Subak yang rawan mengalami kekeringan yaitu Sub Subak Telabah Gede,

Sub Subak Kesambi dan Sub Subak Gunung sari. Gambar 5.14 Berikut

memperlihatkan kekeringan yang terjadi di Sub Subak Telabah Gede.

Gambar 5.14

Kekeringan yang terjadi di Sub Subak Telabah Gede

(Sumber: Hasil Observasi Tahun 2015)

5.2.3.Kendala Parkir

Lahan parkir yang memadai saat ini hanya terdapat di Desa Soko. Desa

soko terletak di luar desa tepatnya di sebelah timur Desa Jatiluwih. Lahan parkir

di Desa Soko dalam kondisi memadai, baik dan rapi dengan menggunakan

Page 98: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

98

paving, namun lahan parkir tersebut hanya memadai untuk kendaraan roda dua

dan roda empat, sedangkan di Desa Jatiluwih para wisatawan yang berkunjung ke

Subak Jatiluwih biasa memarkir kendaraanya di bahu jalan, karena sampai saat

penelitian dilakukan belum ada lahan parkir untuk umum yang memadai di Desa

Jatiluwih. Lahan parkir yang tersedia bersifat khusus diperuntukan bagi

pengunjung rumah makan dan café yang ada di sepanjang jalan utama.

Penggunaan bahu jalan sebagai tempat parkir tentu sangat mengganggu

pemandangan dan dapat menyebabkan kemacetan, hal tersebut dikarenakan

kebanyakan pengunjung yang berkunjung ke Subak Jatiluwih melalui jalur Desa

Senganan dan kembali melalui jalur yang sama. Gambar 5.15 Berikut

menggambarkan kondisi parkir yang menggunakan badan.

Gambar 5.15

Kondisi parkir di Jalan Utama Desa Jatiluwih

(Sumber: Hasil Observasi Tahun 2015)

Page 99: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

99

5.2.4.Kendala Pencemaran dari Peternakan Ayam

Desa Jatiluwih seperti kebanyakan desa di Kecamatan Penebel terdapat

banyak usaha peternakan ayam, baik peternakan ayam pedaging maupun ayam

petelor. Banyaknya usaha peternakan ayam selain meningkatkan kesejahteraan

dan pendapatan masyarakat juga membawa dampak negatif bagi lingkungan.

Salah satu dampak negatif dari usaha peternakan ayam adalah menimbulkan bau

yang kurang sedap, belum lagi anggapan masyarakat bahwa meningkatnya jumlah

lalat disebabkan banyaknya peternakan ayam. Banyaknya usaha peternakan ayam

di Subak Jatiluwih dapat menganggu pengelolaan lingkungan pariwisata di Subak

Jatiluwih. Hendaknya dibentuk peraturan tentang jumlah peternakan ayam dan

tata letak peternakan ayam diluar daerah-daerah yang sering dikunjungi

wisatawan. Salah satu usaha peternakan ayam yang kemungkinan dapat

menganggu pengelolaan lingkungan ekowisata di Subak Jatiluwih terdapat di

bagian bawah Sub Subak Besi Kalung dan berdekatan dengan sumber air panas

seperti digambarkan pada Gambar 5.16.

Page 100: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

100

Gambar 5.16

Usaha peternakan ayam di Sub Subak Besi Kalung

(Sumber: Hasil Observasi Tahun 2015)

5.2.5.Kendala Longsor

Karakteristik topografi, curah hujan dan jenis tanah yang ada di wilayah

Subak Jatiluwih sangat berpotesi untuk terjadinya longsor. Longsor sering terjadi

terutama pada musim hujan. Longsor tidak hanya merugikan areal persawahan

yang terkena longsor saja namun apabila longsor terjadi pada daerah yang berguna

untuk menyalurkan air atau saluran irigasi hal tersebut harus ditangani dengan

segera, karena dapat mengurangi jumlah pasokan air ke areal persawahan yang

pada akhirnya dapat menyebabkan kekeringan dan mematikan tanaman padi. Pada

saat penelitian dilakukan ada beberapa daerah di Subak Jatiluwih yang sudah

Page 101: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

101

terjadi longsor, bahkan pada daerah yang berfungsi untuk mengaliri air, sehingga

perlu dilakukan pemasangan pipa untuk mengaliri air ke areal persawahan yang

membutuhkan. Gambar 5.17 Menggambarkan longsor pada saluran irigasi yang

sudah mendapat penanganan.

Gambar 5.17

Longsor pada saluran irigrasi subak

(Sumber: Hasil Observasi Tahun 2015)

5.2.6.Kendala SDM dan Motivasi

Sumber daya manusia merupakan faktor yang sangat penting dalam

pengelolaan lingkungan ekowisata di suatu wilayah. Salah satu tujuan pengelolaan

ekowisata di Subak Jatiluwih adalah untuk meningkatkan kesejahteraan anggota

subak, hal tersebut dapat dilakukan dengan melibatkan anggota subak dalam

perencanaan dan pelaksanaan kegiatan ekowisata, bukan dengan mendatangkan

Page 102: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

102

pekerja dari luar desa. Selain daripada itu pelibatan anggota subak diharapkan

dapat memberikan informasi yang baik dan benar kepada wisatawan, karena

anggota subak sebagai local genius yang memiliki pengetahuan dan pengalaman

tenang kondisi lingkungan di Subak Jatiluwih. Subak Jatiluwih memiliki potensi

ekowisata yang banyak dan beragam, namun kualitas dan kompetensi yang

dimiliki anggota subak masih kurang memadai dalam pengembangan

kepariwisataan, terutama dalam hal penguasaan bahasa asing, interaksi dengan

wisatawan dan pemahaman keinginan wisatawan. Hal tersebut dikarenakan pada

umumnya anggota subak berprofesi sebagai petani dan hanya mengenyam

pendidikan rendah atau maksimal setingkat SMA.

Pengelolaan potensi lingkungan ekowisata di Subak Jatiluwih sudah

mulai direncanakan oleh Pekaseh Subak Jatilwuih, hal tersebut dilakukan dengan

diadakanya rapat untuk menggali potensi ekowisata di masing-masing sub subak

atau tempek, namun dari tujuh sub subak yang ada hanya Klian Sub Subak

Umadui yang melakukan kajian terhadap potensi yang mereka miliki, namun

kajian tersebut belum dapat direalisasikan secara maksimal. Kurangnya motivasi

dapat menganggu pengelolaan potensi ekowisata yang ada, banyak anggota subak

yang masih pesimis terhadap pengelolaan ekowisata di area subak dibandingkan

dengan pengembangan restoran dan café di sepanjang jalan utama desa, hal

tersebut dapat memicu terjadinya alih fungsi lahan terutama pada areal

persawahan yang dekat dengan jalan utama.

Page 103: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

103

5.2.7.Kendala Kebijakan

Semakin pesatnya perkembangan pembangunan di Kabupaten Tabanan

khususnya perkembangan di bidang pariwisata, membuat Pemerintah baik

Pemerintah Kabupaten Tabanan maupun Pemerintah Provinsi Bali mengeluarkan

peraturan daerah yang mengatur tentang tata ruang dan wilayah. Perda Provinsi

Bali Nomor 16 Tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang Provinsi Bali Tahun

2009-2029 menyebutkan bahwa Kawasan Jatiluwih masuk ke dalam Kawasan

Strategis Provinsi dimana harus dipelihara keaslian fisik dan keseimbangan

ekosistemnya. Tahun 2014 Pemerintah Kabupaten Tabanan mengeluarkan Perda

Nomor 6 Tahun 2014 tentang Kawasan Jalur Hijau, dimana Kawasan Jalur Hijau

Jurusan Senganan Jatiluwih hanya berjarak 1.000m dari sebelah kanan dan kiri

jalan. Berdasarkan peraturan tersebut diluar jarak 1.000m dari jalan masyarakat

yang memiliki lahan baik berupa lahan persawahan maupun perkebunan dapat

mendirikan bangunan. Hal tersebut tentu bertentangan dengan Perda Provinsi Bali

Nomor 16 Tahun 2009. Pertentangan peraturan-peraturan yang dikeluarkan dan

tanpa ada sosialisasi yang jelas kepada masyarakat akan berpotensi menimbulkan

kendala terutama bagi pengelolaan lingkungan di Subak Jatiluwih.

Page 104: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

104

BAB VI

PENGELOLAAN LINGKUNGAN EKOWISATA PADA SAAT INI

Gambaran pengelolaan lingkungan ekowisata di Subak Jatiluwih pada

saat ini dilakukan dengan membandingkan antara kondisi yang ada dilapangan

pada saat ini dengan kondisi ideal yang mengacu pada teori pengelolaan yang

terdiri dari empat tahap sebagai berikut.

6.1. Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Ekowisata

Perencanaan pengelolaan lingkungan ekowisata merupakan perhitungan

dan penentuan tentang apa yang akan dijalankan dalam rangka mencapai tujuan

tertentu, dimana hal tersebut menyangkut tujuan bagaimana melaksanakan dan

bagaimana tata cara mencapai hal tersebut. Oleh karena itu pada tahap

perencanaan untuk kondisi ideal ada beberapa hal yang perlu dilakukan yaitu

pertama pengamatan lingkungan eksternal dan internal, kedua penentuan visi, misi

dan tujuan, dan yang ketiga adalah penentuan strategi dan kebijakan. Apabila

dibandingkan kondisi ideal dengan kondisi yang ada di lapangan pada tahap

perencanaan pengelolaan lingkungan ekowisata di Subak Jatiluwih yang sudah

dilakukan adalah penentuan visi dan misi dan belum melakukan pengamatan

lingkungan internal dan eksternal serta belum menentukan strategi dan kebijakan.

Visi pengelolaan lingkungan ekowisata di Subak Jatiluwih adalah meningkatkan

kesejahteraan masyarakat Jatiluwih melalui pengembangan pembangunan yang

BALI (Bersih, Aman, Lestari, Indah) dengan menitik beratkan pada pertanian.

Page 105: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

105

Sedangkan misi pengelolaan lingkungan ekowisata di Subak Jatiluwih adalah

sebagai berikut.

1. Mewujudkan masyarakat Jatiluwih yang sehat, cerdas dan berbudaya.

2. Melestarikan dan mengembangan budaya daerah.

3. Mewujudkan pertanian yang tangguh dan bersinergis dengan pariwisata

4. Mewujudkan tata pemerintahan yang baik.

6.2. Pengorganisasian Pengelolaan Lingkungan Ekowisata

Pengorganisasian pengelolaan lingkungan ekowisata merupakan suatu

proses untuk merancang struktur formal, pengelompokan dan mengatur serta

membagi tugas-tugas atau pekerjaan diantara para anggota organisasi agar tujuan,

visi dan misi pengelolaan lingkungan ekowisata dapat tercapai. Tahap

pengorganisasian pada kondisi ideal ada beberapa hal yang perlu dilakukan yaitu

pertama implementasi personil, kedua perekrutan, pelatihan dan penempatan

personil dan ketiga pembagian kerja. Pasca ditetapkanya Subak Jatiluwih sebagai

Warisan Budaya Dunia dari UNESCO, Pemerintah Kabupaten Tabanan pada

bulan Pebruari 2014 telah membentuk badan pengelola, susunan dan kesepakatan

serta perjanjian kerjasama antar semua stake holder, yang ditetapkan berdasarkan

Peraturan Bupati Tabanan Nomor 84 Tahun 2013 tentang Struktur Organisasi,

Susunan Keanggotan dan Uraian Tugas Badan Pengelola DTW Jatiluwih. Badan

pengelola ini kemudian membentuk Manajemen Operasional DTW Jatiluwih.

Gambar 6.1 dan Gambar 6.2 menggambarkan susunan personil Badan Pengelola

DTW Jatiluwih dan struktur organisasi manajemen operasional DTW Jatiluwih.

Page 106: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

106

KETUA UMUMBupati Tabanan

WAKIL KETUA UMUMWakil Bupati Tabanan

KETUA IPerbekel Jatiluwih

KETUA IIPekaseh Subak Jatiluwih

KETUA IIISekretaris Daerah

PENGAWASAss. Perekonomian & Pembangunan

SEKRETARISI Nengah Darmikayasa

WAKIL PENGAWASBPD Jatiluwih

WAKIL SEKRETARISDinas Pendapatan & Pesedahan

ANGGOTA Agung Kab. TabananInspektorat Kabupaten Tabanan

Ass. Administrasi UmumAss. Pemerintahan dan Kesra BENDAHARA

Kabag Hukum I Wayan RatnataBendesa Adat Jatiluwih

Bendesa Adat Gunung Sari

KETUA BID. PENGEMBANGANKepala BAPPEDA Kab. Tabanan

KETUA BIDANG PROMOSIKa. Dinas Bud Par Kab. Tabanan

ANGGOTAKepala Dinas PU Kab. Tabanan

ANGGOTAKadis HubInfoKom Kab. Tabanan

Ketut Marssista Jaya I Ketut PurnaI Wayan Wiranata

Gambar 6.1

Susunan Badan Pengelola DTW Jatiluwih (Sumber: Hasil wawancara dengan

personil manajemen operasional DTW Jatiluwih)

Page 107: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

107

MANAGERI Nengah Sutirtayasa, SEASISTEN MANAGER

I Ketut Nita

BENDAHARAI Wayan Agus Santika

SEKRETARISDra. Driana Rika. RONA

Divisi Perencanaandan Keuangan

Divisi Umumdan Kepeg

I Wayan Winata I Nengah SulatraI Wayan Artayasa

Divisi Parkir danTiket

Divisi Keamanandan Ketertiban

Divisi Kebersihandan Pertamanan

Divisi Pengembangan& Promosi

I Nyoman Wijaya Danton PecalangJatiluwih

I Kadek DwiMaha Putra

Drs. I Gede KetutSubrata

I Gede NyomanSemarabawa

Danton PecalangGunung Sari

I Gede Made Suparta

Gambar 6.2

Struktur Organisasi Manajemen Operasional DTW Jatiluwih (Sumber: Hasil

wawancara dengan personil manajemen operasional DTW Jatiluwih)

Apabila dibandingkan kondisi ideal dengan kondisi yang ada

dilapangan pada tahap pengorganisasian pengelolaan lingkungan ekowisata di

Subak Jatiluwih sudah ada mekanisme implementasi personil baik sebagai tenaga

administrasi maupun sebagai tenaga kebersihan lingkungan di sepanjang jalan

utama Desa Jatiluwih, perekrutan personil, penempatan personil dan pembagian

kerja. Namun terdapat mekanisme yang belum dilakukan yaitu pelatihan untuk

personil yang direkrut sesuai dengan pembagian kerjanya. Hal tersebut dapat

Page 108: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

108

dimaklumi karena Badan Pengelola DTW Jatiluwih beserta struktur organisasi

manajemen operasional DTW Jatiluwih tersebut baru terbentuk sekitar dua tahun.

6.3. Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Ekowisata

Pelaksanaan atau implementasi adalah keinginan untuk membuat orang

lain mengikuti keinginan yang telah ditentukan sesuai dengan prosedur dan

rencana kerja secara efektif demi kepentingan jangka panjang organisasi,

termasuk didalamnya memberitahukan apa yang harus dilakukan sesuai dengan

tujuan agar tugas-tugas yang dilaksanakan dapat terlaksana dengan baik. Tahap

pelaksanaan atau implementasi pada kondisi ideal ada beberapa hal yang perlu

dilakukan yaitu pertama penentuan program, kegiatan dan anggaran serta

penentuan prosedur kerja dan rencana kerja. Apabila dibandingkan kondisi ideal

dengan kondisi yang ada dilapangan pada tahap pelaksanaan sudah ada

pengaturan retribusi di Desa Jatiluwih dan pembagiannya. Berdasarkan perjanjian

kerja sama antara Pemerintah Kabupaten Tabanan dengan Desa Jatiluwih, Desa

Pakraman Jatiluwih, dan Desa Pakraman Gunung Sari serta Subak Jatiluwih

pembagian hasil restribusi tersebut 45% untuk Pemkab Tabanan dan 55% untuk

pihak desa, desa pakraman dan subak. Dari 55% tersebut dibagi lagi yaitu Desa

Dinas Jatiluwih 25%, Desa Pekraman Jatiluwih 30%, Desa Pekraman Gunung

Sari 20%, Subak Jatiluwih 21%, Subak Abian Jatiluwih 2%, dan Subak Abian

Gunung Sari 2%. Subak Abian adalah subak untuk daerah kering atau tegalan.

Berdasarkan Keputusan Ketua Umum Badan Pengelola Daya Tarik

Wisata Jatiluwih Nomor 2 Tahun 2014 tentang Tarif Retribusi Tempat Rekreasi

dan Parkir di Wilayah Daya Tarik Wisata Jatiluwih seperti pada Tabel 6.1.

Page 109: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

109

Tabel 6.1

Tarif Retribusi Rekreasi dan Parkir di Wilayah Daya Tarik Wisata Jatiluwih

No. Kriteria Harga1. Tiket Masuk/Enterance Fee Tiket

- WNA Dewasa Rp. 20.000,-- WNA Anak Anak Rp. 15.000,-- WNI Dewasa Rp. 10.000,-- WNI Anak-Anak Rp. 5.000,-

2. Karcis Parkir/Parking Ticket- Roda 6 Rp. 10.000,-- Roda 4 Rp. 5.000,-- Roda 2 Rp. 2.000,-

3. Lain-Lain- Shooting Filem Asing Rp. 5.000.000,-- Shooting Filem Domestik Rp. 3.000.000,-- Foto Prewedding Asing Rp. 300.000,-- Foto Prewedding Domestik Rp. 100.000,-- Foto Komersial Rp. 500.000,-- Perkemahan Sekolah Rp. 100.000,-/hari- Perkemahan Wisata Rp. 250.000,-/hari- Bersepeda Rp. 5.000.-- Jasa Kebersihan Warung Rp. 1.000,-/hari- Jasa Kebersihan Rumah Makan Rp. 5.000,-/hari

Sumber: Manajemen Operasional DTW Jatiluwih

Apabila dibandingkan kondisi ideal dengan kondisi yang ada

dilapangan pada tahap pelaksanaan atau implementasi pengelolaan lingkungan

ekowisata di Subak Jatiluwih sudah ada mekanisme pembagian anggaran dari

hasil retribusi tempat rekreasi dan parkir. Program dan kegiatan yang

dilaksanakan antara lain adalah pengerasan jalan di Subak Jatiluwih baik dengan

paving maupun semen dan penyediaan tenaga kebersihan dan pengangkutan

sampah di sepanjang jalan utama di Desa Jatiluwih. Sedangkan pembuatan

prosedur kerja dan rencana kerja belum dilaksanakan.

Page 110: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

110

6.4. Evaluasi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata.

Evaluasi adalah kegiatan membandingkan atau mengukur kegiatan yang

sedang atau sudah dilakukan dengan kriteria, norma-norma standar atau rencana-

rencana yang sudah ditetapkan sebelumnya. Evaluasi merupakan bagian terakhir

dari fungsi manajemen yang dilaksanakan untuk mengetahui apakah semua

kegiatan dapat dilaksanakan dan berjalan sesuai rencana untuk mecapai tujuan

yang ditetapkan. Tahap evaluasi pada kondisi ideal ada beberapa hal yang perlu

dilakukan yaitu pertama bentuk dan sistem pelaporan serta evaluasi kinerja.

Apabila dibandingkan kondisi ideal dengan kondisi yang ada dilapangan pada

tahap evaluasi sudah ada mekanisme pelaporan namun sebatas dalam pelaporan

jumlah pemasukan dana dari penarikan retribusi setiap wisatawan baik domestik

maupun asing yang datang berkunjung ke Desa Jatiluwih, sedangkan untuk sistem

dan pelaporan kinerja serta evaluasi kinerja belum dilaksanakan.

Bilamana dilihat dari kondisi Subak Jatiluwih maupun Desa Jatiluwih

pada kondisi sekarang, sudah ada mekanisme pengelolaan potensi yang dilakukan,

namun pengelolaan tersebut baru bersifat pembentukan badan pengelola beserta

manajemenya, tarif retribusi baik bagi pengunjung, rumah makan dan cafe di

sepanjang jalan utama, persentase pembagian hasil retribusi, visi, misi organisasi,

dan implementasi personil. Terdapat beberapa tahap pengelolaan yang belum

dilakukan seperti pengamatan lingkungan, pelatihan, penentuan strategi dan

kebijakan maupun evaluasi kinerja, hal tersebut dikarenakan Badan Pengelola

DTW Jatiluwih beserta struktur organisasi manajemen operasional DTW

Jatiluwih tersebut baru terbentuk sekitar dua tahun.

Page 111: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

111

BAB VII

STRATEGI DAN PROGRAM PENGELOLAAN LINGKUNGAN

EKOWISATA DI SUBAK JATILUWIH

7.1. Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata di Subak Jatiluwih

Potensi ekowisata yang dimiliki Subak Jatiluwih harus dapat dikelola

dengan baik dan benar. Pengelolaan potensi ekowisata di Subak Jatiluwih harus

memberikan manfaat bukan saja pada peningkatan pendapatan dan kesejahteraan

anggota subak namum dapat memberikan perlindungan terhadap lingkungan dan

keberlangsungan subak agar dapat dinikmati oleh generasi sekarang dan generasi

yang akan datang. Strategi pengelolaan potensi ekowisata di Subak Jatiluwih

harus menghasilkam program-program yang baik dan berkelanjutan. Penentuan

strategi pengelolaan lingkungan di Subak Jatiluwih dimulai dengan melakukan

pengamatan terhadap lingkungan internal maupun eksternal. Pengamatan tersebut

bertujuan untuk menjabarkan faktor internal dan eksternal yang ada di Subak

Jatiluwih. Faktor internal meliputi kekuatan dan kelemahan yang dimiliki Subak

Jatiluwih, sedangkan faktor eksternal meliputi peluang dan ancaman yang ada di

Subak Jatiluwih.

7.1.1.Analisis Faktor Internal

Analisis faktor internal menggambarkan kekuatan dan kelemahan

dalam pengelolaan lingkungan ekowisata di Subak Jatiluwih sebagai berikut.

1. Kekuatan

a. Adanya awig-awig yang berwawasan lingkungan.

Page 112: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

112

Awig-awig yang ada di Subak Jatiluwih merupakan salah satu upaya

mendukung pelestarian lingkungan. Awig-awig mengatur bagaimana

anggota masyarakat berinteraksi baik dengan sesama manusia, manusia

dengan lingkungan, maupun hubungan manusia dengan Tuhan. Salah

satu contoh awig-awig di Subak Jatiluwih adalah melarang adanya

kegiatan menembak burung, menyetrum ikan di sungai maupun

membuang sampah di sungai.

b. Memiliki lahan persawahan bertingkat yang indah.

Subak Jatiluwih memiliki keindahan panorama persawahan bertingkat

yang terdapat hampir di semua sub subak. Ada banyak pilihan

pemandangan persawahan di Subak Jatiluwih, ada yang terletak di

pinggir jalan utama, adalah pula yang harus melalui jalur sepeda atau

bahkan dengan berjalan kaki. Keindahan tersebut harus tetap dijaga

kelesariannya agar terus dapat dimanfaatkan bukan hanya untuk generasi

sekarang namun juga generasi yang akan datang.

c. Memiliki sumber mata air alami dan air terjun.

Mata air banyak ditemui di beberapa wilayah di Subak Jatilwih. Terdapat

tiga air terjun di Subak Jatiluwih. Mata air dan air terjun merupakan

beberapa sumber air irigasi utama yang digunakan untuk mengaliri areal

persawahan. Oleh karena itu mata air dan air terjun harus dijaga

kelestariaanya karena pertanian sawah seperti subak memiliki

ketergantungan yang sangat tinggi terhadap air.

d. Memiliki varietas beras merah unggulan yang sudah terkenal.

Page 113: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

113

Subak Jatiluwih terkenal akan produksi beras merahnya. Beberapa beras

merah yang dihasilkan telah memiliki sertifikat SNI pangan organik

unggulan karena tidak menggunakan pestisida. Penggunaan bahan

makanan organik harus terus dikembangkan karena selain baik untuk

kesehatan petani dan penggunanya juga berguna untuk kelestarian

lingkungan.

e. Sudah memiliki lembaga pengelola.

Lembaga pengelola pada suatu daerah berfungsi untuk mempermudah

koordinasi, pembagian kerja dan tanggung jawab. Badan pengelola yang

ada di Jatiluwih terdiri semua stake holder yang ada serta memiliki visi

meningkatkan kesejahteraan masyarakat Jatiluwih melalui

pengembangan pembangunan yang BALI (Bersih, Aman, Lestari, Indah)

dengan menitik beratkan pada pertanian.

f. Terdapat jalur trecking dan cycling yang cukup memadai.

Salah satu kegiatan wisata yang berwawasan lingkungan dan mudah

dikelola adalah kegiatan tracking dan cycling. Jalur tracking dan cycling

yang ada di Subak Jatiluwih sangat beragam dari yang berjalur tanah,

pengerasan berbahan semen hingga paving. Kegiatan tracking dan

cycling yang melibatkan anggota subak dapat membantu anggota subak

untuk mengecek aliran irigasi dari sumber air, sehingga mempercepat

penanganan apabila terdapat gangguan pada saluran irigasi.

g. Aktifitas anggota subak yang sarat akan budaya dan berwawasan

lingkungan.

Page 114: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

114

Hampir tidak ada aktivitas anggota subak yang tidak luput dari kegiatan

upacara. Semua kegiatan upacara yang dilakukan bertujuan untuk

menyelaraskan hubungan manusia dengan Tuhan, manusia dengan alam

dan sesama manusia. Kegiatan upacara yang memerlukan beberapa

bahan-bahan yang bersumber dari alam baik berupa tanaman maupun

hewan, oleh karena itu anggota Subak Jatiluwih senantiasa merawat dan

memelihara bahan-bahan alam sebagai sarana pada pelaksanaan upacara-

upacara tersebut.

2. Kelemahan

a. Kerusakan saluran irigasi dan berkurangnya debit sumber air

menyebabkan lahan persawahan rentan mengalami kekeringan.

Pertanian sawah seperti subak memiliki ketergantungan yang sangat

tinggi terhadap air. Terjadinya perubahan cuaca, musim dan

berkurangnya debit air dari sumber mata air serta banyaknya kerusakan

saluran irigrasi baik karena faktor alam maupun manusia berpotensi

menimbulkan kekeringan yang pada akhirnya dapat merugikan petani.

b. Topografi wilayah dengan tingkat kemiringan yang cukup tinggi dan

kondisi curah hujan yang tinggi bepotensi menyebabkan longsor.

Longsor sering terjadi di Subak Jatiluwih, terutama pada musim hujan.

Longsor tidak hanya merugikan areal persawahan yang terkena longsor

saja namun apabila longsor terjadi pada daerah saluran irigasi hal

tersebut dapat mengurangi jumlah pasokan air ke areal persawahan

Page 115: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

115

dibawahnya yang pada akhirnya dapat menyebabkan kekeringan dan

mematikan tanaman padi.

c. Minimnya kualitas SDM terutama dalam penguasan bahasa asing.

Sumber daya manusia merupakan faktor yang sangat penting dalam

pengembangan pariwisata di Subak Jatiluwih. Pengembangan tersebut

hendaknya melibatkan anggota subak, namun kualitas dan kompetensi

yang dimiliki anggota subak masih kurang memadai, terutama dalam hal

penguasaan bahasa asing. Hasil wawancara dengan Klian Subak

Jatiluwih dan Klian Tempek, hanya Klian Subak Jatiluwih dan Klian Sub

Subak Umadui yang cukup menguasai bahasa Inggris, hal tersebut

dikarenakan pada umumnya anggota subak berprofesi sebagai petani dan

hanya mengenyam pendidikan rendah.

d. Kurangnya fasilitas penunjang pariwisata seperti parkir dan toilet umum.

Lahan parkir yang memadai saat ini hanya terdapat di Desa Soko.

Wisatawan yang berkunjung ke Subak Jatiluwih umumnya memarkir

kendaraanya di bahu jalan. Lahan parkir yang tersedia di Jatiluwih

bersifat khusus dan diperuntukan bagi pengunjung rumah makan dan café

yang ada di sepanjang jalan utama. Penggunaan bahu jalan sebagai area

parkir sangat mengganggu dan dapat menyebabkan kemacetan.

Ketersediaan toilet umum di Subak Jatiluwih pada saat ini masih sangat

terbatas, para wisatawan biasa menggunakan toilet yang ada pada

beberapa rumah makan dan café atau di kantor badan pengelola DTW

Jatiluwih.

Page 116: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

116

e. Pengelolaan potensi subak belum maksimal (kebanyakan wisatawan

hanya melihat pemandangan sawah dari pinggir jalan utama).

Sejak ditetapkanya Subak Jatiluwih sebagai bagian Catur Angga

Batukaru penerima status Warisan Budaya Dunia dari UNESCO banyak

wisatawan yang berkunjung. Kebanyakan wisatawan yang datang

berkunjung hanya sekedar melihat-lihat pemandangan persawahan baik

secara langsung maupun dari café atau rumah makan yang ada di

sepanjang jalan utama.

f. Kondisi jalan menuju Subak Jatiluwih yang kurang memadai.

Kondisi jalan di Subak Jatiluwih terbagi atas dua bagian yaitu menuju

Subak Jatiluwih dan di Subak Jatiluwih itu sendiri baik yang berupa jalan

setapak atau pematang sawah. Kondisi jalan menuju Subak Jatiluwih

banyak yang mengalami kerusakan dan kurang memadai (kecil),

terutama jalan dari Desa Senganan hingga Desa Soko. Kondisi jalan di

Subak Jatiluwih banyak yang masih berupa tanah sehingga kurang

memadai terutama pada musim hujan.

g. Konflik penggunaan air baik antar sesama anggota subak, dengan

pemerintah dan swasta.

Air merupakan sumber penting bagi pertanian sawah. Ketika sumber

daya air berkurang dalam hal jumlah sumber dan debitnya sedangkan

jumlah pengguna air meningkat hal tersebut akan memunculkan berbagai

permasalahan. Semakin langka air yang tersedia dalam suatu subak

semakin sering terjadi perselisihan yang berhubungan dengan

Page 117: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

117

pemnfaatan air. Anggota Subak yang sangat kekurangan air akan tergoda

untuk memanfaatkan air yang ada dengan cara-cara yang kurang baik.

7.1.2.Analisis Faktor Eksternal

Analisis faktor eksternal menggambarkan peluang dan ancaman dalam

pengelolaan lingkungan ekowisata di Subak Jatiluwih sebagai berikut.

1. Peluang

a. Status Subak Jatiluwih sebagai warisan budaya dunia dari UNESCO.

Penetapan Subak Jatiluwih sebagai bagian warisan budaya dunia

membuat Subak Jatiluwih dikenal oleh masyarakat dunia. Program

Warisan Budaya Dunia dari UNESCO bertujuan untuk mengkatalog dan

melestarikan tempat-tempat yang sangat penting dan berarti bagi manusia

sehingga dapat menjadi warisan bagi generasi berikutnya.

b. Perubahan paradigma terhadap kegiatan wisata berbasis lingkungan yang

cenderung meningkat.

Dalam beberapa tahun terakhir ini, paradigma kegiatan pariwisata telah

mengalami pergeseran seiring dengan penerapan konsep pembangunan

berkelanjutan secara global. Kegiatan pariwisata mulai bergeser dari

pariwisata dengan modal dan jumlah besar (mass tourism) ke pariwisata

berbasis alam dan budaya lokal. Jenis kegiatan wisata ini mulai digemari

oleh wisatawan karena mementingkan nilai konservasi, kealamian dari

suatu tempat dan penghargaan konsep-konsep preservasi dan konservasi

terhadap lingkungan dan budaya lokal.

Page 118: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

118

c. Merupakan pengembangan pariwisata yang berwawasan lingkungan dan

budaya.

Perkembangan industri pariwisata sering diidentikan dengan kerusakan

lingkungan. Banyak pembangunan fasilitas penunjang pariwisata

dilakukan dengan merubah bentang alam. Oleh karena itu perlu

dilakukan pengembangan pariwisata yang berwawasan lingkungan dan

budaya agar bukan hanya mendatangkan manfaat ekonomi saja namun

terhadap pelestarian alam dan budaya setempat.

d. Kebijakan pemerintah pusat untuk swasembada pangan.

Program swasembada pangan yang dicanangkan pemerintah pusat pada

tahun 2017 memberikan angin segar kepada para petani. Anggaran

dibidang pertanian mengalami peningkatan. Banyak program bantuan

kepada petani digulirkan seperti bantuan alat atau mesin pertanian, pupuk

dan benih padi. Kebijakan-kebijakan tersebut merupakan peluang yang

sangat membantu petani untuk meningkatkan produksi dan

keberlangsungan sawah.

e. Perubahan paradigma terhadap bahan makanan organik terutama beras

merah yang cenderung meningkat.

Gaya hidup sehat menjadi pilihan masyarakat dewasa ini. Masyarakat

kini mulai meninggalkan gaya hidup yang serba instan, termasuk

makanan terutama beras. Beras organik dan beras merah merupakan

produk makanan yang mulai digemari karena mengandung nutrisi yang

berguna bagi tubuh. Permintaan akan beras organik dan beras merah

Page 119: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

119

diperkirakan akan meningkat di tahun-tahun mendatang. Peluang tersebut

harus dapat dimanfaatkan oleh petani agar dapat meningkatkan

kesejahteraanya.

f. Banyak sumber dana yang secara tidak langsung mengarah pada

pengembangan kepariwisataan seperti perbaikan lingkungan.

Pengembangan dan pembangunan yang ada di Subak Jatiluwih bukan

hanya berasal dari satu bidang atau sumber saja, karena kawasan

persawahan seperti Subak Jatiluwih pengelolaanya dan pengembanganya

mencakup banyak bidang. Pengembangan dan pembangunan saluran

irigasi dan kelengkapnya berasal dari Dinas Pekerjaan Umum. Dinas

Pertanian menangani masalah benih, pupuk dan alat pertanian.

Pelestarian kawasan penunjang sumber air didapat dari Dinas Kehutanan

atau Badan Lingkungan Hidup. Promosi, penguatan budaya dan adat

didapat dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan.

g. Harga paket ekowisata yang ditawarkan berpeluang terus meningkat

karena berhubungan dengan kepuasan wisatawan dan kelengkapan

fasilitas penunjang.

Subak Jatiluwih merupakan kawasan yang baru berkembang, badan

pengelola yang dibentuk baru berumur dua tahun. Seiring dengan

pengembangan dan pembangunan fasilitas serta peningkatan kualitas

SDM yang mumpuni, harga paket ekowisata yang ditawarkan dapat terus

ditingkatkan apalagi ditunjang dengan peningkatan kepuasan wisatawan.

Peningkatan harga paket ekowisata tersebut diharapkan dapat

Page 120: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

120

meningkatkan kesejahteraan petani dan masyarakat sekitar sehingga

keberadaan subak dapat terus terjaga.

2. Ancaman

a. Adanya persaingan antar daerah tujuan wisata yang memiliki kesamaan

potensi.

Pulau Bali memiliki berbagai tempat yang dikembangkan sebagai tempat

tujuan wisata. Sebagai salah satu tempat yang baru berkembang Subak

Jatilwuih dihadapkan dengan persaingan untuk merebut perhatian para

wisatawan yang berkunjung ke Bali. Persaingan tersebut datang dari

daerah yang memiliki kesamaan potensi dan memiliki pengelolaan

lingkungan yang cukup baik serta sudah lebih dahulu terkenal.

b. Perubahaan dan ketidakpastian musim yang dapat menyebabkan

kekeringan dan musim hujan berkepanjangan.

Tanaman padi sangat tergantung pada kondisi musim dan cuaca.

Kegagalan musim tanam dapat terjadi lantaran curah hujan sedikit,

sementara air irigasi semakin sedikit akibat musim kemarau panjang.

Tingginya curah hujan yang turun hari juga dapat membuat tanaman padi

yang siap dipanen manjadi tergenang air, apabila air tidak surut dalam

beberapa hari maka tanaman padi akan membusuk dan mati sehingga

dapat merugikan petani.

c. Banyaknya peternakan ayam di sekitar subak yang dapat menyebabkan

pencemaran.

Page 121: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

121

Peternakan ayam selain meningkatkan kesejahteraan juga membawa

dampak negatif bagi lingkungan. Salah satu dampak negatif dari usaha

peternakan ayam adalah menimbulkan bau yang kurang sedap, merusak

pemandangan dan meningkatkan jumlah lalat, sehingga perlu dibuat

pengaturan tentang tata letak peternakan ayam yang diluar daerah-daerah

yang sering dikunjungi wisatawan.

d. Meningkatnya kunjungan wisatawan akan meningkatkan alih fungsi

lahan.

Meningkatkanya kunjungan wisatawan pasca ditetapkanya Subak

Jatiluwih sebagai Warisan Budaya dunia dari UNESCO dibarengi dengan

peningkatan pembangunan fasilitas penunjang pariwisata seperti café,

restoran dan penginapan. Peningkatan alih fungsi lahan berpotensi

membahayakan subak, karena subak adalah sebuah sistem yang terpadu,

ketika sebagian lahan dijual, beban yang ditanggung oleh persawahan di

sekitarnya akan meningkat. Kondisi ini memberikan tekanan yang lebih

besar bagi petani untuk menjual sawahnya, yang kemudian mengancam

keberlangsungan seluruh subak.

e. Kebijakan pemerintah yang belum jelas.

Perda Kabupaten Tabanan Nomor 6 Tahun 2014 tentang Kawasan Jalur

Hijau, menyebutkan bahwa Kawasan Jalur Hijau Senganan-Jatiluwih

berjarak 1.000m dari sebelah kanan dan kiri jalan. Berdasarkan peraturan

tersebut diluar jarak 1.000m dari jalan masyarakat yang memiliki lahan

baik berupa lahan persawahan maupun perkebunan dapat mendirikan

Page 122: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

122

sebuah bangunan. Hal tersebut tentu bertentangan dengan Perda Provinsi

Bali Nomor 16 Tahun 2009 dimana Subak Jatiluwih masuk dalam

Kawasan Warisan Budaya yang harus dipertahankan keasliannya.

f. Minimnya pendapatan petani dari mengelola sawah.

Dewasa ini sangat sedikit anggota masyarakat yang ingin menjadi petani

padi. Hal tersebut dikarenakan minimnya penghasilan sebagai petani

padi. Ongkos produksi mulai dari membeli benih, pupuk, pestisida,

ongkos mengolah tanah, membayar tenaga kerja tanam, penyiangan, dan

panen yang dikeluarkan hampir sebanding dengan pendapatan yang

diperoleh dari hasil panen. Hal tersebut menyebabkan banyak lahan

persawahan yang dijual atau petani lebih memilih pekerjaan lain untuk

dapat menghidupi keluarganya.

g. Serangan hama seperti wereng dan tikus yang dapat merusak tanaman

padi.

Subak Jatiluwih seperti areal persawahan pada umumnya sangat rentan

akan serangan hama seperti wereng dan tikus. Banyak hal yang sudah

dilakukan petani untuk mengusir hama tersebut namun serangan hama

semakin hari semakin meresahkan. Wereng biasanya menyerang batang

dan daun padi. Tikus menyerang batang muda dan buah menyebabkan

kerusakan parah pada tanaman padi dan penurunan produksi. Serangan

hama tersebut dapat menyebabkan gagal panel dan menyerang

keseluruhan subak bahkan dapat menyebar ke subak-subak lainnya yang

berbatasan dengan subak yang terkena serangan.

Page 123: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

123

7.1.3.Analisis EFAS dan IFAS

Analisis IFAS (Internal Factor Analysis Summary) digunakan untuk

menganalisis faktor internal berupa kekutan dan kelemahan. Analisis EFAS

(Exsternal Factor Analysis Summary) digunakan untuk menganalisis faktor

eksternal berupa peluang dan ancaman. Setelah dijabarkan faktor-faktor internal

dan eksternal tahap selanjutnya adalah melakukan pembobotan terhadap masing

faktor. Penentuan pembobotan masing-masing faktor dilakukan oleh narasumber

yang dinilai mampu dan mempunyai bidang pekerjaan pada pengelolaan

lingkungan subak dan ekowisata. Identitas narasumber terdapat pada Lampiran 7.

Penentuan pembobotan dilakukan dengan metoda perbandingan berpasangan,

yaitu dengan membandingkan satu faktor dengan faktor lainnya secara

bepasangan. Hasil pembobotan faktor internal dari masing-masing narasumber

terdapat pada Lampiran 14, sedangkan hasil rata-rata pembobotan seperti

disajikan pada Tabel 7.1.

Tabel 7.1

Hasil Rata-Rata Pembobotan Faktor Internal

Kekuatan Bobot

a. Adanya awig-awig yang berwawasan lingkungan. 0,068

b. Memiliki lahan persawahan bertingkat yang indah. 0,071

c. Memiliki sumber mata air alami dan air terjun. 0,063

d. Memiliki varietas beras merah unggulan yang sudah terkenal. 0,044

e. Sudah memiliki lembaga pengelola. 0,083

f. Terdapat jalur trecking dan cycling yang cukup memadai. 0,071

g. Aktifitas anggota subak yang sarat akan budaya danberwawasan lingkungan. 0,097

Page 124: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

124

Tabel 7.1 Lanjutan

Kelemahan Bobot

a.Kerusakan saluran irigasi dan berkurangnya debit sumber airmenyebabkan lahan persawahan rentan mengalamikekeringan.

0,083

b.Topografi wilayah dengan tingkat kemiringan yang cukuptinggi dan kondisi curah hujan yang tinggi bepotensimenyebabkan longsor.

0,056

c. Minimnya kualitas SDM terutama dalam penguasan bahasaasing. 0,063

d. Kurangnya fasilitas penunjang pariwisata seperti parkir dantoilet umum. 0,078

e.Pengelolaan potensi subak belum maksimal (kebanyakanwisatawan hanya melihat pemandangan sawah dari pinggirjalan utama).

0,071

f. Kondisi jalan menuju Subak Jatiluwih yang kurangmemadai. 0,070

g. Konflik penggunaan air baik antar sesama anggota subak,dengan pemerintah dan swasta. 0,078

JUMLAH 1,000Sumber: Hasil Penelitian Tahun 2015

Hasil rata-rata pembobobotan narasumber untuk faktor kekuatan

menunjukkan bahwa aktifitas anggota subak yang sarat akan budaya dan

berwawasan lingkungan memiliki bobot tertinggi disusul sudah adanya lembaga

pengelola di posisi kedua dan adanya jalur trecking dan cycling yang cukup

memadai di posisi ketiga. Hasil pembobotan dari narasumber tersebut

mengindikasikan bahwa aktivitas anggota subak yang sarat akan budaya dan

berwawasan lingkungan serta adanya lembaga pengelola di Subak Jatiluwih

merupakan kekuatan utama dalam pengelolaan lingkungan ekowisata. Dengan

adanya aktivitas anggota subak yang sarat akan budaya dan berwawasan

lingkungan maka kelestarian lingkungan akan terjaga. Badan Pengelola akan

Page 125: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

125

mempermudah koordinasi dan pengawasan dalam pengelolaan lingkungan

ekowisata di Subak Jatiluwih.

Hasil rata-rata pembobotan untuk faktor kelemahan menunjukan bahwa

kerusakan saluran irigasi dan berkurangnya debit sumber air yang menyebabkan

lahan persawahan rentan mengalami kekeringan memiliki bobot tertinggi, disusul

adanya konflik penggunaan air baik antar sesama anggota subak, dengan

pemerintah dan swasta serta kurangnya fasilitas penunjang pariwisata seperti

parkir dan toilet umum dengan bobot yang sama. Kondisi tersebut menyatakan

bahwa kerusakan saluran irigasi dan berkurangnya debit air dapat menyebabkan

kekeringan merupakan kelemahan utama dalam pengelolaan lingkungan di Subak

Jatiluwih, karena subak merupakan faktor utama pengelolaan ekowisata di Subak

Jatiluwih dan Desa Jatiluwih yang harus dijaga kelestariannya. Hasil pembobotan

untuk faktor eksternal dari narasumber terdapat pada Lampiran 15. Sedangkan

Hasil rata-rata pembobotan faktor eksternal disajikan pada Tabel 7.2.

Tabel 7.2

Hasil Rata-Rata Pembobotan Faktor Eksternal

Peluang Bobot

a. Status Subak Jatiluwih sebagai warisan budaya dunia dariUNESCO. 0,092

b. Perubahan paradigma terhadap kegiatan wisata berbasislingkungan yang cenderung meningkat. 0,073

c. Merupakan pengembangan pariwisata yang berwawasanlingkungan dan budaya. 0,087

d. Kebijakan pemerintah pusat untuk swasembada pangan. 0,058

e. Perubahan paradigma terhadap bahan makanan organik terutamaberas dan beras merah yang cenderung meningkat. 0,048

f. Banyak sumber dana yang secara tidak langsung mengarah padapengembangan kepariwisataan seperti perbaikan lingkungan. 0,080

Page 126: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

126

Tabel 7.2 Lanjutan

g.Harga paket ekowisata yang ditawarkan berpeluang terusmeningkat karena berhubungan dengan kepuasan wisatawan dankelengkapan fasilitas penunjang.

0,060

Ancaman Bobot

a. Adanya persaingan antar daerah tujuan wisata yang memilikikesamaan potensi seperti ubud, payangan dan lain sebagainya. 0,075

b. Perubahaan dan ketidakpastian musim yang dapat menyebabkankekeringan dan musim hujan berkepanjangan. 0,075

c. Banyaknya peternakan ayam di sekitar subak yang dapatmenyebabkan pencemaran. 0,061

d. Meningkatnya kunjungan wisatawan akan meningkatkan alihfungsi lahan. 0,070

e. Kebijakan pemerintah yang belum jelas. 0,070

f. Minimnya pendapatan petani dari mengelola sawah. 0,068

g. Serangan hama seperti wereng dan tikus yang dapat merusaktanaman padi. 0,082

JUMLAH 1,000

Sumber: Hasil Penelitian Tahun 2015

Hasil rata-rata pembobotan narasumber untuk faktor peluang

menunjukkan bahwa status Subak Jatiluwih sebagai warisan budaya dunia dari

UNESCO memiliki bobot tertinggi disusul pengembangan pariwisata yang

berwawasan lingkungan dan budaya di posisi kedua dan banyaknya sumber dana

yang secara tidak langsung mengarah pada pengembangan kepariwisataan seperti

perbaikan lingkungan di posisi ketiga. Sejak ditetapkanya Subak Jatiluwih sebagai

bagian Catur Angga Batukaru penerima status Warisan Budaya Dunia dari

UNESCO banyak perbaikan dan pengembangan yang dilakukan di Subak

Jatiluwih seperti pembentukan badan pengelola dan manajamen operasional serta

adanya peningkatan jumlah kunjungan wisatawan ke Subak Jatiluwih. Hal

Page 127: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

127

tersebut mengindikasikan bahwa status Subak Jatiluwih sebagai warisan budaya

dunia dari UNESCO merupakan peluang utama dalam pengelolaan lingkungan

ekowisata di Subak Jatiluwih.

Hasil rata-rata pembobobotan narasumber untuk faktor ancaman

menunjukkan bahwa serangan hama seperti wereng dan tikus yang dapat merusak

tanaman padi memiliki bobot tertinggi disusul adanya persaingan antar daerah

tujuan wisata yang memiliki kesamaan potensi seperti ubud, payangan serta

perubahaan dan ketidakpastian musim yang dapat menyebabkan kekeringan dan

musim hujan berkepanjangan dengan bobot yang sama. Ketiga faktor ancaman

dengan bobot tertinggi dua diantaranya merupakan ancaman yang secara langsung

dapat menganggu keberlangsungan subak. Serangan hama dan perubahaan serta

ketidakpastian musim secara langsung dapat menganggu keberlangsungan subak

yang pada akhirnya dapat menganggu pengelolaan lingkungan ekowisata di Subak

Jatiluwih.

Tahap selanjutnya dalam analisis IFAS dan EFAS adalah menentukan

peringkat (rating) dari masing faktor baik internal (kekuatan dan kelemahan)

maupun eksternal (peluang dan ancaman). Penilaian rating faktor dilakukan

dengan memberikan peringkat (rating) antara 1 sampai 4 untuk masing masing

faktor, dengan keterangan nilai 1 (sangat lemah), 2 (agak lemah), nilai 3 (cukup

kuat) dan nilai 4 (sangat kuat). Penilaian rating faktor internal dari narasumber

terdapat pada Lampiran 16 sedangkan penilaian rating faktor eksternal terdapat

pada Lampiran 17. Analisis IFAS dan EFAS mengahasilkan Tabel IFAS dan

Tabel EFAS seperti disajikan pada Tabel 7.3 dan Tabel 7.4.

Page 128: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

128

Tabel 7.3

Tabel Internal Factor Analysis Summary (IFAS)

Kekuatan Bobot RatingBobot

xRating

a. Adanya awig-awig yang berwawasan lingkungan. 0,068 3,143 0,214

b. Memiliki lahan persawahan bertingkat yang indah. 0,071 3,571 0,255

c. Memiliki sumber mata air alami dan air terjun. 0,063 3,429 0,216

d. Memiliki varietas beras merah unggulan yangsudah terkenal. 0,044 2,857 0,127

e. Sudah memiliki lembaga pengelola. 0,083 3,000 0,250

f. Terdapat jalur trecking dan cycling yang cukupmemadai. 0,071 3,000 0,214

g. Aktifitas anggota subak yang sarat akan budayadan berwawasan lingkungan. 0,097 3,143 0,306

Kelemahan Bobot RatingBobot

xRating

a.Kerusakan saluran irigasi dan berkurangnya debitsumber air menyebabkan lahan persawahan rentanmengalami kekeringan.

0,083 2,857 0,239

b.Topografi wilayah dengan tingkat kemiringan yangcukup tinggi dan kondisi curah hujan yang tinggibepotensi menyebabkan longsor.

0,056 2,571 0,145

c. Minimnya kualitas SDM terutama dalampenguasan bahasa asing. 0,063 2,714 0,171

d. Kurangnya fasilitas penunjang pariwisata sepertiparkir dan toilet umum. 0,078 3,143 0,246

e.Pengelolaan potensi subak belum maksimal(kebanyakan wisatawan hanya melihatpemandangan sawah dari pinggir jalan utama).

0,071 2,571 0,184

f. Kondisi jalan menuju Subak Jatiluwih yang kurangmemadai. 0,070 2,857 0,199

g. Konflik penggunaan air baik antar sesama anggotasubak, dengan pemerintah dan swasta. 0,078 2,429 0,190

JUMLAH 1,000 2,957

Sumber: Hasil Penelitian Tahun 2015

Page 129: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

129

Hasil rata-rata penilaian faktor kekuatan (Lampiran 16) menunjukkan

bahwa lahan persawahan bertingkat yang indah memiliki nilai tertinggi dengan

nilai 3,571, disusul memiliki sumber mata air alami dan air terjun dengan nilai

3,429. Peringkat ketiga terdapat dua kekuatan dengan nilai yang sama yaitu

adanya awig-awig yang berwawasan lingkungan dan Aktifitas anggota subak

yang sarat akan budaya dan berwawasan lingkungan dengan nilai masing-masing

3,143. Hasil rata-rata penilaian untuk faktor kelemahan (Lampiran 16)

menunjukan bahwa kelemahan dengan nilai tertinggi adalah kurangnya fasilitas

penunjang pariwisata seperti parkir dan toilet umum dengan nilai 3,143 disusul

oleh dua faktor kelemahan dengan nilai yang sama yaitu adanya kerusakan saluran

irigasi dan berkurangnya debit sumber air menyebabkan lahan persawahan rentan

mengalami kekeringan dan kondisi jalan menuju Subak Jatiluwih yang kurang

memadai dengan nilai masing-masing 2,857. Hasil penjumlahan perkalian antara

bobot dan rating untuk faktor internal menghasilkan nilai 2,957. Analisis EFAS

mengahasilkan Tabel EFAS seperti disajikan pada Tabel 7.4.

Tabel 7.4

Tabel Exsternal Factor Analysis Summary (EFAS)

Peluang Bobot RatingBobot

xRating

a. Status Subak Jatiluwih sebagai warisan budaya duniadari UNESCO. 0,092 3,286 0,303

b. Perubahan paradigma terhadap kegiatan wisataberbasis lingkungan yang cenderung meningkat. 0,073 2,857 0,210

c. Merupakan pengembangan pariwisata yangberwawasan lingkungan dan budaya. 0,087 3,286 0,286

d. Kebijakan pemerintah pusat untuk swasembadapangan. 0,058 2,429 0,141

Page 130: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

130

Tabel 7.4 Lanjutan

e.Perubahan paradigma terhadap bahan makananorganik terutama beras dan beras merah yangcenderung meningkat.

0,048 2,571 0,123

f.Banyak sumber dana yang secara tidak langsungmengarah pada pengembangan kepariwisataan sepertiperbaikan lingkungan.

0,080 2,571 0,206

g.

Harga paket ekowisata yang ditawarkan berpeluangterus meningkat karena berhubungan dengankepuasan wisatawan dan kelengkapan fasilitaspenunjang.

0,060 2,571 0,154

Ancaman Bobot RatingBobot

xRating

a.Adanya persaingan antar daerah tujuan wisata yangmemiliki kesamaan potensi seperti ubud, payangandan lain sebagainya.

0,075 3,000 0,226

b.Perubahaan dan ketidakpastian musim yang dapatmenyebabkan kekeringan dan musim hujanberkepanjangan.

0,075 2,571 0,193

c. Banyaknya peternakan ayam di sekitar subak yangdapat menyebabkan pencemaran. 0,061 2,429 0,149

d. Meningkatnya kunjungan wisatawan akanmeningkatkan alih fungsi lahan. 0,070 2,571 0,180

e. Kebijakan pemerintah yang belum jelas. 0,070 2,571 0,180

f. Minimnya pendapatan petani dari mengelola sawah. 0,068 2,000 0,136

g. Serangan hama seperti wereng dan tikus yang dapatmerusak tanaman padi. 0,082 2,286 0,188

JUMLAH 1,000 2,673

Sumber: Hasil Penelitian Tahun 2015

Hasil rata-rata penilaian faktor peluang dari narasumber (Lampiran 17)

menghasilkan dua fakor peluang dengan nilai tertinggi yaitu status Subak

Jatiluwih sebagai Warisan Budaya Dunia dari UNESCO dan merupakan

pengembangan pariwisata yang berwawasan lingkungan dan budaya dengan nilai

Page 131: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

131

masing-masing 3,286. Sedangkan adanya perubahan paradigma terhadap kegiatan

wisata berbasis lingkungan yang cenderung meningkat menempati peringkat

berikutnya dengan nilai 2,857. Hasil rata-rata penilaian dari narasumber untuk

faktor ancaman (Lampiran 17) menujukkan bahwa ancaman dengan nilai tertinggi

adalah adanya persaingan antar daerah tujuan wisata yang memiliki kesamaan

potensi dengan nilai 3, disusul oleh tiga ancaman dengan nilai yang sama yaitu

perubahaan dan ketidakpastian musim yang dapat menyebabkan kekeringan dan

musim hujan berkepanjangan, meningkatnya kunjungan wisatawan akan

meningkatkan alih fungsi lahan serta kebijakan pemerintah yang belum jelas

dengan nilai masing-masing 2,571. Hasil penjumlahan perkalian antara bobot dan

rating untuk faktor internal menghasilkan nilai 2,673.

Nilai total penjumlahan perkalian antara bobot dan rating untuk faktor

internal dan eksternal pada Tabel 7.3 dan Tabel 7.4 digunakan untuk

memposisikan memposisikan strategi umum yang digunakan dalam pengelolaan

lingkungan ekowisata di Subak Jatiluwih. Hasil penjumlahan perkalian antara

bobot dan rating untuk faktor internal (IFAS) menghasilkan nilai 2,957,

sedangkan hasil penjumlahan perkalian antara bobot dan rating untuk faktor

eksternal (EFAS) menghasilkan nilai 2,673. Hal tersebut memposisikan strategi

umum yang digunakan adalah strategi pada sel V dengan strategi pertumbuhan

melalui integrasi horisontal atau strategi stabilitas (strategi tidak berubah atau

strategi laba) seperti ditunjukan pada Tabel 7.5.

Page 132: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

132

Tabel 7.5.

Matriks Internal Factor Analysis Summary (IFAS) dan Exsternal Factor Analysis

Summary (EFAS) Strategi Umum Pengelolaan Lingkungan Ekowisata di Subak

Jatiluwih

VPertumbuhanKonsentrasi via

integrasi HorisontalStabilitas

Strategi tidakberubah/Strategi laba

Sumber: Hasil Penelitian Tahun 2015

Strategi pertumbuhan melalui integrasi horisontal dilakukan dengan

berkonsentrasi pada kegiatan usaha yang sekarang dilakukan dan melakukan

integrasi horisontal yaitu dengan cara memperluas kegiatan-kegiatan, menambah

dan mengembangkan rentang produk dan jasa yang ditawarkan serta

memanfaatkan kekuatan dan peluang yang ada dan memperkecil dampak

kelemahan dan ancaman yang mungkin muncul. Selain strategi tersebut posisi

pada sel V juga dapat menerapkan strategi stabilitas (strategi tidak berubah atau

strategi laba). Strategi stabilitas tidak melakukan perubahan-perubahan yang

1,0

1,0

2,0

2,0

3,0

3,04,0

Kuat(3,0 – 4,0)

Sedang(2,0 – 2,99)

Lemah(1,0 – 1,99)

Menengah(2,0 – 2,99)

Tinggi(3,0 – 4,0)

Rendah(1,0 – 1,99)

Page 133: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

133

berarti dan tetap melakukan usaha-usaha yang sedang dijalankan dan hanya

melakukan sedikit penyesuian untuk mendapat laba. Oleh karena itu terdapat dua

strategi umum yang dapat dilakukan dalam pengelolaan lingkungan ekowisata di

Subak Jatiluwih yaitu:

1. Strategi pertumbuhan melalui integrasi horisontal, hal tersebut

dikarenakan nilai faktor internal (IFAS) sebesar 2,957 yang hampir

mendekati nilai 3 yang menunjukkan bahwa kuatnya faktor internal

yang dimiliki. Strategi tersebut dapat dilakukan dengan pengelolaan

lingkungan ekowisata yang berbasis pertanian, budaya dan alam yang

dapat menarik wisatawan.

2. Strategi stabilitas. Strategi ini terutama digunakan pada pengelolaan

lingkungan yaitu dengan tidak melakukan perubahan-perubahan yang

berarti terhadap kondisi lingkungan kecuali untuk perbaikan lingkungan

seperti perbaikan saluran irigasi dan jalan. Strategi ini penting

dilakukan untuk menjaga keaslian dan kelestarian lingkungan agar

dapat berguna bagi generasi sekarang dan generasi yang akan datang.

7.1.4.Analisis SWOT

Analisis SWOT merupakan alat (tool) yang dapat dipakai untuk

menganalisis berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi

kebijakan yang akan digunakan. Hasil analisis SWOT dapat dilihat pada Tabel

7.6.

Page 134: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

134

Tabel 7.6Analisis Strengths Weaknesses Opportunities Threats (SWOT)

FAKTOR-FAKTORINTERNAL

FAKTOR-FAKTOREKSTERNAL

KEKUATAN (STRENGTHS) KELEMAHAN (WEAKNESSES)

1. Adanya awig-awig yang berwawasan lingkungan.2. Memiliki lahan persawahan bertingkat yang indah.3. Memiliki sumber mata air alami dan air terjun.4. Memiliki varietas beras merah unggulan yang sudah terkenal.5. Sudah memiliki lembaga pengelola.6. Terdapat jalur trecking dan cycling yang cukup memadai.7. Aktifitas anggota subak yang sarat akan budaya dan

berwawasan lingkungan.

1. Kerusakan saluran irigasi dan berkurangnya debit sumber airmenyebabkan lahan persawahan rentan mengalami kekeringan.

2. Topografi wilayah dengan tingkat kemiringan yang cukup tinggi dankondisi curah hujan yang tinggi bepotensi menyebabkan longsor.

3. Minimnya kualitas SDM terutama dalam penguasan bahasa asing.4. Kurangnya fasilitas penunjang pariwisata seperti parkir dan toilet

umum.5. Pengelolaan potensi subak belum maksimal (kebanyakan wisatawan

hanya melihat pemandangan sawah dari pinggir jalan utama).6. Kondisi jalan menuju Subak Jatiluwih yang kurang memadai.7. Konflik penggunaan air baik antar sesama anggota subak, dengan

pemerintah dan swasta.PELUANG (OPPORTUNITIES) Strategi SO Strategi WO

a. Status Subak Jatiluwih sebagai warisan budaya dunia dari UNESCO.b. Perubahan paradigma terhadap kegiatan wisata berbasis lingkungan

yang cenderung meningkat.c. Merupakan pengembangan pariwisata yang berwawasan lingkungan

dan budaya.d. Kebijakan pemerintah pusat untuk swasembada pangan.e. Perubahan paradigma terhadap bahan makanan organik terutama beras

dan beras merah yang cenderung meningkat.f. Banyak sumber dana yang secara tidak langsung mengarah pada

pengembangan kepariwisataan seperti perbaikan lingkungan.g. Harga paket ekowisata yang ditawarkan berpeluang terus meningkat

karena berhubungan dengan kepuasan wisatawan dan kelengkapanfasilitas penunjang.

1. Pengelolaan lingkungan ekowisata berbasis pertanian, budayadan alam (2, 3, 4, 6, 7 – a, b, c, g)

2. Menciptakan beras merah sebagai brand Subak Jatiluwih (4 –d, e)

3. Memaksimalkan kinerja lembaga pengelola dan menjalinkerjasama dengan instansi atau stakeholder terkait (5 – d, f)

4. Meningkatkan partisipasi anggota subak dalam pengawasanpelaksanaan awig-awig dan peraturan perundang undangan(1, 7 – b, c)

1. Peningkatan kualitas lingkungan, sarana prasana pertanian, saluranirigasi dan fasilitas penunjang pariwisata (1, 2, 4, 6, 7 – a, c, d, f)

2. Peningkatan ketrampilan dan kualitas SDM (3, 5 – b, g).3. Peningkatan produksi beras merah organik (5 – d, e)

ANCAMAN (THREATS) Strategi ST Strategi WT

a. Adanya persaingan antar daerah tujuan wisata yang memiliki kesamaanpotensi.

b. Perubahaan dan ketidakpastian musim yang dapat menyebabkankekeringan dan musim hujan berkepanjangan.

c. Banyaknya peternakan ayam di sekitar subak yang dapat menyebabkanpencemaran.

d. Meningkatnya kunjungan wisatawan akan meningkatkan alih fungsilahan.

e. Kebijakan pemerintah yang belum jelas.f. Minimnya pendapatan petani dari mengelola sawah.g. Serangan hama seperti wereng dan tikus yang dapat merusak tanaman

padi.

1. Memperkenalkan keunikan potensi alam subak jatiluwih danberas merah (2, 3, 4, 6, 7 – a)

2. Memperkuat awig-awig tentang pengelolaan lingkungan atauperda RTRW (1, 5, 7 – b, c, d, e)

3. Pemberdayaan anggota subak dalam pengelolaan potensi (2,3, 5, 6, 7 – f)

4. Pengendalian dan penanggulangan hama secara terpadu (2, 4– e, g)

1. Pendataan potensi bencana longsor dan kerusakan saluran irigasiserta pemantauan debit sumber air (1, 2, 7 – b)

2. Menjalin kerjasama antara pengusaha peternakan ayam dan anggotasubak (3 - c, f)

3. Pemanfaatan anggota subak dalam pembangunan sarana danprasarana penunjang (3, 4, 6 – f)

4. Sosialisasi peraturan mengenai jalur hijau dan pemberian insentifbagi jalur hijau serta pengenaan jasa lingkungan ( - d, e, f)

Page 135: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

135

Analisis SWOT didasarkan pada logika untuk memaksimalkan

kekuatan (Strength) dan peluang (Opportunities), namun secara bersamaan dapat

meminimalkan kelemahan (Weakness) dan ancaman (Threats). Guna mewujudkan

pengelolaan lingkungan ekowisata di Subak Jatiluwih terdapat empat strategi yang

dapat digunakan untuk pengelolaan lingkungan ekowisata di Subak Jatiluwih

(Tabel 7.6) sebagai berikut.

7.1.4.1. Strategi Strength Opportunities (SO)

Strategi SO adalah strategi yang meningkatkan indikator kekuatan yang

dimiliki Subak Jatiluwih dengan cara memanfaatkan indikator peluang-peluang

yang ada dalam mengelola lingkungan ekowisata di Subak Jatiluwih yaitu sebagai

berikut.

1. Pengelolaan lingkungan ekowisata berbasis pertanian, budaya dan

alam (SO1).

2. Menciptakan beras merah sebagai brand Subak Jatiluwih (SO2).

3. Memaksimalkan kinerja lembaga pengelola dan menjalin

kerjasama dengan instansi atau stakeholder terkait (SO3).

4. Meningkatkan partisipasi anggota subak dalam pengawasan

pelaksanaan awig-awig dan peraturan perundang undangan (SO4).

7.1.4.2. Strategi Strength Threats (ST)

Strategi ST adalah strategi yang bertujuan meningkatkan kekuatan yang

dimiliki untuk menimimalkan ancaman-ancaman yang muncul dalam pengelolaan

lingkungan ekowisata di Subak Jatiluwih yaitu sebagai berikut.

Page 136: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

136

1. Memperkenalkan keunikan potensi alam Subak Jatiluwih dan beras

merah (ST1).

2. Memperkuat awig-awig tentang pengelolaan lingkungan atau perda

RTRW (ST2).

3. Pemberdayaan anggota subak dalam pengelolaan potensi (ST3).

4. Pengendalian dan penanggulangan hama secara terpadu (ST4).

7.1.4.3. StrategiWeakness Opportunities (WO)

Strategi WO adalah strategi yang bertujuan untuk meminimalkan

kelemahan yang ada dengan dengan cara memanfaatkan peluang-peluang yang

dimiliki dalam pengelolaan lingkungan ekowisata di Subak Jatiluwih yaitu

sebagai berikut.

1. Peningkatan kualitas lingkungan, sarana prasana pertanian, saluran

irigasi dan fasilitas penunjang pariwisata (WO1).

2. Peningkatan ketrampilan dan kualitas SDM (WO2).

3. Peningkatan produksi beras merah organik (WO3).

7.1.4.4. StrategiWeakness Threats (WT)

Strategi WT adalah strategi yang digunakan untuk mengurangi

kelemahan yang ada sehingga dapat memperkecil atau mengilangkan ancaman

yang muncul dalam pengelolaan lingkungan ekowisata di Subak Jatiluwih yaitu

sebagai berikut.

Page 137: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

137

1. Pendataan potensi bencana longsor dan kerusakan saluran irigasi

serta pemantauan debit sumber air (WT1).

2. Menjalin kerjasama antara pengusaha peternakan ayam dan

anggota subak (WT2).

3. Pemanfaatan anggota subak dalam pembangunan sarana dan

prasarana penunjang (WT3).

4. Sosialisasi peraturan mengenai jalur hijau dan pemberian insentif

bagi jalur hijau serta pengenaan jasa lingkungan (WT4).

7.1.5.Analisis QSPM

Analisis QSPM atau Quantitative Strategies Planning Matrix adalah

suatu alat atau tools yang digunakan untuk menentukan ketertarikan relatif dari

strategi-strategi alternatif yang telah dipilih untuk merumuskan strategi yang

paling baik atau untuk menentukan skala prioritas strategi yang akan

diimplementasikan dalam pengelolaan lingkungan ekowisata di Subak Jatiluwih.

Analisis QSPM dimulai dengan merumuskan nilai ketertarikan narasumber

terhadap sejumlah strategi yang dirumuskan dalam analisis SWOT. Ketujuh

narasumber diminta memberikan nilai ketertarikan (Attractive Score) terhadap

sejumlah strategi yang telah dirumuskan. Hasil nilai ketertarikan (Attractive

Score) dari narasumber terdapat pada Lampiran 18, sedangkan hasil rata-rata nilai

ketertarikan (Attractive Score) dari narasumber seperti ditunjukan pada Tabel 7.7.

Page 138: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

138

Tabel 7.7

Hasil Rata-Rata Nilai Ketertarikan (Attractive Score)

Strategi Strength Opportunities (SO) Rata-Rata AS

1. Pengelolaan lingkungan ekowisata berbasis pertanian, budayadan alam 3,571

2. Menciptakan beras merah sebagai brand Subak Jatiluwih 2,857

3. Memaksimalkan kinerja lembaga pengelola dan menjalinkerjasama dengan instansi atau stakeholder terkait 2,857

4. Meningkatkan partisipasi anggota subak dalam pengawasanpelaksanaan awig-awig dan peraturan perundang undangan 3,286

Strategi Strength Threats (ST) Rata-Rata AS

1. Memperkenalkan keunikan potensi alam subak jatiluwih danberas merah 3,286

2. Memperkuat awig-awig tentang pengelolaan lingkungan atauperda RTRW 3

3. Pemberdayaan anggota subak dalam pengelolaan potensi 34. Pengendalian dan penanggulangan hama secara terpadu 3

Strategi Weaknesses Opportunities (WO) Rata-Rata AS

1. Peningkatan kualitas lingkungan, sarana prasana pertanian,saluran irigasi dan fasilitas penunjang pariwisata. 3,286

2. Peningkatan ketrampilan dan kualitas SDM 3,429

3. Peningkatan produksi beras merah organik 2,857

Strategi Weaknesses Threats (WT) Rata-Rata AS

1. Pendataan potensi bencana longsor dan kerusakan saluranirigasi serta pemantauan debit sumber air. 2,571

2. Menjalin kerjasama antara pengusaha peternakan ayam dananggota subak. 2,286

3. Pemanfaatan anggota subak dalam pembangunan sarana danprasarana penunjang. 3

4. Sosialisasi peraturan mengenai jalur hijau dan pemberianinsentif bagi jalur hijau serta pengenaan jasa lingkungan. 2,857

Sumber: Hasil Penelitian Tahun 2015

Page 139: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

139

Langkah selanjutnya setelah mendapatkan nilai rata-rata dari nilai

ketertarikan (Attractive Score/AS) adalah mencari nilai total ketertarikan (Total

Attractive Score/TAS) dengan menggunakan rata-rata bobot masing-masing faktor

internal (kekuatan dan kelemahan) dan faktor eksternal (peluang dan ancaman)

pada analisis IFAS dan EFAS pada Tabel 7.1 dan Tabel 7.2. Jumlah perkalian

antara rata-rata bobot faktor dan rata-rata nilai ketertarikan (Atrractive Score)

menjadi nilai total ketertarikan (Total Attractive Score/TAS). Jumlah dari nilai

TAS ini kemudian dijumlahkan sehingga diperoleh nilai gabungan TAS pada

setiap strategi yang akan diimplementasikan. Hasil analisis QSPM seperti

ditunjukan pada Lampiran 19. Jumlah nilai total ketertarikan (Total Attractive

Score/TAS) untuk tiap-tiap strategi seperti ditunjukan pada tabel 7.8.

Tabel 7.8

Jumlah nilai total ketertarikan (Total Attractive Score/TAS) untuk tiap strategi

Strategi Strength Opportunities (SO) JumlahTAS

1. Pengelolaan lingkungan ekowisata berbasis pertanian, budayadan alam 7,143

2. Menciptakan beras merah sebagai brand Subak Jatiluwih 5,714

3. Memaksimalkan kinerja lembaga pengelola dan menjalinkerjasama dengan instansi atau stakeholder terkait 5,714

4. Meningkatkan partisipasi anggota subak dalam pengawasanpelaksanaan awig-awig dan peraturan perundang undangan 6,571

Strategi Strength Threats (ST) JumlahTAS

1. Memperkenalkan keunikan potensi alam subak jatiluwih danberas merah 6,571

2. Memperkuat awig-awig tentang pengelolaan lingkungan atauperda RTRW 6

3. Pemberdayaan anggota subak dalam pengelolaan potensi 6

4. Pengendalian dan penanggulangan hama secara terpadu 6

Page 140: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

140

Tabel 7.8 Lanjutan

Strategi Weaknesses Opportunities (WO) JumlahTAS

1. Peningkatan kualitas lingkungan, sarana prasana pertanian,saluran irigasi dan fasilitas penunjang pariwisata. 6,571

2. Peningkatan ketrampilan dan kualitas SDM 6,857

3. Peningkatan produksi beras merah organik 5,714

Strategi Weaknesses Threats (WT) JumlahTAS

1. Pendataan potensi bencana longsor dan kerusakan saluran irigasiserta pemantauan debit sumber air. 5,143

2. Menjalin kerjasama antara pengusaha peternakan ayam dananggota subak. 4,571

3. Pemanfaatan anggota subak dalam pembangunan sarana danprasarana penunjang. 6

4. Sosialisasi peraturan mengenai jalur hijau dan pemberianinsentif bagi jalur hijau serta pengenaan jasa lingkungan. 5,714

Diolah oleh: Peneliti (2015)

Hasil analisis QSPM seperti pada Tabel 7.8 menunjukkan bahwa

strategi dengan nilai TAS tertinggi adalah pengelolaan lingkungan ekowisata

berbasis pertanian, budaya dan alam dengan nilai 7,143, disusul Peningkatan

ketrampilan dan kualitas SDM dengan nilai 6,857. Pada posisi ketiga terdapat tiga

strategi dengan nilai TAS yang sama yaitu strategi meningkatkan partisipasi

anggota subak dalam pengawasan pelaksanaan awig-awig dan peraturan

perundang undangan, strategi memperkenalkan keunikan potensi alam subak

jatiluwih dan beras merah, dan strategi peningkatan kualitas lingkungan, sarana

prasana pertanian, saluran irigasi dan fasilitas penunjang pariwisata dengan nilai

masing-masing 6,571.

Page 141: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

141

Tingginya nilai TAS strategi pengelolaan lingkungan ekowisata

berbasis pertanian, budaya dan alam menunjukkan bahwa strategi ini mempunyai

prioritas utama untuk direalisasikan dibandingkan dengan strategi-strategi lainnya.

Tingginya nilai TAS pada suatu strategi juga menandakan tingginya ketertarikan

narasumber terhadap strategi tersbut. Selain hal tersebut strategi pengelolaan

lingkungan ekowisata berbasis pertanian, budaya dan alam memang dianggap

sesuai dengan karakteristik ekowisata yang lebih bertanggung jawab secara

lingkungan dan alam, memberikan kontribusi yang positip terhadap konservasi

lingkungan dan budaya, sehingga dalam pengelolaan lingkungan ekowisata di

Subak Jatiluwih diharapkan mampu melestarikan sumber daya alam, lingkungan

dan budaya setempat.

7.2. Program Pengelolaan Lingkungan Ekowisata di Subak Jatiluwih

Setelah menentukan strategi utama dalam pengelolaan lingkungan

ekowisata di Subak Jatiluwih. Strategi tersebut kemudian dijabarkan dalam bentuk

beberapa program kerja yang mencermikan strategi tersebut. Proses penjabaran

program-program kerja lebih mengacu kepada interpretasi dari strategi utama.

Penjabaran lebih jelas dari strategi utama ke program-program kerja sebagai

berikut:

A. Strategi SO1: Pengelolaan lingkungan ekowisata berbasis pertanian, budaya

dan alam. Program-program yang dilaksanakan adalah sebagai berikut.

1. Penglolaan lingkungan berbasis pertanian, budaya dan alam.

Page 142: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

142

Pengelolaan lingkungan di Subak Jatiluwih bertujuan untuk menekan laju

kerusakan lingkungan yang disebabkan pengembangan pariwisata.

Meningkatnya potensi kerusakan lingkungan karena pengembangan

pariwisata menyebabkan pentingnya upaya-upaya untuk meminimalisasi

dengan strategi kelestarian lingkungan. Pengelolaan lingkungan berbasis

pertanian, budaya dan alam memiliki kriteria sebagai berikut

Pembatasan jumlah pengunjung agar sesuai dengan daya dukung

lingkungan dan sosial budaya.

Pola wisata yang ramah lingkungan.

Pola wisata yang ramah budaya dan adat setempat.

2. Pemantauan kualitas lingkungan dan daya dukung lingkungan.

Pengembangan pariwisata melibatkan berbagai sektor kehidupan. Oleh

karena itu pariwisata mempunyai dampak yang cukup luas baik terhadap

sektor ekonomi, sosial, budaya, politik maupun lingkungan. Laju

kerusakan lingkungan yang disebabkan pengembangan pariwisata

diperkirakan akan meningkat. Oleh karena itu diperlukan pemantauan

kualitas dan daya dukung lingkungan di Subak Jatiluwih. Dengan

diketahuinya daya dukung lingkungan maka dapat ditentukan kegiatan-

kegiatan pembangunan dan pengembangan yang sesuai dengan daya

dukung tersebut sehingga terjadi keserasian antara pembangunan dan

pengembangan pariwisata di Subak Jatiluwih dengan kemampuan

lingkungan.

Page 143: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

143

B. Strategi SO2: Menciptakan beras merah sebagai brand Subak Jatiluwih.

Program-program yang dilaksanakan adalah sebagai berikut.

1. Pembuatan Beras Merah sebagai souvenir utama Subak Jatiluwih.

Memasuki abad 21 masyarakat semakin menyadari bahwa penggunaan

bahan kimia seperti pestisida dan hormon pertumbuhan dalam pertanian

berdampak negatip terhadap kesekatan manusia. Pola makan sehat kini

sudah menjadi tren. Salah satu bahan makanan organik yang sangat

bermanfaat bagi kesehatan adalah beras merah. Beras merah produksi

Subak Jatiluwih sudah sangat terkenal karena merupakan varietas beras

merah organik unggulan. Pembuatan beras merah sebagai souvenir utama

Subak Jatiluwih bertujuan untuk menciptakan produk souvenir yang

memiliki ciri kedaerahan atau khas Subak Jatiluwih sehingga dapat

menjadi ikon atau brand Subak Jatiluwih.

2. Standarisasi Produk Beras merah Subak Jatiluwih.

Memasuki era perdagangan bebas memungkinkan arus barang jasa secara

bebas. Semakin beragamnya produk barang yang dihasilkan

membutuhkan suatu sarana informasi yang tepat dan benar agar tidak

merugikan konsumen. Untuk meningkatkan daya saing beras merah

produksi Subak Jatiluwih diperlukan standarisasi produk beras merah.

Standarisasi produk beras merah dapat memberikan manfaat antara lain.

Memberikan jaminan kepada konsumen bahwa beras yang

dihasilkan telah diproses, diproduksi dan dikemas sesuai dengan

standar nasional beras organik.

Page 144: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

144

Memberikan jaminan kepada konsuman dari tindakan penipuan

dan pemalsuan produk beras merah.

Meningkatkan daya saing beras merah.

3. Promosi beras merah sebagai brand Subak Jatiluwih.

Subak Jatiluwih terkenal akan produksi berasnya terutama beras merah.

Beberapa beras merah yang dihasilkan Subak Jatiluwih telah memiliki

sertifikat SNI Pangan Organik. Beras merah yang dihasilkan dapat

diminum dengan cara menyeduh beras merah hingga menghasilkan teh

beras merah. Teh beras merah dipercaya mempunyai beberapa manfaat

antara lain sebagai anti oksidan, memperkuat stamina, melancarkan

peredaran darah, memperbaiki pencernaan dan lain sebagainya.

Banyaknya khasiat dan keunggulan beras merah produksi Subak

Jatiluwih harus diperkenalkan kepada masyarakat dengan melakukan

promosi. Dengan promosi diharapkan beras merah produksi Subak

Jatiluwih dapat lebih dikenal masyarakat luas, sehingga permintaan beras

merah akan meningkat.

C. Strategi SO3: Memaksimalkan kinerja lembaga pengelola dan menjalin

kerjasama dengan instansi atau stakeholder terkait. Program-program yang

dilaksanakan adalah sebagai berikut.

1. Audit kinerja badan pengelola dan manajemen operasional.

Pasca ditetapkanya Subak Jatiluwih sebagai Warisan Budaya Dunia dari

UNESCO, Pemerintah Kabupaten Tabanan membentuk badan pengelola.

Badan pengelola ini selanjutnya membentuk manajemen operasional

Page 145: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

145

DTW Jatiluwih. Audit kinerja badan pengelola dilakukan untuk menilai

kinerja badan pengelola yang sudah dibentuk, apakah kinerjanya sudah

sesuai dengan yang diharapkan. Informasi hasil perbandingan kinerja

tersebut dapat digunakan dalam melakukan tindakan perbaikan dan

memecahkan masalah serta meningkatkan efektivitas dan efesiensi badan

pengelola dan manajemen operasional.

2. Pengawasan penggunaan anggaran.

Salah satu tugas badan pengelola dan manajemen operasional ini adalah

mengatur besaran retribusi dan persentase pembagian antara Pemerintah

Kabupaten Tabanan dengan Desa Jatiluwih, Desa Pekraman Jatiluwih,

dan Desa Pakraman Gunung Sari serta Subak Jatiluwih. Seiring dengan

meningkatnya jumlah kunjungan wisatawan ke Subak Jatiluwih maka

besaran jumlah yang diterima masing-masing bagian akan meningkat.

Oleh karena itu perlu dilakukan pengawasan penggunaan anggaran yang

diterima agar dapat digunakan pada program-program yang memberikan

manfaat bukan hanya pada bidang sosial dan ekonomi masyarakat sekitar

namun juga pada pelestarian lingkungan di Desa Jatiluwih.

3. Pemberian pelatihan kepada manajemen operasional badan pengelola.

Manajemen operasional DTW Jatiluwih mulai dibentuk pada bulan

Pebruari 2014. Manajemen operasional DTW Jatiluwih merupakan

organisasi yang bersentuhan langsung dengan pengelolaan DTW

Jatiluwih. Manajeman operasional yang baru berusia satu tahun tersebut

membutuhkan pelatihan guna meningkatkan pengetahuan, ketrampilan,

Page 146: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

146

sikap dan perilaku karyawan. Selain hal tersebut dengan dilaksanakanya

pelatihan juga dapat meningkatkan produktivitas kerja manajeman

operasional itu sendiri yang pada akhirnya dapata mewujudkan visi dan

misi badan pengelola DTW Jatiluwih.

D. Strategi SO4: Meningkatkan partisipasi anggota subak dalam pengawasan

pelaksanaan awig-awig dan peraturan perundang undangan. Program-

program yang dilaksanakan adalah sebagai berikut.

1. Pengawasan pelaksanaan awig-awig dan peraturan perundang undangan.

Peraturan perundangan-undangan dan awig-awig dibuat untuk mengatur

dan mengendalikan perilaku seluruh anggota masyarakat agar tercipta

hubungan yang harmonis antar sesama manusia, manusia dengan

lingkungan dan manusia dengan Tuhan. Oleh karena itu perlu dilakukan

pengawasan terhadap pelaksanaan awig-awig dan peraturan

perundangan-undangan yang ada oleh sengenap lapisan masyarakat

termasuk anggota subak.

2. Evaluasi pelaksanaan awig-awig dan peraturan perundang undangan.

Setelah awig-awig dan peraturan perundang-undangan dilaksanakan

tahap selanjutnya adalah proses evaluasi terhadap pelaksanaan awig-awig

dan peraturan tersebut. Proses evaluasi penting dilakukan untuk

mengetahui kendala dan masalah dalam pelaksanaan awig-awig dan

peraturan tersebut sehingga dapat melakukan tindakan dan perbaikan

dalam menangani masalah dan kendala yang timbul. Selain daripada itu

Page 147: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

147

proses evaluasi juga dapat menjamin tercapainya tujuan dari dibuatnya

awig-awig dan peraturan tersebut.

E. Strategi ST1: Memperkenalkan keunikan potensi alam Subak Jatiluwih dan

beras merah. Program-program yang dilaksanakan adalah sebagai berikut.

1. Promosi keunikan potensi ekowisata di Subak Jatiluwih.

Wisatawan yang datang ke Pulau Bali pada umumnya tertarik akan

keindahan alam, keunikan budaya, dan keramahan masyarakatnya. Pulau

Bali memiliki berbagai tempat yang dikembangkan sebagai tempat tujuan

wisata sehingga dapat memberikan banyak pilihan bagi para wisatawan.

Sebagai salah satu tempat yang baru berkembang Subak Jatilwuih harus

dapat memenangkan persaingan untuk merebut perhatian para wisatawan

yang berkunjung ke Bali. Hal tersebut dapat dilakukan dengan

melakukan promosi keunikan potensi ekowisata yang ada di Subak

Jatiluwih dan tidak dimiliki oleh daerah lain seperti produk beras merah

dan air terjun.

2. Penyelenggaraan Festival Subak.

Event merupakan salah satu jenis dan bentuk promosi. Salah satu bentuk

event yang dapat dilakukan untuk mempromosikan keunikan Subak

Jatiluwih adalah dengan menyelenggarakan festival subak. Festival subak

dapat menyajikan berbagai pertunjukan seni dan budaya dalam balutan

pemandangan alam, festival makanan atau produk organik, lomba

menggambar pemandangan, festival kerajinan dan lain sebaginya.

Penyelenggaraan festival subak diharapkan dapat memberikan semangat

Page 148: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

148

positip pada masyarakat dan industri pariwisata di Subak Jatiluwih serta

pelestarian lingkungan dan budaya setempat.

3. Pembuatan website Subak Jatiluwih.

Promosi pada hakekatnya adalah aktifiktas pemasaran yang berusaha

menyebarkan informasi secara luas sehingga dapat mempengaruhi

konsumen atau wisatawan agar mengenal produk atau jasa yang

ditawarkan kemudian menggunakan produk atau jasa tersebut. Salah satu

bentuk promosi yang murah dengan tingkat kesuksesan yang cukup

tinggi adalah secara online. Promosi secara online dapat dilakukan

dengan membuat website. Melalui website kita dapat memperkenalkan

keunikan dan keindahan alam yang ada di Subak Jatiluwih ke seluruh

penjuru dunia dengan mudah, murah dan cepat.

F. Strategi ST2: Memperkuat awig-awig tentang pengelolaan lingkungan atau

perda RTRW. Program-program yang dilaksanakan adalah sebagai berikut.

1. Pengkajian awig-awig yang sudah ada disesuaikan dengan situasi dan

kondisi terkini terutama penguatan lingkungan dan masyarakat lokal.

Sebuah lembaga atau organisasi pada umumnya terdapat peraturan dan

norma yang menjadi kesepakatan anggotanya. Awig-awig merupakan

aturan yang telah diakui sebagai aturan tertulis (formal-legal) oleh

anggota masyarakat maupun anggota subak. Awig-awig pada umumnya

dibuat berdasarkan kebiasaan yang berbuhungan dengan perilaku yang

telah tumbuh berkembang secara turun temurun. Seiring perkembangan

jaman terjadi perubahan di segala aspek kehidupan masyarakat yang

Page 149: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

149

berdampak pada eksistensi subak. Pesatnya pertumbuhan dan kemajuan

pariwisata memungkinkan mengancam kebedaraan subak sebagai

organisasi tradisional. Oleh karena itu perlu dilakukan upaya pelestarian

subak sebagai salah satu bentuk budaya Bali. Salah satu upaya tersebut

adalah dengan melakukan pengkajian awig-awig yang sudah ada

disesuaikan dengan situasi dan kondisi terkini agar dapat memperkuat

posisi subak dan anggotanya serta upaya pelestarian lingkungan.

2. Pengolahan awig-awig ke dalam bahasa Indonesia.

Awig-awig yang ada di Bali pada umumnya menggunakan bahasa Bali

alus. Seiring dengan berkembangnya jaman banyak generasi muda di

Bali yang sudah jarang menggunakan bahkan mengerti bahasa Bali alus.

Oleh karena itu untuk menumbuhkan minat generasi muda dalam

pemahaman dan pelaksanaan awig-awig perlu dilakukan penerjemahan

awig-awig ke dalam bahasa yang mudah dimengerti seperti bahasa

Indonesia, namun untuk tetap melestarikan budaya dan bahasa Bali alus,

awig-awig utama tetap menggunakan bahasa Bali alus.

3. Sinkronisasi awig-awig subak dan awig-awig Desa Adat.

Desat adat dan subak merupakan dua organisasi yang berbeda. Subak

adalah suatu organisasi petani pengelola air irigasi yang memiliki

kawasan sawah, sumber air, pura subak dan bersifat otonom, sedangkan

Desa adat adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai satu

kesatuan tradisi dan tata krama pergaulan secara turun temurun dalam

ikatan Khayangan Tiga dan mempunyai wilayah tertentu. Kedua

Page 150: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

150

organisasi tersebut terkadang menempati suatu wilayah yang sama dan

mempunyai aturan atau awig-awig tersendiri. Oleh karena itu perlu

adanya sinkronisasi antara awig-awig Desa Adat dengan awig-awig

subak, agar tidak terjadi pertentangan antara awig-awig subak dan awig-

awig desa.

G. Strategi ST3: Pemberdayaan anggota subak dalam pengelolaan potensi.

Program-program yang dilaksanakan adalah sebagai berikut.

1. Pelatihan Pemandu Wisata (guide) bagi anggota subak dan pelibatan

anggota subak sebagai pemandu wisata.

Sumber daya manusia merupakan faktor yang sangat penting dalam

pengembangan ekowisata di suatu wilayah. Salah satu tujuan

pengembangan ekowisata di Subak Jatiluwih adalah untuk meningkatkan

kesejahteraan anggota subak, hal tersebut dapat dilakukan dengan

melibatkan anggota subak. Pelibatan anggota subak diharapkan dapat

memberikan informasi yang baik dan benar kepada wisatawan, karena

anggota subak memiliki pengetahuan dan pengalaman tenang kondisi

lingkungan di Subak Jatiluwih. Salah satu cara untuk melibatkan anggota

subak adalah dengan melibatkan anggota subak sebagai pemandu wisata

atau guide. Namun dengan latar belakang sebagai petani, kualitas dan

kompetensi yang dimiliki anggota subak masih kurang memadai dalam

pengembangan kepariwisataan, oleh karena itu anggota subak harus

diberikan pembekalan dan pelatihan sebagai pemandu wisata agar

Page 151: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

151

mampu berinteraksi dengan wisatwan dan memahami keinginan

wisatawan.

2. Pembentukan Pokdarling

Pokdarling atau Kelompok Sadar Lingkungan adalah kelompok anggota

masyarakat yang memiliki kepedulian dan tangggung jawab sebagai

motor penggerak dalam mendukung kelestarian lingkungan. Program ini

bertujuan untuk meningkatkan pemahaman segenap komponen

masyarakat untuk menjaga dan melestarikan lingkungan disekitar

mereka. Selain daripada itu pembentukan pokdarling juga bertujuan

untuk memotivasi generasi muda di Subak Jatiluwih agar lebih mencintai

lingkungan dan budaya asli mereka. Pelaksanaan program pokdarling

dapat dilakukan dengan ceramah, sosialisasi, diskusi, lomba lingkungan,

serta percontohan dan perintisan.

3. Pemberian bantuan modal dan sepeda bagi anggota subak.

Permasalahan mendasar yang sering dihadapi petani adalah kurangnya

akses pada sumber permodalan terutama bagi petani dengan jumlah lahan

sedikit atau petani penggarap. Akses permodalan yang kurang bagi petani

dikarenakan pertanian merupakan sektor usaha dengan tingkat

ketidakpastian pendapatan dan resiko yang tinggi, hal tersebut

dikarenakan output yang dihasilkan dipengaruhi oleh iklim. Selama ini

pemenuhan permodalan bagi petani selalu berhubungan dengan rentenir

atau sumber keuangan non formal dengan bunga yang tinggi. Minimnya

akses permodalan akan berdampak bagi perkembangan usaha dan

Page 152: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

152

produktivitasnya. Oleh karena itu dengan pemberian bantuan permodalan

bagi petani dapat membantu kelangsungan dan pengembangan usaha

pertanian.

Salah satu potensi yang dimiliki Subak Jatiluwih adalah adanya jalur

cycling yang sudah memadai. Jalur cycling yang ada di Subak Jatiluwih

cukup banyak dan beragam. Jalur cycling yang ada umumnya melewati

areal persawahan di Subak Jatiluwih. Potensi tersebut dapat dimanfaatkan

oleh anggota subak dengan menyediakan penyewaan sepeda bagi para

wisatawan yang berkunjung. Dengan adanya penyewaan sepeda yang

dikelola oleh anggota subak diharapkan dapat membantu meningkatkan

pendapatan anggota subak.

H. Strategi ST4: Pengendalian dan penanggulangan hama secara terpadu.

Program-program yang dilaksanakan adalah sebagai berikut.

1. Penanggulangan hama secara alami atau biologis.

Penanggulangan hama secara alami atau biologis dapat dilakukan

memanfaatkan mahluk hidup (biofektor) untuk mengendalikan hama dan

penyakit tanaman. Hal tersebut dapat dilakukan dengan pemantauan

komponen ekosistem yang berhubungan dengan hama dan tanaman

tersebut. Tujuan pemantauan ekosistem adalah untuk mengetahui konsep

ekologi seperti predator, parasit, bakteri, fungsi, herbivara dan lain

sebagainya yang menjadi musuh alami hama di ekosistem. Setelah

mengetahui musuh alami hama langkah selanjutnya adalah mengimpor

musuh alami hama tersebut ke lahan pertanian. Tahap selanjutnya adalah

Page 153: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

153

meningkatkan populasi musuh alami hama. Sedangkan tahap terakhir

adalah konservasi yaitu mempertahankan musuh alami hama yang sudah

beradaptasi dengan baik.

2. Penggunaan varietas tahan hama.

Penggunaan varietas tahan hama sudah dikenal oleh petani di Indonesia

sejak lama. Hal tersebut terus berlanjut dengan penggunaan teknologi

genetika tanaman untuk merekayasa tanaman agar lebih tahan terhadap

serangan hama. Tanaman yang tahan hama adalah tanaman yang

menderita kerusakan lebih sedikit dibandingkan dengan tanaman lain

dalam tingkat populasi hama yang sama. Untuk mendapatkan varietas

tahan hama dapat dilakukan dengan penelitian dengan menguji varietas

padi. Salah satu contoh varietas padi yang tahan terhadap hama adalah

jenis IR yang lebih tahan terhadap hama jenis wereng coklat.

3. Pengurangan penggunaan pestisida dan insektisida.

Peranan pestisida dan insektisida dalam upaya penyelamatan produksi

pertanian dari gangguan hama dan penyakit tanaman masih cukup besar.

Namum demikian penggunaan pestisida dan insektisida juga memiliki

resiko yang cukup besar terhadap keselamatan manusia dan lingkungan.

Selain daripada itu penggunaan pestisida dan insektisida juga dapat

menyebabkan resistensi hama sehingga dikemudian hari hama akan

susah untuk dikendalikan. Oleh karena itu perlu dilakukan pengurangan

penggunaan pestisida dan insektisida dalam memberantas hama di Subak

Jatiluwih agar kelestarian lingkungan dapat terus terjaga.

Page 154: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

154

4. Penyelenggaraan upacara Nangluk Mrana dan Ngaben Tikus.

Upacara Nangluk Mrana adalah upacara adat yang dilakukan sebagai

permohonan kepada Tuhan Yang Maha Esa agar berkenan menangkal

dan mengendalikan gangguan-gangguan yang dapat membawa

kehancuran atau penyakit pada tanaman, hewan maupun manusia.

Upacara Nangluk Mrana biasa dilaksanakan di Pura Subak atau pura-

pura lainnya. Selain melakukan upacara Nangluk Mrana, untuk

menanggulangi hama tikus juga dapat dilakukan dengan melaksanakan

Upacara pengabenan (pembakaran mayat) untuk tikus. Upacara

pengabenan tikus biasanya dilakukan di tepi pantai. Dengan dilakukanya

upacara pengabenan tikus diharapkan sawah para petani di bali tidak

diserang oleh tikus.

I. Strategi WO1: Peningkatan kualitas lingkungan, sarana prasana pertanian,

saluran irigasi dan fasilitas penunjang pariwisata. Program-program yang

dilaksanakan adalah sebagai berikut.

1. Perbaikan saluran irigasi.

Subak merupakan organisasi petani pengelola air yang mengatur petani

dalam berbagi air secara adil, proporsional dan transparan. Oleh karena

itu pertanian sawah seperti subak memiliki ketergantungan yang sangat

tinggi terhadap air. Banyaknya kerusakan saluran irigrasi baik karena

faktor alam maupun manusia dapat menimbulkan kekeringan yang pada

akhirnya merugikan anggota subak dan wisatawan. Oleh karena itu

perbaikan saluran irigasi sangat penting untuk dilakukan agar

Page 155: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

155

keberlangsung subak di Jatiluwih dapat terjaga karena kekuatan utama

pengembangan pariwisata di Desa Jatiluwih adalah subak.

2. Penambahan fasilitas penunjang pariwisata seperti parkir dan toliet

umum.

Wisatawan yang berkunjung ke Subak Jatiluwih umumnya memarkir

kendaraanya di bahu jalan. Penggunaan bahu jalan sebagai tempat parkir

tentu sangat mengganggu pemandangan dan dapat menyebabkan

kemacetan. Lahan parkir yang memadai saat ini hanya terdapat di Desa

Soko. Lahan parkir yang tersedia di Desa Jatiluwih bersifat khusus dan

diperuntukan bagi pengunjung rumah makan dan café yang ada di

sepanjang jalan utama. Pada saat ini ketersediaan toilet umum di Subak

Jatiluwih sangat terbatas, para wisatawan pada umumnya menggunakan

toilet pada beberapa rumah makan dan café yang ada atau di kantor

badan pengelola. Oleh karena itu penambahan fasilitas penunjang

pariwisata seperti parkir dan toliet umum sangat diperlukan untuk

meningkatkan daya saing Subak Jatiluwih diantara banyaknya daerah

tujuan wisata di Bali.

J. Strategi WO2: Peningkatan ketrampilan dan kualitas SDM. Program-program

yang dilaksanakan adalah sebagai berikut.

1. Pelatihan Kewirausahaan

Kewirausahaan adalah kemampuan seseorang dalam memaksimalkan

segala sumber yang ada bik materiil, intelektual, waktu dan

kreativitasnya untuk menghasilkan suatu produk atau usaha yang berguna

Page 156: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

156

bagi dirinya maupun masyarakat. Dengan adanya pelatihan

kewirausahaan diharapkan anggota masyarakat terutama anggota Subak

Jatiluwih dapat menggali potensi usaha yang tepat yang dapat

dikembangkan di Subak Jatiluwih sehingga dapat meningkatkan

kesempatan kerja dan kesejahteraan masyarakat serta anggota subak.

Selain daripada itu dengan adanya pelatihan kewirausahaan menjadikan

masyarakat dan anggota subak sebagai pelaku bukan sebagai penonton di

daerahnya sendiri.

2. Pelatihan produk olahan beras merah.

Beras merah produksi Subak Jatiluwih sudah sangat terkenal karena

merupakan varietas beras merah organik unggulan. Pelatihan produk

olahan beras merah bertujuan untuk menciptakan masyarakat yang

handal dengan kretaifitas dan motivasi serta kemandirian untuk

mengembangkan ketrampilan yang dimiliki dalam mengolah bahan-

bahan lokal yang di Subak Jatiluwih terutama beras merah. Pelatihan

produk olahan beras merah diharapkan mampu membuka peluang usaha

dan lapangan kerja baru bagi masyarakat di Desa Jatiluwih sehingga

dapat meningkatkan pendapatan masyarakat dan mendukung

pengembangan pariwisata di Subak Jatiluwih.

K. Strategi WO3: Peningkatan produksi beras merah organik. Program-program

yang dilaksanakan adalah sebagai berikut.

1. Penggunaan bibit unggul dan teknologi tepat guna.

Page 157: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

157

Secara umum pertanian di Bali didominasi oleh usaha berskala kecil

yang dikerjakan oleh petani dengan tingkat pendidikan yang rendah,

berlahan dan bermodal kecil. Hal tersebut mengakibatkan petani

kesulitan dalam menghadapi persaingan di pasar nasional. Petani dengan

skala kecil pada umumnya belum mampu menerapkan teknologi maju

dan tepat guna yang berakibat pada rendahnya efesiensi usaha, jumlah

serta mutu produk yang dihasilkan. Oleh karena itu memperkenalkan

penggunaan bibit unggul dan teknologi tepat guna seperti penggunaan

alat-alat pertanian moderen dapat meningkatkan efesiensi, jumlah serta

mutu beras merah yang dihasilkan.

2. Pemberian bantuan alsintan dan pupuk organik.

Komitmen Pemerintah untuk menyukseskan target swasembada pangan

pada tahun 2017 terus digalakan. Salah satu kegiatan yang dilakukan

adalah pemberian bantuan alsintan (Alat Mesin Pertanian) dan pupuk

kepada para petani. Pemberian bantuan alsintan dan pupuk diharapkan

dapat meningkatkan efesiensi usaha pertanian. Efesiensi tersebut meliputi

produktivitas, mutu dan keberlanjutan produksi produk-produk pertanian.

Selain hal tersebut bantuan alsintan dan pupuk diharapkan juga dapat

meningkatkan efesiensi lahan, tenaga kerja, energi dan kelestarian

lingkungan yang pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan

petani.

Page 158: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

158

L. Strategi WT1: Pendataan potensi bencana longsor dan kerusakan saluran

irigasi serta pemantauan debit sumber air. Program-program yang

dilaksanakan adalah sebagai berikut.

1. Pendataan potensi bencana longsor dan pembuatan peta rawan longsor.

Karakteristik topografi, curah hujan dan jenis tanah di wilayah Subak

Jatiluwih sangat berpotesi untuk terjadi longsor. Longsor sering terjadi

terutama pada musim hujan. Longsor tidak hanya merugikan areal

persawahan yang terkena longsor saja namun apabila longsor terjadi pada

saluran irigasi hal tersebut harus ditangani dengan segera, karena dapat

mengurangi jumlah pasokan air ke areal persawahan sehingga

menyebabkan kekeringan dan mematikan tanaman padi. Oleh karena itu

pendataan potensi bencana longsor dan pembuatan peta rawan longsor

sangat penting untuk dilakukan. Dengan adanya pendataan bencana

longsor dan peta rawan longsor petani atau masyarakat setempat dapat

melakukan mitigasi bencana sehingga memperkecil dampak yang

dihasilkan apabila terjadi longsor. Selain daripada itu dengan adanya

pendataan dan peta rawan longsor dapat dijadikan sebagai landasan

rencana pembangunan dimasa depan.

2. Pendataan kerusakan saluran irigasi.

Subak Jatiluwih sudah ada sejak dahulu kala, begitu juga dengan saluran

irigasinya. Seiring berjalanya waktu banyak terjadi kerusakan saluran

irigasi yang tidak ditangani. Hal tersebut dikarenakan keterbatasan

anggaran dan panjangnya kerusakan. Oleh karena itu diperlukan

Page 159: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

159

pendataan kerusakan saluran irigrasi, di daerah mana kerusakan terjadi,

berapa panjangnya dan kategori kerusakan. Dengan adanya data

kerusakan saluran irigasi hal tersebut dapat membantu menentukan skala

prioritas kerusakan di areal mana yang harus diperbaiki lebih dahulu

mengingat terbatasnya anggaran perbaikan.

3. Pemantauan debit sumber air.

Sumber air irigasi di Subak Jatiluwih secara garis besar bersumber pada

tiga hal yaitu mata air, air tejun dan beberapa sungai di kawasan Subak

Jatiluwih. Berkurangnya debit sumber air irigasi dapat mengakibatkan

kekeringan yang pada akhirnya akan merugikan petani. Pemantauan debit

air sumber air bermanfaat untuk mengetahui sumber-sumber air yang

mengalami penurunan atau mengalami kenaikan. Dengan adanya data

debit air diharapkan para anggota subak mampu merencanakan program

mitigasi untuk menghindarkan lahan persawahan dari kekeringan.

M. Strategi WT2: Menjalin kerjasama antara pengusaha peternakan ayam dan

anggota subak. Program-program yang dilaksanakan adalah sebagai berikut.

1. Pemanfaatan limbah kotoran ayam.

Desa Jatiluwih seperti kebanyakan desa di Kecamatan Penebel banyak

terdapat usaha peternakan ayam baik peternakan ayam pedaging maupun

ayam petelor. Banyaknya usaha peternakan ayam di sekitar subak dapat

dimanfaatkan dengan cara menggunakan limbah kotoran ayam yang

dihasilkan untuk diolah menjadi pupuk. Kotoran ayam yang akan

digunakan harus dikomposkan terlebih dahulu sebelum ditambahkan ke

Page 160: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

160

media tanam. Pupuk kompos dari kotoran ayam mempunyai banyak

kelebihan yaitu kaya akan nitrogen, fosfor dan kalium yang dibutuhkan

tanaman, selain daripada itu pupuk kotoran ayam merupakan pupuk

organik yang bebas bahan kimia sehingga tidak merusak lingkungan.

2. Penggunaan jerami dan sekam sebagai bahan pakan alternatif.

Jerami dan sekam padi merupakan beberapa hasil sisa panen yang sering

kurang termanfaatkan dengan baik, di beberapa areal persawahan begitu

panen usai jerami hanya ditumpuk atau dibakar. Jerami dan sekam

kadang hanya dipandang sebagai limbah pertanian. Hal tersebut

semestinya tidak perlu terjadi apabila kita bisa memanfaatkan jerami dan

sekam sebagai pakan ternak alternatif. Nilai manfaat jerami dan sekam

sebagai bahan pakan ternak dapat dilakukan dengan dua cara yaitu

dengan memaksimalkan lingkungan saluran pencernaan ternak atau

dengan meningkatkan nilai nutrisi jerami melalui proses fermentasi.

Dengan pemanfaatan jerami dan sekam hal tersebut dapat mengurangi

limbah hasil pertanian sekaligus meningkatkan daya guna limbah dan

meningkatkan pendapatan petani.

3. Pemanfaatan sekam padi untuk peternakan ayam.

Sekam padi merupakan salah satu limbah hasil pertanian padi. Sekam

padi dihasilkan dari proses penggilingan dari gabah ke beras. Sekitar

20% berat padi adalah berat sekam. Pemanfaatan sekam padi masih

terbatas, biasanya sekam padi dibakar dan abunya digunakan untuk

membersikan peralatan rumah tangga atau digunakan untuk

Page 161: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

161

menggeringkan bata atau genteng. Selain daripada itu sekam padi juga

dapat dimanfaatkan sebagai alas kadang ayam. Dengan banyaknya

peternakan ayam di sekitar Subak Jatiluwih sekam padi dapat dijual

kepada pengusaha peternakan ayam sehingga dapat menambah

penghasilan petani.

N. Strategi WT3: Pemanfaatan anggota subak dalam pembangunan sarana dan

prasarana penunjang. Program-program yang dilaksanakan adalah sebagai

berikut.

1. Pengelolaan dana Corporate Social Responsibility (CSR) dan Corporate

Environmental Responsibility (CER).

Sejak ditetapkanya Subak Jatiluwih sebagai bagian Catur Angga

Batukaru penerima Status Warisan Budaya Dunia dari UNESCO terjadi

peningkatan kunjungan wisatawan di Subak Jatiluwih disertai

pembentukan Badan Pengelola dan Manajemen Operasional. Selain hal

tersebut jumlah bantuan berupa CSR atau CER baik dari instansi

pemerintah, pendidikan, maupun swasta juga mengalami peningkatan.

Bantuan yang diberikan ada yang berbentuk tenaga maupun barang

seperti tempat sampah dan lain sebagainya. Corporate Environmental

Responsibility (CER) adalah tanggung jawab suatu perusahaan terhadap

kelestarian lingkungan di sekitar perusahaan tersebut. Peningkatan

jumlah bantuan baik berupa CSR maupun CER harus dapat dimanfaatkan

untuk program-program yang berguna bagi pemberdayaan masayarakat

Page 162: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

162

sekitar terutama anggota subak, pelestarian lingkungan dan budaya serta

pemberdayaan petani di Subak Jatiluwih.

2. Pembentukan Koperasi Subak.

Pembentukan koperasi subak akan mempermudah anggota subak dalam

memenuhi kebutuhan sarana, prasana pertanian mulai dari bibit, pupuk

hingga kebutuhan sehari-hari maupun bantuan modal. Koperasi subak

juga dapat membantu memasarkan hasil pertanian para anggota subak ke

pemerintah, hotel-hotel maupun anggota masyarakat yang membutuhkan

sehingga anggota subak yang tergabung dalam koperasi subak dapat

memperoleh keuntungan dan keberlangsungan subak dapat terjaga.

O. Strategi WT4: Sosialisasi peraturan mengenai jalur hijau dan pemberian

insentif bagi jalur hijau serta pengenaan jasa lingkungan. Program-program

yang dilaksanakan adalah sebagai berikut.

1. Sosialisasi peraturan tentang jalur hijau atau RTRW.

Peraturan Daerah mengenai jalur hijau dan RTRW adalah rencana tata

ruang yang bersifat umum yang berisi tujuan, kebijakan, pola ruang

wilayah dan penetapan strategis suatu wilayah. Perda jalur hijau dan

RTRW secara umum berfungsi untuk mengetahui batas-batas

pembangunan suatu daerah. Selain hal tersebut Perda RTRW juga

betujuan untuk meminimalisir permasalahan yang terjadi dalam

penggunaan ruang dan sumber daya alam yang dapat menyebabkan

kerusakan fungsi lingkungan dan penurunan daya dukung. Perda Jalur

hijau dan RTRW sudah sangat dimengerti oleh masyarakat yang tinggal

Page 163: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

163

di perkotaan, namun bagi masyarakat pedesaan seperti di Desa Jatiluwih

mereka belum sepenuhnya mengetahui dan mengerti fungsi dan

keberadaan Perda tersebut. Oleh karena itu Sosialisasi peraturan tentang

jalur hijau atau RTRW di Subak Jatiluwih atau Desa Jatiluwih sangat

diperlukan, agar memberikan pemahaman yang jelas tentang pelaksanaan

Perda tersebut .

2. Penghapusan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) bagi jalur hijau maupun

petani Subak.

Sejak dikeluarkanya UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRB)

Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang semula dikelola Pemerintah Pusat

diserahkan ke Pemerintah Daerah. Keluarnya UU PDRB harus

dimanfaatkan oleh Pemerintah Daerah untuk dapat menghilangkan atau

meminimalkan jumlah PPB terutama pada jalur hijau atau areal

pertanian. PBB pada jalur hijau atau areal pertanian sering dinilai

membebani pemilik lahan, terutama untuk area yang terletak pada daerah

perkotaan maupun wilayah pariwisata. Hasil yang didapat dari mengolah

lahan pertanian kadang tidak sebanding dengan pajak yang harus

dibayarkan tiap tahunya yang akhirnya membuat banyak petani yang

menjual tanahnya. Oleh karena itu dengan adanya pelimpahan wewenang

penerimaan PPB dari Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah harus

dapat dimanfaatkan untuk mempertahankan jalur hijau dan areal

pertanian di Bali.

3. Pemberian Insentif bagi Petani

Page 164: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

164

Pemberian insentif adalah pemberian tambahan sejumlah uang kepada

petani pemilik sawah yang masih mau bertani atau mengelola sawahnya.

Pemeberian insentif bertujuan untuk memotivasi para petani pemilik

sawah agar mau mengelola sawah yang dimiliki dan agar tidak lahan

persawahan yang dimiliki tidak disewakan atau beralih fungsi menjadi

bangunan. Pemberian insentif bagi petani dapat disesuaikan dengan

jumlah sawah yang dimiliki dan lokasi areal persawahanya. Untuk areal

persawahan yang terletak berdekatan dengan jalan utama insentif yang

diberikan lebih besar dibandingkan dengan lokasi persawahan yang ada

di tengah. Hal tersebut dikarenakan tekanan alih fungsi lahan bagi areal

persawahan yang dekat dengan jalan utama lebih besar dibandingkan

dengan areal persawahan yang ada di dalam. Dengan pemberian insentif

tersebut diharapkan para pemilik lahan dapat termotivasi untuk menjaga

keberlangsungan sawah dan kelestarian lingkungan di arealnya masing-

masing

Page 165: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

165

BAB VIII

SIMPULAN DAN SARAN

8.1. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data dari penelitian Strategi

Pengelolaan Lingkungan Ekowisata di Subak Jatiluwih, Kecamatan Penebel,

Kabupaten Tabanan dapat disimpulkan sebagai berikut.

1. Potensi lingkungan ekowisata yang ada di Subak Jatiluwih yang dapat

dikelola menjadi daya tarik ekowisata terbagi atas tiga bagian utama

yaitu potensi abiotik yang terdiri dari potensi panorama persawahan,

potensi panorama Pura Luhur Besi Kalung, potensi sumber mata air,

potensi air terjun, potensi sumber air Panas, potensi sungai, potensi

jalur cycling, potensi jalur tracking. Potensi biotik yaitu potensi beras

merah, potensi Burung Kokokan. Potensi sosial budaya yaitu

keberadaan organisasi subak, teknologi sistem pembagian air yang

digunakan, potensi mitos, dan potensi 13 upacara adat yang dilakukan

di Subak Jatiluwih. Kendala pengelolaan potensi lingkungan di Subak

Jatiluwih adalah kendala sarana, prasana jalan dan selokan, kendala

air dan saluran irigasi, kendala parkir, kendala pencemaran dari

peternakan ayam, kendala longsor, kendala SDM dan motivasi,

kendala kebijakan.

2. Pada kondisi eksisting Pemerintah Kabupaten Tabanan sudah

membentuk badan pengelola dan manajemen operasional DTW

Page 166: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

166

Jatiluwih yang bertugas mengelola potensi wisata yang ada, mengatur

retribusi di Jatiluwih dan pembagiannya, mengatur perjanjian

kerjasama, implementasi personil baik sebagai tenaga administrasi

maupun tenaga kebersihan lingkungan, namun belum melakukan

pengamatan lingkungan, pelatihan, penentuan strategi dan kebijakan,

prosedur kerja maupun evaluasi kinerja.

3. Berdasarkan analisis strategi secara umum strategi yang tepat

diterapkan adalah strategi pertumbuhan melalui integrasi horisontal

dengan berkonsentrasi pada kegiatan usaha yang sekarang dilakukan

dan memperluas kegiatan-kegiatan, menambah dan mengembangkan

rentang produk dan jasa yang ditawarkan. Selain daripada itu strategi

lain yang dapat diterapkan adalah strategi stabilitas, yaitu dengan tidak

melakukan perubahan-perubahan yang berarti terhadap kondisi

lingkungan kecuali untuk perbaikan lingkungan seperti perbaikan

saluran irigasi dan jalan. Strategi tersebut kemudian dijabarkan

kedalam strategi induk yang terdiri atas strategi SO, strategi ST,

strategi WO dan strategi WT. Strategi dengan nilai prioritas tertinggi

adalah Strategi SO yaitu pengelolaan lingkungan ekowisata berbasis

pertanian, budaya dan alam. Strategi-strategi yang sudah dirumuskan

tersebut kemudian dijabarkan kembali menjadi beberapa program

yang mencermikan strategi induknya.

Page 167: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

167

8.2. Saran

Dari hasil pembahasan dan simpulan dari strategi pengelolaan

lingkungan ekowisata di Subak Jatiluwih, Kecamatan Penebel, Kabupaten

Tabanan terdapat beberapa saran yang dapat membantu merealisasikan strategi

dan program yang telah dirumuskan sebagi berikut.

1. Saran Bagi Pemerintah

Mengkaji ulang besaran prosentase pembagian hasil retribusi,

agar memberikan porsi yang lebih besar terhadap subak, anggota

subak dan masyarakat setempat.

Pengelolaan lingkungan ekowisata di Subak Jatiluwih

membutuhkan kelengkapan sarana dan prasana penunjang

seperti perbaikan kondisi jalan, selokan, saluran irigasi, parkir

dan toliet.

Memberikan insentif dan penghapusan pajak bumi dan

bangunan pada petani pemilik sawah yang masih bertani.

Melakukan sosialisasi peraturan tentang tata ruang dan jalur

hijau.

2. Saran Bagi Badan Pengelola dan Manajemen Operasional

Pengelolaan lingkungan ekowisata di Subak Jatiluwih

hendaknya mengurangi tenaga kerja pendatang dan melibatkan

masyakat lokal terutama anggota subak.

Melakukan evaluasi kinerja dan penggunaan anggaran agar

anggaran yang ada dapat dimanfaatkan untuk program-program

Page 168: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

168

yang berguna bagi kelestarian budaya dan lingkungan di Subak

Jatiluwih.

Melakukan pengelolaan berbasis pertanian, budaya dan alam,

dengan membatasi jumlah kunjungan wisatawan jika dirasa

melampaui daya dukung.

3. Saran Bagi Anggota Subak

Membentuk koperasi untuk menjual hasil subak dan memenuhi

kebutuhan petani.

Menjalin kerjasama dengan pengusaha peternakan ayam di

sekitar Subak Jatiluwih.

Menambah wawasan dan pengetahuan khususnya wirausaha,

bahasa asing dan pemenuhan kebutuhan wisatawan.

Page 169: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

169

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2009. Prinsip dan Kriteria Ekowisata Berbasis Masyarakat. Jakarta:Jenderal Pengembangan Destinasi Pariwisata, DepartemenKebudayaan dan Pariwisata dan World Wide Fund (WWF).

Anonim. 2013. Petunjuk Pelaksana Tugas Pembantuan, Pengelolaan danPengembagan Kawasan Ekowisata Berbabis Masyarakat (PPKE-BM). Jakarta: Kementrian Dalam Negeri Republik Indonesia.

Anonim. 2013. Situs Resmi Kecamatan Penebel. Avaiable from:http://penebel.tabanankab.go.id/desa-jatiluwih/, diakses 21 Juni 2014

Anonim. 2015. List of World Heritage in Danger. Avaiable from:http://whc.unesco.org/en/danger/, diakses 27 Oktober 2014

Anonim. 2015. Perkembangan Jumlah Kunjungan Wisatawan pada Daya TarikWisata di Bali Tahun 2003-2014. Avaiable from:http://www.disparda.baliprov.go.id/id/Statistik2, diakses 21 Juni 2014.

Arida, Nyoman Sukma. 2009. Meretas Jalan Ekowisata Bali. Denpasar:Udayana University Press.

Asso, Boni. 2008. “Kajian Strategis Pengembangan Potensi Ekowisata LembahBaliem sebagai suatu Alternatif Pengelolaan PariwisataBerkelanjutan” (tesis). Denpasar: Universitas Udayana.

Burhanudin. 2009. Manajemen Aset Daerah, Edisi Pertama. Bogor:Pusdiklatwas BPKP.

Damanik, Janianton dan Weber, Helmut F. 2006. Perencanaan Ekowisata: DariTeori ke Aplikasi. Yogyakarta: Penerbit ANDI.

Hunger, J. David dan Wheelen, Thomas L. 2003. Manajemen Strategis.Yogyakarta: Penerbit ANDI.

Husein, Umar. 2005. Strategic Management In Action. Jakarta: PT. GramediaPustaka Utama.

Husein, Umar. 2010. Desain Penelitian Manajemen Strategik: Cara MudahMeneliti Masalah-masalah Manajemen Strategik untuk Skripsi, Tesisdan Praktik Bisnis. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Page 170: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

170

Irwan, Zoer’aini Djamal. 2012. Prinsip-Prinsip Ekologi: Ekosistem, Lingkungandan Peletariannya. Jakarta: Penerbit Bumi Aksara.

Kencana, A. A. Ngurah Anom. 2010. “Dampak Pariwisata TerhadapLingkungan Fisik, Sosial dan Ekonomi Masyarakat Desa Sanur Kauh,Kecamatan Denpasar Selatan”. (tesis). Denpasar: UniversitasUdayana.

Kurnianto, Imam Rudy. 2008. “Pengembangan Ekowisata (Ecotourism) diKawasan Waduk Cacaban Kabupaten Tegal”. (tesis). Semarang:Universitas Diponegoro. Avaiable from: http://eprints.undip.ac.id/diakses 1 juli 2014.

Muhajir, Anton. 2013. Teh Beras Merah Ala Jatiluwih. Avaiable from:http://www.balebengong.net/kabar-anyar/2013/08/10/teh-beras-merah-ala-jatiluwih.html, diakses 16 Januari 2015.

Pamulardi, Bambang. 2006. “Pengembangan Agrowisata BerwawasanLingkungan (Studi Kasus Desa Wisata Tingkir, Salatiga)” (tesis).Semarang: Universitas Diponegoro. Avaiable from:http://eprints.undip.ac.id/ diakses 25 Pebruari 2014.

Rangkuti, Freddy. 2013. Analisis SWOT: Teknik Membedah Kasus Bisnis.Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Rangkuti, Freddy. 2013. SWOT Balanced Scorecard Teknik Menyusun StrategiKorporat yang Efektif plus Cara Mengelola Kinerja dan Risiko.Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Suandy, Erly. 2006. Perencanaan Pajak. Jakarta: PT. Salemba Empat.

Suarka, Fany Maharani. 2010. “Strategi Pengembangan Ekowisata di DesaJehem Kecamatan Tembuku Kabupaten Bangli” (tesis). Denpasar:Universitas Udayana.

Suarna, Wayan. 2007. Etika Lingkungan, Dalam Kearifan Lokal DalamPengelolaan Lingkungan Hidup (editor: AAGR Dalem, IN Wardi, IWSuarna, dan IWS Adnyana). Denpasar: Penerbit Universitas Udayana.

Sudiarso, Agus. 2004. “Ekowisata di Taman Nasional Bromo Tengger SemeruJawa Timur” (tesis). Denpasar: Universitas Udayana.

Suryawan, Ida Bagus. 2012. “Strategi Pengelolaan Potensi Ekowisata di DesaCau Belayu, Kecamatan Marga, Kabupaten Tabanan” (tesis).Denpasar: Universitas Udayana.

Page 171: Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Di Subak Jatiluwih

171

Tarigan, R. 2005. Perencanaan Pembangunan Wilayah. Jakarta: PT. BumiAksara.

Tim Pemetaan Kawasan Warisan Budaya Bali Menjadi Warisan Budaya Dunia.2012. Pemetaan Kawasan Warisan Budaya Bali Menjadi WarisanBudaya Dunia: Jaringan Irigasi Subak. Denpasar: Dinas KebudayaanProvinsi Bali.

Wesnawa, I Gede Astra. 2005. Pengantar Ilmu Lingkungan. Singaraja: InstitutKeguruan dan Ilmu Pendidikan Negeri Singaraja.

Widowati, Sri. 2012. “Kajian Potensi dan Evaluasi Penerapan Prinsip–Prinsipdan Kriteria Ekowisata di Kawasan Taman Wisata Alam Kawah Ijen,Desa Taman Sari, Kabupaten Banyuwangi” (tesis). Denpasar:Universitas Udayana.

Windia, Wayan dan Wiguna, Wayan Alit Artha. 2013. Subak Warisan BudayaDunia. Denpasar: Udayana University Press.

Wood, Megan Epler. 2002. Ecotourism: Principles, Practices and Policies ForSustainability. France: Division of Technology, Industry andEconomics, United Nations Environment Programme (UNEP).Avaiable from: http://www.uneptie.org/tourism/home.html.

Yoeti, Oka. A. 2006. Pariwisata Budaya Masalah dan Solusinya. Jakarta: PT.Pradnya Paramita.