strategi pengelolaan lingkungan ekowisata di subak jatiluwih
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHLUAN
1.1 Latar Belakang
Pulau Bali merupakan daerah tujuan pariwisata dunia yang memiliki
keunikan tersendiri berupa keindahan panorama alam dan budayanya, sehingga
menarik perhatian wisatawan. Perkembangan pariwisata di Pulau Bali tidak dapat
dilepaskan dari kedatangan bangsa Belanda pada tahun 1579 yang dipimpin oleh
Cournelis De Houtman. Tahun 1827 untuk pertama kali Belanda membangun
kantor dagangnya di daerah Kuta. Pada tahun 1920 sekumpulan ilmuan Barat
mendatangi Pulau Bali dengan tujuan untuk meneliti dan mengenal budaya yang
ada di Pulau Bali baik agama, adat istiadat, kesusastraan, peninggalan sejarah dan
arkeologi. Para ilmuan yang datang ke Bali terdapat pelukis, pengarang dan
penyair yang kemudian menggambarkan keindahan alam dan budaya yang ada di
Pulau Bali. Hal ini sekaligus sebagai media promosi. Kondisi tersebut menarik
wisatawan Eropa yang kemudian datang berkunjung ke pulau Bali (Kencana,
2010).
Wisatawan yang datang ke Pulau Bali pada umumnya tertarik akan
keindahan alam, keunikan budaya, dan keramahan masyarakat Bali. Pada tahun
2012 wisatawan yang datang berkunjung ke Pulau Bali berjumlah 2.892.019
orang. Tahun 2013 wisatawan yang berkunjung ke Bali mengalami peningkatan
sebesar 13,37% menjadi berjumlah 3.278.598 orang (Disparda Provinsi Bali).
Kunjungan wisatawan baik domestik maupun internasional diperkirakan akan
2
semakin meningkat di tahun-tahun mendatang. Hal ini dikarenakan adanya
perubahan perkembangan pariwisata dunia yang semakin mengedapankan
keunikan budaya, keindahan alam, dan kelengkapan fasilitas pendukung
pariwisata yang kesemuanya ada di pulau Bali.
Kabupaten Tabanan adalah salah satu kabupaten di Bali yang terletak
sekitar 35 km di sebelah barat Ibu Kota Provinsi Bali. Luas Kabupaten Tabanan
adalah 839,33 km2 atau sekitar 14,9% dari luas Provinsi Bali. Kabupaten Tabanan
terbagi atas 10 kecamatan antara lain Kecamatan Tabanan, Selemadeg Timur,
Selemadeg Barat, Selemadeg, Pupuan, Penebel, Marga, Kerambitan, Kediri dan
Baruriti. Sebanyak 23.358 ha atau sekitar 28% dari luas lahan yang ada di
Kabupaten Tabanan merupakan lahan persawahan. Karena itu Kabupaten Tabanan
dikenal sebagai daerah agraris dengan petani sebagai salah satu soko guru
perekonomian di Kabupaten Tabanan.
Subak Jatiluwih adalah salah satu subak yang terletak di Desa Jatiluwih
Kecamatan Penebel Kabupaten Tabanan. Subak Jatiluwih terkenal dengan
keindahan panorama alam pegunungan dan pemandangan persawahan yang indah.
Selain itu kondisi alam di Subak Jatiluwih yang masih asri dan alami karena
jauh dari polusi udara serta kondisi udara yang sangat sejuk sangat cocok untuk
pengembangan wisata alam. Air pegunungan dan mata air yang ada digunakan
untuk sumber air minum dan sumber air pertanian. Cara pengolahan lahan
pertanian yang masih tradisonal yakni menggunakan sapi atau kerbau untuk
membajak sawah serta alat bajak tradisional menarik para wisatawan, baik
wisatawan domestik maupun mancanegara untuk datang berkunjung.
3
Pada tahun 2012 kunjungan wisatawan ke Jatiluwih berjumlah 97.909
wisatawan, sedangkan pada tahun 2013 kunjungan wisatawan meningkat menjadi
101.560 wisatawan (DISPARDA Provinsi Bali). Berdasarkan tren kunjungan
wisatawan tersebut, diperkirakan tingkat kunjungan wisatawan ke Jatiluwih akan
meningkat di tahun-tahun mendatang. Meningkatnya tingkat kunjungan
wisatawan ke Jatiluwih membawa pengaruh terhadap pengembangan dan
pembangunan di Subak Jatiluwih maupun Desa Jatiluwih pada umumnya.
Pembangunan dan pengembangan tersebut pada umumnya bertujuan untuk
meningkatkan kelengkapan fasilitas pendukung pariwisata di Jatiluwih seperti
pembangunan penginapan guest house, rumah makan atau restoran, café dan
beberapa aktivitas pariwisata lainnya seperti rafting, horse ridding dan lain
sebagainya.
Kegiatan dan pengembangan pariwisata bertujuan untuk menggerakkan
perekonomian nasional dan daerah, meningkatkan kesejahteraan dan pendapatan
masyarakat. Pengembangan pariwisata melibatkan berbagai sektor kehidupan.
Oleh karena itu pariwisata mempunyai pengaruh atau dampak yang cukup luas,
baik terhadap sektor ekonomi, sosial, budaya, politik maupun lingkungan. Laju
kerusakan lingkungan disebabkan pengembangan pariwisata diperkirakan akan
meningkat. Potensi kerusakan lingkungan perlu dilakukan upaya-upaya
meminimalisasi dengan strategi kelestarian lingkungan, salah satunya melalui
kegiatan pengembangan ekowisata (Ecotourism). Ekowisata merupakan suatu
konsep pariwisata yang mencerminkan wawasan lingkungan yang mengikuti
kaedah keseimbangan dan kelestarian lingkungan. Secara umum pengembangan
4
ekowisata harus dapat meningkatkan kualitas hubungan antar manusia,
meningkatkan kualitas hidup bermasyarakat setempat dan menjaga kualitas
lingkungan. Pengembangan ekowisata diharapkan dapat memberikan dampak
positip terhadap pelestarian lingkungan dan budaya asli setempat (Wood, 2002).
Subak Jatiluwih merupakan bagian dari Kawasan Catur Angga
Batukaru sebagai penerima nominasi Warisan Budaya Dunia atau World Cultural
Heritage dari United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization
(UNESCO) pada tahun 2012. Program Warisan Budaya Dunia dari UNESCO
bertujuan untuk mengkatalog, menamakan dan melestarikan tempat-tempat yang
sangat penting dan berarti bagi umat manusia sehingga dapat menjadi warisan
bagi generasi berikutnya. Status sebagai warisan budaya dunia diberikan dengan
evaluasi atau penilaian terus menerus tiap tahunnya. Status warisan budaya dunia
tersebut bisa masuk dalam kategori bahaya, bahkan hingga dihapus, apabila situs
tersebut mendapat ancaman atau bahaya yang memiliki efek buruk pada
karakteristik situs tersebut. Ancaman tersebut dapat berupa penurunan jumlah
spesies yang terancam punah, kerusakan keindahan alam karena kegiatan manusia
seperti penebangan, pencemaran, permukiman, pertambangan, proyek
pembangunan, konflik bersenjata, bencana alam dan lain sebagainya. Salah satu
contoh situs warisan budaya dunia di Indonesia yang masuk kategori bahaya
adalah Hutan Hujan tropis di Sumatera (http://whc.unesco.org/en/danger/)
Status Subak Jatiluwih sebagai bagian dari Kawasan Catur Angga
Batukaru penerima nominasi warisan budaya dunia dari UNESCO dan adaanya
peningkatan kunjungan wisatawan, serta posisinya yang terletak di bagian hulu
5
Pulau Bali merupakan kawasan yang disucikan oleh masyarakat Bali. Oleh karena
itu dalam mengembangkan kawasan tersebut perlu dilakukan penelitian untuk
mengetahui bagaimana pengelolaan lingkungan ekowisata di Subak Jatiluwih
sehingga pengembangan pariwisata yang dilakukan dapat memberikan manfaat
bukan hanya pada bidang sosial dan ekonomi masyarakat sekitar namun juga pada
pelestarian lingkungan di Kawasan Subak Jatiluwih.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut dapat dirumuskan masalah
sebagai berikut.
1. Apa potensi dan kendala pengelolaan lingkungan ekowisata di Subak
Jatiluwih?
2. Bagaimana pengelolaan lingkungan ekowisata di Subak Jatiluwih pada saat
ini?
3. Bagaimana strategi pengelolaan lingkungan ekowisata di Subak Jatiluwih di
masa mendatang?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan dari penelitian ini
dibagi menjadi tujuan umum dan tujuan khusus sebagai berikut.
6
1.3.1.Tujuan Umum
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengidentifikasi potensi
dan merumuskan strategi pengelolaan lingkungan ekowisata di Subak Jatiluwih
sehingga dapat memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar dan pemerintah.
1.3.2.Tujuan Khusus
Tujuan khusus yang ingin dicapai adalah sebagai berikut.
1. Mengidentifikasi potensi dan kendala pengelolaan ekowisata di Subak
Jatiluwih sebagai daya tarik pariwisata.
2. Mengetahui bagaimana gambaran pengelolaan lingkungan ekowisata di
Subak Jatiluwih pada kondisi sekarang.
3. Mengetahui bagaimana strategi pengelolaan lingkungan ekowisata di Subak
Jatiluwih di masa mendatang.
1.4 Maanfaat Penelitian
1.4.1.Manfaat Akademik
Perumusan strategi pengelolaan lingkungan dan pengembangan potensi
ekowisata yang ada di Subak Jatiluwih bagi akademisi dapat memperkaya wacana
aplikasi pengelolaan lingkungan berbasis ekowisata. Disamping itu sebagai
referensi penelitian lebih lanjut tentang pengelolaan ekowisata yang ada di Subak
Jatiluwih maupun Pulau Bali pada umumnya.
1.4.2.Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat menumbuh kembangkan partisipasi
aktip masyarakat dalam pengelolaan lingkungan ekowisata yang ada di Subak
7
Jatiluwih dan memberikan pengetahuan strategi pengelolaan lingkungan dan
pengembangan ekowisata yang ada di Subak Jatiluwih di masa mendatang.
Disamping hal tersebut penelitian ini juga dapat digunakan sebagai dasar kajian
penerapan kebijakan dan peran institusi dalam pengelolaan lingkungan ekowisata
yang ada di Subak Jatiluwih sehingga pengembangan pariwisata yang ada di
Subak Jatiluwih dapat memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar dan
pelestarian lingkungan. Kebijakan dan peran institusi yang dilaksanakan
diharapkan lebih menitikberatkan pada kelestarian lingkungan, keterlibatan secara
aktif masyarakat, wisatawan dan bersifat lintas sektor.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN MODEL
PENELITIAN
2.1 Tinjauan Pustaka
Tinjauan pustaka pada bagian ini akan diuraikan beberapa hasil
penelitian mutakhir sebelumnya yang dianggap relevan dan berhubungan dengan
penelitian ini, terutama tentang pengelolaan ekowisata. Tujuan pembahasan
penelitian terdahulu dapat menambah wawasan, memahami dan memanfaatkan
metoda dan sebagai pembanding agar menghasilkan strategi untuk mengatasi
berbagai kendala yang mungkin muncul.
Penelitian Sudiarso (2004) menunjukkan bahwa pengembangan
pariwisata yang ada di Taman Nasional Tengger bermuara pada masyarakarat
Tengger itu sendiri, karena masyarakat Tengger yang menikmati hasil dari
pariwisata melalui kegiatan-kegiatan perekonomian yang berhubungan dengan
pariwisata seperti penyewaan kuda, kendaraan bermotor, jeep, dan penginapan
berupa homestay. Pada penelitian ini juga didapat fakta bahwa masyarakat
Tengger mengontrol dengan ketat kepemilikan jasa-jasa atau kegiatan
perekonomian yang berhubungan dengan pariwisata. Hal tersebut dilakukan
dengan tujuan agar mereka dapat menikmati hasil pariwisata di Tengger berupa
peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar. Pemanfaatan Taman Nasional
Tengger Semeru Jawa Timur untuk tujuan pariwisata dapat dilakukan sepanjang
9
tidak merusak lingkungan dan memberikan kontribusi bagi pelestarian lingkungan
dan budaya serta peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar.
Penelitian Pamulardi (2006) mendapatkan bahwa Desa Wisata Tingkir
Salatiga mempunyai potensi alam dan sosial budaya untuk dikembangkan sebagai
obyek wisata berbasis agrowisata. Pemerintah Kota Salatiga belum serius dalam
mengembangkan potensi di Desa Wisata Tingkir, hal tersebut dapat dilihat dari
sudah dilakukanya studi kelayakan sejak tahun 2003 namun hingga tahun 2006
belum ada upaya untuk mengembangkan dan membangun Desa Wisata Tingkir.
Pengembangan Desa Wisata Tingkir dapat dilakukan dengan menambah obyek
wisata baru berupa agrowisata karena tersedianya lahan pertanian yang luas dan
letaknya yang strategis. Dalam pengembangannya untuk memenuhi sarana
penginapan dapat memanfaatkan rumah-rumah penduduk sebagai homestay
sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar. Pengembangan
potensi agrowisata hendaknya dilakukan oleh masyarakat sekitar dan pihak
swasta, pemerintah bertindak sebagai fasilitator dan motivator agar hasil yang
didapat lebih maksimal.
Penelitian Kurnianto (2008) mendapatkan bahwa pola pemanfaatan
lahan di Kawasan Waduk Cacaban Kabupaten Tegal tidak seauai dengan
peruntukannya sehingga tidak mendukung upaya konservasi tanah dan kelestarian
Waduk Cacaban. Potensi pengembangan ekowisata di Kawasan Waduk Cacaban
secara spesifik dibedakan sesuai dengan daerah peruntukannya, seperti kawasan
lindung digunakan untuk pengembangan agroforest dengan kombinasi
agrisilvikultur dengan tanaman jati sebagai tanaman utama. Kawasan utama
10
waduk dikembangkan sebagai pusat sejarah dan edukasi tentang fungsi waduk.
Kawasan perairan dapat dikembangkan budidaya perairan dan wisata tirta.
Kawasan pengembangan wisata intensif dapat dikembangkan sebagai kawasan
agroforest, seni dan budaya. Kawasan penyangga dapat dikembangkan sebagai
kawasan agroforest dengan kombinasi agrosilvopastura dan budaya.
Penelitian Asso (2008) menunjukkan bahwa Lembah Baliem
mempunyai ketersediaan sumber daya ekowisata yang sangat melimpah,
beranekaragam, unik, mempesona dan masih sangat alami. Sumber daya
ekowisata tersebut antara lain berupa danau, telaga, gua, patung dan bangunan
bersejarah serta panorama alam yang indah yang masih sangat alami. Kendala
pengembangan ekowisata di Lembah baliem umumnya dikarenakan
ketidakjelasan keterlibatan stakeholder, keterbatasan pengetahuan dalam
mengelola sumber daya, keterbatasan akses dan sarana tranportasi ke Lembah
Baliem juga berimplikasi pada keberlangsungan dan pengembangan potensi
ekowisata di Lembah Baliem. Pengembangan kepariwisataan di Lembah Baliem
belum dapat menggerakkan perekonomian masyarakat sehingga masyarakat
belum melihat pengembangan ekowisata sebagai salah satu sumber mata
pencaharian yang menjanjikan. Pengembangan pariwisata di Lembah Baliem pada
saat dilakukan penelitian masih berpedoman pada pengembangan pariwisata yang
bersifat masal dengan menjadikan kebudayaan masyarakat Suku Dani sebagai
primadona daya tarik wisata.
Penelitian Widowati (2012) mendapatkan bahwa potensi Kawasan
Taman Wisata Alam Kawah Ijen adalah berupa kawah yang memiliki air tiga
11
warna, sumur belerang dengan api biru atau bluefire, panorama kawah,
keberagaman flora yang berjumlah >31 dan terdapat beberapa tumbuhan langka
seperti anggrek dan Vaccinium serta keberagaman fauna yang beberapa
diantaranya termasuk jenis burung langka dan unik seperti walek kepala ungu
(Ptylinopus Porphyreus) dan Cekakak Jawa (Halycyon Cynoventris). Hasil
evaluasi dan analisis terhadap prinsip dan kriteria ekowisata didapatkan bahwa
prinsip dan kriteria pengembangan pariwisata dalam meningkatkan kesejahteraan
masyarakat sekitar dan peran serta masyarakat sekitar dalam pengambilan
keputusan belum tercapai. Oleh karena itu perlu dilakukan upaya-upaya untuk
mencapai tujuan dan kriteria ekowisata antara lain dengan cara meningkatkan
pemahaman, pengetahuan dan ketrampilan masyarakat dalam pengelolaan
ekowisata seperti pelatihan membuat souvenir, makanan tradisional hingga
pelatihan untuk menjadi local guide.
Penelitian Suryawan (2012) menunjukkan bahwa potensi ekowisata di
Desa Cau Blayu terbagi menjadi sejumlah elemen yaitu elemen fisik berupa
topografi wilayah, kondisi hidrologi, tata guna lahan. Elemen budaya berupa
keberadaan sejumlah pura seperti Pura Titi Gantung, Pura Dukuh yang memiliki
sejarah dan kegiatan upacara yang menarik. Elemen ekologis dimana Desa Cau
Blayu yang berdekatan dengan DTW Sanggeh sehingga pada musim musim
tertentu sering terjadi migrasi monyet menuju Desa Cau Blayu. Potensi lainnya
adalah perilaku masyarakat sekitar yang bermatapencaharian sebagai petani baik
sawah maupun kebun yang dapat dimanfaatkan sebagai atraksi wisata. Pada saat
penelitian dilakukan belum ada mekanisme pengelolaan potensi ekowisata di Desa
12
Cau Blayu baik oleh desa adat maupun desa dinas. Oleh karena itu dibutuhkan
pengenalan yang lebih luas dan terarah sehingga lebih banyak orang mengetahui
potensi ekowisata di Desa Cau Blayu. Selain itu dalam pengembangan kegiatan
ekowisata di Desa Cau Blayu dibutuhkan kerjasama dengan pihak lain seperti
operator tur, pengelola akomodasi dan pemerintah. Berdasarkan analisis, strategi
yang diterapkan adalah strategi integrasi secara vertikal yang lebih khas dan lebih
memanfaatkan potensi atau kekuatan dan peluang yang ada.
2.2 Konsep
Dalam penelitian ini akan dikaji beberapa konsep sebagai berikut.
2.2.1. Potensi Ekowisata
Potensi dalam kepariwisataan dapat diartikan sebagai suatu modal atau
aset yang dimiliki oleh suatu daerah tujuan wisata dan dapat diekploitasi untuk
kepentingan-kepentingan ekonomi yang secara ideal terangkum didalamnya
perhatian terhadap aspek-aspek budaya. Suarka (2010) menjelaskan bahwa
potensi wisata adalah segala sesuatu yang terdapat disuatu daerah yang dapat
dikembangkan menjadi daya tarik wisata, potensi tersebut dapat dibagi dua yaitu
potensi budaya dan potensi alamiah. Potensi budaya meliputi potensi yang
tumbuh dan berkembang di masyarakat seperti adat istiadat, mata pencaharian dan
kesenian, sedangkan potensi alamiah adalah potensi yang berupa potensi fisik,
geografis alam, termasuk jenis flora dan fauna pada suatu daerah.
Ekowisata merupakan kegiatan pariwisata yang bertanggung jawab
secara lingkungan dan alam, memberikan kontribusi yang positip terhadap
13
konservasi lingkungan dan memperhatikan kesejahteraan masyarakat lokal
Ekowisata merupakan salah satu aspek yang sangat terkait dengan lingkungan,
perkembangangan diharapkan mampu melestarikan sumber daya alam dan
lingkungan (Suksma, 2009). Banyak kajian telah dilakukan terkait dengan
ekowisata, namun secara umum perkembangan ekowisata sangat terkait dengan
pelestarian lingkungan dan budaya suatu daerah.
Dari definisi potensi dan ekowisata diatas dapat ditarik kesimpulan
bahwa potensi ekowisata adalah suatu modal atau aset (baik berupa potensi
budaya dan alamiah) yang dimiliki oleh suatu daerah, yang dapat dikembangkan
untuk kegiatan wisata yang bertanggung jawab secara lingkungan, memberikan
kontribusi yang positip terhadap konservasi lingkungan, dan meningkatkan
perekonomian masyarakat sekitar.
2.2.2. Pengelolaan Lingkungan Ekowisata
Menurut Undang Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007
tentang Penataan Ruang, pengelolaan diartikan sebagai suatu proses perencanaan,
pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan secara berkelanjutan. Wardoyo
(dalam Suryawan, 2012) mendefinsikan pengelolaan sebagai suatu rangkaian
pekerjaan atau usaha yang dilakukan oleh sekelompok orang untuk melakukan
serangkaian kerja dalam mencapai tujuan tertentu. Dari penjelasan definisi
pengelolaan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa pengelolaan adalah
serangkaian kebijakan yang diambil atau dilakukan yang memuat mekanisme
perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan pengawasan dengan
14
memanfaatkan semua sumber daya yang ada untuk menghasilkan tujuan tertentu
yang sudah ditetapkan.
Lingkungan adalah semua benda dan kondisi termasuk di dalamnya
manusia dan tingkah perbuatannya, yang terdapat dalam ruang tempat manusia
berada, dan mempengaruhi hidup serta kesejahteraan manusia dan mahluk hidup
lainnya. Menurut Undang Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup, lingkungan hidup didefinisikan sebagai kesatuan ruang
dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhuk hidup, termasuk manusia, dan
perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan
manusia dan makhluk hidup lain. Dari beberapa definisi lingkungan tersebut dapat
disimpulkan bahwa lingkungan bukan hanya lingkungan fisik semata, namun juga
termasuk perilaku manusia itu sendiri (sosial dan budaya), dan bahkan lingkungan
spiritual. Oleh karena itu lingkungan juga termasuk lingkungan fisik (Abiotik),
lingkungan biotik serta lingkungan sosial dan budaya.
Ekowisata merupakan kegiatan pariwisata yang bertanggung jawab
secara lingkungan dan alam, memberikan kontribusi yang positip terhadap
konservasi lingkungan dan memperhatikan kesejahteraan masyarakat lokal
Ekowisata merupakan salah satu aspek yang sangat terkait dengan lingkungan,
perkembangangan diharapkan mampu melestarikan sumber daya alam dan
lingkungan (Suksma, 2009). Banyak kajian telah dilakukan terkait dengan
ekowisata, namun secara umum perkembangan ekowisata sangat terkait dengan
pelestarian lingkungan dan budaya suatu daerah.
15
Dari definisi pengelolaan, lingkungan dan ekowisata sebelumnya dapat
dirumuskan konsep pengelolaan lingkungan ekowisata adalah serangkaian
kebijakan yang dilakukan mulai dari proses perencanaan, pengorganisasian,
penggerakan dan pengawasan untuk memanfaatkan lingkungan dan semua modal
atau aset (baik berupa potensi budaya dan alamiah) yang dimiliki oleh suatu
daerah, untuk dapat dikembangkan menjadi suatu kegiatan wisata yang
bertanggung jawab secara lingkungan, memberikan kontribusi yang positip
terhadap konservasi lingkungan, dan meningkatkan perekonomian masyarakat
sekitar. Oleh karena itu pengelolaan potensi ekowisata harus bisa meminimalisir
dampak negatip dari perkembangan pariwisata masal yang umumnya memberikan
ancaman terhadap kelestarian budaya, dimana budaya lebih dikomersialkan dan
mengancam kelestarian sumber daya alam dengan mengekploitasinya.
2.2.3. Strategi Pengelolaan
Strategi adalah suatu rangkaian kebijakan atau tindakan yang dilakukan
terus menerus oleh suatu lembaga atau organisasi untuk mencapai tujuan tertentu
berdasarkan peluang-peluang dan ancaman-ancaman lingkungan eksternal yang
dihadapi serta sumber daya dan kemampuan internal yang dimiliki. Strategi selalu
dimulai dari apa yang dapat terjadi dan bukan dimulai dari apa yang terjadi.
Strategi juga merupakan alat untuk mencapai tujuan perusahaan dalam kaitannya
dengan tujuan jangka panjang, program tindak lanjut, serta prioritas alokasi
sumber daya.
16
Pengelolaan merupakan istilah yang erat hubungannya dengan
manajemen. Manajemen merupakan bentuk terjemahan dari kata management
yang berasal dari bahasa Inggris yang berarti pengelolaan. Manajemen meliputi
empat proses yaitu Planning atau perencanaan, Organizing atau pengorganisasian,
Actuating atau pelaksanaan/penggerakan dan Controlling atau pengendalian.
Sedangkan menurut Undang Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007
tentang Penataan Ruang, pengelolaan diartikan sebagai suatu proses perencanaan,
pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan secara berkelanjutan.
Secara umum konsep strategi pengelolaan dapat diartikan sebagai suatu
rangkaian kebijakan atau tindakan yang dilakukan secara terus menerus, dengan
memanfaatkan peluang, ancaman dan sumber daya serta kemampuan yang
dimiliki, pada setiap tahap perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan
pengawasan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya secara
berkelanjutan. Dengan demikian pengamatan lingkungan eksternal dan internal
merupakan proses awal dari konsep strategi pengelolaan, dilanjutkan dengan
perencanaan yang keberadaanya diperlukan untuk memberikan arah dan patokan
dalam suatu kegiatan. Pengorganisasian berkaitan dengan penyatuan seluruh
sumber daya dan kemampuan yang ada untuk bersinergi dalam mempersiapkan
pelaksanaan kegiatan. Tahap selanjutnya adalah pengarahan dan pelaksanaan
kegiatan yang selalu berpedoman pada perencanaan yang telah ditetapkan. Tahap
terakhir adalah pengawasan yang meliputi kegiatan monitoring dan evaluasi untuk
memperbaiki program kegiatan berikutnya sehingga tujuan yang telah
direncanakan tercapai dengan baik.
17
2.3 Landasan Teori
Dalam menganalisis strategi pengelolaan potensi ekowisata di Subak
Jatiluwih diperlukan teori-teori sebagai tuntunan yang digunakan dalam penelitian
sebagai berikut.
2.3.1.Teori Perencanaan
Perencanaan merupakan salah satu fungsi manajemen yang pertama kali
harus dilakukan. Menurut Suandy (2006) perencanaan adalah proses penentuan
tujuan organisasi. Dalam ilmu manajemen fungsi pokok dari manajemen adalah
perencanaan, koordinasi, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi. Dalam tingkat
yang lebih rumit dimana terdapat pengaruh internal dan eksternal yang cenderung
sulit dikendalikan, perencanaan dapat diartikan mengetahui dan menganalisis
kondisi saat ini, meramalkan perkembangan berbagai faktor yang tidak dapat
dikontrol (uncontrolable) yang relevan, memperkirakan faktor-faktor pembatas,
menetapkan tujuan dan sasaran yang diperkirakan dapat dicapai, serta mencari
langkah-langkah untuk mencapai tujuan tersebut (Tarigan, 2005). Menurut Yoeti
(2006) ada beberapa alasan mengapa perencanaan sangat diperlukan.
a. Memberikan Pengarahan
Dengan adanya perencanaan para pelaksana dalam suatu organisasai atau tim
dapat mengetahui apa yang akan dilakukan, ke arah mana akan dituju dan apa
yang akan dicapai.
b. Membimbing Kerjasama
Perencanaan dapat membimbing para petugas atau pelaksana untuk tidak
berkerja menurut kemauannya sendiri. Dengan adanya perencanaan, para
18
petugas dan pelaksana merasa sebagai bagian dari sebuah tim, dan bergantung
pada tugas lainnya.
c. Menciptakan koordinasi
Dalam suatu organisasi atau proyek banyak keahlian dibutuhkan, apabila
masing-masing keahlian berjalan terpisah kemungkinan tujuan dari organisasi
atau proyek tersebut tidak akan tercapai, oleh karena itu sangat diperlukan
adanya koordinasi antara beberapa keahlian dan kegiatan yang akan
dilakukan.
d. Menjamin tercapainya kemajuan
Perencanaan pada umumnya mengariskan suatu program yang hendak
dilakukan meliputi tugas yang dikerjakan dan tanggung jawab tiap individu
atau tim dalam suatu organisasi atau proyek. Apabila terdapat penyimpangan
antara yang direncanakan dengan pelaksanaanya hal tersebut dapat
dihindarkan dengan melakukan koreksi, sehingga akan mempercepat
penyelesain suatu proyek atau kegiatan.
e. Memperkecil Resiko
Perencanaan meliputi pengumpulan data yang releven (baik yang tersedia
maupun yang tidak tersedia) dan secara hati-hati, menelaah segala
kemungkinan yang terjadi sebelum mengambil suatu keputusan. Suatu
keputusan yang diambil atas dasar intuisi tanpa melakukan penelitian pasar
atau tanpa melakukan perhitungan rates of return on invesment, sangat
memungkinkan akan menghadapi resiko besar. Oleh karena itu perencanaan
dapat memperkecil resiko yang akan timbul di kemudian hari.
19
f. Mendorong pelaksanaan
Perencanaan dilakukan agar suatu organisasi dapat memperoleh kemajuan
secara sistematis dalam mencapai hasil yang diinginkan melalui inisiatif
sendiri. Disamping hal tersebut dalam suatu perencanaan diperlukan suatu
kebijaksanaan dalam mengambil keputusan. Dengan demikian untuk
mengetahui data yang perlu dikumpulkan, memerlukan tujuan yang hendak
dicapai terlebih dahulu, sedangkan untuk mencapai suatu tujuan (objectives)
diperlukan suatu pemikiran (thought) yang khusus. Oleh karena itu
perencanaan (planning) merupakan suatu mata rantai yang esensial antara
pemikiran (thought) dan pelaksanaan (action).
Salah satu bagian atau kegiatan dalam perencanaan adalah menentukan
strategi yang akan digunakan. Strategi merupakan alat untuk mencapai tujuan.
Dalam perkembangannya konsep mengenai strategi terus berkembang, hal
tersebut ditunjukkan oleh adanya perbedaan konsep mengengai strategi selama 30
tahun terakhir. Chandler (1962) merumuskan strategi sebagai alat untuk mencapai
tujuan perusahaan dalam kaitannya dengan tujuan jangka panjang, program tindak
lanjut, serta prioritas alokasi sumber daya. Markus (1984) mendefinisikan strategi
sebagai suatu proses penentuan rencana para pemimpin puncak yang berfokus
pada tujuan jangka panjang organisasi, disertai penyusunan suatu cara atau upaya
bagaimana agar tujuan tersebut dapat dicapai. Argyris dkk. (1985) menyatakan
bahwa strategi merupakan respon secara terus menerus maupun adaptif terhadap
peluang dan ancaman eksternal serta kekuatan dan kelemahan internal yang dapat
memengaruhi organisasi. Hamel dan Prahalad (1995) mendefinisikan strategi
20
sebagai tindakan yang bersifat incremental (senantiasa meningkat) dan terus
menerus, serta dilakukan berdasarkan sudut pandang tentang apa yang diharapkan
oleh pelanggan di masa depan dan hampir selalu dimulai dari apa yang dapat
terjadi dan bukan dimulai dari apa yang terjadi. Sedangkan Halim mengartikan
strategi sebagai suatu cara dimana organisasi atau lembaga akan mencapai
tujuannya sesuai dengan peluang-peluang dan ancaman-ancaman lingkungan
eksternal yang dihadapi serta sumber daya dan kemampuan internal.
Jadi apabila disimpulkan dari beberapa definisi diatas maka strategi
dapat didefinisikan sebagai suatu tindakan yang dilakukan terus menerus oleh
suatu lembaga atau organisasi untuk mencapai tujuan tertentu berdasarkan
peluang-peluang dan ancaman-ancaman lingkungan eksternal yang dihadapi serta
sumber daya dan kemampuan internal yang dimiliki. Strategi hampir selalu
dimulai dari apa yang dapat terjadi dan bukan dimulai dari apa yang terjadi.
Menurut Umar (2005) pada prinsipnya strategi dapat dikelompokkan
berdasarkan tiga level atau tingkatan strategi sebagai berikut.
a. Strategi Korporasi atau Strategi Perusahaan
Strategi korporasi atau strategi perusahaan adalah strategi yang
menggambarkan arah perusahaan atau organisasi secara keseluruhan,
mengenai sikap perusahaan terhadap arah pertumbuhan dan manajemen
berbagai bisnis dan lini produk maupun jasa untuk mencapai keseimbangan
portofolio.
b. Strategi Bisnis atau Strategi Bersaing
21
Strategi bisnis atau strategi bersaing biasanya dikembangkan pada level divisi
dan menekankan pada perbaikan posisi persaingan produk barang atau jasa
perusahaan atau organisasi dalam industri khusus atau segmen pasar yang
dilayani oleh divisi tersebut.
c. Strategi Fungsional
Strategi fungsional adalah strategi yang menekankan pada pemaksimalan
sumber daya produktivitas, strategi fungsional dikembangkan untuk
mengumpulkan bersama-sama berbagai aktivitas dan kompetensi guna
memperbaiki kinerja perusahaan atau organisasi.
Gambar 2.1 menunjukkan bagaimana tiga level atau tingkatan strategi
membentuk lingkungan eksternal dari level berikutnya pada suatu perusahaan atau
organisasi.
Gambar 2.1.
Tingkatan Strategi (Umar, 2005)
Kantor PusatPerusahaan
Unit BisnisStrategis
Unit BisnisStrategis
Unit BisnisStrategis
Produksi Keuangan Pemasaran SDM
StrategiPerusahaan
Strategi Bisnis(Level Divisi)
StrategiFungsional
22
Menurut Hunger dan Wheelen (2003) proses manajemen strategis
meliputi empat elemen dasar sebagai berikut.
a. Pengamatan Lingkungan (Environmental Scanning).
Pengamatan dilakukan terhadap lingkungan eksternal untuk melihat
kesempatan dan ancaman, serta lingkungan internal untuk melihat kekuatan
dan kelemahan. Faktor-faktor yang paling penting untuk masa depan
perusahaan disebut faktor-faktor strategis.
b. Perumusan Strategi.
Perumusan strategi adalah pengembangan rencana jangka panjang untuk
manajemen yang efektif dari peluang dan ancaman lingkungan yang dilihat
dari kekuatan dan kelemahan perusahaan. Perumusan strategi meliputi
penentuan misi perusahaan, tujuan yang akan dicapai, pengembangan strategi
dan menetapkan pedoman kebijakan.
c. Implementasi Strategi
Implementasi strategi adalah proses dimana manajemen mewujudkan strategi
dan kebijakannya dalam tindakan melalui pengembangan program, anggaran
dan prosedur. Proses tersebut meliputi perubahan budaya secara menyeluruh,
struktur dan atau sistem manajemen dari organisasi secara keseluruhan.
d. Evaluasi dan pengendalian
Evaluasi dan pengendalian adalah proses monitor dan perbandingan kinerja
antara kinerja yang sesungguhnya dengan kinerja yang diinginkan. Informasi
hasil perbandingan tersebut dapat digunakan dalam melakukan tindakan
perbaikan dan memecahkan masalah, selain itu evaluasi dan pengendalian
23
juga dapat menunjukkan secara tepat kelemahan-kelemahan dalam
implementasi strategi sebelumnya dan mendorong perbaikan strategi.
Alur proses manajemen strategis akan ditampilkan pada Gambar 2.2
berikut.
Gambar 2.2.
Proses Manajemen Strategis (Hunger dan Wheelen, 2003)
Dalam strategi pengelolaan potensi ekowisata di Subak Jatiluwih, teori
perencanaan digunakan untuk merencanakan pengelolaan potensi ekowisata agar
dapat bermanfaat bukan saja pada bidang sosial dan ekonomi namun juga
terhadap pelestarian lingkungan di Subak Jatiluwih. Langkah pertama untuk
merencanakan strategi pengelolaan dimulai dengan pengamatan lingkungan baik
lingkungan internal dan eksternal, lingkungan internal tediri dari kekukan dan
kelemahan serta potensi-potensi yang ada di Subak Jatiluwih, sedangkan
lingkungan eksternal terdiri dari peluang dan ancaman yang dapat memperngaruhi
ImplementasiStrategi
Anggaran
Program
Prosedur
PerumusanStrategi
Strategi &Kebijakan
Misi
Tujuan
PengamatanLingkungan
Eksternaldan Internal
Evaluasi &pengendalian
Kinerja
Umpan Balik
24
kondisi di Subak Jatiluwih. Langkah kedua adalah perumusan strategi. Hal
tersebut dilakukan dengan menentukan misi, tujuan dan strategi atau kebijakan
yang akan diterapkan dalam pengelolaan potensi ekowsaita di Subak Jatiluwih.
Langkah ketiga adalah mengimplementasikan strategi atau kebijakan tersebut
melalui program dan anggaran. Langkah terakhir adalah evaluasi dan
pengendalian atas strategi atau kebijakan yang diimplementasikan. Hal tersebut
dilakukan perbandingan kinerja dalam mengelola potensi ekowisata di Subak
Jatiluwih antara kinerja yang sesungguhnya dengan kinerja yang diinginkan,
selain hal tersebut proses evaluasi juga memperbaiki kelemahan-kelemahan dalam
implementasi strategi pengelolaan potensi ekowisata sebelumnya dan mendorong
perbaikan strategi sehingga sesuai dengan visi dan tujuan yang ditetapkan.
2.3.2.Teori Pengelolaan
Istilah pengelolaan erat hubungannya dengan manajemen. Manajemen
merupakan bentuk terjemahan dari kata management yang berasal dari bahasa
Inggris yang apabila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia berarti
pengelolaan. Tery (dalam Burhanudin, 2009) menyatakan bahwa manajemen
meliputi empat proses yaitu Planning atau perencanaan, Organizing atau
pengorganisasian, Actuating atau pelaksanaan dan Controlling atau pengendalian.
Sedangkan menurut Undang Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007
tentang Penataan Ruang, pengelolaan diartikan sebagai suatu proses perencanaan,
pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan secara berkelanjutan.
25
Pengelolaan juga berarti suatu rangkaian pekerjaan atau usaha yang
dilakukan oleh sekelompok orang untuk melakukan serangkaian kerja dalam
mencapai tujuan tertentu. Secara umum pengelolaan dapat juga diartikan sebagai
upaya strategis untuk pencapaian tujuan, rumusan mekanisme kerja, rangkaian
kebijakan yang perlu diambil atau dilakukan untuk mengembangkan organisasi.
Menurut Wardoyo (dalam Suryawan, 2012) pengelolaan adalah suatu rangkaian
kegiatan yang berintikan perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan
pengawasan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Dari
penjelasan beberapa definisi pengelolaan dapat disimpulkan bahwa pengelolaan
adalah serangkaian kebijakan yang diambil atau dilakukan yang memuat
mekanisme perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan dengan
memanfaatkan semua sumber daya yang ada untuk menghasilkan tujuan tertentu
yang sudah ditetapkan. Unsur-unsur pengelolaan menurut Tery (dalam
Burhanudin, 2009) adalah:
a. Perencanaan (Planning)
Perencanaan merupakan perhitungan dan penentuan tentang apa yang akan
dijalankan dalam rangka mencapai tujuan tertentu, dimana hal tersebut
menyangkut tempat, oleh siapa atau siapa yang melaksanakan dan bagaimana
tata cara mencapai hal tersebut. Perencanaan merupakan suatu proses yang
dilakukan terus menerus setiap kali timbul sesuatu yang baru, untuk
mempersiapkan serangkaian keputusan dalam melakukan tindakan untuk
mencapai tujuan dalam organisasi, dengan atau tanpa menggunakan sumber-
sumber yang ada. Sebuah perencanaan yang baik adalah yang dilakukan
26
secara rasional, sistematis dan analitis serta dapat dilaksanakan dan menjadi
panduan langkah-langkah selanjutnya.
b. Pengorganisasian (Organizing)
Dalam suatu organisasi diperlukan adanya kerjasama antara dua orang atau
lebih untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien. Organisasi merupakan
suatu proses untuk merancang struktur formal, pengelompokan dan mengatur
serta membagi tugas-tugas atau pekerjaan diantara para anggota organisasi
agar tujuan organisasi dapat tercapai. Untuk mencapai tujuan dalam
organisasi orang-orang yang dipilih harus memiliki kemampuan dan
kompetensi dalam melakukan tugas atau posisi tertentu. Oleh karena itu perlu
dalam pengorganisasian yang perlu diperhatikan adalah proses perekrutan,
penempatan, pemberian pelatihan dan pengembangan anggota-anggota dalam
sebuah organisasi.
c. Pelaksanaan atau Pengarahan (Actuating)
Pelaksanaan atau pengarahan adalah keinginan untuk membuat orang lain
mengikuti keinginan yang telah ditentukan dengan menggunakan kekuatan
pribadi atau kekuasaan secara efektif demi kepentingan jangka panjang
perusahaan, termasuk didalamnya memberitahukan kepada orang apa yang
harus dilakukan dengan tujuan agar tugas-tugas yang dilaksanakan dapat
terlaksana dengan baik. Pelaksanaan atau pengarahan juga berarti bahwa
pimpinan atau manajer mengarahkan, memimpin dan mempengaruhi
bawahanya untuk mencapai tujuan organisasi. Manajer atau pimpinan tidak
melakukan semua kegiatan sendiri melainkan menyelesaikan tugas-tugas
27
esensial melalui orang-orang lain, dan menciptakan iklim yang dapat
membantu para bawahan melakukan pekerjaan dengan baik. Fungsi
pengarahan dan pelaksanaan adalah untuk meningkatkan efektifitas dan
efesiensi kerja secara maksimal serta menciptaan lingkungan kerja yang
sehat, dinamis untuk mencapai tujuan dari sebuah organisasi.
d. Pengendalian (Controlling)
Pengawasan adalah kegiatan membandingkan atau mengukur kegiatan yang
sedang atau sudah dilakukan dengan kriteria, norma-norma standar atau
rencana-rencana yang sudah ditetapkan sebelumnya. Pengawasan merupakan
bagian terakhir dari fungsi manajemen yang dilaksanakan untuk mengetahui
apakah semua kegiatan telah dapat dilaksanakan dan berjalan sesuai rencana,
apa hambatan dalam pelaksanaan, serta untuk meningatkan efesiensi dan
efektifitas organisasi.
Dengan demikian, perencanaan merupakan proses awal dari suatu
kegiatan pengelolaan yang keberadaanya sangat diperlukan dalam memberikan
arah dan patokan dalam suatu kegiatan. Pengorganisasian berkaitan dengan
penyatuan seluruh sumber daya yang ada untuk bersinergi dalam mempersiapkan
pelaksanaan kegiatan. Tahap selanjutnya adalah pengarahan dan pelaksanaan
kegiatan yang selalu berpedoman pada perencanaan yang telah ditetapkan. Tahap
terakhir adalah pengawasan yang meliputi kegiatan monitoring dan evaluasi untuk
memperbaiki program kegiatan berikutnya sehingga tujuan yang telah
direncanakan tercapai dengan baik.
28
2.3.3.Lingkungan
Lingkungan adalah suatu sistem komplek yang berada di luar individu
yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan suatu organisme. Setiap
organisme hidup dalam lingkungannya masing-masing. Faktor-faktor yang ada
dalam lingkungan selain berinteraksi dengan organisme juga berinteraksi dengan
sesama faktor tersebut, sehingga sulit untuk memisahkan dan mengubahnya tanpa
mempengaruhi bagian lain dari lingkungan tersebut. Oleh karena itu, untuk dapat
memahami faktor-faktor lingkungan digolongkan menjadi dua kategori yaitu
(Irwan, 2012):
a. Lingkungan Abiotik
Lingkungan abiotik adalah unsur lingkungan yang terdiri dari benda-benda
tidak hidup seperti suhu, udara, cahaya, atmosfer, tanah, air, api, iklim dan
lain sebagainya.
b. Lingkungan Biotik
Lingkungan Biotik adalah unsur lingkungan yang terdiri dari mahluk hidup
seperti manusia, hewan, tumbuhan, mikroba dan lain sebagainya.
Menurut Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup, lingkungan hidup didefinisikan sebagai kesatuan ruang
dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhuk hidup, termasuk manusia, dan
perilakunya, yang memengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan
manusia dan makhluk hidup lain. Menurut Otto Soemarwoto (dalam Wesnawa,
2005) mendefinisikan lingkungan sebagai jumlah semua benda dan kondisi yang
ada di dalam ruang yang kita tempati yang mempengaruhi kehidupan kita, oleh
29
karena itu lingkungan harus diartikan secara luas yaitu tidak saja lingkungan fisik
dan biologi namun juga lingkungan ekonomi, sosial dan budaya. Dari beberapa
definisi lingkungan tersebut dapat ditarik suatu benang merah bahwa lingkungan
terdiri dari lingkungan fisik (Abiotik/A), lingkungan biotik (B) serta lingkungan
sosial dan budaya (C).
Keadaan lingkungan dan ketiga komponennya saling terikat dan saling
mempengaruhi. Sebagai contoh keberadaan tanaman bunga di Bali didukung oleh
budaya masyarakat Bali yang memerlukan berbagai jenis bunga untuk kebutuhan
sesaji, sehingga komponen sosial dan budaya secara tidak langsung mendukung
peningkatan keanekaragaman hayati (komponen B). Suarna (2007)
menghubungkan lingkungan yang berkearifan lokal dengan etika lingkungan.
Etika lingkungan adalah sebagai landasan dasar dari pengelolaan lingkungan yang
berkearifan lokal. Kearifan lokal adalah sesuatu yang telah dilakukan secara
turun-temurun dalam suatu kawasan tertentu, dan hal itu telah dianggap baik dan
telah teruji oleh waktu, yang menyebabkan terjadinya keberlanjutan. Sementara
itu, etika adalah ketentuan tentang apa yang boleh dan tak boleh dilakukan oleh
seseorang dalam suatu kawasan tertentu, sehingga memungkinkan terjadinya
keberlanjutan. Gambar 2.3 akan menjelaskan hubungan antara unsur-unsur
lingkungan seperti unsur abiotik (A), biotik (B), dan budaya atau Culture (C),
yang saling saling berkaitan dengan berlandaskan pada etika lingkungan (E).
30
Gambar 2.3.
Etika Lingkungan Sebagai Dasar Pengelolaan Lingkungan Berkearifan Lokal
(Suarna, 2007)
2.3.4.Ekowisata
Ekowisata atau ecotourism berasal dari dua kata yaitu eco atau ecology
yang dalam bahasa Indonesia berarti ekologis dan kata tourism yang berarti wisata
atau perjalanan. Ekowisata adalah adalah suatu bentuk pariwisata berbasis alam.
The International Ecotourism Society (TIES) yang sebelumnya dikenal sebagai
The Ecotourism Society (TES) pada tahun 1991 mengartikan ekowisata sebagai
perjalanan yang bertanggung jawab ke daerah alami yang melestarikan
lingkungan dan menopang kesejahteraan masyarakat lokal. World Conservation
Union pada 1996 menyatakan pengertian ekowisata sebagai perjalanan yang
bertanggung jawab terhadap lingkungan dan kunjungan ke daerah alami untuk
menikmati dan menghargai alam (dan semua fitur budaya yang ada baik dulu dan
sekarang) mempromosikan konservasi, memiliki dampak negatif rendah dari
kedatangan pengunjung, dan menyediakan keterlibatan sosial ekonomi yang
menguntungkan masyarakat setempat
A
B C
E
31
Zifer (1989) menyatakan bahwa ekowisata adalah “a form of tourism
inpsired by the natural history of an area, including its indigeniouse cultures, the
ecototist visit underdeveloped areas in the spirit of the appreciation, participation
and sesitivity”. Namun, pada hakekatnva, pengertian ekowisata adalah suatu
bentuk wisata yang bertanggungjawab terhadap kelestarian alam (natural area),
memberi manfaat secara ekonomi dan mempertahankan keutuhan budaya bagi
masyarakat setempat.
Sejak tahun 1990 oleh LSM, ahli pembangunan dan akademisi
ekowisata diformulasikan sebagai alat pembangunan berkelanjutan, karena
ekowisata mengacu pada seperangkat komponen dan prinsip dan untuk segmen
pasar tertentu. Wood (2002) menjabarkan komponen ekowisata adalah sebagai
berikut.
a. Berkontribusi untuk konservasi keanekaragaman hayati.
b. Menopang kesejahteraan masyarakat setempat.
c. Menambah pengalaman belajar.
d. Melibatkan tindakan yang bertanggung jawab dari pihak wisatawan dan
industri pariwisata.
e. Diberikan kepada kelompok usaha kecil.
f. Penggunaan sumber daya tak terbarukan serendah mungkin.
g. Menekankan partisipasi masyarakat setempat baik kepemilikan maupun
peluang bisnis, terutama bagi masyarakat pedesaan.
Prinsip-prinsip ekowisata menurut Wood (2002) adalah sebagai berikut.
a. Meminimalkan dampak negatif terhadap alam dan budaya setempat.
32
b. Mendidik wisatawan pentingnya konservasi.
c. Menekankan pentingnya bisnis yang bertanggung jawab, bekerja sama
dengan pemerintah daerah dan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan
setempat dan memberikan manfaat konservasi.
d. Sumber pendapatan langsung untuk konservasi dan pengelolaan kawasan
alam.
e. Menekankan perlunya zonasi pariwisata regional dan rencana pengelolaan
pengunjung untuk salah satu daerah atau kawasan alam yang dijadwalkan
untuk menjadi tujuan ekowisata.
f. Menekankan penggunaan studi dasar lingkungan dan sosial, serta program
pemantauan jangka panjang, untuk menilai dan mengurangi dampak negatip.
g. Memaksimalkan manfaat ekonomi, bisnis dan masyarakat setempat yang
tinggal di daerah sekitar.
h. Memastikan bahwa pengembangan pariwisata tidak melebihi batas sosial dan
lingkungan yang dapat diterima yang ditentukan para peneliti dengan
penduduk setempat.
i. Bergantung pada infrastruktur yang dikembangkan selaras dengan
lingkungan, meminimalkan penggunaan bahan bakar fosil, melestarikan
tanaman lokal dan satwa liar, dan pencampuran dengan lingkungan alam dan
budaya.
Ekowisata merupakan bagian dari komponen pariwisata berkelanjutan.
Gambar 2.4 memberikan gambaran posisi dari ekowisata dalam proses
pengembangan bentuk-bentuk pariwisata berkelanjutan. Gambar 2.4 juga
33
memberikan gambaran bahwa ekowisata pada dasarnya merupakan bagian utama
dari wisata alam yang berkelanjutan, dan merupakan elemen dari wisata desa dan
wisata budaya.
Gambar 2.4.
Ekowisata sebagai suatu konsep pembangunan berkelanjutan (Wood, 2002)
Pada saat ini ekowisata telah berkembang, wisata tidak hanya sekedar
untuk melakukan pengamatan burung, mengendarai kuda, menelusuri hutan
belantara, namun telah terkait dengan konsep pelestarian hutan dan penduduk
lokal. Ekowisata ini kemudian merupakan suatu perpaduan dari berbagai minat
yang tumbuh dari keprihatinan terhadap lingkungan, ekonomi dan sosial.
Ekowisata tidak dapat dipisahkan dengan konservasi, oleh karena itu ekowisata
disebut sebagai perjalanan wisata yang bertanggung jawab.
Ekowisata merupakan suatu bentuk wisata yang sangat erat dengan
prinsip konservasi, bahkan dalam strategi pengembangan ekowisata juga
34
menggunakan strategi konservasi, dengan demikian ekowisata sangat tepat dalam
mempertahankan keutuhan dan keaslian ekosistem di areal yang masih alami.
Bahkan dengan ekowisata pelestarian alam juga dapat ditingkatkan kualitasnya
karena desakan dan tuntutan dari para eco-traveler. Dalam ekowisata pengelolaan
alam dan budaya masyarakat yang menjamin kelestarian dan kesejahteraan,
sementara konservasi merupakan upaya menjaga kelangsungan pemanfaatan
sumber daya alam untuk masa sekarang dan masa yang akan datang, hal tersebut
sejalan dengan definisi yang dinyatakan oleh The International Union for
Conservation of Nature and Natural Resources (1980), bahwa konservasi adalah
usaha manusia untuk memanfaatkan biosphere dengan berusaha memberikan hasil
yang besar dan lestari untuk generasi kini dan mendatang.
2.3.5.Potensi Ekowisata
Ekowisata saat ini menjadi salah satu pilihan untuk mempromosikan
suatu lingkungan yang khas dengan tetap menjaga kelestarianya, sekaligus
menjadi suatu kawasan kunjungan wisata sehinga dapat memberikan manfaat
ekonomi bagi masyarakat sekitar. Potensi ekowisata adalah semua obyek baik
alam, budaya dan buatan yang memerlukan banyak penanganan agar dapat
memberikan nilai daya tarik bagi wisatawan (Damanik dan Weber, 2006).
Dengan berlakunya Undang Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang
Kepariwisataan, istilah obyek wisata diganti menjadi daya tarik wisata yang
mengandung pengertian segala sesuatu keunikan, keindahan dan nilai berupa
35
keanekaragaman kekayaan alam, budaya dan hasil buatan manusia yang menjai
sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan.
Dari definisi potensi ekowisata sebelumnya dapat disimpulkan bahwa
potensi ekowisata kelangsungan hidupnya sangat peka terhadap kerusakan
lingkungan. Potensi ekowisata tidak akan berkembang dengan baik tanpa adanya
lingkungan yang baik. Pengembangan potensi ekowisata harus memperhatikan
terjaganya mutu lingkungan, sebab dalam mengembangkan ekowisata lingkungan
dan keunikan budaya itulah yang sebenarnya dijual.
Potensi ekowisata berhubungan erat dengan penawaran wisata, menurut
Damanik dan Weber (2006) terdapat empat elemen penawaran wisata yaitu atraksi
yang dapat diartikan sebagai daya tarik wisata baik yang bersifat nampak
(tangible) maupun yang tidak nampak (intangible) yang memberikan kenikmatan
kepada wisatawan. Atraksi dapat dibagi menjadi atraksi alam, budaya dan buatan.
Aksesibilitas mencakup keseluruhan infrastruktur transportasi yang
menghubungkan wisatawan dari, ke dan selama di daerah tujuan wisata, mulai
dari darat, laut sampai udara, dan tidak hanya menyangkut aspek kuantitas namun
juga mutu, ketepatan waktu, kenyamanan dan keselamatan. Amenitas adalah
infrastruktur yang tidak berkaitan langsung dengan pariwisata, namun menjadi
bagian dari kebutuhan wisatawan seperti bank, penukaran uang, telekomunikasi,
dan persewaan kendaraan. Ancillary adalah lembaga pariwisata. Wisatawan akan
semakin sering mengunjungi dan mencari Daerah Tujuan Wisata (DTW) apabila
di daerah tersebut wisatawan dapat merasakan keamanan dan terlindungi untuk
36
melaporkan maupun mengajukan kritik dan saran kepada lembaga yang
menangani pariwisata di suatu DTW.
Potensi kawasan ekowisata di Indonesia sangat besar. Daya tarik
tersebut tersebar di darat baik dalam kawasan hutan konservasi maupun di laut
(dalam bentuk taman nasional laut). Kajian atas sembilan kawasan konservasi di
Indonesia, dilakukan oleh Dirjen Perlindungan dan Konservasi Alam,
Departemen Kehutanan bekerjasama dengan Japan International Cooperation
Agency (JICA) dan RAKATA pada tahun 2000, memperlihatkan tidak saja
keunikan tetapi juga keragaman objek merupakan potensi besar pengembangan
ekowisata. Hampir semua daya tarik wisata (DTW) tersebut sudah beroperasi dan
banyak menarik wisatawan (Damanik dan Weber, 2006).
Keanekaragaman DTW menjadi salah satu keunggulan komparatif
produk pariwisata di pasar internasional namun demikian harus diakui bahwa
DTW tersebut secara faktual belum mampu memenuhi standar produk yang
dapat dijual di pasar. Banyak DTW yang hanya menawarkan objek apa
adanya, dalam arti hampir tanpa kemasan dan juga tanpa target pasar yang
jelas. Keragaman DTW tersebut hanya memberikan keuntungan optimal apabila
dikembangkan berdasarkan hasil-hasil perencanaan yang terukur.
2.3.6.Subak
Pengertian subak secara normatif dapat ditemui pada Peraturan Daerah
Nomor 2 Tahun 1972 tentang Sistem Irigasi. Dalam Perda tersebut subak
didefinisikan sebagai suatu masyarakat hukum adat yang memiliki karakteristik
37
sosio-agraris-religius yang merupakan perkumpulan petani yang mengeola air
irigasi pada lahan persawahan. Pengertian subak pada perda tersebut terlihat
terlalu bersifat umum, sehingga tidak mampu lagi menjawab perkembangan sosial
yang melibatkan subak seperti semakin meningkatnya jumlah subak seiring
dengan kebijakan Pemerintah Provinsi Bali yang memberikan hibah setiap tahun
kepada semua subak yang ada di Bali yang menyebabkan peningkatan jumlah
subak tiap tahunnya.
Windia dan Wiguna (2013) mendefinisikan subak sebagai suatu
organisasi petani pengelola air irigasi yang memiliki kawasan sawah, sumber air,
pura subak dan bersifat otonom. Dari definisi subak tersebut dapat ditarik
kesimpulan bahwa subak memiliki batasan-batasan yaitu memiliki area
persawahan, memiliki sumber air irigasi baik dari mata air, dam, empelan,
bangunan pembagi air atau temuku. Memiliki Pura Subak baik berupa bedugul
atau ulunsui dan bersifat otonom. Dengan pengertian subak tersebut menjadikan
luas subak di Bali sangat bervariasi, ada subak yang luasnya hanya tiga hektar
atau bahkan hingga 300 hektar. Hal tersebut memang sudah terjadi sejak jaman
dulu kala. Semua sawah yang ada di Bali pasti tergabung ke dalam subak tertentu,
selain luasnya yang bervariasi, struktur pengurus, jumlah anggota, peraturan
(awig-awig) dan iuran anggotanya juga sangat bervariasi. Hal tersebut
menyebabkan lembaga subak di Bali bersifat spesifik lokal, fleksibel dan otonom,
hal tersebut dapat disebut sebagai salah satu kekuatan subak di Bali. Sketsa dari
sistem subak yang ada di Bali seperti pada Gambar 2.5.
38
Gambar 2.5.
Sketsa Sistem Subak di Bali (Windia dan Wiguna, 2013)
Selanjutnya Pusposutardjo dan Arif (dalam Windia dan Wiguna, 2013)
meninjau subak sebagai sistem teknologi dari suatu sosio kultural masyarakat
yang menyimpulkan bahwa sistem irigasi termasuk subak merupakan suatu proses
transformasi sistem kultural masyarakat yang pada dasarnya memiliki tiga sub
sistem yaitu, sub sistem budaya (termasuk pola pikir, norma dan nilai), sub sistem
sosial (termasuk ekonomi), dan sub sistem kebendaan (termasuk teknologi).
Kekuatan sistem irigasi yang berlandaskan sosio kultural masyarakat adalah
karena kemampuannya untuk menyerap teknologi yang berkembang pada kurun
waktu tertentu, dan kemampuan untuk beradaptasi dengan perkembangan budaya
yang ada di lingkungan sekitar. Di samping beberapa kekuatan tersebut, sistem
irigasi yang bersifat sosio kultural juga memiliki beberapa kelemahan antara lain
tidak sanggup menahan intervensi dari pihak luar, khususnya yang berkaitan
dengan alih fungsi lahan yang sangat cepat, apabila jumlah sawah menjadi sedikit
39
maka pengelolaan subak akan semakin sulit yang pada akhirnya akan
menghancurkan sistem subak itu sendiri.
2.4 Model Penelitian
Status Subak Jatiluwih sebagai bagian dari Kawasan Catur Angga
Batukaru penerima nominasi warisan budaya dunia dari UNESCO dan dalam
Peraturan Daerah RTRW Provinsi Bali merupakan kawasan strategis dari sudut
pandang sosial budaya, oleh karena itu dalam pengembangan Subak Jatiluwih agar
dapat memberikan manfaat sosial, ekonomi bagi masyarakat sekitar serta
pelestarian lingkungan. Hal tersebut dapat dilakukan dengan mengembangkan
kegiatan ekowisata di Subak Jatiluwih. Pengembangan Subak Jatiluwih sebagai
daerah ekowisata perlu diketahui potensi dan kendala pengelolaan lingkungan
ekowisata yang ada di Subak Jatiluwih, bagaimana gambaran pengelolaan potensi
lingkungan ekowisata yang ada di masa sekarang dan bagaimana strategi
pengelolaannya di masa depan. Permasalahan tersebut dijawab dengan melakukan
analisis menggunakan beberapa teori seperti teori strategi, teori pengelolaan, teori
potensi, lingkungan dan teori ekowisata serta beberapa konsep yang digunakan
seperti konsep potensi ekowisata, konsep pengelolaan lingkungan ekowisata dan
konsep strategi pengelolaan, sehingga dihasilkan potensi dan kendala pengelolaan
lingkungan ekowisata di Subak Jatiluwih, gambaran pengelolaan lingkungan di
Subak Jatiluwih pada masa sekarang dan strategi pengelolaan lingkungan di Subak
Jatiluwih di masa yang akan datang. Strategi pengelolaan yang sudah ditentukan
tersebut kemudian dianalisis kembali untuk merumuskan strategi yang paling baik
40
atau menentukan skala prioritas atau rangking dari strategi-strategi yang akan
diimplementasikan dalam pengelolaan lingkungan ekowisata Subak Jatiluwih.
Tiap-tiap strategi yang telah ditentukan kemudian dijabarkan dalam bentuk
beberapa program kerja yang mencermikan strategi tersebut. Proses penjabaran
program-program kerja lebih mengacu kepada interpretasi dari strategi utama.
Model dari penelitian ini akan ditampilkan pada Gambar 2.6.
Gambar 2.6.
Model Penelitian
Lingkungan Subak Jatiluwih1. Status sebagai Warisan Budaya Dunia Dari UNESCO.2. Meningkatnya kunjungan wisatawan3. Meningkatnya pembangunan dan pengembangan pariwisata.4. Laju kerusakan lingkungan akibat pembangunan dan
pengembangan pariwisata diperkirakan akan meningkat.5. Pengelolalaannya belum maksimal.6. Merupakan kawasan strategis dari sudut sosial budaya
Teori EkowisataTeori Potensi
Teori PerencanaanTeori Pengelolaan
Teori Lingkungan
Apa potensi dan kendalapengelolaan lingkunganekowisata di Subak Jatiluwih?
Bagaimana pengelolaanlingkungan ekowisata di SubakJatiluwih pada saat ini?
Bagaimana strategipengelolaan lingkunganekowisata di Subak Jatiluwihdi masa mendatang?
41
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian
Penelitian ini secara detail memaparkan keadaan dan kondisi yang
berhubungan dengan pengelolaan lingkungan ekowisata di Subak Jatiluwih.
Lingkungan tersebut meliputi kondisi fisik (abiotik), kondisi flora dan fauna
(biotik) kondisi sosial, kondisi ekonomi masyarakat (culture) dan pengelolaan
lingkungan ekowisata pada saat ini, disertai dengan data-data dan fakta yang
berhubungan dengan hal tersebut, untuk dapat menggali potensi lingkungan
ekowisata yang ada. Setelah mendapatkan potensi lingkungan ekowisata, data
tersebut digabungkan dengan peraturan atau kebijakan yang ada dan status Subak
Jatiluwih sebagai warisan budaya dunia untuk mendapatkan strategi pengelolaan
potensi lingkungan ekowisata di Subak Jatiluwih di masa depan.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kualitatif. Penelitian ini termasuk penelitian eksploratif (Explorative research).
Hal tersebut dapat dilihat dari tujuan dari penelitian ini, dimana penelitian ini
bertujuan untuk mengekplorasi potensi lingkungan ekowisata dan merumuskan
strategi pengelolaan lingkungan ekowisata di Subak Jatiluwih. Dengan demikian
dapat menjawab tantangan bagaimana pariwisata dapat berkontribusi secara nyata
terhadap kelestarian lingkungan dan dapat bermanfaat bagi masyarakat sekitar.
42
3.2 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Subak Jatiluwih, Kecamatan Penebel
Kabupaten Tabanan. Subak Jatiluwih berjarak tempuh kurang lebih 30 menit dari
kota Kecamatan atau sekitar 14 km dan berjarak tempuh kurang lebih 50 menit
atau sekitar 26 km memiliki dari kota kabupaten. Subak Jatiluwih dengan luas
wilayah sekitar 348 ha, seperti digambarkan pada Gambar 3.1. Pemilihan lokasi
dan waktu penelitian dilaksanakan secara sengaja atau purposive dengan
pertimbangan sebagai berikut.
a. Status Subak Jatiluwih adalah bagian dari Kawasan Catur Angga Batukaru
penerima warisan budaya dunia dari UNESCO, sehingga kelestariannya harus
dijaga agar tetap menjadi kebangaan masyarakat Bali.
b. Dalam Perda RTRW Provinsi Bali Kawasan Jatiluwih merupakan salah satu
kawasan strategis dari sudut kepentingan sosial budaya, sehingga dalam
pengembangannya harus sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
c. Adanya kunjungan wisatawan baik wisatawan domestik dan mancanegara ke
Subak Jatiluwih yang terus meningkat dari tahun ke tahun.
d. Berpotensi untuk dikembangkan menjadi Daerah Tujuan Wisata (DTW)
berbasis ekowisata.
e. Pengelolalaan lingkunganya belum maksimal sehingga belum dapat
memberikan manfaat sosial dan ekonomi bagi masyarakat sekitar.
43
Gambar 3.1.
Lokasi Penelitian di Subak Jatiluwih
(Sumber Citra Google Earth dan Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Bali)
44
3.3 Jenis dan Sumber Data
3.3.1.Jenis Data
Penelitian ini menggunakan dua jenis data yaitu sebagai berikut.
1. Data kualitatif, adalah data yang berbentuk uraian berupa rangkaian
kata-kata atau kalimat. Data kualitatif dalam penelitian ini antara lain
adalah data kondisi fisik, kondisi sosial, kondisi ekonomi, dan
pengelolaan serta faktor kekuatan, kelemahan dan faktor ancaman
maupun peluang di Subak Jatiluwih
2. Data kuantitatif, adalah data yang berbentuk angka yang dapat
dikuantifikasi yang umumnya berupa angka pasti, baik dengan satuan
maupun dalam bentuk ordinal. Data kuantitatif dalam penelitian ini
antara lain, luas sawah, banyaknya wisatawan, pembobotan,
perangkingan dan penilaian narasumber terhadap hal-hal yang
ditanyakan.
3.3.2.Sumber Data
Pada penelitian ini terdapat dua sumber data yaitu data primer dan data
sekunder.
1. Data primer adalah data yang diperloleh dari sumber pertama atau
secara langsung diperoleh pada tempat penelitian di Subak Jatiluwih,
baik secara lisan maupun tertulis dari informan dan narasumber. Data
tersebut meliputi hasil observasi, wawancara dengan informan baik dari
45
instansi pemerinah, dan pengurus subak serta data hasil pengisian
angket.
2. Sumber sekunder adalah data yang diperoleh bukan dari pihak pertama
melainkan dari pihak-pihak tertentu terkait dengan penelitian ini. Data
tersebut dapat berupa dokumen atau arsip resmi seperti luas dan pemilik
Subak Jatiluwih serta data kunjungan wisatawan.
3.4 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat bantu yang digunakan dalam penelitian
ini baik dalam proses identifikasi, pengumpulan data, analisis data dan
pengambilan keputusan. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini antara
lain sebagai berikut.
1. Perangkat Keras
Berupa Komputer, kamera digital, dan global positioning system (GPS).
2. Perangkat Lunak, antara lain adalah:
Microsoft Excel untuk proses analisis data, dan Microsoft Word untuk
penulisan laporan.
3. Angket Pembobotan, Angket Rating Faktor, Angket Atractive Score
dan pedoman wawancara.
Angket Pembobotan dan Angket Rating Faktor digunakan untuk
menentukan bobot dan rating pada masing-masing faktor internal dan
eksternal dalam Internal Factor Analysis Summary (IFAS) dan
Exsternal Factor Analysis Summary (EFAS). Angket Attractive Score
46
digunakan untuk menentukan nilai ketertarikan relatif untuk masing-
masing strategi yang dipilih pada analisis Quantitative Strategies
Planning Matrixs (QSPM). Pedoman wawancara digunakan untuk
mengetahui potensi lingkungan ekowisata dan pengelolaan lingkungan
ekowisata yang sudah dilakukan pada kondisi eksisting.
3.5 Teknik Pengumpulan Data
Secara umum metoda pengumpulan data dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut.
1. Observasi.
Obyek observasi yang digunakan adalah tempat penelitian dilakukan
yaitu di Subak Jatiluwih dengan melihat interaksi antara kegiatan-
kegiatan yang sedang dilakukan atau akan dilakukan, dan identifikasi
pelaku atau orang yang memainkan peran atau kegiatan tertentu yang
berhubungan dengan potensi lingkungan ekowisata, pengelolaan
lingkungan dan kondisi wilayah secara menyeluruh.
2. Wawancara.
Kegiatan wawancara dilakukan terhadap sejumlah narasumber dan
responden yang dianggap mempunyai komptensi di dalam penelitian ini
terutama pada pengelolaan potensi lingkungan ekowisata dan
pengelolaan yang sudah dilakukan.
3. Dokumentasi.
47
Dokumentasi dilakukan untuk memperoleh data langsung tentang
kondisi di wilayah penelitian dan dokumen-dokumen yang
berhubungan dengan lingkungan ekowisata di Subak Jatiluwih baik
berupa buku, foto, dan peraturan.
3.6 Analisis Data
Teknik pengolahan data yang akan digunakan adalah dengan
menggunakan teknik induktif, yaitu dari fakta dan peristiwa yang diketahui secara
konkrit, kemudian digenerasikan ke dalam suatu kesimpulan yang bersifat umum
yang didasarkan atas fakta-fakta yang empiris tentang lokasi penelitian. Dengan
menggunakan analisis secara induktif, berarti pencarian data bukan dimaksudkan
untuk membuktikan hipotesis yang telah dirumuskan sebelum penelitian
dilakukan. Analisis data dilakukan dengan metode deskriptif kualitatif sedangkan
untuk analisis strategi pengelolaan lingkungan ekowisata dilakukan dengan
Internal Factor Analysis Summary (IFAS), Exsternal Factor Analysis Summary
(EFAS), Matrik IFAS dan EFAS, analisis Strength Weakness Opportunities
Threats (SWOT), serta Analisis Quantitative Strategies Planning Matrixs
(QSPM).
1. Analisis Deskriptif Kualitatif
Analisis ini dipergunakan untuk mengetahui potensi ekowisata di Subak
Jatiluwih, dengan menekankan pada penyimpulan induktif serta
menganalisis dinamika antar fenomena yang ada dengan menggunakan
48
logika ilmiah. Terdapat dua macam analisis deskriptif yang digunakan
dalam penelitian ini yaitu:
a. Deskriptif Eksploratif
Metoda ini menekankan pada penggalian informasi secara lebih
mendalam dan terfokus pada tujuan hasil analisis yang akan
dicapai. Mekanisme kerja penggunaan metoda ini lebih mengacu
kepada proses mendeskripsikan tiap aspek kewilayahan seperti
fisik, sosial, persepsi dan aspirasi masyarakat, serta kebijakan atau
peraturan-peraturan yang memiliki keuinikan, keindahan, dan nilai
sebagai sebuah daya tarik wisata berbasis ekowisata.
b. Deskriptif Komparatif
Penggunaan analisis ini bertujuan untuk membandingkan suatu
penggambaran atau deskripsi dengan variabel tertentu seperti
membandingkan antara gambaran karakteristik Subak Jatiluwih
yang sesuai dengan kriteria kegiatan wisata berbasis lingkungan.
Pada tahap lebih lanjut analisis deskriptif komparatif digunakan
untuk mengetahui sejauh mana pencapaian pengelolaan wisata
yang telah dilakukan di Subak Jatiluwih.
2. Analisis IFAS dan EFAS
Analisis ini dilakukan dengan melihat kondisi sekarang dengan
meninjau pada faktor internal yaitu kekuatan dan kelemahan, serta
faktor eksternal yaitu peluang dan ancaman. Peluang berisikan berbagai
hal yang membuka peluang seperti kebijakan baru, perubahan kondisi
49
sosial budaya, dukungan masyarakat, hal-hal yang terkait dengan
kebijaksanaan yang bersifat administratif, birokratik dan lain-lain yang
memberikan peluang bagi peningkatan kinerja dari pengelolaan
lingkungan ekowisata di Subak Jatiluwih. Ancaman berisikan berbagai
hal yang dapat mengancam pengelolaan lingkungan ekowisata di Subak
Jatiluwih, antara lain karena perubahan kondisi sosial budaya yang
kurang menguntungkan, menurunnya tingkat kesadaran masyarakat,
dukungan instansi dan lain sebagainya. Kekuatan berisikan berbagai
indikator yang menggambarkan faktor kekuatan pengelolaan
lingkungan ekowisata di Subak Jatiluwih dalam mendukung
peningkatan kinerja. Seperti status subak, tersedianya SDM yang
berkualitas, kondisi lingkungan yang baik dan mendukung, kerjasama
antar lembaga dan lain sebagainya. Kelemahan berisikan berbagai
faktor yang kurang mendukung pengelolaan lingkungan ekowisata di
Subak Jatiluwih seperti kurang tersedianya data dan informasi,
rendahnya SDM, baik jumlah maupun mutu, rendahnya komunikasi dan
kerjasama antar lembaga dan sebaginya.
a. Analisis IFAS
Internal Factor Analysis Summary (IFAS) digunakan untuk
menganalisis faktor internal (kekutan dan kelemahan) yang telah
diantisipasi kebedaraanya dengan tahapan sebagai berikut.
1. Membuat daftar faktor-faktor internal (kekuatan dan
kelemahan).
50
2. Melakukan pembobotan dengan metoda berpasangan, sehingga
total bobot sama dengan satu.
3. Memberikan peringkat (rating) antara 1 sampai 4 untuk masing
masing faktor kekuatan dan kelemahan, dengan keterangan nilai
1 (sangat lemah), 2 (agak lemah), nilai 3 (cukup kuat) dan nilai
4 (sangat kuat).
4. Mengalikan antara bobot dengan peringkat (rating) dari masing-
masing faktor untuk mendapatkan skornya. Nilai total adalah
jumlah total dari masing-masing faktor. Nilai total skor dibawah
2,50 mengindikasikan lemahnya faktor internal, sedangkan nilai
total skor diatas 2,50 mengindikasikan kuatnya faktor internal.
Matriks IFAS seperti ditampilkan pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1.
Matriks Internal Factor Analysis Summary (IFAS)
Faktor-FaktorInternal Bobot Rating
BobotX
RatingKet.
KEKUATAN: Kekuatan 1 Kekuatan 2 Kekuatan 3
KELEMAHAN: Kelemahan 1 Kelemahan 2 Kelemahan 3
TOTAL 1,0
51
b. Analisis EFAS
Exsternal Factor Analysis Summary (EFAS) digunakan untuk
menganalisis faktor eksternal (peluang dan ancaman) yang telah
diketahui kebedaraanya dengan tahapan sebagai berikut.
1. Membuat daftar faktor-faktor eksternal (peluang dan ancaman).
2. Melakukan pembobotan dengan metoda berpasangan, sehingga
total bobot sama dengan satu.
3. Memberikan peringkat (rating) antara 1 sampai 4 untuk masing
masing faktor peluang dan ancaman, dengan keterangan nilai 1
(sangat lemah), 2 (agak lemah), nilai 3 (cukup kuat) dan nilai 4
(sangat kuat).
4. Mengalikan antara bobot dengan peringkat (rating) dari masing-
masing faktor untuk mendapatkan skornya. Nilai total adalah
jumlah total dari masing-masing faktor. Nilai total skor dibawah
2,50 mengindikasikan lemahnya faktor eksternal, sedangkan
nilai total skor di atas 2,50 mengindikasikan kuatnya faktor
eksternal.
Matriks EFAS seperti ditampilkan pada Tabel 3.2.
52
Tabel 3.2.
Matriks Exsternal Factor Analysis Summary (EFAS)
Faktor-FaktorEksternal Bobot Rating
BobotX
RatingKet.
PELUANG: Peluang 1 Peluang 2 Peluang 3ANCAMAN: Ancaman 1 Ancaman 2 Ancaman 3
TOTAL 1,0
3. Matriks IFAS EFAS
Matriks Internal Factor Analysis Summary (IFAS) dan Exsternal
Factor Analysis Summary (EFAS) diperlukan untuk memposisikan
strategi yang digunakan oleh suatu lembaga atau perusahaan. Matriks
IFAS dan EFAS terdiri dua sumbu yaitu total skor dari tabel IFAS pada
sumbu X dan total skor dari tabel EFAS pada sumbu Y. Matriks IFAS
dan EFAS terdiri dari sembilan sel seperti ditampilkan pada Tabel 3.3.
53
Tabel 3.3.
Matriks Internal Factor Analysis Summary (IFAS) dan Exsternal
Factor Analysis Summary (EFAS)
IPertumbuhanKonsentrasi via
integrasi vertikal
IIPertumbuhanKonsentrasi via
integrasi horisontal
IIIPertumbuhan
Berputar
IVStabilitas
Berhenti sejenak ataulanjut dengan
VPertumbuhanKonsentrasi via
integrasi HorisontalStabilitas
Strategi Laba
VIPengurangan
Perusahaan terikatatau jual habiskewapadaan
VIIPertumbuhanDiversifikasiKonsentris
VIIIPertumbuhanDiversifikasiKonglomerat
IXPengurangan
Kebangkrutan ataulikuidasi
Sumber: Hunger dan Wheelen, 2003
Matriks IFAS EFAS menghasilkan sembilan sel dengan tiga implikasi
strategi yang berbeda (Hunger dan Wheelen, 2003), sebagai berikut.
a. Sel I, II dan V strategi yang diterapkan adalah strategi pertumbuhan
baik konsentrasi yaitu ekspansi dalam industri perusahaan yang
sekarang atau diversifikasi yaitu pertumbuhan yang diperoleh dari
luar industri yang sekarang yaitu pada sel VII dan VIII.
b. Sel IV dan V strategi yang diterapkan adalah strategi stabilitas
dengan menjaga dan mempertahankan misi dan tujuan tanpa
perubahan yang signifikan dalam arah stategis.
1,0
1,0
2,0
2,0
3,0
3,04,0
Kuat(3,0 – 4,0)
Sedang(2,0 – 2,99)
Lemah(1,0 – 1,99)
Menengah(2,0 – 2,99)
Tinggi(3,0 – 4,0)
Rendah(1,0 – 1,99)
54
c. Sel III, VI dan IX strategi yang diterapkan adalah strategi
pengurangan dalam lingkup dan ukuran upaya perusahaan.
4. Analisis SWOT
Analisis Strength Weakness Opportunities Threats (SWOT) merupakan
alat (tool) yang dapat dipakai untuk menganalisis kualitatif. Rangkuti
(2013) mengatakan, Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor
secara sistematis untuk merumuskan strategi kebijakan. Analisis ini
didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (Strength)
dan peluang (Opportunities), namun secara bersamaan dapat
meminimalkan kelemahan (Weakness) dan ancaman (Threats).
Dalam upaya mewujudkan pengelolaan lingkungan ekowisata di Subak
Jatiluwih terdapat empat hal yang dapat digunakan untuk merencanakan
pengembangan ekowisata tersebut, antara lain sebagai berikut.
a. Strategi yang meningkatkan indikator kekuatan atau Strength (S),
dengan cara memanfaatkan indikator peluang-peluang atau
Opportunities (O) yang dimilki, disebut dengan strategi S-O.
b. Strategi yang meningkatkan indikator kekuatan atau Strength (S)
untuk menimimalkan ancaman-ancaman atau Threats (T) yang
muncul, disebut dengan strategi S-T.
c. Strategi yang meminimalkan kelemahan atau Weakness (W) yang
ada dengan memanfaatkan peluang-peluang atau Opportunities (O)
yang dimiliki, disebut dengan strategi W-O.
55
d. Strategi mengurangi kelemahan atau Weakness (W) yang dimilki
untuk memperkecil atau mengilangkan ancaman atau Threats (T)
yang muncul, disebut dengan strategi W-T.
Hasil akhir dari analisis SWOT tersebut menjabarkan strategi-strategi
alternatif dalam pengembangan ekowisata di Subak Jatiluwih, seperti
ditampilkan pada Tabel 3.4.
Tabel 3.4.
Matriks Strength Weakness Opportunities Threats (SWOT)
Strenghts (S)Susunan Daftar Kekuatan
Weakness (W)Susunan Daftar Kelemahan
Opportunities (O)Susunan Daftar Peluang
Strategi S-OMenggunakan kekuatan
untuk memanfaatkanpeluang
Strategi W-OMengurangi kelemahandengan memanfaatkan
peluang
Threats (T)Susunan daftar Ancaman
Strategi S-TMenggunakan kekuatan
untuk menghindariancaman
Strategi W-TMemperkecil kelemahan
untuk menghindari ancaman
5. Analisis QSPM (Quantitative Strategies Planning Matrixs)
Setelah disusun analisis SWOT dan didapatkan anternatif strategi
pilihan terhadap pengelolaan lingkungan Subak Jatiluwih berbasis
ekowisata, dilanjutkan dengan analisis QSPM (Quantitative Strategies
Planning Matrixs). Analisis QSPM adalah suatu alat atau tools yang
digunakan untuk menetapkan ketertarikan relatif dari strategi alternatif
Internal
Eksnternal
56
yang telah dipilih untuk merumuskan strategi yang paling baik atau
menentukan skala prioritas untuk strategi yang akan diimplementasikan.
Adapun langkah2 dalam menyusun analisis QSPM adalah sebagai
berikut.
a. Memasukan faktor internal dan eksternal dari masing-masing
strategi ekowisata.
b. Menentukan bobot faktor internal dan eksternal dari masing-
masing strategi ekowisata.
c. Menentukan AS (Attractive Score) yang merupakan nilai yang
menunjukkan ketertarikan relatif untuk masing-masing strategi
yang dipilih. Batasan nilai yang digunakan untuk nilai AS adalah:
nilai 1 untuk strategi yang dianggap tidak menarik, nilai 2 untuk
strategi yang dianggap agak menarik, nilai 3 untuk strategi yang
dianggap menarik, dan nilai 4 untuk strategi yang dianggap sangat
menarik.
d. Menentukan nilai TAS (Total Attractive Score), yaitu dengan
mengalikan bobot faktor dengan nilai AS (Attractive Score)
masing-masing strategi ekowisata.
e. Menjumlahkan semua nilai TAS (Total Attractive Score) pada
penilaian faktor internal dan eksternal. Dari perbandingan total
nilai TAS (Total Attractive Score) antar strategi, didapat urutan
strategi yang menjadi pilihan untuk dapat diimplementasikan,
semakin tinggi nilai total TAS (Total Attractive Score) strategi
57
tersebut menjadi pilihan utama atau pertama untuk
diimplementasikan, sedangkan nilai total TAS (Total Attractive
Score) terendah menjadi pilihan strategi paling akhir untuk
diimplementasikan.
Hasil akhir dari Analisis QSPM adalah mendapatkan alternatif strategi
pengelolaan yang paling baik atau urutan skala prioritas strategi
pengelolaan yang akan diimplementasikan dalam pengelolaan
lingkungan ekowisata di Desa Jatiluwih, seperti ditampilkan pada Tabel
3.5.
Tabel 3.5.
Tabel Analisis QSPM (Quantitative Strategies Planning Matrik). (Umar, 2005)
Faktor-Faktor Bobot
Strategi Alternatif
Strategi 1 Strategi 2 Strategi …
AS TAS AS TAS AS TASFaktor Internal
1. Kekuatan2. Kelemahan
TOTALFaktor eksternal
1. Peluang2. Ancaman
TOTAL
TOTAL NILAI
58
BAB IV
GAMBARAN UMUM SUBAK JATILUWIH
4.1. Kondisi Lingkungan Subak Jatiluwih
Secara umum Subak Jatiluwih berada pada ketinggian antara 750–1500
mdpl, oleh karena itu kontur lahan di Kawasan Jatiluwih didominasi oleh lahan
bergelombang. Morfologi lahan di Kawasan Jatiluwih merupakan daerah
perbukitan dan pegunungan, di mana terdapat empat gunung berdekatan yaitu
Gunung Batukaru (2.276 m), Gunung Sangiyang (2.097 m), Gunung Pohen (2.055
m) dan Gunung Adeng (1.811 m).
Wilayah permukaan tanah Kawasan Jatiluwih tersusun oleh formasi
geologi yang beragam. Batuan yang lebih muda adalah tufa dan endapan lahar
Buyan-Bratan dan Batur yang terbentuk pada era kuarter. Sementara pada daerah
pegunungan terdapat batuan gunung api dari kerucut-kerucut Gunung Pohen,
Gunung Sangiyang dan Gunung Adeng. Berdasarkan formasi geologi tersebut
maka Kawasan Jatiluwih merupakan wilayah yang subur untuk pertanian karena
sebagian besar berupa endapan dari serentetan gunung api yang terletak di sisi
bagian utara memanjang dari ujung barat sampai ujung timur wilayahnya.
Kondisi klimatologi Kawasan Jatiluwih pada umumnya mengikuti
kondisi klimatologi Kabupaten Tabanan yang mempunyai iklim tropis dengan
curah hujan rata-rata cukup tinggi. Suhu rata-rata di Kawasan Jatiluwih mencapai
27ºC dengan suhu terendah 24ºC dan suhu tertinggi 30ºC. Kelembaban udara
berkisar antara 74–77% dan curah hujan tahunan rata-rata berkisar 2.155–
59
3.292mm. Tipe hujan dicirikan dengan turunnya hujan bermusim yang umumnya
pada bulan Nopember sampai Mei, dan musim kemarau pada bulan April sampai
September. Berdasarkan kondisi iklim dan curah hujan tersebut masyarakat di
Kawasan Jatiluwih banyak yang mengembangkan kegiatan pada bidang pertanian
dan perkebunan.
4.2. Subak Jatiluwih
Subak Jatiluwih adalah suatu lahan persawahan yang terletak di Desa
Jatiluwih Kecamatan Penebel Kabupaten Tabanan. Secara keseluruhan luas Subak
Jatiluwih adalah 348 ha. Subak Jatiluwih terbagi atas tujuh sub subak atau tempek,
dengan panjang saluran irigasi dari sumber air hingga ke sawah tiap petani
mencapai 33.383 m (Dinas Kebudayaan Provinsi Bali). Sumber air irigasi di
Subak Jatiluwih didapat dari mata air, air terjun dan beberapa sungai yang
melintasi Subak Jatiluwih seperti Sungai Yeh Ho, Sungai Yeh Baat, Sungai
Munduk Abangan dan Sungai Yeh Pusut. Gambar 4.1 berikut menampilkan
wilayah Subak Jatiluwih.
60
Gambar 4.1
Wilayah Subak Jatiluwih
(Sumber: Citra Google Earth dan Dinas Kebudayaan Provinsi Bali)
61
Subak Jatiluwih dipimpin oleh seorang pekaseh yang saat ini dipimpin
oleh Nyoman Sutama dan terdiri tujuh sub subak atau tempek yang masing-
masing dipimpim oleh klian tempek. Anggota Subak Jatiluwih bukan hanya
berasal dari Desa Jatilwuih saja namun juga berasal dari berbagai desa di sekitar
Desa Jatiluwih hingga ke Kecamatan Penebel. Anggota Subak Jatiluwih atau biasa
disebut dengan krama subak dibedakan dalam tiga kelompok sebagai berikut.
1. Krama Pengayah atau anggota aktif, yaitu anggota subak yang secara aktif
terlibat dalam kegiatan-kegiatan subak seperti gotong royong, pemeliharaan,
perbaikan fasilitas subak, upacara-upacara keagamaan yang dilakukan oleh
subak, rapat subak dan lain sebagainya.
2. Krama Pengempel atau anggota pasif, yaitu anggota subak yang karena
alasan tertentu tidak terlibat secara aktif dalam kegiatan-kegiatan subak.
Sebagai gantinya anggota ini membayar dengan sejumlah beras atau uang
yang biasa disebut pengoot atau pengampel, yang besarannya disepakati
dalam rapat anggota subak menjelang musim tanam.
3. Krama Leluputan atau anggota khusus, yaitu anggota subak yang dibebaskan
dari berbagai kewajiban anggota subak, karena yang bersangkutan memegang
jabatan tertentu di dalam masyarakat seperti Pemangku suatu pura, Bendesa
Adat (pimpinan desa adat), Perbekel (Kepala Desa), Sulinggih dan lain
sebagainya.
Struktur organisasi pada Subak Jatiluwih digambarkan pada gambar 4.2
sebagai berikut.
62
Gambar 4.2
Struktur Organisasi Subak Jatiluwih
(Sumber: Hasil Wawancara dengan Pekaseh Subak Jatiluwih)
4.2.1.Sub Subak Umakayu
Sub Subak atau Tempek Umakayu adalah salah satu sub Subak
Jatiluwih yang terletak di hulu, bahkan paling hulu di antara sub subak atau
tempek lainnya. Sub Subak Umakayu memiliki luas sekitar 44 ha dengan jumlah
anggota subak sebanyak kurang lebih 30 orang. Sub Subak Umakayu memiliki
sebuah bedugul dengan sumber air utama terletak di Pangkung Mekayu di
Rapat Anggota Subak(Paruman Kerama)
Pekaseh/Kelihan Subak(Nyoman Sutama)
Kelihan Tempek Umakayu(Gede Supartha)
Kelihan Tempek Kedamaian(Ketut Wita)
Kelihan Tempek Uma Duwi(Nyoman Suryanata)
Kelihan Tempek Gunung Sari(Gede Susila)
Kelihan Tempek Kesambi(I Nengah Suardana)
Penyarikan/Juru Surat(Sekretaris)
I Wayan Semara Jaya
Petengen/Juru Raksa(Bendahara)I Ketut Witra
Kelihan Tempek Telabah Gede(Nyoman Sudarma)
Kelihan Tempek Besi Kalung(Nyoman Kudus)
63
kawasan hutan di bagian hulu subak, dengan debit air yang cukup besar.
Setidaknya terdapat tiga sumber air lainya yang juga mengaliri Sub Subak
Umakayu. Gambar 4.3 mengambarkan wilayah Sub Subak Umakayu.
Gambar 4.3
Wilayah Sub Subak Umakayu
(Sumber : Citra Google Earth dan Dinas Kebudayaan Provinsi Bali)
64
Kondisi saluran irigasi pada Sub Subak Umakayu sebagian besar dalam
kondisi yang kurang baik, sehingga banyak air irigasi yang mengalir di saluran
irigasi tidak seluruhnya sampai ke kawasan subak. Oleh karena itu banyaknya
sumber mata air yang dimiliki Sub Subak Umakayu tidak dapat dimanfaatkan
secara maksimal, sehingga memungkinkan terjadinya kekeringan pada musim
kemarau. Pemandangan alam di Sub Subak Umakayu sangat indah sehingga
berpeluang untuk dikembangkan pada bidang pariwisata alam.
4.2.2.Sub Subak Gunung Sari
Sub Subak Gunung Sari terletak berbatasan dengan Sub Subak
Umakayu. Sub Subak Gunung Sari memiliki luas sekitar 52 ha dengan jumlah
anggota subak sebanyak kurang lebih 57 orang. Sub Subak Gunung Sari
mempunyai beberapa sumber air irigasi di antaranya adalah mata air dan Air
Terjun Suranadi. Air terjun tersebut terletak di hulu Desa Gunung Sari dan
merupakan sumber air irigasi yang sangat potensial untuk mengaliri subak. Air
terjun tersebut tidak hanya mengaliri Sub Subak Gunung Sari namun juga pada
Sub Subak Telabah Gede. Banyaknya sumber air di Sub Subak Gunung Sari
menyebabkan subak Gunung sari jarang mengalami kekeringan. Namun
kerusakan aliran irigasi yang tidak ditangani dengan cepat dapat menyebabkan
debit air dari tersebut kurang dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk
mengaliri subak. Selain sebagai sumber air irigasi, air terjun pada Sub Subak
Gunung sari juga berpotensi untuk dikembangkan sebagai daerah tujuan wisata
berbasis alam. Gambar 4.4 mengambarkan wilayah Sub Subak Gunung sari.
65
Gambar 4.4
Wilayah Sub Subak Gunung Sari
(Sumber : Citra Google Earth dan Dinas Kebudayaan Provinsi Bali)
66
4.2.3.Sub Subak Telabah Gede
Sub Subak Telabah Gede adalah sub subak yang sering disebut dengan
Subak Jatiluwih, karena Sub Subak Telabah Gede terletak di tengah-tengah jalan
utama Desa Jatiluwh. Sub Subak Telabah Gede memiliki luas 114 ha dengan
jumlah anggota subak kurang lebih sekitar 110 orang. Sub Subak Telabah Gede
memiliki pemandangan yang sangat indah dan banyak dikunjungi wisatawan. Sub
Subak Telabah Gede mempunyai sebuah Pura Bedugul (Pura sebagai pemujaan
Dewi Sri atau Dewi Kesuburan) yang terletak di lokasi yang sangat strategis yaitu
hulu subak. Sub Subak Telabah Gede hanya memiliki satu sumber air yang berada
di bagian hulu subak, berjarak 3 km dari sawah terdekat yang kemudian dialirkan
ke bendung Jatiluwih. Di bendung ini terdapat saluran untuk menyalurkan air
irigasi ke Sub Subak Gunung Sari yang kondisinya rusak sehingga banyak air
irigasi yang hilang dalam perjalanan. Oleh kerena itu Sub Subak Telabah Gede
sangat rawan mengalami kekeringan pada musim kemarau. Gambar 4.5
mengambarkan wilayah Sub Subak Telabah Gede.
67
Gambar 4.5
Wilayah Sub Subak Telabah Gede
(Sumber : Citra Google Earth dan Dinas Kebudayaan Provinsi Bali)
68
4.2.4.Sub Subak Kedamaian
Sub Subak Kedamaian memiliki luas 46 ha dengan jumlah pemilik
lahan sekitar 60 orang. Sesuai dengan namanya Sub Subak Kedamaian mampu
memberikan suasana yang sangat damai apabila kita berkunjung, yaitu dengan
pemandangan hamparan sawah yang indah. Sub Subak Kedamaian memiliki
sebuah bedugul yang sangat sederhana. Ulun Suwi Sub Subak Kedamaian terletak
di Pura Luhur Puncak Petali. Sumber air Sub Subak Kedamaian berasal dari
empelan Sungai Yeh Baat yang terletak di bagian hulu Sub Subak Telabah Gede.
Sub Subak Kedamaian berbatasan dengan tiga sub Subak Jatiluwih yaitu Sub
Subak Telabah Gede, Sub Subak Besi Kalung dan Sub Subak Umadui serta
berbatasan dengan Subak Wangaya Betan. Letak Sub Subak Kedamaian yang
lebih tinggi membuat Sub Subak Kedamaian sangat strategis, dari tempat tertentu
kita dapat melihat keindahan Sub Subak Besi Kalung dan Pura Luhur Besi Kalung
yang sangat mengesankan. Gambar 4.6 mengambarkan wilayah Sub Subak
Kedamaian.
69
Gambar 4.6
Wilayah Sub Subak Kedamaian.
(Sumber : Citra Google Earth dan Dinas Kebudayaan Provinsi Bali)
70
4.2.5.Sub Subak Kesambi
Sub Subak Kesambi secara keseluruhan memiliki luas 35 ha dengan
anggota pemilik lahan sebanyak 57 orang. Sub Subak Kesambi adalah bagian dari
Subak Jatiluwih yang terletak paling barat. Sumber air Sub Subak Kesambi berada
di tengah hutan, berupa air air terjun Yeh Pusut dengan debit yang besar, namun
tidak semua air dialirkan ke Subak Kesambi. Aliran air irigasi Sub Subak Kesambi
mengalir mengikuti tebing yang cukup curam dan berada di tengah hutan di
bagian kanan Pura Luhur Petali untuk kawasan persawahan di bagian timur
permukiman Banjar Kesambi. Untuk area persawahan yang terletak di sebelah
barat permukiman Banjar Kesambi mengambil sumber air dari sumber yang ada
di bagian bawah, namun secara geografis letaknya hampir berdekatan dengan
sumber air di bagian atas. Kondisi saluran irigasi yang rusak serta melalui medan
yang susah menyebabkan Sub Subak Kesambi sering mengalami kekeringan,
namun karena letak Sub Subak Kesambi yang terpisah dari sub subak lainnya
serta jauh dari pusat kunjungan wisatawan kondisi tersebut kurang mendapat
perhatian. Gambar 4.7 mengambarkan wilayah Sub Subak Kesambi.
71
Gambar 4.7
Wilayah Sub Subak Kesambi.
(Sumber : Citra Google Earth dan Dinas Kebudayaan Provinsi Bali)
72
4.2.6.Sub Subak Besi Kalung
Sub Subak Besi Kalung terletak di sebelah timur Sub Subak
Kedamaian. Luas Sub Subak Besi Kalung adalah 45 ha dengan jumlah pemilik
lahan 55 orang. Seperti kebanyakan Sub Subak Jatiluwih, Sub Subak Besi kalung
juga memiliki penoramana persawahan bertingkat yang indah dan alami, selain itu
di bawah Sub Subak Besi Kalung juga terdapat Pura Luhur besi Kalung sebagai
salah satu Catur Angga Batukaru yang masuk dalam situs warisan budaya dunia
dari UNESCO serta sekaligus sebagai Ulun Suwi Sub Subak Besi Kalung. Sumber
air Sub Subak Besi Kalung berasal dari Empelan Besikalung yang terletang di
Tukad Sekalung. Air irigasi Sub Subak Besi Kalung cukup besar, selain daripada
itu sistem aliran air irigasi pada Sub Subak Besi Kalung cukup baik sehingga
jarang mengalami kekeringan. Pembangian air irigasi di Sub Subak Besi Kalung
dibagi menjadi dua pembagian utama yaitu aliran barat untuk subak yang
posisinya lebih tinggi dan aliran bawah yang terletak di sebelah Pura Luhur Besi
Kalung untuk subak yang posisinya dibawah. Gambar 4.8 mengambarkan wilayah
Sub Subak Besi Kalung.
73
Gambar 4.8
Wilayah Sub Subak Besi Kalung.
(Sumber : Citra Google Earth dan Dinas Kebudayaan Provinsi Bali)
74
4.2.7.Sub Subak Umadui
Sub Subak atau tempek Umadui merupakan bagian dari Subak
Jatuluwih yang terletak paling hilir. Luas Sub Subak Umadui kurang lebih adalah
9,5 ha dengan sekitar 45 orang pemilik lahan. Sub Subak Umadui berbatasan
langsung dengan Sub Subak Kedamaian. Selain itu Sub Subak Umadui juga
berbatasan langsung dengan Subak Soka dan Subak Wangaya Betan yang juga
masuk dalam situs warisan budaya dunia dari UNESCO pada tahun 2012. Sumber
air Sub Subak Umadui berasal dari empelan umadui di Sungai Tukad Yeh Baat,
selain daripada itu karena letak Sub Subak Umadui di bagian hilir yang otomatis
lebih rendah dari sub subak lainya, Sub Subak Umadui juga memiliki sumber air
irigasi dari beberapa sub subak diatasnya seperti dari Sub Subak Telabah Gede,
Sub Subak Besi Kalung dan Sub Subak Gunung Sari. Gambar 4.9 mengambarkan
wilayah Sub Subak Umadui.
75
Gambar 4.9
Wilayah Sub Subak Umadui.
(Sumber : Citra Google Earth dan Dinas Kebudayaan Provinsi Bali)
76
BAB V
POTENSI DAN KENDALA PENGELOLAAN LINGKUNGAN
EKOWISATA
5.1. Identifikasi Potensi Lingkungan Ekowisata di Subak Jatiluwih
Potensi lingkungan ekowisata adalah semua obyek baik berupa fisik,
budaya dan buatan, baik yang memerlukan penanganan agar dapat memberikan
nilai daya tarik bagi wisatawan maupun yang tidak membutuhkan penanganan.
Potensi lingkungan ekowisata bukan hanya berbentuk fisik biotik dan abiotik
semata, namun juga termasuk aktifitas dan perilaku manusia itu sendiri yang
dilakukan dalam kehidupan sehari-hari (sosial dan budaya), dan bahkan berbentuk
spiritual.
Potensi lingkungan ekowisata yang ada di Subak Jatiluwih dapat
dikelola dan dikembangkan dalam bentuk paket-paket wisata yang ramah
lingkungan. Pengelolaan dan pengembangan potensi lingkungan ekowisata di
Subak Jatiluwih diharapkan dapat dikelola oleh anggota subak atau setidaknya
melibatkan anggota Subak Jatiluwih. Keterbilatan anggota subak dalam
pengelolaan diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan dan tambahan
pendapatan kepada anggota subak, seiring dengan minimnya pendapatan yang
didapat dari mengelola sawah.
Kondisi lingkungan yang masih sangat alami dan asri dapat dijadikan
sebagai modal utama untuk pengelolaan lingkungan ekowisata di Subak Jatiluwih.
Kesadaran masyarakat untuk menjaga dan melestarikan alam terutama sumber-
77
sumber air dan saluranya merupakan salah satu pendukung pengelolaan
lingkungan ekowisata di Subak Jatiluwih.
5.1.1.Potensi Abiotik
Potensi abiotik di Subak Jatiluwih berhubungan dengan kondisi tanah,
air, batu dan udara yang ada di Subak Jatiluwih yang dapat dikelola untuk
kegiatan-kegiatan pariwisata berbasis lingkungan. Adapun potensi abiotik yang
dimiliki Subak Jatiluwih adalah sebagai berikut.
1. Potensi Panorama Persawahan
Subak Jatiluwih memiliki keindahan panorama persawahan bertingkat yang
ada hampir di semua sub subak. Luas dan banyaknya pemandangan
persawahan di Subak Jatiluwih memberikan daya tarik tersendiri bagi para
wisatawan. Ada banyak pilihan pemandangan persawahan di Subak Jatiluwih,
ada yang terletak di pinggir jalan utama, adalah pula yang harus melalui jalur
sepeda atau bahkan dengan berjalan kaki.
Kondisi pemandangan persawahan yang ada di Subak Jatiluwih mumnya
terbagi atas empat musim, yaitu musim metekap atau mengolah sawah,
musim pertumbuhan dan musim panen serta musim pasca panen. Masing-
masing musim memiliki pemandangan yang berbeda beda. Pada musim
metekap umumnya pemandangan persawahan akan sedikit tergenang air dan
nampak bersih. Pada musim pertumbuhan atau setelah padi ditanam dan
tumbuh, pemandangan persawahan di Subak Jatiluwih akan menjadi hijau.
Pada musim panen pemandangan persawahan akan berwarna kuning seiring
dengan tumbuhnya bulir-bulir padi yang siap panen. Sedangkan pada musim
78
pasca panen umumnya pemandangan persawahan akan ditutupi jerami-jerami
sisa hasil panen. Gambar 5.1 berikut memperlihatkan panomara persawahan
di Sub Subak Uma Kayu pada musim metekap.
Gambar 5.1
Pemandangan Sub Subak Uma Kayu pada Musim Metekap
(Sumber: Hasil Observasi Tahun 2015)
2. Potensi Panorama Pura Luhur Besi Kalung
Pura Luhur Besi Kalung terletak di bagian bawah Sub Subak Besi Kalung,
sedangkan Sub Subak Besi Kalung terletak di sebelah timur Sub Subak
Kedamian, oleh karena itu untuk dapat menikmati panorama Pura Luhur Besi
Kalung dapat dilakukan dari Sub Subak Kedamaian baik dengan berjalan kaki
atau menggunakan sepeda dari pintu masuk Sub Subak Telabah Gede. Pura
Luhur Besi Kalung merupakan salah satu Pura Ulun Suwi bagi beberapa Sub
79
Subak yang ada di Subak Jatiluwih selain Pura Luhur Puncak Petali. Gambar
5.2 berikut memperlihatkan panomara Pura Luhur Besi Kalung dari Sub
Subak Kedamaian.
Gambar 5.2
Panorama Pura Luhur Besi Kalung dari Sub Subak Kedamaian
(Sumber: Hasil Observasi Tahun 2015)
3. Potensi Mata Air
Mata air banyak ditemui di beberapa wilayah di Subak Jatilwih. Mata air
merupakan salah satu sumber air utama yang digunakan untuk mengaliri areal
persawahan, oleh karena itu kelestarianya sangat dijaga oleh anggota subak.
Letak mata air di Subak Jatiluwih sangat bervariasi, ada yang terletak di
tengah areal persawahan, ada pula yang terletak di tengah hutan. Salah satu
80
mata air yang terletak di areal persawahan adalah mata air yang terletak di
Pura Cantik Kuning yang terletak di Sub Subak Gunung Sari. Mata air yang
ada di Pura Cantik Kuning menyerupai mata air pada Pura Tirtla Empul di
Tampak Siring namun dalam debit yang lebih kecil seperti digambarkan pada
Gambar 5.3.
Gambar 5.3
Mata Air di Pura Cantik Kuning
(Sumber: Hasil Observasi Tahun 2015)
Sumber mata air yang terletak di tengah hutan dapat dikembangkan menjadi
daya tarik wisata dengan memanfaatkan anggota subak untuk memandu
melakukan kegiatan tracking, selain berguna bagi wisatawan dan dapat
menambah pendapatan anggota subak, kegiatan tracking ke sumber mata air
81
juga berguna untuk mengontrol saluran irigasi dari sumber mata air ke areal
persawahan. Salah satu mata air yang terdapat di tengah hutan dengan jalur
dan pemandangan yang menarik terletak digambarkan pada Gambar 5.4
berikut.
Gambar 5.4
Mata Air Sumber Air Irigasi di Subak Umakayu yang terletak di tengah
Hutan (Sumber: Hasil Observasi Tahun 2015)
4. Potensi Air terjun
Selain memiliki panorama pemandangan persawahan yang indah, Subak
Jatiluwih juga memiliki potensi berupa air terjun. Terdapat tiga air terjun di
Subak Jatiluwih. Ketiga air terjun tersebut terletak di hulu Subak Jatiluwih
atau tepatnya di Sub Subak Uma Kayu, Sub Subak Kesambi dan Sub Subak
82
Gunung Sari. Air terjun tersebut digunakan sebagai sumber air irgasi. Lokasi
air terjun tersebut ada yang berlokasi di tengah hutan ada pula yang terletak
berdekatan dengan areal persawahan. Ketiga air terjun tersebut dapat dicapai
dengan jalan kaki dengan pemandangan alam yang indah dan masih alami.
Pada saat ini hanya beberapa warga lokal yang sering mendatangi ketiga air
terjun tersebut. Gambar 5.5 berikut memperlihatkan air terjun Suranadi yang
terletak Sub Subak Uma Kayu.
Gambar 5.5
Air Terjun Suranadi di Sub Subak Uma Kayu
(Sumber: Hasil Observasi Tahun 2015)
83
5. Potensi Air Panas
Sumber air panas yang ada di Subak Jatiluwih terletak di Sub Subak Besi
Kalung, bersebelahan dengan aliran sungai. Lokasi sumber air panas tersebut
sangat mudah dicapai baik dengan bejalan kaki maupun mengendarai sepeda
atau motor. Kondisi sumber air panas tersebut sangat tidak terawat dan jarang
dikunjungi oleh para wisatawan, hanya beberapa warga lokal yang kadang
mengunjungi, hal tersebut dikarenakan lokasi sumber air panas tersebut
berdekatan dengan peternakan ayam dan pabrik air minum. Apabila
dilakukan pembenahan dan penataan sumber air panas tersebut sangat
berpotensi dijadikan tempat tujuan wisata. Gambar 5.6 berikut
menggambarkan kondisi sumber air panas di Subak Jatiluwih.
Gambar 5.6
Sumber Air Panas di Sub Subak Besi Kalung
(Sumber: Hasil Observasi Tahun 2015)
84
6. Potensi Sungai
Letak Subak Jatiluwih di dataran tinggi membuat Subak Jatiluwih banyak
dilalui sungai. Sungai-sungai tersebut mempunyai peran yang sangat vital
yaitu untuk mengalirkan air ke areal persawahan yang dilalui. Kondisi sungai
di Subak Jatiluwih sangat alami dan asri, air yang jernih dan debit air yang
besar serta ditambah batu-batu besar sisa letusan gunung menambah
keindahan sungai. Kondisi sungai di Subak Jatiluwih sangat berpotensi
dikelola untuk berbagai kegiatan wisata, namun pengembangan kegiatan
wisata harus dapat menjaga kelestarian dan keindahaanya. Kegitan yang
mungkin dilakukan antara lain tracking menyusuli aliran sungai. Gambar 5.7
menggambarkan kondisi sungai di Sub Subak Uma Kayu.
Gambar 5.7
Kondisi Sungai di Sub Subak Uma Kayu
(Sumber: Hasil Observasi Tahun 2015)
85
7. Potensi Lainnya
Banyaknya potensi alam yang indah di Subak Jatiluwih, dapat dikelola
menjadi paket-paket wisata yang ramah lingkungan, salah satu kegiatan
wisata yang sangat mudah dikelola dan sudah mempunyai prasarana dan
sarana yang cukup memadai adalah kegiatan tracking dan cycling. Jalur
cycling pada umunya terdapat pada sub subak yang memiliki jalan pada
tengah-tengah areal persawahan. Salah satu jalur cycling yang memiliki
pemandangan alam yang indah dengan jalur yang cukup panjang dengan
melintasi Sub Subak Telabah Gede, Sub Subak Kedamaian dan Sub Subak
Besi Kalung seperti pada Gambar 5.8.
Gambar 5.8
Jalur Cycling yang melintasi tiga sub subak
(Sumber: Citra Google Earth dan Hasil Observasi Tahun 2015)
86
Semua jalur cycling dapat digunakan sebagai jalur tracking. Jalur tracking
tersedia hampir di semua sub subak, mulai dari jalur yang pendek dan ringan
hingga jalur yang agak jauh dan melalui hutan hutan. Jalur tracking tersebut
biasa dilalui oleh anggota subak untuk mengecek aliran irigasi dari sumber air
seperti mata air dan air terjun. Salah satu jalur tracking yang memiliki jarak
sedang dan memiliki pemandangan yang indah serta jalur yang menarik dan
berujung pada mata air atau air terjun terdapat di Sub Subak Umakayu seperti
pada Gambar 5.9.
Gambar 5.9
Jalur Tracking pada Sub Subak Uma Kayu
(Sumber: Citra Google Earth dan Hasil Observasi Tahun 2015)
87
5.1.2.Potensi Biotik
Potensi biotik yang ada di Subak Jatiluwih berhubungan dengan
tanaman dan hewan yang dapat dikembangkan menjadi daya tarik wisata berbasis
lingkungan. Hampir tidak ada aktivitas anggota subak yang tidak luput dari
kegiatan upacara. Semua kegiatan upacara yang dilakukan memerlukan beberapa
bahan-bahan yang bersumber dari alam baik berupa tanaman maupun hewan, oleh
karena itu anggota Subak Jatiluwih senantiasa merawat dan memelihara tanaman
yang akan digunakan sebagai sarana pada upacara-upacara tersebut.
Subak Jatiluwih terkenal akan produksi berasnya terutama beras merah,
beras merah yang dihasilkan Subak Jatiluwih telah dipasarkan hingga manca
negara dan ada beberapa yang telah memiliki sertifikat SNI Pangan Organik.
Beras merah yang dihasilksan dari Subak Jatiluwih memiliki varietas beras merah
organik unggulan karena tidak menggunakan pestisida dan telah diwariskan secara
turun menurun. Beras merah yang dihasilkan bukan hanya di untuk dimakan,
bahkan untuk diminum dengan cara menyeduh beras merah hingga menghasilkan
teh beras merah. Teh beras merah mempunyai cita rasa dan tekstur yang berbeda
dengan teh pada umumnya, selain itu teh beras merah juga dipercaya mempunyai
beberapa manfaat antara lain sebagai anti oksidan, memperkuat stamina,
melancarkan peredaran darah, memperbaiki pencernaan dan lain sebagainya.
Gambar 5.10 menampilkan teh beras merah produksi Subak Jatiluwih yang sudah
dikemas sedemikian rupa.
88
Gambar 5.10
Teh Beras Merah Produksi Subak Jatiluwih (Sumber: www.balebenggong.net)
Burung Kokokan atau dalam bahasan Indonesia sering disebut Burung
Bangau atau Kuntul. Burung Kokokan merupakan satwa dalam ekosistem perairan
yang biasa ditemukan pada kawasan danau, pantai, dan rawa. Burung Kokokan
merupakan burung yang telah mengalami kelangkaan, beberapa spesies famili
burung ini sudah termasuk dalam daftar satwa liar yang dilindungi sepeti tertuang
dalam Undang Undang Nomor 5 Tahun 1990 dan dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 7 Tahun 1999. Burung Kokokan dapat dijumpai di beberapa titik di Subak
Jatiluwih seperti di Sub Subak Telabah Gede, Sub Subak Kedamaian dan Sub
Subak Umadui. Jumlah burung Kokokan yang ada di Subak Jatiluwih memang
tidak sebanyak yang ada di Desa Petulu Gianyar, namun dengan meningkatnya
kesadaran anggota subak dan anggota masyarakat untuk menjaga kelestarian alam
89
serta adanya peraturan desa untuk melarang kegiatan menembak, jumlah burung
kokokan mungkin dapat bertambah. Burung Kokokan yang ada di Subak Jatiluwih
dapat dikelola menjadi daya tarik wisata berupa kegiatan birds watching dengan
membuat tempat seperti bale atau kubu sederhana yang dapat digunakan untuk
melihat burung kokokan. Gambar 5.11 Berikut mengambarkan burung kokokan di
Subak Jatiluwih.
Gambar 5.11
Potensi Burung Kokokan di Subak Jatiluwih
(Sumber: Hasil Observasi Tahun 2015)
5.1.3.Potensi Sosial Budaya
Potensi sosial budaya yang ada di Subak Jatiluwih pada umumnya
berhubungan dengan upacara adat yang dilakukan baik dalam hubungan manusia
dengan Tuhan, manusia dengan sesama manusia maupun manusia dengan
90
lingkunganya. Potensi sosial budaya juga berhubungan dengan bangunan
tradisional, sejarah, teknologi dan makanan tradisional yang berhubungan dengan
Subak Jatiluwih. Potensi sosial budaya yang ada di Subak Jatiluwih antara lain:
1. Keberadaan organisasi subak dari tingkat tempek subak atau Sub Subak,
subak gede, sampai subak agung, bagaimana sistem pembagian kerja antar
tempek dalam subak, pembagian sumber daya serta hak kewajiban antar
anggota, serta kegiatan-kegiatan yang dilakukan anggota subak seperti
mengolah lahan (membajak, mengaru, mencangkul memperbaiki pematang
dan saluran air, menanam padi, menyiang dan memanen) apabila dikemas
sedemikian rupa dan pemandu wisata mampu menjelaskanya dengan baik
serta melibatkan wisatawan dalam kegiatan petani tentu akan sangat menarik
bagi wisatawan dan memperkaya pengetahuan wisatawan mengenai subak.
2. Teknologi sistem pembagian air yang digunakan pada Subak Jatiluwih yang
masih bersifat tradisional seperti nyorog, nugel bumbung, pelampias dengan
perangkat fisik sederhana seperti aungan (terowongan), tembuku, tali kunda
tentu sangat menarik untuk jelaskan kepada wisatawan sehingga dapat
memperkaya wawasan wisatawan yang datang ke Subak Jatiluwih.
3. Potensi mitos pada waktu Ratu Bethara Sesuwunan di Pura Puncak Petali
Melancaran. Rombongan masyarakat yang mengiringi biasanya berjumlah
hingga ratusan orang, walaupun sudah dibuatkan jalan tetapi rombongan
kurang berkenan melalui jalan yang ada dan tetap melalui areal persawahan.
Rombongan masyarakat yang jumlahnya banyak tersebut menginjak tanaman
padi di areal persawahan yang dilalui, namun anehnya dikemudian hari
91
tanaman yang terinjak injak tersebut dapat tumbuh kembali dengan normal
dan tidak terpengaruh gangguan hama tanpa ada yang rusak atau mati.
4. Adanya 13 upacara adat yang dilakukan mulai dari mencari air irigasi,
mengolah sawah, pembibitan, menanam, memelihara, memanen hingga
pemanfaatan padi sebagai sumber pangan. Upacara-upacara tersebut apabila
dikemas dengan cerita yang disertai gambar-gambar kegiatanya atau melihat
langsung dan ikut serta dalam kegiatan anggota subak yang sedang
melakukan upacara tentu akan dapat menarik dan menambah wawasan
wisatawan yang datang. Tiga belas upacara yang dilakukan antara lain
sebagai berikut (hasil wawancara dan Windia dan Wiguna, 2013):
a. Mapag Toyo (menjemput air), tujuan dari upacara ini adalah untuk
menjemput air irigasi yang kelak akan digunakan untuk mengalirih areal
persawahan. Upacara ini biasanya dilakukan di bendungan atau tempat
pembagi air.
b. Ngendagin merupakan upacara yang dilakukan apabila anggota subak
akan memulai mengolah lahan. Upacara ini bertujuan untuk memohon
ijin kepada Tuhan Yang Maha Esa dalam manifestasi sebagai Betara Sri
agar memberikan kelancaran dan kehidupan
c. Ngurit atau Mawiwih Pantun adalah upcara yang dilakukan pada saat
membenihkan padi yang nantinya akan ditanam.
d. Ngerasikan, yaitu upacara yang dilakukan setelah sawah dibersihkan dan
diratakan sebelum benih padi ditanam. Upacara ini dilakukan di hulu
maupun di hilir sawah.
92
e. Nandur atau menanam padi. Sebelum menanam benih padi, sawah yang
akan ditanami harus sudah bersih dan layak untuk ditanami, waktu
penanaman biasanya mencari hari baik yang perhitungannya disesuaikan
dengan kelahiran anggota subak atau biasa disebut mitra satru.
f. Upacara pada saat padi berumur satu bulan. Padi pada saat berumur satu
bulan ditandai dengan tumbuhnya tiga buku (ruas) pada batang padi,
yang diandaikan sebagai anak yang sudah lincah.
g. Upacara pada saat padi berumur dua bulan, upacara ini dilakukan sebagai
wujud syukur kepada Tuhan karena padi yang ditanam sudah
berkembang baik.
h. Upacara pada saat padi berumur tiga bulan. Padi pada saat berumur tiga
bulan diibaratkan sebagai manusia yang sudah menginjak masa remaja
atau sudah akil balik, upacara dilakukan selain sebagai wujud syukur
juga memohon kepada Tuhan agar perkembangan tanaman padi sesuai
yang diharapkan.
i. Upacara Meikuh Lasan. Upacara ini dilakukan pada saat padi tumbuh
malai, sehingga nampak seperti ekor kadal, oleh karena itu upcara ini
dinamai Meikuh Lasan. Upacara ini bertujuan untuk memohon kepada
Tuhan agar malai yang sudah tumbuh dapat berkembang baik sehingga
dapat dipanen pada saatnya nanti.
j. Upacara Memanen Padi, merias Nini Kaki dan Nini Manuh. Upacara ini
dilakukan sebagai wujud syukur kepada Tuhan atas manisfestasinya
93
sebagai Dewi Sri yang telah memberikan kelancaran, kesuksesan dalam
bertani.
k. Upacara Padi di Lumbung. Upacara ini dilakukan untuk memohon
kepada Tuhan agar padi yang telah dipanen dapat disimpan dengan aman
sehingga dapat digunakan sebagai bahan makanan hingga panen
berikutnya.
l. Upacara Menurunkan Padi. Upacara ini dilakukan pada saat padi di
lumbung akan diturunkan untuk digunakan sebagai bahan pangan.
Upacara ini bertujuan agar padi yang akan diolah menjadi nasi dan
berguna dan memberikan kebaikan bagi siapa saja yang memakanya.
m. Upacara Mrelina Dewa Nini. Upacara ini bertujuan untuk melebur Dewa
Nini yang digunakan pada saat menaikan padi ke lumbung dan sebagai
wujud syukur kepada Tuhan atas anugerah yang diberikan dalam hal
suksesnya bertani.
5.2. Kendala Pengelolaan Potensi Lingkungan
Potensi lingkungan yang ada di Subak Jatiluwih sangat indah, alami dan
beragam, namun dalam pengelolaanya ada beberapa kendala yang dapat
menghambat. Kendala-kendala tersebut harus dapat ditangani dan dikelola dengan
baik melalui kerjasama antar anggota subak dengan para pengusaha pariwisata di
Desa Jatilwuih serta Pemerintah Daerah. Penanganan kendala-kendala tersebut
diharapkan dapat memberikan daya dukung dalam pengelolaan lingkungan
ekowisata dan kepuasan wisatawan serta keberlangsungan subak. Kendala-
94
kendala yang muncul dalam pengelolaan potensi ekowisata di Subak Jatiluwih
antara lain sebagai berikut.
5.2.1.Kendala Sarana, Prasarana Jalan dan Selokan
Kendala sarana dan prasarana jalan yang ada secara garis besar terbagi
menjadi dua kendala yaitu kendala jalan penghubung menuju Subak Jatilwuih dan
yang kedua adalah kendala jalan di Subak Jatiluwih menuju potensi ekowisata.
Kendala jalan penghubung menuju Subak Jatiluwih berupa rusak dan kecilnya
jalan menuju Subak Jatiluwih, terutama dari Desa Senganan hingga Desa Soko.
Rusaknya jalan di dari Desa Senganan ke Desa Soko disebabkan kurang baiknya
kondisi jalan yang ada sehingga pada musim hujan air hujan tidak turun ke
selokan namun menggenang di jalan. Kondisi tersebut diperparah dengan kurang
baiknya selokan yang ada, sehingga kadang air dari selokan naik dan menggenang
di badan jalan. Naik dan menggenangnya air dari selokan ke badan yang tidak
diperbaiki dengan segera menyebabkan rusaknya badan jalan. Gambar 5.12
Menggambarkan kondisi jalan yang rusak di Desa Bugbugan menuju ke Subak
Jatiluwih.
95
Gambar 5.12
Kondisi Jalan yang Rusak menuju Subak Jatiluwih
(Sumber: Hasil Observasi Tahun 2015)
Kendala kedua adalah kurang baiknya kondisi jalan menuju potensi
ekowisata. Kendala kedua ini sudah mendapatkan penanganan dengan
dilakukanya perbaikan jalan di tengah Subak Jatiluwih, namun perbaikan yang
dilakukan sebatas perbaikan akses jalan setapak di Subak Jatiluwih yang dekat
dengan jalan utama yang sering didatangi wisatawan, sedangkan untuk akses jalan
menuju air terjun dan di subak bagian dalam masih kurang memadai. Kendala-
kendala ini tentu dapat menganggu kegiatan masyarakat dan wisatawan yang
datang ke Subak Jatiluwih terutama pada saat musim hujan. Gambar 5.13
memperliatkan proses perbaikan jalan di Subak Jatiluwih.
96
Gambar 5.13
Perbaikan Jalan di Subak Jatiluwih
(Sumber: Hasil Observasi Tahun 2015)
5.2.2.Kendala Air dan Saluran Irigasi
Pertanian sawah seperti subak memiliki ketergantungan yang sangat
tinggi terhadap air. Subak merupakan organisasi petani pengelola air yang
membimbing petani dalam berbagi air secara adil, proporsional dan transparan,
namun seiring berjalanya waktu dan terjadinya perubahan cuaca, berkurangnya
debit air dari sumber mata air dan banyak kerusakan saluran irigrasi baik karena
faktor alam maupun manusia membuat persaingan mendapatkan air antar anggota
subak semakin tinggi dan berpotensi menjadi konflik antar anggota. Selain
daripada itu rusaknya saluran irigasi dan berkurang debit air dapat menimbulkan
97
kekeringan yang pada akhirnya merugikan anggota subak dan wisatawan.
Kekeringan bahkan dapat terjadi pada musim hujan seperti sekarang ini. Ada tiga
Sub Subak yang rawan mengalami kekeringan yaitu Sub Subak Telabah Gede,
Sub Subak Kesambi dan Sub Subak Gunung sari. Gambar 5.14 Berikut
memperlihatkan kekeringan yang terjadi di Sub Subak Telabah Gede.
Gambar 5.14
Kekeringan yang terjadi di Sub Subak Telabah Gede
(Sumber: Hasil Observasi Tahun 2015)
5.2.3.Kendala Parkir
Lahan parkir yang memadai saat ini hanya terdapat di Desa Soko. Desa
soko terletak di luar desa tepatnya di sebelah timur Desa Jatiluwih. Lahan parkir
di Desa Soko dalam kondisi memadai, baik dan rapi dengan menggunakan
98
paving, namun lahan parkir tersebut hanya memadai untuk kendaraan roda dua
dan roda empat, sedangkan di Desa Jatiluwih para wisatawan yang berkunjung ke
Subak Jatiluwih biasa memarkir kendaraanya di bahu jalan, karena sampai saat
penelitian dilakukan belum ada lahan parkir untuk umum yang memadai di Desa
Jatiluwih. Lahan parkir yang tersedia bersifat khusus diperuntukan bagi
pengunjung rumah makan dan café yang ada di sepanjang jalan utama.
Penggunaan bahu jalan sebagai tempat parkir tentu sangat mengganggu
pemandangan dan dapat menyebabkan kemacetan, hal tersebut dikarenakan
kebanyakan pengunjung yang berkunjung ke Subak Jatiluwih melalui jalur Desa
Senganan dan kembali melalui jalur yang sama. Gambar 5.15 Berikut
menggambarkan kondisi parkir yang menggunakan badan.
Gambar 5.15
Kondisi parkir di Jalan Utama Desa Jatiluwih
(Sumber: Hasil Observasi Tahun 2015)
99
5.2.4.Kendala Pencemaran dari Peternakan Ayam
Desa Jatiluwih seperti kebanyakan desa di Kecamatan Penebel terdapat
banyak usaha peternakan ayam, baik peternakan ayam pedaging maupun ayam
petelor. Banyaknya usaha peternakan ayam selain meningkatkan kesejahteraan
dan pendapatan masyarakat juga membawa dampak negatif bagi lingkungan.
Salah satu dampak negatif dari usaha peternakan ayam adalah menimbulkan bau
yang kurang sedap, belum lagi anggapan masyarakat bahwa meningkatnya jumlah
lalat disebabkan banyaknya peternakan ayam. Banyaknya usaha peternakan ayam
di Subak Jatiluwih dapat menganggu pengelolaan lingkungan pariwisata di Subak
Jatiluwih. Hendaknya dibentuk peraturan tentang jumlah peternakan ayam dan
tata letak peternakan ayam diluar daerah-daerah yang sering dikunjungi
wisatawan. Salah satu usaha peternakan ayam yang kemungkinan dapat
menganggu pengelolaan lingkungan ekowisata di Subak Jatiluwih terdapat di
bagian bawah Sub Subak Besi Kalung dan berdekatan dengan sumber air panas
seperti digambarkan pada Gambar 5.16.
100
Gambar 5.16
Usaha peternakan ayam di Sub Subak Besi Kalung
(Sumber: Hasil Observasi Tahun 2015)
5.2.5.Kendala Longsor
Karakteristik topografi, curah hujan dan jenis tanah yang ada di wilayah
Subak Jatiluwih sangat berpotesi untuk terjadinya longsor. Longsor sering terjadi
terutama pada musim hujan. Longsor tidak hanya merugikan areal persawahan
yang terkena longsor saja namun apabila longsor terjadi pada daerah yang berguna
untuk menyalurkan air atau saluran irigasi hal tersebut harus ditangani dengan
segera, karena dapat mengurangi jumlah pasokan air ke areal persawahan yang
pada akhirnya dapat menyebabkan kekeringan dan mematikan tanaman padi. Pada
saat penelitian dilakukan ada beberapa daerah di Subak Jatiluwih yang sudah
101
terjadi longsor, bahkan pada daerah yang berfungsi untuk mengaliri air, sehingga
perlu dilakukan pemasangan pipa untuk mengaliri air ke areal persawahan yang
membutuhkan. Gambar 5.17 Menggambarkan longsor pada saluran irigasi yang
sudah mendapat penanganan.
Gambar 5.17
Longsor pada saluran irigrasi subak
(Sumber: Hasil Observasi Tahun 2015)
5.2.6.Kendala SDM dan Motivasi
Sumber daya manusia merupakan faktor yang sangat penting dalam
pengelolaan lingkungan ekowisata di suatu wilayah. Salah satu tujuan pengelolaan
ekowisata di Subak Jatiluwih adalah untuk meningkatkan kesejahteraan anggota
subak, hal tersebut dapat dilakukan dengan melibatkan anggota subak dalam
perencanaan dan pelaksanaan kegiatan ekowisata, bukan dengan mendatangkan
102
pekerja dari luar desa. Selain daripada itu pelibatan anggota subak diharapkan
dapat memberikan informasi yang baik dan benar kepada wisatawan, karena
anggota subak sebagai local genius yang memiliki pengetahuan dan pengalaman
tenang kondisi lingkungan di Subak Jatiluwih. Subak Jatiluwih memiliki potensi
ekowisata yang banyak dan beragam, namun kualitas dan kompetensi yang
dimiliki anggota subak masih kurang memadai dalam pengembangan
kepariwisataan, terutama dalam hal penguasaan bahasa asing, interaksi dengan
wisatawan dan pemahaman keinginan wisatawan. Hal tersebut dikarenakan pada
umumnya anggota subak berprofesi sebagai petani dan hanya mengenyam
pendidikan rendah atau maksimal setingkat SMA.
Pengelolaan potensi lingkungan ekowisata di Subak Jatiluwih sudah
mulai direncanakan oleh Pekaseh Subak Jatilwuih, hal tersebut dilakukan dengan
diadakanya rapat untuk menggali potensi ekowisata di masing-masing sub subak
atau tempek, namun dari tujuh sub subak yang ada hanya Klian Sub Subak
Umadui yang melakukan kajian terhadap potensi yang mereka miliki, namun
kajian tersebut belum dapat direalisasikan secara maksimal. Kurangnya motivasi
dapat menganggu pengelolaan potensi ekowisata yang ada, banyak anggota subak
yang masih pesimis terhadap pengelolaan ekowisata di area subak dibandingkan
dengan pengembangan restoran dan café di sepanjang jalan utama desa, hal
tersebut dapat memicu terjadinya alih fungsi lahan terutama pada areal
persawahan yang dekat dengan jalan utama.
103
5.2.7.Kendala Kebijakan
Semakin pesatnya perkembangan pembangunan di Kabupaten Tabanan
khususnya perkembangan di bidang pariwisata, membuat Pemerintah baik
Pemerintah Kabupaten Tabanan maupun Pemerintah Provinsi Bali mengeluarkan
peraturan daerah yang mengatur tentang tata ruang dan wilayah. Perda Provinsi
Bali Nomor 16 Tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang Provinsi Bali Tahun
2009-2029 menyebutkan bahwa Kawasan Jatiluwih masuk ke dalam Kawasan
Strategis Provinsi dimana harus dipelihara keaslian fisik dan keseimbangan
ekosistemnya. Tahun 2014 Pemerintah Kabupaten Tabanan mengeluarkan Perda
Nomor 6 Tahun 2014 tentang Kawasan Jalur Hijau, dimana Kawasan Jalur Hijau
Jurusan Senganan Jatiluwih hanya berjarak 1.000m dari sebelah kanan dan kiri
jalan. Berdasarkan peraturan tersebut diluar jarak 1.000m dari jalan masyarakat
yang memiliki lahan baik berupa lahan persawahan maupun perkebunan dapat
mendirikan bangunan. Hal tersebut tentu bertentangan dengan Perda Provinsi Bali
Nomor 16 Tahun 2009. Pertentangan peraturan-peraturan yang dikeluarkan dan
tanpa ada sosialisasi yang jelas kepada masyarakat akan berpotensi menimbulkan
kendala terutama bagi pengelolaan lingkungan di Subak Jatiluwih.
104
BAB VI
PENGELOLAAN LINGKUNGAN EKOWISATA PADA SAAT INI
Gambaran pengelolaan lingkungan ekowisata di Subak Jatiluwih pada
saat ini dilakukan dengan membandingkan antara kondisi yang ada dilapangan
pada saat ini dengan kondisi ideal yang mengacu pada teori pengelolaan yang
terdiri dari empat tahap sebagai berikut.
6.1. Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Ekowisata
Perencanaan pengelolaan lingkungan ekowisata merupakan perhitungan
dan penentuan tentang apa yang akan dijalankan dalam rangka mencapai tujuan
tertentu, dimana hal tersebut menyangkut tujuan bagaimana melaksanakan dan
bagaimana tata cara mencapai hal tersebut. Oleh karena itu pada tahap
perencanaan untuk kondisi ideal ada beberapa hal yang perlu dilakukan yaitu
pertama pengamatan lingkungan eksternal dan internal, kedua penentuan visi, misi
dan tujuan, dan yang ketiga adalah penentuan strategi dan kebijakan. Apabila
dibandingkan kondisi ideal dengan kondisi yang ada di lapangan pada tahap
perencanaan pengelolaan lingkungan ekowisata di Subak Jatiluwih yang sudah
dilakukan adalah penentuan visi dan misi dan belum melakukan pengamatan
lingkungan internal dan eksternal serta belum menentukan strategi dan kebijakan.
Visi pengelolaan lingkungan ekowisata di Subak Jatiluwih adalah meningkatkan
kesejahteraan masyarakat Jatiluwih melalui pengembangan pembangunan yang
BALI (Bersih, Aman, Lestari, Indah) dengan menitik beratkan pada pertanian.
105
Sedangkan misi pengelolaan lingkungan ekowisata di Subak Jatiluwih adalah
sebagai berikut.
1. Mewujudkan masyarakat Jatiluwih yang sehat, cerdas dan berbudaya.
2. Melestarikan dan mengembangan budaya daerah.
3. Mewujudkan pertanian yang tangguh dan bersinergis dengan pariwisata
4. Mewujudkan tata pemerintahan yang baik.
6.2. Pengorganisasian Pengelolaan Lingkungan Ekowisata
Pengorganisasian pengelolaan lingkungan ekowisata merupakan suatu
proses untuk merancang struktur formal, pengelompokan dan mengatur serta
membagi tugas-tugas atau pekerjaan diantara para anggota organisasi agar tujuan,
visi dan misi pengelolaan lingkungan ekowisata dapat tercapai. Tahap
pengorganisasian pada kondisi ideal ada beberapa hal yang perlu dilakukan yaitu
pertama implementasi personil, kedua perekrutan, pelatihan dan penempatan
personil dan ketiga pembagian kerja. Pasca ditetapkanya Subak Jatiluwih sebagai
Warisan Budaya Dunia dari UNESCO, Pemerintah Kabupaten Tabanan pada
bulan Pebruari 2014 telah membentuk badan pengelola, susunan dan kesepakatan
serta perjanjian kerjasama antar semua stake holder, yang ditetapkan berdasarkan
Peraturan Bupati Tabanan Nomor 84 Tahun 2013 tentang Struktur Organisasi,
Susunan Keanggotan dan Uraian Tugas Badan Pengelola DTW Jatiluwih. Badan
pengelola ini kemudian membentuk Manajemen Operasional DTW Jatiluwih.
Gambar 6.1 dan Gambar 6.2 menggambarkan susunan personil Badan Pengelola
DTW Jatiluwih dan struktur organisasi manajemen operasional DTW Jatiluwih.
106
KETUA UMUMBupati Tabanan
WAKIL KETUA UMUMWakil Bupati Tabanan
KETUA IPerbekel Jatiluwih
KETUA IIPekaseh Subak Jatiluwih
KETUA IIISekretaris Daerah
PENGAWASAss. Perekonomian & Pembangunan
SEKRETARISI Nengah Darmikayasa
WAKIL PENGAWASBPD Jatiluwih
WAKIL SEKRETARISDinas Pendapatan & Pesedahan
ANGGOTA Agung Kab. TabananInspektorat Kabupaten Tabanan
Ass. Administrasi UmumAss. Pemerintahan dan Kesra BENDAHARA
Kabag Hukum I Wayan RatnataBendesa Adat Jatiluwih
Bendesa Adat Gunung Sari
KETUA BID. PENGEMBANGANKepala BAPPEDA Kab. Tabanan
KETUA BIDANG PROMOSIKa. Dinas Bud Par Kab. Tabanan
ANGGOTAKepala Dinas PU Kab. Tabanan
ANGGOTAKadis HubInfoKom Kab. Tabanan
Ketut Marssista Jaya I Ketut PurnaI Wayan Wiranata
Gambar 6.1
Susunan Badan Pengelola DTW Jatiluwih (Sumber: Hasil wawancara dengan
personil manajemen operasional DTW Jatiluwih)
107
MANAGERI Nengah Sutirtayasa, SEASISTEN MANAGER
I Ketut Nita
BENDAHARAI Wayan Agus Santika
SEKRETARISDra. Driana Rika. RONA
Divisi Perencanaandan Keuangan
Divisi Umumdan Kepeg
I Wayan Winata I Nengah SulatraI Wayan Artayasa
Divisi Parkir danTiket
Divisi Keamanandan Ketertiban
Divisi Kebersihandan Pertamanan
Divisi Pengembangan& Promosi
I Nyoman Wijaya Danton PecalangJatiluwih
I Kadek DwiMaha Putra
Drs. I Gede KetutSubrata
I Gede NyomanSemarabawa
Danton PecalangGunung Sari
I Gede Made Suparta
Gambar 6.2
Struktur Organisasi Manajemen Operasional DTW Jatiluwih (Sumber: Hasil
wawancara dengan personil manajemen operasional DTW Jatiluwih)
Apabila dibandingkan kondisi ideal dengan kondisi yang ada
dilapangan pada tahap pengorganisasian pengelolaan lingkungan ekowisata di
Subak Jatiluwih sudah ada mekanisme implementasi personil baik sebagai tenaga
administrasi maupun sebagai tenaga kebersihan lingkungan di sepanjang jalan
utama Desa Jatiluwih, perekrutan personil, penempatan personil dan pembagian
kerja. Namun terdapat mekanisme yang belum dilakukan yaitu pelatihan untuk
personil yang direkrut sesuai dengan pembagian kerjanya. Hal tersebut dapat
108
dimaklumi karena Badan Pengelola DTW Jatiluwih beserta struktur organisasi
manajemen operasional DTW Jatiluwih tersebut baru terbentuk sekitar dua tahun.
6.3. Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Ekowisata
Pelaksanaan atau implementasi adalah keinginan untuk membuat orang
lain mengikuti keinginan yang telah ditentukan sesuai dengan prosedur dan
rencana kerja secara efektif demi kepentingan jangka panjang organisasi,
termasuk didalamnya memberitahukan apa yang harus dilakukan sesuai dengan
tujuan agar tugas-tugas yang dilaksanakan dapat terlaksana dengan baik. Tahap
pelaksanaan atau implementasi pada kondisi ideal ada beberapa hal yang perlu
dilakukan yaitu pertama penentuan program, kegiatan dan anggaran serta
penentuan prosedur kerja dan rencana kerja. Apabila dibandingkan kondisi ideal
dengan kondisi yang ada dilapangan pada tahap pelaksanaan sudah ada
pengaturan retribusi di Desa Jatiluwih dan pembagiannya. Berdasarkan perjanjian
kerja sama antara Pemerintah Kabupaten Tabanan dengan Desa Jatiluwih, Desa
Pakraman Jatiluwih, dan Desa Pakraman Gunung Sari serta Subak Jatiluwih
pembagian hasil restribusi tersebut 45% untuk Pemkab Tabanan dan 55% untuk
pihak desa, desa pakraman dan subak. Dari 55% tersebut dibagi lagi yaitu Desa
Dinas Jatiluwih 25%, Desa Pekraman Jatiluwih 30%, Desa Pekraman Gunung
Sari 20%, Subak Jatiluwih 21%, Subak Abian Jatiluwih 2%, dan Subak Abian
Gunung Sari 2%. Subak Abian adalah subak untuk daerah kering atau tegalan.
Berdasarkan Keputusan Ketua Umum Badan Pengelola Daya Tarik
Wisata Jatiluwih Nomor 2 Tahun 2014 tentang Tarif Retribusi Tempat Rekreasi
dan Parkir di Wilayah Daya Tarik Wisata Jatiluwih seperti pada Tabel 6.1.
109
Tabel 6.1
Tarif Retribusi Rekreasi dan Parkir di Wilayah Daya Tarik Wisata Jatiluwih
No. Kriteria Harga1. Tiket Masuk/Enterance Fee Tiket
- WNA Dewasa Rp. 20.000,-- WNA Anak Anak Rp. 15.000,-- WNI Dewasa Rp. 10.000,-- WNI Anak-Anak Rp. 5.000,-
2. Karcis Parkir/Parking Ticket- Roda 6 Rp. 10.000,-- Roda 4 Rp. 5.000,-- Roda 2 Rp. 2.000,-
3. Lain-Lain- Shooting Filem Asing Rp. 5.000.000,-- Shooting Filem Domestik Rp. 3.000.000,-- Foto Prewedding Asing Rp. 300.000,-- Foto Prewedding Domestik Rp. 100.000,-- Foto Komersial Rp. 500.000,-- Perkemahan Sekolah Rp. 100.000,-/hari- Perkemahan Wisata Rp. 250.000,-/hari- Bersepeda Rp. 5.000.-- Jasa Kebersihan Warung Rp. 1.000,-/hari- Jasa Kebersihan Rumah Makan Rp. 5.000,-/hari
Sumber: Manajemen Operasional DTW Jatiluwih
Apabila dibandingkan kondisi ideal dengan kondisi yang ada
dilapangan pada tahap pelaksanaan atau implementasi pengelolaan lingkungan
ekowisata di Subak Jatiluwih sudah ada mekanisme pembagian anggaran dari
hasil retribusi tempat rekreasi dan parkir. Program dan kegiatan yang
dilaksanakan antara lain adalah pengerasan jalan di Subak Jatiluwih baik dengan
paving maupun semen dan penyediaan tenaga kebersihan dan pengangkutan
sampah di sepanjang jalan utama di Desa Jatiluwih. Sedangkan pembuatan
prosedur kerja dan rencana kerja belum dilaksanakan.
110
6.4. Evaluasi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata.
Evaluasi adalah kegiatan membandingkan atau mengukur kegiatan yang
sedang atau sudah dilakukan dengan kriteria, norma-norma standar atau rencana-
rencana yang sudah ditetapkan sebelumnya. Evaluasi merupakan bagian terakhir
dari fungsi manajemen yang dilaksanakan untuk mengetahui apakah semua
kegiatan dapat dilaksanakan dan berjalan sesuai rencana untuk mecapai tujuan
yang ditetapkan. Tahap evaluasi pada kondisi ideal ada beberapa hal yang perlu
dilakukan yaitu pertama bentuk dan sistem pelaporan serta evaluasi kinerja.
Apabila dibandingkan kondisi ideal dengan kondisi yang ada dilapangan pada
tahap evaluasi sudah ada mekanisme pelaporan namun sebatas dalam pelaporan
jumlah pemasukan dana dari penarikan retribusi setiap wisatawan baik domestik
maupun asing yang datang berkunjung ke Desa Jatiluwih, sedangkan untuk sistem
dan pelaporan kinerja serta evaluasi kinerja belum dilaksanakan.
Bilamana dilihat dari kondisi Subak Jatiluwih maupun Desa Jatiluwih
pada kondisi sekarang, sudah ada mekanisme pengelolaan potensi yang dilakukan,
namun pengelolaan tersebut baru bersifat pembentukan badan pengelola beserta
manajemenya, tarif retribusi baik bagi pengunjung, rumah makan dan cafe di
sepanjang jalan utama, persentase pembagian hasil retribusi, visi, misi organisasi,
dan implementasi personil. Terdapat beberapa tahap pengelolaan yang belum
dilakukan seperti pengamatan lingkungan, pelatihan, penentuan strategi dan
kebijakan maupun evaluasi kinerja, hal tersebut dikarenakan Badan Pengelola
DTW Jatiluwih beserta struktur organisasi manajemen operasional DTW
Jatiluwih tersebut baru terbentuk sekitar dua tahun.
111
BAB VII
STRATEGI DAN PROGRAM PENGELOLAAN LINGKUNGAN
EKOWISATA DI SUBAK JATILUWIH
7.1. Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata di Subak Jatiluwih
Potensi ekowisata yang dimiliki Subak Jatiluwih harus dapat dikelola
dengan baik dan benar. Pengelolaan potensi ekowisata di Subak Jatiluwih harus
memberikan manfaat bukan saja pada peningkatan pendapatan dan kesejahteraan
anggota subak namum dapat memberikan perlindungan terhadap lingkungan dan
keberlangsungan subak agar dapat dinikmati oleh generasi sekarang dan generasi
yang akan datang. Strategi pengelolaan potensi ekowisata di Subak Jatiluwih
harus menghasilkam program-program yang baik dan berkelanjutan. Penentuan
strategi pengelolaan lingkungan di Subak Jatiluwih dimulai dengan melakukan
pengamatan terhadap lingkungan internal maupun eksternal. Pengamatan tersebut
bertujuan untuk menjabarkan faktor internal dan eksternal yang ada di Subak
Jatiluwih. Faktor internal meliputi kekuatan dan kelemahan yang dimiliki Subak
Jatiluwih, sedangkan faktor eksternal meliputi peluang dan ancaman yang ada di
Subak Jatiluwih.
7.1.1.Analisis Faktor Internal
Analisis faktor internal menggambarkan kekuatan dan kelemahan
dalam pengelolaan lingkungan ekowisata di Subak Jatiluwih sebagai berikut.
1. Kekuatan
a. Adanya awig-awig yang berwawasan lingkungan.
112
Awig-awig yang ada di Subak Jatiluwih merupakan salah satu upaya
mendukung pelestarian lingkungan. Awig-awig mengatur bagaimana
anggota masyarakat berinteraksi baik dengan sesama manusia, manusia
dengan lingkungan, maupun hubungan manusia dengan Tuhan. Salah
satu contoh awig-awig di Subak Jatiluwih adalah melarang adanya
kegiatan menembak burung, menyetrum ikan di sungai maupun
membuang sampah di sungai.
b. Memiliki lahan persawahan bertingkat yang indah.
Subak Jatiluwih memiliki keindahan panorama persawahan bertingkat
yang terdapat hampir di semua sub subak. Ada banyak pilihan
pemandangan persawahan di Subak Jatiluwih, ada yang terletak di
pinggir jalan utama, adalah pula yang harus melalui jalur sepeda atau
bahkan dengan berjalan kaki. Keindahan tersebut harus tetap dijaga
kelesariannya agar terus dapat dimanfaatkan bukan hanya untuk generasi
sekarang namun juga generasi yang akan datang.
c. Memiliki sumber mata air alami dan air terjun.
Mata air banyak ditemui di beberapa wilayah di Subak Jatilwih. Terdapat
tiga air terjun di Subak Jatiluwih. Mata air dan air terjun merupakan
beberapa sumber air irigasi utama yang digunakan untuk mengaliri areal
persawahan. Oleh karena itu mata air dan air terjun harus dijaga
kelestariaanya karena pertanian sawah seperti subak memiliki
ketergantungan yang sangat tinggi terhadap air.
d. Memiliki varietas beras merah unggulan yang sudah terkenal.
113
Subak Jatiluwih terkenal akan produksi beras merahnya. Beberapa beras
merah yang dihasilkan telah memiliki sertifikat SNI pangan organik
unggulan karena tidak menggunakan pestisida. Penggunaan bahan
makanan organik harus terus dikembangkan karena selain baik untuk
kesehatan petani dan penggunanya juga berguna untuk kelestarian
lingkungan.
e. Sudah memiliki lembaga pengelola.
Lembaga pengelola pada suatu daerah berfungsi untuk mempermudah
koordinasi, pembagian kerja dan tanggung jawab. Badan pengelola yang
ada di Jatiluwih terdiri semua stake holder yang ada serta memiliki visi
meningkatkan kesejahteraan masyarakat Jatiluwih melalui
pengembangan pembangunan yang BALI (Bersih, Aman, Lestari, Indah)
dengan menitik beratkan pada pertanian.
f. Terdapat jalur trecking dan cycling yang cukup memadai.
Salah satu kegiatan wisata yang berwawasan lingkungan dan mudah
dikelola adalah kegiatan tracking dan cycling. Jalur tracking dan cycling
yang ada di Subak Jatiluwih sangat beragam dari yang berjalur tanah,
pengerasan berbahan semen hingga paving. Kegiatan tracking dan
cycling yang melibatkan anggota subak dapat membantu anggota subak
untuk mengecek aliran irigasi dari sumber air, sehingga mempercepat
penanganan apabila terdapat gangguan pada saluran irigasi.
g. Aktifitas anggota subak yang sarat akan budaya dan berwawasan
lingkungan.
114
Hampir tidak ada aktivitas anggota subak yang tidak luput dari kegiatan
upacara. Semua kegiatan upacara yang dilakukan bertujuan untuk
menyelaraskan hubungan manusia dengan Tuhan, manusia dengan alam
dan sesama manusia. Kegiatan upacara yang memerlukan beberapa
bahan-bahan yang bersumber dari alam baik berupa tanaman maupun
hewan, oleh karena itu anggota Subak Jatiluwih senantiasa merawat dan
memelihara bahan-bahan alam sebagai sarana pada pelaksanaan upacara-
upacara tersebut.
2. Kelemahan
a. Kerusakan saluran irigasi dan berkurangnya debit sumber air
menyebabkan lahan persawahan rentan mengalami kekeringan.
Pertanian sawah seperti subak memiliki ketergantungan yang sangat
tinggi terhadap air. Terjadinya perubahan cuaca, musim dan
berkurangnya debit air dari sumber mata air serta banyaknya kerusakan
saluran irigrasi baik karena faktor alam maupun manusia berpotensi
menimbulkan kekeringan yang pada akhirnya dapat merugikan petani.
b. Topografi wilayah dengan tingkat kemiringan yang cukup tinggi dan
kondisi curah hujan yang tinggi bepotensi menyebabkan longsor.
Longsor sering terjadi di Subak Jatiluwih, terutama pada musim hujan.
Longsor tidak hanya merugikan areal persawahan yang terkena longsor
saja namun apabila longsor terjadi pada daerah saluran irigasi hal
tersebut dapat mengurangi jumlah pasokan air ke areal persawahan
115
dibawahnya yang pada akhirnya dapat menyebabkan kekeringan dan
mematikan tanaman padi.
c. Minimnya kualitas SDM terutama dalam penguasan bahasa asing.
Sumber daya manusia merupakan faktor yang sangat penting dalam
pengembangan pariwisata di Subak Jatiluwih. Pengembangan tersebut
hendaknya melibatkan anggota subak, namun kualitas dan kompetensi
yang dimiliki anggota subak masih kurang memadai, terutama dalam hal
penguasaan bahasa asing. Hasil wawancara dengan Klian Subak
Jatiluwih dan Klian Tempek, hanya Klian Subak Jatiluwih dan Klian Sub
Subak Umadui yang cukup menguasai bahasa Inggris, hal tersebut
dikarenakan pada umumnya anggota subak berprofesi sebagai petani dan
hanya mengenyam pendidikan rendah.
d. Kurangnya fasilitas penunjang pariwisata seperti parkir dan toilet umum.
Lahan parkir yang memadai saat ini hanya terdapat di Desa Soko.
Wisatawan yang berkunjung ke Subak Jatiluwih umumnya memarkir
kendaraanya di bahu jalan. Lahan parkir yang tersedia di Jatiluwih
bersifat khusus dan diperuntukan bagi pengunjung rumah makan dan café
yang ada di sepanjang jalan utama. Penggunaan bahu jalan sebagai area
parkir sangat mengganggu dan dapat menyebabkan kemacetan.
Ketersediaan toilet umum di Subak Jatiluwih pada saat ini masih sangat
terbatas, para wisatawan biasa menggunakan toilet yang ada pada
beberapa rumah makan dan café atau di kantor badan pengelola DTW
Jatiluwih.
116
e. Pengelolaan potensi subak belum maksimal (kebanyakan wisatawan
hanya melihat pemandangan sawah dari pinggir jalan utama).
Sejak ditetapkanya Subak Jatiluwih sebagai bagian Catur Angga
Batukaru penerima status Warisan Budaya Dunia dari UNESCO banyak
wisatawan yang berkunjung. Kebanyakan wisatawan yang datang
berkunjung hanya sekedar melihat-lihat pemandangan persawahan baik
secara langsung maupun dari café atau rumah makan yang ada di
sepanjang jalan utama.
f. Kondisi jalan menuju Subak Jatiluwih yang kurang memadai.
Kondisi jalan di Subak Jatiluwih terbagi atas dua bagian yaitu menuju
Subak Jatiluwih dan di Subak Jatiluwih itu sendiri baik yang berupa jalan
setapak atau pematang sawah. Kondisi jalan menuju Subak Jatiluwih
banyak yang mengalami kerusakan dan kurang memadai (kecil),
terutama jalan dari Desa Senganan hingga Desa Soko. Kondisi jalan di
Subak Jatiluwih banyak yang masih berupa tanah sehingga kurang
memadai terutama pada musim hujan.
g. Konflik penggunaan air baik antar sesama anggota subak, dengan
pemerintah dan swasta.
Air merupakan sumber penting bagi pertanian sawah. Ketika sumber
daya air berkurang dalam hal jumlah sumber dan debitnya sedangkan
jumlah pengguna air meningkat hal tersebut akan memunculkan berbagai
permasalahan. Semakin langka air yang tersedia dalam suatu subak
semakin sering terjadi perselisihan yang berhubungan dengan
117
pemnfaatan air. Anggota Subak yang sangat kekurangan air akan tergoda
untuk memanfaatkan air yang ada dengan cara-cara yang kurang baik.
7.1.2.Analisis Faktor Eksternal
Analisis faktor eksternal menggambarkan peluang dan ancaman dalam
pengelolaan lingkungan ekowisata di Subak Jatiluwih sebagai berikut.
1. Peluang
a. Status Subak Jatiluwih sebagai warisan budaya dunia dari UNESCO.
Penetapan Subak Jatiluwih sebagai bagian warisan budaya dunia
membuat Subak Jatiluwih dikenal oleh masyarakat dunia. Program
Warisan Budaya Dunia dari UNESCO bertujuan untuk mengkatalog dan
melestarikan tempat-tempat yang sangat penting dan berarti bagi manusia
sehingga dapat menjadi warisan bagi generasi berikutnya.
b. Perubahan paradigma terhadap kegiatan wisata berbasis lingkungan yang
cenderung meningkat.
Dalam beberapa tahun terakhir ini, paradigma kegiatan pariwisata telah
mengalami pergeseran seiring dengan penerapan konsep pembangunan
berkelanjutan secara global. Kegiatan pariwisata mulai bergeser dari
pariwisata dengan modal dan jumlah besar (mass tourism) ke pariwisata
berbasis alam dan budaya lokal. Jenis kegiatan wisata ini mulai digemari
oleh wisatawan karena mementingkan nilai konservasi, kealamian dari
suatu tempat dan penghargaan konsep-konsep preservasi dan konservasi
terhadap lingkungan dan budaya lokal.
118
c. Merupakan pengembangan pariwisata yang berwawasan lingkungan dan
budaya.
Perkembangan industri pariwisata sering diidentikan dengan kerusakan
lingkungan. Banyak pembangunan fasilitas penunjang pariwisata
dilakukan dengan merubah bentang alam. Oleh karena itu perlu
dilakukan pengembangan pariwisata yang berwawasan lingkungan dan
budaya agar bukan hanya mendatangkan manfaat ekonomi saja namun
terhadap pelestarian alam dan budaya setempat.
d. Kebijakan pemerintah pusat untuk swasembada pangan.
Program swasembada pangan yang dicanangkan pemerintah pusat pada
tahun 2017 memberikan angin segar kepada para petani. Anggaran
dibidang pertanian mengalami peningkatan. Banyak program bantuan
kepada petani digulirkan seperti bantuan alat atau mesin pertanian, pupuk
dan benih padi. Kebijakan-kebijakan tersebut merupakan peluang yang
sangat membantu petani untuk meningkatkan produksi dan
keberlangsungan sawah.
e. Perubahan paradigma terhadap bahan makanan organik terutama beras
merah yang cenderung meningkat.
Gaya hidup sehat menjadi pilihan masyarakat dewasa ini. Masyarakat
kini mulai meninggalkan gaya hidup yang serba instan, termasuk
makanan terutama beras. Beras organik dan beras merah merupakan
produk makanan yang mulai digemari karena mengandung nutrisi yang
berguna bagi tubuh. Permintaan akan beras organik dan beras merah
119
diperkirakan akan meningkat di tahun-tahun mendatang. Peluang tersebut
harus dapat dimanfaatkan oleh petani agar dapat meningkatkan
kesejahteraanya.
f. Banyak sumber dana yang secara tidak langsung mengarah pada
pengembangan kepariwisataan seperti perbaikan lingkungan.
Pengembangan dan pembangunan yang ada di Subak Jatiluwih bukan
hanya berasal dari satu bidang atau sumber saja, karena kawasan
persawahan seperti Subak Jatiluwih pengelolaanya dan pengembanganya
mencakup banyak bidang. Pengembangan dan pembangunan saluran
irigasi dan kelengkapnya berasal dari Dinas Pekerjaan Umum. Dinas
Pertanian menangani masalah benih, pupuk dan alat pertanian.
Pelestarian kawasan penunjang sumber air didapat dari Dinas Kehutanan
atau Badan Lingkungan Hidup. Promosi, penguatan budaya dan adat
didapat dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan.
g. Harga paket ekowisata yang ditawarkan berpeluang terus meningkat
karena berhubungan dengan kepuasan wisatawan dan kelengkapan
fasilitas penunjang.
Subak Jatiluwih merupakan kawasan yang baru berkembang, badan
pengelola yang dibentuk baru berumur dua tahun. Seiring dengan
pengembangan dan pembangunan fasilitas serta peningkatan kualitas
SDM yang mumpuni, harga paket ekowisata yang ditawarkan dapat terus
ditingkatkan apalagi ditunjang dengan peningkatan kepuasan wisatawan.
Peningkatan harga paket ekowisata tersebut diharapkan dapat
120
meningkatkan kesejahteraan petani dan masyarakat sekitar sehingga
keberadaan subak dapat terus terjaga.
2. Ancaman
a. Adanya persaingan antar daerah tujuan wisata yang memiliki kesamaan
potensi.
Pulau Bali memiliki berbagai tempat yang dikembangkan sebagai tempat
tujuan wisata. Sebagai salah satu tempat yang baru berkembang Subak
Jatilwuih dihadapkan dengan persaingan untuk merebut perhatian para
wisatawan yang berkunjung ke Bali. Persaingan tersebut datang dari
daerah yang memiliki kesamaan potensi dan memiliki pengelolaan
lingkungan yang cukup baik serta sudah lebih dahulu terkenal.
b. Perubahaan dan ketidakpastian musim yang dapat menyebabkan
kekeringan dan musim hujan berkepanjangan.
Tanaman padi sangat tergantung pada kondisi musim dan cuaca.
Kegagalan musim tanam dapat terjadi lantaran curah hujan sedikit,
sementara air irigasi semakin sedikit akibat musim kemarau panjang.
Tingginya curah hujan yang turun hari juga dapat membuat tanaman padi
yang siap dipanen manjadi tergenang air, apabila air tidak surut dalam
beberapa hari maka tanaman padi akan membusuk dan mati sehingga
dapat merugikan petani.
c. Banyaknya peternakan ayam di sekitar subak yang dapat menyebabkan
pencemaran.
121
Peternakan ayam selain meningkatkan kesejahteraan juga membawa
dampak negatif bagi lingkungan. Salah satu dampak negatif dari usaha
peternakan ayam adalah menimbulkan bau yang kurang sedap, merusak
pemandangan dan meningkatkan jumlah lalat, sehingga perlu dibuat
pengaturan tentang tata letak peternakan ayam yang diluar daerah-daerah
yang sering dikunjungi wisatawan.
d. Meningkatnya kunjungan wisatawan akan meningkatkan alih fungsi
lahan.
Meningkatkanya kunjungan wisatawan pasca ditetapkanya Subak
Jatiluwih sebagai Warisan Budaya dunia dari UNESCO dibarengi dengan
peningkatan pembangunan fasilitas penunjang pariwisata seperti café,
restoran dan penginapan. Peningkatan alih fungsi lahan berpotensi
membahayakan subak, karena subak adalah sebuah sistem yang terpadu,
ketika sebagian lahan dijual, beban yang ditanggung oleh persawahan di
sekitarnya akan meningkat. Kondisi ini memberikan tekanan yang lebih
besar bagi petani untuk menjual sawahnya, yang kemudian mengancam
keberlangsungan seluruh subak.
e. Kebijakan pemerintah yang belum jelas.
Perda Kabupaten Tabanan Nomor 6 Tahun 2014 tentang Kawasan Jalur
Hijau, menyebutkan bahwa Kawasan Jalur Hijau Senganan-Jatiluwih
berjarak 1.000m dari sebelah kanan dan kiri jalan. Berdasarkan peraturan
tersebut diluar jarak 1.000m dari jalan masyarakat yang memiliki lahan
baik berupa lahan persawahan maupun perkebunan dapat mendirikan
122
sebuah bangunan. Hal tersebut tentu bertentangan dengan Perda Provinsi
Bali Nomor 16 Tahun 2009 dimana Subak Jatiluwih masuk dalam
Kawasan Warisan Budaya yang harus dipertahankan keasliannya.
f. Minimnya pendapatan petani dari mengelola sawah.
Dewasa ini sangat sedikit anggota masyarakat yang ingin menjadi petani
padi. Hal tersebut dikarenakan minimnya penghasilan sebagai petani
padi. Ongkos produksi mulai dari membeli benih, pupuk, pestisida,
ongkos mengolah tanah, membayar tenaga kerja tanam, penyiangan, dan
panen yang dikeluarkan hampir sebanding dengan pendapatan yang
diperoleh dari hasil panen. Hal tersebut menyebabkan banyak lahan
persawahan yang dijual atau petani lebih memilih pekerjaan lain untuk
dapat menghidupi keluarganya.
g. Serangan hama seperti wereng dan tikus yang dapat merusak tanaman
padi.
Subak Jatiluwih seperti areal persawahan pada umumnya sangat rentan
akan serangan hama seperti wereng dan tikus. Banyak hal yang sudah
dilakukan petani untuk mengusir hama tersebut namun serangan hama
semakin hari semakin meresahkan. Wereng biasanya menyerang batang
dan daun padi. Tikus menyerang batang muda dan buah menyebabkan
kerusakan parah pada tanaman padi dan penurunan produksi. Serangan
hama tersebut dapat menyebabkan gagal panel dan menyerang
keseluruhan subak bahkan dapat menyebar ke subak-subak lainnya yang
berbatasan dengan subak yang terkena serangan.
123
7.1.3.Analisis EFAS dan IFAS
Analisis IFAS (Internal Factor Analysis Summary) digunakan untuk
menganalisis faktor internal berupa kekutan dan kelemahan. Analisis EFAS
(Exsternal Factor Analysis Summary) digunakan untuk menganalisis faktor
eksternal berupa peluang dan ancaman. Setelah dijabarkan faktor-faktor internal
dan eksternal tahap selanjutnya adalah melakukan pembobotan terhadap masing
faktor. Penentuan pembobotan masing-masing faktor dilakukan oleh narasumber
yang dinilai mampu dan mempunyai bidang pekerjaan pada pengelolaan
lingkungan subak dan ekowisata. Identitas narasumber terdapat pada Lampiran 7.
Penentuan pembobotan dilakukan dengan metoda perbandingan berpasangan,
yaitu dengan membandingkan satu faktor dengan faktor lainnya secara
bepasangan. Hasil pembobotan faktor internal dari masing-masing narasumber
terdapat pada Lampiran 14, sedangkan hasil rata-rata pembobotan seperti
disajikan pada Tabel 7.1.
Tabel 7.1
Hasil Rata-Rata Pembobotan Faktor Internal
Kekuatan Bobot
a. Adanya awig-awig yang berwawasan lingkungan. 0,068
b. Memiliki lahan persawahan bertingkat yang indah. 0,071
c. Memiliki sumber mata air alami dan air terjun. 0,063
d. Memiliki varietas beras merah unggulan yang sudah terkenal. 0,044
e. Sudah memiliki lembaga pengelola. 0,083
f. Terdapat jalur trecking dan cycling yang cukup memadai. 0,071
g. Aktifitas anggota subak yang sarat akan budaya danberwawasan lingkungan. 0,097
124
Tabel 7.1 Lanjutan
Kelemahan Bobot
a.Kerusakan saluran irigasi dan berkurangnya debit sumber airmenyebabkan lahan persawahan rentan mengalamikekeringan.
0,083
b.Topografi wilayah dengan tingkat kemiringan yang cukuptinggi dan kondisi curah hujan yang tinggi bepotensimenyebabkan longsor.
0,056
c. Minimnya kualitas SDM terutama dalam penguasan bahasaasing. 0,063
d. Kurangnya fasilitas penunjang pariwisata seperti parkir dantoilet umum. 0,078
e.Pengelolaan potensi subak belum maksimal (kebanyakanwisatawan hanya melihat pemandangan sawah dari pinggirjalan utama).
0,071
f. Kondisi jalan menuju Subak Jatiluwih yang kurangmemadai. 0,070
g. Konflik penggunaan air baik antar sesama anggota subak,dengan pemerintah dan swasta. 0,078
JUMLAH 1,000Sumber: Hasil Penelitian Tahun 2015
Hasil rata-rata pembobobotan narasumber untuk faktor kekuatan
menunjukkan bahwa aktifitas anggota subak yang sarat akan budaya dan
berwawasan lingkungan memiliki bobot tertinggi disusul sudah adanya lembaga
pengelola di posisi kedua dan adanya jalur trecking dan cycling yang cukup
memadai di posisi ketiga. Hasil pembobotan dari narasumber tersebut
mengindikasikan bahwa aktivitas anggota subak yang sarat akan budaya dan
berwawasan lingkungan serta adanya lembaga pengelola di Subak Jatiluwih
merupakan kekuatan utama dalam pengelolaan lingkungan ekowisata. Dengan
adanya aktivitas anggota subak yang sarat akan budaya dan berwawasan
lingkungan maka kelestarian lingkungan akan terjaga. Badan Pengelola akan
125
mempermudah koordinasi dan pengawasan dalam pengelolaan lingkungan
ekowisata di Subak Jatiluwih.
Hasil rata-rata pembobotan untuk faktor kelemahan menunjukan bahwa
kerusakan saluran irigasi dan berkurangnya debit sumber air yang menyebabkan
lahan persawahan rentan mengalami kekeringan memiliki bobot tertinggi, disusul
adanya konflik penggunaan air baik antar sesama anggota subak, dengan
pemerintah dan swasta serta kurangnya fasilitas penunjang pariwisata seperti
parkir dan toilet umum dengan bobot yang sama. Kondisi tersebut menyatakan
bahwa kerusakan saluran irigasi dan berkurangnya debit air dapat menyebabkan
kekeringan merupakan kelemahan utama dalam pengelolaan lingkungan di Subak
Jatiluwih, karena subak merupakan faktor utama pengelolaan ekowisata di Subak
Jatiluwih dan Desa Jatiluwih yang harus dijaga kelestariannya. Hasil pembobotan
untuk faktor eksternal dari narasumber terdapat pada Lampiran 15. Sedangkan
Hasil rata-rata pembobotan faktor eksternal disajikan pada Tabel 7.2.
Tabel 7.2
Hasil Rata-Rata Pembobotan Faktor Eksternal
Peluang Bobot
a. Status Subak Jatiluwih sebagai warisan budaya dunia dariUNESCO. 0,092
b. Perubahan paradigma terhadap kegiatan wisata berbasislingkungan yang cenderung meningkat. 0,073
c. Merupakan pengembangan pariwisata yang berwawasanlingkungan dan budaya. 0,087
d. Kebijakan pemerintah pusat untuk swasembada pangan. 0,058
e. Perubahan paradigma terhadap bahan makanan organik terutamaberas dan beras merah yang cenderung meningkat. 0,048
f. Banyak sumber dana yang secara tidak langsung mengarah padapengembangan kepariwisataan seperti perbaikan lingkungan. 0,080
126
Tabel 7.2 Lanjutan
g.Harga paket ekowisata yang ditawarkan berpeluang terusmeningkat karena berhubungan dengan kepuasan wisatawan dankelengkapan fasilitas penunjang.
0,060
Ancaman Bobot
a. Adanya persaingan antar daerah tujuan wisata yang memilikikesamaan potensi seperti ubud, payangan dan lain sebagainya. 0,075
b. Perubahaan dan ketidakpastian musim yang dapat menyebabkankekeringan dan musim hujan berkepanjangan. 0,075
c. Banyaknya peternakan ayam di sekitar subak yang dapatmenyebabkan pencemaran. 0,061
d. Meningkatnya kunjungan wisatawan akan meningkatkan alihfungsi lahan. 0,070
e. Kebijakan pemerintah yang belum jelas. 0,070
f. Minimnya pendapatan petani dari mengelola sawah. 0,068
g. Serangan hama seperti wereng dan tikus yang dapat merusaktanaman padi. 0,082
JUMLAH 1,000
Sumber: Hasil Penelitian Tahun 2015
Hasil rata-rata pembobotan narasumber untuk faktor peluang
menunjukkan bahwa status Subak Jatiluwih sebagai warisan budaya dunia dari
UNESCO memiliki bobot tertinggi disusul pengembangan pariwisata yang
berwawasan lingkungan dan budaya di posisi kedua dan banyaknya sumber dana
yang secara tidak langsung mengarah pada pengembangan kepariwisataan seperti
perbaikan lingkungan di posisi ketiga. Sejak ditetapkanya Subak Jatiluwih sebagai
bagian Catur Angga Batukaru penerima status Warisan Budaya Dunia dari
UNESCO banyak perbaikan dan pengembangan yang dilakukan di Subak
Jatiluwih seperti pembentukan badan pengelola dan manajamen operasional serta
adanya peningkatan jumlah kunjungan wisatawan ke Subak Jatiluwih. Hal
127
tersebut mengindikasikan bahwa status Subak Jatiluwih sebagai warisan budaya
dunia dari UNESCO merupakan peluang utama dalam pengelolaan lingkungan
ekowisata di Subak Jatiluwih.
Hasil rata-rata pembobobotan narasumber untuk faktor ancaman
menunjukkan bahwa serangan hama seperti wereng dan tikus yang dapat merusak
tanaman padi memiliki bobot tertinggi disusul adanya persaingan antar daerah
tujuan wisata yang memiliki kesamaan potensi seperti ubud, payangan serta
perubahaan dan ketidakpastian musim yang dapat menyebabkan kekeringan dan
musim hujan berkepanjangan dengan bobot yang sama. Ketiga faktor ancaman
dengan bobot tertinggi dua diantaranya merupakan ancaman yang secara langsung
dapat menganggu keberlangsungan subak. Serangan hama dan perubahaan serta
ketidakpastian musim secara langsung dapat menganggu keberlangsungan subak
yang pada akhirnya dapat menganggu pengelolaan lingkungan ekowisata di Subak
Jatiluwih.
Tahap selanjutnya dalam analisis IFAS dan EFAS adalah menentukan
peringkat (rating) dari masing faktor baik internal (kekuatan dan kelemahan)
maupun eksternal (peluang dan ancaman). Penilaian rating faktor dilakukan
dengan memberikan peringkat (rating) antara 1 sampai 4 untuk masing masing
faktor, dengan keterangan nilai 1 (sangat lemah), 2 (agak lemah), nilai 3 (cukup
kuat) dan nilai 4 (sangat kuat). Penilaian rating faktor internal dari narasumber
terdapat pada Lampiran 16 sedangkan penilaian rating faktor eksternal terdapat
pada Lampiran 17. Analisis IFAS dan EFAS mengahasilkan Tabel IFAS dan
Tabel EFAS seperti disajikan pada Tabel 7.3 dan Tabel 7.4.
128
Tabel 7.3
Tabel Internal Factor Analysis Summary (IFAS)
Kekuatan Bobot RatingBobot
xRating
a. Adanya awig-awig yang berwawasan lingkungan. 0,068 3,143 0,214
b. Memiliki lahan persawahan bertingkat yang indah. 0,071 3,571 0,255
c. Memiliki sumber mata air alami dan air terjun. 0,063 3,429 0,216
d. Memiliki varietas beras merah unggulan yangsudah terkenal. 0,044 2,857 0,127
e. Sudah memiliki lembaga pengelola. 0,083 3,000 0,250
f. Terdapat jalur trecking dan cycling yang cukupmemadai. 0,071 3,000 0,214
g. Aktifitas anggota subak yang sarat akan budayadan berwawasan lingkungan. 0,097 3,143 0,306
Kelemahan Bobot RatingBobot
xRating
a.Kerusakan saluran irigasi dan berkurangnya debitsumber air menyebabkan lahan persawahan rentanmengalami kekeringan.
0,083 2,857 0,239
b.Topografi wilayah dengan tingkat kemiringan yangcukup tinggi dan kondisi curah hujan yang tinggibepotensi menyebabkan longsor.
0,056 2,571 0,145
c. Minimnya kualitas SDM terutama dalampenguasan bahasa asing. 0,063 2,714 0,171
d. Kurangnya fasilitas penunjang pariwisata sepertiparkir dan toilet umum. 0,078 3,143 0,246
e.Pengelolaan potensi subak belum maksimal(kebanyakan wisatawan hanya melihatpemandangan sawah dari pinggir jalan utama).
0,071 2,571 0,184
f. Kondisi jalan menuju Subak Jatiluwih yang kurangmemadai. 0,070 2,857 0,199
g. Konflik penggunaan air baik antar sesama anggotasubak, dengan pemerintah dan swasta. 0,078 2,429 0,190
JUMLAH 1,000 2,957
Sumber: Hasil Penelitian Tahun 2015
129
Hasil rata-rata penilaian faktor kekuatan (Lampiran 16) menunjukkan
bahwa lahan persawahan bertingkat yang indah memiliki nilai tertinggi dengan
nilai 3,571, disusul memiliki sumber mata air alami dan air terjun dengan nilai
3,429. Peringkat ketiga terdapat dua kekuatan dengan nilai yang sama yaitu
adanya awig-awig yang berwawasan lingkungan dan Aktifitas anggota subak
yang sarat akan budaya dan berwawasan lingkungan dengan nilai masing-masing
3,143. Hasil rata-rata penilaian untuk faktor kelemahan (Lampiran 16)
menunjukan bahwa kelemahan dengan nilai tertinggi adalah kurangnya fasilitas
penunjang pariwisata seperti parkir dan toilet umum dengan nilai 3,143 disusul
oleh dua faktor kelemahan dengan nilai yang sama yaitu adanya kerusakan saluran
irigasi dan berkurangnya debit sumber air menyebabkan lahan persawahan rentan
mengalami kekeringan dan kondisi jalan menuju Subak Jatiluwih yang kurang
memadai dengan nilai masing-masing 2,857. Hasil penjumlahan perkalian antara
bobot dan rating untuk faktor internal menghasilkan nilai 2,957. Analisis EFAS
mengahasilkan Tabel EFAS seperti disajikan pada Tabel 7.4.
Tabel 7.4
Tabel Exsternal Factor Analysis Summary (EFAS)
Peluang Bobot RatingBobot
xRating
a. Status Subak Jatiluwih sebagai warisan budaya duniadari UNESCO. 0,092 3,286 0,303
b. Perubahan paradigma terhadap kegiatan wisataberbasis lingkungan yang cenderung meningkat. 0,073 2,857 0,210
c. Merupakan pengembangan pariwisata yangberwawasan lingkungan dan budaya. 0,087 3,286 0,286
d. Kebijakan pemerintah pusat untuk swasembadapangan. 0,058 2,429 0,141
130
Tabel 7.4 Lanjutan
e.Perubahan paradigma terhadap bahan makananorganik terutama beras dan beras merah yangcenderung meningkat.
0,048 2,571 0,123
f.Banyak sumber dana yang secara tidak langsungmengarah pada pengembangan kepariwisataan sepertiperbaikan lingkungan.
0,080 2,571 0,206
g.
Harga paket ekowisata yang ditawarkan berpeluangterus meningkat karena berhubungan dengankepuasan wisatawan dan kelengkapan fasilitaspenunjang.
0,060 2,571 0,154
Ancaman Bobot RatingBobot
xRating
a.Adanya persaingan antar daerah tujuan wisata yangmemiliki kesamaan potensi seperti ubud, payangandan lain sebagainya.
0,075 3,000 0,226
b.Perubahaan dan ketidakpastian musim yang dapatmenyebabkan kekeringan dan musim hujanberkepanjangan.
0,075 2,571 0,193
c. Banyaknya peternakan ayam di sekitar subak yangdapat menyebabkan pencemaran. 0,061 2,429 0,149
d. Meningkatnya kunjungan wisatawan akanmeningkatkan alih fungsi lahan. 0,070 2,571 0,180
e. Kebijakan pemerintah yang belum jelas. 0,070 2,571 0,180
f. Minimnya pendapatan petani dari mengelola sawah. 0,068 2,000 0,136
g. Serangan hama seperti wereng dan tikus yang dapatmerusak tanaman padi. 0,082 2,286 0,188
JUMLAH 1,000 2,673
Sumber: Hasil Penelitian Tahun 2015
Hasil rata-rata penilaian faktor peluang dari narasumber (Lampiran 17)
menghasilkan dua fakor peluang dengan nilai tertinggi yaitu status Subak
Jatiluwih sebagai Warisan Budaya Dunia dari UNESCO dan merupakan
pengembangan pariwisata yang berwawasan lingkungan dan budaya dengan nilai
131
masing-masing 3,286. Sedangkan adanya perubahan paradigma terhadap kegiatan
wisata berbasis lingkungan yang cenderung meningkat menempati peringkat
berikutnya dengan nilai 2,857. Hasil rata-rata penilaian dari narasumber untuk
faktor ancaman (Lampiran 17) menujukkan bahwa ancaman dengan nilai tertinggi
adalah adanya persaingan antar daerah tujuan wisata yang memiliki kesamaan
potensi dengan nilai 3, disusul oleh tiga ancaman dengan nilai yang sama yaitu
perubahaan dan ketidakpastian musim yang dapat menyebabkan kekeringan dan
musim hujan berkepanjangan, meningkatnya kunjungan wisatawan akan
meningkatkan alih fungsi lahan serta kebijakan pemerintah yang belum jelas
dengan nilai masing-masing 2,571. Hasil penjumlahan perkalian antara bobot dan
rating untuk faktor internal menghasilkan nilai 2,673.
Nilai total penjumlahan perkalian antara bobot dan rating untuk faktor
internal dan eksternal pada Tabel 7.3 dan Tabel 7.4 digunakan untuk
memposisikan memposisikan strategi umum yang digunakan dalam pengelolaan
lingkungan ekowisata di Subak Jatiluwih. Hasil penjumlahan perkalian antara
bobot dan rating untuk faktor internal (IFAS) menghasilkan nilai 2,957,
sedangkan hasil penjumlahan perkalian antara bobot dan rating untuk faktor
eksternal (EFAS) menghasilkan nilai 2,673. Hal tersebut memposisikan strategi
umum yang digunakan adalah strategi pada sel V dengan strategi pertumbuhan
melalui integrasi horisontal atau strategi stabilitas (strategi tidak berubah atau
strategi laba) seperti ditunjukan pada Tabel 7.5.
132
Tabel 7.5.
Matriks Internal Factor Analysis Summary (IFAS) dan Exsternal Factor Analysis
Summary (EFAS) Strategi Umum Pengelolaan Lingkungan Ekowisata di Subak
Jatiluwih
VPertumbuhanKonsentrasi via
integrasi HorisontalStabilitas
Strategi tidakberubah/Strategi laba
Sumber: Hasil Penelitian Tahun 2015
Strategi pertumbuhan melalui integrasi horisontal dilakukan dengan
berkonsentrasi pada kegiatan usaha yang sekarang dilakukan dan melakukan
integrasi horisontal yaitu dengan cara memperluas kegiatan-kegiatan, menambah
dan mengembangkan rentang produk dan jasa yang ditawarkan serta
memanfaatkan kekuatan dan peluang yang ada dan memperkecil dampak
kelemahan dan ancaman yang mungkin muncul. Selain strategi tersebut posisi
pada sel V juga dapat menerapkan strategi stabilitas (strategi tidak berubah atau
strategi laba). Strategi stabilitas tidak melakukan perubahan-perubahan yang
1,0
1,0
2,0
2,0
3,0
3,04,0
Kuat(3,0 – 4,0)
Sedang(2,0 – 2,99)
Lemah(1,0 – 1,99)
Menengah(2,0 – 2,99)
Tinggi(3,0 – 4,0)
Rendah(1,0 – 1,99)
133
berarti dan tetap melakukan usaha-usaha yang sedang dijalankan dan hanya
melakukan sedikit penyesuian untuk mendapat laba. Oleh karena itu terdapat dua
strategi umum yang dapat dilakukan dalam pengelolaan lingkungan ekowisata di
Subak Jatiluwih yaitu:
1. Strategi pertumbuhan melalui integrasi horisontal, hal tersebut
dikarenakan nilai faktor internal (IFAS) sebesar 2,957 yang hampir
mendekati nilai 3 yang menunjukkan bahwa kuatnya faktor internal
yang dimiliki. Strategi tersebut dapat dilakukan dengan pengelolaan
lingkungan ekowisata yang berbasis pertanian, budaya dan alam yang
dapat menarik wisatawan.
2. Strategi stabilitas. Strategi ini terutama digunakan pada pengelolaan
lingkungan yaitu dengan tidak melakukan perubahan-perubahan yang
berarti terhadap kondisi lingkungan kecuali untuk perbaikan lingkungan
seperti perbaikan saluran irigasi dan jalan. Strategi ini penting
dilakukan untuk menjaga keaslian dan kelestarian lingkungan agar
dapat berguna bagi generasi sekarang dan generasi yang akan datang.
7.1.4.Analisis SWOT
Analisis SWOT merupakan alat (tool) yang dapat dipakai untuk
menganalisis berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi
kebijakan yang akan digunakan. Hasil analisis SWOT dapat dilihat pada Tabel
7.6.
134
Tabel 7.6Analisis Strengths Weaknesses Opportunities Threats (SWOT)
FAKTOR-FAKTORINTERNAL
FAKTOR-FAKTOREKSTERNAL
KEKUATAN (STRENGTHS) KELEMAHAN (WEAKNESSES)
1. Adanya awig-awig yang berwawasan lingkungan.2. Memiliki lahan persawahan bertingkat yang indah.3. Memiliki sumber mata air alami dan air terjun.4. Memiliki varietas beras merah unggulan yang sudah terkenal.5. Sudah memiliki lembaga pengelola.6. Terdapat jalur trecking dan cycling yang cukup memadai.7. Aktifitas anggota subak yang sarat akan budaya dan
berwawasan lingkungan.
1. Kerusakan saluran irigasi dan berkurangnya debit sumber airmenyebabkan lahan persawahan rentan mengalami kekeringan.
2. Topografi wilayah dengan tingkat kemiringan yang cukup tinggi dankondisi curah hujan yang tinggi bepotensi menyebabkan longsor.
3. Minimnya kualitas SDM terutama dalam penguasan bahasa asing.4. Kurangnya fasilitas penunjang pariwisata seperti parkir dan toilet
umum.5. Pengelolaan potensi subak belum maksimal (kebanyakan wisatawan
hanya melihat pemandangan sawah dari pinggir jalan utama).6. Kondisi jalan menuju Subak Jatiluwih yang kurang memadai.7. Konflik penggunaan air baik antar sesama anggota subak, dengan
pemerintah dan swasta.PELUANG (OPPORTUNITIES) Strategi SO Strategi WO
a. Status Subak Jatiluwih sebagai warisan budaya dunia dari UNESCO.b. Perubahan paradigma terhadap kegiatan wisata berbasis lingkungan
yang cenderung meningkat.c. Merupakan pengembangan pariwisata yang berwawasan lingkungan
dan budaya.d. Kebijakan pemerintah pusat untuk swasembada pangan.e. Perubahan paradigma terhadap bahan makanan organik terutama beras
dan beras merah yang cenderung meningkat.f. Banyak sumber dana yang secara tidak langsung mengarah pada
pengembangan kepariwisataan seperti perbaikan lingkungan.g. Harga paket ekowisata yang ditawarkan berpeluang terus meningkat
karena berhubungan dengan kepuasan wisatawan dan kelengkapanfasilitas penunjang.
1. Pengelolaan lingkungan ekowisata berbasis pertanian, budayadan alam (2, 3, 4, 6, 7 – a, b, c, g)
2. Menciptakan beras merah sebagai brand Subak Jatiluwih (4 –d, e)
3. Memaksimalkan kinerja lembaga pengelola dan menjalinkerjasama dengan instansi atau stakeholder terkait (5 – d, f)
4. Meningkatkan partisipasi anggota subak dalam pengawasanpelaksanaan awig-awig dan peraturan perundang undangan(1, 7 – b, c)
1. Peningkatan kualitas lingkungan, sarana prasana pertanian, saluranirigasi dan fasilitas penunjang pariwisata (1, 2, 4, 6, 7 – a, c, d, f)
2. Peningkatan ketrampilan dan kualitas SDM (3, 5 – b, g).3. Peningkatan produksi beras merah organik (5 – d, e)
ANCAMAN (THREATS) Strategi ST Strategi WT
a. Adanya persaingan antar daerah tujuan wisata yang memiliki kesamaanpotensi.
b. Perubahaan dan ketidakpastian musim yang dapat menyebabkankekeringan dan musim hujan berkepanjangan.
c. Banyaknya peternakan ayam di sekitar subak yang dapat menyebabkanpencemaran.
d. Meningkatnya kunjungan wisatawan akan meningkatkan alih fungsilahan.
e. Kebijakan pemerintah yang belum jelas.f. Minimnya pendapatan petani dari mengelola sawah.g. Serangan hama seperti wereng dan tikus yang dapat merusak tanaman
padi.
1. Memperkenalkan keunikan potensi alam subak jatiluwih danberas merah (2, 3, 4, 6, 7 – a)
2. Memperkuat awig-awig tentang pengelolaan lingkungan atauperda RTRW (1, 5, 7 – b, c, d, e)
3. Pemberdayaan anggota subak dalam pengelolaan potensi (2,3, 5, 6, 7 – f)
4. Pengendalian dan penanggulangan hama secara terpadu (2, 4– e, g)
1. Pendataan potensi bencana longsor dan kerusakan saluran irigasiserta pemantauan debit sumber air (1, 2, 7 – b)
2. Menjalin kerjasama antara pengusaha peternakan ayam dan anggotasubak (3 - c, f)
3. Pemanfaatan anggota subak dalam pembangunan sarana danprasarana penunjang (3, 4, 6 – f)
4. Sosialisasi peraturan mengenai jalur hijau dan pemberian insentifbagi jalur hijau serta pengenaan jasa lingkungan ( - d, e, f)
135
Analisis SWOT didasarkan pada logika untuk memaksimalkan
kekuatan (Strength) dan peluang (Opportunities), namun secara bersamaan dapat
meminimalkan kelemahan (Weakness) dan ancaman (Threats). Guna mewujudkan
pengelolaan lingkungan ekowisata di Subak Jatiluwih terdapat empat strategi yang
dapat digunakan untuk pengelolaan lingkungan ekowisata di Subak Jatiluwih
(Tabel 7.6) sebagai berikut.
7.1.4.1. Strategi Strength Opportunities (SO)
Strategi SO adalah strategi yang meningkatkan indikator kekuatan yang
dimiliki Subak Jatiluwih dengan cara memanfaatkan indikator peluang-peluang
yang ada dalam mengelola lingkungan ekowisata di Subak Jatiluwih yaitu sebagai
berikut.
1. Pengelolaan lingkungan ekowisata berbasis pertanian, budaya dan
alam (SO1).
2. Menciptakan beras merah sebagai brand Subak Jatiluwih (SO2).
3. Memaksimalkan kinerja lembaga pengelola dan menjalin
kerjasama dengan instansi atau stakeholder terkait (SO3).
4. Meningkatkan partisipasi anggota subak dalam pengawasan
pelaksanaan awig-awig dan peraturan perundang undangan (SO4).
7.1.4.2. Strategi Strength Threats (ST)
Strategi ST adalah strategi yang bertujuan meningkatkan kekuatan yang
dimiliki untuk menimimalkan ancaman-ancaman yang muncul dalam pengelolaan
lingkungan ekowisata di Subak Jatiluwih yaitu sebagai berikut.
136
1. Memperkenalkan keunikan potensi alam Subak Jatiluwih dan beras
merah (ST1).
2. Memperkuat awig-awig tentang pengelolaan lingkungan atau perda
RTRW (ST2).
3. Pemberdayaan anggota subak dalam pengelolaan potensi (ST3).
4. Pengendalian dan penanggulangan hama secara terpadu (ST4).
7.1.4.3. StrategiWeakness Opportunities (WO)
Strategi WO adalah strategi yang bertujuan untuk meminimalkan
kelemahan yang ada dengan dengan cara memanfaatkan peluang-peluang yang
dimiliki dalam pengelolaan lingkungan ekowisata di Subak Jatiluwih yaitu
sebagai berikut.
1. Peningkatan kualitas lingkungan, sarana prasana pertanian, saluran
irigasi dan fasilitas penunjang pariwisata (WO1).
2. Peningkatan ketrampilan dan kualitas SDM (WO2).
3. Peningkatan produksi beras merah organik (WO3).
7.1.4.4. StrategiWeakness Threats (WT)
Strategi WT adalah strategi yang digunakan untuk mengurangi
kelemahan yang ada sehingga dapat memperkecil atau mengilangkan ancaman
yang muncul dalam pengelolaan lingkungan ekowisata di Subak Jatiluwih yaitu
sebagai berikut.
137
1. Pendataan potensi bencana longsor dan kerusakan saluran irigasi
serta pemantauan debit sumber air (WT1).
2. Menjalin kerjasama antara pengusaha peternakan ayam dan
anggota subak (WT2).
3. Pemanfaatan anggota subak dalam pembangunan sarana dan
prasarana penunjang (WT3).
4. Sosialisasi peraturan mengenai jalur hijau dan pemberian insentif
bagi jalur hijau serta pengenaan jasa lingkungan (WT4).
7.1.5.Analisis QSPM
Analisis QSPM atau Quantitative Strategies Planning Matrix adalah
suatu alat atau tools yang digunakan untuk menentukan ketertarikan relatif dari
strategi-strategi alternatif yang telah dipilih untuk merumuskan strategi yang
paling baik atau untuk menentukan skala prioritas strategi yang akan
diimplementasikan dalam pengelolaan lingkungan ekowisata di Subak Jatiluwih.
Analisis QSPM dimulai dengan merumuskan nilai ketertarikan narasumber
terhadap sejumlah strategi yang dirumuskan dalam analisis SWOT. Ketujuh
narasumber diminta memberikan nilai ketertarikan (Attractive Score) terhadap
sejumlah strategi yang telah dirumuskan. Hasil nilai ketertarikan (Attractive
Score) dari narasumber terdapat pada Lampiran 18, sedangkan hasil rata-rata nilai
ketertarikan (Attractive Score) dari narasumber seperti ditunjukan pada Tabel 7.7.
138
Tabel 7.7
Hasil Rata-Rata Nilai Ketertarikan (Attractive Score)
Strategi Strength Opportunities (SO) Rata-Rata AS
1. Pengelolaan lingkungan ekowisata berbasis pertanian, budayadan alam 3,571
2. Menciptakan beras merah sebagai brand Subak Jatiluwih 2,857
3. Memaksimalkan kinerja lembaga pengelola dan menjalinkerjasama dengan instansi atau stakeholder terkait 2,857
4. Meningkatkan partisipasi anggota subak dalam pengawasanpelaksanaan awig-awig dan peraturan perundang undangan 3,286
Strategi Strength Threats (ST) Rata-Rata AS
1. Memperkenalkan keunikan potensi alam subak jatiluwih danberas merah 3,286
2. Memperkuat awig-awig tentang pengelolaan lingkungan atauperda RTRW 3
3. Pemberdayaan anggota subak dalam pengelolaan potensi 34. Pengendalian dan penanggulangan hama secara terpadu 3
Strategi Weaknesses Opportunities (WO) Rata-Rata AS
1. Peningkatan kualitas lingkungan, sarana prasana pertanian,saluran irigasi dan fasilitas penunjang pariwisata. 3,286
2. Peningkatan ketrampilan dan kualitas SDM 3,429
3. Peningkatan produksi beras merah organik 2,857
Strategi Weaknesses Threats (WT) Rata-Rata AS
1. Pendataan potensi bencana longsor dan kerusakan saluranirigasi serta pemantauan debit sumber air. 2,571
2. Menjalin kerjasama antara pengusaha peternakan ayam dananggota subak. 2,286
3. Pemanfaatan anggota subak dalam pembangunan sarana danprasarana penunjang. 3
4. Sosialisasi peraturan mengenai jalur hijau dan pemberianinsentif bagi jalur hijau serta pengenaan jasa lingkungan. 2,857
Sumber: Hasil Penelitian Tahun 2015
139
Langkah selanjutnya setelah mendapatkan nilai rata-rata dari nilai
ketertarikan (Attractive Score/AS) adalah mencari nilai total ketertarikan (Total
Attractive Score/TAS) dengan menggunakan rata-rata bobot masing-masing faktor
internal (kekuatan dan kelemahan) dan faktor eksternal (peluang dan ancaman)
pada analisis IFAS dan EFAS pada Tabel 7.1 dan Tabel 7.2. Jumlah perkalian
antara rata-rata bobot faktor dan rata-rata nilai ketertarikan (Atrractive Score)
menjadi nilai total ketertarikan (Total Attractive Score/TAS). Jumlah dari nilai
TAS ini kemudian dijumlahkan sehingga diperoleh nilai gabungan TAS pada
setiap strategi yang akan diimplementasikan. Hasil analisis QSPM seperti
ditunjukan pada Lampiran 19. Jumlah nilai total ketertarikan (Total Attractive
Score/TAS) untuk tiap-tiap strategi seperti ditunjukan pada tabel 7.8.
Tabel 7.8
Jumlah nilai total ketertarikan (Total Attractive Score/TAS) untuk tiap strategi
Strategi Strength Opportunities (SO) JumlahTAS
1. Pengelolaan lingkungan ekowisata berbasis pertanian, budayadan alam 7,143
2. Menciptakan beras merah sebagai brand Subak Jatiluwih 5,714
3. Memaksimalkan kinerja lembaga pengelola dan menjalinkerjasama dengan instansi atau stakeholder terkait 5,714
4. Meningkatkan partisipasi anggota subak dalam pengawasanpelaksanaan awig-awig dan peraturan perundang undangan 6,571
Strategi Strength Threats (ST) JumlahTAS
1. Memperkenalkan keunikan potensi alam subak jatiluwih danberas merah 6,571
2. Memperkuat awig-awig tentang pengelolaan lingkungan atauperda RTRW 6
3. Pemberdayaan anggota subak dalam pengelolaan potensi 6
4. Pengendalian dan penanggulangan hama secara terpadu 6
140
Tabel 7.8 Lanjutan
Strategi Weaknesses Opportunities (WO) JumlahTAS
1. Peningkatan kualitas lingkungan, sarana prasana pertanian,saluran irigasi dan fasilitas penunjang pariwisata. 6,571
2. Peningkatan ketrampilan dan kualitas SDM 6,857
3. Peningkatan produksi beras merah organik 5,714
Strategi Weaknesses Threats (WT) JumlahTAS
1. Pendataan potensi bencana longsor dan kerusakan saluran irigasiserta pemantauan debit sumber air. 5,143
2. Menjalin kerjasama antara pengusaha peternakan ayam dananggota subak. 4,571
3. Pemanfaatan anggota subak dalam pembangunan sarana danprasarana penunjang. 6
4. Sosialisasi peraturan mengenai jalur hijau dan pemberianinsentif bagi jalur hijau serta pengenaan jasa lingkungan. 5,714
Diolah oleh: Peneliti (2015)
Hasil analisis QSPM seperti pada Tabel 7.8 menunjukkan bahwa
strategi dengan nilai TAS tertinggi adalah pengelolaan lingkungan ekowisata
berbasis pertanian, budaya dan alam dengan nilai 7,143, disusul Peningkatan
ketrampilan dan kualitas SDM dengan nilai 6,857. Pada posisi ketiga terdapat tiga
strategi dengan nilai TAS yang sama yaitu strategi meningkatkan partisipasi
anggota subak dalam pengawasan pelaksanaan awig-awig dan peraturan
perundang undangan, strategi memperkenalkan keunikan potensi alam subak
jatiluwih dan beras merah, dan strategi peningkatan kualitas lingkungan, sarana
prasana pertanian, saluran irigasi dan fasilitas penunjang pariwisata dengan nilai
masing-masing 6,571.
141
Tingginya nilai TAS strategi pengelolaan lingkungan ekowisata
berbasis pertanian, budaya dan alam menunjukkan bahwa strategi ini mempunyai
prioritas utama untuk direalisasikan dibandingkan dengan strategi-strategi lainnya.
Tingginya nilai TAS pada suatu strategi juga menandakan tingginya ketertarikan
narasumber terhadap strategi tersbut. Selain hal tersebut strategi pengelolaan
lingkungan ekowisata berbasis pertanian, budaya dan alam memang dianggap
sesuai dengan karakteristik ekowisata yang lebih bertanggung jawab secara
lingkungan dan alam, memberikan kontribusi yang positip terhadap konservasi
lingkungan dan budaya, sehingga dalam pengelolaan lingkungan ekowisata di
Subak Jatiluwih diharapkan mampu melestarikan sumber daya alam, lingkungan
dan budaya setempat.
7.2. Program Pengelolaan Lingkungan Ekowisata di Subak Jatiluwih
Setelah menentukan strategi utama dalam pengelolaan lingkungan
ekowisata di Subak Jatiluwih. Strategi tersebut kemudian dijabarkan dalam bentuk
beberapa program kerja yang mencermikan strategi tersebut. Proses penjabaran
program-program kerja lebih mengacu kepada interpretasi dari strategi utama.
Penjabaran lebih jelas dari strategi utama ke program-program kerja sebagai
berikut:
A. Strategi SO1: Pengelolaan lingkungan ekowisata berbasis pertanian, budaya
dan alam. Program-program yang dilaksanakan adalah sebagai berikut.
1. Penglolaan lingkungan berbasis pertanian, budaya dan alam.
142
Pengelolaan lingkungan di Subak Jatiluwih bertujuan untuk menekan laju
kerusakan lingkungan yang disebabkan pengembangan pariwisata.
Meningkatnya potensi kerusakan lingkungan karena pengembangan
pariwisata menyebabkan pentingnya upaya-upaya untuk meminimalisasi
dengan strategi kelestarian lingkungan. Pengelolaan lingkungan berbasis
pertanian, budaya dan alam memiliki kriteria sebagai berikut
Pembatasan jumlah pengunjung agar sesuai dengan daya dukung
lingkungan dan sosial budaya.
Pola wisata yang ramah lingkungan.
Pola wisata yang ramah budaya dan adat setempat.
2. Pemantauan kualitas lingkungan dan daya dukung lingkungan.
Pengembangan pariwisata melibatkan berbagai sektor kehidupan. Oleh
karena itu pariwisata mempunyai dampak yang cukup luas baik terhadap
sektor ekonomi, sosial, budaya, politik maupun lingkungan. Laju
kerusakan lingkungan yang disebabkan pengembangan pariwisata
diperkirakan akan meningkat. Oleh karena itu diperlukan pemantauan
kualitas dan daya dukung lingkungan di Subak Jatiluwih. Dengan
diketahuinya daya dukung lingkungan maka dapat ditentukan kegiatan-
kegiatan pembangunan dan pengembangan yang sesuai dengan daya
dukung tersebut sehingga terjadi keserasian antara pembangunan dan
pengembangan pariwisata di Subak Jatiluwih dengan kemampuan
lingkungan.
143
B. Strategi SO2: Menciptakan beras merah sebagai brand Subak Jatiluwih.
Program-program yang dilaksanakan adalah sebagai berikut.
1. Pembuatan Beras Merah sebagai souvenir utama Subak Jatiluwih.
Memasuki abad 21 masyarakat semakin menyadari bahwa penggunaan
bahan kimia seperti pestisida dan hormon pertumbuhan dalam pertanian
berdampak negatip terhadap kesekatan manusia. Pola makan sehat kini
sudah menjadi tren. Salah satu bahan makanan organik yang sangat
bermanfaat bagi kesehatan adalah beras merah. Beras merah produksi
Subak Jatiluwih sudah sangat terkenal karena merupakan varietas beras
merah organik unggulan. Pembuatan beras merah sebagai souvenir utama
Subak Jatiluwih bertujuan untuk menciptakan produk souvenir yang
memiliki ciri kedaerahan atau khas Subak Jatiluwih sehingga dapat
menjadi ikon atau brand Subak Jatiluwih.
2. Standarisasi Produk Beras merah Subak Jatiluwih.
Memasuki era perdagangan bebas memungkinkan arus barang jasa secara
bebas. Semakin beragamnya produk barang yang dihasilkan
membutuhkan suatu sarana informasi yang tepat dan benar agar tidak
merugikan konsumen. Untuk meningkatkan daya saing beras merah
produksi Subak Jatiluwih diperlukan standarisasi produk beras merah.
Standarisasi produk beras merah dapat memberikan manfaat antara lain.
Memberikan jaminan kepada konsumen bahwa beras yang
dihasilkan telah diproses, diproduksi dan dikemas sesuai dengan
standar nasional beras organik.
144
Memberikan jaminan kepada konsuman dari tindakan penipuan
dan pemalsuan produk beras merah.
Meningkatkan daya saing beras merah.
3. Promosi beras merah sebagai brand Subak Jatiluwih.
Subak Jatiluwih terkenal akan produksi berasnya terutama beras merah.
Beberapa beras merah yang dihasilkan Subak Jatiluwih telah memiliki
sertifikat SNI Pangan Organik. Beras merah yang dihasilkan dapat
diminum dengan cara menyeduh beras merah hingga menghasilkan teh
beras merah. Teh beras merah dipercaya mempunyai beberapa manfaat
antara lain sebagai anti oksidan, memperkuat stamina, melancarkan
peredaran darah, memperbaiki pencernaan dan lain sebagainya.
Banyaknya khasiat dan keunggulan beras merah produksi Subak
Jatiluwih harus diperkenalkan kepada masyarakat dengan melakukan
promosi. Dengan promosi diharapkan beras merah produksi Subak
Jatiluwih dapat lebih dikenal masyarakat luas, sehingga permintaan beras
merah akan meningkat.
C. Strategi SO3: Memaksimalkan kinerja lembaga pengelola dan menjalin
kerjasama dengan instansi atau stakeholder terkait. Program-program yang
dilaksanakan adalah sebagai berikut.
1. Audit kinerja badan pengelola dan manajemen operasional.
Pasca ditetapkanya Subak Jatiluwih sebagai Warisan Budaya Dunia dari
UNESCO, Pemerintah Kabupaten Tabanan membentuk badan pengelola.
Badan pengelola ini selanjutnya membentuk manajemen operasional
145
DTW Jatiluwih. Audit kinerja badan pengelola dilakukan untuk menilai
kinerja badan pengelola yang sudah dibentuk, apakah kinerjanya sudah
sesuai dengan yang diharapkan. Informasi hasil perbandingan kinerja
tersebut dapat digunakan dalam melakukan tindakan perbaikan dan
memecahkan masalah serta meningkatkan efektivitas dan efesiensi badan
pengelola dan manajemen operasional.
2. Pengawasan penggunaan anggaran.
Salah satu tugas badan pengelola dan manajemen operasional ini adalah
mengatur besaran retribusi dan persentase pembagian antara Pemerintah
Kabupaten Tabanan dengan Desa Jatiluwih, Desa Pekraman Jatiluwih,
dan Desa Pakraman Gunung Sari serta Subak Jatiluwih. Seiring dengan
meningkatnya jumlah kunjungan wisatawan ke Subak Jatiluwih maka
besaran jumlah yang diterima masing-masing bagian akan meningkat.
Oleh karena itu perlu dilakukan pengawasan penggunaan anggaran yang
diterima agar dapat digunakan pada program-program yang memberikan
manfaat bukan hanya pada bidang sosial dan ekonomi masyarakat sekitar
namun juga pada pelestarian lingkungan di Desa Jatiluwih.
3. Pemberian pelatihan kepada manajemen operasional badan pengelola.
Manajemen operasional DTW Jatiluwih mulai dibentuk pada bulan
Pebruari 2014. Manajemen operasional DTW Jatiluwih merupakan
organisasi yang bersentuhan langsung dengan pengelolaan DTW
Jatiluwih. Manajeman operasional yang baru berusia satu tahun tersebut
membutuhkan pelatihan guna meningkatkan pengetahuan, ketrampilan,
146
sikap dan perilaku karyawan. Selain hal tersebut dengan dilaksanakanya
pelatihan juga dapat meningkatkan produktivitas kerja manajeman
operasional itu sendiri yang pada akhirnya dapata mewujudkan visi dan
misi badan pengelola DTW Jatiluwih.
D. Strategi SO4: Meningkatkan partisipasi anggota subak dalam pengawasan
pelaksanaan awig-awig dan peraturan perundang undangan. Program-
program yang dilaksanakan adalah sebagai berikut.
1. Pengawasan pelaksanaan awig-awig dan peraturan perundang undangan.
Peraturan perundangan-undangan dan awig-awig dibuat untuk mengatur
dan mengendalikan perilaku seluruh anggota masyarakat agar tercipta
hubungan yang harmonis antar sesama manusia, manusia dengan
lingkungan dan manusia dengan Tuhan. Oleh karena itu perlu dilakukan
pengawasan terhadap pelaksanaan awig-awig dan peraturan
perundangan-undangan yang ada oleh sengenap lapisan masyarakat
termasuk anggota subak.
2. Evaluasi pelaksanaan awig-awig dan peraturan perundang undangan.
Setelah awig-awig dan peraturan perundang-undangan dilaksanakan
tahap selanjutnya adalah proses evaluasi terhadap pelaksanaan awig-awig
dan peraturan tersebut. Proses evaluasi penting dilakukan untuk
mengetahui kendala dan masalah dalam pelaksanaan awig-awig dan
peraturan tersebut sehingga dapat melakukan tindakan dan perbaikan
dalam menangani masalah dan kendala yang timbul. Selain daripada itu
147
proses evaluasi juga dapat menjamin tercapainya tujuan dari dibuatnya
awig-awig dan peraturan tersebut.
E. Strategi ST1: Memperkenalkan keunikan potensi alam Subak Jatiluwih dan
beras merah. Program-program yang dilaksanakan adalah sebagai berikut.
1. Promosi keunikan potensi ekowisata di Subak Jatiluwih.
Wisatawan yang datang ke Pulau Bali pada umumnya tertarik akan
keindahan alam, keunikan budaya, dan keramahan masyarakatnya. Pulau
Bali memiliki berbagai tempat yang dikembangkan sebagai tempat tujuan
wisata sehingga dapat memberikan banyak pilihan bagi para wisatawan.
Sebagai salah satu tempat yang baru berkembang Subak Jatilwuih harus
dapat memenangkan persaingan untuk merebut perhatian para wisatawan
yang berkunjung ke Bali. Hal tersebut dapat dilakukan dengan
melakukan promosi keunikan potensi ekowisata yang ada di Subak
Jatiluwih dan tidak dimiliki oleh daerah lain seperti produk beras merah
dan air terjun.
2. Penyelenggaraan Festival Subak.
Event merupakan salah satu jenis dan bentuk promosi. Salah satu bentuk
event yang dapat dilakukan untuk mempromosikan keunikan Subak
Jatiluwih adalah dengan menyelenggarakan festival subak. Festival subak
dapat menyajikan berbagai pertunjukan seni dan budaya dalam balutan
pemandangan alam, festival makanan atau produk organik, lomba
menggambar pemandangan, festival kerajinan dan lain sebaginya.
Penyelenggaraan festival subak diharapkan dapat memberikan semangat
148
positip pada masyarakat dan industri pariwisata di Subak Jatiluwih serta
pelestarian lingkungan dan budaya setempat.
3. Pembuatan website Subak Jatiluwih.
Promosi pada hakekatnya adalah aktifiktas pemasaran yang berusaha
menyebarkan informasi secara luas sehingga dapat mempengaruhi
konsumen atau wisatawan agar mengenal produk atau jasa yang
ditawarkan kemudian menggunakan produk atau jasa tersebut. Salah satu
bentuk promosi yang murah dengan tingkat kesuksesan yang cukup
tinggi adalah secara online. Promosi secara online dapat dilakukan
dengan membuat website. Melalui website kita dapat memperkenalkan
keunikan dan keindahan alam yang ada di Subak Jatiluwih ke seluruh
penjuru dunia dengan mudah, murah dan cepat.
F. Strategi ST2: Memperkuat awig-awig tentang pengelolaan lingkungan atau
perda RTRW. Program-program yang dilaksanakan adalah sebagai berikut.
1. Pengkajian awig-awig yang sudah ada disesuaikan dengan situasi dan
kondisi terkini terutama penguatan lingkungan dan masyarakat lokal.
Sebuah lembaga atau organisasi pada umumnya terdapat peraturan dan
norma yang menjadi kesepakatan anggotanya. Awig-awig merupakan
aturan yang telah diakui sebagai aturan tertulis (formal-legal) oleh
anggota masyarakat maupun anggota subak. Awig-awig pada umumnya
dibuat berdasarkan kebiasaan yang berbuhungan dengan perilaku yang
telah tumbuh berkembang secara turun temurun. Seiring perkembangan
jaman terjadi perubahan di segala aspek kehidupan masyarakat yang
149
berdampak pada eksistensi subak. Pesatnya pertumbuhan dan kemajuan
pariwisata memungkinkan mengancam kebedaraan subak sebagai
organisasi tradisional. Oleh karena itu perlu dilakukan upaya pelestarian
subak sebagai salah satu bentuk budaya Bali. Salah satu upaya tersebut
adalah dengan melakukan pengkajian awig-awig yang sudah ada
disesuaikan dengan situasi dan kondisi terkini agar dapat memperkuat
posisi subak dan anggotanya serta upaya pelestarian lingkungan.
2. Pengolahan awig-awig ke dalam bahasa Indonesia.
Awig-awig yang ada di Bali pada umumnya menggunakan bahasa Bali
alus. Seiring dengan berkembangnya jaman banyak generasi muda di
Bali yang sudah jarang menggunakan bahkan mengerti bahasa Bali alus.
Oleh karena itu untuk menumbuhkan minat generasi muda dalam
pemahaman dan pelaksanaan awig-awig perlu dilakukan penerjemahan
awig-awig ke dalam bahasa yang mudah dimengerti seperti bahasa
Indonesia, namun untuk tetap melestarikan budaya dan bahasa Bali alus,
awig-awig utama tetap menggunakan bahasa Bali alus.
3. Sinkronisasi awig-awig subak dan awig-awig Desa Adat.
Desat adat dan subak merupakan dua organisasi yang berbeda. Subak
adalah suatu organisasi petani pengelola air irigasi yang memiliki
kawasan sawah, sumber air, pura subak dan bersifat otonom, sedangkan
Desa adat adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai satu
kesatuan tradisi dan tata krama pergaulan secara turun temurun dalam
ikatan Khayangan Tiga dan mempunyai wilayah tertentu. Kedua
150
organisasi tersebut terkadang menempati suatu wilayah yang sama dan
mempunyai aturan atau awig-awig tersendiri. Oleh karena itu perlu
adanya sinkronisasi antara awig-awig Desa Adat dengan awig-awig
subak, agar tidak terjadi pertentangan antara awig-awig subak dan awig-
awig desa.
G. Strategi ST3: Pemberdayaan anggota subak dalam pengelolaan potensi.
Program-program yang dilaksanakan adalah sebagai berikut.
1. Pelatihan Pemandu Wisata (guide) bagi anggota subak dan pelibatan
anggota subak sebagai pemandu wisata.
Sumber daya manusia merupakan faktor yang sangat penting dalam
pengembangan ekowisata di suatu wilayah. Salah satu tujuan
pengembangan ekowisata di Subak Jatiluwih adalah untuk meningkatkan
kesejahteraan anggota subak, hal tersebut dapat dilakukan dengan
melibatkan anggota subak. Pelibatan anggota subak diharapkan dapat
memberikan informasi yang baik dan benar kepada wisatawan, karena
anggota subak memiliki pengetahuan dan pengalaman tenang kondisi
lingkungan di Subak Jatiluwih. Salah satu cara untuk melibatkan anggota
subak adalah dengan melibatkan anggota subak sebagai pemandu wisata
atau guide. Namun dengan latar belakang sebagai petani, kualitas dan
kompetensi yang dimiliki anggota subak masih kurang memadai dalam
pengembangan kepariwisataan, oleh karena itu anggota subak harus
diberikan pembekalan dan pelatihan sebagai pemandu wisata agar
151
mampu berinteraksi dengan wisatwan dan memahami keinginan
wisatawan.
2. Pembentukan Pokdarling
Pokdarling atau Kelompok Sadar Lingkungan adalah kelompok anggota
masyarakat yang memiliki kepedulian dan tangggung jawab sebagai
motor penggerak dalam mendukung kelestarian lingkungan. Program ini
bertujuan untuk meningkatkan pemahaman segenap komponen
masyarakat untuk menjaga dan melestarikan lingkungan disekitar
mereka. Selain daripada itu pembentukan pokdarling juga bertujuan
untuk memotivasi generasi muda di Subak Jatiluwih agar lebih mencintai
lingkungan dan budaya asli mereka. Pelaksanaan program pokdarling
dapat dilakukan dengan ceramah, sosialisasi, diskusi, lomba lingkungan,
serta percontohan dan perintisan.
3. Pemberian bantuan modal dan sepeda bagi anggota subak.
Permasalahan mendasar yang sering dihadapi petani adalah kurangnya
akses pada sumber permodalan terutama bagi petani dengan jumlah lahan
sedikit atau petani penggarap. Akses permodalan yang kurang bagi petani
dikarenakan pertanian merupakan sektor usaha dengan tingkat
ketidakpastian pendapatan dan resiko yang tinggi, hal tersebut
dikarenakan output yang dihasilkan dipengaruhi oleh iklim. Selama ini
pemenuhan permodalan bagi petani selalu berhubungan dengan rentenir
atau sumber keuangan non formal dengan bunga yang tinggi. Minimnya
akses permodalan akan berdampak bagi perkembangan usaha dan
152
produktivitasnya. Oleh karena itu dengan pemberian bantuan permodalan
bagi petani dapat membantu kelangsungan dan pengembangan usaha
pertanian.
Salah satu potensi yang dimiliki Subak Jatiluwih adalah adanya jalur
cycling yang sudah memadai. Jalur cycling yang ada di Subak Jatiluwih
cukup banyak dan beragam. Jalur cycling yang ada umumnya melewati
areal persawahan di Subak Jatiluwih. Potensi tersebut dapat dimanfaatkan
oleh anggota subak dengan menyediakan penyewaan sepeda bagi para
wisatawan yang berkunjung. Dengan adanya penyewaan sepeda yang
dikelola oleh anggota subak diharapkan dapat membantu meningkatkan
pendapatan anggota subak.
H. Strategi ST4: Pengendalian dan penanggulangan hama secara terpadu.
Program-program yang dilaksanakan adalah sebagai berikut.
1. Penanggulangan hama secara alami atau biologis.
Penanggulangan hama secara alami atau biologis dapat dilakukan
memanfaatkan mahluk hidup (biofektor) untuk mengendalikan hama dan
penyakit tanaman. Hal tersebut dapat dilakukan dengan pemantauan
komponen ekosistem yang berhubungan dengan hama dan tanaman
tersebut. Tujuan pemantauan ekosistem adalah untuk mengetahui konsep
ekologi seperti predator, parasit, bakteri, fungsi, herbivara dan lain
sebagainya yang menjadi musuh alami hama di ekosistem. Setelah
mengetahui musuh alami hama langkah selanjutnya adalah mengimpor
musuh alami hama tersebut ke lahan pertanian. Tahap selanjutnya adalah
153
meningkatkan populasi musuh alami hama. Sedangkan tahap terakhir
adalah konservasi yaitu mempertahankan musuh alami hama yang sudah
beradaptasi dengan baik.
2. Penggunaan varietas tahan hama.
Penggunaan varietas tahan hama sudah dikenal oleh petani di Indonesia
sejak lama. Hal tersebut terus berlanjut dengan penggunaan teknologi
genetika tanaman untuk merekayasa tanaman agar lebih tahan terhadap
serangan hama. Tanaman yang tahan hama adalah tanaman yang
menderita kerusakan lebih sedikit dibandingkan dengan tanaman lain
dalam tingkat populasi hama yang sama. Untuk mendapatkan varietas
tahan hama dapat dilakukan dengan penelitian dengan menguji varietas
padi. Salah satu contoh varietas padi yang tahan terhadap hama adalah
jenis IR yang lebih tahan terhadap hama jenis wereng coklat.
3. Pengurangan penggunaan pestisida dan insektisida.
Peranan pestisida dan insektisida dalam upaya penyelamatan produksi
pertanian dari gangguan hama dan penyakit tanaman masih cukup besar.
Namum demikian penggunaan pestisida dan insektisida juga memiliki
resiko yang cukup besar terhadap keselamatan manusia dan lingkungan.
Selain daripada itu penggunaan pestisida dan insektisida juga dapat
menyebabkan resistensi hama sehingga dikemudian hari hama akan
susah untuk dikendalikan. Oleh karena itu perlu dilakukan pengurangan
penggunaan pestisida dan insektisida dalam memberantas hama di Subak
Jatiluwih agar kelestarian lingkungan dapat terus terjaga.
154
4. Penyelenggaraan upacara Nangluk Mrana dan Ngaben Tikus.
Upacara Nangluk Mrana adalah upacara adat yang dilakukan sebagai
permohonan kepada Tuhan Yang Maha Esa agar berkenan menangkal
dan mengendalikan gangguan-gangguan yang dapat membawa
kehancuran atau penyakit pada tanaman, hewan maupun manusia.
Upacara Nangluk Mrana biasa dilaksanakan di Pura Subak atau pura-
pura lainnya. Selain melakukan upacara Nangluk Mrana, untuk
menanggulangi hama tikus juga dapat dilakukan dengan melaksanakan
Upacara pengabenan (pembakaran mayat) untuk tikus. Upacara
pengabenan tikus biasanya dilakukan di tepi pantai. Dengan dilakukanya
upacara pengabenan tikus diharapkan sawah para petani di bali tidak
diserang oleh tikus.
I. Strategi WO1: Peningkatan kualitas lingkungan, sarana prasana pertanian,
saluran irigasi dan fasilitas penunjang pariwisata. Program-program yang
dilaksanakan adalah sebagai berikut.
1. Perbaikan saluran irigasi.
Subak merupakan organisasi petani pengelola air yang mengatur petani
dalam berbagi air secara adil, proporsional dan transparan. Oleh karena
itu pertanian sawah seperti subak memiliki ketergantungan yang sangat
tinggi terhadap air. Banyaknya kerusakan saluran irigrasi baik karena
faktor alam maupun manusia dapat menimbulkan kekeringan yang pada
akhirnya merugikan anggota subak dan wisatawan. Oleh karena itu
perbaikan saluran irigasi sangat penting untuk dilakukan agar
155
keberlangsung subak di Jatiluwih dapat terjaga karena kekuatan utama
pengembangan pariwisata di Desa Jatiluwih adalah subak.
2. Penambahan fasilitas penunjang pariwisata seperti parkir dan toliet
umum.
Wisatawan yang berkunjung ke Subak Jatiluwih umumnya memarkir
kendaraanya di bahu jalan. Penggunaan bahu jalan sebagai tempat parkir
tentu sangat mengganggu pemandangan dan dapat menyebabkan
kemacetan. Lahan parkir yang memadai saat ini hanya terdapat di Desa
Soko. Lahan parkir yang tersedia di Desa Jatiluwih bersifat khusus dan
diperuntukan bagi pengunjung rumah makan dan café yang ada di
sepanjang jalan utama. Pada saat ini ketersediaan toilet umum di Subak
Jatiluwih sangat terbatas, para wisatawan pada umumnya menggunakan
toilet pada beberapa rumah makan dan café yang ada atau di kantor
badan pengelola. Oleh karena itu penambahan fasilitas penunjang
pariwisata seperti parkir dan toliet umum sangat diperlukan untuk
meningkatkan daya saing Subak Jatiluwih diantara banyaknya daerah
tujuan wisata di Bali.
J. Strategi WO2: Peningkatan ketrampilan dan kualitas SDM. Program-program
yang dilaksanakan adalah sebagai berikut.
1. Pelatihan Kewirausahaan
Kewirausahaan adalah kemampuan seseorang dalam memaksimalkan
segala sumber yang ada bik materiil, intelektual, waktu dan
kreativitasnya untuk menghasilkan suatu produk atau usaha yang berguna
156
bagi dirinya maupun masyarakat. Dengan adanya pelatihan
kewirausahaan diharapkan anggota masyarakat terutama anggota Subak
Jatiluwih dapat menggali potensi usaha yang tepat yang dapat
dikembangkan di Subak Jatiluwih sehingga dapat meningkatkan
kesempatan kerja dan kesejahteraan masyarakat serta anggota subak.
Selain daripada itu dengan adanya pelatihan kewirausahaan menjadikan
masyarakat dan anggota subak sebagai pelaku bukan sebagai penonton di
daerahnya sendiri.
2. Pelatihan produk olahan beras merah.
Beras merah produksi Subak Jatiluwih sudah sangat terkenal karena
merupakan varietas beras merah organik unggulan. Pelatihan produk
olahan beras merah bertujuan untuk menciptakan masyarakat yang
handal dengan kretaifitas dan motivasi serta kemandirian untuk
mengembangkan ketrampilan yang dimiliki dalam mengolah bahan-
bahan lokal yang di Subak Jatiluwih terutama beras merah. Pelatihan
produk olahan beras merah diharapkan mampu membuka peluang usaha
dan lapangan kerja baru bagi masyarakat di Desa Jatiluwih sehingga
dapat meningkatkan pendapatan masyarakat dan mendukung
pengembangan pariwisata di Subak Jatiluwih.
K. Strategi WO3: Peningkatan produksi beras merah organik. Program-program
yang dilaksanakan adalah sebagai berikut.
1. Penggunaan bibit unggul dan teknologi tepat guna.
157
Secara umum pertanian di Bali didominasi oleh usaha berskala kecil
yang dikerjakan oleh petani dengan tingkat pendidikan yang rendah,
berlahan dan bermodal kecil. Hal tersebut mengakibatkan petani
kesulitan dalam menghadapi persaingan di pasar nasional. Petani dengan
skala kecil pada umumnya belum mampu menerapkan teknologi maju
dan tepat guna yang berakibat pada rendahnya efesiensi usaha, jumlah
serta mutu produk yang dihasilkan. Oleh karena itu memperkenalkan
penggunaan bibit unggul dan teknologi tepat guna seperti penggunaan
alat-alat pertanian moderen dapat meningkatkan efesiensi, jumlah serta
mutu beras merah yang dihasilkan.
2. Pemberian bantuan alsintan dan pupuk organik.
Komitmen Pemerintah untuk menyukseskan target swasembada pangan
pada tahun 2017 terus digalakan. Salah satu kegiatan yang dilakukan
adalah pemberian bantuan alsintan (Alat Mesin Pertanian) dan pupuk
kepada para petani. Pemberian bantuan alsintan dan pupuk diharapkan
dapat meningkatkan efesiensi usaha pertanian. Efesiensi tersebut meliputi
produktivitas, mutu dan keberlanjutan produksi produk-produk pertanian.
Selain hal tersebut bantuan alsintan dan pupuk diharapkan juga dapat
meningkatkan efesiensi lahan, tenaga kerja, energi dan kelestarian
lingkungan yang pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan
petani.
158
L. Strategi WT1: Pendataan potensi bencana longsor dan kerusakan saluran
irigasi serta pemantauan debit sumber air. Program-program yang
dilaksanakan adalah sebagai berikut.
1. Pendataan potensi bencana longsor dan pembuatan peta rawan longsor.
Karakteristik topografi, curah hujan dan jenis tanah di wilayah Subak
Jatiluwih sangat berpotesi untuk terjadi longsor. Longsor sering terjadi
terutama pada musim hujan. Longsor tidak hanya merugikan areal
persawahan yang terkena longsor saja namun apabila longsor terjadi pada
saluran irigasi hal tersebut harus ditangani dengan segera, karena dapat
mengurangi jumlah pasokan air ke areal persawahan sehingga
menyebabkan kekeringan dan mematikan tanaman padi. Oleh karena itu
pendataan potensi bencana longsor dan pembuatan peta rawan longsor
sangat penting untuk dilakukan. Dengan adanya pendataan bencana
longsor dan peta rawan longsor petani atau masyarakat setempat dapat
melakukan mitigasi bencana sehingga memperkecil dampak yang
dihasilkan apabila terjadi longsor. Selain daripada itu dengan adanya
pendataan dan peta rawan longsor dapat dijadikan sebagai landasan
rencana pembangunan dimasa depan.
2. Pendataan kerusakan saluran irigasi.
Subak Jatiluwih sudah ada sejak dahulu kala, begitu juga dengan saluran
irigasinya. Seiring berjalanya waktu banyak terjadi kerusakan saluran
irigasi yang tidak ditangani. Hal tersebut dikarenakan keterbatasan
anggaran dan panjangnya kerusakan. Oleh karena itu diperlukan
159
pendataan kerusakan saluran irigrasi, di daerah mana kerusakan terjadi,
berapa panjangnya dan kategori kerusakan. Dengan adanya data
kerusakan saluran irigasi hal tersebut dapat membantu menentukan skala
prioritas kerusakan di areal mana yang harus diperbaiki lebih dahulu
mengingat terbatasnya anggaran perbaikan.
3. Pemantauan debit sumber air.
Sumber air irigasi di Subak Jatiluwih secara garis besar bersumber pada
tiga hal yaitu mata air, air tejun dan beberapa sungai di kawasan Subak
Jatiluwih. Berkurangnya debit sumber air irigasi dapat mengakibatkan
kekeringan yang pada akhirnya akan merugikan petani. Pemantauan debit
air sumber air bermanfaat untuk mengetahui sumber-sumber air yang
mengalami penurunan atau mengalami kenaikan. Dengan adanya data
debit air diharapkan para anggota subak mampu merencanakan program
mitigasi untuk menghindarkan lahan persawahan dari kekeringan.
M. Strategi WT2: Menjalin kerjasama antara pengusaha peternakan ayam dan
anggota subak. Program-program yang dilaksanakan adalah sebagai berikut.
1. Pemanfaatan limbah kotoran ayam.
Desa Jatiluwih seperti kebanyakan desa di Kecamatan Penebel banyak
terdapat usaha peternakan ayam baik peternakan ayam pedaging maupun
ayam petelor. Banyaknya usaha peternakan ayam di sekitar subak dapat
dimanfaatkan dengan cara menggunakan limbah kotoran ayam yang
dihasilkan untuk diolah menjadi pupuk. Kotoran ayam yang akan
digunakan harus dikomposkan terlebih dahulu sebelum ditambahkan ke
160
media tanam. Pupuk kompos dari kotoran ayam mempunyai banyak
kelebihan yaitu kaya akan nitrogen, fosfor dan kalium yang dibutuhkan
tanaman, selain daripada itu pupuk kotoran ayam merupakan pupuk
organik yang bebas bahan kimia sehingga tidak merusak lingkungan.
2. Penggunaan jerami dan sekam sebagai bahan pakan alternatif.
Jerami dan sekam padi merupakan beberapa hasil sisa panen yang sering
kurang termanfaatkan dengan baik, di beberapa areal persawahan begitu
panen usai jerami hanya ditumpuk atau dibakar. Jerami dan sekam
kadang hanya dipandang sebagai limbah pertanian. Hal tersebut
semestinya tidak perlu terjadi apabila kita bisa memanfaatkan jerami dan
sekam sebagai pakan ternak alternatif. Nilai manfaat jerami dan sekam
sebagai bahan pakan ternak dapat dilakukan dengan dua cara yaitu
dengan memaksimalkan lingkungan saluran pencernaan ternak atau
dengan meningkatkan nilai nutrisi jerami melalui proses fermentasi.
Dengan pemanfaatan jerami dan sekam hal tersebut dapat mengurangi
limbah hasil pertanian sekaligus meningkatkan daya guna limbah dan
meningkatkan pendapatan petani.
3. Pemanfaatan sekam padi untuk peternakan ayam.
Sekam padi merupakan salah satu limbah hasil pertanian padi. Sekam
padi dihasilkan dari proses penggilingan dari gabah ke beras. Sekitar
20% berat padi adalah berat sekam. Pemanfaatan sekam padi masih
terbatas, biasanya sekam padi dibakar dan abunya digunakan untuk
membersikan peralatan rumah tangga atau digunakan untuk
161
menggeringkan bata atau genteng. Selain daripada itu sekam padi juga
dapat dimanfaatkan sebagai alas kadang ayam. Dengan banyaknya
peternakan ayam di sekitar Subak Jatiluwih sekam padi dapat dijual
kepada pengusaha peternakan ayam sehingga dapat menambah
penghasilan petani.
N. Strategi WT3: Pemanfaatan anggota subak dalam pembangunan sarana dan
prasarana penunjang. Program-program yang dilaksanakan adalah sebagai
berikut.
1. Pengelolaan dana Corporate Social Responsibility (CSR) dan Corporate
Environmental Responsibility (CER).
Sejak ditetapkanya Subak Jatiluwih sebagai bagian Catur Angga
Batukaru penerima Status Warisan Budaya Dunia dari UNESCO terjadi
peningkatan kunjungan wisatawan di Subak Jatiluwih disertai
pembentukan Badan Pengelola dan Manajemen Operasional. Selain hal
tersebut jumlah bantuan berupa CSR atau CER baik dari instansi
pemerintah, pendidikan, maupun swasta juga mengalami peningkatan.
Bantuan yang diberikan ada yang berbentuk tenaga maupun barang
seperti tempat sampah dan lain sebagainya. Corporate Environmental
Responsibility (CER) adalah tanggung jawab suatu perusahaan terhadap
kelestarian lingkungan di sekitar perusahaan tersebut. Peningkatan
jumlah bantuan baik berupa CSR maupun CER harus dapat dimanfaatkan
untuk program-program yang berguna bagi pemberdayaan masayarakat
162
sekitar terutama anggota subak, pelestarian lingkungan dan budaya serta
pemberdayaan petani di Subak Jatiluwih.
2. Pembentukan Koperasi Subak.
Pembentukan koperasi subak akan mempermudah anggota subak dalam
memenuhi kebutuhan sarana, prasana pertanian mulai dari bibit, pupuk
hingga kebutuhan sehari-hari maupun bantuan modal. Koperasi subak
juga dapat membantu memasarkan hasil pertanian para anggota subak ke
pemerintah, hotel-hotel maupun anggota masyarakat yang membutuhkan
sehingga anggota subak yang tergabung dalam koperasi subak dapat
memperoleh keuntungan dan keberlangsungan subak dapat terjaga.
O. Strategi WT4: Sosialisasi peraturan mengenai jalur hijau dan pemberian
insentif bagi jalur hijau serta pengenaan jasa lingkungan. Program-program
yang dilaksanakan adalah sebagai berikut.
1. Sosialisasi peraturan tentang jalur hijau atau RTRW.
Peraturan Daerah mengenai jalur hijau dan RTRW adalah rencana tata
ruang yang bersifat umum yang berisi tujuan, kebijakan, pola ruang
wilayah dan penetapan strategis suatu wilayah. Perda jalur hijau dan
RTRW secara umum berfungsi untuk mengetahui batas-batas
pembangunan suatu daerah. Selain hal tersebut Perda RTRW juga
betujuan untuk meminimalisir permasalahan yang terjadi dalam
penggunaan ruang dan sumber daya alam yang dapat menyebabkan
kerusakan fungsi lingkungan dan penurunan daya dukung. Perda Jalur
hijau dan RTRW sudah sangat dimengerti oleh masyarakat yang tinggal
163
di perkotaan, namun bagi masyarakat pedesaan seperti di Desa Jatiluwih
mereka belum sepenuhnya mengetahui dan mengerti fungsi dan
keberadaan Perda tersebut. Oleh karena itu Sosialisasi peraturan tentang
jalur hijau atau RTRW di Subak Jatiluwih atau Desa Jatiluwih sangat
diperlukan, agar memberikan pemahaman yang jelas tentang pelaksanaan
Perda tersebut .
2. Penghapusan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) bagi jalur hijau maupun
petani Subak.
Sejak dikeluarkanya UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRB)
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang semula dikelola Pemerintah Pusat
diserahkan ke Pemerintah Daerah. Keluarnya UU PDRB harus
dimanfaatkan oleh Pemerintah Daerah untuk dapat menghilangkan atau
meminimalkan jumlah PPB terutama pada jalur hijau atau areal
pertanian. PBB pada jalur hijau atau areal pertanian sering dinilai
membebani pemilik lahan, terutama untuk area yang terletak pada daerah
perkotaan maupun wilayah pariwisata. Hasil yang didapat dari mengolah
lahan pertanian kadang tidak sebanding dengan pajak yang harus
dibayarkan tiap tahunya yang akhirnya membuat banyak petani yang
menjual tanahnya. Oleh karena itu dengan adanya pelimpahan wewenang
penerimaan PPB dari Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah harus
dapat dimanfaatkan untuk mempertahankan jalur hijau dan areal
pertanian di Bali.
3. Pemberian Insentif bagi Petani
164
Pemberian insentif adalah pemberian tambahan sejumlah uang kepada
petani pemilik sawah yang masih mau bertani atau mengelola sawahnya.
Pemeberian insentif bertujuan untuk memotivasi para petani pemilik
sawah agar mau mengelola sawah yang dimiliki dan agar tidak lahan
persawahan yang dimiliki tidak disewakan atau beralih fungsi menjadi
bangunan. Pemberian insentif bagi petani dapat disesuaikan dengan
jumlah sawah yang dimiliki dan lokasi areal persawahanya. Untuk areal
persawahan yang terletak berdekatan dengan jalan utama insentif yang
diberikan lebih besar dibandingkan dengan lokasi persawahan yang ada
di tengah. Hal tersebut dikarenakan tekanan alih fungsi lahan bagi areal
persawahan yang dekat dengan jalan utama lebih besar dibandingkan
dengan areal persawahan yang ada di dalam. Dengan pemberian insentif
tersebut diharapkan para pemilik lahan dapat termotivasi untuk menjaga
keberlangsungan sawah dan kelestarian lingkungan di arealnya masing-
masing
165
BAB VIII
SIMPULAN DAN SARAN
8.1. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data dari penelitian Strategi
Pengelolaan Lingkungan Ekowisata di Subak Jatiluwih, Kecamatan Penebel,
Kabupaten Tabanan dapat disimpulkan sebagai berikut.
1. Potensi lingkungan ekowisata yang ada di Subak Jatiluwih yang dapat
dikelola menjadi daya tarik ekowisata terbagi atas tiga bagian utama
yaitu potensi abiotik yang terdiri dari potensi panorama persawahan,
potensi panorama Pura Luhur Besi Kalung, potensi sumber mata air,
potensi air terjun, potensi sumber air Panas, potensi sungai, potensi
jalur cycling, potensi jalur tracking. Potensi biotik yaitu potensi beras
merah, potensi Burung Kokokan. Potensi sosial budaya yaitu
keberadaan organisasi subak, teknologi sistem pembagian air yang
digunakan, potensi mitos, dan potensi 13 upacara adat yang dilakukan
di Subak Jatiluwih. Kendala pengelolaan potensi lingkungan di Subak
Jatiluwih adalah kendala sarana, prasana jalan dan selokan, kendala
air dan saluran irigasi, kendala parkir, kendala pencemaran dari
peternakan ayam, kendala longsor, kendala SDM dan motivasi,
kendala kebijakan.
2. Pada kondisi eksisting Pemerintah Kabupaten Tabanan sudah
membentuk badan pengelola dan manajemen operasional DTW
166
Jatiluwih yang bertugas mengelola potensi wisata yang ada, mengatur
retribusi di Jatiluwih dan pembagiannya, mengatur perjanjian
kerjasama, implementasi personil baik sebagai tenaga administrasi
maupun tenaga kebersihan lingkungan, namun belum melakukan
pengamatan lingkungan, pelatihan, penentuan strategi dan kebijakan,
prosedur kerja maupun evaluasi kinerja.
3. Berdasarkan analisis strategi secara umum strategi yang tepat
diterapkan adalah strategi pertumbuhan melalui integrasi horisontal
dengan berkonsentrasi pada kegiatan usaha yang sekarang dilakukan
dan memperluas kegiatan-kegiatan, menambah dan mengembangkan
rentang produk dan jasa yang ditawarkan. Selain daripada itu strategi
lain yang dapat diterapkan adalah strategi stabilitas, yaitu dengan tidak
melakukan perubahan-perubahan yang berarti terhadap kondisi
lingkungan kecuali untuk perbaikan lingkungan seperti perbaikan
saluran irigasi dan jalan. Strategi tersebut kemudian dijabarkan
kedalam strategi induk yang terdiri atas strategi SO, strategi ST,
strategi WO dan strategi WT. Strategi dengan nilai prioritas tertinggi
adalah Strategi SO yaitu pengelolaan lingkungan ekowisata berbasis
pertanian, budaya dan alam. Strategi-strategi yang sudah dirumuskan
tersebut kemudian dijabarkan kembali menjadi beberapa program
yang mencermikan strategi induknya.
167
8.2. Saran
Dari hasil pembahasan dan simpulan dari strategi pengelolaan
lingkungan ekowisata di Subak Jatiluwih, Kecamatan Penebel, Kabupaten
Tabanan terdapat beberapa saran yang dapat membantu merealisasikan strategi
dan program yang telah dirumuskan sebagi berikut.
1. Saran Bagi Pemerintah
Mengkaji ulang besaran prosentase pembagian hasil retribusi,
agar memberikan porsi yang lebih besar terhadap subak, anggota
subak dan masyarakat setempat.
Pengelolaan lingkungan ekowisata di Subak Jatiluwih
membutuhkan kelengkapan sarana dan prasana penunjang
seperti perbaikan kondisi jalan, selokan, saluran irigasi, parkir
dan toliet.
Memberikan insentif dan penghapusan pajak bumi dan
bangunan pada petani pemilik sawah yang masih bertani.
Melakukan sosialisasi peraturan tentang tata ruang dan jalur
hijau.
2. Saran Bagi Badan Pengelola dan Manajemen Operasional
Pengelolaan lingkungan ekowisata di Subak Jatiluwih
hendaknya mengurangi tenaga kerja pendatang dan melibatkan
masyakat lokal terutama anggota subak.
Melakukan evaluasi kinerja dan penggunaan anggaran agar
anggaran yang ada dapat dimanfaatkan untuk program-program
168
yang berguna bagi kelestarian budaya dan lingkungan di Subak
Jatiluwih.
Melakukan pengelolaan berbasis pertanian, budaya dan alam,
dengan membatasi jumlah kunjungan wisatawan jika dirasa
melampaui daya dukung.
3. Saran Bagi Anggota Subak
Membentuk koperasi untuk menjual hasil subak dan memenuhi
kebutuhan petani.
Menjalin kerjasama dengan pengusaha peternakan ayam di
sekitar Subak Jatiluwih.
Menambah wawasan dan pengetahuan khususnya wirausaha,
bahasa asing dan pemenuhan kebutuhan wisatawan.
169
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2009. Prinsip dan Kriteria Ekowisata Berbasis Masyarakat. Jakarta:Jenderal Pengembangan Destinasi Pariwisata, DepartemenKebudayaan dan Pariwisata dan World Wide Fund (WWF).
Anonim. 2013. Petunjuk Pelaksana Tugas Pembantuan, Pengelolaan danPengembagan Kawasan Ekowisata Berbabis Masyarakat (PPKE-BM). Jakarta: Kementrian Dalam Negeri Republik Indonesia.
Anonim. 2013. Situs Resmi Kecamatan Penebel. Avaiable from:http://penebel.tabanankab.go.id/desa-jatiluwih/, diakses 21 Juni 2014
Anonim. 2015. List of World Heritage in Danger. Avaiable from:http://whc.unesco.org/en/danger/, diakses 27 Oktober 2014
Anonim. 2015. Perkembangan Jumlah Kunjungan Wisatawan pada Daya TarikWisata di Bali Tahun 2003-2014. Avaiable from:http://www.disparda.baliprov.go.id/id/Statistik2, diakses 21 Juni 2014.
Arida, Nyoman Sukma. 2009. Meretas Jalan Ekowisata Bali. Denpasar:Udayana University Press.
Asso, Boni. 2008. “Kajian Strategis Pengembangan Potensi Ekowisata LembahBaliem sebagai suatu Alternatif Pengelolaan PariwisataBerkelanjutan” (tesis). Denpasar: Universitas Udayana.
Burhanudin. 2009. Manajemen Aset Daerah, Edisi Pertama. Bogor:Pusdiklatwas BPKP.
Damanik, Janianton dan Weber, Helmut F. 2006. Perencanaan Ekowisata: DariTeori ke Aplikasi. Yogyakarta: Penerbit ANDI.
Hunger, J. David dan Wheelen, Thomas L. 2003. Manajemen Strategis.Yogyakarta: Penerbit ANDI.
Husein, Umar. 2005. Strategic Management In Action. Jakarta: PT. GramediaPustaka Utama.
Husein, Umar. 2010. Desain Penelitian Manajemen Strategik: Cara MudahMeneliti Masalah-masalah Manajemen Strategik untuk Skripsi, Tesisdan Praktik Bisnis. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
170
Irwan, Zoer’aini Djamal. 2012. Prinsip-Prinsip Ekologi: Ekosistem, Lingkungandan Peletariannya. Jakarta: Penerbit Bumi Aksara.
Kencana, A. A. Ngurah Anom. 2010. “Dampak Pariwisata TerhadapLingkungan Fisik, Sosial dan Ekonomi Masyarakat Desa Sanur Kauh,Kecamatan Denpasar Selatan”. (tesis). Denpasar: UniversitasUdayana.
Kurnianto, Imam Rudy. 2008. “Pengembangan Ekowisata (Ecotourism) diKawasan Waduk Cacaban Kabupaten Tegal”. (tesis). Semarang:Universitas Diponegoro. Avaiable from: http://eprints.undip.ac.id/diakses 1 juli 2014.
Muhajir, Anton. 2013. Teh Beras Merah Ala Jatiluwih. Avaiable from:http://www.balebengong.net/kabar-anyar/2013/08/10/teh-beras-merah-ala-jatiluwih.html, diakses 16 Januari 2015.
Pamulardi, Bambang. 2006. “Pengembangan Agrowisata BerwawasanLingkungan (Studi Kasus Desa Wisata Tingkir, Salatiga)” (tesis).Semarang: Universitas Diponegoro. Avaiable from:http://eprints.undip.ac.id/ diakses 25 Pebruari 2014.
Rangkuti, Freddy. 2013. Analisis SWOT: Teknik Membedah Kasus Bisnis.Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Rangkuti, Freddy. 2013. SWOT Balanced Scorecard Teknik Menyusun StrategiKorporat yang Efektif plus Cara Mengelola Kinerja dan Risiko.Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Suandy, Erly. 2006. Perencanaan Pajak. Jakarta: PT. Salemba Empat.
Suarka, Fany Maharani. 2010. “Strategi Pengembangan Ekowisata di DesaJehem Kecamatan Tembuku Kabupaten Bangli” (tesis). Denpasar:Universitas Udayana.
Suarna, Wayan. 2007. Etika Lingkungan, Dalam Kearifan Lokal DalamPengelolaan Lingkungan Hidup (editor: AAGR Dalem, IN Wardi, IWSuarna, dan IWS Adnyana). Denpasar: Penerbit Universitas Udayana.
Sudiarso, Agus. 2004. “Ekowisata di Taman Nasional Bromo Tengger SemeruJawa Timur” (tesis). Denpasar: Universitas Udayana.
Suryawan, Ida Bagus. 2012. “Strategi Pengelolaan Potensi Ekowisata di DesaCau Belayu, Kecamatan Marga, Kabupaten Tabanan” (tesis).Denpasar: Universitas Udayana.
171
Tarigan, R. 2005. Perencanaan Pembangunan Wilayah. Jakarta: PT. BumiAksara.
Tim Pemetaan Kawasan Warisan Budaya Bali Menjadi Warisan Budaya Dunia.2012. Pemetaan Kawasan Warisan Budaya Bali Menjadi WarisanBudaya Dunia: Jaringan Irigasi Subak. Denpasar: Dinas KebudayaanProvinsi Bali.
Wesnawa, I Gede Astra. 2005. Pengantar Ilmu Lingkungan. Singaraja: InstitutKeguruan dan Ilmu Pendidikan Negeri Singaraja.
Widowati, Sri. 2012. “Kajian Potensi dan Evaluasi Penerapan Prinsip–Prinsipdan Kriteria Ekowisata di Kawasan Taman Wisata Alam Kawah Ijen,Desa Taman Sari, Kabupaten Banyuwangi” (tesis). Denpasar:Universitas Udayana.
Windia, Wayan dan Wiguna, Wayan Alit Artha. 2013. Subak Warisan BudayaDunia. Denpasar: Udayana University Press.
Wood, Megan Epler. 2002. Ecotourism: Principles, Practices and Policies ForSustainability. France: Division of Technology, Industry andEconomics, United Nations Environment Programme (UNEP).Avaiable from: http://www.uneptie.org/tourism/home.html.
Yoeti, Oka. A. 2006. Pariwisata Budaya Masalah dan Solusinya. Jakarta: PT.Pradnya Paramita.