ipk makalah.docx

Download IPK makalah.docx

If you can't read please download the document

Upload: izkar-mie-kare

Post on 07-Dec-2014

110 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Kompetensi Dasar:Mengerti tentang Hukum Anak Pungut (adopsi), Anak Angkat dan Anak Hasil Perbuatan Zina (pra-nikah) Indikator 10.1 Menjelaskan tentang Pengertian Anak Pungut (adopsi), Anak Angkat dan Anak Hasil Perbuatan Zina (Pra-Nikah) 10.2 Menjelaskan tentang Kedudukan Hukum Anak pungut (Adopsi) 10.3 Menjelaskan tentang Kedudukan Hukum Anak Angkat 10.4 Menjelaskan tentang Kedudukan Hukum Anak Hasil Perbuatan Zina 10.5 Menjelaskan tentang Konsekuwensi Logis dari Kedudukan Hukum Anak Pungut, Anak Angkat dan Anak Hasil Perbuatan Zina STATUS ANAK ANGKAT, ANAK PUNGUT DAN ANAK ZINABAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Mendidik anak pungut merupakan fardhu kifayah. Karena bila pengasuhan mereka jatuh kepada non-muslim, maka jalan menuju murtadin lebih besar dan umat Islam yang tidak mempedulikan mereka, sudah pasti akan dimintai pertanggungjawaban Allah s.w.t. Karena anak angkat atau anak pungut tidak dapat saling mewarisi dengan orang tua angkatnya, apabila orang tua angkat tidak mempunyai keluarga, maka yang dapat dilakukan bila ia berkeinginan memberikan harta kepada anak angkat adalah, dapat disalurkan dengan cara hibah ketika dia masih hidup, atau dengan jalan wasiat dalam batas sepertiga pusaka sebelum yang bersangkutan meninggal dunia. Semaraknya perzinaan membuahkan banyak permasalahan. Tidak hanya pada kedua pelakunya namun juga pada buah hasil perbuatan tersebut. Gelaran anak zina sudah cukup membuat sedih anak tersebut, apalagi kemudian muncul masalah lainnya, seperti nasab, warisan, perwalian dan masalah-masalah sosial lainnya yang tidak mungkin lepas darinya B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah: 1.Bagaimana kedudukan hukum anak pungut dalam Islam? 2.Bagaimana kedudukan hukum anak angkat dalam Islam? 3.Bagaimana kedudukan hukum anak zina dalam Islam? C.Tujuan Penulisan Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan dalam makalah ini adalah: 1.Bagaimana kedudukan hukum anak pungut dalam Islam. 2.Bagaimana kedudukan hukum anak angkat dalam Islam. 3.Bagaimana kedudukan hukum anak zina dalam Islam. BAB II STATUS ANAK ANGKAT, ANAK PUNGUTDAN ANAK ZINA A. Anak Angkat 1.Pengertian Anak Angkat Anak menurut Kamisa dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Modern adalah: Anak adalah keturunan kedua.[1] Pengertian ini memberikan gambaran bahwa anak tersebut adalah turunan dari ayah dan ibu sebagai turunan pertama. Jadi anak adalah merupakan suatu kondisi akibat adanya perkawinan antara kedua orang tuanya. Pasal 171 huruf h Kompilasi Hukum Islam menyebutkan bahwa Anak angkat adalah anak yang dalam hal pemeliharaan untuk hidupnya sehari-hari, biaya pendidikan dan sebagainya beralih tanggung jawabnya dari orang tua asal kepada orang tua angkatnya berdasarkan putusan pengadilan.[2]

[1]Kamisa, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Modern , (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), hal. 13. [2]Depag RI, Kompilasi Hukum Islam, (Jakarta: Depag RI, 2002), hal. 9. Kedudukan anak angkat yang sedemikian memberikan arti yang sangat penting dalam melanjutkan sebuah keluarga. Perhatian terhadap anak sudah lama ada sejalan dengan peradaban manusia itu sendiri, yang dari hari kehari semakin berkembang, bimbingan khusus agar dapat berkembang fisik, mental dan spiritualnya secara maksimal. Dari pengertian di atas, maka pengertian anak angkat adalah anak yang dalam pemeliharaannya untuk hidupnya dialihkan dari tanggungan orang tua asal kepada orang tua angkat. 2.Sumber HukumDasar hukum adanya anak angkat dalam Islam adalah SuratAl-Ahzab ayat 4 dan 5: E` EE_ +.- N_4 g}g)` -u-4lU~ O) gOgOE_ _4`4 EE_ N7E_4^eOg*^-- 4pN )_>O}gu+g` 7g-E_E`q _4`4 EE_747.41gNu1747.E4 _ 7gO77O~ 7g-4O^) W+.-4 NO4C E-E^-4O-4 Og;_4C O):OO-^j -ONNu1-)_j*.4E 4O- 7O=O^~ELgN *.- _ p) -W-EOUu> -47.4-47:+^4Ou=) O)g].- 7Og4O4`4 _"^14 :^OU4 /E4LN_.EOg >Cu= gO)}4 E` ;EOE>7+OU~ _ 4p~4 +.--4OOEN 1gOO ^)Artinya: Allah sekali-kali tidak menjadikan bagi seseorang dua buah hati dalam rongganya; dan dia tidak menjadikan istri-istrimu yang kamu zhihar[3] itu sebagai ibumu, dan dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri). yang demikian itu hanyalah perkataanmu dimulutmu saja. dan Allah mengatakan yang Sebenarnya dan dia menunjukkan jalan (yang benar). Panggilah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka; Itulah yang lebih adil pada sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, Maka (panggilah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu.[4] dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.[5] Berdasarkan ayat ini, maka dapat diambil pelajaran sebagai berikut: a. Adopsi dengan praktik dan tradisi di jaman Jahiliyyah yang memberi status kepada anak angkat sama dengan status anak kandung tidak dibenarkan (dilarang) dan tidak diakui oleh Islam. b.Hubungan anak angkat dengan orang tua angkat dan keluarganya tetap seperti sebelum diadopsi yang tidak mempengaruhi kemahraman dan kewarisan baik anak angkat itu diambil dari kerabat dekat maupun orang lain.[6] 3.Pandangan Ulama

[3]zhihar ialah perkataan seorang suami kepada istrinya: punggungmu Haram bagiku seperti punggung ibuku atau perkataan lain yang sama maksudnya. adalah menjadi adat kebiasaan bagi orang Arab Jahiliyah bahwa bila dia Berkata demikian kepada Istrinya Maka Istrinya itu haramnya baginya untuk selama-lamanya. tetapi setelah Islam datang, Maka yang Haram untuk selama-lamanya itu dihapuskan dan istri-istri itu kembali halal baginya dengan membayar kaffarat (denda). [4]Maula-maula ialah seorang hamba sahaya yang sudah dimerdekakan atau seorang yang Telah dijadikan anak angkat, seperti Salim anak angkat Huzaifah, dipanggil maula Huzaifah [5]Depag RI, Al-Quran dan Terjemahnya Perkata, (Jakarta: Syaamil Al-Quran, 2007), hal. 418. [6]Masjfuk Zuhdi, Masailul Fiqhiyah, (Jakarta: Haji Masagung, 1993), hal. 29. Hukum Islam menjelaskan pengangkatan anak dengan istilah tabanni, dan dijelaskan oleh Yusuf Qardhawi adopsi tersebut adalah pemalsuan atas realitas konkrit. Pemalsuan yang menjadikan seseorang yang sebenarnya orang lain bagi suatu keluarga, menjadi salah satu anggotanya. Ia bebas saja berduaan dengan kaum perempuannya, dengan anggapan bahwa mereka adalah mahramnya. Padahal secara hukum mereka adalah orang lain baginya. Isteri ayah angkatnya bukanlah ibunya, demikian pula dengan puteri, saudara perempuan, bibi, dan seterusnya. Mereka semua adalah ajnabi (orang lain) baginya. Dalam istilah yang sedikit kasar Yusuf Qardhawi menjelaskan anak angkat dengan anak aku-akuan.[7] Yusuf Qardhawi menguraikan secara singkat perihal pengangkatan anak menurut Islam. Pada masa jahiliyah, mengangkat anak telah menjadi trend bagi mereka, dan anak angkat bagi mereka tak beda dengan anak kandung, yang dapat mewarisi bila ayah angkat meninggal. Inilah yang diharamkan dalam Islam. Amir Syarifuddin menyatakan bahwa Hukum Islam tidak mengenal lembaga anak angkat atau dikenal dengan adopsi dalam arti terlepasnya anak angkat dari kekerabatan orang tua asalnya dan beralih ke dalam kekerabatan orang tua angkatnya. Islam mengakui bahkan menganjurkan mengangkat anak orang lain, dalam arti pemeliharaan. Sejalan dengan pendapat tersebut di atas, Ahmad Syarabasyi mengatakan bahwa Allah telah mengharamkan pengangkatan anak, yang dibangsakan atau dianggap bahwa anak tersebut sebagai anaknya sendiri yang berasal dari shulbinya atau dari ayah atau ibunya (padahal anak tersebut adalah anak orang lain). Hal ini juga berdasarkan pada QS. Al-Ahzab ayat 4-5 yang telah dikemukakan di atas.[8] Di samping pendapat di atas, ada semacam pengangkatan anak tetapi pada hakikatnya bukan pengangkatan anak yang diharamkan oleh Islam. Yaitu menemukan anak yatim atau mendapat di jalan, kemudian memeliharanya, mencukupi kebutuhannya, pendidikannya dan kebutuhan yang lain, namun tidak dinasabkan sebagai anaknya dan tidak pula diperlakukan padanya hukum-hukum anak seperti di atas. Anak yang dipungut ini disebut dengan ibnu sabil (anak jalan).[9] Dalam hal ini, Islam menganggap perbuatan ini sebagai perbuatan yang mulia,

[7]Ibid., hal. 28. [8]Ahmad Syarabasyi, Himpunan Fatwa, (Surabaya: Al-Ikhlas, TTh), hal. 321. [9]Syekh Muhammad Yusuf El-Qardlawi, Halal dan Haram dalam Pandangan Islam, (Jakarta: PT Bina Ilmu, TTh), hal. 53-54. dan akan mendapat pahala berupa syurga, seperti yang dikatan oleh Rasulullah SAW dalam haditsnya: . ) ( . [10] Artinya: Saya akan bersama orang yang menanggung anak yatim, seperti ini sambil ia menunjuk jari telunjuk dan jari tengah dan ia ranggangkan antara keduanya. (HR. Bukhari, Abu Daud dan Tirmidzi). Berdasarkan pendapat kedua ulama yang telah dikemukakan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa status anak angkat atau pada masa sekarang dikenal dengan istilah adopsi adalah tidak bisa disamakan dengan anak kandung, mengenai nasabnya. Sehingga dalam hal mawaris, ia tidak memiliki hak waris terhadap harta kedua orang tua angkatnya. Demikian pula mengenai mahram, ia berstatus sebagai orang lain, sehingga dia bukanlah mahram bagi anggota keluarga orang tua angkatnya.Akan tetapi, mengambil anak yatim kemudian memeliharanya dan mencukupi segala keperluannya, dan tidak menganggapnya anak, maka hal tersebut boleh dan nabi sendiri melakukannya serta akan mendapatkan pahala syurga. B. Anak Pungut 1.Pengertian Anak Pungut Anak pungut adalah anak yang hidupnya tersia-sia, tidak diakui dan dijamin oleh seseorang kemudian ia diambil oleh orang lain.[11] Laqiith ditinjau dari sisi bahasa artinya anak yang ditemukan terlantar di jalan, tidak diketahui siapa ayah dan bundanya. Demikian defenisi yang tercantum dalam kitab Al-Lisaan dan kitab Al-Mishbaah. Biasanya laqiith adalah anak yang dibuang oleh orang tuanya.[12]

[10]Ibid. [11]Anonim, Fiqih Mazhab Syafii, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2000), hal.173. [12]http://amaz95.wordpress.com/2010/05/13/anak-pungut/, diakses tanggal 1 April 2011. Ditinjau dari sisi istilah syari artinya adalah sebagai berikut: Menurut madzhab Hanafi, laqiith adalah sebutan untuk seorang bayi yang dibuang oleh keluarganya karena takut miskin atau untuk menghindari tuduhan telah berbuat aib. Menurut pendapat madzhab Syafii, laqiith adalah setiap bayi yang terlantar dan tidak ada yang menafkahinya. Menurut madzhab Hambali, laqiith adalah anak kecil yang belum mencapai usia mumayyiz (dewasa) yang tidak diketahui nasabnya dan terlantar, atau tersesat di jalan.[13] Untuk mengkompromikan semua pendapat ini, maka dapat disimpukan Laqiith adalah anak kecil yang belum mencapai usia mumayyiz yang tidak diketahui nasabnya yang tersesat di jalan atau dibuang oleh keluarganya karena takut miskin atau menghindari tuduhan jelek, atau karena alasan lainnya. 2.Sumber Hukum Dasar hukum yang mendasari adanya anak pungut adalah: a. QS. Al-Maidah ayat 32: ;}4`4 E-41;O .4^^E:41;O "EE4- 4OgE_ _;4 _^>47.E_ 4LUc+Oge4L) 4l^) O Ep)-LO g1E _u4g)` Eu4 gOO) ^O- ]O)O;O ^@gArtinya: Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, Maka seolah-olah dia Telah memelihara kehidupan manusia semuanya. dan Sesungguhnya Telah datang kepada mereka rasul-rasul kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, Kemudian banyak diantara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan dimuka bumi.[14]

[13]Abu Abdillah Ahmad bin Ahmad Al-Isawi, Ensiklopedi Anak, Penerjemah Ustadz Ali Nur, (Jakarta: Penerbit Darus-Sunnah,2004), hal. 468-470. [14]Depag RI, Al-Quran dan Terjemahnya Perkata, (Jakarta: Syaamil Al-Quran, 2007), hal.b.QS. Al-Maidah ayat 2: O W-O+^4E>4 O>4N)O^- O4O^--4 W4 W-O+^4E> O>4N^e"- p4;N^-4_ W-OE>-4 -.- W Ep)-.- CgE- g^-^gArtinya: Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.[15] c. Hadits Nabi SAW: . ) ( . Artinya: Saya akan bersama orang yang menanggung anak yatim, seperti ini sambil ia menunjuk jari telunjuk dan jari tengah dan ia ranggangkan antara keduanya. (HR. Bukhari, Abu Daud dan Tirmidzi).[16] 3.Pandangan Ulama tentang Status Anak Pungut Yusuf Qardhawi menyatakan, bahwa anak yang tersia-siakan dari orang tuanya lebih patut dinamakan Ibnu Sabil, yang dalam Islam dianjurkan untuk memeliharanya. Asy-Syarbashi mengatakan bahwa para fuqaha menetapkan, biaya hidup untuk anak pungut diambil dari baitul-mal muslimin. Hal ini sebagaimana dikatakan Umar ibn Khattab r.a. ketika ada seorang laki-laki yang memungut anak, pengurusannya berada di tanganmu, sedangkan kewajiban menafkahinya ada pada kami.[17]

[15]Ibid., hal. [16]http://madaniannida-kumpulanmakalahpai.blogspot.com/2011/01/status-anak-pungutanak-angkat-anak-zina.html, diakses tanggal 3 April 2011. [17]Ibid. Ummat Islam wajib mendirikan lembaga dan sarana yang menanggung pendidikan dan pengurusan anak yatim. Dalam kitab Ahkam al-Awlad fil Islam disebutkan bahwa Syariat Islam memuliakan anak pungut dan menghitungnya sebagai anak muslim, kecuali di negara non-muslim. Oleh karena itu, agar mereka sebagai generasi penerus Islam, keberadaan institusi yang mengkhususkan diri mengasuh dan mendidik anak pungut merupakan fardhu kifayah. Karena bila pengasuhan mereka jatuh kepada non-muslim, maka jalan menuju murtadin lebih besar dan ummat Islam yang tidak mempedulikan mereka, sudah pasti akan dimintai pertanggungjawaban Allah s.w.t. Karena anak angkat atau anak pungut tidak dapat saling mewarisi dengan orang tua angkatnya, apabila orang tua angkat tidak mempunyai keluarga, maka yang dapat dilakukan bila ia berkeinginan memberikan harta kepada anak angkat adalah, dapat disalurkan dengan cara hibah ketika dia masih hidup, atau dengan jalan wasiat dalam batas sepertiga pusaka sebelum yang bersangkutan meninggal dunia.[18] Ibnu Qudamah Rahimahullah berkata dalam kitabnya Al-Mughni (V/392), Memungut anak seperti ini hukumnya wajib, berdasarkan firman Allah Taala dalam surat Al-Maidah ayat 2. Karena dengan memungut anak tersebut berarti ia telah mcnyelamatkan jiwa seorang yang masih hidup dan ini hukumnya wajib. Seperti: dengan cara memberikan makanan dan menyelamatkan anak yang hanyut.[19] Berdasarkan uraian tentang pengertian, dasar hukum dan pendapat ulama tentang hukum anak pungut, maka dapat ambil kesimpulan bahwa memungut anak yang tersia-siakan merupakan hal yang Fardu Kifayah bagi umat Islam. Karena dengan memungut anak tersebut maka selain menyelamatkan jiwa juga memungkinkan menyelamatkan anak tersebut dari kemungkinan memeluk non muslim jika dipungut oleh umat non muslim. Dasar hukum yang digunakn sebagai dasar memungut anak yang tersia-siakan sudah sangat jelas baik dari nash Al-Quran maupun dari nash Hadits. Setelah anak tersebut dipungut maka status anak tersebut sama dengan anak angkat yaitu secara hukum mawaris tidak bisa menerima warisan dari keluarga yang memeliharanya, maka jika keluarga ingin memberikan bagian untuknya dengan jalan hibah

[18]Syekh Muhammad Yusuf El-Qardlawi, Op.Cit., hal. 53-54. [19]Al Muntaqa min Fatawa Fadhilatisy-Syaikh Shalih bin Fauzan, Hukum Mengadopsi Anak, Majalah As-Sunnah Edisi 04/TAHUN XI/1428H/2007M. semasa masih hidup atau wasiat dengan jatah maksimal sepertiga dari seluruh harta orang tua pungutnya. Demikian pula mengenai mahram, ia berstatus sebagai orang lain, sehingga dia bukanlah mahram bagi anggota keluarga orang tua pungutnya. Selama anak pungut tersebut tidak menyusu dengan ibu pungutnya maka saudara dari keluarga pungut berhak untuk menikahinya. C.Anak Zina 1.Pengertian Anak Zina Zina menurut Al-Jurnani adalah: Memasukkan penis (zakar:Arab) ke dalam vagina (farj:Arab) bukan miliknya (bukan istrinya) dan tidak ada unsur syubhat (kekeliruan/keserupaan).[20] Dari definisi di atas, maka dapat disimpulkan perbuatan dapat dikatakan zina jika: a. Adanya persetubuhan antara dua orang yang berbeda jenis kelaminnya. b.Tidak adanya keserupaan atau kekeliruan dalam perbuatan tersebut. Dengan unsur pertama, maka jika ada dua orang yang berbeda jenis kelamin bary bermesraan seperti berciuman atau berpelukan belum dikatakan berzina yang dijatuhi hukum dera atau pun rajam. Tetapi mereka bisa dihukumi tazir dengan tujuan mendidik.[21] Anak zina adalah anak yang lahir dari hasil hubungan tanpa pernikahan, biasa disebut dengan anak tidak sah.[22] Dengan demikian yang dimaksud dengan anak zina adalah anak yang terlahir dari rahim seorang wanita akibat dari bertemunya dua jenis kelamin antara laki-laki dan wanita tanpa adanya hukum yang sah dan dilakukan dengan tanpa kekeliruan atau kesalahan. Dengan demikian status anak zina bernasab kepada pihak ibu bukan bapak yang menyebabkan wanita itu hamil.2.Sumber Hukum

[20]Masjfuk Zuhdi, Op.Cit., hal. 33. [21]Sayid Sabiq, Fiqh Sunnah, (Libanon: Darl Fikar, 1981), hal. 369. [22]Imah Tahido Yanggo, Masailul Fiqhiyah, (Bandung: Angkasa, 2005), hal. 178. Kriteria minimal anak tersebut dapat dinilai anak zina berdasarkan ayat Al-Quran yaitu QS. Al-Ahqaaf ayat 15:4L^1O44 =}=Oee"-gOuCEg4O) L=O;O) W+OuU4EO +OG`q 6- 7+Ou-E=44 6- 7 W+OUuEO4 +OU=g44pO1U - gE _ -/EEO-O) EuU4 +O7-EuU44 =}1g4OLO4LEc 4~ p4O/j_;N)eu up 4 7;-El4Eug^ /--=e;Eu^ O>4N _O>4N4OO4).4 up4 4w)U= +O= >;E)U;4 Oj O) /-CjOO W O)E+) e:>El^O) O)E+)4 =}g`4-gjO^- ^)Artinya: Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia Telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa: "Ya Tuhanku, tunjukilah Aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang Telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya Aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya Aku bertaubat kepada Engkau dan Sesungguhnya Aku termasuk orang-orang yang berserah diri".[23] Batas ibu menyapih anaknya terdapat pada QS. Luqman ayat 14 yaitu:

[23]Depag RI, Op.Cit, hal. 4L^1O44 =}=Oee"-gOuCEg4O) +OuU4EO+OG`q Lu-4 _O>4N}u-4 +OU=g4 O)u-4`~4 p :;-- OjEluCEg4O)4 O)+O E^-Artinya: Dan kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya Telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, Hanya kepada-Kulah kembalimu.[24] Dari ayat ini dapat dilihat dengan jelas bahwa lama ibu mengandung dan menyusui anaknya adalah 30 bulan atau 2,5 tahun, ini berarti lama meyusui yang syariatkan oleh Islam adalah 2 tahun maka bayi yang lahir setelah setengah tahun atau 6 bulan setelah menikah tidak dapat dikatakan anak zina, namun jika lahir sebelum umur menikah 6 bulan maka anak tersebut dapat dikatakan dengan anak zina atau anak di luar nikah. Dengan demikian bagi anak yang lahir secara tidak sah tersebut terlepas semua hubungan secara hakiki terhadap jalur ayahnya termasuk kepada warisan. Meskipun anak terstatus anak zina namun menjadi sebuah kewajiban bagi seluruh muslim untuk menjaga dan tidak menjelek-jelekkan atau menghina anak tersebut karena pada dasarnya yang bersalah adalah kedua orang tuanya bukan dia. Sebagamana Hadits nabi SAW: Artinya: Semua anak dilahirkan atas kesucian/kebersihan (dari dosa dan noda) dan semuanya beragama Islam (tauhid), sehingga ia jelas bicaranya. Maka kedua orangtuanyalah yang menyebabkan anaknya menjadi Yahudi, Nasrani atau Majusi. (HR. Abu Yala, Al-Thabarani dan Baihaqi dari Al-Aswad bin Sari).[25]

[24]Ibid. [25]Masjfuk Zuhdi, Op.Cit., hal. 38. Oleh karena itu, meskipun status anak tersebut adalah anak zina maka harus dididik secara Islami agar tidak terjerumus dalam lubang yang salah dalam hidupnya. 3.Pandangan Ulama mengenai Status Anak Zina Menurut ulama, ada dua akibat nyata yang diterma oleh anak zina dikarenakan perbuatan salah orang tuanya, yaitu:a. Hilangnya martabat Muhrim dalam keluarga. Jika anak haram tersebut adalah perempuan, maka antara bapak (pemilik sperma) dengan anak itu dibolehkan menikah. Hal ini menurut pandangan imam malik dan Imam Syafii yaitu diperbolehkan bagi seseorang mengawini putrinya (anak zina), saudara perempuannya, cucu perempuannya, keponakan perempuannaya yang semuanya dari hasil zina.[26] Mazhab Syiah Imamiyah, Hanafiah dan Hambaliah menyatakan haram menikahi anak hasil zinanya dengan alasan meskipun anak tersebut hasil zina namun tetap dianggap sebagai anak menurut pengertian bahasa dan adat/tradisi. Karena itu haram hukumnya menikahinya.[27] Pendapat ini merupakan pendapat yang berdasarkan alasan akal manusiawi karena melihat secara zhahir bahwa anak tersebut merupakan hasil dari perbuatannya dan secara biologis dia merupakan darah dagingnya sendiri. Menurut mereka bertiga, keharaman tersebut hanya dilihat secara tradisi saja namun secara syara yang shahih maka mereka juga membolehkan pernikahan tersebut. Secara hak perwalian ketika menikah maka jumhur ulama sepakat bahwa orang tua secara biologis tersebut tidak memiliki hak untuk menikahkan anaknya kelak ketika anaknya menikah nanti. b.Hilangnya hak waris dalam keluarga Hukum Islam tidak menetapkan hubungan kewarisan terhadap anak zina kepada bapaknya. Itu karena tidak mempunyai hubungan kekerabatan dengannya. Sedangkan hubungan kekerabatan tersebut timbul karena adanya ikatan nikah, sehingga anak di luar nikah tidak dapat dijadikan hubungan kekerbatan untuk mendapatkan warisan.

[26]Ibid., hal. 179. [27]Ibid. Menurut Ahlul-Sunnah dan Mazhab Hanafiah menyebutkan anak zina memiliki hubungan kewarisan dengan ibu dan kerabatnya. Dengan demikian, ia hanya dapat mewarisi dari pihak ibu saja. Sedangkan golongan Syiah menganggap bahwa anak zina tidak mempunyai hak waris baik dari pihak laki-laki maupun perempuan karena warisan merupakan suatu nikmat bagi ahli waris sedangkan zina merupakan suatu kemaksiatan sehingga kenikmatan atau anugerah tidak dapat dicampurkan dengan kemaksiatan.[28] Sebagian ulama (SyafiI, Hambali, Syiah) berpendapat bahwa akad nikah itu merupakan sebab utama terjadinya nasab antara seseorang dengan orang tuanya. Oleh karena itu jika anak terlahir sebelum usia pernikahan enam bulan maka anak tersebut merupakan anak di luar nikah. Maka salah satu jalan dari seorang bapak yang dia merasa bertanggung jawab dengan anaknya untuk memberikan hartanya tidak bisa lewat warisan tetapi bisa melalui hibah semasa dia masih hidup atau dengan jalan wasiat asalkan tidak melebihi sepertiga dari jumlah hartanya. Dari berbagai uraian tentang anak zina di atas, maka anak hasil zina merupakan anak yang terlahir dari rahim seorang wanita tanpa adanya hubungan suami istri yang sah. Karena hal tersebut, maka bagi anak tersebut terlepas sebuah kewajiiban dari seorang bapak kepadanya yang meliputi: c. Hilangnya hak waris. d.Hilangnya nasab kepadanya. e. Diperbolehkannya anak hasil zina dinikahi oleh bapaknya secara biologis karena secara syariat tidak memiliki hubungan apapun.

[28]Ibid., hal. 180. BAB III PENUTUP A.Kesimpulan Terdapat persamaan yang dapat diambil antara anak angkat, anak pungut dan anak zina yaitu ketiganya tidak dapat dianggap sebagai anaknya sendiri meskipun penganggapan tersebut didasari oleh rasa sayang yang sepenuhnya. Persamaan yang lain adalah ketiga jenis anak ini tidak memiliki hak warisan dari keluarga yang memeliharanya dan dapat diberikan untuk mereka adalah hibah dan wasiat. Perbedaan antara ketiganya adalah anak angkat merupakan anak yang dengan sengaja dipelihara bukan dikarenakan oleh menemukan atau memungutnya tetapi memang sengaja memeliharanya. Sedangkan anak pungut adalah anak yang dipelihara karena anak tersebut sudah disia-siakan dengan tujuan agar anak tersebut terselamatkan baik secara jiwa maupun secara agamanya. Sedangkan anak zina merupakan anak yang secara lahiriah atau biologis merupakan anaknya namun secara syara merupakan orang lain tidak memiliki nasab kepadanya.B. SaranMeskipun ketiga anak tersebut memiliki kondisi yang berbeda-beda dalam pandangan agama, namun sebagai umat Islam maka sebuah kewajiban untuk berbuat baik kepada mereka dan membimbingnya kepada jalan Allah. DAFTAR PUSTAKA Abu Abdillah Ahmad bin Ahmad Al-Isawi, (2004), Ensiklopedi Anak, Penerjemah Ustadz Ali Nur, Jakarta: Penerbit Darus-Sunnah. Ahmad Syarabasyi, (T.Th), Himpunan Fatwa, Surabaya: Al-Ikhlas. Al Muntaqa min Fatawa Fadhilatisy-Syaikh Shalih bin Fauzan, Hukum Mengadopsi Anak, Majalah As-Sunnah Edisi 04/TAHUN XI/1428H/2007M. Depag RI, (2002), Kompilasi Hukum Islam, Jakarta: Depag RI. Depag RI, (2007),Al-Quran dan Terjemahnya Perkata, Jakarta: Syaamil Al-Quran. http://amaz95.wordpress.com/2010/05/13/anak-pungut/, diakses tanggal 1 April 2011. http://madaniannida-kumpulanmakalahpai.blogspot.com/2011/01/status-anak-pungutanak-angkat-anak-zina.html, diakses tanggal 3 April 2011. Imah Tahido Yanggo, (2005), Masailul Fiqhiyah, Bandung: Angkasa. Kamisa, (2005), Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Modern , Jakarta: Balai Pustaka. Masjfuk Zuhdi, (1993), Masailul Fiqhiyah, Jakarta: Haji Masagung. Syekh Muhammad Yusuf El-Qardlawi, (t.Th), Halal dan Haram dalam Pandangan Islam, Jakarta: PT Bina Ilmu. Sayid Sabiq, (1981), Fiqh Sunnah, Libanon: Darl Fikar. Baik buruknya anak, akan menjadi apa mereka, tergantung bagaimana orang tua, bangsa maupun agama mendidik mereka. Dalam Islam, anak diibaratkan kertas putih, suci sejak lahir, dan oleh karenanya mau beragama apa, menjadi apa dan bagaimana masa depannya, tergantung bagaimana cara mewarnai mereka. Dalam hadits riwayat Buchari Muslim dikatakan bahwa anak-anak lahir dalam keadaan suci, ibu bapaknyalah yang menjadikan dia Yahudi, Nasrani atau Majusi. Adopsi menurut Hukum Positif Indonesia Secara legal, adopsi atau pengangkatan anak dikuatkan berdasarkan keputusan Pengadilan Negeri. Adopsi secara legal mempunyai akibat hukum yang luas, antara lain menyangkut perwalian dan pewarisan. Sejak putusan ditetapkan pengadilan, maka orang tua angkat menjadi wali bagi anak angkat, dan sejak saat itu, segala hak dan kewajiban orang tua kandung beralih kepada orang tua angkat. Kecuali bagi anak angkat perempuan yang beragama Islam, bila dia akan menikah, maka yang menjadi wali nikah hanyalah orang tua kandung atau saudara sedarah. Adopsi juga dapat dilakukan secara illegal, artinya adopsi yang dilakukan hanya berdasarkan kesepakatan antar pihak orang tua yang mengangkat dengan orang tua kandung anak yag diangkat. Adopsi secara illegal inilah yang disinyalir sebagai celah untuk kasus jual beli anak (trafficking). Dalam Staatblaat 1917 No. 129, akibat hukum dari pengangkatan anak adalah anak tersebut secara hukum memperoleh nama dari bapak angkat, dijadikan anak yang dilahirkan anak perkawinan orang tua angkat. Akibatnya adalah dengan pengangkatan tersebut, si anak terputus hubungan perdata yang berpangkal pada keturunan karena kelahiran, Oleh karena itu, secara otomatis, hak dan kewajiban seorang anak angkat sama dengan anak kandung harus merawat dan menghormati orang tua, layaknya orang tua kandung, dan anak angkat berhak mendapatkan hak yang sama dengan anak kandung orang tua angkat (Roediono, SH). Status Anak Angkat dalam Islam Yusuf Qardhawi, ulama kelahiran Mesir tahun 1926 yang sejak tahun 1961 tinggal Doha Qatar, dalam bukunya Halal dan Haram dalam Islam, menguraikan secara singkat perihal pengangkatan anak menurut Islam. Pada masa jahiliyah, mengangkat anak telah menjadi trend bagi mereka, dan anak angkat bagi mereka tak beda dengan anak kandung, yang dapat mewarisi bila ayah angkat meninggal. Inilah yang diharamkan.dalam Islam. Prof. Dr. Amir Syarifuddin dalam bukunya Hukum Kewarisan Islam menyatakan bahwa Hukum Islam tidak mengenal lembaga anak angkat atau dikenal dengan adopsi dalam arti terlepasnya anak angkat dari kekerabatan orang tua asalnya dan beralih ke dalam keekrabatan orang tua angkatnya. Islam mengakui bahkan menganjurkan mengangkat anak orang lain, dalam arti pemeliharaan. Allah s.w.t. akhirnya menghapus budaya jahiliyah tersebut dengan menurunkan surat Al-Ahzab ayat 4 dan 5: Allah tidak menjadikan anak-anak angkatmu itu sebagai anak-anakmu sendiri, yang demikian itu adalah omongan-omonganmu dengan mulut-mulutmu, sedang Allah berkata dengan benar dan Dia-lah yang menunjukkan ke jalan yang lurus. Panggillah mereka (anak-anak) itu dengan bapak-bapak mereka, sebab dia itu lebih lurus di sisi Allah. Jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, maka mereka itu adalah saudaramu seagama dan kawan-kawanmu. Dengan turunnya ayat tersebut, maka Islam telah menghapus seluruh pengaruh yang ditimbulkan oleh aturan jahiliyah, misalnya tentang warisan dan dilarangnya kawin dengan bekas isteri anak angkat. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat Al-Anfal ayat 75 yang berbunyi: Keluarga sebagian mereka lebih berhak terhadap sebagian menurut Kitabullah, dan surat An-Nisa ayat 24 yang berbunyi: Dan bekas isteri-isteri anakmu yang berasal dari tulang rusukmu sendiri. Secara panjang lebar Allah s.w.t. menjelaskan tentang halalnya mengawini bekas isteri anak angkat, yaitu ketika Rasulullah s.a.w. ragu dan takut bertemu dengan orang banyak ketika akan mengawini Zainab binti Jahsy, karena Zainab adalah mantan isteri Zaid bin Haritsah, atau dikenal dengan Zaid bin Muhammad. Hal ini sebagaimana difirmakan-Nya dalam surat Al-Ahzab ayat 37 40. Pendapat Yusuf Qardhawi tersebut, diamini oleh Ahmad Asy-Syarbashi, sebagaimana dinyatakan beliau dalam bukunya Yasalunaka, maka haramnya mengangkat anak adalah, apabila nasabnya dinisbatkan kepada diri orang tua yang mengangkatnya. Sedangkan mengangkat anak, apalagi anak yatim, yang tujuannya adalah untuk diasuh dan dididik tanpa menasabkan pada dirinya, maka cara tersebut sangat dipuji oleh Allah s.w.t. Hal ini sebagaimana dikatakan sendiri oleh Rasulullah s.a.w. dalam hadits riwayat Bukhari, Abu Daud dan Turmudzi: Saya akan bersama orang yang menanggung anak yatim, seperti ini, sambil beliau menunjuk jari telunjuk dari jari tengah dan ia renggangkan antara keduanya. Laqith atau anak yang dipungut di jalanan, sama dengan anak yatim, namun Yusuf Qardhawi menyatakan, bahwa anak seperti ini lebih patut dinamakan Ibnu Sabil, yang dalam Islam dianjurkan untuk memeliharanya. Asy-Syarbashi mengatakan bahwa para fuqaha menetapkan, biaya hidup untuk anak pungut diambil dari baitul-mal muslimin. Hal ini sebagaimana dikatakan Umar ibn Khattab r.a. ketika ada seorang laki-laki yang memungut anak, pengurusannya berada di tanganmu, sedangkan kewajiban menafkahinya ada pada kami. Ummat Islam wajib mendirikan lembaga dan sarana yang menanggung pendidikan dan pengurusan anak yatim. Dalam kitab Ahkam al-Awlad fil Islam disebutkan bahwa Syariat Islam memuliakan anak pungut dan menghitungnya sebagai anak muslim, kecuali di negara non-muslim. Oleh karena itu, agar mereka sebagai generasi penerus Islam, keberadaan institusi yang mengkhususkan diri mengasuh dan mendidik anak pungut merupakan fardhu kifayah. Karena bila pengasuhan mereka jatuh kepada non-muslim, maka jalan menuju murtadin lebih besar dan ummat Islam yang tidak mempedulikan mereka, sudah pasti akan dimintai pertanggungjawaban Allah s.w.t. Karena anak angkat atau anak pungut tidak dapat saling mewarisi dengan orang tua angkatnya, apabila orang tua angkat tidak mempunyai keluarga, maka yang dapat dilakukan bila ia berkeinginan memberikan harta kepada anak angkat adalah, dapat disalurkan dengan cara hibah ketika dia masih hidup, atau dengan jalan wasiat dalam batas sepertiga pusaka sebelum yang bersangkutan meninggal dunia. Berkaitan dengan banyaknya anak yatim/yatim piatu di Aceh, maka usaha pemerintah dan lembaga-lembaga Islam untuk mendirikan suatu lembaga yang akan mendidik mereka secara simultan, merupakan amalan yang sangat dipuji, dan sejalan dengan perintah Allah s.w.t. Karena bila mereka jatuh ke pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab, baik karena ada niat diperjualbelikan (trafficking) atau dididik tidak sesuai dengan Islam (menjadi murtadin), maka ummat Islam di Indonesia akan mengalami kerugian yang luar biasa. anak pungut, anak angkat, anak zinah, anak hasil inseminasi dan bayi tabung 1.Anak Pungut (Laqiith) Laqiith ditinjau dari sisi bahasa artinya anak yang ditemukan terlantar di jalan, tidak diketahui siapa ayahdanbundanya.DemikiandefenisiyangtercantumdalamkitabAl-LisaandankitabAl-Mishbaah. Biasanya laqiith adalah anak yang dibuang oleh orang tuanya. Ditinjau dari sisi istilah syari artinya adalah sebagai berikut: 1. Menurut madzhab Hanafi,laqiith adalah sebutan untuk seorang bayi yang dibuang oleh keluarganya karena takut miskin atau untuk menghindari tuduhan telah berbuat aib. 2.MenurutpendapatmadzhabSyafii,laqiithadalahsetiapbayiyangterlantardantidakadayang menafkahinya. 3. Menurutmadzhab Hambali,laqiith adalah anak kecil yang belum mencapai usiamumayyiz (dewasa) yang tidak diketahui nasabnya dan terlantar, atau tersesat di jalan. Untuk mengkompromikan semua pendapat ini, kami katakan: Laqiithadalahanakkecilyangbelummencapaiusiamumayyizyangtidakdiketahuinasabnyayang tersesatdijalanataudibuangolehkeluarganyakarenatakutmiskinataumenghindarituduhanjelek, atau karena alasan lainnya. Soal: Apa hukumnya memungut anak seperti ini? Jawab: Mayoritas fugaha Maliki, asy-Syafii dan Hambali berpendapat bahwa memungut anak seperti ini hukumnyafardhukifayah. Kecualijikadikhawatirkan sianakakan meninggalmakahukumnyaberuhah nenjadi fardhu ain. As-SarakhsiRahirnahullahberkata,Orangyangtelahmenelantarkannyaberdosadanorangyang memungutnyamemperolehpahalakarenaiatelahmenyelamatkankehidupanseseorangyangjiwanya sedang terancam dan itu artinya ia telah menghidupkan seseorang karena telah menepis semua sebab yang membuatnya binasa. Allah Taala berfirman: Artinya:OlehkarenaituKamitetapkan(suatuhukum)bagiBaniIsrael,bahwa:barangsiapayang membunuhseorangmanusia,bukankarenaorangitu(membunuh)oranglain,ataubukankarena membuatkerusakandimukabumi,makaseakan-akandiatelahmembunuhmanusiaseluruhnya.Dan barangsiapayangmemeliharakehidupanseorangmanusia,makaseolah-olahdiatelahmemelihara kehidupan manusia semuanya. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka rasul-rasul Kami dengan (membawa)keterangan-keteranganyangjelas,kemudianbanyakdiantaramerekasesudahitu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan di muka bumi. (QS. A1-Maaidah :32) AbuMuhammadbinHazmRahimahullah(1384)berkata,Apabiladitemukanseoranganakyang terbuangmakabagiyanghadirditempattersebutwajibuntukmerawatnyaberdasarkanfirmanAllah Taala: Dantolong-menolonglahkamudalam(mengerjakan)kebajikandantakwa,danjangantolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran (QS. A1-Maaidah :2) Tidak ada dosa yang terbesar selain dosa menelantarkan anak tak berdosa yang lahir dalam agama Islam hinggaakhirnyaiameninggalduniakarenalapar,ataukedinginan,ataukarenadimakananjing.Tidak diragukanlagibahwadosapelakunyasamasepertidosapembunuhanyangdilakukandengansengaja. Dalam sebuah hadits shahih Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda: Orang yang tidak menyayangi manusia, pasti tidak akan disayangi. IbnuQudamahRahimahullahberkatadalamkitabnyaAl-Mughni(V/392),Memungutanaksepertiini hukumnya wajib, berdasarkan firman Allah Taala: Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, (QS. Al-Maaidah :2) Karena dengan memungut anak tersebut berarti ia telah menyelamatkan jiwa seorang yang masih hidup daninihukumnyawajib.Seperti:dengancaramemberikanmakanandanmenyelamatkananakyang hanyut.Sumber:EnsiklopediAnak,AbuAbdillahAhmadbinAhmadAl-Isawi,PenerjemahUstadzAliNur, Penerbit Darus-Sunnah, hal. 468-470. DiDalam KitabSunanAl-BaihaqiBabMemungutAnakyangTerbuangDanTidakbolehMembiarkan Anak Yang Terbuang. Kemudian ia menyebutkan hadits Ibnu Umar Radhiyallahu Anhuma dengan sanad yang marfu. Anakpungut(Laqiith)tidakmendapatkanhakwarisdarikeluargayangmemungutnyakarena nasabnya yang tidak jelas, kecuali : Ada suratpernyataan perdata(wasiat)dari si pemungutbahwaanak yang di pungutnyamendapatkan hak waris. Itu pun tidak lebih dari 3%. 2.Anak angkat (Adopsi) a.Pihak yang dapat mengajukan adopsi Pasangan suami istri KetentuanmengenaiadopsianakbagipasangansuamiistridiaturdalamSEMANo.6tahun1983 tentangpenyempurnaanSuratEdaranNomor2tahun1979tentangpemeriksaanpermohonan pengesahan/pengangkatananak.SelainituKeputusanMenteriSosialRINo.41/HUK/KEP/VII/1984 tentangPetunjukPelaksanaanPerizinanPengangkatanAnakjugamenegaskanbahwasyaratuntuk mendapatkanizinadalahcalonorangtuaangkatberstatuskawindanpadasaatmengajukan permohonanpengangkatananak,sekurang-kurangnyasudahkawinlimatahun.KeputusanMenteriini berlaku bagi calon anak angkat yang berada dalam asuhan organisasi sosial. Orang tua tunggal i.Staatblaad 1917 No. 129 Staatblaadinimengaturtentangpengangkatananakbagiorang-orangTionghoayangselain memungkinkanpengangkatananakolehAndayangterikatperkawinan,jugabagiyangpernahterikat perkawinan(dudaataujanda).Namunbagijandayangsuaminyatelahmeninggaldansangsuami meninggalkanwasiatyangisinyatidakmenghendakipengangkatananak,makajandatersebuttidak dapat melakukannya. PengangkatananakmenurutStaatblaadinihanyadimungkinkanuntukanaklaki-lakidanhanyadapat dilakukandenganAkteNotaris.NamunYurisprudensi(PutusanPengadilanNegeriIstimewaJakarta) tertanggal 29 Mei 1963, telah membolehkan mengangkat anak perempuan.ii.Surat Edaran Mahkamah Agung No. 6 tahun 1983 SuratEdaranMahkamahAgungNo.6tahun1983inimengaturtentangpengangkatananakantar Warga Negara Indonesia (WNI). Isinya selain menetapkan pengangkatan yang langsung dilakukan antara orangtuakandungdanorangtuaangkat(privateadoption),jugatentangpengangkatananakyang dapatdilakukanolehseorangwarganegaraIndonesiayangtidakterikatdalamperkawinanyang sah/belummenikah(singleparentadoption).Jadi,jikaAndabelummenikahatauAndamemutuskan untuk tidak menikah dan Anda ingin mengadopsi anak, ketentuan ini sangat memungkinkan Anda untuk melakukannya. b.Tata Cara Mengadopsi SuratEdaranMahkamahAgungRINo.6/83yangmengaturtentangcaramengadopsianak menyatakanbahwauntukmengadopsianakharusterlebihdahulumengajukanpermohonan pengesahan/pengangkatan kepada Pengadilan Negeri di tempat anak yang akan diangkat itu berada.Bentukpermohonanitubisasecaralisanatautertulis,dandiajukankePengadilanNegeri. Permohonandiajukandanditandatanganiolehpemohonsendiriataukuasanya,dengandibubuhi materai secukupnya dan dialamatkan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat tinggal/domisili anak yang akan diangkat. c. Isi Permohonan AdapunisiPermohonanyangdapatdiajukanadalah: -motivasimengangkatanak,yangsemata-mataberkaitanataudemimasadepananak-tersebut.- penggambaran kemungkinan kehidupan anak tersebut di masa yang akan datang. Untukitudalamsetiapprosespemeriksaan,Andajugaharusmembawaduaorangsaksiyang mengetahuiselukbelukpengangkatananaktersebut.Duaorangsaksiituharuspulaorangyang mengetahui betul tentang kondisi anda (baik moril maupun materil) dan memastikan bahwa Anda akan betul- betul memelihara anak tersebut dengan baik. d.Yang dilarang dalam permohonan Ada beberapa hal yang tidak diperkenankan dicantumkan dalam permohonan-pengangkatan-anak,-yaitu: -menambahpermohonanlainselainpengesahanataupengangkatananak.- pernyataan bahwa anak tersebut juga akan menjadi ahli waris dari pemohon. Mengapa?Karena putusan yang dimintakan kepada Pengadilan harus bersifat tunggal, tidakada permohonan lain danhanyaberisitentangpenetapananaktersebutsebagaianakangkatdaripemohon,atauberisi pengesahan saja. MengingatbahwaPengadilanakanmempertimbangkanpermohonanAnda,makaAndaperlu mempersiapkansegalasesuatunyadenganbaik,termasukpulamempersiapkanbukti-buktiyang berkaitan dengan kemampuan finansial atau ekonomi. Bukti-bukti tersebut akan memberikan keyakinan kepadamajelishakimtentangkemampuanAndadankemungkinanmasadepananaktersebut.Bukti tersebut biasanya berupa slip gaji, Surat Kepemilikan Rumah, deposito dan sebagainya. e. Pencatatan Di Kantor Catatan Sipil SetelahpermohonanAndadisetujuiPengadilan,AndaakanmenerimasalinanKeputusan Pengadilanmengenaipengadopsiananak.SalinanyangAndaperolehiniharusAndabawakekantor Catatan Sipil untuk menambahkan keterangan dalam akte kelahirannya. Dalam akte tersebut dinyatakan bahwaanaktersebuttelahdiadopsidandidalamtambahanitudisebutkanpulanamaAndasebagai orang tua angkatnya. f. Akibat Hukum Pengangkatan anak Pengangkatan anak berdampak pula pada hal perwalian dan waris. a)Perwalian Dalam hal perwalian, sejak putusan diucapkan oleh pengadilan, maka orang tua angkat menjadi wali dari anak angkat tersebut. Sejak saat itu pula, segala hak dan kewajiban orang tua kandung beralih pada orangtuaangkat.KecualibagianakangkatperempuanberagamaIslam,biladiaakanmenikahmaka yang bisa menjadi wali nikahnya hanyalah orangtua kandungnya atau saudara sedarahnya. b) Waris Khazanah hukum kita, baik hukum adat, hukum Islam maupun hukum nasional, memiliki ketentuan mengenaihakwaris.Ketiganyamemilikikekuatanyangsama,artinyaseseorangbisamemilihhukum mana yang akan dipakai untuk menentukan pewarisan bagi anak angkat. c)Hukum Adat Bila menggunakan lembaga adat, penentuan waris bagi anak angkat tergantung kepada hukum adat yangberlaku.Bagikeluargayangparental,Jawamisalnya,pengangkatananaktidakotomatis memutuskantalikeluargaantaraanakitudenganorangtuakandungnya.Olehkarenanya,selain mendapatkanhakwarisdariorangtuaangkatnya,diajugatetapberhakataswarisdariorangtua kandungnya.BerbedadengandiBali,pengangkatananakmerupakankewajibanhukumyang melepaskananaktersebutdarikeluargaasalnyakedalamkeluargaangkatnya.Anaktersebutmenjadi anakkandungdariyangmengangkatnyadanmeneruskankedudukandaribapakangkatnya(M. Buddiarto, S.H, Pengangkatan Anak Ditinjau Dari Segi Hukum, AKAPRESS, 1991). d) Hukum Islam Dalam hukum Islam, pengangkatan anak tidak membawa akibat hukum dalam hal hubungan darah, hubunganwali-mewalidanhubunganwarismewarisdenganorangtuaangkat.Iatetapmenjadiahli warisdariorangtuakandungnyadananaktersebuttetapmemakainamadariayahkandungnya(M. Budiarto, S.H, Pengangkatan Anak Ditinjau Dari Segi hukum, AKAPRESS, 1991) e)Peraturan Peruandang-undangan Dalam Staatblaad 1917 No. 129, akibat hukum dari pengangkatan anak adalah anak tersebut secara hukummemperolehnamadaribapakangkat,dijadikansebagaianakyangdilahirkandariperkawinan orang tua angkat dan menjadi ahli waris orang tua angkat. Artinya, akibat pengangkatan tersebut maka terputussegalahubunganperdata,yangberpangkalpadaketurunankarenakelahiran,yaituantara orang tua kandung dan anak tersebut. iii.Keputusan Fatw MUI Tentang Adopsi RapatKerjaNasionalMajelisUlamaIndonesiatahun1984yangberlangsungpadabulanJumadil Akhir 1405 H./Maret 1984 memfatwakan tentang adopsi sebagai : 1.Islammengakuiketurunan(nasab)yangsah,ialahanakyanglahirdariperkawinan-(pernikahan). 2.Mengangkat(adopsi)denganpengertiananaktersebutputushubunganketurunan(nasab)dengan ayahdanibukandungnyaadalahbertentangandengansyariah-Islam. 3. Adapun pengangkatan anak dengan tidak mengubah status nasab dan Agamanya, dilakukan atas rasa tanggung jawab sosial untuk memelihara, mengasuh dan mendidik mereka dengan penuh kasih sayang, sepertianaksendiriadalahperbuatanyangterpujidantermasukamalsalehyangdilanjutkanoleh agama-Islam. 4. Pengangkatan anak Indonesia oleh Warga Negara Asing selain bertentangan dengan UUD 1945 Pasal 34, juga merendahkan martabat bangsa. iv.DALIL-DALIL TENTANG ADOPSI 1.-Quran-Suratal-Ahzab-:-4 Dan,diatidakmenjadikananak-anakangkatmusebagaianakkandungmu(sendiri);yangdemikianitu hanyalahperkataanmudimulutmusaja. DanAllah mengatakanyangsebenarnyadan Dia menunjukkan jalanyangbenar. 2.-Al-Quran-Surat-al-Ahzab-:-5 Panggilan mereka (anak angkat) itu dengan memakai nama bapak-bapak mereka, itulah yang paling adil dihadapanAllah.Jikakamutidakmengetahuibapak-bapakmereka,maka(panggilahmerekasebagai) saudaramuseagamadanmula-mula-(hamba-sahaya-yang-di-merdekakan). 3.-Surat-al-Ahzab-:-40 Muhammaditusekali-kalibukanlahbapakdariseoranglaki-lakidiantara,tetapiiaadalahRasulullah danpenutubnabi-nabi.DanAllahMahaMengetahuiSegala-sesuatu. 4.-Sabda-Nabi-Muhammad-S.A.W. DanAbuZarRa.SesungguhnyaiadengarRasulbersabda:Tidakseorangpunmengakui (membangsakandiri)kepadabukanayahyangsebenarnya,sedangiatahubahwaitubukanayahnya, melainkaniatelahkufur(HRBukharidanMuslim). 5.-Sabda-Nabi DariSaadbinAbiWaqqasRa.BahwaRasulullahSAWbersabda.Barangsiapayangmengakui (membangsakandiri)kepadabukanayahnyapadahaliatahubahwabukanayahkandungnya,haram baginyasurga.(HRBukharidanMuslim). 6.-Sabda-Nabi DariAbdullahbinUmarbinKhathabRa.Sesungguhnyaiaberkata:Kamitidakmemanggil(Laidbin Hariaah)melainkan(kamipanggil)ZaidbinMuhammad,sehinggaturunayatal-Quran:Panggilah merekadengannamaayah(kandungmereka,itulahyanglebihadildisiaiAllah.(HRBukhari). 7.-Sabda-Nabi Sesungguhnya Zaid bin Harisah adalah mula Rasulullah SAW dan kami memanggilnya dengan : Zaid bin Muhammad,sehinggaturunayat:Panggilahmerekadengannamaayah(kandung)mereka,mereka itulahyanglebihadildisisiAllha,LaluNabibersabda:EngkauadalahZaidbinHarisah(HRBukhari dan-Muslim). 8. Dalam Tafsir Ayat al-Ahkam, halaman 263, jilid 2, oleh Muhammad Ali as-Sabuni,-dijelaskan-sebagai-berikut: SebagaimanaIslamtelahmembatalkanZihar;demikianpulahalnyadengantabanni(mengangkat anak),SyariatIslamtelahmengharamkannya,karenatabanniitumeniabahkanseoranganakkepada yangbukanbapaknya,danitutermasukdosabesaryangmewajibkanpelakunyamendapatmurkadan kutukanTuhan. Sesungguhnya Imam Bukhari dan Muslim telah mengeluarkan hadis dari Sad bin Abi Waqqas Ra. Bahwa RasulullahSAWbersabda:Barangsiapayangmengakui(membanggakan)dirikepadayangbukan ayahnya,makawajiblahiamendapatkutukanAllah,Malaikat-Malaikat,dansekalianmanusia,serta Allahtidakmenerimadaripadanyatasarrufdankesaksiannya. 9.MahmudSyaltutdalambukunyaal-Fatwa,halaman292menulia: Terjemahan-bebas: UntukmengetahuihukumIslamdalammasalahtabanniperludifahamibahwatabanniituada2 (dua)bentuk.Salahsatudiantaranyabahwaseseorangmengambilanakoranglainuntukdiperlakukan sepertianakkandungsendiri,dalamrangkamemberikasihsayang,nafkahpendidikandankeperluan lainnya, dan secara hukum anak itu bukan anaknya. Tabanni seperti ini adalah perbuatan yang pantas dikerjakan oleh mereka orang-orang yang luas rejekinya, namun ia tidak dikaruniai anak baik sekali jika mengambilanakoranglainyangmemangkekayaannyaperlu,mendapatrasakasihsayangibu-bapak (karenayatimpiatu),atauuntukmendidikdanmemberikankesempatanbelajarkepadanya.Karena orangtuakandunganakyangbersangkutantidakmampu(Fakirmiskin).Tidakdiragukanlagibahwa usahasemacaminimerupakanperbuatanyangterpujidandianjurkanolehagamasertadiberipahala. Bagiayahangkat,bolehmewasiatkansebagiandaripeninggalannyauntukanakangkarnya,sebagai persiapan masa depannya, agar ia merasakan ketenangan hidup. http://www.halalguide.info/content/view/93/55/ Dipublikasikan pada: 10/4/2007 | 23 Rabbi al-Awwal 1428 H | 3.Anak Zina ( Anak di luar Nikah) Syaikh Abdullah bin Abdurrahman bin Jibrin Pertanyaan SyaikhAbdullahbinAbdurrahmanbinJibrindita:Sayapernahmendengarsatuhaditsyang maknanya, adalah Sungguh anak zina diharamkan masuk Surga, Apakah hadits ini shahih ? Kalau benar, apa kesalahan anak tersebut sehingga harus memikul kesalahan dan dosa orang tua ? Jawaban. DiriwayatkandalamsebuahhaditsdariAbuHurairah,iaberkata:RasulullahShallallahualaihiwa sallam bersabda. yangArtinya : Anak zina itu menyimpan 3 keburukan. *Hadits Riwayat Ahmad dan Abu Daud+ Sebagianulamamenjelaskan,maksuddiaburukdariaspekasal-usuldanunsurpembentukannya, garis nasab, dan kelahirannya. Penjelasannya, dia merupakan kombinasi dari sperma dan ovum pezina, satujeniscairanygmenjijikkan(krndaripezina)sementaragenituterusmenjalarturuntemurun, dikhawatirkankeburukantersebutakanberpengaruhpadadiriuntukmelakukankejahatan.Dalam konteks inilah, Allah menepis potensi negative dari pribadi Maryam dgn firmaNya. Artinya : Ayahmu sekali-kali bukanlah seorang penjahat dan ibumu sekali-kali bukanlah seorang penzina. [Maryam : 28] Walaupundemikianadanya,diatdkdibebanidosaorangtuanya.AllahSubhanahuwaTaala berfirman. Artinya : Dan seorang yg berdosa tdk akan memikul dosa orang lain [Al-Anam : 164+ Pada prinsipnya, dosa dan sanksi zina di dunia dan akhirat ha ditanggung oleh orang tuanya. Tetapi dikhawatirkansifatbawaanygnegativeituakanterwarisidanakanmembawauntukberuntukburuk dankerusakan.Namunhalinitdkselalumenjadiacuan,kadangkalaAllahakanmempebaikisehingga menjadimanusiaygalim,bertakwalagiwara,dengandemikianmenjadisatukombinasiyangterdiri atas tiga komponen yg baik. Wallahu alam. *Fatawa Islamiyah 4/125+ Status Anak Zina Di Akhirat ketegori Muslim.Status Anak Zina Di Akhirat Kategori Ath-Thiflu = Anak Muslim Kamis, 3 Maret 2005 12:45:54 WIB [Disalin dari kitab Fatawa Ath-thiflul Muslim, edisi Indonesia 150 Fatwa Seputar Anak Muslim, Penyusun Yahya bin Said Alu Syalwan, Penerjemah Ashim, Penerbit Griya Ilmu] DAFTAR PUSTAKA Afandi Ali, Prof.SH., Hukum Waris, Hukum Keluarga, Hukum Pembuktian menurut KUHP (BW), Bina Aksara, Jakarta, 1984.Hasan Djuhaedah, Hukum Keluarga Setelah Berlakunya UU No. 1/1974, Armico, Bandung 1988.Kapojos.I.C.R-M,. Prof.SH., Diktat Hukum Waris, Fak. Hukum UNSRAT Manado, 1997.Pitlo.A. Prof.Mr., Hukum Waris Menurut KUHPerdata, Intermasa, Jakarta 1979.Prodjodikoro Wirjono, Prof.SH., Hukum Warisan di Indonesia, cetakan ke-4, Sumur Bandung 1974.SurjopratiknjoHartono,SH.,HukumWarisTanpaWasiatSieNotariatFak.HukumUGMYogyakarta 1982.Vollmar. H.F.A., Pengantar Studi Hukum Perdata, penterjemah I.S. Adiwimarta, SH, Rajawali, Jakarta. www.santoslolowang.comSumber : Dirjen pembinaan kelembagaan Agama Islam Dep. Agama 1994