social capital on farmers' agribusiness development within subak

107
63 BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Subak Guama dan Subak Selanbawak berlokasi di Kecamatan Marga yang tersebar di tiga desa, yaitu Desa Selanbawak, Desa Batannyuh dan Desa Peken Belayu. Sumber air irigasi ke dua subak ini adalah dari Bendung Cangi yang dibangun oleh pemerintah pada Sungai Yeh Sungi. Beberapa subak lain yang juga memperoleh air dari Bendung Cangi adalah : (i) Subak Pacung Babakan ; (ii); Subak Cangi Selatan; (iii) Subak Apit Jurang; (iv) Subak Uma Dalem; (v) Subak Bulan; dan (vi) Subak Lepud. Seluruh subak yang sumber airnya dari Bendung Cangi telah tergabung dalam satu wadah yaitu Subak-gede Asta Buana Cangi. Secara skematis subak-subak yang memperoleh air dari Bendung Cangi dapat dilihat pada Gambar 5.1. Luas areal Subak Guama dan Subak Selanbawak masing-masing adalah 179 ha dan 125 ha, di mana hamparan sawah-sawahnya memiliki topografi relatif datar. Ketersediaan air di kedua subak untuk penanaman dalam satu tahu adalah cukup dengan pola tanam padi-padi-palawija. Prasarana fisik seperti jalan baik untuk untuk roda empat maupun roda dua di kawasan subak-subak dan daerah sekitarnya adalah relatif bagus sehingga menjadi faktor pendukung dalam pengembangan agribisnis. Selain itu, jaringan komunikasi, listrik dan air minum untuk masyarakat desa termasuk petani anggota subak adalah sangat baik.

Upload: nguyendat

Post on 31-Dec-2016

255 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: social capital on farmers' agribusiness development within subak

63

BAB VHASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Subak Guama dan Subak Selanbawak berlokasi di Kecamatan Marga yang

tersebar di tiga desa, yaitu Desa Selanbawak, Desa Batannyuh dan Desa Peken

Belayu. Sumber air irigasi ke dua subak ini adalah dari Bendung Cangi yang

dibangun oleh pemerintah pada Sungai Yeh Sungi. Beberapa subak lain yang juga

memperoleh air dari Bendung Cangi adalah : (i) Subak Pacung Babakan ; (ii);

Subak Cangi Selatan; (iii) Subak Apit Jurang; (iv) Subak Uma Dalem; (v) Subak

Bulan; dan (vi) Subak Lepud. Seluruh subak yang sumber airnya dari Bendung

Cangi telah tergabung dalam satu wadah yaitu Subak-gede Asta Buana Cangi.

Secara skematis subak-subak yang memperoleh air dari Bendung Cangi dapat

dilihat pada Gambar 5.1.

Luas areal Subak Guama dan Subak Selanbawak masing-masing adalah

179 ha dan 125 ha, di mana hamparan sawah-sawahnya memiliki topografi relatif

datar. Ketersediaan air di kedua subak untuk penanaman dalam satu tahu adalah

cukup dengan pola tanam padi-padi-palawija. Prasarana fisik seperti jalan baik

untuk untuk roda empat maupun roda dua di kawasan subak-subak dan daerah

sekitarnya adalah relatif bagus sehingga menjadi faktor pendukung dalam

pengembangan agribisnis. Selain itu, jaringan komunikasi, listrik dan air minum

untuk masyarakat desa termasuk petani anggota subak adalah sangat baik.

Page 2: social capital on farmers' agribusiness development within subak

64

Gambar 5.1Skema Irigasi Subak-subak dari Bendung Cangi

Page 3: social capital on farmers' agribusiness development within subak

65

5.2 Karakteristik Petani Sampel

Pada penelitian ini diuraikan beberapa karakteristik petani di Subak

Guama dan Selanbawak yang meliputi: (i) umur; (ii) lama pendidikan formal; (iii)

besar anggota keluarga; (iv) luas areal dan status petani; (v) lamanya bekerja pada

usahatani sawah; dan (vi) pekerjaan di luar usahatani.

5.2.1 Umur petani sampel

Berdasarkan pada hasil survai yang dilakukan terhadap 88 petani sampel

di Subak Guama dan Subak Slanbawak diperoleh informasi bahwa rata-rata umur

petani adalah 48,60 tahun dengan kisaran antara 36 tahun sampai dengan 62

tahun. Sebagian besar petani berada pada rentangan umur antara 41-50 tahun,

yaitu sebesar 60,23 %. Secara lebih rinci distribusi frekuensi berdasarkan tingkat

umurnya disajikan dalam Tabel 5.1.

Tabel 5.1Distribusi frekuensi petani sampel berdasarkan umur

No Kisaran umur(th)

Frekuensi(orang)

Persentase(%)

1234

30 – 4041 – 5051 – 60

> 60

853252

9,0960,2328,412,73

Jumlah 88 100

Data yang ditampilkan pada Tabel 5.1 menunjukkan bahwa petani sampel

tergolong pada usia kerja atau usia produktif, yaitu mereka yang berusia antara 15

tahun sampai dengan 64 tahun. Selain itu, terdapat indikasi bahwa generasi muda

Page 4: social capital on farmers' agribusiness development within subak

66

di wilayah Subak Guama dan Subak Selanbawak memiliki kecendrungan untuk

bekerja di luar sektor pertanian. Kondisi ini memberikan konsekuensi bahwa

dalam diseminasi inovasi pertanian diperlukan adanya teknik komunikasi atau

penyuluhan yang mudah untuk dipahami oleh mereka yang telah berusia relatif

tua.

5.2.2 Lama Pendidikan Formal

Dari 88 orang petani sampel yang disurvai, ditemukan bahwa rata-rata

lama pendidikan formal petani sampel adalah 9,82 tahun, dengan kisaran antara

dari 4 tahun sampai dengan 12 tahun. Ini berarti bahwa lama pendidikan formal

petani sampel di kedua subak adalah setara dengan tamat Sekolah Menengah

Pertama (SMP). Secara lebih rinci, distribusi frekuensi petani sampel berdasarkan

pada lama pendidikan dapat dilihat pada Tabel 5.2.

Tabel 5.2Distribusi frekuensi petani sampel berdasarkan lama pendidikan formal

No Lama pendidikanformal (th)

Frekuensi(orang)

Persentase(%)

1234

< 6>6 – 9>9 – 12

> 12

2126410

23,8629,5546,59

0

Jumlah 88 100

Memperhatikan Tabel 5.2 dapat dijelaskan bahwa sebagian besar petani

(46,59 %) petani sampel memiliki lama pendidikan formal > 9-12 tahun dan

sebesar 23,86 % petani sampel memiliki lama pendidikan formal yang kurang dari

Page 5: social capital on farmers' agribusiness development within subak

67

6 tahun. Keadaan yang demikian ini memberikan konsekuensi bahwa diperlukan

adanya teknik penyuluhan yang partisipatif dalam pengembangan agribisnis

misalnya penyelenggaraan penyuluhan langsung di sawah dengan banyak praktek,

atau jika di kelas lebih banyak menggunakan gambar-gambar atau alat peraga

lainnya serta bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti terutama yang

berkenaan dengan pengembangan agribisnis.

5.2.3 Besar anggota keluarga

Berdasarkan pada hasil survai terhadap petani sampel di Subak Guama dan

Subak Selanbawak diperoleh informasi bahwa rata-rata besar anggota

keluarganya adalah sebanyak 4,73 orang, dengan kisaran antara tiga orang sampai

dengan tujuh orang. Secara lebih rinci, distribusi frekuensi petani sampel

didasarkan pada besarnya anggota keluarga dapat dilihat pada Tabel 5.3.

Tabel 5.3Distribusi frekuensi petani sampel berdasarkan besarnya anggota keluarga

No Besar anggota keluarga(orang)

Frekuensi(orang)

Persentase(%)

123

< 34– 6> 6

225313

25,0060,2314,77

Jumlah 88 100

Pada Tabel 5.3 tersebut juga menunjukkan bahwa sebagian terbesar dari

petani sampel (60,23 %) memiliki anggota keluarga yang besarnya 4-6 orang dan

hanya 14,77 % petani memiliki anggota keluarga yang besarnya lebih dari 6

orang. Selain itu, dalam penelitian ini diuraikan juga informasi mengenai kondisi

Page 6: social capital on farmers' agribusiness development within subak

68

jumlah anggota keluarga yang didasarkan pada umur dan jenis kelamin anggota

keluarganya.

Berdasarkan pada hasil survai pada kedua subak diperoleh informasi

bahwa jumlah anggota keluarga yang berjenis kelamin perempuan lebih kecil dari

pada mereka yang berjenis kelamin laki-laki. Jumlah anggota keluarga yang

berjenis kelamin laki-laki adalah sebesar 52,40 % dan sebesar 47,60 % adalah

berjenis kelamin perempuan. Secara lebih rinci distribusi frekuensinya dapat

dilihat pada Tabel 5.4.

Tabel 5.4Besarnya anggota keluarga berdasarkan umur dan jenis kelamin

No. Kelompok umur(tahun)

Jumlah anggota keluarga (orang)Laki-laki Perempuan Total %

123

< 1515 – 64

> 65

4814426

4213224

9027650

21,6366,3512,02

Jumlah 218 198 41652,40% 47,60% 100

__________________________________________________________________

Dari Tabel 5.4 dapat dilihat bahwa sebagian besar (66,35 %) keluarga

petani sampel tergolong pada usia produktif yaitu mereka yang memiliki kisaran

umur antara 15 – 64 tahun. Pada penelitian ini dapat diungkapkan juga besarnya

angka ketergantungan (dependency ratio) yaitu angka yang menunjukkan

perbandingan antara banyaknya orang yang termasuk dalam usia non-produktif,

yaitu mereka yang berusia 0 – 14 tahun dan usia di atas 64 tahun dengan

penduduk yang berada di dalam usia produktif (15 sampai dengan 64 tahun).

Page 7: social capital on farmers' agribusiness development within subak

69

Secara ekonomi besarnya angka ketergantungan petani adalah sebesar 50,73

(dibulatkan 51). Ini berarti bahwa sebanyak 51 anggota keluarga yang berada

pada usia non- produktif ditanggung oleh 100 penduduk usia yang produktif dan

tergolong tinggi.

5.2.4 Luas penguasaan lahan

Berdasarkan pada hasil penelitian terhadap 88 petani sampel, ditemukan

bahwa rata-rata luas penguasaan lahan sawah adalah sebesar 36,27 are dengan

kisaran antara 26 sampai dengan 58 are. Sebagian besar petani (86,36 %)

merupakan petani pemilik penggarap dan sisanya sebesar 13,64 % adalah petani

penyakap. Rata-rata luas penguasaan sawah yang dimiliki adalah 36,15 are. Rata-

rata luas tegalan yang dimiliki oleh petani adalah 24,02 are, di mana tidak ada

petani yang menyakap lahan tegalan. Distribusi penguasaan lahan sawah di lokasi

penelitian dapat dilihat pada Tabel 5.5.

Tabel 5.5Distribusi frekuensi petani berdasarkan luas penguasaan lahan sawah

No Luas areal sawah(are)

Frekuensi(orang)

Persentase(%)

1234

< 3030 - 4040 – 50> 50

3233158

36,3637,5017,059,09

Jumlah 88 100

Memperhatikan data yang disajikan pada Tabel 5.5 menunjukkan bahwa

sebagian besar petani (73,86) menguasai lahan sawah yang lebih kecil dari 40 are.

Penguasaan lahan sawah di lokasi penelitian adalah relatif sempit sehingga

Page 8: social capital on farmers' agribusiness development within subak

70

menjadi skala yang kurang menguntungkan secara ekonomis untuk

pengembangan usahatani padi.

5.2.5 Jenis pekerjaan di luar usahatani sawah

Hasil survai yang dilakukan terhadap petani sampel anggota di kedua

subak, terlihat bahwa sebagian besar petani (81,82 %) memiliki pekerjaan sebagai

peternak, khususnya ternak sapi. Ini berarti bahwa pemeliharaan sapi merupakan

pekerjaan lain yang dipandang sebagai usahatani terintegrasi dengan tanaman di

lahan sawah. Jenis pekerjaan di luar usahatani sawah di kedua subak dapat dilihat

pada Tabel 5.6.

Tabel 5.6Jenis pekerjaan di luar usahatani sawah

No Jenis Pekerjaan Frekuensi Persentase Keterangan1

23456

Peternakan(sapi, babi)DagangPegawai SwastaBuruhTukangPegawai negeri

72

261948228

81,82

29,5521,5954,5525,009,09

Petani memiliki lebihdari satu pekerjaansampingan.

Data pada Tabel 5.6 menunjukkan bahwa pekerjaan sampingan petani

sampel sebagai buruh memiliki frekuensi yang besar juga yaitu 54,55 %. Selain

itu, terlihat juga adanya pekerjaan lain sebagai tukang dan dagang untuk tambahan

penghasilan mereka. Pekerjaan sebagai dagang juga dilakukan oleh petani secara

bersama-sama dengan istrinya.

Page 9: social capital on farmers' agribusiness development within subak

71

5.3 Elemen-Elemen Modal Sosial Subak

5.3.1 Kepercayaan terhadap aktivitas subak dan koperasi

Di depan telah disebutkan bahwa kepercayaan merupakan merupakan suatu

harapan-harapan terhadap keteraturan, kejujuran, dan perilaku kooperatif yang

muncul dari dalam sebuah komunitas masyarakat yang didasarkan pada norma-norma

yang dianut bersama oleh para anggotanya. Pada penelitian ini, tingkat kepercayaan

anggota subak tergolong dalam kategori tinggi dengan rata-rata pencapaian skor

adalah 82,27 % dari skor maksimal dengan kisaran antara 48,33 % sampai dengan

91,67 %. Sebagian besar petani sampel memiliki kategori yang tinggi, yaitu

sebanyak 40,91 %. Secara lebih rinci, distribusi frekuensi petani berdasarkan pada

kepercayaan dapat dilihat pada Tabel 5.7.

Tabel 5.7Distribusi frekuensi petani berdasarkan pada kepercayaan

No Kategori Frekuensi Persentase(orang) (%)

1 Sangat tinggi 32 36,362 Tinggi 36 40,913 Sedang 18 20,464 Rendah 2 2,275 Sangat rendah 0 0

Jumlah 88 100

Informasi yang ditunjukkan pada Tabel 5.7 terlihat juga bahwa sebanyak

36,36 % petani memiliki kepercayaan yang sangat tinggi di antara sesama anggota

subak. Bahkan pada penelitian ini tidak ditemui adanya kepercayaan yang

terkategori sangat rendah. Saling percaya di antara petani sebenarnya telah

terbentuk sejak dahulu saat terbentuknya subak kemudian berlanjut dengan

Page 10: social capital on farmers' agribusiness development within subak

72

pengelolaan irigasi yang meliputi beberapa kegiatan pokoknya. Kegiatan-kegiatan

tersebut adalah distribusi dan alokasi air irigasi, pengelolaan operasi dan

pemeliharaan jaringan irigasi (gotong royong), pengelolaan keuangan subak,

penanganan konflik dan penyelenggaraan upacara keagamaan.

Air irigasi dan upacara ritual subak masih menjadi faktor pengikat yang

penting bagi anggota subak untuk mereka saling percaya. Kebersamaan dalam

berbagai aktivitas subak (irigasi, pertanian, ritual dan ekonomis) yang dilakukan

oleh para petani bersama-sama dengan pengurusnya didasarkan pada kepercayaan

di antara mereka.

Berdasarkan pada masing-masing peubah dalam kepercayaan ini, terlihat

bahwa pada peubah kepercayaan sesama anggota ditemukan tingkat frekuensi

yang terbesar pada kategori sangat tinggi yaitu sebanyak 50,00 %, dan terendah

pada peubah kepercayaan anggota kepada pegurus subak yaitu sebanyak 25,00 %

(lihat Tabel 5.8). Sedangkan frekuensi terbesar untuk kategori kepercayaan yang

rendah terdapat pada peubah kepercayaan anggota terhadap pengurus subak, yaitu

sebesar 4,54 %.

Saling percaya pada setiap indikator sebagian besar berada pada kategori

sangat tinggi dan tinggi karena para petani memiliki kepercayaan kepada sesame

petani dan juga dengan pengurus subak maupun koperasi. Mereka memiliki

keyakinan bahwa mereka berbuat sesuatu dengan harapan yang lainnya juga akan

berbuat yang sama. Putman (1992) menjelaskan bahwa trust merupakan suatu

bentuk didasari oleh perasaan ”yakin”, dimana seseorang akan melakukan sesuatu

seperti yang diharapkan dalam suatu pola tindakan yang saling mendukung.

Page 11: social capital on farmers' agribusiness development within subak

73

Tabel 5.8Distribusi frekuensi petani, rata-rata pencapaian skor dan interval berdasarkan

peubah-peubah kepercayaan

No Peubah/Kategori Frekuensi Persentase Rata-rata Intervalskor skor

(orang) (%) (%) (%)

1 Kepercayaan antar anggota 90,24 64,23 - 91,67Sangat tinggi 44 50.00Tinggi 42 47,73Sedang 2 2,27Rendah 0 0,00Sangat rendah 0 0,00Jumlah 88 100

2 Kepercayaan anggota dgn 76,67 48,33 – 90,56pengurus subakSangat tinggi 22 25,00Tinggi 28 31,82Sedang 34 38,64Rendah 4 4,54Sangat rendah 0 0,00Jumlah 88 100

3 Kepercayaan anggota dgn 83,63 50,46 – 89,55pengurus koperasiSangat tinggi 36 40,91Tinggi 40 45,46Sedang 10 11,36Rendah 2 2,27Sangat rendah 0 0,00Jumlah 88 100

4 Kepercayaan anggota thd 78,54 48,33 – 90,23kegiatan agribisnis subakSangat tinggi 26 29,55Tinggi 34 38,63Sedang 26 29,55Rendah 2 2,27Sangat rendah 0 0,00Jumlah 88 100

Page 12: social capital on farmers' agribusiness development within subak

74

Kepercayaan yang telah dimiliki oleh para petani menjadi salah satu modal

dasar (sosial) yang sangat penting di dalam melakukan aktivitas kolektif, seperti

dalam pengelolaan sistem subak yang meliputi aspek irigasi, pertanian, sosial

budaya dan ekonomis. Berbagai tindakan kolektif di antara individu-individu

dalam suatu kelompok yang didasari oleh kepercayaan yang tinggi akan dapat

meningkatkan partisipasi mereka dalam berbagai kegiatan pelaksanaan program-

program untuk kepentingannya.

Kepercayaan di antara para anggota, pengurus subak dan koperasi

merupakan cerminan adanya ikatan saling membutuhkan di dalam setiap

pelaksanaan aktivitas subak dan koperasi secara kolektif. Saling percaya di antara

mereka dapat memperlancar transaksi sosial dan ekonomis dan memberdayakan

kreatifitas individu-individu petani anggota dan pengurus dalam pengembangan

agribisnis.

Pada penelitian ini, kepercayaan terhadap pengurus subak ditunjukkan

oleh adanya rasa keyakinan yang tinggi di dalam pengelolaan subak seperti

pertanian, irigasi dan sosial budaya di tingkat subak. Informasi dan arahan-arahan

dari pengurus senantiasa dilaksanakan oleh anggota secara bersama-sama dalam

aktivitas di subaknya.

Pada tingkat koperasi dan embrio koperasi, saling percaya antara anggota

dengan pengurus koperasi tercermin dari diterimanya berbagai kegiatan agribisnis

yang diselenggarakan di dalam koperasi seperti layanan jasa penyediaan sarana

produksi pertanian, kredit, dan lain sebagainya. Kepercayaan anggota kepada

pengurus tercermin dari adanya keyakinan petani untuk menabungkan dan

mendepositokan uangnya pada koperasi.

Page 13: social capital on farmers' agribusiness development within subak

75

Selain itu, para anggota (petani) percaya kepada pengurus untuk

mengelola koperasi secara professional. Para petani mempercayai bahwa pengurus

koperasi memiliki jiwa wirausaha yang baik di dalam pengelolaan agribisnis

melalui koperasi. Selain itu, kepercayaan petani dicerminkan dari diterima

pertanggungjawaban pengurus koperasi setiap tahun melalui Rapat Anggota

Tahunan.

Kepercayaan pada aspek manfaat kegiatan agribisnis terlihat dari rasa

keyakinan yang tinggi anggota subak dan koperasi memanfaatkan jasa atau

layanan yang diberikan oleh subak melalui koperasi. Manfaat yang diterima oleh

petani adalah adanya keringanan kontribusi untuk kegiatan ritual subak karena

telah ditanggung oleh koperasi. Para anggota juga memperoleh Sisa Hasil Usaha

(SHU) yang diterima setiap tahun.

Adanya kepercayaan sebagai salah satu elemen modal sosial dalam sistem

subak, para petani dan pengurus subak serta pengurus koperasi dapat menjadi

suatu dasar terhadap interaksi di antara mereka tanpa adanya rasa saling

mencurigai. Selain itu, dengan kepercayaan yang tinggi di antara mereka juga

memberikan suatu kekuatan di dalam memelihara kohesivitas sosial subak dan

koperasi yang selanjutnya semakin memberikan daya afiliasi yang lebih kuat

untuk mencapai tujuan baik secara individu maupun institusi/lembaga (subak).

Seperti telah diuraikan di atas bahwa kepercayaan anggota subak ini

dipengaruhi oleh beberapa peubah observer, dimana berdasarkan pada analisa

Confimatory Factor Analysis (CFA) diperoleh bahwa peubah-peubah tersebut

memiliki bobot masing-masing yaitu (i) saling percaya di antara sesama anggota

sebesar 0,93 (ii) kepercayaan petani terhadap pengurus subak sebesar 0,51 (iii)

Page 14: social capital on farmers' agribusiness development within subak

76

kepercayaan petani terhadap pengurus koperasi sebesar 0,68 dan (iv) kepercayaan

anggota terhadap kegiatan agribisnis di subak 0,52 (lihat Gambar 5.2).

KEPERCAY

Gambar 5.2Hasil CFA peubah kepercayaan petani

Keterangan:SESAMA : Kepercayaan antar anggotaPINBAK : Kepercayaan anggota terhadap pengurus subakPINKOP : Kepercayaan anggota terhadap pengurus koperasiBISNIS : Kepercayaan anggota terhadap kegiatan bisnis di subakKEPERCAY : Kepercayaan sebagai elemen modal sosial

Memperhatikan pada hasil analisa CFA seperti di atas dan untuk dapat

membentuk model persamaan struktural yang fit, maka dipilih tiga peubah

observer yang memiliki bobot yang lebih besar dari 0,50 yaitu kepercayaan antara

anggota subak (0,93) kepercayaan anggota terhadap dengan pengurus koperasi

(0,68), kepercayaan anggota terhadap kegiatan agribisnis di subak (0,52).

Kepercayaan anggota terhadap pengurus koperasi menunjukkan indikasi

adanya keyakinan kapasitas pengurus dalam pengelolaan kegiatan ekonomis

(agribisnis) pada sistem subak. Saling percaya (mutual trust) yang terbentuk di

SESAMA

PINBAK

PINKOP

BISNIS

0,93

0,50

0,68

0,52

0,27

0,74

0,64

0,53

Page 15: social capital on farmers' agribusiness development within subak

77

antara mereka menjadikan landasan yang kuat bagi keberlangsungan koperasi,

terutama dalam keikutsertaan atau partisipasi kegiatan-kegiatan agribisnis subak.

Sedangkan kepercayaan anggota terhadap kegiatan ekonomis di tingkat

subak juga tercermin dari manfaat yang diperoleh dalam kemudahan dalam

memperoleh sarana produksi pertanian, kredit dan lain sebagainya. Kondisi ini

sejalan dengan Fukuyama (1995) bahwa trust merupakan energi kolektif di

masyarakat yang memungkinkan mereka untuk saling bersatu dan berkontribusi

guna peningkatan kemajuan ekonomisnya.

5.3.2 Norma sosial dalam subak dan koperasi

Norma sosial yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah seperangkat

aturan-aturan yang diberlakukan pada aktivitas subak dan koperasi, yaitu adanya

awig-awig dengan perarem subak, dan anggaran dasar beserta anggaran rumah

tangga KUAT. Berdasarkan pada hasil penelitian ditemukan bahwa kekuatan

norma sebagai elemen modal sosial terhadap penyelenggaraan agribisnis di

tingkat subak kategori tinggi, yaitu rata-rata pencapaian skornya adalah 82,95 %

dari skor maksimal dengan kisaran antara 50,24 % sampai dengan 94,08 %.

Sebagian besar petani memiliki kekuatan norma pada kategori tinggi yaitu sebesar

54,54 %. Distribusi frekuensi petani berdasarkan pada kekuatan norma sosial

dapat dilihat pada Tabel 5.9.

Data yang ditunjukkan pada Tabel 5.9 memberikan informasi bahwa

sebanyak 31,82 % petani menyatakan bahwa norma sosial yang ada di dalam

subak dan anggaran dasar/anggaran rumah tangga KUAT memiliki kekuatan yang

sangat tinggi. Hasil penelitian juga menujukkan bahwa tidak ada petani yang

Page 16: social capital on farmers' agribusiness development within subak

78

menyatakan bahwa norma sosial yang ada memiliki kekuatan pada kategori yang

sangat rendah.

Tabel 5.9Distribusi frekuensi petani berdasarkan pada norma sosial

No Kategori Frekuensi Persentase(orang) (%)

1 Sangat tinggi 28 31,822 Tinggi 48 54,543 Sedang 9 10,234 Rendah 3 3,415 Sangat rendah 0 0

Jumlah 88 100

Terdapat empat peubah dalam kekuatan norma sosial yang diteliti, yaitu

pengetahuan tentang norma, peranan norma, kuatnya sanksi norma, dan ketaatan

terhadap norma. Di antara masing-masing peubah dalam norma sosial ini, terlihat

bahwa pada peubah kuatnya sanksi norma memiliki tingkat frekuensi petani yang

paling besar untuk kategori sangat tinggi, yaitu sebanyak 40,91 %, dan terendah

pada peubah pengetahuan tentang norma, yaitu sebanyak 21,59 %. Secara lebih

rinci distribusi frekuensi petani, rata-rata pencapaian skor dan interval didasarkan

pada masing-masing peubah dapat dilihat pada Tabel 5.10.

Kondisi tersebut mencerminkan bahwa norma yang terkandung di dalam

awig-awig subak dan AD/ART koperasi memberikan ikatan yang sangat kuat bagi

para petani dan pengurusnya. Hal ini disebabkan karena di dalam aturan-

aturannya mengikat perilaku mereka terhadap sesuatu yang harus dilakukan dan

yang tidak boleh dilakukan. Sanksi yang diberlakukan terutama sanksi sosial

dipandang sangat memberatkan bagi petani dan pengurus subak dan koperasi.

Page 17: social capital on farmers' agribusiness development within subak

79

Tabel 5.10Distribusi frekuensi petani, rata-rata pencapaian skor dan interval berdasarkan

peubah-peubah norma sosial

No Peubah/Kategori Frekuensi Persentase Rata-rata Interval(orang) (%) skor skor

(%) (%)

1 Pengetahuan ttg norma sosial 81,45 44,33 – 90,67Sangat tinggi 19 21,59Tinggi 44 50,00Sedang 16 18,18Rendah 9 10,23Sangat rendah 0 0,00Jumlah 88 100

2 Peranan norma sosial 81,78 46,23 – 92,45Sangat tinggi 27 30,68Tinggi 49 55,68Sedang 9 10,23Rendah 3 3,41Sangat rendah 0 0,00Jumlah 88 100

3 Kuatnya sanksi norma sosial 83,33 50,24 – 94,08Sangat tinggi 36 40,91Tinggi 48 54,54Sedang 3 3,41Rendah 1 1,14Sangat rendah 0 0,00Jumlah 88 100

4 Ketaatan terhadap norma sosial 83,24 51,23 – 93,33Sangat tinggi 30 34,09Tinggi 51 57,95Sedang 4 4,55Rendah 3 3,41Sangat rendah 0 0,00Jumlah 88 100

Norma sosial subak dan koperasi (awig-awig dan anggaran dasar dan

anggaran rumah tangga) memiliki fungsi kontrol yang tinggi bagi seluruh petani,

pengurus subak dan pengurus koperasi. Norma ini menjadi suatu pedoman yang

Page 18: social capital on farmers' agribusiness development within subak

80

sangat mengikat mereka di dalam setiap aktivitas persubakan yang terkait dengan

irigasi, pertanian, sosial budaya dan agribisnis. Norma-norma tersebut memiliki

fungsi sebagai pengontrol berbagai bentuk interaksi sosial di antara para petani

dengan pengurus subak dan koperasi. Dalam sistem subak, norma-norma yang

dimilikinya merupakan nilai-nilai sosial dan budaya yang telah berkembang sejak

dahulu yang didasarkan pada ajaran agama Hindu Bali.

Berdasarkan pada analisa CFA, masing-masing peubah norma sosial

memiliki bobot yang bervariasi. Pengetahuan tentang norma memiliki bobot

sebesar 0,47; besar bobot peranan norma adalah 0,69; kuatnya sanksi norma

memiliki bobot sebesar 0,79, dan besarnya bobot peubah ketaatan terhadap norma

adalah 0,67 (lihat Gambar 5.3).

Memperhatikan hasil analisa tersebut di atas, dipilih tiga peubah observer

yang memiliki bobot tertinggi untuk membentuk model persamaan struktural yang

fit, yaitu peubah peranan norma (0,69); sikap terhadap sanksi (0,79), dan ketaatan

terhadap norma (0,67). Peranan norma sosial baik di tingkat subak dan koperasi

termasuk embrio koperasi memiliki kekuatan yang yang tinggi di dalam mengatur

pola interaksi anggota subak dan koperasi.

Norma sosial (awig-awig dan anggaran dasar/anggaran rumah tangga

koperasi) ini menjadi pedoman bagi para petani sebagai anggota subak dan

koperasi (termasuk embrio koperasi). Setiap kegiatan di lingkungan internal

subak dan koperasi, seperti pengelolaan irigasi, pertanian, penyelenggaraan

kegiatan sosial budaya termasuk ritual keagamaan dan aktivitas agribisnis diatur

melalui norma sosial tersebut.

Page 19: social capital on farmers' agribusiness development within subak

81

NORMASOS

Gambar 5.3Hasil CFA peubah norma sosial

Keterangan:TAHUNOR : Pengetahuan terhadap norma sosialKUATNOR : Peranan norma sosialSANKSI : Kuatnya sanksi norma sosialTAATNOR : Ketaatan terhadap norma sosialNORMASOS : Norma sosial

Kuatnya sanksi norma sosial baik yang ada di dalam subak maupun

koperasi dan embrio koperasi memberikan pengaruh yang signifikan terhadap

penyelenggaraan kegiatan subak dan koperasi. Meskipun petani tidak tahu secara

rinci isi dari awig-awig dan juga anggaran dasar dan anggaran rumah tangga

koperasi, tetapi mereka menilai bahwa sanksi yang terdapat di dalamnya adalah

memiliki pengaruh yang sangat kuat. Terlebih lagi, sanksi yang diterapkan

mencakup sanksi sosial yang memiliki kekuatan sangat tinggi.

Sanksi yang kuat terhadap norma sosial yang terdapat di dalam subak dan

koperasi mendorong petani untuk menjaga ketaatannya di dalam bertingkah laku

terkait dengan aktivitas persubakan termasuk kegiatan ekonomis subak. Salah satu

sanksi yang sangat kuat pengaruhnya adalah penutupan air bagi petani yang

melanggar aturan-aturan yang telah ditetapkan di dalam awig-awignya. Selain itu,

TAHUNOR

KUATNOR

SANKSI

TAATNOR

0,47

0,79

0,67

0,69

0,55

0,43

0,53

0,78

Page 20: social capital on farmers' agribusiness development within subak

82

norma sosial yang diberlakukan dalam sistem subak di Subak Guama dan

Selanbawak adalah berkenaan dengan nilai-nilai keagamaan juga, seperti karma

pala. Nilai-nilai ini memiliki fungsi yang kuat dalam mengatur prilaku

berinteraksi di antara para petani untuk mengembangkan potensi-potensi yang ada

secara bersama-sama.

Berkenaan dengan pengembangan agribisnis di tingkat subak, terdapat

penambahan ketentuan pada awig-awig subak yaitu dengan menambahkan aturan

mengenai kegiatan ekonomis. Ketentuan tersebut menyebutkan bahwa pada

sumber-sumber penerimaan subak adalah dari kegiatan usaha ekonomis yang telah

mendapatkan persetujuan dari anggota subak.

5.3.3 Jaringan Sosial Petani

Jaringan sosial (social networking) subak menggambarkan hubungan atau

interaksi di antara para petani termasuk dengan pengurus subak dan koperasi di

masing-masing subak. Hasil penelitian terhadap 88 petani sampel menunjukkan

bahwa terdapat jaringan sosial yang tinggi pada subak, dimana rata-rata

pencapaian skor petani untuk jaringan sosialnya adalah 78,64 % dari skor

maksimal dengan kisaran antara 42,33 % sampai dengan 88,67 %. Sebagian besar

petani (40,91 %) memiliki tingkat hubungan atau interaksi yang tinggi di dalam

aktivitas subak dan koperasinya. Distribusi frekuensi petani didasarkan pada

tingkat interaksinya disajikan pada Tabel 5.11.

Page 21: social capital on farmers' agribusiness development within subak

83

Tabel 5.11Distribusi frekuensi petani berdasarkan pada jaringan sosial

No Kategori Frekuensi Persentase(orang) (%)

1 Sangat tinggi 28 31,822 Tinggi 36 40,913 Sedang 14 15,914 Rendah 10 11,365 Sangat rendah 0 0

Jumlah 88 100

Informasi yang ditunjukkan pada Tabel 5.11 terlihat bahwa sebanyak

31,82 % petani memiliki tingkat interaksi yang sangat tinggi dalam jaringan

sosialnya. Kondisi ini memberikan indikasi bahwa hubungan atau interaksi petani

dengan petani lainnya, pengurus subak dan koperasi serta pihak luar tergolong

sangat baik. Interaksi sosial ini dapat berupa pertemuan yang sifatnya informal

dan formal, individual dan berkelompok mengenai aktivitas persubakan dan

ekonomis subak. Hasil penelitian juga menujukkan bahwa tidak ada petani yang

memiiki tingkat jaringan sosial yang sangat rendah.

Terdapat tiga peubah yang dalam jaringan sosial yang diteliti, yaitu

interaksi di antara para petani anggota, interaksi antara petani anggota dengan

pengurus subak dan koperasi dan interaksi antara petani dengan pihak luar.

Berdasarkan pada masing-masing peubah dalam jaringan sosial ini, terlihat bahwa

frekuensi yang terbesar untuk kategori sangat tinggi ditemukan pada peubah

interaksi di antara petani yaitu sebanyak 36,36 %, dan terendah pada peubah

interaksi dengan pihak luar, yaitu sebanyak 27,28 %. Distribusi frekuensi petani,

Page 22: social capital on farmers' agribusiness development within subak

84

rata-rata pencapaian skor dan interval berdasarkan pada masing-masing peubah

jaringan sosialnya (interaksi sosial) disajikan pada Tabel 5.12.

Tabel 5.12Distribusi frekuensi petani, rata-rata pencapaian skor dan interval

berdasarkan peubah-peubah jaringan sosial

No Peubah/Kategori Frekuensi Persentase Rata-rata Intervalinteraksi (orang) (%) skor skor

(%) (%)

1 Antar petani anggota 83,67 51,33 – 88,67

Sangat tinggi 32 36,36

Tinggi 34 38,64

Sedang 10 11,36

Rendah 12 9,09

Sangat rendah 0 0,00

Jumlah 88 100

2 Antara petani anggota dgn 76,24 48,45 – 87,36

pengurus subak dan koperasi

Sangat tinggi 28 31,82

Tinggi 36 40,91

Sedang 16 18,18

Rendah 8 11,36

Sangat rendah 0 0,00

Jumlah 88 100

3 Antara petani anggota dgn 76,01 42,33 – 86,91

pihak luar

Sangat tinggi 24 27,28

Tinggi 38 43,18

Sedang 16 18,18

Rendah 10 13,64

Sangat rendah 0 0,00

Jumlah 88 100

Page 23: social capital on farmers' agribusiness development within subak

85

Memperhatikan data yang disajikan pada Tabel 5.12 menunjukkan juga

bahwa tingkat intensitas interaksi antara petani anggota dengan pihak luar adalah

relatif bagus. Kondisi ini terlihat dari besarnya frekuensi petani sampel yang

memiliki tingkat interaksi tinggi dan sangat tinggi yaitu mencapai 60,46 %. Pihak

luar yang memiliki intensitas interaksi tinggi dengan petani anggota subak dan

koperasi adalah PPL (baik yang dari kabupaten Tabanan maupun provinsi Bali).

dan petugas dari BPTP Bali, selain petugas dari koperasi, Dinas Pekerjaan Umum

(DPU), pihak swasta dan partner kerja koperasi. Interaksi ini dilakukan di lahan

sawah dan juga di bale subak (saat penyuluhan-penyuluhan dan pelatihan-

pelatihan).

Berdasarkan pada analisa CFA, masing-masing peubah jaringan sosial

memiliki bobot yang bervariasi. Interaksi antar petani memiliki bobot yang

terbesar yaitu 0,78; besar bobot peubah interaksi antara petani dengan pengurus

subak dan koperasi adalah 0,58; dan dan bobot peubah interaksi antara petani

dengan pihak luar adalah sebesar 0,56 (lihat Gambar 5.4).

Interaksi antar petani di dalam organisasi subak dan koperasi (termasuk

embrio koperasi) terlihat melalui berbagai kegiatan pertanian, irigasi, sosial

budaya dan ekonomis. Kegiatan pertanian yang melibatkan antara anggota dengan

pengurus subak di antaranya adalah berupa sangkepan dan paruman mengenai

pemilihan jenis atau varietas tanaman padi yang akan diusahakan, pola tanam dan

jadwal tanam termasuk pengendalian hama dan penyakit. Beberapa interaksi yang

Page 24: social capital on farmers' agribusiness development within subak

86

terkait dengan kegiatan irigasi adalah dalam perbaikan dan pemeliharaan jaringan

irigasi (bangunan dan saluran irigasi), iuran-iuran untuk perbaikan jaringan irigasi,

pinjam-meminjam air irigasi.

JARINGAN

Gambar 5.4Hasil CFA peubah jaringan sosial

Keterangan:INTERNI : Interaksi antar anggota subakINTERUS : Interaksi antara anggota subak dengan pengurus subak dan

koperasiINTERLU : Interaksi antara anggota subak dengan pihak luarJARINGAN : Jaringan sosial

Sedangkan interaksi antara anggota dengan pengurus subak dan koperasi

dalam kegiatan sosial budaya adalah berupa kegiatan upacara keagamaan, gotong

royong yang dimulai dari saat persiapan kegiatan sampai dengan berakhirnya

kegiatan-kegiatan tersebut. Sedangkan kegiatan ekonomis mencakup simpan

pinjam, penyediaan sarana produksi pertanian dan beberapa kegiatan agribisnis

dalam sistem subak.

INTERLU

INTERUS

INTERNI

0,78

0,58

0,56

0,39

0,66

0,60

Page 25: social capital on farmers' agribusiness development within subak

87

Jaringan sosial yang berkenaan dengan interaksi antara petani dengan

pihak luar seperti PPL dan petugas dari institusi lainnya (Dinas Perindagkop,

Dinas Pekerjaan Umum, BPTP dan lain sebagainya) adalah dalam bentuk

penyuluhan dan pelatihan yang diselenggarakan oleh subak dan koperasi, dan

beberapa penyampaian informasi lainnya. Penyuluhan dan pelatihan yang pernah

dilakukan di Subak Guama adalah berkenaan dengan teknologi budidaya

pertanian, peternakan, pembuatan kompos, bio-urine, pembenihan, manajemen,

agribisnis dan lain sebagainya. Sedangkan pada Subak Selanbawak juga meliputi

teknologi budidaya, peternakan, kegiatan ekonomis subak dan lain sebagainya.

Interaksi sosial yang tinggi antara petani dengan pihak luar seperti PPL

memberikan kecendrungan yang positif terhadap partisipasi petani dalam

pengembangan agribisnis subak. Informasi dari pihak luar yang memiliki

kompetensi tentang pengembangan agribisnis dan dilakukan melalui pendekatan

partisipasif menyebabkan pertani memiliki ketidakragu-raguan terhadap inovasi

tersebut, seperti yang terjadi pada Kelompok Tani terkait dengan partisipasinya

dalam proses adopsi inovasi Jagung di Lombok Timur (Bulu, dkk, 2009).

5.4 Kegiatan Agribisnis pada Sistem Subak

Seperti yang telah diuraikan di atas (Subbab 5.3) bahwa kegiatan agribisnis

pada sistem subak ditujukan untuk mendukung peningkatan usahatani di lahan

sawah dan pendapatan anggotanya. Pada Subak Guama, pengembangan agibisnis

diselenggarakan melalui pembentukan koperasi yang dinamakan Koperasi Usaha

Agribisnis Terpadu (KUAT) Subak Guama yang telah berstatus badan hukum

Page 26: social capital on farmers' agribusiness development within subak

88

yaitu Nomor 22/BH/Diskop/VIII/2003 tertanggal 14 Agustus 2003. Sedangkan

pada Subak Selanbawak, koperasi yang ada belum memiliki status badan hukum.

KUAT Subak Guama memiliki fungsi untuk mengadakan pengelolaan

unit-unit usaha ekonomis bagi anggota Subak Guama yang berkenaan dengan

pengelolaan usahatani dan peningkatan pendapatan anggota subak. KUAT yang

telah terbentuk merupakan suatu unit lembaga yang berada dibawah pengelolaan

sistem subak. Melalui sumber modal yang berasal dari pemerintah, beberapa

kegiatan utama yang telah dilakukan adalah sebagai berikut.

1. Kegiatan Pengelolaan Padi Terpadu (Integrated Crops Management) sebesar

Rp 98.000.000,00.

2. Kegiatan Integrasi Padi-Ternak (Crops-Livestock System) yang besarnya

adalah Rp 663.500.000,00.

3. Kegiatan penguatan modal usaha rumah tangga yaitu Kredit Usaha Mandiri

(KUM) sebesar Rp 81.700.000,00.

Pada kegiatan usaha pengelolaan tanaman terpadu awalnya telah

direalisasikan dalam bentuk penyaluran saprodi (sarana produksi padi) dari

penyaluran benih, pupuk, dan pestisida dengan sistem pembayaran setelah panen

(empat bulan) dengan bunga 1 % / bulan. KUAT Subak Guama bekerjasama

dengan pemasok sarana produksi seperti pupuk yaitu PT Setiatani dan PT Pupuk

Kaltim. Sementara itu, pemasok pestisida, herbisida dan fungisida adalah PT

Syngenta, BASF, Bayer dan lain sebagainya. Selain memproduksi sendiri benih

padi, KUAT Subak Guama juga memperoleh pasokannya dari beberapa

perusahaan seperti PT Sang Hyang Sri dan PT Subur Kimia.

Page 27: social capital on farmers' agribusiness development within subak

89

Pada kegiatan usaha integrasi sistem padi dengan ternak, telah direalisasikan

dalam bentuk kredit ternak sapi kepada anggota Subak Guama dengan besar kredit

sebesar Rp 3.000.000,00/ekor dengan bunga sebasar 1 % dalam jangka waktu

pengembalian selama dua tahun. Kredit usaha mandiri (simpan pinjam)

diselenggarakan dengan memberikan bantuan penguatan modal usaha untuk para

wanita tani seperti : (i) usaha minyak kelapa; (ii) usaha ternak babi; (iii) usaha

jajan bali; (iv) usaha tenun; (v) usaha ukir; dan (vi) usaha dagang. Beberapa

kegiatan agribisnis pada Subak Guama dapat dilihat pada Gambar 5.5.

Gambar 5.5Kegiatan agribisnis pada Subak Guama

Subsistempenyediaan Saprotan

& Alsintan

Subsistemusahatani

BPTP (Penyuluh-an dan pelatihanBPSB (sertifikasibenih

Subsistempemasaran

Subsistempengolahan

Penyediaan saprodi :kerja sama denganPT Setiatani, PTPupuk Kaltim, PTSyngeta, BASF danBayer

Pengelolaanusahatani padi

terpadu

Pengelolaanintegrasitanaman

dengan ternaksapi Pengolahan

pupuk organik

Pemasaran benihpadi

Pelayanan kredit danKUM (dengansasaran petani danwanita tani)

Subsistempenunjang

Pengolahan padi

Pelayanan jasaAlsintan

Pemasaranpupuk organik

Pemasaran beras

Aktivitasindustri rumah

tangga Olahan minyakkelapa, ukiran,

dsb

Pemasaranminyak, ukiran,

dsb

SistemAgribisnis

Page 28: social capital on farmers' agribusiness development within subak

90

Pada Gambar 5.5 terlihat bahwa terdapat berbagai unit usaha bisnis yang

saling terkait antara satu subsistem dengan subsistem lainnya, seperti pengelolaan

integrasi tanaman dengan ternak sapi memunculkan adanya usaha bisnis

pengolahan dan pemasaran pupuk organik. Pengembangan kegiatan usaha

agribisnis di subak di Subak Guama mengalami peningkatan yang signifikan,

terutama dari aspek finansialnya. Jumlah modal usaha yang dimiliki oleh KUAT

Subak Guama bertambah tinggi untuk ketiga kegiatan usaha di atas seperti yang

ditunjukkan pada Tabel 5.13

Tabel 5.13Perkembangan modal usaha KUAT Subak Guama yang

bersumber dari BLM

No Kegiatan Modal awal2003 (Rp)

Modal 2011(Rp)

Kenaikan(%)

Rata-rata/th(%)

1

2

3

Integrasi paditernakPengelolaanpadi terpaduKredit usahamandiri

663.500.000

98.000.000

81.700.000

923.534.113

2.068.790.460

1.044.042.023

39,2

2.011,0

1.177,9

4,9

251,38

147,24

Jumlah 843.200.000 4.036.366.596 378,70 47,34Sumber: KUAT Subak Guama, 2012

Kondisi ini memberikan indikasi bahwa pembentukan koperasi pada sistem

subak memberikan peningkatan nilai ekonomis dan memberikan manfaat bagi

petani anggotanya. Atau dengan kata lain, nilai ekonomis modal usaha KUAT

Subak Guama pada kegiatan integrasi padi ternak, pengelolaan padi terpadu dan

kredit usaha mandiri mengalami kenaikan dengan rata-rata sebesar 47,34 % per

Page 29: social capital on farmers' agribusiness development within subak

91

tahun, dimana persentase tertinggi kenaikannya adalah pada kegiatan usaha

pengelolaan padi terpadu, yaitu mencapai rata-rata 251,38 % per tahun.

Secara keseluruhan nilai aset yang dimiliki olek KUAT Subak Guama pada

akhir 2012 adalah sebesar Rp 4.036.366.596. Selain itu, ditemukan pula bahwa

pada tahun 2011 akhir, tercatat besarnya deposito petani di koperasi subak sebesar

Rp 697.500.000, dan jumlah tabungan yang besar yaitu Rp 738.158.800. Kondisi

ini memberikan indikasi yang kuat bahwa petani telah memiliki kepercayaan

kepada koperasi sehingga mereka yakin bahwa uang yang didepositokan dan

ditabung terjamin keamanannya.

Dalam pengembangan agribisnis subak melalui KUAT, pengurus telah

mengupayakan berbagai prasarana dan sarana pendukung untuk melancarkan

usaha-usaha ekonomis yang dilakukannya, seperti bangunan kantor, kendaraan,

peralatan dan lain sebagainya. Beberapa prasarana yang dimiliki dan dikelola oleh

KUAT Subak Guama disajikan pada Tabel 5.14.

Pengelolaan parasarana yang dilakukan oleh managemen KUAT Subak

Guama dilakukan secara terbuka dan transparan melalui kegiatan inventarisasi

yang baik dan dilaporkan kepada subak setiap tahun. Guna menjamin umur teknis

prasarana-prasarana yang dikuasainya, koperasi melakukan perawatan secara baik

dan rutin dengan menganggarkan biayanya setiap tahun. Pada periode tahun 2012

tercatat bahwa koperasi telah menganggarkan biaya atau dana pemeliharaan dan

perbaikan infrastruktur sebesar Rp 22.642.271.

Manfaat ekonomis yang dirasakan oleh petani anggota subak yang sekaligus

anggota koperasi tercermin dari kondisi besarnya Sisa Hasil Usaha (SHU). Pada

penelitian ini, ditemukan juga bahwa sisa hasil usaha KUAT sejak tahun 2004

Page 30: social capital on farmers' agribusiness development within subak

92

Tabel 5.14Prasarana KUAT Subak Guama

No Prasarana Unit Tahun Nilai (Rp)

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

Bangunan kantor

Mitsubishi PU L300

Handtractor, Kubota

Power tresser

Mesin pengayak kompos

Rice Milling Unit

Lantai Jemur

Kandang koloni

Gudang benih

Set meja kerja

Meja dan kursi tamu

Set komputer

2

1

3

4

1

1

1

1

1

7

2

3

2005

2007

2006

2006

2006

2007

2007

2007

2006

2005

2007

2006

84.862.000

47.000.000

65.050.000

12.000.000

4.500.000

96.254.000

45.000.000

17.561.000

29.000.000

7.400.000

3.000.000

24.000.000

Sumber: KUAT Subak Guama, 2012

sampai dengan tahun 2012 mengalami perubahan yang signifikan meskipun pada

tahun 2008 dan 2009 mengalami penurunan. Besaran sisa hasil usaha KUAT

Subak Guama dapat dilihat pada Tabel 5.15.

Menurunnya SHU KUAT Subak Guama pada tahun 2008 disebabkan oleh

adanya pemanfaatannya untuk kegiatan ritual (ngenteg linggih dan ngusaba nini)

yang diselenggarakan oleh subak yang memerlukan dana relative tinggi. Ini

berarti bahwa KUAT memberikan kontribusi yng sangat besar untuk kepentingan

aktivitas subak. Atau dengan kata lain, adanya KUAT Subak Guama, petani

anggota subak memperoleh keringanan ekonomis di dalam berkontribusi untuk

kegiatan ritual di tingkat subak. Pada tahun tersebut, besarnya kontribusi KUAT

Page 31: social capital on farmers' agribusiness development within subak

93

Tabel 5.15Sisa hasil Usaha KUAT Subak Guama

Tahun SHU (Rp)

2004

2005

2006

2007

2008

2009

2010

2011

2012

8.274.823

109.889.492

140.952.178

159.175.138

212.227.525

183.404.678

192.214.271

150.948.469

133.768.171

Sumber: KUAT Subak Guama, 2012

Subak Guama adalah Rp 173.000.000 (sebesar 50% dari total biaya yang

dibutuhkan. Sedangkan rendahnya SHU pada tahun 2009 diakibatkan oleh

adanya serangan hama tikus pada tanaman padi sehingga produksi benih pada

usaha penangkaran yang luasnya 50 ha menjadi sangat menurun termasuk

penjualan sarana produksinya.

Adapun pengembangan usaha yang dilakukan KUAT Subak Guama selain

kegiatan pokok BLM yaitu sebagai berikut.

1. Usaha penangkaran benih padi

Dalam proses penangkaran ini KUAT Subak Guama telah mampu

menangkarkan 10 – 20 ha/musim dengan kapasitas produksi yang besarnya

sekitar 100 ton/musim tanam.

Page 32: social capital on farmers' agribusiness development within subak

94

2. Usaha prosesing kompos

Usaha ini dilakukan dengan menggunakan bahan baku ternak sapi yang

diambil dari petani di Subak Guama dengan memanfaatkan bahan aktif

Romino Bacillus (RB) yang difasilitasi oleh BPTP. Produksi pupuk organik

Subak Guama mencapai rata rata 25 ton/bulan dan sebagian besar dipasarkan

untuk komoditi tanaman hias dan hortikultura.

3. Unit Pelayanan Jasa Alat dan Mesin Pertanian (UPJA)

Unit pelayanan jasa alat dan mesin pertanian adalah untuk menunjang

kegiatan dalam usaha meningkatkan produksi pertanian. Alat dan mesin ini

dimanfaatkan petani sejak pengolahan lahan sampai dengan penanganan

pasca panen. Alat dan mesin yang tersedia antara lain : hand traktor, seeder

(alat tanam tabela), power tresser, Rice Milling Unit (RMU).

Tahun 2007 KUAT Subak Guama dijadikan salah satu unit percontohan

dalam pelaksanaan program nasional yaitu Program Rintisan dan Akselerasi

Pemasyarakatan Inovasi Teknologi Pertanian (Prima Tani). Adapun kegiatan

kegiatan yang dilakukan dalam Prima Tani tersebut adalah sebagai berikut.

1. Bidang penerapan teknologi pola tanam (tanaman pangan & palawija), yaitu

berupa:

a. penggunaan benih bermutu dengan anjuran 20 – 25 kg /ha;

b. penanaman bibit muda (umur 15 – 21 hari);

c. penanaman bibit 1 – 2 batang per lubang;

d. penanaman dengan sistem Tapin Legowo;

e. penanaman dengan sistem Tabela Legowo;

Page 33: social capital on farmers' agribusiness development within subak

95

2. Pengolahan limbah ternak untuk pupuk organik padat & cair.

3. Usaha penangkaran benih tanaman padi.

4. Pengenalan beberapa varietas unggul baru.

5. Usaha pengeringan dan prosesing (Rice Milling Unit).

6. Pengadaan kandang koloni (usaha penggemukan sapi).

7. Penguatan kelembagaan kelompok termasuk kelompok wanita tani.

8. Pembentukan jaringan kerja sama lintas instansi.

9. Peningkatan kesehatan ternak.

10. Pelatihan Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu, pasca panen, dan

klinik konsultasi pertanian.

Di sisi lain, pengembangan agribisnis pada Subak Selanbawak

menunjukkan hasil yang berbeda dibandingkan dengan Subak Guama. Pada

Subak Selanbawak, kegiatan agribisnis diselenggarakan melalui embrio koperasi

yang telah dibentuk tetapi belum memiliki status badan hukum. Pada awalnya,

modal yang dimiliki oleh embrio koperasi tersebut adalah sebesar Rp 75.000.000

yang merupakan bantuan dari pemerintah melalui Dinas Pertanian Tanaman

Pangan Provinsi Bali pada tahun 2001.

Keseluruhan modal yang dimilikinya dimanfaatkan untuk pemberian

kredit petani anggota dalam memperoleh sarana produksi (benih, pupuk, pestisida)

termasuk juga upah tenaga kerja, sebagai bagian dari kegiatan ekonomis di subak

(lihat Gambar 5.6). Terbatasnya modal usaha yang dimiliki oleh subak

menyebabkan penyaluran kreditnya dilakukan secara bergilir. Besarnya tingkat

bunga yang diberlakukan terhadap pinjaman ini adalah 2 %/ bulan untuk jangka

Page 34: social capital on farmers' agribusiness development within subak

96

waktu selama empat bulan. Pengembalian keseluruhan pinjaman kepada subak

dilakukan setelah panen.

Gambar 5.6Kegiatan agribisnis pada Subak Selanbawak

Gambar 5.6 menunjukkan bahwa kegiatan agribisnis pada embrio koperasi

Subak Selanbawak hanya dilakukan pada subsistem penyediaan sarana produksi

dan subsistem produksi atau on-farm. Para petani hanya melakukan kegiatan

agribisnis pada subsistem penyediaan sarana produksi dan pelayanan kredit.

Petani-petani menyusun RDKK yang diajukan sesuai dengan kebutuhan untuk

usahatani padinya. Subak melalui embrio koperasinya membuat aturan pinjaman

dan pengembalian kredit. Besaran pinjaman adalah Rp 1.000.000 sampai dengan

Rp 3.000.000 dan tanpa agunan. Apabila terjadi gagal panen, maka peminjam

hanya mengembalikan sejumlah uang yang dipinjamnya tanpa dikenakan bunga.

Subsistempenyediaansaprodi

Subsistemusahatani

Dinas Pertanian(penyuluhan)

PenyediaanSaprodi;kerjasamadengan KUDBringkit

SistemAgribisnis

Pelayanan kredit

Usahatani padi

Subsistempenunjang

Page 35: social capital on farmers' agribusiness development within subak

97

Telah diatur pula dalam embrio koperasi ini bahwa jika petani tidak

mengembalikan pinjamannya sesuai dengan waktu yang sudah ditentukan, maka

subak dapat mengambil tindakan melalui beberapa tahapan, seperti denda sampai

dua kali (dua bulan). Apabila masih belum bisa melakukan kewajibannya, maka

sanksi subak dikenakan kepada yang bersangkutan, yaitu berupa penutupan air.

Kegiatan agribisnis di Subak Selanbawak tidak berkembang untuk

berbagai kegiatan usaha bisnis lainnya karena keterbatasan dana dan kurangnya

pemberdayaan subak dari pihak luar seperti yang diterima oleh Subak Guama.

Kondisi ini tercermin dari belum dilakukan upaya lanjutan untuk menjadikan

embrio koperasi sebagai koperasi yang berstatus badan hukum. Sebagai

konsekuensinya, rata-rata perkembangan kas yang dimiliki subak sejak

memperoleh bantuan dana langsung dari Dinas Pertanian tanaman pangan

Provinsi Bali hingga tahun 2012 adalah sebesar 11,52 % per tahun dimana saat ini

besarnya kas adalah Rp 168.000.000.

Pada Subak Selanbawak, embrio koperasi bersama-sama dengan subak

belum membuat kesepakatan mengenai SHU setiap tahunnya. Hanya pengurus

embrio koperasi dan subak memperoleh keuntungan dari kegiatan agribisnis yang

dilakukannya. Mereka mendapat bagian sebesar 25 % dari penghasilan yang

diperoleh melalui kredit yang dijalankan kepada anggota.

Keuntungan lain yang diperoleh anggota subak adalah embrio koperasi ini

juga turut berkontribusi untuk kegiatan perbaikan saluran irigasi, seperti yang

terjadi pada tahun 2010. Pada saat itu, embrio koperasi memberikan kontribusinya

sebesar Rp 2.000.000. Embrio koperasi juga memberikan kontribusi untuk

Page 36: social capital on farmers' agribusiness development within subak

98

upacara-upacara ritual di tingkat subak termasuk di desa yang besarnya ditentukan

melalui kesepakatan anggota subak.

Ini berarti bahwa keberadaan embrio koperasi telah memberikan manfaat

ekonomis bagi subak dan anggotanya karena mereka beban ekonomis mereka

menjadi berkurang untuk kegiatan perbaikan saluran irigasi dan kegiatan ritual

yang diselenggarakannya.

5.5 Pengaruh Elemen-elemen Modal Sosial terhadap Sikap dan Pengetahuan,dan terhadap Pengembangan Agribisnis

Berdasarkan pada kerangka pikir seperti yang telah diuraikan di bagian

terdahulu, sebelum dilakukan analisis untuk mengetahui hubungan antar variabel-

variabel yang telah disebutkan di atas, maka diuraikan sikap dan pengetahuan

petani dikaitkan dengan pengembangan usaha agribisnis.

5.5.1 Sikap petani terhadap pengembangan agribisnis

Dalam penelitian ini, sikap merupakan suatu kecendrungan petani terhadap

pengembangan agribisnis di tingkat subak. Hasil survai menunjukkan bahwa rata-

rata tingkat sikap petani terhadap pengembangan agribisnis pada sistem subak

adalah sebesar 83,18 % dari skor maksimal dengan kisaran antara 64,33 % sampai

dengan 91,41 %. Ini berarti bahwa sikap petani berada pada kategori setuju

terhadap pengembangan agribisnis di tingkat subak. Sebagian besar petani

memiliki sikap yang setuju (47,73 %) dan tidak ada petani yang memiliki sikap

tidak setuju dan bahkan sangat tidak setuju. Secara lebih rinci, distribusi frekuensi

petani yag didasarkan pada sikapnya dapat dilihat pada Tabel 5.16.

Page 37: social capital on farmers' agribusiness development within subak

99

Tabel 5.16Distribusi frekuensi petani berdasarkan pada tingkat sikap

No Kategori Frekuensi Persentase(orang) (%)

1 Sangat setuju 30 34,092 Setuju 42 47,733 Ragu-ragu 16 18,184 Tidak setuju 0 05 Sangat tidak setuju 0 0

Jumlah 88 100

Data yang ditunjukkan pada Tabel 5.16 terlihat bahwa sebanyak 18,18 %

petani memiliki sikap yang ragu-ragu terhadap pengembangan agribisnis. Kondisi

ini terjadi karena pada kegiatan pasca-panen belum dapat memberikan kepastian

yang menguntungkan kepada petani. Selain itu, masih ada petani yang tidak

melakukan pengolahn dan pemasaran produk usahataninya (gabah) melalui

koperasi atau subaknya. Kondisi ini terjadi karena masih ditemukan transaksi

penjualan gabah dengan sistem tebasan.

Tingginya pencapaian skor sikap petani memberikan indikasi bahwa

kegiatan agribisnis di tingkat subak dirasakan akan memberikan manfaat bagi

mereka, terutama dalam pelayanan sarana produksi padi dan Alat dan mesin

pertanian, pelayanan kredit dan pengolahan dan pemasaran. Layanan alsintan,

pengolahan dan pemasaran hanya ditemukan pada Subak Guama, sedangkan di

Subak Selanbawak kegiatan agribisnisnya masih terbatas pada kegiatan

penyediaan sarana produksi padi dan pemberian kredit atau pinjaman kepada

anggota. Secara lebih rinci, distribusi frekuensi petani, rata-rata pencapaian skor

dan interval didasarkan pada masing-masing peubah disajikan pada Tabel 5.17.

Page 38: social capital on farmers' agribusiness development within subak

100

Tabel 5.17Distribusi frekuensi petani, rata-rata pencapaian skor dan interval

berdasarkan peubah-peubah sikap

No Kategori Frekuensi(orang)

Persentase(%)

Rata-rataskor(%)

Interval skor(%)

1

2

3

4

Layanan Saprodi danalsintanSangat setujuSetujuRagu-raguTidak setujuSangat tidak setujuJumlahPengolahan danpemasaranSangat setujuSetujuRagu-raguTidak setujuSangat tidak setujuJumlahKontrol thd kegiatanagribisnisSangat setujuSetujuRagu-raguTidak setujuSangat tidak setujuJumlahLayanan kreditusahataniSangat setujuSetujuRagu-raguTidak setujuSangat tidak setujuJumlah

3640120088

3038200088

2446180088

3044140088

40,9145,4513,640,000,00100

34,0943,1822,730,000,00100

27,2752,2720,460,000.00100

34,0950,0015,910,000,00100

83,67

82,89

82,98

83,18

66,33 – 91,41

64,33 – 86,54

62,23 – 85,67

67,23 – 90,81

Page 39: social capital on farmers' agribusiness development within subak

101

Memperhatikan Tabel 5.17 tersebut, frekuensi tertinggi untuk sikap petani

yang sangat setuju terlihat pada peubah layanan sarana produksi dan alsintan.

Kondisi ini sangat wajar terjadi pada kedua subak karena para petani setiap musim

tanam padi memperoleh layanan sarana produksi (benih, pupuk dan pestisida)

melalui masing-masing koperasinya. Sedangkan frekuensi petani pada peubah

pengolahan dan pemasaran pada kategori sikap sangat setuju jumlahnya lebih

sedikit dibandingkan peubah lainnya karena kegiatan-kegiatan tersebut belum

diikuti oleh seluruh petani meskipun menurut mereka mengetahui akan

memberikan nilai tambah.

Berdasarkan pada hasil analisis yaitu CFA diperoleh besaran bobot

masing-masing peubah sikap. Pada peubah sikap terhadap layanan sarana

produksi dan alsintan memiliki bobot sebesar 0,60, Bobot peubah sikap terhadap

pengolahan dan pemasaran produk adalah 0,58. Sedangkan, besarnya bobot

peubah sikap terhadap kontrol kegiatan agribisnis adalah 0,50 dan peubah sikap

terhadap kredit usahatani memiliki bobot sebesar 0,54. Secara sederhana dapat

dilihat pada Gambar 5.7.

Positifnya sikap terhadap penyediaan sarana produksi dan Alsintan

disebabkan karena para petani sangat membutuhkan sarana produksi dan Alsintan

untuk aktivitas usahataninya di lahan sawah. Para petani telah merasakan adanya

ketergantungan yang tinggi terhadap sarana produksi, khususnya pupuk dan benih

padi yang akan diusahakan. Adanya subak dan koperasi memberikan kemudahan

bagi mereka untuk memperoleh sarana produksi secara kolektif dengan sistem

Bayar Setelah Panen (Yarnen).

Page 40: social capital on farmers' agribusiness development within subak

102

SIKAP

Gambar 5.7Hasil CFA peubah sikap petani terhadap pengembangan agribisnis

Keterangan:SISAR : Sikap thd penyediaan sarana produksi dan AlsintanSIOLAH : Sikap thd pengolahan dan pemasaranSITROL : Sikap thd aktivitas kontrol kegiatan agribisnisSIKRED : Sikap thd kredit usahataniSIKAP : Sikap terhadap pengembangan agribisnis

Sikap para petani terhadap kontrol kegiatan agribisnis dalam subaknya

terlihat dari adanya kecendrungan mereka untuk mengetahui perkembangan

kegiatan agribisnis yang diselenggarakan, termasuk dengan adanya

keterlibatannya dalam perencanaan-perencanaannya. Para petani tidak

menghendaki adanya penyalagunaan kewenangan yang dilakukan oleh para

pengurus subak dan koperasi (termasuk embrio koperasi).

Sikap petani terhadap kegiatan pengolahan dan pemasaran di dalam subak

menunjukkan adanya kecendrungan yang positif, dimana kegiatan tersebut

dirasakan akan dapat memberikan nilai tambah bagi produk-produk yang

dihasilkannya.

SISAR

SIKRED

SITROL

SIOLAH

0,600

0,750

0,620

0,660

0,580

0,500

0,54

0,660

Page 41: social capital on farmers' agribusiness development within subak

103

5.5.2 Pengetahuan petani tentang pengembangan agribisnis

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata tingkat pengetahuan petani

mengenai pengembangan agribisnis (layanan penyediaan sarana produksi dan

Alsintan, kredit usahatani, pengolahan dan pemasaran) adalah sebesar 77,27 %

dari skor maksimal dengan kisaran antara 28,24 % sampai dengan 92,12 %. Ini

berarti bahwa pengetahuan petani berada pada kategori tinggi mengenai

pengembangan agribisnis di tingkat subak. Sebagian besar petani memiliki

pengetahuan yang tinggi (40,91 %) dan tidak ada petani yang memiliki

pengetahuan yang sangat rendah. Secara lebih rinci, distribusi frekuensi petani

yang didasarkan pada pengetahuannya dapat dilihat pada Tabel 5.18.

Tabel 5.18Distribusi frekuensi petani berdasarkan pada tingkat pengetahuan

No Kategori Frekuensi Persentase(orang) (%)

1 Sangat tinggi 24 27,27

2 Tinggi 36 40,91

3 Sedang 20 22,73

4 Rendah 8 9,09

5 Sangat rendah 0 0,00

Jumlah 88 100

Tingginya pencapaian skor pengetahuan petani memberikan indikasi

bahwa kegiatan agribisnis di tingkat subak sudah dipahami secara baik termasuk

memberikan manfaat ekonomis. Beberapa peubah yang berkenaan dengan

pengetahuan petani adalah layanan sarana produksi dan Alsintan, pengolahan dan

pemasaran, dan kredit usahatani. Secara lebih rinci, distribusi frekuensi petani,

Page 42: social capital on farmers' agribusiness development within subak

104

rata-rata pencapaian skor dan interval didasarkan pada masing-masing peubah

pengetahuan disajikan pada Tabel 5.19.

Tabel 5.19Distribusi frekuensi petani, rata-rata pencapaian skor dan interval berdasarkan

pada masing-masing peubah pengetahuan

No Kategori Frekuensi(orang)

Persentase(%)

Rata-rata skor

(%)

Interval skor(%)

1

2

3

Layanan Saprodi dan

Alsintan

Sangat tinggi

Tinggi

Sedang

Rendah

Sangat rendah

Jumlah

Layanan Kredit

Sangat tinggi

Tinggi

Sedang

Rendah

Sangat rendah

Jumlah

Layanan pengolahan

dan pemasaran

Sangat tinggi

Tinggi

Sedang

Rendah

Sangat rendah

Jumlah

30

32

20

6

0

88

18

38

22

10

0

88

24

38

18

8

0

88

34,09

36,36

22,73

6,82

0,00

100

20,46

43,18

25,00

11,36

0,00

100

27,27

43,18

20,46

9,09

0,00

100

82,56

75,33

71,22

34,12 - 92,12

32,26 – 85,67

28,24 – 84,33

Page 43: social capital on farmers' agribusiness development within subak

105

Memperhatikan Tabel 5.19 tersebut, frekuensi terbesar untuk pengetahuan

petani dalam kategori sangat tinggi terlihat pada peubah layanan sarana produksi.

Kondisi ini terjadi karena para petani menerima informasi pada saat mereka saling

berinteraksi baik dengan sesama petani maupun pengurus subak dan koperasi

serta penyuluh pertanian berkenaan penyediaan sarana produksi dan Alsintan.

Penyediaan sarana produksi dan Alsintan ini diketahui akan menjadi suatu dengan

kegiatan ekonomis yang menguntungkan bagi petani melalui koperasinya.

Pada penelitian ini juga ditemukan bahwa terdapat pengetahuan petani

dalam kategori yang rendah yaitu sebanyak 9,09 %. Kondisi ini memberikan

indikasi bahwa aspek pasca-panen yang berkenaan dengan sistem agribisnis

belum diketahui secara baik oleh para petani meskipun mereka sudah telah

melakukan transaksi penjualan.

Berdasarkan pada hasil analisis yaitu CFA diperoleh besaran bobot

masing-masing peubah pengetahuan. Pada peubah layanan sarana produksi dan

Alsintan memiliki besar bobot 0,75, besar bobot pada peubah kredit usahatani

memiliki bobot sebesar 0,46 dan peubah layanan pengolahan dan pemasaran

memiliki bobot sebesar 0,60 (lihat Gambar 5.8).

Pengetahuan mengenai layanan sarana produksi pertanian adalah

merupakan bagian dari aktivitas agribinsis yang diikuti oleh para petani. Mereka

memiliki pengetahuan yang lengkap tentang proses pengamprahannya seperti

benih, pupuk, pestisida atau insektisida. Aspek penggunaan sarana produksi juga

mereka telah ketahui setelah memperoleh informasi dari PPL dan juga pengurus

subak. Selain itu, pengisian formulir untuk memperoleh sarana produksi tersebut

sudah dipahami secara baik oleh para petani termasuk saat pendistribusiannya.

Page 44: social capital on farmers' agribusiness development within subak

106

PENGETAH

Gambar 5.8Hasil CFA peubah pengetahuan petani terhadap pengembangan agribisnis

Keterangan:HUSARNA : Pengetahuan ttg sarana produksi dan AlsintanHUKRED : Pengetahuan ttg kredit usahataniHUOLAH : Pengetahuan ttg pengolahan dan pemasaranPENGETAH : Pengetahuan petani mengenai pengembangan agribisnis

Pengolahan produk dan pemasaran juga menjadi aspek yang diketahui oleh

para petani secara baik, seperti adanya pengolahan pupuk organik dan pemasaran

produk benih padi di Subak Guama. Namun, belum banyak petani yang mengikuti

pengolahan dan pemasaran produknya melalui subak atau koperasi. Aspek

perkreditan yang ada di subak dan koperasi adalah menyangkut persyaratan untuk

memperoleh kredit dan mekanisme pengembaliannya. Meskipun tidak terlalu

kompleks, namun para petani tidak sepenuhnya memahaminya, dan mereka

biasanya menanyakan kembali kepada pengurus sebelum mengurus perolehan

kredit.

HUSARNA

HUOLAH

HUKRED

0,44

0,60

0,46

0,75

0,79

0,64

Page 45: social capital on farmers' agribusiness development within subak

107

5.5.3 Pengembangan Agribisnis

Pada penelitian ini, pengembangan agribisnis pada sistem subak diukur

dengan partisipasi petani di dalam kegiatan-kegiatan usaha agribisnis yang

diselenggarakan oleh masing-masing subak. Pengembangan agribisnis di subak

mencakup kegiatan usaha yaitu: (i) layanan sarana produksi, alat dan mesin

pertanian; (ii) layanan kredit; dan (iii) layanan pengolahan dan pemasaran produk

pertanian. Partisipasi para petani mencerminkan bahwa mereka secara bersama-

sama terlibat langsung di dalam pengembangan kegiatan usaha agribisnis dalam

subak. Pengembangan usaha agribisnis dalam suatu organisasi sosial termasuk

subak tercermin dari berbagai keikutsertaan atau partisipasi petani di dalam setiap

kegiatan pengembangan agribisnis.

Berdasarkan pada hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata

pencapaian skor tingkat partisipasinya adalah 79,09 % dari skor maksimal dengan

interval antara 32,20 % sampai dengan 88,80 %. Ini berarti bahwa partisipasi

petani dalam kegiatan agribisnis yang diselenggarakan pada tingkat subak

tergolong tinggi. Sebagian besar petani (45,46 %) memiliki partisipasi yang tinggi

dan bahkan ditemukan ada petani yang memiliki tingkat partisipasi sangat tinggi

(31,82 %). Secara lebih rinci, distribusi frekuensi petani berdasarkan pada tingkat

partisipasinya dalam kegiatan agribisnis dapat dilihat pada Tabel 5.20.

Memperhatikan Tabel 5.20 ternyata terlihat juga adanya petani yang

memiliki tingkat partisipasi rendah dan sangat rendah berkenaan dengan kegiatan

agribisnis pada subak, yaitu sebesar 9,08 %. Kondisi ini terjadi karena di Subak

Selanbawak kegiatan agribisnisnya yang terbatas tidak seperti di Subak Guama.

Page 46: social capital on farmers' agribusiness development within subak

108

Di Subak Selanbawak hanya melakukan kegiatan agribisnis untuk penyediaan

sarana produksi dan pinjaman kas subak.

Tabel 5.20Distribusi frekuensi petani berdasarkan pada tingkat partisipasi

No Kategori Frekuensi Persentase(orang) (%)

1 Sangat tinggi 28 31,82

2 Tinggi 40 45,46

3 Sedang 12 13,64

4 Rendah 4 4,54

5 Sangat rendah 4 4,54

Total 88 100

Berdasarkan pada masing-masing peubah dalam partisipasi ini, hasil

penelitian menunjukkan bahwa peubah pemanfaatan layanan sarana produksi

pertanian dan Alsintan memiliki tingkat frekuensi petani yang paling besar pada

kategori partisipasi paling tinggi yaitu sebanyak 40,91 %., dan terendah pada

peubah pengolahan dan pemasaran, yaitu sebanyak 29,55 %. Secara lebih rinci,

distribusi frekuensi petani, rata-rata pencapaian skor dan intervalnya dapat dilihat

pada Tabel 5.21.

Data yang ditunjukkan pada Tabel 5.21 terlihat informasi bahwa terdapat

petani anggota subak yang memiliki tingkat partisipasi yang sangat rendah

terhadap pengembangan agribisnis. Besarnya jumlah petani yang berada pada

kategori ini adalah relatif kecil yaitu: 2,27 %; 4,55 %; dan 6,82 % untuk masing-

masing peubah yaitu layanan sarana produksi dan alsintan; layanan kredit dan

Page 47: social capital on farmers' agribusiness development within subak

109

Tabel 5.21Distribusi frekuensi petani, rata-rata pencapaian skor dan interval skor

berdasarkan peubah-peubah partisipasi

No Peubah/Kategori Frekuensi Persentase Rata-rata Interval(partisipasi) (orang) (%) skor skor

(%) (%)1 Penyediaan Saprodi 83,23 34,36 – 88,80

dan AlsintanSangat tinggi 34 38,64

Tinggi 36 40,91

Sedang 8 9,09

Rendah 8 9,09

Sangat rendah 2 2,27

Jumlah 88 100

2 Kredit usahatani 79.92 33,12 – 86.33

Sangat tinggi 30 34,09

Tinggi 40 45,45

Sedang 12 13,64

Rendah 2 2,27

Sangat rendah 4 4,55

Jumlah 88 100

3 Pengolahan dan pemasaran 74,12 32,20 – 84,56

Sangat tinggi 20 22,73

Tinggi 44 50,00

Sedang 16 18,18

Rendah 2 2,27

Sangat rendah 6 6,82

Jumlah 88 100

Page 48: social capital on farmers' agribusiness development within subak

110

layanan pengolahan dan pemasaran produk. Pendekatan pemberdayaan yang

dilakukan dalam bentuk pemberian bantuan fisik semata tidak akan memiliki

pengaruh positif terhadap penguatan modal sosial setempat sehingga

mengakibatkan partisipasi masyarakat pedesaan menjadi sangat dangkal

(Malvicini and Sweetser, 2003).

Berdasarkan pada analisa CFA, masing-masing peubah partisipasi

memiliki bobot yang bervariasi. Partisipasi dalam layanan sarana produksi dan

Alsintan memiliki bobot sebesar 0,69 bobot partispasi pada layanan kredit adalah

0,57, dan bobot partisipasi pada layanan pengolahan dan pemasaran adalah 0,54

(lihat Gambar 5.9).

AGRIBISNIS

Gambar 5.9Hasil CFA peubah partisipasi petani terhadap pengembangan agribisnis

Keterangan:SAPRODI : Partisipasi pada layanan sarana produksi dan AlsintanKREDIT : Partisipasi pada layanan kreditPASAR : Partisipasi pada layanan pengolahan dan pemasaranAGRIBISNIS : Pengembangan agribisnis

SAPRODI

PASAR

KREDIT

0,53

0,69

0,57

0,54

0,70

0,62

Page 49: social capital on farmers' agribusiness development within subak

111

Memperhatikan analisis CFA di atas menunjukkan bahwa partisipasi petani

dalam pemanfaatan sarana produksi pertanian dan alsintan merupakan peubah

yang memiliki peluang paling tinggi dalam membentuk peubah partisipasi

dibandingkan dengan peubah-peubah lainnya. Kondisi ini memberikan indikasi

bahwa petani memiliki partisipasi dengan intensitas yang tinggi dalam

memperoleh layanan sarana produksi dan alsintan. Layanan sarana produksi dan

alsisntan ini menjadi bagian yang sangat penting bagi petani untuk kegiatan

usahatani, khususnya tanaman padi.

Berdasarkan pada hasil analisa diperoleh bahwa hasil uji kesesuaian model

menunjukkan nilai statistik chi-square sebesar 178,65 dengan derajat kebebasan

238 dengan nilai P-hitung 0,08296 yang lebih besar dari 0,05; nilai RMSEA 0,079

lebih kecil dari 0,08 sertai nilai GFI 0,932 lebih besar dari 0,90. Hasil statistika

ini dapat dipakai untuk disimpulkan bahwa model yang diajukan fit dengan data

seperti disajikan pada Gambar 5.10. Berdasarkan pada analisis data, diperoleh

bahwa hasil SEM menunjukkan adanya estimasi koefisien bobot faktor seluruhnya

nyata pada tingkat kesalahan lima persen dengan nilai koefisien bobot faktor yang

distandarkan seluruhnya lebih besar dari nilai minimal yang disyaratkan sebesar

0,50.

Besarnya pengaruh peubah laten endogen terhadap peubah laten eksogen

memberikan gambaran yang konprehensif terhadap model penelitian yang

diajukan. Selanjutnya, besarnya pengaruh baik langsung maupun tidak langsung

dari masing-masing peubah berdasarkan model tersebut di atas dapat dilihat

melalui proses dekomposisi antar peubah seperti yang disajikan pada Tabel 5.22.

Page 50: social capital on farmers' agribusiness development within subak

112

Chi-Square=178.65, df=238, P-value=0.08296, RMSEA=0.019 GFI = 0,932

Keterangan:Sesama : Kepercayaan antara sesama petani Sisar : Sikap thd saprotan & AlsintanPinbak : Kepercayaan petani thd pengurus subak Siolah : Sikap thd pengolahan&pemasaranPinkop : Kepercayaan petani thd pengurus koperasi Sitrol : Sikap thd kontrolBisnis : Kepercayaan petani thd usaha bisnis Sikred : Sikap thd kreditInterni : Interaksi antar petani Husarna: Pengetahuan ttg Saprotan &Interus : Interaksi antara petani dgn pengurus subak Huolah : Pengetahuan ttg pengolahan

dan koperasi Sapro : Partisipasi dalam penggunaanInterlu : Interaksi antara petanui dgn pihak luar Saprodi dan AlsintanInterlu : Interaksi antara petanui dgn pihak luar Kredit : Partisipasi penggunaan kreditKuatnor:Kekuatan norma Pasar : Partisipasi dalam pemasaranSanksi : Sanksi normaTaatnor : Ketaatan thd norma

Gambar 5.10Pengaruh elemen-elemen modal sosial terhadap pengembangan agribisnis

di subak

Page 51: social capital on farmers' agribusiness development within subak

113

Tabel 5.22Dekomposisi antar peubah elemen-elemen modal sosial subak

Pengaruh Antar Peubah P e n g a r u h

Langsung

Pengaruh Tidak Langsung melalui

PeubahBebas

PeubahTerikat

Y1 Y2 Y1&Y2

Total

X1 Y1 0,26 - - - 0,26

Y2 0,39 0,09 - - 0,48

Y3 0,22 0,07 0,18 0,04 0,51

X2 Y1 0,09 - - - 0,09

Y2 0,02 0,03 - - 0,05

Y3 0,29 0,03 0,01 0,02 0,35

X3 Y1 0,39 - - - 0,39

Y2 0,05 0,14 - - 0,19

Y3 0,03 0,11 0,03 0,06 0,23

Y1 Y2 0,36 - - 0,36

Y3 0,28 - 0,16 - 0,44

Y2 Y3 0,45 - - - 0,45

Keterangan:X1 = Kepercayaan Y1 = SikapX2 = Jaringan Y2 = PengetahuanX3 = Norma Sosial Y3 = Partisipasi kegiatan Agribisnis

Data yang ditunjukkan pada Tabel 5.22 memberikan gambaran bahwa

peubah (elemen modal sosial) yang memberikan pengaruh terbesar secara

langsung terhadap partisipasi petani dalam kegiatan agribisnis adalah peubah

jaringan sosial, yaitu sebesar 0,29. Sedangkan peubah elemen modal sosial yang

memberikan pengaruh terbesar secara tidak langsung adalah peubah kepercayaan

yaitu 0,50. Artinya bahwa peningkatan partisipasi petani dalam kegiatan

agribisnis dapat didorong dengan meningkatkan jaringan kerja sosial (social

88

Page 52: social capital on farmers' agribusiness development within subak

114

networking) baik di antara petani, antara petani dengan pengurus subak dan

koperasi serta dengan pihak luar, seperti PPL.

5.5.4 Pengaruh elemen-elemen modal sosial terhadap sikap petani

Berdasarkan pada hasil analisa yang telah dilakukan, dinyatakan bahwa

elemen-elemen modal sosial (kepercayaan, norma sosial, jaringan sosial) memiliki

hubungan dan pengaruh yang signifikan dengan sikap petani terhadap

pengembangan agribisnis. Sikap petani terhadap agribisnis meliputi sikap

terhadap penyediaan sarana produksi dan alsintan, sikap terhadap penyediaan

kredit, sikap terhadap pengolahan dan pemasaran, dan sikap terhadap kontrol

pengelolaan agribisnis dalam subak.

Hasil uji kebermaknaan terhadap masing-masing estimasi parameter model

struktural faktor sikap semuanya nyata pada tingkat kesalahan 0,05 dengan

estimasi persamaan struktural seperti formula di bawah ini:

Sikap = 0,26* x1 + 0,09* x2+ 0,39* x3(0,10) (0,15) (0,20)5,76 9,02 4,22

Errorvar = 0,22, R2 = 0,77

Memperhatikan formula tersebut, besarnya pengaruh peubah kepercayaan

(antar anggota subak, antara anggota dengan pengurus subak, antara anggota

dengan pengurus koperasi dan kepercayaan anggota terhadap kegiatan agribisnis

di subak) terhadap sikap petani adalah 0,26 atau 6,76 persen. Kepercayaan yang

tinggi di antara para petani dan pengurus subak dan koperasi telah memberikan

kecendrungan yang positif bagi mereka untuk secara bersama-sama dalam

mengembangkan agribisnis dalam sistem subak. Adanya tingkat kepercayaan

Page 53: social capital on farmers' agribusiness development within subak

115

yang tinggi di antara para petani dan pengurus subak dan koperasi mendorong

tumbuhnya motif-motif atau dorongan untuk mendukung kegiatan agribisnis

seperti penyediaan sarana produksi dan Alsintan, penyediaan kredit, pengolahan

dan pemasaran. Para petani mempercayakan kepada para pengurus subak dan

koperasi di dalam pengelolaan usaha-usaha agribisnisnya.

Norma sosial (tingkat pengetahuan petani terhadap norma, kekuatan

norma, kekuatan sanksi dan ketaaatan terhadap norma) berpengaruh sebesar 0,39

atau 15,21 persen. Kondisi ini memberikan makna bahwa tersedianya berbagai

aturan baik di tingkat subak dan koperasi mengakibatkan adanya kecendrungan

yang positif bagi para petani untuk melakukan kegiatan agribisnis. Mereka

menyadari bahwa kekuatan norma dan sanksi yang melekat di dalamnya menjadi

pedoman bagi para pengurus dan anggota untuk penyelenggaraan berbagai

kegiatan subak termasuk agribisnis.

Sedangkan jaringan sosial (interaksi antar anggota, antara anggota dengan

pengurus subak dan pengurus koperasi, dan dengan pihak luar) juga merupakan

peubah yang memiliki pengaruh nyata terhadap sikap dengan besaran 0,09 atau

0,81 persen. Adanya interaksi tersebut memberikan kecendrungan juga terhadap

terbentukan sikap petani yang positif terhadap pengembangan agribisnis pada

sistem subak. Dalam setiap interaksi baik antar petani maupun dengan pengurus

subak dan koperasi dan juga dengan pihak luar memberikan pemahaman kepada

mereka untuk mengambil suatu tindakan bersama-sama yaitu dalam subak dan

koperasi guna pengembangan agribisnis. Sikap petani terbentuk didasarkan pada

situasi yang dialaminya melalui proses interaksi di antara mereka dan pihak-pihak

lainnya (pengurus subak, koperasi dan petugas pemerintah).

Page 54: social capital on farmers' agribusiness development within subak

116

Berdasarkan pada persamaan di atas, dari ketiga elemen modal sosial yang

ada, ternyata elemen norma sosial memiliki pengaruh yang paling kuat dalam

pembentukan sikap petani terhadap pengembangan agribisnis subak. Selanjutnya

dapat dinyatakan juga bahwa ketiga peubah elemen-elemen dalam modal sosial

ini (kepercayaan, norma sosial dan jaringan sosial) secara bersama-sama memiliki

pengaruh sebesar 77 persen terhadap pembentukan sikap petani. Ini berarti

terdapat 23 persen peubah lainnya yang memberikan pengaruh terhadap sikap

petani mengenai agribisnis.

5.5.5 Pengaruh elemen-elemen modal sosial terhadap pengetahuan petani melaluisikap

Berdasarkan pada model yang telah digambarkan di atas, dapat dinyatakan

bahwa pengetahuan petani mengenai pengembangan agribisnis (mengenai

penyediaan sarana produksi dan Alsintan, penyediaan kredit, terhadap pengolahan

dan pemasaran) dipengaruhi oleh kepercayaan, norma sosial, jaringan sosial yang

melalui sikap dengan koefisien yang berbeda-beda. Hasil uji kebermaknaan

terhadap masing-masing estimasi parameter model struktural faktor pengetahuan

petani ternyata semua peubah memiliki pengaruh yang nyata pada tingkat

kesalahan 0,05. Formula estimasi persamaan strukturalnya adalah sebagai berikut:

Pengetahuan = 0,39* x1 + 0,02* x2 + 0,05* x3 + 0,36 *y1

(1,19) (0,22) (0,08) (1,19)2,60 10,72 2,24 2,60

Errorvar = 0,28; R2 = 0,71

Persamaan di atas menunjukkan bahwa besarnya pengaruh kepercayaan

(antar anggota subak, antara anggota dengan pengurus subak, antara anggota

dengan pengurus koperasi dan kepercayaan anggota terhadap kegiatan agribisnis

Page 55: social capital on farmers' agribusiness development within subak

117

di subak) secara langsung terhadap pengetahuan adalah 0,39 atau 15,21 persen.

Pengetahuan tersebut meliputi pengetahuan mengenai penyediaan sarana

produksi, penyediaan kredit dan pengolahan dan pemasaran. Saling percaya di

antara mereka menyebabkan petani memiliki pengetahuan yang diyakini sesuatu

yang benar mengenai pengembangan agribisnis. Informasi yang disampaikan oleh

pengurus subak sejak awal perencanaan program pengembangan agribisnis telah

dipercayai secara baik untuk mendukungnya. Rasa kepercayaan yang dimiliki

oleh para petani telah terbentuk sejak dahulu yang tercermin dari penyelenggaraan

kegiatan irigasi, sosial dan budaya termasuk ritual di subak.

Kepercayaan yang tinggi terhadap pengurus subak juga memberikan

kontribusi dalam pembentukan pengetahuan petani mengenai berbagai kegiatan

agribisnis dalam subak serta mekanisme pelaksanaannya sesuai dengan aturan-

aturannya. Selain itu, kepercayaan anggota terhadap manfaat yang hendak

diperoleh melalui kegiatan agribisnis subak memberikan dorongan kepada mereka

untuk semakin memperoleh pengetahuan yang terkait. Elemen kepercayaan (trust)

memiliki pengaruh tidak langsung yaitu melalui elemen sikap terhadap

pengetahuan sebesar 0,09 atau 0,81 persen. Ini berarti pengaruh yang tidak

langsung ini lebih kecil dibandingkan dengan pengaruh langsungnya yang

nilainya sebesar 0,39.

Faktor norma sosial memberikan pengaruh langsung pada pengetahuan

sebesar 0,05 atau 0,25 persen. Norma sosial yang diberlakukan dalam subak dan

koperasi menjadi landasan bagi para petani untuk penyelenggaraan berbagai

kegiatan agribisnis. Melalui norma-norma yang ada, mereka dapat saling percaya

terhadap berbagai informasi yang menerpanya yang sekaligus sebagai

Page 56: social capital on farmers' agribusiness development within subak

118

pengetahuan yang berkenaan dengan pengembangan agribisnis. Mereka

mengetahui aturan-aturan penyelenggaraan berbagai kegiatan usaha agribisnis di

dalam subak karena didasarkan pada nilai-nilai yang mereka miliki sebelumnya.

Elemen norma sosial pada subak dan koperasi ini juga memiliki pengaruh

tidak langsung (melalui sikap) yaitu sebesar 0,14. Pada kondisi ini menunjukkan

bahwa faktor elemen norma sosial dapat meningkatkan pengetahuan petani

mengenai agribisnis melalui pembentukan sikap terlebih dahulu karena nilainya

lebih tinggi dari pada pengaruh langsungnya, yaitu sebesar 0,05.

Elemen jaringan sosial yang meliputi interaksi antar anggota, antara

anggota dengan pengurus subak dan pengurus koperasi, dan dengan pihak luar

memberikan pengaruh langsung sebesar 0,02 atau 0,04 persen. Berbagai interaksi

yang terjadi merupakan wahana untuk memperoleh informasi dan juga saling

tukar pengetahuan di antara mereka. Interaksi antara petani dengan pengurus

subak dan koperasi termasuk dengan pihak luar, khususnya dari BPTP dan Dinas

Pertanian (provinsi dan kabupaten) memberikan kontribusi pada mereka dalam

peningkatan pengetahuannya yang berkenaan dengan pengembangan agribisnis.

Melalui proses interaksi sosial dalam jaringannya (tingkat subak, koperasi

dan dengan pihak luar) mendorong terbentuknya pengalaman belajar pada diri

petani terhadap suatu obyek tertentu (agribisnis) yang selanjutnya memperoleh

berbagai tambahan informasi. Pada sistem subak, informasi yang

terkomunikasikan adalah berjenjang yaitu dari tingkat pengurus menuju anggota

dan juga sebaliknya dari anggota menuju pengurus. Oleh karena itu, jaringan

sosial melalui proses interaksi sangat penting dalam meningkatkan pengetahuan

petani mengenai agribisnis yang dikembangkan dalam sistem subak.

Page 57: social capital on farmers' agribusiness development within subak

119

Elemen jaringan sosial di subak dan koperasi memiliki pengaruh tidak

langsung (melalui sikapnya) terhadap pengetahuan petani sebesar 0,03. Kondisi

ini menunjukkan bahwa dalam peningkatan pengetahuan petani yang didasarkan

pada elemen jaringan sosial perlu dilakukan melalui pembentukan sikapnya

karena pengaruhnya lebih besar dari pada pengaruh langsung yang nilainya

sebesar 0,02.

Sementara itu, faktor sikap memiliki pengaruh sebesar 0,36 atau 12,96

persen terhadap pengetahuannya. Sikap yang tinggi atau positif pada diri petani

mendorong adanya semangat untuk semakin memperoleh informasi yang

menyangkut pengembangan agribisnis. Dorongan yang tinggi ini mengakibatkan

petani memiliki pengetahuan semakin meningkat. Pada sistem subak, pengetahuan

petani terbentuk karena adanya sikap yang terbuka pada para petaninya di dalam

menerima inovasi atau pembaharuan dari pihak luar. Oleh karena itu, pengetahuan

mereka memiliki hubungan yang kuat dengan kondisi sikap dirinya terhadap

inovasi tersebut.

Secara bersama-sama ketiga peubah modal sosial (kepercayaan, norma

sosial, jaringan sosial) memiliki pengaruh sebesar 71 persen terhadap pengetahuan

petani mengenai pengembangan agribisnis pada sistem subak melalui sikapnya.

Ini berarti bahwa peningkatan pengetahuan petani mengenai agribisnis dapat

dilakukan dengan meningkatkan modal sosial melalui sikap para petaninya.

Page 58: social capital on farmers' agribusiness development within subak

120

5.5.6 Pengaruh elemen-elemen modal sosial terhadap pengembangan agribisnismelalui sikap dan pengetahuan

Hasil analisis statistika yang dilakukan menunjukkan bahwa elemen modal

sosial (kepercayaan, norma sosial, jaringan sosial) memiliki pengaruh terhadap

pengembangan agribisnis di tingkat subak melalui sikap dan pengetahuan petani.

Pengembangan agribisnis di subak diukur dengan tingkat partisipasi petani dalam

kegiatan agribisnis yang meliputi layanan sarana produksi dan Alsintan, layanan

kredit usaha dan layanan pengolahan dan pemasaran produk. Hasil uji

kebermaknaan terhadap masing-masing estimasi parameter model struktural

faktor partisipasi petani semuanya memiliki pengaruh yang nyata pada tingkat

kesalahan 0,05, dimana estimasi persamaan struktural sebagai berikut:

Pengembangan = 0,22*Kepercayaan + 0,29*Jaringan Sosial + 0,03*Norma sosialAgribisnis (1,19) (0,22) (0,08)

2,60 10,72 2,24

+ 0,28*Sikap + 0,45*Pengetahuan(1,19) 0,222,60 10,72

Errorvar = 0,41; R2 = 0,59

Memperhatikan persamaan di atas, dapat dilihat bahwa masing-masing

peubah memiliki pengaruh yang signifikan terhadap partisipasi anggota terhadap

kegiatan agribisnis di tingkat subak (partisipasi dalam layanan sarana produksi

dan alat-alat pertanian, kredit usaha, pengolaan dan pemasaran produk). Faktor

kepercayaan memiliki pengaruh langsung sebesar 0,22 atau 4,84 persen terhadap

partisipasi petani dalam kegiatan usaha agribisnis. Artinya bahwa saling percaya

Page 59: social capital on farmers' agribusiness development within subak

121

di antara para petani, antara petani dengan pengurus subak dan koperasi serta

percaya pada manfaat kegiatan agribisnis memberikan kontribusi yang nyata pada

tingkat partisipasi mereka dalam kegiatan usaha agribisnis. Kepercayaan terhadap

pengelolaan usaha bisnis menjadi salah satu komponen bagi para petani untuk

mendukung pengembangan usaha melalui koperasi dalam sistem subak.

Sebaliknya, kepercayaan pengurus kepada anggota juga mengakibatkan usaha

yang diselenggarakan dapat berjalan secara baik.

Kepercayaan petani terhadap manfaat kegiatan agribisnis dalam subak

mendorong mereka untuk tetap aktif dalam setiap kegiatan usaha agribisnis yang

dilaksanakan. Manfaat yang telah dirasakan seperti kemudahan dalam

memperoleh sarana produksi dan Alsintan serta layanan kredit mendorong para

petani menjadikan koperasinya sebagai wadah untuk meningkatkan produksi dan

pendapatannya. Selain itu harga-harga sarana produksi tidak lebih mahal dari pada

di pengecer-pengecer sarana produksi lainnya.

Hasil analisa juga menunjukkan bahwa elemen kepercayaan ini memiliki

pengaruh tidak langsung terhadap partisipasi petani dalam kegiatan agribisnis.

Melalui komponen sikap, pengaruh elemen kepercayaan terhadap partisipasinya

adalah sebesar 0,07 atau 0,49 persen. Sedangkan pengaruh kepercayaan secara

tidak langsung yaitu melalui pengetahuan besarnya adalah 0,18 atau 3,24 persen.

Pengaruh tidak langsung kepercayaan terhadap partisipasinya melalui sikap dan

pengetahuan besarnya adalah 0,04 atau 0,16 persen.

Kondisi ini memberikan indikasi bahwa besarnya peningkatan partisipasi

petani dalam kegiatan usaha agribisnis dipengaruhi kepercayaan secara langsung

yaitu sebesar 0,22. Artinya bahwa kepercayaan petani yang semakin ditingkatkan

Page 60: social capital on farmers' agribusiness development within subak

122

akan dapat secara langsung meningkatkan partisipasi mereka dalam aktivitas

usaha agribisnis pada sistem subak.

Faktor norma sosial dalam subak dan koperasi memiliki pengaruh secara

langsung terhadap partisipasi mereka dalam kegiatan usaha agribisnis, yaitu

sebesar 0,03 atau 0,09 persen. Adanya norma-norma atau aturan-aturan yang

diterapkan oleh subak dan koperasi menjadi landasan yang harus dipatuhi oleh

petani dalam beraktivitas termasuk pengelolaan agribisnisnya. Norma-norma ini

mengikat seluruh anggota dan pengurus subak dan koperasi di dalam

pengembangan agribisnis, yang selanjutnya mendorong petani untuk secara aktif

berpartisipasi dalam beberapa aktivitas agribisnis seperti layanan penyediaan

sarana produksi dan Alsintan, layanan kredit dan lain sebagainya.

Elemen norma sosial juga memiliki pengaruh tidak langsung terhadap

partisipasi mereka dalam kegiatan agribisnis, yaitu melalui sikap dan

pengetahuannya. Besar pengaruh dari sikap dan pengetahuan tersebut masing-

masing adalah 0,11 (1,21 persen) dan 0,02 (0,04 persen). Pengaruh secara tidak

langsung yang melalui sikap ini nilainya lebih besar dibandingkan dengan

pengaruhnya secara langsung. Oleh karena itu, peningkatan partisipasi petani

dalam kegiatan usaha agribisnis memerlukan adanya peningkatan sikap terlebih

dahulu. Sementara itu, pengaruh tidak langsung dari norma sosial ini (yaitu

sekaligus melalui sikap dan pengetahuan) besarnya adalah 0,06. Ini berarti

peningkatan partisipasi petani memerlukan adanya peningkatan sikap dan

pengetahuan terlebih dahulu secara bersama-sama.

Faktor jaringan sosial memiliki pengaruh secara langsung sebesar 0,29

atau 8,41 persen terhadap partisipasi anggota dalam kegiatan agribisnis subak.

Page 61: social capital on farmers' agribusiness development within subak

123

Jaringan sosial ini tercermin dari adanya interaksi di antara petani dan juga antara

petani dengan pengurus subak dan koperasi serta pihak luar. Partisipasi petani

dalam kegiatan usaha agribisnis dapat terjadi karena adanya interaksi yang pada

awalnya antara pihak luar (inisiator program pengembangan agribisnis) dengan

para pengurus subak. Selanjutnya berkembang dalam proses interaksi antara

pengurus dengan para petani dan juga petugas penyuluh dari pemerintah, yaitu

BPTP termasuk juga dari Dinas Pertanian di tingkat provinsi dan kabupaten.

Intensitas interaksi yang tinggi mendorong para petani untuk semakin

meningkatkan partisipasinya dalam kegiatan usaha agribisnis. Di antara para

petani yang saling berinteraksi mengakui bahwa mereka memperoleh manfaat dari

kegiatan agribisnis yang diselenggarakan oleh subak sehingga tingkat

partisipasinya dapat diwujudkan secara baik. Petugas penyuluh memberikan

kontribusi tambahan terhadap interaksi yang selama ini telah terjadi di antara para

petani dan dengan pengurus subak dan koperasinya.

Elemen jaringan sosial ini memiliki pengaruh secara tidak langsung yaitu

melalui sikap dan pengetahuan terhadap tingkat partisipasi petani dalam kegiatan

usaha agribisnis. Secara berturut-turut besarnya pengaruh tidak langsung yang

melalui sikap dan pengetahuan masing-masing adalah 0,03 dan 0,10. Sementara

itu, pengaruhnya secara tidak langsung yang melalui sikap dan pengetahuan

secara bersama-sama adalah sebesar 0,02. Angka-angka tersebut nilainya lebih

kecil dibandingkan dengan pengaruh langsungnya yaitu sebesar 0,29.

Sementara itu, faktor sikap dan pengetahuan petani juga memiliki

pengaruh masing-masing sebesar 0,28 atau 7,84 persen, dan 0,45 atau 20,25

persen. Secara bersama-sama, pengaruh peubah kepercayaan, norma sosial,

Page 62: social capital on farmers' agribusiness development within subak

124

jaringan sosial terhadap partisipasi anggota subak atau koperasi dalam kegiatan

agribisnis melalui sikap dan pengetahuan adalah sebesar 59 persen.

Berdasarkan pada model yang telah digambarkan di atas, dapat

diungkapkan bahwa faktor pengetahuan memberikan pengaruh yang paling tinggi

terhadap peningkatan partisipasi petani dalam kegiatan usaha agribisnis pada

sistem subak. Besarnya pengaruh pengetahuan tersebut adalah 0,45. Sedangkan

elemen-elemen modal sosial yang memberikan pengaruh langsung terbesar

terhadap partisipasi petani dalam kegiatan usaha agribisnis adalah jaringan sosial,

yaitu sebesar 0,29. Keadaan ini memberikan indikasi bahwa peranan penyuluh

memiliki kontribusi yang cukup signifikan dalam pengembangan agribisnis di

subak.

Sementara itu, pengaruh tidak langsung dari elemen-elemen modal sosial

terhadap partisipasi petani dalam kegiatan usaha agribisnis yang terbesar

ditunjukkan oleh kepercayaan yaitu sebesar 0,51. Sedangkan pengaruh tidak

langsung dari elemen-elemen modal sosial terhadap partisipasi yang terendah

terlihat pada norma sosial. Perlu dicatat bahwa elemen-elemen modal sosial

(kepercayaan, jaringan sosial dan norma sosial) secara bersama-sama

mempengaruhi partisipasi petani dalam pengembangan kegiatan usaha agribisnis

di subak.

Adanya pengaruh modal sosial (kepercayaan, norma sosial dan jaringan

sosial) yang signifikan ini terindikasi dari adanya manfaat yang telah diterima

petani melalui kegiatan agribisnis di subak. Beberapa manfaat yang dimaksudkan

di antaranya adalah: (i) kemudahan dalam akses informasi; (ii) kemudahan akses

teknologi; (iii) kemudahan akses modal usahatani; (iv) pengembangan solidaritas;

Page 63: social capital on farmers' agribusiness development within subak

125

(v) sharing manfaat dan resiko; dan (vi) pencapaian usaha bersama melalui

kegiatan kooperatif.

Pengembangan agribisnis berbasis subak merupakan salah satu alternatif

untuk menjawab tantangan ke depan terutama yang berkenaan dengan

keberlanjutan sistem subak. Kegiatan agribisnis adalah representasi dari bagian

penting dalam sistem subak karena adanya saling percaya, nilai-nilai, norma-

norma sosial dengan pola interkasinya yang membentuk masyarakat tersebut.

Modal sosial dalam sistem subak diwujudkan dalam bentuk perilaku yang dapat

mendorong kemampuan dan kapabilitas untuk bekerjasama dan berkoordinasi

untuk menghasilkan kontribusi besar terhadap keberlanjutan produktivitas

pertanian dan koperasinya.

Berkenaan dengan kegiatan agribisnis melalui koperasi tani, modal sosial

dapat dipandang sebagai serangkaian sumberdaya baik fisik maupun non-fisik

yang membangun anggotanya termasuk pengurus untuk menjamin

keberlanjutannya melalui hubungan-hubungan di antara mereka yang dilandasi

oleh trust dan social norms. Koperasi ini dibentuk oleh para petani secara sukarela

untuk memperoleh manfaat bersama melalui kegiatan yang dilakukan secara

bersama-sama melalui pengurusnya.

Secara ringkas dapat diungkapkan bahwa modal sosial dengan elemen-

elemennya (trust, social norms, dan social networking) dapat memberikan peran

sebagai berikut: (i) alat untuk mempersatukan anggota subak karena adanya

solidaritas dan toleransi; (ii) alat mewujudkan demokratisasi di tingkat subak; dan

(iii) membangun partisipasi petani dalam aktivitas subak termasuk agribisnis

melalui koperasi subak.

Page 64: social capital on farmers' agribusiness development within subak

126

5.6 Proses Pemberdayaan dalam Pengembangan Agribisnis di Subak

Sebelum pemerintah (BPTP Bali dan Dinas Pertanian Tanaman Pangan

Provinsi Bali) menginisiasi kegiatan agribisnis, Subak Guama dan Subak

Selanbawak pada awalnya telah melakukan kegiatan ekonomis dalam skala yang

relatif kecil dan sumber permodalannya adalah dari internal subak itu sendiri.

Beberapa kegiatan ekonomis yang diselenggarakan pada Subak Guama dan Subak

Selanbawak adalah simpan pinjam selain pengadaan sarana produksi padi melalui

Koperasi Unit Desa Beringkit, di Kecamatan Mengwi Kabupaten Badung.

Kegiatan simpan pinjam yang dilakukan sepenuhnya didasarkan pada

kepercayaan antar anggota dan pengurus. Pinjaman kepada anggota subak

disepakati melalui rapat-rapat subak mengenai batas maksimum besaran

pinjaman, lama waktu pinjaman serta suku bunganya.

Sementara itu, pengadaan sarana produksi padi melalui KUD Beringkit

mengikuti ketentuan yang ditetapkan oleh pihak koperasi. Selain itu, di dalam

internal subak juga telah dilakukan kesepakatan-kesepakatan terutama yang

menyangkut varietas padi, pola dan jadwal tanam termasuk pengembaliannya.

Pengadaan sarana produksi padi dilakukan dengan pengisian formulir Rencana

Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) oleh masing-masing petani anggota

subak, kemudian diketahui oleh kelihan subak dan disetujui oleh penyuluh

pertanian.

Sebelum pengisian formulir, para petani di masing-masing subak diundang

untuk memperoleh penjelasan dari penyuluh pertanian terutama yang berkenaan

dengan pilihan varietas dan penggunaan pupuk. Pada penyediaan sarana produksi

padi ini, tidak ada penyuluhan secara spesifik mengenai orientasi ekonomis,

Page 65: social capital on farmers' agribusiness development within subak

127

kecuali hanya untuk kebutuhan usahatani padi dalam satu musim tanam. Oleh

karena itu, orientasinya adalah peningkatan produktivitas lahan dan tanaman padi

melalui perbaikan teknologi budidaya tanaman padi.

Sementara kegiatan pinjaman kepada anggota merupakan kegiatan rutin yang

dilakukan setiap bulan oleh kedua subak, yaitu saat sangkepan. Kegiatan utama

adalah pengembalian pinjaman (pokok ditambah bunga, termasuk denda, kalau

ada) dan dilanjutkan dengan pemberian pinjaman baru kepada petani lainnya.

5.6.1 Proses pemberdayaan dalam pengembangan agribisnis di Subak Guama

Kegiatan ekonomis di atas merupakan suatu embrio bagi subak-subak untuk

dapat meningkatkan usahanya dalam skala yang lebih besar. BPTP Bali

menjadikan Subak Guama sebagai pilot proyek dalam pengembangan agribisnis

terpadu melalui subak, yaitu dengan menginisiasi pembentukan Kegiatan Usaha

Agribisnis Terpadu Subak Guama. Dalam upaya untuk menjamin keberlanjutan

pengembangan agribisnis berbasis subak, dilakukan kegiatan pemberdayaan sejak

awal secara intensif dan partisipatif.

Pada tahap awal, BPTP menyampaikan rencana program pengembangan

agribisnis melalui kegiatan temu koordinasi. Pada tanggal 23 Juli 2002, dilakukan

temu koordinasi antara BPTP dengan tim pembina dari Dinas Pertanian baik di

tingkat provinsi maupun kabupaten beserta dengan pengurus Subak Guama. Pada

pertemuan ini dilakukan sosialisasi atau penjelasan program pengembangan

agribisnis terutama yang berkenaan dengan aspek jenis kegiatan awal yaitu

Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) atau Integrated Crop Management (ICM);

Sistem Integrasi Tanaman Ternak (SITT) atau Crop Livestock System (CLS); dan

Page 66: social capital on farmers' agribusiness development within subak

128

(iii) Kredit Usaha Mikro (KUM) yang didanai oleh pemerintah pusat (Departemen

Pertanian) melalui BPTP Bali.

Selain itu, disampaikan juga bahwa kegiatan pengembangan agribisnis ini

memerlukan adanya wadah yaitu Kelompok Usaha Agribisnis Terpadu di dalam

Subak Guama. Pada saat pertemuan tersebut, disampaikan juga informasi

pembentukan struktur kelompok dan hubungannya dengan subak sehingga

kelompok ini akan menjadi embrio koperasi subak. Kelompok ini selanjutnya

menjadi wadah penyalur Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) dan harus

mengelolanya secara baik guna menjamin keberlanjutan kegiatan agribisnis di

subak.

Beberapa petani anggota subak memiliki pandangan bahwa bantuan yang

diterima tersebut sebaiknya dibagi secara merata kepada seluruh petani dari pada

diusahakan melalui kelompok. Kepemimpinan subak yang kuat dan bimbingan

dari BPTP mampu meyakinkan anggota subak untuk melakukan kegiatan

agribisnis melalui kelompok sehingga tidak perlu dilakukan adanya upaya untuk

membagi bantuan tersebut.

Setelah pertemuan tersebut, pengurus Subak Guama mengadakan pertemuan

dengan anggotanya guna menindaklanjuti pembentukan kelompok dengan para

pengurusnya. Anggota subak menyetujui rencana pembentukan kelompok dan

menyerahkan sepenuhnya kepada pengurus untuk penyelesaian proses

pembentukan embrio koperasi. Struktur kepengurusannya adalah ketua, sekretaris

dan bendahara.

Pertemuan berikutnya dilakukan pada tanggal 9 Agustus 2002 yang dihadiri

oleh BPTP (sekaligus sebagai pendamping kegiatan), PPL Kecamatan Marga,

Page 67: social capital on farmers' agribusiness development within subak

129

Pekaseh dan pengurus subak serta para kelihan tempek. Pada pertemuan ini,

dibahas mengenai kesiapan Subak Guama melalui kelompok yang dibentuknya

untuk menjalankan program pengembangan agribisnis. BPTP menyampaikan

kembali informasi mengenai rencana kegiatan seperti tersebut di atas (PTT, SITT

dan KUM). Secara lebih praktis, BPTP menunjukkan formulir-formulir yang

harus diisi oleh petani anggota subak seperti RDKK (Rencana Definitif Kerja

Kelompok) untuk pemanfaatan sarana produksi. Para kelihan tempek

mendiseminasikan informasi ini kepada petani di masing-masing tempek dan

didampingi oleh pengurus koperasi serta PPL.

Melalui bimbingan PPL dan pendamping dari BPTP, para petani mengisi

formulir RDKK untuk dijadikan dasar pendistribusian sarana produksi pada

kegiatan PTT dan SITT. RDKK tersebut ditandatangani oleh petani dan disetujui

oleh kelihan subak serta diketahui oleh PPL dimana cara ini sudah terbiasa

dilakukan saat petani memperoleh sarana produksi dari KUD Beringkit.

Pemantapan kegiatan pengembangan agribisnis di subak dilanjutkan pada

pertemuan berikutnya yaitu pada tanggal 18 September 2002 yang dihadiri oleh

BPTP, PPL, Pekaseh dan pengurus subak serta pengurus kelompok yang sudah

dibentuk. Pada pertemuan ini, dibahas banyaknya kebutuhan sarana produksi

untuk program PTT dan SITT pada Subak Guama, termasuk rencana tanam dan

teknis distribusi sarana produksi. Selain itu, teknis pembuatan kandang sapi juga

dijelaskan oleh BPTP dan rencana pengolahan jerami dan kompos.

Pengelolaan kredit (KUM) juga dibahas dalam pertemuan tersebut terutama

mengenai biaya administrasi kredit, suku bunga da batas waktu pengembaliannya.

Pinjaman/kredit di koperasi telah disetujui dengan suku bunga 2 %/bulan dan

Page 68: social capital on farmers' agribusiness development within subak

130

sifatnya menurun dengan jangka waktu sesuai dengan kebutuhan peminjam dan

boleh diperpanjang. Peminjam ini dikenakan biaya administrasi sebesar 2 %.

Sedangkan kredit untuk ternak sapi disepakati tingkat bunganya sebesar 1%/bulan

sifatnya menetap untuk jangka waktu dua tahun tanpa biaya administrasi.

Kelompok juga berencana menjalankan kegiatan tabungan dan deposito dengan

suku bunga sebesar 1 %/bulan, dimana suku bunga ini akan menyesuaikan dengan

suku bunga di bank pemerintah.

Kesepakatan-kesepakatan ini selanjutnya disosialisasikan oleh masing-masing

kelihan tempek bersama-sama dengan BPTP, PPL dan pengurus kelompok kepada

anggotanya. Sosialisasi ini dimaksudkan untuk memberikan pemahaman kepada

petani mengenai pengelolaan kelompok subak dalam pengembangan agribisnis.

Pada implementasi kegiatan pengembangan agribisnis di tingkat subak,

pemberdayaan dilakukan oleh BPTP dengan pola pendampingan, dimana petugas

BPTP ditempatkan di lokasi untuk mendorong dan memberikan motivasi kepada

subak baik pengurus maupun anggotanya. Beberapa kegiatan pokok yang

dilakukan adalah sebagai berikut.

1. Mengadakan Demonstration Plot (Demplot) untuk pengembangan tanaman

padi yang diintegrasikan dengan ternak sapi.

2. Memberikan pendampingan dalam pembuatan kandang sapi.

3. Mengadakan pelatihan dan penyuluhan mengenai teknologi budidaya tanaman

padi, pengembangan ternak sapi, pengolahan jerami dan kompos.

4. Mengadakan pelatihan-pelatihan manajemen dan keorganisasian yang

mendukung pengembangan agribisnis.

5. Pelatihan-pelatihan mengenai usaha industri kecil bagi para wanita tani.

Page 69: social capital on farmers' agribusiness development within subak

131

Kesepakatan-kesepakatan yang telah diambil pada pertemuan tersebut

selanjutnya menjadi dasar yang kuat bagi Subak Guama untuk mengembangkan

kelompoknya menjadi koperasi di tingkat subak. Pada tanggal 20 September 2002

dilakukan pertemuan lagi untuk penyusunan Anggaran Dasar dan Anggaran

Rumah Tangga (AD/ART). Draft AD/ART ini sudah disiapkan oleh tim

pendamping dan Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi Kabupaten

Tabanan. Pertemuan ini dihadiri oleh berbagai pihak, di antaranya adalah Dinas

Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Bali, Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan

Hortikultura Kabupaten Tabanan, Dinas Peternakan Kabupaten Tabanan, Kepala

Desa (Desa Batannyuh, Desa Peken dan Desa Selanbawak), pendamping BPTP,

pengurus Subak Guama dan kelompok, kelihan tempek dan anggota subak.

Arahan-arahan dari Dinas Pertanian Tanaman Pangan disampaikan berkenaan

dengan teknis budidaya tanaman padi khususnya di lahan sawah yang

diintegrasikan dengan ternak. Pemanfaatan pupuk agar tetap berimbang dan

disertai dengan penggunaan pupuk organik atau kompos. Dinas Perindustrian,

Perdagangan dan Koperasi memberikan penyuluhan mengenai peranan koperasi

bagi pertanian dan kesejahteraan petani. Pada pertemuan ini sekaligus dilakukan

penunjukan ketua, manajer dan pengurus lainnya yang sifatnya masih sementara.

Subak Guama memiliki antusias yang tinggi untuk terbentuknya koperasi

subak, dimana pengurus sementara dan pekaseh selanjutnya berinisiatif

mengadakan pertemuan untuk pembentukan badan pengawas koperasi. Pertemuan

tersebut diselenggarakan pada tanggal 27 Oktober 2002 yang dihadiri oleh tiga

kepala desa, PPL, pengurus subak dan pengurus sementara koperasi. Pada saat itu,

Kepala Desa Selanbawak dipilih sebagai ketua Badan Pengawas koperasi.

Page 70: social capital on farmers' agribusiness development within subak

132

Secara teknis budidaya, Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Bali dan

Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Tabanan

memberikan bimbingan (penyuluhan dan pelatihan) kepada petani dalam

implementasi program PTT dan SITT. Monitoring juga dilakukan oleh dinas

untuk melihat dan memantau perkembangan program yang dilaksanakan, seperti

yang dilakukan pada tanggal 27 November 2002.

Pada tanggal 19 Desember 2002, pengurus koperasi bersama-sama dengan

kelihan subak dan pengurusnya melakukan pertemuan dengan kepala desa dan

PPL serta pendamping kegiatan dari BPTP. Pertemuan ini membahas aspek teknis

penggunaan pupuk, pengembangan ternak, pembuatan kompos termasuk insentif

distribusi pupuk ke petani.

Pada tanggal 5 Mei 2003, pengurus sementara koperasi mengadakan

pertemuan untuk pembentukan koperasi yang sekaligus menghadirkan Dinas

Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi. Penyuluhan mengenai koperasi

dilakukan pada pertemuan tersebut termasuk berbagai persyaratan yang harus

disiapkan untuk menjadikan koperasi yang berbadan hukum. Pada pertemuan ini,

juga ditetapkan pengawas, pengurus, kedudukan dan nama koperasi serta

AD/ART koperasi. Nama koperasi yang dibentuk adalah Koperasi Usaha

Agribisnis Terpadu Subak Guama dengan status badan hukum, yaitu Nomor 22/

BH/DISKOP/VIII/2003 tertanggal 14 Agustus 2003.

Beberapa kegiatan yang dilakukan setelah pembentukan koperasi adalah

pertemuan untuk membahas kesepakatan-kesepakatan kontribusi koperasi kepada

subak dan simpanan wajib serta simpanan pokok dari anggota. Pertemuan ini

diselenggarakan pada tanggal 20 Mei 2003 yang dihadiri oleh pengurus subak dan

Page 71: social capital on farmers' agribusiness development within subak

133

koperasi serta kepala desa. Koperasi yang terbentuk ini juga difasilitasi dan

didorong untuk dapat melakukan kerjasama dengan pihak-pihak tertentu seperti

bank lokal, PT Pertani, PT PUSRI dan PT Pupuk Kaltim dalam rangka

pengembangan jaringan kerjanya. Secara skematis, proses pengembangan

agribisnis di Subak Guama dapat dilihat pada Gambar 5.11.

koordinasi

Gambar 5.11Proses pengembangan agribisnis pada Subak Guama

Keterangan:PTT : Pengelolaan Tanaman TerpaduSITT : Sistem Integrasi Tanaman dan TernakKUM : Kredit Usaha Mandiri

Subak

BPTP

Program kegiatanagribisnis (PTT,SITT dan KUM

Diperta, Tabanan

Rapat anggota

KUAT

DinasPerindagkop,

Tabanan

Diperta, Bali

Rapat pengurus

Embrio koperasi

Rapat anggota

Rapat pengurusembrio koperasi

Penyuluhan danpelatihan

Persia-panpem-bntuk-ankope-rasi

Page 72: social capital on farmers' agribusiness development within subak

134

5.3.2 Proses pemberdayaan dalam pengembangan agribisnis di Subak Selanbawak

Pengembangan kegiatan ekonomis di Subak Selanbawak sangat berbeda

dengan yang telah dilakukan di Subak Guama. Inisiasi pengembangan agribisnis

pada Subak Selanbawak tidak dilakukan secara intensif. Pada tahun 2001,

pemerintah melalui Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Bali memberikan

bantuan kepada Subak Selanbawak melalui program BLM yang besarnya adalah

Rp 75.000.000.

Pemberian BLM ini didasarkan pada performa Subak Selanbawak yang cukup

baik karena telah memperoleh penghargaan sebagai juara dalam lomba subak.

Pada awalnya, pengurus subak diberikan informasi tentang rencana pemberian

BLM oleh pemerintah Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Bali bersama-

sama dengan Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten

Tabanan. Tujuan utama pemberian bantuan tersebut adalah membantu subak

untuk mengembangkan kegiatan ekonomis, khususnya penyediaan sarana

produksi padi yang selanjutnya diharapkan mampu mengembangkan kegiatan

usaha agribisnis di tingkat subak.

Pengurus subak mengundang anggotanya untuk menyampaikan program yang

akan diterima dari pemerintah. Pada pertemuan ini, hanya petugas pertanian dari

tingkat kecamatan (Marga) yang ikut hadir mendampingi pengurus subak dan ikut

memberikan arahan-arahan kepada petani. Para petani anggota hanya merasakan

senang memperoleh bantuan tunai dari pemerintah dan dapat digunakan sebagai

tambahan kas subak untuk kegiatan pertanian, khususnya tanaman padi. Proses

pemberdayaan dalam pengembangan agribisnis pada Subak Selanbawak dapat

dilihat pada Gambar 5.12.

Page 73: social capital on farmers' agribusiness development within subak

135

Gambar 5.12Proses pengembangan agribisnis pada Subak Guama

Berbeda halnya dengan di Subak Guama, pengembangan agribisnis di Subak

Selanbawak tidak disertai dengan kegiatan-kegiatan pelatihan baik mengenai

aspek teknis (budidaya tanaman dan ternak) maupun non-teknis (manajemen,

organisasi, dan bisnis) dari pemerintah. Pengurus subak bersepakat secara mandiri

mengelola bantuan uang tunai yang diperoleh dan dan hanya dimanfaatkan untuk

kegiatan penyediaan sarana produksi padi bagi petani anggota. Penyediaan

peralatan dan mesin pertanian termasuk dengan kegiatan bisnis lainnya seperti

pengolahan dan pemasaran belum dapat dilaksanakan oleh subak. Keinginan

subak untuk mengembangkan kegiatan agribisnis telah muncul tetapi masih

terkendala oleh kemampuan finansial subak.

Secara umum dapat dinyatakan bahwa pemberdayaan subak dalam

pengembangan agribisnis merupakan salah satu cara untuk menjamin

keberlanjutan kegiatan agribisnis di tingkat subak. Pendampingan oleh BPTP

Subak

Diperta, Tabanan

Embriokoperasi

Pengembanganusaha agribisnis

Rapat pengurus

Diperta, Bali

Rapat anggota

PPL Kecamatan

Page 74: social capital on farmers' agribusiness development within subak

136

khususnya pada Subak Guama memberikan kontribusi yang signifikan untuk

mendorong dan memotivasi petani dan subak serta koperasi tani (KUAT) untuk

semakin meningkatkan perannya dalam pengembangan agribisnis.

Kegiatan pemberdayaan di subak, khususnya pada Subak Guama yang

dilakukan oleh BPTP dan pemerintah setempat diarahkan untuk mewujudkan

sustainable development dalam pengembangan agribisnisnya. Pemberdayaan

melalui pendampingan dengan melibatkan peran serta aktif dari pengurus dan

anggota baik subak maupun koperasi menjadi suatu prasyarat sangat penting

sebagai bagian dari kegiatan fasilitasi. Melalui upaya pemberdayaan, para

pengurus dan anggota didorong agar memiliki kemampuan untuk memanfaatkan

sumberdaya yang dimilikinya secara optimal dalam pengembangan agribisnis di

tingkat subak.

Memperhatikan kondisi di atas, pendampingan yang dilakukan oleh

pemerintah khususnya dalam pengembangan agribisnis di Subak Guama

mencakup beberapa kegiatan pokok, di antaranya adalah sebagai berikut: (i)

memotivasi pengurus dan anggota subak dan koperasi; (ii) meningkatkan

pemahaman dan keterampilan atau kapasitas subak dan koperasi; (iii)

memobilisasi sumber daya; dan (iv) mengembangkan jaringan kerja.

Kegiatan memotivasi diarahkan kepada pengurus dan anggota subak dan

koperasi agar mereka terdorong untuk dapat melibatkan diri secara aktif dan

langsung sebagai pelaku utama di dalam proses pemberdayaan yang dilakukan

oleh pemerintah. yang nantinya dapat meningkatkan pendapatan mereka dengan

menggunakan kemampuan dan sumber daya yang dimilikinya.

Page 75: social capital on farmers' agribusiness development within subak

137

Meningkatkan pemahaman dan keterampilan atau kapasitas subak dan

koperasi dilakukan melalui pendekatan partisipatif yaitu disesuaikan dengan

kebutuhan subak dan koperasi dalam pengembangan agribisnis. Pemahaman

mengenai sistem agribisnis yang berbasis modal sosial menjadi bagian yang

penting dalam pengembangan agribisnis di tingkat subak karena kepercayaan

antara petani dan pengurus, norma sosial serta hubungan-hubungan sosial telah

terbentuk sejak lama di dalam subak.

Pengembangan jaringan kerja yang dilakukan di dalam pengembangan

agribisnis di tingkat subak adalah berupa kemitraan usaha antara koperasi

(KUAT) dengan pihak-pihak luar seperti PT Pertani, Bank dan perusahaan

distributor pupuk, seperti PT PUSRI dan PT Pupuk Kaltim. Mobilisasi sumber

daya di tingkat subak untuk kegiatan agribisnis dilakukan secara sinergis antara

pengurus subak dengan pengurus koperasi. Masing-masing lembaga ini memiliki

norma-norma (anggaran dasar/anggaran rumah tangga) yang mengatur pola

kegiatan para anggota dan pengurusnya. Mobilisasi sunber daya manusia, fisik

termasuk finansial dilakukan dengan tujuan pokok untuk meningkatkan

kesejahteraan mereka.

Sementara itu, kegiatan pedampingan tidak dilakukan pada pengembangan

agribisnis di Subak Selanbawak. Pemberian bantuan yaitu uang tunai tidak disertai

dengan kegiatan fasilitasi kecuali hanya arahan-arahan pemanfaatan bantuan

tersebut oleh petugas pemerintah. Pengembangan agribisnis di Subak Selanbawak

tidak berkembang secara baik seperti yang terdapat di Subak Guama, yaitu hanya

terbatas pada kegiatan penyediaan sarana produksi padi.

Page 76: social capital on farmers' agribusiness development within subak

138

Pengalaman di Subak Guama menunjukkan bahwa strategi pendampingan

adalah sangat efektif dalam proses pemberdayaan masyarakat tani karena mampu

meningkatkan kapasitas mereka untuk berkembang dalam pemenuhan kebutuhan

yang berkenaan dengan kegiatan agribisnis di tingkat subak. Sejalan dengan

Keputusan Menteri Dalam Negeri No 50 tahun 2001 tentang Pedoman

Pemberdayaan Perkumpulan Petani Pemakai Air, pemberdayaan subak dilakukan

dengan tujuan untuk meningkatkan peranannya sebagai suatu lembaga yang

mampu mengelola irigasi secara mandiri, melakukan kegiatan ekonomi yang

berkaitan dengan usahatani anggotanya dan kerjasama dengan pihak lain berdasarkan

potensi yang dimiliki.

Pada penelitian ini, pengembangan agribisnis pada sistem subak dilakukan

dengan pendekatan komunitas lokal dengan sasaran keefektifan dan keberlanjutan

implementasi program. Kondisi ini terindikasi dari pemberdayaan ekonomis

diselenggarakan melalui pembentukan usaha pengembangan agribisnis yaitu koperasi

tani dengan tetap melestarikan pengelolaan irigasi melalui sistem subak.

Pengembangan agribisnis di subak mendorong subak untuk melakukan penyesuaian

kelembagaan, khususnya pada struktur dan auran-aturan atau norma yang berkenaan

dengan kegiatan agribisnisnya.

5.7 Penyesuaian Kelembagaan Subak dalam Pengembangan Agribisnis

Subak pada awalnya merupakan suatu organisasi pengelola air irigasi yang

bersifat sosial-agraris dan religious dengan filosofinya yaitu tri hita karana.

Aspek sosial budaya pertanian menjadi suatu hal yang sangat dominan dalam

sistem irigasi subak, sementara itu tuntutan kebutuhan para petani termasuk subak

semakin kompleks terutama yang berkenaan dengan aspek ekonomis.

Page 77: social capital on farmers' agribusiness development within subak

139

Berdasarkan pada pengelolaan irigasi dan mewujudnyatakan ketentuan

peraturan dan perundangan seperti Undang-Undang No. 7 tahun 2004 tentang

Sumber Daya Air dan Peraturan Pemerintah No 26 tahun 2006 tentang Irigasi,

maka dalam penguatan kelembagaan irigasi yaitu P3A termasuk subak diarahkan

pada kemampuan di bidang fisik pengelolaan irigasi, kelembagaan dan sekaligus

kemampuan ekonominya. Ini berarti bahwa diperlukan adanya penyesuaian

kelembagaan pada subak khususnya untuk dapat mengembangkan kegiatan

ekonomis, seperti agribisnis. Secara lebih rinci, pemberdayaan P3A termasuk

subak berdasarkan pada Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor: 50 Tahun 2001

tentang Pedoman Pemberdayaan Perkumpulan Petani Pemakai Air telah tertuang

dalam pasal 21, yaitu sebagai berikut:

(1) Pemberdayaan P3A, GP3A, dan IP3A agar berperan sebagai lembagayang mampu mengelola irigasi secara mandiri, melakukan kegiatanekonomi yang berkaitan dengan usahatani anggotanya dan kerjasamadengan pihak lain berdasarkan potensi yang dimiliki;

(2) Pemberdayaan di bidang usaha ekonomi yang berkaitan denganusahatani meliputi budidaya tanaman bernilai ekonomi tinggi, perikanan,peternakan, penyediaan sarana produksi pertanian, jasa alat mesinpertanian, jasa pekerjaan konstruksi jaringan irigasi, pengolahan hasil,dan pemasaran;

(3) P3A, GP3A, dan IP3A dapat membentuk suatu usaha ekonomi atauagribisnis, dengan tetap melestarikan pengelolaan irigasi.

Pada Subak Guama, kelembagaan subak sudah mengalami penyesuaian

seiring dengan pengembangan agribisnis yang dijalankannya sejak tahun 2002

yang sesuai dengan ketentuan awig-awig subak pada Palet 5 indik Pedruweyan

Subak, Pawos 17 (2) yang berbunyi “Mungguwing padruweyan munjuk

lungsur sakeng (e) utsaha-utsaha subak sane sewosan”

Page 78: social capital on farmers' agribusiness development within subak

140

(artinya: Bagian 5 tentang Kepemilikan Subak, Pasal 17 (2) yang berbunyi adapun

kepemilikan subak diperoleh dari (e) usaha-usaha subak yang lainnya). Secara

lebih lengkap dapat dilihat pada Lampiran 1.

Pada Subak Selanbawak, penyesuaian kelembagaan yang dilakukan belum

selengkap seperti di Subak Guama. Dalam pengembangan agribisnis di tingkat

subak, Subak Guama memiliki struktur kelembagaan yang diperluas sesuai

dengan kebutuhan penyelenggaraan kegiatan agribisnis tersebut. Selain itu,

penyesuaian kelembagaan ini juga dilakukan untuk memenuhi ketentuan

peraturan perundang-undangan tentang koperasi. Kegiatan agribisnis di Subak

Guama dijalankan melalui suatu unit koperasi yang dibentuk di bawah naungan

subak. Secara skematis, penyesuaian kelembagaan pada Subak Guama dapat

dilihat pada Gambar 5.13.

Page 79: social capital on farmers' agribusiness development within subak

141

Gambar 5.13Penyesuaian kelembagaan Subak Guama

Keterangan:

----------- : Garis koordinasi/konsultasi_______ : Garis komando

Kelihan subak merangkap jabatan sebagai ketua pengawas

Rapat Anggota

Pekaseh

Sekretaris

Bendahara

Akuntansi

A n g g o t a s u b a k

UnitUsaha

Saprodi

Ketua Koperasi

Manajer

UnitUsahaJasaAlsintan

Kelian Tempek

Bendahara

UnitUsahaSimpanpinjam

UnitUsahaTernak

Juru arah

Pengawas

Page 80: social capital on farmers' agribusiness development within subak

142

Dalam penyesuaian kelembagaan ini, posisi pekaseh atau kelihan subak

masih tetap memiliki peran yang sangat sentral karena sekaligus atau

merangkap sebagai pengurus koperasi yaitu ketua. Ketua bekerjasama dengan

pengawas yang ditunjuk dalam penyelenggaraan kegiatan koperasi. Kondisi ini

menunjukkan bahwa pembentukan koperasi KUAT masih tetap berada di

bawah payung subak.

Pemilihan pengurus termasuk manajer dilakukan secara musyawarah di

dalam rapat subak dan koperasi. Sedangkan untuk bagian-bagian akuntansi,

bendahara dan unit-unit usaha ditentukan oleh manajer tetapi dengan

persetujuan dari pengurus koperasi yang di dalamnya termasuk pekaseh juga.

Selayaknya koperasi lain yang ada di Indonesia, dalam penyesuaian

kelembagaan koperasi subak dibentuk juga posisi manager yang memiliki

tugas-tugas dan fungsi yang berkenaan dengan pengembangan agribisnis.

Adapun, tugas-tugas seorang manajer di KUAT Subak Guama adalah sebagai

berikut.

1. Melakukan koordinasi terhadap jalannya usaha agribisnis di tingkat subak.

2. Mengadakan evaluasi secara berkala terhadap kinerja karyawannya

berkenaan dengan tugas-tugas pokoknya.

3. Melaporkan perkembangan usaha kepada pengurus koperasi sesuai dengan

hasil evaluasi dan menindaklanjuti serta menyelesaikan berbagai masalah

yang timbul.

4. Menciptakan dan mengembangkan ide-ide baru untuk kemajuan usaha

agribisnis koperasi.

Page 81: social capital on farmers' agribusiness development within subak

143

5. Mengadakan kerjasama dengan pihak-pihak lain sepeeti pemerintah dan

swasta.

6. Menyusun perencanaan usaha bisnis (business plan) setiap tahun.

7. Mengambil langkah-langkah peventif jika terjadi hal-hal yang merugikan

usaha dan selalu mempertimbangkan kondisi di masing-masing unit usaha.

8. Memberikan motivasi kepada karyawan untuk meningkatkan produktivitas

kerja.

9. Mengajukan usulan peningkatan kesejahteraan karyawan kepada pengurus

koperasi.

10. Mempertanggungjawabkan kegiatann usaha bisnis kepada pengurus

menjelang RAT setiap tahun.

Bagian akuntasi memiliki tugas yang sangat penting dalam kegiatan bisnis

di koperasi yang berkenaan dengan aliran uang (cash flow), dimana tugas-tugas

pokoknya adalah sebagai berikut:

1. melakukan pencatatan terhadap setiap transaksi kredit dan tunai serta

tagihan dari pihak-pihak tertentu termasuk anggota;

2. melakukan pemeriksaan dan verifikasi terhadap kelengkapan dokumen

pembayaran;

3. memposting kode input ke dalam sistem akuntansi;

4. memberikan kode perkiraan sebagai input data pada sistem komputer;

5. selalu meminta persetujuan kepada manager; dan

6. menyiapkan laporan keuangan secara periodik kepada manager dan instansi

terkait sebagai laporan kemajuan usaha.

Page 82: social capital on farmers' agribusiness development within subak

144

Bagian bendahara koperasi merupakan satu unit yang memiliki peran

dalam pengelolaan keuangan yang erat kaitannya juga dengan bagian

akuntansi. Sebagai pengelola keuangan, tugas-tugas pokoknya adalah sebagai

berikut:

1. membuat bukti pembayaran dari dan untuk pelanggan atau anggota;

2. membuat kode input akuntansi bersama-sama dengan bagian akuntansi;

3. menyetorkan hasil pembayaran atau penjualan ke bank;

4. membuat laporan posisi keuangan baik harian maupun mingguan;

5. menyimpan bukti setor dan bukti pembayaran;

6. membantu manajer dalam kebutuhan dana operasional; dan

7. membukukan seluruh transaksi ke dalam sistem akuntansi.

Pada Subak Selanbawak, penyesuaian kelembagaan masih relatif sederhana

jika dibandingkan dengan Subak Guama. Belum dibentuk manajer dalam

pengelolaan usaha bisnis melalui embrio koperasinya. Hanya seorang ketua yang

ditunjuk oleh para anggota subak melalui rapat subak. Adapun struktur

penyesuaian kelembagaan Subak Selanbawak dapat dilihat pada Gambar 5.14.

Page 83: social capital on farmers' agribusiness development within subak

145

Gambar 5.14Penyesuaian kelembagaan Subak Selanbawak

Keterangan:

----------- : Garis koordinasi/konsultasi_______ : Garis komando

Pekaseh menjadi pengawas pada embrio koperasi

Rapat Anggota

Pekaseh

Sekretaris

Bendahara

A n g g o t a s u b a k

Ketua embriokoperasi

Kelian Tempek

Juru arah

Pengawas

Sekretaris Bendahara

Page 84: social capital on farmers' agribusiness development within subak

146

Penyesuaian kelembagaan yang dilakukan di kedua subak merupakan

upaya untuk mengembangkan kegiatan agribisnis dan masih berada dibawah

naungan lembaga subak. Menurut subak, terdapat beberapa keuntungan yang

diperoleh dengan membentuk lembaga baru di dalam subak, di antaranya adalah

sebagai berikut.

1. Anggota dapat dengan mudah untuk mendapatkan sarana produksi baik secara

kelompok maupun individu.

2. Anggota dengan mudah untuk memperoleh kredit.

3. Subak dengan mudah mengatur kewajiban anggota karena adanya awig-awig

subak yang disertakan dalam pengelolaan ekonomis.

4. Keuntungan dari kegiatan ekonomis subak dapat menjadi bagian dari

keuntungan individu anggota juga.

5. Memudahkan untuk mendapatkan akses modal dari luar.

6. Memudahkan akses informasi.

Sarana produksi khususnya untuk tanaman padi yang dibutuhkan oleh para

petani anggota subak yang juga sekaligus sebagai anggota koperasi dapat

ditentukan secara bersama-sama melalui rapat subak sebelum musim tanam padi

berlangsung. Kebutuhan terhadap sarana produksi baik dari aspek jenis, jumlah

dan waktu sudah dapat ditentukan secara bersama-sama oleh subak. Di antara para

petani dan pengurus subak sudah saling mengetahui luas sawah yang dikerjakan

untuk tanaman padi. Oleh karena itu, para petani tidak mengalami keterlambatan

dalam penyediaan sarana produksi.

Seluruh petani melalui koordinasi kelihan subak diminta untuk mengisi

form isian mengenai sarana produksi yang dibutuhkan. Pada pembahasan tersebut

Page 85: social capital on farmers' agribusiness development within subak

147

dihadiri juga oleh PPL setempat. Kehadiran PPL sangat diperlukan untuk

membantu dalam pemberian informasi mengenai teknologi budidaya tanaman

padi yang berkaitan dengan penggunaan sarana produksinya.

Pendistribusian sarana produksi padi di Subak Guama dapat dilakukan

dengan cara sebagai berikut.

1. Langsung dibawakan ke lokasi sawah atau rumah petani koperasi.

2. Dibawa ke satu tempat di masing-masing tempek.

3. Langsung diambil di koperasi oleh petani dengan menunjukan RDKKnya.

Sedangkan pada Subak Selanbawak, sarana produksi padi didistribusikan oleh

Koperasi Unit Desa Beringkit ke subak melalui pengelolaan koperasinya dan

selanjutnya para petani mengambilnya di Bale Subak Selanbawak. Koordinasi

dilakukan antara pihak KUD dengan koperasi subak bersama-sama dengan

kelihan subak.

Selain itu, petani secara individual dapat memperoleh sarana produksi lainnya

selain yang sudah diusulkan melalui form isian tersebut. Pada Subak Guama,

koperasinya juga menyediakan berbagai sarana dan prasarana produksi pertanian

dan ternak serta peralatan pertanian Koperasi di Subak Guama juga dibolehkan

untuk melakukan layanan transaksi dengan pihak lain yang bukan anggota subak,

seperti penjualan sarana produksi dan juga pemberian kredit. Sementara itu, di

Subak Selanbawak belum memiliki toko seperti yang ada di Subak Guama,

sehingga kegiatan-kegiatan ekonomisnya hanya terbatas pada penyediaan sarana

produksi selain pemberian kredit khusus untuk petani anggotanya.

Page 86: social capital on farmers' agribusiness development within subak

148

Di Subak Guama, penyesuaian kelembagaan subak dalam pengembangan

agribisnis berbasis subak menunjukkan hasil yang positif dilihat dari pengelolaan

keuangannya. Pada tahun 2012, modal usaha KUAT Subak Guama (yang

diperoleh melalui BLM) cukup besar yang mencakup berbagai jenis usaha seperti

crops livestock system, integrated crops management, kredit usaha mandiri selain

adanya tabungan dan deposito seperti yang telah diuraikan di bagian terdahulu.

Berdasarkan pada kondisi di atas, penyesuaian kelembagaan subak berkenaan

dengan pengembangan agribisnis yang berbasis subak dengan modal sosialnya

telah memberikan beberapa manfaat di antaranya adalah sebagai berikut.

1. Menjamin adanya kegiatan kolektif dalam kegiatan bisnis pertanian, seperti

penyediaan sarana produksi, pengelolaan parasarana, kredit termasuk

pengolahan dan pemasaran.

2. Memberikan tambahan pendapatan yang signifikan terhadap subak sehingga

mampu mengurangi beban ekonomis anggota untuk kegiatan-kegiatan subak.

3. Menjadikan subak semakin mandiri dalam pengembangan agribisnis dan tetap

berbasiskan nilai-nilai sosial budaya atau modal sosial yang dimilikinya

Kegiatan agribisnis pada sistem subak melalui pembentukan unit koperasi

di dalamnya seperti diungkapkan di atas menjadi bagian yang sangat penting

dalam mewujudkan pengelolaan irigasi pada tingkat Perkumpulan Petani Pemakai

Air yang berdimensi pemberdayaan, yaitu dengan melakukan penyesuaian

kelembagaan (Rachman, 2009).

Page 87: social capital on farmers' agribusiness development within subak

149

5.8 Kekuatan dan Kelemahan Subak dalam Pengembangan Agribisnis

5.8.1 Kekuatan subak

Pengembangan agribisnis di Subak Guama melalui Koperasi Usaha

Agribisnis Terpadu dan Subak Selanbawak melalui embrio koperasi didorong oleh

adanya beberapa faktor yang melekat dalam subak itu sendiri terutama yang

berkenaan dengan sosial kapital. Pada penelitian ini, ditemukan bahwa faktor-

faktor tersebut adalah sebagai berikut: (i) ikatan antar petani anggota subak; (ii)

ikatan antara petani sebagai anggota subak dengan pengurusnya; (iii) awig-awig

subak; (iv) nilai religius di subak.

5.8.1.1 Ikatan antar petani

Hasil penelitian terhadap sampel ditemukan bahwa terdapat ikatan antar

petani yang kuat di dalam penyelenggaraan aktivitas pertanian, irigasi, ritual dan

juga ekonomis. Ikatan antar dalam kegiatan pertanian ditunjukkan dengan adanya

interaksi di antara para petani yang diawali dari menjelang musim tanam padi

sampai dengan panen dan kemudian musim tanam berikutnya baik padi maupun

palawija. Interaksi sosial yang dilakukan mereka adalah berkenaan dengan

pemilihan jenis atau varietas tanaman padi yang akan diusahakan; persiapan-

persiapan pengolahan lahan dan persemaian, jadwal dan pola tanam dan

pengendalian hama dan penyakit. Ikatan antara petani melalui kegiatan interaksi

secara formal dilakukan pada sangkepan dan paruman subak. Di kedua subak,

paruman dilakukan sesuai dengan kebutuhan atau kepentingan yang akan dibahas

dan bahkan melibatkan pihak luar, seperti dari BPTP dan Dinas Pertanian baik di

tingkat kabupaten maupun provinsi.

Page 88: social capital on farmers' agribusiness development within subak

150

Pada kegiatan pertanian ini, ikatan di antara para petani di kedua subak

terjadi dalam suatu bentuk proses berinteraksi yang telah biasa dilakukan sebagai

anggota masyarakat baik di banjar maupun di desa untuk kegiatan di luar sektor

pertanian. Kuatnya ikatan dalam proses interaksi sosial ini merupakan salah satu

indikasi bahwa terdapat rasa saling percaya di antara para petani anggota di kedua

subak. Ini berarti bahwa dengan adanya ikatan antar anggota yang kuat dan

didasari oleh saling percaya dapat menumbuhkan kegiatan kolektif yang semakin

kuat di dalam subak. Misalnya dalam upaya untuk bekerja bersama-sama untuk

memecahkan masalah yang berkenaan dengan akses informasi, kredit termasuk

penyediaan sarana produksi pertanian dan lain sebagainya. Temuan ini juga secara

kualitatif ditemukan oleh Woolcock dan Narayan (2000) dimana ikatan yang kuat

antar anggota dalam suatu kelompok (misalnya subak) membangkitkan adanya

kegiatan kolektif sebagai hasil dari dinamisasi sosial kapital di dalam suatu

kelompok masyarakat.

Ikatan antar petani dalam aspek irigasi sangat nyata ditunjukan dengan

adanya kegiatan gotong royong untuk membersihkan saluran irigasi sebelum

memulai penanaman di kedua subak. Kegiatan ini dilakukan secara bersama-sama

baik di tingkat tempek maupun subak. Bahkan saat diperlukan, para petani harus

berkontribusi material atau uang tunai untuk perbaikan-perbaikan saluran dan

bangunan irigasi di wilayah subaknya.

Pada kegiatan irigasi ini juga dilakukan adanya sistem saling meminjam

air terutama pada saat musim kemarau. Pemberian pinjaman air kepada petani

yang lain menunjukkan adanya saling ketergantungan di antara mereka dan saling

percaya bahwa pada saat tertentu petani peminjam akan memberikan pinjaman

Page 89: social capital on farmers' agribusiness development within subak

151

airnya juga kepada petani lainnya. Saling meminjam air irigasi ini juga merupakan

salah satu bagian dari pegejawantahan konsep paras paros sarpanaya salunglung

sabayantaka. Pengaturan pengelolaan air (distribusi dan alokasi) juga didasarkan

pada kesepakatan antar petani melalui suatu musyawarah dalam rapat subak.

Keteraturan dan harmonisasi pengelolaan air irigasi di Subak Guama dan Subak

Selanbawak turut memberikan dukungan terhadap pengembangan agribisnis padi

yang dijalankan melalui KUAT Subak Guama dan embrio koperasi di Subak

Selanbawak.

Ikatan antar petani yang menonjol pada Subak Guama dan Subak

Selanbawak adalah saat diselenggarakan kegiatan ritual di tingkat subak.

Beberapa upacara keagamaan di tingkat subak adalah magpag toya yang diadakan

pada setiap bulan Oktober di Pura Ulun Empelan, dan juga di Pura Bedugul. Pada

kegiatan ritual ini, ikatan antar petani juga disertai dengan adanya ikatan antar istri

petani yang dimulai dari persiapan-persiapan penyelenggaraan upacara ritual

sampai dengan selesainya kegiatan upacara di pura subak.

5.8.1.2 Ikatan antara petani dengan pengurus subak

Pada penelitian ini, ikatan yang dimaksudkan adalah adanya interaksi

sosial antara para petai baik sebagai anggota subak maupun koperasi dengan

pengurus subak dan koperasinya juga. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

terdapat ikatan yang kuat antara petani dengan pengurus subak dan koperasi di

kedua subak. Kondisi ini ditunjukkan oleh adanya kegiatan-kegiatan pertanian,

irigasi dan religius serta ekonomis yang dikoordinasikan oleh para pengurus dapat

dijalankan secara baik.

Page 90: social capital on farmers' agribusiness development within subak

152

Di atas telah disebutkan bahwa pada kegiatan pertanian seperti

penggunaan varietas padi yang akan diusahakan oleh para petani selalu dipatuhi

setelah diputuskan melalui rapat subak yang dipimpin oleh pengurus subak dan

didampingi oleh PPL. Demikian juga halnya pada kegiatan irigasi, koordinasi

dilakukan oleh pengurus subak baik di tingkat subak maupun di tingkat tempek.

Informasi yang disampaikan oleh pengurus kepada para petani dapat dilakukan

secara berjenjang dan secara langsung. Di kedua subak, informasi yang berjenjang

biasanya dilakukan oleh pengurus di tingkat subak melalui pengurus di tingkat

tempek.

Pada kegiatan ritual, terdapat ikatan yang kuat antara petani dengan

pengurus seperti halnya ikatan yang terjadi antar petani. Pengurus bersama-sama

dengan pemangku mengkoordinasikan penyelenggaraan kegiatan keagamaan

mulai dari persiapan sampai berakhirnya seluruh rangkaian kegiatan ritual di

tingkat subak. Ikatan antara petani dengan pengurus subak pada kegiatan ritual ini

lebih didasarkan pada nilai-nilai spiritual yang telah melekat sebagai umat yang

beragama Hindu. Salah satu indikasi yang terlihat pada Subak Guama dan Subak

Selanbawak adalah para petani sejak awal dilibatkan dalam penentuan anggaran

biaya untuk upacara keagamaan, rencana pelaksanaan ritual, dan lain sebagainya.

Pada saat upacara Ngusaba musim tanam tahun 2012, para petani dibawah

koordinasi pengurus subak menyiapkan pebantenan melalui rapat-rapat subak.

Ikatan antara petani dengan pengurus koperasi juga terlihat kuat terutama

dalam penyediaan sarana produksi pertanian (benih, pupuk, pestisida) dan ternak

dan layanan ekonomis lainnya dari koperasi. Para petani diberikan bimbingan oleh

pengurus koperasi dalam pengisian RDKK saat menyusun amprahan kredit

Page 91: social capital on farmers' agribusiness development within subak

153

usahatani untuk tanaman padinya. Pada kegiatan ini, para petani dan pengurus

subak juga didampingi oleh PPL.

Hubungan baik antara para petani dengan pengurus koperasi juga terlihat

pada saat adanya pembagian sisa hasil usaha koperasi setiap tahun setelah

disetujuinya Rapat Anggota Tahunan koperasi. Pada Subak Selanbawak, belum

diterapkan sistem Sisa Hasil Usaha karena koperasi yang dibentuknya belum

memiliki status badan hukum. Pengurus koperasi dan pengurus subak hanya

menyampaikan laporannya secara periodik kepada seluruh anggotanya dalam

setiap sangkepan subak.

Ikatan-ikatan di antara petani dan juga dengan pengurus subak maupun

koperasi dilandasi oleh adanya rasa saling percaya (mutual trust). Trust tersebut

dipandang sebagai rasa saling mempercayai antar individu dan juga antar

kelompok di dalam suatu masyarakat seperti subak dan koperasi yang dibangun

oleh norma-norma yang terdapat di dalamnya (Woolcock, 1998).

5.8.1.3 Awig-awig

Awig-awig merupakan suatu produk hukum dari suatu organisasi

tradisional di Bali, seperti subak yang dibuat secara musyawarah mufakat oleh

seluruh anggotanya berdasarkan rasa keadilan dan rasa kepatutan yang hidup

dalam masyarakatnya dan diberlakukan sebagai pedoman bertingkah

laku untuk menciptakan keharmonisan. Awig-awig ini sebenarnya merupakan

anggaran dasar subak dan sebagai anggaran rumah tangganya adalah berupa

perarem. Pada kedua subak, awig-awignya telah dicatatkan pada Kantor

Pengadilan Negeri Tabanan sebagai bagian dari pengakuan status badan hukum

Page 92: social capital on farmers' agribusiness development within subak

154

oleh pemerintah. Berdasarkan pada Peraturan Menteri Dalam Negeri No 42 tahun

1992 disebutkan bahwa apabila anggaran dasar Perkumpulan Petani Pemakai Air

(P3A) atau subak telah didaftarkan di Kantor Pengadilan Negeri setempat maka

P3A tersebut telah memiliki status berbadan hukum.

Adanya awig-awig ini yang juga merupakan norma-norma subak menjadi

salah satu faktor yang sangat kuat bagi petani termasuk pengurus subak untuk

bertingkah laku dalam berinteraksi pada kedua subak karena di dalamnya telah

dituangkan juga berbagai sanksi bagi para pelanggarnya. Secara garis besar, awig-

awig Subak Guama dan Subak Selanbawak memuat beberapa ketentuan di

antaranya adalah distribusi dan alokasi air irigasi, pola dan jadwal tanam, hak dan

kewajiban anggota dan pengurus, pengelolaan keuangan termasuk usaha-usaha

ekonomis, keanggotaan, kepengurusan dan juga sanksi-sanksi.

Ikatan di antara sesama petani dan juga antara petani dengan pengurus

subak seperti yang telah disebutkan di atas juga didasarkan pada aturan-aturan

yang telah mereka sepakati dan tuangkan di dalam awig-awignya. Salah satu

contohnya adalah pembagian air dan alokasi air irigasi untuk masing-masing

tempek dan masing-masing petani sudah diatur sedemikian rupa dan telah

diterima oleh seluruh petani. Ukuran-ukuran yang digunakan untuk alokasi air

tidak semata-mata didasarkan pada aspek teknis tetapi juga aspek sosial yang

berkenaan dengan sistem ayahan.

Dalam kaitannya dengan alokasi air ini, hasil penelitian bahwa rasa saling

percaya di antara petani sangat terlihat karena ada petani yang memperoleh

alokasi air yang lebih besar dibandingkan dengan petani lainnya yang luas lahan

sawahnya lebih besar. Hal ini disebabkan karena pembagian airnya tidak

Page 93: social capital on farmers' agribusiness development within subak

155

sepenuhnya didasarkan pada perhitungan teknis tetapi juga pertimbangan social

atau dikenal dengan sistem ayahan. Tidak ada rasa iri yang ditunjukan oleh petani

yang memperoleh alokasi air lebih kecil kepada petani lainnya yang memperoleh

air lebih besar. Aturan yang ditetapkan pada kedua subak adalah didasarkan pada

hak dan kewajiban. Artinya bahwa petani yang memperoleh hak atas air lebih

besar maka kewajiban ayahannya juga lebih besar.

Di Subak Guama misalnya, hasil penelitian Yadnya (2009) menjelaskan

bahwa awig-awig Subak Guama telah menjadi pedoman bagi para petani untuk

menanam varietas Padi yaitu IR 64 pada penanaman musim hujan 2009 sesuai

dengan kesepakatannya. Selain itu, para petani selalu melakukan kewajibannya

untuk melunasi kredit atau pinjaman guna menghindari sanksi yang telah

ditetapkan di dalam awig-awig subak. Sanksi moral pada awig-awig Subak

Guama juga sangat memberikan kontribusi terhadap penyelenggaraan kegiatan di

subak sehingga tetap terjamin pola interaksi antar petani yang harmoni. Kekuatan

awig-awig di Subak Guama telah mampu menjadi pedoman bagi anggota subak

dan pengurusnya di dalam membentuk koperasi untuk menyelenggarakan

kegiatan agribisnis.

Di Subak Selanbawak, awig-awignya juga telah mengatur penggunaan

varietas tanaman padi yang akan diusahakan pada musim tertentu. Pelanggaran

terhadap ketentuan yang telah ditetapkan akan dikenakan sanksi oleh subak.

Kuatnya sanksi yang dirasakan menyebabkan hingga saat penelitian ini tidak

pernah ditemukan adanya petani yang melanggarnya.

Adanya norma sosial atau aturan-aturan di dalam kedua subak dan

koperasi telah menjadikan pedoman bagi anggotanya untuk menghindari perilaku

Page 94: social capital on farmers' agribusiness development within subak

156

yang menyimpang dari kebiasaan pola tingkah laku mereka. Norma sosial, yaitu

awig-awig dan anggaran dasar/anggaran rumah tangga koperasi menjadi salah

satu unsur modal sosial yang signifikan dan tetap merangsang keberlangsungan

kohesifitas sosial yang hidup (Supriono, dkk., 2010).

5.8.1.4 Nilai Religius Hindu

Salah satu ciri yang menonjol pada subak dibandingkan dengan organisasi

organisasi pengelola air irigasi di luar Bali adalah adanya nilai-nilai religius

Hindu yang tinggi. Nilai religius di Subak Guama dan Subak Selanbawak

ditunjukkan adanya kegiatan ritual pada seluruh rangkaian kegiatan pertanian dan

irigasi di tingkat subak.

Pada awal musim tanam, misalnya, subak melakukan kegiatan ritual

penjemputan air dengan harapan air yang dimanfaatkan untuk usahatani tersedia

secara cukup dan memberikan manfaat dalam peningkatan produktivitas lahan dan

tanaman. Nilai-nilai religius lainnya yang sering ditunjukkan pada Subak Guama

adalah adanya persembahan atau sesajen/banten pada saat memulai acara rapat-

rapat subak. Sangat banyak ditemukan nilai-nilai religius di tingkat subak, di

antaranya adalah menghaturkan sesajen saat persemaian, pengolahan tanah,

pananaman, umur padi berumur 42 hari sampai pada panen, seperti telah

disebutkan di atas.

Nilai-nilai religius yang ditemukan di kedua subak adalah adanya rasa

bersyukur kepada Tuhan yang Mahaesa atas ketersediaan air dan hasil panen yang

baik, nilai-nilai yadnya di dalam setiap beraktivitas yang berkaitan dengan

pertanian, irigasi dan ekonomis. Bagi Subak Guama dan Subak Selanbawak, nilai

Page 95: social capital on farmers' agribusiness development within subak

157

religius yang ditunjukkan adalah bagian dari perwujudan filosofi subak yaitu tri

hita karana untuk menjaga keharmonisan melalui hubungannya dengan Tuhan,

hubungannya dengan sesama petani dan hubungannya dengan alam.

Penyelenggaraan kegiatan- kegiatan ritual subak memberikan indikasi bahwa para

petani di Subak Guama sangat ”berserah” kepada Tuhan yang Mahaesa di dalam

pengelolaan usahataninya.

Bahkan dalam penerapan aturan-aturan di persubakan, nilai religius ini

juga digunakan sebagai pedoman bagi para petani, seperti melakukan sumpah di

Pura Subak. Dengan adanya aturan ini, para petani di Subak Guama dan Subak

Selanbawak sangat menghindari terjadinya pelanggaran yang bermuara ke Pura

Subak untuk persumpahan. Ini berarti bahwa nilai religius menjadikan awig-awig

subak kekuatan spiritual yang tidak berani untuk dilanggar oleh setiap petani

termasuk pengurus subak.

Nilai lainnya yang sangat menonjol adalah karmapala, dimana nilai ini

menjadi pegangan yang yang sangat bagi petani di dalam aktivitas antar petani

dan juga dengan pengurus subak maupun koperasi karena merupakan salah satu

komponen Panca Srada. Adanya nilai karma pala, para petani anggota merasa

takut untuk berbuat yang kurang baik terhadap sesamanya, seperti merugikan,

membohongi, membahayakan dan hal-hal yang buruk lainnya.

Dalam hubungannya dengan pengembangan agribisnis, nilai religius yang

telah ada menjadi suatu kekuatan bagi subak di dalam membentuk koperasinya

karena didasarkan pada nilai-nilai yang telah terinternalisasi dan diyakini sangat

kuat oleh seluruh anggota dan pengurus subak. Penyelenggaraan kegiatan-

kegiatan di KUAT Subak Guama dan embrio koperasi di Selanbawak juga selalu

Page 96: social capital on farmers' agribusiness development within subak

158

dilandasi oleh nilai-nilai religius Hindu yang terlihat dari dimasukannya tri hita

karana pada awig-awig subaknya.

Ikatan-ikatan yang kuat di antara petani anggota subak, ikatan antara

petani anggota dengan pengurus subak, kuatnya awig-awig subak serta adanya

nilai religius di dalam subak menjadi suatu ”lem” yang mengikat para petani

untuk melakukan kegiatan secara bersama-sama guna mencapai tujuan baik secara

pribadi maupun bersama-sama melalui lembaga subaknya. Ikatan-ikatan yang

ditunjukkan melalui interaksi sosial yang didasarkan pada norma-norma pada

awig-awig subak serta adanya rasa saling percaya merupakan bagian atau

komponen modal sosial yang terdapat di dalam subak. Fukuyama (1995) secara

eksplisit menyimpulkan bahwa trust mendorong orang-orang dapat bekerjama

secara lebih efektif karena terdapat kesediaan di antara mereka untuk

menempatkan kepentingan kelompok di atas kepentingan individu.

Brehm dan Rahn (1997) mengartikan trust sebagai suatu penghargaan

yang muncul dalam sebuah komunitas yang berperilaku normal, jujur, dan

kooperatif, bersadasarkan norma-norma yang dimiliki bersama, demi kepentingan

anggota yang lain dari komunitas itu. Di Subak Guama dan Subak Selanbawak,

saling percaya antar petani dan juga dengan pengurus baik di subak maupun

koperasi dalam berinteraksi selalu dilandaskan pada norma-norma atau aturan-

aturan yang telah disepakati bersama. Sebagai komponen modal sosial, saling

percaya (mutual trust), norma sosial (social norms) dan jaringan kerja (social net

working) merupakan satu kesatuan yang terdapat di dalam subak dan memberikan

kontribusi dalam pengembangan agribisnis.

Page 97: social capital on farmers' agribusiness development within subak

159

5.8.2 Kelemahan Subak

Kelemahan yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah beberapa faktor

yang dapat menjadi hambatan dalam pengembangan agribisnis di tingkat subak.

Faktor-faktor tersebut di antaranya adalah: (i) sempitnya lahan sawah; (ii)

rendahnya tingkat pendidikan formal petani; (iii) terbatasnya teknologi budidaya;

dan (iv) terbatasnya teknologi pasca-panen.

5.8.2.1 Sempitnya lahan sawah

Luas lahan merupakan salah satu ukuran faktor produksi dalam usahatani

termasuk usahatani padi. Pada lokasi penelitian diketahui bahwa rata-rata luas

penguasaan lahan sawah adalah 36,27 are dengan kisaran antara 26 are sampai

dengan 58 are. Kondisi ini merupakan salah satu kelemahan dalam subak

berkenaan dengan pengembangan agribisnis. Untuk usahatani padi, penguasaan

lahan yang relatif sempit menjadikan skala usaha yang kurang efisien (Adiwilaga,

1982). Sempitnya lahan sawah yang diusahakan untuk tanaman padi memberikan

pendapatan yang kurang tinggi jika dibandingkan dengan pengusahaan tanaman

lainnya yang memiliki nilai ekonomis tinggi, seperti melon, cabe dan lain

sebagainya.

5.8.2.2 Rendahnya tingkat pendidikan formal petani

Seperti telah disebutkan di atas bahwa rata-rata tingkat pendidikan formal

petani adalah relatif rendah yaitu setara dengan tamat SMP. Pendidikan formal

petani yang sedemikian ini dapat memberikan implikasi pada peningkatan kualitas

pengembangan usaha agribisnis pada sistem subak. Tingkat kapasitas

Page 98: social capital on farmers' agribusiness development within subak

160

pengembangan inovasi dari internal subak khususnya para anggotanya belum

relatif tinggi. Selama ini, inovasi lebih banyak bersumber dari pihak ekternal dan

para pengurus subak serta koperasi berkenaan dengan pengembangan usaha-usaha

agribisnis di tingkat subak. Pengembangan agribisnis pada sistem subak

memerlukan adanya kualitas sumber daya petani yang baik terutama dari aspek

pendidikan formal.

5.8.2.3 Terbatasnya teknologi budidaya

Teknologi budidaya pertanian dalam arti luas merupakan salah satu faktor

penting dalam pengembangan agribisnis pada sistem subak. Meskipun pihak

pemerintah termasuk BPTP Bali memberikan penyuluhan dan pelatihan mengenai

teknologi budidaya (pertanian dan peternakan), namun belum seluruh petani

memiliki keterampilan dalam penguasaan teknologi budidaya tersebut pasca

kegiatan pengembangan agribisnis di subak. Rata-rata pengetahuan petani

mengenai teknologi budidaya pertanian tergolong sedang (lihat Tabel 5.23).

Tabel 5.23Distribusi frekuensi petani berdasarkan pada tingkat pengetahuan mengenai

teknologi budidaya pertanian

No Kategori Frekuensi Persentase(orang) (%)

1 Sangat tinggi 2 2,272 Tinggi 21 23,863 Sedang 48 54,554 Rendah 17 19,325 Sangat rendah 0 0

Jumlah 88 100

Page 99: social capital on farmers' agribusiness development within subak

161

Data yang ditunjukkan pada Tabel 5.23 juga menggambarkan bahwa

sebagian besar petani memiliki pengetahuan yang sedang mengenai teknologi

budidaya pertanian, yaitu sebesar 54,55 %. Selain itu, ditunjukkan pula bahwa

sebanyak 19,32 % petani memiliki tingkat pengetahuan yang rendah. Oleh karena

itu, keterbatasan penguasaan teknologi budidaya oleh para petani di subak

memberikan implikasi pada tingkat produktivitas lahan, tanaman dan ternak yang

diusahakan oleh petani.

5.8.2.4 Terbatasnya teknologi pasca-panen

Teknologi pasca-panen pertanian memiliki peran yang sangat penting di

dalam pengembangan agribisnis karena menyangkut proses pengolahan dan

pemasaran produk. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata tingkat

pengetahuan (penguasaan) teknologi pasca-panen masih berada pada kategori

sedang. Distribusi frekuensi petani berdasarkan pada tingkat pengetahuan

mengenai teknologi pasca-panen dapat dilihat pada Tabel 5.24.

Tabel 5.24Distribusi frekuensi petani berdasarkan pada tingkat pengetahuan mengenai

teknologi pasca-panen

No Kategori Frekuensi Persentase(orang) (%)

1 Sangat tinggi 1 1.142 Tinggi 18 20,453 Sedang 47 53,414 Rendah 22 25,005 Sangat rendah 0 0

Jumlah 88 100

Page 100: social capital on farmers' agribusiness development within subak

162

Memperhatikan data pada Tabel 5.24 terlihat bahwa sebagian besar petani

memiliki tingkat pengetahuan mengenai teknologi pasca-panen yang sedang dan

rendah yaitu sebanyak 78,41 %. Kondisi ini dapat menjadi suatu hambatan dalam

peningkatan nilai tambah produk dan pengembangan agribisnis pada sistem

subak.

5.9 Refleksi Pengembangan Agribisnis Petani dalam Sistem Subak

Subak adalah masyarakat hukum adat yang bersifat sosio-agraris religius

yang secara historis didirikan sejak dulu kala dan berkembang terus sebagai

organisasi penguasa tanah dalam bidang pengaturan air dan lain-lain persawahan

dari suatu sumber di dalam suatu daerah. Sifat kultural sangat menonjol pada

sistem subak dan UNESCO mengakui sebagai salah satu warisan budaya dunia,

seperti subak di kawasan Jatiluwih.

Masalah dan tantangan subak di masa mendatang semakin kompleks baik

yang berkenaan dengan aspek hidrologi, ekonomis, lingkungan maupun sosial.

Tekanan dari faktor eksternal semakin kuat dan dapat memberikan dampak yang

kurang menguntungkan terhadap keberadaan subak. Salah satu upaya yang

dikembangkan oleh pemerintah adalah pengembangan agribisnis pada sistem

subak. Pengalaman yang ditemukan pada penelitian ini adalah adanya peranan

modal sosial (saling percaya, norma sosial dan jaringan sosial) yang berpengaruh

terhadap partisipasi petani dalam pengembangan agribisnis dan memberikan

manfaat ekonomis bagi para anggota subak.

Modal sosial subak merupakan suatu investasi yang memiliki energi untuk

menggerakan sumber daya manusia (petani) untuk melakukan aktivitas kolektif

Page 101: social capital on farmers' agribusiness development within subak

163

guna memperoleh manfaat secara bersama-sama di dalam kelompoknya (subak).

Oleh karena itu, tekanan dari faktor luar akan dapat diantisipasi dengan penguatan

faktor internal subak itu sendiri yaitu modal sosialnya. Beberapa implikasi

pengembangan agribisnis pada sistem subak yang berbasis pada modal sosial

sebagai suatu refleksi terhadap penelitian ini dapat dilihat dari dua sisi yaitu bagi

subak dan pemerintah.

5.9.1 Bagi Subak

Pengembangan agribisnis yang dilakukan pada sistem subak yang salah

satunya melalui pembentukan koperasi tani sangat perlu mempertimbangkan

elemen-elemen modal sosial (saling percaya, norma sosial dan jaringan sosial)

yang telah ada. Saling percaya di antara para petani dan juga dengan pengurus

subak serta koperasi memiliki peran yang signifikan di dalam pengembangan

agribisnis. Kepercayaan merupakan salah satu prasyarat yang sangat penting di

dalam kegiatan bersama yang dilakukan di dalam subak. Rasa saling percaya yang

tinggi menjadi fondasi yang kuat terhadap interaksi di antara sesama petani dan

juga dengan para pengurus baik subak maupun koperasinya.

Oleh karena itu, rasa saling percaya di dalam sistem subak perlu semakin

dikuatkan oleh subak itu sendiri guna mewujudkan prilaku yang kooperatif seperti

dalam pengembangan agribisnis. Berbagai tindakan kolektif yang didasari rasa

saling mempercayai yang tinggi akan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam

berbagai ragam bentuk dan dimensi, terutama dalam konteks membangun

bersama (Putman, 1993). Partisipasi petani yang ditumbuhkan berkenaan dengan

pengembangan agribisnis adalah peran serta mereka dalam penyelenggaraan

Page 102: social capital on farmers' agribusiness development within subak

164

kegiatan penyediaan sarana produksi (benih, pupuk, pestisida, dan lain

sebagainya), pengembangan ternak, perkreditan, pengolahan dan pemasaran hasil.

Konsekuensi dari kondisi ini menuntut kepada pengurus subak maupun

koperasi untuk memiliki kapasitas kepemimpinan dan manajemen yang baik,

khususnya dalam menjaga rasa saling percaya yang telah ada. Dalam

pengembangan agribisnis pada sistem subak, penguatan rasa saling percaya

dilakukan dengan adanya transparansi pengelolaan keuangan dan usaha bisnis

oleh pengurus guna menghindarkan adanya kecurigaan anggota. Di sisi lain,

pengurus subak dan koperasi juga harus memiliki kepercayaan yang tinggi

terhadap anggotanya di dalam memanfaatkan jasa pelayanan berkenaan agribisnis,

dan tetap melibatkan mereka dalam pengambilan keputusan-keputusan di tingkat

subak dan koperasi.

Norma sosial dalam bentuk awig-awig subak dan anggaran dasar dan

anggaran rumah tangga koperasi memberikan pedoman bagi pengurus dan

anggota subak dan koperasi di dalam berbagai kegiatan seperti pertanian, irigasi,

sosial, budaya dan ekonomis. Dalam setiap norma senantiasa mencakup berbagai

kewajiban dan hak yang disertai dengan sanksi dan penghargaan. Dengan

demikian, aturan-aturan baik yang tertulis maupun belum tertulis pada sistem

subak dapat menjadi alat kontrol sosial yang efektif bagi keberlangsungan

berbagai aktivitas dalam subak termasuk kegiatan agribisnis. Penyusunan aturan-

aturan dalam subak dan koperasi dilakukan melalui pertemuan-pertemuan yang

melibatkan seluruh anggota untuk menghasilkan konsensus.

Adanya sanksi sosial selain sanksi yang telah ditetapkan dalam awig-awig

menjadi salah satu faktor pembatas bagi petani dan pengurus untuk melakukan

Page 103: social capital on farmers' agribusiness development within subak

165

kegiatan yang menyimpang. Berkenaan dengan hal ini, pengurus memerlukan

adanya ketegasan dalam menerapkan awig-awig bagi seluruh anggota tanpa

membeda-bedakannya guna menumbuhkan kepercayaan petani terhadap

kepemimpinannya.

Kepercayaan yang tumbuh dan didasarkan pada norma-norma sosial pada

subak menjadi pedoman yang efektif dalam setiap proses interaksi sosial antara

para petani dan pengurus subak dan koperasi termasuk dengan pihak luar. Adopsi

inovasi atau teknologi pengembangan agribisnis menjadi lebih lancar dengan

adanya kepercayaan terhadap inovasi itu sendiri dan sumber informasi.

Sehubungan dengan pengembangan agribisnis pada sistem subak,

partisipasi petani akan semakin meningkat seiring dengan semakin tingginya

manfaat ekonomis yang diperoleh melalui usaha agribisnis yang didasarkan pada

aturan-aturan atau norma yang diberlakukan. Manfaat yang diterima tersebut

seperti adanya SHU yang memberikan rasa percaya yang tinggi terhadap

pengembangan agribisnis yang dikelola pengurus. Terdapat suatu siklus yang

saling berkaitan antara modal sosial dengan partisipasi petani dalam

pengembangan agribisnis.

5.9.2 Bagi pemerintah

Dalam upaya untuk mengembangkan agribisnis yang berkelanjutan pada

sistem subak diperlukan adanya pengembangan kelembagaan yang berbasis pada

sistem nilai dan budaya lokal yang telah ada sejak dahulu. Subak memiliki

beberapa kekuatan yang berkenaan dengan modal sosial di dalam pengembangan

agribisnis yaitu (i) ikatan antar petani anggota subak; (ii) ikatan antara petani

Page 104: social capital on farmers' agribusiness development within subak

166

sebagai anggota subak dengan pengurusnya; (iii) awig-awig subak; (iv) nilai

religius di subak.

Pemerintah dapat melakukan penguatan modal sosial subak sebagai suatu

landasan untuk menumbuhkan berbagai kegiatan kolektif di dalam subak seperti

penyelenggaraan kegiatan agribisnis. Pemberdayaan melalui pendekatan

partisipatif baik secara individual maupun kelompok menjadi hal yang sangat

penting untuk dilakukan. Secara individu, para petani dan pengurus subak dan

koperasi dapat ditingkatkan kapasitasnya, seperti pengetahuan, keterampilan serta

sikapnya terhadap pengembangan agribisnis. Sedangkan secara kelompok, mereka

dapat ditingkatkan intensitas dan kualitas interaksinya baik antar petani, antara

petani dengan pengurus termasuk dengan pihak luar.

Pemberdayaan dalam penguatan modal sosial subak diarahkan untuk

mewujudkan tingkat solidaritas dan kolektivitas yang semakin tinggi dalam

pengembangan agribisnis. Secara praktis, pemberdayaan petani dilakukan melalui

kegiatan penyuluhan dan pelatihan yang disertai pendampingan. Pemerintah

bertindak sebagai fasilitator dalam pemberdayaan pengembangan agribisnis ini

dengan mengutamakan petani sebagai pelaku yang dilandasi oleh rasa saling

percaya dan norma-norma sosialnya.

Modal sosial yang kuat dapat menjadi landasan dan pendukung yang

signifikan dalam pengembangan agribisnis, misalnya dalam pengelolaan bantuan

dana atau finansial yang bersumber dari pemerintah. Pemerintah perlu

memanfaatkan jaringan sosial yang ada pada subak saat memulai program sampai

dengan implementasi serta evaluasi pelaksanaan program pengembangan

agribisnis dalam sistem subak.

Page 105: social capital on farmers' agribusiness development within subak

167

Pembentukan lembaga baru dalam pengembangan agribisnis pada sistem

subak merupakan bagian dari penyesuaian kelembagaan. Pembentukan koperasi

tani tidak harus berdiri sendiri melainkan masih tetap berada dalam lingkup subak.

Aturan-aturan yang ada seperti awig-awig tetap dijadikan pedoman juga dalam

pengembangan agribisnis melalui koperasinya. Ini berarti bahwa pemerintah tidak

harus selalu membentuk wadah baru di luar sistem subak untuk pengembangan

agribisnis. Pemerintah perlu menyadari adanya faktor internal di dalam subak

yaitu modal sosial yang memiliki kekuatan atau pengaruh terhadap berbagai

kegiatan atau program pembenagunan pertanian seperti agribisnis.

Replikasi terhadap pengembangan agribisnis yang didasarkan pada modal

sosial subak perlu dilakukan di beberapa sistem subak dalam upaya meningkatkan

produktivitas dan pendapatan petani. Secara ringkas, pemberdayaan subak dalam

pengembangan agribisnis di masa mendatang dapat dilihat pada Gambar 5.15.

Proses Modal sosial subak Pengelolaan Pencapaianpemberdayaan & koperasi tani & koordinasi tujuan

Gambar 5.15Pengembangan agribisnis berbasis modal sosial

Kepercayaan

Norma sosial

Jaringan sosial

Pengembanganagribisnis

Pembangunanpertanian

Pemberdayaan danpendampingan

Sikap &pengeta-huan

Bantuan finansial

Page 106: social capital on farmers' agribusiness development within subak

168

Pada Gambar 5.15 terlihat bahwa modal sosial subak sangat penting untuk

diperhatikan dalam penyelenggaraan program pembangunan pertanian proses

melalui pemberdayaan dan disertai dengan pendampingan. Modal sosial di dalam

subak sebagai bentuk akumulasi dari human capital para petani yang saling

berinteraksi dapat membentuk sikap dan pengetahuan yang mendukung

pengembangan pembangunan pertanian yaitu agribisnis. Pentingnya modal sosial

diungkapkan oleh Bian (2012) dimana koperasi pertanian yang dibentuk untuk

kegiatan agribisnis sangat ditentukan oleh adanya kepercayaan dan ketaatan

terhadap norma serta jaringan sosial yang kuat di tingkat internal dan eksternal.

Para petani yang memiliki sikap dan pengetahuan tinggi terhadap

pengelolaan kegiatan agribisnis dapat meningkatkan kepuasannya sebagai anggota

koperasi dan menjamin keberlanjutan kegiatan-kegiatan koperasinya (Espallardo,

et al., 2012). Pada aspek modal sosial, Zao dan Li (2007) menegaskan bahwa

saling percaya antara petani dengan pengurus koperasi pertanian mempengaruhi

secara signifikan terhadap perkembangan koperasi pertanian di Cina dalam

kegiatan-kegiatan ekonomisnya.

Melalui proses pemberdayaan dan pendampingan pada subak yang

dilakukan mampu memberikan jaminan bahwa tujuan pemberian bantuan

finansial kepada subak dapat tercapai secara baik. Tujuan pemberdayaan tersebut

adalah adanya keberlanjutan program pengembangan agribisnis seperti pelayanan

jasa sarana produksi pertanian, penyediaan jasa alsintan, pelayanan kredit,

pengolahn dan pemasaran. Sebagai trujuan akhir dari program pemberdayaan ini

adalah peningkatan produktivitas dan pendapatan serta pendapatn petani dan

subak. Pemerintah perlu memberikan edukasi kepada pengurus dan anggota

Page 107: social capital on farmers' agribusiness development within subak

169

koperasi dalam upaya meningkatkan persepsi mereka dan meningkatkan

partisipasinya seperti yang telah dilakukan di Nigeria (Agbo, 2009).

Seperti halnya koperasi pertanian di Nigeria dan Iran yang dibentuk oleh

petani memiliki peranan yang penting dalam kegiatan kolektif dalam pengelolaan

sumber daya yang ada. Di sisi lain para petani dapat terpenuhi kebutuhan

pertaniannya secara efektif dan efisien melalui koperasinya (Adeyemo, 2004;

Aref, 2011).