case chf ec ms and tr

48
PRESENTASI KASUS PENYAKIT JANTUNG GAGAL JANTUNG KONGESTIF EC STENOSIS MITRAL DAN REGURGITASI TRIKUSPID EC RHEUMA JANTUNG OLEH: KENNY PRIMATYA 110 2006 146 PEMBIMBING: DR. HERAWATI ISNANIJAH, SP.JP 1

Upload: pipit-nurul-fitrah

Post on 08-Feb-2016

35 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: Case Chf Ec MS and TR

PRESENTASI KASUS PENYAKIT JANTUNG

GAGAL JANTUNG KONGESTIF EC STENOSIS MITRAL DAN REGURGITASI

TRIKUSPID EC RHEUMA JANTUNG

OLEH:

KENNY PRIMATYA

110 2006 146

PEMBIMBING:

DR. HERAWATI ISNANIJAH, SP.JP

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PASAR REBO

PERIODE 24 JUNI – 31 AGUSTUS 2013

1

Page 2: Case Chf Ec MS and TR

BAB I

STATUS PASIEN

IDENTITAS PASIEN

Nama Pasien : Ny. M

Umur : 50 tahun

Alamat : Lenteng Agung, Jagakarsa

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

No. Rekam Medis : 341430

Ruang Rawat : Dahlia

Tanggal Masuk RS : 02 Juli 2013

Tanggal Periksa : 12 Juli 2013

A. ANAMNESIS

1. Keluhan utama :

Sesak nafas sejak 3 hari SMRS.

2. Keluhan tambahan:

Udem tungkai +, Batuk +, sulit tidur +, Mual +, Muntah -

3. Riwayat penyakit sekarang :

Pasien datang ke Poli Jantung RSUD Pasar Rebo dengan keluhan sesak sejak 3

hari SMRS dan sesaknya dirasa terus menerus dan memberat setiap kali beraktifiatas.

Pasien juga mengeluhkan kakinya yang bengkak hingga ke paha dan tidak bisa tidur

karena sering terbangun dimalam hari dalam keadaan sesak, setiap tidur pasien harus

menggunakan lebih dari dua bantal. Pasien juga mengalami mual tetapi tidak disertai

2

Page 3: Case Chf Ec MS and TR

muntah. Buang air kecil berwarna kuning tua, tidak terasa sakit saat BAK atau

berpasir. Buang air besar dalam batas normal.

Sebelumnya, 6 tahun yang lalu pasien sudah didiagnosa memiliki kelainan pada

katup jantungnya

4. Riwayat penyakit dahulu :

Riwayat penyakit hipertensi diakui

Riwayat penyakit jantung diakui

Riwayat penyakit diabetes mellitus disangkal

Riwayat penyakit asma disangkal

Riwayat penyakit paru disangkal

Riwayat alergi obat disangkal

5. Riwayat penyakit keluarga :

Riwayat penyakit keluarga hipertensi diakui (Bapak).

Riwayat penyakit keluarga stroke disangkal

Riwayat penyakit keluarga asma disangkal.

Riwayat penyakit keluarga jantung disangkal

Riwayat keluarga alergi obat disangkal.

Riwayat keluarga penyakit diabetes mellitus disangkal.

B. STATUS GENERALIS

1. Kesadaran : Compos Mentis

2. Keadaan umum : Sedang

3. Tekanan darah : 130/90 mmHg

4. Nadi : 88 x/menit

5. Suhu : 36 °C

6. Pernapasan : 24 x/menit

C. ASPEK KEJIWAAN3

Page 4: Case Chf Ec MS and TR

1. Tingkah laku : Dalam Batas Normal

2. Proses pikir : Dalam Batas Normal

3. Kecerdasan : Dalam Batas Normal

D. PEMERIKSAAN FISIK

KULIT

1. Warna : Kecoklatan

2. Jaringan parut : Tidak ada

3. Pertumbuhan rambut : Normal

4. Suhu Raba : Hangat

5. Keringat : Umum

6. Kelembaban : Lembab

7. Turgor : Cukup

8. Ikterus : Ada

9. Edema : Tidak ada

KEPALA

1. Bentuk : Normocephal

2. Posisi : Simetris

3. Penonjolan : Tidak ada

MATA

1. Exophthalmus : Tidak ada

2. Enoptashalmus : Tidak ada

3. Edema kelopak : Tidak ada

4. Konjungtiva anemis : Tidak ada

5. Skelera ikterik : Ada

TELINGA

4

Page 5: Case Chf Ec MS and TR

1. Pendengaran : Baik

2. Membran timpani : Tidak dilakukan

3. Darah : Tidak ada

4. Cairan : Tidak ada

LEHER

1. Trakea : Tidak deviasi

2. Kelenjer tiroid : Tidak membesar

3. Kelenjar Limfe : Tidak membesar

4. JVP : Meningkat, 8cmH2O

PARU-PARU

1. Inspeksi : Bentuk & ukuran dada normal, pergerakan nafas

dalam keadaan statis & dinamis simetris kanan dan

kiri

2. Palpasi : Fremitus taktil simetris kanan dan kiri, fremitus

vokal simetris kanan dan kiri

3. Perkusi : Sonor (+) di seluruh lapang paru

4. Auskultasi : Vesikuler (+/+); Ronki (-/-), Wheezing (-/-)

JANTUNG

5

Page 6: Case Chf Ec MS and TR

1. Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat

2. Palpasi : Iktus cordis teraba

3. Perkusi : Batas atas : Sela iga II garis parasternal sinistra

Batas kanan : Sela iga V garis midclavikula

dekstra

Batas kiri : Sela iga V garis axilaris anterior

sinistra

4. Auskultasi : Bunyi Jantung I dan Bunyi Jantung

II Normal, Reguler.

Gallop (-)

Murmur (+) (Pansistolik murmur)

ABDOMEN

1. Inspeksi : Datar, gerak peristaltik usus tidak terlihat,

2. Auskultasi : Bising usus (+) Normal

3. Perkusi : Timpani di seluruh kuadran abdomen

4. Palpasi : Nyeri tekan (-)

pada 4 kuadran abdomen, Lien tidak teraba,

Hebar teraba 3 jari dibawah pertengahan arcus

costa dextra

EKSTREMITAS

Lengan Kanan Kiri

Tonus otot Normal Normal

Massa otot Normal Normal

Sendi Normal Normal

Gerakan Normal Normal

Kekuatan Normal Normal

6

Page 7: Case Chf Ec MS and TR

Tungkai dan Kaki Kanan Kiri

Tonus otot Normal Normal

Massa otot Normal Normal

Sendi Normal Normal

Gerakan Normal Normal

Kekuatan Normal Normal

Edema - -

Luka - -

Varises - -

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG

EKG

Pemeriksaan Radiologi

Jenis Pemeriksaan : Thoraks PA

7

Page 8: Case Chf Ec MS and TR

Pemeriksaan Echokardiografi

LA/ RA/ LV : Dilatasi

EF : 56%

MPAP : 80-41=39

TTG : 41

RVP : 51

MVA : 0.5

TAPSE : 17

USG Abdomen

Kesan : Cardiac Liver, Ascites, Suspec Pyelonefritis

8

Page 9: Case Chf Ec MS and TR

Pemeriksaan Laboratorium

Jenis

Pemeriksaan02/07/13 Nilai Normal

Hemoglobin 10.9 13,2-17,3

Hematokrit 33 40-52

Leukosit 5920 3800-10600

Thrombosit 189.000 150000-440000

Bilirubin Total 10.60 0.1-1.0

Bilirubin Direct 4.86 0-0.2

Bilirubin

Indirect5.74

SGPT/ALAT 33 duplo 0-35

SGOT/ASAT 75 duplo 0-35

GDS 99 <200

Ureum 82.1 20-40

Kreatinin 1.4 0,17-1,5

Na+ 131 135-147

K+ 4.5 3,8-4,4

Cl- 94 98-108

pH 7.45 7.37-42

PCO2 30 33-44

PO2 164 71-100

HCO3- 20.9

HCO3-std 23.3

Jenis

Pemeriksaan03/07/13 Nilai Normal

LED 21

Hemoglobin 11 13,2-17,3

Hematokrit 33 40-52

Eritrosit 3.1

Leukosit 4630 3800-10600

Thrombosit 132.000 150000-440000

MCV 105

MCH 35

MCHC 34

Basofil 0

Eosinofil 1

Batang 0

9

Page 10: Case Chf Ec MS and TR

Segmen 76

Limfosit 20

Monosit 3

Protein total 7.6

Albumin 3.8

Globulin 3.8

Alkali Fosfatase 88

Kolesterol Total 62

Trigliserida 59

Kolesterol HDL 21

Kolesterol LDL 29

Na+ 150 135-147

K+ 3.4 3,8-4,4

Cl- 10.7 98-108

Asam Urat9.4

duplo

10

Page 11: Case Chf Ec MS and TR

Jenis

Pemeriksaan04/07/13 Nilai Normal

HBsAgNon

Reaktif

IgM HAVNon

Reaktif13,2-17,3

Anti HCV totalNon

Reaktif40-52

Jenis

Pemeriksaan04/07/13 Nilai Normal

Hemoglobin 11.1 13,2-17,3

Hematokrit 33 40-52

Leukosit 4360 3800-10600

Thrombosit 119.000 150000-440000

PT

25.5

INR:

2.48

Bilirubin Total 10.68 0.1-1.0

Bilirubin Direct 5.37 0-0.2

Bilirubin

Indirect5.31

SGPT/ALAT 24 duplo 0-35

SGOT/ASAT 50 duplo 0-35

Na+ 133 135-147

K+ 3.4 3,8-4,4

Cl- 93 98-108

11

Page 12: Case Chf Ec MS and TR

Jenis

Pemeriksaan06/07/13 Nilai Normal

Hemoglobin 11.1 13,2-17,3

Hematokrit 33 40-52

Leukosit 4360 3800-10600

Thrombosit 119.000 150000-440000

PT

25.5

INR:

2.48

Bilirubin Total 10.68 0.1-1.0

Bilirubin Direct 5.37 0-0.2

Bilirubin

Indirect5.31

SGPT/ALAT 24 duplo 0-35

SGOT/ASAT 50 duplo 0-35

Na+ 133 135-147

K+ 3.4 3,8-4,4

Cl- 9398-108

12

Page 13: Case Chf Ec MS and TR

Jenis

Pemeriksaan07/07/13 Nilai Normal

Hemoglobin 11.1 13,2-17,3

Hematokrit 33 40-52

Leukosit 4360 3800-10600

Thrombosit 119.000 150000-440000

PT

25.5

INR:

2.48

Bilirubin Total 10.68 0.1-1.0

Bilirubin Direct 5.37 0-0.2

Bilirubin

Indirect5.31

SGPT/ALAT 24 duplo 0-35

SGOT/ASAT 50 duplo 0-35

Na+ 133 135-147

K+ 3.4 3,8-4,4

Cl- 93 98-108

Jenis

Pemeriksaan08/07/13 Nilai Normal

Hemoglobin 11.1 13,2-17,3

Hematokrit 33 40-52

Leukosit 4360 3800-10600

Thrombosit 119.000 150000-440000

PT

25.5

INR:

2.48

Bilirubin Total 10.68 0.1-1.0

Bilirubin Direct 5.37 0-0.2

Bilirubin

Indirect5.31

SGPT/ALAT 24 duplo 0-35

SGOT/ASAT 50 duplo 0-35

Na+ 133 135-147

K+ 3.4 3,8-4,4

Cl- 9398-108

13

Page 14: Case Chf Ec MS and TR

Jenis

Pemeriksaan09/07/13 Nilai Normal

Hemoglobin 11.1 13,2-17,3

Hematokrit 33 40-52

Leukosit 4360 3800-10600

Thrombosit 119.000 150000-440000

PT

25.5

INR:

2.48

Bilirubin Total 10.68 0.1-1.0

Bilirubin Direct 5.37 0-0.2

Bilirubin

Indirect5.31

SGPT/ALAT 24 duplo 0-35

SGOT/ASAT 50 duplo 0-35

Na+ 133 135-147

K+ 3.4 3,8-4,4

Cl- 9398-108

14

Page 15: Case Chf Ec MS and TR

F. RESUME

Pasien datang ke Poli Jantung RSUD Pasar Rebo dengan keluhan sesak sejak 3

hari SMRS dan sesaknya dirasa terus menerus dan memberat setiap kali beraktifiatas.

Pasien juga mengeluhkan kakinya yang bengkak hingga ke paha dan tidak bisa tidur

karena sering terbangun dimalam hari dalam keadaan sesak, setiap tidur pasien harus

menggunakan lebih dari dua bantal. Pasien juga mengalami mual tetapi tidak disertai

muntah. Buang air kecil berwarna kuning tua, tidak terasa sakit saat BAK atau berpasir.

Buang air besar dalam batas normal.

Sebelumnya, 6 tahun yang lalu pasien sudah didiagnosa memiliki kelainan pada

katup jantungnya

G. DIAGNOSIS KERJA

Congestive Heart Failure ec Mitral Regurgitation

Cardiac Liver

H. PENGKAJIAN MASALAH

Congestive Heart Failure ec Mitral Regurgitation

Atas dasar :

Sering terbangun malam hari karena sesak.

Sesak diperberat saat beraktivitas

Udem pada kedua kaki

JVP meningkat

Terdapat Kelainan katup jantung

Terdapat pembesaran batas jantung pada pemeriksaan fisik

Terdapat Pansistolik murmur

Pada foto rontgen terdapat cardiomegali

Cardiak Liver

Mual15

Page 16: Case Chf Ec MS and TR

Ikterik

Hepatomegali

I. TERAPI

Digoksin 1x1

Spirola 1x100

Xocurliv 3x1

Urdahex 3x1

KSR 3x1

Allopurinol 1x100

OBH syr 3x C

Astacor 3x1

Furosemid 1-1-0

Kalmet 2x1

J. PROGNOSIS

1. Ad vitam : Bonam

2. Ad functionam : Malam

3. Ad sanationam : Dubia ad malam

16

Page 17: Case Chf Ec MS and TR

BAB II

GAGAL JANTUNG KONGESTIF EC REGURGITASI MITRAL EC RHEUMA

JANTUNG

A. GAGAL JANTUNG KONGESTIF

DEFINIS

Gagal jantung kongestif (GJK) merupakan sindroma klinik kompleks yang ditandai

dengan disfungsi ventrikel kanan, kiri atau keduanya dan mengakibatkan terganggunya

regulasi neurohormonal. Sindroma ini disertai intoleransi aktifitas, retensi cairan dan

memendeknya harapan hidup. Gagal jantung kongestif seringkali merupakan stadium

terminal dari penyakit jantung yang terjadi setelah kegagalan mekanisme kompensasi dari

miokardium dan sirkulasi perifer.

Gagal jantung merupakan akibat dari disfungsi miokardium yang mengganggu fungsi

jantung untuk mengedarkan darah keseluruh tubuh yang berakibat pada terganggunnya

kebutuhan metabolic jaringan perifer dan sejumlah organ. Disfungsi miokardium sendiri

dapat disebabkan oleh infark, stress kardiovaskular yang berkepanjangan (hipertensi,

penyakit katup), toksin (penyalahgunaan alcohol) atau infeksi pada beberapa kasus dapat

pula idiopatik.

PATOFISIOLOGI DAN ETIOLOGI

Kelainan intrinsik pada kontraktilitas miokardium yang khas pada gagal jantung akibat

penyakit jantung iskemik, mengganggu kemampuan pengosongan ventrikel yang efektif.

Kontraktilitas ventrikel kiri yang menurun mengurangi curah sekuncup dan meningkatkan

volume residu ventrikel.

17

Page 18: Case Chf Ec MS and TR

FAKTOR PREDISPOSISI DAN PENCETUS

Faktor Predisposisi 

Yang merupakan faktor predisposisi gagal jantung antara lain: hipertensi, penyakit arteri

koroner, kardiomiopati, enyakit pembuluh darah, penyakit jantung kongenital, stenosis

mitral, dan penyakit perikardial.

Faktor Pencetus 

Yang merupakan faktor pencetus gagal jantung antara lain: meningkatnya asupan

(intake) garam, ketidakpatuhan menjalani pengobatan anti gagal jantung, infak miokard akut,

hipertensi, aritmia akut, infeksi, demam, emboli paru, anemia, tirotoksikosis, kehamilan, dan

endokarditis infektif.

B. STENOSIS MITRAL

DEFINISI

Stenosis Mitral merupakan suatu keadaan dimana terjadi gangguan aliran darah dari

atrium kiri melalui katup mitral oleh karena obstruksi pada level katup mitral. Kelainan

struktur mitral ini menyebabkan gangguan pembukaan sehingga timbul gangguan pengisian

ventrikel kiri pada saat diastol.

ETIOLOGI

Penyebab tersering adalah endokarditis rheumatika, akibat reaksi yang progresif dari

demam rheumatik oleh infeksi streptococcus. Penyebab lain walaupun jarang dapat juga

stenosis mitral kongenital, deformitas parasub mitral, vegetasi sistemik lupus erytromatosus

(SLE), karsinosis sistematik, deposit amiloid akibat obat fenfluramin/ phantermin, rheumatoid

artritis (RA), serta klasifikasi annulus maupun daun katup pada usia lanjut akibat proses

degeneratif.

18

Page 19: Case Chf Ec MS and TR

Beberapa keadaan juga dapat menimbulkan obstruksi aliran darah ke ventrikel kiri seperti

cor triatrium, miksoma atrium serta trombus sehingga menyerupai stenosis mitral.

Dari pasien dengan penyakit jantung katup ini 60% dengan riwayat demam rheumatik,

sisanya menyangkal. Selain dari pada itu 50% pasien dengan karditis rheumatik akut tidak

berlanjut sehingga penyakit jantung secara klinik ( Rahimtoola). Pada kasus kami di klinik

(data tidak dipublikasi) juga terlihat beberapa kasus demam rheumatik akut yang tidak

berlanjut menjadi penyakit jantung katup, walaupun ada diantaranya memberi menifestasi

chorea. Kemungkinan hal ini disebabkan karena pengenalan dini dan terapi antibiotik yang

adekuat.

PATOLOGI

Pada Stenosis Mitral akibat demam rheumatik akan terjadi proses peradangan (valvulitis)

dan pembentukan nodul tipis disepanjang garis penutupan katup. Proses ini akan menimbulkan

fibrosis dan penebalan daun katup, klasifikasi, fusi kommisura, fusi serta pemendekan korda

atau kombinasi dari proses tersebut. Keadaan ini akan menimbulkan distorsi dari aparatus

mitral yang normal, mengecilnya area katup mitral menjadi seperti bentuk mulut ikan (fish

mouth) atau lubang kancing (button hole).

Fusi dari kommisura akan menimbulkan peyempitan dari orificium primer, sedangkan

fusi korda mengakibatkan penyempitan dari orificium sekunder.

Pada endokarditis rheumatika daun katup dan korda akan mengalami sikatriks dan

kontraktur bersamaan dengan pemendekan korda sehingga menimbulkan penarikan daun katup

menjadi bentuk funnel shaped.

Kalsifikasi biasanya terjadi pada usia lanjut dan biasanya lebih sering pada perempuan

dan pada keadaan gagal ginjal kronik. Apakah proses degeneratif tersebut dapat menimbulkan

gangguan fungsi masih perlu evaluasi lebih jauh, tetapi biasanya ringan.

Proses perubahan patologi sampai terjadinya gejala klinis (periode laten) biasanya

memakan waktu bertahun-tahun (10-20 tahun).

19

Page 20: Case Chf Ec MS and TR

PATOFISIOLOGI

Pada keadaan normal area katup mitral mempunyai ukuran 4-6 cm2. Bila area orificium

katup ini berkurang sampai 2cm2, maka diperlukan upaya aktif atrium kiri berupa peningkatan

atrium kiri agar aliran transmitral yang normal tetap terjadi. Stenosis mitral kritis terjadi bila

pembukaan katup berkurang sehingga menjadi 1cm2. Pada tahap ini, dibutuhkan suatu tekanan

atrium kiri sebesar 25mmHg untuk mempertahankan cardiac output yang normal (Swain,

2005).

Gradien transmitral merupakan hall mark Stenosis Mitral selain luasnya area katup

mitral, walaupun Rahimtoola berpendapat bahwa gradien dapat terjadi akibat aliran besar

melalui katup normal atau aliran normal melalui katup sempit. Sebagai akibat kenaikan

tekanan atrium kiri akan diteruskan ke v. Pulmonalis dan seterusnya mengakibatkan kongesti

paru serta keluhan sesak (exertional dyspnea).

Derajat berat ringannya Stenosis Mitral, selain berdasarkan gradien transmitral, dapat

juga ditentukan oleh luasnya area katup mitral, serta hubungan antara lamanya waktu antara

penutupan katup aorta dan kejadian opening snap berdasarkan luasnya area katup mitral derajat

stenosis mitral sebagai berikut.

1. Minimal : Bila area > 2,5 cm2.

2. Ringan : Bila area 1.4- 2.5 cm2.

3. Sedang : Bila area 1-1.4 cm2.

4. Berat : Bila area < 1.0 cm2.

5. Reaktif : Bila area < 1.0 cm2.

Keluhan dan gejala stenosis mitral mulai akan muncul bila luas area katup mitral

menurun sampai setengah dari nilai normal (<2-2.5 cm2). Pada Stenosis Mitral ringan simptom

yang muncul biasanya dicetuskan oleh faktor yang meningkatakan kecepatan aliran atau cirah

jantung atau menurunkan periode pengisian diastol yang akan meningkatkan tekanan atrium

20

Page 21: Case Chf Ec MS and TR

kiri secara dramatis. Beberapa diantaranya adalah latihan, stres emosi, infeksi, kehamilan dan

fibrilasi atrium dengan respon ventrikel cepat.

Dengan bertambah sempitnya area mitral maka tekanan atrium kiri akan meningkat

bersamaan dengan progresi keluhan. Apabila area mitral <1cm2 yang berupa Stenosis Mitral

berat maka akan terjadi limitasi dalam aktifitas.

Hipertensi pulmonal merupakan komplikasi yang sering terjadi pada Stenosis Mitral,

dengan patofisiologi yang kompleks. Pada awalnya kenaikan tekanan atau hipertensi pulmonal

terjadi secara pasif akibat kenaikan tekanan atrium kiri. Demikian pula terjadi perubahan pada

vaskular paru berupa vasokonstriksi akibat bahan neurohormonal seperti endotelin atau

perubahan anatomik yaitu remodel akibat hipertrofi tunika media dan penebalan intima

(reaktive hypertention). Kenaikan resistesi arteriolar paru ini sebenarnya merupakan

mekanisme adaptif untuk melindungi paru dari kongesti. Dengan meningkatnya hipertensi

pulmonal ini akan menyebabkan kenaikan tekanan dan volume akhir diastol. Regurgitasi

trikuspid dan pulmonal sekunder dan seterusnya sebagai gagal jantung kanan dan kongesti

sistemik.

PERJALANAN PENYAKIT

Stenosis Mitral merupakan suatu proses progresif kontinyu dan penyakit seumur hidup.

Pada mulanya hanya akan ditemui tanda dari stenosis mitral yang kemudian dengan kurun

waktu 10-20 tahun akan diikuti dengan keluhan, fibrilasi atrium dan akhirnya keluhan

disabilitas.

MANIFESTASI KLINIS

Riwayat

Kebanyakan pasien dengan Stenosis Mitral bebas keluhan dan biasanya keluhan utama

berupa sesak napas, dapat juga fatigue. Pada Stenosis Mitral yang bermakna dapat mengalami

sesak pada aktifitas sehari-hari, paroksismal nokturnal dispnea, ortopnea atau edema paru yang 21

Page 22: Case Chf Ec MS and TR

tegas. Hal ini akan dicetuskan oleh berbagai keadaan meningkatnya aliran darah melalui mitral

atau menurunnya waktu pengisian diastol, termasuk latihan, emosi, infeksi respirasi, demam,

aktivitas seksual, kehamilan serta fibrilasi atrium dengan respon ventrikel cepat.

Fatigue juga merupakan keluhan umu pada Stenosis Mitral. Wood menyatakan bahwa

pada kenaikan resistensi vaskular paru lebih jarang mengalami paroksismal nokturnal dispnea

atau ortopnea, oleh karena vaskular tersebut akan menghalangi sirkulasi pada daeraj proksimal

kapiler paru. Hal ini mencegah kenaikan dramatis dari tekanan v. Pulmonalis tetapi tentunya

dalam situasi curah jantung rendah. Oleh karena itu simptom kongesti paru akan digantikan

oleh keluhan fatigue akibat rendahnya curah jantung pada aktifitas dan edema perifer.

Katup Mitral (juga disebut sebagai katup bicuspid / katup atrioventrikuler kiri)

merupakan katup yang ada di dalam jantung yang terdiri dari dua daun katup. Katup mitral

merupakan katup jantung yang memisahkan antara serambi kiri dan bilik kiri. Katup mitral

dan katup trikuspid merupakan katup atrioventricular karena terletak diantara serambi dan

bilik jantung dan keduanya mengendalikan laju aliran darah.

Saat diastole, katup mitral yang berfungsi normal akan membuka akibat tekanan yang

meningkat dari atrium kiri yang terisi oleh darah (preload). Ketika tekanan atrium meningkat

di atas ventrikel kiri, katup mitral membuka sehingga darah mengalir secara pasif menuju

ventrikel kiri. Diastole berakhir saat kontraksi atriummemompa 20% darah sisa dari atrium

kiri ke ventrikel kiri, yang disebut sebagai end diastolic volume (EDV), dan katup mitral

menutup saat akhir dari kontraksi atrium untuk mencegah agar aliran darah tidak kembali ke

jantung

ANATOMI

22

Page 23: Case Chf Ec MS and TR

Katup Mitral (bicuspid valve) Letaknya di Jantung (antara Atrium dan Ventrikel Kiri)

Rata2 ukuran katup mitral adalah 4–6 cm². Katup mitral memiliki dua daun

katup/leaflet (anteromedial leafletdan posterolateral leaflet). Katup dibatasi oleh cincin

katup yang dinamakan mitral valve annulus. Katupanterior melingkupi 2/3 area katup mitral,

dan sisanya oleh katup posterior. Katup katup ini dijaga oleh tendon yang melekat di

bagian posterior katup, mencegah agar katup tidak prolaps. Tendon ini dinamakan chordae

tendineae.

Chordae tendineae menempel ujungnya pada otot papilaris (papillary muscles) dan pada

katup. Otot papilaris sendiri merupakan penonjolan dari dinding ventrikel kiri. Ketika

ventrikel kiri berkontraksi , tekanan intraventrikuler memaksa katup mitral untuk menutup.

Tendon menjaga agar leaflet tetap sejajar satu sama lain dan tidak bocor ke arah atrium. 

FISIOLOGI NORMAL

Saat diastole ventrikel kiri, setelah tekanan berkurang di ventrikel kiri karena relaksasi

otot ventrikel , katup mitral membuka dan darah dari atrium kiri mengalir menuju ventrikel

kiri.sebanyak 70-80% darah mengalir melalui fase early filling dari ventrikel kiri (bergerak

karena perbedaan tekanan).

Kontraksi dari atrium kiri (left atrial systole) yang bersamaan dengan diastole ventrikel

kiri, menyebabkan sisa darah yang masih ada di atrium kiri segera mengalir ke ventrikel kiri.

Ini juga disebut sebagai atrial kick.

23

Page 24: Case Chf Ec MS and TR

Annulus / cincin dari katup berubah-ubah bentuk dan ukurannya saat siklus jantung

berlangsung. Bentuknya mengecil saat sistol atrium karena kontraksi atrium kiri. Gangguan

pada annulus, katup dan struktur penyangga katup mitral dapat membuat katup mitral bocor

(regurgitasi/insufisiensi) atau menyempit (stenosis).

DEFINISI

Keadaan dimana ditemukan perubahan struktur apparatus katup mitral sehingga menyebabkan aliran darah dari bilik kiri kembali ke atrium kiri.

Timbulnya Aliran Darah Dari Bilik Kiri Kembali Ke Atrium Kiri

PATOFISIOLOGI

Regurgitasi mitral dapat disebabkan oleh penyakit organik seperti demam Rheumam

ruptur corda tendinea, degenerasi miksima, perforasi daun atau gangguan fungsional berupa

dilatasi anular, disfungsi fokal otot jantung atau keduanya.

FASE AKUT

24

Page 25: Case Chf Ec MS and TR

Regurgitasi akut ditandai dengan peningkatan preload dan penurunan afterload

menyebabkan meningkatnya volume end diastolik dan menurunkan volume end sistolik. Hal

ini menyebabkan peningkatan pada volume total curah jantung. Akan tetapi sebagian besar

volume tersebut menghilang menjadi volume regurgitasi sebagai akibatnya hal ini

menyebabkan peningkatan tekanan pada atrium.

Regurgitasi Mitral Akut dengan riwayat penyakit jantung koroner dan infark miokard

akut (terutama, infark miokard inferior yang dapat menyebabkan disfungsi Musculus

Papilaris). Regurgitasi Mitral akut yang signifikan dibarengi dengan gejala gangguan

ventrikel kiri seperti dyspnea, fatigue dan orthopnoe. Pada keadaan ini sering terjadi edema

paru karena terjadinya overload yang cepat pada atrium kiri dan sistem vena pulmonal.

FASE KRONIK TERKOMPENSASI

Pada Regurgitasi mitral kronik terkompensasi atrium dan ventrikel kiri memiliki waktu

yang cukup untuk berdilatasi dan mengakomodasi volume regurgitasi. Karena itu pada

keadaan ini sering didapati tekanan pada atrium kiri sering kali normal atau sedikit

meningkat. Karena terdapat pembesaran ventrikel kiri melalui hipertropi eksentrik maka

volume total curah jantung dapat dikendalikan. Pada keadaan ini ventrikel kiri akan terus

membesar secara progresif, maka anulus mitral akan tertarik dan mencegah daun katup mitral

untuk menutup sempurna pada keadaan sistol, dan hal ini akan memperberat regurgitasi dan

dilatasi ventrikel.

Pada Regurgitasi Mitral Kronik seringkali merupakan kelainan primer pada katup mitral

dengan pembesaran yang progresif perlahan dari atrium dan ventrikel kiri. Pada keadaan ini

pasien dapat asimptomatik selama bertahun-tahun.

Pasien dapat memiliki toleransi aktifitas yang normal hingga terjadinya gangguan

disfungsi sistolik dari ventrikel kiri, pada keadaan ini pasien akan mulai mengalami gejala

berupa fatigue, orthopnoe dan sesak yang disebabkan menurunnya aliran curah jantung.

Seiring dengan waktu, pasien dapat mengeluhkan rasa berdebar-debar jika terdapat Atrial

Fibrilasi sebagai akibat dari dilatasi atrium kronik.25

Page 26: Case Chf Ec MS and TR

Pasien dengan pembesaran ventrikel kiri dan dengan kondisi yang lebih berat pada

akhirnya akan berkembang menjadi gagal jantung kongestif dengan kongestif pulmonal dan

edema. Pada tahap ini seringkali disfungsi otot jantung bersifat ireversible.

FASE KRONIK DEKOMPENSASI

Pada fase ini sudah terjadi disfungsi otot jantung, yang berakibat pada volume total curah

jantung dan forward stroke volume (meskipun fraksi ejeksi masih normal). Hal ini

mengakibatkan tingginya volume end sistolik dan diastolik, yang kemudian mempengaruhi

peningkatan tekanan ventrikel dan atrium kiri, yang berakibat pada edema paru hingga shock

kardiogenik.

KLASIFIKASI

Klasifikasi pada Mitral Regurgitasi

C. DEMAM RHEUMA

PATOGENESIS

26

Page 27: Case Chf Ec MS and TR

Meskipun sampai sekarang ada hal-hal yang belum jelas, tetapi ada penelitian yang

mendapatkan bahwa DR yang mengakibatkan PJR terjadi akibat sensitisasi dari antigen

Streptokokus sesudah 1-4 minggu infeksi Streptokokus di faring. Lebih kurang 95% pasien

menunjukan peninggian titer antistreptoksin O (AST), antidiokserebonukleat B (anti DNA-

ase B) yang merupakan dua macam tes yang biasa dilakukan untuk infeksi kuman SGA.

(Pattaroyo, 1979)

Faktor-faktor yang diduga terjadinya komplikasi pasca Streptokokus ini

kemungkinan utama adalah pertama Virulensi dan Antigenesitas Stretokokus, dan kedua

besarnya response umum dari Host dan persistensi organisme yang menginfeksi faring

(Morehead, 1965). Risiko untuk kambuh sesudah pernah mendapat serangan Streptokokus

adalah 50%-60%. Robbins dkk. 1981 mendapatkan tidak adanya predisposisi genetik.

Sedangkan Moreheid 1965 manganggap pada mulanya factor predisposisi genetic mungkin

penting.

Penelitian-penelitian lain kebanyakan menyokong mekanisme autoimunitas atas

dasar reaksi antigen antibody terhadap antigen Streptokokus. Salah satu antigen tersebut

adalah protein M Streptokokus. Pada serum pasien DR akut dapat ditemukan antibody dan

antigen. Antibodi yang terbentuk bukan bersifat kekebalan. Dan reaksi ini dapat ditemukan

pada miokard, otot skelet, dan sel otot polos. Dengan imunoflorensensi dapat ditemukan

imunoglobulinnya dan komplemen pada sarkolema miokard

MORFOLOGI

Lesi yang patognomomik DR adalah Badan Aschoff sebagai diagnostik histopatologik.

Sering ditemukan juga pada saat tidak adanya tanda-tanda keaktifan kelainan jantung, dan

dapat bertahan lama setelah tanda-tanda gambaran klinis menghilang, atau masih ada

keaktifan laten. Badan Aschoff ini umumnya terdapat pada septumfibrosa intervaskular,

dijaringan ikat periaskular dan didaerah subendotelial. Pada PJR biasanya terkena ketiga

lapisan endokard miokard dan perikard secara bersamaan atau sendiri-sendiri atau kombinasi.

27

Page 28: Case Chf Ec MS and TR

Pada endokard yang terkena utama adalah katup-katup jantung dan 50%

mengenai katup mitral. Pada keadaan dini DR akut katup-katup yang terkena ini akan merah ,

edema dan menebal dengan vegetasi yang disebut sebagai Verucceae. Setelah agak tenang

katup-katup yang terkena menjadi tebal, fibrotik, pendek dan tumpul yang menimbulkan

stenosis, (Morehead, 1965).

MANIFESTASI KLINIS

DR/PJR yang kita kenal sekarang merupakan kumpulan gejala terpisah-pisah dan

kemudian menjadi suatu penyakit DR/PJR. Adapun gejala-gejala itu adalah:

Artritis

Artritis adalah gejala major yang sering ditemukan pada DR akut (Majeed H.A 1992).

Sendi yang dikenai berpindah-pindah tanpa cacat yang biasanya adalah sendi besar seperti

lutut, pergelangan kaki, paha, lengan, panggul, siku dan bahu. Munculnya tiba-tiba dengan

rasa nyeri yang meningkat 12-24 jam yang diikuti dengan reaksi radang. Nyeri ini akan

menghilang secara perlahan-lahan.

Radang sendi ini jarang yang menetap lebih dari satu minggu sehingga terlihat

sembuh sempurna. Proses migrasi artritis ini membutuhkan waktu 3-6 minggu. Sendi-sendi

kecil jari tangan dan kaki juga dapat dikenai. Pengobatan dengan aspirin dapat merupakan

diagnosis terapetik pada atritis yang sangat bermanfaat. Bila tidak membaik dalam 24-27

jam, maka diagnosis akan diragukan.

Karditis

Karditis merupakan maniestasi klinis yang penting dengan insidens 40-50% (Majeed HA

1992), atau berlanjut dengan gejala yang lebih berat yaitu gagal jantung. Kadang-kadang

karditis itu asimtomatik dan terdeteksi saat adanya nyeri sendi. Karditis ini bisa hanya

mengenai endokardium saja. Endokarditis terdeteksi saat adanya bising jantung. Katup

mitrallah yang terbanyak dikenai dan dapat bersamaan dengan katup aorta. Katup aorta

sendiri jarang dikenai. Adanya regurgitasi mitral ditemukan dengan bising sistolik yang

28

Page 29: Case Chf Ec MS and TR

menjalar ke aksila, dan kadang-kadang juga disertai bising mid-diastolik (bising Carey

coombs). Dengan dua dimensi ekokardiografi dapat mengevaluasi kelainan anatomi jantung

sedangkan dengan Doppler dapat menentukan fungsi dari jantung. (Massel, 1958).

Miokarditis dapat bersamaan dengan endokarditis sehingga terdapat kardiomegali atau gagal

jantung. Perikarditis tak akan berdiri sendiri, biasanya pankarditis.

Chorea

Chorea ini didapatkan 10% dari DR (Stasser, 1978) yang dapat merupakan manifestasi

klinis sendiri atau bersamaan dengan karditis. Masa laten infeksi SGA dengan chorea cukup

lama yaitu 2-6 bulan atau lebih. Lebih sering dikenai pada perempuan pada umur 8-12 tahun.

Dan gejala ini muncul selama 3-4 bulan. Dapat juga ditemukan pada anak ini suatu emosi

yang labil dimana anak ini suka menyendiri dan kurang perhatian terhadap lingkungan

sendiri. Gerakan-gerakan tanpa disadari akan ditemukan pada wajah dan anggota-anggota

gerak tubuh yang biasanya unilateral. Dan gerakan ini menghilang saat tidur.

Eritema Marginatum

Eritema Marginatum ini ditemukan kira-kira 5% dari pasien DR, dan berlangsung

berminggu-minggu dan berbulan, tidak nyeri dan tidak gatal.

Nodul Subkutanius

Besarnya kira-kira 0,5-2 cm, bundar, terbatas dan tidak nyeri tekan. Demam pada DR

tidak khas, yang jarang menjadi keluhan pertama oleh pasien DR ini (Stasser, 1981) Pada

penelitian yang dilaksanakan oleh peneliti-peneliti di berbagai negara, dari manifestasi klinis

DR yang dilaporkan oleh Committee of Rematic Fever tahun 1992 dan penelitian sendiri

dapat dilihat seperti tabel 3.

UPAYA PEMERIKSAAN LABORATORIUM

29

Page 30: Case Chf Ec MS and TR

Pemeriksaan adanya infeksi kuman Streptokokusus Grup A sangat membantu diagnosis

DR yaitu:

Pada saat sebelum ditemukan infeksi SGA.

Pada saat ditemukan atau menetapnya proses infeksi SGA tersebut.

Untuk menetapkan ada atau pernah adanya infeksi kuman SGA ini dapat dideteksi:

Dengan hapusan tenggorokan pada saat akut. Biasanya kultur SGA negatif pada

fase akut itu. Bila positif inipun belum pasti membantu diagnosis sebab kemungkinan akibat

kekambuhan dari kuman SGA itu atau infeksi Streptokokus dengan strain yang lain.

Tetapi antibodi Sterptokokus lebih menjelaskan adanya infeksi Streptokokus

dengan adanya kenaikan titer ASTO dan anti DNA-se Terbentuknya antibodi-antibodi ini

sangat dipengaruhi oleh umur dan lingkungan.Titer ASTO positif bila besarnya 120 Todd

pada orang dewasa dan 320 Todd pada anak-anak, sedangkan titer pada DNA-se B 120 Todd

untuk orang dewasa dan 240 Todd untuk anak-anak. Dan antibodi ini dapat terdeteksi pada

minggu kedua sampai minggu ketiga setelah fase akut DR atau 4-5 minggu setelah infeksi

kuman SGA di tenggorokan (Whitnack F dkk 1985). Untuk inilah pencegahan sekunder

dilakukan tiap 3-5 minggu (Stollerman, 1961). Pada fase akut ditemukan lekositosis, laju

endapan darah yang meningkat, protein C-reactive, mukoprotein serum. Laju endapan darah

dan protein C-reactive yang tersering diperiksa dan selalu meningkat atau positif saat fase

akut dan tidak dipengaruhi oleh obat-obat antireumatik. (Taranta & Moody, 1971)

Anemia yang ringan sering ditemukan adalah anemia normositer normokrom karena

infeksi kronis DR. Dengan kortikosteroid anemia dapat diperbaiki. Tidak ada pola yang khas

dari EKG pada DR dengan karditis. Adanya bising sistolik dapat dibantu dengan kelainan

EKG berupa interval PR yang memanjang atau perubahan patern ST-T yang tidak spesifik

(Wahab, 1980)

UPAYA-UPAYA DIAGNOSTIK

30

Page 31: Case Chf Ec MS and TR

Diagnosis DR akut didasarkan pada manifestasi klinis, bukan hanya pada simton, gejala

atau kelainan laboratorium patognomonis. Pada tahun 1944 Jones menetapkan kriteria

diagnosis atas dasar beberapa sifat dan gejala saja. Setelah itu kriteria ini dimodifikasi pada

tahun 1955 dan selanjutnya direfisi 1965, 1984 dan terakhir 1992 oleh AHA sebagai berikut:

Ditambah: bukti-bukti adanya suatu infeksi Sreptokokus sebelumnya

yaitu hapusan tenggorokan yang positif atau kenaikan titer tes serologi ASTO dan anti

DNA-se B. Terutama pada anak/dewasa muda aloanamnesa pada orang tua dan keluarga

sangat diperlukan.

Bila terdapat adanya infeksi Streptokokus sebelumnya maka diagnosis DR/PJR

didasarkan atas adanya:

1. Dua gejala mayor atau

2. Satu gejala mayor dengan dua gejala minor

Sedangkan penyediaan fasilitas pemeriksaan kuman Streptokokus belum meluas maka

manifestasi klinis diatas harus dijadikan pegangan penyakit-penyakit lain seperti rematoid

artritis, pegal-pegal kaki infeksi virus, kelainan jantung bawaan dan lain-lain.

PERJALANAN PENYAKIT

Manifestasi DR sangat bervariasi, tetapi umumnya muncul dengan bermacam-macam

manifestasi klinis. Dan biasanya dengan berbagai manifestasi klinis yang sukar ditentukan

pada saat pasien datang pertama kali berobat. Masa laten infeksi Streptokokus dengan

munculnya DR atau cukup singkat bila ada atritis dan eritema marginatum dan akan lebih

lama dengan chorea, sedangkan karditis dengan nodul subkutan diantaranya.

Lamanya DR aku jarang melebihi 3 bulan. Tetapi bila ada karditis yang berat

biasanya klinis DR akut akan berlangsung 6 bulan atau lebih. (Taranta, 1964; Majeed, 1992

Gejala Karditis akan ditemukan pada tiga bulan pertama dari 93% pasien DR akut. (Mc

Intosch dkk. 1935, Rossentha, 1968)

31

Page 32: Case Chf Ec MS and TR

Kadang-kadang karditis dapat juga terjadi pertama kali serangan DR akut pada

umur >25 tahun. Bila ringan akan sembuh, tetapi bila karditis yang disertai demam dan

takikardia sering berlanjut dengan (3) kardiomegali dan menetap dan bising-bising katup

akan terdengar. Dan (4) dekompensatio kordis dapat terjadi selama karditis masih aktif.

PROGNOSIS

DR tidak akan kambuh bila infeksi Sterptokokus diatasi. Prognosis sangat baik bila

kraditis sembuh pada saat permulaan serangan akut DR. Selama 5 tahun pertama perjalanan

penyakit DR dan PJR tidak membaik bila bising organik katup tidak menghilang, (Feinsten

AR dkk, 1964). Prognosis memburuk bila gejala karditisnya lebih berat, dan ternyata DR

akut dengan Payah jantung akan sembuh 30% pada 5 tahun pertama dan 40% setelah 10

tahun. Dari data penyembuhan ini akan bertambah bila pengobatan pencegahan sekunder

dilakukan secara baik. Ada penelitian melaporkan bahwa stenosis mitralis sangat tergantung

pada beratnya karditis, sehingga kerusakan katup mitral selama 5 tahun pertama sangat

mempengaruhi angka kematian DR ini. (Irvington House Grup & U.K and U.S 1965).

Penelitian selama 10 tahun yang mereka lakukan menemukan adanya kelompok lain

terutama kelompok perempuan dengan kelainan mitral ringan yang menimbulkan payah

jantung yang berat tanpa diketahui adanya kekambuhan DR atau infeksi Streptokokus.

(Stresser, 1978)

KEKAMBUHAN

Serangan pertama DR biasanya terjadi pada daerah wabah faringitis streptokokus yaitu

sebanyak 3%, sedangkan pasien yang pernah mendapat serangan DR akut sebelumnya akan

didapatkan 15% (Taranta dkk, 1970). Dari Irvington House Studyf (Wood, dkk 1964,

American Heart Asscosiationf 1988) melaporkan bahwa serangan reumatik pada tiap infeksi

Streptokokus pada anak-anak menurun sebanyak 23% menjadi 11% selama 1-5 tahun

sesudah serangan pertama DR. Kekambuhan akan berkurang tergantung pada lamanya

serangan terakhir. Faktor yang mendasar yang menyebabkan meningkatnya serangan

32

Page 33: Case Chf Ec MS and TR

reumatik juga tergantung pada gejala sisa dari pada PJR. Studi ini melaporkan PJR dengan

kardiomegali 43% sedangkan PJR tanpa kardiomegali 27% dan tanpa kelainan jantung 10%.

(Taranta, 1964).

Faktor lain yang mempengaruhi kekambuhan ini sangat tergantung pada reaksi

imun dengan infeksi Sterptokokus yang dibuktikan dengan meningkatnya titer ASTO.

Umumnya serangan DR dibuktikan jga dengan ditemukan rematogenik strain Streptokokus

grup A. (Stollerman dkk, 1990)

(Bisno dkk, 1977). Studi Framingham (Goetzner dkk, 1985) selama 30 tahun

dengan penelitian cohort-control study groupf dari kasus-kasus PJR terdapat penurunan yang

tajam dari kematian pada studi karena seranga yang berulang dari PJR yang diobati dengan

cara pencegahan sekunder. Pada PJR angka kehidupan hanya kurang 40% sedangkan pada

DR tanpa PJR lebih dari 40%. Di Amerika kelainan klinis DR/PJR akan bertambah baik bila

pencegahan sekunder dilaksanakan seumur hidupnya. Karena mereka melaporkan dari

Amerika masih ditemukan kasus DR/PJRpada usia tua sehingga menjadi kelompok penyakit

lanjut usia. (Denny dkk, 1950;W.H.O, 1966,1988). Pengalaman kami di Bagian Ilmu

Penyakit Dalam 1978-1998 (20tahun) didapatkan penurunan insidensi DR/PJR dari 31,4%

menjadi 12,2% dari 182 pasien DR/PJR.

UPAYA PENCEGAHAN SERANGAN ULANG DR

Bila seorang pasien DR akut telah sembuh, maka masalah utama adalah pencegahan

sekunder. Kita tidak mempersoalkan bagaimanapun ringan atau beratnya serangan pertama,

namun kerentanan penyakit ini sangat tinggi sehingga serangan berulang-ulang dapat timbul

kembali. Kekerapan penyakit ini sudah menurun dalam 25 tahun terakhir ini di Amerika dan

Eropa. Di mana keadaan ini sebagian besar disebabkan oleh pencegahan sekunder yang telah

dilaksanakan. Dari penelitian Irvington house f 1954 diketahui bahwa dengan parental

Penisislin G lah yang palin baik diantara tiga obat pencegahan yang dicobakan yauitu

Sulfadiazin. Oral penisislin G dan suntikan benzatin penisislin G setiap bulan. (W.H.O,1966)

33

Page 34: Case Chf Ec MS and TR

Keunggulan cara ini (Markowitz, 1985) mungkin disebabkan oleh:

Kunjungan sekali sebulan yang mendapat pencegahan sekunder itu dipatuhi dan

kesediaan obat lebih terjamin dalam depot obat. (Wannamaker, 1951)

Absorpsi obat dari otot mungkin lebih lengkap dari pada di usus.

Yang terpenting kadar terapetik penisislin cukup untuk menghilangkan setiap

interccurent Sterptokokus selama satu minggu dari tiap interval 4 minggu.

Sesuai dengan laporan dari Intersociaty Commition for Heart Disease Resourcesf (AHA,

1988) bahwa semua pasien yang sembuh dari DR akut diberikan suatu pencegahan sekunder

dengan atau tanpa karditis. Sehinga serangan ulang dapat dicegah. Tentang lamanya

pencegahan belum ada kata sepakat sampai saat ini. Ternyata bahwa kekerapan serangan-

serangan berulang pada usia dewasa, tetapi serangan akut ini masih ditemukan pada usia 20

dan 30 tahun. Tentu tidaklah bijaksana bila mengandalkan pengobatan infeksi Sterptokokus

dengan antibiotika saja, sedangkan pencegahan sekunder terus-menerus dipertahankan untuk

waktu yang tidak ditentukan (Taranta, 1981). Dari itu pencegahan sekunder perlu disesuaikan

dengan lingkungan, cuaca, umur, pekerjaan, keadaan rumah tangga, dan keadaan jantung itu

sendiri yang sangat berpengaruh terhadap timbulnya resiko serangan berulang. (Charmey,

1968;Bravo, 1979;Brown, 1951; Davies, 1973)

UPAYA PENGENDALIAN DR/PJR/ERADIKASI

Untuk ini perlu dipahami riwayat alamiah penyakit ini, walaupun ada beberapa aspek

patogenesis DR yang belum diterangkan seluruhnya (Reyes, 1975). Di mana perlu diajukan

suatu konsep sehingga pencegahan sekunder ini dilaksanakan. Dari cara ini dapat dilakukan

interfensi siklus reinfeksi Sterpotokokus pada pasien dengan atau pernah menderita DR/PJR.

(Committe on Rheumatic Fever, 1955). Untuk pengendalian dan pelaksanaan pencegahan

sekunder DR dan atau PJR dilapagan maka diperlukan konsep intervensi siklus reinfeksi

Sretptokokus dari tiap pasien yang datang berobat.

Pencegahan sekunder adalah usaha mencegah terjadinya infeksi kuman SGA pada

pasien-pasien yang pernah DR dan PJR. Pencegahan ini dilakukan dalam jangka lama, yang

memerlukan kesabaran baik pasien., petugas kesehatan ataupun dokter. Mengingat DR dan 34

Page 35: Case Chf Ec MS and TR

PJR menyebabkan cacat seumur hidup pada jantung. Dan cacat tersebut menyebabkan umur

harapan hidup berkurang.

Untuk menunjang keberhasilan pengendalian atau eradikasi DR/PJR yaitu dengan

pencegahan sekunder sangatlah tergantung pada:

Cara pemberian obat

Diperlukan keyakinan dan ketaatan pasien untuk pencegahan sekunder ini secara

spontan dan penuh pengertian.

Pendidikan orang tua merupakan faktor penting akan ketaatan melakukan

pencegahan ini

Keadaan sosioekonomi bagi pasien atau keluarga

Jarak antara tempat tinggal dan Rumah Sakit

Manifestasi klinis waktu pasien masuk ke Rumah Sakit juga mempengaruhi

ketaatan untuk melakukan pencegahan

Terhadap semua dokter, tenaga kesehatan dapat menegenal dan melaksanakan

pencegahan sekunder ini

DAFTAR PUSTAKA

35

Page 36: Case Chf Ec MS and TR

1. Sudoyo AW, dkk. Buku Ajar IlmuPenyakit Dalam. Jilid III Edisi V.Jakarta: Internal

Publishing, pp: 1110

2. Crawford, Michael H. Current Medical Diagnosis and Treatment Cardiology. 3rd ed.

Philadelphia: Mc Graw Hill Lange. 2013

3. http://www.bedahjantung.org/2012/12/kelainan-katup-mitral-jantung.html

4. Lauralee Sherwood, Fisiologi Manusia Dari Sel Ke Sistem, Edisi 6,Jakarta, 2012

5. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit ed 6 volume I.

2006.

6. http://emedicine.medscape.com/article/758816-overview

7. Sloane, Ethel. Anatomi dan fisiologi untuk pemula. Jakarta. 2004

36