bab 2 menejemen

78
BAB 2 TINJAUAN TEORI 2.1 MAKP Model Asuhan Keperawatan Profesional adalah sebagai suatu sistem (struktur, proses dan nilai- nilai) yang memungkinkan perawat profesional mengatur pemberian asuhan keperawatan termasuk lingkungan untuk menopang pemberian asuhan tersebut (Hoffart & Woods, 2006). Model praktik keperawatan profesional (MPKP) adalah suatu sistem (struktur, proses dan nilai-nilai profesional), yang memfasilitasi perawat profesional, mengatur pemberian asuhan keperawatan, termasuk lingkungan tempat asuhan tersebut diberikan (Ratna Sitorus & Yuli, 2006). Model praktik keperawatan profesional (MPKP) adalah suatu sistem (struktur, proses dan nilai-nilai profesional), yang memfasilitasi perawat profesional, mengatur pemberian asuhan keperawatan, termasuk lingkungan tempat asuhan tersebut diberikan. Aspek struktur ditetapkan jumlah tenaga keperawatan berdasarkan jumlah klien sesuai dengan derajat ketergantungan klien. 8

Upload: novita-surya

Post on 27-Dec-2015

57 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

manajemen keperawatan teori

TRANSCRIPT

Page 1: BAB 2 Menejemen

BAB 2

TINJAUAN TEORI

2.1 MAKP

Model Asuhan Keperawatan Profesional adalah sebagai suatu sistem (struktur,

proses dan nilai- nilai) yang memungkinkan perawat profesional mengatur pemberian

asuhan keperawatan termasuk lingkungan untuk menopang pemberian asuhan

tersebut (Hoffart & Woods, 2006). Model praktik keperawatan profesional (MPKP)

adalah suatu sistem (struktur, proses dan nilai-nilai profesional), yang memfasilitasi

perawat profesional, mengatur pemberian asuhan keperawatan, termasuk lingkungan

tempat asuhan tersebut diberikan (Ratna Sitorus & Yuli, 2006).

Model praktik keperawatan profesional (MPKP) adalah suatu sistem (struktur,

proses dan nilai-nilai profesional), yang memfasilitasi perawat profesional, mengatur

pemberian asuhan keperawatan, termasuk lingkungan tempat asuhan tersebut

diberikan. Aspek struktur ditetapkan jumlah tenaga keperawatan berdasarkan jumlah

klien sesuai dengan derajat ketergantungan klien. Penetapan jumlah perawat sesuai

kebutuhan klien menjadi hal penting, karena bila jumlah perawat tidak sesuai dengan

jumlah tenaga yang dibutuhkan, tidak ada waktu bagi perawat untuk melakukan

tindakan keperawatan.

2.1.1 FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DALAM PERUBAHAN

MAKP

1. Kualitas Pelayanan Keperawatan

Setiap upaya untuk meningkatkan pelayanan keperawatan, selalu

berbicara mengenai kualitas. Kualitas sangat diperlukan untuk:

88

Page 2: BAB 2 Menejemen

a. Meningkatkan asuhan keperawatan kepada pasien/konsumen.

b. Menghasilkan keuntungan (pendapatan) institusi.

c. Mempertahankan eksistensi institusi.

d. Meningkatkan kepuasan kerja.

e. Meningkatkan kepercayaan konsumen/pelanggan.

f. Menjalankan kegiatan sesuai aturan atau standar.

Pada pembahasan praktik keperawatan akan dijabarkan tentang: (1) model

praktik, (2) metode praktik, (3) standar praktik.

2. Standar Praktik Keperawatan

Standar praktik keperawatan di Indonesia disusun oleh DEPKES RI

(1995) yang terdiri atas beberapa standar. Menurut JCHO: Joint Commision on

Acreditation of Health Care (1999:1:4:249:54) terdapat 8 standar tentang

asuhan keperawatan yang meliputi (Noviiluri. 1999:1:4:249:54):

a. Menghargai hak-hak pasien.

b. Penerimaan sewaktu pasien masuk rumah sakit/MRS.

c. Observasi keadaan pasien.

d. Pemenuhan kebutuhan nutrisi.

e. Asuhan pada tindakan non operatif dan administrative.

f. Asuhan pada tindakan operasi dan prosedur infasi.

g. Pendidikan pada pasien dan keluarga.

h. Pemberian asuhan secara terus-menerus dan berkesinambungan.

Standar intervensi keperawatan yang merupakan lingkup tindakan keperawatan

dalam upaya pemenuhan kebutuhan dasar manusia.

9

Page 3: BAB 2 Menejemen

3. Model Praktik

a. Praktik Keperawatan Rumah Sakit

Perawat profesional (ners) mempunyai wewenang dan tanggung jawab

melaksanakan praktik keperawatan di rumah sakit dengan sikap dan

kemampuannya. Untuk itu, perlu dikembangkan pengertian praktik

keperawatan rumah sakit dan lingkup cakupannya sebagai bentuk praktik

keperawatan profesional, seperti proses dan prosedur registrasi dan legislasi

keperawatan.

Praktik Keperawatan Rumah

Bentuk praktik keperawatan rumah diletakkan pada pelaksanaan

pelayanan atau asuhan keperawatan sebagai kelanjutan dari pelayanan

rumah sakit. Kegiatan ini dilakukan oleh perawat profesional rumah sakit

atau melalui pengikut sertaan perawat profesional yang melakukan praktik

keperawatan berkelompok.

b. Praktik Keperawatan Kelompok

Dengan pola yang diuraikan dalam pendekatan dan pelaksanaan praktik

keperawatan rumah sakit dan rumah, beberapa perawat profesional

membuka praktik keperawatan selama 24 jam kepada masyarakat yang

memerlukan asuhan keperawatan untuk mengatasi berbagai bentuk masalah

keperawatan yang dihadapi oleh masyarakat. Bentuk praktik keperawatan

ini dipandang perlu di masa depan, karena adanya pendapat bahwa perawat

rumah sakit perlu dipersingkat, mengingat biaya perawatan di rumah sakit

diperkirakan akan meningkat.

10

Page 4: BAB 2 Menejemen

c. Praktik Keperawatan Individual

Dengan pola pendekatan dan pelaksanaan yang sama seperti yang

diuraikan untuk praktik keperawatan rumah sakit. Perawat profesional

senior dan berpengalaman secara sendiri atau perorangan membuka praktik

keperawatan dalam jam praktik tertentu untuk memberi asuhan

keperawatan, khususnya konsultasi dalam keperawatan masyarakat yang

memerlukan. Bentuk praktik keperawatan ini sangat diperlukan oleh

kelompok atau golongan masyarakat yang tinggal jauh terpencil dari

fasilitas pelayanan kesehatan, khususnya yang dikembangkan pemerintah.

4. Managerial Grid

Fokus metode manajemen ini menitik beratkan pada perilaku manager

yang menekankan pada produksi dan manusia. Adanya komitmen yang tinggi

pada anggota kelompok dalam mencapai tujuan organisasi dapat mengurangi

kompetisi antar anggota kelompok dan komunikasi serta kebersamaan dapat

ditingkatkan, sehingga akan dapat dicapai tujuan organisasi yang optimal (Blake

& Mouton, 1964 dikutip oleh Grant, A.B. & Massey, V. H, 1999).

2.1.2 MODEL ASUHAN KEPERAWATAN PROFESIONAL (MAKP)

Keberhasilan suatu asuhan keperawatan kepada klien sangat ditentukan oleh

penentuan metode pemberian asuhan keperawatan profesional. Dengan semakin

meningkatnya kebutuhan masyarakat akan pelayanan keperawatan dan tuntutan

perkembangan IPTEK, maka metode sistem pemberian asuhan keperawatan harus

efektif dan efisien.

11

Page 5: BAB 2 Menejemen

1. Dasar Pertimbangan Pemilihan Model Asuhan Keperawatan (MAKP)

Mc Laughin, Thomas dan Barterm (1995) mengidentifikasi 8 model

pemberian asuhan keperawatan, tetapi model yang umum digunakan di rumah

sakit adalah asuhan keperawatan total, keperawatan tim dan keperawatan

primer. Tetapi, setiap unit keperawatan memiliki upaya untuk menyeleksi model

untuk mengelola asuhan keperawatan berdasarkan kesesuaian antara

ketenagaan, sarana-prasarana, dan kebijakan rumah sakit. Karena setiap

kebijakan akan berakibat suatu stress, maka perlu memperhatikan 6 unsur utama

dalam penentuan pemilihan metode pemberian asuhan keperawatan (Marquis &

Huston, 1998: 143).

a. Sesuai dengan Visi dan Misi institusi

Dasar utama penentuan model pemberian asuhan keperawatan harus

didasarkan pada visi dan misi rumah sakit.

b. Dapat diterapkannya proses keperawatan dalam asuhan keperawatan

Proses keperawatan merupakan unsur penting terhadap kesinambungan

asuhan keperawatan kepada pasien. Keberhasilan dalam asuhan

keperawatan sangat ditentukan oleh pendekatan proses keperawatan

c. Efisien dan efektif penggunaan biaya

Setiap suatu perubahan harus selalu mempertimbangkan biaya dan

efektifitas dalam kelancaran pelaksanaannya. Bagaimanapun baiknya suatu

model, tanpa ditunjang oleh biaya yang memadai maka tidak akan didapat

hasil yang sempurna.

12

Page 6: BAB 2 Menejemen

d. Terpenuhinya kebutuhan klien, keluarga dan masyarakat

Tujuan akhir asuhan keperawatan adalah kepuasan pelanggan atau pasien

terhadap asuhan yang diberikan oleh perawat. Oleh karena itu, model yang

baik adalah model asuhan keperawatan yang dapat menunjang kepuasan

pelanggan.

e. Kepuasan kinerja perawat

Kelancaran pelaksanaan suatu model sangat ditentukan oleh motivasi dan

kinerja perawat. Model yang dipilih harus dapat meningkatkan kepuasan

perawat, bukan justru menambah beban kerja dan frustasi dalam

pelaksanaannya.

f. Terlaksananya komunikasi yang adekuat antara perawat dan tim kesehatan

lainnya

Komunikasi secara profesional sesuai dengan lingkup tanggung jawab

merupakan dasar pertimbangan penentuan model. Model asuhan

keperawatan diharapkan akan dapat meningkatkan hubungan interpersonal

yang baik antara perawat dan tenaga kesehatan lainnya.

2. JENIS MODEL ASUHAN KEPERAWATAN (MAKP)

a. Fungsional (bukan model MAKP profesional)

Metode fungsional dilaksanakan oleh perawat dalam pengelolaan asuhan

keperawatan sebagai pilihan utama pada saat perang dunia kedua. Pada saat

itu, karena masih terbatasnya jumlah dan kemampuan perawat, maka setiap

perawat hanya melakukan 1-2 jenis intervensi (misalnya, merawat luka)

keperawatan kepada semua pasien di bangsal.

13

Page 7: BAB 2 Menejemen

Kelebihannya:

1) Manajemen klasik yang menekankan efisiensi, pembagian tugas yang

jelas dan pengawasan yang baik.

2) Sangat baik untuk rumah sakit yang kekurangan tenaga.

3) Perawat senior menyibukkan diri dengan tugas manajerial, sedangkan

perawat pasien diserahkan kepada perawat junior dan/atau belum

berpengalaman.

Kekurangan:

1) Tidak memberikan kepuasan pada pasien maupun perawat.

2) Pelayanan keperawatan terpisah-pisah, tidak dapat menerapkan proses

keperawatan.

3) Persepsi perawat cenderung kepada tindakan yang berkaitan dengan

keterampilan saja.

b. MAKP Tim

Metode ini menggunakan tim yang terdiri atas anggota yang berbeda-beda

dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap sekelompok pasien.

Perawat ruangan dibagi menjadi 2-3 tim/grup yang terdiri atas tenaga

profesional, teknikal dan pembantu dalam satu kelompok kecil yang saling

membantu.

Kelebihannya:

1) Memungkinkan pelayanan keperawatan yang menyeluruh.

2) Mendukung pelaksanaan proses keperawatan.

14

Page 8: BAB 2 Menejemen

3) Memungkinkan komunikasi antar tim, sehingga konflik mudah di

atasi dan memberikan kepuasan kepada anggota tim.

Kelemahannya:

Komunikasi anggota tim terbentuk terutama dalam membentuk konferensi

tim, yang biasanya membutuhkan waktu yang sulit untuk dilaksanakan pada

waktu – waktu sibuk.

Konsep metode tim:

1) Ketua tim sebagai perawat profesional harus mampu menggunakan

berbagai teknik kepemimpinan.

2) Pentingnya komunikasi yang efektif agar kontinuitas rencana

keperawatan terjamin.

3) Anggota tim harus menghargai kepemimpinan ketua tim.

4) Peran kepala ruangan penting dalam model tim. Model tim akan

berhasil bila didukung oleh kepala ruangan.

Tanggung jawab anggota tim:

1) Memberi asuhan keperawatan pada pasien dibawah tanggung

jawab.

2) Kerja sama anggota tim dan antar tim.

3) Memberikan laporan.

Tanggung jawab ketua tim:

1) Membuat perencanaan.

2) Membuat penugasan, supevisi dan evaluasi.

15

Page 9: BAB 2 Menejemen

3) Mengenal/mengetahui kondisi pasien dan dapat menilai tingkat

ketergantungan pasien.

4) Mengembangkan kemampuan anggota.

5) Manyelenggarakan konferensi.

c. Metode Primer

Metode penugasan dimana satu orang bertanggung jawab penuh selama 24

jam terhadap asuhan keperawatan pasien mulai dari pasien masuk sampai

keluar rumah sakit. Mendorong praktek kemandirian perawat, ada kejelasan

antara si pembuat rencana asuhan dan pelaksana. Metode primer ini ditandai

dengan adanya keterkaitan kuat dan terus menerus antara pasien dan

perawat yang ditugaskan untuk merencanakan, melakukan dan koordinsai

asuhan keperawatan selama pasien dirawat :

Tugas Perawat Primer:

1) Menerima pasien dan mengkaji kebutuhan pasien secara komprehensif.

2) Membuat tujuan dan rencana keperawatan.

3) Melaksanakan rencana yang telah dibuat selama ia dinas.

4) Mengkomunikasikan dan mengkoordinasikan pelayanan yang diberikan

oleh disiplin lain maupun perawat lain.

5) Mengevaluasi keberhasilan yang dicapai.

6) Menerima dan menyesuaikan rencana.

7) Menyiapkan penyuluhan untuk pulang.

8) Melakukan rujukan pada pekerja sosial, kontak dengan lembaga sosial

di masyarakat.

16

Page 10: BAB 2 Menejemen

9) Membuat jadwal perjanjian klinik.

10) Mengadakan kunjungan rumah.

Peran kepala ruangan/bangsal dalam metode primer:

1) Sebagai konsultan dan pengendalian mutu perawat primer.

2) Orentasi dalam merencanakan karyawan baru.

3) Menyusun jadwal dinas dan memberi penugasan pada perawat

asisten.

4) Evaluasi kerja.

5) Merencanakan/menyelengarakan pengembangan staf.

6) Membuat 1-2 pasien untuk model agar dapat mengenal hambatan

yang terjadi.

Ketenagaan metode primer:

1) Setiap perawat primer adalah perawat “Bed Side“.

2) Beban kasus 4-6 orang untuk 1 perawat primer.

3) Penugasan ditentukan oleh kepala bangsal.

4) Perawat primer dibantu oleh perawat profesional lain maupun non

profesional.

Kelebihan:

1) Bersifat kontinuitas dan komprehensif.

2) Perawat primer mendapatkan akuntabilitas yang tinggi terhadap hasil

dan memungkinkan pengembangan diri.

3) Keuntungan antara lain terhadap pasien, perawat, dokter dan rumah

sakit (Gillies, 1989).

17

Page 11: BAB 2 Menejemen

Keuntungan yang dirasakan adalah pasien merasa dimanusiawikan

karena terpenuhinya kebutuhan secara individu. Selain itu asuhan yang

diberikan bermutu tinggi dan tercapai pelayanan yang efektif terhadap

pengobatan, dukungan, proteksi, informasi dan advokasi.

Dokter juga merasakan kepuasan dengan model primer karena

senantiasa mendapatkan informasi tentang kondisi pasien yang selalu

diperbaharui dan komprehensif.

Kelemahannya:

1) Hanya dapat dilakukan oleh perawat yang memiliki pengalaman dan

pengetahuan yang memadai dengan kriteria asertif, self direction,

kemampuan mengambil keputusan yang tepat, menguasai keperawatan

klinik, akuntabel serta mampu berkolaborasi dengan berbagai disiplin.

Konsep dasar metode primer:

1) Ada tanggung jawab dan tanggung gugat.

2) Ada otonomi.

3) Ketertiban pasien dan keluarga.

d. MAKP Kasus

Setiap perawat ditugaskan untuk melayani seluruh kebutuhan pasien saat

dinas. Pasien akan dirawat oleh perawat yang berbeda setiap shift, dan tidak

ada jaminan bahwa pasien akan dirawat oleh orang yang sama pada hari

berikutnya. Metode penugasan kasus biasa diterapkan satu pasien satu

perawat, umumnya dilaksanakan untuk perawat privat atau untuk

keperawatan khusus, seperti; isolasi, intensif care.

18

Page 12: BAB 2 Menejemen

Kelebihan:

1) Perawat lebih memahami kasus per kasus.

2) Sistem evaluasi dari manajerial mudah.

Kekurangannya:

1) Belum dapat diidentifikasi perawat penanggung jawab.

2) Perlu tenaga yang cukup banyak dan mempunyai kemampuan dasar

yang sama.

3) Pasien dirawat oleh perawat yang berbeda pada tiap shift atau hari

berikutnya.

4) Mungkin praktek keperawatan dapat dijalankan.

5. MAKP Primary Team

Pada model MAKP primer digunakan secara kombinasi dari kedua metode.

Menurut Ratna S. Sudarsono (2000), penetapan metode ini didasarkan pada

beberapa alasan:

a. Metode keperawatan primer tidak digunakan secara murni karena

sebagai perawat primer harus mempunyai latar belakang pendidikan S1

Keperawatan atau setara.

b. Metode tim tidak digunakan secara murni karena tanggung jawab asuhan

keperawatan pasien terfragmentasi pada berbagai tim.

c. Melalui kombinasi kedua metode tersebut diharapkan komunitas asuhan

keperawatan dan akuntabilitas asuhan keperawatan terdapat pada primer.

19

Page 13: BAB 2 Menejemen

Di samping itu karena saat ini jenis pendidikan perawat yang ada di RS,

sebagian besar adalah lulusan SPK, maka akan mendapat bimbingan dari

perawat primer/ketua tim tentang asuhan keperawatan.

Contoh (dikutip dari Ratna S. Sudarsono, 2000)

2.2 Timbang Terima

Operan sering disebut dengan timbang terima atau over hand. Operan adalah

suatu cara dalam menyampaikan dan menerima sesuatu (laporan) yang berkaitan

dengan keadaan klien. Timbang terima (operan) merupakan tehnik atau cara untuk

menyampaikan dan menerima suatu laporan yang berkaitan dengan keadaan pasien.

Pada saat timbang terima, diperlukan suatu komunikasi yang jelas tentang

kebutuhan klien terhadap apa yang sudah dilakukan intervensi dan yang belum,

serta respon pasien yang terjadi.

A. Tujuan.

a. Menyampaikan kondisi atau keadaan klien secara umum.

b. Menyampaikan hal-hal yang penting yang perlu ditindaklanjuti oleh dinas

berikutnya.

c. Tersusun rencana kerja untuk dinas berikutnya.

B. Metode Pelaporan

a. Perawat pelaksana melaporkan langsung kepada perawat pelaksana

selanjutnya dengan membawa laporan timbang terima.

b. Timbang terima dapat dilakukan di ruang perawat, kemudian dilanjutkan

dengan mengunjungi klien satu persatu terutama pada klien- klien yang

memiliki masalah khusus serta memerlukan observasi lebih lanjut.

20

Page 14: BAB 2 Menejemen

c. Melakukan supervisi dan penekanan asuhan keperawatan serta rencana

tindakan keperawatan.

C. Manfaat Timbang Terima

1) Bagi perawat

a. Meningkatkan kemampuan komunikasi antar perawat.

b. Menjalin hubungan kerjasama dan bertanggung jawab antar perawat.

c. Pelaksanaan asuhan keperawatan terhadap pasien yang

berkesinambungan.

d. Perawat dapat mengikuti perkembangn pasien secara paripurna.

2) Bagi pasien

Klien dapat menyampaikan masalah secara langsung bila ada yang belum

terungkap.

D. Prosedur Timbang Terima

1) Persiapan

a. Timbang terima dilaksanakan setiap pergantian shift/operan.

b. Prinsip timbang terima, semua pasien baru masuk dan pasien yang

dilakukan timbang terima khususnya pasien yang memiliki permasalahan

yang belum/dapat teratasi serta yang membutuhkan observasi lebih

lanjut.

c. Perawat menyampaikan timbang terima pada perawat yang dinas

berikutnya, hal yang perlu disampaikan pada timbang terima:

1. Jumlah pasien.

2. Identitas klien dan diagnosis medis.

21

Page 15: BAB 2 Menejemen

3. Data ( keluhan/subjektif dan objektif).

4. Masalah keperawatan yang masih muncul.

5. Intervensi keperawatan yang sudah dan belum dilaksanakan (secara

umum).

6. Intervensi kolaboratif.

7. Rencana umum dan persiapan yang perlu dilakukan (persiapan

operasi, pemeriksaan dan lain-lain).

2) Pelaksanaan

a. Perawat dinas sudap siap (shift jaga).

b. Perawat yang akan bertugas menyiapkan buku catatan.

c. Kepala ruang membuka acara timbang terima.

d. Perawat yang melakukan klarifikasi, tanya jawab dan melakukan

validasi terhadap hal-hal yang telah ditimbangterimakan dan berhak

menanyakan mengenai hal-hal yang kurang jelas.

e. Perawat primer menanyakan kebutuhan dasar pasien.

f. Penyampaian yang jelas, singkat dan padat.

g. Perawat yang melaksanakan timbang terima mengkaji secara penuh

terhadap masalah keperawatan, kebutuhan dan tindakan yang

telah/belum dilaksanakan serta hal-hal penting lainnya selama masa

perawatan.

h. Hal-hal yang sifatnya khusus dan memerlukan perincian yang matang

sebaiknya dicatat secara khusus untuk kemudian diserahterimakan

kepada petugas berikutnya.

22

Page 16: BAB 2 Menejemen

i. Ditutup oleh kepala ruangan.

E. Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam Timbang Terima

1) Dilaksanakan tepat pada pergantian shift.

2) Dipimpin oleh kepala ruangan atau penanggung jawab pasien.

3) Diikuti oleh semua perawat yang telah dan yang akan dinas.

4) Timbang terima harus berorientasi pada permasalahan pasien.

5) Informasi yang disampaikan harus akurat, singkat, sistematis dan

menggambarkan kondisi pasien saat ini serta menjaga kerahasiaan pasien.

6) Pada saat timbang terima di kamar pasien, menggunakan volume suara yang

cukup sehingga pasien disebelahnya tidak mendengar sesuatu yang rahasia

bagi klien. Suatu yang dianggap rahasia sebaiknya tidak dibicarakan secara

langsung di dekat klien.

7) Sesuatu yang mungkin membuat klien terkejut dan shock sebaiknya

dibicarakan di nurse station

23

Page 17: BAB 2 Menejemen

F. Alur Timbang – terima

2.3 Ronde Keperawatan

Ronde keperawatan adalah kegiatan yang bertujuan untuk mengatasi

masalah keperawatan pasien yang dilaksanakan oleh perawat di samping

melibatkan pasien untuk membahas dan melaksanakan asuhan keperawatan. Pada

kasus tertentu harus dilakukan oleh perawat primer dan atau konselor, kepala

ruangan, perawat assosiate yang perlu juga melibatkan seluruh anggota tim

kesehatan (Nursalam, 2002).

Karakteristik:

a. Pasien dilibatkan secara langsung.

b. Pasien merupakan fokus kegiatan.

24

Page 18: BAB 2 Menejemen

c. PA, PP dan konselor melakukan diskusi bersama.

d. Konselor memfasilitasi kreatifitas.

e. Konselor membantu mengembangakan kemampuan PA dan PP dalam

meningkatkan kemampuan mengatasi masalah.

Tujuan:

1. Tujuan Umum:

Menyelesaikan masalah pasien melalui pendekatan berfikir kritis.

2. Tujuan Khusus:

a. Menumbuhkan cara berfikir kritis dan sistematis.

b. Meningkatkan kemampuan validasi data pasien.

c. Meningkatkan kemampuan menentukan diagnosa keperawatan.

d. Menumbuhkan pemikiran tentang tindakan keperawatan yang berorientasi

pada masalah klien.

e. Meningkatkan kemampuan memodifikasi rencana asuhan keperawatan.

f. Meningkatkan kemampuan justifikasi.

g. Meningkatkan kemampuan menilai hasil kerja.

Manfaat:

1. Masalah pasien dapat teratasi.

2. Kebutuhan pasien dapat terpenuhi.

3. Terciptanya komunitas keperatawan yang profesional.

4. Terjalinnya kerjasama antar tim kesehatan.

5. Perawat dalam melaksanakan model asuhan keperawatan dengan tepat dan

benar.

25

Page 19: BAB 2 Menejemen

Kriteria Pasien:

Pasien yang dipilih untuk dilakukan ronde keperawatan adalah pasien yang

memiliki kriteria sebagai berikut:

1. Mempunyai masalah keperawatan yang belum teratasi meskipun sudah

dilakukan tindakan keperawatan.

2. Pasien dengan kasus baru atau langka.

Metode:

Diskusi

Alat bantu:

a. Sarana diskusi: buku, pulpen.

b. Status/ dokumentasi keperawatan pasien.

c. Materi yang dilaksanakan secara lisan.

Keterangan:

1. Pra Ronde

a. Menentukan kasus dan topik ( masalah yang tidak teratasi dan masalah yang

langkah).

b. Menentukan tim metode.

c. Mencari sumber atau literatur.

d. Membuat proposal.

e. Mempersiapkan pasien: inform consent dan pengkajian.

f. Diskusi: apa diagnosa keperawatan?; apa data yang mendukung?;

bagaimana intervensi yang sudah dilakukan dan apa hambatan yang

ditentukan selama perawatan?

26

Page 20: BAB 2 Menejemen

2. Pelaksanaan Ronde

a. Penjelasan tentang pasien oleh perawat primer yang difokuskan pada

masalah keperawatan dan rencana tindakan yang akan dilaksanakan dan

atau telah dilaksanakan serta memilih prioritas yang perlu didiskusikan.

b. Diskusi antar tim tentang kasus tersebut.

c. Pemberian justifikasi oleh perawat primer atau konselor tentang masalah

pasien serta rencana tindakan yang akan dilakukan.

3. Pasca Ronde

a. Evaluasi, revisi dan perbaikan.

b. Kesimpulan dan rekomendasi penegakkan diagnosa; intervensi keperawatan

selanjutnya.

Peran masing-masing anggota tim:

1. Peran perawat primer dan perawat associate:

a. Menjelaskan data pasien yang mendukung masalah pasien.

b. Menjelaskan diagnosa keperawatan.

c. Menjelaskan intervensi yang dilakukan.

d. Menjelaskan hasil yang didapatkan.

e. Menjelaskan rasional (alasan ilmiah) dari tindakan yang diambil.

f. Menggali masalah-masalah pasien yang belum terkaji.

2. Peran perawat konselor

a. Memberikan justifikasi.

b. Memberikan reiforcement.

27

Page 21: BAB 2 Menejemen

c. Memvalidasi kebenaran dari masalah dan intervensi keperawatan serta

rasional tindakan.

d. Mengarahkan dan koreksi.

e. Mengintegrasikan konsep dan teori yang telah dipelajari.

Kriteria Evaluasi

1. Struktur

a. Persyaratan administratif (informed consent, alat dan lainnya).

b. Tim ronde keperawatan hadir ditempat pelaksanaan ronde keperawatan.

c. Persiapan dilakukan sebelunnya.

2. Proses

a. Peserta mengikuti kegiatan dari awal hingga akhir.

b. Seluruh peserta berperan aktif dalam kegiatan ronde sesuai peran yang telah

ditentukan.

3. Hasil

a. Pasien merasa puas dengan hasil pelayanan.

b. Masalah pasien dapat teratasi.

c. Perawat dapat:

1c.1 Menimbulkan cara yang berpikir yang kritis.

2c.1 Meningkatkan cara berfikir yang sistematis.

3c.1 Meningkatkan kemampuan validitas data pasien.

4c.1 Meningkatkan kemampuan menentukan diagnosa keperawatan.

5c.1 Menumbuhkan pemikiran tentang tindakan keperawatan yang

berorientasi pada masalah pasien.

28

Page 22: BAB 2 Menejemen

6c.1 Meningkatkan kemampuan memodifikasi rencana asuhan

keperawatan.

7c.1 Meningkatkan kemampuan justifikasi.

8c.1 Meningkatkan kemampuan menilai hasil kerja.

1. Alur Ronde Keperawatan

29

PP

Validasi data

Penetapan Pasien

Persiapan Pasien : Informed Concent Hasil Pengkajian/

Validasi data

PenyajianMasalah

Lanjutan-diskusi di Nurse Station

Diskusi PP-PP, Konselor, KARU

TAHAP RONDE PADA BED

KLIEN

TAHAP PELAKSANAAN

DI NURSE STATION

Apa diagnosis keperawatan? Apa data yang mendukung? Bagaimana intervensi yang

sudah dilakukan? Apa hambatan yang

ditemukan?

TAHAP PRA RONDE

Page 23: BAB 2 Menejemen

2.4 Sentralisasi Obat

1. Pengertian

Sentralisasi obat adalah pengelolaan obat dimana seluruh obat yang akan

diberikan kepada pasien diserahkan pengelolaan sepenuhnya oleh perawat

(Nursalam, 2002).

2. Tujuan Pengelolaan Obat

Tujuan pengelolaan obat adalah menggunakan obat secara bijaksana dan

menghindarkan pemborosan, sehingga kebutuhan asuhan keperawatan pasien

dapat terpenuhi.

Hal-hal berikut ini adalah beberapa alasan yang paling sering mengapa

pengelolaan obat perlu terpenuhi:

1. Memberikan bermacam-macam obat untuk satu pasien.

2. Menggunakan obat yang mahal dan bermerek, padahal obat standar yang

lebih murah dengan mutu yang terjamin memiliki efektivitas dan keamanan

yang sama.

3. Meresepkan obat sebelum diagnosa pasti dibuat “ untuk memberikan terapi

awal sesuai indikasi”.

4. Menggunakan dosis yang lebih besar daripada yang diperlukan.

30

Kesimpulan dan rekomendasi solusi

masalahTAHAP PASCA

RONDE

Page 24: BAB 2 Menejemen

5. Memberikan obat kepada pasien yang tidak mempercayainya dan yang

membuang atau lupa untuk minum.

6. Memesan obat lebih daripada yang dibutuhkan sehingga banyak yang tersisa

sesudah batas kadaluarsa.

7. Tidak menyediakan lemari es, sehingga vaksin dan obat menjadi tidak

efektif.

8. Tidak meletakkan obat di tempat yang lembab, terkena cahaya atau panas.

9. Mengeluarkan obat (dari tempat penyimpanan) terlalu banyak pada suatu

waktu sehingga dipakai berlebihan atau dicuri (Mc Mahon, 1999).

3. Teknik Pengelolaan Obat

Pengeluaran dan pembagian obat sepenuhnya dilakukan oleh perawat.

1) Penanggung jawab pengelolaan obat adalah kepala ruangan yang secara

operasional dapat didelegasikan kepada staf yang ditunjuk .

2) Keluarga wajib mengetahui dan ikut serta mengontrol penggunaan obat.

3) Penerimaan Obat

a. Obat yang telah diresepkan ditunjukkan kepada perawat / bidan dan obat

yang telah diambil oleh keluarga diserahkan kepada perawat / bidan

dengan menerima lembar terima obat.

b. Perawat / bidan menuliskan nama pasien, register, jenis obat, jumlah dan

sediaan ( bila perlu ) dalam kartu kontrol dan diketahui (ditanda tangani)

oleh keluarga atau pasien dalam buku masuk obat. Keluarga atau pasien

selanjutnuya mendapatkan penjelasan kapan atau bilamana obat tersebut

31

Page 25: BAB 2 Menejemen

akan habis, serta penjelasan tentang 5 T (jenis, dosis, waktu, pasien dan

cara pemberian).

c. Pasien atau keluarga selanjutnya mandapatkan salinan obat yang harus

diminum beserta kartu sediaan obat.

d. Obat yang telah diserahkan selanjutnya disimpan oleh perawat / bidan

dalam kotak obat (Nursalam, 2002).

4) Pembagian Obat

a) Obat yang telah diterima untuk selanjutnya disalin dalam buku daftar

pemberian obat.

b) Obat yang telah disimpan untuk selanjutnya diberikan oleh perawat /

bidan dengan memperhatikan alur yang tercantum dalam buku daftar

pemberian obat; dengan terlebih dahulu dicocokkan dengan terapi yang

diinstruksi dokter dan kartu obat yang ada pada pasien.

c) Pada saat pemberian obat, perawat / bidan menjelaskan macam obat,

kegunaan obat, jumlah obat dan efek samping. Usahakan tempat/wadah

obat kembali ke perawat / bidan setelah obat dikonsumsi. Pantau efek

samping pada pasien.

d) Sediaan obat yang ada selanjutnya diperiksa setiap pagi oleh kepala

ruang atau petugas yang ditunjuk dan didokumentasikan dalam buku

masuk obat.

Obat-obatan yang hampir habis akan diinformasikan kepada

keluarga dan kemudian dimintakan resep (jika masih perlu dilanjutkan)

kepada dokter penanggung jawab pasien (Nursalam, 2002).

32

Page 26: BAB 2 Menejemen

5) Penambahan Obat Baru

a. Bilamana terdapat penambahan atau perubahan jenis, dosis atau

perubahan alur pemberian obat, maka informasi ini akan dimasukkan

dalam buku masuk obat dan sekaligus dilakukan perubahan dalam kartu

sediaan obat.

b. Pada pemberian obat yang bersifat tidak rutin (sewaktu saja), maka

dokumentasi hanya dilakukan pada buku masuk obat dan selanjutnya

diinformasikan pada keluarga dengan kartu khusus obat (Nursalam,

2002).

6) Obat Khusus

a. Obat dikategorikan khusus apabila sediaan memiliki harga yang cukup

mahal, menggunakan alur pemberian yang cukup sulit, memiliki efek

samping yang cukup besar atau hanya diberikan dalam waktu

tertentu/sewaktu saja.

b. Pemberian obat khusus dilakukan menggunakan kartu khusus obat,

dilaksanakan oleh perawat primer.

c. Informasi yang diberikan kepada pasien atau keluarga; nama obat,

kegunaan obat, waktu pemberian, efek samping, penanggung jawab

pemberian dan wadah obat sebaiknya diserahkan atau ditunjukkan

kepada keluarga setelah pemberian. Usahakan saksi dari keluarga saat

pemberian obat (Nursalam, 2002).

Seorang manajer keperawatan kesehatan dapat menjadi staf

mengenai obat dengan cara-cara berikut ini:

33

Page 27: BAB 2 Menejemen

a) Membuat catatan mengenai obat-obatan yang sering dipakai, jelaskan

penggunaan dan efek samping, kemudian berikan salinan kepada semua

staf.

b) Tuliskan dosis yang tepat obat-obatan yang sering digunakan dan

gantungkan di dinding.

c) Adakan pertemuan staf untuk membahas penyebab pemborosan obat.

d) Beritahu kepada semua staf mengenai harga bermacam-macam obat.

e) Aturlah kuliah atau program diskusi dan bahaslah mengenai satu jenis

obat setiap minggu pada waktu pertemuan staf.

f) Taruhlah satu atau lebih eksemplar buku farmakologi sederhana di

perpustakaan (Mc Mahon, 1999).

g) Diagram alur pelaksanaan sentralisasi obat (Nursalam, 2002).

1. Alur pelaksanaan sentralisasi obat

34

Dokter Perawat

PASIEN/ KELUARGA

APOTEK

PENGELOLAAN OLEH PERAWAT

Lembar serah terima obat

Buku serah terima obat

Kartu obat

Informed consent

Page 28: BAB 2 Menejemen

Keterangan :

: Garis komando

: Garis Koordinasi

2.5 Discharge Planning

Kozier (2004) mendefinisikan discharge planning sebagai proses

mempersiapkan pasien untuk meninggalkan satu unit pelayanan kepada unit yang

lain di dalam atau di luar suatu agen pelayanan kesehatan umum. The Royal

Marsden  Hospital, 2004) menyatakan bahwa discharge planning merupakan proses

mengidentifikasi kebutuhan pasien dan perencanaannya dituliskan untuk

memfasilitasi keberlanjutan suatu pelayanan kesehatan dari suatu lingkungan ke

lingkungan lain. Rondhianto (2008) mendefenisikan discharge planning sebagai

merencanakan kepulangan pasien dan memberikan informasi kepada  pasien dan

keluarganya tentang hal-hal yang perlu dihindari dan dilakukan sehubungan dengan

kondisi/penyakitnya pasca bedah. 

Menurut Hurts (1996) perencanaan pulang merupakan proses yang

dinamis, agar tim kesehatan mendapatkan kesempatan yang cukup untuk

menyiapkan pasien melakukan perawatan mandiri dirumah.

35

PASIEN / KELUARGA

OBAT HABIS

Page 29: BAB 2 Menejemen

1) Tujuan discharge planning

Tujuan utama adalah membantu klien dan keluarga untuk mencapai tingkat

kesehatan yang optimal. Discharge planning yang efektif juga menjamin

perawatan yang berkelanjutan di saat keadaan yang penuh dengan stress.

Berikut adalah tujuan discharge planning

a. Menyiapkan pasien dan keluarga secara fisik, psikologis dan sosial.

b. Meningkatkan kemandirian pasien dan keluarga.

c. Meningkatkan perawatan yang berkelanjutan pada pasien.

d. Membantu rujukan pasien pada sistem pelayanan yang lain.

e. Membantu pasien dan keluarga memiliki pengetahun dan keterampilan serta

sikap dalam memperbaiki serta mempertahankan status kesehatan pasien.

f. Melaksanakan rentang perawatan antar rumah sakit dan masyarakat.

2) Manfaat discharge planning

a. Dapat memberikan kesempatan untuk memperkuat pengajaran kepada

pasien yang dimulai dari rumah sakit.

b. Dapat memberikan tindak lanjut yang sistematis yang digunakan untuk

menjamin kontinuitas perawatan pasien.

c. Mengevaluasi pengaruh dari intervensi yang terencana pada penyembuhan

pasien dan mengidentifikasikan kekambuhan atau kebutuhan perawatan

baru.

d. Membantu kemandirian pasien dalam kesiapan melakukan rumah.

36

Page 30: BAB 2 Menejemen

e. Menurunkan jumlah kekambuhan, penurunan kembali di rumah sakit, dan

kunjungan ke ruangan kedaruratan yang tidak perlu kecuali untuk beberapa

diagnosa.

f. Membantu klien untuk memahami kebutuhan setelah perawatan dan biaya

pengobatan.

g. Bahan pendokumentasian keperawatan.

3) Prinsip –prinsip discharge planning

Ketika melakukan discharge planning dari suatu lingkungan ke lingkungan

yang lain, ada beberapa prinsip yang harus diikuti/diperhatikan. Berikut ini

adalah beberapa prinsip yang dikemukakan oleh The Royal Marsden  Hospital

(2004), yaitu :

1. Discharge planning harus merupakan proses multidisiplin, dimana

sumber- sumber untuk mempertemukan kebutuhan pasien dengan

pelayanan kesehatan ditempatkan pada satu tempat. 

2. Prosedur discharge planning harus dilakukan secara konsisten

dengan kualitas tinggi pada semua pasien.

3. Kebutuhan pemberi asuhan (care giver) juga harus dikaji.

4. Pasien harus dipulangkan kepada suatu lingkungan yang aman dan

adekuat.

5. Keberlanjutan perawatan antar lingkungan harus merupakan hal

yang terutama.

6. Informasi tentang penyusunan pemulangan harus diinformasikan

antara tim kesehatan dengan pasien/care giver , dan kemampuan

37

Page 31: BAB 2 Menejemen

terakhir disediakan dalam bentuk tertulis tentang perawatan

berkelanjutan. 

7. Kebutuhan atas kepercayaan dan budaya pasien harus

dipertimbangkan ketika menyusun discharge planning . 

4) Hal–hal yang harus diketahui pasien sebelum pulang

a. Instruksi tentang penyakit yang diderita, pengobatan yang harus dijalankan

serta masalah-masalah atau komplikasi yang dapat terjadi.

b. Informasi tertulis tentang perawatan yang harus dijalankan.

c. Pengaturan diet khusus dan bertahap yang harus dijalankan.

d. Pendidikan kesehatan yang ditujukan kepada keluarga maupun pasien

sendiri dapat digunakan metode ceramah, demonstrasi dan lain-lain.

e. Jelaskan masalah yang timbul dan cara mengatasinya

f. Informasikan tentang nomor telepon layanan perawatan, dokter, dan

pelayanan keperawatan, serta kunjungan rumah apabila pasien memerlukan.

5) Mekanisme discharge planning

1. Pengkajian

Elemen penting dari pengkajian discharge planning adalah :

a. Data kesehatan

b. Data pribadi

c. Pemberi perawatan

d. Lingkungan

e. Keuangan dan pelayanan yang dapat mendukung

38

Page 32: BAB 2 Menejemen

2. Diagnosa

Diagnosa keperawatan didasarkan pada pengkajian discharge

planning,dikembangkan untuk mengetahui kebutuhan klien dan keluarga.

Yaitu mengetahui problem,etiologi (penyebab),support  sistem (hal yang

mendukung klien sehingga dilakukan discharge planning).

3. Perencanaan

Menurut Luverne dan Barbara (1988) Perencanaan pemulangan pasien

membutuhkan identifikasi kebutuhan klien.kelompok perawat berfokus

pada kebutuhan rencana pengajaran yang baik untuk persiapan pulang

klien,yang disingkat dengan METHOD yaitu :

a. Medication  (obat)

Pasien sebaiknya mengetahui obat yang harus dilanjutkan setelah pulang.

b. Environment  (lingkungan)

Lingkungan tempat klien akan pulang dari rumah sakit sebaiknya

aman.pasien juga sebaiknya memiliki fasilitas pelayanan yang

dibutuhkan untuk kelanjutan perawatannya.

c. Treatment (pengobatan)

Perawat harus memastikan bahwa pengobatan dapat berlanjut setelah

klien pulang, yang dilakukan oleh klien dan anggota keluarga.

39

Page 33: BAB 2 Menejemen

d. Healt Teaching (pengajaran kesehatan)

Klien yang akan pulang sebaiknya diberitahu bagaimana

mempertahankan kesehatan.termasuk tanda dan gejala yang

mengindikasikan kebutuhan perawatan kesehatan tambahan.

e. Diet

Klien sebaiknya diberitahu tentang pembatasan pada dietnya.ia sebaiknya

mampu memilih diet yang sesuai untuk dirinya.

4. Implementasi

Implementasi  dalam discharge planning adalah pelaksanaan rencana

pengajaran referral.seluruh pengajaran yang diberikan harus

didokumentsikan pada catatan perawat dan ringkasan pulang (discharge

summary).intruksi tertulis diberikan kepada klien.demontrasi ulang harus

menjadi memuaska.klien dan pemberi perawatan harus memiliki

keterbukaan dan melakukannya dengan alat yang digunakan dirumah.

5. Cara Mengukur Discharge planning 

Sebuah discharge planning dikatakan baik apabila pasien telah dipersiapkan

untuk pulang, pasien telah mendapatkan penjelasan-penjelasan yang

diperlukan, serta instruksi-instruksi yang harus dilakukan, serta apabila

pasien diantarkan pulang sampai ke mobil atau alat transportasi lainnya

(The Royal Marsden  Hospital, 2004). Kesuksesan tindakan discharge

planning menjamin pasien mampu melakukan tindakan perawatan lanjutan

yang aman dan realistis setelah meninggalkan rumah sakit (Hou, 2001

40

Page 34: BAB 2 Menejemen

dalam Perry & Potter, 2006). Hal ini dapat dilihat dari kesiapan pasien

untuk menghadapi pemulangan, yang diukur dengan kuesioner. 

6. Evaluasi

Evaluasi terhadap discharge planning adalah penting dalam membuat kerja

proses discharge planning.perencanaan dan penyerahan harus diteliti dengan

cermat untuk menjamin kualitas dan pelayanan yag sesuai. Keberhasilan

program rencana pemulangan tergantung pada enam variable :

a. Derajat penyakit

b. Hasil yang diharapkan dari perawatan

c. Durasi perawatan yang dibutuhkan

d. Jenis-jenis pelayanan yang diperlakukan

e. Komplikasi tambahan

f. Ketersediaan  sumber-sumber untuk mencapai pemulihan

6) Langkah-langkah dalam perencanaan pulang

a. Pra discharge planning :

Perawat primer mengidentifikasi pasien yang direncanakan untuk pulang.

a) Perawat primer melakukan identifikasi kebutuhan pasien yang akan

pulang

b) Perawat primer membuat perencanaan pasien pulang

c) Melakukan kontrak waktu dengan pasien dan keluarga

b. Tahap pelaksanaan discharge planning:

a) Menyiapkan pasien dan keluarga, peralatan, status, kartu dan lingkungan

41

Page 35: BAB 2 Menejemen

b) Perawat primer dibantu perawat pelaksana melakukan pemeriksaan fisik

sesuai kondisi pasien.

c) Perawat primer memberikan pendidikan kesehatan yang diperlukan

pasien dan keluarga untuk perawatan dirumah tentang: aturan diet, obat

yang harus diminum dirumah, aktivitas, yang harus dibawa pulang,

rencana kontrol, yang perlu dibawa saat control, prosedur kontrol,jadwal

pesan khusus.

d) Perawat primer memberikan kesempatan kepada pasien dan keluarga

untuk memcoba mendemonstrasikan pendidikan kesehatan yang telah

diajarkan

e) Perawat primer memberikan kesempatan kepada pasien dan keluarga

untuk bertanya bila belum mengerti.

c. Tahap post pelaksanaan discharge planing

a) Perawat primer melakukan evaluasi terhadap perencanaan pulang.

b) Perawat primer memberikan reinforcement atau reward kepada pasien

dan keluarga jika dapat melakukan dengan benar apa yang sudah

dilaksanakan.

42

Page 36: BAB 2 Menejemen

1. Alur Discharge Planning

43

Menyambut kedatangan pasien.Orientasi ruangan, jenis pasien, peraturan &

denah ruangan.Memperkenalkan pasien pada teman sekamar,

perawat, dokter & tenaga kesehatan yang lain.

Melakukan pengkajian keperawatan.

Pemeriksaan klinis & pemeriksaan penunjang yang lain.

Melakukan asuhan keperawatan.Penyuluhan kesehatan : penyakit,

perawatan, pengobatan, diet, aktivitas, kontrol.

Perencanaan pulang

Program HE :Pengobatan / controldokterKebutuhan nutrisiahli giziAktivitas& istirahatfisioterapisPerawatan di rumahperawat

Monitoring oleh petugas kesehatan & keluarga

Kontrol RS Homecare

Pasien selama dirawat

Pasien KRS

Pasien masuk RS

Penyelesaian administrasi

Lain - lain :Surat kontrolResepSisa obatFoto

Perawat Dokter Tim kesehatan

lain

Askes Pihak ketiga

umum

UPP

Kasir

Page 37: BAB 2 Menejemen

2.6 Supervisi

Supervisi adalah suatu tehnik pelayanan yang tujuan utamanya adalah

mempelajari dan memperbaiki secara bersama-sama (H. Burton, dalam Pier AS,

1997:20). Supervisi keperawatan adalah suatu proses pemberian sumber-sumber

yang dibutuhkan perawat untuk menyelesaikan tugas dalam rangka mencapai

tujuan.

2.6.1 Tujuan Supervisi

Memberikan bantuan kepada bawahan secara langsung sehingga

dengan bantuan tersebut bawahan akan memiliki bekal yang cukup untuk

dapat melaksanakan tugas atau pekerjaan dengan hasil yang baik (Suarli,

2009).

2.6.2 Prinsip Supervisi

1) Supervisi dilakukan sesuai dengan struktur organisasi.

2) Supervisi memerlukan pengetahuan dasar manajemen, keterampilan

hubungan antar manusia dan kemampuan menerapkan prinsip

manajemen dan kepemimpinan.

3) Fungsi supervisi diuraikan dengan jelas, terorganisir dan dinyatakan

melalui petunjuk, pengaturan, uraian tugas dan standar.

4) Supervisi merupakan proses kerja sama yang demokrasi antara

supervisor dan perawat pelaksana.

5) Supervisi merupakan visi, misi, falsafah, tujuan dan rencana yang

spesifik.

44

Page 38: BAB 2 Menejemen

6) Supervisi menciptakan lingkungan yang kondusif, komunikasi efektif,

kreatifitas dan motivasi.

7) Supervisi mempunyai tujuan yang berhasil dan berdaya guna dalam

pelayanan keperawatan yang memberi kepuasan klien, perawat dan

manajer.

2.6.3 Pelaksana Supervisi

1) Kepala ruangan

a) Bertanggungjawab dalam supervisi pelayanan keperawatan pada

klien di ruang perawatan.

b) Merupakan ujung tombak penentu tercapai atau tidaknya tujuan

pelayanan kesehatan di rumah sakit.

c) Mengawasi perawat pelaksana dalam melaksanakan praktek

keperawatan di ruang perawatan.

2) Pengawas perawatan

Bertanggung jawab dalam mensupervisi pelayanan pada Kepala

Ruangan yang ada di instalasinya.

3) Kepala seksi perawatan

Mengawasi instalasi dalam melaksanakan tugas secara langsung dan

seluruh perawat secara tidak langsung.

2.6.4 Macam – macam supervisi

Supervisi dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung,

penerapannya disesuaikan dengan situasi dan kondisi serta tujuan supervisi.

Supervisi Langsung :

45

Page 39: BAB 2 Menejemen

Supervisi dilakukan langsung pada kegiatan yang sedang

berlangsung. Cara supervisi ini ditujukan untuk bimbingan dan arahan

serta mencegah dan memperbaiki kesalahan yang terjadi.

             Cara supervisi terdiri dari :

1. Merencanakan

Seorang supervisor, sebelum melakukan supervisi harus membuat

perencanaan tentang apa yang akan disupervisi, siapa yang akan

disupervisi, bagaimana tekniknya, kapan waktunya dan alasan dilakukan

supervisi (Kron, 1987).Dalam membuat perencanaan diperlukan unsur-

unsur : Objektif / tujuan dari perencanaan, Uraian Kegiatan, Prosedur,

Target waktu pelaksanaan, penanggung jawab dan anggaran (Suarli,

2009).

2. Mengarahkan

Pengarahan yang dilakukan supervisor kepada staf meliputi

pengarahan tentang bagaimana kegiatan dapat dilaksanakan sehingga

tujuan organisasi dapat tercapai. Dalam memberikan pengarahan

diperlukan kemampuan komunikasi dari supervisor dan hubungan

kerjasama yang demokratis antara supervisor dan staf.

Cara pengarahan yang efektif adalah :

· Pengarahan harus lengkap

· Menggunakan kata-kata yang tepat

· Bebicara dengan jelas dan lambat

· Berikan arahan yang logis.

46

Page 40: BAB 2 Menejemen

· Hindari memberikan banyak arahan pada satu waktu.

· Pastikan bahwa arahan dipahami.

Yakinkan bahwa arahan supervisor dilaksanakan sehingga perlu

kegiatan tindak lanjut.

3. Membimbing

Agar staf dapat menyelesaikan pekerjaan dengan baik, maka dalam

melakukan suatu pekerjaan, staf perlu bimbingan dari seorang supervisor.

Supervisor harus memberikan bimbingan pada staf yang mengalami

kesulitan dalam menjalankan tugasnya, bimbingan harus diberikan dengan

terencana dan berkala. Staf dibimbing bagaimana cara untuk melakukan

dan menyelesaikan suatu pekerjaan. Bimbingan yang diberikan

diantaranya dapat berupa : pemberian penjelasan, pengarahan dan

pengajaran, bantuan, serta pemberian contoh langsung.

4. Memotivasi

Supervisor mempunyai peranan penting dalam memotivasi staf

untuk mencapai tujuan organisasi. Kegiatan yang perlu dilaksanakan

supervisor dalam memotivasi antara lain adalah (Nursalam, 2007).

· Mempunyai harapan yang jelas terhadap staf dan

mengkomunikasikan harapan tersebut kepada para staf.

· Memberikan dukungan positif pada staf untuk menyelesaikan

pekerjaan.

47

Page 41: BAB 2 Menejemen

· Memberikan kesempatan pada staf untuk menyelesaikan tugasnya

dan memberikan tantangan-tantangan yang akan memberikan

pengalaman yang bermakna.

· Memberikan kesempatan pada staf untuk mengambil keputusan

sesuai tugas limpah yang diberikan.

· Menciptakan situasi saling percaya dan kekeluargaan dengan staf.

· Menjadi role model bagi staf.

5. Mengobservasi (Nursalam, 2007)

Untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi staf dalam

melaksanakan tugasnya sehingga dapat menyelesaikan pekerjaan sesuai

dengan yang diharapkan, maka supervisor harus melakukan observasi

terhadap kemampuan dan perilaku staf dalam menyelesaikan pekerjaan

dan hasil pekerjaan yang dilakukan oleh staf.

6. Mengevaluasi

Evaluasi merupakan proses penilaian pencapaian tujuan, apabila

suatu pekerjaan sudah selesai dikerjakan oleh staf, maka diperlukan suatu

evaluasi upaya pelaksanaan dan membandingkan dengan rencana yang

telah disusun sebelumnya.

Evaluasi juga digunakan untuk menilai apakah pekerjaan tersebut

sudah dikerjakan sesuai dengan ketentuan untuk mencapai tujuan

organisasi. Evaluasi dapat dilakukan dengan cara menilai langsung

kegiatan, memantau kegiatan melalui objek kegiatan. Apabila suatu

48

Page 42: BAB 2 Menejemen

kegiatan sudah di evaluasi, maka diperlukan umpan balik terhadap

kegiatan tersebut.

Supervisi Tidak langsung

Supervisi dilakukan melalui laporan tertulis, seperti laporan pasien

dan catatan asuhan keperawatan dan dapat juga dilakukan dengan

menggunakan laporan lisan seperti saat timbang terima dan ronde

keperawatan. Pada supervisi tidak langsung dapat terjadi kesenjangan

fakta, karena supervisor tidak melihat langsung kejadian dilapangan. Oleh

karena itu agar masalah dapat diselesaikan , perlu klarifikasi dan umpan

balik dari supevisor dan staf.

49

Page 43: BAB 2 Menejemen

2.6.5 Alur Supervisi

Pra Supervisi

Supervisi

Pasca Supervisi

50

Ka. Bid Perawatan

Kasi Perawatan

Ka. Per IRNA

Ka RuMenetapkan kegiatan dan tujuan

serta instrumen / alat ukur

PP 1 PP 2Menilai kinerja Perawat

PA PA Fair Feed Back Follow Up

Kualitas Pelayanan Meningkat

Supervisi

Delegasi

Page 44: BAB 2 Menejemen

Keterangan : Kegiatan supervisi

Delegasi dan supervisi

2.6.6 Langkah-langkah Supervisi

1) Pra supervisi

a. Supervisor menetapkan kegiatan yang akan disupervisi.

b. Supervisor menetapkan tujuan

2) Supervisi

a.Supervisor menilai kinerja perawat berdasarkan alat ukur atau

instrumen yang telah disiapkan.

b. Supervisor mendapat beberapa hal yang memerlukan pembinaan.

c.Supervisor memanggil Perawat Primer dan Perawat Associate untuk

mengadakan pembinaan dan klarifikasi permasalahan.

d. Supervisor mengklarifikasi permasalahan yang ada.

e.Supervisor melakukan tanya jawab dengan Perawat Primer dan

Perawat Associate.

f. Supervisor memberikan masukan dan solusi pada Perawat Primer dan

Perawat Associate

g. Supervisor memberikan reinforcement pada Perawat Primer dan

Perawat Associate.

2.6.7 Peran supervisor dan fungsi supervisi keperawatan

Peran dan fungsi supervisor dalam supervisi adalah mempertahankan

keseimbangan pelayanan keperawatan dan manajemen sumber daya yang

tersedia.

51

Page 45: BAB 2 Menejemen

A. Manajemen pelayanan keperawatan.

Tanggungjawab supervisor adalah :

a. Menetapkan dan mempertahankan standar praktek keperawatan.

b. Menilai kualitas asuhan keperawatan dan pelayanan yang diberikan.

c. Mengembangkan peraturan dan prosedur yang mengatur pelayanan

keperawatan, kerjasama dengan tenaga kesehatan lain yang terkait.

B. Manajemen Anggaran

Manajemen keperawatan berperan aktif dalam membantu

perencanaan, dan pengembangan. Supervisor berperan dalam :

a. Membantu menilai rencana keseluruhan dikaitkan dengan dana

tahunan yang tersedia, mengembangkan tujuan unit yang dapat

dicapai sesuai tujuan RS.

b. Membantu mendapatkan informasi statistik untuk merencanakan

anggaran keperawatan.

c. Memberi justifikasi proyeksi anggaran unit yang dikelola.

Supervisi yang berhasil guna dan berdaya guna tidak dapat

terjadi begitu saja, tetapi memerlukan praktek dan evaluasi penampilan

agar dapat dijalankan dengan tepat. Kegagalan supervisi dapat

menimbulkan kesenjangan dalam pelayanan keperawatan.

2.6.8 Tehnik Supervisi

a. Proses supervisi keperawatan terdiri dari 3 elemen kelompok, yaitu:

1) Mengacu pada standar asuhan keperawatan.

52

Page 46: BAB 2 Menejemen

2) Fakta pelaksanaan praktek keperawatan sebagai pembanding untuk

menetapkan pencapaian.

3) Tindak lanjut dalam upaya memperbaiki dan mempertahankan

kualitas asuhan.

b. Area Supervisi.

1) Pengetahuan dan pengertian tentang klien.

2) Ketrampilan yang dilakukan disesuaikan dengan standar.

3) Sikap penghargaan terhadap pekerjaan misalnya kejujuran, empati.

c. Cara Supervisi

Supervisi dapat dilakukan melalui dua cara, Yaitu:

1. Langsung

Supervisi dilakukan secara langsung pada kegiatan yang

sedang berlangsung, dimana supervisor dapat terlibat dalam

kegiatan, feed back dan perbaikan. Adapun prosesnya adalah :

1) Perawat pelaksana melakukan secara mandiri suatu tindakan

keperawatan didampingi oleh supervisor.

2) Selama proses, supervisor dapat memberi dukungan,

reinforcement dan petunjuk.

3) Setelah selesai, supervisor dan perawat pelaksana melakukan

diskusi yang bertujuan untuk menguatkan yang telah sesuai dan

memperbaiki yang masih kurang. Reinforcement pada aspek

yang positif sangat penting dilakukan oleh supervisor.

53

Page 47: BAB 2 Menejemen

2. Supervisi secara tidak langsung

Supervisi dilakukan melalui laporan baik tertulis maupun lisan.

Supervisor tidak melihat langsung apa yang terjadi di lapangan

sehingga mungkin terjadi kesenjangan fakta. Umpan balik dapat

diberikan secara tertulis.

2.7 Dokumentasi

Dokumentasi merupakan catatan autentik dalam penerapan penerapan

manajemen asuhan keperawatan profesional. Perawat profesional diharapkan dapat

menghadapi tuntutan tanggung jawab dan tanggung gugat terhadap segala tindakan

yang dilaksanankan. Kesadaran masyarakat terhadap hukum semakin meningkat

sehingga dokumentasi yang lengkap dan jelas sangat dibutuhkan.

Komponen penting dalam pendokumentasian adalah komunikasi, proses

keperawatan dan standar asuhan keperawatan. Efektivitas dan efisien sangat

bermanfaat dalam mengumpulkan informasi yang relevan serta akan meningkatkan

kualitas dokumentasi keperawatan

1. Tujuan

a. Tujuan umum

Menerapkan sistem dokumentasi keperawatan dengan benar di ruang mina

rumah sakit Fatimah

b. Tujuan khusus

Mendokumentasikan asuhan keperawatan (pendekatan proses

keperawatan) :

54

Page 48: BAB 2 Menejemen

1) Mendokumentasikan pengkajian keperawatan

2) Mendokumentasikan diagnosis keperawatan

3) Mendokumentasikan perencanaan keperawatan

4) Mendokumentasikan pelaksanaan keperawatan

5) Mendokumentasikan evaluasi keperawatan

Mendokumentasikan pengelolaan logistic dan obat

1) Mendokumentasikan HE ( health sducation ) melalui kegiatan

perencanaan pulang

2) Mendokumentasikan timbang terima ( penggantian shift jaga)

3) Mendokumentasikan kegiatan supervisi

4) Mendokumentasikan kegiatan penyelesaian kasus melalui ronde

keperawatan

2. Manfaat

a. Sebagai alat komunikasi antarperawat dan dengan kesehatan lain

b. Sebagai dokumentasi legal dan mempunyai nilai hokum

c. Meningkatkan mutu pelayanan keperawatan

d. Sebagai referensi pembelajaran dalam peningkatan ilmu keperawatan

e. Mempunyai nilai riset penelitian dan pengembangan keperawatan

Pelaksanaan

Secara garis besar model pendokumentasian meliputi:

A. Pengkajian keperawatan

1. Pengumpulan data, kreteria – LARB; (a) lengkap; (2) akurat (3) relevan;

dan (4) baru

2. Pengelompokan data, kreteria:

55

Page 49: BAB 2 Menejemen

a. Data biologis: hasil dari (1) observasi tanda – tanda vital dan

pemeriksaan fisik melalui IPPA – inpeksi, perkusi, palpasi, auskultasi;

(2) pemeriksaan diagnostik/penunjang laboratorium dan foto

b. Data psikologis, sosial, dan sepiritual melalui wawancara dan observasi

c. Format pengkajian data awal menggunakan model ROS ( review of

system ) yang meliputi data demografi pasien, riwayat keperawatan,

observasi, dan pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan

penunjang/diagnostic

Keterangan lengkap seperti pada lampiran

B. Diagnosis keperawatan

Kreteria:

1. Status kesehatan di bandingkan dengan norma untuk menentukan

kesenjangan

2. Diagnosis keperawatan di hubungkan dengan penyebab kesenjangan dan

pemenuhan pasien

3. Diagniosis keperawatan dibuat sesuai dengan wewenang perawat

4. Komponen diagnosis terdiri atas P – E – S

C. Perencanaan

Komponen perencanaan keperawaatan terdiri atas :

1. Prioritas masalah

Kriteria :

a. Masalah yang mengancam kehidupan merupakan prioritasutama

56

Page 50: BAB 2 Menejemen

b. Masalah yang mengancam kesehatan seseorang merupakan prioritas

kedua.

c. Masalah yang memengaruhi perilaku merupakan prioritas ketiga.

2. Tujuan Asuhan Keperawatan memenuhi syarat SMART

Kriteria (NOC- Nursing Outcome Criteria) disesuaikan standart pencapaian.

a. Tujuan dirumuskan secara singkat

b. Disusun berdasarkan diagnosis keperawatan

c. Spesifik pada diagnosis keperawatan

d. Dapat diukur

e. Dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah

f. Adanya target waktu pencapaian

3. Rencana tindakan didasarkan pada NIC (Nursing Intervetion Clasification)

yang telah ditetapkan oleh instansi pelayanan setempat. Jenis rencana

tindakan keperawatan mengandung tiga komponen, meliputi DET tindakan

keperawatan:

1) Diagnosis / Observasi

2) Edukasi (HE)

3) Tindaskan-Independent, dependent, dan interdependent.

Kriteria:

a. Berdasarkan tujuan asuhan keperawatan

b. Merupakan alternatife tindakan secara tepat.

c. Melibatkan pasien/ keluarga

d. Mempertimbangkan latar belakang social budaya pasien/ keluarga.

57

Page 51: BAB 2 Menejemen

e. Mempertimbangkan kebijaksanaan dan peraturan yang berlaku

f. Menjamin rasa aman dan nyaman bagi pasien

g. Disusun dengan mempertimbangkan lingkungan, sumber daya, dan

fasilitas yang ada

h. Harus berupa kalimat instruksi, ringkas, tegas, dan penulisan

menggunakan bahasa yang mudah dimengerti

i. Menggunakan formulir yang baku

D. Intervensi/ implementasi keperawatan

Intervensi keperawatan adalah pelaksanaan rencana tindakan yang

ditentukan dengan maksud agar kebutuhan pasien terpenuhi secara optimal yang

mencakup aspek peningkatan, pemeliharaan, dan pemulihan kesehatan dengan

mengikutsertakan pasien dan keluarga.

Kriteria :

1. Dilaksanakan sesuai dengan rencana keperawatan

2. Mengamati keadaan bio-psiko-sosio spiritual pasien.

3. Menjelaskan setiap tindakan keperawatan kepada pasien / keluarga

4. Sesuai waktu yang telah ditentuakan.

5. Menggunaakan sumber daya yang ada.

6. Menunjukkan sikap sabar dan ramah dalam berinteraksi dengan pasien/

keluarga.

7. Mencuci tangan sebelum dan sesudah melaksanakan tindakan keperawatan.

8. Menerapkan prinsip-prinsip aseptis dan anti septis

9. Menerapkan etika keperawatan.

58

Page 52: BAB 2 Menejemen

10. Menerapkan prinsip aman, nyaman, ekonomis, privasi, dan mengutamakan

keselamatan pasien

11. Melaksanakan perbaikan tindakan berdasarkan respons pasien.

12. Merujuk dengan segera terhadap masalah yang mengancam keselamatan

pasien.

13. Mencatat semua tindakan yang telah dilaksanakan.

14. Merapikan pasien dan alat setiap selesai melakukan tindakan.

15. Melaksanakan tindakan keperawatan pada prosedur teknis yang telah

ditentukan.

Prosedur keperawatan umum maupun khusus dilaksanakan sesuai

dengan prosedur tetap yang telah disusun .

E. Evaluasi

Dilakukan secara periodic, sistematis, dan berencana untuk menilai

perkembangan pasien setelah tindakan keperawatan.

Kriteria :

1. Setiap tindakan keperawatan dilakukan evaluasi.

2. Evaluasi hasil menggunakan indicator perubahan fisioligis dan tingkah laku

pasien.

3. Hasil evaluasi segera dicatat dan dikomunikasikan untuk diambil tindakan

selanjutnya.

4. Evaluasi melibatkan klien dan tim kesehatan lain.

5. Evaluasi dilakukan dengan standart (tujuan yang ingin dicapai dan standart

praktik keperawatan).

59

Page 53: BAB 2 Menejemen

Komponen evaluasi, mencakup aspek : K-A-P-P ( Kognitif- Afektif-

Psikomotor- Perubahan Biologis) yang meliputi :

1. Kognitif (Pengetahuan klien tentang penyakit dan tindakan)

2. Afektif (Sikap) Klien terhadap tindakan yang dilakukan.

3. Psikomotor (Tindakan/ Perilaku) klien dalam upaya penyembuhan.

4. Perubahan biologis ( Tanda Vital, system, dan imuologis).

Keputusan dalam Evaluasi

Keputusan dalam evaluasi setelah dilakukannya tindakan meliputi :

1. Masalah teratasi

2. Masalah tidak teratasi, harus dilakukan pengkajian dan perencanaan

tindakan ulang.

3. Masalah teratasi sebagian, perlu modifikasi dari rencana tindakan.

4. Timbul masalah baru.

( Dikutip dari proposal kelompok 4 ).

60