cmv mardiansyah
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Infeksi Cytomegalovirus (CMV) dalam sering dikelompokkan dalam
infeksi TORCH yang merupakan singkatan dari Toxoplasma, Rubella,
Cytomegalovirus, dan Herpes simplex virus. Seperti pada infeksi TORCH,
infeksi CMV dipopulerkan sebagai penyakit yang berdampak negatif terhadap
janin atau fetus yang dikandung oleh wanita hamil yang terinfeksi. Pada infeksi
CMV, infeksi maternal atau ibu hamil kebanyakan bersifat silent, asimtomatik
tanpa disertai keluhan klinik atau gejala, atau hanya menimbulkan gejala yang
minim bagi ibu, namun dapat memberi akibat yang berat bagi fetus yang
dikandung. Dapat pula menyebabkan infeksi kongenital, perinatal bagi bayi
yang dilahirkan. Keadaan seperti ini memang perlu diketahui dan dideteksi
agar dapat diberikan pengelolaan yang tepat, sebab infeksi prenatal dapat
berakibat fatal, sedangkan infeksi kongenital atau perinatal yang pada awalnya
berjalan tanpa gejala dapat bermanifestasi di kemudian hari.
Infeksi CMV tidak selalu bergabung dalam infeksi TORCH, melainkan
dapat berdiri sendiri, karena selain pada ibu hamil dan fetus, dapat menyerang
setiap individu. Prevalensi infeksi sangat tinggi, dan walaupun umumnya
bersifat silent, infeksi CMV ternyata dapat memicu banyak komplikasi pada
berbagai sistem tubuh.
Diagnosis infeksi CMV tidak dapat ditegakkan hanya berdasarkan latar
belakang klinik saja, terlebih bila tidak dijumpai keluhan atau hanya
menimbulkan keluhan yang mirip dengan infeksi virus pada umumnya. Deteksi
secara laboratorik diperlukan untuk menunjang diagnosis. Sejauh ini,
pemeriksaan laboratorium untuk mendeteksi infeksi CMV banyak dilakukan
oleh pasangan pranikah, prahamil, atau wanita hamil yang mempunyai riwayat
kelainan kehamilan termasuk keguguran atau ingin punya anak, serta bayi baru
lahir cacat. Namun, dengan memahami seluk beluk infeksi CMV, akan dapat
dipahami bahwa deteksi laboratorik juga diperlukan oleh setiap individu yang
1
dicurigai terinfeksi CMV, baik hamil maupun tidak hamil, wanita maupun pria,
dewasa, anak, maupun bayi baru lahir.
Pengetahuan tentang CMV dan respons imun terhadap CMV perlu
didalami agar dapat diketahui bagaimana tubuh berusaha memberikan
perlindungan, bagaimana kegagalan usaha perlindungan terjadi, sehingga
mengakibatkan timbulnya berbagai penyakit atau manifestasi klinik infeksi
CMV. Interpretasi hasil pemeriksaan laboratorium perlu dipelajari, agar dapat
diketahui adanya infeksi asimtomatik, status infeksi, kemungkinan penyebaran
infeksi baik di dalam tubuh sendiri ataupun di luar tubuh. Semua hal tersebut
diperlukan dalam upaya memberikan wawasan untuk membantu
penatalaksanaan infeksi CMV, melakukan pengobatan seawal mungkin,
mencegah dampak negatif, baik pada individu dengan kompetensi imun yang
baik maupun immunocompromised atau yang lemah, serta mencegah
penyebaran atau penularan penyakit.
B. Tujuan Penulisan
Mengetahui tentang CMV, cara mendiagnosis, diagnosis banding yang
mungkin terjadi serta penatalaksanaannya.
2
BAB II
LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien
Nama : Nn U.M
Umur : 15 tahun
Alamat : Sukoharjo
No RM : 202xxx
Jenis kel : Perempuan
MRS : 1 November 2012
Bangsal : Cempaka 2
Tanggal Pemeriksaan : 3 November 2012
B. Anamnesis
1. Keluhan utama
Sering pusing
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang RSUD Sukoharjo dengan keluhan sering pusing dengan
sedikit beraktivitas. Keluhan tersebut sudah dirasakan semenjak duduk
dikelas 6 SD sampai sekarang, namun pasien menganggap hal biasa dan di
obati tetapi keluhan tidak berkurang. Selain itu pasien juga mengeluhkan
sering lemas disertai gemetar, keram dan kesemutan pergelangan tangan
dan kaki, telinga sakit dan pendengaran berkurang, tidak kuat melihat
cahaya dengan penglihatan sedikit kabur, keluhan tersebut sangat
menganggu aktivitas sehari-hari terutama untuk sekolah sulit untuk
berkonsentrasi. Satu bulan sebelum masuk rumah sakit Sukoharjo, pasien
berobat ke RSUD Moewardi, Solo. Pasien di diagnosa dengan CMV
setelah dilakukan pemeriksaan imuno serologi. Disana pasien dianjurkan
untuk mondok tetapi pasien menolak, kemudian pasien diberi obat jalan.
Pada tanggal 1 November 2012 pasien datang ke RSUD Sukoharjo dengan
keluhan yang sama diatas kemudian pasien akhirnya mondok.
3
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat hipertensi (-), riwayat diabetes melitus (-), riwayat asma (-),
riwayat sakit tifoid (-), riwayat alergi obat atau makanan (-), riwayat
mondok RS (-).
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat keluhan serupa (-), riwayat diabetes melitus (-), riwayat atopi
dalam keluarga (-)
5. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien merupakan anak pertama dari 2 bersaudara. Pasien masih dalam
tahap pendidikan sekolah menengah atas. Pasien belum menikah dan
jarang mengkonsumsi obat obatan.
6. Riwayat kontak atau kebiasaan
Pasien tidak pernah kontak dengan binatang peliharaan, pasien tidak
pernah melakukan transfusi darah.
C. Anamnesis Sistem
1. Sistem Cerebrospinal : Pusing (+)
2. Sistem Cardiovascular : Akral dingin (-), sianosis (-), anemis (-)
3. Sistem Respiratorius : Batuk (-), sesak (-), nafas cuping hidung (-)
4. Sistem Genitourinat : BAK (+), normal
5. Sistem Gastrointestinal : makan (+), minum (+), BAB (+) , mual (-),
muntah (-), nyeri ulu hati (+)
6. Sistem Musculoskletal : badan terasa lemas (+)
7. Sistem integumentum : perdarahan spontan (-)
Kesan : Terdapat masalah pada system cerebrospinal, gastrointestinal dan
usculoskletal
D. Pemeriksaan Fisik
1. KU : CM, lemas
2. Vital sign : TD : 90/70 mmHg RR : 18 x/menit
Nadi : 88 x/menit Suhu : 37,4°C
4
3. Kepala : CA (-/-), SI (-/-), nyeri tekan (+) sekitar orbita mata.
4. Leher: Retraksi suprasterna tidak ditemukan, deviasi trakea tidak
ditemukan, tidak terdapat peningkatan JVP, Pembesaran kelenjar
limfe tidak ditemukan.
5. Thorak :
6. Abdomen :
Abdomen Hasil pemeriksaan
5
Pulmo Depan BelakangInspeksi Simetris,
Ketinggalan gerak (-)Retraksi intercostae (-)
Simetris, Ketinggalan gerak (-)Retraksi intercostae (-)
Palpasi Gerak dada simetrisFremitus normal
Gerak dada simetrisFremitus normal
Perkusi Sonor Sonor Auskultasi SDV (+/+)
Wh (-/-), Rh (-/-)SDV (+/+)Wh (-/-), Rh (-/-)
Cor Hasil PemeriksaanInspeksi Ictus cordis tidak tampakPalpasi Ictus cordis pada SIC VI linea midclavicularis
sinistra tidak kuat angkat Perkusi Batas kanan atas: SIC II linea parasternalis dextra
Batas kanan bawah: SIC IV linea parasternalis dextraBatas kiri atas : SIC II linea parasternalis sinistraBatas kiri bawah : SIC V linea midclavicula sinistra
Auskultasi Bunyi jantung I-II intensitas regular, bising (-)
Inspeksi simetris, supel, tidak ada sikatrik.
Auskultasi Peristaltik (+)
Perkusi Timpani
Palpasi supel, peristaltik (+), tidak terdapat
pembesaran, nyeri tekan (-)
7. Ekstremitas : akral hangat, edema (-), sianosis (-)
E. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium darah tanggal 1 November 2012
Pemeriksaan imuno serologi tanggal 22 Oktober 2012:
Nama pemeriksaan
Hasil Nilai rujukan
Satuan Keteangan
Imuno serologiAnti-CMV IgG
Positif (kons:37)
Negatif AU/ml Konsentrasi <4 AU/ml negatif 4<= konsentrasi <3 AU/mlBorderline, disarankan
6
Pemeriksaan Hasil Nilai NormalLeukosit 15,0 µL 5,0-10,0 µLEritrosit 4,42 µL 4,5-5,5 µLHb 11,7 gr/dL 13,0-16,0 µLHct 33,6% 40-48%Trombosit 148 µL 150-450 µLIndeks eritrositMCVMCHMCHC
76,0 fL26,5 pg
34,8 gr/dL
82-92 fL27,31 pg
33-36 gr/dLKreatinin 0,82 mg/dL 0,5-0,9 mg/dLSGOT 19,82 µL 0,21 µLSGPT 29,95 µL 0-22 µLUreum 29,43mg/dL 10-50 mg/dLHbsAg (-)
untuk diperiksa 2-3 minggu kemudian konsentrasi->= 6 AU/ml positi
Anti-CMV IgM
Negatif (indeks:0.24)
Negatif 0.7<= indeks <0.9Borderline, disarankan untuk diperiksa 10-15 hari kemudian indeks >= 0.9 positif
Pemeriksaan multi slice CT-SCAN tanggal 18 September 2012
Kesan: Tidak terdeteksi massa/perdarahan pada CT-SCAN
B. Diagnosis
Cytomegalovirus (CMV)
C. Terapi
Infus RL 20 tpm
Inj. Ranitidin 50 mg amp/12 jam
Inj. Antalgin 500 mg amp/8 jam
Inj. Cefotaxime 1 g val/12 jam
Metil prednisolon 3x4 mg
Sodium diklofenak 3x25 mg
Spiramicin 3x500mg
Dancera 3x10mg
Bed rest
Follow Up
Jumat 2 November 2012 (Hari I).
S : pusing (+), mual (-), lemas (+) muntah (-), demam (-), BAB/BAB +/+
Telinga berdengung, mata sedikit kabur.
O : Tekanan darah : 100/70
Suhu : 36,9 C⁰
Nadi : 84x/menit
RR : 18 x/m
7
Keadaan Umum : Compos Mentis, lemas
Kepala : Conjungtiva Anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-)
Leher : tidak ada pembesaran Kelenjar Getah bening
Thorax : Pulmo SDV (+/+), ST (-/-)
Cor Suara Jantung 1-2 intensitas regular, bising jantung (-)
Abdomen : supel, peristaltik (+), tidak terdapat pembesaran, nyeri
tekan (-), pembesaran lien (-), ascites (-)
Ekstremitas : akral hangat, edema (-), sianosis (-)
A : Cytomegalovirus (CMV)
P :
Infus RL 20 tpm
Inj. Ranitidin 50 mg amp/12 jam
Inj. Antalgin 500 mg amp/8 jam
Inj. Cefotaxime 1 g val/12 jam
Metil prednisolon 3x4 mg
Sodium diklofenak 3x25 mg
Spiramicin 3x500mg
Dancera 3x10mg
Bed rest
Sabtu tanggal 3 November 2012 dan minggu tanggal 4 November 2012
keluhan dan terapi sama dengan pada hari jumat tanggal 2 November
2012.
Senin 5 November 2012 (Hari IV).
S : pusing (+), mual (-), lemas (+) muntah (-), demam (-), BAB/BAB +/+
Telinga berdengung dan keluar cairan putih dari telinga kiri, berbau
busuk (-), mata sakit jika melihat sinar.
O : Tekanan darah : 110/70
Suhu : 36,09 C⁰
8
Nadi : 88x/menit
RR : 18 x/m
Keadaan Umum : Compos Mentis, lemas
Kepala : Conjungtiva Anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-)
Leher : tidak ada pembesaran Kelenjar Getah bening
Thorax : Pulmo SDV (+/+), ST (-/-)
Cor Suara Jantung 1-2 intensitas regular, bising jantung (-)
Abdomen : supel, peristaltik (+), tidak terdapat pembesaran, nyeri
tekan (-), pembesaran lien (-), ascites (-)
Ekstremitas : akral hangat, edema (-), sianosis (-)
A : Cytomegalovirus (CMV)
P :
Infus RL 20 tpm
Inj. Ranitidin 50 mg amp/12 jam
Inj. Antalgin 500 mg amp/8 jam
Inj. Cefotaxime 1 g val/12 jam
Metil prednisolon 3x4 mg
Sodium diklofenak 3x25 mg
Spiramicin 3x500mg
Dancera 3x10mg
Bed rest
Konsultasi Spesialis THT:
Diagnosa: cerumen prop
Terapi: evakuasi cairan
Selasa 6 November 2012 (Hari V).
S : pusing (+), mual (-), lemas (+) muntah (-), demam (-), BAB/BAB +/+
mata sakit jika melihat sinar, penglihatan kabur, nyeri disekitar mata.
O : Tekanan darah : 110/70
Suhu : 36,0 C⁰
Nadi : 88x/menit
9
RR : 18 x/m
Keadaan Umum : Compos Mentis, lemas
Kepala : Conjungtiva Anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-),nyeri takan (+)
Leher : tidak ada pembesaran Kelenjar Getah bening
Thorax : Pulmo SDV (+/+), ST (-/-)
Cor Suara Jantung 1-2 intensitas regular, bising jantung (-)
Abdomen : supel, peristaltik (+), tidak terdapat pembesaran, nyeri
tekan (-), pembesaran lien (-), ascites (-)
Ekstremitas : akral hangat, edema (-), sianosis (-)
A : Cytomegalovirus (CMV)
P :
Infus RL 20 tpm
Inj. Ranitidin 50 mg amp/12 jam
Inj. Antalgin 500 mg amp/8 jam
Inj. Cefotaxime 1 g val/12 jam
Metil prednisolon 3x4 mg
Sodium diklofenak 3x25 mg
Spiramicin 3x500mg
Dancera 3x10mg
Bed rest
Konsultasi Spesialis MATA:
Diagnosa: susp. Anomali refraksi
Terapi: cek kaca mata di poli mata bila keadaan umum membaik
Rabu 7 November 2012 (Hari VI).
S : pusing (+) berkurang, mual (-), lemas (-) muntah (-), demam (-),
BAB/BAB +/+, pendengaran mulai membaik, penglihatan mulai
membaik tetapi masih sedikit kabur
O : Tekanan darah : 110/70
Suhu : 36,3 C⁰
Nadi : 88x/menit
10
RR : 18 x/m
Keadaan Umum : Compos Mentis, lemas
Kepala : Conjungtiva Anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-)
Leher : tidak ada pembesaran Kelenjar Getah bening
Thorax : Pulmo SDV (+/+), ST (-/-)
Cor Suara Jantung 1-2 intensitas regular, bising jantung (-)
Abdomen : supel, peristaltik (+), tidak terdapat pembesaran, nyeri
tekan (-), pembesaran lien (-), ascites (-)
Ekstremitas : akral hangat, edema (-), sianosis (-)
A : Cytomegalovirus (CMV)
P :
Infus RL 20 tpm
Inj. Ranitidin 50 mg amp/12 jam
Inj. Antalgin 500 mg amp/8 jam
Inj. Cefotaxime 1 g val/12 jam
Metil prednisolon 3x4 mg
Sodium diklofenak 3x25 mg
Spiramicin 3x500mg
Dancera 3x10mg
Bed rest
Kamis 8 November 2012 (Hari VII).
S : pusing (+) berkurang, mual (-), lemas (-) muntah (-), demam (-),
BAB/BAB +/+, pendengaran mulai membaik, penglihatan mulai
membaik tetapi masih sedikit kabur
O : Tekanan darah : 120/70
Suhu : 36,3 C⁰
Nadi : 88x/menit
RR : 18 x/m
Keadaan Umum : Compos Mentis, lemas
Kepala : Conjungtiva Anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-)
11
Leher : tidak ada pembesaran Kelenjar Getah bening
Thorax : Pulmo SDV (+/+), ST (-/-)
Cor Suara Jantung 1-2 intensitas regular, bising jantung (-)
Abdomen : supel, peristaltik (+), tidak terdapat pembesaran, nyeri
tekan (-), pembesaran lien (-), ascites (-)
Ekstremitas : akral hangat, edema (-), sianosis (-)
A : Cytomegalovirus (CMV)
P :
Infus RL 20 tpm
Inj. Ranitidin 50 mg amp/12 jam
Inj. Antalgin 500 mg amp/8 jam
Inj. Cefotaxime 1 g val/12 jam
Metil prednisolon 3x4 mg
Sodium diklofenak 3x25 mg
Spiramicin 3x500mg
Dancera 3x10mg
Bed rest
Jumat 9 November 2012 (Hari VIII).
S : pusing (-), mual (-), lemas (-) muntah (-), demam (-),
BAB/BAB +/+, pendengaran mulai membaik, penglihatan mulai
membaik tetapi masih sedikit kabur
O : Tekanan darah : 110/70
Suhu : 36,0 C⁰
Nadi : 88x/menit
RR : 18 x/m
Keadaan Umum : Compos Mentis, lemas
Kepala : Conjungtiva Anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-)
Leher : tidak ada pembesaran Kelenjar Getah bening
Thorax : Pulmo SDV (+/+), ST (-/-)
Cor Suara Jantung 1-2 intensitas regular, bising jantung (-)
12
Abdomen : supel, peristaltik (+), tidak terdapat pembesaran, nyeri
tekan (-), pembesaran lien (-), ascites (-)
Ekstremitas : akral hangat, edema (-), sianosis (-)
A : Cytomegalovirus (CMV)
P : Boleh Pulang
Metil prednisolon 3x4 mg
Sodium diklofenak 3x25 mg
Cefadroxil 3x500mg
Spiramicin 3x500mg
Dancera 3x10mg
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Cytomegalovirus atau disingkat CMV merupakan anggota “keluarga”
virus herpes yang biasa disebut herpesviridae. CMV sering disebut sebagai
“virus paradoks” karena bila menginfeksi seseorang dapat berakibat fatal, atau
dapat juga hanya diam di dalam tubuh penderita seumur hidupnya. Pada awal
infeksi, CMV aktif menggandakan diri. Sebagai respon, system kekebalan
tubuh akan berusaha mengatasi kondisi tersebut, sehingga setelah beberapa
waktu virus akan menetap dalam cairan tubuh penderita seperti darah, air liur,
urin, sperma, lendir vagina, ASI, dan sebagainya. Penularan CMV dapat terjadi
karena kontak langsung dengan sumber infeksi tersebut, dan bukan melalui
makanan, minuman atau dengan perantaraan binatang.
B. Epidemiologi
Infeksi Cytomegalovirus (CMV) tersebar luas di seluruh dunia, dan terjadi
endemik tanpa tergantung musim. Iklim tidak mempengaruhi prevalensi. Pada
populasi dengan keadaan sosial ekonomi yang baik, kurang lebih 60-70%
orang dewasa, menunjukkan hasil pemeriksaan laboratorium positif terhadap
infeksi CMV. Keadaan ini meningkat kurang lebih 1% setiap tahun. Pada
13
keadaan sosial ekonomi yang jelek, atau di Negara berkembang, lebih dari
atau sama dengan 80 - 90% masyarakat terinfeksi oleh CMV.1
Lisyani dalam observasi selama setahun pada tahun 2004, mendapatkan
dari 395 penderita tanpa keluhan yang memeriksakan diri untuk antibodi anti-
CMV, 344 menunjukkan hasil pemeriksaan IgG (imunoglobulin G)
seropositif, 7 dari 344 penderita tersebut juga disertai IgM positif, dan 3
penderita hanya menunjukkan hasil IgM positif. Total seluruhnya 347 orang
atau 87,8 % menunjukkan seropositif. Hasil observasi ini menyokong
pendapat bahwa sangat banyak masyarakat kita yang terinfeksi oleh CMV,
dan sebagian besar sudah berjalan kronik dengan hanya IgG seropositif, tanpa
menyadari bahwa hal tersebut telah terjadi.2
Cytomegalovirus (CMV) merupakan penyebab infeksi kongenital dan
perinatal yang paling umum di seluruh dunia. Prevalensi infeksi CMV
kongenital bervariasi luas di antara populasi yang berbeda, ada yang
melaporkan sebesar 0,2 –3% 5, ada pula sebesar 0,7 sampai 4,1%. Peneliti lain
mendapatkan angka infeksi 1%-2% dari seluruh kehamilan. Ogilvie
melaporkan bahwa penularan seperti ini terjadi kira-kira pada 1 dari 3 kasus
wanita hamil. Infeksi fetus in utero yang terjadi ketika ibu mengalami
reaktivasi, reinfeksi, biasanya bersifat asimtomatik saat lahir dan kurang
menimbulkan sequelae (gejala sisa) dibandingkan dengan infeksi primer. Hal
ini disebabkan karena antibodi IgG anti-CMV maternal dapat melewati
plasenta dan bersifat protektif. Keadaan asimtomatik saat lahir dijumpai pada
5 –17%, ada pula yang melaporkan 90% dari infeksi CMV kongenital. Infeksi
kongenital simtomatik dapat terjadi bila ibu terinfeksi dengan strain CMV
lain. Numazaki melaporkan sekitar 7% kasus dengan gejala cytomegalic
inclusion disease (CID) dijumpai pada saat lahir, sedangkan Lipitz
melaporkan sebesar 10 – 15%, dan dapat menimbulkan risiko kehilangan
pendengaran sensorineural yang progresif (progressive sensorineural hearing
loss atau SNHL), atau lain-lain defek perkembangan neurologik (retardasi
mental) di kemudian hari. Progresivitas komplikasi neurologic ini
14
berhubungan dengan infeksi CMV yang persisten, replikasi virus atau respons
tubuh anak.2
C. Virologi Cytomegalovirus
Virus Cytomegalovirus (CMV) termasuk keluarga virus Herpes. Sekitar
50% sampai 80% orang dewasa memiliki antibodi anti CMV. Infeksi primer
virus ini terjadi pada usia bayi, anak - anak, dan remaja yang sedang dalam
kegiatan seksual aktif. Penderita infeksi primer tidak menunjukkan gejala yang
khusus, tetapi virus terus hidup dengan status laten dalam tubuh penderita
selama bertahun – tahun.3
Bersama dengan Cytomegalovirus hewan, Cytomegalovirus manusia
(HCMV) juga disebut dalam literatur terbaru sebagai manusia herpesvirus 5
(HHV-5), milik keluarga Herpesviridae, subfamili Betaherpesvirinae,
Cytomegalovirus genus. Nama ini berasal dari fakta bahwa hal itu
menyebabkan pembesaran sel yang terinfeksi (cytomegaly) dan mendorong
badan inklusi karakteristik.
Genom HCMV terdiri dari DNA untai ganda dengan sekitar 230.000
pasangan basa. Genom ini tertutup oleh kapsid icosahedral (diameter 100-110
nm, 162 capsomers). Antara kapsid dan amplop virus terdapat lapisan protein
yang dikenal sebagai tegument. Amplop virus berasal dari membran sel.
Setidaknya delapan glikoprotein virus yang berbeda yang tertanam di lapisan
ganda lipid. Partikel virus matang memiliki diameter 150-200 nm. Seperti
semua herpesvirus, HCMV sensitif terhadap pH rendah, agen lipiddissolving
dan panas. HCMV memiliki waktu paruh sekitar 60 menit pada 37°C dan
relatif stabil pada -20°C. Perlu disimpan di setidaknya -70°C untuk
mempertahankan infektivitasnya.3
Gambar 1. HCMV Human
Cytomegalovirus3
15
Pada penelitian terbaru, tiga CMV monyet diakui sebagai spesies dalam
klasifikasi ICTV terbaru, sedangkan virus dari monyet rhesus (RhCMV),
simpanse (ChCMV), dan monyet hijau Afrika (AgmCMV). CMV isolat dari
babun, latihan, burung hantu, dan monyet bajing juga telah dijelaskan.
Kemungkinan bahwa banyak spesies monyet lebih pelabuhan CMVs mereka
sendiri. CMVs lebih besar dari herpesvirus lainnya (200-300 nm diameter) dan
cenderung disebabkan pleomorfik dengan bentuk amplop tidak teratur. Genom
CMV juga merupakan terbesar di antara genom virus herpes. ChCMV adalah
relatif dekat CMV manusia (HCMV). Genom HCMV dan ChCMV hampir
sempurna. Pada saat yang sama homologi urutan gen orthologous dalam
genom ada di moderat rata-rata rendah. Meskipun RhCMV jelas lebih jauh dari
HCMV dari ChCMV, fitur penting dari infeksi HCMV cukup erat tercermin
pada monyet rhesus terinfeksi RhCMV. Model monyet rhesus (RhCMV)
menyediakan peluang bagus untuk mempelajari patogenesis penyakit CMV
dalam sebuah host immunocompromised, terutama SIV-imunosupresi kera
dengan SAIDS. Walaupun penyakit bawaan CMV tidak teramati di kera, dapat
eksperimen diinduksi oleh inokulasi langsung intrauterine fetus monyet rhesus
dengan RhCMV. Pengembangan vaksin profilaksis efektif dan HCMV terapi,
kompleksitas tugas yang tangguh, dapat difasilitasi oleh pengujian berbagai
protokol imunisasi menggunakan RhCMV / model monyet rhesus.3
Virus CMV akan aktif apabila host mengalami penurunan kondisi fisik,
seperti wanita yang sedang hamil atau orang yang mengalami pencangkokan
organ tubuh. Jika infeksi pada wanita hamil terjadi pada awal kehamilannya
maka kelainan yang ditimbulkan semakin besar.3
16
Hanya sekitar 5 hingga 10 bayi yang terinfeksi CMV selama masa
kehamilan menunjukkan gejala kelainan sewaktu dilahirkan. Gejala klinis yang
umum dijumpai adalah berat badan rendah, hepatomegali, splenomegali, kulit
kuning, radang paru-paru, dan kerusakan sel pada jaringan syaraf pusat. Gejala
non syaraf akan muncul pada beberapa minggu pertama, cacat pada jaringan
syaraf yang akan berlanjut menjadi kemunduran mental, gangguan
pendengaran, gangguan penglihatan, dan raikrosefali.3
CMV lebih sering menyerang mata yang dapat dengan cepat menyebabkan
kebutaan. Bila tidak diobati CMV dapat menyebar ke seluruh tubuh dan
menginfeksi ke beberapa organ lain sekaligus. Risiko infeksi CMV paling
tinggi terjadi bila sel CD4 kurang dari 100.3
Transmisi CMV
Risiko mendapatkan sitomegalovirus (CMV) melalui kontak biasa sangat
kecil. Virus ini biasanya ditularkan dari orang yang terinfeksi kepada orang
lain melalui kontak langsung dari cairan tubuh, seperti urin, air liur, atau ASI.
CMV ditularkan secara seksual dan dapat menyebar melalui organ-organ
transplantasi dan transfusi darah.3
Orang yang terinfeksi dengan CMV dapat menularkan virus ( terinfeksi
virus dari cairan tubuh mereka, seperti urin, air liur, darah, dan air mani, ke
lingkungan). Anakanak kecil sering menularkan CMV selama berbulan-bulan
setelah mereka pertama terinfeksi. Walaupun orang tua dari anak-anak yang
shedding virus dapat menjadi terinfeksi dari anak-anak mereka, CMV tidak
menyebar dengan mudah. Kurang dari 1 dari 5 orang tua dari anak-anak yang
terinfeksi CMV penumpahan selama setahun.3
Meskipun CMV dapat ditularkan melalui ASI, infeksi yang terjadi dari
pemberian ASI biasanya tidak menimbulkan gejala atau penyakit pada bayi.
Karena infeksi CMV setelah lahir dapat menyebabkan penyakit pada bayi lahir
prematur atau rendah sangat berat, ibu bayi tersebut harus berkonsultasi dengan
penyedia layanan kesehatan mereka tentang menyusui.3
Transmisi CMV selama Kehamilan
17
Di Amerika Serikat, sekitar 30-50% wanita tidak pernah terinfeksi CMV.
Sekitar 1-4 dari setiap 100 wanita yang belum pernah terinfeksi dengan CMV
mengalami infeksi (pertama) primer CMV selama kehamilan. Sekitar sepertiga
dari wanita (33 dari setiap 100) yang terinfeksi dengan CMV untuk pertama
kalinya selama kehamilan akan meneruskan infeksi pada bayi mereka.3
Di Amerika Serikat, sekitar 50-80% wanita telah terinfeksi dengan CMV
pada usia 40 tahun. Jika seorang wanita terinfeksi dengan CMV sebelum
menjadi hamil, risiko menularkan virus ke janinnya sekitar 1 dalam 100.3Untuk
wanita hamil, dua transmisi yang paling umum untuk CMV melalui hubungan
seksual dan melalui kontak dengan urin dan air liur anak-anak muda dengan
infeksi CMV.3 Tidak ada tindakan yang dapat menghilangkan semua resiko
infeksi CMV dari anak muda, tetapi ada beberapa tindakan yang dapat
mengurangi penyebarannya (untuk rinciannya, lihat Pencegahan). Tujuan
utama dari tindakan ini adalah untuk menghindari urin anak-anak dan air liur di
tangan Anda atau di mata, hidung, atau mulut.3
Penularan CMV ke Bayi sebelum Lahir
CMV dapat menular dari ibu hamil ke janinnya selama kehamilan. Virus
dalam darah ibu masuk lewat plasenta dan menginfeksi darah janin.3 Antara
bayi yang lahir dengan infeksi CMV (infeksi CMV kongenital), sekitar 1 dari 5
akan memiliki cacat permanen, seperti cacat perkembangan atau gangguan
pendengaran. 3
D. Patogenesis Infeksi Cytomegalovirus
CMV adalah virus litik yang menyebabkan efek sitopatik in vitro dan in
vivo. Efek patologis infeksi CMV adalah sel yang membesar dengan badan
inklusi virus (viral inclusion bodies). Sel yang terkena sitomegali juga terlihat
pada infeksi yang disebabkan oleh Betaherpesvirinae lain. Secara mikroskopis,
sebutan bagi sel ini adalah mata burung hantu. Walaupun merupakan suatu
dasar diagnosis, tampilan histologis seperti ini hanya ada sedikit atau tidak ada
pada organ terinfeksi. 4
18
Gambar 2. Pewarnaan hematoxylin-eosin pada potongan paru menunjukan
inklusi mata burung hantu yang tipikal. 4
Virus CMV memasuki sel dengan cara terikat pada reseptor yang ada di
permukaan sel inang, kemudian menembus membran sel, masuk ke dalam
vakuole di sitoplasma, lalu selubung virus terlepas, dan nucleocapsid cepat
menuju ke nukleus sel inang (uncoating).4
Riwayat infeksi CMV sangat kompleks, setelah infeksi primer, virus
diekskresi melalui beberapa tempat dan ekskresi virus dapat menetap beberapa
minggu, bulan, bahkan tahun sebelum virus hidup laten. Episode infeksi ulang
sering terjadi, karena reaktivasi dari keadaan laten dan terjadi pelepasan virus
lagi. Infeksi ulang juga dapat terjadi eksogen dengan strain lain dari CMV.
Infeksi CMV dapat terjadi setiap saat dan menetap sepanjang hidup. ”Sekali
terinfeksi, tetap terinfeksi”, virus hidup dormant dalam sel inang tanpa
menimbulkan keluhan atau hanya keluhan ringan seperti common cold.
Replikasi virus merupakan faktor risiko penting untuk penyakit dengan
manifestasi klinik infeksi CMV. Penyakit yang timbul melibatkan peran dari
banyak molekul baik yang dimiliki oleh CMV sendiri maupun molekul tubuh
inang yang terpacu aktivasi atau pembentukannya akibat infeksi CMV. CMV
dapat hidup di dalam bermacam sel seperti sel epitel, endotel, fibroblas,
leukosit polimorfonukleus, makrofag yang berasal dari monosit, sel dendritik,
19
limfosit T (CD4+ , CD8+), limfosit B, sel progenitor granulosit-monosit.
Dengan demikian berarti CMV menyebabkan infeksisistemik dan menyerang
banyak macam organ antara lain kelenjar ludah, tenggorokan, paru, saluran
cerna, hati, kantong empedu, limpa, pankreas, ginjal, adrenal, otak atau sistem
syaraf pusat. Virus dapat ditemukan dalam saliva, air mata, darah, urin, semen,
sekret vagina, air susu ibu, cairan amnion dan lain-lain cairan tubuh. Ekskresi
yang paling umum ialah melalui saliva, dan urin dan berlangsung lama,
sehingga bahaya penularan dan penyebaran infeksi mudah terjadi. Ekskresi
CMV pada infeksi kongenital sama seperti pada ibu, juga berlangsung lama.2
Reaktivasi, replikasi dan reinfeksi umum terjadi secara intermiten,
meskipun tanpa menimbulkan keluhan atau kerusakan jaringan. Replikasi
DNA virus dan pembentukan kapsid terjadi di dalam nukleus sel inang. Sel-sel
terinfeksi CMV dapat berfusi satu dengan yang lain, membentuk satu sel besar
dengan nukleus yang banyak. Endothelial giant cells (multinucleated cells)
dapat dijumpai dalam sirkulasi selama infeksi CMV menyebar. Sel berinti
ganda yang membesar ini sangat berarti untuk menunjukkan replikasi virus,
yaitu apabila mengandung inklusi intranukleus berukuran besar seperti mata
burung hantu (owl eye).2
Respons imun seseorang memegang peran penting untuk mengeliminasi
virus yang telah menyebabkan infeksi. Pada kondisi kompetensi imun yang
baik (imunokompeten), infeksi CMV akut jarang menimbulkan komplikasi,
namun penyakit dapat menjadi berat bila individu berada dalam keadaan
immature (belum matang), immunosuppressed (respons imun tertekan) atau
immunocompromised (respons imun lemah), termasuk ibu hamil dan neonatus,
penderita HIV (human immunodeficiency virus), penderita yang mendapatkan
transplantasi organ atau pengobatan imunosupresan dan yang menderita
penyakit keganasan. Pada kondisi tersebut, sistem imun yang tertekan atau
lemah, belum mampu membangun respons baik seluler maupun humoral yang
efektif, sehingga dapat mengakibatkan nekrosis atau kematian jaringan yang
berat, bahkan fatal.2
20
Respons imun terhadap infeksi CMV sama seperti terhadap infeksi
terhadap virus pada umumnya, bersifat kompleks yang meliputi baik faktor
atau komponen yang berperan dalam respons imun seluler maupun humoral.
Kontrol yang cepat, segera pada infeksi akut dilakukan oleh sistem imun yang
diperantarai sel yaitu sel NK (natural killer), sel T CD8+ dan dengan bantuan
sel T CD4+. Sel NK, anggota limfosit nonT-nonB yang beredar dalam sirkulasi
darah dan jaringan, merupakan komponen nonspesifik dari sistem imun
bawaan, akan mengenal sel inang yang terinfeksi virus, kemudian
menghancurkan sel tersebut dengan cara lisis proteolitik. Pada awal infeksi
akut, dalam respons imun spesifik, antigen virus diproses oleh makrofag
antigen presenting cells (APC), dipresentasikan ke sel limfosit T CD4+ (T
helper) yang memproduksi sitokin dan memicu proliferasi klon tunggal sel T
sitotoksik atau sitolitik (CD8+) yang tersensitasi. Sel T CD8+ yang teraktivasi
kemudian secara spesifik akan menghancurkan sel inang yang
mengekspresikan antigen virus yang berikatan dengan major histocompatibility
complex (MHC) atau human leucocyte antigen (HLA) kelas I di permukaan sel.
MHC atau HLA kelas I dijumpai pada hampir semua sel berinti. Respons imun
ini ditargetkan terhadap bermacam antigen seperti protein IE1, IE2, gB dan pp
65. Sel T-CD4+ spesifik juga memegang peran penting di dalam mengontrol
infeksi virus dengan cara melepaskan interferon γ ( IFN-γ ) yang kemudian
mengaktifkan makrofag sebagai fagosit. Imunitas yang diperantarai sel ini
memegang peran utama untuk menekan aktivitas virus yang menetap secara
laten. 2
Respons imun humoral terbentuk karena fragmen antigen yang berikatan
dengan molekul MHC kelas II dipresentasikan oleh APC kepada limfosit T-
CD4+. Produksi sitokin terpacu untuk mengaktifkan sel B, kemudian sel B
berproliferasi dan berdiferensiasi menjadi sel plasma yang menghasilkan
antibodi atau imunoglobulin. IgM muncul pertama kali, setelah itu dengan
mutasi somatik yang terjadi pada limfosit B yang terstimulasi antigen, maka
akan terjadi isotype switching dan terbentuk isotype immunoglobulin yang lain
seperti IgG, IgA., IgE, dan IgD. Antibodi yang terbentuk pada awalnya
21
memiliki kekuatan mengikat antigen yang masih lemah, selanjutnya terjadi
affinity maturation terhadap sebagian dari sel B, sehingga menghasilkan
antibodi yang mampu mengikat antigen dengan kuat. Kekuatan ikatan antibodi
terhadap antigen ini disebut high-affinity dan high avidity. Antibodi IgG adalah
yang paling utama melakukan neutralisasi dan eliminasi terhadap CMV yang
beredar dalam sirkulasi. IgG tersebut adalah antibody anti-gB (anti-
glikoprotein B) yang merupakan antibodi terhadap antigen paling imunogenik
dari amplop CM.2
CMV kongenital terjadi karena virus yang beredar dalam sirkulasi
(viremia) ibu menular ke janin. Kejadian transmisi seperti ini dijumpai pada
kurang lebih 0,5– 1% dari kasus yang mengalami reinfeksi atau rekuren.
Viremia pada ibu hamil dapat menyebar melalui aliran darah (per hematogen),
menembus plasenta, menuju ke fetus baik pada infeksi primer eksogen maupun
pada reaktivasi, infeksi rekuren endogen, yang mungkin akan menimbulkan
risiko 6 tinggi untuk kerusakan jaringan prenatal yang serius. Risiko pada
infeksi primer lebih tinggi daripada reaktivasi atau ibu terinfeksi sebelum
konsepsi. Infeksi transplasenta juga dapat terjadi, karena sel terinfeksi
membawa virus dengan muatan tinggi. Transmisi tersebut dapat terjadi setiap
saat sepanjang kehamilan, namun infeksi yang terjadi sampai 16 minggu
pertama, akan menimbulkan penyakit yang lebih berat.5
Respons imun pada fetus dan anak diperantarai sel yang terbentuk 1
minggu sebelum respons humoral, mencapai puncak sama dengan respons
humoral. Respons imun seluler mulai dapat terdeteksi dengan baik pada umur
fetus 22 minggu. Aktivasi dan diferensiasi sel T CD4+ dapat terjadi, meskipun
kemampuan untuk menghasilkan IFN-γ masih lemah. Hasil suatu studi
menyatakan bahwa peran sel T CD4+ spesifik dengan frekuensi yang tinggi
pada neonatus memungkinkan terjadi stimulasi terhadap imunitas seluler,
sehingga infeksi CMV kongenital bersifat asimtomatik. Respons imun humoral
dimulai pada 9 – 11 minggu kehamilan, namun kadar antibodi dalam sirkulasi
tetap rendah sampai pertengahan kehamilan, kecuali terdapat virus dalam titer
tinggi dan ada perkembangan reseptor antigen di permukaan sel keadaan ini,
22
kadar antibodi meningkat dengan predominan IgM. Pada infeksi kongenital,
IgG maternal dapat menembus plasenta masuk ke sirkulasi fetus, sedangkan
IgM atau IgA yang terdeteksi pada darah tali pusat neonatus, menunjukkan
bahwa antibodi tersebut diproduksi oleh fetus atau bayi sendiri yang terinfeksi
secara vertikal dari ibu. Pada reaktivasi, antibodi anti-CMV terbentuk adekuat,
sebaliknya terjadi defek imunitas yang diperantarai sel dengan penurunan
jumlah sel NK dan T CD8+.2
E. Manifestasi Klinis dan Komplikasi
1. Manifestasi Klinis Secara Umum
Pada populasi dewasa normal, CMV bersifat dormant (tidak aktif) dalam
tubuh. CMV hanya bermanifestasi jika kekebalan tubuh orang
bersangkutan merosot. Misalnya, mendapat transplantasi organ, sedang
menjalani kemoterapi atau terinfeksi HIV. Pada sebagian orang, infeksi
primer CMV pada saat dewasa menimbulkan infeksi mononukleosis.
Gejalanya mirip infeksi yang disebabkan oleh virus Epstein Barr, antara
lain; demam, rash (bintik merah) di tubuh, pembengkakan kelenjar limfe di
leher, rasa capai hebat, kehilangan nafsu makan, sakit kepala, nyeri otot,
pembesaran hati dan limpa. Gejala ini, sebagaimana gejala flu, bisa sembuh
sendiri tanpa diobati. Cukup beristirahat dua sampai enam minggu. Antara
tiga dan dua belas minggu setelah terinfeksi beberapa pasien mungkin
mengalami demam, kelelahan umum dan kelenjar bengkak. Pasien dengan
risiko tinggi dapat mengembangkan pneumonia dan batuk. Komplikasi
infeksi CMV dijabarkan sebagai berikut: 6
a. Cytomegalovirus pneumonia didefinisikan sebagai tanda-tanda dan
gejala penyakit paru dalam kombinasi dengan deteksi CMV dalam
cairan bronchoalveolar atau jaringan paru-paru. Tingkat tertinggi
pneumonia CMV serta keparahan terbesar terjadi antara penerima
transplantasi paru-paru yang berisiko.
b. Cytomegalovirus hepatitis didefinisikan sebagai bilirubin tinggi dan
atau tingkat enzim hati dalam kombinasi dengan deteksi CMV tanpa
23
adanya penyebab lain untuk hepatitis. Hepatitis telah sering diamati
pada pasien dengan infeksi CMV primer dan mononukleosis. Tingkat
enzim hepatoseluler mungkin ringan dan transiently meningkat dan
dalam kasus yang jarang, penyakit kuning dapat berkembang. Prognosis
hepatitis CMV pada host imunokompeten biasanya menguntungkan,
tetapi kematian telah dilaporkan pada pasien imunosupresi.
c. CMV gastritis dan kolitis adalah kombinasi dari gejala pada saluran
atas dan bawah GI. Lesi mukosa terlihat pada endoskopi. CMV dapat
menginfeksi saluran pencernaan dari rongga mulut melalui usus besar.
Manifestasi khas penyakit adalah lesi ulseratif. Dalam rongga mulut ini
dapat dibedakan dari ulkus yang disebabkan oleh HSV atau ulserasi
aphthous. Gastritis dapat muncul sebagai sakit perut dan bahkan
hematemesis, sedangkan kolitis lebih sering muncul sebagai penyakit
diare.
d. Cytomegalovirus penyakit SSP merupakan gejala SSP dalam kombinasi
dengan deteksi CMV dalam CSF.
e. Cytomegalovirus retinitis adalah salah satu infeksi oportunistik yang
paling umum pada orang dengan AIDS, biasanya mereka dengan
jumlah CD4+ di bawah 50 sel/uL. Meskipun jumlah kasus mengalami
penurunan dengan penggunaan ART, kasus baru tetap dilaporkan.
Individu dengan retinitis CMV biasanya menunjukkan penurunan
progresif ketajaman visual, yang dapat berkembang menjadi kebutaan
jika tidak diobati. Unilateral dan bilateral penyakit mungkin ada.
Pengobatan jangka panjang CMV diperlukan untuk mencegah kambuh
retinitis. 6
2. Manifestasi klinis pada Ibu Hamil :
Umumnya >90% infeksi CMV pada ibu hamil asimpomatik, tidak
terdeteksi secara klinis. Gejala yang timbul tidak spesifik, yaitu: demam,
lesu, sakit kepala, sakit otot dan nyeri tenggorok. Wanita hamil yang
terinfeksi CMV akan menyalurkan pada bayi yang dikandungnya, sehingga
24
bayi yang dikandungnya akan mendapatkan kelainan kongenital. Selain itu
wanita yang hamil dapat mengalami keguguran akibat infeksi CMV. 6
3. Manifestasi Klinis pada Bayi
Transmisi dari ibu ke janin dapat terjadi selama kehamilan, Infeksi pada
kehamilan sebelum 16 minggu dapat mengakibatkan kelainan kongenital
berat. Gejala klinik infeksi CMV pada bayi baru lahir jarang ditemukan.
Dari hasil pemeriksaan virologis, CMV hanya didapat 5-10% dari seluruh
kasus infeksi kongenital CMV. Kasus infeksi kongenital CMV hanya 30-
40% saja yang disertai persalinan prematur. Dari semua yang prematur
setengahnya disertai Pertumbuhan Janin Terhambat (PJT). 10% dari janin
yang menunjukkan tanda-tanda infeksi kongenital mati dalam dua minggu
pertama. infeksi kongenital pada anak baru lahir jelas gejalanya. Gejala
infeksi pada bayi baru lahir bermacam-macam, dari yang tanpa gejala apa
pun sampai berupa demam, kuning (jaundice), gangguan paru,
pembengkakan kelenjar limfe, pembesaran hati dan limpa, bintik merah di
sekujur tubuh, serta hambatan perkembangan otak (microcephaly). Hal ini
bisa menyebabkan buta, tuli, retardasi mental bahkan kematian. Tetapi ada
juga yang baru tampak gejalanya pada masa pertumbuhan dengan
memperlihatkan gangguan neurologis, mental, ketulian dan visual.
Komplikasi yang dapat muncul pada infeksi CMV antara lan.7
a. Infeksi pada sistem saraf pusat (SSP) antara lain: meningoencephalitis,
kalsifikasi, mikrosefali, gangguan migrasi neuronal, kista matriks
germinal, ventriculomegaly dan hypoplasia cerebellar). Penyakit SSP
biasanya menunjukan gejala dan tanda berupa: kelesuan, hypotonia,
kejang, dan pendengaran defisit.
b. Kelainan pada mata meliputi korioretinitis, neuritis optik, katarak,
koloboma, dan mikroftalmia.
c. Sensorineural hearing defisit (SNHD) atau kelainan pendengaran dapat
terjadi pada kelahiran, baik unilateral atau bilateral, atau dapat terjadi
kemudian pada masa kanak-kanak. Beberapa pasien memiliki
pendengaran normal untuk pertama 6 tahun hidup, tetapi mereka
25
kemudian dapat mengalami perubahan tiba-tiba atau terjadi gangguan
pendengaran. Di antara anak-anak dengan defisit pendengaran,
kerusakan lebih lanjut dari pendengaran terjadi pada 50%, dengan usia
rata-rata perkembangan pertama pada usia 18 bulan (kisaran usia 2-70
bulan). Gangguan pendengaran merupakan hasil dari replikasi virus
dalam telinga bagian dalam.
d. Hepatomegali dengan kadar bilirubin direk transaminase serum
meningkat. Secara patologis dijumpai kolangitis intralobar, kolestasis
obstruktif yang akan menetap selama masa anak. Inclusian dijumpai
pada sel kupffer dan epitel saluran empedu. Bayi dengan infeksi CMV
kongenital memiliki tingkat mortalitas 20-30%. Kematian biasanya
disebabkan disfungsi hati, perdarahan, dan intravaskuler koagulopati
atau infeksi bakteri sekunder.8
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Diagnosis Infeksi CMV
1. Diagnosis Klinis
a. Riwayat Klinis
CMV adalah virus herpes double-stranded DNA dan merupakan
infeksi yang paling umum virus bawaan. Tingkat seropositif CMV
meningkat dengan usia. Lokasi geografis, kelas sosial ekonomi dan
bekerja pameran faktor lain yang mempengaruhi risiko infeksi. Infeksi
CMV membutuhkan kontak dekat melalui air liur, urin dan cairan tubuh
lainnya. Kemungkinan rute transmisi termasuk kontak seksual,
transplantasi organ, transmisi transplasenta, penularan melalui ASI dan
transfusi darah (jarang). 9
Reaktivasi primer atau infeksi berulang dapat terjadi selama
kehamilan dan dapat menyebabkan infeksi CMV kongenital. Infeksi
26
transplasental dapat mengakibatkan pembatasan pertumbuhan
intrauterin, gangguan pendengaran sensorineural, kalsifikasi
intrakranial, mikrosefali, hidrosefalus, hepatosplenomegali,
psikomotorik keterbelakangan dan atrofi optik. 9
Masa inkubasi infeksi perinatal bervariasi antara 4 dan 12 minggu
(ratarata, 8 minggu). Jumlah virus pada bayi dengan infeksi perinatal
lebih sedikit dibandingkan yang berkembang di infeksi kongenital,
infeksi ini bersifat kronis, virus dapat bertahan selama bertahun-tahun.
Kebanyakan bayi dengan infeksi perinatal adalah asimtomatik, karena
bayi memiliki antibodi ibu (IgG) terhadap CMV. Sebaliknya, 15-25%
bayi prematur yang terinfeksi dapat mengembangkan penyakit klinis,
seperti pneumonia, hepatitis atau penyakit sepsis dengan gejala apnea,
bradikardia, hepatosplenomegali, distensi usus, anemia,
trombositopenia dan fungsi hati yang abnormal. Infeksi CMV yang
didapat karena tranfusi pada bayi prematur dengan bayi lahir sangat
rendah berat badan mungkin mengalami gejala-gejala menyerupai
CID.8
Infeksi maternal lebih mungkin disebabkan reaktivasi virus laten
dan dengan demikian tidak menimbulkan gejala atau bermanifestasi
sebagai demam rendah, malaise dan mialgia. Infeksi primer CMV
biasanya tanpa gejala, tetapi nyata bisa sebagai gambar
mononukleosislike, dengan demam, kelelahan dan limfadenopati.
Perempuan yang berada dalam kontak yang dekat dengan anak-anak
atau anak-anak di prasekolah, pekerja penitipan atau pekerja kesehatan
berisiko lebih tinggi terhadap infeksi.9
b. Pemeriksaan Fisik
Tidak ada gejala spesifik yang muncul pada kehamilan dengan infeksi
CMV. Kebanyakan bayi dengan infeksi CMV bawaan, tidak ada gejala
yang muncul saat lahir, tetapi dapat mengembangkan sekuel di
kemudian hari. Gejala yang mungkin muncul adalah splenomegali,
ptekie atau jaundice. Infeksi CMV bawaan, terjadi pada 5-10% bayi,
27
ditandai dengan jaundice, hepatosplenomegali, ruam ptekie, gangguan
pernapasan dan keterlibatan neurologis, yang mungkin termasuk
mikrosefali, retardasi motor, kalsifikasi serebral, lesu dan kejang.9
c. Pemeriksaan Penunjang
CMV biasanya diisolasi dari urin dan air liur, tetapi dapat diisolasi
dari cairan tubuh lainnya, termasuk susu payudara, sekresi leher rahim,
cairan ketuban, sel-sel darah putih, cairan serebrospinal, sampel tinja
dan biopsi. Tes terbaik untuk diagnosis infeksi bawaan atau perinatal
adalah isolasi virus atau demonstrasi reaksi berantai materi CMV
genetik (PCR) dari urin atau air liur bayi baru lahir. Sensitivitas PCR
dengan spesimen urin adalah 89% dan spesifisitas 96%. Sampel urine
dapat didinginkan (4℃) tetapi tidak boleh beku dan disimpan pada
suhu kamar. Tingkat pemulihan virus 93% dalam urin setelah 7 hari
pendinginan, kemudian menurun menjadi 50% setelah 1 bulan.8
Peningkatan titer IgG empat kali lipat di dalam sera pasangan atau
anti-CMV IgM yang positif kuat berguna mendiagnosis infeksi, tes
serologis tidak dianjurkan untuk diagnosis infeksi pada bayi baru lahir.
Hal ini dikarenakan deteksi IgG anti-CMV pada bayi baru lahir
mencerminkan antibodi yang diperoleh dari ibu melalui transplasental
dan antibodi tersebut dapat bertahan sampai 18 bulan. Uji IgM juga
dapat bernilai positif palsu dan negatif palsu, Computed tomography
(CT) lebih sensitif untuk mendeteksi kalsifikasi intracranial. MRI dapat
digunakan untuk mendeteksi gangguan migrasi neuronal dan lesi
parenkim serebral.8
Amniosentesis merupakan tes diagnostik prenatal tunggal yang
paling berharga, sedangkan PCR atau kultur virus dari cairan ketuban,
mempunyai tingkat spesifisitas dan sensitivitas yang sama. Kuantitatif
PCR menunjukkan 105 genom/mL cairan ketuban yang mungkin
mengandung prediktor gejala infeksi congenital. Ultrasonografi
kelainan janin pada wanita hamil dengan infeksi primer atau berulang
biasanya menunjukkan gejala infeksi janin. Kelainan sonografi janin
28
yang dilaporkan termasuk oligohidroamnios, pembatasan pertumbuhan
intrauterin, microcephaly, ventriculomegaly, kalsifikasi intrakranial,
hipoplasia corpus callosum, asites, hepatosplenomegali, hypoechogenic
bowel, efusi pleura dan pericardial. 8
2. Diagnosis Banding
a. Toxoplasmosis
1) Gejala: 9
- First half of pregnancy : dapat menyebabkan malformation pada
CNS, mikrosefali, hidrosefalus dan kematian perinatal.
- Second half of pregnancy : Ringan/asimtomatik, demam (flu like
syndrome, limpadenopati, servikal, aksila, namun tidak sakit.
Gejala-gejala ini muncul selama beberapa minggu s/d bulan.
Anemia, lekopenia, kadang lekositosis. Dapat terjadi
chorioretinitis dan kelainan pada CNS setelah beberapa bulan
atau beberapa tahun kemudian.
2) Pemeriksaan Penunjang: 9
- IgM Toxoplasma gondii sangat baik dalam mendiagnosa
toxoplasmosis kongenital dan didapat.
- IgM antibodi tidak bisa menembus plasenta
- IgG dapat menembus plasenta
- IgG pada bayi akan berkurang dan habis yang didapat dari
ibunya. Selanjutnya akan dibentuk sendiri pada usia 2-3 bulan
- IgM tidak ditemukan pada bayi. Diagnosa Toxoplasmosis pada
bayi dipastikan dengan deteksi peningkatan IgG pada bayi
berumur 2-3 bulan dan 6 bulan, dimana pada waktu itu IgG dari
Ibu sudah habis.
- Serodiagnosis pada wanita hamil titer tunggal tidak mempunyai
arti klinis, oleh karenanya perlu 2x pengujian (2x) sedikitnya
(secara serial).
29
- Serokonversi IgG dari negatif menjadi positif memastikan
infeksi akut primer. Kenaikan titer IgG yang bermakna adalah
4x pada pemeriksaan serial, menunjukkan infeksi akut (parah)
b. Rubella
1) Gejala: 9
Gejala klinis Rubella bervariasi setiap orang dan sulit dikenali.
Gejalanya mirip dengan infection mononucleosis, drug induced
rashes. Pada wanita hamil dengan infeksi primer bisa menularkan
ke janin dengan masa inkubasi 2 – 3 minggu rata-rata ± 18 hari.
Kelainan kongenital tergantung pada saat mana terjadi infeksi pada
waktu hamil. Infeksi pada bulan pertama kehamilan dapat
menyebabkan fetal malformation ± 50% – 80%, 25% pada bulan
kedua dan 17% pada bulan ketiga. Congenital Rubella Syndrome
dapat terjadi pada infeksi di trimester 1 kehamilan. Kelainan lainnya
adalah CHD (PDA, VSD dan PT), katarak, chorioretinitis,
microcephaly, retardasi mental dan deafness.
2) Pemeriksaan Penunjang: 9
Infeksi rubella primer pada penderita dari rubella dijumpai antibodi
IgM sesuai dengan gejala klinis yang ada. Pada infeksi rubella
primer akut, IgM dapat dideteksi hampir pada 100% kasus yaitu
pada hari 4-15 setelah munculnya ruam, menurun setelah 36-70
hari, dan menghilang setelah 180 hari Reinfeksi asimptomatik pada
wanita hamil berbahaya untuk fetus, dengan karakteristik IgG
meninggi dan tidak dijumpai IgM. Pemeriksaan IgM ini tidak hanya
untuk wanita hamil tapi perlu juga untuk wanita yang belum hamil.
IgG meningkat cepat pada hari ke 7 s/d 21 kemudian menurun, dan
tetap tinggal sebagai pelindung
c. Herpes
1) Gejala: 9
- HSV-1 Vesikel-vesikel di sekitar mulut, acute
ginggivostomatitis. Infeksi HSV-1 primer dapat menyebabkan
30
follicular congjungtivitis dengan kemosis, edema dan ulks
kornea. Herpes labialis dan dendritic corneal ulcers paling
sering merupakan manifestasi infeksi HSV-1 rekuren. Pada
keadaan parah dapat menyebabkan HSV encephalitis.
- HSV-2 Infeksi HSV-2 merupakan infeksi pada genital dan dapat
menyebabkan infeksi pada bayi pada waktu proses kelahiran.
Sebagian besar bayi mendapat infeksi HSV-2 pada ibu hamil
asimtomatis. Lesi ulserativ, pain fever, disuria, dan
lymphadenopathy selalu dijumpai.
2) Pemeriksaan Penunjang: 9
Virus dapat diisolasi dari vesicular fluid, ulcer scraping, throat
swabs, salifa, CSF dan pada jaringan yang terinfeksi, bufficoat,
urine, rectal cultures. Virus mempunyai sifat cytopathogenic effects
(CPE) dan berkembang biak sangat cepat dalam 24 jam, tetapi
pemeriksaan cara ini memerlukan waktu yang lama. Antibodi IgM
HSV-1 & IgM HSV-2 muncul pada infeksi primer atau reaktivasi.
IgM pada infeksi primer bertahan s/d 9 bulan pada beberapa pasien.
Pengambilan sampel untuk IgG setelah 2-7 minggu Anti HSV IgG
positif pada neonatus, yang didapat dari ibu hanya bertahan 6 bulan.
Jika negatif infeksi bawaan dapat diabaikan. Cara pemeriksaan :
- Citology dan Histology
- Immunoflourescence
- Enzim Immuno Assay dan Immunoblotting
Pemeriksaan serologi merupakan pemeriksaan yang paling baik
dilakukan untuk menentukan adanya infeksi HSV, juga untuk
diagnosa primary infection jika titer antibodi terjadi peningkatan 4
kali atau lebih.
B. Penatalaksanaan Infeksi CMV
Pilihan terapi terbaik dan pencegahan penyakit CMV yaitu gansiklovir dan
valgansiklovir. Pilihan lainnya merupakan lini kedua antara lain foscarnet dan
31
cidofovir . Konsensus yang menyatakan hal yang lebih baik antara profilaksis
dengan terapi preemptive yang lebih baik untuk pencegahan infeksi CMV pada
penerima organtransplan solid. 10
1. Terapi medikamentosa
Pemberian terapi anti-Cytomegalovirus hanya setelah konsultasi dengan
ahli yang mengerti dengan dosis dan efek berat. Agen antiviral dapat
diberikan pada terapi penyakir Cytomegalovirus yang sudah ditegakan atau
sebagai profilaksis (seperti terapi preemptive) jika risiko perkembangan
penyakit ini tinggi (seperti pada penerima organ transplan).10
Antivirus nukleosida adalah agen antivirus yang sesungguhnya aktif
melawan Cytomegalovirus, meskipun immunoglobulin dapat menyediakan
efek antivirus, yang sebagian besar dikombinasikan dengan obat-obat ini.
Obat-obat ini bekerja pada target molekuler yang umum yang dinamakan
DNA polimerase virus. Gansiklovir adalah sebuah analog nukleosida
asiklik, sedangkan cidofovir adalah fosfanat nukleosid asiklik. Setiap bahan
harus difosforilasi ke dalam bentuk trifosfat sebelum dapat dihambat oleh
polimerase Cytomegalovirus. Produk gen virus, UL97 fosfotranferase
memediasi langkah untuk monofosforilasi untuk gansiklovir. Foscarnet
bukan merupakan analog nukleosida sejati, tetapi dapat juga secara
langsung menghambat polimerase virus.10
Gansiklovir umumnya digunakan sebagai terapi preemptive pada penerima
organ transplan yang berisiko tinggi mengalami perkembangan penyakit
(seperti penerima organ transplan yang seronegatif terhadap organ
transplan dari donor seropositif). Asiklovir per oral dan pernteral juga telah
sukses digunakan untuk profilaksis organ padat transplantasi (penerima
seronegatif). Meskipun demikian, asiklovir tidak pernah digunakan untuk
terapi penyakit Cytomegalovirus yang aktif. Formulasi oral dibuktikan
untuk digunakan pada pasien HIV dewasa yang mengalami retinitis
Cytomegalovirus. Meskipun demikian bioavailabilitasnya kurang dan tidak
ada data yang mendukung pada anak-anak.10
32
Sekuel neurologi dari Cytomegalovirus kongenital umumnya tuli
sensorineural, berkembang pada posnatal, kemunculan hasilnya dari
percobaan terminasi kolaborasi bangsa-bangsa masih menarik diteliti.
Gansiklovir intravena membawa perkembangan atau stabilisasi
pendengaran pada sejumlah balita usia 6 bulan. Laporan kasus
menyarankan efikasi gansiklovir untuk penyakit neonatus akut dengan
pengancaman jiwa penyakit Cytomegalovirus (seperti pneumonia).10
Alternatif gansiklovir meliputi trisodium fosformat (PFA) dan cidofovir.
Pengalaman dokter anak dengan obat ini terbatas. Meskipun berpotensi
digunakan dalam latar belakang resisten gansiklovir, toksisitas antivirus ini
cukup besar. Penggunaan obat-obatan ini pada pasien pediatrik hanya pada
kondisi perkecualian. Meskipun obat ini memiliki aktivitas perlawanan
terhadap virus ini tingkat sedang, dosis tinggi acyclovir oral dan
valacyclovir telah digunakan untuk profilaksis penyakit ini dengan individu
risiko tinggi seperti yang telah disebutkan, tetapi tidak sesuai pada terapi
penyakit aktif. Terapi oral dengan valgansiklovir dipertimbangkan untuk
diinvestigasi pada anak.10
a. Gansiklovir
Gansiklovir terlisensi untuk terapi infeksi CMV. Nukleotida asiklik
sintetik secara struktural serupa dengan guanin. Struktur tersebut serupa
pada acyclovir yang membutuhkan fosforilasi aktivitas antiviral. Enzim
yang bertanggung jawab untuk fosforilasi adalah produk gen UL97
virus, sebuah protein kinase. Resistensi dapat terjadi pada penggunaan
jangka panjang, secara umum terjadi karena mutasi gen ini. Indikasi
obat ini untuk anak immunocompromised seperti infeksi HIV,
postransplan, dan lain-lain jika secara klinis dan virologis membuktikan
penyakit spesifik berakhirnya organ yang spesifik.10
Pada balita, terapi antiviral dengan gansiklovir mungkin berguna
menurunkan prevalensi sekuel perkembangan neural, umumnya tuli
sensorineural. Sebuah penelitian mengenai penyakit alergi dan
infeksiinstitusi nasional di negara peneliti menunjukkan perbaikan
33
relatif pada pendengaran pada tuli simtomatik kongenital CMV yang
diterapi dengan gansiklovir. Meskipun demikian, terapi pada neonatus
harus dikonsultasikan oleh ahlinya.10
b. Immunoglobulin
Imunoglobulin digunakan sebagai imunisasi pasif untuk mencegah
penyakit Cytomegalovirus simtomatik. Strategi ini telah digunakan
pada kontrol penyakit Cytomegalovirus pada pasien
immunocompromised pada era aantivirus prenuklosida. Bukti pada
kehamilan menyarankan infus Ig CMV pada wanita dengan infeksi
primer dapat mencegah transmisi dan memeperbaiki kondisi
kelahiran.10
c. Valgansiklovir (VGCV)
Valgansiklovir (VGCV) adalah sebuah prodrug turunan valyl dari
gansiklovir. Setelah absorbsi di intestinum, moase valine cepat diurai
oleh hepar menghasilkan GCV. Zat ini inaktif dan membutuhkan
trifosforilasi untuk aktivitas virostatis.10
2. Pembedahan
Terapi operatif yang dibutuhkan seperti pada kejadian dengan cerebral
palsy yaitu dengan operasi ortopedik dan gastrotomy. Gastrotomy
dilakukan untuk mengganti nutrisi untuk ke enteral.10
C. Pencegahan Infeksi CMV
Pemberian imunisasi dengan plasma hiperimun dan globulin dikemukakan
telah memberi beberapa keberhasilan untuk mencegah infeksi primer dan dapat
diberikan kepada penderita yang akan menjalani 31 cangkok organ. Namun
demikian, program imunisasi terhadap infeksi CMV, belum lazim dijalankan di
negeri kita. Pada pemberian transfusi darah, resipien dengan CMV negatif
idealnya harus mendapat darah dari donor dengan CMV negatif pula.2 Deteksi
laboratorik untuk infeksi CMV, idealnya dilakukan pada setiap donor maupun
resipien yang akan mendapat transfusi darah atau cangkok organ. Apabila
terdapat peningkatan kadar IgG anti- CMV pada pemeriksaan serial yang
34
dilakukan 2x dengan selang waktu 2-3 minggu, maka darah donor seharusnya
tidak diberikan kepada resipien mengingat dalam kondisi tersebut infeksi atau
reinfeksi masih berlangsung. Seorang calon ibu hendaknya menunda untuk
hamil apabila secara laboratorik dinyatakan terinfeksi CMV primer akut. Bayi
baru lahir dari ibu yang menderita infeksi CMV, perlu dideteksi IgM anti-CMV
untuk mengetahui infeksi kongenital. 2
Langkah-langkah pencegahan yang perlu diperhatikan antara lain:11
1. Waspada dan hati-hati pada waktu mengganti popok bayi, cuci tangan
dengan baik sesudah mengganti popok bayi dan buanglah kotoran bayi di
jamban yang saniter.
2. Wanita usia subur yang bekerja di rumah sakit (terutama yang bekerja
dikamar bersalin dan bangsal anak) sebaiknya memperhatikan prinsip
tindakan kewaspadaan universal; sedangkan pada tempat penitipan anak
dan anakprasekolah lakukan prosedur standar yang ketat tentang kebersihan
perorangan seperti kebiasaan mencuci tangan. Terhadap anak-anak dengan
retardasi mental diberikan perhatian lebih spesifik.
3. Hindari melakukan transfusi kepada bayi baru lahir dari ibu yang
seronegatif dengan darah donor dengan seropositif CMV.
4. Hindari transplantasi jaringan organ dari donor seropositif CMV kepada
resipien yang seronegatif. Jika hal ini tidak dapat dihindari, maka
pemberian IG hiperimun atau pemberian antivirus profilaktik mungkin
menolong.
Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitar yang dapat dilakukan
antara lain. 11
1. Laporan kepada instansi kesehatan setempat: laporan resmi tidak
diperlukan,
2. Isolasi: tidak dilakukan. Lakukan tindakan kewaspadaan terhadap sekret
yang dikeluarkan oleh penderita yang diduga mengekskresikan virus.
3. Disinfeksi serentak: Disinfeksi dilakukan terhadap discharge dari
penderita yang dirawat di Rumah Sakit dan terhadap benda-benda yang
tercemar.
35
4. Karantina tidak dilakukan.
5. Imunisasi kontak : vaksin secara komersial tidak tersedia.
6. Investigasi kontak dan sumber infeksi tidak dilakukan, karena tingginya
angka prevalensi orang yang tidak menunjukkan gejala klinis di
masyarakat.
BAB V
PENUTUP
A. Ringkasan
Infeksi Cytomegalovirus (CMV) tersebar luas di seluruh dunia, dan terjadi
endemik tanpa tergantung musim. Iklim tidak mempengaruhi prevalensi. Pada
populasi dengan keadaan sosial ekonomi yang baik, kurang lebih 60-70%
orang dewasa, menunjukkan hasil pemeriksaan laboratorium positif terhadap
infeksi CMV.
Kejadian infeksi CMV pada Ibu hamil sangat tinggi dan menyebabkan
kelainan congenital pada janin. Diagnosis dini dengan anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang amatlah penting untuk menentukan status
infeksi dan penentuan perlu tidaknya mendapat terapi untuk mencegah
mortalitas dan morbiditas. Untuk mengurangi risiko kelainan congenital pada
janin perlu memperhatikan tindakan pencegahan yang efektif.
B. Saran
36
1. Perlunya sosialisasi pencegahan infeksi TORCH termasuk di dalamnya
infeksi CMV untuk mengurangi risiko kelainan congenital pada janin
2. Perlunya tindakan skrining infeksi TORCH tersebar luas dan terjangkau di
sarana pelayanan kesehatan
DAFTAR PUSTAKA
1. Griffiths PD, 2002: Emery VC. Cytomegalovirus. Dalam: Clinical Virology. Washington: ASM Press. h.433-55
2. Budipardigdo S, Lisyani. 2007. Kewaspadaan Terhadap Infeksi Cytomegalovirus Serta Kegunaan Deteksi Secara Laboratorik. Universitas Diponegoro: Semarang
3. Karger, Freiburg. 2001. Cytomegalovirus (CMV). Diunduh dari: http://www.cdc.gov/cmv/transmission.html.
4. Akhter, Kauser dan Wills, Todd S. 2010. Cytomegalovirus. eMedicine Infectious Disease.
5. Dwindra, Mayenru. 2009. Infeksi Cytomegalovirus. Universitas Riau : Riau
6. Kauser, Akhter. 2010. Cytomegalovirus. Diakses tanggal 28 September 2010. Diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/article/215702-overview.
7. Firman F, Wirakusumah,. 2009. Infeksi Cytomegalovirus (CMV) Kongenital dan Permasalahannya. http://www.fmrshs.com/index.php?option=com_content&view=article&id=65:infeksi-Cytomegalovirus-cmv-kongenital danpermasalahannya&catid=39:artikel&Itemid=57
37
8. Kim CS. 2010. Congenital and Perinatal Cytomegalovirus Infection. Korean Journal of Pediatrics. 53(1): 14-20.
9. Marino T, B Laartz, SE Smith, SG Gompf, K Allaboun, JE Marinez, et al. 2010. Viral Infections and Pregnancy. Diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/article/235213-overview.
10. Schleiss, M.R., 2010. Cytomegalovirus Infection: Treatment & Medication. Diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/article/963090-treatment.
11. Chin, J. 2000. Infeksi Sitomegalovirus. Dalam: Manual Pemberantasan Penyakit Menular. Jakarta : Direktorat Jendral Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan. h.143-4 Septenber 2010.
38