granuloma piogenik

12
Granuloma piogenik (G.P) merupakan lesi vaskular yang diperoleh dari kulit dan selaput lendir umum untuk kelompok usia anak. G.P muncul sebagai nodul merah soliter di kepala atau leher. Nodul rentan terhadap perdarahan, dan perdarahan sering refraktori tekanan. Etiologi PG tidak diketahui, tetapi agen yang diusulkan mencakup trauma, infeksi, dan penyakit kulit sebelumnya. Beberapa perawatan bedah yang tersedia dengan hasil kosmetik variabel dan tingkat kekambuhan. Accepted for publication January 13, 2004. Dr. Lin is an intern at St. Mary’s Hospital in San Francisco, California. Dr. Janniger is Clinical Professor and Chief, Pediatric Dermatology, UMDNJ-New Jersey Medical School, Newark. Reprints: Camila K. Janniger, MD, Dermatology, UMDNJNew Jersey Medical School, 185 S Orange Ave, Newark, NJ 7103-2714 -mail: [email protected] ). Granuloma piogenik adalah hyperplasia vascular pada kulit dan mukosa yang sering terjadi pada anak-anak dan dewasa muda. 1-3 Dengan tempat predileksi tersering ialah wajah, badan dan ekstremitas. Termasuk dalam 2 macam varian yaitu subkutan dan intravena. 4,-6 Granuloma piogenik biasanya soliter namun ada kemungkinan untuk munculnya lesi satelit multiple. 7 G.P diidentifikasi lebih dari satu abad yang lalu dan telah dikaitkan dengan trauma ringan, iritasi kronis, faktor hormonal, dan infeksi virus. Hingga saat ini tidak ada hubungan yang signifikan dengan penyebab telah diverifikasi. Hipotesis etiologi telah menyebabkan sejumlah istilah yang digunakan untuk menggambarkan G.P yang menunjukan agen penyebab; hal ini termasuk botryomycosis hominis, 8 telangiectodes granuloma, dan granuloma pediculatum. Istilah granuloma piogenik diadopsi pada tahun 1925 karena dianggap mendeskriptifkan proses yang mendasari. Baru- baru ini istilah hemangioma kapiler lobular telah Granuloma Piogenikum

Upload: ken-ssd

Post on 11-Nov-2015

100 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

Jurnal translate granuloma piogenik

TRANSCRIPT

Granuloma Piogenikum

Granuloma piogenik (G.P) merupakan lesi vaskular yang diperoleh dari kulit dan selaput lendir umum untuk kelompok usia anak. G.P muncul sebagai nodul merah soliter di kepala atau leher. Nodul rentan terhadap perdarahan, dan perdarahan sering refraktori tekanan. Etiologi PG tidak diketahui, tetapi agen yang diusulkan mencakup trauma, infeksi, dan penyakit kulit sebelumnya. Beberapa perawatan bedah yang tersedia dengan hasil kosmetik variabel dan tingkat kekambuhan.

Accepted for publication January 13, 2004.Dr. Lin is an intern at St. Marys Hospital in San Francisco, California.Dr. Janniger is Clinical Professor and Chief, Pediatric Dermatology,UMDNJ-New Jersey Medical School, Newark.Reprints: Camila K. Janniger, MD, Dermatology, UMDNJNewJersey Medical School, 185 S Orange Ave, Newark, NJ07103-2714 -mail: [email protected]).

Granuloma piogenik adalah hyperplasia vascular pada kulit dan mukosa yang sering terjadi pada anak-anak dan dewasa muda.1-3 Dengan tempat predileksi tersering ialah wajah, badan dan ekstremitas. Termasuk dalam 2 macam varian yaitu subkutan dan intravena.4,-6 Granuloma piogenik biasanya soliter namun ada kemungkinan untuk munculnya lesi satelit multiple.7G.P diidentifikasi lebih dari satu abad yang lalu dan telah dikaitkan dengan trauma ringan, iritasi kronis, faktor hormonal, dan infeksi virus. Hingga saat ini tidak ada hubungan yang signifikan dengan penyebab telah diverifikasi. Hipotesis etiologi telah menyebabkan sejumlah istilah yang digunakan untuk menggambarkan G.P yang menunjukan agen penyebab; hal ini termasuk botryomycosis hominis, 8

telangiectodes granuloma, dan granuloma pediculatum. Istilah granuloma piogenik diadopsi pada tahun 1925 karena dianggap mendeskriptifkan proses yang mendasari. Baru-baru ini istilah hemangioma kapiler lobular telah disarankan karena penampilan histologis lesi.8-11EpidemiologiG.P umum terjadi pada anak-anak dan dewasa muda. Pada anak-anak, usia rata-rata adalah 6-7 tahun; 42% kasus terjadi dengan usia 5 tahun, 12% terjadi sebelum usia 1 tahun, dan 1,1% yang hadir pada saat lahir.2 G.P pada kulit tidak memiliki kecenderungan gender dan muncul sekitar 0,5% dari seluruh nodul kulit pada anak-anak. Insiden nodul pada mukosa mulut memuncak pada dekade kedua atau ketiga kehidupan; nodul mukosa mulut terjadi dengan rasio 2:1 pada perempuan : laki-laki berhubungan dengan kehamilan dan penggunaan kontrasepsi oral. G.P mulitpel biasanya terjadi pada usia dewasa muda, tetapi saat ini telah didapatkan laporan terjadi pada usia anak-anak.12-14Etiologi dan PatogenesisEtiologi G.P tidak diketahui, tetapi karena G.P mengalami regresi ketika rangsangan awal menghilang, itu menjadikannya sebagai hiperplasia vaskular. Faktor predisposisi yang mungkin ialah trauma, iritasi kronis, peningkatan kadar hormon seks wanita, infeksi, onkogen virus anastamoses arteriovenosa mikroskopis.350% dari individu dengan G.P memiliki riwayat trauma lokal. Bahkan G.P multiple berkembang setelah adanya manipulasi bedah pada nodul utama. Telah diduga bahwa produksi berlebihan faktor angiogenik pada trauma menjadi faktor untuk terjadinya hyperplasia. vaskular, beberapa studi melaporkan sedikit hubungan antara trauma dan G.P. 2,7,10,15-17,19Hormon seks wanita juga mungkin memainkan peran dalam patogenesis G.P. Nodul pada mukosa mulut terjadi peningkatan frekuensi pada wanita hamil dan pada wanita yang menggunakan kontrasepsi oral. Peningkatan kejadian ini diduga disebabkan ketidakseimbangan antara enhancer angiogenesis dan inhibitor. Sebuah studi baru-baru menunjukkan bahwa hormon seks wanita meningkatkan ekspresi faktor angiogenik, termasuk faktor pertumbuhan endotel vaskular, faktor pertumbuhan fibroblast dasar, interleukin 1, dan tingkat penurunan apoptosis sel endotel. Kekambuhan dari nodul yang dipotong tidak jarang selama kehamilan, dan sebaliknya, lesi cenderung menghilang setelah melahirkan. Tidak ada hubungan antara hormon seks dan kulit PG.20-24Infeksi bakteri adalah penyebab lain yang diduga penyebab G.P, namun belum ada agen etiologi pasti yang telah ditemukan. Infeksi Bartonella dapat bermanifestasi sebagai lesi, mulai dari G.P soliter ke angiomatosis basiler yang luas. Ada hubungan yang signifikan secara statistik antara G.P dan seropositif untuk Bartonella. Basil Gram-positif juga telah terlihat dan diamati pada pemeriksaan mikroskopik dari contoh jaringan G.P.25,26Onkogen virus dapat mengakibatkan pertumbuhan mendadak dan tidak terkoordinasi dari papila dermal, sehingga terjadi G.P. Ini berdasarkan hipotesis bahwa infeksi virus menyebabkan disregulasi represi gen dalam fibroblas papiler.Nodul G.P mungkin memiliki kecenderungan untuk berkembangkan di daerah anastomosis arteriovenosa secara mikroskopis. Berdasarkan pengertian tersebut telah diamati bahwa frekuensi G.P lebih sering pada daerah dengan kepadatan vaskularisasi kulit paling padat seperti di kepala dan leher, diikuti oleh batang dan tungkai.27-33Manifestasi KlinisVarian G.P yang telah diketahui secara umum termasuk pada kulit, mukosa mulut (granuloma gravidarum), satelit, subkutan, intravena, dan kongenital.G.P kulit sering muncul sebagai papula tidak nyeri, merah, dan berkrusta atau ulserasi pada permukaan kulit. Diameter rata-rata dari G.P kulit adalah 6.5 mm. Lesi berkembang selama beberapa minggu, dan pertumbuhan menetap selama beberapa bulan akhirnya menyusut menjadi fibrotik "angioma. G.P kulit soliter biasanya terletak pada kepala dan leher (62,5%), tubuh (19,7%), atau ekstremitas (17,9%).2,11,13,15Nodul P.G pada mukosa mulut muncul hingga 70% terutama pada wanita. Lesi ini dapat berkembang pada gingiva, bibir, atau mukosa bukal. Lesi sering muncul selama trimester kedua atau ketiga kehamilan atau dengan penggunaan kontrasepsi oral. G.P pada mukosa mulut memiliki tingkat kekambuhan lebih tinggi dari pada G.P kulit jika dipotong terutama selama masa kehamilan dan sering menghilang secara spontan setelah melahirkan. G.P mukosa juga telah dilaporkan terjadi di lidah, di laring, dan pada glans penis.12,16,34-36G.P tipe satelit sangat jarang terjadi, biasanya terjadi setelah pengobatan atau manipulasi terhadap nodul soliter awal. Tipe satelit tidak pernah atau bahkan sangat jarang untuk terjadi secara spontan. Terbentuknya lesi satelit yang halus, merah, papula yang berdiameter dari 1 sampai 10 mm. Tidak seperti G.P soliter, G.P satelit yang paling sering muncul di badan.7,25,37-39G.P subkutan juga jarang terjadi dan muncul sebagai nodul subkutan nonspesifik. Karena penampilan klinis tumor ini cukup berbeda dari G.P pada kulit, G.P subkutan seringkali sulit untuk didiagnosa berdasarkan gambaran klinis. Kadang-kadang terjadi kekeliruan dengan hemangioma atau kista epidermis. Oleh sebab itu dapat digunakan biopsy karena dari hasil biopsi mudah dibedakan sumber kelainan berasal dari jaringan granulasi atau dari entitas vaskular.4,11,40G.P intravena mungkin muncul sebagai nodul subkutan dengan fitur nonspesifik, paling sering berkembang pada daerah ekstremitas. Diagnosis klinis G.P intravena termasuk sulit, karena bisa dikira sebagai kumpulan thrombus.6,41G.P kongenital adalah perluasan variasi yang jarang terjadi. Dengan gambaran lesi multipel mirip dengan gambaran G.P pada kulit, namun bedanya ialah hadir pada saat lahir. Kondisi ini termasuk kondisi yang jinak, dimana akan mengalami resolusi spontan saat usia lebih dari 6 sampai 12 bulan.6,42Diagnosis BandingDiagnosis banding G.P dapat berupa melanoma amelanotic, angiosarcoma, karsinoma sel basal, karsinoma sel skuamosa, kaposi sarcoma, hemangioma, angiomatosis basiler, keganasan visceral metastatik, dan jaringan granulasi. 43-49HistologiGambaran histologis G.P pada fase awal sangat identik dengan jaringan granulasi, beserta jaringan ikat yang memiliki vaskularisasi kapiler dan venula yang banyak dalam matriks yang edema. Semakin lesi matang, stroma fibromyxoid memisahkan lesi menjadi lobulus mengandung agregat kapiler dan venula dengan sel endotel besar. Pada titik ini, edema telah terjadi. Penampakan tumbuhnya epidermis ke arah dalam di dasar lesi, membentuk apa yang disebut epidermis collarette dan menyebabkan sedikit pedunkulasi. Fibrosis yang luas menandakan tahap akhir regresi.2,3Terapi dan PrognosisBerbagai modalitas pengobatan telah banyak digunakan untuk menghilangkan G.P. Cara yang efektif meliputi eksisi, eksisi shave, operasi laser, sclerotherapy, electrodesiccation, kuretase, ligasi, atau kombinasi dari beberapa metode. Eksisi dengan penutupan linear memiliki tingkat kekambuhan terendah dan memungkinkan untuk dilakukan pemeriksaan histologis dari sampel jaringan. Namun bagaimanapun, meninggalkan bekas luka eksisi. Eksisi shave diikuti oleh laser argon yang memiliki kemampuan fotokoagulasi merupakan alternatif terapi yang efektif yang meminimalkan pembentukan bekas luka sambil menjaga jaringan yang diambil untuk mengkonfirmasi diagnosis dengan pemeriksaan histologis.50Metode konservatif lainnya seperti operasi laser 585-nm flashlamp-pumped pulsed-dye termasuk bermanfaat tetapi memerlukan beberapa kali pengobatan dan hanya dapat digunakan untuk lesi kecil. Angka kesembuhan 100% diamati pada terapi dengan etanolamin oleat skleroterapi yang dapat dilakukan pada lesi besar dan kecil. Tingkat kekambuhan dengan eksisi shave ditambah kauterisasi atau kauterisasi sendiri telah dilaporkan mencapai 43,5%. Tak satu pun dari metode ini dapat mempertahankan jaringan untuk memungkinkan pemeriksaan histologis. Kurangnya konfirmasi histologis tidak akan menimbulkan masalah bagi dermatologists berpengalaman atau dalam kasus klinis yang jelas. Namun 18% dari kasus G.P salah didiagnosis.2, 50-52Bedah dari lesi kulit diikuti oleh kauterisasi dengan perak nitrat telah dianjurkan sebagai pengobatan yang efektif namun murah. Tindakan harus dilakukan berulang beberapa kali setiap seminggu. Hasilnya tindakan ini memiliki resolusi sekitar 85%. 53G.P Peduncular dapat diligasi di dasar menggunakan jahitan yang absorbable. Tumor diangkat dengan tang dan diikat di dasar dengan simpul jahitan ketat. Tumor akan menjadi nekrotik dan jatuh selama beberapa hari. Prosedur ini atraumatic dan murah dan tidak memerlukan anestesi atau peralatan khusus. Kekambuhan dapat diobati dengan eksisi atau operasi laser. Namun, prosedur ini tidak memungkinkan pemeriksaan histologis.54KesimpulanG.P adalah neoplasma vaskuler yang didapat. Kerapuhannya sering memerlukan peningkatan perhatian klinis. G.P perlu dibedakan dari Kaposi sarcoma, melanoma, dan kanker metastatik, serta infeksi bakteri sistemik penting, angiomatosis basiler.55-60Daftar Pustaka1. Mooney MA, Janniger CK. Pyogenic granuloma. Cutis. 1995;55:133-136.2. Patrice SJ, Wiss K, Mulliken JB. Pyogenic granuloma (lobular capillary hemangioma): a clinicopathologic study of 178 cases. Pediatr Dermatol. 1991;8:267-276.3. Requena L, Sangueza OP. Cutaneous vascular proliferations, part II: hyperplasias and benign neoplasms. J AmAcad Dermatol. 1997;37:887-920.4. Cooper PH, Mills SE. Subcutaneous granuloma pyogenicum. Arch Dermatol. 1982;18:30-33.5. Song MG, Kim HJ, Lee ES. Intravenous pyogenic granuloma. Int J Dermatol. 2001;40:57-59.6. Kocer U, Aksoy HM, Tiftikcioglu YO, et al. Intravenous pyogenic granuloma of the hand. Dermatol Surg. 2003;29:974-976.7. Blickenstaff RD, Roenigk RK, Peters MS, et al. Recurrent pyogenic granuloma with satellitosis. J Am Acad Dermatol. 1989;21:1241-1244.8. Poncet A, Dor L. Botryomycose humaine. Rev Chir. 1897;18:996.9. Kuttner H. ber telangiektatische granulome. Beitr Zur Klin Chir. 1905;47:1-36.10. Michelson HE. Granuloma pyogenicum: a clinical and histologic review of twenty-nine cases. Arch Dermatol Syphil. 1925;12:492-505.11. Mills SE, Cooper PH, Fechner RE. Lobular capillary hemangioma: the underlying lesion of pyogenic granuloma. Am J Surg Pathol. 1980;4:471-479.12. Grimalt R, Caputo R. Symmetric pyogenic granuloma. J Am Acad Dermatol. 1993;29:652.13. Harris MN, Desai R, Chuang TY, et al. Lobular capillary hemangiomas: an epidemiologic report, with emphasis on cutaneous lesions. J Am Acad Dermatol. 2000;42:1012-1016.14. Ceyhan M, Erdem G, Kotiloglu E, et al. Pyogenic granuloma with multiple dissemination in a burn lesion. Pediatr Dermatol. 1997;14:213-215.15. Premalatha S, Thambiah AS. Pyogenic granuloma following the trauma of nose-boring. Br J Dermatol. 1979;100:455-458.16. Naimer SA, Cohen A, Vardy D. Pyogenic granuloma of the penile shaft following circumcision. Pediatr Dermatol. 2002;19:39-41.17. Wolf JE, Hubler WR. Origin and evolution of pyogenic granuloma [editorial]. Arch Dermatol. 1974;110:958.18. Arbiser JL, Weiss SW, Arbiser ZK, et al. Differential expression of active mitogen-activated protein kinase in cutaneous endothelial neoplasms: implications for biologic behavior and response to therapy. J Am Acad Dermatol. 2001;44:193-197.19. Shimizu K, Naito S, Urata Y, et al. Inducible nitric oxide synthase is expressed in granuloma pyogenicum. Br J Dermatol. 1998;138:769-773.20. Musalli NG, Hopps RM, Johnson NW. Oral pyogenic granuloma as a complication of pregnancy and the use of hormonal contraceptives. Int J Gynaecol Obstet. 1976;14:187-191.21. Yuan K, Wing LY, Lin MT. Pathogenic roles of angiogenic factors in pyogenic granulomas in pregnancy are modulated by female sex hormones. J Periodontol. 2002;73:701-708.22. Leyden JJ, Master GH. Oral cavity pyogenic granuloma. Arch Dermatol. 1973;108:226-228.23. Yuan K, Jin YT, Lin MT. The detection and comparison of angiogenesis-associated factors in pyogenic granuloma by immunohistochemistry. J Periodontol. 2000;71:701-709.24. Katta R, Bickle K, Hwang L. Pyogenic granuloma arising in port-wine stain during pregnancy. Br J Dermatol. 2001;144:644-645.25. Itin PH, Fluckiger R, Zbinden R, et al. Recurrent pyogenic granuloma with satellitosisa localized variant of bacillary angiomatosis? Dermatology. 1994;189:409-412.26. Lee J, Lynde C. Pyogenic granuloma: pyogenic again? Association between pyogenic granuloma and Bartonella. J Cutan Med Surg. 2001;5:467-470.27. Davies MG, Barton SP, Atai F, et al. The abnormal dermis in pyogenic granuloma: histochemical and ultrastructural observations. J Am Acad Dermatol. 1980;2:132-142.28. Fusin LJ, Harrell ER. Arteriovenous fistula: cutaneous manifestations. Arch Dermatol. 1976;112:1135-1138.29. Paysyk VA, Thomas SV, Hassett CA, et al. Regional differences in capillary density of the normal human dermis. Plast Reconstr Surg. 1989;83:939-945.30. Kim TH, Choi EH, Ahn SK, et al. Vascular tumors arising in port-wine stains: two cases of pyogenic granuloma and a case of acquired tufted angioma. J Dermatol. 1999;26:813-816.31. Valeyrie L, Lebrun-Vignes B, Descamps V, et al. Pyogenic granuloma within port-wine stains: an alarming clinical presentation. Eur J Dermatol. 2002;12:373-375.32. Castanedo-Cazares JP, Lepe V, Moncada B. Pyogenic granuloma within port-wine stains [comment]. Eur J Dermatol. 2002;12:616. 33. Lee JB, Kim M, Lee SC, et al. Granuloma pyogenicum arising in an arteriovenous haemangioma associated with a port-wine stain. Br J Dermatol. 2000;143:669-671.34. Akyol MU, Yalciner EG, Dogan AI. Pyogenic granuloma (lobular capillary hemangioma) of the tongue. Int J Pediatr Otorhinolaryngol. 2001;58:239-241.35. Irani S, Brack T, Pfaltz M, et al. Tracheal lobular capillary hemangioma: a rare cause of recurrent hemoptysis. Chest. 2003;123:2148-2149.36. Eickhorst KM, Nurzia MJ, Barone JG. Pediatric pyogenic granuloma of the glans penis. Urology. 2003;61:644. 37. Kirschner RE, Low DW. Treatment of pyogenic granuloma by shave excision and laser photocoagulation. Plast Reconstr Surg. 1999;104:1346-1349.38. Zayoun ST, Juljulian HH, Kurban AK. Pyogenic granuloma with multiple satellites. Arch Dermatol. 1974;109:689-691. 39. Warner J, Jones EW. Pyogenic granuloma recurring with multiple satellites: a report of 11 cases. Br J Dermatol. 1968;80:218-227.40. Park YH, Houh D, Houh W. Subcutaneous and superficial granuloma pyogenicum. Int J Dermatol. 1996;35:205-206. 41. Cooper PH, McAllister HA, Helwig EB. Intravenous pyogenic granuloma: a study of 18 cases. Am J Surg Pathol. 1979;3:221-228.42. Nappi O, Wick MR. Disseminated lobular capillary hemangioma (pyogenic granuloma): a clinicopathological study of two cases. Am J Dermatopathol. 1986;8:379-385.43. Harrington P, OKelly A, Trail IA, et al. Amelanotic subungual melanoma mimicking pyogenic granuloma in the hand. J R Coll Surg Edinb. 2002;47:638-640. 44. Wyatt ME, Finlayson CJ, Moore-Gillon V. Kaposis sarcoma masquerading as pyogenic granuloma of the nasal mucosa. J Laryngol Otol. 1998;112:280-282.45. Bastug DF, Ness DT, DeSantis JG. Bacillary angiomatosis mimicking pyogenic granuloma in the hand: a case report. J Hand Surg (Am). 1996;21:307-308.46. Schwartz RA, Janniger CK. Bacillary angiomatosis. J Am Acad Dermatol. 1991;24:802-803, 807-808.47. Schwartz RA, Nychay SG, Janniger CK, et al. Bacillary angiomatosis: presentation of six patients, some with unusual features. Br J Dermatol. 1997;136:60-65.48. Hager CM, Cohen PR. Cutaneous lesions of metastatic visceral malignancy mimicking pyogenic granuloma. Cancer Invest. 1999;17:385-390.49. Rim JH, Moon SE, Chang MS, et al. Metastatic hepatocellular carcinoma of gingiva mimicking pyogenic granuloma. J Am Acad Dermatol. 2003;49:342-343.50. Kirschner R, Low D. Treatment of pyogenic granuloma by shave excision and laser photocoagulation. Plast Reconstr Surg. 1999;104:1346-1349.51. Gonzalez S, Vibhagool C, Falo LD Jr, et al. Treatment of pyogenic granulomas with the 585 nm pulsed dye laser. J Am Acad Dermatol. 1996;35:428-431.52. Matsumoto K, Nakanishi H, Seike T, et al. Treatment of pyogenic granuloma with a sclerosing agent. Dermatol Surg. 2001;27:521-523.53. Quitkin HM, Rosenwasser MP, Strauch RJ. The efficacy of silver nitrate cauterization for pyogenic granuloma of the hand. J Hand Surg (Am). 2003;28:435-438.54. Holbe HC, Frosch PJ, Herbst RA. Surgical pearl: ligation of the base of pyogenic granulomaan atraumatic, simple, and cost-effective procedure. J Am Acad Dermatol. 2003;49:509-510.55. Vega Harring SM, Niyaz M, Okada S, et al. Extramedullary hematopoiesis in a pyogenic granuloma: a case report and review. J Cutan Pathol. 2004;31:555-557.56. van Eeden S, Offerhaus GJ, Morsink FH, et al. Pyogenic granuloma: an unrecognized cause of gastrointestinal bleeding. Virchows Arch. 2004;444:590-593. 57. Hung CH, Kuo HW, Chiu YK, et al. Intravascular pyogenic granuloma arising in an acquired arteriovenous malformation: report of a case and review of the literature. Dermatol Surg. 2004;30:1050-1053.58. Kuroda K, Mizoguchi M. Subcutaneous granuloma pyogenicum in patients with antiphospholipid antibodies. Dermatology. 2004;208:331-334.59. Teknetzis A, Ioannides D, Vakali G, et al. Pyogenic granulomas following topical application of tretinoin. J Eur Acad Dermatol Venereol. 2004;18:337-339.60. Tursen U, Demirkan F, Ikizoglu G. Giant recurrent pyogenic granuloma on the face with satellitosis responsive to systemic steroids. Clin Exp Dermatol. 2004;29:40-41.