makalah komite madrasah dalam konteks menejemen mutu pai oleh mundhiu
TRANSCRIPT
KOMITE MADRASAH DALAM KONTEKS
MANAJEMEN MUTU PAI
MAKALAH
Disampaikan dalam diskusi kelas
Mata Kuliah Manajemen Mutu Terpadu di Lembaga Pendidikan Islam
Dosen Pengampu Dr. H.M. Ilyasin, M. Ag
DISUSUN
Oleh
MUNDHI’U
NIM. 12.2.01.0009
LOKAL- A
PROGRAM PASCA SARJANA
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) SAMARINDA
TAHUN 2013
i
Untuk Dosen
KATA PENGANTAR
Assalamu ‘alaikum Warahmatullai wa barakatuh
Alhamdulillah puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT., atas berkat
rahmatNya dan pertolonganNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas
penyusunan makalah ini dengan sebaik-baiknya, shalawat dan salam semoga tetap
tercurahkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW., beserta para sahabat, keluarga
serta umatnya.
Ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya saya sampaikan kepada
Direktur PPs. STAIN Samarinda Dr. Iskandar, juga kepada Dosen Pengampu Mata
Kuliah Manajemen Mutu Terpadu di Lembaga Pendidikan Islam yang terhormat
Dr. H.M. Ilyasin, M. Ag yang telah sabar memberikan bimbingan dan
arahan dalam perkuliahan maupun penyusunan makalah, juga kepada teman-
teman di kelas A.
Semoga bantuan dari Anda semuanya memberikan manfaat bagi kita
semua amin.
Kritik , Saran dan pertanyaan silakan disampaikan kepada penulis pada
saat diskusi kelas, baik secara lisan, maupun tulisan .
Terimakasih.
Wassalamu ‘alaikum Warahmatullai wa barakatuh
Samarinda, 9 Mei 2013
Penulis
MUNDHI’U
ii
DAFTAR ISI
Sampul depan ………………………………………………………… i
Kata Pengantar ……………………………………………………….. ii
Daftar Isi ……………………………………………………………… iii
BAB I. Pendahuluan
A. Latar Belakang Masalah ……………………………………… 1
B. Rumusan Masalah ………………..…………………………… 2
C. Tujuan Penulisan …………………………………….……. 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Komite Madrasah……………...………….……….. 3
B. Peran Komite Madrasah Dalam Konteks Peningkatan Mutu
Pendidikan Agama Islam ………………….……………… … 7
BAB III Penutup
A. Kesimpulan…………………………………………………… 13
B. Saran-saran…………………………………. ……..………… 14
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………… 15
iii
1
BAB II
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Masyarakat khususnya orang tua siswa dalam penyelenggaraan pendidikan
telah berjalan sejak dibentuknya PMOG, kemudian diganti BP3 dan terakhir
dengan nama komite sekolah/komite madrasah. Keikutsertaan itu tidak lepas dari
kesadaran bersama akan pentingnya mutu pendidikan. Secara empiris menunjukkan
bahwa keterlibatan masyarkat dan orang tua siswa sangat membantu peningkatan
mutu pendidikan di sekolah atau madrasah.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan telah melakukan analisis dan
kajian mengapa mutu pendidikan di Indonesia masih rendah. Ada tiga faktor
rendahnya mutu pendidikan, yaitu: pertama, pengelolaan pendidikan nasional
dilakukan dengan birokratik-sentralistik, dimana pusat sangat dominan dalam
pengambilan keputusan dan kebijakan, sedangkan daerah dan sekolah lebih
berfungsi sebagai pelaksana kebijakan pusat atau dengan kata lain sekolah tidak
memiliki otonomi. Kedua, kebijakan pendidikan yang menggunakan pendekatan
input-output yang tidak dilaksanakan secara konsekuwen. Pendekatan ini
menganggap bahwa apabila input pendidikan seperti pelatihan guru, pengadaan
buku pelajaraan, dan perbaikan sarana dan prasarana dipenuhi maka mutu
pendidikan akan meningkat. Ketiga, peran serta masyarakat khususnya orang tua
sangat minim.
Hasil analisis dan kajian dari Depdiknas tersebut juga didukung oleh
pendapatnya Suryadi (2003) bahwa kekuasaan birokrasi yang bersifat sentralistik
menyebabkan partisipasi masyarakat terhadap penyelenggaraan penidikan
menurun.
Bertitik tolak dari kesadaran akan pentingnya peran serta orang tua siswa
dan masyarakat dalam peningkatan mutu pendidikan, pemerintah melalui
Departemen Pendidikan Nasional mengambil kebijakan untuk mewadahi
partisipasi orang tua siswa dan masyarakat dalam suatu wadah komite
sekolah/majelis madrasah yaitu melalui Surat Keputusan Mendiknas Nomor
044/U/2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah/Majelis Madrasah,
dan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
khusunya pasal 56 ayat 1, 2, dan 3.
Melalui komite sekolah/ madrasah, orang tua siswa dan masyarakat
diharapkan peduli terhadap mutu pendidikan melalui beberapa peran yang
2
diwujudkan dalam aktivitas-aktivitas untuk membantu peningkatan mutu
pendidikan di sekolah. Dengan kata lain, komite sekolah/majelis madrasah
diharapkan lebih difokuskan terhadap peningkatan mutu pendidikan. Dengan
demikian, keberadaan komite sekolah/majelis madrasah sangat erat kaiatannya
dengan peningkatan mutu pendidikan di sekolah.
Berdasarkan Keputusan Mendiknas No. 044/U/2000, keberadaan komite
sekolah/majelis madrasah berperan sebagai berikut:
1. Pemberi pertimbangan (advisory agency) dalam penentuan dan pelaksanaan
kebijakan pendidikan di satuan pendidikan.
2. Pendukung (supporting agency) baik yang berwujud financial, pemikiran,
maupun tenaga dalam penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan.
3. Pengontrol (controlling agency) dalam rangka transparansi dan akuntabilitas
penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan.
4. Mediator antara pemerintah (executive) dengan masyarakat di satuan
pendidikan.1
Sebagai pemberi pertimbangan, peran komite sekolah/majelis madrasah
diharapkan mampu memberikan masukan, pertimbangan dan rekomendasi terhadap
sekolah mengenai kebijakan-kebijakan dan program sekolah.Sebagai pendukung,
peran komite sekolah/majelis madrasah diharapkan dapat mendorong orang tua
siswa untuk berpartisipasi dalam pendidikan.Bentuk peran komite sekolah/majelis
madrasah sebagai pendukung sekolah, juda dapat diwujudkan dengan menggalang
dan dari masyarakat dalam rangka pembiyaan pendidikan di sekolah.
Sebagai pengontrol komite sekolah/majelis madrasah diharapkan
melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap kebijakan program,
penyelenggaraan, dan keluaran pendidikan.Sebagai mediator, komite
sekolah/majelis madrasah berperan menjadi penghubung antara sekolah,
masyarakat dan juga pemerintah. Komite sekolah/majelis madrasah dapat menjadi
jembatan penghubung antara kepentingan pemerintah sebagi ekskutif dan
masyarakat sebagai stakeholders pendidikan.
Dengan demikian, dalam konteks opeasionalnya peran komite
sekolah/majelis madrasah dalam peningkatan mutu pendidikan tidak hanya terbatas
dalam penyusunan budgeting dan dana sekolah saja, tetapi juga terlibat aktif dalam
penyusunan berbagai kebijakan dan program sekolah, khususnya tentang
perencanan jangka pendek, menengah dan jangka panjang. Komite sekolah/majelis
1 Keputusan Mendiknas No. 044/U/2000 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah.
3
madrasah diharapkan berperan aktif dalam penyusunan visi, misi, tujuan, dan
berbagai program operasional sekolah.Selain itu, komite sekolah/majelis madrasah
juga ikut terlibat dalam evaluasi dan pengawasan pelaksanaan program sekolah.
Pada dasarnya peran dan fungsi dewan pendidikan dan komite
sekolah/majelis madrasah adalah untuk meningkatkan mutu pendidikan di
wilayahnya masing-masing, sehingga apabila Dewan Pendidikan dan komite
sekolah/majelis madrasah melaksanakan peran dan fungsinya dengan baik
diharapkan akan mampu meningkatkan kinerja pengelolaan pendidikan di daerah
kabupaten/kota di mana kebutuhan untuk proses pembelajaran akan terpenuhi,
sehingga siswa dapat menikmati proses pembelajaran yang menyenangkan yang
bermuara pada peningkatan mutu pendidikan pada umumnya. Begitu juga
memotivasi masyarakat kalangan menengah ke atas untuk berpartisipasi dan
mengadakan kunjungan atau silaturahmi ke sekolah-sekolah serta membina
hubungan kerja sama yang harmonis dengan seluruh stakeholder pendidikan,
khususnya dengan DUDI (Dunia Usaha dan Dunia Industri) di daerah
kabupaten/kota masih sangat berarti untuk dilakukan oleh pengurus Dewan
Pendidikan.
B. Rumusan Masalah
Dari Adanya Latar Belakang Masalah Tersebut, dapat dijelaskan Rumusan
Masalahnya adalahnya sebagai berikut:
1. Apa Pengertian Komite Madrasah ?
2. Apa peran Komite Sekolah dalam meningkatkan mutu Pendidikan Agama Islam
?
B. Tujuan Pembahasan
1. Menjelaskan Pengertian Komite Madrasah.
2. Menjelaskan peran Komite Sekolah dalam meningkatkan mutu pendidikan
Agama Islam.
BAB II
4
PEMBAHASAN
A. Pengertian Komite Madrasah/ Sekolah
Kehadiran Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah
telah memberikan angin segar bagi daerah untuk mengelola pendidikan secara
desentraliasi. Mengingat sebelumnya sistem pendidikan di Indonesia dikelola
secara sentralistik yang cenderung pada pola manajemen yang birokratis dan
terpusat.
Kenginginan pemerintah menyerahkan sebagian pengelolaan pendidikan
kepada daerah seyogyanya disambut dengan cara ikut aktif dalam pengelolaan
pendidikan oleh anggota masyarakat. Sistem menejemen mutu yang baik
mengakomodasi seluruh potensi yang ada. Otonomi pendidikan sebagai kebijakan
politik tingkat makro akan memberikan imbas terhadap otonomi sekolah sebagai
subsistem pendidikan nasional.2
Wujud nyata dari niat baik pmerintah tentang pengelolaan penddidikan
melahirkan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional No. 044/U/2002 tanggal 2
April 2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah. Komite sekolah yang
dimaksud adalah badan mandiri yang mewadahi peranserta masyarakat dalam
rangka meningkatkan mutu, pemerataan, dan efisiensi pengelolaan pendidikan di
satuan pendidikan, baik pada pendidikan pra sekolah, jalur pendidikan sekolah
maupun jalur pendidikan luar sekolah. Karena sifatnya yang mandiri, komite
sekolah tidak mempunyai hubungan hierarkis dengan lembaga pemerintah.3
Dalam dunia pendidikan khususnya sekolah manifestasi dari
diberlakukannya otonomi daerah adalah diberlakukannya Manajemen Berbasis
Sekolah/Madrasah yang menekankan pada kewenanagan sekolah dalam
mengambil keputusan-keputusan strategis yang berkaitan dengan lembaga secara
otonom (mandiri)4. Manajemen berbasis sekolah dimaksudkan untuk lebih
2 E. Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah; Konsep Strategi dan Implementasi (Bandung: Remaja Rosdaakarta, 2005) hal.4.3 Keputusan Menteri Pendidikan Nasional No. 044/U/2002 tanggal 2 April 2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah. http://disdak.kemdiknas.go.id. 8 Mei 20134 Nurkolis, “Hakekat Desentralisasi Model MBS”, www.pendidikan .net, dalam Google Com. 2013.
5
meningkatkan peran masyarakat sebagai stakeholder pendidikan terhadap
peningkataan mutu pendidikan yang selama ini dinilai belum mempresentasikan
harapan pengguna pendidikan (masyarakat).5
Demikian juga dengan adanya Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional menuntut peran aktif masyarakat dalam pengelolaan
pendidikan sebagaimana tertuang dalam Bab IV UU Sisdiknas pasal 8 dan 9
“Masyaraakat berhak berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan,
dan evaluasi program pendidikan. Serta masyarakat berkewajiban memberikan
dukungan sumber daya dalam penyelengraan pendidikan”6
Masyarakat dalam MBS lebih dimaksimalkan perananya, karena tidak
hanya berkecimpung dalam pembiayaan semata tapi juga dilibatkan dalam
pengembangan madrasah di satuan pendidikan, secara lebih jelas legalilitas komite
sekolah di lembaga pendudikan dinaungi Keputusan Menteri Pendidikan Nasional
N0.044/U/2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah menjelaskan
bahwa setiap satuan pendidikan diharuskan untuk membentuk komite sekolah di
setiap satuan pendidikan. Komite sekolah diharapkan meningkatkan kontrol
terhadap kinerja satuan pendidikan dalam menjalankan setiap kebijakan
pendidikan.7
Sebagai konsekuensi logis dari perluasaan partisipasi masyarakat dalam
satuan pendidikan, maka diperlukan wadah yaitu komite sekolah atau komite
madrasah. Komite Madrasah dimaksudkan menyalurkan partisipasi masyarakat
dalam rangka meningkatkan mutu, pemerataan pendidikan, dan efesiensi
pengelolaan pendidikan. Dengan adanya wadah ini diharapkan mayarakat
mempunyai komitmen dan loyal serta perduli terhadap kemajuan satuan
pendidikan. Karena komite sekolah/ madrasah sebagai lembaga mandiri, dibentuk
dan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan dengan memberikan
5 Amirudin Siahaan, dkk. Maanajemen Pendidikan Berbasis Sekolah, (Jakarta: Quantum Teaching, 2006). hal. 28-306 Tim Redaksi Fokusmedia, Himpunan Peraturan Perundang-undanagan Tentang Guru dan Dosen (Bandung: Fokusmedia, 2006) hal. 647 Khairudin dkk’, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan: konsep dan implementasinya di Madrasah, (Yogyakafta: Pilar Media, 2007) hal. 247-248.
6
pertimbanagan, arahan dan dukungan tenaga sarana dan prasarana, serta
pengawasan pendidikan pada tingkata satuan pendidikan.8
Dari uraian di atas, dapat ditarik garis besarnya bahwa pengertian komite
sekolah adalah lembaga independen dari unsur masyarakat, sekolah, dunia usaha,
wakil orang tua peserta didik yang menjadi wadah aspirasi dalam rangka
meningkatkan mutu pendidikan dalam segala tingkatan dan jalur pendidikan.
b. Peran Tujuan Komite Madrasah Dalam Pengembanagan Mutu PAI
Peran yang dijalankan komite madrasah adalah sebagai berikut:
1. Pemberi pertimbangan (advisory agency) dalam penentuan dan pelaksanaan
kebijakan din satuan pendidikan.9 Senagai badan pertimbangan , peran
komite madrasah adalah pada bidang:
a. Perencanaan sekolah
b. Pelaksanaan program
c. Pengelolaan sumber daya pendidikan.10
2. Sebagai pendukung (Suporting Agency), baik yang berwujud finabsial,
pemikiran maupun tenaga dalam menyelenggarakan pendidikan di satuan
pendidikan. Sebagai pendukung pendidikan, peran komite sekolah meliputi:
a. Pengelola sumber daya.
b. Pengelola sarana dan prasarana.
c. Pengelolaan anggaran.11
3. Sebagai pengontrol (controling agency) dalam rangka transparansi dan
akuntabilitas penyelenggaraan dan keluaran pendidikan di satuan
pendidikan.12 Dalam peranannya sebagai kontroling Komite madrasah
mempunyai peran sebagai:
a. Mengontrol perencanaan program sekolah.
8 Tim Redaksi Fokusmedia, Himpunan…..hal.86.9 Sri Renani Pantjastuti, dkk, Komite Sekolah; sejajar dan perspektifnya di Masa Depan, (Yogyakarta: Hikayat Publising, 2008) hal. 81-83.10 Sukron, “Peran Komete Sekolah dalam Pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah “, www.pendidikan.net dalam google.com 201311 Sukron, “Peran Komit. …12 Keputusan Menteri Pendidikan Nasional No. 044/U/2002, dalam Google. com
7
b. Memantau pelaksanaan program sekolah.13
4. Mediator antara pemerintah, dunia usaha dan lembaga swadaya masyarakat
dengan masyarakat satuan pendidikan.14
Dengan memahami betapa pentingnya peran komite madrasah,
memberikan penyadaran bahwa sesunggunhnya keberadaan komite sekolah
bukan hanya sekedar papan nama atau stempel organisasi, tapi lebih dari itu
menejemen mutu terpadu menghendaki adanya kerjasama yang benar-benar
solid antara komite dan sekolah. Dengan demikian manejemen mutu
terpadu dapat terwujud.
Selanjutnya guna menjalankan peran dari komite madrasah ini,
komite sekolah juga mempuyai fungsi sebagai berikut:
1. Mendorong tumbuhnya perhatian dan komitmen masyarakat terhadap
penyelenggaraan pendidikan yang bermutu.
2. Melakukan kerjasama dengan masyarakat (perorangan/organisasi dunia
usaha/ dunia industri) dan pemerintah berkenaan dengan
penyelenggaraan pendidikan yang bermutu.
3. Menampung dan menganalisis aspirasi, ide, tuntutan, dan berbagai
kebutuhan pendidikan yang diajukan oleh masyarakat.
4. Memberikan masukan, pertimbangan dan rekomendasi kepada satuan
pendidikan mengenai:
a. Kebijakan dan program pendidikan.
b. Rencana anggaran pendidikan dan belanja sekolah (RAPBS).
c. Kriteria kinerja satuan pendidikan.
d. Kriteria tenaga kependidikan dan
e. Hal-hal lain yang berkaitan dengan pendidikan.
5. Mendorong orang tua dan masyarakat dalam rangka pembiayaan
penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan.
6. Menggalang dana masyarakat dalam rangka pembiayaan
penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan.
13 Sukron, ibid.14 Khairudin, dkk., ibid. hal. 250-251
8
7. Melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap kebijakan, program
penyelenggaraan dan keluaran pendidikan di satuan pendidikan.
Dibentuknya komite madarsah dimaksudkan agar adanya suatu organisasi
masyarakat yang mempunyai komitmen dan loyalitas serta peduli terhadap
peningkatan kualitas pendidikan. Komite sekolah yang dibentuk antara warga
masyarakat dan sekolah bias berciri khas dan berakar dari budaya masyarakat
setempat. Hal ini mengingat komite madrasah mengembangkan organisasi
pengguna (client), berbagi kewenanagan (power sharing and advaocary) dan
kemitraan (partnership) yang difokuskan pada peningkatan mutu pelayanan
pendidikan.
Adapun tujuan dibentuknya komite madrasah sebagai suatu organisasi
masyarakat adalah:
1. Mewadahi dan menyalurkan aspirasi dan prakarsa masyarakat dalam
melahirkan kebijakan operasional dan program pendidikan di satuan
pendidikan.
2. Meningkatkan tanggumgjawab dan peran serta masyarakat dalam
penyelenggaraan dan pelayanan pendidikan di satuan pendidikan.
3. Menciptakan suasana dan kondisi transparan, akuntabel dan demokratis
dalam penyelenggaraan dan pelayanan pendidikan. 15
Madrasah sebagai suatu lembaga pendidikan yang bercorak agama Islam
perlu dikembangkan dari hanya sekedar bersifat aktif dan reaktif dan proaktif
terhadap perkembangan masyarakat menjadi rekonstruksionistik-sosial.16 Menjadi
rekonstruksionistik berarti pendidikan madrasah perlu aktif ikut memberi corak dan
arah terhadap perkembangan masyarakat yang dicita-citakan. Untuk mewujudkan
misi perubahan masyarakat ini pihak madrasah sangat tidak dimungkinkan untuk
berjalan sendiri tanpa mengajak partner sekalipun madrasah mempunyai potensi
yang cukup besar. Mengingat komite sekolah dalam posisinya sebagai parner
15 Khaeruddin, dkk. Ibid. hal.25016 Departemen Agama RI, Desain Pengembangan Madrasah, (Jakarta: Direktorat Jenderal Kelembagaan Islam, 2004), hal. 37.
9
dalam menggerakkan organiasi, mempunyai kedudukan yang amat penting, atau
bisa penulis katakana sebagai urusan yang urgen. Dalam konteks pengembangan
mutu PAI, baik sekolah umum maupun di madrasah, komite madrasah mempunyai
posisi sebagai mitra sekolah. Mengingat betapa pentingnya kedudukan dan posisi
komite madrasah, maka dalam prosesnya dan tata kerjanya seyogyanya tidak hanya
sekedar formalitas semata, tapi lebih diarahkan kepada profesionalisme yang tetap
memandang kearifan lokal sebagai hal prinsip.
Karena dalam beberapa kasus, bahwa komite madrasah hanya sekedar
tempat legalitas keputusan atas kebijakan madrasah, seperti dalam penyusunan
anggaran sekolah, pelaporan keuangan, penerimaan siswa baru, mutasi siswa dan
pengangkatan guru honorer, namun sebaaliknya ada juga komite madrasah yang
terlalu berlebihan dalam peran dan fungsinya, sehingga kedududukanya bukan
sebagai mitra dalam mengembangkan madrasah tapi justru lebih tepat kepada rival
oposisi sekolah. Hal ini menjadikan kenerja madrasah menjadi terhambat karena
energy dihabiskan untuk menyelesaikan perseteruan antara madrasah dengan
komite madrasah.
Sikap kesadaran membangun dalam pihak komite madrasah harus
diterapkan sejak awal proses pembentukan komite madrasah, sehingga sejak awal
pula misi dan visi dapat menyatu tanpa ada yang perlu dicurigai, Pengeloaan
komite madrasah yang benar menjadi motivator ketika kenerja madrasah menurun,
dan menjadi rem atau kendali ketika kinerja sekolah terlalu laju atau lepas kendali.
Demikian juga evaluasi kinerja sekolah perlu dilakukan secara bersama-sama.
Pengembangan Pendidikan Agama Islam pada era postmodernism tidak
mungkin apriori terhadap proses globalisasi, pluralisme, dan cenderung
mengabaikan budaya setempat, namun kearifan lokal yang mempunyai nilai ‘adi
luhung’, budaya tradional yang memberikan nuansa religius serta tatakrama
budaya seyogyanya perlu dikembangkan dengan senantiasa menggandeng pihak
masyarakat yaitu komite madrasah.
Beberapa prinsip pengembangan mutu madrasah , dan PAI pada khususnya
seyogyanya berpegang prinsip-prinsip sebagai berikut:
10
1. Membangun prinsip kesetaraan antara sektor pendidikan madrasah dengan
sektor pendidikan di luar madrasah. Kehadiran sistem pendidikan madrasah
harus senantiasa dimaknai sebagai adanya keharusan untuk bersama-sama
sistem lainnya mewujudkan cita-cita masyarakat. Pendidikan madrasah sebagai
sistem merupakan sistem yang terbuka yang senantiasa berinteraksi dengan
lingkungannya.17 Madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam kini sebagai
sekolah dalam system pendidikan nasional.
2. Prinsip Perencanaan Pendidikan.
Manusia dan masyarakatnya selalu berkembang dinamis, seiring dengan
perkembangan dunia pada umumnya, sangat dimungkinkan cara pandang
masyarakat juga mengalami pergeseran atau perubahan, bahkan perubahan ini
begitu cepatnya lebih cepat yang dipikirkan atau direncanakan oleh manusia
khususnya dalam implementasinya di dunia pendidikan Islam. Pendidikan
Agama Islam dituntut progresif dan tidak alergi terhadap perubahan itu,
Pendidikan madrasah harus mampu mengantisipasi hal ini.18
Persepsi masyarakat dalam era modern belakangan ini semakin menjadikan
madrasah sebagai lembaga pendidikan yang unik, karena tatkala teknologi
berkembang pesat, filsasafat modern manusia mengalami krisis keagamaan dan
di saat perdagangan bebas mendekati pintu gerbangnya, keberadaan madrasah
tampak makin dibutuhkan orang. Kebutuhan manusia modern aakan agama
(baca Pendidikan Agama Islam) bagaikan musafir di padang pasir akan adanya
oase, menyejukkan, menyegarkan dan menyehatkan. Akidah modern yang
kacau-balau perlu dibenarkan oleh pendidikan Agama, bukan kepada
pendidikan karakter, pendidikan moral atau pendidikan nasionalisme
kebangsaan yang konsepnmya berasal dari manusia yang putus asa.
3. Prinsip Rekonstruksionisme.
Dalam kondisi masyarakat yang menghendaki perubahan mendasar, maka
pendidikan madrasah harus mampu menghasilkan produk yang dibutuhkan
oleh masyarakat. Paham rekonstruksionis mengkritik pandangan pragmatis
sebagai suatu pandangan yang cocok untuk kondisi yang relative stabil. Dalam
17 Departemen Agama RI, ibid. 2118 Depag RI, ibid., hal. 21
11
perbedaannaaya pandangan dalam pemecahan masalah,bahwa paham
rekonstruksionis lebih berorentasi masa sekarang.19
4. Prinsip Pendidikan Berorientasi Pada Peserta Didik.
Dalam kasus yang nyata, keberpihakan pengambil kebijakan dalam hal ini
pemerintah, memberlakukan penyamaan dalam memandang peserta didik.
Artinya peserta didik seluruh wilayah Indonesia mempunyai kemampuan yang
sama, standar minimal, sehingga dapat dikatakan siswa di Jakarta sama dengan
siswa yang ada di Muara Muntai. Padahal fakta berbeda, Sebenarnya secara
kasat mata saja sudah bisa disimpulkan bahwa siswa di perkotaan dengan di
pedalaman mempunyai kemampuan yang berbeda, namun hal ini dibiarkan
saja berlarut-larut. Apalagi dengan adanya tuntutan kelulusan yang standar,
menjadikan lembaga pendidikan sebagai lembaga ‘tak berharga’ karena hanya
sekedar meluluskan yang seharusnya tidak lulus menurut standar nasional.
Lagi-lagi kearifan lembaga pendidikan (baca madrasah) dituntut untuk
senantiasa ‘nrima’, ‘legowo’ atas penganiayaan birokratisme ini.
Dalam pandangan ke depan, madrasah harus diarahkan kepada
keberpihakan kepada peserta didik, kebutuhan peserta didik, serta kemampuan
peserta bukan lagi semata-mata menuruti kemauan Menteri Pendidikan.
Muatan lokal yang ,mengacu kepada keunggulan dalam aspek lokal,
keterampilan vokasional, dan ektra kurikuler harus menjadi model atau icon
sebuah madrasah. Karena keunggulan-keunggulan itu adalah sangat dekat dan
sangat dibutuhkan oleh peserta didik dan masyarakat, sebagai perwujudan
demokrasi pendidikan. Departemen Agama RI menyebutnya muatan lokal
dalam bentuk kesenian, budaya, bahasa, keterampilan khusus, sesuai dengan
kebutuhan. Keterampilan vokasional merupakan keterampilan yang dibutuhkan
untuk memperoleh keahlian khusus di bidang-bidang pekerjaan yang
memerlukan keahlian khusus, seperti pertanian, perbengkelan, tatabusana,
tataboga, dan lain-lain.
Sedangkan ektra kurikuler adalah kegiatan pendukung yang memungkinkan
siswa untuk meningkatkan minat dan bakat, misalnya seni, pramuka, palang
19 Depag RI, ibid., hal . 22
12
merah, pecinta alam, organisasi siswa, koperasi pelajar, musik, drumband,
komputer, dan lain sebagainya. 20
5. Prinsip Pendidikan Multi Budaya.
Sistem pendidikan madrasah harus menyadari bahwa masyarakat yang
dilayani adalah masyarakat plural, oleh karena itu perlu menjadi acuan yang
tidak kalah pentinnya dengan acuan-acua lainnya. Prularisme merupakana
paham menghargai perbedaan, dan akan baik apabila pendidikan madrasah
memahami akan perbedaan ini.
6. Prinsip-prinsip Pendidikan Global.
Pendidikan madrasah harus mampu berperan dalam menyiapkan pesrrta
didik dalam konstelasi masyarakat global, dengan tetap mewajibkan untuk
melestarikan karakter agamis-patriotis. Pembinaan karakter agamais-patriotis
tetap relevan dan bahkan harus dilakukan.21
Dengan melihat prinsip pengembangan madrasah pada umumnya, dan
pendidikan Agama Islam secara lebih khusus, maka manajemen mutu madrasah
tidak bisa hanya dikelolal secara sepihak, akan tetapi harus melibatkan pihak
kedua, ketiga atau keempat sesuai dengan kebutuhan madrasah. Namun yang pasti
manajemen madrasah tidak bias berperan tunggal dalam manajemen perlu
keterpaduan antara madrasah, pihak orang tua/masyarakat, dan pemerintah.
Pengeloaan mutu terpadu ini harus tetap mejadi icon dalam demokratisasi
dan desentralisasi pendidikan. Secara lebih kusus komite madrasah adalah salah
satu komponen dalam system itu mempunyai peranan yang sangat penting dalam
konteks peningkatan Pendidikan Agama Islam di Madrasah/Sekolah.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
20 Abdul Mukti Bisri, “Dinamika Madrasah Model, Unggulan dan Terpadu Sebuah Studi Kebijakan: http://pendis.go.id. Dalam Google.com. 200821 Depag RI. Opcit. Hal. 22-23.
13
1. Pengertian Komite Madrasah adalah lembaga independen dari unsur
masyarakat, sekolah, dunia usaha, wakil orang tua peserta didik yang
menjadi wadah aspirasi dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan
dalam segala tingkatan dan jalur pendidikan.
2. Dalam konteks manajemen mutu Pendidikan Agama Islam, komite
madrasah mempunyai kedudukan sebagai:
a. Pemberi pertimbangan (advisory agency) dalam penentuan dan
pelaksanaan kebijakan din satuan pendidikan
b. Sebagai pendukung (Suporting Agency), baik yang berwujud finabsial,
pemikiran maupun tenaga dalam menyelenggarakan pendidikan di
satuan pendidikan.
c. Sebagai pengontrol (controling agency) dalam rangka transparansi dan
akuntabilitas penyelenggaraan dan keluaran pendidikan di satuan
pendiikan
d. Mediator antara pemerintah, dunia usaha dan lembaga swadaya
masyarakat dengan masyarakat satuan pendidikan
e. Mendorong tumbuhnya perhatian dan komitmen masyarakat terhadap
penyelenggaraan pendidikan yang bermutu.
f. Melakukan kerjasama dengan masyarakat (perorangan/organisasi dunia
usaha/ dunia industri) dan pemerintah berkenaan dengan
penyelenggaraan pendidikan yang bermutu.
g. Menampung dan menganalisis aspirasi, ide, tuntutan, dan berbagai
kebutuhan pendidikan yang diajukan oleh masyarakat.
h. Memberikan masukan, pertimbangan dan rekomendasi kepada satuan
pendidikan
i. Mendorong orang tua dan masyarakat dalam rangka pembiayaan
penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan.
j. Melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap kebijakan, program
penyelenggaraan dan keluaran pendidikan di satuan pendidikan.
B. Saran-saran
14
a. Guna meningkatkan peran komite madrasah dalam konteks peningkatan
mutu pendidikan di madrasah, kepada pihak terkait perlu mengaktifkan
kembali kerjasama antara sekolah dan komite sekolah.
b. Perlu membuka perluasan kerja sama yang lebih luas dalam rangka
pengembangan mutu terpadu pada satuan pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Mukti Bisri, “Dinamika Madrasah Model, Unggulan dan Terpadu Sebuah
Studi Kebijakan: http://pendis.go.id. Dalam Google.com. 2008Amirudin Siahaan, dkk. Maanajemen Pendidikan Berbasis Sekolah, (Jakarta:
Quantum Teaching, 2006).
15
Departemen Agama RI, Desain Pengembangan Madrasah, (Jakarta: Direktorat Jenderal Kelembagaan Islam, 2004).
E. Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah; Konsep Strategi dan Implementasi (Bandung: Remaja Rosdaakarta, 2005)
Keputusan Menteri Pendidikan Nasional No. 044/U/2002, dalam Google. comKeputusan Menteri Pendidikan Nasional No. 044/U/2002 tanggal 2 April 2002
tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah. http://disdak.kemdiknas.go.id. 8 Mei 2013
Khairudin dkk’, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan: konsep dan implementasinya di Madrasah, (Yogyakafta: Pilar Media, 2007) Tim
Nurkolis, “Hakekat Desentralisasi Model MBS”, www.pendidikan .net, dalam Google Com. 2013.
Sri Renani Pantjastuti, dkk, Komite Sekolah; sejajar dan perspektifnya di Masa Depan, (Yogyakarta: Hikayat Publising, 2008)
Sukron, “Peran Komete Sekolah dalam Pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah “, www.pendidikan.net dalam google.com 2013
Tim Redaksi Fokusmedia, Himpunan Peraturan Perundang-undanagan Tentang Guru dan Dosen (Bandung: Fokusmedia, 2006)